• Tidak ada hasil yang ditemukan

Review Roman Bumi Manusia Karya Pramoedy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Review Roman Bumi Manusia Karya Pramoedy"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Sejarah Sosial Politik Indonesia

Review Roman : Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer

Dosen : Drs. Mashuri Maschab, SU Longgina Novadona Bayo, MA

Ahmad Naufal Azizi 15/384251/SP/26963

Jurusan Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

Prolog

Di negeri ini, di rumah kita tercinta, pernah lahir sastrawan luar biasa di awal pertengahan abad ke-20, Pramoedya Ananta Toer. Kehidupan dan perjalanan menulis Pram tidaklah mulus seperti sastrawan yang hidup setelah masa reformasi. Sempat beberapa kali masuk penjara karena sikapnya yang dianggap berpandangan kiri (baca: komunis) dan tergabung dalam organisasi sayap kiri Indonesia atau yang biasa disebut Lekra.

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1 tahun pada masa orde lama, selama masa orde baru Pram juga sempat merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang.1

Meskipun separuh hidupnya berada dalam penjara, Pram tidak berhenti dari kegiatan menulis, baginya menulis adalah tugas pribadi dan nasional. Dan ia konsekuen terhadap semua akibat yang ia peroleh. Berkali-kali karyanya dibuang dan dibakar. Termasuk karya Tetralogi Buru ( Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca) yang ditulisnya dalam pengasingan di Pulau Buru juga dilarang terbit pada tahun 1981 oleh Jaksa Agung karena dianggap mengandung ajaran marxisme atau komunisme, nyatanya buku ini tidak mengajarkan tentang hal tersebut, yang ada malah tentang nasionalisme.2

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga 1992, tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, ia juga diwajibkan melapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang lebih 2 tahun.3

Di dalam roman Bumi Manusia ini, buku pertama dari Tetralogi Buru, Pram menggambarkan masa periode Kebangkitan Nasional, masa yang hampir-hampir tidak pernah dijamah oleh sastra Indonesia sebelumnya. Masa awal

1 Biografi Singkat Pramoedya Ananta Toer. https://depokinteraktif.com/headline/2012/01/biografi-singkat-pramoedya-ananta-toer-2.html

2 Resensi Novel Bumi Manusia. http://www.kompasiana.com/purnama.aris/resensi-novel-bumi-manusia-pramoedya-ananta-toer_551fd575a333112940b65db1

(3)

masuknya pengaruh pemikiran rasio dan awal pertumbuhan organisasi-organisasi modern yang juga berarti awal kelahiran demokrasi pola Revolusi Prancis. Masa dimana kehidupan seorang remaja pribumi totok bernama Minke dimulai.

Review

Minke, begitu Pram menggambarkan tokoh utama dalam ke empat jilid roman

Tetralogi Buru ini. Ditulis dan diceritakan dengan penuh kehati-hatian sewaktu menjalani proses tahanan di Pulau Buru. Bumi Manusia mengisahkan perjalanan remaja Minke yang penuh dengan tantangan dan pengorbanan di tengah kemunculan budaya modern yang juga masuk ke setiap sendi kehidupan masyarakat Hindia-Belanda pada masa itu.

Minke memang bukanlah nama asli yang Pram berikan untuk tokoh utama dalam roman tetralogi ini. Minke adalah nama samaran, bukan nama asli, hanya saat ini dirasa kurang tepat untuk menyebutkan nama itu. Latar belakang yang diambil dalam roman Bumi Manusia ini adalah kisaran tahun 1880-1899, akhir abad ke-19. Saat pemerintah kolonial bimbang dengan serangan yang tidak pernah mereka menangkan secara utuh terhadap pejuang tanah air, dan kemunculan gagasan politik etis dari pemerintah kolonial itu sendiri.

Minke adalah seorang pribumi tulen (totok) yang sangat beruntung karena bisa bersekolah di H.B.S Surabaya. Sekolah anak-anak elit Eropa, Belanda, Indo, dan hanya sedikit dari kaum pribumi dari anak-anak para bupati dan patih. Diketahui pada akhirnya bahwa Minke adalah keturunan priyayi, keturunan pejabat dan nantinya akan mengambil tahta tersebut. Namun, disini Pram menggambarkan sosok Minke yang tidak ingin berkuasa atau menjadi bupati, semampu mungkin dia ingin keluar dari kepompong kejawaannya menuju manusia yang bebas dan merdeka. Di sudut lain, Mingke sangat mengagumi Eropa dengan ketinggian pengetahuan dan peradabannya.

Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 merupakan masa dimana budaya

modern telah merambat masuk ke Hindia-Belanda. Prolog yang dibawa oleh Pram

(4)

photocopy telah mengubah wajah ilmu pengetahuan. Teori-teori yang pernah diajari di sekolah berganti menyesuaikan perkembangan zaman. Dari kabar Eropa dan Amerika, Minke menemukan berita bahwa saat itu telah ditemukan alat transportasi super cepat, yaitu kereta api. Kereta tanpa kuda, tanpa sapi, maupun kerbau. Kereta dengan bahan bakar yang kabarnya dapat membawa penumpang dari Betawi ke Surabaya hanya dalam satu hari satu malam. Dan kini, rel kereta itu telah membelah pulau Jawa. Minke tertegun. Dunia berjalan begitu cepat, dan kata modern menjalar secara masif hingga sampai ke telinga penduduk Hindia-Belanda.

Pram menggambarkan Minke dengan sosok yang haus akan ilmu dan memiliki ketertarikan luar biasa dengan ilmu pengetahuan yang ada di Eropa dengan berbagai peradaban baru yang diciptakan. Minke yang bersekolah di H.B.S diajar oleh para guru yang berasal dari tanah Eropa yang selalu mengatakan bahwa Eropa jauh lebih tinggi derajatnya dibanding dia, pribumi. Minke tidak menyangkal. Dia mengakui bahwa saat itu memang benar adanya. Pribumi jauh lebih rendah martabatnya dari kalangan Belanda totok, Eropa, Tionghoa, maupun peranakan Pribumi dengan Eropa (Indo). Namun, disisi lain, Minke merasa sakit hati karena keadilan tidak merata bagi kaum pribumi. Penduduk ia sendiri. Di bangsanya sendiri, Hindia-Belanda.

Minke tinggal di Kranggan, di sebuah pemondokan milik mantan komandan tentara kolonial, Tuan Telinga dan Mevrouw (Nyonya) Telinga. Mereka sangat baik terhadap Minke. Sehabis pulang sekolah dari H.B.S Surabaya, selebihnya Minke menghabiskan waktu dengan menulis kolom iklan di koran-koran lelang, menulis tulisan umum di koran-koran lokal dengan nama samaran berbahasa Belanda, dan menjadi promotor dalam hasil seni lukis milik tetangga sekaligus sahabatnya di Kranggan, Jean Marais. Dia adalah prajurit bekas kolonial keturunan Prancis yang kehilangan sebuah kakinya dalam perang melawan prajurit Hindia-Belanda di Aceh. Jean tinggal bersama anaknya, May Marais.

(5)

melangkahi derajat masyarakat non pribumi. Adalah Robert Suurhof, teman Minke di H.B.S yang pandai menghina, mengecilkan, dan melecehkan kaum pribumi. Termasuk dirinya.

Suurhof yang merupakan peranakan Eropa dan Pribumi (Indo) ini menantang Minke untuk bertemu dan mendapatkan perhatian dari gadis cantik di Wonokromo. Tantangan itu diberikannya untuk membuktikan kejantanan Minke sebagai laki-laki. Laki-laki philogynik. Gadis yang akan mereka temui nanti adalah gadis peranakan indo, juga sama seperti Suurhof. Tantangannya tidaklah ringan. Gadis cantik ini adalah dara yang banyak diperebutkan remaja seusianya. Gadis yang memiliki kharisma kecantikan yang memancar. Cantik tiada tandingan.

Pagi itu, Robert telah mempersiapkan dokar. Bersiap pergi ke Wonokromo, menantang Minke dengan senyum kemenangan, berjumpa dengan dara cantik tiada tanding itu. Maka, petualangan Minke pun dimulai.

