• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

especially common public. In May 28th 2013, the constitutional court nullified Act

number 17 in 2012, because the constitutional court considered this law was against Constitution of 1945, so that this Act was not legally enforceable, and for

temporary the Act number 25 III 1992 was enacted again until new Act of

cooperation to be provisioned.

The problems in this research were how did the implications of Decree of

Constitutional Court number ,028IPUU-XI for the cooperation which had

establishment act based on Act number 12 in 2012 and toward those cooperation

This research belonged to normative research which studied written law from varying aspects. This was a descriptive research which explain prevailing

legal conditions in particular locations and time.

The conclusion of this research was that for the cooperation which had not yet had establishment act based Act number 17 in 2012, it was obligatory for the cooperation to make amendment, and for the cooperation being in the process of establishment should refer back to Act number 25 in 1992 about cooperation. Legal engagement had been conducted by cooperation with act of establishment based on Act number 17 in 2012 remained to valid and legally engaging.

Keywords : implication of decree of Constitutional Court, nullification of Act

(2)

ABSTRAK

Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 33 ayat (1) menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakat yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, berlaku selama 20 tahun di Indonesia, sampai pada tanggal 30 Oktober 20 I2 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian. Pemerintah berharap undang-undang ini secara konsekwen dan konsisten akan menjadikan koperasi Indonesia semakin dipercaya, kuat, sehat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Pada tanggal28 Mei 2013 Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Nomor

17 Tahun 2012, karena Mahkamah Konstitusi menganggap undang-undang ini bertentangan dengan UUD 1945, sehingga undang-undang ini tidak mempunyai kekuatan hukum tetap, sementara untuk mengisi kekosongan hukum Undang- Undang Nomor 25 Tahun 1992 berlaku lagi untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya undang-undang koperasi.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaiman implikasi hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028IPUU-XI terhadap koperasi yang sudah memiliki akta pendirian berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 dan terhadap koperasi yang sedang dalam proses pendirian dan apakah akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian atau akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis koperasi yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, dan keberadaan koperasi yang masih dalam proses pendirian dan akibat dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi.

Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian normatif, yang meneliti hukum tertulis

dan

berbagai aspek. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yang menguraikan keadaan hukum yang berlaku ditempat tertentu dan pada saat tertentu.

Dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwasannya bagi koperasi yang sudah memiliki akta pendirian berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, wajib mengadakan perubahan dan bagi koperasi yang sedang dalam proses pendiriah harus kembali kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Koperasi. Perikatan dilakukan koperasi yang mempunyai «kta berdasarkan Undang-Undang Nomor ] 7 Tahun 20]2 tetap sah dan mengikat.

(3)

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

Oleh

ABADI RIYANTINI

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Derajat MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pascasarjana Magister Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 028/PUU-XI/2013 TENTANG PEMBATALAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN TERHADAP AKTA PENDIRIAN KOPERASI

( Tesis)

Oleh

ABADI RIYANTINI

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala Puji dan Syukur bagi Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis diberi kesempatan dan kemampuan serta kesehatan untuk dapat menyelesaikan penilitian dan penulisan tesis ini dengan judul Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap Akta Pendirian Koperasi.

Pada kesempatan ini, perkenankan penulis mengucapakan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng Prayitno P. Hariyanto, M.S. yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum di Universitas Lampung.

Selama penulis menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung, tentunya penulis akan menemui hambatan dan kesukaran tanpa adanya bimbingan dan arahan dari berbagai pihak, untuk itu dengan setulus hati, penulis menghaturkan terima kasih kepada :

(8)

Bapak Dr. Khaidar Anwar, S.H., M.hum. selaku Ketua program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Lampung.

Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S. selaku pembimbing I yang dengan penuh kesabaran, keikhlasan, ketekunan dan ketelitian sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis ini.

Ibu Dr. Dra. Nunung Rodliyah, M.A., yang telah bersedia menjadi pembimbing II dalam rangka penelitian dan penulisan tesis ini, bantuan pikiran, bimbingan serta semangatnya dalam memacu penulisan untuk dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Ucapan terima kasih tidak pula penulis haturkan kepada para dosen :

Bapak Prof. AbdulkadirMuhammad, S.H., Bapak Prof. Dr. Sunarto, S.H., M.H., Bapak Prof. Dr. I Gede AB Wiranata, S.H., M.H., Prof. Dr. Cucu Sutarsyah, M.Pd., Prof. Dr. Heriyandi, S.H., M.S., Dr. Khaidir Anwar, S.H., M.hum., Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., Dr. Yuswanto, S.H., M.H., Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H., Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H., Dr. Hamzah, S.H., M.H., Dr. Maroni, S.H., M.H., Rudi, S.H., LL.M., LL.D., Dr. Budiono, S.H., M.H., Dr. Dra. Nunung Rodiah, M.A., Dr. HS. Tisnanta, S.H., M.H., Dr. Nikamh Rosidah, S.H., M.H., Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Dr. Yusnani Hasyimzun, S.H., M. Hum., atas segala ilmu yang telah diberikan dan menjadi manfaat bagi penulis.

(9)

semoga jalinan tali silaturahmi diantara kita akan senantiasa terpelihara sampai akhir nanti.

Selanjutnya, dengan penuh rasa haru dan bangga, penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu, kedua Bapak Ibu Mertua, adik-adik, ipar, keponakan. Terima kasih atas segala doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis diberikan kekuatan, kesehatan dan keyakinan untuk dapat menempuh studi dan menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulis sadar bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat kekeliruan, untuk itu, masukan dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna memperbaiki tesis ini. Tentunya tidak lupa ucapan terima kasih atas masukan dan kritikannya tersebut.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis haturkan tesis ini kepada yang terhormat Majelis Penguji Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Lampung.

Wabillahitaufik walhidayah. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bandar Lampung, Februari 2015

(10)
(11)

MOTO

“ Dan katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga

rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepeda (Allah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah

(12)

PERSEMBAHAN

Seraya mengucap puji dan syukur kepada Alloh SWT, dengan segala kerendahan hati, kupersembahkan karya ini untuk:

 Kedua orang tuaku yang telah melimpahkan kasih sayangnya, doa dan pengoranan yang

tiada henti. Semoga Alloh SWT senantiasa melimpahkan rahmat, karunia dan kasih sayang kepadanya serta memberikan kesehatan dan kebahagiaan.

 Mertua, Adik-adikku, ipar-iparku yang tercinta, yang telah mendukung dan mendoakan

penulis untuk dapat melanjutkan dan menyelesaikan studi dengan baik di Universitas Lampung ini.

