EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (
Ganoderma
lucidum
), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI
SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM
SKRIPSI
TANIA PERDANA PUTRI
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
ii RINGKASAN
Tania Perdana Putri. D24050522. 2011. Efek Suplemen CampuranJamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Margi Suci, MS.
Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi harga dan ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dinilai dari kandungan nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur, indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang memberikan daya tarik terhadap pembeli sehingga dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan jamur merah yang berkhasiat dalam meningkatkan kesehatan manusia.
Penelitian ini menggunakan 120 ekor ayam petelur dari strain Lohmann Brown yang diberi ransum ayam petelur. Ransum diberi suplemen berupa lingzhi, kromium organik, dan kedelai sangrai. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan suplemen yaitu: P1= ransum tanpa suplemen (kontrol); P2= P1 + lingzhi + Cr organik + CLA; P3= P1 + lingzhi + CLA; P4= P1 + Cr organik + CLA. Dosis lingzhi yang digunakan adalah 5 gram/ 50 kg BB, Cr organik 3 ppm dan CLA yang dibuat dari kacang kedelai sangrai dan diberikan sebanyak 1% dari total lemak ransum. Peubah yang diukur meliputi: hen day, konsumsi pakan, bobot telur, Haugh unit, warna kuning telur, berat kerabang dan tebal kerabang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian suplemen lingzhi, kromium organic dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap perfoma telur. Produksi telur paling tinggi dihasilkan oleh P3 sebesar 76,33% dan yang paling rendah dihasilkan oleh P2, sedangkan kontrol sebesar 68,57%. Sebagai efeknya, berat telur pada P3 memiliki berat telur yang kecil yaitu 49,83 gram dan kontrol menghasilkan berat telur terbesar yaitu 52,22 gram. Disebabkan oleh berat telur yang rendah pada P3, maka nilai Haugh unitnya menjadi kecil yaitu 68,95 dibanding kontrol yaitu 73,88.. Skor rata-rata warna kuning telur yang dihasilkan adalah 7 dan tidak berbeda nyata. Begitu pula pada tebal kerabang yang dihasilkan yaitu tidak berbeda nyata.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah Suplementasi pakan dengan G. lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam. G. lucidum, Cr organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Tetapi mungkin berpengaruh terhadap profil nutrient telur karena potensi CLA yang dapat menurunkan asam lemak. Serta kekebalan tubuh karena kandungan protein pada G. lucidum.
iii ABSTRACT
Effect of Lingzhi Mushroom (Ganoderma lucidum), Chromium Organic, and Roasted Soybeans as CLA Resource On Egg Performance in Laying Hen.
Tania Perdana Putri, Dwi Evvyernie Amirroenas, Dwi Margi Suci
This study aimed to evaluate the effect of the layer fed diets supplemented by mixture of Lingzhi mushroom, organic chromium and roasted soybean. This research was using completely randomized design with four treatments and three replicates. This study used 26 weeks old of 120 laying hens from strains Lohmann which were given basal diet of laying hens. Rations were given supplements of lingzhi, organic chromium, and CLA prepared from roasted soybeans. The design used was completely randomized design with four treatments and three replicates. Treatment supplement that is : P1 = basal diet (control); P2 = P1 + lingzhi + Cr organic + CLA; P3 = P1 + CLA + lingzhi; P4 = P1 + Cr organic + CLA. Lingzhi dose used was 5 g / 50 kg, Cr 3 ppm and CLA was made from raosted soybeans and was given by 1% of total fat ration. Variables measured included: egg weight, Haugh unit, eggshell weight and eggshell thickness, yolk color, hen day, and feed consumption.The results showed that the treatment had no significant difference on egg performance. P3 showed the highest egg production at 76.33% and the lowest generated by P2 at 66,66%, while the control had 68.57% hen day. As a result, the egg weight in P3 has a small egg weight that is 49.83 grams and control showed largest egg weight that is 52.22 grams. In spite of P3 has lower weight egg, it has lower value of Haugh unit by 68.95 and P1 has 73.88. Average score of egg yolk colour was 7 and had not significantly different so did eggshell thickness.The conclusion that can be taken is the supplementation of feed with G. lucidum, Cr Organic, and roasted soybeans had no effect in egg performance. G. lucidum, Cr, organic and roasted soybeans as much as the dose given does not seem to give effect associated with physical performance and egg. But it may effect on nutrient profile of eggs due to the potential of CLA can be reduce fatty acid. As well as immune
because the protein content in G. lucidum.
iv
EFEK SUPLEMEN CAMPURAN JAMUR LINGZHI (
Ganoderma
lucidum
), KROMIUM ORGANIK, DAN KEDELAI SANGRAI
SUMBER CLA TERHADAP PERFORMA TELUR AYAM
TANIA PERDANA PUTRI D24050522
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN
v
Judul Skripsi : Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam
Nama : Tania Perdana Putri
NIM : D24050522
Menyetujui,
Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,
Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc. Ir. Dwi Margi Suci, MS.
NIP. 19610602 198603 2001 NIP. 19610905 198703 2001
Mengetahui :
Ketua Departemen,
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.
NIP. 19670506 199103 1 001
vi RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Maret 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Tasman dan Ibu Syafni, S.Pd.
Pendidikan penulis diawali dari pendidikan dasar di SDN 06 Cempaka Putih yang diselesaikan pada tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan tingkat pertama yang diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 189 Jakarta Barat dan pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 112 Jakarta Barat yang diselesaikan pada tahun 2004.
vii KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pemberian Suplemen Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum), Kromium Organik, dan Kedelai Sangrai Sumber CLA Terhadap Performa Telur Ayam”. yang ditulis berdasarkan hasil penelitian pada bulan Juni hingga September 2009 berlokasi di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Lingzhi merupakan tanaman obat dari Cina yang telah diuji dapat menurunkan kadar kolesterol pada manusia. Namun, belum banyak yang dapat menguji jamur ini pada hewan terutama ayam petelur. Lingzhi diduga dapat menurunkan kadar kolesterol dalam telur serta memperbaiki performa telur. Performa telur yang baik dapat meningkatkan permintaan masyarakat terhadap telur. Selain lingzhi, penelitian membuktikan bahwa kedelai sangrai dapat meningkatkan kadar CLA dalam susu serta meningkatkan imun dalam tubuh sapi. Penggunaan suplemen lingzhi, kedelai sangrai sebagai sumber CLA dan kromium organik dapat menjadi suatu pilihan pakan yang diharapkan dapat memperbaiki kualitas telur.
Penulis berharap semoga skripsi ini menjadi salah satu amal shalih penulis dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, 25 Agustus 2011
viii
DAFTAR LAMPIRAN………... xii
PENDAHULUAN ……….. 1
Kandang dan Peralatan ……….. 12
Ransum ……… 12
Suplemen ……….. 12
Obat-obatan dan Vaksin ……… 13
Prosedur ………... 14
Jadwal Pemberian Pakan ……….. 14
Pencampuran Suplemen ke dalam Pakan ………. 15
Pengukuran Bobot Telur..………... 15
Pengukuran Haugh unit ..……….. 15
Pengukuran Berat kerabang dan tebal kerabang ………….. 15
Pengukuran Warna kuning telur ……….. 16
Pengukuran Hen Day ………... 16
Pengukuran Konsumsi ………. 16
Rancangan dan Analisis Data………. 16
Rancangan Percobaan ………... Analisis Data……….. 16 17 HASIL DAN PEMBAHASAN ……… 18
ix
Produksi Telur ………. 18
Konsumsi Ransum ………... 20
Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur ……….. 22
Berat Telur ………... 22
Haugh Unit ……….. 24
Warna Kuning Telur ……… 25
Berat dan Tebal Kerabang ………... 27
KESIMPULAN DAN SARAN ……… 28
Kesimpulan ……….. 29
Saran ……… 29
UCAPAN TERIMA KASIH ……… 30
DAFTAR PUSTAKA ……….. 31
x DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Rata-Rata Telur Ayam ……… 4
2. Komposisi Proksimat Gamoderma lucidum ……… 8
3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum ……… 13
4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum ……… 14
5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur …… 14
6. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Produksi Telur ………… 18
7. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi ……….. 21
8. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian ……….. 22
9. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian ………….. 24
10.Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna Kuning Telur ….. 26
xi DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Bagian-bagian Telur ..………... 3 2. Ganoderma lucidum ………... 7
xii DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur ayam merupakan produk peternakan paling mudah dijangkau dari segi
harga juga ketersediaan. Telur yang berkualitas, tidak hanya dilihat dari kandungan
nutrisi telur, tetapi juga performa telur diantaranya berat telur, warna kuning telur,
indeks putih telur, serta kerabang telur. Performa telur menandakan fisik telur yang
memberikan daya tarik terhadap pembeli. Hal ini dapat mempengaruhi permintaan
masyarakat terhadap telur. Performa telur dapat diperbaiki dengan memberikan
pakan yang cukup serta pemeliharaan yang baik. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan memanipulasi pakan atau penambahan suplemen dalam
pemeliharaan ayam petelur.Penambahan suplemen pada ransum penelitian dapat
menjadi suatu bahasan dalam mengkaji performa telur terhadap suplemen yang
diberikan.
Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) merupakan tumbuhan yang dipercaya
sejak dahulu untuk pengobatan. Tumbuhan yang berasal dari China ini telah menjadi
komoditi komersial untuk pengobatan dan ritual keagamaan. Dalam
perkembangannya, penelitian telah banyak dikembangkan terhadap tanaman obat ini
dan mendapatkan hasil yang memuaskan bagi kesehatan terutama untuk menurunkan
kolesterol. Namun demikian, belum banyak yang mempelajari pengaruh jamur
lingzhi terhadap hewan.
Kromium (Cr) merupakan mineral yang sudah banyak digunakan pada ternak
ruminansia sebagai suplemen untuk mengoptimalkan pemanfaatan glukosa. Salah
satu kromium yang dapat digunakan adalah kromium organik.
Pemberian kedelai sangrai pada ransum sapi perah dapat meningkatkan kadar
CLA (Conjugated Linoleic Acid) dalam susu, dan meningkatkan asam lemak jenuh
pada kuning telur sehingga diduga bahwa kedelai sangrai merupakan sumber CLA
yang baik. Conjugated Linoleic Acid adalah produk hasil pemanfaatan susu yang
2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian suplemen
berupa campuran Ganoderma lucidum, kromium dan kedelai sangrai terhadap
3 TINJAUAN PUSTAKA
Telur
Telur adalah sarana reproduksi bagi unggas, juga berguna bagi manusia
sebagai sumber makanan. Ukuran dan bentuk telur bervariasi tergantung pada spesies
unggas, namun pada umumnya memiliki tiga bagian diantaranya yolk atau kuning
telur, albumin atau putih telur dan kerabang. Ketiga bagian tersebut masing-masing
dipisahkan oleh membran. Kerabang dipisahkan dari albumin oleh membran
kerabang dan putih telur dipisahkan dari yolk oleh membran yolk membran vitelin)
(Jacob et al., 2000).
Gambar 1. Bagian-bagian Telur (Jacob et al., 2000).
Berat total telur tidak selalu setara dengan ketiga komponen yaitu kuning
telur, putih telur dan kerabang (dengan membran) (Romanoff dan Romanoff, 1949).
Komposisi bagian-bagian telur disajikan dalam Tabel 1.
Kuning Telur
Kuning telur adalah bagian terpenting dari telur. Kuning telur berasal dari
blastoderm tempat embrio berkembang. Kuning telur memiliki nutrisi yang
mendukung perkembangan embrio (Romanoff dan Romanoff, 1949). Kuning telur
segar berbentuk bulat dan kuat. Semakin lama, kuning telur menyerap air dari
albumen dan mengalami peningkatan ukuran. Hal ini melemahkan membran vitelline
dan menyebabkan kuning telur bentuk bulat agak pipih di atas dan terkadang mudah
4 memiliki variasi warna kuning muda hingga oranye gelap. Warna kuning telur
dipengaruhi oleh pakan. Jika pakan yang diberikan berupa tanaman yang memiliki
pigmen kuning-oranye atau disebut xantopil, maka pigmen tersebut tersedia dalam
kuning telur (Jacob et al., 2000).
Tabel 1. Komposisi Rata-rata Telur Ayam
Bagian Telur Berat Aktual (gram) Berat Relatif (%)
Albumen : 32,9 55,8
Cairan Lapisan Luar 7,6 23,2
Lapisan Tengah 18,9 57,3
Cairan Lapisan Tengah 5,5 16,8
Kalaza 0,9 2,7
Kuning Telur 18,7 31,9
Kerabang dengan membran : 6,4 12,3
Kerabang 6,2 96,9
Membran Kerabang 0,2 3,1
Total 58 100,0
Sumber : (Romanoff dan Romanoff, 1949)
Putih Telur
Putih telur (albumin) dihasilkan oleh oviduct. Putih telur terbagi menjadi
empat bagian. Bagian luar yang tipis terletak dekat dengan cairan lapisan bersebelah
dengan membran kerabang. Bagian luar yang tebal merupakan gel sebagai pusat
putih telur. Bagian dalam yang tipis merupakan cairan lapisan yang terletak dekat
dengan kuning telur. Bagian dalam yang tebal (lapasin kalaza) adalah bagian tebal,
kusut, kapsul albumen berserat yang mengelilingi membran vitelin dari yolk (Jacob
et al., 2000).
Kerabang Telur
Kualitas telur menurut perspektif konsumen ada dua faktor yaitu warna
kerabang dan kerabang tidak rusak. Telur mungkin akan retak sebelum pengolahan
baik karena cangkang yang lemah, atau karena pengaruh lingkungan yang sulit
5 mekanik selama proses atau transportasi sebelum mencapai konsumen (ISA, 2008).
Kerabang telur pada unggas biasanya licin, keras, dan dilapisi kalsium (Romanoff
dan Romanoff, 1964). Kerabang telur ditutupi oleh 17.000 pori-pori. Hampir seluruh
kerabang terbuat dari kristal kalsium karbonat (CaCO3). Kristal ini merupakan
membran semipermeabel sehingga udara dan air dapat melewati pori-pori. Kerabang
juga memiliki lapisan penutup luar tipisyang disebut kutikula sehingga dapat
melindungi telur dari bakteri dan debu (Exploratorium, 2009). Kerabang yang mudah
pecah biasanya disebabkan oleh kesalahan dalam proses nutrisi misalnya kekurangan
atau ketidaktepatan dalam memberikan kalsium, kekurangan vitamin D dan
kekurangan konsumsi (ISA, 2008).
Kualitas Telur
Secara keseluruhan kualitas sebutir telur tergantung pada kualitas isi telur dan
kulit telur. Selain itu, berat telur juga menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan
kualitasnya (Sudaryani, 2006).
Telur dapat dilihat dari luar dan dapat digunakan sebagai indikator kualitas
telur, diantaranya adalah kebersihan telur, bentuk telur, warna kerabang telur,
soliditas kerabang telur dan keabnormalan telur (Yuwanta, 2009).
Menurut Jacob et al. (2000), kualitas isi telur ditentukan oleh kondisi ruang
udara, putih telur, kuning telur dan keberadaan noda darah atau daging.Penentuan
kualitas isi telur dapat dilakukan dengan dua cara diantaranya peneropongan dan
Haugh Unit. Peneropongan berguna untuk menghindari agar tidak tertipu membeli
telur yang telah dierami. Haugh unit merupakan satuan yang digunakan untuk
mengetahui kesegaran isi telur terutama bagian putih telur. selain itu, terdapat
penilaian kecerahan kuning telur dengan menggunakan alat Roche yolk colour fan.
Kualitas Putih Telur
Putih telur merupakan faktor utama yang mempengaruhi kualitas isi telur.
Albumen yang tipis menandakan kualitas telur yang rendah (Jacob et al., 2000).
Putih telur dari telur yang segar adalah tebal dan diikat kuat oleh kalaza. Untuk telur
kualitas AA, putih telur harus bebas dari titik daging atau titik darah (Sudaryani,
6 Albumen akan menjadi semakin tipis pada ayam yang tua dan beberapa
karena genetik (EPF, 2009). Menurut Jacob et al. (2000), selain penyakit, faktor yang
mempengaruhi kualitas albumen adalah umur ayam. Kualitas menurun sesuai umur
ayam. Kualitas albumen tidak banyak dipengaruhi oleh nutrisi ayam. Bahkan
lingkungan, perkandangan dan heat stress hampir tidak memiliki pengaruh terhadap
kualitas albumen pada telur ayam segar. Haugh unit merupakan salah satu
pengukuran kualitas putih telur. Telur ditimbang pada keseimbangan yang sensitif.
Kemudian telur dipecahkan, tinggi putih telur diukur dengan mikrometer. Haugh unit
merupakan nilai yang mengindikasikan kualitas dan berpengaruh terhadap kelas telur
(Moreng dan Avens, 1985). Karakter yang lebih spesifik terhadap putih telur adalah
kandungan protein (lisosom) yang berperan terhadap kualitas putih telur yang
digambarkan pada kekentalan putih telur (Yuwanta, 2009). Kekentalan putih telur
tersebut dapat dilihat dari nilai tinggi putih telur. Semakin tinggi nilai tinggi putih
telur maka semakin kental, sedangkan semakin rendah nilai tinggi putih telur maka
semakin encer.
Kualitas Kuning Telur
Kualitas kuning telur terlihat dari tekstur, kekokohan dan bau. Kuning telur
yang segar adalah bulat dan kokoh. Telur yang segar tidak terlihat bayangan karena
kuning telur terletak di tengah, sedangkan kualitas telur yang rendah memiliki
kuning telur yang bebas bergerak dan kusam atau berbayang karena lebih dekat
kepada kerabang. (Jaco bet al., 2000). Telur yang segar memiliki kuning telur yang
tidak cacat, bersih, dan tidak terdapat pembuluh darah. Selain itu, di dalam kuning
telur tidak terdapat bercak daging atau bercak darah (Sudaryani, 2006). Menurut
Jacob et al. (2000), kualitas telur dipengaruhi oleh genetik, suhu lingkungan, umur
ayam dan pakan.
