• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KELIMPAHAN FITOPLANKTON BERBAHAYA (HABs) TERHADAP TINGKAT KEMATIAN IKAN YANG DIBUDIDAYAKAN DI KARAMBA JARING APUNG PANTAI RINGGUNG TELUK LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KELIMPAHAN FITOPLANKTON BERBAHAYA (HABs) TERHADAP TINGKAT KEMATIAN IKAN YANG DIBUDIDAYAKAN DI KARAMBA JARING APUNG PANTAI RINGGUNG TELUK LAMPUNG"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

EFFECT OF HARMFUL ALGAL BLOOMS (HABs) FOR FISH MORTALITY ON CAGE CULTURE IN RINGGUNG BEACH

LAMPUNG BAY

By ADE IRAWAN

Fish mortality in the Lampung Bay not only affects wild fish, but also farmed fish in cages, especially Ringgung Beach. The fish deaths allegedly caused by harmful algal blooms that occur due to increased input contaminants from both natural and anthropogenic sources. Natural sources come from fish feed, feces and urine of farmers who stay at the location of cages. While chemical contaminants derived from waste and other chemicals used cultivators.

This study aims to analyze the influence of harmful algal blooms (HABs) the amount and frequency of fish mortality in cage culture Ringgung Beach Lampung Bay. The results of this study are expected to provide information about the harmful algal that causes the fish mortality. With so may be a reference as an attempt to optimize the yield of farmed fish. The study was conducted at three research stations based on the density of cage culture. Cage culture first station is a solid, the second station is nothing cage culture, and the third station is a rare cage culture.

The results of the study found 33 species of phytoplankton. 14 species have potential as HABs could the fish mortality, they are Cerataulina bergonii, Nitzschia lanceolata, Pirodinium bahamense, and Pseudo-nitzchia of Bacillariophyceae group; Ceratium furca, Ceratium tripos, Dinophysis homunculus, Gonyaulax apiculata, Gymnodinium, Noctiluca scintilans, Prorocentrum lima, Protoperidinium, and Cochlodinium of Dinophyceae group; and Trichodesmium erythraeum of Cyanophyceae group. With a burst rate of different populations. Of the 14 species, the highest is Cochlodinium explosion that reached 63.738 cells/ liter. The population explosion occurred on June 19, 2013 at 3 stations that allegedly caused 20 fish mortality in the cages. On that date, the lowest DO is 4.42. Compared to two other stations are 5.31 at station 1 and 5.24 at station 2.

(2)

waters obtained in the high category with a value above 0.5 or close to 1, which indicates that the spread of the individual of any kind relatively evenly. Except at station 3 which has a relatively low value (0.228 on June 19, 2013, 0.291 on June 26, 2013, and 0.446 on July 3, 2013).

Effect of HABs on the fish mortality rate is indicated by regression analysis. Correlation coefficient at station 1 shows the value of 0.5208. While on station 2 shows 0.6937. Harmful algal blooms affect fish mortality in cage culture Ringgung Beach. They have triggered reduced oxygen levels in the water that could potentially cause the mortality of wild fish and on cage culture.

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Unsur Hara ... 6

B. Fitoplaknton ... 7

C. Fitoplankton Berbahaya ... 8

(8)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ... 13

B. Bahan dan Alat ... 14

C. Metode ... 14

D. Pengolahan Data ... 15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 16

1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 16

2. Keanekaragaman dan Keseragaman Fitoplankton ... 17

3. Tingkat Kematian Ikan ... 19

B. Pembahasan... 21

1. Fitoplankton Berbahaya ... 21

2. Keanekaragaman Fitoplankton ... 23

3. Keseragaman Fitoplankton ... 23

4. Hubungan Fitoplankton Berbahaya dengan Tingkat Kematian Ikan ... 24

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 29

B. Saran ... 30

(9)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Alat yang digunakan dalam Teknik Sampling Plankton ... 14 2. Kisaran Kualitas Air di Lokasi Penelitian ... 16 3. Kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun berdasarkan

waktu penelitian ... 17 4. Keanekaragaman fitoplankton pada masing-masing stasiun berdasarkan waktu penelitian ... 18 5. Indeks Keseragaman Fitoplankton pada masing-masing stasiun

berdasarkan waktu penelitian ... 19 6. Tingkat Kematian Ikan pada masing-masing stasiun berdasarkan

