PERTUMBUHAN ULAT SUTERA LIAR
Attacus atlas
L.
INSTAR IV-VI PADA TIPE KANDANG
YANG BERBEDA
SKRIPSI
LEGA KRISDA FEBRIYANTI
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
RINGKASAN
Lega Krisda Febriyanti. D14080106. 2012. Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe kandang yang Berbeda. Skripsi. Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi Pembimbing Anggota : Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, MS
Attacus atlas termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa sempurna. Umumnya serangga ini dikenal sebagai hama tanaman. Attacus atlas
merupakan salah satu satwa harapan penghasil sutera yang perlu dikembangkan karena memiliki potensi ekonomi, tingkat reproduksinya tinggi, perkembangan relatif cepat dan masa pemeliharaan yang singkat. Larva sutera ini merupakan jenis hewan polifagus, yang dapat memakan berbagai jenis pakan daun. Alternatif pakan yang digunakan adalah daun kenari (Canarium commune) karena ketersediannya melimpah di kota Bogor. Pemeliharaan larva A. atlas membutuhkan penanganan dalam segi faktor lingkungan dan pakan karena larva sutera termasuk hewan poikiloterm yang suhu tubuhnya dipengaruhi secara langsung oleh suhu lingkungannya. Tempat pemeliharaan yang cocok perlu dipilih untuk pertumbuhan larva sutera liar A. atlas dari bahan yang mudah didapat dan murah harganya.
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tempat pemeliharaan (terbuat plastik, kain kasa, dan kardus) yang mendukung pertumbuhan dari larva A. atlas
instar IV-VI dengan jumlah kepadatan yang sama dan menggunakan pakan daun kenari (C. commune). Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Februari 2012. Hewan percobaan diperoleh dari hasil penetasan telur dari perkawinan ngengat yang keluar dari kokon. Kokon sebagai bibit diambil dari Perkebunan Teh Nusantara VIII, Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kab. Bandung, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tipe kandang yang berbeda yaitu kandang plastik, kain kasa, dan kardus. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak empat ulangan dan setiap ulangan berisi 15 larva awal instar IV. Peubah yang diamati yaitu periode instar, pertambahan bobot badan (PBB), pertambahan panjang badan, dan daya tahan hidup (survival rate). Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan pada tempat pemeliharaan A. atlas instar IV-VI. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA, jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji Tukey HSD.
Instar IV memiliki daya tahan hidup 100% sedangkan instar V dan VI mengalami penurunan daya tahan hidup. Pertambahan bobot badan dan panjang badan pada instar IV lebih tinggi di dalam kandang kain kasa. Periode instar IV-VI juga lebih singkat dipelihara di dalam kandang kain kasa dibandingkan tipe kandang lainnya. Pertambahan bobot badan instar V-VI lebih tinggi yang dipelihara dalam kandang kardus. Penggunaan kandang kain kasa cocok untuk instar IV sedangkan kandang kardus cocok untuk instar V-VI dilihat dari periode instar, pertambahan bobot bdan, pertambahan panjang badan, dan persentase survival rate.
Kata-kata kunci: Attacus atlas L., daun kenari, pertumbuhan, tipe kandang
ABSTRACT
The Growth of 4th-6th Instar Larvae Wild Silk Moth at Different Type of Cage
Febriyanti, L. K. , Hotnida C. H. Siregar and Damiana R.E.
Attacus atlas L. is a polyvoltin and polyphagus insect, which can live more than two generations per year. The purpose of this research was to analyze the growth of
Attacus atlas 4th-6th instar larvae which were reared in different types of cage given canary leaves (Canarium commune L.). The observed variables were body weight gain, body length gain, survival rate and stadia period in instar 4th-6th. This study used Completely Randomized Design with kinds of cages (gauze, cardboard and plastic) as treatment and each treatment consist of four replications. Fourth until sixth instar period were shorter in gauze cages than others. The results showed that types of cage had significant affected (p<0,01) to 4th instar larvae body weight gain in gauze cage, but instar 5th-6th larvae had significant higher body weight gain (3,337 g and 15,050 g) in cardboard cage. The other result showed that instar VI in cardboard cage was significant higher body length gain (0,999 cm) than plastic and gauze cage. The result suggest that instar 4th larvae in gauze cage and 5th-6th instar larvae in cardboard cage had better stadia period, weight gain, body length gain, and survival rate percentage.
PERTUMBUHAN ULAT SUTERA LIAR
Attacus atlas
L.
INSTAR IV-VI PADA TIPE KANDANG
YANG
BERBEDA
LEGA KRISDA FEBRIYANTI D14080106
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe kandang yang Berbeda
Nama : Lega Krisda Febriyanti NIM : D14080106
Menyetujui, Pembimbing Utama,
(Ir. Hotnida C.H. Siregar, MSi) NIP: 19620617 199003 2 001
Pembimbing Anggota,
(Dr. drh. Damiana R. Ekastuti, MS) NIP: 19620212 198601 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1990 di Tasikmalaya, Jawa
Barat. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dan anak dari pasangan Bapak
Yuhanda dan Ibu Wati Karwati.
Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak pada tahun 1996 di
Dewi Sartika, Tasikmalaya. Pendidikan sekolah dasar diselesaikan pada tahun 2002
di SDN Karsanagara, Tasikmalaya. Pendidikan lanjutan pertama diselesaikan pada
tahun 2005 di SLTPN 1 Tasikmalaya. Pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan pada tahun 2008 di SMAN 1 Tasikmalaya.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008
melalui jalur USMI dan diterima sebagai mahasiswa Mayor Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun
2009. Selama mengikuti pendidikan, Penulis pernah aktif sebagai sekretaris komisi
III di Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM TPB) dan
anggota Gentra Kaheman (Kesenian Daerah Sunda) pada tahun 2008. Periode tahun
2009/2010 dilanjutkan aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
(DPM KM) sebagai sekretaris komisi I dan Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM
KM) sebagai badan pengawas administrasi dan keuangan. Periode tahun 2010/2011
aktif kembali di Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM)
sebagai sekretaris BPH dan Majelis Perwakilan Mahasiswa (MPM KM) sebagai
badan pengawas administrasi dan keuangan dan konstitusi. Penulis pernah mengikuti
seminar, pelatihan softskill dan terlibat dalam beberapa kegiatan kepanitian
kemahasiswaan IPB. Penulis merupakan salah satu penerima beasiswa Bantuan
Belajar Mahasiswa (BBM) tahun 2009-2010. Tahun 2010-2012 mendapatkan
beasiswa BUMN sampai tingkat empat dan mendapatkan bantuan biaya penelitian
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat, nikmat dan karunia-Nya sehingga Penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Pertumbuhan Ulat Sutera Liar Attacus Atlas L. Instar IV-VI pada Tipe Kandang yang Berbeda” merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Penulisan skripsi ini didasari dengan budidaya larva sutera liar A. Atlas yang
memiliki prospek yang bernilai ekonomi tinggi. Pembudidayaan A. atlas seringkali
bermasalah dengan lingkungan pemeliharaan seperti suhu, kelembaban, dan intesitas
cahaya. Pertumbuhan dan daya hidup larva dipengaruhi oleh lingkungan. Manajemen
pemeliharaan larva dengan kontrol lingkungan sangat dibutuhkan untuk
pertumbuhan ulat sutera. Pertumbuhan larva sutera sangat penting dalam
meningkatkan produktivitas dan daya hidup larva sutera.
Penelitian ini dilakukan dengan memelihara 15 larva awal instar IV di dalam
kandang plastik, kain kasa, dan kardus dengan pakan daun kenari. Daya hidup larva
sutera dilihat dari pertumbuhan dan tingkat survival rate yang dipengaruhi oleh
faktor biotik (pakan, predator, parasit dan penyakit) dan abiotik (intesitas cahaya,
kelembaban, dan suhu). Faktor abiotik diukur dan dicatat saat pagi, siang dan sore
hari. Pertambahan bobot dan panjang badan diukur pada awal dan akhir instar.
Pengukuran awal instar dilakukan setelah proses molting selesai. Selama penelitian
berlangsung, ada beberapa kendala seperti curah hujan yang tinggi atau cuaca yang
tidak menentu yang mengakibatkan tingkat mortalitas tinggi.
Akhir kata Penulis mengucapkan terimakasih, semoga tulisan ilmiah ini yang
jauh dari sempurna ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu pengetahuan,
khususnya informasi mengenai budidaya A. atlas.