 Persembahan karya ini, penulis persembahkan khususnya untuk suami tercinta, Joni

Hardito, S.T,. M.T., dan putraku Akhmad Jundi Rizieq dan Rahmad Jundi Rizieq yang selalu memberi motivasi, bantuan, semangat untuk belajar dan setia menemani dikala penulis menempuh kuliah di Universitas Lampung.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Banyak, pada tanggal 22 April 1973, merupakan putri pertama dari empat bersaudara pasangan Drs. H. Riyanto dan Hj. Suparti. Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar I Negeri Sumber Baru (1980-1086), Sekolah Menengah Pertama Negeri Kotagajah (1986-1989), dan Sekolah Menengah Atas Negeri Kotagajah (1989-1992). Pada tahun 1992, Penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung dengan Program Studi Ilmu Hukum selesai pada tanggal 18 Desember 1996, dan melanjutkan di Program Pendidikan Spesialis I Notariat Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada selesai pada tanggal 23 Oktober 1999.

Pada tanggal 10 Desember 2001 diangkat sebagai Notaris di kabupaten Lampung Tengah dan pada tanggal 4 Desember 2003 diangkat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di kabupaten Lampung Tengah, hingga sekarang.

(14)
(15)
(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan. Penjelasan Pasal 33 antara lain menyatakan bahwa kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang dan bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 sebelum amandemen, menempatkan koperasi baik dalam kedudukan sebagai sokoguru perekonomian nasional maupun sebagai bagian integral tata perekonomian nasional. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2000) halaman 768, arti dari sokoguru adalah pilar atau tiang. Jadi, makna dari istilah koperasi sebagai sokoguru perekonomian dapat diartikan koperasi sebagai pilar atau

“penyangga utama” atau “tulang punggung” perekonomian. Dengan demikian

koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam sistem perekonomian nasional.

(17)

sendiri, koperasi digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia, dan koperasi menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalis.1

Pada masa penjajahan Belanda diberlakukan “culturstelsel” yang

mengakibatkan penderitaan bagi rakyat, terutama petani dan golongan bawah. Peristiwa tersebut menimbulkan gagasan dari seorang Patih Purwokerto, Raden Ario Wiraatmadja, untuk membantu mengatasi kemelaratan rakyat. Kegiatannya diawali dengan menolong pegawai dan orang kecil dengan mendirikan; “Hulpen

Spaaren Landbourcrediet”, didirikan juga rumah-rumah gadai, lumbung desa dan

bank desa.

Pada tahun 1908 lahir perkumpulan Budi Utomo yang dalam programnya memanfaatkan sektor perkoperasian untuk mensejahterakan rakyat miskin, dimulai dengan koperasi industri-industri kecil dan kerajinan. Ketetapan kongres Budi Utomo di Yogyakarta adalah antara lain memperbaiki dan meningkatkan kecerdasan rakyat melalui pendidikan, serta mewujudkan dan mengembangkan gerakan berkoperasi. Telah didirikan “Toko Adil” sebagai langkah pertama pembentukan koperasi konsumsi.

Tahun 1915 lahir peraturan yang dimuat di dalam Staatsblad 1915 Nomor 431 tentang Verordening op de Cooperative Vereeniging, merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk yang ada di Indonesia. Definisi koperasi pada regulasi ini adalah, perkumpulan oarang-orang dimana orang-orang tersebut diperbolehkan untuk keluar masuk sebagai anggota, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran anggotanya, dengan cara

1

(18)

sama menyelenggarakan suatu system penghidupan atau pekerjaan, secara bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan keperluan mereka, atau memberikan uang muka atau kredit. Dengan menggunakan asas konkordasi, ketentuan ketentuan yang ada di negara Belanda sama seperti yang tertuang pada Verordening op de Cooperative Vereeniging. Sistem yang berlaku di negara Belanda yang diberlakukan tanpa penyesuaian ternyata menyusahkan penduduk golongan III yaitu pribumi. Mereka untuk mendirikan badan usaha koperasi harus memiliki prasyarat mulai dari akta notaris, akta pendirian berbahasa Belanda, materai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche Courant. Biaya yang dikeluarkan sangat besar, sehingga Verordening op de Cooperative Vereeniging dirasa tidak memberi manfaat dan ditentang oleh kaum pergerakan nasional.2

Tahun-tahun selanjutnya diusahakan perkembangan koperasi oleh para pakar dan politisi nasional. Di zaman pendudukan Jepang (1942-1945) usaha-usaha koperasi dikoordinasikan/dipusatkan dalam badan-badan koperasi disebut

Kumiai yang berfungsi sebagai pengumpul barang-barang logistik untuk

kepentingan perang.3 Setelah perang kemerdekaan 17 Agustus 1945, usaha pengembangan koperasi mengalami pasang surut mengikuti perkembangan politik. Kongres-kongres koperasi, munas-munas dan lain-lain untuk pengembangan koperasi terus berlanjut. Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958 tentang perkumpulan koperasi telah lahir yang pada dasarnya berisi tentang tatacara pembentukan, pengelolaan koperasi menyerap prinsip koperasi Rochdale.

2

Hukum Koperasi di Indonesia, Sejarah Peraturan Perundang-undangan Koperasi di Indonesia,

Andjar Pachta, Myra Rosana Bachtiar dan Nadia Maulisa Benemay, Prenada Media Group, Jakarta, 2007.

3

(19)

Definisi koperasi dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa koperasi ialah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan konsetrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan kesukarelaan, dan dalam pendiriannya harus menggunakan yang didaftarkan.4 Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960, sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, peraturan pemerintah ini mengatur mengenai pembentukan Badan Penggerak Koperasi sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian, mendifinisikan koperasi sebagai organisasi ekonomi dan alat revolusi yang berfungsi sebagai tempat persemaian insan masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia berdasarkan Pancasila. Tahun 1967 lahir Undang-Undang Nomor 12 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Undang-Undang-undang pada masa orde baru ini mendapat tanggapan positif dari semua perkumpulan koperasi, karena memurnikan asas koperasi yang sejati dan mencabut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini merupakan undang-undang pertama yang menjadikan koperasi adalah badan hukum apabila koperasi tersebut telah menyesuaikan diri dengan Undang-Undang

4

(20)

Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian.5 Kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, usaha, permodalan, serta pembinaan koperasi, untuk menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas. Definisi koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 adalah badan hukum yang berdasar atas asas kekeluargaan.6

Pada tanggal 21 Oktober 1992 diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dalam penjelasannya dinyatakan bahwa, dengan memperhatikan kedudukan koperasi seperti tersebut di atas maka peran koperasi sangatlah penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta dalam mewujudkan kehidupan demokrasi okonomi yang mempunyai ciri-ciri demokratis, kebersamaan, kekelurgaan dan keterbukaan. Kehidupan ekonomi seperti itu koperasi seharusnya memiliki ruang gerak dan kesempatan usaha yang luas yang menyangkut kepentingan kehidupan ekonomi rakyat. Di era perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat, pertumbuhan koperasi selama ini belum sepenuhnya menampakkan wujud dan perannya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Demikian pula peraturan perundang-undangan yang ada masih belum sepenuhnya menampung hal yang diperlukan untuk menunjang terlaksananya koperasi baik sebagai badan usaha maupun sebagai gerakan ekomoni rakyat. Oleh

5

Ibid.