(10)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Distribusi pakan pada ikan ... 3

2. Bagan alir perumusan masalah ... 4

3. Pseudonitzschia spp. ... 9

4. Peta stasiun lokasi penelitian ... 13

5. Grafik kelimpahan fitoplankton pada masing-masing stasiun berdasarkan waktu penelitian ... 17

6. Beberapa fitoplankton potensial HABs yang ditemukan pada penelitian ... 18

7. Indeks Keanekaragaman Fitoplankton pada masing-masing stasiun berdasarkan waktu penelitian ... 18

8. Indeks Keseragaman Fitoplankton pada masing-masing stasiun berdasarkan waktu penelitian ... 19

9. Tingkat Kematian Ikan di Karamba pada Masing-masing stasiun berdasarkan waktu penelitian ... 19

10. Hasil Regresi Stasiun 1 yang menggambarkan pengaruh kelimpahan HABs terhadap tingkat kematian ikan di KJA Pantai Ringgung ... 20

(11)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya ikan merupakan kegiatan pemeliharaan ikan dalam lingkungan yang

terkontrol. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan salah satunya adalah

pemberian pakan.Manajemen pemberian pakan yang kurang tepat akan

berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

akumulasi unsur hara yang masuk ke dalam area budidaya. Selain itu kondisi

lingkungan yang sering berubah seiring dengan pemanasan global.Perubahan

lingkungan karena alam atauperilaku manusia dapat memicuterjadinya ledakan

populasi fitoplankton yang terkenal dengan sebutan“Harmful Algal Blooms

(HABs).

(12)

2

beberapa jenis fitoplankton dapat berdampak negatif. Karena jika fitoplankton berbahaya ada di dalam budidaya maka akan mengganggu keberlangsungan ikan budidaya.

Salah satu pantai di Teluk Lampung yang digunakan untuk budidaya ikan adalah Pantai Ringgung.Fenomena Harmful Algal Blooms (HABs) di Perairan Teluk Lampung pernah terjadi pada tanggal 17 Oktober 2012 sekitar pukul 09.00di sejumlah titik(Mu’awwanah, 2012).Kondisi perairan diawali dengan perubahan warna air laut menjadi cokelat kemerahan diikuti dengan kematian ikan secara massal. Tidak hanya kematian ikan-ikan liar, melainkan ikan yang dipelihara dalam karamba juga.Perubahan warna air laut menjadi cokelat kemerahan ini diakibatkan oleh blooming plankton Cochclodinium polykrikoides.Fenomena serupa pernah terjadi di dekat Pantai Ringgung Teluk Lampung, tepatnya di Teluk Hurun.Hasani, et al.(2012) menduga bahwa terjadinya berbagai ledakan fitoplankton dapat terjadi akibat peningkatan masukan bahan-bahan pencemar baik dari sumber alami maupun antropogenik.

(13)

3

B. Perumusan Masalah

Kegiatan usaha budidaya ikan tidak terlepas dari manajemen pemberian pakan. Jumlah pakan yang diberikan, hanya sekitar 59,5% yang dimakan oleh ikan dan 19% digunakan untuk metabolisme bagi pertumbuhan ikan (lihat gambar 1). Pakan yang tidak termakan dan sisa metabolisme akan meningkatkan unsur hara di perairan, sehingga terjadi pengayaan nutrien dan bahan organik dalam kolom air. Pengayaan nutrien dalam kolom air dapat meningkatkan pertumbuhan fitoplankton, sehingga akan terjadi ledakan fitoplankton yang juga dapat memicu kemunculan fitoplankton berbahaya.Beberapa jenis fitoplankton dari kelompok Diatome dan Dinoflagellata dapat berbahaya dan merusak ekosistem perairan dalam kondisi berlimpah dan menghasilkan racun. Racun yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian ikan.