Konsumsi Ayam Petelur
Kebutuhan pakan untuk produksi telur adalah berdasarkan energi dan protein
(asam amino). Selanjutnya, beragam konsumsi ransum untuk unggas tergantung pada
kebutuhan kalori, sehingga mempengaruhi jumlah protein (asam amino) yang
dikonsumsi (Bell dan Weaver, 2002). Pada saat ayam pertama kali bertelur, ayam
7 ayam, selanjutnya pada empat hari pertama, konsumsi ransum menurun hingga 20%
tetap pada tingkat rendah sampai telur pertama kali diproduksi (North dan Bell,
1990).
Menurut North dan Bell (1990), konsumsi harian ayam dipengaruhi oleh
faktor utama dan faktor lainnya. Faktor utama terdiri dari kandungan kalori dalam
ransum dan temperatur,sedangkan faktor lainnya meliputi genetik, bobot badan,
massa telur harian, periode berbulu, tingkat stress dan aktivitas ayam. Ayam Leghorn
tipe medium yang memproduksi telur coklat membutuhkan energi sekitar 2860
kcal/kg. Kebutuhan nutrisi masa bertelur tergantung kepada tinggi atau rendahnya
produksi, temperatur lingkungan, kesehatan ayam itu sendiri, tujuan produksi,
dankebutuhan protein dan energi (Rasyaf, 1992).
Ganoderma lucidum
Jamur lingzhi (Ganoderma lucidum) sudah dikenal luas di berbagai negara,
terutama di negara-negara produsen dan konsumen terbesar obat-obat herbal atau
tradisional seperti Cina, Jepang dan Korea (Parjimo dan Soenanto, 2008).
Terdapat 250 jenis jamur lingzhi di seluruh dunia telah diketahui. Namun,
spesies yang paling popular khasiatnya untuk pengobatan adalah Ganoderma
lucidum (Wasser, 2005). Ganoderma merupakan anggota polypore, jenis jamur yang
memiliki pori-pori sebagai petal di bagian bawah badan spora (Engelbrecht dan Volk,
2005).
8 Menurut Parjimo dan Soenanto (2008), klasifikasi lingzhi adalah sebagai berikut.
Kingdom : Fungi
Divis : Agaricomycota
Kelas : Basidiomycota
Ordo : Polyporales
Famili : Ganodermataceae
Genus : Ganoderma
Spesies : Ganoderma lucidum
Lingzhi yang berkualitas baik memiliki kandungan polisakarida, germanium organik,
adenosine, triter penoid, asam ganoderik, protein dan serat (Pasaribu et al., 2002).
Menurut penelitian oleh Aremu et al. (2009), secara umum, Ganoderma spp
memiliki kandungan nutrisi seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Proksimat dari Ganoderma lucidum
Parameter Kadar
Kadar air (% BK) 10,2 ± 0,2
Abu (% BK) 7,8 ± 0,6
Lemak kasar (% BK) 6,9 ± 0,5
Protein kasar (% BK) 21,5 ± 0,5
Serat kasar (% BK) 3,5 ± 0,2
Karbohidrat (% BK) 50,3 ± 0,2
Energy (KJ/100g) 1476,7
Kedelai Sangrai
Kedelai yang telah disangrai dapat meningkatkan kualitas zat makanannya
dibandingkan kedelai mentah. Penelitian Lee et al. (2005) menunjukkan bahwa
kedelai yang disangrai pada suhu 120 0C meningkatkan CLA (C18:2) dari 50,5
gr/100gr asam lemak menjadi 52,9gr/100gr asam lemak.Minyak kedelai (soybean oil)
memiliki 54,5 CLA (C18:2) gr/100gr (Chouinard et al., 2000). Adawiyah (2005)
melaporkan bahwa pemberian kromium organik dan kedelai sangrai dapat
meningkatkan kadar CLA (Conjugated Linoleic Acid) susu. Lukmanulhakim (2010)
melaporkan bahwa suplemen yang diberi kedelai sangrai memiliki kandungan CLA
10 Kromium
Kromium telah diidentifikasi pada tahun 1959 sebagai bahan aktif dalam
metabolism hormon dan menyimpan karbohidrat sehingga disebut “Toleransi
Glukosa” (Schwarz, 1959). Toleransi glukosa adalah waktu yang diperlukan oleh
gula dalam darah untuk kembali pada kadar normal bila manusia atau hewan yang
dipuasakan mengkonsumsi gula (Winarno, 1997).
Kromium telah dibuktikan pertama kali menjadi kebutuhan mendasar untuk
pemanfaatan glukosa pada tikus. Tikus percobaan yang diberi pakan berupa serealia
dan susu skim yang mengandung 100 µg kromium/kg berat basah menunjukkan
pertumbuhan yang cepat jika ditambahkan suplemen berupa kromium asetat.
Kromium kemungkinan berperan pula dalam sintesis lemak dan protein pada serum
kolesterol dalam kondisi homeostasis (McDonald et al., 1981).
Penambahan 200 ppb Cr dalam bentuk kromium tripikolinat telah dilaporkan
dapat meningkatkan daging tanpa lemakdan menurunkan lemak pada pertumbuhan
babi (Page et al., 1993). Cara dalam merespon aksi ini tidak diketahui, namun,
kemungkinan terjadi efek oleh Cr pada metabolisme insulin melalui pergantian Cr
dari metabolisme karbohidrat (Pond et al., 1995). Pemberian pakan jagung-bungkil
kedelai rendah protein kasar (230 g/kg) pada kalkun yang baru menetas
meningkatkan bobot badan sebesar 10% serta meningkatnya lipogenesis hati
sebanyak 60% karena penambahan 20 mg inorganik Cr (Steele dan Roseburgh,
1981).
Fermentasi dari produk Cr3+ (persedian 5 mg Cr/kg Berat Kering) telah
meningkatkan kualitas telur pada ayam petelur dan melindungi kondisi dalam telur
dari efek bahaya vanadium (Jensen et al., 1978). Penambahan CrP pada ransum
jagung/bungkil kedelai ayam petelur yang mengandung 0,2; 0,4 atau 0,8 mg Cr/kg
berat kering menurunkan kolesterol pada serum darah ayam dan kuning telur dengan
sistem dosis, sedangkan peningkatan level pemberian sebanyak dua kali menurunkan
kekuatan kerabang sebesar 32% (Lien et al., 1996). Kim et al., (1997) melaporkan
bahwa pemberian 800 µg chromium picolinat per kg pada ayam petelur dapat
meningkatkan produksi telur, bobot telur dan massa telur, namun pada penelitian
berikutnya melaporkan bahwa pemberian chromium organik atau inorganik pada
11 1999). Pada percobaan yang lain, pemberian kromium sebanyak 10 mg/kg
meningkatkan bobot telur, rasio produksi telur, dan kualitas putih telur sebagaimana
pada periode puncak, namun tidak demikian pada level kromium 5 mg/kg (Liu et al.,
12 MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September
2009,bertempat di kandang C Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Materi Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 120 ekor ayam ras petelur
strain Lohmann yang berumur 26 minggu yang dialokasikan ke dalam 4 perlakuan
dengan 3 ulangan secara acak, dan setiap ulangan terdiri dari 10 ekor ayam
denganbobot rata-rata sekitar 1,67 kg±0,135
Kandang dan Peralatan
Kandang yang digunakan adalah kandang baterei yang terbuat dari kawat
dengan 60 petak dan masing-masing petak berisi 2 ekor yang dilengkapi dengan
tempat pakan dan tempat air minum. Peralatan yang digunakan adalah lampu
sebagaialat penerangan, timbangan, plastik ransum, termometer ruang, dan ember
plastik.
Ransum
Ransum disusun berdasarkan tabel komposisi zat makanan menurut Lesson
dan Summer (2005),dengan menggunakan bahan-bahan : jagung kuning, dedak padi,
MBM, tepung ikan, bungkil kedelai, minyak kelapa, premix, DCP, dan CaCO3. Air
minum yang diberikan berasal dari air sumur yang ada di dekat
kandang.Komposisidan kandungan zat makanan ransum penelitian terdapat pada
Tabel 3 dan 4.
Suplemen
Suplemen yang digunakan adalah jamur Ganoderma lucidum (Lingzhi),
kromium organik, dan kedelai sangrai. Untuk Ganoderma lucidum dibuat dengan
cara tubuh buah Ganoderma lucidum (Lingzhi) dikeringkan di bawah sinar matahari
kemudian digiling halus. Jamur Lingzhi (Ganoderma lucidum) yang diberikan
13 sebesar 1,67 kg, sehingga jamur lingzhi yang diberikan sebanyak 0,167
gram/ekor/hari. Kedelai sangrai dibuat dari kacang kedelai yang disangrai terlebih
dahulu selama 15 menit dengan suhu sekitar 1000C kemudian didinginkan dan
digiling halus. Kacang kedelai yang diberikan sebanyak 1% dari lemak ransum.
Lemak ransum sebesar 5,25% dikalikan dengan pemberian ransum/ekor/hari yaitu
110 gram. Didapatkan hasil sebesar 5,775 gram. Kemudian 5,775 gram dikalikan 1%,
jadi kedelai sangrai yang diberikan sebanyak 0,05774 gram/ekor/hari. Kromium
organik berasal dari kacang kedelai rebus yang dicampur dengan kromium inorganik
kemudian difermentasi dengan Rhizopus sp lalu dikeringkan dan digiling halus
(Asnawati, 2008). Kromium organik yang diberikan sebanyak 3 ppm. 3 ppm yaitu 3
gram kromium yang diberikan pada pakan sebanyak 1000 kg. Jadi apabila pakan
yang diberikan sebanyak 110 gram/ekor/hari, maka kromium yang
diberikansebanyak 0,00033 gram/ekor/hari.