Setelah melewati perjalanan yang cukup panjang, mereka tiba di daerah Wonokromo. Di sebuah rumah besar berloteng kayu, berpelataran luas dengan papan tulisan di belakang pagar kayu: Boerderij Buitenzorg yang berarti perusahaan pertanian Buitenzorg. Sesampai disana, mereka disambut pemuda Indo, peranakan pribumi dengan Eropa, Robert Mellema. Dia adalah teman dari Suurhof sekaligus abang dari gadis yang hendak Minke taklukan. Dari gerak-geriknya, Minke tahu Robert Mellema tidak menyukai kehadirannya di rumah itu. Alasan klasik. Pribumi.

(6)

Nyai Ontosoroh, mama dari Annelies dan Robert Mellema juga keluar memperkenalkan diri akibat panggilan Annelies. Seorang gundik pribumi dari Tuan Mellema ini tidaklah seperti yang kebanyakan orang pikirkan. Nyai Ontosoroh adalah Nyai dengan pendidikan luar biasa. Bahasa Belandanya lancar dan teratur, pesona anggun dan sopannya membuat Minke kembali tertegun.

Dari roman Bumi Manusia ini, Pram banyak menggambarkan momentum kebangkitan rakyat Pribumi yang kemudian hari disebut kebangkitan nasional. Diawali dengan sosok Nyai Ontosoroh, darah kelahiran pribumi tulen yang dapat dengan baik menulis dan berbahasa Belanda dan Melayu tanpa pernah mengenyam pendidikan sebelumnya. Nyai belajar otodidak dari Tuannya, Herbert Mellema. Diketahui pada saat itu, hampir dipastikan semua pribumi biasa buta dalam hal membaca apalagi tulis menulis. Nyai dan Annelies membangun perusahan pertanian dengan sedikit bantuan ilmu dari Tuan Mellema yang kemudian hari berkembang sangat pesat. Nyai dan Annelies secara mandiri mengurus perusahaan mereka, dimulai dari administrasi, buku-buku, surat menyurat, bank, perdagangan, hingga turun langsung sebagai mandor, mengawasi pekerja perusahaan di bidang pertanian dan peternakan. Perusahaan milik mereka sendiri.

Nyai Ontosoroh, seorang pribumi tulen yang pandai dalam hal mengatur dan membangun perusahaan membuat Minke tertegun. Di belahan Hindia-Belanda ini, ada seorang Nyai, seorang gundik dari Tuan Eropa, dapat belajar dan mengembangkan perusahaan secara mandiri tanpa pernah mengenyam pendidikan sebelumnya. Sebuah momentum penting dalam bangkitnya rakyat pribumi.

(7)

Diketahui Minke selanjutnya, bahwa hubungan rumah tangga keluarga Mellema ini tidaklah berjalan harmonis. Tuan Mellema yang dulu baik mengajarkan dengan sabar Nyai Ontosoroh, lima tahun belakangan ini sangat jarang di rumah. Dia menjadi seorang pemabuk dan sering pergi ketempat plesiran. Masalah itu bermula ketika anak sah Tuan Mellema dari Belanda datang ke Wonokromo menuntut tuduhan serong Tuan Mellema kepada istrinya sekaligus ibu dari anaknya yang sah Ir. Maurits Mellema. Tuan Mellema tidak menceraikan istrinya di Belanda dan juga tidak menikahi secara syah Nyai Ontosoroh. Hal inilah yang kemudian hari menimbulkan masalah dalam keluarga ini. Abang dari Annelies, Robert Mellema berbeda sekali dengan Annelies, Robert lebih suka bergaul dengan orang Eropa asli dan ingin pergi ke Eropa saat besar nanti, dia sangat membenci pribumi dan tentunya, mamanya sendiri. Annelies sebagai peranakan indo tidak demikian, dia mencintai mamanya, dan menganggap diri sebagai pribumi.

Pertemuan dengan Annelies membuat kehidupan Minke berbalik 180 derajat, dia yang dulunya hanya sebagai pengagum kecantikan Ratu Wilhelmina di Belanda dan tidak berpengalaman dalam berdekatan dengan perempuan, kini memiliki sahabat yang kecantikannya tidak kalah dengan Sri Ratu. Tanpa ia sadari pula, Minke mulai jatuh cinta.

Jean Marais, tetangga sekaligus sahabatnya di Kranggan itu menjadi sahabatnya yang pertama yang mengetahui perasaan Minke ketika jatuh cinta kepada Annelies. Jean hanya mengingatkan, hati-hati jika berhubungan dengan seorang Nyai dan memiliki anak seorang peranakan Indo. Jean mengingatkan pula, Minke cuman Pribumi biasa.

