• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN BIOLOGI NGENGAT BULU (Ochyrotica celebica. Lepidoptera: Pterophoridae) SEBAGAI MUSUH ALAMI TUMBUHAN MANTANGAN (Merremia peltata)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN BIOLOGI NGENGAT BULU (Ochyrotica celebica. Lepidoptera: Pterophoridae) SEBAGAI MUSUH ALAMI TUMBUHAN MANTANGAN (Merremia peltata)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN BIOLOGI NGENGAT BULU (Ochyrotica celebica. Lepidoptera: Pterophoridae) SEBAGAI MUSUH ALAMI TUMBUHAN MANTANGAN

(Merremia peltata)

Oleh Sumarji

Skripsi

Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Abstrak

KAJIAN BIOLOGI NGENGAT BULU (Ochyrotica celebica. Lepidoptera: Pterophoridae) SEBAGAI MUSUH ALAMI TUMBUHAN

MANTANGAN (Merremia peltata)

Oleh Sumarji

Mantangan (Merremia peltata) menyebar sangat luas di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), pada tahun 2008 telah menutup area sekitar 7.000 hektar. Dengan kondisi tersebut maka mantangan harus segera dikendalikan, pengendalian yang baik yaitu dengan mencari musuh alami. Hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan ditemukan ngengat bulu (Ochyrotica celebica) menyerang daun mantangan secara ganas. Hal ini memungkinkan serangga ini dapat dijadikan sebagai agen pengendali hayati. Metode yang digunakan dalam kajian biologi ngengat bulu yaitu dengan pengamatan langsung siklus hidup ngengat bulu yaitu perkembangan dari telur sampai menjadi ngengat dewasa. Intensitas kerusakan diamati menggunakan daun tua, daun muda dan daun pucuk dan 18 jenis tumbuhan lain yang berada di sekitar lokasi pengamatan. Tingkat kerusakan dicatat setiap hari sampai larva berubah menjadi pupa. Data siklus ngengat bulu dianalisis dengan rata-rata terimbang dan intensitas kerusakan daun dianalisis dengan Analisis Ragam (ANARA) pada taraf signifikansi 5 %. Hasil dari penelitian menunjukkan umur siklus hidup ngengat bulu dari telur sampai imago berkisar antara 24-40 hari, yang terbagi menjadi 4 tahapan yaitu stadium telur 1-4 hari, stadium larva 10-13 hari, stadium pupa 7-9 hari, stadium imago 6-14 hari. Intensitas serangan berbeda nyata pada ketiga tipe daun, pada daun pucuk rata-rata 32,66 % dengan rata-rata laju kerusakan 2,66 % per hari, daun muda 7,97 % dengan rata-rata laju kerusakan 1,91 % per hari dan intensitas kerusakan daun tua 0,00 %. Larva ngengat bulu di duga bersifat monofagus, karena tidak memakan 18 jenis tumbuhan lain yang diujikan sebagai pakan.

(3)
(4)
(5)

xi

D. Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif ... 9

(6)

III. METODE KERJA ... 13

A. Waktu dan Tempat ... 13

B. Alat dan Bahan ... 13

C. Metode Penelitian ... 14

1. Pengamatan Morfologi dan Siklus Hidup Ngengat Bulu ... 14

a. Pengamatan Telur ... 15

b. Pengamatan Larva ... 15

c. Pengamatan Pupa ... 15

d. Pengamatan Imago ... 16

2. Pengamatan Intensitas Kerusakan ... 16

3. Penghitungan Intensitas Kerusakan ... 16

4. Uji Pilihan Pakan ... 17

B. Intensitas Serangan Larva Ngengat Bulu ... 26

C. Uji Pilihan Pakan ... 30

V. KESIMPULAN ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Purwono et al. (2002) spesies asing invasif adalah spesies flora ataupun fauna, termasuk mikroorganisme yang hidup di luar habitat alaminya, tumbuh dengan pesat sehingga menjadi gulma, hama, dan penyakit pada spesies-spesies asli. Umumnya, invasi terjadi karena suatu kompetisi. Spesies invasif selalu berkompetisi dengan spesies lain untuk mendapatkan sumber daya sebanyak-banyaknya. Salah satu caranya adalah dengan tumbuh dan berkembang biak secepat mungkin. Salah satu dampak invasif adalah mengeliminasi spesies asli dari kompetisi sumber daya. Selain tumbuh dan berkembang dengan cepat, tumbuhan invasi juga melakukan interaksi yang kompleks dengan spesies aslinya.