Tabel 3. Komposisi Bahan Pakan dalam Ransum
Bahan Pakan Jumlah (%)
Vitamin yang digunakan adalah vitastress yang diberikan selama 3 hari
setelah kedatangan ayam di kandang dan pada saat penimbangan awal untuk
mengatasi terjadinya stess pada ayam tersebut. Dilakukan vaksinasi dengan
vaksinND-IB melalui suntik pada bagian dada, dan vaksinasi ND-Lasota melalui
14 Tabel 4. Komposisi Zat Makanan dalam Ransum
Kandungan Zat Nutrisi Jumlah
Energi metabolis (kkal/kg)1 2851,48
Protein kasar (% BK)2 17,44
Lemak kasar (% BK)2 5,35
Serat kasar (% BK)2 5,28
Kalsium (% BK)2 3,44
Fosfor (% BK)2 0,44
Lysin (%)1 1,0
Methionin (%)1 0,4
Keterangan 1) Kandungan zat makanan berdasarkan perhitungan
2) Kandungan zat makanan berdasarkan analisa proksimat Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2009).
Tabel 5. Kandungan Zat Makanan yang Dibutuhkan Oleh Ayam Petelur.
Kandungan nutrien Jumlah
Energi metabolis (kkal/kg) 2850
Protein kasar (%) 18
Lemak kasar (%) <10
Serat kasar (%) <5
Kalsium (%) 3-4
Fosfor (%) 0,43
Lysin (%) 0,8
Methionin (%) 0,4
Sumber : Lesson & Summer, (2005)
Prosedur Jadwal Pemberian Pakan
Pemberian air minum ad libitum, sedangkan untuk pakan diberikan sebanyak
110 gram per ekor per hari. Untuk jadwal pemberian pakan dan minum dilakukan
sebanyak 3 kali sehari yaitu pada saat pagi, siang, dan sore. Jadwal pemberian pakan
dan minum pagi hari dilakukan pada jam sekitar 07.00 – 08.00 WIB, jadwal
15 WIB, dan jadwal pemberian pakan dan minum pagi hari dilakukan pada jam
sekitar16.00 – 17.00 WIB.
Pencampuran Suplemen Ke dalam Pakan
Pencampuran suplemen kedalam pakan dilakukan setiap minggu pada proses
pembuatan pakan. Untuk jamur Lingzhi (G. lucidum) digunakan dosis 5 g/50 kg dari
bobot badan ayam. Kromium organik digunakan dosis 3 ppm, sedangkan untuk
kedelai sangrai digunakan dosis 1 % dari total lemak ransum. Suplemen yang sudah
ditimbang kemudian dicampurkan terlebih dahulu. Setelah itu campuran suplemen
tersebut kemudian dicampurkan dengan ransum secara bertahap, yaitu apabila berat
total campuran suplemen 10 gram maka dicampurkan dengan 10 gram ransum.
Setelah itu 20 gram tersebut dicampurkan lagi dengan 20 gram ransum, begitu
seterusnya sampai suplemen tercapur rata dengan ransum.
Pengukuran Bobot Telur
Bobot telur didapatkan dengan cara menimbang telur satu per satu setiap hari
selama 5 minggu perlakuan.
Pengukuran Haugh unit
Telur dipecahkan di atas meja kaca, lalu diukur tinggi putih telur yang paling
atas dengan menggunakan tripod. Selanjutnya diukur nilai Haugh unit. Pengukuran
Haugh Unit merupakan cara mengukur tinggi albumen (H) dan berat telur (W). Nilai
haugh unit diperoleh dari rumus (Haugh, 1937).
HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W 0,37)
Pengukuran Berat Kerabang dan Tebal Kerabang
Berat dan tebal kerabang diukur dengan cara, pertama-tama dilakukan
pembersihan terlebih dahulu pada kerabang tersebut dan dilepas selaput kulit
telurnya. Kemudian kerabang dikeringkan pada suhu kamar selama 24 jam.
Kerabang dan selaput yang telah kering ditimbang untuk mengukur berat kerabang.
Setelah ditimbang lalu diukur tebal kerabangnya menggunakan mikro meter dengan
16 Warna Kuning Telur
Nilai warna kuning telur didapatkan dengan membandingkan warna kuning
telur dengan yolk color fan.
Pengukuran Hen Day
Hen day production diperoleh dari rumus (Weaver dan Bell, 2002)
Hen day Jumlah ayam yang adaJumlah telur hari itu %
Pengukuran Konsumsi
Konsumsi ransum diukur setiap minggu dari hasil selisih jumlah pakan yang
diberikan dengan sisa pakan.
Rancangan dan Analisis Data Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan yang masing-masing ulangan terdiri dari10
ekor ayam. Rasum perlakuan tersebut adalah sebagai berikut :
P1 = Ransum (Kontrol)
P2 = P1 + Lingzhi + Cr organik + Kedelai sangrai
P3 = P1 + Lingzhi + Kedelai sangrai
P4 = P1 + Kedelai sangrai + Cr organik
Metode matematikanya adalah
Yij = µ + Pi + єij
Keterangan:
Yij : Pengamatan perlakuan ke-i dan ulagan ke-j
µ : Rataan Umum
Pi : Pengaruh perlakukan ke-i dan Єij : Galat perlakuan ke-I dan ulangan ke-j Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Bobot telur
2. Haugh unit
17 4. arna kuning telur
5. Hen day
6. Konsumsi
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA), jika
terdapat perbedaan yang nyata, dilakukan uji kontras ortogonal (Steel dan Torrie,
18 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Terhadap Performa Telur Produksi Telur
Hasil sidik ragam penambahan suplemen terhadap produksi telur tidak
berbeda nyata. Rataan produksi telur per hari selama 5 minggu ditunjukkan pada
Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Penambahan Suplemen terhadap Produksi Telur
Minggu
Ransum Perlakuan
P1 P2 P3 P4
---%---
1 70,95±8,12 59,52±12,48 61,67±35,50 72,38±6,44
2 72,38±2,97 69,52±9,72 84,28±6,06 74,76±7,87
3 74,76±4,36 74,76±2,97 65,71±0,00 73,81±6,60
4 63,81±4,36 67,14±6,23 85,71±4,04 61,43±11,43
5 60,96±5,77 62,38±6,75 84,28±2,01 65,71±5,71
Jumlah 342,86 333,32 381,65 348,09
Rata-rata ±sd 68,57±5.90 66,66±5.99 76,33±11.64 69,62± 5.79
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Produksi telur pada umur 26 minggu seharusnya dapat mencapai 92 % (Bell
dan Weaver, 2002), namun ransum kontrol dan pemberian ketiga kombinasi
suplemen belum dapat mencapai angka tersebut. Meski demikian, P3 dapat
memberikan produksi telur paling besar dibanding kontrol. Perlakuan P2 dan P4
yang menggunakan Cr organik tidak berbeda nyata dengan kontrol karena dosis yang
digunakan sebesar 3 ppm lebih rendah daripada hasil penelitian Eseceli et al. (2010)
yaitu 4,1 ppm dan penelitian Piva et al. (2002) yaitu 36,27 ppm. Kromium memiliki
karakteristik mengikat oligopeptida dengan membentuk oligopeptida chromodulin
yang terdiri atas empat asam amino yaitu glycine, cysteine, glutamat dan aspartat
(Vincent, 2000). Namun hal ini tidak terlalu dapat memberikan pengaruh, karena
19 adalah arginin, lysine, metionin dan triptopan seperti yang dilaporkan oleh NRC
(1994). Sehingga meski kromium berperan dalam mengikat asam amino, namun
belum tentu dapat meningkatkan produksi telur. Kalsium juga dibutuhkan dalam
porsi dua kali lipat pada masa bertelur dibanding pada masa pertumbuhan. Karena
pada masa bertelur, kalsium disimpan sebanyak 60% untuk kebutuhan bertelur
(North dan Bell, 1990). Belum ada penelitian yang membuktikan kromium dapat
mengikat dan mentransfer mineral lain seperti kalsium yang dibutuhkan untuk
produksi telur. Pemberian kromium organik CrCl3 atau bentuk lainnya pada dosis
tinggi tidak mengubah kandungan nutrisi telur. Rendahnya transfer kromium ke telur
tampaknya karena adanya mekanisme pencegahan akumulasi penyerapan berlebihan
mineral ini dalam telur (Piva et al., 2002). Artinya, terdapat mekanisme pencegahan
nutrien yang membahayakan bagi embrio, sehingga kromium pun diberikan dalam
batas yang boleh diberikan. Namun, kromium yang kompleks diduga dapat
berinteraksi dengan oksigen katalis dan dapat menghasilkan radikal hidroksil
(Vincent, 2000) dan dapat merusak semua tipe makromolekul yang dapat
mengganggu kelangsungan hidup, namun dapat menurunkan konsentrasi kolesterol
pada kuning telur seperti pada penelitian Kim et al. (1997) bahwa pemberian
kromium picolinat pada dosis 400 ppb menurunkan kolesterol telur. Hal ini mungkin
karena kromium merespon dan bekerja sama dalam aktivitas metabolisme lipid.
