• Tidak ada hasil yang ditemukan

Local Institutional Effectiveness Againts Tourism Management System (Studies in Gili Trawangan, Gili Indah Village, Pamenang District, Nusa Tenggara Barat Province)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Local Institutional Effectiveness Againts Tourism Management System (Studies in Gili Trawangan, Gili Indah Village, Pamenang District, Nusa Tenggara Barat Province)"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Oleh :

DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

DRUCELLA BENALA DYAHATI Local Institutional Effectiveness Againts Tourism Management System (Studies in Gili Trawangan, Gili Indah Village, Pamenang District, Nusa Tenggara Barat Province). Guided by ARYA HADI DHARMAWAN.

This research analyzes the effectiveness of local institutional to manage tourism activity in Gili Trawangan. Awig-awig is the local institutional in gili trawangan. This research focused on influence of awig-awig to handle tourism management system. This research uses qualitative and quantitative methods. Respondents in this studyis that tourists who visit Gili Trawangan shelled by the total respondents were 60 persons. Respondent is chosen with accidental random sampling. This research goal are: (1) knowing what kind of local institutional in Gili Trawangan, (2)analyze the relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist (3) analyze the effectiveness of local institutional in Gili Trawangan. The result of this research show the local institutional in Gili Trawangan effective to control tourism behavior and activity in Gili Trawangan. There is relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist. The low number of violations show the effectiveness of local institutional. good tourism behaviour impacts to the good environments in Gili Trawangan.

(3)

Pengelolaan Pariwisata (Studi Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Nusa Tenggara Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN.

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan. Dengan cara mengetahui bentuk kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan, mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara dengan tingkat pelanggaran terhadap aturan lokal, dan mengetahui tingkat efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan.

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan mancanegara dan domestik.

Gili Trawangan tidak hanya mempunyai keindahan alam yang indah, tetapi Gili Trawangan mempunyai sebuah bentuk kelembagaan lokal yang mengelola pariwisata. Awig-awig merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu aturan lokal tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan atas dasar kesepakatan bersama. Awig-awig dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan dari dampak negatif yang akan ditimbulkan kegiatan pariwisata. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat ruang lingkup, yaitu: awig-awig darat yang berisi tentang aturan-aturan yang khusus melindungi lingkungan darat Gili Trawangan, yang kedua awig-awig laut yaitu berisi aturan-aturan yang dibuat untuk melindungi lingkungan laut, yang ketiga merupakan awig-awig gubuk yang berisi khusus aturan mengenai tindakan kriminal dan yang keempat merupakan awig-awig pergaulan sosial yang berisi tentang aturan-aturan tata prilaku atau pergaulan di Gili trawangan. Sanksi merupakan wujud kontrol dari awig-awig dan awig-awig-awig-awig disosialisasikan secara lisan oleh masyarakat.

(4)

iv

pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal menunjukan sebarapa efektif aturan lokal mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik, dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik.

(5)

(Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Provinsi Nusa Tenggara Barat)

Oleh :

DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Drucella Benala Dyahati

NIM : I34080130

Judul Skripsi : Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat)

Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr NIP. 19630914 199003 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003

(7)

“EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (STUDI DI GILI TRAWANGAN, DESA GILI INDAH, KECAMATAN PAMENANG, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT)” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN BIMBINGAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.

Bogor, Oktober 2012

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah penulis bernama Endang Husaini Achmad Syah dan Ibu penulis bernama Raden Ajeng Hangesti Emi Widyasari. Penulis Lahir di Bogor pada tanggal 25 November 1991, Penulis menamatkan sekolah di Playgroup Salman Alfarisi 1994-1995, TK Salman Alfarisi pada tahun1995-1996, SDN Tapos 2 pada tahun 1996-1999, SDN Ciriung I pada tahun 1999-2000, SDIT Insan Kamil pada tahun 2000-2002, SMP N 6 Bogor pada tahun 2002-2005, SMA N 9 Bogor pada tahun 2005-2008.

(9)

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada AllahSWT yang telah memberikan pertolongan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah ke Nabiyullah Muhammad SAW. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan ucapan terimakasih kepada Endang Husaini, RA. Hangesti E Widyasari dan Dipasena Yanuaresta yang senantiasa berdoa dan melimpahkan kasih sayangnya bagi penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan laporan ini.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Sebagaimana diketahui, kelembagaan lokal dalam sistem pengelolaan pariwisata suatu daerah cukup berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan juga terhadap kunjungan wisatawan.

Bogor, Oktober 2012

(10)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak baik secara moral maupun material, dalam bentuk dorongan, semangat, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini kepada:

1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar memberi arahan, nasehat, bimbingan, memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan skripsi.

2. Bapak Arif Satria, Martua Sihaloho dan Dosen serta Staff Pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk digunakan nantinya

3. Ayahanda Endang Husaini dan Ibunda RA. Hangesti E Widyasari yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang yang amat berlipat yang menjadikan penulis bisa seperti sekarang.

4. Adikku tersayang Dipasena Yanuaresta yang selalu mau mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan semangat serta kata-kata yang dapat menghibur dan menentramkan hati penulis serta menghadirkan gelak tawa.

5. Kepada seluruh keluarga besar RM. Soegiarto Prawiro Kusumo, keluarga besar Yusuf Achmad Syah dan Keluarga besar H.M Tohir yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan selalu menjadi penyemangat untuk penulis.

6. Sahabat-Sahabat terbaik Institut Pertanian Bogor, Lia Yulistiana, Yuviani Kusumawardani, Genadri, dan Anisa Nadia yang selalu bersedia mendengarkan keluh kesah dan menenangkan serta menghibur hati penulis.

7. Terima kasih kepada pihak-pihak pemerintahan Lombok, Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, BKKPN dan masyarakat di Gili Trawangan, Pak Taufik sebagai Kepala Desa, Pak Marwi sebagai Kepala Dusun, Bang Basok pemilik Sama-Sama Café dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian.

(11)

9. Terima kasih kepada Mohni sebagai pimpinan Lombok Dive serta kru Lombok Dive yang telah bersedia memfasilitasi penelitian saya dan memberi banyak ilmu kepada penulis serta teman berbagi selama penelitian.