Bogor, September 201
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ... i
ABSTRACT ... iii
LEMBAR PERNYATAAN ... iv
LEMBAR PENGESAHAN ... v
RIWAYAT HIDUP ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Taksonomi Ulat Sutera Liar A. atlas . ... 4
Siklus Hidup A. atlas ... 5
Morfologi A. atlas ... 6
Telur ... 6
Larva ... 6
Pupa dan Kokon ... 8
Imago ... 9
Pertumbuhan dan Perkembangan Larva ... 11
Pemeliharaan Ulat Sutera ... 11
Luasan Tempat Larva ... 13
Pertumbuhan A. atlas pada Berbagai Kepadatan ... 14
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan A. Atlas ... 14
Faktor Biotik ... 14
Faktor Abiotik ... 15
Kenari (Canarium commune L.) ... 15
MATERI DAN METODE ... 17
Lokasi dan Waktu ... 17
Materi ... 17
Hewan Percobaan ... 17
Bahan dan Peralatan ... 17
Prosedur ... 18
Persiapan Sampel Penelitian ... 18
Pemeliharaan Larva Instar I-III ... 19
Pemeliharaan Larva Instar IV-VI ... 19
Rancangan dan Analisis Data ... 20
Peubah yang Diamati ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Suhu dan Kelembaban Pemeliharaan A. atlas ... 23
Periode Instar I-III A. atlas ... 26
Periode Instar IV-VI A. atlas ... 27
Pertambahan Bobot Badan A. atlas ... 30
Pertambahan Panjang Badan A. atlas ... 32
Daya Tahan Hidup A. atlas ... 34
Pemilihan Tipe Kandang ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN ... 39
Kesimpulan ... 39
Saran ... 39
UCAPAN TERIMAKASIH ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 41
LAMPIRAN ... 43
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Ukuran Luasan Tempat Pemeliharaan Larva Sutera Bombyx mori dengan
Populasi Satu Boks (25.000 ekor) ... 13
2. Suhu dan Kelembaban Budidaya A. atlas Didalam Ruangan ... 23
3. Suhu Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI ... 24
4. Kelembaban Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI ... 25
5. Lama Periode Instar I-III A. atlas yang Mendapatkan Pakan Daun Kenari ... 27
6. Lama Periode Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari ... 28
7. Pertambahan Bobot Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari ... 30
8. Pertambahan Panjang Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang diberi Pakan Daun Kenari ... 32
9. Daya Tahan Hidup A. atlas Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari ... 35
10. Tipe Kematian Instar IV-VI pada Berbagai Tipe Kandang ... 36
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Peta Penyebaran A. atlas ... 4
2. Siklus Hidup A. atlas ... 5
3. Larva yang Mulai Keluar dari Telur ... 6
4. Larva A. atlas yang sedang Molting ... 7
5. Pupa dan Kokon A .atlas ... 9
6. Imago dan Perbedaan Antena Ulat Sutera Liar A. atlas ... 10
7. Kandang Plastik (a), Kandang Kain Kasa (b) dan Kandang Kardus (c) Sebagai Tempat Pemeliharaan ... 17
8. Telur Fertil (a) dan Telur Infertil (b) A. atlas ... 18
9. Bagan Tipe Kandang Plastik (a), Kain Kasa (b) dan Kardus (c) dengan Volume Pemeliharaan Larva Instar IV-VI ... 20
10. Pengukuran Bobot Badan A. atlas ... 21
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar I-III ... 44
2. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar IV pada pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus ... 44
3. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 44
4. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Periode Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 45
5. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 45
6. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 46
7. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Bobot Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 46
8. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar IV pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 47
9. Uji One-Way Anova Pertambahan Panjang Badan Instar V pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 47
10. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Pertambahan Panjang Badan Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 48
11. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar V pada Kandang Plastik, Kain kasa dan Kardus ... 48
12. Hasil Uji Analisis Sidik Ragam Survival Rate (Daya Tahan Hidup) Instar VI pada Kandang Plastik, Kain Kasa dan Kardus ... 49
PENDAHULUAN Latar Belakang
Peternakan larva sutera banyak dilakukan di beberapa negara. Usaha
peternakan larva sutera sudah lama dilakukan orang misalnya Bombyx mori yang asal
usulnya dari Cina. Selain Bombyx mori beberapa jenis larva sutera liar telah
digunakan untuk memproduksi benang sutera. Larva sutera liar yang sudah mulai
dikembangkan di Indoesia, antara lain Attacus atlas L. dan Cricula trifenestrata.
Attacus atlas adalah salah satu penghasil bahan sutera yang dapat dimanfaatkan
untuk industri tekstil sebagaimana anggota genus Attacus lainnya. Larva A. atlas
menghasilkan kokon berwarna coklat kusam, namun serat sutera yang dihasilkan
berwarna coklat keemasan. Larva sutera liar A. atlas merupakan salah satu satwa
harapan yang perlu dikembangkan dan dibudidayakan karena tingkat reproduksinya
tinggi, perkembangan relatif cepat dan masa pemeliharaan yang singkat.
Attacus atlas L. termasuk ordo Lepidoptera yang mengalami metamorfosa
sempurna. Siklus hidup larva sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi
larva, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Fase larva
merupakan masa makan dan pertumbuhan larva terjadi melalui lima kali pergantian
kulit (molting). Periode di antara pergantian kulit ulat sutera dinamakan instar I,
instar II, instar III, instar IV, instar V, dan instar VI. Setelah instar VI berakhir,
larva melakukan proses pengokonan sehingga menjadi pupa. Selanjutnya, pupa
berubah menjadi ngengat dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur.
Sebelum melakukan pemeliharaan larva sutera perlu diketahui terlebih dahulu
kecocokan tempat. Selain itu, aspek makanan merupakan hal yang harus diperhatikan
agar larva tetap dapat hidup. Attacus atlas L. termasuk jenis hewan polifagus yang
dapat memakan berbagai jenis daun. Larva Lepidoptera kebanyakan pemakan
tumbuh-tumbuhan dan merupakan hama dari tanaman budidaya. Beberapa peneliti
membandingkan berbagai jenis pakan seperti pakan yang berbeda menghasilkan
karakter fase pertumbuhan dan kokon yang berbeda (Dash et al., 1992). Daun
alpukat (Persea Americana), daun kayu manis (Cinnamomum zeylanicum), dan daun
Larva sutera A. atlas termasuk hewan berdarah dingin maka pertumbuhan
larva sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Apabila suhu lingkungan
menurun, suhu tubuhnya juga menurun menyebabkan proses fisiologik menjadi
lamban. Kondisi lingkungan yang kurang nyaman akan membuat pertumbuhan larva
terhambat sehingga mengakibatkan tingkat mortalitas tinggi. Larva A. atlas
membutuhkan kondisi yang spesifik seperti suhu, kelembaban udara, kualitas udara,
aliran udara dan cahaya untuk proses pertumbuhan. Larva A. atlas instar IV-VI
mempunyai ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan larva Lepidoptera lainnya.
Areal atau luasan tempat pemeliharaan yang cocok untuk fase pertumbuhan instar
IV-VI sangatlah penting karena dapat menentukankualitas kokon yang dihasilkan.
Salah satu lingkungan yang utama adalah kandang tempat pemeliharaan larva
yang mencakup bahan dan kepadatan kandang. Larva dipelihara di dalam kandang
dengan memperhatikan volume, luasan, suhu dan kelembaban agar menghasilkan
kondisi optimum bagi pertumbuhan larva A. atlas. Pemeliharaan dalam luasan
tempat yang terlalu sempit dapat menimbulkan berbagai gangguan pada fase
pertumbuhannya misalnya gangguan penyakit atau jamur bahkan menyebabkan
tingkat kematian tinggi. Gangguan-gangguan tersebut dapat mempengaruhi
pertumbuhan larva. Tempat pemeliharaan terlalu luas juga kurang efektif karena
membutuhkan biaya yang relatif mahal sehingga luas kandang merupakan faktor
utama.
Mulyani (2008) melakukan pemeliharaan instar IV sampai kokon
menggunakan wadah dengan diameter 14,5 cm dan tinggi 23 cm. Dibutuhkan tempat
pemeliharaan yang cocok dan mampu mendapatkan pertumbuhan yang maksimal.
Pemilihan jenis tempat pemeliharaan yang mendukung pertumbuhan A. atlas instar
IV-VI yang optimum belum dilakukan. Tempat pemeliharaan larva hingga menjadi
kokon merupakan faktor penentu yang perlu dipertimbangkan sehingga dibuat tipe
kandang yang berbeda. Diperhatikan manajemen pemeliharaan yang memanfaatkan
pakan yang melimpah dan kondisi lingkungan yang memiliki pengaruh terhadap
perkembangan dan pertumbuhan A. atlas instar IV-VI.
3
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipe kandang yang
berbeda terhadap pertumbuhan A. atlas periode larva pada instar IV-VI dilihat dari
pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan dan survival rate (daya tahan
Siklus Hidup A. atlas
Perkembangan A. atlas dimulai dari telur hingga imago dan memiliki enam
tahapan instar. Waktu perkembangannya mulai dari masa inkubasi telur selama 6-8
hari. Diperoleh daur hidup Attacus atlas L. pada F1-F2 dengan pakan daun sirsak
yaitu 56-72 hari (Awan, 2007).
