1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Semenjak demokrasi menjadi atribut utama Negara modern, maka
lembaga perwakilan merupakan mekanisme utama untuk merealisasi gagasan
normatif bahwa pemerintahan harus dijalankan dengan kehendak rakyat.
Kewenangan suatu pemerintahan akan tergantung pada kemampuan untuk
mentransformasikan kehendak dan aspirasi rakyat sebagai nilai tertinggi di atas
kehendak Negara. Atas dasar prinsip normatif tersebut dalam praktek kehidupan
demokrasi suatu Negara, lembaga legislatif memiliki posisi sentral yang
tercermin dalam doktrin tentang kedaulatan rakyat serta kedaulatan lembaga
perwakilan. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa hanya lembaga legislatif
saja sebagai wakil rakyat yang memiliki kompetensi untuk mengungkapkan
kehendak (aspirasi) rakyat dalam bentuk undang-undang, sementara pihak
eksekutif hanya melaksanakan atau mengimplementasikan hukum dan peraturan
yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.
Sejalan dengan era reformasi tahun 1998 yang menuntut adanya
perubahan sistem pemerintahan sentralistis (terpusat) ke desentralistis (otonom)1,
pemerintah melakukan perombakan pemerintahannya dengan diberlakukan UU
1
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sentralistis adalah system pemerintahan yang dijalankan dengan mengacu pada kebijakan/perintah orang pusat. Desentralisasi merupakan kebebasan daerah propinsi/kabupaten/kota untuk mengatur dan mengurus rumah tangga dan pembangunan daerahnya.
2
No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, sebagai pengganti UU No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Dalam
pelaksanaannya, UU No. 22 Tahun 1999 direvisi kembali dengan UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah karena UU No. 22 Tahun 1999
dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan,
dan penyelenggaraan otonomi. Ketidaksesuaian yang dimaksud diatas
dikarenakan Indonesia menganut bangunan Negara kesatuan, sementara itu UU
No. 22 Tahun 1999 dalam pelaksanaannya menimbulkan nuansa federalistik
yang bertentangan dengan prinsip ketatanegaraan kita.
Menurut B.Cipto Handoyo, SH. MHum suatu Negara dianggap menganut
bangunan Negara kesatuan (Unitaris) apabila hanya ada satu kekuasaan yang
berwenang untuk membuat Undang-Undang di Negara tersebut yakni Pemerintah
Pusat, sedangkan Lokal Government hanya melaksanakan atau menyesuaikan
dengan Undang-Undang tersebut.2 UU No. 22 Tahun 1999 memisahkan antara
DPRD sebagai badan legislatif daerah dan pemerintah daerah sebagai eksekutif
daerah, dikaitkan dengan fungsi DPRD sebagai legislatif daerah maka
diasumsikan DPRD dapat membuat peraturan perundang-undangan sendiri dan
dapat mengatur serta menyelenggarakan pemerintahan sendiri tanpa campur
tangan pusat. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan prinsip bangunan
Negara kesatuan. Karena salah satu alasan inilah maka UU No. 22 Tahun 1999
2
3
diganti menjadi UU No. 32 Tahun 2004 yang lebih mengakomodir pada prinsip
Negara kesatuan.
Perubahan-perubahan yang menunjukkan ditegakkannya prinsip
bangunan Negara kesatuan antara lain sebagai berikut:
1. Kedudukan Kabupaten dan Kota yang dulunya ditentukan berdiri sendiri dan
tidak dalam hierarki (atasan bawahan dengan Propinsi) kini menjadi
ditentukan sebagai bagian dari Propinsi. Pasal 2 Ayat (1), UU No. 32 Tahun
2004.
2. Perubahan kedudukan DPRD yang dulu sebagai badan Legislatif daerah saat
ini didudukkan sebagai unsur penyelenggaraan Pemerintahan daerah. Pasal
40, UU No. 32 Tahun 2004.
3. Pemilihan Kepala Daerah secara langsung akan menjadikan DPRD bukan
sebagai penentu terpilihnya Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Pasal 24
Ayat (5), UU No. 32 tahun 2004
4. RAPBD Kabupaten/Kota dapat dianulir oleh Propinsi.
5. Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dulu dianggap sebagai “DPRD” desa
ditentukan hanya sebagai Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 209, UU No.