6

(21)

karena itu, untuk menyelaraskan dengan perkembangan lingkungan yang dinamis perlu adanya landasan hukum baru yang mampu mendorong koperasi agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi lebih kuat dan mandiri.7

Pembangunan koperasi perlu diarahkan sehingga semakin berperan dalam perekonomian nasional. Pengembangannya diarahkan agar koperasi benar-benar menerapkan koperasi dan kaidah usaha ekonomi. Dengan demikian Koperasi akan merupakan organisasi ekonomi yang mantap, demokratis, otonom, partisipatif dan berwatak sosial. Pembinaan koperasi pada dasarnya dimaksudkan untuk mendorong agar koperasi menjalankan kegiatan usaha dan berperan utama dalam kehidupan ekonomi rakyat.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian menegaskan bahwa pemberian status Badan Hukum Koperasi, pengesahan perubahan Anggaran Dasar dan pembinaan merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah. Saat pelaksanaannya, Pemerintah dalam hal ini Presiden dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada Menteri yang membidangi Koperasi, ya. Namun demikian hal ini tidak berarti bahwa Pemerintah mencampuri urusan internal organisasi koperasi dan tetap memperhatikan prinsip kemandirian koperasi.8

Pemerintah, baik di pusat maupun di daerah, menciptakan dan mengembangkan iklim serta kondisi yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan koperasi. Demikian juga Pemerintah memberikan bimbingan,

7

Suhardi, Moh. Taufik Makarao dan Fauziah, Hukum Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di Indonesia, Jakarta: @kademia, 2012, hlm. 2.

8

(22)

kemudahan dan perlindungan kepada koperasi. Selanjutnya Pemerintah dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi yang hanya dapat diusahakan oleh koperasi. Selain itu pemerintah juga dapat menetapkan bidang kegiatan ekonomi di wilayah tertentu yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya. Hal tersebut dilakukan dengan memperhatikan kepentingan ekonomi nasional dan perwujudan pemerataan kesempatan berusaha.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, juga memberikan kesempatan bagi koperasi untuk memperkuat permodalan melalui pengerahan modal penyertaan baik dari anggota maupun dari bukan anggota. Dengan demikian, koperasi dapat menghimpun dana untuk mengembangkan usahanya. Sejalan dengan itu dalam undang-undang ini ditanamkan pemikiran kearah pengembangan pengelolan koperasi secara profesional. Berdasarkan hal tersebut di atas, undang-undang ini disusun dengan maksud untuk memperjelas dan mempertegas jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan dan permodalan koperasi serta pembinaan koperasi, sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.9

Pembangunan koperasi telah diselenggarakan sejak beberapa dekade yang lalu. Ditinjau dari segi kuantitas, hasil pembangunan tersebut sungguh membanggakan ditandai dengan jumlah koperasi di Indonesia yang meningkat pesat. Namun, jika ditinjau dari segi kualitas, masih perlu diperbaiki sehingga mencapai kondisi yang diharapkan. Sebagian koperasi belum berperan secara

9

(23)

signifikan kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Pembangunan koperasi seharusnya diarahkan pada penguatan kelembagaan dan usaha agar koperasi menjadi sehat, kuat, mandiri, tangguh, dan berkembang melalui peningkatan kerjasama, potensi, dan kemampuan ekonomi anggota, serta peran dalam perekonomian nasional dan global.

(24)

tuntutan pembangunan koperasi serta selaras dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global.10

Pada tanggal 30 Oktober 2012 disahkan dan diundangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, Undang-Undang-Undang-Undang ini merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, karena dirasakan Undang-Undang ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasin di Indonesia.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian disusun untuk mempertegas jati diri koperasi, asas dan tujuan, keanggotaan, perangkat organisasi, modal, pengawasan, peranan Gerakan Koperasi dan Pemerintah, pengawasan Koperasi Simpan Pinjam dan penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam, serta sanksi yang dapat turut mencapai tujuan pembangunan koperasi. Implementasi undang-undang ini secara konsekuen dan konsisten akan menjadikan koperasi Indonesia semakin dipercaya, kuat, sehat, mandiri, dan tangguh serta bermanfaat bagi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Undang-undang ini memuat pembaharuan hukum, sehingga mampu mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang kuat, sehat, mandiri, dan tangguh, serta terpercaya sebagai entitas bisnis, yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, menegaskan bahwa pemberian status dan pengesahan perubahan anggaran dasar dan mengenai hal tertentu merupakan wewenang dan tanggungjawab Menteri Koperasi. Pemerintah

10

(25)

memiliki peran dalam menetapkan kebijakan serta menempuh langkah yang mendorong koperasi sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Untuk menempuh langkah tersebut Pemerintah wajib menghormati jati diri, keswadayaan, otonomi, dan independensi koperasi tanpa melakukan campur tangan terhadap urusan internal koperasi. Diperlukan suatu iklim pengembangan dan pemberdayaan koperasi yang memiliki peran strategis dalam tata ekonomi nasional berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi dalam rangka menciptakan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sesuai tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu untuk mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya ekonomi.

Pengembangan dan pemberdayaan koperasi dalam suatu kebijakan Perkoperasian harus mencerminkan nilai dan prinsip koperasi sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggota sehingga tumbuh menjadi kuat, sehat, mandiri, dan tangguh dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan global yang semakin dinamis dan penuh tantangan. Kebijakan perkoperasian selayaknya selalu berdasarkan ekonomi kerakyatan yang melibatkan, menguatkan, dan mengembangkan koperasi sebagaimana amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

(26)

Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia gencar melakukan sosialisasi Undang-Undang Koperasi itu, keseluruh pelosok di Indonesia dengan menggelar diklat-diklat melalui pelatihan untuk pelatih tentang tata caramembuat Akta Koperasi. Hasilnya gerakan koperasi berdiri atau mengadakan perubahan anggaran dasar dan telah mendapat setatus badan hukum dari Menteri koperasi. Koperasi tersebut dengan setatus badan hukum yang dimiliki melakukan kegiatan untuk melayani anggotanya, baik menyimpan atau meminjam bagi koperasi yang bergerak dalam usaha simpan pinjam, dan juga melukan perikatan dengan pihak ketiga dalam hal ini adalah lembaga perbankkan. Rata-rata jangka waktu pembiayaan (kredit) yang diberikan perbankkan kepada koperasi adalah selama 3 (tiga) tahun, dengan sistem angsuran setiap bulannya. Pada waktu Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang-Undang Perkoperasian pada tanggal 28 Mei 2014, jangka waktu perikantan antara koperasi dengan lembaga perbankkan belum berakhir.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, yang diundangkan pada tanggal 30 Oktober 2012, banyak menuai reaksi negatif hal ini karena dalam Undang-Undang ini memuat pasal-pasal yang bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, antara lain dalam Pasal 1 angka 1, pengertian “orang

perseorangan” mengarah kepada individualisme, adanya kewenangan pengawas

(27)

dan lembaga keuangan lainnya, penerbit obligasi dan surat hutang lainnya, dan/atau pemerintah dan pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang sah yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan, adanya istilah surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha, melarang pembagian surplus hasil usaha yang berasal dari transaksi dengan non anggota kepada anggota manakala koperasi mengalami surplus hasil usaha, sementara itu mewajibkan kepada anggota menyetor sertifikat modal koperasi manakala koperasi mengalami defisit usaha.

