• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SEISMIK MENGGUNAKAN ACOUSTIC IMPEDANCE (AI), GRADIENT IMPEDANCE (GI), DAN EXTENDED ELASTIC IMPEDANCE (EEI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PALEOCENE PADA LAPANGAN SASA, PAPUA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS SEISMIK MENGGUNAKAN ACOUSTIC IMPEDANCE (AI), GRADIENT IMPEDANCE (GI), DAN EXTENDED ELASTIC IMPEDANCE (EEI) UNTUK KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PALEOCENE PADA LAPANGAN SASA, PAPUA"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

SEISMIC ANALYSIS USING ACO

USTIC IMPEDANCE

(

AI

),

GRADIENT IMPEDANCE

(

GI

), AND

EXTENDED ELASTIC

IMPEDANCE

(

EEI

) METHODS TO CHARACTERIZE

PALEOCENE SAND RESERVOIR IN SASA FIELD, PAPUA

By

Annisa Mutiara Badri

AVO (Amplitude Versus Offset) analysis method that works on the reflectivity domain can be used to identify and analyze the presence of hydrocarbon anomalies generally. But in certain cases is required deeper analysis to detect hydrocarbon. For example, extended elastic impedance (EEI) has been found to be discriminator effective in lithology and fluid separation. In this research, I performed synthetic modelling in Paleocene reservoir, that is impedance model and reflectivity model. From impedance model, it can be seen that acoustic impedance (AI) model could not show the existence channel sand in this research. However, on the model of gradient impedance (GI) and extended elastic impedance (EEI) can be seen clearly the channel sand on the Paleocene reservoir. The optimum projection for lithology separation to see existence of channel sand occured in EEI 60 o. While the model reflectivity which is created using equation Aki-Richard term 2, found that the zero offset and full stack can not showing channel sand, but in the far synthetic model (angle 30o), channel sand is beginning to be seen. The application of pick AVO Paleocene reservoir, get anomaly class of sandstones is class IIp on top A-2. In this research is also applied extended elastic impedance (EEI) method as continuation of AVO method that is applied to angle gather IL1728. EEI section in this research is obtained from trace math between AI and GI. While acoustic impedance and gradient impedance in this research was obtained through a method of coloured inversion which is applied to intercept and gradient.

(2)

ANALISIS SEISMIK MENGGUNAKAN

ACOUSTIC

IMPEDANCE

(

AI

),

GRADIENT IMPEDANCE

(

GI

), DAN

EXTENDED ELASTIC IMPEDANCE

(

EEI

) UNTUK

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PALEOCENE

PADA LAPANGAN SASA, PAPUA

Oleh

Annisa Mutiara Badri

Metode analisis AVO yang bekerja pada domain reflektifitas secara umum dapat dipakai untuk mengidentifikasi dan menganalisis adanya anomali hidrokarbon. Akan tetapi pada kasus-kasus tertentu diperlukan analisis lebih dalam untuk mendeteksi hidrokarbon, misalnya, Extended Elastic Impedance (EEI) telah ditemukan untuk menjadi diskriminator efektif dalam hal litologi dan pemisahan fluida. Dalam penelitian ini, Saya melakukan pemodelan sintetik pada reservoar Paleocene, berupa model impedance dan model reflectivity. Dari model

impedance tersebut, dapat dilihat bahwa model Acoustic impedance (AI) tidak dapat menunjukkan keberadaan channel sand. Akan tetapi, pada model gradient impedance (GI) dan extended elastic impedance (EEI) dapat dilihat dengan jelas adanya channel sand pada reservoar Paleocene tersebut. Proyeksi optimum untuk pemisahan litologi (Pasir-Serpih) untuk melihat adanya channel sand, terjadi dalam EEI 60o. Sedangkan dari model reflectivity yang dibuat menggunakan persamaan Aki-Richard term 2, didapatkan bahwa zero offset dan full stack tidak dapat memperlihatkan channel sand, sedangkan pada model sintetik far dengan sudut 30º, channel sand tersebut mulai dapat dilihat. Penerapan pick AVO pada reservoar Paleocene, mendapatkan kelas anomali batupasir kelas IIp pada Top A-2. Dalam penelitian ini juga diterapkan metode Extended elastic impedance (EEI) sebagai lanjutan dari metode AVO yang diterapkan pada angle gather IL1728. Penampang EEI pada penelitian ini didapatkan dari hasil trace math antara AI dan

GI. Sedangkan Acoustic impedance dan Gradient Impedance pada penelitian ini didapatkan dengan metode coloured inversion yang diterapkan pada intercept dan

gradient.

(3)

(

) UNTUK

KARAKTERISASI RESERVOAR BATUPASIR PALEOCENE

PADA LAPANGAN SASA, PAPUA

Oleh

Annisa Mutiara Badri

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Annisa Mutiara Badri, lahir di kota Bandar Lampung pada

tanggal 08 Juli 1992 dari pasangan Bapak Badri dan Ibu Amperawaty Berangai Putri, merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis mengenyam pendidikan formalnya dimulai tahun 1996 di TK KARTINI I Bandar Lampung. Kemudian dilanjutkan di SDN 1 Rawalaut, Bandar Lampung dan pindah ke SDN 4 Tanjung Aman, Kotabumi pada kelas 4 SD dan lulus tahun 2003, selanjutnya di SMP Xaverius Kotabumi dan diselesaikannya pada tahun 2006. SMAN 9 Bandar Lampung menjadi sekolah pilihan selanjutnya yang diselesaikannya pada tahun 2009.

(8)

viii

tahun 2013 dan graduated dari program student leadership SEG di Denver, Colorado pada Oktober 2014.

Pada bulan September 2013, penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di PT Pertamina EP Jakarta dengan mengambil judul “Interpretasi struktur seismik untuk pemetaan struktur kedalaman pada Lapangan MBW

menggunakan software Geoframe” dan PT Fairfield Indonesia pada bulan

Oktober 2013 dengan judul laporan “Pengolahan data seismik 2D land pada

lapangan X menggunakan software Geoframe”. Kemudian enam bula

berikutnya, April 2014, penulis melakukan penelitian sebagai bahan penyusunan Tugas Akhir di British Petroleum Indonesia. Hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan pendidikan sarjananya pada bulan November tahun 2014 dengan skripsi yang berjudul “Analisis Seismik dengan menggunakan Acoustic Impedance (AI), Gradient Impedance (GI), dan Extended Elastic Impedance

(EEI) untuk Karakterisasi Reservoar Batupasir Paleocene pada lapangan

(9)

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan hati, karya kecil ini kupersembahkan untuk :

Allah S.WT

Mama, Mama, Mamaku, Dra. Amperawaty B Putri dan

Ayahku, Drs. Badri yang selalu kucintai

Yang selalu kubanggakan, Rizty Maulida Badri dan

Miftah Fauzan Badri

Keluarga Besarku, Hayat Wahab dan Suttan Ngukup

Sahabatku, sekaligus keluargaku TG Mania 2010 yang

mengukir setiap bait masa kuliahku

Kobummunity (RH, SWS, AOG) yang terhebat

(10)

dan tidak membiarkan akalnya dikuasai oleh nafsunya”

Nabi Muhammad SAW

“Jika kamu berbua baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan

sebaliknya jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu untuk dirimu sendiri

pula” –

Qs Al-

Isra‟: 7

“Your Imagination is the preview to life‟s coming attractions”

Albert Einstein

So many of our dreams at first seem impossible, then seem improbable, and then,

when we summon the will, they soon seem inevitable

” –

Christopher Reeve

“Your resources are always far greater than you imagine them to be. Never

ask,„Can I do this?‟ Ask instead, „How can I do this?‟” –

Dan Zandra

“Layaknya cinta tahu kemana dia harus pulang, Sahabatpun tahu keman

a dia

harus berlabuh”

- @sasambem

Dream is like a game. If you never play, you are not gonna win

” –

Annisa

Aku datang, Aku bermain, Aku belajar, Aku bimbingan,

Aku Ujian, Aku revisi, dan Aku MENANG!!!