(8)

Dengan perjalanan panjang dan sungguh melelahkan, akhirnya Minke lulus dari H.B.S sebagai siswa berprestasi nomor dua se Hindia-Belanda, kebahagiannya juga bertambah dengan bisa menikahi Annelies. Gadis yang ia cintai ketika pertama kali bertemu itu. Gadis manja dan penangis, juga seorang mandor bagi perusahaannya.

Momentum penting dari roman Bumi Manusia ini selanjutnya yaitu tentang keberanian Minke, siswa H.B.S berdarah pribumi yang menentang ketidakadilan pengadilan putih oleh pemerintah Belanda terhadap dirinya, Nyai, dan Annelies. Lewat pengadilan tersebut diputuskan bahwa selepas kematian Tuan Mellema, semua perusahaan beserta rumah Tuan Mellema di Wonokromo akan dikembalikan kepada istri dan anak Tuan Mellema yang sah di Belanda. Annelies yang merupakan peranakan Indo juga akan dibawa ke Belanda, dan Ir. Maurits Mellema, kakak tirinya sebagai wali atas harta peninggalan Tuan Mellema tersebut. Pernikahan Annelies dan Minke dianggap tidak sah berdasarkan hakim Belanda. Tidak ada jalan lain, ia harus dipulangkan ke Belanda. Mengenai harta peninggalan, Nyai tidak mendapat bagian sedikitpun. Perusahan Buitenzorg yang ia dirikan dengan pengorbanan dan perjuangan panjang kini terancam diambil alih oleh orang yang tidak pernah membantunya dalam mendirikan perusahaan. Sungguh pengadilan tidak adil. Hanya karena Nyai seorang pribumi.

(9)

Dengan berbagai kelicikan dan tipu muslihat, regu polisi yang kewalahan menghadang pasukan Madura bersenjata menghubungi pasuka Maresose, pasukan penggempur Belanda diakhir abad ke-19 untuk menyerang pasukan pribumi di Aceh. Rombongan Madura yang menjaga di pelataran rumah Nyai mundur, tak sedikit dari mereka yang mati berlumuran darah. Rumah nyai kini dikuasai pasukan Belanda, Maresose yang kejam.

Bukan tiada arti, perlawanan rakyat pribumi karena ketidakadilan pengadilan Belanda membuka momentum baru bagi kebangkitan rakyat pribumi sendiri. Dari peristiwa tersebut, semakin banyak pribumi yang ingin berjuang untuk kemerdekaan hak-haknya di tanah sendiri, Hindia-Belanda. Seorang remaja yang baru saja dewasa, Minke, mengubah sudut pandang penduduk pribumi dari yang hanya patuh terhadap suruhan kolonial dan tak berdaya dengan hukum yang berlaku kearah perlawanan dan sikap kritis terhadap kebijakan Belanda yang dibuat, yang tak jarang merugikan pribumi itu sendiri.

Perusahaan Buitenzorg tutup sementara, tidak ada aktifitas pekerja di ladang dan peternakan. Mereka semua diliburkan. Aktifitas penduduk kampung juga sepi. Warganya memilih tinggal di dalam rumah. Menunggu pasukan Maresose menjauh dari rumah Nyai. Sementara itu, Annelies terbaring lemah di kamarnya. Matanya menatap dengan tatapan kosong, tidak bereaksi dengan seruan Minke dan pelukan hangat dari mamanya. Dia dibius dokter untuk menenangkan pikirannya. Gadis manja itu, dara cantik tiada tanding, kini tidak berdaya dikamarnya, berbaring seperti boneka yang rapuh.

Pengadilan memberikan tenggat waktu lima hari kepada Annelies untuk mempersiapkan keberangkatan ke Negeri Belanda. Pengadilan Belanda tetap

keukuh mempertahankan putusan yang merugikan pribumi tersebut. Annelies akan

(10)

baik Minke di H.B.S itu berjanji akan menjaga Annelies dalam perjalanannya ke Belanda.