Gambar. 1 Distribusi pakan pada ikan (sumber www.scotland.gov.uk)

(14)

4

Gambar 2. Bagan alir perumusan masalah

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kelimpahan fitoplankton yang berpotensi sebagai fitoplankton berbahaya (HABs)di sekitar lokasi budidaya dalam KJA Pantai Ringgung Teluk Lampung.

2. Menganalisis pengaruhkemunculan fitoplankton berbahaya (HABs) terhadaptingkat kematian ikan dalam Karamba Jaring Apung di Pantai Ringgung Teluk Lampung.

Budidaya Ikan di KJA

Pemberian Pakan

59,5% termakan 40,5% tidak termakan

Pertumbuhan Ikan

Pertumbuhan Fitoplankton 40,5% menjadi

feses 19% metabolisme

Fitoplankton Berbahaya

Kematian Ikan eutrofikasi

Limbah di pantai dari daratan

(15)

5

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan informasi tentang fitoplankton berbahaya yang menyebabkan kematian ikan. Dengan begitu dapat menjadi acuan sebagai upaya dalam optimalisasi hasil panen ikan budidaya.

E. Hipotesis

H0 = Tidak ada pengaruh kemunculan fitoplankton berbahaya (HABs) terhadap tingkat kematian ikan

(16)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Unsur hara

Faktor utama pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton adalah ketersediaan zat hara dan sinar matahari.Sebagai produsen primer, fitoplankton membutuhkan zat hara dalam bentuk senyawa anorganik, seperti nitrogen dan fosfat. Dalam kondisi zat hara yang berlimpah dan ditunjang oleh faktor lingkungan lain yang optimal, fitoplankton dapat tumbuh sangat melimpah. (Mulyasari,et al.,2003).Sebagai contoh, proses pengkayaan zat hara yang berasal dari upwelling, sumber antropogenik dan masukan air sungai menyebabkan peningkatan pertumbuhan fitoplankton di lingkungan pesisir (Risamasu, 2011). Hasani, et al.(2012) menyatakan bahwa peningkatan kadar nitrat dapat mengakibatkan peningkatan kelimpahan total fitoplankton.

Harmful Algal Blooms (HABs) adalah suatu fenomena blooming fitoplankton toksik di suatu perairan yang dapat menyebabkan kematian biota lain. Peningkatan nutien akan mempengaruhi tingkat kesuburan perairan dan dapat menyebabkan peningkatan kelimpahan plankton (Mu’awwanah,et al.,

2008).Mulyasari,et al. (2003) menyatakan terjadinya blooming fitoplankton mikroskopis yang hidup di lingkungan perairan dapat menimbulkan dampak

negatif.Blooming fitoplankton dapat menyebabkan kematian ikan akibat

(17)

7

Zat hara yang umum menjadi perhatian di lingkungan perairan adalah fosfor dan nitrogen. Kedua faktor ini memiliki peran penting bagi pertumbuhan fitoplankton atau alga yang biasa digunakan sebagai indikator kualitas air dan tingkat kesuburan suatu perairan (Risamasu, 2011). Konsentrasi nutrient yang terkandung dalam air permukaan tropis yang menyebabkan pertumbuhan alga yang sangat pesat (algal bloom) adalah:200 – 1000 μgL-1 untuk fosfat dan 30 – 40 mgL-1 untuk nitrat (Zulfiyah, 2009)

B. Fitoplankton

Fitoplankton adalah tumbuhan mikroskopik (bersel tunggal, berbentuk filamen atau berbentuk rantai) yang menempati bagian atas perairan (zona fotik)laut terbuka dan lingkungan pantai.Walaupun bentuk uniseluler/bersel tunggal meliputi hampirsebagian besar fitoplankton, beberapa alga hijau dan alga biru-hijau ada yangberbentuk filament (Sunarto, 2008).Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya mengapung atau melayang dilaut.Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat oleh mata telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 – 200µm (1 µm = 0,001mm). fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada yang berbentuk rantai(Prasstio, 2010).

(18)

8

dalam suatu perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif bagi ekosistem perairan, seperti berkurangnya oksigen di dalam air yang dapat menyebabkan kematian berbagai makhluk air lainnya (Damar, 2006).