(8)

sekitar 7.000 hektar (Irianto dan Tjitrosoedirdjo, 2010), di perkirakan akan terus bertambah luas dari tahun ke tahun. Perkembangan mantangan sangat cepat dan mampu menutupi hutan sekunder maupun primer. Hal ini sangat merugikan dalam segi ekologis dan ekonomis sehingga perlu diadakan penanganan serius.

Salah satu cara penanganan yang aman adalah memanfaatkan musuh alami. Larva serangga pemakan daun mantangan merupakan salah satu musuh alami yang berpotensial untuk mengendalikan invasi mantangan. Hasil studi pendahuluan di Fakultas Pertanian (belakang gedung Jurusan Peternakan) Universitas Lampung menunjukkan mantangan yang diserang larva ngengat bulu (Ochyrotica celebica) dengan tingkat serangan yang cukup berat

(Gambar 1). Mengingat cukup beratnya serangan larva ngengat bulu terhadap daun mantangan, sehingga memungkinkan serangga ini untuk mengendalikan perkembangan tumbuhan mantangan.

A

B

Gambar 1. A. Daun mantangan (M. peltata) yang terkena serangan ngengat

(9)

3

Untuk memanfaatkan musuh alami sebagai agen pengendali hayati perlu kajian mendalam mengenai biologi dari serangga tersebut. Sampai saat ini masih sangat sedikit informasi mengenai bioekologi ngengat bulu. Maka dari itu, dilakukan penelitian untuk mengkaji biologi ngengat bulu sehingga dapat dijadikan sebagai musuh alami tumbuhan mantangan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengamati siklus hidup ngengat bulu yang menyerang mantangan.

2. Mengukur intensitas serangan larva ngengat bulu terhadap daun mantangan. 3. Mengetahui sifat makan ngengat bulu (monofagus atau polifagus).

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang

kemampuan serangan ngengat bulu terhadap daun mantangan dan potensinya sebagai agen pengendali hayati mantangan.

D. Kerangka Pemikiran

Spesies invasif tumbuh dengan pesat di luar habitat alaminya, sehingga

(10)

2008 telah menutup area seluas 7.000 hektar dan berpotensi terus bertambah. Penyebaran mantangan harus segera dikendalikan. Salah satu cara

mengendalikan mantangan secara aman dan tanpa merusak ekosistem di sekitar yaitu pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami.

Salah satu organisme yang dapat digunakan sebagai musuh alami adalah dari jenis serangga. Hasil penelitian pendahuluan yang telah dilakukan ditemukan serangga ngengat bulu (O. celebica) yang menyerang daun mantangan secara ganas. Hal ini memungkinkan serangga ini dijadikan sebagai agen pengendali hayati untuk mengendalikan mantangan. Informasi mengenai aspek bioekologi ngengat bulu sangat terbatas untuk itu perlu pengkajian aspek bioekologi ngengat bulu agar dapat dipakai sebagai agen pengendali hayati mantangan.

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ngengat Bulu (Ochyrotica Walsingham, 1891)

Ngengat bulu termasuk famili Pterophoridae, dari genus Ochyrotica, yang dapat dibedakan dari genus Agdistis melalui sisik peculiar yang terdapat di atas kepala, bentuk dari palpi, dan ditemukannya spurs menonjol pada kaki belakang (Arenberger dan Gielis, 1988).