32 Tahun 2004.
6. Dulu telah ditentukan 11 (sebelas) urusan yang diserahkan pada tujuh daerah
Kabupaten/Kota saat ini hanya ditentukan adanya Urusan Wajib dan Urusan
Pilihan dan penyerahannyapun harus memenuhi persyaratan tertentu. Pasal
4
7. Jabatan sekretaris desa adalah merupakan PNS. Pasal 202 Ayat (3), UU No.
32 Tahun 2004.3
Berkaitan dengan ketujuh hal tersebut nampaknya UU No.32 Tahun 2004
hendak mengembalikan peraturan tentang pemerintah daerah kearah bangunan
Negara Kesatuan. Indikator-indikator tersebut di atas dalam penerapannya
menimbulkan beberapa permasalahan tersendiri, salah satunya yang akan dikaji
dalam penulisan hukum ini adalah mengenai Peran DPRD dalam Pemilihan
Kepala Daerah secara langsung. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah merupakan Landasan Yuridis pelaksanaan pilkada langsung yang
pertama dalam sejarah politik Indonesia. UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 56 Ayat
(1) menyatakan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu
pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
UU No. 32 Tahun 2004, menggunakan rujukan/konsideran UUD 1945
antara lain Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik”, Pasal 1 Ayat (2) menyebutkan “kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”, Pasal
18 Ayat (4) berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai
kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis”.
Frase “kedaulatan berada di tangan rakyat” dan “dipilih secara demokratis” itulah
3
5
yang mendorong para pembuat UU No. 32 Tahun 2004 merumuskan
diterapkannya pilkada yang melibatkan rakyat secara langsung untuk
menggantikan sistem perwakilan melalui DPRD (UU No. 22 Tahun 1999)
B.N Marbun SH, menyatakan bahwa DPRD Kabupaten/Kota maupun
DPRD Provinsi mempunyai fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan dengan
penjelasan sebagai berikut:
1. Fungsi Legislasi berarti fungsi DPRD untuk membentuk peraturan daerah
bersama kepala daerah.
2. Fungsi Anggaran berarti fungsi DPRD bersama-bersama dengan pemerintah
daerah untuk menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
3. Fungsi Pengawasan yaitu fungsi DPRD untuk melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan Daerah dan Keputusan
Kepala Daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.4
Dari ketiga fungsi tersebut dalam pelaksanaan Pilkada, fungsi
Pengawasan DPRD-lah yang paling penting pada saat Pilkada sedang
berlangsung karena DPRD akan menjadi badan pemegang otoritas politik yang
mengemban mandat dari rakyat untuk melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan Pilkada.
4
B.N. Marbun SH. DPRD dan Otonomi Daerah setelah Amandemen UUD 1945 dan
6
Menurut Joko Prihatmoko, dalam Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung DPRD diberi tugas, kedudukan dan tanggungjawab sebagai pemegang
otoritas politik di daerah, DPRD merupakan representasi rakyat yang
memberikan mandat penyelenggaraan Pilkada langsung, berupa pemberitahuan
mengenai berakhirnya masa jabatan kepala daerah kepada kepala daerah dan
KPUD. DPRD sebagai pemegang otoritas politik di daerah juga diberi
kewenangan menjalankan fungsi-fungsinya yang melekat dalam Pilkada.5
Permasalahan yang muncul adalah ketika fungsi pengawasan tersebut
dikaitkan dengan mekanisme pertanggungjawaban KPUD terhadap DPRD.
Dengan dikabulkannya permohonanJudicial Reviewsejumlah 5 (lima) LSM dan
16 (enam belas) KPUD Provinsi terhadap Pasal 57 Ayat (1), Pasal 66 Ayat (3)
Huruf e, Pasal 67 Ayat (1) Huruf e dan Pasal 82 Ayat (2) oleh Mahkamah
Konstitusi, berarti kewajiban KPUD mempertanggungjawabkan secara hukum
pelaksanaan tugas kepada DPRD dihapuskan. Pertanggungjawaban hukum
berarti DPRD berwenang memberikan penilaian hukum, jika
pertanggungjawaban hukum berarti penilaian DPRD mempunyai implikasi
hukum, misalnya, tahapan kegiatan menyalahi atau tidak sesuai prosedur dan
ketentuan perundangan harus diulang atau dibatalkan. Namun demikian, KPUD
berkewajiban memberikan laporan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah
kepada DPRD. Kewajiban tersebut tertuang dalam tugas dan wewenang DPRD
5
7
yang diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004, Pasal 42 Ayat (1) Huruf j. Laporan
tersebut merupakan bentuk pertanggungjawaban politis KPUD kepada publik
karena mandat yang telah diterimanya. Pertanggungjawaban politis berarti
penilaian DPRD hanya untuk memperbaiki kinerja KPUD dan tidak dapat
menghentikan penyelenggaraan tahapan-tahapan Pilkada langsung.
