• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimation of Carbon Mass Potency of Plant Fiber Wood In The Peat Land (Case Study In Areal HTI Fiber Wood PT RAPP Sector of Pelalawan, Riau Province)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimation of Carbon Mass Potency of Plant Fiber Wood In The Peat Land (Case Study In Areal HTI Fiber Wood PT RAPP Sector of Pelalawan, Riau Province)"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau)

YUNIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pendugaan Potensi Massa Karbon Dalam Hutan Tanaman Kayu Serat Di Lahan Gambut (Studi Kasus di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

Peat Land (Case Study In Areal HTI Fiber Wood PT RAPP Sector of Pelalawan, Riau Province). Under direction of ELIAS and AHMAD BUDIAMAN

The role of forests as carbon sinks and storage is very important in the prevention of the greenhouse effect that leads to global warming. Among the various types of forest, peat forest serves as the largest carbon storage. The research objectives were to obtain an alometric equation of carbon mass for A. crassicarpa tree, and measure the potential carbon mass of A. crassicarpa trees on the peat land of HTI fiber wood as well as the potential of carbon mass in peat soil. The results showed that the potential biomass in the stand of A. crassicarpa for the age groups of 2,3,4 and 5 years was respectively 44.98 tons/ha, 70.35 tons/ha, 134.05 tons/ha and 234.78 tons/ha. The potential carbon mass in the stand of A. crassicarpa trees for the age group of 2,3,4 and 5 years was respectively 12.09 tons/ha, 36.23 tons/ ha, 76.09 tons/ha and 133.10 tons/ha. The best alometric equation for estimating tree biomass is W = 0.398918D2.041Hbc0.165 and for carbon mass is C = 0.131D1.246 Htot1.175

.The potential carbon mass of harvest waste on average was 4.89 tons/ha or 3.67% of the potential carbon mass of the tree before harvesting. The potential carbon mass of understorey for the age group of 2,3,4,5 and 0 years was respectively 0.86 tons/ha, 1.27 ton/ha, 1.50 tons/ha, 2.31 tons/ha, and 0.27 tons/ha. The potential carbon mass of litter for the age group of 2,3,4,5 and 0 years was respectively 1.64 tons/ha, 1.54 tons/ha, 2.06 tons/ha, 2.72 tons/ha and 0.32 tons/ha. The potential carbon mass of peat soil for the age group of 2,3,4,5 and 0 years was respectively 1394.07 tons/ha, 1339.14 tons/ha, 1271.11 tons/ha, 1262.68 tons/ha and 1473.62 tons/ha. The potential carbon mass on the ground stand of A. crassicarpa was 3.89% of the potential carbon mass in peat soils.

(4)

Serat Di Lahan Gambut (Studi Kasus di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau). Dibimbing oleh ELIAS dan AHMAD BUDIAMAN

Peranan hutan sebagai penyerap karbon menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, yang menyebabkan peningkatan suhu udara atau biasa disebut dengan pemanasan global. Diantara berbagai tipe hutan, hutan rawa gambut merupakan tempat penyimpan karbon terbesar per satuan luas. Oleh karena itu, diperlukan penelitian potensi massa karbon pada HTI kayu serat lahan gambut.

Penelitian ini dilakukan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Analisis data dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Pengaruh Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Metode penelitian di lapangan yang digunakan adalah metode destruktif yang dilakukan pada plot ukuran 100 m x 100 m pada tegakan umur 2,3,4,5 dan 0 tahun masing-masing 3 petak ukur. Untuk analisis sifat fisik dan kimia di laboratorium dilakukan pengambilan sampel di lapangan dari bagian-bagian pohon dan kedalaman gambut pada berbagai kelas umur.

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kadar karbon pada masing-masing kelas umur tegakan berbeda-beda pada setiap bagian pohon. Rata-rata kadar karbon pada bagian pohon tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu sebesar 60,20% (kelas umur tegakan 5 tahun) dan terendah pada batang kelas umur 2 tahun sebesar 50,27%. Makin tinggi kelas umur pohon maka kadar karbon semakin tinggi. Kadar karbon pada batang berkisar antara 50,27% - 60,20%. Rata-rata kadar karbon tumbuhan bawah 29,21%, dan pada serasah 30,50%.

Model persamaan alometrik untuk menduga biomassa bagian-bagian pohon Acacia crassicarpa hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : model pendugaan bagian batang adalah W = 0,168976D0,133Htot2,322, cabang adalah W =0,0018D5,370Htot-2,299, ranting adalah W = 0,122947D1,793, akar adalah W = 0,433874D0,158Htot1,040, daun adalah W = 0,211401D1,965Htot-0,454 dan model persamaan alometrik seluruh bagian pohon adalah W = 0,398918D2,041Hbc0,165

Sedangkan untuk menduga massa karbon model persamaan alometrik batang adalah C = 0,065743D

.

0,200

Htot2,403, cabang adalah C = 0,000644D7,877Htot-4,814, ranting adalah C = 0,039478D1,946, akar adalah C = 0,112D0,298Htot1,093, daun adalah C = 0,041008D1,912Hbc-0,062 dan model persamaan alometrik seluruh bagian pohon adalah C = 0,131D1,246Htot1,175

Berdasarkan hasil penelitian ini kelas umur 5 tahun adalah sebesar 234,78 ton/ha, diikuti kelas umur 4 tahun sebesar 134,05 ton/ha, kelas umur 3 tahun sebesar 70,35 ton/ha dan kelas umur 2 tahun sebesar 44,98 ton/ha. Tingginya potensi biomassa pada kelas umur 5 tahun disebabkan karena seiring dengan bertambahnya umur pohon maka diameter pohon akan bertambah pula. Keadaan ini menggambarkan bahwa biomassa akan bertambah seiring dengan bertambahnya umur tegakan. Hal ini sesuai pernyataan Porte et al (2002) yang menyatakan bahwa makin meningkat umur suatu tegakan, diameter pohon akan semakin besar dan biomassa pohon juga akan semakin besar.

(5)

pohon-pohon pada kelas umur 2,3 dan 4 tahun. Potensi massa karbon pada kelas umur 5 tahun lebih tinggi yaitu 133,10 ton/ha daripada kelas umur yang lain. Semakin tinggi umur tanaman maka massa karbon menjadi semakin tinggi.

Potensi biomassa serasah pada kelas umur 5 tahun sebesar 8,45 ton/ha, potensi tersebut lebih besar daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur 5 tahun terjadi penumpukan daun-daun yang berguguran cukup banyak. Sedangkan potensi massa karbon serasah pada kelas umur 5 tahun sebesar 2,72 ton/ha dimana potensi tersebut lebih besar daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur 5 tahun serasah memiliki potensi biomassa yang besar. Sedangkan potensi biomassa dan massa karbon serasah pada kelas umur 0 tahun lebih keil daripada kelas umur yang lain. Hal ini disebabkan areal tersebut baru dilaksanakan pemanenan kayu sehingga banyak serasah yang hilang terseret oleh traktor saat menyarad kayu keluar dari petak tebang.

Potensi biomassa tumbuhan bawah pada kelas umur 5 tahun sebesar 7,1 ton/ha dimana pada kelas umur tersebut merupakan potensi biomassa lebih besar daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan karena pada kelas umur 5 tahun memiliki kerapatan pohon yang rendah sehingga sinar matahari dapat masuk ke lantai hutan, akibatnya tumbuhan bawah dapat tumbuh subur pada kelas umur tersenut. Potensi massa karbon tumbuhan bawah pada kelas umur 5 tahun lebih besar daripada kelas umur lain yaitu 2,31 ton/ha. Hal ini disebabkan karena biomassa pada kelas umur tersebut lebih besar. Potensi biomassa dan massa karbon tumbuhan bawah pada kelas umur 0 tahun lebih kecil daripada kelas umur lain. Hal ini disebabkan akibat kegiatan pemanenan yang berlangsung pada areal tersebut mengakibatkan banyak tumbuhan bawah yang rusak.

Potensi massa karbon limbah (ton/ha) pada kelas umur 0 tahun sebesar 4,89 ton/ha dimana tunggak memiliki rata-rata lebih tinggi massa karbon dari limbah yang lain yaitu 4,05 ton/ha. Hal ini disebabkan rata-rata volume limbah tunggak lebih tinggi daripada volume yang lain yaitu 15,18 m3

Hasil pengamatan di lapangan dalam penelitian ini menunjukkan kisaran kedalaman tanah gambut antara 2,60 – 3,68 m, dimana pada kelas umur tegakan 3 tahun memiliki rata-rata kedalaman lebih dalam daripada kelas umur yang lain yaitu 3,68 m. Sedangkan pada kelas umur tegakan 0 tahun memiliki rata-rata kedalaman yang rendah yaitu 2,60 m. Tingkat dekomposisi gambut yang ditetapkan dengan metode penetapan cepat di lapangan menunjukkan adanya perbedaan pada setiap kedalaman gambut dan umur tanaman. Kedalaman gambut antara 0,5-1,5 m (pada kelas umur 2,3,4,5,0 tahun) memiliki tingkat kematangan saprik.

