• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN PERAN DPRD KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP KINERJA KPUD PADA TAHAP PENETAPAN CALON KEPALA DAERAH / WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN PERAN DPRD KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA DALAM FUNGSI PENGAWASAN TERHADAP KINERJA KPUD PADA TAHAP PENETAPAN CALON KEPALA DAERAH / WAKIL KEPALA DAERAH DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG."

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka

lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan

normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan dengan kehendak rakyat.

Kewenangan suatu pemerintahan akan tergantung pada kemampuan untuk

mentransformasikan kehendak dan aspirasi rakyat sebagai nilai tertinggi di atas

kehendak Negara. Atas dasar prinsip normatif tersebut dalam praktek kehidupan

demokrasi suatu Negara, lembaga legislatif memiliki posisi sentral yang

tercermin dalam doktrin tentang kedaulatan rakyat serta kedaulatan lembaga

perwakilan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa hanya lembaga legislatif

saja sebagai wakil rakyat yang memiliki kompetensi untuk mengungkapkan

kehendak (aspirasi) rakyat dalam bentuk undang-undang, sementara pihak

eksekutif hanya melaksanakan atau mengimplementasikan hukum dan peraturan

yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

Sejalan dengan era reformasi tahun 1998 yang menuntut adanya

perubahan sistem pemerintahan sentralistis (terpusat) ke desentralistis (otonom)1,

pemerintah melakukan perombakan pemerintahannya dengan diberlakukan UU

1

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sentralistis adalah system pemerintahan yang dijalankan dengan mengacu pada kebijakan/perintah orang pusat. Desentralisasi merupakan kebebasan daerah propinsi/kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga dan pembangunan daerahnya.

(2)

2

No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai pengganti UU No. 5

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Dalam

pelaksanaannya, UU No. 22 Tahun 1999 direvisi kembali dengan UU No. 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah karena UU No. 22 Tahun 1999

dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,

dan penyelenggaraan otonomi. Ketidaksesuaian yang dimaksud diatas

dikarenakan Indonesia menganut bangunan Negara kesatuan, sementara itu UU

No. 22 Tahun 1999 dalam pelaksanaannya menimbulkan nuansa federalistik

yang bertentangan dengan prinsip ketatanegaraan kita.

Menurut B.Cipto Handoyo, SH. MHum suatu Negara dianggap menganut

bangunan Negara kesatuan (Unitaris) apabila hanya ada satu kekuasaan yang

berwenang untuk membuat Undang-Undang di Negara tersebut yakni Pemerintah

Pusat, sedangkan Lokal Government hanya melaksanakan atau menyesuaikan

dengan Undang-Undang tersebut.2 UU No. 22 Tahun 1999 memisahkan antara

DPRD sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah daerah sebagai eksekutif

daerah, dikaitkan dengan fungsi DPRD sebagai legislatif daerah maka

diasumsikan DPRD dapat membuat peraturan perundang-undangan sendiri dan

dapat mengatur serta menyelenggarakan pemerintahan sendiri tanpa campur

tangan pusat. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan prinsip bangunan

Negara kesatuan. Karena salah satu alasan inilah maka UU No. 22 Tahun 1999

2

(3)

3

diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 yang lebih mengakomodir pada prinsip

Negara kesatuan.

Perubahan-perubahan yang menunjukkan ditegakkannya prinsip

bangunan Negara kesatuan antara lain sebagai berikut:

1. Kedudukan Kabupaten dan Kota yang dulunya ditentukan berdiri sendiri dan

tidak dalam hierarki (atasan bawahan dengan Propinsi) kini menjadi

ditentukan sebagai bagian dari Propinsi. Pasal 2 Ayat (1), UU No. 32 Tahun

2004.

2. Perubahan kedudukan DPRD yang dulu sebagai badan Legislatif daerah saat

ini didudukkan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan daerah. Pasal

40, UU No. 32 Tahun 2004.

3. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan menjadikan DPRD bukan

sebagai penentu terpilihnya Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Pasal 24

Ayat (5), UU No. 32 tahun 2004

4. RAPBD Kabupaten/Kota dapat dianulir oleh Propinsi.

5. Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dulu dianggap sebagai “DPRD” desa

ditentukan hanya sebagai Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 209, UU No.

