• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor)"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP

TRANSFER TURBULEN MOMENTUM DAN BAHANG

(Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor)

FITRI SUCIATININGSIH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

(3)

Bogor). Dibimbing oleh TANIA JUNE dan NURYADI.

Angin mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan produksi tanaman melalui pertukaran bahang, uap air, CO2, dan momentum antara tanaman dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan menentukan karakteristik kekasapan permukaan (perpindahan bidang nol (d), panjang kekasapan (z0), dan kecepatan kasap (u*)) dan koefisien transfer momentum (Km) pada periode hujan dan kemarau di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor, yang kemudian digunakan untuk menghitung transfer momentum (τ) dan transfer bahang (QH). Parameter karakteristik kekasapan dan Km bervariasi dengan kecepatan angin. Secara umum, periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilai-nilai tersebut. Parameter kekasapan pada periode hujan cenderung lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Nilai z0 wilayah Situ Gede berkisar 0.00-0.51 m, d berkisar 0.38-4.00 m, dan u* berkisar 0.008-0.357 m s-1. Km berubah dengan ketinggian serta periode hujan dan kemarau mempengaruhi nilainya. Nilai  berkisar 0.0029-0.0556 N m-2 pada periode hujan dan 0.0033-0.0368 N m-2 pada periode kemarau. Nilai QH berkisar -4.1879-2.0393 MJ m-2 hari-1 pada periode hujan dan -4.0337-2.4165 MJ m-2 hari-1 pada periode kemarau. Oleh karena itu, dapat disimpulkan transfer momentum akan lebih efektif pada periode hujan dibandingkan dengan periode kemarau dan proses fisiologis tanaman dapat berlangsung secara optimum serta perkembangan dan pertumbuhan tanaman akan lebih baik.

Kata kunci : kecepatan kasap, panjang kekasapan, perpindahan bidang nol, transfer bahang, transfer momentum

ABSTRACT

FITRI SUCIATININGSIH. Characteristic of Surface Roughness and Its Effects on Turbulent Momentum and Heat Transfer (Case Study : Agriculture Fields at Situ Gede, Darmaga, Bogor). Supervised by TANIA JUNE and NURYADI.

Wind influences growth, development, and crops production through exchange of heat, water vapor, CO2, and momentum between the plant and the atmosphere. The purpose of this research is to determine wind parameters, i.e. roughness parameters (zero-plane displacement (d), roughness length (z0), and friction velocity (u*)) and coefficient of momentum transfer (Km) in rainy and dry season at agriculture Situ Gede fields, and used them to calculate momentum transfer () and heat transfer (QH). Roughness parameters and Km varied with wind speed. In general, the season influences the values. Roughness parameters in rainy season tend to be higher than in dry season. The value of z0 range from 0.00-0.51 m, d 0.38-4.00 m, and u* 0.008-0.357 m s

-1 . Km changes with hight and season. The value of  range from 0.0029-0.0556 N m-2 in rainy season and 0.0033-0.0368 N m-2 in dry season. The value of QH range from -4.1879-2.0393 MJ m-2 hari-1 in rainy season and -4.0337-2.4165 MJ m-2 hari-1 in dry season. It can be concluded that momentum transfer in rainy season would be more effective than in dry season, it is expected that physiological processes of plants can be held optimum, and also development and growth of plants would be better.

(4)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu

masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

KARAKTERISTIK KEKASAPAN PERMUKAAN DAN

PENGARUHNYA TERHADAP

TRANSFER TURBULEN MOMENTUM DAN BAHANG

(Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor)

FITRI SUCIATININGSIH

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Nama

: Fitri Suciatiningsih

NIM

: G 24080031

Menyutujui

Pembimbing I

Dr. Ir. Tania June, M.Sc

NIP: 19630628 198803 2 001

Pembimbing II

Nuryadi, S.Si, M.Si

NIP: 19580110 197812 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS.

NIP: 19600305 198703 2 002

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulis berterima kasih kepada Allah SWT dan semua pihak sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini ialah iklim mikro, dengan judul Karakteristik Kekasapan Permukaan dan Pengaruhnya terhadap Transfer Turbulen Momentum dan Bahang (Studi Kasus : Wilayah Pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor). Karya ilmiah ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya karya ilmiah ini, khususnya penulis sampaikan kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc dan bapak Nuryadi, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta kritik dan saran yang membangun hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi sekaligus selaku dosen pembimbing akademik penulis yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi selama masa studi di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak Ir. Bregas Budianto, Ass. Dpl yang telah memberikan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Segenap staf pengajar dan pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi yang memberikan bimbingan, arahan, nasehat, serta ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh staf Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian serta bimbingan dan ilmu selama penelitian berlangsung.

7. Ayahanda, ibunda dan adik-adik yang saya sayangi dan cintai, yang selalu mendukung, mendoakan, menyemangati, memotivasi, dan menginspirasi penulis untuk terus berusaha dan pantang menyerah dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

8. Teman–temanku tersayang GFM 45 yang telah memberikan persahabatan yang indah, dukungan, dan motivasi; juga untuk kakak-kakak GFM 42, GFM 41, GFM 44, serta adik-adik GFM 46 dan GFM 47.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis meyakini bahwa ketidaksempurnaan adalah wujud kesempurnaan manusia dalam berusaha. Penulis menerima dan sangat mengharapkan kritik dan saran yang menjadikan karya ilmiah ini lebih baik. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi banyak pihak, bagi khasanah ilmu pengetahuan, serta bangsa dan negara. Amiin.

Terima kasih

Bogor, Februari 2013

(8)

Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 6 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis ikut berperan aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan serta organisasi kemahasiswaan, yaitu menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) dan anggota Himpunan Mahasiswa Meteorologi Indonesia (HMMI) dan mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan, seperti Meteorologi Interaktif

(Matrik), Masa Perkenalan Departemen (MPD) Fatamorgana, Earth’s Challenge, Reuni Akbar

(9)
(10)
(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lapisan Perbatas (Boundary Layer) ... 1

2.2 Unsur-Unsur Iklim Mikro 2.2.1 Radiasi Matahari ... 1

2.2.2 Suhu Udara ... 2

2.2.3 Kelembaban Udara... 3

2.2.4 Angin 2.2.4.1 Deskripsi Angin ... 3

2.2.4.2 Profil Kecepatan Angin ... 4

2.2.4.3 Persamaan Kecepatan Angin dan Karakteristik Kekasapan Permukaan ... 4

2.2.4.4 Peranan Turbulensi dan Angin ... 5

2.2.5 Presipitasi ... 5

2.3 Stabilitas Atmosfer ... 6

2.4 Transfer Momentum () dan Bahang (QH) ... 6

III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 7

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 7

3.3 Analisis Data 3.3.1 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun 2011 ... 7

3.3.2 Stabilitas Atmosfer... 7

3.3.3 Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z0, dan u*) ... 7

3.3.4 Koefisien Transfer Momentum (Km) ... 8

3.3.5 Transfer Turbulen 3.3.5.1 Transfer Momentum () ... 8

3.3.5.2 Transfer Bahang (QH) ... 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 10

4.2 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca Wilayah Penelitian pada Tahun 2011 4.2.1 Curah Hujan ... 10

4.2.2 Radiasi Matahari ... 11

4.2.3 Suhu Udara ... 11

4.2.4 Kelembaban Udara... 12

4.2.5 Kecepatan dan Arah Angin ... 13

4.3 Stabilitas Atmosfer ... 15

4.4 Karakteristik Kekasapan Permukaan (d, z0, dan u*) ... 18

4.5 Koefisien Transfer Momentum (Km) ... 19

4.6 Transfer Momentum () ... 20

4.7 Transfer Bahang (QH) ... 20

V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 21

5.2 Saran ... 21

DAFTAR PUSTAKA ... 21

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan

periode kemarau ... 15

2 Rata-rata kecepatan angin, friction velocity (u*), koefisien transfer momentum (Km), dan transfer momentum (

) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau ... 19

3 Rata-rata transfer bahang (QH dalam satuan MJ m-2 hari-1) di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan stabilitas atmosfer stabil dan tidak stabil pada periode hujan dan periode kemarau ... 20