Telur (6-8 hari) Instar I (4-5 Hari)
Pupa (4-5 hari) Instar III (4-5 Hari)
Instar VI (8-10 hari)
Instar V (6-8 hari)
Gamba . atlas
m/Atlas
Imago (6-8 hari) Instar II (4-5 Hari)
Instar IV (4-5 Hari)
r 2. Siklus Hidup A
Sumber: www.wormsplit.co
Morfologi A. atlas
Karakteristik morfologi katagorikan berdasarkan daur
Telur
Telur A. atlas berbentuk oval agak pipih dengan ukuran panjang 2 mm dan
lebar 1
dari anggota
Saturni
Larva
Larva keluar dari telur (Gambar 3), bentuk tubuh larva A. atlas dilengkapi
dengan
Gambar 3. Larva yang Mulai Keluar dari Telur
A. atlas dapat di
hidupnya yakni sebagai berikut :
mm. Saat dikeluarkan, telur dilapisi cairan agak kental berwarna merah
kecoklatan bertujuan agar telur bisa merekat dan beberapa saat akan mengering.
Telur dapat dibedakan yaitu telur fertil (telur yang dibuahi) berwarna coklat dan
infertil (telur yang tidak dibuahi) berwarna putih (Solihin et al., 2010).
Bentuk telur oval agak pipih yang merupakan tipe umum
idae. Bila telur sudah cukup terbentuk sempurna, sel epitel ovariole
mengeluarkan kulit telur yang disebut chorion (Partosoedjono, 1985). Warna telur
putih kekuningan sampai kuning pucat, selalu tertutup semacam cairan atau sekret
yang telah mengering yang berasal dari induknya untuk melekatkan telur pada
tanaman atau substrat lain. Ukuran telur rata-rata 2,5-3,2 mm, lebar 2,2-2,9 mm dan
tinggi 1,5-2,2 mm (Peigler, 1989).
skoli (mirip duri-duri sebagai tonjolan dari kulit) dan tuberkel (struktur
kutikula yang membentuk seta/rambut) yang menonjol. Setiap segmen thoraks (dekat
kepala) terdapat kaki beruas. Pada segmen abdomen ke-3 terdapat kaki palsu yang
dilengkapi kait. Kerangka luar yang terbuat dari kutikula akan mengalami
pengerasan. Oleh karena itu, kutikula tersebut secara periodik diganti mengikuti
pertumbuhan larva (Solihin et al., 2010).
Sumber: Michael (2009)
Instar III hampir sama dengan instar II tetapi ukuran tubuh lebih besar dan
panjang (Awan, 2007). Instar III berukuran antara 2-2,5 cm, warna bagian kepala
masih tetap berwarna kuning coklat, dan bercak merah tubuh bagian belakang
terlihat jelas. Peigler (1989) menyatakan larva instar III memiliki ciri hampir sama
dengan instar II. Kepala berwarna merah atau oranye. Terdapat noda lateral
berwarna oranye pada metathorax dari segmen kedelapan sampai sepuluh. Panjang
tubuh dapat mencapai 2,5-3 cm.
Instar IV tubuhnya berwarna kehijauan, memiliki bercak merah di bagian
lateral segmen ketiga, segmen keempat dan segmen ke depan sampai dengan segmen
kesepuluh dan bagian dorsal tertutupi oleh bubuk putih (Awan, 2007). Tubuhnya
berukuran 2,5-3 cm, lebih rakus dan aktif, serta kepala berwarna putih kehijauan
cerah. Bercak merah pada tubuh bagian belakang mulai memudar dan berganti
menjadi bercak warna coklat tua yang merata hampir seluruh tubuh (Zebua et al.,
1997).
Instar V ukuran tubuh semakin membesar yang disebabkan intensitas makan
yang semakin meningkat (Awan, 2007). Panjang tubuh larva mencapai 6,5-8 cm.
Proses molting berlangsung selama 30 menit (Zebua et al., 1997). Larva instar V
memiliki ukuran yang semakin besar dan memiliki ciri morfologi tidak jauh berbeda
dengan instar sebelumnya. Kepala tampak mengkilat, warna hijau muda kekuningan.
Instar VI yaitu tahapan terakhir stadium larva. Larva pada instar VI memiliki
ciri-ciri gerakan lamban, tubuh gemuk dan kokoh, tubuh berwarna hijau cerah
dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian dorsal thoraks dan di sekitar anal dan
aktivitas makan tinggi untuk membuat cadangan makanan ketika membentuk kokon.
Setelah cadangan makanan cukup larva menjadi kurang aktif dan cenderung bergerak
ke sudut-sudut untuk mengokon (Awan, 2007). Akhir instar VI, larva mengeluarkan
cairan mirip air liur membentuk serat-serat kokon (Zebua et al., 1997).
Pupa dan Kokon
Pupasi adalah terbentuknya pupa setelah stadium larva. Pupa berwarna coklat
kehitaman dan terlindung dalam suatu kokon (Gambar 5) (Triplehorn dan Johnson,
2005). Perubahan bentuk pada fase pupa yaitu ketika terjadi proses perombakan sel
tubuh larva (histolisis) dan pembentukan sel tubuh imago (histogenesis). Kokon A.
atlas terbentuk dari serat atau filamen sutera yang berasal dari kelenjar sutera
(Solihin et al., 2010) atau modifikasi kelenjar-kelenjar air liur yang bermuara pada
labium (Triplehorn dan Johnson, 2005).
Gambar 5. Pupa dan Kokon A .atlas
Sumber: Michael (2009)
Perbedaan antara pupa jantan dan betina pada ukuran dan penutupan antena.
Pada hewan jantan penutupan antena ½ dari panjang antena, sedangkan betina
penutupan antena 1/4 - 1/3 dari panjang antena. Penutupan antena yang sempit pada
betina menutupi kaki prothorax, sayap depan dan sayap belakang (Peigler, 1989).
Pupa merupakan perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago.
Kondisi lingkungan mempengaruhi perkembangan pupa. Stadium terjadi
organogenesis yaitu pembentukan organ-organ imago yaitu sayap, kaki, kepala dan
struktur reproduksi. Keberadaan kokon sangat diperlukan untuk menjaga pupa dari
gangguan luar dan berfungsi menjaga dari pengaruh lingkungan yang buruk yang
akan mengganggu perkembangan pupa. Kokon yang terbentuk sempurna berbentuk
elips (silindris), ujungnya memblarva dan pada ujung anteriornya terdapat celah.
Kokon yang baru terbentuk berwarna coklat keemasan, masih agak lemah dan agak
basah. Pengaruh sinar matahari dan gerakan angin menyebabkan kokon akan lebih
kuat dan kering (Awan, 2007).
Kokon berukuran panjang 75 – 100 mm, lebar 40 mm dengan bentuk oval
dan warna pupa coklat gelap. Warna kokon A. atlas bervariasi antara coklat kelabu
sampai coklat tua tetapi umumnya berwarna coklat muda (Gambar 6), permukaan
kokon mengkerut. Bobot kokon bervariasi sesuai dengan jenis tanaman inang atau
lokasi A. atlas kemungkinan mencapai 9 g (Solihin et al., 2010).
Imago
Attacus atlas yaitu serangga holometabola karena bentuk tubuh anaknya
berbeda dengan dewasa yakni berupa imago berupa ngengat berwarna coklat
kemerahan dengan pola sayap tampak seperti peta (atlas). Mulut rudimenter dan
palpus labial berbentuk kurva. Bagian antena berbentuk tumpul dengan satu segmen.
Antena berbentuk bipektinet, pada yang jantan lebih lebar daripada yang betina.
Pedikel yang tidak bercabang terletak pada segmen kedua. Flagellum biasanya
mempunyai 36 – 55 cabang segmen dan thorax dilengkapi dengan sayap (Peigler,
1989).
Antena ngengat sangat berbulu (bersisir) dan ukuran antena pada jantan
(Gambar 6a) lebih besar daripada betina (Gambar 6b). Panjang antena jantan 20 mm
dan lebar 9 mm, sedangkan panjang dan lebar antena pada betina yaitu 20 mm dan 4
mm (Peigler, 1989). Bagian-bagian mulut menyusut dan tidak makan.
(a) Antena A. atlas Jantan (b) Antena A. atlas Betina Gambar 6. Imago dan Perbedaan Antena Ulat Sutera Liar A. atlas
Sumber: Michael (2009)
Betina menghasilkan feromen hingga jantan dapat mengetahui dari jarak
yang jauh dengan bantuan angin. Fungsi dari antena pada ngengat jantan yaitu untuk
mendeteksi feromon yang dikeluarkan oleh ngengat betina sebagai isyarat kimia
untuk melakukan kopulasi (Triplehorn dan Johnson, 2005). Pada imago jantan
terdapat beberapa struktur diantaranya uncus bipida terdapat pada segmen kesepuluh,
anus, valvae atau valves yang sering disebut harpes atau clasper, organ intromitten
yang disebut aedeagus, ductus ejaklarvaorius, dan bulbus ejaklarvaorius pada
beberapa karakter spesifik dan vesica. Valvae pada A. atlas memiliki tiga lobi yaitu:
costal lobi atas, lobi tengah dan lobi bawah yang juga disebut sacculus (Peigler,
1989).