32 Tahun 2004.

6. Dulu telah ditentukan 11 (sebelas) urusan yang diserahkan pada tujuh daerah

Kabupaten/Kota saat ini hanya ditentukan adanya Urusan Wajib dan Urusan

Pilihan dan penyerahannyapun harus memenuhi persyaratan tertentu. Pasal

(4)

4

7. Jabatan sekretaris desa adalah merupakan PNS. Pasal 202 Ayat (3), UU No.

32 Tahun 2004.3

Berkaitan dengan ketujuh hal tersebut nampaknya UU No.32 Tahun 2004

hendak mengembalikan peraturan tentang pemerintah daerah kearah bangunan

Negara Kesatuan. Indikator-indikator tersebut di atas dalam penerapannya

menimbulkan beberapa permasalahan tersendiri, salah satunya yang akan dikaji

dalam penulisan hukum ini adalah mengenai Peran DPRD dalam Pemilihan

Kepala Daerah secara langsung. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah merupakan Landasan Yuridis pelaksanaan pilkada langsung yang

pertama dalam sejarah politik Indonesia. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 Ayat

(1) menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu

pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,

umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

UU No. 32 Tahun 2004, menggunakan rujukan/konsideran UUD 1945

antara lain Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara

Kesatuan yang berbentuk Republik”, Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan “kedaulatan

berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, Pasal

18 Ayat (4) berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai

kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.

Frase “kedaulatan berada di tangan rakyat” dan “dipilih secara demokratis” itulah

3

(5)

5

yang mendorong para pembuat UU No. 32 Tahun 2004 merumuskan

diterapkannya pilkada yang melibatkan rakyat secara langsung untuk

menggantikan sistem perwakilan melalui DPRD (UU No. 22 Tahun 1999)

B.N Marbun SH, menyatakan bahwa DPRD Kabupaten/Kota maupun

DPRD Provinsi mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan dengan

penjelasan sebagai berikut:

1. Fungsi Legislasi berarti fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah

bersama kepala daerah.

2. Fungsi Anggaran berarti fungsi DPRD bersama-bersama dengan pemerintah

daerah untuk menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah.

3. Fungsi Pengawasan yaitu fungsi DPRD untuk melaksanakan pengawasan

terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Daerah dan Keputusan

Kepala Daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.4

Dari ketiga fungsi tersebut dalam pelaksanaan Pilkada, fungsi

Pengawasan DPRD-lah yang paling penting pada saat Pilkada sedang

berlangsung karena DPRD akan menjadi badan pemegang otoritas politik yang

mengemban mandat dari rakyat untuk melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan Pilkada.

4

B.N. Marbun SH. DPRD dan Otonomi Daerah setelah Amandemen UUD 1945 dan

(6)

6

Menurut Joko Prihatmoko, dalam Pemilihan Kepala Daerah secara

langsung DPRD diberi tugas, kedudukan dan tanggungjawab sebagai pemegang

otoritas politik di daerah, DPRD merupakan representasi rakyat yang

memberikan mandat penyelenggaraan Pilkada langsung, berupa pemberitahuan

mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah kepada kepala daerah dan

KPUD. DPRD sebagai pemegang otoritas politik di daerah juga diberi

kewenangan menjalankan fungsi-fungsinya yang melekat dalam Pilkada.5

Permasalahan yang muncul adalah ketika fungsi pengawasan tersebut

dikaitkan dengan mekanisme pertanggungjawaban KPUD terhadap DPRD.

Dengan dikabulkannya permohonanJudicial Reviewsejumlah 5 (lima) LSM dan

16 (enam belas) KPUD Provinsi terhadap Pasal 57 Ayat (1), Pasal 66 Ayat (3)

Huruf e, Pasal 67 Ayat (1) Huruf e dan Pasal 82 Ayat (2) oleh Mahkamah

Konstitusi, berarti kewajiban KPUD mempertanggungjawabkan secara hukum

pelaksanaan tugas kepada DPRD dihapuskan. Pertanggungjawaban hukum

berarti DPRD berwenang memberikan penilaian hukum, jika

pertanggungjawaban hukum berarti penilaian DPRD mempunyai implikasi

hukum, misalnya, tahapan kegiatan menyalahi atau tidak sesuai prosedur dan

ketentuan perundangan harus diulang atau dibatalkan. Namun demikian, KPUD

berkewajiban memberikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah

kepada DPRD. Kewajiban tersebut tertuang dalam tugas dan wewenang DPRD

5

(7)

7

yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 42 Ayat (1) Huruf j. Laporan

tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban politis KPUD kepada publik

karena mandat yang telah diterimanya. Pertanggungjawaban politis berarti

penilaian DPRD hanya untuk memperbaiki kinerja KPUD dan tidak dapat

menghentikan penyelenggaraan tahapan-tahapan Pilkada langsung.