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Gun bellani integrator ... 2

2 Termometer maksimum, termometer minimum, termometer bola kering, dan termometer bola basah ... 2

3 (a) Cupcounter anemometer dan (b) wind vane ... 3

4 Profil angin di atas permukaan tanaman pendek (atas) dan tanaman tinggi (bawah) ... 4

5 Penakar hujan tipe observatorium ... 6

6 Ekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada x = 0 dan y = ln z0... 8

7 Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor: a) sebelah Utara, b) sebelah Barat, c) sebelah Selatan, dan d) sebelah Timur ... 9

8 Curah hujan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 10

9 Intensitas radiasi matahari wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 11

10 Profil suhu udara bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 11

11 Profil suhu udara bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 11

12 Profil suhu udara bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 12

13 Profil kelembaban relatif bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 12

14 Profil kelembaban relatif bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 13

15 Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 14

16 Profil kecepatan angin bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 14

17 Profil kecepatan angin bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan tiga waktu pengamatan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 15

18 Hubungan antara parameter karakteristik kekasapan (d, z0, dan u*) dan kecepatan angin (u) pada periode hujan (atas) dan periode kemarau (bawah) ... 16

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Curah hujan dasarian wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011 ... 25 2 Intensitas radiasi matahari bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada

tahun 2011 dan contoh perhitungan intensitas radiasi matahari ... 26 3 Suhu udara bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga ketinggian

dan tiga waktu pengamatan pada tahun 2011 ... 27 4 Kelembaban relatif (RH) bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga

ketinggian dan tiga waktu pengamatan pada tahun 2011 ... 28 5 Kecepatan angin bulanan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor berdasarkan tiga

ketinggian dan tiga waktu pengamatan pada tahun 2011 ... 29 6 Perubahan arah angin setiap bulan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada

tahun 2011 ... 30 7 Diagram alir metode penelitian ... 31 8 Contoh perhitungan ... 32 9 Hasil perhitungan Ri, zero-plane displacement (d), friction velocity (u*), roughness

length (z0), koefisien transfer momentum (Km), dan transfer momentum (

) pada

kondisi atmosfer netral berdasarkan tiga waktu pengamatan ... 34 10 Hasil perhitungan Ri, zero-plane displacement (d), dan transfer bahang (

Q

H) pada
(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikrometeorologi merupakan ilmu yang mempelajari fenomena yang terjadi pada lapisan udara paling dekat dengan permukaan

(Sutton 1953; Arya 2001). Ilmu ini

mempelajari proses-proses cuaca dalam skala mikro, sehingga mempelajari iklim mikro sangatlah penting. Hal ini karena iklim mikro mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan, perkembangan, dan produksi suatu tanaman. Salah satu unsur cuaca/iklim yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah angin.

Secara langsung, angin mempengaruhi

transfer CO2 dan O2 dari dan ke permukaan

daun, yang terkait dengan proses fotosintesis dan respirasi, sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi distribusi bahang dan radiasi matahari, transpirasi, penyerbukan, serta

penyebaran benih (Daubenmire 1974 dalam

June 1987; Verhoet et al. 1997; Mohan and

Tiwari 2004).

Angin membawa massa udara. Massa udara yang melewati permukaan kasap akan mengalami transfer momentum. Massa udara tersebut akan diserap oleh permukaan tanaman, sehingga terjadi tahanan permukaan yang menyebabkan kecepatan angin semakin ke bawah semakin berkurang. Kecepatan angin tersebut dapat dilakukan pengukuran pada berbagai ketinggian. Berdasarkan data kecepatan angin tersebut dapat ditentukan parameter karakteristik kekasapan permukaan, khususnya di wilayah pertanian, seperti

perpindahan bidang nol/zero-plane

displacement (d), panjang kekasapan/

roughness length (z0), dan kecepatan

kasap/friction velocity (u*) (McInnes et al.

1991; Kimura et al. 1999; Martano 2000; Tsai

and Tsuang 2005; Yuhao et al. 2008;

Cataldo and Zeballos 2009). Analisis

dari parameter karakteristik kekasapan

tersebut dapat diaplikasikan untuk

menghitung besarnya transfer momentum dan transfer bahang di wilayah pertanian.

Berdasarkan hal tersebut, perbedaan

periode hujan dan periode kemarau akan mempengaruhi unsur-unsur cuaca di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Oleh karena itu, pengaruh unsur-unsur cuaca pada periode hujan dan periode kemarau juga akan

mempengaruhi parameter karakteristik

kekasapan, koefisien transfer momentum (Km), transfer momentum (τ), dan transfer

bahang (QH) di wilayah pertanian Situ Gede,

Darmaga, Bogor, sehingga dapat dilihat

tanggapannya terhadap kedua periode

tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mempelajari dinamika profil radiasi

matahari, curah hujan, kecepatan angin, suhu udara, dan kelembaban udara pada permukaan wilayah pertanian.

2. Menganalisis dinamika stabilitas atmosfer.

3. Menganalisis karakteristik kekasapan

permukaan (d, z0, dan u*) serta koefisien

transfer momentum (Km) pada stabilitas

atmosfer netral di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor.

4. Menganalisis transfer momentum (τ) pada

stabilitas atmosfer netral di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor.

5. Menganalisis transfer bahang (QH) pada

stabilitas atmosfer tidak stabil dan stabil di wilayah pertanian Situ Gede, Darmaga, Bogor.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lapisan Perbatas (Boundary Layer)

Pada lapisan perbatas terdapat dua lapisan yang dikendalikan oleh permukaan, yaitu

lapisan perbatas laminar dan lapisan

turbulensi. Lapisan laminar terjadi jika arah aliran udara lurus dan hampir paralel terhadap permukaan dan ketebalan lapisan ini hanya beberapa millimeter. Lapisan ini merupakan

lapisan tanpa turbulensi dan menjadi

penyangga yang efisien dari lapisan

turbulensi. Lapisan perbatas laminar ini hanya dapat terjadi di atas suatu permukaan yang sangat licin, seperti permukaan air yang tenang atau permukaan lumpur.

Lapisan turbulensi terjadi jika aliran udara melalui permukaan yang kasar, seperti hutan, tanaman pertanian, serta bahkan padang rumput yang pendek secara aerodinamik merupakan permukaan yang kasar. Hal ini karena turbulensi selalu terbentuk pada aliran udara di atas elemen dari vegetasi tersebut.

Menurut Monteith (1973), gaya dari

kekasaran permukaan dalam memperlambat aliran udara yang melaluinya lebih besar dari

gaya kekentalan massa udara yang

mempertahankan aliran laminar.

2.2 Unsur-Unsur Iklim Mikro

2.2.1 Radiasi Matahari

(15)

pertumbuhan dan perkembangan tanaman

adalah intensitas, kualitas, dan lama

penyinaran. Radiasi yang sampai di puncak

atmosfer rata-rata 1360 W m-2, hanya sekitar

50% yang diserap oleh permukaan bumi, 20% diserap oleh air dan partikel-partikel atmosfer, sedangkan 30% dipantulkan oleh permukaan bumi, awan, dan atmosfer. Radiasi matahari yang diterima permukaan bumi terdiri atas dua bagian, yaitu radiasi langsung dan radiasi baur. Jumlah komponen kedua radiasi tersebut disebut dengan radiasi global (Chang 1968). Selama perjalanannya melewati atmosfer bumi, radiasi matahari mengalami penurunan intensitas akibat penyerapan, pembauran, dan pemantulan oleh gas, uap, dan

partikel-partikel yang tersuspensi di udara

(Geiger 1959). Menurut Chang (1968), intensitas radiasi baur dipengaruhi oleh ketinggian, lintang, sudut datang matahari, keawanan, dan kekeruhan atmosfer.

Gambar 1 Gun bellani integrator

(Sumber: foto pribadi).