Arenberger dan Gielis (1988) mendeskripsikan ngengat bulu yaitu dengan bagian dorsal kepala terdapat sisik prominent bifid. Panjang antena kira-kira setengah panjang sayap depan. Labial palpi sepanjang kepala, segmen antena ketiga kecil. Kaki belakang dengan pasangan spurs yang sama panjang.

Distribusi genus Ochyrotica tersebar di daerah tropik, dua spesies (O. fasciata dan O. placozona) ditemukan di daerah Neotropikal. Dua spesies (Steganodactyla africana dan O. ruf) ditemukan di Afrika dan Madagaskar. Empat spesies lainnya (O. buergersi, S. cretosa,

S. concurs, dan O. connexiva) ditemukan di daerah oriental dan Australia.

(12)

(Arenberger dan Gielis,1988). Spesies lainnya (O. taiwanica) tersebar di Taiwan, O. borneoica tersebar di Kalimantan dan Philipina, O. yanoi tersebar di Japan, China, Taiwan, dan Vietnam. O. breviapex tersebar di Kalimantan, Papua dan Philipina, dan O. examined tersebar di Irian Jaya (Gielis, 1990).

B. Biologi Ngengat Bulu (Ochyrotica celebica)

Menurut Arenberger dan Gielis (1988) ngengat bulu (Ochyrotica celebica) adalah ngengat dari famili Pterophoridae. Segmen perut belang coklat dan putih, tetapi warnanya tidak begitu terang dan kontras, melainkan lebih buram. Rentang sayap sekitar 15 mm. Pita pada costal dan distal lebih lebar, kira-kira 1/3 dari total lebar sayap depan, sayap depan bagian tengah

berwarna putih. Pelebaran pita pada 1/3 dari dorsum menghilang. Bagian putih pada distal diselingi garis longitudinal berwarna coklat.

(Gambar 2A, 2B).

Organ kelamin jantan (Gambar 3A) berbentuk simetris, katup bagian ujung menyempit secara bertahap. Ujung sekular melengkung kearah costal, uncus distal terpusat. Uncus sedikit lebih pendek dari sacular. Tegument distal

(13)

7

Gambar 2. A. Morfologi dewasa ngengat bulu, B. Morfologi sayap (O. celebica). (Arenberger dan Gielis, 1988).

(14)
(15)

9

Klasifikasi ngengat bulu menurut Arenberger dan Gielis (1988) Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda Class : Insecta Order : Lepidoptera Family : Pterophoridae Genus : Ochyrotica

Species : Ochyrotica celebica

C. Spesies Tumbuhan Asing Invasif

Spesies asing invasif dapat diartikan sebagai spesies nonlokal dalam suatu ekosistem, dan dapat menyebabkan gangguan terhadap ekonomi, lingkungan, serta berdampak buruk bagi kesehatan manusia (Campbell et al., 2005).

D. Dampak Ekologis Spesies Tumbuhan Asing Invasif

(16)

burung dan tumbuhan. Ketiadaan predator dan parasit alami pada suatu habitat spesies tertentu akan menyebabkan spesies asing invasif mendominasi suatu habitat (Primack et al., 1998). Salah satu permasalahan ekologi di Indonesia saat ini yaitu adanya tumbuhan spesies asing invsif, terutama di kawasan konservasi. Beberapa taman nasional di Indonesia yang telah terinvasi oleh spesies tumbuhan asing invasif dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesies tumbuhan asing invasif di beberapa Taman Nasional di Indonesia

No. Lokasi Spesies asing invasif

1. TN Baluran Acacia nilotica, Thespesia lampas,

Brachiaria reptans, Abelmoschus moschatus, Flemingea lineata

2. TN Gunung Gede Pangrango

Passiflora suberosa, Eupatorium sordidum, Eupatorium riperum, Eupatorium inulifolium, Cestrum aurantiacum, Brugmansia suaveolens, Clidemia hirta, Cobaea scandens,