Genitalia betina dibentuk oleh abdomen segmen ketujuh dan segmen
kedelapan yang membentuk cincin sklerotik menjadi dasar genital plate. Organ
reproduksi A.atlas terdiri atas sepasang ovarium, oviduk, kelenjar mucus, valvulae.
Selain itu terdapat bursa koplarvarik, oviporus dan ductus seminalis (Peigler, 1989).
Pertumbuhan dan Perkembangan Larva
Pertumbuhan dan perkembangan larva dipengaruhi ketersediaan pakan, suhu,
fotoperiode, dan kepadatan populasi. Kekurangan pakan (kelaparan) pada instar
terakhir menurunkan produktivitas (Elzinga, 2004). Stadium yaitu jarak waktu antara
pergantian kulit larva. Instar adalah bentuk serangga selama dalam satu stadium.
Larva menetas dari telur dikatakan sebagai instar pertama, pada akhir stadium ini
larva berganti kulit menjadi instar kedua dan seterusnya hingga menjadi pupa dan
imago (Partosoedjono, 1985).
Sel-sel neurosekretorik di dalam otak memproduksi hormon protorasikotropik
atau hormon otak. Hormon ini akan memicu kelenjar prothoraks atau kelenjar
pergantian kulit untuk menghasilkan ekdison yang berpengaruh pada apolisis dan
pertumbuhan. Hormon juvenil dihasilkan oleh sel-sel dalam Corpora allata dan
berpengaruh pada metamorfosis. Pada ngengat, hormon juvenil berpengaruh pada
proses vitelogenesis, aktivitas tambahan kelenjar reproduksi dan produksi feromon
(Triplehorn dan Johnson, 2005). Hormon ini juga mengontrol metabolisme secara
umum dan untuk perkembangan telur. Corpora allata akan mengalami degenarasi
dan berhenti mengeluarkan sekresinya pada akhir pertumbuhan serangga dan stadium
selanjutnya (Partosoedjono, 1985).
Pemeliharaan Ulat Sutera
Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan bahwa ada dua tahap pemelihaaran
ulat sutera yaitu tahap pemeliharaan larva kecil dan larva besar. Larva kecil sangat
sensitif maka ruangan pemeliharaannya harus diperhatikan agar pemeliharaan dapat
berhasil. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada bangunan (ruangan)
pemeliharaan larva kecil: 1) kandang tempat pemeliharaan harus dekat dengan
sumber pakan, 2) lingkungan di sekitar bangunan bersih, 3) ruang pemeliharaan
bersih dan kering serta tersedia jendela yang cukup untuk pergantian udara, 4)
tersedia ruang atau tempat penyimpanan pakan daun terpisah dari ruang
pemeliharaan dan 5) tempat pembuangan kotoran larva diletakkan jauh dari
bangunan, minimal 50 meter dari tempat pemeliharaan atau dibuat lubang
pembuangan dan dibakar. Tingkat pertumbuhan larva tergantung ukuran daun,
misalnya pada larva instar I memerlukan ukuran daun yang lebih kecil dan jumlah
lebih sedikit agar mudah memakannya. Sebaliknya larva berukuran besar yang
memasuki instar ketiga memerlukan daun utuh dalam jumlah banyak karena
pertumbuhan larva yang pesat dan mempunyai nafsu makan yang tinggi. Tempat
pemeliharaan larva besar membutuhkan suhu rendah dan pertukaran udara baik.
Suhu tidak lebih rendah dari 18 0C dan cahaya matahari langsung dapat dihindarkan
dan pemeliharaan larva lebih baik pada ruangan yang sederhana. Suhu yang cocok
25-22 0C dan kelembaban udara 75%. Tempat pemeliharaan larva besar harus
diperhatikan karena memiliki karakter yaitu waktu dalam satu kali makan adalah
lama, gerakan badannya sangat pendek dan mempunyai nafsu makan yang paling
besar. Pemeliharaan larva menentukan kualitas telur yang dihasilkan dan tergantung
mutu daun sebagai pakan ulat sutera (Hadisoesilo et al., 1979).
Suhu optimal pertumbuhan larva adalah 20-28 0C apabila suhu terlalu rendah
ataupun tinggi, ulat sutera susah sekali untuk bisa hidup dengan sehat. Apabila suhu
dan kelembaban terlalu tinggi maka pertumbuhan dan perkembangan fisiologi ulat
sutera menjadi terlalu pesat dan sebaliknya terlalu rendah menjadi lambat
pertumbuhannya. Ketidakseimbangan fase pertumbuhan larva sutera sehingga
menimbulkan berbagai gangguan (Atmosoedarjo et al., 2000). Solihin et al. (2010)
menyatakan bahwa pemeliharaan larva kecil A.atlas (instar I-IV) diberikan pakan 1-3
kali sehari tergantung dari kesegaran daun. Larva kecil tergolong sangat rentan
terutama terhadap perubahan lingkungan sehingga memerlukan perhatian yang
intensif. Kisaran suhu optimum untuk perkembangan larva kecil adalah 23-28 0C
dengan kisaran kelembaban 60%-80%. Pemeliharaan larva besar (instar V-VI) suhu
lingkungan saat fase larva besar mirip dengan fase larva kecil tetapi idealnya
kelembaban selalu diusahakan lebih rendah (sekitar 60%-75%). Suhu dan
kelembaban yang terlalu tinggi bisa menyebabkan larva mudah terserang penyakit.
Indrawan (2007) menyatakan bahwa aspek yang harus diperhatikan dalam
pemeliharaan ulat sutera adalah pakan. Sumber pakan ulat sutera harus selalu
tersedia setiap saat ketika larva membutuhkannya. Pertumbuhan, perkembangan dan
reproduksinya sangat bergantung dari kualitas dan kuantitas pakan yang dikonsumsi.
Solihin et al. (2010) menyatakan pemeliharaan A. atlas meliputi pemberian pakan
dan pemeliharaan mulai dari larva kecil dan besar, kokon, ngengat hingga
perkawinan dan penetasan telurnya. Larva A. atlas dapat mengkonsumsi berbagai
macam daun. Larva A. atlas bersifat polifagus, memiliki daya adaptasi yang cepat
terhadap berbagai jenis tanaman yang dijadikan pakan misalnya daun sirsak, teh,
alpukat, jarak pagar, kenari, jambu, temulawak dan berbagai macam daun yang
mempunyai kadar air tinggi dan bersifat agak kaku. Dalam satu siklus, satu ekor A.
atlas dapat mengkonsumsi 85-135 g daun segar.
Luasan Tempat Larva
PT Indo Jado menjelaskan bahwa tingkat kepadatan berpengaruh pada
pertumbuhan seragam pada larva (Atmosoedarjo et al., 2000). Luasan tempat
pemeliharaan ulat sutera jenis Bombyx mori yang dilakukan untuk para petani di
daerah Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ukuran Luasan Tempat Pemeliharaan Larva Sutera Bombyx mori dengan Populasi Satu Boks (25.000 ekor)
Instar Hari Luasan Tempat Larva (cm2)
I 1 30 x 40
2 50 x50
3 60 x 70
4 80 x 90
II 1 90 x 100
2 90 x 140
3 90 x 180
III 1 90 x 110 x 2*
2 90 x 140 x 2*
3 90 x 160 x 2*
4 90 x 180 x 2*
IV 2 140 x 620
4 140 x 910
V 1 140 x 1230
3 140 x 1500
Keterangan: *) Larva dibagi menjadi dua tempat
Sistem kontrol ruang pemeliharaan larva sutera yang dirancang untuk
mengendalikan temperatur, kelembaban, aerasi udara dan intensitas cahaya dapat
berfungsi baik sesuai dengan nilai yang ditentukan (setting point), dengan
mendasarkan pada kinerja sistem kontrol yaitu kestabilan, akurasi, kecepatan respon
dan sensitivitas (Sutiarso et al., 2005). Tempat pemeliharaan yang semakin luas
akan berakibat kurang baik terhadap perkembangan larva. Begitu juga dengan ruang
tempat pemelihaaran yang sempit akan kurang baik terhadap perkembangan larva
karena menyebabkan kelembaban dan suhu meningkat serta sirkulasi udara kurang
baik (Sutiarso et al., 2005).