P2, P3 dan P4 menggunakan kedelai sangrai dengan dosis 1% dari total
lemak ransum belum dapat mempengaruhi produksi telur dibandingkan dengan
kontrol(P1) yaitu 68,57%. Meski demikian, rataan menunjukkan bahwa P3 sebesar
76,33% berpotensi memiliki produksi telur yang lebih tinggi dari kontrol.Sepertinya
kombinasi lingzhi dan kedelai sangrai dapat berkolaborasi positif dalam
meningkatkan produksi telur. Kemungkinan disebabkan oleh potensi lingzhi dalam
meningkatkan imunitas tubuh ternak terutama dalam mengurangi tingkat stress ayam
pada masa bertelur.
Penelitian Lukmanhakim (2010) melaporkan bahwa terdapat CLA sebanyak
0,42%, 0,48%, 0,5% dan 0,44% berturut-turut pada P1, P2, P3 dan P4. Kedelai
sangrai yang memiliki kandungan CLA ternyata belum dapat mempengaruhi
produksi telurmungkin disebabkan oleh sintesis lemak yang tidak terkait dengan
20 et al. (2006) melaporkan bahwa penambahan suplemen CLA sebesar 1%-4%
menurunkan produksi telur dibandingkan ayam yang tanpa diberi suplemen CLA.
Penambahan 2% suplemen CLA dan CLA byproduct dari total ransumpada
penelitian Kim et al. (2008) juga tidak memberikan pengaruh pada produksi telur,
apalagi jika hanya diberikan sejumlah 1% dari total lemak ransum. Meski demikian,
telur yang diberi suplemen lingzhi dan kedelai sangrai memiliki kandungan CLA
tertinggi yang dapat mengurangi lemak tubuh dan meningkatkan massa otot dengan
lemak sedikit (Lukmanulhakim, 2010). Isomer trans-10,cis-12 pada CLA
mengurangi aktivitas enzim lipase dalam memecah lipoprotein serta konsentrasi
triasilgliserol intraselular dan gliserol sebagai hasil pemecahan lipoprotein (Park et
al., 1999). Hal ini mengakibatkan lipoprotein tidak banyak mengubah triasilgliserol
menjadi gliserol dan asam lemak dalam sel sebagai bahan kolesterol.Sejumlah
triasilgliserol sangat berguna dalam menyimpan energi terutama pada saat masa
bertelur.Meski demikian lipoprotein yang mengandung banyak trigliserida dapat
memicu atherosclerosis yang menyebabkan penyakit jantung pada manusia.
Lingzhi tidak banyak memiliki asam amino esensial yang penting untuk
produksi telur. Lingzhi memiliki zat bioaktif polisakarida dan asam ganoderik
(Paterson, 2006) serta kaya akan protein yang dapat dibandingkan dengan biji-bijan
seperti kedelai (Aremu et al., 2009). Meski lingzhi kaya akan protein, namun jenis
asam amino yang paling banyak terdapat pada lingzhi adalah asam amino non
esensial yaitu glisin, alanin dan treonin, sedangkan yang terendah adalah arginin,
lisin, metionin dan histidin (Kawagishi et al., 1996) yang merupakan asam amino
esensial yang dapat meningkatkan produksi telur.
Konsumsi
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian ketiga suplemen
belum dapat mempengaruhi konsumsi secara nyata. Rataan konsumsi yang diperoleh
selama penelitian ditunjukkan pada Tabel 10.
Cr organik sebanyak 3 ppm yang diberikan dalam ransum belum dapat
memberikan mempengaruhi konsumsi.Namun jika pada dosis 4,1 ppm (Eseceli, 2010)
dan 36,27 ppm (Piva et al., 2002) dapat meningkatkan konsumsi pakan. Perlakuan
yang menggunakan kedelai sangrai sebanyak 1% dari total lemak ransum pada P2,
21 Tabel 10. Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi
Minggu
Ransum Perlakuan
P1 P2 P3 P4
---gram---1 97,---gram---1---gram---1±3,82 103,77±2,85 98,46±1,06 102,60±5,66
2 100±2,75 100±1,27 101,20±2,44 100,37±2,66
3 94,14±3,90 95,20±2,98 96,64±5,64 97,16±2,60
4 91,14±1,69 95,20±3,30 94,61±1,96 97,69±3,16
5 99,09±1,5 93,41±0,90 108,88±1,47 96,12±2,42
Jumlah 481,48 487,58 499,79 493,94
Rata-rata ±sd 96,30±4,19 97,57±4,50 100,12±5,73 98,79±3,85
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
CLA yang diduga terdapat pada kedelai sangrai nampaknya hanya memiliki
jumlah yang sedikit untuk dapat mempengaruhi konsumsi pakan seperti halnya pada
penelitian Raes et al. (2002) bahwa pemberian pakan dengan suplemen CLA yang
rendah (10 g/kg) tidak mempengaruhi produksi telur, konsumsi juga massa telur.
Penelitian Kim et al. (2008) menunjukkan bahwa penambahan CLA 2% dan
CLA-by product 2% menurunkan konsumsi hingga 3 gram dari ransum. Konsumsi ransum
pada ayam mempengaruhi kualitas telur dan nilai nutrisi telur tersebut (Winter dan
Funk, 1947). Bell dan Weaver (2002) mencatat bahwa semakin tinggi produksi telur,
maka kebutuhan konsumsi semakin tinggi pula. Pada umur 26 minggu, ayam
mengkonsumsi sekitar 106,4 gram pakan. Perlakuan yang paling mendekati standar
ini adalah P3 yaitu sebesar 100,12 gram. Hal ini menunjukkan bahwa adanya
kerjasama positif antara lingzhi dan kedelai sangrai dalam mempengaruhi banyaknya
pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Mungkin lingzhi dapat meningkatkan
palatabilitas, namun kromium organik tidak, sehingga jika lingzhi dikombinasikan
dengan kromium maka belum mampu bekerja sama dalam menciptakan palatabilitas
yang baik. Sedangkan jika lingzhi dikombinasikan dengan kedelai sangrai berpotensi
menciptakan palatabilitas yang baik untuk ternak. Meski demikian, seluruh perlakuan
menghasilkan konsumsi yang lebih tinggi dari kontrol. Artinya kombinasi diantara
22 Pengaruh Perlakuan Terhadap Fisik Telur
Berat Telur
Salah satu yang menentukan kualitas telur adalah berat telur. Rataan berat
telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Rataan Berat Telur Ayam Selama Penelitian
Ulangan
Ransum Perlakuan
P1 P2 P3 P4
---gram---1 51,00±4,84 51,02±4,28 49,75±3,92 49,67±3,55
2 53,92±3,85 52,42±3,82 49,64±4,39 50,25±3,70
3 51,75±3.86 51,58±2,91 50,4±4,33 52,58±5,03
Jumlah 156,67 155,02 149,79 152,5
Rata-rata ±sd 52,22±4,28a 51,67±3,65a 49,83±4,04a 50,83±4,22a
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Berat telur berbanding terbalik dengan produksi telur. Oleh karenanya, berat
telur yang paling besar menghasilkan produksi telur yang sedikit dan sebaliknya,
berat telur yang paling kecil menghasilkan produksi telur yang banyak. Meski hasil
analisis sidik ragam tidak berbeda nyata, namun dapat terlihat bahwa P3
menghasilkan berat telur paling rendah dan produksi telur paling tinggi. Berat telur
yang dihasilkan dari ransum berkisar 49,94-52,22 g, sedangkan menurutWeaver dan
Bell (2002), ayam petelur yang berumur 26 minggu memiliki berat telur 56,4 gram.
Hasil analisissidik ragam menunjukkan bahwa pemberianketiga jenis suplementidak
mempengaruhi berat telur yang dihasilkan. Hal ini diduga karena kandungan protein
dan asam amino yang digunakan untuk sintesis protein telur terdapat dalam jumlah
yang relatif sama. Kebutuhan protein pada ayam petelur berkaitan dengan produksi
telur dan ukuran telur, penurunan pemberian asam amino atau protein pada ransum
mempengaruhi produksi telur dan berat telur, tergantung pada taraf suplemen.
Sedikit penurunan konsumsi metionin dapat berpengaruh pada berat telur (Weaver
dan Bell, 2002). Berat telur sangat erat kaitannya dengan putih telur (albumin)
karena menurut Romanoff dan Romanoff (1949), berat relatif albumin mencapai
23 Pembentukan albumin sendiri sangat dipengaruhi oleh asam amino. Kuantitas asam
amino menentukan keseimbangan putih telur, terutama lisin dan metionin
menurunkan berat total dari putih telur (Yuwanta, 1988). Namun untuk mendapatkan
lisin dan metionin tidak bisa hanya dengan menambah kandungan protein ransum.
Penelitian Kang (1996) dan Kim (1997) tidak menunjukkan perubahan yang berarti
ketika ransum ayam petelur diberikan protein sebanyak 14% dan 16%. Oleh sebab
itu meski protein ditingkatkan belum tentu dapat meningkatkan metionin dan lisin
sebagai bahan pembuat albumin. Namun, jika protein ditingkatkan hingga lebih dari
17%, maka berat telur akan meningkat (Yuwanta, 2009).