KPUD dalam Pilkada langsung merupakan metamorfosis dari KPU

Provinsi dan KPUD Kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan UU No.12

Tahun 2003 dengan perubahan keduanya yaitu UU No. 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Tugas dan wewenang serta

kewajiban-kewajiban KPUD diatur dalam Pasal 66 Ayat (1) dan Pasal 67 UU

No.32 Tahun 2004. Salah satu tugas dan wewenang KPUD adalah menetapkan

calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal

66 Huruf e, f dan g.

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 dalam hal penetapan calon Kepala

Daerah dan Wakil Kepala Daerah, KPUD mempunyai tugas antara lain:

1. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang

mengusulkan calon (Pasal 66 Ayat (1) e)

2. Meneliti persyaratan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang

diusulkan (Pasal 66 Ayat (1) f)

3. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan (Pasal 66 Ayat

(8)

8

Dalam penulisan ini yang akan dikaji apakah DPRD dengan fungsi

pengawasannya berperan dalam mengawasi kinerja KPUD khususnya dalam hal

penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

B. Permasalahan.

1. Bagaimanakah Peran DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap

penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Sumba

Barat Daya?

2. Kendala apa saja yang dihadapi DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam

melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap

penetapan calon Kepala Daerah/Wakil kepala daerah di Kabupaten Sumba

Barat Daya?

3. Upaya-upaya apa yang ditempuh DPRD kabupaten Sumba Barat Daya untuk

mengatasi kendala tersebut?

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penulisan hukum ini adalah:

1. Untuk mengetahui peran DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam

pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap

(9)

9

2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh DPRD Kabupaten Sumba

Barat Daya dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD

dalam tahap penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

3. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh DPRD Kabupaten Sumba Barat

Daya dalam mengatasi kendala tersebut atau bagaimana solusi-solusi atas

kendala yang dihadapi oleh DPRD kabupaten Sumba Barat Daya dalam

menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD pada tahap

penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

D. Manfaat penelitian

1. Secara objektif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat/masukan berupa pemikiran dan/atau pemahaman bagi perkembangan

bidang ilmu hukum khususnya hukum tentang pemerintahan lokal yang

berhubungan dengan peran DPRD dalam fungsi pengawasan terhadap kinerja

KPUD dalam tahap penetapan calon Kepala Derah/Wakil Kepala Daerah

dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung.

2. Secara subyektif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi pihak pemerintah daerah, KPUD dan DPRD

sebagai lembaga-lembaga yang paling berperan dalam pemilihan Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah sehingga dapat memecahkan persoalan dalam

(10)

10

E. Keaslian Penelitian

Sejauh pengamatan peneliti belum ada penelitian yang secara khusus

meneliti tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja KPUD

dalam tahap penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di Kabupaten

Sumba Barat Daya berdasarkan permasalahan dan cara penelitian yang terdapat

dalam penelitian ini. Penulisan hukum atau skripsi ini merupakan hasil karya asli

penulis dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat dari hasil karya penulis

lain. Jika penulisan hukum atau skripsi ini terbukti merupakan duplikasi atau

plagiat dari hasil karya penulis lain maka penulis bersedia menerima sanksi

akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.

F. Batasan Konsep

1. Pengertian DPRD dan peran DPRD

Menurut pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan DPRD

adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah. Peran adalah implementasi dari fungsi

yang dimiliki oleh DPRD, untuk mengetahui apakah DPRD berperan didalam

proses pemilihan Kepala Daerah secara langsung maka harus di tentukan

beberapa indikator pengukur yaitu:

a. Mendengar keluhan dan pengaduan masyarakat terhadap berbagai hal demi

menunjang kinerja dan perbaikan kinerja KPUD dalam tahap penetapan

(11)

11

b. Melaksanakan investigasi untuk mempelajari fakta/bertatap muka dengan

masyarakat atas berbagai isu, persoalan dan pengaduan masyarakat

berkaitan dengan penetapan calon Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah.

c. Mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPUD dari masyarakat

menyangkut kasus tertentu hasil peninjauan lapangan.

2. Pengertian fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD

Menurut UU No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,

DPR, DPRD dan DPD. Fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD untuk

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan

Daerah dan Keputusan Kepala Daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh

pemerintahan daerah (penjelasan UU No. 22 Tahun 2003).6 Dalam konteks

penilaian ini fungsi pengawasan yang diteliti tidak seluas pengertian diatas

melainkan hanya sebatas peran DPRD dalam fungsi pengawasan terhadap

pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004, khususnya ketentuan dalam pelaksanaan

pemilihan Kepala Daerah secara langsung serta pengawasan terhadap

pelaksanaan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Kepala Daerah secara

langsung.