Pertumbuhan A. atlas pada Berbagai Kepadatan
Populasi suatu individu merupakan kumpulan individu organisme dari spesies
yang sama dan menempati area atau wilayah tertentu pada suatu waktu. Salah satu
penyebab perubahan suatu kepadatan dalam suatu populasi adalah mortalitas
(Sutiarso et al., 2005). Pemeliharaan larva instar I-III dengan cawan petri
berdiameter 11 cm dan tinggi 1,5 cm dengan kepadatan 2 ekor larva pada pakan daun
sirsak secara berturut-turut memperlihatkan pertambahan bobot 24, 111 dan 488 kali
dari bobot awal. Sedangkan pemeliharaan larva instar IV-VI dengan toples gelas
berdiameter 14,5 cm dengan tinggi 23 cm dengan kepadatan 2 ekor larva
memberikan pertambahan bobot 1231, 2142 dan 6142 kali dari bobot awal (Mulyani,
2008). Dewi (2009) menyatakan bahwa volume tempat pemeliharaan A. atlas yang
paling baik yaitu instar IV adalah 1898,03 cm3/larva dan instar V-VI adalah 3796,06
cm3/larva.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Larva A. atlas Faktor Biotik
Faktor biotik terdiri dari pakan, predator, dan parasit yang akan
mempengaruhi pertumbuhan dan mortalitas larva A. atlas. Pakan sangat penting
untuk diperhatikan dalam berternak atau bidudaya hewan apapun (Guntoro 1994).
Pakan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan larva. Perbedaan kesukaan makan pada larva dapat disebabkan oleh
perbedaan kondisi fisik organ tanaman yang dijadikan pakan. Pakan serangga selain
harus tersedia, dapat diterima, dapat dicerna, dapat diasimilasi dan mengandung
semua kebutuhan nutrisi juga harus mengandung allelochemicals yang berfungsi
mempengaruhi tingkah laku makan serangga baik berupa stimulan maupun atraktan
(Wuliandari dan Situmorang, 2002).
Schoonhoven et al. (1998) menyatakan serangga akan mengadakan kontak
mekanik saat memilih tanaman yang dijadikan pakan. Serangga menilai keadaan
fisik dan kimia tanaman dengan cara mengadakan kontak langsung dengan organ
tanaman yang menjadi pakannya. Kondisi fisik pakan, contohnya adanya trikoma,
lapisan kristal lilin pada permukaan organ tanaman, daun yang tebal dan keras,
sklerotisasi (sel yang mengalami penebalan sekunder menjadi sklerenkim), dan silika
dapat menyebabkan perilaku menghindar pada larva. Huffaker dan Robert (1984)
menyatakan bahwa struktur daun atau kondisi fisik daun seperti keras lunaknya
sangat berpengaruh terhadap aktivitas makan serangga. Vonny dan Nugroho (2005)
menyatakan kondisi permukaan epidermis dan struktur daun mempengaruhi
preferensi pakan dan kesukaan makan pada larva A. atlas sedangkan daun dengan
struktur yang keras dan adanya trikoma mempersulit aktivitas makan larva sehingga
kurang disukai oleh larva A. atlas.
Predator yang menyerang larva sutera biasanya pada fase telur dan larva
(instar I-IV). Jenis predatornya antara lain golongan semut merah, semut hitam,
tawon, capung dan burung. Larva pada fase awal lebih sering diserang dibandingkan
pada fase berikutnya karena tubuhnya yang masih sangat rentan dan berukuran kecil
sehingga menyebabkan mortalitas tinggi (Awan, 2007).
Fase telur tidak luput dari serangan parasit yang berasal dari anggota familia
Chalcidoide (Hymenoptera) yaitu Anastatus menzeli Ferr yang mencapai 80%.
Selanjutnya parasit yang biasa menyerang larva A. atlas adalah familia Braconidae
(Hymenoptera) misalnya Apanteles dari familia Ichneumonidae seperti
Xanthopimpla konowi Kriger. Parasit-parasit ini lebih sering menyerang tahap larva
(Peigler, 1989).
Faktor Abiotik
Faktor abiotik terdiri dari temperatur, kelembaban, intesitas cahaya dan
aliran udara yang mempengaruhi pertumbuhan larva A. atlas.Larva sutera termasuk
hewan poikilotermik yang suhu tubuhnya dipengaruhi langsung oleh suhu
lingkungan (Awan, 2007). Stadium ulat sutera, jika temperatur lingkungan lebih
tinggi (30 0C) atau rendah (20 0C) akan mengakibatkan kehidupan jadi terganggu
dan kesehatan larva sutera akan memburuk (Atmosoedarjo et al., 2000).
Kelembaban meningkat akan menyebabkan kelayuan tanaman jadi lambat sehingga
16 tetap segar yang disukai larva sutera, namun akan meningkatkan pertumbuhan
mikrobia patogen yang dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera. Perubahan
kelembaban yang ekstrim dapat mengakibatkan tingkat kematian tinggi (Awan,
2007).
Ulat sutera A. atlas di daerah tropis tampaknya cahaya kurang berpengaruh
terhadap pemeliharaan (Awan, 2007). Udara yang dihisap ini berupa oksigen
digunakan untuk mengolah karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Energi ini
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan larva. Pemeliharaan ulat sutera
perlu diperhatikan kebersihan lingkungan tempat tinggal sebab lingkungan kotor dan
sampah akan mengeluarkan gas-gas yang berbahaya bagi ulat sutera, misalnya CO2
dan ammonia dari hasil metabolisme (Nation, 2008).
Kenari (Canarium commune L.)
Pohon kenari banyak dijumpai di Bogor yang biasanya dikenal sebagai pohon
tepi jalan. Pohon kenari (Canarium commune L.) merupakan tanaman asli Indonesia
yang berasal dari Maluku, kemudian menyebar ke daerah Asia tropis. Pohon kenari
digolongkan dalam famili Burseraceae (Rushayati dan Maulana, 2005). Thomson
dan Evans (2006) menyatakan taksonomi pohon kenari dalam klasifikasinya adalah
divisi Spermatophyta, kelas Dicotyledoneae, ordo Geraniales, famili Burseraceae,
genus Canarium dan spesies Canarium Commune (Linnaeus). Purnamasari (2003)
menyatakan pohon kenari memilki tajuk yang berbentuk kolumnar dan daunnya
majemuk terdiri atas 4-5 pasang anak daun yang berbentuk jorong memanjang.
Batangnya tegak dan lurus, tinggi mencapai 45 cm, kulit luarnya berwarna
keabu-abuan dan diameter 180 cm, akarnya papan yang berliku-liku dan menyusun suatu
mahkota yang hijau rimbun. Buah kenari yang masih muda berwarna hijau
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kandang Blok C Laboratorium Lapang Bagian
Produksi Satwa Harapan, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan dan Laboratorium Metabolisme, Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Farmokologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai Desember 2011 dan
Februari 2012.
Materi Hewan Percobaan
Penelitian menggunakan 180 larva A. atlas awal instar IV sebagai hewan
percobaan yang diperoleh dari hasil penetasan telur dari perkawinan ngengat yang
keluar dari kokon. Kokon sebagai bibit diambil dari Perkebunan Teh Nusantara VIII,
Jalan Raya Purwakarta KM 4, Kecamatan Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung,
Jawa Barat.
Bahan dan Peralatan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun segar tumbuhan
kenari (Canarium commune L.) sebagai pakan, alkohol 70%, teepol dan formalin
4%.
Kandang pemeliharaan larva instar IV-VI terbuat dari plastik (Gambar 7a), kain
kasa (Gambar 7b) dan kardus (Gambar 7c) berjumlah 12 buah dengan ukuran yang
sama yaitu 32,5 x 25 x 13 cm3 dengan masing-masing kepadatan kandang berisi 15
ekor larva A. atlas awal instar IV.
(a) Kandang Plastik (b) Kandang Kain Kasa (c) Kandang Kardus
18 Peralatan lain yang digunakan dalam pemeliharaan A. atlas adalah kandang
perkawinan terbuat kain kasa berukuran 40 x 40 x 40 cm3, cawan petri diameter 15
cm dan tinggi 2 cm, kotak plastik persegi berukuran 30 x 20 x10 cm3, rak kayu,
kapas, tissue, kertas label, pisau atau cutter dan gunting. Peralatan yang digunakan
untuk pengumpulan data yaitu timbangan digital dengan ketelitian 0,01 g, jangka
sorong digital dengan ketelitian 0,01 mm, thermohygrometer, luxmeter dengan
selang 0,001–199,9 kilo lux (Klx) dan kamera digital.
Prosedur Persiapan Kandang dan Peralatan
Sebelum penelitian dimulai, kandang blok C pemeliharaan Ulat Sutera Liar
Attacus atlas dan Laboratorium Metabolisme dibersihkan. Semua peralatan dicuci
dengan teepol dan ruangan pemeliharaan didesinfeksi menggunakan formalin 4%
dibiarkan tertutup rapat selama 24 jam.
Persiapan Sampel Penelitian
Kokon yang diperoleh dari Perkebunan Teh Purwakarta ditempatkan pada
kandang perkawinan terbuat dari kain kasa berukuran 40 x 40 x 40 cm3. Ngengat
jantan dan betina yang sudah keluar dari kokon kemudian dimasukkan ke kandang
perkawinan untuk menghasilkan telur. Telur yang dihasilkan dari ngengat betina
dapat dibedakan yaitu telur fertil (telur yang dibuahi) berwarna coklat (Gambar 8a)
dan infertil (telur yang tidak dibuahi) berwarna putih (Gambar 8b). Telur yang
dihasilkan dari perkawinan ini dipilih telur yang fertil yaitu berwarna coklat atau
coklat kemerahan. Telur fertil ini direndam dalam cairan formalin 4% selama satu
menit lalu dibilas dengan air yang mengalir dan dikeringkan. Telur dipindahkan ke
dalam cawan petri sebagai tempat penetasan.