Kromium pada penelitian diberikan hanya sebanyak 3 ppm yaitu pada P2 dan
P4 belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap berat telur karena mungkin
kromium pada ransum belum cukup membantu memetabolisme zat makanan pada
telur. Penelitian Lien et al. (1996) bahwa penambahan kromium pada dosis 200-800
ppb dapat menurunkan berat telur, sedangkan ransum tanpa kromium memiliki berat
telur paling besar. Meski demikian penelitian Lukmannulhakim (2010) melaporkan
bahwa penambahan suplemen kromium, lingzhi dan kedelai sangrai meningkatkan
kandungan kromium pada telur.
Kedelai sangrai sebagai sumber CLA pada P2, P3 dan P4 tidak terbukti dapat
mempengaruhi berat telur seperti yang dilaporkan oleh Suksombat et al. (2006) pada
dosis CLA 3%, Kim et al. (2007)pada dosis CLA 2%. Namun Aydin (2006)
melaporkan bahwa ransum ayam petelur yang diberi suplemen CLA sebanyak 0,5%
menurunkan berat telur dan albumin, tetapi meningkatkan berat kuning telur. Hal ini
kemungkinan terjadi karena CLA membuat mineral dalam putih telur berpindah ke
kuning telur karena penelitian Aydin (2001) melaporkan bahwa albumin telur yang
diberi CLA memiliki konsentrasi mineral besi, kalsium dan seng yang tinggi namun
rendah akan mineral magnesium, sodium dan klorid.Asam lemak merupakan sumber
energi yang penting dan efisien untuk meningkatkan berat telur. Pakan yang kurang
asam lemak yaitu linoleat akan menurunkan berat telur. Menurut Yuwanta (2008),
jika pakan kekurangan asam linoleat maka berat telur dan kuning telur menurun 10
gram. CLA terbukti dapat menurunkan asam lemak seperti pada penelitian
Suksombat et al. (2006), Kim et al. (2008), serta Aydin (2006) hal ini mengakibatkan
24 berubah,sehingga konsentrasi lemak sebagai sumber energi pun berubah. Apabila
kedelai sangrai sebagai sumber CLA tidak berpengaruh pada berat telur
kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi CLA pada ransum yang belum cukup
untuk memetabolisme lemak dalam telur.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa P2 dan P3 yang mengandung
lingzhi belum dapat mempengaruhi berat telur. Karena mungkin zat bioaktif yang
terdapat dalam lingzhi tidak berhubungan dengan berat telur. Jenis polisakarida yang
terdapat pada lingzhi baru diteliti hanya berfungsi untuk antifibrotik (Park et al.,
1997), antipiretik (Kim et al., 2000), anti-inflamasi (Ukai et al., 1983),
hepatoprotective (Zhang et al., 2002), kekebalan tubuh dan anti kanker (Paterson,
2006) yang bekerja dengan triterpenoid dan immuno-modulator protein,melalui
penghambatan DNA polimerase, penghambatanmodifikasi pasca-translasi dari
onkoprotein (protein pada tumor),atau stimulasi produksi sitokin (Sliva, 2006) serta
menghambat enzyme pemicu aktivitas tumor (Paterson, 2006). Sedangkan jenis
protein pada lingzhi yaitu LZ-8 befungsi untuk Immunodulatory dan
Immunosuppressive (Van der Hem et al., 1995) yang bekerja secara makrofage
(memakan sel) (Yeh et al., 2010). Hal ini mungkin dapat meningkatkan imunitas
tubuh ternak dalam mengurangi stress yang biasa dialami oleh ayam pada masa
bertelur.
Haugh Unit
Nilai Haugh Unit adalah salah satu indikator kesegaran telur. Rataan haugh
unit yang diperoleh selama penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rataan Nilai Haugh Unit Telur Ayam Selama Penelitian
Ulangan Ransum Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 66.54±29,33 65.78±35.46 64.56±25.18 81.09±24.63
2 75.19±27,30 81.72±21,13 64.49±33.47 67.89±31.02
3 79.91±25,00 71.55±33.86 86.68±13.81 70.68±27.67
Jumlah 221,64 219,05 215,73 219,66
Rata-rata ±sd 73,88±27,07 73,02±30,67 68,95±28,14 73,22±27,70
25 USDA mengklasifikasikan kualitas telur dari nilai Haugh unit diantaranya
telur berkategori AA jika nilai HU lebih dari 72, kategori A jika berkisar antara
60-72, kategori B jika memiliki nilai HU kurang dari 60. Hasil analisis menunjukkan
bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap haugh unit (Tabel 6).
Suplementasi kromium organik yang terdapat pada P2 dan P4 tidak mempengaruhi
nilai Haugh unit. Salah satu yang menyebabkan mungkin karena penyerapan
kromium tidak diserap dari ayam ke telur (Burger dan Gochfeld, 1996).Penelitian
Piva et al., (2001) melaporkan bahwa suplementasi kromium yeast pada ransum
ayam petelur pada dosis 21,11 ppm serta pemberian kromium sebanyak 4,1 ppm dan
kombinasi kromium dengan asam folat pada penelitian Eseceli et al., (2010) tidak
mempengaruhi haugh unit. Meski demikian, nilai haugh unit pada P1, P2 dan P4
menunjukkan bahwa telur dapat dikategoirkan dalam kelas AA. Sedangkan P3 masih
berkategori A. P3 memiliki berat telur yang lebih kecil dari perlakuan lainnya
sehingga akan menghasilkan haugh unit yang lebih kecil pula. Kombinasi lingzhi dan
kedelai sangrai nampaknya berhasil menurunkan asam lemak dalam telur sehingga
berat telur pun menurun. Sedangkan protein dalam lingzhi dan kedelai sangrai belum
dapat meningkatkan tinggi putih telur secara signifikan.
Haugh unit dipengaruh oleh kekentalan putih telur, sedangkan karakter yang
lebih spesifik terhadap putih telur adalah kandungan protein (lisosom) yang berperan
terhadap kualitas putih telur yang digambarkan pada kekentalan putih telur. Putih
telur kental dibentuk oleh β-ovomusin yang berinteraksi dengan lisosom secara
elektrostatik dengan ion kalsium dan magnesium sehingga terbentuk komplek putih
telur kental (Yuwanta, 2009). Pemberian CLA saja memberikan pengaruh negatif
pada kualits telur, namun jika CLA dikombinasikan dengan lemak lain sebanyak 2%
dapat mengurangi tingkat perubahan performa telur (Kim et al., 2007).
Warna Kuning Telur
Pengamatan terhadap warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour
Fan menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap warna kuning
telur.Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada
Tabel 13.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keempat ransum memiliki warna kuning
26 per gram kuning telur dan 27,5 miligram xantopil (North dan Bell, 1990).
Betakaroten dalam telur bisa didapatkan dari pemberian jagung atau alfalfa (Bailey
dan Chen, 1989). sedangkan untuk mendapatkan warna kuning cerah (platinum)
didapatkan dari pemberian jagung putih, sorgum, gandum atau barley (Jacob et al.,
2000). Pada penelitian, ransum yang diberikan hanya mengandung sekitar 520 gr/kg
jagung kuning, maka ransum tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur karena
pada penelitian Piva et al. (2003) pemberian 540 gram/kg jagung kuning, 30 gr/kg
alfalfa bahkan 20 gr/kg jagung terglutenisasi saja tidak mempengaruhi warna
kemerahan telur.
Tabel 13. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap Warna KuningTelur
Ulangan Ransum Perlakuan
P1 P2 P3 P4
1 7,83±1,70 7,17±1,47 7,56±1,24 7,58±1,08
2 7,17±1,53 7,75±1,06 7,36±1,69 7,67±1,30
3 7,33±1,44 7,67±1,30 8,00±1,41 7,33±1,23
Jumlah 22,33 22,59 22,92 22,58
Rata-rata ±sd 7,44±1,54 7,53±1,28 7,56±1,44 7,53±1,18
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Kandungan kromium dalam telur terbukti meningkat pada P2
(Lukmanulhakim, 2010), namun belum dapat memberikan pengaruh pada warna
kuning telur yang mungkin karena penyerapan dan metabolisme kromium tidak
berhubungan dengan konsentrasi xantopil sebagai bahan pemberi warna pada kuning
telur. Kromium lebih banyak bekerja pada glukosa dalam sel. Kromium dapat
mengatur glukosa yang keluar dan masuk dalam sel atau biasa dikenal dengan GTF
(Glucose Tolerance Factor). Penelitian saat ini menunjukkan bahwa pemberian
makanan dalam jangka pendek pada ayam petelur dengan diet tinggikadar kromium
anorganik atau organik tidak mempengaruhi produksi telur atau kualitas telur dan
tidak mengakibatkan konsentrasi abnormal kromium dalam kuning telur, sehingga
27 dan lutein (Yuwanta, 2009). Ransum yang diberi perlakuan memiliki jumlah yang
relatif samakarena warna kuning telur dipengaruhi oleh xantopil pada ransum
(Weaver dan Bell, 2002) dan kemungkinan sintesis lemak yang dihasilkan dari
kedelai sangrai tidak memberikan efek terhadap warna kuning telur. Meski
kandungan CLA pada P3 terbukti paling besar yaitu 0,5% (Lukmanhakim, 2010),
namun kandungan CLA tersebut tidak berpengaruh terhadap warna kuning telur
seperti penelitian Aydin et al. (2001) dan Erhan dan Celebi (2005) menemukan
bahwa pemberian CLAsebanyak 1,4% dan 0,5% tidak berpengaruh terhadap warna
telur. Lee et al. (1995) menyatakan bahwa perubahan warna telur disebabkan oleh
CLA yang mengubah komposisi lemak yaitu meningkatkan SFA sehingga terjadi
peningkatan permeabilitasmembran viteline telur. Aydin et al. (2001) menyatakan
bahwa pemberian CLA mengakibatkan kalsium danseng pada kuning telur berpindah
ke putih telur dan magnesium dan natrium pada albumin berpindah ke kuning telur.