10.Terima kasih kepada Jose Poernomo seorang sutradara dan akademika yang sangat luar biasa memberikan waktu, dorongan serta selalu memberikan arahan ke arah yang lebih baik kepada penulis.

11.Terimakasih kepada Paulus Tanu dan Hendra sebagai owner dari Pelangi Manajemen yang sudah membantu memfasilitasi penelitian saya serta dukungan dan semangat dari teman-teman model satu manajemen, Elfrida, Tania, Olivia, Indah, Triska, dan teman-teman model yang lain. Terima kasih kepada Nophe, Sebastian Braun, Iwan putuhena, Pungky dan para rekan-rekan fotografer yang senantiasa memberi semangat.

12.Terimakasih kepada Bastian dari PT. Rajawali Corpora yang telah memberi dukungan yang luar biasa selama proses penulisan.

13.Teman-teman sebimbingan Niko Ramadhana, Aldila Adelia, Putri Ekasari dan Agung Muhamad Hidayah terima kasih untuk seluruh dukungan dan selalu mau mendengarkan dan mengatasi kebingungan penulis

14.Sahabat-sahabat terbaik para mahasiswa SKPM45. Terimakasih untuk seluruh moment-moment terindah selama di SKPM, untuk semua semangat, bantuan serta dorongan yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menjalankan karir non akademis dan menyelesaikan kewajiban akademik.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan sumbangan nyata untuk perbaikan sistem pengelolaan pariwisata di Indonesia.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah Penelitian ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Kegunaan Penelitian ... 4

BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ... 5

2.1.1 Pariwisata ... 5

2.1.1.1 Pengertian Pariwisata ... 5

2.1.1.2 Dampak Pariwisata ..………... 5

2.1.2 Pengertian Ekowisata ..………... 8

2.1.3 Masyarakat Adat ... 9

2.1.4 Kearifan Lokal ... 10

2.1.5 Pengertian Kelembagaan ………... 11

2.1.6 Nilai dan Norma …………... 13

2.1.7 Interaksi Sosial ………... 14

2.2 Kerangka Pemikiran ... 14

2.3 Hipotesis Penelitian ... 17

2.4 Definisi Operasional ... 17

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian ... 3.2 Lokasi dan Waktu ... 20 20 3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 21

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 22

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gili Trawangan ... 23

4.2 Letak dan Luas ... 24

4.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ... 24

4.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata ... 25

(13)

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan ... 28

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan, 2011 ... 24

Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan ... 25

Tabel 4.3 Lama Kunjungan Wisatawan ... 26

Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan ... 27

Tabel 6.1 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4 ... 34

Tabel 6.2 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4... 38

Tabel 6.3 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 1... 41

(15)
(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar-gambar Penelitian ... 56

Lampiran 2. Kerangka Sampling ... 59

Lampiran 3. Kuesioner ... 61

(17)

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara megabiodiversiti kedua di dunia, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Indonesia merupakan negara yang mempunyai sejuta potensi keunikan alam dan budaya yang melimpah. Indonesia mempunyai potensi besar dalam perkembangan pariwisata. Pariwisata mulai tampak ketika pembangunan sarana dan prasarana mulai gencar dilakukan diberbagai daerah wisata. Pariwisata sebagai industri mulai gencar dilakukan ketika banyak wisatawan yang tertarik untuk datang ketempat wisata dan melakukan beberapa transaksi. Dalam melakukan beberapa transaksi terciptalah sebuah kegiatan ekonomi dalam industri pariwisata. Kegiatan ekonomi dalam sektor ini telah berhasil memperbesar penerimaan devisa negara, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta berperan mendorong pembangunan prasarana dan sarana didaerah, merupakan segi positif yang berkaitan dengan ekonomi fisik dan perolehan devisa. Bila dilihat dari Undang Undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yang menjadi acuan dari setiap perencanaan pembangunan ditingkat daerah berdasarkan kewenangan otonomi. Mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut.

(18)

2

pengelolaan pariwisata. Pariwisata dalam suatu daerah dapat lestari bila terdapat kelembagaan yang baik serta berperan penting dalam pengelolaan pariwisata. Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Kelembagaan tersebut mencangkup kelembagaan formal dan kelembagaan informal, dimana dalam kelembagaan informal terdapat kelembagaan lokal yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dan kelembagaan formal datang dari pemerintahan.

Kelembagaan lokal dapat mejadi jalur alternatif yang baik bagi sistem pengelolaan pariwisata, karena aturan lokal yang datang dari dalam diri masyarakat setempat sendiri akan mempermudah menjalankan aturan tersebut sesuai nilai dan norma masyarakat itu dan di damping oleh sosialisasi dan kontrol yang baik. Menurut Braun (2008) mengatakan bahwa aturan formal sering kali di tolak oleh masyarakat dan tidak cocok dengan aturan informal. Dalam sistem pengelolaan pariwisata sangat perlu sistem manajemen yang baik dan berasal dari masyarakat lokal sehingga tercipta sistem pengelolaan yang lebih baik bagi lingkungan masyarakat lokal. Menurut Aulia (2010) mengatakan bahwa kearifan lokal tetap dipertahankan masyarakat dan efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat dan alam. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal dapat menjadikan pariwisata menjadi lebih terorganisir dengan baik dan meminimalisir dampak negatif dari pariwisata. Kelembagaan yang baik dalam sistem pengelolaan tidak lupa didukung oleh sosialisasi dan kontrol yang baik sehingga kelembagaan dapat berjalan efektif.

1.2 Masalah Penelitian

(19)

pulau Gili Trawangan Lombok masih terpengaruh limpahan wisatawan yang pergi ke pulau Bali, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pariwisata di Pulau Gili Trawangan Lombok dapat berkembang tanpa pengaruh dari pulau Bali. Gili Trawangan mempunyai aturan lokal yang biasa disebut “Awig-awig”. Awig- awig berisi berbagai tata aturan yang dibentuk untuk melindungi dan menjaga keutuhan Gili Trawangan. Gili Trawangan yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat ini telah membuat sebuah keputusan nomor 12/pem.1.1./06/1998 tanggal September 1998 tentang awig-awig pemeliharaan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Keputusan desa ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian ini menimbang keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan.