/ha.

Pada setiap kelas umur tegakan rata-rata kadar air gambut berbeda. Kadar air gambut pada kelas umur 3 tahun dengan rata-rata 717,82% disebabkan karena kondisi tinggi muka air pada saat dilakukan penelitian lebih tinggi daripada kelas umur 2,4,5 dan 0 tahun yaitu 71 cm. Pada kelas umur 0 tahun memiliki kisaran kadar air pada saprik lebih rendah yaitu 155,02-367,38% dengan rata-rata kadar air lebih rendah daripada kelas umur lainnya yaitu 387,52%.

(6)

Potensi massa karbon tanah gambut pada setiap kelas umur tegakan berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisaran massa karbon tanah gambut antara 1.262,68 ton/ha – 1.473,62 ton/ha. Dimana rata-rata massa karbon tanah gambut adalah 1.348 ton/ha. Potensi massa karbon pada tegakan Acacia crassicarpa menurut kelas umur 2,3,4 dan 5 tahun adalah 12,09 ton/ha, 36,23 ton/ha, 76,09 ton/ha dan 133,10 ton/ha. Potensi rata-rata massa karbon terhadap biomassa pada masing-masing kelas umur adalah 26,88%, 51,50%, 56,76% dan 56,69%

(kematangan fibrik memiliki kisaran 1,84-2,96%) tetapi memiliki rata-rata kadar karbon lebih tinggi daripada kelas umur lainnya yaitu 53,50% (kematangan fibrik dengan kisaran 53,92-55,18%). Sedangkan untuk kelas umur 0 tahun memiliki kadar abu lebih tinggi yaitu 4,24% (kematangan fibrik memiliki kisaran 3,67-4,21%) dengan rata-rata kadar karbon lebih rendah daripada kelas umur lain yaitu 50,64% (kematangan fibrik dengan kisaran 49,65-51,88%).

(7)

@Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang :

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

KAYU SERAT DI LAHAN GAMBUT

(Studi Kasus Di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau)

YUNIAWATI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

Nama : Yuniawati

NIM : E151070131

Disetujui :

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Elias Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc.F

Ketua Anggota

Diketahui :

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pengelolaan Hutan

Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, M.S Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(11)

PRAKATA

Segala puji hanyalah milik Allah SWT, berkat Rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pendugaan Potensi Massa Karbon Dalam Hutan Tanaman Kayu Serat Di Lahan Gambut (Studi Kasus di Areal HTI Kayu Serat PT. RAPP Sektor Pelalawan, Propinsi Riau)”. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan yang diperlukan untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan tesis ini :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Elias selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ahmad Budiaman, M.Sc.F selaku Anggota Komisi Pembimbing, terima kasih atas bimbingan dan kesabaran mendidik dan membimbing penulis selama penelitian sampai penyusunan tesis.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S selaku penguji luar komisi.

3. Bapak Dr. Ir. Budi Tjahyono, M.S yang telah membantu penulis memperoleh ijin penelitian dan kemudahan penulis selama di lapangan.

4. Bapak Dr. Ir. I.B. Putera Phartama, M.Sc selaku Kepala Pusat Litbang Keteknikan Hutan dan Pengolahan Hasil Hutan yang telah memberi dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi.

5. Seluruh Karyawan HTI RAPP Sektor Pelalawan yang telah banyak membantu penelitian di lapangan terutama teman-teman alumni Instiper Yogyakarta.

6. Bapak Supriatin dan Ibu Atikah yang telah banyak membantu penulis selama di laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Pengaruh Hutan.

7. Kedua orang tua penulis, suami tercinta dan ananda M. Andhika Putra Pratama, terima kasih untuk doa, kesabaran dan dukungannya.

8. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tesis ini.

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bengkulu pada tanggal 6 Juni 1976 dari Bapak Wagiyo dan Ibu Ngadinem sebagai anak pertama dari lima bersaudara. Pada tanggal 21 Januari 2006, penulis menikah dengan Bripka Lasidi.

Tahun 1994 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bengkulu dan pada tahun yang

(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……… i

DAFTAR ISI ………... iii

DAFTAR TABEL ……….. v

DAFTAR GAMBAR ………... vii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. viii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 2

1.3 Tujuan Penelitian ……… 2

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut ………. 4

2.2 Sifat dan Karakteristik Gambut ……… 6

2.3 Pengertian Biomassa dan Karbon Dalam Hutan ……….. 7

2.4 Acacia crassicarpa Cunn Ex Benth ………. 9

2.5 Karbon Dalam Lahan Gambut ………. 9

2.6 Persamaan Alometrik ……… 10

III. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Letak Administrasi dan Geografi ………. 12

3.2 Topografi, Tanah dan Geologi ………. 12

3.3 Iklim ………. 12

3.4 Keadaan Hutan ………. 13

IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 14

4.2 Bahan dan Alat ………. 14

4.3 Data Yang Dikumpulkan ……….. 14

4.4 Prosedur Pengumpulan Data Di Lapangan ……….. 15

4.5 Prosedur Pengumpulan Data Di Laboratorium ………. 22

4.6 Pengolahan Data ……… 26

(14)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kadar Air Kayu ………. 32

5.2 Berat Jenis Kayu ……… 33

5.3 Kadar Zat Terbang ………. 34

5.4 Kadar Abu ………. 35

5.5 Kadar karbon ………. 36

5.6 Pendugaan Potensi Biomassa Bagian Pohon Acacia crassicarpa………. 41

5.7 Pendugaan Potensi Massa Karbon Bagian Pohon Acacia crassicarpa………. 44

5.8 Pendugaan Potensi Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah……… 51

5.9 Pendugaan Potensi Massa Karbon Tumbuhan Bawah dan Serasah………. 52

5.10 Pendugaan Potensi Massa Karbon Limbah ……….. 54

5.11 Potensi Volume Limbah ……….. 55

5.12 Potensi Tegakan Acacia crassicarpa ……… 56

5.13 Tingkat Dekomposisi atau Kematangan Gambut ………… 57

5.14 Kadar Air Gambut ……….. 59

5.15 Bobot Isi (Bulk Density) Gambut ……… 60

5.16 Kadar Abu dan C Organik ……… 62

5.17 Potensi Massa Cadangan Karbon di Lahan Gambut ……. 64

VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ……… 66

6.2 Saran ……….. 67

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Kandungan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan

tanah mineral (ton/ha)……… 10

2. Jumlah pohon contoh dan sebaran kelas diameter ……… 17

3. Hasil uji t student kadar karbon pada bagian pohon ……… 37

4. Model pendugaan hubungan biomassa pohon Acacia crassicarpa dengan diameter dan tinggi pohon……… 38

5. Model pendugaan biomassa terbaik pohon Acacia crassicarpa… 39 6. Model pendugaan hubungan massa karbon pohon Acacia crassicarpa dengan diameter dan tinggi pohon ………... 40

7. Model pendugaan massa karbon terbaik pohon Acacia crassicarpa ……….. 41

8. Pendugaan potensi biomassa pada bagian pohon (ton/ha) ……. 42

9. Model pendugaan potensi massa karbon terbaik dari pohon Acacia crassicarpa ……… 45

10. Pendugaan potensi massa karbon (ton/ha) Acacia crassicarpa … 46 11. Pendugaan potensi massa karbon pada berbagai bagian pohon … 46 12. Hasil uji t-student massa karbon pada bagian pohon ……… 48

13. Hasil uji t-student massa karbon pada masing-masing kelas umur.. 49

14. Hasil uji t-student potensi massa karbon tumbuhan bawah menurut kelas umur tegakan ……… 53

15. Hasil uji t-student potensi massa karbon serasah menurut kelas umur tegakan ……… 53

16. Model pendugaan potensi massa karbon limbah ……….. 54

17. Model pendugaan massa karbon terbaik ……….………….. 54

18. Pendugaan potensi massa karbon limbah (ton/ha) ……… 54

19. Volume (m3/ha) limbah berdasarkan sumber dan asal tegakan Acacia crassicarpa……… 56

(16)

21. Potensi volume tegakan Acacia crassicarpa ……… 57 22. Tingkat dekomposisi gambut pada masing-masing kelas umur

tegakan ………. 58

23. Kisaran bobot isi gambut pada berbagai kelas umur

tegakan dan kedalaman Gambut……….. 61

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Desain petak ukur penelitian di lapangan ………. 16