(11)

xvi

DAFTAR ISI

halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... ix

HALAMAN MOTO ... x

KATA PENGANTAR ... xi

SANWACANA ... xii

DAFTAR ISI ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Batasan Masalah ... 3

BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Daerah Penelitian ... 4

2.2 Geomorfologi daerah penelitian ... 5

2.3 Petroleum sistem Cekungan Bintuni ... 7

BAB III TEORI DASAR 3.1 Konsep dasar seismik refleksi ... 10

3.2 Amplitudo Variation with Offset (AVO) ... 15

(12)

xvii

3.4 Metode Inversi ... 32

3.5 Interpretasi AI dan GI ... 35

3.6 Tinjauan Umum Well-Logging ... 36

3.7 Sistem Lingkungan Pengendapan Laut Dalam ... 40

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 41

4.2 Alat dan Bahan ... 41

4.3 Tahapan Penelitian ... 47

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis data seismik sintetik ... 61

5.2 Analisis Seismik pada real data ... 83

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 97

6.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA

(13)

xviii

DAFTAR GAMBAR

halaman

Gambar 2.1 Peta Lokasi Teluk Bintuni ... 4

Gambar 2.2 Peta geologi regional Kepala Burung (KB) ... 6

Gambar 2.3 Petroleum sistem Cekungan Bintuni ... 8

Gambar 3.1 Penjalaran gelombang seismik ... 10

Gambar 3.2 Koefisien refleksi sudut datang nol ... 12

Gambar 3.3 Polaritas normal dan terbalik menurut SEG ... 13

Gambar 3.4 Jenis-Jenis Wavelet ... 14

Gambar 3.5 Seismogram Sintetik ... 15

Gambar 3.6 Geometri AVO ... 16

Gambar 3.7 Partisi energi gelombang seismik ... 17

Gambar 3.8 Intercept dan Gradient ... 19

Gambar 3.9 Model dua lapisan ... 20

Gambar 3.10 Klasifikasi AVO ... 21

Gambar 3.11 Ilustrasi kelas AVO ... 22

Gambar 3.12 Pengaruh beberapa faktor terhadap kecepatan gelombang ... 24

Gambar 3.13 Gelombang pantul dan bias ... 26

Gambar 3.14 Berbagai macam seismik inversi ... 32

Gambar 3.15 Forward modelling dan Inverse modelling ... 33

Gambar 3.16 Proses Coloured Inversi menggunakan ARKCLS ... 34

Gambar 3.17 Model Proses inversi ... 35

Gambar 3.18 Sistem pengendapan laut dalam ... 40

Gambar 4.1 Basemap penelitian ... 43

(14)

xix

Gambar 4.5 Data Log pada sumur SDT-2 ... 48

Gambar 4.6 Bodi model ... 48

Gambar 4.7 Model Vp... 49

Gambar 4.8 Model Vs ... 49

Gambar 4.9 Model densitas... 50

Gambar 4.10 Model porositas ... 50

Gambar 4.11 Coloured inversion pada intercept ... 52

Gambar 4.12 Coloured inversion pada gradient ... 52

Gambar 4.13 Coloured inversion pada intercept (Real Data) ... 56

Gambar 4.14 Coloured inversion pada intercept (Dengan qf120) ... 56

Gambar 4.15 Coloured inversion pada gradient (Real Data) ... 57

Gambar 4.16 Coloured inversion pada gradient (Dengan qf120) ... 57

Gambar 4.17 Diagram alir penelitian ... 60

Gambar 5.1 Basemap penelitian ... 62

Gambar 5.2 Model Acoustic Impedance (AI) ... 64

Gambar 5.3 Model Shear Impedance (SI) ... 65

Gambar 5.4 Model Gradient Impedance (GI)... 66

Gambar 5.5 Model Poisson rasio (PR) ... 67

Gambar 5.6 Model Extended Elastic Impedance (EEI) ... 68

Gambar 5.7 Model Sintetik dan Zero offset ... 70

Gambar 5.8 Model Sintetik near (5º) ... 71

Gambar 5.9 Model Sintetik Mid (20º) ... 72

Gambar 5.10 Model Sintetik Far (40º) ... 73

Gambar 5.11 Model Sintetik intercept ... 75

Gambar 5.12 Model Sintetik gradient ... 76

Gambar 5.13 Wavelet Ricker 22 Hz ... 77

Gambar 5.14 Hasil Korelasi Well Seismic Tie ... 77

Gambar 5.15 Model Acoustic Impedance melalui Coloured inversion ... 79

Gambar 5.16 Model Acoustic Impedance berdasarkan rock properties ... 79

(15)

xx

Gambar 5.20 Crossplot antara AI dan GI ... 83

Gambar 5.21 Analisis pick AVO pada AVO modelling sumur SDT-2 ... 84

Gambar 5.22 Analisis pick AVO pada data seismik inline 1728 ... 84

Gambar 5.23 Penampang intercept IL1728 ... 85

Gambar 5.24 Penampang Intercept IL1728 dengan qf120 ... 85

Gambar 5.25 Penampang gradient IL1728 ... 86

Gambar 5.26 Penampang gradientt IL1728 dengan qf120 ... 86

Gambar 5.27 Wavelet ricker 22Hz ... 87

Gambar 5.28 Hasil korelasi well seismic tie ... 88

Gambar 5.29 Acoustic impedance dari hasil coloured inversion ... 89

Gambar 5.30 Acoustic impedance dari hasil coloured inversion (qf120) ... 90

Gambar 5.31 Gradient impedance dari hasil coloured inversion ... 91

Gambar 5.32 Gradient impedance dari hasil coloured inversion (qf120) ... 92

Gambar 5.33 Crossplot antara AI dan GI (dari data log) ... 93

Gambar 5.34 Hasil Extended Elastic Impedance ... 94

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karakterisasi reservoar merupakan suatu proses untuk menjabarkan secara kualitatif dan kuantitatif karakter reservoar menggunakan semua data yang ada. Integrasi antara data log dan data seismik telah menjadi perhatian dari para

geophysicist dan geologist. Kedua data ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Data seismik memiliki resolusi horisontal yang baik dengan resolusi vertikal yang kurang baik, sementara data log memiliki resolusi vertikal yang sangat baik namun resolusi horisontalnya buruk. Mengintegrasikan keduanya akan menghasilkan interpretasi yang lebih akurat dan menyeluruh.

(17)

model parameter fisika bawah permukaan. Metode seismik Inversi menggunakan data stack zero-offset untuk menghasilkan impedansi akustik (AI) telah lama digunakan untuk karakterisasi reservoar. Akan tetapi, interpretasi AI mempunyai keterbatasan dalam beberapa kasus. Anomali AI rendah akibat kehadiran fluida bisa diinterpretasi sebagai AI rendah akibat litologi, karena AI hanya fungsi dari densitas dan kecepatan gelombang P (Vp) saja. Dengan adanya pengukuran kecepatan gelombang S (Vs), seismik inversi dapat dikembangkan untuk mendapatkan impedansi elastik (EI) sebagai generalisasi dari AI untuk sudut datang tidak sama dengan nol (Conolly, 1999). EI merupakan fungsi dari Vp, Vs, densitas, dan sudut, sehingga untuk mendapatkan modelnya harus menginversikan data seismik stack non-zero offset.

Metode berikutnya adalah extended elastic impedance (EEI) yang merupakan perluasan dari metoda EI (Whitcombe, 2002). Sama dengan EI, metode ini merupakan fungsi dari Vp, Vs, densitas, dan sudut. Namun demikian, metode ini telah mengalami modifikasi dari EI agar dapat mencakup jangkauan sudut yang lebih luas. Hasil simulasi EEI pada sumur untuk mencari nilai sudut yang mewakili parameter pada sumur dapat digunakan untuk melihat penyebarannya secara lateral.

(18)

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi atribut seismik dan menguji penggunaan data seismik yang yang memungkinkan untuk karakterisasi reservoar Paleocene melalui forward modelling.

2. Meningkatkan S/N rasio dengan mendapatkan resolusi optimal dari data seismik pada reservoar Paleocene, di Lapangan Sasa.