KPUD dalam Pilkada langsung merupakan metamorfosis dari KPU
Provinsi dan KPUD Kabupaten/kota yang dibentuk berdasarkan UU No.12
Tahun 2003 dengan perubahan keduanya yaitu UU No. 10 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Tugas dan wewenang serta
kewajiban-kewajiban KPUD diatur dalam Pasal 66 Ayat (1) dan Pasal 67 UU
No.32 Tahun 2004. Salah satu tugas dan wewenang KPUD adalah menetapkan
calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, sebagaimana diatur dalam Pasal
66 Huruf e, f dan g.
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 dalam hal penetapan calon Kepala
Daerah dan Wakil Kepala Daerah, KPUD mempunyai tugas antara lain:
1. Meneliti persyaratan partai politik atau gabungan partai politik yang
mengusulkan calon (Pasal 66 Ayat (1) e)
2. Meneliti persyaratan calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang
diusulkan (Pasal 66 Ayat (1) f)
3. Menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi persyaratan (Pasal 66 Ayat
8
Dalam penulisan ini yang akan dikaji apakah DPRD dengan fungsi
pengawasannya berperan dalam mengawasi kinerja KPUD khususnya dalam hal
penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
B. Permasalahan.
1. Bagaimanakah Peran DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap
penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di Kabupaten Sumba
Barat Daya?
2. Kendala apa saja yang dihadapi DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap
penetapan calon Kepala Daerah/Wakil kepala daerah di Kabupaten Sumba
Barat Daya?
3. Upaya-upaya apa yang ditempuh DPRD kabupaten Sumba Barat Daya untuk
mengatasi kendala tersebut?
C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penulisan hukum ini adalah:
1. Untuk mengetahui peran DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya dalam
pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap
9
2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi oleh DPRD Kabupaten Sumba
Barat Daya dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD
dalam tahap penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
3. Untuk mengetahui upaya yang ditempuh DPRD Kabupaten Sumba Barat
Daya dalam mengatasi kendala tersebut atau bagaimana solusi-solusi atas
kendala yang dihadapi oleh DPRD kabupaten Sumba Barat Daya dalam
menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD pada tahap
penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
D. Manfaat penelitian
1. Secara objektif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat/masukan berupa pemikiran dan/atau pemahaman bagi perkembangan
bidang ilmu hukum khususnya hukum tentang pemerintahan lokal yang
berhubungan dengan peran DPRD dalam fungsi pengawasan terhadap kinerja
KPUD dalam tahap penetapan calon Kepala Derah/Wakil Kepala Daerah
dalam pemilihan Kepala Daerah secara langsung.
2. Secara subyektif, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi pihak pemerintah daerah, KPUD dan DPRD
sebagai lembaga-lembaga yang paling berperan dalam pemilihan Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah sehingga dapat memecahkan persoalan dalam
10
E. Keaslian Penelitian
Sejauh pengamatan peneliti belum ada penelitian yang secara khusus
meneliti tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap kinerja KPUD
dalam tahap penetapan calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di Kabupaten
Sumba Barat Daya berdasarkan permasalahan dan cara penelitian yang terdapat
dalam penelitian ini. Penulisan hukum atau skripsi ini merupakan hasil karya asli
penulis dan bukan merupakan duplikasi ataupun plagiat dari hasil karya penulis
lain. Jika penulisan hukum atau skripsi ini terbukti merupakan duplikasi atau
plagiat dari hasil karya penulis lain maka penulis bersedia menerima sanksi
akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku.
F. Batasan Konsep
1. Pengertian DPRD dan peran DPRD
Menurut pasal 40 UU No. 32 Tahun 2004 yang dimaksud dengan DPRD
adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah. Peran adalah implementasi dari fungsi
yang dimiliki oleh DPRD, untuk mengetahui apakah DPRD berperan didalam
proses pemilihan Kepala Daerah secara langsung maka harus di tentukan
beberapa indikator pengukur yaitu:
a. Mendengar keluhan dan pengaduan masyarakat terhadap berbagai hal demi
menunjang kinerja dan perbaikan kinerja KPUD dalam tahap penetapan
11
b. Melaksanakan investigasi untuk mempelajari fakta/bertatap muka dengan
masyarakat atas berbagai isu, persoalan dan pengaduan masyarakat
berkaitan dengan penetapan calon Kepala Daerah / Wakil Kepala Daerah.
c. Mengadakan rapat dengar pendapat dengan KPUD dari masyarakat
menyangkut kasus tertentu hasil peninjauan lapangan.