Bedasarkan fakta tersebut di atas beberapa koperasi mengajukan permohonan uji materi ke Mahkamah Konstitusi yang dimohonkan oleh Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur, Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur, Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati), Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur, Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Agung Haryono, dan Mulyono, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan tersebut.

(28)

Dalam pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa filosofis dalam Undang-Undang Perkoperasian ternyata tidak sesuai dengan hakekat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian Koperasi tenyata telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, sehingga di satu sisi mereduksi atau bahkan menegaskan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas. Dari segi permodalan, lebih mengutamakan skema permodalan material dan finansial serta mengesampingkan modal sosial yang menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945. Pada sisi lain, koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan Perseroan Terbatas dan kehilangan roh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku okonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.

(29)

Sesuai amar putusan Mahkamah Konstitusi butir 2.3, maka dasar hukum koperasi berlaku kembali Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu sampai dengan terbentuknya Undang-Undang yang baru. Segala aturan hukum yang lahir atau diterbitkan dari atau berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tetap berlaku kembali. Berdasarkan uraian di atas timbul pertanyaan, bagaimanakah keberadaan koperasi yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan keberadaan koperasi yang masih dalam proses pendirian, dan apakah akibat dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian atau akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian, mengingat ada koperasi yang sudah melakukan perikatan dengan pihak ketiga dengan menggunakan akta pendirian atau perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implikasi Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 Tentang Pembatalan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian Terhadap

(30)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini adalah :

a. Bagaimana keberadaan koperasi yang telah didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan terhadap koperasi yang sedang dalam proeses pendirian?

b. Apakah akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian atau akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012?

2. Ruang Lingkup

Adapun ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Keberadaan koperasi yang telah didirikan dengan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 dan keberadaan koperasi yang masih dalam proses pendirian.

b. Akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian dan akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

(31)

b. Untuk menganalisis akibat hukum dari perikatan yang sudah dilakukan oleh koperasi yang mempunyai akta pendirian dan akta perubahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan akademis dan praktis, yaitu : a. Secara Teoritis

Kegunaan penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat bermanfaat kepada mahasiswa-mahasiwi lain, yang akan menambah pengetahuan tentang implikasi hukum terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2014 tentang pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang perkoperasian.

b. Secara Praktis

Secara praktis, penulisan tesis ini diharapkan:

1) Dapat memberikan masukan dalam menjalankan tugas sehari-hari khususnya bagi para notaris selaku Pejabat Pembuat Akta Koperasi, bagi gerakan koperasi, dinas koperasi, dan lembaga keuangan di Indonesia.

2) Sebagai bahan bacaan dan acuan bagi masyarakat yang akan melakukan perubahan anggaran dasar koperasi dan mendirikan koperasi.

D. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual

1. Kerangka Teori

(32)

bidang ilmu dan laporan penelitian. Teori dapat menjembatani harapan dan kenyataan. Dalam teori hukum positif, harapan itu tergambar dalam ketentuan undang-undang (das sollen), sedangkan kenyataan berupa perilaku (das sein). 11

a. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka, mempunyai peranan penting guna menegakkan konsitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan kewenangan dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Mahkamah Konstitusi adalah suatu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sistem ketatanegaraan Indonesia sesudah amandemen UUD 1945, adalah sebagai berikut: Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut Undang-Undang Dasar. Undang-Undang memberikan pembagian kekuasaan

(separation of power) kepada enam lembaga negara dengan kedudukan yang sama

dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:

(1) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

(2) Memutuskan sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar.

11

(33)

(3) Memutuskan pembubaran partai politik.

(4) Memutus perselisihan tentang hasil pemilu (Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945).

(5) Wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 24 C ayat (2) UUD 1945)12

Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni putusan Mahkamah Konstitusi langsung memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh. Sifat final dalam putusan Mahkamah Konstitusi dalam undang-undang ini mencakup pula kekuatan hukum mengikat

(final and binding).13 Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum.

b. AktaOtentik

Pasal 1867 KUHPerdata menyebutkan istilah akta otentik, dan Pasal 1868 KUHPerdata memberikan batasan unsur yang dimaksud dengan akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.

12

Undang-Undang Dasar 1945 setelah amandemen.

13

(34)

Otentik atau authentik14dapat diartikan yaitu bersifat umum, bersifat jabatan, memberi pembuktian yang sempurna (dari surat-surat) khususnya dalam kata otentik akta. Para notaris istimewa ditunjuk untuk membuat akta otentik baik atas permintaan atau atas perintah, akan tetapi juga beberapa pejabat negeri yang berhak membuatnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan tugas pekerjaannya.

b. Anggaran Dasar Koperasi

Anggaran Dasar adalah aturan dasar yang dibuat secara tertulis , yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai organisasi koperasi, ketatalaksanaan dan kegiatan usaha dari suatu organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, dan merupakan dasar tata kehidupan organisasi koperasi yang bersangkutan.15 Anggaran dasar koperasi hanya memuat ketentuan-ketentuan pokok saja, sedangkan hal-hal lainnya yang belum cukup diatur dalam anggaran dasar koperasi, diatur lebih lanjut dalam anggaran rumah tangga atau peraturan khusus lainnya dari koperasi yang bersangkutan.

Anggaran dasar koperasi merupakan salah satu syarat mutlak untuk berdirinya organisasi koperasi termasuk dalam kaitannya untuk mengajukan permohonan pengesahan sebagai badan hukum koperasi, yang dibuat pada waktu organisasi koperasi tersebut didirikan menurut tata cara pendirian koperasi sebagaimana diatur dalam undang-undang perkoperasian beserta peraturan pelaksanaannya.

14

N.E. Algra, H.R.W. Gokkel-dkk, Kamus Istilah Hukum Fockema Andrea, Belanda-Indonesia, Binacipta, Jakarta, 1983. hlm. 37.

