• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (

Ganoderma

lucidum

), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI

SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM

SKRIPSI

TANIA PERDANA PUTRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii RINGKASAN

Tania Perdana Putri. D24050522. 2011. Efek Suplemen CampuranJamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi

dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Margi Suci, MS.

Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi harga dan ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dinilai dari kandungan nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur, indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang memberikan daya tarik terhadap pembeli sehingga dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan jamur merah yang berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan manusia.

Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam petelur dari strain Lohmann Brown yang diberi ransum ayam petelur. Ransum diberi suplemen berupa lingzhi, kromium organik, dan kedelai sangrai. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan suplemen yaitu: P1= ransum tanpa suplemen (kontrol); P2= P1 + lingzhi + Cr organik + CLA; P3= P1 + lingzhi + CLA; P4= P1 + Cr organik + CLA. Dosis lingzhi yang digunakan adalah 5 gram/ 50 kg BB, Cr organik 3 ppm dan CLA yang dibuat dari kacang kedelai sangrai dan diberikan sebanyak 1% dari total lemak ransum. Peubah yang diukur meliputi: hen day, konsumsi pakan, bobot telur, Haugh unit, warna kuning telur, berat kerabang dan tebal kerabang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen lingzhi, kromium organic dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap perfoma telur. Produksi telur paling tinggi dihasilkan oleh P3 sebesar 76,33% dan yang paling rendah dihasilkan oleh P2, sedangkan kontrol sebesar 68,57%. Sebagai efeknya, berat telur pada P3 memiliki berat telur yang kecil yaitu 49,83 gram dan kontrol menghasilkan berat telur terbesar yaitu 52,22 gram. Disebabkan oleh berat telur yang rendah pada P3, maka nilai Haugh unitnya menjadi kecil yaitu 68,95 dibanding kontrol yaitu 73,88.. Skor rata-rata warna kuning telur yang dihasilkan adalah 7 dan tidak berbeda nyata. Begitu pula pada tebal kerabang yang dihasilkan yaitu tidak berbeda nyata.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah Suplementasi pakan dengan G. lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam. G. lucidum, Cr organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Tetapi mungkin berpengaruh terhadap profil nutrient telur karena potensi CLA yang dapat menurunkan asam lemak. Serta kekebalan tubuh karena kandungan protein pada G. lucidum.

(3)

iii ABSTRACT

Effect of Lingzhi Mushroom (Ganoderma lucidum), Chromium Organic, and Roasted Soybeans as CLA Resource On Egg Performance in Laying Hen.

Tania Perdana Putri, Dwi Evvyernie Amirroenas, Dwi Margi Suci

This study aimed to evaluate the effect of the layer fed diets supplemented by mixture of Lingzhi mushroom, organic chromium and roasted soybean. This research was using completely randomized design with four treatments and three replicates. This study used 26 weeks old of 120 laying hens from strains Lohmann which were given basal diet of laying hens. Rations were given supplements of lingzhi, organic chromium, and CLA prepared from roasted soybeans. The design used was completely randomized design with four treatments and three replicates. Treatment supplement that is : P1 = basal diet (control); P2 = P1 + lingzhi + Cr organic + CLA; P3 = P1 + CLA + lingzhi; P4 = P1 + Cr organic + CLA. Lingzhi dose used was 5 g / 50 kg, Cr 3 ppm and CLA was made from raosted soybeans and was given by 1% of total fat ration. Variables measured included: egg weight, Haugh unit, eggshell weight and eggshell thickness, yolk color, hen day, and feed consumption.The results showed that the treatment had no significant difference on egg performance. P3 showed the highest egg production at 76.33% and the lowest generated by P2 at 66,66%, while the control had 68.57% hen day. As a result, the egg weight in P3 has a small egg weight that is 49.83 grams and control showed largest egg weight that is 52.22 grams. In spite of P3 has lower weight egg, it has lower value of Haugh unit by 68.95 and P1 has 73.88. Average score of egg yolk colour was 7 and had not significantly different so did eggshell thickness.The conclusion that can be taken is the supplementation of feed with G. lucidum, Cr Organic, and roasted soybeans had no effect in egg performance. G. lucidum, Cr, organic and roasted soybeans as much as the dose given does not seem to give effect associated with physical performance and egg. But it may effect on nutrient profile of eggs due to the potential of CLA can be reduce fatty acid. As well as immune

because the protein content in G. lucidum.

(4)

iv

EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (

Ganoderma

lucidum

), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI

SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM

TANIA PERDANA PUTRI D24050522

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

v

Judul Skripsi : Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam

Nama : Tania Perdana Putri

NIM : D24050522

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc. Ir. Dwi Margi Suci, MS.

NIP. 19610602 198603 2001 NIP. 19610905 198703 2001

Mengetahui :

Ketua Departemen,

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.

NIP. 19670506 199103 1 001

(6)

vi RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tasman dan Ibu Syafni, S.Pd.

Pendidikan penulis diawali dari pendidikan dasar di SDN 06 Cempaka Putih yang diselesaikan pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama yang diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 189 Jakarta Barat dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 112 Jakarta Barat yang diselesaikan pada tahun 2004.

(7)

vii KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam”. yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Juni hingga September 2009 berlokasi di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lingzhi merupakan tanaman obat dari Cina yang telah diuji dapat menurunkan kadar kolesterol pada manusia. Namun, belum banyak yang dapat menguji jamur ini pada hewan terutama ayam petelur. Lingzhi diduga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam telur serta memperbaiki performa telur. Performa telur yang baik dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Selain lingzhi, penelitian membuktikan bahwa kedelai sangrai dapat meningkatkan kadar CLA dalam susu serta meningkatkan imun dalam tubuh sapi. Penggunaan suplemen lingzhi, kedelai sangrai sebagai sumber CLA dan kromium organik dapat menjadi suatu pilihan pakan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas telur.

Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi salah satu amal shalih penulis dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, 25 Agustus 2011

(8)

viii

DAFTAR LAMPIRAN………... xii

PENDAHULUAN ……….. 1

Kandang dan Peralatan ……….. 12

Ransum ……… 12

Suplemen ……….. 12

Obat-obatan dan Vaksin ……… 13

Prosedur ………... 14

Jadwal Pemberian Pakan ……….. 14

Pencampuran Suplemen ke dalam Pakan ………. 15

Pengukuran Bobot Telur..………... 15

Pengukuran Haugh unit ..……….. 15

Pengukuran Berat kerabang dan tebal kerabang ………….. 15

Pengukuran Warna kuning telur ……….. 16

Pengukuran Hen Day ………... 16

Pengukuran Konsumsi ………. 16

Rancangan dan Analisis Data………. 16

Rancangan Percobaan ………... Analisis Data……….. 16 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 18

(9)

ix

Produksi Telur ………. 18

Konsumsi Ransum ………... 20

Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur ……….. 22

Berat Telur ………... 22

Haugh Unit ……….. 24

Warna Kuning Telur ……… 25

Berat dan Tebal Kerabang ………... 27

KESIMPULAN DAN SARAN ……… 28

Kesimpulan ……….. 29

Saran ……… 29

UCAPAN TERIMA KASIH ……… 30

DAFTAR PUSTAKA ……….. 31

(10)

x DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Rata-Rata Telur Ayam ……… 4

2. Komposisi Proksimat Gamoderma lucidum ……… 8

3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum ……… 13

4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum ……… 14

5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur …… 14

6. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Produksi Telur ………… 18

7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi ……….. 21

8. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian ……….. 22

9. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian ………….. 24

10.Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna Kuning Telur ….. 26

(11)

xi DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Bagian-bagian Telur ..………... 3 2. Ganoderma lucidum ………... 7

(12)

xii DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi

harga juga ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dilihat dari kandungan

nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur,

indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang

memberikan daya tarik terhadap pembeli. Hal ini dapat mempengaruhi permintaan

masyarakat terhadap telur. Performa telur dapat diperbaiki dengan memberikan

pakan yang cukup serta pemeliharaan yang baik. Salah satu upaya yang dapat

dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan atau penambahan suplemen dalam

pemeliharaan ayam petelur.Penambahan suplemen pada ransum penelitian dapat

menjadi suatu bahasan dalam mengkaji performa telur terhadap suplemen yang

diberikan.

Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan tumbuhan yang dipercaya

sejak dahulu untuk pengobatan. Tumbuhan yang berasal dari China ini telah menjadi

komoditi komersial untuk pengobatan dan ritual keagamaan. Dalam

perkembangannya, penelitian telah banyak dikembangkan terhadap tanaman obat ini

dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi kesehatan terutama untuk menurunkan

kolesterol. Namun demikian, belum banyak yang mempelajari pengaruh jamur

lingzhi terhadap hewan.

Kromium (Cr) merupakan mineral yang sudah banyak digunakan pada ternak

ruminansia sebagai suplemen untuk mengoptimalkan pemanfaatan glukosa. Salah

satu kromium yang dapat digunakan adalah kromium organik.