Musa acuminata

3. TN Ujung Kulon Chromolaena odorata

4. TN Meru Betiri Lantana camara, Chromolaena odorata, Hyptis capitata, Synedrella nodiflora, Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, Sida acuta, Cyperus sp, Kyllingia monocephala, Ageratum conyzoides, Vernonia cinerea,

Sclerea purpurea, Urena lobata

5. TN Bukit Barisan Selatan

Merremia peltata, Imperata cylindrica

6. TN Wasur Eichhornia crassipes, Chromolaena odorata, Mimosa pigra, Stachytarpheta urticaefolia, Lantana camara, Acacia nilotica

(17)

11

Spesies asing invasif dapat mempengaruhi kondisi populasi, kekayaan, keanekaragaman, komposisi, kelimpahan, dan interaksi (termasuk

mutualisme), yang berdampak langsung pada tingkat spesies yang terjadi pada proses predasi, kompetisi, dan penyebaran parasit pada individu organisme (Reaser et al., 2007).

E. Mantangan (Merremia peltata)

Mantangan merupakan jenis liana yang kuat (Paynter et al. 2006).

Tumbuhan ini tersebar dari Madagaskar, Mescarenes, Seychelles, Malaya Paninsula, Kepulauan Malaya, Philipina, New Guinea, Australia Utara, dan Selatan, dan Polynesia (Ooststroom dan Hoogland, 1953). Penyebaran mantangan di Indonesia meliputi pulau Jawa, Kalimantan, Papua, Kepulauan Aru, dan Sulawesi (Staples, 2010).

(18)

Jumlah bunga mencapai 13 atau lebih yang membentuk tipe karang bunga (cyme). Mahkota bunga berwarna putih atau kuning dengan panjang 5 – 6 cm yang membentuk lonceng (Fosberg and Sachet, 1977).

Habitat mantangan yaitu berupa dataran rendah, di Samoa tumbuhan

ini dapat ditemui menginvasi hingga ketinggian 300 meter di atas permukaan laut (Meyer, 2000), sedangkan di Fiji tumbuhan ini tumbuh dari pantai sampai ketinggian 400 meter di pinggiran hutan terutama pada lahan yang terdegradasi (Kirkham, 2005).

Menurut Irianto dan Tjitrosoedirdjo (2010) mantangan dapat tumbuh lebat pada hutan yang telah ditebang atau hutan yang terbuka. Penyebaran

tumbuhan ini dapat terjadi secara generatif menggunakan biji maupun secara vegetatif dengan batang yang tumbuh akar apabila menyentuh tanah.

Mantangan telah diidentifikasi di kepulauan Samudra Pasifik sejak ratusan tahun yang lalu, namun pada dekade terakhir spesies ini menjadi sangat invasif pada lokasi tersebut (Kirkham, 2005).

(19)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan yaitu pengamatan biologi dan pemeliharaan ngengat bulu dilakukan di Fakultas Pertanian (belakang gedung Jurusan Peternakan) Universitas Lampung sedangkan pengamatan intensitas serangan larva ngengat bulu dilakukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai dengan bulan

September 2013.

B. Alat dan Bahan

(20)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air gula, serangga ngengat bulu, tumbuhan mantangan, dan 18 jenis tumbuhan (Prunus sp, Mikania micarantha, Passiflora edulis, Manihot utilisima, Asystasia intrusa,

Chromolaena odorata, Ficus benjamina, Melastoma malabathricum,

Pteridophyta, Syzygium polyanthum, Theobromo cacao, Coffe sp,

Durio zibertinus, Agathis dammara, Langestromia indica, Merremia vitifolia,

spesies A, spesies B) yang berada di dekat lokasi pengamatan yang digunakan

untuk uji pilihan pakan ngengat bulu.