Hal ini akan menyebabkan abnormalitas pada embrio, karena embrio
memmbutuhkan kalsium untuk perkembangan tulangnya.Suksombat et al. (2006)
melaporkan bahwa ransum tanpa penambahan suplemen CLA menghasilkan warna
kuning telur lebih tinggi dibandingkan penambahan CLA pada level 0,82%-4,03%.
Hingga saat ini belum ada yang meneliti kandungan xantophil yang terdapat
pada lingzhi. Hasil analisis sidik ragam pada P2 dan P3 yang mengandung lingzhi
tidak terbukti dapat mempengaruhi warna kuning telur karena mungkin lingzhi tidak
banyak mengandung precursor vitamin A sebagai prekursor xantopil. Karena β
-karoten hampir sepenuhnya adalah hasil metabolisme vitamin A, kandungan
oxycarotenoid (xantophil) pada pakan menjadi faktor utama dalam pewarnaan
kuning telur (Karunajeewa et al., 1984). Kandungan vitamin pada lingzhi antara lain
vitamin B2, B1 dan B6 (Parjimo dan Soenanto, 2008)
Berat dan Tebal Kerabang
Penelitian menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh pada berat
kerabang. Rataan warna kuning telur yang diperoleh selama penelitian disajikan pada
Tabel 14.
Berat kerabang yang dihasilkan dari penelitian bernilai sekitar 6,17-6,43
gram. Standar berat kerabang telur ayam adalah sekitar 6,2 gram (Romanoff dan
28 standar berat kerabang. Berat kerabang juga dipengaruhi oleh berat telur dengan
umur ayam. Semakin tua umur ayam semakin tipis kerabang sehingga semakin
ringan beratnya (Yuwanta, 2009). Berat kerabang dan tebal kerabang dipengaruhi
oleh kalsium, fosfor, mangan dan vitamin D3 (Ensminger, 1992). Berat kerabang
tertinggi dihasilkan oleh ransum tanpa suplemen (P1). Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya dosis kromium pada suplemen karena Amatullah et al.
(1999) melaporkan bahwa pemberian kromium hexavalent sebanyak 250-500 mg/kg
dapat meningkatkan tebal kerabang, serta Piva et al.(2002) melaporkan bahwa
penambahan suplemen kromium tidak berpengaruh pada berat kerabang sedangkan
dosis kromium yang diberikan pada penelitian hanya 3 ppm. Eseceli et al. (2010)
melaporkan bahwa penambahan kromium tidak mempengaruhi kualitas kerabang
karena kemungkinan kromium tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas kerabang,
meski demikian, kromium dapat meningkatkan kualitas putih telur dan kuning telur.
Tabel 14. Pengaruh Penambahan Suplemen Terhadap KerabangTelur
Peubah Perlakuan
P1 P2 P3 P4
Berat Kerabang (gram/butir) 6,43±0,79 6,36±0,43 6,17±0,65 6,41±0,88
Tebal Kerabang (mm) 0,41±0,03 0,42±0,03 0,42±0,03 0,42±0,03
Keterangan : P1 (kontrol); P2 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai + Cr organik); P3 (P1 + Lingzhi + kedelai sangrai); P4 (P1 + kedelai sangrai + Cr organik)
Kedelai sangrai yang terdapat pada perlakuan tidak memberikan pengaruh
pada berat dan tebal kerabang.Salah satu penyebab rendahnya kualitas kerabang telur
adalah kurangnya kandungan pospor dalam ransum yang dapat meningkatkan
mortalitas (kematian) pada ayam yang dikandangkan (North dan Bell, 1990).
Kandungan asam lemak pada kedelai sangrai sepertinya hanya dapat dimanfaatkan
dalam metabolisme lemak, sedangkan mineral Ca sebagai mineral pembentuk
kerabang tidak terbantukan untuk mendeposisikannya ke telur, atau dengan kata lain
efek CLA berlawanan terhadap ayam (Yeung et al., 2000). Berat kerabang terbesar
dihasilkan oleh P1. Meski kandungan pospor pada lingzhi cukup besar yaitu 41,50
mg/gr (Parjimo dan Soenanto, 2008) dibanding mineral lainnya, namun lingzhi yang
terdapat pada P2 dan P3 belum dapat mempengaruhi tebal kerabang hal ini mungkin
29 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Suplementasi pakan dengan G. Lucidum, Cr Organik, dan kedelai sangrai
tidak berpengaruh terhadap performa telur ayam secara keseluruhan. G. Lucidum, Cr
organik, dan kedelai sangrai sebanyak dosis yang diberikan nampaknya tidak
memberikan efek yang berhubungan dengan performa dan fisik telur. Produksi telur
paling tinggi dihasilkan oleh P3 namun memiliki Haugh unit terendah karena
memiliki berat telur terendah. Sehingga jika menginginkan kuantitas telur yang
banyak dapat menggunakan ransum P3. Sedankan jika menginginkan kualitas telur
yang baik P1 dan P3 dapat menjadi alternatif.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan kombinasi dan dosis yang
30 UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat
serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua yang banyak
membantu baik motivasi, doa, materi serta kasih sayang yang tiada batas nan tiada
henti diberikan. Juga, kepada Dr. Ir. Dwierra Evvyernie Amirroenas, MS, M.Sc dan
Ir. Dwi Margi Suci, MS yang telah membimbing, mengarahkan, dan membantu
penyusunan proposal hingga tahap akhir penulisan skripsi. Selain itu ucapan terima
kasih disampaikan kepada Ir. Rita Mutia, M. Agr dan Ir. Sri Darwati, M.Si yang
telah menguji, mengkritik dan memberikan sumbangan pemikiran serta masukan
dalam penulisan skripsi ini.Ucapan terima kasih Penulis sampaikan juga kepada
Lukmanulhakim dan Mas Mul dan kepada semua pihak yang telah membantu
penelitian.
Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada civitas akademika
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi
yang membacanya.
Bogor, 25 Agustus 2011
31 DAFTAR PUSTAKA
Adawiah. 2005. Respons produktivitasdan kualitas susu pada suplementasi sabunmineral dan mineral organik serta kacang kedelai sangrai dalam ransum ternak ruminansia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Amatullah, A., A. Asma, A. Latif& A. R. Shakoori. 1998. Effect of hexalent chromium on egg laying capacity, hatchability of eggs, thicness of egg shell and post hatching deelopment of Gallus domesticus. Asian-Aus. J. Anim. Sci.12(6) : 994-950
Aremu, M. O., S. K. Basu, S. D. Gyar, A. Goyal, P. K. Bhowmik & S. Datta Banik.2009. Proximate composition and functional properties of mushroom floursfrom Ganoderma spp., Omphalotus olearius(dc.) sing. and Hebeloma mesophaeum(pers.) quél. used in Nasarawa state, Nigeria. Mal. J. Nutr 15(2): 233 - 241
Aydin, R., M. Pariza& M. Cook. 2001. Olive oil prevents the adverse effects of dietary conjugated linoleic acid on chick hatchability and egg quality. J. Nutr. 131(3): 800–806.
Aydin, R. 2006. Effect of storage temperature on the quality of eggs fromconjugated linoleic acid-fed laying hens.South Afr. J. Anim. Sci.36 (1):13-19.
Choiunard, P. Y., L. Corneau, W. R. Butler, Y. Chilliard, J. K. Drackley & D. E.Bauman. 2001. Effect of dietary lipid source on conjugated linoleic acidconcentration in milk fat. J. Dairy Sci. 84 (3):680-690.
Dhiman, T. R., G. R. Anand, L. D. Satter & M. W. Pariza. 1999. Conjugated linoleic acid content of milkfrom cows fed different diets. J. Dairy Sci. 82(10): 2146-2156.
Eatwild. 2010. What is CLA. http://www.eatwild.com/cla.html#top. [16 Februari
2010].
Engelbrecht, K.& T. Volk. 2005. Ganoderma lucidum, Reishi or lingzhi, a fungus
used in oriental medicine. http://botit.botany.wisc.edu/toms_fungi/mar2005.html. [17 Februari 2010].
Ensminger, M. E 1992. Poultry science.Interstate Publishers. Danille
EPF. 2009. Egg quality. http://www.eggfarmers.org.nz/egg-quality.asp. [8 Februari 2010].
32 Eseceli, H., N. Degirmencioglu& M. Bilgic. 2010. The effect on inclusion of
chromium yeast (Co-Factor II, Alltech Inc.) and folic acid to the rations of laying hens on performances, egg quality, egg yolk cholesterol, folic acid and chromium levels. J. Anim. Vet. Adv. 9 (2): 384-391.