Pemberian kedelai sangrai pada ransum sapi perah dapat meningkatkan kadar

CLA (Conjugated Linoleic Acid) dalam susu, dan meningkatkan asam lemak jenuh

pada kuning telur sehingga diduga bahwa kedelai sangrai merupakan sumber CLA

yang baik. Conjugated Linoleic Acid adalah produk hasil pemanfaatan susu yang

(14)

2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian suplemen

berupa campuran Ganoderma lucidum, kromium dan kedelai sangrai terhadap

(15)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Telur

Telur adalah sarana reproduksi bagi unggas, juga berguna bagi manusia

sebagai sumber makanan. Ukuran dan bentuk telur bervariasi tergantung pada spesies

unggas, namun pada umumnya memiliki tiga bagian diantaranya yolk atau kuning

telur, albumin atau putih telur dan kerabang. Ketiga bagian tersebut masing-masing

dipisahkan oleh membran. Kerabang dipisahkan dari albumin oleh membran

kerabang dan putih telur dipisahkan dari yolk oleh membran yolk membran vitelin)

(Jacob et al., 2000).

Gambar 1. Bagian-bagian Telur (Jacob et al., 2000).

Berat total telur tidak selalu setara dengan ketiga komponen yaitu kuning

telur, putih telur dan kerabang (dengan membran) (Romanoff dan Romanoff, 1949).

Komposisi bagian-bagian telur disajikan dalam Tabel 1.

Kuning Telur

Kuning telur adalah bagian terpenting dari telur. Kuning telur berasal dari

blastoderm tempat embrio berkembang. Kuning telur memiliki nutrisi yang

mendukung perkembangan embrio (Romanoff dan Romanoff, 1949). Kuning telur

segar berbentuk bulat dan kuat. Semakin lama, kuning telur menyerap air dari

albumen dan mengalami peningkatan ukuran. Hal ini melemahkan membran vitelline

dan menyebabkan kuning telur bentuk bulat agak pipih di atas dan terkadang mudah

(16)

4 memiliki variasi warna kuning muda hingga oranye gelap. Warna kuning telur

dipengaruhi oleh pakan. Jika pakan yang diberikan berupa tanaman yang memiliki

pigmen kuning-oranye atau disebut xantopil, maka pigmen tersebut tersedia dalam

kuning telur (Jacob et al., 2000).

Tabel 1. Komposisi Rata-rata Telur Ayam

Bagian Telur Berat Aktual (gram) Berat Relatif (%)

Albumen : 32,9 55,8

Cairan Lapisan Luar 7,6 23,2

Lapisan Tengah 18,9 57,3

Cairan Lapisan Tengah 5,5 16,8

Kalaza 0,9 2,7

Kuning Telur 18,7 31,9

Kerabang dengan membran : 6,4 12,3

Kerabang 6,2 96,9

Membran Kerabang 0,2 3,1

Total 58 100,0

Sumber : (Romanoff dan Romanoff, 1949)

Putih Telur

Putih telur (albumin) dihasilkan oleh oviduct. Putih telur terbagi menjadi

empat bagian. Bagian luar yang tipis terletak dekat dengan cairan lapisan bersebelah

dengan membran kerabang. Bagian luar yang tebal merupakan gel sebagai pusat

putih telur. Bagian dalam yang tipis merupakan cairan lapisan yang terletak dekat

dengan kuning telur. Bagian dalam yang tebal (lapasin kalaza) adalah bagian tebal,

kusut, kapsul albumen berserat yang mengelilingi membran vitelin dari yolk (Jacob

et al., 2000).

Kerabang Telur

Kualitas telur menurut perspektif konsumen ada dua faktor yaitu warna

kerabang dan kerabang tidak rusak. Telur mungkin akan retak sebelum pengolahan

baik karena cangkang yang lemah, atau karena pengaruh lingkungan yang sulit

(17)

5 mekanik selama proses atau transportasi sebelum mencapai konsumen (ISA, 2008).

Kerabang telur pada unggas biasanya licin, keras, dan dilapisi kalsium (Romanoff

dan Romanoff, 1964). Kerabang telur ditutupi oleh 17.000 pori-pori. Hampir seluruh

kerabang terbuat dari kristal kalsium karbonat (CaCO3). Kristal ini merupakan

membran semipermeabel sehingga udara dan air dapat melewati pori-pori. Kerabang

juga memiliki lapisan penutup luar tipisyang disebut kutikula sehingga dapat

melindungi telur dari bakteri dan debu (Exploratorium, 2009). Kerabang yang mudah

pecah biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam proses nutrisi misalnya kekurangan

atau ketidaktepatan dalam memberikan kalsium, kekurangan vitamin D dan

kekurangan konsumsi (ISA, 2008).

Kualitas Telur

Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan

kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan

kualitasnya (Sudaryani, 2006).

Telur dapat dilihat dari luar dan dapat digunakan sebagai indikator kualitas

telur, diantaranya adalah kebersihan telur, bentuk telur, warna kerabang telur,

soliditas kerabang telur dan keabnormalan telur (Yuwanta, 2009).

Menurut Jacob et al. (2000), kualitas isi telur ditentukan oleh kondisi ruang

udara, putih telur, kuning telur dan keberadaan noda darah atau daging.Penentuan

kualitas isi telur dapat dilakukan dengan dua cara diantaranya peneropongan dan

Haugh Unit. Peneropongan berguna untuk menghindari agar tidak tertipu membeli

telur yang telah dierami. Haugh unit merupakan satuan yang digunakan untuk

mengetahui kesegaran isi telur terutama bagian putih telur. selain itu, terdapat

penilaian kecerahan kuning telur dengan menggunakan alat Roche yolk colour fan.

Kualitas Putih Telur

Putih telur merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas isi telur.

Albumen yang tipis menandakan kualitas telur yang rendah (Jacob et al., 2000).

Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur

kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Sudaryani,

(18)

6 Albumen akan menjadi semakin tipis pada ayam yang tua dan beberapa

karena genetik (EPF, 2009). Menurut Jacob et al. (2000), selain penyakit, faktor yang

mempengaruhi kualitas albumen adalah umur ayam. Kualitas menurun sesuai umur

ayam. Kualitas albumen tidak banyak dipengaruhi oleh nutrisi ayam. Bahkan

lingkungan, perkandangan dan heat stress hampir tidak memiliki pengaruh terhadap

kualitas albumen pada telur ayam segar. Haugh unit merupakan salah satu

pengukuran kualitas putih telur. Telur ditimbang pada keseimbangan yang sensitif.

Kemudian telur dipecahkan, tinggi putih telur diukur dengan mikrometer. Haugh unit

merupakan nilai yang mengindikasikan kualitas dan berpengaruh terhadap kelas telur

(Moreng dan Avens, 1985). Karakter yang lebih spesifik terhadap putih telur adalah

kandungan protein (lisosom) yang berperan terhadap kualitas putih telur yang

digambarkan pada kekentalan putih telur (Yuwanta, 2009). Kekentalan putih telur

tersebut dapat dilihat dari nilai tinggi putih telur. Semakin tinggi nilai tinggi putih

telur maka semakin kental, sedangkan semakin rendah nilai tinggi putih telur maka

semakin encer.

Kualitas Kuning Telur

Kualitas kuning telur terlihat dari tekstur, kekokohan dan bau. Kuning telur

yang segar adalah bulat dan kokoh. Telur yang segar tidak terlihat bayangan karena

kuning telur terletak di tengah, sedangkan kualitas telur yang rendah memiliki

kuning telur yang bebas bergerak dan kusam atau berbayang karena lebih dekat

kepada kerabang. (Jaco bet al., 2000). Telur yang segar memiliki kuning telur yang

tidak cacat, bersih, dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning

telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah (Sudaryani, 2006). Menurut

Jacob et al. (2000), kualitas telur dipengaruhi oleh genetik, suhu lingkungan, umur

ayam dan pakan.

Konsumsi Ayam Petelur

Kebutuhan pakan untuk produksi telur adalah berdasarkan energi dan protein

(asam amino). Selanjutnya, beragam konsumsi ransum untuk unggas tergantung pada

kebutuhan kalori, sehingga mempengaruhi jumlah protein (asam amino) yang

dikonsumsi (Bell dan Weaver, 2002). Pada saat ayam pertama kali bertelur, ayam

(19)

7 ayam, selanjutnya pada empat hari pertama, konsumsi ransum menurun hingga 20%

tetap pada tingkat rendah sampai telur pertama kali diproduksi (North dan Bell,

1990).

Menurut North dan Bell (1990), konsumsi harian ayam dipengaruhi oleh

faktor utama dan faktor lainnya. Faktor utama terdiri dari kandungan kalori dalam

ransum dan temperatur,sedangkan faktor lainnya meliputi genetik, bobot badan,

massa telur harian, periode berbulu, tingkat stress dan aktivitas ayam. Ayam Leghorn

tipe medium yang memproduksi telur coklat membutuhkan energi sekitar 2860

kcal/kg. Kebutuhan nutrisi masa bertelur tergantung kepada tinggi atau rendahnya

produksi, temperatur lingkungan, kesehatan ayam itu sendiri, tujuan produksi,

dankebutuhan protein dan energi (Rasyaf, 1992).