C. Fitoplankton berbahaya

Berkembangnya jenis fitoplankton berbahaya lebih umum dikenal dengan istilah Harmful Algal Blooms (HABs).Peningkatan populasi fitoplankton secara berlebihan dapat terjadi karena kondisi lingkungan yang mendukung. Ledakan populasi fitoplankton yang diikuti dengan keberadaan jenis fitoplankton beracun akan menyebabkan ledakan populasi alga berbahaya HABs (Agustina, 2005). Beberapa fitoplankton berbahaya diantaranya adalah dari golongan Dinoflagellata dan Diatomae yang jika mengalami ledakan populasi maka dapat menimbulkan fenomena yang disebut pasang merah (red tide).Dampak negatif yang ditimbulkan oleh adalah terjadinya kematian massal biota laut, perubahan struktur komunitas ekosistem perairan, keracunan dan kematian pada manusia (Wiadnyana, 1996).

(19)

9

Fitoplankton berbahaya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok anoxius (menghabiskan kandungan oksigen di perairan), beracun (toxic), dan perusak pernapasan(Wiadnyana, 1996).Lima spesies HABs yang paling banyak ditemukan berasal dari kelas Dinophyceae.Hal ini dikarenakan Dinophyceae dapat membentuk kista (cyst) sebagai tahap istirahat, kista ini mengendap di dasar laut dan istirahat sampai kondisi lingkungan mendukung kembali untuk tumbuh.Anggota dari kelompok ini diketahui paling banyak mempunyai jenis-jenis toksik.Nitzschia sp. (Gambar. 3) merupakan spesies penyebab Amnesic Shellfish Poisoning (ASP) yang mengeluarkan toksin asam domoic (Triyanda, 2012).

Gambar.3 Pseudonitzschia spp.(sumber. www.sccoos.org)

(20)

10

kemungkinan di Pantai Ringgung Teluk Lampung terdapat fitoplankton berbahaya.Dalam budidaya di perairan sekitar Pantai Ringgung, para pembudidaya menggunakan pakan tambahan untuk pertumbuhan ikan yang dibudidayakan. Sisa-sisa pakan tersebut akan menyebabkan peningkatan unsur hara ke dalam perairan. Hal ini dapat memicu pertumbuhan fitoplankton sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan populasi fitoplankton perairan yang di luar batas maksimal fitoplankton di perairan tersebut.

D. Faktor Pemicu Blooming Alga

Faktor-faktor yang dapat memicu ledakan populasi fitoplankton berbahaya antara

lain: adanya pengayaan unsur hara atau eutrofikasi, adanya upwelling yang

mengangkat massa air kaya unsur hara, dan adanya hujan lebat dan masuknya air ke

laut dalam jumlah yang besar (Wiadnyana, 1996).

1. Eutrofikasi

Eutrofikasiadalah proses pengayaan nutrien dan bahan organik dalam jasad air (Vuilleman, 2001). Namun sebenarnya eutrofikasimerupakan proses alami, dimana perairan (danau, sungai, dan laut) menjadi sangat kaya akan nutrien, terutama nitrogen dan posfor eutrofikasi cenderungterjadi di perairan yang tergenang. Peningkatan unsur hara di perairan selain dapat menyebabkan ledakan fitoplankton, juga dapat memicu munculnya berbagai jenis fitoplankton yang beracun bagi organisme perairan (Hasaniet. al, 2012).

(21)

11

(dalam bentuk fosfat) (Nybakken, 1992).Perairan Teluk Lampung yang merupakan tumpuan aktivitas masyarakat di sekitarnya mempunyai sebaran nutrien yang berbeda dari pantai ke laut, baik secara vertikal maupun secara horizontal.Hal ini disebabkan oleh masukan-masukan nutrien dari daratan yang diterima oleh masing-masing zona berbeda(Yuliana et al, 2001).