3. Membandingkan hasil EEI yang didapat dari pemodelan sintetik dengan hasil

EEI yang menggunakan perhitungan manual pada hasil forward modelling.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dari metoda penelitian ini adalah:

1. Daerah penelitian dibatasi pada reservoar “Paleocene”sand di lapangan SASA. 2. Penelitian ini difokuskan pada 1 sumur dari 8 sumur yang ada pada lapangan SASA. Data log yang digunakan adalah data densitas, PHIE, gamma ray, dan sonik.

3. Data seismik yang digunakan adalah seismik 2D yang sudah melalui tahap

(19)

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

2.1 Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di daerah Papua, atau lebih tepatnya di area Teluk Bintuni. Lokasi Teluk Bintuni dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Peta lokasi Teluk Bintuni, Papua

Secara geografis, Papua dibagi menjadi 3 komponen besar, yaitu bagian Kepala Burung(KB), leher burung dan badan burung Papua. Cekungan Bintuni berada di Teluk Bintuni-Papua Barat, tepatnya terletak di bagian kepala-leher burung.

(20)

2.2 Geomorfologi daerah penelitian

Geomorfologi Papua Barat mengalami deformasi pada umur Tersier Akhir, pada masa ini terjadi proses transgresi yang besar yang berarah barat daya dan berakhir pada New Guinea Mobile Belt, sehingga berbentuk kepala dan leher burung. Tatanan geologi daerah KB dibentuk oleh adanya kompresi pada umur Paleogen tepatnya Oligose-Resen. Kompresi ini disebabkan karena adanya

oblique convergent antara Lempeng IndoAustralia yang bergerak ke arah barat laut dan Lempeng Pasifik yang bergerak ke arah tenggara (Andi, 2010). Cekungan Bintuni merupakan cekungan Tersier di selatan Blok Kemum, di bagian timurnya dibatasi oleh jalur lipatan Anjakan Lengguru. Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Salawati oleh Paparan Ayamaru dan dari Cekungan Berau oleh Perbukitan Sekak. Struktur elemen penting yang berada di daerah KB

Gambar 2.2, Antara lain :

1. Sesar Sorong, terletak di sebelah Utara

Sesar Sorong adalah salah satu sesar mayor yang terletak di sebelah utara KB, dengan arah sesar berarah timur-barat. Jenis Sesar Sorong ini yaitu sesar mendatar kiri (left-lateral strike-slip fault).

2. Sesar Tarera Aiduna, terletak di sebelah selatan

Sesar Tarera Aiduna merupakan sesar mayor yang berada di daerah KB dimana sesar ini terletak di sebelah selatan dengan arah sesar barat-timur.

3. Lengguna Fold-Belt (LFB), Berada di sebelah Timur

(21)

LFB ini dipotong oleh sesar Tarera Aiduna. Pada saat LFB ini terbentuk, mengakibatkan adanya penurunan (subsidence), sehingga mengalami sedimentasi pada cekungan LFB sebagian besar tersusun atas kelompok

New Guinea Limestone (NGL) yang mengisi Cekungan Bintuni.

4. Seram Through, berada di sebelah barat

Palung Seram berada di sebelah barat daya KB. Sesar ini terbentuk akibat adanya konvergen Lempeng Australia.

Gambar 2.2 Peta geologi regional Kepala Burung (KB) (Syawal, 2010)

(22)

Cekungan Bintuni merupakan cekungan dengan luas ± 30.000 km2 yang cenderung berarah utara-selatan dengan umur Tersier Akhir yang berkembang pesat selama proses pengangkatan LFB ke timur dan blok Kemum dari sebelah utara. Cekungan ini di sebelah timur berbatasan dengan Sesar Arguni, di depannya terdapat LFB yang terdiri dari batuan klastik berumur Mesozoik dan batu gamping berumur tersier yang mengalami perlipatan dan tersesarkan. Di sebelah barat cekungan ini ditandai dengan adanya tinggian struktural, yaitu Pegunungan Sekak yang meluas sampai ke Utara, di sebelah Utara terdapat dataran tinggi Ayamaru yang memisahkan Cekungan Bintuni dengan Cekungan Salawati yang memproduksi minyak bumi. Di sebelah selatan, Cekungan Bintuni dibatasi oleh Sesar Tarera-Aiduna, sesar ini paralel dengan Sesar Sorong yang terletak di sebelah utara KB. Kedua sesar ini merupakan sesar utama di daerah Papua Barat (Anonim, 2014).

2.3 Petroleum System Cekungan Bintuni

Terdapat lima bagian dari petroleum system yang dipengaruhi dengan kondisi geologi regional maupun lokal yang ada pada daerah penelitian, yaitu :

1. Batuan induk

(23)

2. Batuan reservoar

Batuan reservoar merupakan batuan yang bersifat porous (berpori-pori) dan permeable (meloloskan fluida), sehingga minyak dan gas bumi yang dihasilkan oleh batuan induk akan disimpan atau diakumulasikan di sini.

Gambar 2.3 Petroleum System Cekungan Bintuni (Anonim, 2010)

3. Migrasi

Migrasi hidrokarbon merupakan proses perpindahan hidrokarbon dari batuan induk menuju ke batuan reservoar untuk dikonsentrasikan di dalamnya. Arah migrasinya, yaitu dari cekungan menuju ke perangkap. Dalam hal ini, perangkapnya berupa perangkap struktur antiklin.

4. Perangkap

(24)

5. Batuan penutup

(25)

BAB III TEORI DASAR

3.1 Konsep Dasar Seismik Refleksi

3.1.1 Terjadinya Gelombang Refleksi

Pada saat energi dari sumber seismik dilepaskan, energi ditransmisikan ke bumi sebagai gelombang elastis. Energi ini lalu ditransfer menjadi pergerakan batuan. Dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik ini lebih besar dibandingkan dengan dimensi pergerakan batuan tersebut.

Penjalaran gelombang seismik mengikuti hukum Snellius dan digambarkan pada Gambar 3.1, sebagai berikut:

Gambar 3.1 Penjalaran gelombang melalui batas dua medium yang memiliki

(26)

Penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang diakibatkan oleh vibrasi selama penjalaran gelombang berlangsung (Sukmono, 1999).

3.1.2 Impedansi Akustik dan Koefisien Refleksi

Kemampuan dari batuan untuk melewatkan gelombang akustik disebut impedansi akustik. Impedansi akustik (IA) adalah produk dari densitas (ρ) dan kecepatan gelombang kompresional (V).

IA = ρ.V (3.1)

Kecepatan memiliki peran yang lebih penting dalam mengontrol harga AI

karena perubahan kecepatan lebih signifikan daripada perubahan densitas secara lateral maupun vertikal (Brown, 2004). Perubahan impedansi akustik dapat digunakan sebagai indikator perubahan litologi, porositas, kepadatan, dan kandungan fluida. Refleksi seismik terjadi bila ada perubahan atau kontras pada

AI. Untuk koefisien refleksi pada sudut datang nol derajat dapat dihitung menggunakan rumus berikut:

1 2

1 2

AI AI

AI AI Rc

 

 (3.2)

Dimana, Rc = Koefisien refleksi

AI1 = Impedansi akustik lapisan atas, AI2 = Impedansi akustik lapisan bawah

(27)

gelombang seismik tersebut. Penggambaran koefisien refleksi dapat dilihat pada

Gambar 3.2.

Gambar 3.2 Koefisien refleksi sudut datang nol menggunakan wavelet

zero phase (Sukmono, 2000)

3.1.3 Polaritas dan Fasa

Penggunaan kata polaritas hanya mengacu pada perekaman dan konvensi tampilan dan tidak mempunyai makna khusus. Polaritas ini terbagi menjadi polaritas normal dan polaritas terbalik. Society of Exploration Geophysiscist

(SEG) mendefinisikan polaritas normal sebagai berikut:

1. Sinyal seismik positif akan menghasilkan tekanan akustik positif pada hidropon atau pergerakan awal ke atas pada geopon.

2. Sinyal seismik yang positif akan terekam sebagai nilai negatif pada tape, defleksi negatif pada monitor dan trough pada penampang seismik.