Pemeliharaan Larva Instar I-III
Sekitar 7-8 hari kemudian, telur menetas menjadi larva instar I. Larva kecil
dipelihara dalam jumlah banyak dalam satu tempat pemeliharaan tertentu karena
masih sensitif terhadap kondisi lingkungan. Larva instar I-II tetap dipelihara dalam
cawan petri diameter 15 cm dan tinggi 2 cm kemudian diberi pakan daun kenari yang
diiris 1-2 cm. Instar I dipelihara di dalam cawan petri sebanyak 25-30 larva
sedangkan instar II sebanyak 15-20 larva. Larva yang telah memasuki instar III
dipindahkan ke kotak plastik berukuran 30 x 20 x 10 cm3 sebanyak 15-20 larvadan
diberi pakan daun kenari. Pemeliharaan larva instar I-III diamati periode instar (fase
ulat kecil) dengan menggunakan pakan daun kenari.
Pemeliharaan Larva Instar IV-VI
Sebanyak 180 larva awal instar IV ditimbang bobot badan dan diukur panjang
badannnya, dikelompokkan menjadi 12 kelompok yang terdiri atas 15 larva per
kelompok. Setiap kelompok ditempatkan dalam kandang plastik, kain kasa, dan
kardus berukuran 32,5 x 25 x 13 cm3 yang telah disekat menjadi dua bagian sehingga
berukuran 16,25 x 25 x 13 cm3 atau volume kandang per larva instar IV adalah
352,08 cm3/larva. Awal instar V sekat di dalam kandang diangkat sehingga volume
tipe kandang menjadi ukuran semula yaitu 32,5 x 25 x 13 cm3 atau volume kandang
per larva instar V dan VI adalah 704,17 cm3/larva. Setiap perlakuan tipe kandang
dilakukan empat kali ulangan dapat dilihat bagan pada Gambar 11. Selama
pemeliharaan, larva instar IV sampai VI diberi pakan daun kenari beserta rantingnya.
Larva dimulai dari instar IV sampai VI diamati dan dicatat pertumbuhan dan
perkembangannya. Pengukuran panjang badan dan bobot badan dilakukan setiap
awal dan akhir instar menggunakan timbangan digital dan jangka sorong.
Pengukuran suhu, kelembaban, dan intensitas cahaya dilakukan pada pukul
06.00-07.00, 12.00-13.00 dan 16.00-17.00 menggunakan thermohygrometer, luxmeter
dengan selang 0,001–199,9 kilo lux (Klx). Pakan diberikan secara ad libitum (selalu
tersedia di setiap kandang) dua kali sehari pada pagi hari (pukul 07.00-08.00) dan
sore hari (pukul 16.00-17.00). Diamati pula periode instar IV-VI dan survival rate
(daya tahan hidup) dengan mengamati jenis kematian larva pada masing-masing
kandang.
(a) Kandang Plastik (b) Kandang Kain Kasa (c) Kandang Kardus
180 Larva Instar IV
Gambar 9. Bagan Tipe Kandang Plastik (a), Kain Kasa (b) dan Kardus (c) dengan Volume Pemeliharaan Larva Instar IV-VI
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan tipe kandang yang berbeda. Tipe kandang yang digunakan
terbuat dari kain kasa, kardus dan plastik. Masing-masing perlakuan dilakukan empat
ulangan, satu satuan percobaaan terdiri atas 15 larva. Model matematika yang
digunakan menurut Steel dan Torrie (1991) adalah
εij : pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-j dari tipe kandang yang ke-i
i : perlakuan tipe kandang
j : ulangan
Data yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA) untuk
mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Nilai koefisien
determinasi diperoleh dari hasil ANOVA untuk mengetahui persentase perubahan
variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas`(X) atau persentase
peubah (periode instar, pertambahan bobot badan, pertambahan panjang badan dan
survival rate) yang dipengaruhi oleh tipe kandang yang berbeda. Hasil analisis
ANOVA yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Tukey HSD.
Peubah
Periode Instar
Periode instar adalah waktu yang dibutuhkan untuk tiap tahap instar yang
ditandai dengan molting pada akhir instar dan selesai molting pada awal instar.
Pertambahan Bobot Badan (PBB)
PBB adalah pertambahan bobot badan yang diperoleh pada setiap tahap
instar. Pertambahan bobot badan setiap tahap instar diperoleh dari selisih antara
bobot badan akhir instar dikurangi bobot awal instar yang telah ditimbang.
Gambar 10. Pengukuran Bobot Badan A. atlas
Rumus yang digunakan:
Pertambahan bobot badan BBx BBxa
Keterangan :
BBx : nilai bobot badan akhir instar ke-x BBxa : nilai bobot badan awal instar ke-x
Pertambahan Panjang Badan
PPB adalah pertambahan panjang badan yang diperoleh pada setiap tahap
instar. Pertambahan panjang per instar diperoleh dari selisih antara panjang badan
akhir instar dikurangi panjang awal instar.
22 Gambar 11. Pengukuran Panjang Badan A. atlas
Rumus yang digunakan :
Pertambahan panjang badan PBx PBxa
Keterangan :
PBx : nilai panjang badan akhir instar ke-x PBxa : nilai panjang badan awal instar ke-x
Survival Rate (Daya Tahan Hidup)
Survival Rate (daya tahan hidup) adalah persentase jumlah larva yang hidup
di akhir instar setiap tahap instar. Daya tahan hidup diperoleh dengan cara membagi
jumlah larva di akhir instar dengan jumlah larva pada awal instar lalu dikalikan
seratus persen.
Rumus yang digunakan :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu dan Kelembaban Ruangan Pemeliharaan A. atlas
Pemeliharaan A. atlas dipelihara di dalam ruangan agar terhindar dari
predator dan kondisi lingkungan yang ekstrim. Pertumbuhan ulat sutera liar A. atlas
sangat dipengaruhi oleh iklim di lokasi pemeliharaan diantaranya yaitu suhu,
kelembaban nisbi, kualitas udara, aliran udara dan cahaya. Suhu ruangan budidaya A.
atlas selama pemeliharaan pada bulan Oktober, November, Desember 2011 dan
Februari 2012 berturut-turut yaitu berkisar pada 25-27 0C, 27-32 0C, 26-30 0C dan
24-29 0C data lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Suhu dan Kelembaban Budidaya A. atlas Didalam Ruangan
Bulan Waktu Suhu (
0
C) Kelembaban (%)
Kisaran Rataan±Sb Kisaran Rataan±Sb
Oktober
2011
Pagi 25-27 26,31±0,62 79-84 80,96±4,70
Siang 26-27 27,12±0,16 75-80 77,60±2,23
Sore 26-27 26,87±0,89 71-84 78,02±5,84
November
2011
Pagi 27-30 26,89±1,01 80-89 84,17±2,41
Siang 27-32 30,21±1,24 69-86 79,12±2,93
Sore 27-31 28,76±1,00 75-88 82,62±3,31
Desember
2011
Pagi 26-27 26,43±0,41 73-85 79,53±2,76
Siang 26-30 27,78±1,42 74-82 78,00±2,77
Sore 26-30 27,44±1,22 73-82 77,8±3,26
Februari
2012
Pagi 25-28 26,25±0,81 80-86 84,43±1,99
Siang 27-29 27,71±0,69 77-84 80,33±3,08
Sore 24-27 26,54±1,13 80-85 81,57±2,15
Kelembaban pada bulan November mencapai kelembaban relatif terendah
pada siang hari sebesar 69% (Tabel 2). Awal perkembangan instar IV dimulai pada
bulan November. Rataan kelembaban relatif tertinggi pada pagi hari (84,43%) di
bulan Februari menyebabkan peningkatan kematian larva. Keadaan cuaca di luar
Suhu dalam kandang ternyata lebih tinggi daripada ruangan pemeliharaan
instar IV-VI pada bulan November. Terbukti perbedaan suhu antara ruangan dan
kandang pemeliharaan plastik pada pagi, siang dan sore pada bulan November adalah
1,84 0C, 0,03 0C dan 2,02 0C. Setiap tipe kandang memiliki suhu yang berbeda-beda.