2. Sub plot petak ukur tumbuhan bawah dan seresah……… 16

3. Rata-rata kadar air (%) Acacia crassicarpa……… 33

4. Rata-rata BJ (gr/cm3) Acacia crassicarpa……….. 34

5. Rata-rata kadar zat terbang (%) Acacia crassicarpa ……… 35

6. Rata-rata kadar abu (%) Acacia crassicarpa………. 36

7. Rata-rata kadar karbon (%)Acacia crassicarpa ……… 37

8. Pendugaan potensi biomassa (ton/ha) ……… 41

9. Potensi biomassa pada bagian pohon (ton/ha) ……….. 44

10. Pendugaan potensi massa karbon (ton/ha) ……… 44

11. Potensi massa karbon pada berbagai bagian pohon Acacia crassicarpa (ton/ha) ……….. 47

12. Potensi biomassa dan massa karbon tegakan Acacia crassicarpa ………. 49

13. Potensi biomassa serasah dan tumbuhan bawah (ton/ha) ……….. 51

14. Potensi massa karbon serasah dan tumbuhan bawah (ton/ha) ….. 52

15. Rata-rata kadar air gambut (%) ……….. 60

16. Rata-rata kadar abu (%) …… ………. ……….. 63

17. Rata-rata kadar karbon gambut (%) ……….. 63

18. Rata-rata massa karbon (ton/ha) ……… 64

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Sketsa lokasi penelitian……… 73

2. Potensi biomassa tegakan Acacia crassicarpa

HTI RAPP Pelalawan………. 74

3. Potensi massa karbon tegakan Acacia crassicarpa

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peranan hutan sebagai penyerap karbon menjadi sorotan pada saat bumi dihadapkan pada persoalan efek rumah kaca, yaitu berupa kecenderungan peningkatan suhu udara atau biasa disebut dengan pemanasan global. Penyebab terjadinya pemanasan global ini adalah adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, yang salah satunya adalah karbondioksida. Dengan kontribusinya lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang di emisikan dari aktivitas manusia harus

mendapat perhatian yang lebih besar. Peningkatan konsentrasi GRK saat ini sudah mengkhawatirkan sehingga emisi GRK harus dikendalikan dengan cara meningkatkan kemampuan penyerapan CO2 dan penurunan emisi CO2

Diantara berbagai jenis hutan, hutan rawa gambut dikenal sebagai penyimpan karbon terbesar. Sebagian besar tanah tempat hutan gambut terdiri dari materi organik berupa tumbuhan yang telah mati. Menurut Murdiyarso et al. (2004), hutan rawa

gambut adalah tempat pemendaman karbon (sequestering carbon) yang telah

berlangsung ribuan tahun. Secara global lahan gambut menyimpan sekitar 329-525 Gt C atau 15-35% dari total karbon terestris. Sekitar 86% (455 Gt) dari karbon di lahan

gambut tersebut tersimpan di daerah temperate (Kanada dan Rusia), sedangkan sisanya sekitar 14% (70 Gt) terdapat di daerah tropis. Jika diasumsikan bahwa kedalaman rata-rata gambut di Indonesia adalah 5 m, bobot isi 114 kg/m

.

3

Jika lahan gambut dilindungi dalam kondisi alami, maka lahan gambut dapat meningkatkan kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon. Vegetasi yang tumbuh di atas tanah gambut membentuk ekosistem hutan rawa akan mengikat CO

, kandungan karbon 50% dan luasnya 16 juta ha, maka cadangan karbon di lahan gambut Indonesia adalah sebesar 46 Gt. Karena memiliki cadangan karbon yang besar sehingga jika terjadi kerusakan ekosistemnya, hutan rawa gambut dapat menjadi penyumbang emisi karbon terbesar. Stok karbon lahan gambut di Pulau Sumatera pada tahun 1990 sekitar 22.283 juta ton dan pada tahun 2002 tinggal sekitar 18.813 juta ton, atau telah mengalami pelepasan sebanyak 3.470 juta ton atau 15,5% dari total stok karbon di Pulau Sumatera.

2

(20)

Telah banyak hasil-hasil penelitian terhadap potensi karbon di lahan-lahan tanah mineral. Sedangkan hasil penelitian di hutan rawa gambut terutama untuk tegakan A. crassicarpa di areal Hutan Tanaman Industri (HTI) kayu serat belum banyak. Oleh karena itu diperlukan penelitian potensi karbon di hutan tanaman kayu serat di lahan gambut. Sehingga dapat diduga kemampuan tegakan A. crassicarpa dan lahan gambut untuk menyerap karbon.

1.2 Perumusan Masalah

Hutan memiliki fungsi sebagai penyimpan karbon dengan kemampuannya menyerap CO2

Pendugaan potensi simpanan karbon dari suatu ekosistem hutan dapat dilakukan dengan menerapkan persamaan alometrik massa karbon pohon yang memungkinkan massa karbon pohon diduga secara langsung dari dimensi pohon yang mudah diukur seperti diameter batang dan tinggi pohon (Elias 2009; Elias & Wistara 2009).

dari atmosfer, untuk kemudian disimpan dalam batang, akar, dahan, ranting, dan daun. Diantara berbagai jenis hutan, hutan gambut dikenal sebagai penyimpan karbon terbesar.

Jika hutan gambut lestari maka diperkirakan dapat meningkatkan kemampuannya menyerap karbon. Tetapi jika mengalami gangguan maka hutan gambut menjadi sumber emisi GRK.

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka terdapat pertanyaan yang perlu dijawab dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana hubungan antara massa karbon dalam pohon dengan diameter batang (diameter setinggi dada) dan tinggi pohon ?

2. Berapa potensi karbon yang terdapat pada HTI kayu serat lahan gambut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan persamaan alometrik massa karbon pohon untuk menghitung

(21)

1.4 Manfaat Penelitian

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Gambut

Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (Taksonomi Tanah), tanah gambut disebut Histosols (histos = tissue = jaringan). Dalam sistem klasifikasi lama, tanah gambut disebut dengan Organosols, yaitu tanah yang tersusun dari bahan organik (Wahyunto et al. 2005). Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan > 30 cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik (bukan pedogenik, seperti tanah-tanah mineral) yang berlangsung dalam waktu sangat lama (Hardjowigeno 1986).

Menurut Wahyunto et al. (2005) jenis gambut dapat dibedakan berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, tingkat kesuburan, wilayah iklim, proses pembentukan, lingkungan pembentukkan, tingkat kematangan, dan ketebalan lapisan bahan organiknya. Sudah tentu terdapat keterkaitan antara bahan asal atau lingkungn pembentukkannya dan tingkat kesuburannya. Demikian juga ketebalan gambut berhubungan dengan kematangannya sekaligus dengan tingkat kesuburannya. Oleh

karena itu, gambut yang sama dapat memiliki lebih dari satu istilah.

Noor (2001) menggolongkan ragam jenis gambut menjadi beberapa macam sebagai berikut :

Berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, gambut dibedakan atas :

1. Gambut lumutan (sedimentairy/moss peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman air (family Liliceae) termasuk plankton dan sejenisnya.

2. Gambut seratan (fibrous/sedge peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman sphagnum dan rumputan.

3. Gambut kayuan (woody peat) adalah gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan) tiang beserta tanaman semak (paku-pakuan) di bawahnya.

(23)

1. Gambut eutrofik adalah gambut yang banyak mengandung mineral, terutama kalsium karbonat. Sebagian besar berada di daerah payau dan berasal dari vegetasi serat/rumput-rumputan, serta bersifat netral atau alkalin.

2. Gambut oligotrofik adalah gambut yang mengandung sedikit mineral, khususnya kalsium dan magnesium, serta bersifat asam atau sangat asam (pH < 4).

3. Gambut mesotrofik adalah gambut yang berada antara dua golongan di atas. Menurut wilayah iklim, gambut dibedakan atas :

1. Gambut tropik adalah gambut yang berada di kawasan tropik atau sub tropik.

2. Gambut iklim sedang adalah gambut yang berada di kawasan Eropa yang umumnya memiliki empat musim.

Berdasarkan proses pembentukkannya, gambut dapat dibedakan atas :

1. Gambut ombrogen adalah gambut yang pembentukkannya dipengaruhi oleh curah hujan

2. Gambut topogen adalah gambut yang pembentukkannya dipengaruhi oleh keadaan topografi (cekungan) dan air tanah.

Berdasarkan sifat kematangan (ripeness), gambut dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu :

1. Gambut fibrik adalah bahan tanah gambut yang masih tergolong mentah yang

dicirikan dengan tingginya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa

tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam, dengan diameter antara 0,15 mm hingga 2,00 cm.

2. Gambut hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan bersifat separuh matang.

3. Gambut saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan

sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang.

Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya gambut dibedakan menjadi : 1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan

organik antara 50-100 cm.

2. Gambut tengahan/sedang adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 100-200 cm.

(24)

4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik > 300 cm.