Hari ini, hari terakhir Annelies di rumah. Minke dan Nyai tidak kuasa menahan tangis. Sungguh perpisahan yang tidak mengenakan. Ditengah tubuh kurus dan pucat Annelies memberanikan diri untuk berbicara seperti biasanya. Minke tahu, mata layu Annelies tidak benar-benar normal seperti sebelum masalah ini datang. Tidak banyak hal yang bisa mereka lakukan pada pagi hari itu. Kereta Guberman yang akan membawa Annelies ke pelabuhan sudah siap di depan rumah dengan penjagaan ketat pasukan Belanda. Di tengah kesedihan yang melanda, Annelies hanya berpesan kepada mamanya, agar memberi Annelies adik perempuan, adik manis yang bisa membuat lupa mamanya akan Annelies ketika berangkat ke Belanda. Adik perempuan yang tidak menyusahkan dan manja seperti Annelies. Dan Minke, Annelies hanya berpesan kepada dirinya untuk mengenang hal-hal bahagia yang pernah mereka lakukan bersama.

Tangis haru tak kuasa ditahan Minke dan Nyai. Mereka meraung dengan penuh rasa benci terhadap pengadilan Belanda. Tanpa bisa menahan kepergian Annelies karena dicegat penjaga yang menghadang. “Bunda, putramu kalah. Putramu tersayang tidak lari, Bunda, bukan kriminil, biarpun tak mampu membela istri sendiri, menantumu”.

Annelies pergi menjauh, tatapannya masih kosong, dia pergi hanya membawa kopor tua milik mamanya dulu ketika juga pergi meninggalkan rumah untuk selama-lamanya. Hanya membawa batikan Bunda, gaun pengantin Annelies.

“Kita kalah, Ma,” bisikku.

“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”

(11)

dari pribumi tanpa memandang asal dan suku masing-masing. Sebuah konsep Kebangkitan Nasional dengan didasari kesamaan latar belakang, kesamaaan bahasa, kesamaan sejarah, dan kesamaan penderitaan melahirkan pribumi yang bersatu yang akhirnya membentuk bangsa dan negara.

Roman Bumi Manusia yang ditulis Pramoedya Ananta Toer ini mengisahkan dengan sangat baik bagaimana kesatuan momentum perjuangan bagi penduduk pribumi diawali dengan kemauan penduduknya untuk bebas dari penjajahan. Munculnya organisasi pribumi dikemudian hari merupakan inspirasi dari perjuangan masa lalu. Negara yang besar seperti Indonesia ini lahir di awal abad ke-20 dengan semangat kerakyatan, kebangsaan, dan kemerdekaan memperjuangankan hak-hak rakyat pribumi yang selama ini direnggut.

“Kalau mati, dengan berani; kalau hidup dengan berani. Kalau keberanian tidak ada, itulah sebabnya setiap bangsa asing bisa jajah kita.” – Pramoedya Ananta Toer

Terimakasih, 30 Desember 2015

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan di kelas III SDN 92 Pekanbaru, sedangkan waktu penelitian dilaksanakan bulan April 2012.Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas

Pemasangan relay DGR untuk mengatasi gangguan sympathetic trip pada penyulang Ngurah Rai I dan Ngurah Rai II berdasarkan perhitungan diperoleh setting DGR sebesar,

Pada suhu 26°C diperlukan waktu 25 hari untuk virus dari saat terinfeksi ke dalam tubuh nyamuk sampai dengan virus tersebut berada dalam kelenjar ludahnya dan siap ditularkan,

Dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih dan juga bentuk pembagian ide atau pikiran dengan menggunakan

Aplikasi matematika GeoGebra sebagai aplikasi yang digunakan untuk membuat pembelajaran matematika terkhusus untuk materi dimensi tiga menjadi lebih realistik dan

Pada gambar dibawah ini merupakan hasil akhir dari proses desain dan menghasilkan gambar perspektif dari suasana galeri Rumah Batik Jawa Timur, nampak sekali

Penilaian keterampilan dilakukan guru dengan melihat kemampuan peserta didik dalam mengkomunikasikan hasil analisis sistem pemerintahan demokrasi berdasarkan

Sehingga perlunya suatu bentuk kegiatan pendampingan masyarakat untuk lebih memasyarakatkan tanaman obat keluraga (TOGA) ini sebagai suatu bentuk kemandirian