Kisaran suhu harian kandang kain kasa terendah dibandingkan kandang plastik dan
kardus yaitu 28-32 0C dan 27-32 0C. Kisaran suhu pada bulan Desember terendah
pada kandang plastik dan kain kasa yaitu 27-31 0C sedangkan kisaran pada kandang
kardus adalah 26-31 0C dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Suhu Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI
Bulan Tipe Waktu Suhu (
0 C)
Kandang Kisaran Rataan±Sb
November
2011
Plastik Pagi 27-30 28,73±1,04
Siang 27-32 30,24±1,23
Sore 27-31 28,89±0,98
Kain Kasa Pagi 27-30 28,73±0,98
Siang 28-32 30,20±1,30
Sore 27-31 28,75±1,08
Kardus Pagi 27-30 28,66±1,05
Siang 27-32 30,19±1,23
Sore 26-31 28,65±0,95
Desember
2011
Plastik Pagi 26-30 27,36±1,03
Siang 27-31 29,54±1,50
Sore 27-30 28,21±1,03
Kain Kasa Pagi 27-30 27,31±1,16
Siang 27-31 29,47±1,54
Sore 27-30 28,19±1,05
Kardus Pagi 26-30 27,18±1,01
Siang 26-31 28,94±2,12
Sore 26-30 28,13±1,14
Suhu minimal dari ketiga kandang di bulan November dan Desember 2011
(26 0C) masih berada pada suhu nyaman bagi larva instar IV. Suhu tertinggi bulan
Desember kandang plastik memiliki rata-rata suhu paling tinggi saat pagi hari yaitu
27,36 0C (Tabel 3). Rataan suhu di pagi, siang dan sore hari pada kandang plastik
lebih tinggi dibandingkan kandang kain kasa dan kardus antara lain 28,73, 30,24 dan
28,89 0C masih dalam suhu optimal. Suhu tertinggi pada ketiga kandang pada bulan
November dan Desember 2011 (32 0C dan 31 0C) berada di atas suhu nyaman.
Mulyani (2008) menyatakan kisaran suhu lingkungan larva besar (larva instar IV-VI)
berkisar antara 25-28 0C.
Kelembaban dalam kandang ternyata lebih tinggi daripada ruangan
pemeliharaan instar IV-VI pada bulan November. Kelembaban setiap kandang
berbeda-beda dari bulan November sampai Desember dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Kelembaban Didalam Kandang A. atlas Larva Instar IV-VI
Bulan Tipe Waktu Kelembaban (%)
Kandang Kisaran Rataan±Sb
November
2011
Plastik Pagi 74-89 80,39±4,38
Siang 71-86 79,08±4,05
Sore 71-88 81,39±5,72
Kain Kasa Pagi 73-88 82,23±5,25
Siang 70-86 78,65±3,64
Sore 73-89 81,58±5,13
Kardus Pagi 73-88 82,31±4,38
Siang 71-86 79,04±3,32
Sore 74-88 82,31±4,38
Desember
2011
Plastik Pagi 80-89 84,15±2,46
Siang 71-86 79,19±2,88
Sore 76-88 82,78±3,34
Kain Kasa Pagi 80-89 84,15±2,33
Siang 70-86 78,69±4,55
Sore 75-88 82,31±3,26
Kardus Pagi 80-89 83,19±3,09
Siang 79-86 79,96±1,54
Sore 80-89 82,77±3,42
Rataan kelembaban yang paling tinggi pada kandang kardus yaitu 82,31% di
pagi dan sore hari. Kelembaban yang paling tinggi bulan November adalah 89% pada
pagi hari di kandang plastik. Kelembaban paling rendah diperoleh 70% pada siang
hari di kandang kain kasa. Kisaran kelembaban pada bulan Desember yang paling
tinggi berkisar antara 80%-89% di ketiga kandang pada pagi hari dan sore hari pada
kandang kardus (Tabel 4). Kelembaban minimal harian dalam kandang pada bulan
November (70%) pada kandang kain kasa. Kelembaban tertinggi (89%) pada
kandang plastik dan kain kasa. Bulan Desember, kelembaban terendah (70%) pada
kandang kain kasa. Kelembaban tertinggi (89%) pada ketiga tipe kandang.
Kelembaban yang diperoleh selama pemeliharaan instar IV-VI di ketiga kandang
berkisar antara 70%-89% diatas kisaran menurut Mulyani (2008) yaitu 46%-78%.
Nation (2008) menyatakan kebutuhan larva akan air sangat dipengaruhi dan
berhubungan erat dengan keadaan lingkungan hidupnya terutama kelembaban dan
ketersediaan air.
Larva A. atlas suhu tubuhnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan karena
termasuk jenis hewan poikiloterm. Nation (2008) menyatakan laju kehilangan panas
pada hewan poikilotermik lebih tinggi dari pada laju produksi panas, sehingga suhu
tubuhnya lebih ditentukan oleh suhu lingkungan eksternalnya daripada suhu
metabolisme internalnya. Tipe kandang memiliki kondisi mikro (suhu dan
kelembaban) dan sirkulasi udara yang berbeda-beda yang mempengaruhi
pertumbuhan larva. Aktivitas fisiologis sangat dipengaruhi suhu tubuh sehingga
suhu sangat mempengaruhi siklus hidupnya dan kecepatan pertumbuhan dan
pergantian kulit (molting).
Suhu yang tinggi dapat pula meningkatkan kematian akibat dehidrasi.
Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikroba patogen yang
dapat menyebabkan penyakit pada ulat sutera. Kecepatan pertumbuhan larva
tergantung dari suhu dan kelembaban.
Periode Instar I-III A. atlas
Fase instar I dimulai saat larva menetas dari telur. Pemeliharaan pada larva
instar I-II di dalam cawan petri karena Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan
pemeliharaan larva kecil yang paling baik dilakukan bersamaan. Pemberian pakan
daun kenari (Canarium commune) dimulai dari larva instar I-III mempengaruhi
periode instar. Periode larva A. atlas instar I-IIIdapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Lama Periode Instar I-III A. atlas yang Mendapatkan Pakan Daun Kenari
Instar Jenis Pakan
Ke- Daun Kenari Rataan ± Sb
(hari)
I 4-5 4,78 ± 0,44
II 5-6 5,56 ± 0,53
III 5-6 5,44 ± 0,53
Total 14-17 15,78 ± 1,50
Hasil penelitian didapatkan periode larva instar I yang dipelihara dalam
cawan petri dengan pemberian pakan daun kenari lebih singkat (4-5 hari)
dibandingkan Mulyani (2008) yang menggunakan daun sirsak (5-6 hari). Periode
larva instar II-III lebih lama dengan pemberian pakan daun kenari (5-6 hari)
dibandingkan Mulyani (2008) yang menggunakan daun sirsak (4-5 hari). Selain suhu
dan kelembaban, kualitas pakan juga mempengaruhi hasil pemeliharaan generasi
selanjutnya. Awan (2007) menyatakan jika pakan yang diberikan kurang baik bisa
menghambat pertumbuhan ulat kecil dan tingkat kematian tinggi.
Periode Instar IV-VI A. atlas
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tipe kandang berpengaruh sangat
nyata terhadap periode instar IV-VI (Tabel 6). Volume tempat pemeliharaan yaitu
352,08 cm3/larva dengan kepadatan 15 larva menunjukkan bahwa rataan periode
instar IV lebih lama (6,5 hari) pada kandang plastik dibandingkan kandang kain kasa
dan kardus (5,25 hari dan 6,0 hari). Dewi (2009) menyatakan bahwa volume tempat
pemeliharaan A. atlas untuk instar IV adalah 1898,03 cm3/larva. Larva yang
dipelihara pada kandang kain kasa diperoleh periode instar IV sama dengan hasil
penelitian Dewi (2009) menggunakan pakan sirsak yaitu 5-6 hari. Volume kandang
per larva untuk instar IV dalam penelitian ini hanya 2,78 kali dari penelitian Dewi
(2009).
Pengaruh tipe kandang terhadap periode instar IV yang diindikasikan oleh
nilai koefisien determinasi cukup besar yaitu 64,41%, artinya perlakuan berpengaruh
terhadap respon periode instar IV sedangkan sisanya (35,59%) dipengaruhi oleh
faktor lain yang tidak diamati seperti genetik dan individu. Respon tersebut akibat
iklim mikro (suhu dan kelembaban) yang dihasilkan setiap kandang berbeda. Nilai
koefisien keragaman pada ketiga kandang rendah yaitu berturut-turut sebesar 8,88%,
9,52% dan 0% menunjukkan bahwa tingkat keseragaman larva tinggi terhadap
periode instar IV.