15

(35)

Menurut Pasal 9 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh pemerintah. Koperasi diakui sebagai badan hukum adalah suatu badan yang ada karena hukum dan memang diperlukan keberadannya sehingga disebut legal entity. Oleh karena itu disebut antificial person/ recht person. Menurut doktrin pengakuan sebagai badan hukum pada umumnya berlaku ex tunct yang berarti segala tindakan tindakan hukum yang dilakukan atas nama badan hukum tersebut sebelum pengakuan sebagai badan hukum beralih kepada badan hukum tersebut kecuali undang-undang menentukan lain.16

c. Perubahan Anggaran Dasar Koperasi

Seiring dengan dinamika yang terjadi dalam dunia usaha, terbuka kemungkinan bagi koperasi untuk melakukan perubahan tertentu terhadap anggaran dasarnya yang memerlukan pengesahan oleh pemerintah. Kekuasaan merubah anggaran dasar ada dirapat anggota yang diadakan khusus untuk merubah anggaran dasar. Perubahan anggaran dasar bukan merupakan keputusan yang rutin, melainkan hal yang sangat penting.

Perubahan anggaran dasar koperasi yang menyangkut perubahan bidang usaha, penggabungan atau pebagian koperasi, pengurus wajib mengajukan permintaan pengesahan atas perubahan anggaran dasar secara tertulis kepada menteri. Menteri memberikan pengesahan terhadap anggaran dasar koperasi hasil perubahan, apabila ternyata setelah diadakan penelitian perubahan tersebut, tidak

16

(36)

bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.17

d. Teori Kekuatan Pembuktian Akta

Pasal 1870 dan 1871 KUHPerdata menyatakan, akta otentik adalah alat pembuktian yang sempurna bagi kedua pihak dan ahli waris, sekalian orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya. Akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah, formil dan materiil:

1. Kekuatan pembuktian lahiriah, yaitu akta itu sendiri mempunyai kekuatan untuk membuktikan dirinya sendiri sebagai akta otentik, karena kehadirannya, kelahirannya sesuai atau ditentukan dengan perundang-undangan yang mengaturnya;

2. Kekuatan pembuktian formil, yaitu apa yang dinyatakan dalam akta tersebut adalah benar;

3. Kekuatan pembuktian materiil, yaitu memberikan kepastian terhadap peristiwa, apa yang diterangkan dalam akta itu benar.

Notaris berwenang membuat akta otentik, karena diberi kewenangan oleh undang-undang (Undang-Undang Jabatan Notaris), dan sebagai alat bukti yang sempurna bagi para pihak, ahli waris, maupun sekalian orang yang mendapat hak dari akta

1717

(37)

itu. Siapa saja yang menyangkal terhadap kebenaran dari akta tersebut, maka pihak yang menyangkal tersebutlah yang membuktikannya.18

e. Teori Hubungan Hukum

Hubungan hukum (rehtsbetrekkingen) adalah hubungan antara dua subyek hukum atau lebih mengenai hak dan kewajiban disatu pihak berhadapan dengan hak dan kewajiban dipihak yang lain.19 Hukum mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, antara orang dengan masyarakat, antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Jadi hubungan hukum terdiri dari atas ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat.

f. Teori Perikatan

Menurut Subekti, suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau tertulis.20

18Syafran Sofyan,”

Perlindungan Profesi Notaris Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 49/PUU-X/2013” Makalah Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan Ikatan Notaris Indonesia,

Solo 23-25 Oktober 2014.

19

Soeroso, R. Op-cit, hlm. 269

20

(38)

Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan. Sumber lainnya adalah undang-undang. Jadi ada perikatan yang lahir dari “perjanjian” dan

ada perikatan yang lahir dari “undang-undang”. Perikatan yang lahir dari

perjanjian, memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan.

g. Hukum Transitoir

Hukum transitoir adalah aturan-aturan peralihan dari keadaan lama kepada keaadaan baru.21 Jika hukum transitoir dikaitkan dengan perubahan konstitusi, adalah mengatur akibat peralihan dari sistem norma-norma hukum lama yang mendasarkan konstitusi lama kepada sistem norma hukum baru yang berdasarkan konstitusi baru.22 Jika jabatan lama ditiadakan oleh peraturan yang baru, tugas dan fungsi jabatan tersebut bisa benar-benar ditiadakan (penghapusan fungsi), atau bisa saja jabatan atau badan yang dihapuskan memiliki sisa-sisa yang berupa hak dan kewajiban dan mungkin juga memiliki harta kekayaannya atau siapa yang berwenang mengeluarkan ijin jika sebelumnya jabatan tersebut yang memberikan jadi peraturan yang baru.

2.Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang diteliti. Terdiri dari susunan beberapa konsep sebagai satu kebulatan yang utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan, acuan, dan pedoman dalam penelitian atau

21

Boedisoesetya, Hukum Transitoir, 1960, hlm,96.

22

(39)

penulisan. Sumber konsep adalah undang-undang, buku/karya tulis laporan penelitian atau penulisan, ensiklopedia, kamus, fakta dan peristiwa. Agar tidak terjadi penafsiran yang berbeda dan mempermudah pengertian, di bawah ini dikemukakan penjelasan dan batasan istilah yang digunakan:

a. Putusan

Putusan merupakan pintu masuk kepastian hukum dan keadilan para pihak yang berperkara yang diberikan oleh hakim berdasarkan alat bukti dan keyakinannya. Menurut Gustav Radbruch, suatu putusan seharusnya mengandung idee des recht cita hukum yang meliputi unsur keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan.

b. Putusan Hakim

Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang berwenang yang diucapkan dalam persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.

c. Mahkamah Konstitusi

Mahkamah konstitusi adalah suatu lembaga negara yang melakukan tugas kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

(40)

bersama dibidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip koperasi.23

Pengertian koperasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.24

e. Anggaran Dasar Koperasi

Anggaran dasar koperasi adalah aturan dasar yang dibuat secara tertulis, yang memuat ketentuan-ketentuan pokok mengenai organisasi koperasi, ketatalaksanaan dan kegiatan usaha dari suatu organisasi koperasi25.

f. Akta Pendirian Koperasi

Akta pendirian koperasi adalah akta perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam rangka pembentukan koperasi dan memuat anggaran dasar koperasi.26

23

Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, tentang Perkoperasian.

24

Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. tentang Perkoperasian.

25

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, Pedoman Peraturan Perkoperasian di Bidang Organesasi dan Badan Hukum Kopersi, 2006, hlm.1.

26

(41)

E. Sistematik penulisan

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai susunan penulisan penelitian tesis hukum ini yang sesuai aturan dalam penulisan hukum, maka dalam sistematika penulisan hukum ini terdiri 5 (lima) bab, pada setiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini, sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :

Bab I : PENDAHULUAN

Merupakan bab yang berisi latar belakang masalah dan ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, kerangka teori dan konsepsional.

Bab II : TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan bab yang memuat uraian mendalam tentang teori dan konsep serta pemikiran yang mengarahkan peneliti untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini mengenai tinjauan umum tentang perjanjian badan hukum koperasi dengan pihak ketiga (perbankkan).

BAB III : METODE PENELITIAN

(42)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Memuat sistematika hasil penelitian dan pembahasan berdasarkan urutan rumusan masalah.