2.2 Sifat dan Karakteristik Gambut

Bulk Density (BD) tanah gambut sangat rendah jika dibandingkan dengan tanah mineral. BD tanah gambut beragam antara 0,01 gr/cm3-0,20 gr/cm3, tergantung pada kematangan bahan gambut penyusunnya (Noor 2001). BD yang rendah pada tanah gambut menyebabkan rendahnya daya tumpu tanah gambut. Umumnya BD tanah gambut semakin dalam akan semakin kecil. BD dari hutan rawa campuran di lapisan atas berkisar antara 0,10 gr/cm3-0,15 gr/cm3, sedangkan lapisan bawah berkisar 0,05 gr/cm3-0,10 gr/cm3

Tingkat dekomposisi menjadi acuan dalam klasifikasi tanah. Soil Survey Staff (1998) tanah gambut atau histosol mengklasifikasikan kedalam empat sub ordo berdasarkan tingkatan dekomposisinya yaitu :

(Driessen dan Sudjadi 1984). Makin rendah kematangan gambut, maka nilai BD semakin rendah.

1. Folist : bahan organik belum terdekomposisi di atas batu-batuan. 2. Fibrist : bahan organik fibrik dengan BD < 0,1 gr/cm3

3. Hemists : bahan organik hemik dengan BD 0,1-0,2 gr/cm .

3

4. Saprists : bahan organik saprik dengan BD > 0,2 gr/cm .

3

Tingkat kematangan gambut dapat mempengaruhi beberapa sifat fisik gambut. Semakin matang gambut, semakin meningkat kerapatan bongkahnya berarti semakin tinggi bulkdensity. Semakin matang gambut maka kandungan bahan mineral tanah organik semakin meningkat (Pohan et al. 1991).

.

Gambut memiliki porositas yang tingi sehingga memiliki daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, gambut saprik, hemik dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 450%, 450%-850% dan lebih dari 850% dari bobot keringnya atau hingga 90% dari volumenya (Najiyati et al. 2005).Sedangkan menurut Andriesse (1988) diacu dalam Barchia (2006) Kapasitas mengikat air maksimum untuk gambut fibrik 850-3000%, gambut hemik 450-850% dan gambut saprik < 450%. Sama seperti yang ditulis oleh Andriesse et al. (2007) bahwa kandungan air dalam bahan fibrik selalu nampak lebih tinggi dari bahan saprik.

(25)

kematangan gambut. Makin tinggi kadar abu, menunjukkan makin tingginya bahan mineral yang terkandung pada gambut. Semakin dalam ketebalan gambut, maka kadar abu akan semakin rendah (Noor 2001).

Andriesse (2007) menyebutkan bahwa kandungan karbon organik gambut dapat bervariasi dari 12-60%. Kisaran yang besar tersebut menunjukkan jenis bahan organik, tahap dekomposisi. Sedangkan untuk kadar abu pada gambut yang berkualitas baik adalah 1-7%. Hasil penelitian Kanapathy (1976), diacu dalam Andriesse (2007) menunjukkan bahwa tanah-tanah gambut di Malaysia memiliki nilai berkisar 58% (di tanah permukaan) sampai 25% (di tanah lapisan bawah), kandungan karbon yang lebih tinggi di sampel permukaan juga menunjukkan dekomposisi, sedangkan hasil penelitian Lim et al. (1991) di Serawak menunjukkan suatu kisaran sebesar 20-38% sedangkan nilai 50% diberikan untuk Indonesia. Dari kedua penelitian tersebut menunjukkan kandungan karbon organik yang lebih tinggi di horizon permukaan tanah gambut dalam dibandingkan yang di tanah gambut dangkal.

2.3 Pengertian Biomassa dan Karbon Dalam Hutan

Biomassa adalah berat kering atau berat basah dari bagian-bagian yang hidup dari organisme, populasi atau komunitas per satuan luas tertentu. Biasanya biomassa dinyatakan dalam berat kering. Biomassa tumbuhan adalah jumlah berat kering dari

seluruh bagian yang hidup dari tumbuhan dan untuk memudahkannya dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, buah, ranting, cabang, batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar) (Anwar et al. 1984). Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organism per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight)

atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight).

Biomassa antara lain digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber dan rosot (sink) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkan hutan (IPCC 1995).

(26)

kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh walaupun tingkat dekomposisi yang juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon.

Biomassa hutan dinyatakan dalam satuan berat kering oven persatuan luas yang terdiri dari berat daun, bunga, buah, cabang, ranting, batang, akar serta pohon mati. Besarnya biomassa hutan tanaman ditentukan oleh umur tanaman, diameter, tinggi, kesuburan tanah serta sistem silvikultur yang diterapkan. Pendugaan biomassa hutan tanaman tropis sangat diperlukan karena berpengaruh pada siklus karbon (Morikawa 2002, diacu dalam Heriyanto dan Siregar 2007).

Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan karbon dan hara lainnya dalam suatu ekosistem. Berat kering rata-rata biomassa pohon (di atas permukaan tanah) dari berbagai jenis pohon dalam hutan sekunder di Jambi berkisar antara 13 kg/pohon (diameter 12 cm) sampai 1800 kg/pohon (diameter 24 cm) (Ketterings 1999, diacu dalam Noordwijk et al. 2006).

Hairiah dan Rahayu (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan keberadaannya di alam maka tiga komponen karbon (Biomassa, nekromassa dan bahan organik tanah) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : (1) Karbon di atas permukaan tanah meliputi

biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, nekromassa dan seresah; dan (2) Karbon di dalam tanah meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah. Di daerah tropika basah, karbon tersimpan dalam akar sering diabaikan walaupun jumlahnya cukup besar. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pengukuran akar di lapangan karena melibatkan perusakan lahan, dan membutuhkan waktu serta tenaga yang banyak.

(27)

2.4 Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth

A. crassicarpa merupakan salah satu jenis akasia tropika yang termasuk dalam family Leguminoceae, sub family Mimosaceae (Doran et al. 1997). Umumnya dikenal dengan nama Northem Wattle (Australia) atau Red Wattle(Papua New Guinea). Penyebaran jenis tanaman ini antara 8oLS – 12oLS. Secara alami tumbuh di Australia bagian Utara, Irian Jaya Bagian Selatan dan Papua New Guinea (Turnbull 1986). Jenis ini dapat tumbuh hingga ketinggian 20 m dpl bahkan dijumpai pada ketinggian sekitar 700 m dpl dengan sebaran lokasi pada daerah bebas kabut (frost) dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar 1.000-2.000 mm/thn. Memiliki berat jenis 670-710 kg/m3

A. crassicarpa merupakan jenis cepat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Pada kondisi alami tanaman ini toleran pada kondisi yang lebih kritis dibandingkan dengan Acacia mangium Wild., Acacia auriculiformis Cunn. Ex Benth.,

Acacia aulocarpa Cunn Ex Benth khususnya pada tanah kering dan gersang serta lahan gambut (Jayusman et al. 1994).

merupakan kayu yang kuat (World Agroforestry Centre 2011).

Menurut Doran et al. (1997), A. crassicarpa Cunn. Ex Benth. dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan naungan, fiksasi nitrogen udara dan pelindung tanah untuk mencegah erosi. Kayunya dapat digunakan untuk kayu energi baik kayu bakar dan pembuatan arang, untuk konstruksi bangunan, meubel, bahan pembuatan kapal,

lantai, veneer dan pulp.

2.5 Karbon Dalam Lahan Gambut

Lahan gambut berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Tanah gambut terdiri dari timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna, sehingga masih tersimpan unsur karbon dalam jumlah besar. Vegetasi yang tumbuh pada lahan gambut yang membentuk ekosistem hutan rawa, mengikat karbon dioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut.

(28)

Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Tabel 1).

Tabel 1 Kandungan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (ton/ ha)

Komponen hutan Hutan gambut Hutan primer tanah mineral

Atas permukaan 150-200 200-350

Bawah permukaan tanah 300-6.000 30-300

Sumber : Agus dan Subiksa (2008)

Perbedaan kandungan karbon yang sangat menonjol ditentukan oleh luasan dan kedalaman gambut. Jika suatu daerah memiliki jenis gambut dalam dan luas, dapat dipastikan memiliki kandungan karbon tinggi. Kandungan karbon, memiliki kecendrungan menurun seiring dengan menurunnya luasan lahan gambut, baik terjadi secara alami oleh pelapukan dan tingkat kematangan gambut maupun oleh adanya percepatan pemanfaatan gambut oleh aktivitas manusia seperti reklamasi dan pembukaan lahan gambut (Wahyunto et al. 2005).

2.6 Persamaan Alometrik

Persamaan alometrik dapat digunakan untuk menaksir besarnya biomasa atau kandungan karbon suatu tegakan hutan. Dalam pelaksanaannya, pohon-pohon sampel yang akan digunakan untuk pengukuran biomassa ditebang dan dilakukan pengukuran secara intensif pada bagian organ pohon, seperti akar, batang, cabang/dahan dan daun.