Alat yang digunakan untuk mengukur radiasi matahari total selama satu hari sejak

matahari terbit hingga terbenam adalah gun

bellani integrator (Gambar 1). Alat ini tidak secara langsung mengukur radiasi matahari, tetapi melalui suatu proses penguapan zat cair terlebih dahulu. Jumlah zat cair yang diuapkan berbanding lurus dengan total radiasi matahari yang diterima.

Alat tersebut terdiri atas bagian sensor berbentuk bulat hitam yang berisikan air dan dihubungkan dengan tabung buret yang berskala dalam satuan mililiter. Radiasi yang

diterima oleh sensor mengakibatkan sensor menjadi panas, sehingga zat cair yang ada dalam sensor menguap, kemudian uap air ini akan mengkondensasi dibagian bawah tabung buret.

Pengamatan dilakukan dengan membaca jumlah air yang terkondensasi pada tabung buret, kemudian alat dibalik, sehingga posisi bola hitam berada di bagian bawah dan air akan masuk ke dalam sensor. Selanjutnya, alat dibalik kembali, sensor ada di bagian atas dan zat cair tetap berada dalam bola hitam. Sedikit zat cair yang tumpah ke dalam tabung buret dibaca sebagai skala awal, kemudian alat

diletakkan kembali ke dalam silinder

pelindung. Besarnya penambahan volume air yang terkondensasi dapat diketahui dengan

cara mengurangi pembacaan skala gun bellani

pada hari berikutnya dengan skala gun bellani

yang dikembalikan pada hari sebelumnya, kemudian lihat tabel untuk mengkonversi

satuan dalam cal cm-2. Waktu pengamatan

dilakukan setiap pagi hari pukul 07.00 WS.

2.2.2 Suhu Udara

Menurut pendapat McIntosh (1972):

Temperature is condition which determinates the flow of heat from one substance to another”. Alat yang digunakan untuk

mengukur suhu udara adalah termometer (Gambar 2). Satuan untuk suhu adalah derajat suhu.

(16)

Berdasarkan penelitian Williams dan

Gordon (1995) dalam Maharany (1999)

menunjukkan bahwa suhu udara pada beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam barisan yang berbeda memiliki profil angin yang hampir sama, yaitu pada pagi hari meningkat dan mencapai puncaknya pada saat tengah hari kemudian menurun pada saat sore hari.

2.2.3 Kelembaban Udara

Kelembaban udara menggambarkan

kandungan uap air di udara yang dapat dinyatakan sebagai kelembaban mutlak,

kelembaban relatif (kelembaban nisbi),

maupun defisit tekanan uap air (Stull 2000). Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volume. Kelembaban nisbi membandingkan antara kandungan/ tekanan uap air aktual dengan keadaan jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan

jenuh) ditentukan oleh suhu udara.

Pengembunan akan terjadi jika kelembaban nisbi telah mencapai 100% meskipun tekanan uap aktualnya relatif rendah.

Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban udara adalah termometer bola

kering dan bola basah (Gambar 2).

Selanjutnya, mencari selisih hasil kedua pengamatan tersebut dan kemudian hasil selisih tersebut dicari ke dalam tabel kelembaban relatif (RH dalam satuan %).

2.2.4 Angin

2.2.4.1 Deskripsi Angin

Angin merupakan udara yang bergerak secara horizontal dari suatu wilayah yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang

bertekanan rendah. McIntosh (1972)

berpendapat bahwa: “Wind is the (horizontal)

movement of air relative to the rotating surface of the earth; the vertical component of air movement, generally much the smaller”.

Angin muncul sebagai hasil dari

pemanasan di permukaan bumi, sehingga terjadi perbedaan tekanan udara. Adanya

pemanasan di permukaan bumi,

mengakibatkan terjadi pemuaian massa udara dan kerapatan udara relatif lebih rendah, sehingga tekanan udara menjadi rendah.

Ada tiga hal penting mengenai sifat angin adalah kekuatan, kecepatan angin dan arah angin yang dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dan kekasaran permukaan. Semakin besar perbedaan tekanan udara suatu wilayah dengan wilayah lain, maka kecepatan

angin semakin besar. Demikian juga dengan

kekasaran permukaan, semakin kasar

permukaan yang dilewati oleh angin, maka hambatan yang dialami angin semakin besar, sehingga kecepatan angin berkurang dan arah angin mengalami perubahan akibat adanya gerakan turbulensi.

Arah angin merupakan arah dari mana angin bertiup atau berasal. Jika angin bertiup dari barat menuju timur, arah angin adalah barat.

Berdasarkan International Agreement

(1956) dalam McIntosh (1972), satuan

kecepatan angin dinyatakan dalam knot dan konversi satuan kecepatan angin adalah sebagai berikut:

1 knot = 0.515 m s-1 = 1.152 mile h-1

= 1.853 km h-1 = 1.689 ft s-1

Kecepatan angin permukaan biasanya diukur dengan anemometer atau anemograf dan

wind vane untuk menentukan arah angin (Gambar 3).

(a)

(b)

Gambar 3 (a) Cup counter anemometer dan

(17)

Menurut Chang (1968) dalam June (1987),

angin menentukan pertumbuhan dan

perkembangan suatu tanaman melalui

pertukaran bahang, uap air, CO2, serta

momentum antara tanaman dan

lingkungannya. Pertukaran bahang, uap air,

CO2, serta momentum antara tanaman dan

lingkungannya didukung oleh difusi

molekuler melalui suatu lapisan udara yang dikenal dengan lapisan perbatas. Lapisan perbatas adalah lapisan yang dekat dengan

permukaan. Karakteristik lapisan ini

bergantung pada sifat-sifat lapisan udara dan transfer momentum yang berkaitan dengan gaya kekentalan udara.

2.2.4.2 Profil Kecepatan Angin

Profil kecepatan angin menjelaskan

hubungan antara kecepatan angin dan

ketinggian di atas permukaan

(Rosenberg 1974). Profil angin tersebut berguna untuk menduga intensitas dari proses-proses pertukaran secara vertikal maupun yang terjadi dari dan ke berbagai arah. Kecepatan angin pada suatu ketinggian dapat digunakan untuk menduga kecepatan angin pada ketinggian lainnya (Retnowati 1984).

Menurut Chang (1968), profil angin di atas permukaan yang relatif kasar (misalnya tanaman-tanaman tinggi) berbeda dengan profil angin di atas permukaan yang relatif licin (misalnya tanaman-tanaman pendek).

Gambar 4 Profil angin di atas permukaan

tanaman pendek (atas) dan

tanaman tinggi (bawah)

(Gardiner 2004).

2.2.4.3 Persamaan Kecepatan Angin dan

Karakteristik Kekasapan Permukaan

Menurut Monteith (1973), ada tiga persamaan penting untuk menentukan profil angin di atas suatu permukaan kasar, yaitu sebagai berikut:

i. Kecepatan kasap (u*)

ii. Kecepatan angin rata-rata pada

ketinggian z dengan persamaan sebagai berikut (Sutton 1953; Tennekes 1972;

Thom 1975; Oke 1978; Rosenberg et

al. 1983; Zoomakis 1995; Arya 2001;

Dong et al. 2001; Weligepolage et al.

2012):

u(z) u∗ =

1 kln

(z−d) z0

Keterangan :

u(z) : kecepatan angin rata-rata pada

ketinggian z (m s-1)

u* : kecepatan kasap (m s-1)

k : konstanta Von Karman sebesar 0.4

z0 : panjang kekasapan (meter)

d : perpindahan bidang nol (meter)

Kecepatan angin meningkat seiring

bertambahnya ketinggian.

iii. Koefisien transfer momentum (Km)

dengan persamaan sebagai berikut (Tennekes 1972; Arya 2001):

Km= k z u∗

Keterangan :

Km : eddy viscosity (m2 s-1)

k : konstanta Von Karman sebesar 0.4

u* : kecepatan kasap (m s-1)

z : tinggi pengukuran (meter)

Berdasarkan persamaan profil angin dapat

ditentukan tiga parameter yang

menggambarkan karakteristik kekasapan

permukaan, yaitu parameter panjang

kekasapan/roughness length (z0), perpindahan

bidang nol/zero-plane displacement (d), dan

kecepatan kasap/friction velocity (u*)

(McInnes et al. 1991; Kimura et al. 1999;

Martano 2000; Tsai and Tsuang 2005; Yuhao

et al. 2008; Cataldo and Zeballos 2009). Pada umumnya kecepatan angin rata-rata

u(z)naik secara linier terhadap ln (z - d). Nilai

d ini berkisar antara 0.6 sampai 0.8 h (h merupakan tinggi unsur kekasapan). Nilai d dapat diduga dengan persamaan berikut (Oke 1978; Kotani and Sugita 2005):

d =2 3h

Nilai h merupakan tinggi tanaman rata-rata (meter).