BAB V :KESIMPULAN DAN SARAN

(43)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2012 Tentang Pembatalan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Mahkamah Konstitusi mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang diajukan oleh:

1. Nama : Gabungan Koperasi Pegawai Republik Indonesia (GKPRI) Propinsi Jawa Timur.

Alamat : Jalan Pasar Besar Nomor 38 Kecamatan Bubutan Kota Surabaya Propinsi Jawa Timur.

Sebagai : Pemohon I.

2. Nama : Pusat Koperasi Unit Desa (PUSKUD) Jawa Timur. Alamat : Jalan Kemayoran Baru Nomor 15 Kota Surabaya. Sebagai : Pemohon II.

3. Nama : Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) Jawa Timur. Alamat : Jalan Balearjosari Nomor 38 Malang.

Sebagai : Pemohon III.

4. Nama : Pusat Koperasi An-nisa’ Jawa Timur.

(44)

Sebagai : pemohon IV.

5. Nama : Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur.

Alamat : Jalan Plampitan VIII Nomor 38 Kelurahan Peneleh Kecamatan Genteng Kota Surabaya.

Sebagai : Pemohon V.

6. Nama : Gabungan Koperasi Susu Indonesia.

Alamat : Jalan Raya Lebaksari Kecamatan Pandaan Kabupaten Pasuruan, Sebagai : Pemohon VI.

7. Nama : Agung Haryo.

Jabatan : Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Universitas Negeri Malang, sebagai pemohon VII.

Alamat : Jalan Candi IV C/225 RT 008/006 Karangbesuki Kecamatan Sukun, Jawa Timur.

Sebagai : Pemohon VII. 8. Nama : Mulyono.

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Telkom.

Alamat : Jalan Pemuda Gang Yakub 27 Bojonegoro, Jawa Timur. Sebagai : Pemohon VIII.

(45)

1) Susunan Majelis Hakim

Hakim Anggota: Arief Hidayat, Ahmad Fadlil Sumadi, Muhammad Alim, dan Hakim Ketua: Hamdan Zoelva.

2) Pendapat Hakim

a. Hakim Anggota Arif Hidayat

Berpendapat bahwa hal yang ditonjolkan dalam perumusan pengertian koperasi adalah mengenai siapa koperasi itu, atau dengan perkataan lain, rumusan yang mengutamakan koperasi dalam persepektif subjek atau sebagai pelaku ekonomi, yang merupakan sebagian dari sistem ekonomi. Untuk maksud tersebut dirumuskan dengan kata atau frase, perkumpulan, organisasi ekonomi, atau organisasi ekonomi rakyat. Atau paling tidak dalam undang-undang sebelum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 koperasi dirumuskan sebagai “badan

usaha”. Rumusan tersebut sangat berbeda dengan Pasal 1 angka (1) Undang

-Undang Nomor 17 Tahun 2012, yang menyatakan bahwa koperasi adalah “Badan

Hukum”. Rumusan bahwa koperasi adalah badan hukum tidak mengandung

pengertian substantif mengenai koperasi sebagaimana dimaksud Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 dan penjelasannya yang merujuk pada pengertian sebagai bangunan perusahaan yang khas. Dengan demikian, menurut Mahkamah, dalil pemohon bahwa pengertian koperasi dalam pasal tersebut mengandung individualisme,

sehingga dalil permohonan para pemohon a quo beralasan menurut hukum.

b. Hakim Anggota Ahmad Fadlil Sumadi

(46)

salah satu pelaku ekonomi bukanlah suatu entitas yang statis, melainkan dinamis. Dinamika koperasi yang sehat akan membentuk daya tahan koperasi dan juga akan membawa kemajuan bagi pelaku ekonomi yang lain. Pemberian imbalan kepada pengawas serta gaji dan tunjangan kepada pengurus merupakan hak dan kewenangan RAT sebagai mekanisme kedaulatan para anggota koperasi untuk menentukan. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum.

(47)

c. Hakim Anggota Muhammad Alim

Pengertian koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, filosofinya telah ternyata tidak sesuai dengan hakekat susunan perekonomian sebagai usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat di dalam Pasal 33 ayat (1) UUD 1945. Pengertian koperasi telah dielaborasi dalam pasal-pasal lain di dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, sehingga di suatu sisi mereduksi atau bahkan menegaskan hak dan kewajiban anggota dengan menjadikan kewenangan pengawas terlalu luas, dan skema permodalan yang mengutamakan modal materiil dan finansial yang mengesampingkan modal sosial yang justru menjadi ciri fundamental koperasi sebagai suatu entitas khas pelaku ekonomi berdasarkan UUD 1945. Pada sisi lain koperasi menjadi sama dengan Perseroan Terbatas, sehingga hal demikian telah menjadikan koperasi kehilangan ruh konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang berfilosofi gotong royong.

(48)

Berdasarkan seluruh pertimbangan di atas dan untuk menghindari kevakuman hukum di bidang koperasi yang dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan maka untuk sementara waktu, sebelum terbentuknya undang-undang tentang perkoperasian sebagai pengganti Undang-Undang a quo maka demi kepastian hukum yang adil, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian berlaku untuk sementara waktu.

3) Amar Putusan Mahkamah Konstitusi

a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

(49)

B. Pendirian Koperasi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Pekoperasian

1. Kronologi Pembahasan Uundang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Tahun 2000, Kementerian Koperasi dan UKM menyusun Naskah Akademis (NA) tentang undang-undang koperasi. Pada tanggal 21 Desember 2000 berdasarkan Surat Sekertaris Kabinet (Seskab) Nomor B.1034/Seskab/12/2000 tanggal 21 Desember 2000, Presiden memberikan persetujuan ijin prakarsa untuk menyusun RUU perubahan atas undang-undang tentang perkoperasian. Penyusunan RUU tersebut melibatkan para pakar koperasi, pakar ekonomi, pakar hukum, akademisi, praktisi perkoperasian, gerakan koperasi, dan lembaga atau instasi terkait.

Pada tanggal 1 September 2010, berdasarkan surat Presiden Nomor R-69/Pres/09/2010 tanggal 1 September 2010 perihal Rancangan Undang-Undang tentang Koperasi, pemerintah menyampaikan naskah RUU koperasi kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Naskah RUU tersebut terdiri atas 15 BAB dan 124 Pasal. Rapat kerja dilakukan sebanyak enam kali, mulai 13 Desember 2010, 30 Juni 2011, 29 September 2011, 20 Oktober 2011, 26 Januari 2012, dan 21 Februari 2012. Pada rapat kerja DPR tanggal 13 Desember 2010, RUU koperasi disetujui untuk dibahas di DPR.

(50)

tanggal 1-3 Oktober 2012. Rapat paripurna DPR RI menyetujui RUU Tentang Perkoperasian. Disahkan sebagai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian dan diundangkan dalam Berita Negara pada tanggal 30 Oktober 2012.1

2. Landasan, Asas, dan Tujuan

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Koperasi berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tatanan perekonomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.