C. Metode Penelitian

1. Pengamatan Morfologi dan Siklus Hidup Ngengat Bulu

(21)

15

a. Pengamatan Telur

Pengamatan telur dilakukan dengan menandai 35 pucuk tumbuhan mantangan. Pucuk yang sudah ditandai diamati selama 5 hari dan dicatat waktu ngengat meletakkan telur sampai menetas menjadi larva. Untuk pengamatan morfologi diambil 10 telur, diukur diameternya dengan menggunakan light scale lup PEAK perbesaran 10 kali.

b. Pengamatan Larva

Larva yang terdapat pada daun pucuk dikurung dengan kantong kain berukuran 15 cm x 20 cm. Setiap daun pucuk ditempati 1 ekor larva dan pengamatan dilakukan pada 10 ekor larva. Parameter yang diamati adalah ukuran panjang larva, dan lama stadium setiap instar.

c. Pengamatan Pupa

Pengamatan pupa dilakukan dengan mengambil larva instar terakhir (beserta daunnya) kemudian larva diletakan di dalam toples, setelah larva berubah menjadi pupa maka diamati waktu yang dibutuhkan pupa untuk berubah menjadi ngengat dewasa serta diukur panjang tubuhnya.

(22)

d. Pengamatan Imago

Ngengat dewasa (imago) yang didapatkan dari pemeliharaan pupa, imago dipelihara dengan memberi air gula (±15%) untuk sumber makanannya, parameter yang diamati lama hidup dan morfologi ngengat dewasa. Pengulangan dilakukan sebanyak 10 kali.

2. Pengamatan Intensitas Kerusakan

Intensitas kerusakan diamati menggunakan daun tumbuhan mantangan. Daun yang digunakan yaitu daun tua, daun muda dan daun pucuk. Pada ketiga tipe daun tersebut diletakkan 1 ekor larva ngengat bulu instar 3 atau instar 4 dan dikurung dengan kantong kain berukuran 20 cm x 25 cm. Digunakan

sebanyak lima helai daun pada masing-masing tipe daun (daun tua, daun muda, daun pucuk), tingkat kerusakan dicatat setiap hari sampai larva berubah menjadi pupa.

3. Penghitungan Intensitas Kerusakan

Nilai serangan ditentukan dalam persentase. Penghitungan serangan

(23)

17

Penentuan luas daun dan luas serangan di gunakan software IRFAN VIEW versi 4.36, cara kerjanya yaitu daun discan dan ditentukan DPI (Dot Per Inch). Hasil scan dimasukkan ke software IRFAN VIEW dan dicatat nilai pixel. Nilai pixel tersebut dimasukkan dalam rumus

kemudian didapatkan luas daun dan luas serangan dalam skala cm2 (Arif, 2010).

4. Uji Pilihan Pakan

Untuk menentukan sifat makan (monofagus atau polifagus) ngengat bulu dilakukan pengujian pilihan pakan pada 18 jenis tumbuhan (Prunus sp, Mikania micarantha, Passiflora edulis, Manihot utilisima,

Asystasia intrusa, Chromolaena odorata, Ficus benjamina, Melastoma

malabathricum, Pteridophyta, Syzygium polyanthum, Theobromo cacao,

Coffe sp, Durio zibertinus, Agathis dammara, Langestromia indica,

Merremia vitifolia, spesies A, spesies B) yang terdapat di sekitar lokasi

(24)

tumbuhan uji dan dikurung dengan kantong kain dan digunakan satu ekor larva pada setiap kantong dan dilakukan 5 kali pengulangan pada masing-masing tumbuhan uji, kemudian diamati kerusakan daun yang disebabkan oleh larva dan dicatat waktu kemampuan hidup larva.

D. Parameter yang Diamati

1. Morfologi dan siklus hidup ngengat bulu.

2. Intensitas kerusakan daun mantangan yang diserang oleh larva ngengat bulu. 3. Sifat makan ngengat bulu (monofagus atau polifagus).

E. Analisis Data

(25)

V. SIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Siklus hidup ngengat bulu berkisar antara 24 sampai 40 hari yang terdiri dari empat stadium, umur stadium telur berkisar antara 1-4 hari dengan rata-rata 2,10 ± 1,20 hari, umur stadium larva berkisar antara 10-13 hari dengan rata-rata 11,20 ± 1,14 hari, umur stadium pupa berkisar antara 7-9 hari dengan rata-rata 7,60 ± 0,70 hari, umur stadium imago berkisar antara 6-14 hari dengan rata-rata 9,23 ± 2,92 hari.