Hubungan antar setiap variabel bergantung dengan variabel bebas tersebut akan

membentuk sebuah persamaan yang dikenal dengan persamaan alometrik. Persamaan alometrik digambarkan dalam suatu sumbu XY, dengan variabel bebas diletakkan pada sumbu X dan variabel bergantung pada sumbu Y. Secara umum, bentuk persamaan alometrik dituliskan sebagai berikut:

Y = a X b

dimana : Y = Variabel bergantung (dalam hal ini berupa biomassa atau karbon)

X = Variabel bebas (diameter batang dan tinggi pohon) a dan b = konstanta

(29)

tinggi, maka hanya digunakan satu peubah bebas yaitu diameter karena nilai tinggi sudah dapat dijelaskan oleh nilai diameter dan pengukuran diameter dianggap lebih mudah dan praktis untuk di peroleh di lapangan. Namun apabila korelasi antara diameter dan tinggi kecil maka digunakan dua peubah bebas yaitu diameter setinggi dada dan tinggi pohon.

Model yang digunakan untuk menyusun sebuah model penduga massa karbon menurut Brown, et al (1989) adalah :

Model dengan satu peubah bebas W = aD

C = aD

b

Model dengan dua peubah bebas

b

a. W = aDbHbc b. W = aD

c b

Htot c. C = aD

c b

Hbc d. C = aD

c b

Htot

Keterangan : W = Biomassa (kg), C = Massa karbon (kg), D = Diameter setinggi dada (cm), Hbc = Tinggi pohon bebas cabang (m), Htot = Tinggi pohon total (m) dan a,b,c = Konstanta

c

Untuk memperoleh model yang baik, maka perlu pengujian menggunakan nilai

simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2), dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adjusted), dan PRESS (Predicted residual sum of square). Kriteria model yang baik adalah model yang memiliki nilai s terkecil, nilai R2 dan R2 adjusted

(30)

BAB III

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Letak Administrasi dan Geografis

Perusahaan HTI RAPP merupakan pemegang SK IUPHHK HTI No 137/Kpts-II/1997 tanggal 10 Maret 1997 jo No. SK. 356/menhut-II/2004 tanggal 1 Oktober 2004, dengan luas areal 235.140 ha kelas perusahaan pulp (kayu serat) dan status permodalan swasta murni (PMDN).

Areal HTI RAPP terdiri dari 9 sektor (unit manajemen), yaitu Sektor Baserah, Sektor Cerenti, Sektor Langgam, Sektor Logas, Sektor Manau, Sektor Pelalawan, Sektor Tesso Timur, Sektor Tesso Barat dan Sektor Ukui. Lokasi penelitian terletak di sektor Pelalawan secara geografis terletak pada 0o12’15’’-0o40”00” LU – 101o 57’10”-102o

Secara administrasi pemerintahan, Sektor Pelalawan meliputi Kecamatan Siak Indrapura, Pelalawan dan Kerumutan. Sektor Pelalawan masuk kedalam Pemangkuan Hutan Dinas Kehutanan Kabupaten Pelalawan, Dinas Kehutanan Propinsi Riau.

26’46”BT.

3.2 Topografi, Tanah dan Geologi

Luas kawasan hutan HTI RAPP Sektor Pelalawan 75.640 Ha (datar) dengan

ketinggian tempat 20-160 m dpl dan memiliki jenis tanah organosol hemik, fibrik (52.845 Ha) dan organosol saprik, hemik (22.795 Ha). Secara geologi, areal Sektor Pelalawan merupakan kawasan gambut dengan luasan 75.640 Ha dan memiliki DAS Selampayan Kanan, Sub DAS Selampayan Kiri.

3.3 Iklim

(31)

3.4 Keadaan Hutan

Berdasarkan Peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), bahwa keadaan hutan areal kerja IUPHHK HTI PT RAPP Sektor Pelalawan memiliki luasan sebagai hutan produksi (SK IUPHHK-HT Menhut No.356/Menhut-II/2004 Tanggal 1 Oktober 2004) 75.640 Ha. Keadaan penutupan lahan berdasarkan hasil penafsiran citra landsat tahun 2007 yaitu untuk areal berhutan, hutan bekas tebangan 21.508 Ha, hutan bertanam 51.371 Ha, belukar dan terbuka 2.761 Ha.

Jenis tanaman yang dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman PT RAPP adalah Crassicarpa (Acacia crassicarpa) untuk lahan basah (gambut) dan Mangium (Acacia Mangium) untuk lahan kering.

(32)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan di areal hutan tanaman rawa gambut HPHTI PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Wilayah Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. Lokasi penelitian disajikan pada lampiran 1. Pengukuran kadar air, berat jenis, zat terbang, kadar abu, dan kadar karbon vegetasi dilakukan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, sedangkan untuk mengukur Bulk density, kadar air gambut, kadar abu gambut dan kadar karbon tanah gambut dilaksanakan di Laboratorium Pengaruh Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai Nopember 2010.

4.2 Bahan dan Alat

Bahan dalam penelitian ini terdiri dari : pohon contoh dari tegakan Acacia crassicarpa, tumbuhan bawah, serasah, akar, tunggak, dan tanah gambut

Alat yang digunakan terdiri dari : kompas, pita ukur, rollmeter, tali rafia, spidol permanen, cat warna kuning dan merah, timbangan besar kapasitas 25 - 100 kg, timbangan kecil 0,5 - 2 kg, chainsaw, sekop, label, kantong plastik ukuran 1 kg, terpal, tanur, ayakan dengan ukuran lubang 40-60 mess, oven, kuas kawat, bor gambut, ring, parang, sekop, cawan aluminium, alat tulis, kalkulator, perangkat lunak (software) Microsoft Word, Microsoft Excel dan SPSS 15.

4.3 Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari pengukuran di lapangan dan di laboratorium. Sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi terkait dan studi literatur.

Data primer yang diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan meliput i : (1). Diameter pohon dalam tegakan berdasarkan kelas umur.

(33)

(5). Kedalaman gambut dan tingkat kematangannya pada kedalaman tertentu. (6). Berat basah dan volume contoh gambut.

Data primer yang diperoleh dari uji bahan di laboratorium terdiri dari :

(1). Kadar air, berat jenis, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon dari contoh uji yang diambil di lapangan.

(2). Bulk Density, kadar air, kadar abu dan kadar C tanah gambut dari contoh uji yang diambil dari lapangan.

Data sekunder yang diambil meliputi hasil inventarisasi hutan perusahaan, peta lokasi penelitian, keadaan umum lokasi penelitian (meliputi letak, luas, kondisi tegakan), kondisi fisik (tanah, topografi, iklim, curah hujan) dan data lain yang diperlukan.

4.4 Prosedur Pengumpulan Data Di Lapangan 4.4.1 Survei Potensi Karbon

Pada areal tegakan umur 2 tahun, 3 tahun, 4 tahun dan 5 tahun ditetapkan masing-masing 3 ulangan petak ukur. Luas petak ukur penelitian adalah 1 ha. Variabel yang diukur adalah diameter setinggi dada (1,30 meter dari permukaan tanah), sedangkan pada areal tegakan umur 0 tahun selain variabel di atas juga dilakukan pengukuran logging waste.

(34)

2 3

1 4

Gambar 1 Desain Petak Ukur Penelitian (PUP) di lapangan Keterangan :

1,2,3,4 titik pengukuran kedalaman tanah gambut dan tempat pengambilan contoh uji pada kedalaman tertentu.

Patok pada setiap panjang 100 m. Patok pada setiap panjang 20 m.

Untuk pengambilan contoh sampel tumbuhan bawah dan serasah diwakili oleh tiga buah sub plot contoh berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam plot contoh. Sub plot contoh tersebut diletakkan pada pertengahan poros jalur plot.

Gambar 2 Sub plot petak ukur tumbuhan bawah dan serasah

Untuk penetapan petak ukur terpilih dilakukan dengan menggunakan simple random sampling menggunakan angka acak kalkulator.

20 m

20 m

100 m

100 m

U

0,5 m

Petak ukur tumbuhan bawah Petak ukur serasah

(35)

4.4.2 Pengukuran Massa Karbon Dalam Pohon

Pengukuran massa karbon dalam pohon dilakukan dengan metode destruktif melalui penebangan pohon. Lokasi penelitian di areal penebangan yang sedang berlangsung.

Pohon yang dijadikan contoh harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Elias 2009):

(1). Pohon contoh merupakan pohon sehat.

(2). Jumlah pohon-pohon contoh harus dapat mewakili sebaran kelas-kelas diameter. (3). Pohon contoh harus dapat mewakili keadaan rata-rata pohon pada kelas diameter

yang bersangkutan.

Jumlah pohon contoh dan sebaran kelas diameter di sajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah pohon contoh dan sebaran kelas diameter

No Kelas diameter (cm) Jumlah pohon contoh (pohon) 1

Jumlah pohon contoh ditetapkan dengan metode penarikan contoh acak berlapis dengan ukuran contoh alokasi sebanding, menggunakan rumus sebagai berikut (Walpole 2007):

Ni

ni = n

N

Keterangan :

ni = Setiap lapisan yang ditarik contoh acak sederhana berukuran masing-masing n1, n2,…nk.