3. Tata Cara Pendirian Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.

Pendirian koperasi harus memenuhi persyaratan, sebagai berikut:

1. Koperasi Primer didirikan oleh paling sedikit dua puluh orang perseorangan dengan memisahkan sebagian kekayaan pendiri atau anggota sebagai modal awal koperasi.

2. Koperasi sekunder didirikan oleh paling sedikit tiga koperasi primer.

3. Koperasi mempunyai tempat kedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.

4. Wilayah keanggotaan koperasi ditentukan dalam anggaran dasar. 5. Tempat kedudukan sekaligus merupakan kantor pusat koperasi. 6. Koperasi mempunyai alamat lengkap di tempat kedudukannya.

7. Dalam semua surat menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh koperasi,

1

Setyo Heriyanto, Sosialisasi Undang-Undang nonor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian,

(51)

barang cetakan, dan akta dalam hal koperasi menjadi pihak harus disebutkan nama dan alamat lengkap.

8. Pendirian koperasi dilakukan dengan akta pendirian koperasi yang dibuat oleh notaris dalam bahasa Indonesia.

9. Akta pendirian koperasi memuat anggaran dasar dan keterangan yang berkaitan dengan pendirian koperasi

10. Keterangan tersebut memuat sekurang-kurangnya:

a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan , pendiri perseorangan atau nama, tempat kedudukan dan alamat lengkap, serta tanggal pengesahan badan hukum koperasi pendiri bagi koperasi sekunder, dan

b. susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, tempat tinggal, dan pekerjaan pengawas dan pengurus yang pertama kali diangkat.

11. Dalam pembuatan akta pendirian koperasi, seorang pendiri dapat diwakili oleh pendiri lain berdasarkan surat kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan.

12. Permohonan akta pendirian koperasi, diajukan secara tertulis oleh para pendiri secara bersama-sama atau kuasanya kepada Menteri untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum

(52)

4. Perikatan Dalam Koperasi.

Koperasi sebagai subyek hukum, tetapi bukan mahluk hidup seperti manusia, melainkan adalah badan hukum. Berbeda dengan manusia yang bertindak sendiri, koperasi sekarang sebagai badan hukum merupakan subyek

hukum mandiri, tetapi pada dasarnya adalah “orang ciptaan hukum” (artificial

person), yang hanya dapat melakukan perbuatan hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum dengan perantaraan manusia selaku wakil.2 Koperasi mempunyai perangkat organisasi yang terdiri atas rapat anggota, pengawas dan pengurus.

a. Rapat Anggota

Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi. Rapat anggota berwenang:

(1). Menetapkan kebijakan umum koperasi; (2). Mengubah anggaran dasar;

(3). Memilih, mengangkat, dan memberhentikan pengawas dan pengurus; (4). Menetapkan rencana kerja, rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi;

(5). Menetapkan batas maksimum pinjaman yang dapat dilakukan oleh pengurus untuk dan atas nama koperasi;

(6). Meminta keterangan dan mengesahkan pertanggungjawaban pengawas dan pengurus dalam pelaksanaan tugas masing-masing;

(7). Menetapkan pembagian selisih hasil usaha;

(8). Memutuskan penggabungan, peleburan, kepailitan, dan pembubaran koperasi

2

(53)

(9). Menetapkan keputusan lain dalam batas yang ditentukan oleh undang-undang

b. Pengawas

(1). Pengawas bertugas;

a. mengusulkan calon pengurus;

b. memberi nasehat dan pengawasan kepada pengurus

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan pengelolaan koperasi yang dilakukan oleh pengurus;

d. melaporkan hasil pengawasan kepada rapat anggota. (2). Pengawas berwenang:

a. menetapkan penerimaan dan penolakan anggota baru, serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar.

b. meminta dan mendapatkan segala keterangan yang diperlukan dari pengurus dan pihak lain yang terkait;

a. mendapatkan laporan berkala tentang perkembangan usaha dan kinerja koperasi dari pengurus;

b. memberikan persetujuan atau bantuan kepada pengurus dalam melakukan perbuatan hukum tertentu yang ditetapkan dalam anggaran dasar;

(54)

C. Pengurus

(1). Pengurus bertugas :

a. mengelola koperasi berdasarkan anggaran dasar; b. mendorong memajukan usaha koperasi;

c. menyusun rancangan rencana kerja serta rencana anggaran pendapatan dan belanja koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;

d. menyusun laporan keuangan dengan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas untuk diajukan kepada rapat anggota;

e. menyusun rencana pendidikan, pelatihan dan komunikasi koperasi untuk diajukan kepada rapat anggota;

f. menyelenggarakan pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib; g. menyelenggarakan pembinaan karyawan secara efektif dan efisien; h. memelihara buku daftar anggota, buku daftar pengawas, buku daftar pengurus, buku daftar pemegang sertifikat modal koperasi, dan risalah rapat anggota;

i. melakukan upaya lain bagi kepentingan, kemanfaatan dan kemajuan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya dan keputusan rapat anggota.

(55)

anggaran dasar, bertanggung jawab penuh atas kepengurusan koperasi untuk kepentingan dan pencapaian tujuan koperasi kepada rapat anggota. Jika terjadi sengketa dimuka pengadilan, dan salah satu pihak adalah koperasi, maka koperasi sebagai badan hukum koperasi dapat juga dituntut pertanggungjawaban sendiri.

5. Tata Cara Pendirian Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian

a. Landasan Asas dan Tujuan

Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 serta berdasar atas asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan Undang – Undang Dasar 1945.

b. Persyaratan Pembentukan Koperasi

Seperti diketahui bahwa koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang perorangan atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Dari difinisi di atas dapat kita simpulkan bahwa cara dan syarat pendirian koperasi sebagai berikut : 3

a. Orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama.

b. Memiliki tujuan yang sama.

3

(56)

c. Memenuhi syarat wilayah tertentu.

d. Telah membuat konsep dasar anggota koperasi.

Pemrakarsa pembentukan koperasi mengundang anggotanya untuk rapat pada pendirian koperasi, selanjutnya konsep anggaran dasar koperasi telah dipersiapkan lebih dahulu oleh panitia pendiri dan disahkan dalam rapat pendirian, dimana dibentuk pengurus dan pengawas.