Ganoderma lucidum

Jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) sudah dikenal luas di berbagai negara,

terutama di negara-negara produsen dan konsumen terbesar obat-obat herbal atau

tradisional seperti Cina, Jepang dan Korea (Parjimo dan Soenanto, 2008).

Terdapat 250 jenis jamur lingzhi di seluruh dunia telah diketahui. Namun,

spesies yang paling popular khasiatnya untuk pengobatan adalah Ganoderma

lucidum (Wasser, 2005). Ganoderma merupakan anggota polypore, jenis jamur yang

memiliki pori-pori sebagai petal di bagian bawah badan spora (Engelbrecht dan Volk,

2005).

(20)

8 Menurut Parjimo dan Soenanto (2008), klasifikasi lingzhi adalah sebagai berikut.

Kingdom : Fungi

Divis : Agaricomycota

Kelas : Basidiomycota

Ordo : Polyporales

Famili : Ganodermataceae

Genus : Ganoderma

Spesies : Ganoderma lucidum

Lingzhi yang berkualitas baik memiliki kandungan polisakarida, germanium organik,

adenosine, triter penoid, asam ganoderik, protein dan serat (Pasaribu et al., 2002).

Menurut penelitian oleh Aremu et al. (2009), secara umum, Ganoderma spp

memiliki kandungan nutrisi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Proksimat dari Ganoderma lucidum

Parameter Kadar

Kadar air (% BK) 10,2 ± 0,2

Abu (% BK) 7,8 ± 0,6

Lemak kasar (% BK) 6,9 ± 0,5

Protein kasar (% BK) 21,5 ± 0,5

Serat kasar (% BK) 3,5 ± 0,2

Karbohidrat (% BK) 50,3 ± 0,2

Energy (KJ/100g) 1476,7

Kedelai Sangrai

Kedelai yang telah disangrai dapat meningkatkan kualitas zat makanannya

dibandingkan kedelai mentah. Penelitian Lee et al. (2005) menunjukkan bahwa

kedelai yang disangrai pada suhu 120 0C meningkatkan CLA (C18:2) dari 50,5

gr/100gr asam lemak menjadi 52,9gr/100gr asam lemak.Minyak kedelai (soybean oil)

memiliki 54,5 CLA (C18:2) gr/100gr (Chouinard et al., 2000). Adawiyah (2005)

melaporkan bahwa pemberian kromium organik dan kedelai sangrai dapat

meningkatkan kadar CLA (Conjugated Linoleic Acid) susu. Lukmanulhakim (2010)

melaporkan bahwa suplemen yang diberi kedelai sangrai memiliki kandungan CLA

(21)
(22)

10 Kromium

Kromium telah diidentifikasi pada tahun 1959 sebagai bahan aktif dalam

metabolism hormon dan menyimpan karbohidrat sehingga disebut “Toleransi

Glukosa” (Schwarz, 1959). Toleransi glukosa adalah waktu yang diperlukan oleh

gula dalam darah untuk kembali pada kadar normal bila manusia atau hewan yang

dipuasakan mengkonsumsi gula (Winarno, 1997).

Kromium telah dibuktikan pertama kali menjadi kebutuhan mendasar untuk

pemanfaatan glukosa pada tikus. Tikus percobaan yang diberi pakan berupa serealia

dan susu skim yang mengandung 100 µg kromium/kg berat basah menunjukkan

pertumbuhan yang cepat jika ditambahkan suplemen berupa kromium asetat.

Kromium kemungkinan berperan pula dalam sintesis lemak dan protein pada serum

kolesterol dalam kondisi homeostasis (McDonald et al., 1981).

Penambahan 200 ppb Cr dalam bentuk kromium tripikolinat telah dilaporkan

dapat meningkatkan daging tanpa lemakdan menurunkan lemak pada pertumbuhan

babi (Page et al., 1993). Cara dalam merespon aksi ini tidak diketahui, namun,

kemungkinan terjadi efek oleh Cr pada metabolisme insulin melalui pergantian Cr

dari metabolisme karbohidrat (Pond et al., 1995). Pemberian pakan jagung-bungkil

kedelai rendah protein kasar (230 g/kg) pada kalkun yang baru menetas

meningkatkan bobot badan sebesar 10% serta meningkatnya lipogenesis hati

sebanyak 60% karena penambahan 20 mg inorganik Cr (Steele dan Roseburgh,

1981).

Fermentasi dari produk Cr3+ (persedian 5 mg Cr/kg Berat Kering) telah

meningkatkan kualitas telur pada ayam petelur dan melindungi kondisi dalam telur

dari efek bahaya vanadium (Jensen et al., 1978). Penambahan CrP pada ransum

jagung/bungkil kedelai ayam petelur yang mengandung 0,2; 0,4 atau 0,8 mg Cr/kg

berat kering menurunkan kolesterol pada serum darah ayam dan kuning telur dengan

sistem dosis, sedangkan peningkatan level pemberian sebanyak dua kali menurunkan

kekuatan kerabang sebesar 32% (Lien et al., 1996). Kim et al., (1997) melaporkan

bahwa pemberian 800 µg chromium picolinat per kg pada ayam petelur dapat

meningkatkan produksi telur, bobot telur dan massa telur, namun pada penelitian

berikutnya melaporkan bahwa pemberian chromium organik atau inorganik pada

(23)

11 1999). Pada percobaan yang lain, pemberian kromium sebanyak 10 mg/kg

meningkatkan bobot telur, rasio produksi telur, dan kualitas putih telur sebagaimana

pada periode puncak, namun tidak demikian pada level kromium 5 mg/kg (Liu et al.,

(24)

12 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September

2009,bertempat di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Materi Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 ekor ayam ras petelur

strain Lohmann yang berumur 26 minggu yang dialokasikan ke dalam 4 perlakuan

dengan 3 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam

denganbobot rata-rata sekitar 1,67 kg±0,135

Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang baterei yang terbuat dari kawat

dengan 60 petak dan masing-masing petak berisi 2 ekor yang dilengkapi dengan

tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan adalah lampu

sebagaialat penerangan, timbangan, plastik ransum, termometer ruang, dan ember

plastik.

Ransum

Ransum disusun berdasarkan tabel komposisi zat makanan menurut Lesson

dan Summer (2005),dengan menggunakan bahan-bahan : jagung kuning, dedak padi,

MBM, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, DCP, dan CaCO3. Air

minum yang diberikan berasal dari air sumur yang ada di dekat

kandang.Komposisidan kandungan zat makanan ransum penelitian terdapat pada

Tabel 3 dan 4.

Suplemen

Suplemen yang digunakan adalah jamur Ganoderma lucidum (Lingzhi),

kromium organik, dan kedelai sangrai. Untuk Ganoderma lucidum dibuat dengan

cara tubuh buah Ganoderma lucidum (Lingzhi) dikeringkan di bawah sinar matahari

kemudian digiling halus. Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) yang diberikan

(25)

13 sebesar 1,67 kg, sehingga jamur lingzhi yang diberikan sebanyak 0,167

gram/ekor/hari. Kedelai sangrai dibuat dari kacang kedelai yang disangrai terlebih

dahulu selama 15 menit dengan suhu sekitar 1000C kemudian didinginkan dan

digiling halus. Kacang kedelai yang diberikan sebanyak 1% dari lemak ransum.

Lemak ransum sebesar 5,25% dikalikan dengan pemberian ransum/ekor/hari yaitu

110 gram. Didapatkan hasil sebesar 5,775 gram. Kemudian 5,775 gram dikalikan 1%,

jadi kedelai sangrai yang diberikan sebanyak 0,05774 gram/ekor/hari. Kromium

organik berasal dari kacang kedelai rebus yang dicampur dengan kromium inorganik

kemudian difermentasi dengan Rhizopus sp lalu dikeringkan dan digiling halus

(Asnawati, 2008). Kromium organik yang diberikan sebanyak 3 ppm. 3 ppm yaitu 3

gram kromium yang diberikan pada pakan sebanyak 1000 kg. Jadi apabila pakan

yang diberikan sebanyak 110 gram/ekor/hari, maka kromium yang

diberikansebanyak 0,00033 gram/ekor/hari.

Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum

Bahan Pakan Jumlah (%)

Vitamin yang digunakan adalah vitastress yang diberikan selama 3 hari

setelah kedatangan ayam di kandang dan pada saat penimbangan awal untuk

mengatasi terjadinya stess pada ayam tersebut. Dilakukan vaksinasi dengan

vaksinND-IB melalui suntik pada bagian dada, dan vaksinasi ND-Lasota melalui

(26)

14 Tabel 4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum

Kandungan Zat Nutrisi Jumlah

Energi metabolis (kkal/kg)1 2851,48

Protein kasar (% BK)2 17,44

Lemak kasar (% BK)2 5,35

Serat kasar (% BK)2 5,28

Kalsium (% BK)2 3,44

Fosfor (% BK)2 0,44

Lysin (%)1 1,0

Methionin (%)1 0,4

Keterangan 1) Kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan

2) Kandungan zat makanan berdasarkan analisa proksimat Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009).