Awig-awig membuktikan bahwa ada perhatian masyarakat untuk menjaga keutuhan Gili Trawangan dengan pembuatan aturan lokal. Awig-Awig ini merupakan salah satu pagar dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan daya tarik pariwisata di daerah tersebut. Gili trawangan memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi, keindahan alam yang indah dan alami dapat menaruk turis domestik maupun mancanegara untuk datang berwisata ke Gili Trawangan. Gili Trawangan akan mendapat imbas negatif dari pariwisata bila tidak dikelola sistem kelembagaan yang baik. Oleh karena itu diperlukan aturan lokal sebagai bentuk kelembagaan lokal untuk mengelola pariwisata pada daerah tersebut. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, adapun pertanyaan penelitian studi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kelembagaan lokal yang mengatur perilaku wisatawan?

2. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggaran awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan domestik?

(20)

4

1.3 Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan adalah menganalisis efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Tujuan utama tersebut didukung dengan tujuan-tujuan khusus lainnya, yaitu

1. Mengetahui kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan.

2. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggarab awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik.

3. Mengetahui seberapa dalam efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan.

1.4 Kegunaan Penulisan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang berminat maupun yang terkait dengan masalah sistem pengelolaan ekowisata khususnya kepada:

1. Peneliti dan Civitas Akademika

Penelitian ini merupakan proses belajar bagi peneliti dalam menganalisis efektivitas kelembagaan terhadap sistem pengelolaan pariwisata dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi penelitian sejenisnya.

2. Masyarakat

Hasil penelitian ini semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai permasalahan pariwisata serta kelestariannya.

3. Pemerintah

(21)

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata

2.1.1.1 Pengertian Pariwisata

Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untu berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Pariwisata merupakan sebuah kegiatan atau industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam hal peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup serta stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pada dasarnya tujuan banyak negara mengembangkan sektor pariwisata adalah untuk memperluas kesempatan kerja dan lapangan usaha, penerimaan devisa negara, dan mendorong pembangunan daerah. Pada sisi lain kita harus memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pariwisata.

2.1.1.2 Dampak Pariwisata

(22)

6

Namun, usaha-usaha ekonomi tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan ketimpangan pada aspek sosial dan ekologis di daerah wisata tersebut. Masuknya wisatawan kedalam daerah wisata membawa sampah serta kebisingan yang akan terus bertambah bila tidak dikelola dengan kelembagaan lokal yang kuat. Bila hal itu terus masuk tanpa ada kelembagaan lokal yang memagari, akan menimbulkan gangguan terhadap sektor sosial dan ekologis. Selain konflik yang ditimbulkan akibat korelasi dari dampak ekonomi, sosial dan ekologis, aktifitas pariwisata berpotensi memicu terjadinya komersialisasi budaya dalam segala bentuk. Memudarnya nilai dan norma sosial dapat timbul karena masuknya pariwisata ke dalam satu kawasan. Pariwisata dapat menyebabkan perubahan sosial atau modernisasi sehingga menyebabkan memudarnya nila-nilai yang ada dalam masyarakat itu sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan kehilangan identitas, perubahan perilaku masyarakat, konflik sosial, hingga gangguan terhadap komunitas setempat baik fisik maupun nonfisik, serta pergeseran mata pencaharian.

Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata (termasuk ekowisata) memberikan beberapa dampak positif, yaitu (Yoeti 2008) :

1. Menciptakan kesempatan berusaha. 2. Menciptakan kesempatan kerja.

3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relative cukup besar.

4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB).

6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya.

7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya.

Pengembangan pariwisata (ekowisata) tidak saja memberikan dampak positif. Pariwisata juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008):

(23)

2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati.

3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya.

4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendua berkaos oblong dan bercelana kedodoran.

Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata dapat memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif :

a. Dampak ekowisata terhadap sosial-budaya :

Kegiatan ekowisata yang menyajikan kehidupan sosial budaya masyarakat, secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar tempat wisata. Dampak yang diberikan antara lain, dengan adanya kegiatan ekowisata, masyarakat semakin melestarikan budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan budaya dan adat istiadat akan semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi daerah mereka. Dampak tersebut merupakan dampak yang diharapkan dari kegiatan ekowisata. Akan tetapi, kegiatan ekowisata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lunturnya adat istiadat dan kebudayaan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan , dengan adanya ekowisata maka akan semakin terbukanya akses masyarakat terhadap dunia luar yang dibawa oleh para wisatawan. Hal ini dapat membuat masyarakat lokal yang tadinya menjungjung tinggi adat istiadat dan kebudayaan mereka, menjadi mulai tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar. Dampak negatif ini menjadi persoalan yang harus segera diatasi, mengingat kegiatan ekowisata tidak saja mempertontonkan keindahan alam, tetapi juga mempertunjukan kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar yang dianggap unik dan menarik bagi para wisatawan.

b. Dampak ekowisata terhadap ekonomi :

(24)

8

c. Dampak ekowisata terhadap lingkungan :

Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang menonjolkan kelestarian lingkungan menjadikan kegiatan ini lebih memperhatikan kondisi lingkungan daerah sekitar tempat wisata. Pemerintah daerah beserta aktor-aktor penunjang pariwisata lainnya berusaha melestarikan lingkungan dengan tujuan untuk menarik wisatawan. Keinginan wisatawan terhadap lingkungan hidup yang tenang, bersih dan jauh dari polusi menjadikan ekowisata banyak dipilih orang sebagai bentuk pariwisata yang diinginkan. Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab juga menuntut adanya keterlibatan dari wisatawan untuk ikut melestarikan daerah yang dijadikan tujuan wisata. Kegiatan pariwisata yang dulu hanya memikirkan keinginan dan kepuasan wisatawan tanpa memikirkan dampak yang dialami oleh lingkungan semakin lama semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, ekowisata secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar tempat wisata.