2. Rata-rata kerusakan pada tipe daun pucuk yaitu 32,66 %, pada tipe daun muda 7,97 % dan pada tipe daun tua 0,00 % dengan rata-rata laju

intensitas kerusakan pada tipe daun pucuk yaitu 2,66 % dan pada tipe daun muda 1,91 % per hari.

3. Dari uji pilihan pakan ngengat bulu tidak memakan ke 18 spesies uji dan diduga ngengat bulu tersebut bersifat monofagus.

B. Saran

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arenberger, E dan C. Gielis. 1988. Taxonomi of the Ochyrotica connexiva group (Lepidoptera, Pterophoridae, Agdistinae). Tijdschrift voor entomologie 131: 271-284.

Arif, M. 2010. Mengukur Luas Penampang Daun. https://sites.google.com /site/muktisproject/ kuliah/matematika/mengukurluaspenampangdaun. Diakses pada tanggal 18 Mei 2013.

Borror, D. J., D. M. Delong dan C. A. Triplehorn. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Gajah Mada University Press. hlm. 617 – 700.

Campbell, N. A., B. R. Jane dan G. M. Lawrence. 2005. Biologi Edisi 5 jilid 2. Erlangga. Jakarta.

Dahelmi., S. Salmah dan Yulnetti. 2013. Catatan Terhadap Stadia Pradewasa Kupu-Kupu Graphium agamemnon L. (LEPIDOPTERA:

PAPILIONIDAE) dalam Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. Bandar lampung.

Fitter, A. H. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Universitas Gajah Mada. Press. Yogyakarta.

Fosberg, F. R dan M. H. Sachet. 1977. Flora of micronesia. Part 3. Convolvulaceae. Smithsonian Contrib. Bot. 36: 1-34.

Gielis, C. 1990. Additions to the Genus Ochyrotica Walsingham, 1891, in Southeast Asia (Lepidoptera, Pterophoridae, Agdistinae). 294-297.

(27)

34

Irianto, R dan S. Tjitrosoedirdjo. 2010. Invasi Merremia peltata (L.) Merr. Convolvulaceae di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Indonesia. Gulma dan Tumbuhan Invasi Tropika 1: 65-70.

Kirkham, W. S. 2005. Valuing invasives: understanding the Merremia peltata invasion in Post-Colonial Samoa dissertation. The University of Texas at Austin. USA.

Manopo, R., L. S. Cristina, E. M. M. Juliet dan S. Emmy. 2012. Padat Populasi Dan Intensitas Serangan Hama Walang Sangit (leptocorisa acuta thunb.) Pada Tanaman Padi Sawah Di Kabupaten Minahasa Tenggara. Universitas Sam Ratulangi. Manado.

Matthews. D. L dan B. Landry. 2008. Description of a New Species of Exelastis (Lepidoptera: Pterophoridae) From The Neotropics, With Keys to Adults of the Four Species Occurring in Florida. TROP. LEPID. RES., 18(2):62-69.

Matthews, D. L. 2009. The Sundew Plume Moth, Buckleria parvulus (Barnes & Lindsey) (Lepidoptera: Pterophoridae). Southern Lepidopterists. Volume 31 No.2.

Matthews, D. L., V. Boudanath dan Maharaj. 2009. Adaina primulacea Meyrick, 1929: A Gall-Inducing Plume Moth Of Siam Weed From South Florida and The 19(2): 64-70.

Neotropics (Lepidoptera: Pterophoridae). TROP. LEPID. RES. Matthews, D. L dan B. Landry. 2008. Description of a New Species of Exelastis (Lepidoptera: Pterophoridae) From The Neotropics, With Keys to Adults of the Four Species Occurring in Florida. TROP. LEPID. RES. 18(2): 62-69.