Tabel 6. Lama Periode Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari
Instar
Ke-
Tipe Kandang
Plastik Kain Kasa Kardus
Kisaran Rataan±Sb Kisaran Rataan±Sb Kisaran Rataan±Sb
(hari)
IV 6-7 6,50a ±0,58 5-6 5,25b±0,50 6 6,00ab±0,00
V 6-7 6,50a ±0,58 5-6 5,50b±0,50 6-7 6,25ab±0,50
VI 9-10 9,50a ±0,58 8 -9 8,25b ±0,50 8 -9 8,75ab±0,50
Total 21-25 23±1,74 18-21 19±1,50 20-22 21±1,0
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)
Memasuki instar V-VI, volume tempat pemeliharaan diperbesar menjadi
704,17 cm3/larva. Dewi (2009) menyatakan bahwa volume pemeliharaan instar V-VI
adalah 3796,06 cm3/larva. Volume kandang per larva untuk instar V-VI dalam
penelitian ini hanya 2,78 kali dari penelitian Dewi (2009). Larva yang dipelihara
pada kandang kain kasa diperoleh periode instar V berkisar 5-6 hari lebih singkat
dibandingkan penelitian Dewi (2009) berkisar 5-7 hari. Periode Instar V pada
kandang plastik dan kardus lebih lama (6-7 hari). Pengaruh tipe kandang terhadap
periode instar V memiliki nilai koefisien determinasi sebesar 44,07%
mengindikasikan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap periode instar V
disebabkan oleh iklim mikro setiap kandang yang berbeda sedangkan sisanya
55,93% dipengaruhi oleh genetika dan individu. Nilai koefisien keragaman pada
instar V yaitu berturut-turut sebesar 8,88%, 10,49% dan 8% menunjukkan bahwa
tingkat keseragaman larva tinggi pada kandang plastik, kain kasa, dan kardus
terhadap periode instar V.
Volume kandang per larva pada instar VI sama dengan sebelumnya (instar V)
sebesar 704,17 cm3/larva. Larva yang dipelihara pada kandang plastik diperoleh
periode instar VI lebih lama (9-10 hari) dibandingkan kandang kain kasa dan kardus
(8-9 hari). Dewi (2009) menyatakan bahwa periode instar VI menggunakan daun
sirsak berkisar antara 8-10 hari. Periode instar VI lebih lama dibandingkan instar IV
dan V (Tabel 6). Awan (2007) menyatakan larva instar VI membutuhkan waktu
paling lama karena instar ini akan memasuki stadium pupa yang secara morfologis
dan fisiologis berbeda. Koefisien determinasi untuk periode instar VI sebesar 55,88%
mengindikasikan bahwa ada pengaruh lain sebesar 44,12% seperti pengaruh genetik
dan individu. Tingkat keragaman periode instar VI rendah dibandingkan dengan
instar IV-V yaitu 6,07%, 6,06% dan 5,71% yang menunjukkan tingkat keseragaman
paling tinggi pada tipe kandang yang berbeda terhadap periode instar VI.
Periode instar di setiap tipe kandang berbeda-beda karena larva melakukan
penyesuian tubuh terhadap suhu dan kelembaban di dalam kandang. Periode instar
IV-VI lebih cepat pada kandang kain kasa karena suhu lebih tinggi (32 0C) dan
kelembaban lebih rendah (70%) pada kandang ini dibandingkan kedua kandang
lainnya (Tabel 6). Semakin tinggi suhu dan kelembaban rendah maka siklus hidup
semakin cepat. Nation (2008) menyatakan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi derajat kelangsungan hidup adalah suhu, yaitu setiap kenaikan 10 0C
secara umum akan meningkatkan reaksi biologis dan kimia 2-3 kali lebih tinggi dari
normal.
Larva mengalami proses molting yang berbeda-beda akibat kondisi mikro
(suhu dan kelembaban) yang berbeda pada setiap tipe kandang. Periode instar IV-VI
lebih lama yang dipelihara dalam kandang plastik karena waktu yang dibutuhkan
cukup lama untuk menjelang molting di akhir instar. Kandang plastik hanya memiliki
sirkulasi udara di bagian atasnya sehingga menyebabkan sirkulasinya tidak lancar
seperti pertukaran oksigen dan hasil metabolisme dibandingkan kandang lainnya.
Suhu dan kelembaban sangat berpengaruh terhadap periode instar. Elzinga (2004)
menyatakan periode hidup larva dipengaruhi oleh perubahan lingkungan.
Pertambahan Bobot Badan A. atlas
Laju pertumbuhan dilihat dari pertambahan bobot badan larva A. atlas pada
awal instar IV-VI yang dipelihara pada tipe kandang yang berbeda (kandang plastik,
kain kasa, dan kardus). Atmosoedarjo et al. (2000) menyatakan pertumbuhan larva
dapat dilihat dari pertambahan bobot badan dan panjang tubuh. Tabel 7 menunjukkan
bahwa perbedaan tipe kandang berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap
pertambahan bobot badan pada instar IV-VI.
Tabel 7. Pertambahan Bobot Badan Awal Instar IV-VI pada Larva A. atlas pada Berbagai Tipe Kandang yang Diberi Pakan Daun Kenari
Instar
Ke- Peubah
Tipe Kandang
Plastik Kain Kasa Kardus
IV
(g)
BB awal 0,576±0,051 0,553± 0,048 0,557 ± 0,046
BB akhir 2,420c ± 0,262 3,560a ± 0,371 2,650 b ± 0,368
PBB 1,844 c ±0,278 3,007 a ±0.368 2,093 b ±0.369
V BB awal 2,287
c
± 0,185 2,954a± 0,245 2,448 b ± 0,240
BB akhir 5,397c ± 0,356 6,058a ± 0,248 5,761 b ± 0,387
PBB 3,115b ±0,363 3,104b ±0,355 3,337 a ±0,483
VI
BB awal 5,191b ± 0,409 5,962a ± 0,331 4,875 c ± 0,388
BB akhir 19,249b ± 0,632 20,018a±0,270 19,868a±0,270
PBB 14,085b±0,902 14,194b±0,455 15,050 a±0,521 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat
nyata (p<0,01)
Hasil penelitian pada Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan bobot badan akhir
instar IV sebesar 3,560 g lebih tinggi pada kandang kain kasa dibandingkan kandang
lainnya. Pertambahan bobot badan juga semakin meningkat yaitu sebesar 3,007 g
dibandingkan tipe kandang lainnya. Pengaruh faktor tipe kandang terhadap
pertambahan bobot badan instar IV cukup besar seperti yang tampak pada nilai
koefisien determinasi yang cukup tinggi yaitu 68,57% mengindikasikan bahwa
perlakuan berpengaruh disebabkan oleh iklim mikro setiap kandang sedangkan
sisanya 31,43% dipengaruhi oleh genetik dan individu.
Kandang kain kasa mampu memberikan suasana sirkulasi udara lancar untuk
proses pertukaran oksigen dan hasil metabolisme sehingga asupan pakan tinggi yang
mengakibatkan pertambahan bobot badan pada instar IV di dalam kandang kasa lebih
tinggi. Instar IV merupakan fase awal ulat besar yang membutuhkan sirkulasi udara
yang lancar untuk fase pertumbuhan selanjutnya. Tingkat keragaman instar IV pada
masing-masing tipe kandang yaitu 15,07%, 12,24% dan 17,63% yang menunjukkan
bahwa tingkat keseragaman pertambahan bobot badan instar IV pada kandang kain
kasa lebih tinggi dibandingkan kandang lainnya.
Rataan bobot badan instar V-VI paling tinggi yang dipelihara di dalam
kandang kain kasa. Rataan bobot badan pada awal dan akhir instar V (2,954g dan
6,058 g) dan instar VI (5,962 g dan 20,018 g). Bobot badan instar V-VI tinggi di
kandang kain kasa karena bobot badan dari akhir instar IV lebih tinggi dibandingkan
kedua kandang lainnya. Bobot badan tertinggi terdapat pada instar VI karena larva
dapat mengkonsumsi pakan cukup banyak serta waktu periode cukup lama yang
digunakan sebagai cadangan energi untuk memasuki masa pupasi.
Pertambahan bobot badan instar V dan VI yang paling tinggi pada kandang
kardus yaitu 3,337 g dan 15,050 g. Kandang kardus mampu menyerap hasil
metabolisme (absorpsi air tinggi) dan sirkulasi udara cukup lancar. Hal tersebut
mempengaruhi kualitas pakan yang tidak cepat layu dan asupan pakan tinggi yang
menyebabkan pertambahan bobot badan instar V-VI dalam kandang kasa lebih tinggi
dibandingkan kandang lainnya. Dewi (2009) menyatakan tempat dan volume
pemeliharaan mempengaruhi pertambahan bobot badan A. atlas. Nilai koefisien
determinasi pertambahan bobot badan instar V dan VI cukup rendah yaitu 6,63% dan
33,4% yang mengindikasikan ada faktor lain (misalnya, faktor individu dan genetik)
yang mempengaruhi pertambahan bobot badan terhadap tipe kandang.
Tingkat keragaman pertambahan bobot badan pada instar V-VI yang paling
rendah pada kandang kain kasa yaitu 11,44% dan 3,20% menunjukkan bahwa tingkat
keseragaman instar V-VI paling tinggi dibandingkan tipe kandang lainnya. Tingkat
keragaman instar V-VI kandang plastik (11,65% dan 6,40%) dan kardus (14,47%
dan 3,46%). Tingkat keragaman pertambahan bobot badan instar V lebih tinggi
dibandingkan instar VI karena instar V belum mencapai bobot badan yang
maksimum. Tingkat keragaman pertambahan bobot badan instar VI lebih rendah