(18)

Menurut Chang (1968) dalam June (1987), nilai d merupakan fungsi dari kerapatan, ketinggian, dan keadaan mekanik dari tanaman. Nilai d meningkat seiring dengan bertambahnya kecepatan angin. Namun hal tersebut hanya berlaku untuk tanaman-tanaman yang relatif kecil dengan daun yang

fleksibel, seperti rumput, barli atau oat pada

kecepatan angin kurang dari 5 m s-1 (Monteith

1973 dalam June 1987), sedangkan menurut

Makkink and Heemst (1970) dalam

Rosenberg (1974) menyatakan bahwa nilai d menurun pada kecepatan angin kurang dari

5 m s-1 untuk tanaman padi. Berdasarkan

penelitian Retnowati (1984), nilai d akan berubah-ubah menurut tinggi dan rendahnya kecepatan angin untuk tanaman padi.

Berdasarkan model regresi sederhana

dengan metode trial and error dapat

ditentukan nilai parameter d, z0, dan u*.

Dalam regresi tersebut, variabel y merupakan ln (z - d) dan variabel x merupakan u(z), sehingga nilai d dapat ditentukan.

Nilai parameter z0 ditentukan dengan

mengekstrapolasi hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada suatu titik di mana u(z) = 0

(x = 0) dan ln (z - d) = z0 (y = ln z0), dan

menghasilkan slope = k/u*.

Menurut Oke (1978), nilai z0 dapat

ditentukan dengan persamaan sebagai berikut:

log z0= log h−0,98

Kekasapan permukaan (z0) akan memperbesar

percampuran dan olakan udara. Menurut

Sellers (1965) dalam Chang (1968), koefisien

transfer naik sekitar 50% dengan kenaikan z0

dari 0.2 cm sampai 0.7 cm.

Karakteristik nilai parameter z0 dan d

berubah-ubah secara sistematis mengikuti perubahan kecepatan angin. Hal tersebut terjadi jika pengukuran di atas tanaman yang seragam (Deacon 1975 and Doney 1963

dalam Monteith 1973). Pada beberapa

permukaan, nilai z0 turun seiring dengan

menurunnya kecepatan angin dan d hampir konstan. Namun di atas permukaan yang lain,

z0 naik dengan meningkatnya kecepatan angin

dan d turun.

2.2.4.4 Peranan Turbulensi dan Angin

Turbulensi merupakan aliran udara yang tidak beraturan dan berlangsung setiap saat, serta berperan penting dalam proses-proses pemindahan, seperti pemindahan energi, uap

air, serta gas (CO2). Turbulensi terjadi karena

adanya gradien kecepatan angin, halangan

angin (seperti cabang, daun, tangkai,

bangunan, dan lain-lain), serta adanya perbedaan kerapatan udara (Rosenberg 1974).

Menurut Geiger (1959), besarnya turbulensi bergantung pada kecepatan aliran udara, stratifikasi suhu, dan gradien suhu antara

permukaan dan udara. Pada keadaan lapse

rate turbulensi akan dipicu.

Menurut Chang (1968), laju fotosintesis

naik dengan masukan CO2 yang dalam

peredarannya lebih banyak diatur oleh

turbulensi. Jika turbulensi besar, banyak CO2

yang masuk ke dalam tanaman. Berdasarkan penyelidikan mengenai transfer turbulen

dalam kanopi barli oleh Johnson et al. (1976),

langkah pertama untuk menduga fluks vertikal dalam tanaman barli, difusivitas eddy untuk transfer turbulensi diduga dengan dua teknik

bebas, yaitu metode neraca energi

(pengukuran radiasi netto, suhu, dan

kelembaban yang menyeluruh dari kanopi) dan metode perhitungan fluks (pengukuran

fotosintesis daun bersama-sama dengan

gradien CO2 dalam kanopi dan fluks CO2

tanah).

2.2.5 Presipitasi

Uap air merupakan sumber presipitasi seperti hujan dan salju. Jumlah uap air yang terkandung pada massa udara merupakan indikator potensi atmosfer untuk terjadinya presipitasi. Presipitasi didefinisikan sebagai bentuk cair (air) maupun padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi (Tjasyono 2004).

Data hujan mempunyai variasi yang sangat besar dibandingkan unsur-unsur iklim lain, baik variasi menurut waktu maupun tempat. Curah hujan yang diamati pada stasiun klimatologi adalah tinggi (curah) hujan. Curah hujan ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah hari hujan dan intensitas hujan.

Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakan pada daerah yang masih alami, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas.

Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe

observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer (Gambar 5). Data yang didapat dari alat ini adalah curah hujan harian. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut

penakar. Alat tipe observatorium ini

merupakan alat baku dengan mulut penakar

seluas 100 cm2 dan dipasang dengan

(19)

Gambar 5 Penakar hujan tipe observatorium

(Sumber: foto pribadi).

2.3 Stabilitas Atmosfer

Stabilitas atmosfer dapat ditentukan secara statis dan dinamis. Stabilitas atmosfer statis hanya ditentukan oleh gradien suhu,

sedangkan stabilitas atmosfer dinamis

ditentukan oleh gradien suhu maupun kecepatan angin. Stabilitas atmosfer dinamis

dapat ditentukan dengan angka Richardson

(Richardson Number/Ri).

Menurut Oke (1978): “The Richardson

Number is a convenient means of categorizing atmospheric stability (and the state turbulence) in the lowest layer”.

Persamaan Ri adalah sebagai berikut (Paulson 1970; Thom 1975; Oke 1978;

McInnes et al. 1991; Arya 2001; Pereira et al.

2003; Zhang et al. 2010):

Ri = g ∂ ϴ ∂z Ta ∂

u

∂z

2

Keterangan :

g : percepatan gravitasi (9.8 m s-2)

Ta : suhu absolute pada ketinggian za;

za = (z1z2)1/2

θ : suhu potensial (K); θ= T−Γd z

dengan Γd merupakan dry adiabatic lapse rate sebesar -0.00976 K m-1, T merupakan suhu absolute (K), dan z merupakan tinggi pengukuran (meter)

Pada kondisi lapse kuat (tidak stabil), free

forces mendominasi dan Ri bernilai negatif dengan meningkatnya gradien suhu, tetapi

peningkatan gradien kecepatan angin

diperkecil. Pada kondisi inverse (stabil), Ri

bernilai positif dan Ri bernilai mendekati nol pada kondisi netral (Oke 1978).

2.4 Transfer Momentum () dan

Bahang (QH)

Fluks merupakan perpindahan massa dan energi per satuan waktu per satuan luas/dan jarak. Ada beberapa metodologi pengukuran fluks momentum dan bahang, yaitu sebagai berikut:

1. Metode Korelasi Eddy

Penentuan fluks momentum dan bahang pada permukaan seragam, yaitu sebagai berikut (Oke 1978; Arya 2001):

τ= −ρ u  w H = ρ Cpθ  w

Penentuan fluks momentum dan bahang

dengan metode korelasi eddy sangat mudah,

tetapi membutuhkan peralatan berkualitas baik dengan sistem pengamatan yang tinggi

(laju pengambilan 10-100 s-1), seperti sonic,

laser, atau hot-wire anemometer dan

termometer thin-wire resistance. Kelebihan

metode ini adalah pengukuran pertukaran turbulen secara langsung, tanpa banyak membatasi asumsi mengenai permukaan alam (permukaan yang homogen).