2.1.2 Pengertian Ekowisata

Ekowisata merupakan isu hangat di Indonesia, banyak orang yang mulai mengkampanyekan dan memulai produk ekowisata karena isu “back to nature" yang sedang gencar dikampanyekan. Pada saat ini ekowisata mulai berkembang, wisata tidak hanya sekedar melakukan pengamatan atas flora dan fauna yang ada dalam daerah tersebut tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia dapat membentuk suatu pandangan tentang pembangunan yang berkelanjutan, ekowisata merupakan sebuah konsep perjalanan wisata yang dikelola dalam sistem yang baik sehingga dapat menghasilkan kegiatan wisata yang memperhatikan kelestarian.

(25)

Ekowisata adalah pengembangan dari bentuk industri pariwisata yang menekankan pada upaya pelestarian lingkungan, berintepretasi pada lingkungan, dan dapat meminimalisir dampak bagi kerusakan alam. Ekowisata dapat pula memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta kebudayaan lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. TIES (2000) seperti dikutip oleh Damanik dan Weber (2006:39-40) mengidentifikasikan 7 prinsip ekowisata, yaitu:

a) Mengurangi dampak negatif pada sumberdaya alam berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata.

b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya.

c) Menawarkan pangalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun

masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW.

d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan.

e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal.

f) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata.

g) Menghormati hak azasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata.

Pengembangan ekowisata bukan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi memerlukan peran aktif dari seluruh stakeholders. Pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak swasta serta masyarakat yang harus bekerja sama untuk membangun ekowisata yang lebih baik. Kesinergisan antar ketiganya menjadi kunci kesuksesan ekowisata.

2.1.3 Masyarakat Adat

(26)

10

identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Masyarakat adat adalah sekumpulan orang yang tingkat dalam satu wilayah dan memiliki budaya sendiri yang memiliki jejak secara turun temurun. Menurut UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan dirangkum oleh berbagai sumber menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki lima ciri yang berbeda dengan masyarakat biasa. Karakteristik masyarakat tersebut antara lain :

(1) Sekelompok orang yang membentuk masyarakat atau komunitas (2) Memiliki lokasi yang merupakan tempat tinggal mereka

(3) Memiliki aturan dan hukum yang jelas

(4) Kondisi cultural, budaya dan ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya

(5) Berasal dari keturunan yang sama.

Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata. Menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata (Damanik dan Weber 2006). Masyarakat lokal mempunyai cara sendiri untuk mengelola pariwisata yang ada di daerahnya karena mereka mengetahui dengan jelas daerah mereka sendiri sehingga mengetahui serta mempunyai kesadaran bagaimana menjaganya.

2.1.4 Kearifan Lokal

(27)

dari pengetahuan masyarakat sekitar untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat lokal.

2.1.5 Pengertian Kelembagaan

Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Pengembangan kelembagaan tidak sekedar menyangkut pengembangan tata aturan dalam masyarakat, melainkan pengembangan sistem manajemen serta kontrol didalamnya. Pentingnya kelembagaan untuk pengelolaan atau sistem manajemen dalam ekowisata dapat meminimalisir dampak negatif sosial-ekologi-ekonomi dari ekowisata sehingga ekowisata dapat berjalan berkelanjutan.

Menurut Uphoff (1993) dalam Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Kelembagaan memiliki aspek cultural dan structural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan sedangkan segi cultural berupa berbagai peranan sosial. Menurut koentjaraningrat (2009), kelembagaan adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat.

(28)

12

konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Perubahan kelembagaan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kualitatifnya. Diantaranya adalah yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi, terjadi pula perubahan atau pergantian lembaga-lembaga baru yang modern. perubahan semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak padanya. Kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused), sedangkan kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi. Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari program-program pembangunan dan hal-hal yang datang dari luar.

Dalam pengelolaan pariwisata terdapat kelembagaan yang menjadi faktor penting dalam pengelolaan pariwisata. Terdapat tiga fungsi kelembagaan, yaitu :

1. Sebagai pedoman masyarakat, kelembagaan berfungsi sebagai pedoman masyarakat yang merupakan sebuah tuntunan masyarakat dalam menentukan sikap dalam lingkungan tersebut. Dalam pariwisata kelembagaan berfungsi sebagai pedoman Sumberdaya Manusia dalam mengelola sumberdaya alam dalam pariwisata tersebut agar sama-sama menghasilkan output yang baik bagi alam dan masyarakat.

2. Menjaga keutuhan masyarakat, kelembagaan berfungsi untuk menjaga keutuhan masyarakat dan memperkuat keutuhan masyarakat itu sendiri, dalam pariwisata kelembagaan dapat menjaga pariwisata itu agar tetap berjalan baik karena masyarakat yang kuat dari keutuhan kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata tersebut.

3. Sebagai sistem pengendalian sosial, kelembagaan berperan sebagai kontrol yang dapat memperjelas batasan masyarakat dalam pengendalian pariwisata. Sistem pegendalian sosial ini berperan penting menjaga keutuhan pariwisata.

(29)

informal yang dijalankan secara berkesinambungan, karena kedua hal tersebut dapat mengurangi dampak ekologi-ekonomi-sosial yang dapat ditimbulkan oleh pariwisata sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi antara kelembagaan formal dan informal dalam pengelolaan ekowisata agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan.

2.1.6 Nilai dan Norma

Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan beberapa perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material.

Menurut Setiadi et al. (2011), norma adalah sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berupa sanksi. Aturan lokal terbentuk berdasarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma akan berkembang seiring dengan perubahan kesepakatan sosial masyarakat yang sering di sebut sebuat aturan Lokal. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Norma disusun agar hubungan antara manusia dalam sebuah masyarakat dapat berlangsung tertib. Terdapat sanksi dalam sebuah aturan lokal, dapat disebut juga sebagai sanksi atas pelanggaran norma dalam sebuah masyarakat. Aturan terbentuk berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Didalam norma, terdapat tingkatan-tingkatan yang membedakan norma yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan norma tersebut antara lain :

• Cara (usage) : suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam ;suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.

• Kebiasaan (folkways) : suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.

(30)

14

pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsure memaksa atau melarang suatu perbuatan.

• Adat istiadat (Custom) : kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

2.1.7 Interaksi Sosial

Soekanto (2009) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi du syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.

Menurut Soekanto (2009) proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan dapat diperinci sebagai berikut :

1. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co:bersama; operate: bekerja).