Tabel 5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur.

Kandungan nutrien Jumlah

Energi metabolis (kkal/kg) 2850

Protein kasar (%) 18

Lemak kasar (%) <10

Serat kasar (%) <5

Kalsium (%) 3-4

Fosfor (%) 0,43

Lysin (%) 0,8

Methionin (%) 0,4

Sumber : Lesson & Summer, (2005)

Prosedur Jadwal Pemberian Pakan

Pemberian air minum ad libitum, sedangkan untuk pakan diberikan sebanyak

110 gram per ekor per hari. Untuk jadwal pemberian pakan dan minum dilakukan

sebanyak 3 kali sehari yaitu pada saat pagi, siang, dan sore. Jadwal pemberian pakan

dan minum pagi hari dilakukan pada jam sekitar 07.00 – 08.00 WIB, jadwal

(27)

15 WIB, dan jadwal pemberian pakan dan minum pagi hari dilakukan pada jam

sekitar16.00 – 17.00 WIB.

Pencampuran Suplemen Ke dalam Pakan

Pencampuran suplemen kedalam pakan dilakukan setiap minggu pada proses

pembuatan pakan. Untuk jamur Lingzhi (G. lucidum) digunakan dosis 5 g/50 kg dari

bobot badan ayam. Kromium organik digunakan dosis 3 ppm, sedangkan untuk

kedelai sangrai digunakan dosis 1 % dari total lemak ransum. Suplemen yang sudah

ditimbang kemudian dicampurkan terlebih dahulu. Setelah itu campuran suplemen

tersebut kemudian dicampurkan dengan ransum secara bertahap, yaitu apabila berat

total campuran suplemen 10 gram maka dicampurkan dengan 10 gram ransum.

Setelah itu 20 gram tersebut dicampurkan lagi dengan 20 gram ransum, begitu

seterusnya sampai suplemen tercapur rata dengan ransum.

Pengukuran Bobot Telur

Bobot telur didapatkan dengan cara menimbang telur satu per satu setiap hari

selama 5 minggu perlakuan.

Pengukuran Haugh unit

Telur dipecahkan di atas meja kaca, lalu diukur tinggi putih telur yang paling

atas dengan menggunakan tripod. Selanjutnya diukur nilai Haugh unit. Pengukuran

Haugh Unit merupakan cara mengukur tinggi albumen (H) dan berat telur (W). Nilai

haugh unit diperoleh dari rumus (Haugh, 1937).

HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)

Pengukuran Berat Kerabang dan Tebal Kerabang

Berat dan tebal kerabang diukur dengan cara, pertama-tama dilakukan

pembersihan terlebih dahulu pada kerabang tersebut dan dilepas selaput kulit

telurnya. Kemudian kerabang dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam.

Kerabang dan selaput yang telah kering ditimbang untuk mengukur berat kerabang.

Setelah ditimbang lalu diukur tebal kerabangnya menggunakan mikro meter dengan

(28)

16 Warna Kuning Telur

Nilai warna kuning telur didapatkan dengan membandingkan warna kuning

telur dengan yolk color fan.

Pengukuran Hen Day

Hen day production diperoleh dari rumus (Weaver dan Bell, 2002)

Hen day Jumlah ayam yang adaJumlah telur hari itu %

Pengukuran Konsumsi

Konsumsi ransum diukur setiap minggu dari hasil selisih jumlah pakan yang

diberikan dengan sisa pakan.

Rancangan dan Analisis Data Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari10

ekor ayam. Rasum perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :

P1 = Ransum (Kontrol)

P2 = P1 + Lingzhi + Cr organik + Kedelai sangrai

P3 = P1 + Lingzhi + Kedelai sangrai

P4 = P1 + Kedelai sangrai + Cr organik

Metode matematikanya adalah

Yij = µ + Pi + єij

Keterangan:

Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j

µ : Rataan Umum

Pi : Pengaruh perlakukan ke-i dan Єij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :

1. Bobot telur

2. Haugh unit

(29)

17 4. arna kuning telur

5. Hen day

6. Konsumsi

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), jika

terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie,

(30)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Telur Produksi Telur

Hasil sidik ragam penambahan suplemen terhadap produksi telur tidak

berbeda nyata. Rataan produksi telur per hari selama 5 minggu ditunjukkan pada

Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh Penambahan Suplemen terhadap Produksi Telur

Minggu

Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

---%---

1 70,95±8,12 59,52±12,48 61,67±35,50 72,38±6,44

2 72,38±2,97 69,52±9,72 84,28±6,06 74,76±7,87

3 74,76±4,36 74,76±2,97 65,71±0,00 73,81±6,60

4 63,81±4,36 67,14±6,23 85,71±4,04 61,43±11,43

5 60,96±5,77 62,38±6,75 84,28±2,01 65,71±5,71

Jumlah 342,86 333,32 381,65 348,09

Rata-rata ±sd 68,57±5.90 66,66±5.99 76,33±11.64 69,62± 5.79

Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)

Produksi telur pada umur 26 minggu seharusnya dapat mencapai 92 % (Bell

dan Weaver, 2002), namun ransum kontrol dan pemberian ketiga kombinasi

suplemen belum dapat mencapai angka tersebut. Meski demikian, P3 dapat

memberikan produksi telur paling besar dibanding kontrol. Perlakuan P2 dan P4

yang menggunakan Cr organik tidak berbeda nyata dengan kontrol karena dosis yang

digunakan sebesar 3 ppm lebih rendah daripada hasil penelitian Eseceli et al. (2010)

yaitu 4,1 ppm dan penelitian Piva et al. (2002) yaitu 36,27 ppm. Kromium memiliki

karakteristik mengikat oligopeptida dengan membentuk oligopeptida chromodulin

yang terdiri atas empat asam amino yaitu glycine, cysteine, glutamat dan aspartat

(Vincent, 2000). Namun hal ini tidak terlalu dapat memberikan pengaruh, karena

(31)

19 adalah arginin, lysine, metionin dan triptopan seperti yang dilaporkan oleh NRC

(1994). Sehingga meski kromium berperan dalam mengikat asam amino, namun

belum tentu dapat meningkatkan produksi telur. Kalsium juga dibutuhkan dalam

porsi dua kali lipat pada masa bertelur dibanding pada masa pertumbuhan. Karena

pada masa bertelur, kalsium disimpan sebanyak 60% untuk kebutuhan bertelur

(North dan Bell, 1990). Belum ada penelitian yang membuktikan kromium dapat

mengikat dan mentransfer mineral lain seperti kalsium yang dibutuhkan untuk

produksi telur. Pemberian kromium organik CrCl3 atau bentuk lainnya pada dosis

tinggi tidak mengubah kandungan nutrisi telur. Rendahnya transfer kromium ke telur

tampaknya karena adanya mekanisme pencegahan akumulasi penyerapan berlebihan

mineral ini dalam telur (Piva et al., 2002). Artinya, terdapat mekanisme pencegahan

nutrien yang membahayakan bagi embrio, sehingga kromium pun diberikan dalam

batas yang boleh diberikan. Namun, kromium yang kompleks diduga dapat

berinteraksi dengan oksigen katalis dan dapat menghasilkan radikal hidroksil

(Vincent, 2000) dan dapat merusak semua tipe makromolekul yang dapat

mengganggu kelangsungan hidup, namun dapat menurunkan konsentrasi kolesterol

pada kuning telur seperti pada penelitian Kim et al. (1997) bahwa pemberian

kromium picolinat pada dosis 400 ppb menurunkan kolesterol telur. Hal ini mungkin

karena kromium merespon dan bekerja sama dalam aktivitas metabolisme lipid.

P2, P3 dan P4 menggunakan kedelai sangrai dengan dosis 1% dari total

lemak ransum belum dapat mempengaruhi produksi telur dibandingkan dengan

kontrol(P1) yaitu 68,57%. Meski demikian, rataan menunjukkan bahwa P3 sebesar

76,33% berpotensi memiliki produksi telur yang lebih tinggi dari kontrol.Sepertinya

kombinasi lingzhi dan kedelai sangrai dapat berkolaborasi positif dalam

meningkatkan produksi telur. Kemungkinan disebabkan oleh potensi lingzhi dalam

meningkatkan imunitas tubuh ternak terutama dalam mengurangi tingkat stress ayam

pada masa bertelur.

Penelitian Lukmanhakim (2010) melaporkan bahwa terdapat CLA sebanyak

0,42%, 0,48%, 0,5% dan 0,44% berturut-turut pada P1, P2, P3 dan P4. Kedelai

sangrai yang memiliki kandungan CLA ternyata belum dapat mempengaruhi

produksi telurmungkin disebabkan oleh sintesis lemak yang tidak terkait dengan

(32)

20 et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan suplemen CLA sebesar 1%-4%

menurunkan produksi telur dibandingkan ayam yang tanpa diberi suplemen CLA.