Selanjutnya pengurus koperasi sekaligus pendiri, berkewajiban mengajukan pengesahan pada pejabat yang berwenang, dengan melampirkan akta pendirian koperasi dan berita acara rapat pendirian. Dalam akta pendirian tersebut berisikan anggaran dasar koperasi yang telah disahkan dalam rapat pendirian dengan mencantumkan nama- nama anggota pengurus yang diberi wewenang melakukan pengurusan. Selanjutnya dalam jangka waktu paling lama tiga bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang berwenang wajib mendirikan keputusan diterima atau ditolak pengesahan tersebut. Jika ditolak wajib diberitahu secara tertulis alasan- alasan penolakan dan selanjutnya pendiri boleh mengajukan permohonan pengesahan ulang dalam jangka waktu satu bulan. Status koperasi menjadi badan hukum pada saat mendapat pengesahan, yaitu dengan diumumkannya akta pendirian koperasi dalam Berita Negara Republik Indonesia. Dengan disahkannya sebagai badan hukum, maka koperasi mempunyai status sebagai badan hukum yang dapat melakukan perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

(57)

Pembentukan koperasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Koperasi primer dibentuk sekurang-kurangnya dua puluh orang 2. Koperasi sekunder dibentuk sekurang-kurangnya tiga koperasi.

3. Koperasi mempunyai kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia.

4. Anggaran dasar koperasi harus memuat unsur-unsur:

a. Disetujui oleh para pendiri dalam rapat pembentukan koperasi. b. Memuat ketentuan-ketentuan pokok saja yang merupakan dasar

bagi tata kehidupan oegenisasi koperasi, dan hal-hal yang dimuat dalam anggaran dasar tersebut harus disusun secara ringkas, singkat dan jelas serta mudah dimengerti oleh siapapun.

c. Isi dan cara penyusunan anggaran dasar tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Maksud dan tujuan anggaran dasar koperasi

a. Untuk menunjukkan adanya kejelasan tentang tata kehidupan organisasi koperasi yang bersangkutan

b. Untuk memudahkan tercapainya sasaran yang dikehendaki oleh para pendiri sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembentukan organisasi koperasi.

(58)

d. Untuk memberikan kepastian hukum bahwa benar-benar telah terbentuk suatu organisasi koperasi yang berbadan hukum, yang berhak melaksanakan kegiatan usaha di berbagai bidang.

e. Sebagai dasar bagi penyusunan peraturan lainnya yang berlaku untuk dan dalam lingkungan koperasi yang bersangkutan, seperti anggaran rumah tangga dan peraturan khusus lainnya.

6. Kegunaan Anggaran Dasar

a. Menjamin ketertiban organisasi, karena fungsi, tugas dan tata kerja dari alat-alat perlengkapan organesasi koperasi sudah dirumuskan dalam pasal-pasal anggaran dasar.

b. Mencegah adanya kesewenang-wenangan dari para pelaksana koperasi, baik oleh anggota, pengurus, pengawas maupun dari karyawan koperasi. Pengaturan untuk masing-masing alat perlengkapan organisasi dimuat dalam anggaran dasar koperasi, sehingga jelas kedudukan tugas dan kewajiban masing-masing. c. Sebagai jaminan bagi pihak lain, misalnya dalam rangka kerjasama

dalam bidang usaha, permohonan kredit kepada bank dan lainnya, yang membuktikan akan kejelasan dan teraturnya organisasi koperasi yang bersangkutan.

7. Cara Menyusun Anggaran Dasar

(59)

koperasi dan memenuhi syarat keanggotaan serta mendaftarkan diri menjadi anggota koperasi.

b. Dalam membahas dan menyusun anggaran dasar harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Isi atau materi yang akan dituangkan dalam anggaran dasar tersebut harus sesuai dengan tujuan dan kebutuhan serta kepentingan anggota yang akan mendirikan koperasi, serta tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan dibidang perkoperasian dan peraturan perundang-undangan lainnya.

2) Setiap hal yang akan dituangkan dalam anggaran dasar harus dapat dimengerti dan dapat dilaksanakan oleh para anggota dan semua alat perlengkapan organisasi koperasi yang bersangkutan. 3) Semua pendiri harus sepakat dan menyetujui isi/materi yang akan dituangkan dalam anggaran dasar koperasi sebelum anggaran dasar tersebut diproses oleh kuasa pendiri untuk domohonkan pengesahan kepada pejabat yang berwenang untuk mengesahkan akta pendirian koperasi.

(60)

akta pendiriannya, yang selanjutnya diajukan kepada pejabat yang berwenang dalam rangka memperoleh pengesahan akta pendirian dan sekaligus badan hukumnya.

8. Isi anggaran dasar koperasi a. Daftar nama pendiri

b. Nama dan tempat kedudukan

c. Maksud dan tujuan serta bidang usaha d. Ketentuan mengenai keanggotaan e. Ketentuan mengenai rapat anggota f. Ketentuan mengenai pengelolaan g. Ketentuan mengenai permodalan

h. Ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya i. Ketentuan mengenai sisa hasil badan usaha j. Ketentuan mengenai sanksi

6. Akta Pendirian Koperasi Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013aa

(61)

tanggal 29 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 28 Mei 2012 tetap sah dan mengikat.

Koperasi yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian tetap sah secara hukum karena Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 Tentang Perkoperasian pernah berlaku sebagai hukum positif, dengan adanya keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013 maka koperasi harus menyesuaikan kembali anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan beraturan pelaksananya. Bagi koperasi yang akan didirikan saat ini harus menggunakan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan peraturan pelaksananya.

Gerakan koperasi diharapkan mampu mengembangkan diri agar tetap bisa melayani kepentingan anggota, juga mampu berperan menjadi pilar kehidupan ekonomi negara dan bangsa Indonesia. Gerakan koperasi harus mampu menjaga prinsip-prinsip kemandirian, kekeluargaan dan keadilan.

7. Akibat Hukum Dari Perikatan Koperasi Setelah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 028/PUU-XI/2013

(62)
(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

Adapun metode penelitian yang digunakan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Jenis dan Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau implementasinya.

Tipe Penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.

2. Pendekatan Masalah

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan tanah (soil) berarti bahan atau material di permukaan atau di bawah permukaan yang menyusun dan membentuk lahan di permukaan bumi. Berdasarkan pengertian tersebut,

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai kecerdasan emosional dan perilaku belajar terhadap tingkat pemahaman akuntansi, untuk mendapatkan

KEPUTUSAN CATUR PUSINGAN PERTAMA DAN PUSINGAN KEDUA SILA RUJUK LAMPIRAN... Name

Pariwisata adalah aktifitas manusia yang dilakukan secara sadar, yang mengadakan pelayanan secara bergantian diantara orang-orang dalam suatu negara itu sendiri atau di luar

Scoot (2003) mengutarakan bahwa manajer memiliki 4 pola dalam melakukan pengelolaan atas laba: 1) Taking a bath, apabila perusahaan melaporkan adanya kerugian,

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa terjadi perubahan situs metilasi antara ortet normal dan ES kotiledon abnormal.. Hasil analisis RP-HPLC menunjukkan bahwa

(Geothermal).Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Desa Sapoo, Kabupaten Sigi dengan menggunakan metode geomagnet dapat disimpulkan bahwa gradien

Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu daerah penghasil jeruk nipis di Sumatera Barat dengan petani yang dahulunya menanam jeruk nipis sebagai usaha tanaman pekarangan