2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan norma-norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan.

3. Asimilasi merupakan proses-proses sosial dalam taraf lanjut. Hal ini ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meiputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.

2.2. Kerangka Pemikiran

(31)

stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pariwisata dapat meningkatan pendapatan masyarakat dan berperan cukup besar dalam peningkatan devisa. Obyek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam konsep pariwisata adalah keindahan alam dan keunikan budaya lokal. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata, terutama kelembagaan lokal, karena masyarakat yang mengetahui dengan jelas nilai, norma serta kebutuhan untuk mengelola daerahnya. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yang diperlukan untuk pengelolaan pariwisata adalah aturan lokal. Kerjasama antara kelembagaan formal dan kelembagaan informal (kelembagaan formal) akan menghasilkan produk pariwisata yang lebih baik. Kelembagaan yang baik disertai sosialisasi dan kontrol yang baik akan berperan efektif dalam pengelolaan pariwisata serta meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata.

Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan akibat aktivitas manusia. Dalam pariwisata terdapat berbagai aspek yang dapat menimbulkan dampak bagi pariwisata itu sendiri, yaitu aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Setiap kegiatan pariwisata pasti menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat setempat, baik itu dampak negatif maupun dampak positif. Pada aspek ekologis jelas terlihat kegiatan pariwisata menimbulkan dampak terhadap lingkungan ekologi sekitar. Peningkatan intensitas wisatawan yang datang dalam lokasi pariwisata dapat menimbulkan gangguan dan pencemaran bagi lingkungan sekitar. Bila melihat pada aspek ekonomi, pariwisata dapat memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Adanya aktivitas pariwisata memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan dan mobilitas sosial masyarakat. Aktivitas pariwisata dapat menyebabkan pergeseran mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Kemungkinan adanya ketimpangan dalam kesempatan kerja dan pendapatan dapat menyebabkan konflik bagi masyarakat setempat. Selain itu, masuknya wisatawan dapat diartikan sebagai sebuah modernisasi baru yang dibawa wisatawan ke dalam sebuah kawasan pariwisata, hal ini dapat menyebabkan akan terjadinya sebuah perubahan sosial yang berpotensi memicu memudarnya nilai-nilai dan norma yang ada pada masyarakat setempat, hingga dapat menyebabkan kehilangan identitas dan perubahan perilaku pada masyarakat.

(32)

16

Perilaku Wisatawan

Tingkat Pengetahuan

Tingkat Pemahaman

Tingkat Implementasi Kelembagaan Lokal

• Aturan Lokal Obyek Wisata Gili Trawangan

Penghargaan Sanksi

setempat dapat dijadikan pengelolaan pariwisata yang cukup efektif. Aturan lokal tersebut dapat menjaga tempat wisata tetap utuh seperti sebagaimana aslinya. Kelembagaan lokal yang baik disertai kontrol yang ketat dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Kelembagaan merupakan seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus di lakukan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Keterangan : Berdampak

Terdapat

Efektivitas Kelembagaan Lokal Penerapan Kelembagaan

(33)

Aturan lokal merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat untuk mengatur perilaku wisatawan yang datang ke Gili Trawangan agar tidak mengganggu dan merusak lingkungan dan masyarakat di Gili Trawangan. Perilaku wisatawan dapat dilihat dari tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Efektivitas kelembagaan lokal dapat dilihat dari seberapa besar wisatawan menerapkan aturan tersebut, penerapan tersebut didukung oleh bentuk sanksi dan penghargaan yang beragam bentuknya.

2.3 Hipotesis

1. Diduga kedalaman tingkat pengetahuan terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran

2. Diduga kedalaman tingkat pemahaman terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran

3. Diduga tingkat implementasi terhadap awig-awig berpengaruh terhadap terhadap efektivitas kelembagaan lokal

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan konsep-konsep yang dibuat untuk membantu dalam pengumpulan data di lapangan, serta membantu dalam mengolah dan menganalisis data. Sejumlah konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lama waktu berlibur adalah rentan waktu wisatawan menetap untuk melakukan kegiatan liburan di Gili Trawangan.

2. Jumlah kunjungan liburan adalah berapa kali wisatawan tersebut melakukan kunjungan wisata ke daerah Gili Trawangan.

3. Umur responden yaitu rentang waktu saat lahir sampai saat pengambilan data, dihitung saat ulang tahun terakhir dan diukur dalam satuan tahun, diukur dengan menggunakan skala interval.

(34)

18

4. Tingkat pendidikan responden, yaitu jenjang pendidikan formal yang terakhir dijalani.

5. Jenis Pekerjaan merupakan macam kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

6. Jenis kelamin merupakan status biologis individual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, diukur dengan skala nominal.

7. Waktu lama liburan adalah rentan waktu yang digunakan wisatawan selama menetap atau melakukan liburan di Gili Trawangan. Waktu lama liburan berdasarkan data emik sebaran normal.

8. Tingkat Pelanggaran adalah seberapa besar wisatawan sama sekali tidak mengimplementasikan aturan lokal yang ada. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12

b. Tidak Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

9. Tingkat pengetahuan wisatawan adalah seberapa besar wisatawan mengetahui aturan lokal yang terdapat di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

(35)

Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5

11.Tingkat implementasi adalah sejauh mana wisatawan menerapkan aturan yang terdapat di Gili Trawangan terhadap perilaku mereka selama berada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat implementasi, dan disediakan dua jawaban yaitu YA dan TIDAK. Jawaban YA untuk yang mengimplementasikan dan jawaban TIDAK untuk yang tidak mengimplementasikan.

a. TIDAK : skor 0

b. YA : skor 1

Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut :

a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang

(36)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif pada penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sementara metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Explanatory research merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989).

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di salah satu lokasi pusat aktivitas pariwisata yaitu di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik lokasi penelitian yang sesuai dengan penelitian. Gili Trawangan merupakan pulau yang memiliki aturan lokal, keindahan alam melimpah yang berada di kabupaten Lombok Utara. Gili Trawangan banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara sehingga menarik untuk diteliti.

(37)

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan pendekatan kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya yang merupakan unit analisa dalam penelitian adalah individu. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory karena akan dijelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun & Effendi 2006).

Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi sasaran dari penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang sedang mengunjungi Gili Trawangan, dengan demikian unit analisisnya adalah individu.

(38)

22

dijawab. Pertanyaan untuk responden berupa pertanyaan tertutup yang sudah disertai jawaban pertanyaan dan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi. Selain itu dilakukan wawancara dengan informan kunci merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang daerah tersebut. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat Gili Trawangan.

3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data hasil kuesioner dari responden akan diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara dengan informan serta pembicaraan dengan responden yang dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan terbuka. Data ini digunakan untuk mempertajam hasil penelitian.

Data kuantitatif akan diolah melalui tiga tahapan, antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sugiyono (2008) mendefinisikan tahap-tahap analisis data sebagai berikut.

1. Reduksi data: merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh. 2. Penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan,

hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain; untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, menyusun pola dan memahami data yang diperoleh.

3. Penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas obyek penelitian.

(39)

4.1 Sejarah Gili Trawangan

Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pinggir pulau Lombok. Dahulunya pulau ini merupakan pulau yang pernah dijadikan tempat pembuangan narapidana. Sebelumnya pulau sering dijadikan tempat bercocok tanam, lalu pada waktu itu karena semua penjara sedang penuh maka raja membuang pemberontak Sasak ke pulau ini. Namun, pada tahun 1970-an penduduk Sulawesi atau suku Bugis berkunjung ke Gili Trawangan yang kemudian menetap di Gili Trawangan. Dengan adanya kedua suku tersebut dalam satu pulau maka terjadilah pertukaran budaya antara keduanya.

(40)

24

4.2 Letak dan Luas

Gili Trawangan terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gili Trawangan terletak dalam Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah yang mempunyai total luas 2.954 hektar. Luas daratan Gili Trawangan 340 hektar dengan keliling pulau 7,5 kilometer dan selebihnya merupakan perairan laut. Jumlah penduduk Gili Trawangan sebanyak 1517 jiwa. Secara geografis Gili Trawangan terletak pada bagian Barat Lombok. Adapun batas-batas administrasi Gili Trawangan sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Sire - Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Lombok - Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa

4.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan

Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang berkembang cukup pesat dalam sektor pariwisata. Tidak lagi sepaket dengan Bali tetapi Gili Trawangan sudah mempunyai nama tersendiri di mata wisatawan mancanegara maupun domestik. Jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat dari tahun ketahun. Mulai dari wisatawan mancanegara hingga wisatawan Domestik yang berkunjung ke Gili Trawangan. Rincian jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2009 hingga 2011 dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan

Jenis Wisatawan Tahun Kunjungan Wisatawan

2009 2010 2011

Wisatawan Mancanegara 36.099 172.336 184.419

Wisatawan Domestik 4.025 37.947 22.943

(41)

4.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata

Fasilitas pariwisata yang baik merupakan satu faktor penunjang bangkitnya wisata di Gili Trawangan yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Gili Trawangan. Tanpa didukung oleh pengembangan fasilitas maka program yang yang sudah direncanakan tidak akan optimal. Dalam menunjang kegiatan wisata di Gili Trawangan pengadaan fasilitas pariwisata pun cukup pesat bertambah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan

No. Jenis Usaha

1 Penginapan 215 1047

2 Resto, café & Rumah makan, Bar 114 846

Sumber : Data Sekunder, 2011

4.5 Karakteristik Responden

Karakteristik wisatawan yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Masing-masing wisatawan domestik dan mancanegara tersebut dibagi lagi menjadi 15 pria dan 15 wanita karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan Rata-rata berpasangan yaitu wanita dan pria. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan asing dan domestik dan membandingkan antara wisatawan wanita dan pria.

(42)

26

Tabel 4.3 Lama Kunjungan Wisatawan

Lama Kunjungan

Wisatawan

Mancanegara Domestik

1-6 Hari 27% 25%

1-14 Hari 13% 3%

1-21 Hari 10% 0%

Lebih Dari 21 Hari 50% 2%

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Tingkat lama kunjungan sangat bermacam-macam. Tingkat lama kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik terbagi kedalam empat golongan, yaitu dengan lama kunjungan 1-6 Hari, 1-14 Hari, 1-21 Hari, dan Lebih dari 21 Hari. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung lebih banyak pada golongan lebih dari 21 Hari, berbeda dengan jumlah wisatawan domestik yang berkunjung lebih banyak pada golongan 1-6 Hari. Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa wisatawan asing berkunjung dan menetap lebih lama untuk berwisata di Gili Trawangan dibandingkan wisatawan domestik yang berwisata dan menetap berwisata tidak terlalu lama di Gili Trawangan.

(43)

Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan

Intensitas Kunjungan 

Wisatawan 

Asing  Domestik 

kunjungan pertama  77% 60%

Kunjungan Kedua  17% 13%

Kunjungan Ketiga  3% 20%

Lebih Dari Kunjungan Ketiga  3% 7%

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Dari seluruh responden wisatawan asing, 77 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan sedangkan sisanya telah beberapa kali berkunjung ke Gili Trawangan. Sedangkan dari seluruh responden wisatawan domestik 60 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan dan 40 persen diantaranya sudah melakukan kunjungan beberapa kali ke Gili Trawangan. Hal ini menyatakan bahwa wisatawan asing lebih banyak yang baru melakukan kunjungan pertama kali ke Gili Trawangan dibandingkan dengan wisatawan domestik yang sudah cukup banyak yang melakukan kunjungan wisata beberapa kali ke Gili Trawangan.

(44)

BAB V

BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR

TATA PERILAKU WISATAWAN

5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan

Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat sasak yaitu masyarakat asli Lombok yang bercampur dengan kebudayaan masyarakat bugis yang merupakan suku pendatang yang berasal dari Sulawesi. Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat yang identik dengan aturan-aturan Islam dikarenakan hampir seluruh masyarakatnya memeluk agama islam. Aturan Islam yang di Jadikan pedoman oleh masyarakat Gili Trawangan membuat aturan lokal di Gili Trawangan untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif yang akan berpengaruh kepada lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Salah satu jenis aturan lokal yang ada di Gili Trawangan adalah Awig-awig. Awig-awig merupakan hasil kesepakatan masyarakat Sasak atau Gili Trawangan yang bersepakat dengan masyarakat Bugis atau Sulawesi yang merupakan pendatang di Gili Trawangan. Dimana masyarakat sasak dan bugis mempunyai karakter sangat kuat memegang perjanjian akan sebuah kesepakatan. Sehingga masyarakat Gili Trawangan mendasari hidupnya dengan aturan lokal tersebut yaitu Awig-awig.