2. Pengertian fungsi pengawasan yang dimiliki DPRD
Menurut UU No. 22 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR,
DPR, DPRD dan DPD. Fungsi pengawasan adalah fungsi DPRD untuk
melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-Undang, Peraturan
Daerah dan Keputusan Kepala Daerah serta kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintahan daerah (penjelasan UU No. 22 Tahun 2003).6 Dalam konteks
penilaian ini fungsi pengawasan yang diteliti tidak seluas pengertian diatas
melainkan hanya sebatas peran DPRD dalam fungsi pengawasan terhadap
pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004, khususnya ketentuan dalam pelaksanaan
pemilihan Kepala Daerah secara langsung serta pengawasan terhadap
pelaksanaan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Kepala Daerah secara
langsung.
Lebih spesifik lagi ketentuan yang diawasai adalah mengenai bagian
Pemilihan Kepala Daerah yakni bagian penetapan calon Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah. Untuk melakukan pengawasan terhadap hal tersebut maka
6
12
DPRD mau tidak mau harus melakukan pengawasan terhadap kinerja KPUD
karena yang berhak melaksanakan penetapan calon adalah KPUD.
3. Pengertian KPUD
Menurut Pasal 1 Angka 6, PP No. 6 Tahun 2005 KPUD adalah KPU
Provinsi dan KPUD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam UU No.
12 Tahun 2003 yang diberi wewenang khusus oleh UU No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah untuk menyelenggarakan pelaksanaan
pemilihan Kepala Daerah secara langsung, serta pengawasan tehadap
pelaksanaan PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan Kepala Derah secara
langsung.
4. Pengertian Kinerja KPUD
Kinerja KPUD adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tugas dan
wewenang KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah/Wakil
Kepala Daerah antara lain meneliti persyaratan partai politik atau gabungan
partai politik yang mengusulkan calon, meneliti persyaratan calon kepala
daerah yang diusulkan, menetapkan pasangan calon yang telah memenuhi
persyaratan. Dalam penelitian ini lingkup kinerja KPUD yang akan diteliti
hanya ketiga kinerja tersebut diatas.
G. Hipotesis
Jawaban sementara yang hendak penulis sampaikan adalah hasil
13
pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah serta pendapat beberapa ahli
tentang pemerintahan daerah dan pemilihan kepala daerah.
1. Hipotesis mengenai permasalahan bagaimana peran DPRD Kabupaten Sumba
Barat Daya dalam pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD
Kabupaten Sumba Barat Daya dalam tahap penetapan calon Kepala
Daerah/Wakil Kepala Daerah adalah DPRD akan membentuk panitia
pengawas yang berfungsi melaksanakan fungsi pengawasan terhadap semua
tahapan pemilihan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah. Dasar hukum yang
dapat digunakan untuk mendukung hipotesis ini adalah Pasal 105 ayat (3) PP
No. 6 Tahun 2005, menyatakan bahwa dalam pengawasan pemilihan
bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota DPRD Kabupaten/kota
membentuk panitia pengawas di tingkat kabupaten/kota dan di tingkat
kecamatan.
2. Hipotesis terhadap kendala apa saja yang dihadapi DPRD dalam
melaksanakan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPUD dalam tahap
penetapan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. DPRD menjalankan fungsi pengawasan dengan membentuk panitia
pengawas, hal ini menyebabkan panitia pengawas sangat potensial
14
b. Tidak diatur secara jelas instansi manakah yang akan menindaklanjuti
pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah secara langsung terutama
pelanggaran administrasi.
c. Panitia pengawas yang hanya sampai pada tingkat kecamatan padahal
pelanggaran banyak terjadi di PPS.
d. Panitia pengawas tidak punya hak eksekusi atas pelanggaran pemilihan
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
3. Hipotesis untuk permasalahan terhadap upaya-upaya yang ditempuh DPRD
untuk mengatasi kendala-kendala pelaksanaan fungsi pengawasan adalah
dengan mengadakan koordinasi dengan panitia pengawas dan meminta
laporan kegiatan kepada KPUD atas pelaksaan tugas pada akhir masa tugas
(Pasal 108 ayat 3d, PP No.6 Tahun 2005).
