• Tidak ada hasil yang ditemukan

Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

VIABILITAS KANDIDAT PROBIOTIK PADA BERBAGAI

KONSENTRASI AWAL DAN MUTU YOGURT TEPUNG

PISANG ULI MODIFIKASI SINBIOTIK SELAMA

PENYIMPANAN

RANDY DIO ARITAMA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

(4)

ABSTRAK

RANDY DIO ARITAMA. Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan. Dibimbing oleh SRI LAKSMI SURYAATMADJA dan SULIANTARI

.

Yogurt tepung pisang uli modifikasi (TPUM) sinbiotik dibuat dengan menggunakan 70% TPUM kaya pati resisten dan dua strain kandidat probiotik yaitu Lactobacillus acidophilus atau Bifidobacterium bifidum. Pengaruh konsentrasi probiotik awal yang ditambahkan pada yogurt terhadap viabilitas probiotik (8 minggu) dan mutu sensori yogurt (uji deskriptif) (4 minggu) dipelajari selama penyimpanan pada suhu rendah (4 oC). Konsentrasi probiotik awal yang ditambahkan bervariasi yaitu 106, 107, 108 CFU ml-1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai viabilitas probiotik dan total asam tertitrasi (% asam laktat) dari yogurt TPUM sinbiotik dipengaruhi oleh konsentrasi probiotik awal, sedangkan nilai pH tidak dipengaruhi oleh konsentrasi probiotik awal, jenis probiotik, dan lama penyimpanan. Probiotik terbaik berdasarkan uji viabilitas adalah L.acidophilus dengan konsentrasi awal 108 CFU ml-1 karena lebih stabil (7.75-8.49 log CFU ml-1) dibanding B.bifidum (7.52-8.04 log CFU ml-1) hingga 8 minggu penyimpanan. Penyimpanan pada suhu rendah mempengaruhi sifat sensori yogurt yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan rasa asam, perubahan tekstur dan warna coklat pada yogurt dengan penambahan

L.acidophilus (108 CFU ml-1) di minggu ke-4 penyimpanan.

Kata Kunci: bifidobacterium bifidum, lactobacillus acidophilus, tepung pisang uli modifikasi, viabilitas probiotik, yogurt sinbiotik,

ABSTRACT

RANDY DIO ARITAMA. Viabilities of Probiotics Candidates Viabilities at Various Initial Concentrations and Quality of Synbiotic Modified Banana Uli Flour Yoghurt during Storage. Supervised by SRI LAKSMI SURYAATMADJA and SULIANTARI.

(5)

based on the viability was L.acidophilus with initial concentration of 108 CFU ml

-1

as it was more stable (7.75-8.49 log CFU ml-1) than B.bifidum (7.52-8.04 log CFU ml-1) until 8 wk of storage than. Storage at low temperature affected the sensory properties of the product indicated by the increase in sour taste, changes in texture and brown color of yogurt added by L.acidophilus 108 CFU ml-1 at 4 wk of storage

.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(7)

VIABILITAS KANDIDAT PROBIOTIK PADA BERBAGAI

KONSENTRASI AWAL DAN MUTU YOGURT TEPUNG

PISANG ULI MODIFIKASI SINBIOTIK SELAMA

PENYIMPANAN

RANDY DIO ARITAMA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)

Judul Skripsi : Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan

Nama : Randy Dio Aritama NIM : F24080089

Disetujui oleh

Prof.Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, M.Si Dr. Dra. Suliantari, M.S

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Diketahui oleh,

(Dr. Ir. Feri Kusnandar, M. Sc.) Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah , dan rizki-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Viabilitas Kandidat Probiotik pada Berbagai Konsentrasi Awal dan Mutu Yogurt Tepung Pisang Uli Modifikasi Sinbiotik selama Penyimpanan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Sri Laksmi Suryaatmadja, M.S. sebagai dosen pembimbing I yang selalu memberi saran, bimbingan, dan pengarahan dalam penelitian maupun penyusunan skripsi

2. Dr. Suliantari, M.S. sebagai dosen pembimbing II yang juga telah memberi saran, bimbingan, dan pengarahan dalam penelitian maupun penyusunan skripsi

3. Lembaga KKP3T yang telah memberikan dana dalam proyek penelitian

4. Bapak, Ibu dan Kakak tercinta yang selalu mendoakan dan memberi motivasi yang tiada henti-hentinya dan tak terhingga.

5. Priska W. dan Raudhatussa’adah sebagai teman seperjuangan yang selalu membantu, membimbing, memberi saran, dan memperbaiki jika penulis melakukan keslahan.