2. Upwelling

Upwelling sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi ledakan alga, dapat didenfinisikan sebagai peristiwa menaiknya massa air laut dari lapisan bawah ke permukaan (dari kedalaman 150 – 250 meter) karena proses fisik perairan.Proses upwelling terjadi karena kekosongan massa air pada lapisan permukaan, akibat terbawa ke tempat lain oleh arus. Upwelling dapat terjadi di daerah pantai dan di laut lepas.Di daerah pantai, upweling dapat terjadi jika massa air lapisan permukaan mengalir meninggalkan pantai(Makmur, 2008).

Proses upwelling merupakan fenomena alam yang sering terjadi di perairan laut, khususnya di perairan laut di daerahkhatulistiwa. Secara teoritis terjadinya proses upwelling karena adanya pengaruh angin dan adanya proses divergensiEkman. Secara teoritis angin mengakibatkan terjadinya arus horisontal yang bergerak di permukaan perairan laut. Angin tersebut juga dapat mengakibatkan pergerakan massa air yang disebut taikan atau penaikan air (upwelling) dansasapan atau penyasapan/ penenggelaman air (downwelling).

(22)

12

massa air dengan unsur hara yangberkonsentrasi tinggi yang ada dibawah permukaan (Sediadi, 2004).Proses taikan air (upwelling) yang terjadi di suatu perairan akan mempengaruhi kondisi kehidupan fitoplankton,hidrologi dan pengayakan nutrisi di perairan tersebut.

(23)

13

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan padatanggal 29Mei sampai dengan3 Juli 2013berlokasidi perairan Pantai Ringgung Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung.Penentuan stasiun penelitian berdasarkan kepadatan KJA.Stasiun pertama adalah KJA yang padat, stasiun keduayang tidak ada aktivitas KJA, dan stasiun yang ketiga adalah KJA yang jarang.Pengambilan sampel air dari masing-masing stasiunmenggunakan jala plankton.Kemudian sampel air tersebut diidentifikasi fitoplanktonnya di Laboratorium Kualitas Air Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung menggunakan mikroskop.

(24)

14

B. Bahandan Alat

Bahan yang digunakan dalam pengambilan data dan penelitian diantaranya formalin, sampel air dan fitoplankton.Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data dan penelitian ini disajikan dalam Tabel 1 seperti di bawah ini: Tabel 1. Alat yang digunakan dalam Teknik Sampling Plankton

No Alat Ketelitian Kegunaan

1. Botol Plastik 100 ml - Untuk tempat penyimpanan sample plankton 2. Jala Plankton - Menyaring plankton

3. Kertas label - Memberi tanda pada sampel 4. Termometer 10C Mengukur suhu air dan udara 5. Refraktometer 1‰ Mengukur salinitas air 6. 7. Cakram Secchi Fotosounder 1 cm -

Mengukur kecerahan air Mengukur kedalaman air

8. Buku identifikasi - Untuk mengidentifikasi plankton

9. Sadgwick Raffter - Untuk menghitung plankton

10. Gelas Penutup - Untuk menutup sadgwick Rafter

11. Mikroskop - Untuk mengamati sampel fitoplankton

12. Alat pengukur arus - Untuk mengukur kecepatan arus

C. Metode

Dalam pengambilan data sampel plankton dilakukan secara aktif dengan menggunakan plankton net no 20. Agar penarikan sampel plankton dapat mewakili fitoplankton pada berbagai kedalaman, penarikan jala plankton dilakukan secara vertikal dari dasar menuju permukaan perairan (Hasani, et al., 2012).Setelah penarikan jala plankton selesai, jala plankton dibilas dengan mengusap jaring agar semua plankton masuk ke dalam botol penampung/bucket. Kemudiankeran botol penampung dibuka, sampel plankton yang tersaring dimasukkan ke dalam botol film.

(25)

15

secara tetap setiap pekan.Sampel fitoplankton diidentifikasi menggunakan buku identifikasi dari Wickstead (1965) dan Yamaji (1976).

Perhitungan plankton dilakukan di laboratorium menggunakan mikroskop dengan bantuan Sadgwick-rafter counting chamber.Parameter kualitas perairan seperti salinitas, suhu, DO, kecerahan, dan arus juga diukur. Selain itu juga, dicatat jumlah ikan yang mati dalam KJA. Data diperoleh dengan cara wawancara kepada pembudidaya.