2. Metode Aerodinamik dan Gradien

Penentuan fluks momentum dan bahang dengan metode aerodinamik dan gradien (Oke 1978; Arya 2001; June 2012):

τ= ρ Km

∂u

∂z

QH =ρ Cpk2 u2−u1 θ2− θ1

ln zz2−d

1−d 2

φmφs Keterangan:

τ : transfer momentum (N m-2)

Km : eddy viscosity (m2 s-1)

ρ : kerapatan udara kering (kg m-3)

(June 2012)

ρ= 1.293273.15 T

QH : transfer bahang (W m-2)

u : kecepatan angin (m s-1)

θ : suhu potensial (K)

d : perpindahan bidang nol (meter)

Cp : bahang spesifik udara kering pada

tekanan konstan (1004.67 J K-1 kg-1)

s : dimensionless gradient of θ

m : dimensionless wind shear

(20)

berbeda, yaitu dengan metode aerodinamik atau pun metode gradien. Perbedaan dari metode aerodinamik dengan gradien adalah banyaknya ketinggian pengukuran. Pada metode aerodinamik menggunakan beberapa ketinggian, sedangkan metode gradien hanya menggunakan dua ketinggian. Berdasarkan

hasil penelitian Hatfield et al. (2010)

diperoleh fluks sensible heat (H) sebesar

600 MJ m-2 tahun-1 untuk tanaman jagung dan

410 MJ m-2 tahun-1 untuk tanaman kedelai

pada tahun 2004 di Midwestern US. Penelitian

tersebut menggunakan metode energy balance

ratio (EBR) dan ordinary least square (OLS).

III.

METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2012 hingga Agustus 2012. Penelitian ini diawali dengan pengambilan data cuaca sekunder di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor. Kemudian pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain: 1) gun bellani integrator untuk

radiasi matahari, 2) ombrometer untuk curah

hujan, 3) termometer bola kering untuk suhu

udara, 4) cup counter anemometer untuk

kecepatan angin, 5) wind vane untuk arah

angin, dan 6) seperangkat komputer dengan

perangkat lunak Microsoft Excel.

Data yang dibutuhkan selama penelitian adalah sebagai berikut:

1. Data suhu udara pada tiga ketinggian

(4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul 07.00 WS, pukul 14.00 WS, dan pukul 18.00 WS.

2. Data kecepatan dan arah angin pada tiga

ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul 07.00 WS, pukul 14.00 WS, dan pukul 18.00 WS.

3. Data kelembaban udara pada tiga

ketinggian (4 meter, 7 meter, dan 10 meter) dengan tiga waktu pengamatan, yaitu pukul 07.00 WS, pukul 14.00 WS, dan pukul 18.00 WS.

4. Data radiasi matahari harian.

5. Data curah hujan harian.

Data cuaca yang digunakan adalah data sekunder selama 1 tahun dari bulan Januari 2011 hingga Desember 2011.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca

Wilayah Penelitian pada Tahun 2011

Untuk mengidentifikasi cuaca wilayah penelitian, yaitu dengan membuat profil unsur-unsur cuaca, seperti radiasi matahari, curah hujan, suhu udara, kelembaban udara,

dan kecepatan angin. Profil tersebut

ditentukan dengan cara memplotkan data unsur-unsur cuaca tersebut terhadap waktu, sedangkan untuk profil arah angin ditentukan berdasarkan persentase data arah angin terbanyak di wilayah tersebut, yang kemudian diplotkan ke dalam grafik. Profil arah angin ini bertujuan mengetahui arah angin dominan setiap bulan pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor.

3.3.2 Stabilitas Atmosfer

Stabilitas atmosfer dinamis ditentukan

dengan angka Richardson (Richardson

Number/Ri). Penentuan stabilitas atmosfer tersebut dengan menggunakan persamaan berikut (Thom 1975; Oke 1978; Arya 2001; June 2012):

Ri =

g

∂θ ∂z

Ta ∂

u ∂z

2 (1)

Keterangan :

g : percepatan gravitasi (9.8 m s-2)

Ta : suhu absolute pada ketinggian za;

za = (z1z2)1/2

θ : suhu potensial (K); θ= T−Γd z

dengan Γd merupakan dry adiabatic

lapse rate sebesar -0.00976 K m-1, T merupakan suhu absolute (K), dan z merupakan tinggi pengukuran (meter)

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat dikategorikan kondisi atmosfer netral (Ri = ± 0.01), stabil (Ri > 0.01), dan tidak stabil (Ri < -0.01).

3.3.3 Karakteristik Kekasapan

Permukaan (d, z0, dan u*)

Analisis kecepatan angin pada berbagai ketinggian untuk menentukan karakteristik kekasapan hanya dilakukan pada kondisi atmosfer netral. Berdasarkan persamaan

logaritmik profil angin tersebut dapat

ditentukan parameter zero-plane displacement

(d), roughness length (z0), dan friction

(21)

Langkah awal yang dilakukan untuk menentukan nilai parameter tersebut, yaitu dengan menduga nilai d dari persamaan berikut (Oke 1978):

d =

2

3

h

(2)

Nilai h merupakan tinggi tanaman rata-rata (meter). Tinggi tanaman rata-rata di wilayah pertanian Situ Gede adalah 2.14 meter.

Penentuan nilai d dugaan digunakan untuk menghitung nilai d terukur. Nilai d terukur

dapat ditentukan dengan menggunakan

metode simplified (Riou 1984), yaitu dengan

persamaan sebagai berikut:

d =

a

2 Δu

Δu′ 2

z1 −z3

a2 Δu

Δu′ 2

−1

(3)

Keterangan :

Δu : selisih kecepatan angin pada ketinggian

7 meter dengan 4 meter; u(z2) – u(z1)

Δu : selisih kecepatan angin pada ketinggian

10 meter dengan 7 meter; u(z3) – u(z2)

a : konstanta yang diperoleh dari

persamaan sebagai berikut

a =

ln z 3−d 0 z 2−d 0 z 3−d 0 z 2−d 0 −0.5

ln z 2−d 0 z 1−d 0 z 2−d 0 z 1−d 0 −0.5

(4)

z1 : tinggi pengukuran 4 meter

z2 : tinggi pengukuran 7 meter

z3 : tinggi pengukuran 10 meter

d0 : nilai d awal; nilai tersebut diperoleh

dari nilai d dugaan, yitu 1.5 meter

Parameter z0 dan u* ditentukan dengan

model regresi sederhana. Nilai parameter z0

ditentukan dengan mengekstrapolasi

hubungan linier antara u(z) dan ln (z - d) pada suatu titik, di mana u(z) = 0 (x = 0) dan

(z - d) = z0 (y = ln z0), dan menghasilkan

slope = k/u*(Gambar 6).

Gambar 6 Ekstrapolasi hubungan linier

antara u(z) dan ln (z - d) pada

x = 0 dan y = ln z0 (Stull 1950;

Sutton 1953; Oke 1978;

Arya 2001).

Penentuan z0 dan u* diturunkan dari

persamaan regresi linier grafik, yaitu sebagai

berikut (Yanlian et al. 2006):

y = bx + a

ln

z

d

=

k

u∗

u

z

+ ln z

0 (5)

Jadi, dapat ditentukan nilai u*, yaitu:

b = k u∗

maka,

u

=

k

b (6)

k merupakan konstanta Von Karman sebesar 0.4 dan b merupakan nilai slope yang diperoleh dari persamaan regresi linier.

Penentuan nilai z0 adalah sebagai berikut:

a = ln z0 maka,

z0= exp(a) (7) a merupakan nilai intersep yang diperoleh dari persamaan regresi linier.

3.3.4 Koefisien Transfer Momentum

(Km)

Berdasarkan nilai parameter u* dapat

ditentukan nilai Km dengan persamaan berikut

(Thom 1975; Schwerdtfeger 1976;

Arya 2001):

Km(z) = k z u∗ (8) Keterangan :

Km : eddy viscosity (m2 s-1)

k : konstanta Von Karman sebesar 0.4

u* : kecepatan kasap (m s-1)

z : tinggi pengukuran (meter)

Pada kondisi atmosfer netral, Km sama

dengan KE, di mana KE adalah koefisien

transfer untuk uap air (evapotranspirasi) (June 2012).