Penambahan 2% suplemen CLA dan CLA byproduct dari total ransumpada

penelitian Kim et al. (2008) juga tidak memberikan pengaruh pada produksi telur,

apalagi jika hanya diberikan sejumlah 1% dari total lemak ransum. Meski demikian,

telur yang diberi suplemen lingzhi dan kedelai sangrai memiliki kandungan CLA

tertinggi yang dapat mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan massa otot dengan

lemak sedikit (Lukmanulhakim, 2010). Isomer trans-10,cis-12 pada CLA

mengurangi aktivitas enzim lipase dalam memecah lipoprotein serta konsentrasi

triasilgliserol intraselular dan gliserol sebagai hasil pemecahan lipoprotein (Park et

al., 1999). Hal ini mengakibatkan lipoprotein tidak banyak mengubah triasilgliserol

menjadi gliserol dan asam lemak dalam sel sebagai bahan kolesterol.Sejumlah

triasilgliserol sangat berguna dalam menyimpan energi terutama pada saat masa

bertelur.Meski demikian lipoprotein yang mengandung banyak trigliserida dapat

memicu atherosclerosis yang menyebabkan penyakit jantung pada manusia.

Lingzhi tidak banyak memiliki asam amino esensial yang penting untuk

produksi telur. Lingzhi memiliki zat bioaktif polisakarida dan asam ganoderik

(Paterson, 2006) serta kaya akan protein yang dapat dibandingkan dengan biji-bijan

seperti kedelai (Aremu et al., 2009). Meski lingzhi kaya akan protein, namun jenis

asam amino yang paling banyak terdapat pada lingzhi adalah asam amino non

esensial yaitu glisin, alanin dan treonin, sedangkan yang terendah adalah arginin,

lisin, metionin dan histidin (Kawagishi et al., 1996) yang merupakan asam amino

esensial yang dapat meningkatkan produksi telur.

Konsumsi

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ketiga suplemen

belum dapat mempengaruhi konsumsi secara nyata. Rataan konsumsi yang diperoleh

selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 10.

Cr organik sebanyak 3 ppm yang diberikan dalam ransum belum dapat

memberikan mempengaruhi konsumsi.Namun jika pada dosis 4,1 ppm (Eseceli, 2010)

dan 36,27 ppm (Piva et al., 2002) dapat meningkatkan konsumsi pakan. Perlakuan

yang menggunakan kedelai sangrai sebanyak 1% dari total lemak ransum pada P2,

(33)

21 Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi

Minggu

Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

---gram---1 97,---gram---1---gram---1±3,82 103,77±2,85 98,46±1,06 102,60±5,66

2 100±2,75 100±1,27 101,20±2,44 100,37±2,66

3 94,14±3,90 95,20±2,98 96,64±5,64 97,16±2,60

4 91,14±1,69 95,20±3,30 94,61±1,96 97,69±3,16

5 99,09±1,5 93,41±0,90 108,88±1,47 96,12±2,42

Jumlah 481,48 487,58 499,79 493,94

Rata-rata ±sd 96,30±4,19 97,57±4,50 100,12±5,73 98,79±3,85

Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)

CLA yang diduga terdapat pada kedelai sangrai nampaknya hanya memiliki

jumlah yang sedikit untuk dapat mempengaruhi konsumsi pakan seperti halnya pada

penelitian Raes et al. (2002) bahwa pemberian pakan dengan suplemen CLA yang

rendah (10 g/kg) tidak mempengaruhi produksi telur, konsumsi juga massa telur.

Penelitian Kim et al. (2008) menunjukkan bahwa penambahan CLA 2% dan

CLA-by product 2% menurunkan konsumsi hingga 3 gram dari ransum. Konsumsi ransum

pada ayam mempengaruhi kualitas telur dan nilai nutrisi telur tersebut (Winter dan

Funk, 1947). Bell dan Weaver (2002) mencatat bahwa semakin tinggi produksi telur,

maka kebutuhan konsumsi semakin tinggi pula. Pada umur 26 minggu, ayam

mengkonsumsi sekitar 106,4 gram pakan. Perlakuan yang paling mendekati standar

ini adalah P3 yaitu sebesar 100,12 gram. Hal ini menunjukkan bahwa adanya

kerjasama positif antara lingzhi dan kedelai sangrai dalam mempengaruhi banyaknya

pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Mungkin lingzhi dapat meningkatkan

palatabilitas, namun kromium organik tidak, sehingga jika lingzhi dikombinasikan

dengan kromium maka belum mampu bekerja sama dalam menciptakan palatabilitas

yang baik. Sedangkan jika lingzhi dikombinasikan dengan kedelai sangrai berpotensi

menciptakan palatabilitas yang baik untuk ternak. Meski demikian, seluruh perlakuan

menghasilkan konsumsi yang lebih tinggi dari kontrol. Artinya kombinasi diantara

(34)

22 Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur

Berat Telur

Salah satu yang menentukan kualitas telur adalah berat telur. Rataan berat

telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian

Ulangan

Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

---gram---1 51,00±4,84 51,02±4,28 49,75±3,92 49,67±3,55

2 53,92±3,85 52,42±3,82 49,64±4,39 50,25±3,70

3 51,75±3.86 51,58±2,91 50,4±4,33 52,58±5,03

Jumlah 156,67 155,02 149,79 152,5

Rata-rata ±sd 52,22±4,28a 51,67±3,65a 49,83±4,04a 50,83±4,22a

Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)

Berat telur berbanding terbalik dengan produksi telur. Oleh karenanya, berat

telur yang paling besar menghasilkan produksi telur yang sedikit dan sebaliknya,

berat telur yang paling kecil menghasilkan produksi telur yang banyak. Meski hasil

analisis sidik ragam tidak berbeda nyata, namun dapat terlihat bahwa P3

menghasilkan berat telur paling rendah dan produksi telur paling tinggi. Berat telur

yang dihasilkan dari ransum berkisar 49,94-52,22 g, sedangkan menurutWeaver dan

Bell (2002), ayam petelur yang berumur 26 minggu memiliki berat telur 56,4 gram.

Hasil analisissidik ragam menunjukkan bahwa pemberianketiga jenis suplementidak

mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Hal ini diduga karena kandungan protein

dan asam amino yang digunakan untuk sintesis protein telur terdapat dalam jumlah

yang relatif sama. Kebutuhan protein pada ayam petelur berkaitan dengan produksi

telur dan ukuran telur, penurunan pemberian asam amino atau protein pada ransum

mempengaruhi produksi telur dan berat telur, tergantung pada taraf suplemen.

Sedikit penurunan konsumsi metionin dapat berpengaruh pada berat telur (Weaver

dan Bell, 2002). Berat telur sangat erat kaitannya dengan putih telur (albumin)

karena menurut Romanoff dan Romanoff (1949), berat relatif albumin mencapai

(35)

23 Pembentukan albumin sendiri sangat dipengaruhi oleh asam amino. Kuantitas asam

amino menentukan keseimbangan putih telur, terutama lisin dan metionin

menurunkan berat total dari putih telur (Yuwanta, 1988). Namun untuk mendapatkan

lisin dan metionin tidak bisa hanya dengan menambah kandungan protein ransum.

Penelitian Kang (1996) dan Kim (1997) tidak menunjukkan perubahan yang berarti

ketika ransum ayam petelur diberikan protein sebanyak 14% dan 16%. Oleh sebab

itu meski protein ditingkatkan belum tentu dapat meningkatkan metionin dan lisin

sebagai bahan pembuat albumin. Namun, jika protein ditingkatkan hingga lebih dari

17%, maka berat telur akan meningkat (Yuwanta, 2009).

Kromium pada penelitian diberikan hanya sebanyak 3 ppm yaitu pada P2 dan

P4 belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat telur karena mungkin

kromium pada ransum belum cukup membantu memetabolisme zat makanan pada

telur. Penelitian Lien et al. (1996) bahwa penambahan kromium pada dosis 200-800

ppb dapat menurunkan berat telur, sedangkan ransum tanpa kromium memiliki berat

telur paling besar. Meski demikian penelitian Lukmannulhakim (2010) melaporkan

bahwa penambahan suplemen kromium, lingzhi dan kedelai sangrai meningkatkan

kandungan kromium pada telur.