D. Pengolahan Data 1. Kelimpahan Plankton

Penentuan kelimpahan plankton dihitung dengan menggunakan rumus Sachlan dan Effendie (1972) dalam Dianthani (2003), sebagai berikut:

) 1 ( ) ( Vs x Vo Vr n N

Dimana : N = Jumlah sel per liter (sel/l)

N = Jumlah sel yang diamati atau didapat Vr = Volume air tersaring (ml)

Vo = Volume air yang diamati (ml) Vs = Volume air yang disaring (l)

Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan Shannon Indeks diversity sebagai petunjuk pengolahan data.

) ln( ) ( ' N ni N ni H

Dimana: S =Jumlah seluruh spesies Ni =Jumlah individu/spesies N =Jumlah Individu keseluruhan

H’ = Indeks keanekaragaman

(26)

16

max ' H

H

e =

LnS H'

Dimana: S = Jumlah seluruh spesies H max = Keanekaragaman maksimum e = Indeks keseragaman

2. Dilakukan penentuan fitoplankton yang termasuk HABs dengan mengacu pada

Brusle’ (1995), Romiharto & Juwana (2001), Praseno (2000), Kimet al. (2002), dan Sidharta (2005).

(27)

29

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari penelitian ditemukan sebanyak 33 jenis firoplankton,13 jenis diantaranya potensial sebagai fitoplankton berbahaya. Kelimpahan fitoplankton tertinggi 74.532 sel/liter di stasiun 3 sedangkan kelimpahan fitoplankton terendah 8.862 sel/liter di stasiun 2.

2. Peningkatan kelimpahan fitoplankton berbahaya maka akandiikuti dengan penurunan tingkat kematian ikan. Namun pada kelimpahan tertentu makin melimpahnya fitoplankton akan diikuti dengan meningkatnya tingkat kematian ikan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan dalam upaya optimalisasi hasil panen ikan budidaya di KJA Pantai Ringgung yaitu:

(28)

30

(29)

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Farida. 2005. Studi Fitoplankton Yang Berpotensi Menyebabkan Red Tide Di Pantai Timur Surabaya. Tugas Akhir program Studi Biologi, ITS Surabaya.

Annurohim, Dian Saptarini, Devie Yanthi. 2008. Fitoplankton Penyebab Harmful

Algal Blooms (HABs) di Perairan Sidoarjo. Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 16.30. http//www//bio.its.ac.id//.

Brusle’ J. 1995. The Impact of Harmful Algal Blooms on Finfish. Mortality, Pathology and Toxicology. Prepignan cedex. France. 65pp

Damar, A. 2006 Musim Hujan dan Eutrofikasi Perairan Pesisir. Majalah Tempo. 30 November 2006.

Dewi, D. Rengganis.2012. Fitoplankton Penyebab Harmful Algae Blooms (HABs) di Perairan Teluk Jakarta. ITS. Surabaya.

Dianthani, D. 2003. Identifikasi Jenis Plankton di Perairan Muara Badak, Kalimantan Timur. Institut Pertanian Bogor.

Hasani, Qadar., E.M. Adiwilaga, N.T.M. Pratiwi 2012. The Relationship between the Harmful Algal Blooms (HABs) Phenomenon with Nutrients at Shrimp Farms and Fish Cage Culture Sites in Pesawaran District Lampung Bay. Jurnal Makara Sains XVI (3) : 183-191

Kim D, Oda T, Muramatsu T, Matsuyama Y, Honjo T. 2002. Possible factors responsible for toxicityof Cochlodinium polykrikoides, a red tide phytoplankton. Comp Biochem Physiol C Toxicol Pharmacol. Aug:132(4):415-23

Krebs, C. J. 1989. Ecologycal Methodology. Harper Collins Publisher, Inc. New York. P 357-367.

Kurniawan, Galih. 2008. Studi Ekologi Kista Dinoflagellata Spesies Penyebab HAB (harmful algal bloom) di Sedimen pada Perairan Teluk Jakarta. IPB: Bogor. Skripsi. Hal 23

(30)

Muawanah. 2012. Pasang Merah Muncul di Teluk Lampung. Koran Lampung Post. 25 Oktober 2012.