3.3.5 Transfer Turbulen

Setelah analisis profil kecepatan angin dilakukan pada kondisi atmosfer netral dan

nilai Km diperoleh, maka dapat diaplikasikan

untuk menghitung transfer momentum (

)

dan

bahang (QH).

3.3.5.1Transfer Momentum (

)

Transfer momentum dapat dihitung

dengan persamaan berikut (Oke 1978; June 2012):

τ

=

ρ

K

m∂ u

∂z (9)

Keterangan :

τ : transfer momentum (N m-2)

Km : eddy viscosity (m2 s-1)

ρ : kerapatan udara (kg m-3)

(22)

Gambar 7 Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor: a) sebelah Utara,

b) sebelah Barat, c) sebelah Selatan, dan d) sebelah Timur (Sumber: Google Earth dan

foto pribadi).

b

a

d

c

(23)

Gambar 8 Curah hujan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

3.3.5.2Transfer Bahang (QH)

Transfer bahang dapat ditentukan dengan persamaan berikut (Oke 1978; June 2012):

Q

H

=

ρ

C

p

k

2

u2u1 θ2−θ1

ln z 2−d

z 1−d 2

φmφs

(10)

Keterangan :

QH : transfer bahang (MJ m-2 hari-1)

u : kecepatan angin (m s-1)

θ : suhu potensial (K)

d : perpindahan bidang nol (meter)

Cp : bahang spesifik udara kering pada

tekanan konstan (1004.67 J K-1 kg-1)

s : dimensionless gradient of θ

m : dimensionless wind shear

ρ : kerapatan udara (kg m-3)

(June 2012)

ρ

= 1.293273.15 T

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga,

Bogor berada pada 06o 33 LS dan 106o 45 BT

dengan ketinggian tempat 207 meter di atas permukaan laut. Stasiun Klimatologi tersebut berada di sekitar wilayah pertanian yang pada umumnya ditanami dengan tanaman padi, jagung, kacang-kacangan, dan lain-lain. Letak geografisnya adalah pada sisi utara, selatan, dan timur berbatasan dengan lahan pertanian, serta sisi barat dibatasi oleh pepohonan dengan ketinggian ± 5 meter (Gambar 7).

4.2 Identifikasi Faktor-Faktor Cuaca

Wilayah Penelitian pada Tahun 2011

4.2.1 Curah Hujan

Presipitasi yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah curah hujan. Pengelompokan curah hujan

berdasarkan dasarian digunakan untuk

menentukan awal periode hujan dan periode kemarau di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Penentuan tersebut didasarkan pada ketentuan BMKG (2012), yaitu periode hujan ditandai dengan curah hujan yang terjadi dalam satu dasarian sebesar 50 mm atau lebih yang diikuti oleh dasarian berikutnya, atau dalam satu bulan terjadi lebih dari 150 mm. Sebaliknya, pada periode kemarau ditandai dengan curah hujan yang terjadi kurang dari 50 mm dalam satu dasarian atau kurang dari 150 mm dalam satu bulan. Kisaran curah hujan per bulan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah 76.5-457.70 mm.

Distribusi curah hujan berdasarkan

(24)

4.2.2 Radiasi Matahari

Gambar 9 Intensitas radiasi matahari

wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Radiasi matahari yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah total intensitas radiasi matahari selama 1 hari sejak matahari terbit hingga terbenam. Distribusi intensitas radiasi matahari bulanan

(MJ m-2) di wilayah Situ Gede, Darmaga,

Bogor tidak mengalami fluktuasi yang signifikan (Gambar 9).

Intensitas radiasi matahari terendah terjadi

pada bulan Januari sebesar 300 MJ m-2,

sedangkan intensitas radiasi matahari tertinggi terjadi pada bulan Agustus sebesar 463 MJ

m-2. Hal ini menunjukkan intensitas radiasi

matahari yang diterima oleh bumi pada bulan Agustus lebih banyak dibandingkan pada bulan Januari. Pada bulan Agustus di wilayah

Situ Gede, Darmaga, Bogor sedang

mengalami periode kemarau, sehingga

intensitas radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi lebih besar. Hal ini disebabkan oleh kondisi perawanan. Pada

periode kemarau jarang sekali terjadi

penutupan awan, sehingga radiasi matahari yang datang lebih banyak diserap oleh permukaan bumi dibandingkan diserap oleh awan. Namun pada bulan Januari dasarian 1 hingga dasarian 2, wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor mengalami periode hujan, sehingga sering terjadi penutupan awan. Oleh karena itu, radiasi matahari yang masuk lebih banyak diserap oleh permukaan awan dibandingkan oleh permukaan bumi.

Selain itu, intensitas radiasi matahari dipengaruhi oleh letak geografis suatu wilayah. Wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor merupakan wilayah yang dikelilingi oleh pegunungan. Hal ini sangat mempengaruhi intensitas radiasi matahari yang diterima di wilayah Situ Gede, Darmaga Bogor karena radiasi matahari yang dipancarkan matahari terhalang oleh lereng gunung, sehingga intensitas radiasi matahari yang diterima lebih sedikit.

4.2.3 Suhu Udara

Gambar 10 Profil suhu udara bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

(a)

(b)

(c)

Gambar 11 Profil suhu udara bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

0 100 200 300 400 500

J F M A M J J A S O N D

In te n si tas R ad ias i M at ah ar i (M Jm -2) Bulan 25.2 25.4 25.6 25.8 26.0 26.2

J F M A M J J A S O N D

Suhu U dar a ( oC) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

25.0 25.6 26.2 26.8 27.4 28.0

J F M A M J J A S O N D

S u h u U d ar a ( oC) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

25.0 26.0 27.0 28.0

J F M A M J J A S O N D

S u h u U d ar a ( oC) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

25.7 26.1 26.5 26.9 27.3 27.7

J F M A M J J A S O N D

S u h u U d ar a ( oC) Bulan

(25)

Suhu udara yang terukur di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor adalah suhu bola kering. Suhu bola kering ini digunakan untuk menghitung suhu udara potensial. Suhu udara potensial ini dinyatakan sebagai suhu udara. Suhu udara diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Profil suhu udara rataan bulanan memiliki gradien yang kecil (Gambar 10). Kecilnya gradien antar ketinggian terjadi karena suhu udara rataan diambil dari pengukuran pada kondisi atmosfer netral, stabil, dan tidak stabil. Gradien yang besar terjadi pada kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil (Gambar 11).

Berdasarkan teori, suhu udara semakin menurun dengan bertambahnya ketinggian. Namun dengan adanya turbulensi sering kali perbedaan dengan ketinggian menjadi sangat kecil dan tidak terdeteksi oleh sensor pada pengukuran sesaat, terutama pada kondisi atmosfer netral. Hal ini terlihat suhu udara pada ketinggian 4 meter dan 7 meter relatif sama, tetapi suhu udara pada ketinggian 10 meter relatif lebih rendah dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi pada saat pengukuran, sehingga terjadi

turbulensi yang secara efektif akan

mentransfer bahang di dekat permukaan ke lapisan udara di atasnya. Berdasarkan hal tersebut beberapa data suhu udara pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada ketinggian lainnya.

Gambar 12 Profil suhu udara bulanan

(rataan 4-10 meter) berdasarkan

tiga waktu pengamatan di

wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Perubahan suhu udara berdasarkan tiga waktu pengamatan menunjukkan suhu udara

pada pukul 14.00 WS lebih tinggi

dibandingkan suhu udara pada pukul

18.00 WS dan pukul 07.00 WS (Gambar 12). Hal tersebut menunjukkan suhu udara pada pukul 14.00 WS merupakan suhu udara maksimum. Suhu udara akan mencapai maksimum setelah terjadi radiasi matahari

mencapai maksimum. Sebelum suhu udara maksimum, radiasi matahari datang masih lebih besar daripada radiasi yang keluar berupa pantulan gelombang pendek dan pancaran radiasi bumi berupa gelombang panjang (radiasi netto positif), sehingga pemanasan udara (H) berlangsung terus, meskipun radiasi matahari maksimum telah terjadi sekitar pukul 12.00 WS. Hal tersebut menunjukkan adanya keterlambatan waktu (time lag) antara radiasi matahari maksimum dan suhu udara maksimum sekitar 2 jam.