Kedelai sangrai sebagai sumber CLA pada P2, P3 dan P4 tidak terbukti dapat

mempengaruhi berat telur seperti yang dilaporkan oleh Suksombat et al. (2006) pada

dosis CLA 3%, Kim et al. (2007)pada dosis CLA 2%. Namun Aydin (2006)

melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang diberi suplemen CLA sebanyak 0,5%

menurunkan berat telur dan albumin, tetapi meningkatkan berat kuning telur. Hal ini

kemungkinan terjadi karena CLA membuat mineral dalam putih telur berpindah ke

kuning telur karena penelitian Aydin (2001) melaporkan bahwa albumin telur yang

diberi CLA memiliki konsentrasi mineral besi, kalsium dan seng yang tinggi namun

rendah akan mineral magnesium, sodium dan klorid.Asam lemak merupakan sumber

energi yang penting dan efisien untuk meningkatkan berat telur. Pakan yang kurang

asam lemak yaitu linoleat akan menurunkan berat telur. Menurut Yuwanta (2008),

jika pakan kekurangan asam linoleat maka berat telur dan kuning telur menurun 10

gram. CLA terbukti dapat menurunkan asam lemak seperti pada penelitian

Suksombat et al. (2006), Kim et al. (2008), serta Aydin (2006) hal ini mengakibatkan

(36)

24 berubah,sehingga konsentrasi lemak sebagai sumber energi pun berubah. Apabila

kedelai sangrai sebagai sumber CLA tidak berpengaruh pada berat telur

kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi CLA pada ransum yang belum cukup

untuk memetabolisme lemak dalam telur.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa P2 dan P3 yang mengandung

lingzhi belum dapat mempengaruhi berat telur. Karena mungkin zat bioaktif yang

terdapat dalam lingzhi tidak berhubungan dengan berat telur. Jenis polisakarida yang

terdapat pada lingzhi baru diteliti hanya berfungsi untuk antifibrotik (Park et al.,

1997), antipiretik (Kim et al., 2000), anti-inflamasi (Ukai et al., 1983),

hepatoprotective (Zhang et al., 2002), kekebalan tubuh dan anti kanker (Paterson,

2006) yang bekerja dengan triterpenoid dan immuno-modulator protein,melalui

penghambatan DNA polimerase, penghambatanmodifikasi pasca-translasi dari

onkoprotein (protein pada tumor),atau stimulasi produksi sitokin (Sliva, 2006) serta

menghambat enzyme pemicu aktivitas tumor (Paterson, 2006). Sedangkan jenis

protein pada lingzhi yaitu LZ-8 befungsi untuk Immunodulatory dan

Immunosuppressive (Van der Hem et al., 1995) yang bekerja secara makrofage

(memakan sel) (Yeh et al., 2010). Hal ini mungkin dapat meningkatkan imunitas

tubuh ternak dalam mengurangi stress yang biasa dialami oleh ayam pada masa

bertelur.

Haugh Unit

Nilai Haugh Unit adalah salah satu indikator kesegaran telur. Rataan haugh

unit yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian

Ulangan Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

1 66.54±29,33 65.78±35.46 64.56±25.18 81.09±24.63

2 75.19±27,30 81.72±21,13 64.49±33.47 67.89±31.02

3 79.91±25,00 71.55±33.86 86.68±13.81 70.68±27.67

Jumlah 221,64 219,05 215,73 219,66

Rata-rata ±sd 73,88±27,07 73,02±30,67 68,95±28,14 73,22±27,70

(37)

25 USDA mengklasifikasikan kualitas telur dari nilai Haugh unit diantaranya

telur berkategori AA jika nilai HU lebih dari 72, kategori A jika berkisar antara

60-72, kategori B jika memiliki nilai HU kurang dari 60. Hasil analisis menunjukkan

bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap haugh unit (Tabel 6).

Suplementasi kromium organik yang terdapat pada P2 dan P4 tidak mempengaruhi

nilai Haugh unit. Salah satu yang menyebabkan mungkin karena penyerapan

kromium tidak diserap dari ayam ke telur (Burger dan Gochfeld, 1996).Penelitian

Piva et al., (2001) melaporkan bahwa suplementasi kromium yeast pada ransum

ayam petelur pada dosis 21,11 ppm serta pemberian kromium sebanyak 4,1 ppm dan

kombinasi kromium dengan asam folat pada penelitian Eseceli et al., (2010) tidak

mempengaruhi haugh unit. Meski demikian, nilai haugh unit pada P1, P2 dan P4

menunjukkan bahwa telur dapat dikategoirkan dalam kelas AA. Sedangkan P3 masih

berkategori A. P3 memiliki berat telur yang lebih kecil dari perlakuan lainnya

sehingga akan menghasilkan haugh unit yang lebih kecil pula. Kombinasi lingzhi dan

kedelai sangrai nampaknya berhasil menurunkan asam lemak dalam telur sehingga

berat telur pun menurun. Sedangkan protein dalam lingzhi dan kedelai sangrai belum

dapat meningkatkan tinggi putih telur secara signifikan.

Haugh unit dipengaruh oleh kekentalan putih telur, sedangkan karakter yang

lebih spesifik terhadap putih telur adalah kandungan protein (lisosom) yang berperan

terhadap kualitas putih telur yang digambarkan pada kekentalan putih telur. Putih

telur kental dibentuk oleh β-ovomusin yang berinteraksi dengan lisosom secara

elektrostatik dengan ion kalsium dan magnesium sehingga terbentuk komplek putih

telur kental (Yuwanta, 2009). Pemberian CLA saja memberikan pengaruh negatif

pada kualits telur, namun jika CLA dikombinasikan dengan lemak lain sebanyak 2%

dapat mengurangi tingkat perubahan performa telur (Kim et al., 2007).

Warna Kuning Telur

Pengamatan terhadap warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour

Fan menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap warna kuning

telur.Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada

Tabel 13.

Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat ransum memiliki warna kuning

(38)

26 per gram kuning telur dan 27,5 miligram xantopil (North dan Bell, 1990).

Betakaroten dalam telur bisa didapatkan dari pemberian jagung atau alfalfa (Bailey

dan Chen, 1989). sedangkan untuk mendapatkan warna kuning cerah (platinum)

didapatkan dari pemberian jagung putih, sorgum, gandum atau barley (Jacob et al.,

2000). Pada penelitian, ransum yang diberikan hanya mengandung sekitar 520 gr/kg

jagung kuning, maka ransum tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur karena

pada penelitian Piva et al. (2003) pemberian 540 gram/kg jagung kuning, 30 gr/kg

alfalfa bahkan 20 gr/kg jagung terglutenisasi saja tidak mempengaruhi warna

kemerahan telur.

Tabel 13. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna KuningTelur

Ulangan Ransum Perlakuan

P1 P2 P3 P4

1 7,83±1,70 7,17±1,47 7,56±1,24 7,58±1,08

2 7,17±1,53 7,75±1,06 7,36±1,69 7,67±1,30

3 7,33±1,44 7,67±1,30 8,00±1,41 7,33±1,23

Jumlah 22,33 22,59 22,92 22,58

Rata-rata ±sd 7,44±1,54 7,53±1,28 7,56±1,44 7,53±1,18

Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)

Kandungan kromium dalam telur terbukti meningkat pada P2

(Lukmanulhakim, 2010), namun belum dapat memberikan pengaruh pada warna

kuning telur yang mungkin karena penyerapan dan metabolisme kromium tidak

berhubungan dengan konsentrasi xantopil sebagai bahan pemberi warna pada kuning

telur. Kromium lebih banyak bekerja pada glukosa dalam sel. Kromium dapat

mengatur glukosa yang keluar dan masuk dalam sel atau biasa dikenal dengan GTF

(Glucose Tolerance Factor). Penelitian saat ini menunjukkan bahwa pemberian

makanan dalam jangka pendek pada ayam petelur dengan diet tinggikadar kromium

anorganik atau organik tidak mempengaruhi produksi telur atau kualitas telur dan

tidak mengakibatkan konsentrasi abnormal kromium dalam kuning telur, sehingga

(39)

27 dan lutein (Yuwanta, 2009). Ransum yang diberi perlakuan memiliki jumlah yang

relatif samakarena warna kuning telur dipengaruhi oleh xantopil pada ransum

(Weaver dan Bell, 2002) dan kemungkinan sintesis lemak yang dihasilkan dari

kedelai sangrai tidak memberikan efek terhadap warna kuning telur. Meski

kandungan CLA pada P3 terbukti paling besar yaitu 0,5% (Lukmanhakim, 2010),

namun kandungan CLA tersebut tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur

seperti penelitian Aydin et al. (2001) dan Erhan dan Celebi (2005) menemukan

bahwa pemberian CLAsebanyak 1,4% dan 0,5% tidak berpengaruh terhadap warna

telur. Lee et al. (1995) menyatakan bahwa perubahan warna telur disebabkan oleh

CLA yang mengubah komposisi lemak yaitu meningkatkan SFA sehingga terjadi

peningkatan permeabilitasmembran viteline telur. Aydin et al. (2001) menyatakan

bahwa pemberian CLA mengakibatkan kalsium danseng pada kuning telur berpindah

ke putih telur dan magnesium dan natrium pada albumin berpindah ke kuning telur.

Hal ini akan menyebabkan abnormalitas pada embrio, karena embrio

memmbutuhkan kalsium untuk perkembangan tulangnya.Suksombat et al. (2006)

melaporkan bahwa ransum tanpa penambahan suplemen CLA menghasilkan warna

kuning telur lebih tinggi dibandingkan penambahan CLA pada level 0,82%-4,03%.