6. Ranti R.R. yang selalu menjadi motivasi dalam menyelesaikan penelitian dan memberikan saran

7. Teman-teman maupun teknisi di Lab. Mikrobiologi Pangan, Kimia Pangan, Pengolahan Pangan, Seafast, dan Teknopark yang telah membantu dalam penelitian.

8. Muhammad Yusup Saputra yang tuirut memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan penelitian.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 2

Tepung Pisang Modifikasi ... 2

Yogurt ... 3

Probotik ... 4

Lactobacillus acidophilus ... 6

Bifidobacterium bifidum ... 6

Prebiotik ... 7

Yogurt Sinbiotik ... 8

METODOLOGI PENELITIAN ... 9

Bahan dan Alat ... 9

Metode Penelitian ... 9

Pembuatan TPUM ... 9

Persiapan Kultur Starter dan Probiotik... 9

Pembuatan Yogurt TPUM Sinbiotik (Saputra 2012) ... 10

Penyimpanan Yogurt TPUM Sinbiotik ... 12

Analisis Karakterisitik Mutu Yogurt Sinbiotik ... 12

Kadar Air (AOAC 1999) ... 12

Total Asam Tertitrasi (Nielsen 2003)... 12

Derajat Keasaman Yogurt (Nielsen 2003) ... 12

Uji Viabilitas BAL (BAM 2001) ... 13

Analisis Sensori ... 13

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

Pengaruh Proses Pemanasan Media terhadap Pertumbuhan Bakteri Kandidat Probiotik ... 13

(11)

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Probiotik Yogurt Sinbiotik selama

Penyimpanan ... 16

pH... 16

Total Asam Tertitrasi ... 18

Viabilitas Probiotik ... 20

Uji Organoleptik ... 21

KESIMPULAN DAN SARAN ... 24

Kesimpulan ... 24

Saran ... 25

Untuk mengembangkan produk yogurt sinbiotik perlu diadakan penelitian dengan konsentrasi awal probiotik yang lebih tinggi (109-1010 CFU ml-1). ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

DAFTAR TABEL

1. Komposisi Kimia tepung pisang uli modifikasi (TPUM) ... 3

2. Pengaruh pemanasan media terhadap pertumbuhan bakteri kandidat probiotik ... 14

3. Keasaman dan Viabilitas Probiotik dari Yogurt TPUM Sinbiotik... 15

DAFTAR GAMBAR

1. Tahapan Pembuatan Yogurt TPUM Sinbiotik ... 11

2. Perubahan nilai pH yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi L.acidophilus selama penyimpanan (4 oC) ... 17

3. Perubahan nilai pH yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi B.bifidum selama penyimpanan (4 oC) ... 17

4. Perubahan nilai TAT yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi L.acidophilus selama penyimpanan(4 oC) ... 19

5. Perubahan nilai TAT yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi B.bifidum selama penyimpanan (4 oC) ... 19

6. Perubahan jumlah bakteri yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi L.acidophilus selama penyimpanan (4 oC) ... 20

(12)

8. Perubahan mutu sensori yogurt sinbiotik dengan penambahan

L.acidophilus 108 CFU ml-1 selama penyimpanan (4 oC) ... 23

9. Perubahan mutu organoleptik overall yogurt sinbiotik dengan penambahan L.acidophilus 108 CFU ml-1 selama penyimpanan (4 oC) ... 24