Ni = Populasi yang disekat menjadi k lapisan yang masing-masing berukuran N1, N2…Nk.

N = Jumlah Populasi keseluruhan. n = Ukuran contoh keseluruhan.

Langkah-langkah pengukuran massa karbon dalam pohon sebagai berikut (Elias 2009):

(36)

(2) Pengukuran diameter batang setinggi dada (dbh) di atas permukaan tanah dan dilakukan pada kondisi pohon berdiri kemudian memberi tanda cat kuning dan nomor pohon.

(3) Setelah melakukan pengukuran diameter batang setinggi dada (dbh) melakukan pemotongan cabang-cabang pohon kemudian menurunkan potongan cabang tersebut ke atas tanah yang telah dibentangi terpal. Kondisi cabang pohon yang tidak di potong adalah batang bebas cabang utama sampai ujung pohon (Ø 5 cm). (4) Kemudian melakukan penebangan dengan teknik penebangan yang menghasilkan

tunggak serendah mungkin. Penebangan dilakukan dengan menggunakan

chainsaw.

(5) Setelah pohon rebah, melakukan pemisahan pada bagian-bagian pohon sebagai berikut : daun, ranting (Ø ≤ 5 cm), cabang (Ø > 5 cm), batang utama (Ø 5 cm ke atas), akar dan tunggak.

(6) Mengukur tinggi tunggak.

(7) Melakukan penggalian akar, membersihkan akar dari tanah dengan kuas kawat sampai benar-benar bersih dari kotoran dan tanah gambut.

(8) Melakukan penimbangan pada masing-masing bagian pohon contoh yaitu daun, ranting (Ø ≤ 5 cm), akar dan tunggak langsung di lapangan sehingga diperoleh

berat basah.

(9) Untuk batang utama dan cabang (Ø > 5 cm) dilakukan pengukuran volume batang utama dan cabang pohon. Pengukuran volume batang kayu dan cabang pohon (Ø > 5 cm) dengan tahapan :

- Setelah pohon rebah, melakukan pengukuran tinggi pohon mulai dari pangkal batang sampai batang bebas cabang dan sampai ujung pohon (Ø 5 cm).

- Melakukan pengukuran dan penandaan pada masing-masing sortimen batang dengan panjang sortimen 2 m.

- Mengukur diameter ujung dan diameter pangkal pada tiap sortimen batang dengan pita keliling.

- Untuk cabang pohon (Ø > 5 cm) melakukan pengukuran diameter pangkal, diameter ujung dan panjang cabang.

(10) Pengambilan contoh uji untuk bahan uji di laboratorium.

(37)

- Memotong ranting kecil-kecil dengan panjang rata-rata 10-20 cm, mengambil untuk contoh uji sebanyak 1 kg masukkan ke dalam kantong plastik dan pemberian label.

- Memisahkan cabang antara cabang besar, sedang dan kecil kemudian mengambil untuk contoh uji dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.

Memasukkan ke dalam kantong plastik dan pemberian label.

- Mengambil contoh uji batang dari bagian pangkal batang, bagian tengah batang dan ujung batang dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm.

Jika diameter batang besar ambil ¼ sampai 1/2nya, jika diameter sedang ambil 1/2nya dan jika diameter kecil ambil semuanya.

- Akar yang telah bersih, pengambilan contoh uji dilakukan dengan memisahkan akar dari tunggak kemudian mengambil bagian akar yang dekat dengan tunggak, akar berdiameter ≤ 5 cm dan akar berdiameter > 5 cm.

4.4.3 Pengukuran Massa Karbon Dalam Tumbuhan Bawah dan Serasah

Tumbuhan bawah adalah salah satu komponen dalam ekosistem hutan yang

tumbuh di sela-sela pohon dan memperoleh sinar matahari untuk metabolismenya melalui celah-celah antar pohon dan memiliki keliling batang kurang dari 6,3 cm termasuk semai, kecambah, paku-pakuan, rumput-rumputan, tumbuhan memanjat dan lumut (Hardjosentono 1976).

Serasah adalah lapisan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, ranting dan cabang, bunga, buah, kulit kayu serta bagian lainnya yang menyebar di permukaan tanah di bawah lantai hutan sebelum bahan-bahan tersebut mengalami dekomposisi (Departemen Kehutanan 1997).

Pengukuran massa karbon tumbuhan bawah dilakukan dengan pengambilan contoh melalui metode destructive (merusak bagian tanaman), menempatkan sub plot berukuran 0,5 m x 0,5 m di dalam petak ukur penelitian ukuran 100 m x 100 m. Demikian juga dengan serasah diambil pada tempat yang sama dengan tumbuhan bawah.

(38)

4.4.4 Pengukuran Massa Karbon Dalam Logging Waste

Cara pengukurannya dilakukan pada petak ukur penelitian 100 m x 100 m di areal bekas tebangan 0 tahun. Prosedur pengukuran limbah batang adalah mengukur diameter pangkal, diameter ujung, panjang batang limbah, tinggi tunggak dan cabang untuk menghitung volume.

4.4.5 Pengukuran Massa Karbon Gambut 4.4.5.1 Kedalaman Gambut

Pengukuran kedalaman gambut dilakukan pada titik pengeboran yang ditunjukkan pada Gambar 1. Tahapan yang harus dilakukan yaitu :

(1) Memasukkan bor gambut yang dimodifikasi secara bertahap, mengangkat bor

untuk dicatat dan diambil contoh tanahnya.

(2) Memasukkan bor pada tingkat kedalaman yang diinginkan sampai pada batas

kedalaman yang diinginkan misal di lapisan serasah, di atas permukaan air dan di bawah permukaan air.

(3) Apabila bor belum mencapai pada kedalaman yang diinginkan maka dapat

menyambungkan dengan bor berikutnya.

(4) Mengulangi pencatatan pada setiap penyambungan bor sampai mencapai

kedalaman yang diinginkan.

4.4.5.2 Pengambilan Contoh Uji Tanah Gambut

(1). Menggunakan bor gambut (contoh hampir tidak terganggu)

a. Memasukkan bor kedalam tanah gambut mencapai kedalaman yang diinginkan. b. Kemudian bor dicabut, merebahkan bor di permukaan tanah.

c. Untuk penentuan kadar air, bulk density maka gambut dan air di tabung bor harus dipindahkan ke dalam kantong plastik supaya air tidak tercecer dan jumlah gambut yang diambil tertentu volumenya misal 500 cm3

(2). Menggunakan ring (dimodifikasi dari Suganda et al. 2007, diacu dalam Agus 2009) .

a. Meratakan dan membersihkan permukaan tanah dari rumput dan serasah

tanaman.

(39)

c. Meletakkan tabung di atas permukaan tanah secara tegak lurus, kemudian dengan menggunakan balok kecil tabung ditekan sampai tiga per empat bagian masuk ke dalam tanah.

d. Meletakkan tabung lain di atas tabung pertama, dan tekan sampai 1 cm masuk ke dalam tanah.

e. Menggali tabung menggunakan sekop atau parang. Saat menggali, ujung sekop harus lebih dalam dari ujung tabung agar tanah di bawah tabung ikut terangkat. f. Mengiris kelebihan tanah bagian atas terlebih dahulu dengan hati-hati agar

permukaan tanah sama dengan permukaan tabung, kemudian menutup tabung menggunakan tutup plastik yang telah tersedia.

g. Mengiris dan memotong kelebihan tanah bagian bawah dengan cara yang sama dan menutup tabung.

h. Mencatumkan label di atas tutup tabung bagian atas contoh tanah yang berisi informasi kedalaman, tanggal dan lokasi pengambilan contoh tanah.

4.4.5.3 Penentuan Tingkat Kematangan Gambut

Penentuan tingkat kematangan gambut dilakukan dengan mengambil segenggam tanah gambut (dari hasil pengambilan tanah gambut) kemudian memeras dengan telapak tangan secara perlahan-lahan, lalu melihat serat-serat yang tertinggal di

dalam telapak tangan. Melakukan pemerasan sebanyak tiga kali ulangan.

(1) Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan, adalah tiga perempat bagian atau lebih (≥ ¾), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis fibrik.

(2) Bila kandungan serat yang tertinggal di dalam telapak tangan setelah pemerasan, adalah antara kurang dari tiga perempat sampai seperempat bagian atau lebih (≥1/4 dan < ¾), maka tanah gambut tersebut digolongkan kedalam jenis hemik.