Hingga saat ini belum ada yang meneliti kandungan xantophil yang terdapat

pada lingzhi. Hasil analisis sidik ragam pada P2 dan P3 yang mengandung lingzhi

tidak terbukti dapat mempengaruhi warna kuning telur karena mungkin lingzhi tidak

banyak mengandung precursor vitamin A sebagai prekursor xantopil. Karena β

-karoten hampir sepenuhnya adalah hasil metabolisme vitamin A, kandungan

oxycarotenoid (xantophil) pada pakan menjadi faktor utama dalam pewarnaan

kuning telur (Karunajeewa et al., 1984). Kandungan vitamin pada lingzhi antara lain

vitamin B2, B1 dan B6 (Parjimo dan Soenanto, 2008)

Berat dan Tebal Kerabang

Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh pada berat

kerabang. Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada

Tabel 14.

Berat kerabang yang dihasilkan dari penelitian bernilai sekitar 6,17-6,43

gram. Standar berat kerabang telur ayam adalah sekitar 6,2 gram (Romanoff dan

(40)

28 standar berat kerabang. Berat kerabang juga dipengaruhi oleh berat telur dengan

umur ayam. Semakin tua umur ayam semakin tipis kerabang sehingga semakin

ringan beratnya (Yuwanta, 2009). Berat kerabang dan tebal kerabang dipengaruhi

oleh kalsium, fosfor, mangan dan vitamin D3 (Ensminger, 1992). Berat kerabang

tertinggi dihasilkan oleh ransum tanpa suplemen (P1). Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh kurangnya dosis kromium pada suplemen karena Amatullah et al.

(1999) melaporkan bahwa pemberian kromium hexavalent sebanyak 250-500 mg/kg

dapat meningkatkan tebal kerabang, serta Piva et al.(2002) melaporkan bahwa

penambahan suplemen kromium tidak berpengaruh pada berat kerabang sedangkan

dosis kromium yang diberikan pada penelitian hanya 3 ppm. Eseceli et al. (2010)

melaporkan bahwa penambahan kromium tidak mempengaruhi kualitas kerabang

karena kemungkinan kromium tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas kerabang,

meski demikian, kromium dapat meningkatkan kualitas putih telur dan kuning telur.

Tabel 14. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap KerabangTelur

Peubah Perlakuan

P1 P2 P3 P4

Berat Kerabang (gram/butir) 6,43±0,79 6,36±0,43 6,17±0,65 6,41±0,88

Tebal Kerabang (mm) 0,41±0,03 0,42±0,03 0,42±0,03 0,42±0,03

Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)

Kedelai sangrai yang terdapat pada perlakuan tidak memberikan pengaruh

pada berat dan tebal kerabang.Salah satu penyebab rendahnya kualitas kerabang telur

adalah kurangnya kandungan pospor dalam ransum yang dapat meningkatkan

mortalitas (kematian) pada ayam yang dikandangkan (North dan Bell, 1990).

Kandungan asam lemak pada kedelai sangrai sepertinya hanya dapat dimanfaatkan

dalam metabolisme lemak, sedangkan mineral Ca sebagai mineral pembentuk

kerabang tidak terbantukan untuk mendeposisikannya ke telur, atau dengan kata lain

efek CLA berlawanan terhadap ayam (Yeung et al., 2000). Berat kerabang terbesar

dihasilkan oleh P1. Meski kandungan pospor pada lingzhi cukup besar yaitu 41,50

mg/gr (Parjimo dan Soenanto, 2008) dibanding mineral lainnya, namun lingzhi yang

terdapat pada P2 dan P3 belum dapat mempengaruhi tebal kerabang hal ini mungkin

(41)

29 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Suplementasi pakan dengan G. Lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai

tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam secara keseluruhan. G. Lucidum, Cr

organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak

memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Produksi telur

paling tinggi dihasilkan oleh P3 namun memiliki Haugh unit terendah karena

memiliki berat telur terendah. Sehingga jika menginginkan kuantitas telur yang

banyak dapat menggunakan ransum P3. Sedankan jika menginginkan kualitas telur

yang baik P1 dan P3 dapat menjadi alternatif.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kombinasi dan dosis yang

(42)

30 UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta

salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat

serta pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak

membantu baik motivasi, doa, materi serta kasih sayang yang tiada batas nan tiada

henti diberikan. Juga, kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc dan

Ir. Dwi Margi Suci, MS yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu

penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima

kasih disampaikan kepada Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Ir. Sri Darwati, M.Si yang

telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan

dalam penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada

Lukmanulhakim dan Mas Mul dan kepada semua pihak yang telah membantu

penelitian.

Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

yang membacanya.

Bogor, 25 Agustus 2011

(43)

31 DAFTAR PUSTAKA

Adawiah. 2005. Respons produktivitasdan kualitas susu pada suplementasi sabunmineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai dalam ransum ternak ruminansia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Amatullah, A., A. Asma, A. Latif& A. R. Shakoori. 1998. Effect of hexalent chromium on egg laying capacity, hatchability of eggs, thicness of egg shell and post hatching deelopment of Gallus domesticus. Asian-Aus. J. Anim. Sci.12(6) : 994-950

Aremu, M. O., S. K. Basu, S. D. Gyar, A. Goyal, P. K. Bhowmik & S. Datta Banik.2009. Proximate composition and functional properties of mushroom floursfrom Ganoderma spp., Omphalotus olearius(dc.) sing. and Hebeloma mesophaeum(pers.) quél. used in Nasarawa state, Nigeria. Mal. J. Nutr 15(2): 233 - 241

Aydin, R., M. Pariza& M. Cook. 2001. Olive oil prevents the adverse effects of dietary conjugated linoleic acid on chick hatchability and egg quality. J. Nutr. 131(3): 800–806.

Aydin, R. 2006. Effect of storage temperature on the quality of eggs fromconjugated linoleic acid-fed laying hens.South Afr. J. Anim. Sci.36 (1):13-19.

Choiunard, P. Y., L. Corneau, W. R. Butler, Y. Chilliard, J. K. Drackley & D. E.Bauman. 2001. Effect of dietary lipid source on conjugated linoleic acidconcentration in milk fat. J. Dairy Sci. 84 (3):680-690.

Dhiman, T. R., G. R. Anand, L. D. Satter & M. W. Pariza. 1999. Conjugated linoleic acid content of milkfrom cows fed different diets. J. Dairy Sci. 82(10): 2146-2156.

Eatwild. 2010. What is CLA. http://www.eatwild.com/cla.html#top. [16 Februari

2010].

Engelbrecht, K.& T. Volk. 2005. Ganoderma lucidum, Reishi or lingzhi, a fungus

used in oriental medicine. http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/mar2005.html. [17 Februari 2010].

Ensminger, M. E 1992. Poultry science.Interstate Publishers. Danille

EPF. 2009. Egg quality. http://www.eggfarmers.org.nz/egg-quality.asp. [8 Februari 2010].

(44)

32 Eseceli, H., N. Degirmencioglu& M. Bilgic. 2010. The effect on inclusion of

chromium yeast (Co-Factor II, Alltech Inc.) and folic acid to the rations of laying hens on performances, egg quality, egg yolk cholesterol, folic acid and chromium levels. J. Anim. Vet. Adv. 9 (2): 384-391.

Ewing, R. W. 1963. Poultry nutrition. The Ray Ewing Company. California

Exploratorium. 2009. Science of eggs : Anatomy of an Egg.http://www.exploratorium.edu/cooking/eggs/eggcomposition.html. [8 Februari 2010].

Infomedion. 2008. Pentingnya suplementasi

ransum.http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tata-

laksana/suplementasi-ransum/1-tata-laksana/78-artikel-pentingnya-suplementasi-ransum?tmpl= component&print=1&page=. [2 Desember 2010]

Institut de Selection Animale (ISA). 2008. Quality of Eggs. http://www.isapoultry.com/en/Information/Publications/At%20ISA%20our% 20business%20is%20eggs/Quality%20of%20eggs.aspx .

Jacob, P. J., R. D. Miles & F. B. Mather. 2000. Egg quality. AnimalScience Department. Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida.

Jensen, L.S., D.V Maurice& M.W.Murray. 1978. Evidence for a newbiological role of chromium. Federation Proceedings 37:404.

Karunajeewa, H., J. H. Hughes, M. W. McDonald & F. S. Shenstone. 1984. A review of factors influencing pigmentation of egg yolks. World Poult. Sci. Journal 40(1) : 52-65

Kim, J.D., I. K. Han, B. J. Chae, J. H. Lee, J. H. Park & C. J. Yang. 1997. Effects ofdietary chromium picolinate on performance, egg quality, serum traitsand mortality rate of brown layers. Asian Aust. J. Anim. Sci. 10(1): 1–7.