Suhu udara pada pukul 18.00 WS lebih tinggi dibandingkan suhu udara pada pukul 07.00 WS. Pada sore hari tepatnya pukul 18.00 WS, radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radiasi yang datang (radiasi netto negatif), sehingga suhu udara pada sore hari rendah dan terus menurun hingga tercapai suhu udara minimum pada pagi hari.

Pada pagi hari tepatnya pukul 07.00 WS terjadi suhu udara terendah. Hal ini karena radiasi yang diterima masih kecil dan energi yang tersedia pada hari sebelumnya telah digunakan untuk pemanasan dan pemancaran radiasi gelombang panjang dengan tanpa adanya tambahan energi matahari pada malam hari. Hal ini berarti radiasi yang keluar lebih besar dibandingkan radisi yang datang, sehingga terjadi suhu udara terendah pada pagi hari.

4.2.4 Kelembaban Udara

Gambar 13 Profil kelembaban relatif bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Penentuan kelembaban relatif (RH)

diperoleh berdasarkan pengukuran pada suhu

bola kering (TBK) dan suhu bola basah (TBB)

dengan menggunakan metode psikrometri.

Kelembaban relatif diurnal mengalami

fluktuasi yang sangat nyata terhadap waktu, sedangkan profil kelembaban relatif terhadap tiga ketinggian pengukuran memiliki gradien yang kecil (Gambar 13).

21.5 24.5 27.5 30.5

J F M A M J J A S O N D

S u h u U d ara ( oC) Bulan

Pukul 07.00 Pukul 14.00 Pukul 18.00

69 74 79 84

J F M A M J J A S O N D

R H (% ) Bulan

(26)

Berdasarkan profil kelembaban relatif,

perubahan kelembaban relatif terhadap

ketinggian tidak selalu konstan. Kelembaban relatif rata-rata pada ketinggian 7 meter lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif pada ketinggian 4 meter dan 10 meter. Hal ini dipengaruhi oleh adanya transfer uap air yang besar pada lapisan atmosfer di ketinggian 7 meter, sehingga menyebabkan kapasitas uap air menurun. Penurunan kapasitas uap air udara menyebabkan rendahnya tekanan uap air, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih tinggi.

Gambar 14 Profil kelembaban relatif bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan

tiga waktu pengamatan di

wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Kelembaban relatif berdasarkan tiga waktu pengamatan menunjukkan kelembaban relatif

pada pukul 07.00 WS lebih tinggi

dibandingkan pada pukul 18.00 WS dan pukul 14.00 WS (Gambar 14). Hal tersebut berarti kelembaban relatif pada pukul 07.00 WS merupakan kelembaban relatif tertinggi dari tiga waktu pengamatan pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor. Pada pukul 07.00

WS, kondisi permukaan bumi belum

menerima radiasi matahari, sehingga suhu

udara cenderung lebih rendah dan

mengakibatkan parsel udara menyusut. Hal tersebut menyebabkan kapasitas uap air menurun. Penurunan kapasitas uap air udara menyebabkan rendahnya tekanan uap air, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih tinggi.

Namun pada pukul 18.00 WS, kelembaban relatif lebih dipengaruhi oleh berkurangnya intensitas radiasi matahari yang menyebabkan suhu udara semakin menurun dan hanya mendapatkan pancaran radiasi bumi saja. Kemampuan radiasi bumi untuk memanaskan udara di atmosfer kurang efektif dibandingkan pemanasan dari radiasi matahari, sehingga suhu udara menurun menjelang sore hari. Oleh karena itu, kelembaban relatif menjadi tinggi.

Pada siang hari tepatnya pukul 14.00 WS

merupakan kondisi permukaan bumi

mencapai suhu udara maksimum akibat pancaran radiasi matahari yang intensif. Hal tersebut mengakibatkan parsel udara mudah mengembang dan naik ke lapisan udara paling tinggi yang memiliki tekanan udara paling rendah, sehingga menyebabkan kapasitas uap air meningkat. Peningkatan kapasitas uap air udara ini menyebabkan tekanan uap air menjadi rendah, sehingga kelembaban relatif cenderung lebih rendah.

Distribusi kelembaban relatif bulanan di

wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor

(Gambar 13). Kelembaban relatif tertinggi terjadi pada periode hujan, yaitu antara bulan Januari hingga Januari dasarian 2, kemudian April hingga Juli dasarian 2, dan berlanjut bulan Oktober dasarian 2 hingga Desember, sedangkan kelembaban relatif terendah pada periode kemarau, yaitu antara bulan Januari dasarian 3 hingga Maret dan berlanjut bulan Juli dasarian 3 hingga hingga Oktober dasarian 1.

Pada periode hujan, kelembaban relatif lebih tinggi dibandingkan kelembaban relatif pada periode kemarau. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi cuaca. Pada periode hujan lebih banyak terjadi hari hujan dibandingkan pada periode kemarau. Hujan tersebut akan menyebabkan suhu udara dan radiasi matahari menurun. Hal tersebut dipengaruhi adanya penutupan oleh awan, sehingga radiasi matahari tidak dapat masuk ke permukaan

bumi secara maksimum. Hal tersebut

menyebabkan kelembaban relatif tinggi terjadi pada periode hujan.

Pada periode kemarau terjadi RH terendah karena pada periode tersebut permukaan bumi akan lebih banyak menerima radiasi matahari.

Radiasi yang intensif tersebut akan

menyebabkan suhu udara lebih tinggi, sehingga udara akan mengembang. Kapasitas uap air akan meningkat dan menyebabkan tekanan uap air jenuh juga meningkat. Hal tersebut menyebabkan kelembaban relatif menjadi lebih rendah.

4.2.5 Kecepatan dan Arah Angin

Pengamatan angin yang diamati di Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor berupa arah dan kecepatan angin. Penentuan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede,

Darmaga, Bogor digunakan untuk

menentukan arah angin dominan di wilayah tersebut.

Perubahan arah angin setiap bulan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor, yaitu

51 61 71 81 91

J F M A M J J A S O N D

R H (% ) Bulan

(27)

angin lebih banyak bertiup dari arah barat terjadi pada bulan Januari hingga Mei, dan berlanjut pada bulan Desember, sedangkan angin yang bertiup dari arah utara terjadi pada bulan Juni hingga November. Oleh karena itu, arah angin dominan wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah utara dan barat.

Kecepatan angin diurnal bervariasi dari waktu ke waktu. Profil kecepatan angin rataan bulanan memiliki gradien yang tidak terlalu besar (Gambar 15). Hal tersebut karena

kecepatan angin rataan diambil dari

pengukuran pada kondisi atmosfer netral, stabil, dan tidak stabil. Gradien yang besar terjadi pada kondisi atmosfer stabil dan tidak stabil (Gambar 16).

Distribusi kecepatan angin berdasarkan tiga ketinggian pengukuran menunjukkan kecepatan angin pada ketinggian 10 meter lebih tinggi dibandingkan kecepatan angin pada ketinggian 7 meter dan 4 meter (Gambar 15). Hal ini menunjukkan bahwa

kecepatan angin meningkat secara

eksponensial terhadap ketinggian. Hal ini berarti semakin jauh dari permukaan, maka kecepatan anginnya semakin tinggi. Hal ini

dipengaruhi oleh besarnya kekasapan.

Permukaan yang kasar akan mengakibatkan kecepatan angin menjadi kecil karena memiliki gaya gesek yang besar. Gaya gesek ini memperlambat gerakan udara karena gaya gesek ini bekerja pada arah yang berlawanan dengan arah gerak udara, yaitu dalam hal ini angin. Oleh karena itu, semakin bertambahnya ketinggian, maka gaya gesek semakin berkurang, sehingga kecepatan angin akan meningkat.