(40)

4.5 Prosedur Pengumpulan Data di Laboratorium

4.5.1 Kadar Karbon Pohon, Tumbuhan Bawah, Serasah, Akar, dan Tunggak

(1). Berat Jenis Kayu (ASTM D 2395-97a)

Contoh uji berat jenis kayu berukuran 2cm x 2cm x 2cm. Pengukuran berat jenis kayu dilakukan dengan tahapan kerja sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):

a) Menimbang contoh uji dalam keadaan basah untuk mendapatkan berat awal.

b) Mengukur volume contoh uji: mencelupkan contoh uji dalam parafin, lalu memasukannya ke dalam tabung Erlenmayer yang berisi air sampai contoh uji berada di bawah permukaan air. Berdasarkan Hukum Archimedes volume sampel adalah besarnya volume air yang dipindahkan oleh contoh uji.

c) Mengeringkan contoh uji pada suhu kamar sampai mencapai kadar air kering udara (kira-kira 15%). Kemudian mengeringkan contoh uji dalam tanur selama 24 jam dengan suhu 103 ± 2o

Pengukuran berat jenis terhadap sampel dari tiap bagian pohon sebanyak tiga kali ulangan.

C, dan menimbang untuk mendapatkan berat keringnya.

(2). Kadar Air Kayu (ASTM D 4442-07)

Contoh uji kadar air dari batang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2cm x 2cm x 2cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daun, ranting dan akar kecil (berdiameter < 5 cm) diambil masing-masing ± 300 gram.

Cara pengukuran kadar air contoh uji adalah sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):

a) Menimbang berat basah contoh uji.

b) Mengeringkan contoh uji dalam tanur suhu 103 ± 2o tercapai berat konstan, kemudian memasukkan kedalam

C sampai

eksikator dan menimbang berat keringnya.

(41)

Pengukuran kadar air terhadap sampel dari tiap bagian pohon sebanyak tiga kali ulangan.

(3). Kadar Zat Terbang

Prosedur penentuan kadar zat terbang menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98.

Prosedurnya adalah sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):

a) Memotong sampel dari tiap bagian pohon berkayu menjadi bagian-bagian kecil sebesar batang korek api, sedangkan sampel bagian daun dicincang. b)Mengoven sampel pada suhu 80o

c) Menggiling sampel kering menjadi serbuk dengan mesin penggiling

(willey mill).

C selama 48 jam.

d)Menyaring serbuk hasil gilingan dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh.

e) Memasukkan serbuk dengan ukuran 40-60 mesh dari contoh uji sebanyak ± 2 gr ke dalam cawan porselin, kemudian menutup rapat cawan dengan penutupnya, dan menimbangnya dengan alat timbang Sartorius.

f) Memasukkan contoh uji ke dalam tanur listrik bersuhu 950o

g)Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang.

C selama 2 menit. Kemudian mendinginkannya ke dalam eksikator dan melakukan penimbangan.

Pengukuran persen zat terbang terhadap sampel dari tiap bagian pohon sebanyak tiga kali ulangan.

(4). Kadar Abu

Prosedur penentuan kadar abu menggunakan American Society for Testing Material (ASTM) D 2866-94.

Prosedurnya adalah sebagai berikut (Elias dan Wistara 2009):

a) Memasukkan sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang ke dalam tanur listrik bersuhu 750o

b) Mendinginkannya ke dalam eksikator dan kemudian menimbang untuk mencari berat akhirnya.

C selama 6 jam.

(42)

Pengukuran kadar abu terhadap sampel dari tiap bagian pohon dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

(5). Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon contoh uji dari tiap-tiap bagian pohon menggunakan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, dimana kadar karbon contoh uji merupakan hasil pengurangan 100% terhadap kadar zat terbang dan kadar abu.

Kadar karbon = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu

4.5.2 Massa Karbon Pada Tanah Gambut 4.5.2.1. Penetapan Bulk Density Gambut

Contoh yang digunakan dapat berupa contoh dari bor gambut atau contoh ring dengan volume tertentu. Cara penentuan bulk density adalah sebagai berikut (dimodifikasi dari Agus et al. 2007) :

(1) Memindahkan contoh tanah yang berasal dari bor gambut atau dari ring secara kuantitatif ke dalam cawan aluminium. Jika menggunakan ring, maka dapat memindahkan contoh tanah yang berada dalam ring ke dalam cawan aluminium atau mengeluarkan tanah dari ring terlebih dahulu.

(2) Menimbang massa tanah basah yang berada di dalam ring untuk menetapkan

kadar air tanah. Massa tanah basah adalah Ms + Mw, dimana Ms adalah massa tanah dan Mw adalah massa air yang terkandung di dalam matriks tanah.

(3) Mengeringkan contoh tanah di dalam oven pada suhu 105o

(4) Menimbang berat kering tanah (Ms) + berat ring (Mr).

C selama 24 jam sampai dicapai berat yang konstan. Berat konstan diperoleh dengan memasukkan contoh ke dalam desikator selama kurang lebih 10 menit sebelum penimbangan.

(5) Menentukan volume contoh tanah Vt.

Bila contoh tanah adalah contoh ring maka Vt = πr2

(6) Menghitung bulk density.

t, dimana r = radius bagian dalam dari ring dan t = tinggi ring.

(43)

4.5.2.2.Penentuan Kadar Karbon dengan Pengabuan Kering

Dalam menentukan kadar karbon menggunakan metode pengabuan kering (Agus 2009). Prinsip analisis ini adalah membakar semua bahan organik yang ada dalam contoh tanah kering sampai suhu 550o

Prosedur :

C selama 6 jam. Kehilangan massa dalam pembakaran adalah massa bahan organik. Konversi dari massa bahan organik ke massa C menggunakan faktor konversi 1/1,724.

a) Menggiling satu sendok tanah kering oven (dari prosedur penentuan bulk density)

b) Untuk mengoreksi kadar air, dengan menimbang contoh tanah yang sudah

digiling (dari prosedur 1) sekitar 3 gr (BB=berat basah) ke dalam cawan aluminium yang sudah diketahui beratnya. Mengeringkan selama 24 jam pada suhu 105

dengan menggunakan lumpung porselen (mortar and pestle) sampai halus.

o

c) Tanpa mengayak terlebih dahulu, menimbang 1 atau 2 gr contoh tanah gambut,

M

C dan menimbang berat kering (BK).

p, yang sudah halus dan memindahkannya ke dalam cawan porselin yang sudah diketahui beratnya, Mc

d) Menyusun cawan porselin berisi contoh di dalam furnace (tanur pemanas). .

e) Menaikkan suhu secara bertahap; membiarkan selama 1 jam untuk setiap

kenaikan suhu 100oC sampai suhu mencapai 550oC. Membiarkan pembakaran berlangsung pada suhu 550o

f) Mematikan tanur dan membiarkan tungku menjadi dingin selama kurang lebih 8 jam.

C selama 6 jam.

g) Menimbang abu yang tersisa di dalam cawan, Ma.

4.6 Pengolahan Data

4.6.1 Kadar Karbon dalam Pohon, Serasah, Tumbuhan Bawah, Akar dan Tunggak

a. Volume Batang Kayu

Volume batang kayu per sortimen dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

Vp = ¼ π d2 Keterangan :

(44)

Vp= Volume per sortimen (m3

du = Diameter ujung sortimen (m) dp = Diameter pangkal sortimen (m)

b. Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu dihitung dengan rumus sebagai berikut: BK

BJ = V/ρ Keterangan :

BJ = Berat jenis (gr/cm3

BK= Berat kering contoh uji (gr) )

Persen kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

(45)

d. Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang dihitung dengan rumus sebaga berikut:

Kehilangan berat contoh

Kadar Zat Terbang = x100% (ASTM. 1990a) Berat contoh uji bebas air

e. Kadar Abu

Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:

Berat sisa contoh uji

Kadar Abu = x 100% …. (ASTM. 1990b)

Berat contoh uji bebas air

f. Kadar Karbon

Penentuan kadar karbon dalam bagian-bagian pohon berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995, yakni dengan rumus:

Kadar karbon = 100% - Kadar Zat Terbang – Kadar Abu

4.6.2. Kadar Karbon dalam Gambut

(46)

BK = Berat kering (gr)

1,724 = Faktor konversi

= Massa contoh tanah gambut (gr)

KKA = Faktor koreksi kadar air ((100-Kadar air)/100)

d. Kadar abu

KKA = Faktor koreksi kadar air (100-Kadar air)/100 = Massa contoh tanah gambut (gr)

e. Kerapatan karbon tanah gambut :

Kerapatan karbon (C density, Cd) yaitu berat karbon per satuan volume, dapat dihitung dengan persamaan: Cd = Db x C (Agus 2009)

Keterangan :

f. Massa karbon tanah gambut pada satuan luasan

KC = Cd x H x A ………. (Agus 2009)

Keterangan :

KC = Massa karbon satuan luas (ton/ha) Cd = Kerapatan karbon (ton/m3

(47)

A = Luas areal penelitian (1 ha)

4.7 Analisis Data

4.7.1 Uji Persamaan Alometrik

Persamaan alometrik yang dihasilkan merupakan persamaan yang

menggambarkan hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Pada penelitian ini persamaan alometrik menggambarkan hubungan antara diameter setinggi dada (1,3 m) dengan massa karbon seluruh bagian pohon, dan hubungan diameter setinggi dada dan tinggi pohon (sampai cabang utama dan total) dengan massa karbon seluruh bagian pohon.