Ewing, R. W. 1963. Poultry nutrition. The Ray Ewing Company. California
Exploratorium. 2009. Science of eggs : Anatomy of an Egg.http://www.exploratorium.edu/cooking/eggs/eggcomposition.html. [8 Februari 2010].
Infomedion. 2008. Pentingnya suplementasi
ransum.http://info.medion.co.id/index.php/artikel/layer/tata-
laksana/suplementasi-ransum/1-tata-laksana/78-artikel-pentingnya-suplementasi-ransum?tmpl= component&print=1&page=. [2 Desember 2010]
Institut de Selection Animale (ISA). 2008. Quality of Eggs. http://www.isapoultry.com/en/Information/Publications/At%20ISA%20our% 20business%20is%20eggs/Quality%20of%20eggs.aspx .
Jacob, P. J., R. D. Miles & F. B. Mather. 2000. Egg quality. AnimalScience Department. Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida.
Jensen, L.S., D.V Maurice& M.W.Murray. 1978. Evidence for a newbiological role of chromium. Federation Proceedings 37:404.
Karunajeewa, H., J. H. Hughes, M. W. McDonald & F. S. Shenstone. 1984. A review of factors influencing pigmentation of egg yolks. World Poult. Sci. Journal 40(1) : 52-65
Kim, J.D., I. K. Han, B. J. Chae, J. H. Lee, J. H. Park & C. J. Yang. 1997. Effects ofdietary chromium picolinate on performance, egg quality, serum traitsand mortality rate of brown layers. Asian Aust. J. Anim. Sci. 10(1): 1–7.
Kim, J. H.,J. Hwangbo, N. J. Choi, H. G. Park, D. H. Yoon, E. W. Park, S. H. Lee, B. K. Park & Y. J. Kim. 2007. Effect of dietary supplementation withconjugated linoleic acid, with oleic, linoleic, or linolenic acid, on egg quality characteristics and fat accumulation in the egg yolk. J. Poult. Sci. 86(6):1180–1186.
Kim, J. H.,N. J. Choi, H. G. Park, I. H. Kim, H. G. Lee, M. K. Song, K. Y. Whang & Y. J. Kim. 2008. Utilization of oil by-product from the purification processof conjugated linoleic acid as feeding supplements for the accumulation of conjugated linoleic acid in the egg yolk. Poult. Sci. 87(1):64–70
Kim, Y.S., S. K. Eo, K. W. Oh, C. Lee & S. S. Han. 2000. Antiherpetic activities of acidic protein bound polysaccharide isolated from Ganoderma lucidum alone and in combinations with interferons. J. Ethnopharmacol. 72(3): 451–458.
33 monounsaturated fatty acids. Institute of Food Tech.Annual Meeting (Abstr), p. 183.
Lee, S. W., J. S. Yung, Y. Chouinard & B. N. Van. 2005. Effect of dietary soybeans extruded at different temperatures on dairy cow milk composition. J. Anim. Sci. 19(4):541-548.
Lesson, S.& J. D.Summers. 2005.Commercial Poultry Nutrition. 3rdEdition.Ontario. Canada.
Lien, T. F, S. Y. Chen, S. P. Shiaw, P. Froman, & C. Y. Hu, 1996. Chromiumpicolinate reduces laying hen serum and egg yolk cholesterol. Prof.Anim. Sci. 12:77-80.
Lin, X.L. & F. P.Lin. 1999. Effects of organic chromium on the productionperformance and yolk cholesterol of laying hens. J. Fujian Agric. Univ. 28:483–487.
Liu, P. X., L. J. Chen, D. B. Xie & X. M. Xiong. 1999. Effects of dietary chromium onthe productivity of laying hens and the fistribution of chromium. ActaAgric. Univ. Jangxiensis 21: 564–568.
Lukmanulhakim, M. 2010. Pengaruh suplemen campuran jamur lingzhi (ganoderma lucidum), kromium organik, dan kedelai sangrai terhadap kandungan kolesterol dan kromium dalam serum dan telur ayam. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
McDonald, P., R. A. Edwards& J. F. D. Greenhalgh. 1981. Animal Nutrition 3rdEdition. Longman. London.
Miles, R. D.& J. P. Jacob. 2000. Feeding the commercial egg-type laying hen. Department of Dairy and Poultry Sciences, Florida Cooperative Extension Service, Institute ofFood and Agricultural Sciences, University of Florida. Florida.
Mulvihill, B. 2001. Ruminant meat as a source of conjugated linoleic acid(CLA). Br. Nutr. Found. 26(4): 295–299.
North, M. O.& D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4thEdition. Springer. New York.
NRC. 1994. Nutrient Requirements of Poultry. National Academy Press. Washington D.C.
Park, E.J., G. Ko, J. Kim & D. H. Sohn. 1997. Antifibrotic effects of a polysaccharide extracted from Ganoderma lucidum, glycyrrhizin, and pentoxifylline in rats with cirrhosis induced by biliary obstruction. Biol. Pharm. Bull. 20(4):417–420.
34 Parjimo, H. & H. Soenanto. 2008. Jamur Lingzhi: Raja Herbal Seribu
Khasiat.Agromedia Pustaka. Jakarta.
Pasaribu, Tahir, D. R. Permana & E. R. Alda. 2002. Aneka Jamur Unggulan yangMenembus Pasar. Grasindo. Jakarta.
Piva, A., E. Meola, P. P. Gatta, G.Biagi, G. Castellani, A. L. Mordenti, J. B. Luchansky, S. Silva &A. Mordenti. 2003. The effect of dietary supplementation with trivalent chromium on production performance of laying hens and the chromium content in the yolk. Anim. Feed Sci. and Tech. 106 (1):149–163
Pond, W. G., D. C.Church&K. R. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition andFeeding 4th Edition. John Wiley & Sons. New York.
Raes, K., G. Huyghebaert, S. D. Smet, L. Nollet, S. Arnouts& D. Demeyer. 2002. The deposition of conjugated linoleic acid in eggs of laying hens fed diets varying in fat level and fatty acid profile. J. Nutr. 132(2):182–189.
Romanoff, A. L. & A. J. Romanoff. 1963. The Avian Egg. The 2nd Edition. John Wiley& Sons Inc., New York.
Haugh, R. R. 1937.The Haugh Unit for Measuring Egg Quality. U.S Egg PoultryMagazine No. 43.
Schwarz K. & W. Mertz. 1959. Chromium(III) and the glucose tolerance factor. Arch.Biochem. Biophys. 85(1):292-295.
Steel, R. G. D. & J. H. Torrie. 1995.Prinsipdan prosedur statistik suatu pendekatan biometrik. Terjemahan: B. Soemantri. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Steele, N. C & W. Roseburgh. 1981. Effect of trivalent chromium on hepaticlipogenesis by the turkey poult.Poult. Sci. 60(3): 617-622.
Sudaryani, Ir. 2006. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suksombat, W., S.Samitayotin, & P. Lounglawan. 2006. Effects of conjugatedlinoleic acid supplementation in layer diet on fatty acid compositions ofegg yolk and layer performances. J. Poult. Sci.85(9):1603– 1609.
Sutiarna, A. 2010. Suplementasi Ganoderma lucidum, kromium organikdan kedelai sangrai pada pakan sapi laktasi yang dievaluasi dari aspek fisiologis dan imunitas ternak. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ukai, S., T. Kiho, C. Hara, I. Kuruma & Y. Tanaka. 1983. Polysaccharides in fungi. XIV. anti-inflammatory effect of the polysaccharides from the fruit bodies of several fungi. J. Pharmacobiodyn. 6(12):983–990.
35 Wasser, P. S. 2005. Reishi or lingzhi (Ganoderma lucidium). Institute ofEvolution,
University of Haifa, Mount Carmel. Israel.
Weaver, J. W. D.& D. D.Bell. 2002. Commercial Chicken Meat andEgg Production 5th Edition. Springer. New York.
Wikipedia. 2010. lingzhi mushroom.http://en.wikipedia.org/wiki/Lingzhi_mushroom. [9
Februari2010].
Wikipedia. 2010. Conjugated linoleic acid. http://en.wikipedia.org/wiki/Conjugated_linoleic_acid. [24 Oktober2009].
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan kedelapan. PT GrammediaPustaka Umum. Jakarta.
Winter, A. R.& E. M Funk. 1947. Poultry Science and Practice. J. B Lippincott Company. New York
Yeh, C. H., H. C. Chen, J. J Yang, W. I Chuang & F. Sheu.2010.Polysaccharides PS-G and protein LZ-8 from reishi (PS-Ganoderma lucidum) exhibit diverse functions in regulating murine macrophages and T lymphocytes.J Agric. Food Chem. 58(15):8535-44
Yeung, C. H. Y., L. Yang, Y. Huang, J.Wang & Z. Y. Chen. 2000. Dietary conjugated linoleic acid mixture affects the activity of intestinal acylcoenzyme a: cholesterol acyltransferase in hamsters. Br. J. Nutr. 84(6):935-941.
Yuwanta, T. 1988. Eclairement fractionne et aliment alterne chez la poulereprouctrice isa vedette : effet sur la consommation d’aliment, la qualite de l’oeuf et le rythme d’oviposition. Memoire du DEA. Universite de Rennes I. France.
Yuwanta, T. 2009. Telur dan Kualitas Telur. GadjahMada University Press.Jogjakarta.