5.2 Bentuk kelembagaan Lokal

Awig-awig merupakan suatu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat hasil kesepakatan masyarakat lalu ditetapkan menjadi aturan lokal dimana aturan lokal tersebut dipercaya masyarakat cukup efektif dalam mengatur aktifitas yang berlangsung dan melindungi Gili Trawangan. Seperti yang dikatakan salah satu tokoh masyarakat (AB/47 tahun)

(45)

Awig-awig merupakan aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat, yaitu;

1. Awig-awig Darat merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan di darat.

2. Awig-awig Laut merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan dan aktifitas yang dilakukan di laut.

3. Awig-awig Gubuk merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur tindakan kriminal serta norma-norma lokal yang berlaku di Gili Trawangan.

4. Awig-awig Pergaulan Sosial merupakan aturan lokal yang mengatur mengenai tata pergaulan di Gili Trawangan.

Berikut rincian lebih jelas mengenai isi dari aturan lokal Awig-awig, terdapat 12 Aturan lokal Awig-awig, yaitu :

• Awig-awig nomor 1 : Awig-awig mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan pemukiman penduduk.

• Awig-awig nomor 2 : Awig-awig mengenai larangan memakai narkotika. • Awig-awig nomor 3 : Awig-awig mengenai larangan tampil polos atau

bertelanjang ditempat umum.

• Awig-awig nomor 4 : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindakan kriminal.

• Awig-awig nomor 5 : Awig-awig mengenai larangan memakai kendaraan bermotor.

• Awig-awig nomor 6 : Awig-awig mengenai larangan membuang sampah sembarangan.

• Awig-awig nomor 7 : Awig-awig mengenai larangan berpesta ketika waktu shalat subuh tiba.

• Awig-awig nomor 8 : Awig-awig mengenai larangan minum minuman keras di kawasan pemukiman penduduk.

(46)

30

• Awig-awig nomor 11 : Awig-awig mengenai larangan menebang pohon sembarangan.

• Awig-awig nomor 12 : Awig-awig mengenai larangan berburu binatang sembarangan.

Aturan lokal atau yang biasa disebut Awig-awig oleh masyarakat Gili Trawangan tersebut dikelompokan atau dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

1. Awig-awig Pergaulan Sosial : Awig-awig mengenai tata cara pergaulan sosial yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig pergaulan sosial meliputi Awig-awig nomor 1, 2, 3, 7, dan 8.

2. Awig-awig Kriminal : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Awig-awig kriminal meliputi Awig-awig nomor 4.

3. Awig-awig Darat : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di darat. Awig-awig darat meliputi awig-awig nomor 5, 6, 11, dan 12.

4. Awig-awig Laut : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di laut. Awig-awig laut meliputi Awig-awig nomor 9 dan 10.

5.3 Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal

(47)

5.4 Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal

Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi Awig-awig. Kontrol dari awig-awig itu sendiri yaitu berupa sanksi yang ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat Gili Trawangan. Sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig tersebut bila masih dalam perbuatan yang ringan maka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Tetapi bila sudah melakukan pelanggaran berat maka sanksi tersebut akan diberikan masyarakat dan hukuman tersebut berdasarkan kesepakatan masyarakat setempat atas hukuman apa yang akan diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig. Diantaranya beberapa sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar yaitu diarak keliling pulau, dikeluarkan dari pulau dan tidak boleh masuk kedalam Gili Trawangan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan masyarakat, hingga dipukuli secara beramai-ramai tidak sampai mati. Seperti yang di tuturkan salah satu tokoh masyarakat (TF/ 42 tahun)

“…bila ada yang melanggar awig-awig maka orang tersebut dapat dihukum di arak keliling pulau, dipukuli hingga tidak mati bahkan di lempar keluar pulau dan tidak boleh masuk lagi ke Gili Trawangan...”

Sedangkan wujud sosialisasi Awig-awig dapat kita ketahui tersendiri dari arti Awig-awig itu sendiri yaitu merupakan aturan yang tidak tertulis, oleh karena itu sosialisasi lebih gencar dilakukan melalui media lisan. Sosialisasi tokoh masyarakat melalui media lisan kepada masyarakat dan pengunjung Gili Trawangan membantu penyebaran aturan lokal tersebut tanpa harus ditulis seperti undang-undang. Seperti yang dituturkan salah satu tokoh masyarakat (MW/40 tahun)

“…Awig-awig itu tidak seperti undang-undang yang di tulis secara pasal perpasal, tetapi awig-awig hanya aturan lokal yang dibentuk masyarakat dan diingat selalu oleh masyarakat tanpa harus di tulis seperti undang-undang... “

(48)

32

lalu di tempel di daerah-daerah tertentu di sudut-sudut pulau untuk memudahkan sosialisasi, biasanya hal ini dilakukan untuk mensosialisasikan aturan baru.

5.5 Ikhtisar

(49)

IMPLEMENTASI WISATAWAN DOMESTIK DAN WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN ATURAN

LOKAL

6.0 Pendahuluan

Aturan lokal yang ada di Gili Trawangan merupakan aturan lokal yang dibuat masyarakat Gili Trawangan untuk melindungi Gili Trawangan dari perilaku negatif wisatawan mancanegara dan domestik yang dapat merusak lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi yang berbeda dari wisatawan mancanegara dan domestik dapat menimbulkan kendala yang berbeda pada aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal dapat menunjukan aturan lokal dapat tersampaikan dengan baik atau tidak pada wisatawan serta dapat menunjukan efektivitas aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Pada bab ini dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik.