Model yang digunakan untuk menyusun sebuah model penduga karbon menurut Brown, et al (1989) adalah :

Model dengan satu peubah bebas W = aD

C = aD

b

Model dengan dua peubah bebas

b

D = diameter setinggi dada (cm) Hbc = tinggi pohon bebas cabang (m) Htot = tinggi pohon total (m)

a,b,c = konstanta

Pengujian kecermatan hasil perhitungan terhadap persamaan alometrik digunakan pedoman berupa nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R2), dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R2adjusted) dan PRESS (Predicted residual sum of square). Kriteria model yang baik adalah model yang memiliki nilai s terkecil, nilai R2 dan R2

a. Perhitungan simpangan baku (s)

(48)

Simpangan baku merupakan ukuran besarnya penyimpangan nilai dugaan terhadap nilai sebenarnya. Nilai s terkecil menunjukkan bahwa nilai dugaan berdasarkan model yang disusun mendekati nilai actual. Semakin kecil nilai s maka semakin tepat nilai dugaan yang diperoleh. Nilai s ditentukan dengan rumus :

S = Σ(Ya – Yi) b. Perhitungan koefisien determinasi (R2

Koefisien determinasi adalah nilai yang mencerminkan seberapa besar keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh suatu peubah bebas X. Nilai R

)

2

dinyatakan dalam persen (%) yang berkisar antara 0% sampai 100%. Semakin tinggi nilai R2, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi keragaman peubah tak bebas Y dapat dijelaskan oleh peubah bebas X. Nilai R2

(JK karena regresi)

ditentukan dengan rumus :

R2

(JK total terkoreksi untuk rataan Y)

= ………(Draper dan Smith 1992)

Keterangan : R2

JK = Jumlah Kuadrat = koefisien determinasi

c. Perhitungan koefisien determinasi yang disesuaikan (R2

Koefisien determinasi yang disesuaikan adalah nilai koefisien determinasi yang disesuaikan terhadap derajat bebas bebas JKS dan JKTT. Kriteria statistik pada R

adjusted)

2 adjusted sama dengan R2, dimana semakin tinggi R2adjusted maka semakin tinggi pula keeratan hubungan antara peubah tak bebas Y dan peubah bebas X. Nilai R2

(JKS) / (n-p)

adjusted ditentukan dengan rumus :

(49)

JKTT = Jumlah Kuadrat Total Terkoreksi (n-p) = derajat bebas sisa

(n-s) = derajat bebas total d. PRESS (Predicted Residual Sum of Square)

Setelah beberapa persamaan yang memenuhi syarat ditetapkan, maka akan sangat baik kalau dilakukan uji validasi. Uji validasi tersebut untuk memilih persamaan terbaik pada setiap keadaan. Dan uji tersebut menggunakan nilai PRESS dari masing-masing persamaan yang dibuat.

n ^

PRESS = Σ (Yi – Yip)2 i = 1

………(Draper dan Smith 1992)

Keterangan : Yi = nilai Y pada pengamatan ke-1 ^

Yip = nilai Yi dugaan persamaan regresi tanpa mengikut sertakan pengamatan ke-i

(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kadar Air Kayu

Pohon sebagai tumbuhan membutuhkan air untuk proses metabolisme. Air diserap oleh akar bersama unsur hara yang dibutuhkan. Air yang dikandung dalam kayu diekspresikan dalam bentuk persen kadar air. Hasil perhitungan rata-rata kadar air pohon A. crassicarpa setiap bagian pohon contoh disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 menunjukkan bahwa rata-rata kadar air dari bagian akar memiliki rata-rata kadar air tertinggi sebesar 131,6% pada umur tegakan 5 tahun, dan bagian batang memiliki rata-rata kadar air terendah yaitu 49,02% pada umur tegakan 5 tahun. Tingginya rata-rata kadar air akar A. crassicarpa disebabkan karena air diserap tanaman melalui akar bersama-sama dengan unsur-unsur hara yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman, terutama daun, melalui pembuluh xylem sehingga untuk dapat diserap oleh tanaman, molekul-molekul air harus berada di permukaan akar dan kondisi lahan gambut yang jenuh air.

Hampir semua air yang digunakan tumbuhan diambil oleh sistem perakaran dimana gerakan air cenderung cepat bila potensi dalam tanah tinggi yaitu bila tanah memiliki ketersediaan air yang melimpah (Daniel et al. 1987). Jika tanaman berada pada kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman membentuk akar lebih banyak, untuk meningkatkan serapan. Semakin banyak akar semakin tinggi hasil tanaman sehingga kemampuan akar menyerap unsur hara dan air menjadi tinggi guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman optimum (Sitompul et al 1995).

(51)

Gambar 3 Rata-rata kadar air (%) A. crassicarpa

5.2 Berat Jenis Kayu

Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda, berat kayu berbanding lurus dengan berat jenis kayu, semakin tinggi nilai berat jenis kayu maka semakin kuat dan

berat pula kayu tersebut. Berat jenis kayu ditentukan antara lain oleh tebal dinding sel, kecilnya rongga sel yang membentuk pori-pori. Berat jenis kayu diperoleh dari perbandingan antara berat suatu volume kayu tertentu dengan volume air yang sama pada suhu standar. Umumnya berat jenis kayu ditentukan berdasarkan berat kayu kering oven atau kering udara dan volume kayu pada posisi kadar air tersebut.

Rata-rata berat jenis kayu disajikan pada Gambar 4, dimana rata-rata berat jenis kayu A. crassicarpa tertinggi terdapat pada bagian batang yaitu 0,67 gr/cm3 umur tegakan 5 tahun dengan kelas diameter 18,8-23,5 cm dan terendah bagian akar pada umur tegakan 2 tahun sebesar 0,32 gr/cm3

Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata berat jenis batang lebih tinggi daripada bagian pohon lainnya. Bagian batang memiliki rata-rata kadar air lebih rendah daripada bagian pohon yang lain. Batang yang telah berumur tua memiliki kadar air yang rendah dan banyak mengandung bahan-bahan ekstraktif sehingga batang memiliki berat jenis yang tinggi. Kayu mengandung banyak bahan-bahan ekstraktif dan infiltrasi meliput i terpen, resin, polifenol seperti tannin, gula, minyak, senyawa anorganik silikat, karbonat dan fosfat. Bahan ekstraktif yang dikandung mempengaruhi kerapatan dan berat jenis. Selain itu kerapatan kayu dipengaruhi faktor spesies, laju pertumbuhan,

(52)

maka semakin tinggi berat jenis. Berat Jenis akan naik jika kandungan air berkurang dan berat jenis pada pangkal batang lebih tinggi daripada ujung batang (Haygreen dan Bowyer 1989).

Gambar 4. Rata-rata berat jenis (gr/cm3) A. crassicarpa

5.3 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950o

Rata-rata kadar zat terbang yang diperoleh disajikan pada Gambar 5. Bagian akar memiliki kadar zat terbang yang tinggi terutama umur tegakan 2 tahun dengan kelas diameter 4,6-<9,3 cm sebesar 59,99% dan terendah pada bagian batang umur tegakan 5 tahun yaitu 38,38%.

C yang terkandung pada arang. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik.

(53)

Gambar 5 Rata-rata kadar zat terbang (%) A. crassicarpa

5.4 Kadar Abu

Kadar abu adalah jumlah oksida-oksida logam yang tersisa pada pemanasan tinggi. Abu tersusun dari mineral-mineral terikat kuat pada arang seperti kalsium, kalium dan magnesium. Komponen utama abu dalam beberapa kayu tropis adalah kalium, kalsium, magnesium dan silika. Abu dapat ditelusuri karena adanya senyawa yang tidak terbakar yang mengandung unsur-unsur seperti kalsium, magnesium, mangan dan silikon (Haygreen dan Bowyer 1989).

Rata-rata kadar abu pada berbagai bagian pohon ditunjukkan pada Gambar 6 . Bagian akar memiliki nilai rata-rata kadar abu lebih tinggi pada umur tegakan 2 tahun yaitu sebesar 2,73% dan bagian cabang memiliki nilai rata-rata kadar abu terendah pada umur tegakan 3 tahun yaitu 1,29%. Berdasarkan Tsoumis (1991), kadar abu pada kayu umumnya 0,1%-5%.

Tingginya rata-rata kadar abu pada bagian akar disebabkan karena akar memiliki peranan menyerap unsur hara dan air, sehingga akar banyak mengandung

Gambar

Gambar 1 Desain Petak Ukur Penelitian (PUP) di lapangan
Gambar 4. Rata-rata berat jenis (gr/cm3
Gambar 5  Rata-rata kadar zat terbang (%) A. crassicarpa
Tabel 3 Hasil uji t-student kadar karbon A. crassicarpa pada berbagai bagian pohon
+7

Referensi

Dokumen terkait