H. Metode Penelitian
1. Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yakni penelitian yang berfokus
pada perilaku masyarakat hukum (law in action), dan penelitian ini
memerlukan data primer sebagai data utama disamping data sekunder (bahan
hukum) sebagai data pendukung. Penelitian akan dilaksanakan dengan studi
kasus dimana peneliti memfokuskan penelitiannya pada permasalahan hukum
yang terjadi pada suatu institusi atau kelembagaan saja (tidak harus ada
15
2. Sumber data
Dalam penelitian hukum empiris data primer dipakai sebagai data utama dan
data sekunder yang berupa bahan hukum dipakai sebagai pendukung. Data
primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden dan nara
sumber tentang obyek yang diteliti. Data sekunder adalah berupa bahan
hukum primer yang meliputi peraturan perundang-undangan, putusan hakim
dan bahan hukum sekunder yang meliputi pendapat hukum, buku, hasil
penelitian dan sebagainya.
Data-data primer meliputi:
a. Hasil wawancara dengan wakil ketua DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya
b. Hasil wawancara dengan sekretaris KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya
c. Hasil wawancara dengan mantan ketua PANWAS Kabupaten Sumba
Barat Daya.
d. Hasil wawancara dengan tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Sumba Barat
Daya.
e. Observasi risalah-risalah rapat antara DPRD dengan KPUD Kabupaten
Sumba Barat Daya.
f. Observasi data-data calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah pada
PILKADA 2008
g. Observasi data-data pemilih PILKADA 2008.
h. Observasi data-data laporan pertanggungjawaban KPUD dan Panitia
16
Data-data sekunder adalah sebagai berikut:
a. UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD,
DPRD.
b. UU No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR,DPD
dan DPRD
c. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 32 tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah
d. PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan
pemberhentian Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
PP No. 25 Tahun 2007 tentang Perubahan Kedua atas PP No. 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
PP No. 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas PP No. 6 Tahun
2005 tentang Pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian
Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
e. Buku-buku, literatur-literatur dan hasil-hasil penelitian yang mendukung
data-data primer yang di dapat di lapangan.
3. Metode pengumpulan data
Penelitian hukum ini akan menggunakan metode pengumpulan data dengan
17
4. Lokasi Penelitian
Penelitian hukum ini berlangsung di DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya,
KPUD Kabupaten Sumba Barat, KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya dan
Panitia Pengawas Kabupaten Sumba Barat Daya.
5. Nara Sumber
Nara Sumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan
peneliti yang berupa pendapat hukum berkaitan dengan permasalahan hukum
yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah:
a. Wakil Ketua DPRD Kabupaten Sumba Barat Daya.
b. Anggota KPUD Kabupaten Sumba Barat
c. Sekretaris KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya.
d. Mantan Ketua PANWAS Kabupaten Sumba Barat Daya.
e. Tokoh-tokoh masyarakat Kabupaten Sumba Barat Daya.
6. Metode Analisis
Seluruh data yang di peroleh dikumpulkan secara lengkap selanjutnya
disistematisasi untuk dilakukan analisis, metode yang digunakan adalah
metode Deskriptif-Kualitatif. Deskriptif artinya menganalisis data dengan
cara memaparkan secara rinci dan tepat tentang suatu fenomena tertentu yang
terkait dengan permasalahan penelitian tersebut. Kualitatif artinya
18
dengan teori-teori hukum positif untuk dapat menjelaskan permasalahan
hukum tersebut dengan kalimat-kalimat yang ilmiah.
7. Jalannya Penelitian
Untuk memperoleh data-data primer sebagai data utama maka penulis
melakukan penelitian lapangan di DPRD, KPUD Kabupaten Sumba Barat,
KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya dan Panitia Pengawas Kabupaten
Sumba Barat Daya dengan mengadakan wawancara terstruktur dan Observasi
kelembagaan. Selain data-data primer yang diperoleh dari Nara Sumber
peneliti juga akan mencari data-data tertulis yang berupa dokumen-dokumen
dan risalah persidangan DPRD yang berkaitan dengan permasalahan yang
akan diteliti dari sekretariat DPRD. Selain itu penulis juga melakukan studi
dokumen di KPUD Kabupaten Sumba Barat Daya yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti.
I. Sistematika Penulisan
Penulisan hukum ini terdiri dari tiga BAB yaitu BAB Pendahuluan, BAB
Hasil Penelitian dan Pembahasan dan BAB Penutup. Adapun ketiga BAB tersebut
dapat diuraikan sebagai berikut:
a. BAB I tentang pendahuluan berisi latar belakang masalah, permasalahan,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep,
19
b. BAB II tentang hasil penelitian dan pembahasan berisi uraian antara das
sollen (apa yang seharusnya terjadi ) dengan das sein (fakta yang sudah
terjadi). Selain itu BAB II menguraikan tentang variabel yang satu dengan
variabel yang lain dan hubungan antara variabel tersebut.