Kecepatan angin diurnal mengalami fluktuasi setiap saat. Kecepatan angin akan meningkat berdasarkan waktu, pada pagi hari kecepatan angin relatif rendah, kemudian menjelang siang hari hingga sore hari

kecepatan angin semakin meningkat

(Gambar 17). Hal tersebut dipengaruhi oleh intensitas radiasi matahari. Pada siang hari,

intensitas radiasi matahari akan

mempengaruhi peningkatan suhu udara, sehingga terjadi peningkatan kecepatan angin di permukaan. Intensitas radiasi matahari semakin rendah menjelang sore hari, tetapi kecepatan angin semakin tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi permukaan yang dipancarkan oleh permukaan bumi, sehingga kecepatan anginnya tinggi. Pada malam hari, kecepatan angin tidak dipengaruhi oleh

intensitas radiasi matahari, sehingga

kecepatan anginnya lebih kecil.

Gambar 15 Profil kecepatan angin bulanan pada berbagai ketinggian di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

(a)

(b)

(c)

Gambar 16 Profil kecepatan angin bulanan pada stabilitas atmosfer (a) netral, (b) stabil, dan (c) tidak stabil di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

0.6 0.9 1.2 1.5 1.8

J F M A M J J A S O N D

u (m /s ) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

0.5 0.7 0.9 1.1 1.3

J F M A M J J A S O N D

u (m s -1) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

0.6 0.9 1.2 1.5

J F M A M J J A S O N D

u (m s -1) Bulan

Ketinggian 4 meter Ketinggian 7 meter Ketinggian 10 meter

0.5 0.7 0.9 1.1 1.3 1.5

J F M A M J J A S O N D

u (m s -1) Bulan

(28)

Tabel 1 Stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan dan periode kemarau.

Pukul (WS)

Periode Hujan Periode Kemarau

Range Ri Kriteria Range Ri Kriteria

Pukul 07.00 0.02 s.d. 1.42 Stabil 0.06 s.d. 0.82 Stabil

Pukul 14.00 -0.9 s.d. -0.02 Tidak Stabil -0.75 s.d. -0.09 Tidak Stabil

Pukul 18.00 -0.61 s.d. -0.02 Tidak Stabil -0.84 s.d. -0.02 Tidak Stabil

Stabilitas rata-rata 0.02 s.d. 1.42 Stabil -0.91 s.d. -0.02 Tidak Stabil

Gambar 17 Profil kecepatan angin bulanan (rataan 4-10 meter) berdasarkan

tiga waktu pengamatan di

wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada tahun 2011.

Distribusi kecepatan angin bulanan di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor pada periode hujan lebih tinggi dibandingkan pada periode kemarau. Hal tersebut disebabkan oleh radiasi matahari (radiasi gelombang pendek) dan radiasi permukaan bumi (radiasi gelombang panjang). Pada periode hujan sering terjadi terbentuk awan di wilayah tersebut yang akan mengembalikan radiasi gelombang panjang dari permukaan, sehingga suhu di permukaan lebih tinggi dibandingkan suhu udaranya, meskipun radiasi matahari yang diterima tidak terlalu tinggi. Suhu di

permukaan yang tinggi, maka akan

menyebabkan tekanan udaranya rendah. Oleh karena itu, angin akan bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke bertekanan rendah, sehingga kecepatan angin menjadi tinggi di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor karena lebih banyak mendapatkan distribusi angin dari wilayah yang bertekanan tinggi. Hal tersebut sering terjadi turbulensi pada periode hujan yang menyebabkan tanaman padi menjadi rebah. Sebaliknya, pada periode kemarau jarang terjadi terbentuk awan di wilayah tersebut, sehingga radiasi yang dipancarkan oleh permukaan bumi lebih banyak yang hilang ke atmosfer. Hal tersebut menyebabkan suhu di permukaan relatif

rendah dibandingkan suhu udaranya,

meskipun radiasi matahari yang diterima cukup tinggi. Suhu di permukaan yang

rendah, maka akan menyebabkan tekanan udaranya tinggi, sehingga angin akan bergerak dari wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor yang bertekanan tinggi menuju wilayah yang bertekanan rendah. Oleh karena itu, kecepatan angin pada wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor rendah.

4.3 Stabilitas Atmosfer

Stabilitas atmosfer dinamis ditentukan

dengan angka Richardson (Ri). Berdasarkan

angka tersebut terbagi atas tiga kategori stabilitas atmosfer, yaitu netral (Ri ± 0.01), stabil (Ri positif), dan tidak stabil (Ri negatif). Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh stabilitas atmosfer di wilayah Situ Gede, Darmaga, Bogor adalah netral, stabil dan tidak stabil. Namun untuk stabilitas atmosfer netral ini terjadi dengan tingkat kejadian yang rendah, yaitu hanya sebesar 25% dari total data hasil pengolahan stabilitas atmosfer. Meskipun data pada saat stabilitas atmosfer netral tidak terlalu banyak, data pada kondisi

tersebut digunakan untuk menentukan

parameter karakteristik kekasapan permukaan

(d, z0, dan u*). Hal itu karena pada saat

stabilitas atmosfer netral profil anginnya logaritmik dan juga tidak adanya pengaruh

buoyancy, sehingga hanya ada pengaruh dari karakteristik permukaan saja.

Stabilitas atmosfer stabil terjadi pada pagi hari (pukul 07.00 WS), sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil terjadi pada siang hari (pukul 14.00 WS) dan sore hari (pukul 18.00 WS). Namun secara umum, stabilitas atmosfer stabil lebih banyak terjadi pada periode hujan, sedangkan stabilitas atmosfer tidak stabil terjadi pada periode kemarau.

Pada periode hujan, radiasi matahari yang dipancarkan ke permukaan bumi berkurang karena lebih banyak diserap oleh awan, sehingga menyebabkan semakin berkurangnya

pemanasan oleh radiasi matahari dan

permukaan bumi mengalami pendinginan. Hal tersebut mengakibatkan kerapatan udara semakin rapat, sehingga parsel udara yang mula-mula naik akan cenderung turun kembali. Kondisi stabil ini mengalami inversi

0.4 0.8 1.2 1.6 2.0 2.4

J F M A M J J A S O N D

u ( m /s ) Bulan

(29)

suhu yang besar, peningkatan gradien angin, dan tidak terjadi olakan secara vertikal.

Pada periode kemarau, permukaan bumi lebih intensif menerima radiasi matahari, sehingga parsel udara mengembang. Hal ini

mengakibatkan kerapatannya semakin

merenggang, sehingga menyebabkan parsel udara akan naik hingga batas ketinggian tertentu. Kondisi tidak stabil ini terjadi olakan secara vertikal, sehingga sangat efektif terjadinya percampuran bahang antar lapisan di atasnya.

(a) Zero-plane Displacement

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

d

(m

)

u (m s-1)

d (periode hujan)

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

d

(m

)

u (m s-1)

d (periode kemarau)

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

z0

(m

)

u (m s-1)

(30)

(b) Roughness Length

(c) Friction Velocity

Gambar 18 Hubungan antara parameter karakteristik kekasapan (d, z0, dan u*) dan kecepatan

angin (u) pada periode hujan (atas) dan periode kemarau (bawah).

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

z0

(m

)

u (m s-1)

zo (periode kemarau)

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

u

*

(

m

s

-1)

u (m s-1)

u*(periode hujan)

0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5

u

*

(

m

s

-1)

u (m s-1)

[image:30.595.109.488.79.7

Gambar

Gambar 2 Termometer maksimum, termo-meter minimum, termometer bola kering, dan termometer bola basah (Sumber: foto pribadi)
Gambar 3 (a) Cup counter anemometer dan
Gambar 5  Penakar hujan tipe observatorium
Gambar 7  Lokasi Stasiun Klimatologi Klas I, Darmaga, Bogor: a) sebelah Utara,
+7

Referensi

Dokumen terkait