Muawanah, A. Pitoyo, N. Sari, & T. Haryono. 2008. Tingkat Sanitasi Kerang Anadara sp. di

Teluk Hurun Lampung.

http://www/rca-prpb.com/userfiles/files/bltavol5no2_2006/pertelukhurunpdf. [20 Nov’12]

Mulyasari, Rosmawaty Peranginangin, Th. Dwi Suryaningrum, dan Abdul Sari. 2003. Penelitian Mengenai Keberadaan Biotoksin pada Biota dan Lingkungan Perairan Teluk Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol. IX (5) : 39-64

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi. Gramedia. Jakarta.

Pirzan, AM dan Petrus Rani Pong-Masak. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Jurnal Biodiversitas IX (3) : 217-221

Praseno, Djoko Prawoto & Sugestiningsih. 2000. Retaid di Perairan Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi-LIPI. Jakarta. 82 hlm.

Prasstio, Harry. Biologi Laut "Plankton" dan "Fitoplankton". 11 Oktober 2010. Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 16.30. http://hostmysearch.com/

Qiptiyah, Halidah dan Rahman MA. 2008. Struktur Komunitas Plankton Di perairan Mangrove Dan Perairan Terbuka Di Kabupaten Sinjay, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam, V (2) : 137-143.

Romimohtarto, K., dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Risamasu, Fonny J.L dan Hanif Budi Prayitno. 2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat, dan Silikat di Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan September 2011 XVI (3) : 135-142

Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana, XXX (3) : 21 – 26.

Sanusi, H. S.2006. Kimia Laut (Proses Fisik Kimia dan Interaksinya Dengan Lingkungan) .FPIK-IPB. Bogor.

Sidharta, B.R. 2005. The current status of research on harmfull algal bloom (HAB) in Indonesia. Jurnal of Coastal Development. VI (2):73-85

Sediadi, Agus . 2004. Effek Upwelling terhadap Kelimpahan dan Distribusi Fitoplankton di Perairan Laut Banda dan sekitarnya. Makara Sains VIII (2) : 43-51

(31)

Triyanda, Heru. 2012. Harmful Algae Bloom. Diakses pada tanggal 20 November 2012 pukul 16.30. http://kuliahkelautan.blogspot.com.

Vuilleman M.H, Tusseau, 2001. Do food processing industries contribute to the eutrophication of aquatic systems?Ecotoxicol. Environ.

Wardhana Wisnu. 1997. Teknik Sampling, Pengawetan dan Analisis Plankton. [Jurnal] Jakarta : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

Wiadnyana, N. N., A.Sediadi, T. Sidabutar and S.A Yusuf. 1994. Bloom of the Dinoflagellata, Pyrodinium bahamense var. Compressum in Kao Bay,

North Moluccas. IOC-WEST-PAC Symposium, Bali, 22-26 November 1994.

Wiadnyana, N.N. 1996. Mikroalga Berbahaya di Indonesia. Jurnal Oseanology dan Limnology di Indonesia (29) : 15-28.

Wickstead, J. H. 1965. An Introduction To The Study of Trophical Plankton. London: Hutchinson & Co (Publishers)

Widodo, J. 1997. Biodiversitas sumber daya perikanan laut peranannya dalam pengelolaan terpadu wilayah pantai. Prosiding Simposium Perikanan Indonesia II, Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997

Yamaji, I. 1966. Illustration of the Marine Plankton of Japan. Osaka, Japan: Hoikusho

Yuliana, Enan M. Adiwilaga, dan R. F. Kaswadji. 2001. Hubungan antara Kandungan Nutrien dan Intensitas Cahaya dengan Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Lampung. Jurnal Forum Pascasarjana Vol. XXV (4) : 321-330

Gambar

Gambar. 1  Distribusi pakan pada ikan (sumber www.scotland.gov.uk)
Gambar 2. Bagan alir perumusan  masalah
Gambar.3 Pseudonitzschia spp.(sumber. www.sccoos.org)
Gambar 4. Peta stasiun  lokasi penelitian
+2

Referensi

Dokumen terkait