(50)

34

6.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah

Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan merupakan wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Indonesia khususnya yang datang berwisata ke Gili Trawangan. Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan membawa budaya yang berbeda. Aturan lokal dalam sebuah masyarakat dibuat dengan tujuan menyampaikan pesan yang berasal dari budaya lokal kepada budaya yang berbeda. Perlunya mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara pada awig-awig dengan tingkat pelanggaran terendah.

Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap aturan tersebut tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan menyebabkan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu, tetapi apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara tergolong rendah dan tingkat pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.1.

Tabel 6.1 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan

Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4

Jenis peraturan awig-awig nomor

4

Pengetahuan Pemahaman Implementasi

Rendah

(51)

Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.1 menunjukan hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 10 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan dan tingkat pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Awig-awig nomor 4 yang mempunyai tingkat pelanggaran terendah ini menunjukan sangat efektif mengatur perilaku wisatawan mancanegara karena dari 10 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tidak ada yang melakukan pelanggaran atas awig-awig nomor 4, hal ini dapat disebabkan karena wisatawan mancanegara mempunyai kebutuhan yaitu berupa sebuah rasa aman dalam melakukan kegiatan wisata sehingga mereka memiliki kesadaran untuk menjaga Gili Trawangan tetap aman dari tindak kriminal sehingga mereka dapat melakukan kegiatan wisata dengan rasa aman dan nyaman.

Sebanyak 90 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi dan mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah mengenai awig-awig nomor 4. Wisatawan mancanegara yang mengetahui aturan awig-awig nomor 4 mempunyai kesadaran menjaga keamanan Gili Trawangan, sanksi yang mereka ketahui mengenai akibat melanggar awig-awig nomor 4 menjadi faktor pemicu mereka tidak melanggar aturan awig-awig nomor 4 karena sanksinya yang cukup berat. Sanksi yang cukup berat menjadi pemicu rendahnya tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Pengetahuan mereka yang tinggi mengenai awig-awig nomor 4 berserta sanksinya yang cukup berat dan kebutuhan mereka akan rasa aman di Gili Trawangan menjadi pemicu mereka tidak melanggar awig-awig nomor 4.

Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi jumlah pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4.

(52)

36

yang diperoleh menunjukan bahwa 22 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman yang rendah tetapi mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Wisatawan mancanegara yang kurang memahami aturan lokal awig-awig nomor 4 ternyata tidak ikut melanggar aturan lokal awig-awig nomor 4. Tanpa harus memahami alasan dibuatnya aturan tersebut wisatawan mancanegara sudah mempunyai kesadaran untuk menjaga keamanan Gili Trawangan. Kebutuhan mereka akan rasa aman menjadi alasan mengapa mereka tidak melanggar aturan awig-awig nomor 4 tanpa mereka harus memahami lebih dalam mengenai aturan lokal tersebut.

Sebanyak 78 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi dan mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah mengenai awig-awig nomor 4. Wisatawan yang memahami awig-awig nomor 4 cenderung tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan tersebut. Tingkat pemahaman wisatawan mancanegara yang tinggi mengenai alasan dibuatnya aturan lokal awig-awig nomor 4 dan sanksi awig-awig nomor 4 menyebabkan wisatawan mancanegara tidak melanggar dan patuh terhadap awig-awig nomor 4. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang responden (MS/36 tahun)

“…sanksi bila kita melakukan tindak kriminal di Gili Trawangan sangat berat yaitu diarak keliling pulau dan dipukuli hingga tidak mati lalu dilarang masuk ke Gili Trawangan…”

Terdapat hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi terhadap awig-awig nomor 4.

(53)

mempunyai tingkat implementasi yang tinggi terhadap awig-awig nomor 4. Kesadaran wisatawan mancanegara untuk menjaga keamanan lingkungan Gili Trawangan dan kebutuhan rasa aman wisatawan mancanegara selama melakukan kegiatan wisata menjadi salah satu alasan mengapa wisatawan mancanegara 100 persen mengimplementasikan awig-awig nomor 4. Sanksi yang cukup berat dari awig-awig nomor 4 menjadi salah satu faktor penyebab awig-awig nomor 4 mempunyai tingkat implementasi yang tinggi dan tingkat pelanggaran yang rendah. Awig-awig nomor 4 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling tinggi yaitu tingkatan norma adat istiadat, tingkatan norma adat istiadat merupakan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat. Aturan awig-awig nomor 4 merupakan aturan yang sudah sangat tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara dapat melihat bahwa aturan tersebut sangat penting bagi Gili Trawangan.

Terdapat hubungan antara tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4.

6.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah

(54)

38

pelanggaran yang terjadi pada awig-awig dengan tingkat pelanggaran terendah, yaitu awig-awig nomor 4.

Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap aturan tersebut tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan menyebabkan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu, tetapi apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik tergolong rendah dan jumlah pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.2.

Tabel 6.2 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4

tindak kriminal  0  100 33 67 100  0

Sumber : Data Primer diolah, 2012

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan
Tabel 6.3 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan Wisatawan Mancanegara
Gambar 2.1.
+3

Referensi

Dokumen terkait

Faktor sosial ekonomi yang ada di dalam masyarakat merupakan pemicu bagi individu untuk memunculkan perilaku dan pengalaman yang tidak sehat diantaranya adalah

Kajian Numerik damper pada pelat baja dengan menggunakan program.. ABAQUS 6.12, maka dalam hal ini akan dijelaskan lebih dalam

Angket merupakan instrument pengumpul data penelitian berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang diberikan kepada Angket merupakan instrument pengumpul data penelitian berupa

Metode penelitian menggunakan berbagai pendekatan, termasuk penjelajahan (reconnaissance), membuat garis transek dan pembuatan plot dengan metoda Nest- Quadrat, wawancara

Permasalahan yang muncul dalam perancangan ini adalah bagaimana sistem Stanford POS Tagger melakukan training pada dokumen, menentukan jenis tagset bahasa Indonesia

Perangkat laboraturium yang dikembangkan terdiri dari penuntun praktikum, lembar kerja siswa (LKS) dan Peralatan praktikum. Hasil pengembangan berupa enam judul praktikum,

Dengan membandingkan estimasi harga obligasi dengan pengaruh konveksitas berdasarkan Macaulay Duration dan Exponential Duration pada data obligasi yang diterbitkan pada