(28)

kecil. Pada fasa nol, batas koefesien refleksi terletak pada puncak. Meskipun fasa nol hanya bersifat teoritis, tipe pulsa ini memiliki kelebihan yaitu:

1. Untuk spektrum amplitudo yang sama, sinyal fasa nol akan selalu lebih pendek dan beramplitudo lebih besar dari fasa minimum, sehingga s/n ratio akan lebih besar.

2. Amplitudo maksimum sinyal fasa nol pada umumnya selalu berhimpit dengan spike refleksi, sedangkan pada kasus fasa minimum amplitudo maksimum tersebut terjadi setelah spike refleksi tersebut.

Penggambaran jenis polaritas menurut SEG dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3 Polaritas normal dan terbalik menurut SEG(a)Minimum

Phase (b)Zero Phase (Sukmono,1999)

3.1.4 Resolusi Vertikal Seismik

(29)

antara 10-70 Hz yang secara langsung menyebabkan keterbatasan resolusi dari seismik. Nilai dari resolusi vertikal adalah :

rv = kecepatan/4 x frekuensi (3.4) Dapat dilihat dari persamaan di atas bahwa hanya batuan yang mempunyai ketebalan di atas ¼ λ yang dapat dibedakan oleh gelombang seismik. Ketebalan ini disebut ketebalan tuning (tuning thickness). Dengan bertambahnya kedalaman, kecepatan bertambah tinggi dan frekuensi bertambah kecil, maka ketebalan tuning

bertambah besar.

3.1.5 Wavelet

Wavelet adalah sinyal transien yang mempunyai interval waktu dan amplitudo yang terbatas. Ada empat jenis wavelet yang umum diketahui, yaitu

zero phase, minimum phase, maximum phase, dan mixed phase. Empat jenis

wavelet tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Jenis-jenis wavelet 1) Zero Phase Wavelet, 2)Maximum Phase

(30)

3.1.6 Seismogram Sintetik

Seismogram sintetik adalah rekaman seismik buatan yang dibuat dari data

log kecepatan dan densitas. Data kecepatan dan densitas membentuk fungsi koefisien refleksi yang selanjutnya dikonvolusikan dengan wavelet.

Seismogram sintetik dibuat untuk mengkorelasikan antara informasi sumur (litologi, umur, kedalaman, dan sifat-sifat fisis lainnya) terhadap trace seismik untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan komprehensif. Proses terbentuknya seismogram sintetik dapat dilihat pada Gambar 3.5.

Gambar 3.5 Seismogram Sintetik yang Diperoleh dari Konvolusi RC dan

Wavelet (Sukmono, 2002)

3.2 Amplitudo Variation with Offset (AVO)

[image:30.595.157.492.331.555.2]
(31)
[image:31.595.133.500.88.318.2]

Gambar 3.6 (a) Geometri AVO(b) Perubahan respon amplitudo yang ditimbulkan (Russel, 2008)

Gambar 3.6a menggambarkan geometri AVO pada akusisi data seismik

dengan gelombang datang adalah gelombang seismik yang menjalar pada lapisan

shale dan sebagai reflektornya adalah sandstone yang tersaturasi gas. Gambar 3.6b mencerminkan hasil rekaman amplitudo pada data seismik yang mana menggambarkan respon amplitudo atau nilai refleksi yang semakin besar.

3.2.1 Persamaan Zoepprit dan Aki-Richard

(32)
[image:32.595.135.485.92.298.2]

Gambar 3.7 Partisi energi gelombang seismik pada bidang reflektor (Hampson & Russell, 2008)

Oleh karena itu terdapat empat kurva yang dapat diturunkan yaitu : amplitudo refleksi gelombang P, amplitudo transmisi gelombang P, amplitudo refleksi gelombang S, dan amplitudo transmisi gelombang S seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 3.7.

Persamaan dasar AVO pertama kali diperkenalkan oleh Zoeppritz (Hampson & Russell, 2008) yang menggambarkan koefisien refleksi dan transmisi sebagai fungsi dari sudut datang pada media elastik (densitas, gelombang P dan gelombang S). Knott dan Zoeppritz melakukan analisa koefisien refleksi berdasarkan hal tersebut dan persamaannya dapat dituliskan dalam bentuk persamaan matriks, seperti terlihat pada persamaan 3.5.

(33)

dimana :

A = Amplitudo gelombang P refleksi

B = Amplitudo gelombang S refleksi

C = Amplitudo gelombang P transmisi

D = Amplitudo gelombang S transmisi 1

 = sudut pantul gelombang S 2

 = sudut bias gelombang S

1

 = sudut datang gelombang P 2

 = sudut bias gelombang P

kecepatan gelombang P 

 kecepatan gelombang S 

 densitas

Persamaan Zoeppritz tidak memperlihatkan pemahaman yang mudah antara amplitudo dengan offset dan sifat batuannya, sehingga untuk modelling dan analisis AVO biasanya digunakan persamaan linearisasi, yaitu pendekatan dari persamaan Zoeppritz yang diturunkan oleh Richard dan Frasier serta Aki dan Richard, 1980. Persamaan tersebut memisahkan kecepatan dengan densitas, gelombang P dan gelombang S nya.

� = ∆�

� + ∆�

� + ∆��

�� (3.6)

Dimana : = 1

2 �2�

= 0.5− 2 ��

2

�� 2

= −4 ��

2

�� 2

� = �1 + �2

2

�= �2−�1

2 , ∆�= �2- �1

� = � 2− � 1

2 ,∆� = � 2− � 1

��= ��2− ��1

2 ,∆��= ��2− ��1

Dari persamaan diatas, Wiggins memodifikasi persamaan 3.6 tersebut menjadi bentuk baru yang terdiri dari 3 (tiga) bagian seperti persamaan 3.7 berikut :

(34)

dengan :

Persamaan 3.7 sering disebut persamaan Three Term Aki-Richard, karena melibatkan variable A, B, C. Jika persamaan hanya melibatkan A, B, maka disebut Two Term Aki-Richard. A disebut sebagai intercept, B sebagai gradient

dan C sebagai curvature. Konsep intercept (A) dan gradient (B) diilustrasikan pada Gambar 3.8. Harga intercept positif menunjukkan bahwa lapisan penutup memiliki impedansi lebih rendah dibandingkan dengan lapisan lapisan dibawahnya dan sebagai konsekuensinya batas antara kedua bidang tersebut ditandai dengan koefisien refleksi berharga positif. Sedangkan intercept negatif merupakan hal sebaliknya. Harga intercept ini lebih menunjukan harga litologi. Gradient menunjukkan perubahan amplitudo yang bergantung pada perubahan sudut datang atau offset.

(35)

3.2.2 Kelas AVO

Ostrander (1984) merupakan salah seorang peneliti yang pertama kali mengemukakan tentang efek AVO dalam gas sand dan memberikan contoh sederhana model dua lapisan. Kasus yang dijumpai Ostrander pada saat itu adalah lapisan shale-gas sand dengan sifat sand yang mempunyai nilai impendansi rendah jika dibandingkan shale, yang diilustrasikan pada Gambar 3.9a Efek AVO

yang dikemukakan oleh Ostrander merupakan salah satu bentuk anomali AVO, yaitu AVO kelas 3 yang memiliki intercept dan gradient bernilai negatif, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 3.9b

Gambar 3.9 (a) Model dua lapisan, (b) Kurva AVO untuk top dan base gas sand (Ostrander, 1984)

Rutherford dan Wiliam (1989) membagi AVO dalam kasus shale-gas sand

ke dalam tiga kelas, yaitu kelas 1 yang berhubungan dengan nilai impendansi yang tinggi dari gas sandstone, kelas 2 yang berhubungan dengan nilai

[image:35.595.124.502.344.602.2]
(36)

impendansi gas sandstone yang mendekati nol dan kelas 3 dengan nilai impendansi gas sandstone yang rendah. Gambar 3.10 adalah klasifikasi AVO

[image:36.595.152.474.166.388.2]

Rutherford dan Williams (1989).