Meyer, J.Y. 2000. Preliminary review of the invasive plants in the Pacific islands. Samoa: South Pacific Regional Environment Programme. 85-114.

Nukmal, N. 2011. Bio-Ecology Of Psyllyds On Eucalyptus. Lap Lambert. Saarbrucken Germany.

(28)

Ooststroom, V. S. J dan R. D. Hoogland. 1953. Convolvulaceae. In: Van Steenis,C. G. G. J. editor. Flora Malesiana I 4: 452-453.

Paynter, Q., H. Harman dan N. Waipara. 2006. Prospects for biological control of Merremia peltata. Report. New Zealand: Conservation International.

Primack, R. B, J. Supriatna, M. Indrawan, P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Terjemahan dari: A Primer of Conservation Biology. Yayasan Obor Indonesia.

Prinando, M. 2011. Keaneragaman spesies tumbuhan asing invasif di kampus IPB Darmaga, Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwono, B., B. S.Wardhana, K. Wijanarko, E. Setyowati, dan D. S. Kurniawati, 2002. Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Jenis Asing Invasif. Jakarta: Kantor Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia dan The Nature Consevancy.

Reaser, J. K., L. A. Meyerson, Q. Cronk, M. D. Poorter, L. G. Eldrege, E. Green, M. Kairo, P. Latasi, R. C. Mack, J. Mauremootoo, W. Orapa, S.

Sasatroutomo, A. Sanders, C. Shine, T. Sigurdur dan L. Vaiutu. 2007. Ecological and socioeconomic impacts of invasive alien species in alien ecosystems. Environment Conservation 34 (2): 98-111.

Santoso, E dan S. E. Baehaki. 2005. Optimalisasi pemanfaatan musuh alami dalam pengendalian hama terpadu dalam budidaya padi intensif untuk sistem pertanian berkelanjutan. Inovasi teknologi padi menuju

swasembada besar berkelanjutan, Buku 1. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. hlm 247.

Staples, G. W. 2010. Checklist of Merremia (Convolvulaceae) in Australia and the Pacific. Gardens Bulletin Singapore 6:483-522.

Stone, B. C. 1970. The Flora of Guam. Micronesica. 6:1-659.

Untung, K. 1996. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM Pres. Yokyakarta. Hal. 132-135.

(29)

36

Wilcove, D. S., D. Rothstein, J. Dubow. A. Phillips dan E. Losos. 1998. Quantifying threats to imperiled species in United States. BioSciences 48(8): 607-615.

(30)

Descriptives

hasil

N Mean

Std.

Deviation Std. Error

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 5 32.6600 6.02154 2.69291 25.1833 40.1367 23.47 37.72

Lower Bound Upper Bound

1 2 24.69000* 2.59835 .000 19.0287 30.3513

(31)

Tabel 9. Perkembangan telur ngengat bulu

Tabel 10. Pertumbuhan Panjang Larva Ngengat Bulu (mm)

(32)

Tabel 11. Pertumbuhan Pupa Ngengat Bulu No Tanggal perubahan

menjadi pupa

Tabel 12. Pertumbuhan Imago Ngengat Bulu No Tanggal perubahan

menjadi Imago

Tabel 13. Luas perkembangan daun mantangan (cm2)

No/ PENGULANGAN KE-

(33)

Tabel 14. Luas intesitas serangan pada daun mantangan (cm2)

No/ PENGULANGAN KE-

HARI

(34)
(35)
(36)

A

Keterangan : A. Lokasi pengamatan di Fakultas Pertanian, B. Lokasi pengamatan di TNBBS. Gambar 7. Lokasi pengamatan.

AAA

Gambar

Tabel 8. Hasil analisis intensitas  kerusakan pada tiga tipe daun mantangan pada hari ke 5
Tabel 15. Uji Pilihan Pakan...(lanjutan)
Gambar 7. Lokasi pengamatan.

Referensi

Dokumen terkait