Lebih spesifik lagi ketentuan yang diawasai adalah mengenai bagian

Pemilihan Kepala Daerah yakni bagian penetapan calon Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah. Untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut maka

6

(12)

12

DPRD mau tidak mau harus melakukan pengawasan terhadap kinerja KPUD

karena yang berhak melaksanakan penetapan calon adalah KPUD.

3. Pengertian KPUD

Menurut Pasal 1 Angka 6, PP No. 6 Tahun 2005 KPUD adalah KPU

Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam UU No.

12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh UU No. 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah untuk menyelenggarakan pelaksanaan

pemilihan Kepala Daerah secara langsung, serta pengawasan tehadap

pelaksanaan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Kepala Derah secara

langsung.

4. Pengertian Kinerja KPUD

Kinerja KPUD adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas dan

wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah/Wakil

Kepala Daerah antara lain meneliti persyaratan partai politik atau gabungan

partai politik yang mengusulkan calon, meneliti persyaratan calon kepala

daerah yang diusulkan, menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi

persyaratan. Dalam penelitian ini lingkup kinerja KPUD yang akan diteliti

hanya ketiga kinerja tersebut diatas.

G. Hipotesis

Jawaban sementara yang hendak penulis sampaikan adalah hasil

(13)

13

pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah serta pendapat beberapa ahli

tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah.

1. Hipotesis mengenai permasalahan bagaimana peran DPRD Kabupaten Sumba

Barat Daya dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD

Kabupaten Sumba Barat Daya dalam tahap penetapan calon Kepala

Daerah/Wakil Kepala Daerah adalah DPRD akan membentuk panitia

pengawas yang berfungsi melaksanakan fungsi pengawasan terhadap semua

tahapan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dasar hukum yang

dapat digunakan untuk mendukung hipotesis ini adalah Pasal 105 ayat (3) PP

No. 6 Tahun 2005, menyatakan bahwa dalam pengawasan pemilihan

bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota DPRD Kabupaten/kota

membentuk panitia pengawas di tingkat kabupaten/kota dan di tingkat

kecamatan.

2. Hipotesis terhadap kendala apa saja yang dihadapi DPRD dalam

melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap

penetapan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dapat diuraikan sebagai

berikut:

a. DPRD menjalankan fungsi pengawasan dengan membentuk panitia

pengawas, hal ini menyebabkan panitia pengawas sangat potensial

(14)

14

b. Tidak diatur secara jelas instansi manakah yang akan menindaklanjuti

pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah secara langsung terutama

pelanggaran administrasi.

c. Panitia pengawas yang hanya sampai pada tingkat kecamatan padahal

pelanggaran banyak terjadi di PPS.

d. Panitia pengawas tidak punya hak eksekusi atas pelanggaran pemilihan

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

3. Hipotesis untuk permasalahan terhadap upaya-upaya yang ditempuh DPRD

untuk mengatasi kendala-kendala pelaksanaan fungsi pengawasan adalah

dengan mengadakan koordinasi dengan panitia pengawas dan meminta

laporan kegiatan kepada KPUD atas pelaksaan tugas pada akhir masa tugas

(Pasal 108 ayat 3d, PP No.6 Tahun 2005).

H. Metode Penelitian

1. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yakni penelitian yang berfokus

pada perilaku masyarakat hukum (law in action), dan penelitian ini

memerlukan data primer sebagai data utama disamping data sekunder (bahan

hukum) sebagai data pendukung. Penelitian akan dilaksanakan dengan studi

kasus dimana peneliti memfokuskan penelitiannya pada permasalahan hukum

yang terjadi pada suatu institusi atau kelembagaan saja (tidak harus ada

(15)

15

2. Sumber data

Dalam penelitian hukum empiris data primer dipakai sebagai data utama dan

data sekunder yang berupa bahan hukum dipakai sebagai pendukung. Data

primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dan nara

sumber tentang obyek yang diteliti. Data sekunder adalah berupa bahan

hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan, putusan hakim

dan bahan hukum sekunder yang meliputi pendapat hukum, buku, hasil

penelitian dan sebagainya.

Data-data primer meliputi:

a. Hasil wawancara dengan wakil ketua DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya

b. Hasil wawancara dengan sekretaris KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya

c. Hasil wawancara dengan mantan ketua PANWAS Kabupaten Sumba

Barat Daya.

d. Hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Sumba Barat

Daya.

e. Observasi risalah-risalah rapat antara DPRD dengan KPUD Kabupaten

Sumba Barat Daya.

f. Observasi data-data calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada

PILKADA 2008

g. Observasi data-data pemilih PILKADA 2008.

h. Observasi data-data laporan pertanggungjawaban KPUD dan Panitia

(16)

16

Data-data sekunder adalah sebagai berikut:

a. UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,

DPRD.

b. UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,DPD

dan DPRD

c. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah

d. PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan

pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

PP No. 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 6 Tahun

2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

PP No. 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 6 Tahun

2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian

Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

e. Buku-buku, literatur-literatur dan hasil-hasil penelitian yang mendukung

data-data primer yang di dapat di lapangan.