Gambar 3.10 Klasifikasi AVO pada kasus shale-gas sand (Rutherford dan

Williams, 1989)

Anomali kelas 1 memiliki nilai impendansi akustik sandstone yang tinggi. Sandstone kelas 1 relatif mempunyai nilai impendansi yang lebih tinggi dibandingkan lapisan penutup atau lapisan di atasnya yang biasanya berupa shale. Batas antara shale dan sandstone tersebut mempunyai nilai koefisien refleksi yang tinggi dan positif. Sandstone pada kelas 1 merupakan sandstone yang secara ekstrim telah terkompaksi. Kurva AVO kelas 1 memiliki intercept positif dan

gradient negatif. Nilai gradient kelas 1 biasanya lebih besar bila dibandingkan dengan kelas 2 dan 3.

Anomali kelas 2 memiliki kontras akustik impedansi yang mendekati nol.

(37)

Gradient dari sandstone kelas 2 memiliki nilai yang besar namun tidak sebesar

gradient pada kelas 1. Anomali AVO kelas 2 terdiri dari kelas 2 yang memiliki

intercept dan gradient negatif serta kelas 2p yang memiliki intercept positif dan

gradient negatif. Kelas 2p merupakan anomali dengan pembalikan polarity.

Intercept pada kelas 2 ini memiliki nilai yang mendekati nol.

Anomali kelas 3, sandstone nya memiliki nilai akustik impedansi yang kecil dibandingkan dengan batuan di atasnya. Sandstone nya biasanya kurang terkompaksi dan tidak terkonsolidasi. Anomali kelas 3 memiliki intercept dan

gradient negatif. Nilai intercept nya berada di bawah nilai intercept kelas 2. Biasanya nilai gradient nya tidak lebih besar dari kelas 1 dan kelas 2 (Sukmono, 2007).

Pengembangan dari Rutherford dan Wiliam (1989), dimodifikasi oleh Ross dan Kinman (1995) serta Castagna (1997), yaitu anomali kelas 4. Sandstone

kelas 4 adalah porous sandstone, siltstone, karbonat. Anomali kelas 4 memiliki

intercept negatif dan gradient positif. Gambar 3.11 adalah ilustrasi dari kelas 1 hingga kelas 4 klasifikasi AVO.

[image:37.595.123.478.508.724.2]

(38)

3.3 Impedansi

3.3.1 Impedansi Akustik

Trace seismik merupakan konvolusi dari reflektifitas bumi (KR) dengan

wavelet sumber ditambah dengan komponen bising (noise) dalam domain waktu.

S(t) = W(t) * KR(t) + n(t), (3.8)

dimana S(t) = trace seismik,

W(t) = wavelet seismik,

KR(t) = reflektifitas bumi,

n(t) = noise.

Jika noise dianggap nol, maka:

S(t) = W(t) * KR(t). (3.9)

KR atau reflektifitas merupakan fungsi kontras AI dalam bumi, sehingga KR merupakan besaran yang merepresentasikan batas antara kedua lapisan yang memiliki beda AI. Secara matematis, KR pada batas kedua lapisan tersebut dirumuskan sebagai berikut:

i i

i i

i

AI AI

AI AI

KR

  

  1 1

, (3.10)

dimana i = lapisan ke-i dan berada di atas lapisan ke-(i+1).

Sehingga nilai dari kontras AI dapat diperkirakan dari amplitudo refleksinya, semakin besar amplitudonya semakin kontras AI-nya. Sedangkan nilai

(39)

p

V

AI  , (3.11)

Dimana,  = densitas,

Vp = Kecepatan gelombang P.

AI adalah parameter batuan yang dipengaruhi oleh tipe dari litologi, porositas, kandungan fluida, kedalaman, tekanan, dan suhu. Oleh sebab itu AI

[image:39.595.125.498.365.620.2]

dapat digunakan untuk identifikasi litologi, porositas, hidrokarbon, dan yang lainnya. Dalam mengontrol harga AI, kecepatan mempunyai arti lebih penting dibandingkan dengan densitas. Pada Gambar 3.12 dapat dilihat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai kecepatan gelombang seismik.

Gambar 3.12 Pengaruh beberapa faktor terhadap kecepatan gelombang

seismik (Sukmono, 2002)

(40)

3.3.2 Impedansi Elastik

Jika suatu berkas gelombang P yang datang mengenai permukaan bidang batas antara dua medium yang berbeda, maka sebagian energi gelombang tersebut akan dipantulkan sebagai gelombang P dan gelombang S, dan sebagian lagi akan dibiaskan sebagai gelombang P dan gelombang S (Gambar 3.13). Lintasan gelombang tersebut mengikuti hukum Snell, yaitu :

p V V V V s t s r p t p

r    

2 1 2 1 sin sin sin

sin   

, (3.12)

dimana :

r = sudut datang gelombang P,

t = sudut bias gelombang P,

r = sudut pantul gelombang S,

t = sudut bias gelombang S,

vp1=kecepatan gelombang P

pada medium pertama,

vp2 = kecepatan gelombang P pada medium kedua,

vs1 = kecepatan gelombang S pada medium pertama,

vs2 = kecepatan gelombang S pada medium kedua,

(41)

Gambar 3.13 Gelombang pantul dan bias di bidang batas dua bidang elastik untuk gelombang datang P (Sukmono,2002)

Pembagian amplitudo tiap gelombang pada bidang batas (Gambar 3.13) dapat dipresentasikan oleh persamaan Zoeppritz yang penurunannya ditunjukkan sebagai berikut :

                                                     r r r r t t r r t t r r t t r r t t r r D C B A                                            2 cos 2 sin cos sin 2 sin 2 cos 2 sin 2 cos 2 cos 2 sin 2 cos 2 sin sin cos sin cos cos sin cos sin 1 1 2 2 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1

, (3.13)

dimana:

A = Rpp refleksi,

B = Rps refleksi,

C = Rpp transmisi,

D = Rps transmisi,

α = Kecepatan gelombang P,

β = Kecepatan gelombang S,

r = Sudut datang gelombang P,

t = Sudut bias gelombang P,

r = Sudut pantul gelombang S,

t = Sudut bias gelombang S,

 = Densitas. Medium 1

Medium 2

Gel. Datang P

Gel. Pantul P Gel. Pantul S

Gel. Bias P

Gel. Bias S t

r

r

[image:41.595.156.462.83.346.2]
(42)

Persamaan Zoeppritz mempunyai solusi yang kompleks dan tidak memberikan pengertian bagaimana hubungan amplitudo dengan beberapa parameter fisika. Aki, Richard dan Frasier (1980) memperkenalkan pendekatan praktis untuk mengatasi persamaan Zoeppritz yang kompleks dengan melakukan linierisasi persamaan Zoeppritz tersebut, sehingga koefisien refleksi pada setiap sudut datang hanya dipengaruhi oleh densitas, kecepatan gelombang P, dan kecepatan gelombang S pada setiap medium. Parameter-parameter ini akan bergantung oleh sifat fisik dari medium tersebut seperti litologi, porositas, kandungan fluida, dan yang lainnya. Linierisasi tersebut dinyatakan sebagai berikut :      

 a b c

R( ) , (3.14)

dimana :

a = 1/(cos2) = ½+ tan2,

b = 0.5–[(2Vs2/Vp) sin2],

c = -(4Vs2/Vp2)sin2,

α = (Vp1 + Vp2)/2,

β = (Vs1 + Vs2)/2,

= ( + /2,

α = Vp1 – Vp2,

β = Vs1 – Vs2,

 = 1– 2,

= (i–t )/2,

t = arcsin [(Vp2/Vp1) sini].