Kim, J. H.,J. Hwangbo, N. J. Choi, H. G. Park, D. H. Yoon, E. W. Park, S. H. Lee, B. K. Park & Y. J. Kim. 2007. Effect of dietary supplementation withconjugated linoleic acid, with oleic, linoleic, or linolenic acid, on egg quality characteristics and fat accumulation in the egg yolk. J. Poult. Sci. 86(6):1180–1186.

Kim, J. H.,N. J. Choi, H. G. Park, I. H. Kim, H. G. Lee, M. K. Song, K. Y. Whang & Y. J. Kim. 2008. Utilization of oil by-product from the purification processof conjugated linoleic acid as feeding supplements for the accumulation of conjugated linoleic acid in the egg yolk. Poult. Sci. 87(1):64–70

Kim, Y.S., S. K. Eo, K. W. Oh, C. Lee & S. S. Han. 2000. Antiherpetic activities of acidic protein bound polysaccharide isolated from Ganoderma lucidum alone and in combinations with interferons. J. Ethnopharmacol. 72(3): 451–458.

(45)

33 monounsaturated fatty acids. Institute of Food Tech.Annual Meeting (Abstr), p. 183.

Lee, S. W., J. S. Yung, Y. Chouinard & B. N. Van. 2005. Effect of dietary soybeans extruded at different temperatures on dairy cow milk composition. J. Anim. Sci. 19(4):541-548.

Lesson, S.& J. D.Summers. 2005.Commercial Poultry Nutrition. 3rdEdition.Ontario. Canada.

Lien, T. F, S. Y. Chen, S. P. Shiaw, P. Froman, & C. Y. Hu, 1996. Chromiumpicolinate reduces laying hen serum and egg yolk cholesterol. Prof.Anim. Sci. 12:77-80.

Lin, X.L. & F. P.Lin. 1999. Effects of organic chromium on the productionperformance and yolk cholesterol of laying hens. J. Fujian Agric. Univ. 28:483–487.

Liu, P. X., L. J. Chen, D. B. Xie & X. M. Xiong. 1999. Effects of dietary chromium onthe productivity of laying hens and the fistribution of chromium. ActaAgric. Univ. Jangxiensis 21: 564–568.

Lukmanulhakim, M. 2010. Pengaruh suplemen campuran jamur lingzhi (ganoderma lucidum), kromium organik, dan kedelai sangrai terhadap kandungan kolesterol dan kromium dalam serum dan telur ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

McDonald, P., R. A. Edwards& J. F. D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition 3rdEdition. Longman. London.

Miles, R. D.& J. P. Jacob. 2000. Feeding the commercial egg-type laying hen. Department of Dairy and Poultry Sciences, Florida Cooperative Extension Service, Institute ofFood and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida.

Mulvihill, B. 2001. Ruminant meat as a source of conjugated linoleic acid(CLA). Br. Nutr. Found. 26(4): 295–299.

North, M. O.& D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4thEdition. Springer. New York.

NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy Press. Washington D.C.

Park, E.J., G. Ko, J. Kim & D. H. Sohn. 1997. Antifibrotic effects of a polysaccharide extracted from Ganoderma lucidum, glycyrrhizin, and pentoxifylline in rats with cirrhosis induced by biliary obstruction. Biol. Pharm. Bull. 20(4):417–420.

(46)

34 Parjimo, H. & H. Soenanto. 2008. Jamur Lingzhi: Raja Herbal Seribu

Khasiat.Agromedia Pustaka. Jakarta.

Pasaribu, Tahir, D. R. Permana & E. R. Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yangMenembus Pasar. Grasindo. Jakarta.

Piva, A., E. Meola, P. P. Gatta, G.Biagi, G. Castellani, A. L. Mordenti, J. B. Luchansky, S. Silva &A. Mordenti. 2003. The effect of dietary supplementation with trivalent chromium on production performance of laying hens and the chromium content in the yolk. Anim. Feed Sci. and Tech. 106 (1):149–163

Pond, W. G., D. C.Church&K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition andFeeding 4th Edition. John Wiley & Sons. New York.

Raes, K., G. Huyghebaert, S. D. Smet, L. Nollet, S. Arnouts& D. Demeyer. 2002. The deposition of conjugated linoleic acid in eggs of laying hens fed diets varying in fat level and fatty acid profile. J. Nutr. 132(2):182–189.

Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. The 2nd Edition. John Wiley& Sons Inc., New York.

Haugh, R. R. 1937.The Haugh Unit for Measuring Egg Quality. U.S Egg PoultryMagazine No. 43.

Schwarz K. & W. Mertz. 1959. Chromium(III) and the glucose tolerance factor. Arch.Biochem. Biophys. 85(1):292-295.

Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1995.Prinsipdan prosedur statistik suatu pendekatan biometrik. Terjemahan: B. Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Steele, N. C & W. Roseburgh. 1981. Effect of trivalent chromium on hepaticlipogenesis by the turkey poult.Poult. Sci. 60(3): 617-622.

Sudaryani, Ir. 2006. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suksombat, W., S.Samitayotin, & P. Lounglawan. 2006. Effects of conjugatedlinoleic acid supplementation in layer diet on fatty acid compositions ofegg yolk and layer performances. J. Poult. Sci.85(9):1603– 1609.

Sutiarna, A. 2010. Suplementasi Ganoderma lucidum, kromium organikdan kedelai sangrai pada pakan sapi laktasi yang dievaluasi dari aspek fisiologis dan imunitas ternak. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ukai, S., T. Kiho, C. Hara, I. Kuruma & Y. Tanaka. 1983. Polysaccharides in fungi. XIV. anti-inflammatory effect of the polysaccharides from the fruit bodies of several fungi. J. Pharmacobiodyn. 6(12):983–990.

(47)

35 Wasser, P. S. 2005. Reishi or lingzhi (Ganoderma lucidium). Institute ofEvolution,

University of Haifa, Mount Carmel. Israel.

Weaver, J. W. D.& D. D.Bell. 2002. Commercial Chicken Meat andEgg Production 5th Edition. Springer. New York.

Wikipedia. 2010. lingzhi mushroom.http://en.wikipedia.org/wiki/Lingzhi_mushroom. [9

Februari2010].

Wikipedia. 2010. Conjugated linoleic acid. http://en.wikipedia.org/wiki/Conjugated_linoleic_acid. [24 Oktober2009].

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedelapan. PT GrammediaPustaka Umum. Jakarta.

Winter, A. R.& E. M Funk. 1947. Poultry Science and Practice. J. B Lippincott Company. New York

Yeh, C. H., H. C. Chen, J. J Yang, W. I Chuang & F. Sheu.2010.Polysaccharides PS-G and protein LZ-8 from reishi (PS-Ganoderma lucidum) exhibit diverse functions in regulating murine macrophages and T lymphocytes.J Agric. Food Chem. 58(15):8535-44

Yeung, C. H. Y., L. Yang, Y. Huang, J.Wang & Z. Y. Chen. 2000. Dietary conjugated linoleic acid mixture affects the activity of intestinal acylcoenzyme a: cholesterol acyltransferase in hamsters. Br. J. Nutr. 84(6):935-941.

Yuwanta, T. 1988. Eclairement fractionne et aliment alterne chez la poulereprouctrice isa vedette : effet sur la consommation d’aliment, la qualite de l’oeuf et le rythme d’oviposition. Memoire du DEA. Universite de Rennes I. France.

Yuwanta, T. 2009. Telur dan Kualitas Telur. GadjahMada University Press.Jogjakarta.

Gambar

Gambar 1. Bagian-bagian Telur (Jacob et al., 2000).
Tabel 1. Komposisi Rata-rata Telur Ayam
Gambar 2. Ganoderma lucidum (Wikipedia, 2010)
Tabel 2. Komposisi Proksimat dari Ganoderma lucidum
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yang jelas bahwasanya, di GDODP $O 4XUDQ VHQGLUL HK DQWDUD ED¶GX TXP PLP ED¶GL maksudnya adalah perempuan dan laki ± laki itu saling mengisi, harusnya konsepnya seperti itu di

Permasalahan lain sesuai hasil pengamatan peneliti bahwa ada sebagian kelompok masyarakat yang memperoleh bantuan untuk mengembangkan Program Simpan Pinjam Kelompok

untuk kapal dengan ukuran kurang dari 10 Gross Ton menjadi kewenangan kota/kabupaten, sedangkan untuk ukuran 10-30 GT menjadi kewenangan provinsi. Jadi kapal-kapal

Abstrak: tulisan ini bertujuan untuk membahas tentang kewenangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUDNRI

(2010) menambahkan bahwa bahan kering untuk pengisian biji pada kacang tanah diduga lebih banyak diperoleh dari fotosintesis selama pengisian biji. Permasalahan yang dihadapi

Efektivitas dari proses sanitasi dapat diukur melalui deteksi jumlah mikroba pada telapak tangan karyawan, mesin dan lingkungan produksi khususnya area pembekuan dan

[r]

Ayu mengemukakan bahwa fungsi bahan ajar adalah sebagai pembangkit atau penguat motivasi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dalam materi pembelajaran