3. Metode pengumpulan data

Penelitian hukum ini akan menggunakan metode pengumpulan data dengan

(17)

17

4. Lokasi Penelitian

Penelitian hukum ini berlangsung di DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya,

KPUD Kabupaten Sumba Barat, KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya dan

Panitia Pengawas Kabupaten Sumba Barat Daya.

5. Nara Sumber

Nara Sumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan

peneliti yang berupa pendapat hukum berkaitan dengan permasalahan hukum

yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah:

a. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya.

b. Anggota KPUD Kabupaten Sumba Barat

c. Sekretaris KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya.

d. Mantan Ketua PANWAS Kabupaten Sumba Barat Daya.

e. Tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya.

6. Metode Analisis

Seluruh data yang di peroleh dikumpulkan secara lengkap selanjutnya

disistematisasi untuk dilakukan analisis, metode yang digunakan adalah

metode Deskriptif-Kualitatif. Deskriptif artinya menganalisis data dengan

cara memaparkan secara rinci dan tepat tentang suatu fenomena tertentu yang

terkait dengan permasalahan penelitian tersebut. Kualitatif artinya

(18)

18

dengan teori-teori hukum positif untuk dapat menjelaskan permasalahan

hukum tersebut dengan kalimat-kalimat yang ilmiah.

7. Jalannya Penelitian

Untuk memperoleh data-data primer sebagai data utama maka penulis

melakukan penelitian lapangan di DPRD, KPUD Kabupaten Sumba Barat,

KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya dan Panitia Pengawas Kabupaten

Sumba Barat Daya dengan mengadakan wawancara terstruktur dan Observasi

kelembagaan. Selain data-data primer yang diperoleh dari Nara Sumber

peneliti juga akan mencari data-data tertulis yang berupa dokumen-dokumen

dan risalah persidangan DPRD yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan diteliti dari sekretariat DPRD. Selain itu penulis juga melakukan studi

dokumen di KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya yang berkaitan dengan

permasalahan yang akan diteliti.

I. Sistematika Penulisan

Penulisan hukum ini terdiri dari tiga BAB yaitu BAB Pendahuluan, BAB

Hasil Penelitian dan Pembahasan dan BAB Penutup. Adapun ketiga BAB tersebut

dapat diuraikan sebagai berikut:

a. BAB I tentang pendahuluan berisi latar belakang masalah, permasalahan,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep,

(19)

19

b. BAB II tentang hasil penelitian dan pembahasan berisi uraian antara das

sollen (apa yang seharusnya terjadi ) dengan das sein (fakta yang sudah

terjadi). Selain itu BAB II menguraikan tentang variabel yang satu dengan

variabel yang lain dan hubungan antara variabel tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

mengujinya dan mengetahui efek Ekstrak Etanol Kedelai Detam 1 (EEKD) dan Ekstrak Etanol Daun Jati Belanda (EEJB) tunggal beserta kombinasinya yang lebih baik

Seperti halnya yang telah disampaikan di atas, Pegadaian Syariah Kendal memiliki beberapa produk yaitu: Arrum (Ar-Rahn untuk usaha mikro kecil), Mulia (Murabahah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel struktur modal Debt to Equity Ratio (DER), Debt to Asset Ratio

Mengisahkan persehabatan Lembu Nandaka dan Singa Pinggala di hutan Malawa kawasan kekuasaan Singa Pinggala. Persehabatan yang terjalin cukup lama membuat Anjing ki

Sedangkan di Aceh, paska kesepakatan damai antara pemerintah dan Pemberontak, anti terhadap pancasila mulai terlihat redup dari sisi struktural, sedangkan pada ranah

44 Cholid Narboku dan Abu Ahmadi, Metode Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 83... Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun nonpartisipatif. dalam observasi

PENERAPAN METODE KARYA WISATA PADA MATA PELAJARAN IPS TENTANG MACAM-MACAM SUMBER DAYA ALAM UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia

Menurut Ruslan dalam bukunya Kampanye Public Relations (2007: 66) definisi kampanye public relations (PR Campaign) dalam arti sempit bertujuan meningkatkan