Berdasarkan linierisasi yang ada pada persamaan (3.14) diatas, Aki dan Richard menyederhanakannya menjadi parameter-parameter umum A, B, C. Persamaan tersebut dinyatakan sebagai berikut :

  

 2 2 2

tan sin sin

) (

R  ABC , (3.15)

(43)

             p p V V A 2 1 ,         2 2 2 2 2 4 2 p s s s p s p p V V V V V V V V B , p p V V

C  

2 1

,  = ( i– t )/2,

dan dimana :

 

 

2 1  

p i p i

p t V t V V ,

 

 

1 

Vp Vp ti Vp ti ,

 

 

 

 

2

1 2 1 2 2 2 2 2

  i p i s i p i s p

s

V

t

t

V

t

V

t

V

V

V

. (3.16)

Analog dengan AI untuk θ = 0o, untuk θ0o dibutuhkan suatu fungsi f(t)

dimana reflektifitas dapat dinyatakan:

 

) ( ) ( ) ( ) ( 1 1      i i i i t f t f t f t f

R . (3.17)

Connoly (1999) dapat memperlihatkan apabila f(t) adalah fungsi EI, maka dari persamaan di atas EI dapat diekspresikan dengan kecepatan gelombang P, kecepatan gelombang S, densitas, dan sudut datang:

c ρ b Vs a Vp )

EI(  , (3.18)

dimana:

a = (1 + sin²θ),

b = -8K sin²θ,

c = (1 – 4K sin² θ),

(44)

Impedansi elastik adalah generalisasi dari impedansi akustik untuk sudut datang yang tidak sama dengan 0. Nilai Impedansi elastik ini bisa didapat dengan cara menginversikan data seismik nonzero-offset seperti impedansi akustik pada inversi data seismik zero-offset.

Gelombang S tidak dipengaruhi oleh fluida, sehingga nilai Impedansi elastik akan memiliki perbedaan dengan impedansi akustik pada saat gelombang melewati fluida. Impedansi elastik memiliki beberapa kelebihan karena akan lebih mudah dimengerti dan diinterpretasikan oleh banyak pihak, akan tetapi dalam kenyataannya nilai Impedansi elastik tidak memiliki arti fisis seperti impedansi akustik. Jika dapat diinversikan, maka penyebaran fluida dapat dipetakan dan diaplikasikan sebagai alat untuk fluid imaging. Persamaan Impedansi elastik (3.18) telah dimodifikasi (Whitcombe, 2002) dengan memperkenalkan konstanta referensi αo, βo dan ρo yang bertujuan untuk menghilangkan variabel berdimensi

pada persamaan tersebut sehingga dapat dibandingkan dengan nilai impedansi akustik, dan menjadi:

                           c o b o a o o o EI

)

( , (3.19)

(45)

a = (1 + sin²θ), b = -8K sin²θ,

c = (1 – 4K sin² θ), α = Vp,

β = Vs, ρ = densitas,

K = (β /α)2, αo= Vp referensi,

βo = Vs referensi, ρo = densitas referensi.

Nilai referensi αo, βo dan ρo yang biasa digunakan adalah rata-rata nilai

tersebut pada sumur.

3.3.3 Extended Elastic Impedance

Setiap perubahan parameter elastik di dalam bumi akan membentuk nilai reflektifitas, sehingga persamaan reflektifitas (3.17) dapat digunakan pada setiap parameter. Dari persamaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa proyeksi sudut dari penampang seismik dapat digunakan untuk mencitrakan parameter elastik akibat efek dari fluida dan litologi dalam bumi, seperti EI yang merupakan generalisasi dari AI.

(46)

impedance (EEI). Fungsi ini diharapkan dapat mensimulasi semua parameter yang terukur pada sumur.

Untuk membentuk fungsi baru tersebut dibuat dua perubahan terhadap definisi EI. Pertama, sin²θ digantikan dengan tan x, sehingga persamaan ini dapat didefinisikan antara + ∞ dibandingkan dengan batas 0-1 yang dihasilkan oleh |sin²θ|, dan nilai x yang ada lebih variatif dari -90o hingga 90o. Selain itu juga didefinisikan suatu penskalaan dari reflektifitas dengan cara dikalikan cos x, supaya dapat diyakini bahwa reflektifitas tidak akan pernah melebihi nilai satu.

Subtitusi pertama yang dilakukan ialah dengan mengganti persamaan linierisasi Zoeppritz menjadi:

R(x) = A + B tan x, (3.20)

sehingga dapat menghasilkan:

x x B x A cos ) sin cos (

R   , (3.21)

kemudian Rs, atau reflektifitas yang diskalakan :

Rs = R cos x,

jika disubtitusi akan menghasilkan:

Rs = A cos x + B sin x,

maka ekivalensi dari impedansi elastik terhadap persamaan diatas ialah:

                           r q p EEI o o o o o        )

( , (3.22)

dimana: p = (cos x + sin x), q = -8K sin x,

(47)

β = Vs, ρ = densitas,

K = (β /α)2, αo= Vp referensi,

βo = Vs referensi, ρo = densitas referensi

p = (cos x + sin x),

3.4 Metode Inversi

Secara garis besar inversi seismik dapat dipisahkan menjadi dua jenis yaitu inversi pre-stack dan inversi post-stack. Inversi prestack dilakukan pada data seismik yang belum di-stack (CDP gather). Inversi ini bertujuan untuk menurunkan parameter elastik untuk penentuan karakter batuan. Inversi seismik

(48)
[image:48.595.149.469.362.590.2]

Gambar 3.14 Berbagai macam metode seismik inversi (Sukmono, 2002)

Gambar 3.15 Diagram forward modelling dan inverse modelling

(Sukmono,2002)

(49)

dibutuhkan untuk pembuatan profil impedansi ini tidak bisa hanya didapatkan dari penampang seismik saja. Dua tipe data yang diperlukan untuk input dalam proses inversi adalah data seismik dan data model inisial yang dibuat pada tahap pembuatan model. Model ini menggambarkan model inisial dari struktur kecepatan yang akan digunakan untuk membatasi inversi, dimana hasil akhir pada model impedansi dibatasi hanya dapat bergeser sekian persen dari model awalnya. Hasil akhir adalah profil impedansi yang berubah sekecil mungkin dari model inisial namun juga semirip mungkin dalam memodelkan data sebenarnya.

Terdapat beberapa metode yang berkembang untuk mendapatkan nilai inversi seismik, misalnya metode sparse spike, Model based dan Rekursif. Selain itu, terdapat metode inversi yang dikembangkan oleh steve Lancaster dan David Whitcombe dari BPA yang disebut Coloured Inversion (CI). Metode ini bukan metode yang paling baik dikelasnya, tetapi metode ini cukup cepat dan lebih mudah digunakna. Hasil inversi dengan metode CI ini juga masih lebih handal

dibandingkan dengan ‘metode cepat’ lainnya seperti inversi rekursif. Bahkan hasil

(50)

Gambar 3.16 Proses Inversi dengan menggunakan coloured inversion

(ARKCLS, 2008)

Dalam hal ini, Penulis melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode coloured inversion. Metode Coloured Inversion adalah suatu metode yang memungkinkan penggunanya melakukan inversi data seismik ke dalam bentuk relative impedansi akustik dalam waktu yang relative singkat dengan menggunakan operator inversi. Operator Inversi ini di desain berdasarkan fakta bahwa trend dari spectrum log impedansi akustik di suatu reservoar mempunyai bentuk konstan. Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah operator konvolusi dapat digunakan untuk melakukan proses inversi.

Grafik ‘Seismic mean’ pada Gambar 3.16 menunjukkan rata-rata dari

spektrum seismik yang digunakan untuk menghasilkan operator inversi. Grafik

[image:50.595.115.523.86.385.2]
(51)
[image:51.595.146.479.167.380.2]

kedua spektrum data ini maka spektrum dari operator dapat dihitung. Dari operator yang didapatkan, kemudian diterapkan ke data seismik sehingga menjadi volume AI dan GI.

Gambar 3.17 Model proses inversi merupakan proses balikan dari forward

modeling (Hampson-Russell, 2008)

3.5 Interpretasi AI dan GI

Connolly (1999) mengenalkan Elastic Impedance untuk melihat hasil inversi pada far offset. EI adalah fungsi dari α, β, ρ, dan θ. Permasalahan yang timbul dari perumusan ini adalah dimensi dari Elastic Impedance yang tidak tetap, dimana dimensi EI terus berubah seiring dengan berubahnya nilai sudut yang diberikan sehingga akan sulit membandingkan EI pada sudut tertentu dengan EI pada sudut yang lainnya.

(52)

dilakukan pada data yang tuned baik terhadap litologi ataupun fluida. Selain itu, konsep gradient impedance (GI) , diperkenalkan. Perubahan dalam hasil GI dalam

gradient reflection coefficient (B). EEI merupakan fungsi dari α, β, ρ dan χ. EEI

cenderung sebagai AI saat χ cenderung nol, dan GI saat χ cenderung 90 derajat.

Dimana χ merupakan mathematical transform, dapat divisualisasikan sebagai rotasi pada sudut AIGI crossplot.

Crossplot antara AI dengan GI bertujuan memisahkan antara litologi dengan fluida sehingga akan dapat dilihat arah dari proyeksi litologinya dan arah dari proyeksi fluidanya. Selanjutnya dari proyeksi litologi dan proyeksi fluida akan didapatkan sudut EEI dari kemiringan masing-masing proyeksi tersebut yang merupakan sudut dimana antara litologi dengan fluida terpisah secara maksimal.

3.6 Tinjauan Umum Well-logging

Pekerjaan pengukuran listrik (electrical logging) bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter fisik dari suatu batuan. Parameter-parameter tersebut dapat diperoleh dari beberapa macam pengukuran tergantung pada parameter fisik yang ingin diketahui. Secara umum log elektrik terbagi menjadi :

1. Log radioaktif yang terdiri dari log sinar gamma, log neutron dan log

densitas.

2. Log listrik yang terdiri dari log tahanan jenis dan log spontaneus potensial.

3. Log sonik

(53)

3.6.1 Log Sinar Gamma (Gamma Ray)

Nilai kurva log Gamma Ray tergantung dari banyaknya nilai radioaktif yang terkandung dalam suatu formasi batuan. Pada batuan sedimen, batuan yang banyak mengandung unsur radioaktif (K, Th, U) adalah serpih dan lempung. Oleh karena itu, besarnya nilai kurva tergantung dari banyaknya kandungan serpih atau lempung pada batuan.

3.6.2 Log Densitas

Prinsip kerja log ini adalah memancarkan sinar gamma energi menengah kedalam suatu formasi sehingga akan bertumbukan dengan elektron-elektron yang ada. Tumbukan tersebut akan menyebabkan hilangnya energi sinar gamma yang kemudian dipantulkan dan diterima oleh detektor yang akan diteruskan untuk direkan ke permukaan. Hal ini mencerminakan fungsi dari harga rata-rata kerapatan batuan. Kegunaan dari log densitas yang lain adalah menentukan harga porositas batuan, mendeteksi adanya gas, menentukan densitas batuan dan hidrokarbon serta bersama-sama log neutron dapat digunakan untuk menentuan kandungan lempung dan jenis fluida batuan.

3.6.3 Log Sonik

(54)

porositas batuan sehingga log ini bertujuan untuk mengetahui porositas suatu batuan dan selain itu juga dapat digunakan untuk membantu interpretasi data seismik, terutama untuk mengalibrasi kedalaman formasi. log ini bertujuan untuk menentukan jenis batuan terutama evaporit. Pada batuan yang sarang maka kerapatannya lebih kecil sehingga kurva log sonik akan mempunyai harga besar seperti pada serpih organik atau lignit. Apabila batuan mempunyai kerapatan yang besar, maka kurva log sonik akan berharga kecil seperti pada batugamping.

3.6.4 Neutron Porosity (NPHI)

Log NPHI tidak mengukur porositas secara langsung, tetapi bekerja dengan cara memancarkan partikel pertikel neutron energi tinggi kedalam formasi batuan. Partikel-partikel neutron ini bertumbukan dengan atom-atom pada batuan sehingga mengakibatkan hilangnya energi dan kecepatan partikel tersebut. Partikel yang telah kehilangan energi tersebut kemudian akan dipantulkan kembali dan diterima oleh detektor dan direkam kedalam log. Untuk mendapatkan nilai porositas sebenarnya, log NPHI harus dibantu dengan log lainnya seperti densitas. Persamaan (3.23) memperlihatkan formula untuk menentukan porositas.

Øe= ( +� �)

2

(3.23)

Dimana:

Øe : Porositas efektif

(55)

3.7 Sistem Lingkungan Pengendapan Laut Dalam

Pendefinisian secara geologi dari proses pengendapan laut dalam adalah sedimen klastik yang tertransport sampai diluar batas shelf are oleh suatu proses arus gravitasi dan terendapkan di continental slope dan didalam basin itu sendiri. Sediment ini kemudian terkubur dan menjadi bagian dari isi basin/basin fill (Slatt, 2007). Dari definisi geologi diatas, dapat disimpulkan bahwa proses yang dominan dari lingkungan pengendapan laut dalam adalah proses gravitasi. Dalam pengertian geologi sendiri, pengendapan yang dipengaruhi oleh proses gravitasi tersebut didominasi oleh suatu proses yang disebut pengendapan turbidite.

[image:55.595.176.478.343.543.2]
(56)

BAB IV

DATA DAN PENGOLAHAN DATA

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian yang mengambil judul “Analisis Seismik dengan

menggunakan Acoustic Impedance (AI), Gradient Impedance (GI), dan

Extended Elastic Impedance (EEI) untuk Karakterisasi Reservoar Batupasir

[image:56.595.113.512.466.595.2]

Paleocene pada lapangan Sasa ” ini dilaksanakan di BP Indonesia. Penelitian ini dilaksanakan pada awal bulan April 2014 sampai dengan awal bulan Juli 2014,

Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan

Apr-14 Mei-14 Jun-14 Jul-14 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Studi Literatur 2 Pengolahan data 3

Analisis dan

pembahasan 4 Penyusunan skripsi

4.2 Alat dan Bahan

Perangkat Lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rokdoc,

Hampson Russel 9, dan ARK CLS. Sedangkan data yang menunjang dalam pelaksanaan Penelitian ini , antara lain sebagai berikut :

(57)
[image:57.595.218.406.190.660.2]

Data sumur yang digunakan pada penelitian ini adalah sumur SDT-2, yang memiliki kelengkapan data log sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data log yang terdapat pada sumur SDT-2

No Sumur/Log SDT-2

1 Checkshot

2 Caliper

3 Densitas

4 Gamma ray

5 NPHI

6 Vp

7 Vs

8 AI

9 SP

10 Porositas

11 Resistivitas

2. Data checkshot

(58)

3. Data marker

Data marker digunakan sebagai acuan melakukan picking horizon dan pengikatan data sumur dan seismik. Data marker yang digunakan yaitu Top A, Top A-1, dan Base B.

4. Data Horizon

Data horizon digunakan sebagai acuan untuk batas atas dan batas bawah dari reservoar tersebut.

5. Data core

Data core digunakan untuk menunjukkan dimana posisi channel sand

[image:58.595.146.511.382.609.2]

berdasarkan rock properties nya. 6. Data basemap

Gambar 4.1 Basemap penelitian

7. Data seismik 2D (free noise)

(59)

8. Data pre-stack seismik dalam bentuk angle gather

Data ini dapat dilihat pada Gambar 4.3 – Gambar 4.4 yang akan digunakan untuk analisis AVO dan menentukan kelas anomali AVO nya. Ada dua jenis pre-stack seismik yang digunakan yaitu pre-stack seismik sebelum diberikan qf120 dan yang telah diberikan qf120.

Gambar

4.2

Da

ta se

ism

ik 2D

T

o

p

A

T

o

p

A

-1

T

o

p

A

-2

Bas

e

-B

S

DT

(60)

45

Gambar 4.3 Angle gather IL1728

[image:60.842.84.763.112.473.2]
(61)

46

Gambar 4.4 Angle gather IL1728 dengan qf120

[image:61.842.89.762.112.471.2]
(62)

4.3 Tahapan Penelitian

4.3.1 Pengolahan Data Tahap 1

Tahapan pengolahan data sumur ini meliputi memasukkan data

log, penurunan data log dari dari data log yang sudah tersedia. Data sumur yang digunakan, yaitu SDT-2.

1. Memasukkan data log

Memeriksa kelengkapan data sumur yang telah di-input seperti nilai koordinat, elevasi Kelly Bushing (KB) dan harga nilai-nilai data log

pada sumur SDT-2 (Gambar 4.5), serta mengetahui lokasi sumur pada

basemap(Gambar 4.1). 2. Membuat bodies model

Membuat event-event sesuai dengan data seismik,dan menggambarkan keberadaan channel dan lobessand yang didapat dari data core, seperti yang terlihat pada Gambar 4.6.

3. Memasukkan nilai rock properties berdasarkan data sumur

Nilai rock properties seperti vp, vs, densitas, porositas, dan juga nilai

gamma ray (bukan termasuk rock properties) dimasukkan pada setiap

(63)
[image:63.595.111.514.86.459.2]

Gambar 4.5 Data log pada sumur SDT-2

Gambar 4.6 Bodi model

TOP A-1

TOP A-2

Base B TOP A-3

Top A

Top A-1

Top A-2

Base B

SDT-2 E

[image:63.595.114.513.477.725.2]
(64)
[image:64.595.112.513.85.371.2]

Gambar 4.7 Model Vp

Gambar 4.8 Model Vs

Top A

Top A-1

Top A-2

Base B Top A-2

Base B Top A-1 Top A

SDT-2

E W

SDT-2 E

[image:64.595.117.511.433.720.2]
(65)
[image:65.595.116.510.84.372.2]

Gambar 4.9 Model Densitas

Gambar 4.10 Model Porositas

Top A-2

Base B Top A-2

Base B Top A

Top A-1

Top A

Top A-1

SDT-2 E

W

SDT-2

[image:65.595.114.510.420.702.2]
(66)

4. Membuat model reflectivity dan model impedance

Dari nilai-nilai rock properties, maka dilakukan perhitungan menggunakan Aki richard term 2, Untuk mendapatkan model

reflectivity berupa zero offset, sintetik near, sintetik mid, dan sintetik far. Angle yang digunakan masing-masing untuk near, mid, far secara berturut-turut adalah 5º,20º,40º. Lalu, Melakukan perhitungan rock properties melalui software Rokdoc, untuk mendapatkan model

impedance berupa model acoustic impedance (AI), shear impedance

(SI), gradient impedance (GI), poisson’s rasio (PR), dan Extended elastic impedance (EEI).

4.3.2 Pengolahan Data Tahap 2

Adapun tahapan pengolahan 2 ini meliputi intercept-gradient, inversi sintetik, dan pengolahan EEI. Sebelumnya, data sintetik yang diolah pada software Rokdoc, dieksport dalam bentuk SEG-Y agar dapat dibaca pada software HRS9.

1. Intercept dan gradient

Setelah mendapatkan penampang intercept dan gradient dari data sintetik yang telah diolah sebelumnya pada software Rokdoc, yaitu penampang intercept dan penampang gradient.

2. Coloured inversion pada data sintetik

Dalam penelitian ini, penulis melakukan proses inversi cepat atau sering dikenal dengan proses coloured inversion. Penulis membuat

(67)

wavelet dan dilakukan konvolusi dengan seismiknya. Seismik yang digunakan yaitu intercept dan gradient. Inversi intercept untuk mendapatkan penampang AI dan inversi gradient untuk mendapatkan penampang GI. Proses coloured inversion untuk mendapatkan

[image:67.595.167.510.223.435.2]

operator design dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12.

Gambar 4.11 Proses pembuatan operator design untuk coloured

inversion pada intercept

Gambar 4.12 Proses pembuatan operator design untuk coloured

[image:67.595.173.511.518.707.2]
(68)

Tahap pertama yang dilakukan adalah menentukan trace seismik, lalu menentukan lebar jendela inversi. Selanjutnya, me-loadlog AI dari sumur pemodelan. Berdasarkan spektrum data seismik dan data sumur, spektrum operator dapat dihitung. Parameter yang digunakan untuk

operator design pada intercept ini, adalah : a. Smoothing operator : 8 Hz b. Design operator

1. Low cut : 8 Hz

2. High cut : 20 Hz

3. Low cut : 3 Hz

4. High cut : 33 Hz

Setelah mendapatkan operator yang diinginkan, maka operator tersebut di konvolusi dengan intercept dan gradient, sehingga akan mendapatkan penampang AI dan GI.

3. Perhitungan EEI

Setelah didapatkan penampang AI (Acoustic Impedance) dan GI (Gradient Impedance), maka penulis melakukan perhitungan antara AI

dan GI untuk mendapatkan penampang EEI (Extended elastic impedance). Persamaan yang digunakan pada tahap ini adalah

AI(cosX) x GI(sinX). Sebelumnya, mendapatkan Nilai χ(Chi) dengan Full

(69)

melakukan proses crossplot antara AI dan GI, sehingga didapat berapa nilai sudutnya.

Kemudian membandingkan antara model AI, GI, dan EEI yang didapat dari perhitungan rock properties dengan model AI, GI, dan EEI

yang didapat dari proses coloured inversion.

4.3.3 Pengolahan Data Tahap 3

Pada tahap ini, penulis mencoba membandingkan hasil pemodelan

AI, GI dan EEI dari perhitungan rock properties dengan pemodelan AI, GI,

dan EEI yang merupakan hasil inversi dari intercept dan gradient.

4.3.4 Pengolahan Data tahap 4

Pengolahan data tahap 3 ini dilakukan pada data real. Data seismik

real yang digunakan adalah data seismik 3D pre-stack(sebelum diberi qf120 dan sesudah diberi qf120) , akan tetapi hanya pada satu inline saja. Proses ini dilakukan di Hampson russel software. Data seismik pre-stack

ini telah berupa angle gather, yang memiliki rentang sudut 0º-40º. Tahapan penelitian tahap 3 ini terdiri dari Pick AVO analysis, atribut section,well tie seismic, coloured inversion pada real data, dan EEI.

1. Atribute section

(70)

2. Well tieseismic

Data sumur yang berada dalam domain kedalaman akan diikat dengan data seismik dalam domain waktu. Adapun untuk merubah domain sumur tersebut kedalam domain waktu diperlukan data

checkshot untuk mengkoreksi kedalaman target ke domain waktu. Sehingga kedalaman daerah target pada data seismik akan sesuai dengan kedalaman pada data sumur.

Pada well tie seismik, diperlukan wavelet untuk membuat seismik sintetik dari data log. Wavelet yang digunakan dalam penelitian ini adalah wavelet ricker dengan dominan frekuensi 22Hz.

3. Pick AVO Analysis

Setelah data angle gather dikeluarkan pada Hampson russel software , maka dilakukan pickingAVO pada daerah kedalaman target untuk dianalisis kelas anomali batupasirnya. Sebelumnya telah didapatkan hasil analisis kelas anomali batupasir pada model sintetik menggunakan software rokdoc dan hampson russel software. Sehingga pada tahap ini dilakukan validasi antara model sintetik dan real data. 4. Coloured inversion pada real data

Sama halnya dengan proses coloured inversion pada model sintetik, Penulis membuat operator design pada sofware ARK-CLS

untuk dapat dibaca sebagai wavelet dan dilakukan konvolusi dengan seismiknya. Seismik yang digunakan yaitu intercept dan gradient.

Inversi intercept untuk mendapatkan penampang AI dan inversi

(71)
[image:71.595.168.498.117.349.2]

operator untuk inversi, dapat dilihat pada Gambar 4.13 – Gambar 4.17.

Gambar 4.13 Proses pembuatan operator design untuk coloured

inversion pada intercept (IL1728)

Gambar 4.13 menunjukkan proses coloured inversion pada

[image:71.595.164.503.497.715.2]

intercept dari angle gather yang belum diberikan qf120. Sedangkan

Gambar 4.14 menunjukkan proses coloured inversion pada intercept

dari angle gather yang telah diberikan qf120.

Gambar 4.14 Proses pembuatan operator design untuk coloure

Gambar

Gambar 3.5  Seismogram Sintetik yang Diperoleh dari Konvolusi RC dan             Wavelet (Sukmono, 2002)
Gambar 3.6  (a) Geometri AVO (b) Perubahan respon amplitudo yang
Gambar 3.7 Partisi energi gelombang seismik pada bidang reflektor                                  (Hampson & Russell, 2008)
Gambar 3.9 (a)  Model dua lapisan,                         sand(b) Kurva AVO untuk top dan base gas    (Ostrander, 1984)
+7

Referensi

Dokumen terkait