DAFTAR LAMPIRAN

1. Syarat Mutu Yogurt berdasarkan SNI 2981-2009 ... 33

2. Kadar air TPUM ... 35

3. Kadar Pati Resisten ... 35

4. Perubahan pH dan TAT yogurt selama penyimpanan ... 36

5. Jumlah bakteri selama penyimpanan ... 44

6. Analisis Statistik Viabilitas Probiotik (log) pada Media Campuran Susu Skim dan Glukosa ... 50

7. Analisis Statistik nilai pH formula di minggu ke-0 ... 51

8. Analisis Statistik nilai TAT formula di mingggu ke-0 ... 53

9. Analisis Statistik Viabilitas formula di minggu ke-0 ... 55

10. Analisis Statistik Viabilitas formula di minggu ke-8 ... 57

11. Analisis Statistik nilai pH selama penyimpanan ... 59

12. Analisis Statistik nilai TAT selama penyimpanan ... 62

13. Analisis Statistik viabilitas probiotik (log) selama penyimpanan ... 65

14. Tabel korelasi (α=0.05) pH dan TAT selama penyimpanan ... 68

15. Tabel korelasi (α=0.05) viabilitas probiotik dan TAT selama penyimpanan ... 68

16. Uji Deskripsi ... 69

17. Konversi skala garis menjadi skala kategori ... 70

18. Data rekapitulasi skor uji deskripsi minggu ke-0 ... 71

19. Data rekapitulasi uji deskripsi minggu ke-4 ... 73

20. Tabel pair T-test (α=0.05), perubahan aroma selama penyimpanan ... 75

21. Tabel pair T-test (α=0.05), perubahan konsistensi selama penyimpanan ... 75

22. Tabel pair T-test (α=0.05), perubahan rasa asam selama penyimpanan ... 76

23. Tabel pair T-test (α=0.05), perubahan tekstur selama penyimpanan ... 76

24. Tabel pair T-test (α=0.05), perubahan warna coklat selama penyimpanan ... 77

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tantangan utama yang dihadapi dunia saat ini tidak hanya dalam produksi pangan dan kebutuhan protein, kalori, vitamin, dan mineral yang ada dalam pangan tersebut, tetapi juga kebutuhan akan kesehatan yang lebih baik setelah kebutuhan nutrisi dasar tesebut terpenuhi (Shetty et al. 2007). Masyarakat Amerika Utara dan Eropa sekarang ini berusaha dalam menjaga kesehatan mereka dengan cara mencari obat alternatif atau herbal dan produk kesehatan alami untuk mencegah dari penyakit dan kesehatan yang lebih baik. Hubungan antara komponen pangan khusus, fungsi fisiologis, dan manfaat kesehatan telah terungkap secara progresif dalam beberapa tahun terakhir (Shi 2007).

Pangan fungsional merupakan bagian dari makanan sehari-hari yang mampu memberikan manfaat kesehatan dan mengurangi risiko panyakit kronis di luar efek gizinya. Pangan fungsional ini meliputi: (i) makanan yang secara alami mengandung komponen bioaktif (contohnya serat), (ii) makanan yang diperkaya dengan komponen bioaktif (contohnya probiotik dan antioksidan), (iii) makanan yang disintesis dan dikombinasikan dengan makanan tradisional (contohnya prebiotik) (Grajek et al. 2005).

Salah satu produk pangan fungsional yang berkembang saat ini adalah yogurt probiotik. Yogurt merupakan susu yang terfermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL). Probiotik yang saat ini dikembangkan umumnya menggunakan BAL. Menurut Louren-Hattingh dan Viljoen (2001), mengonsumsi bakteri probiotik melalui produk-produk pangan adalah cara baik untuk memelihara keseimbangan populasi mikroba yang menguntungkan di dalam usus.

Agar viabilitas probiotik lebih optimal, maka perlu ditambahkan prebiotik ke dalam yogurt dan interaksi kedua senyawa ini disebut sinbiotik. Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak dapat dicerna sepanjang saluran pencernaan manusia dapat menstimulasi pertumbuhan satu atau sejumlah probiotik dalam kolon (Manning dan Gibson 2004) . Prebiotik dapat difermentasi oleh probiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek atau short chain fatty acid (SCFA) seperti asetat, butirat, dan propionat, yang digunakan sebagai sumber energi bagi probiotik (Grajek et al. 2005). Menurut Akalin et al. (2004), viabilitas

Bifidobacterium longum pada yogurt dengan penambahan prebiotik FOS dapat bertahan pada 106 CFU/g selama 21 hari, sedangkan bila tanpa prebiotik dengan jumlah probiotik yang sama hanya bertahan selama 7 hari yang disimpan pada suhu 4 oC. Hal ini dikarenakan prebiotik FOS mampu menstimulasi viabilitas dari bifidobacteria selama penyimpanan pada suhu rendah.

(14)

fermentasi spontan irisan pisang dilanjutkan dengan pemanasan dengan otoklaf dan pendinginan.

Tepung pisang uli modifikasi (TPUM) yang ditambahkan maksimal sebanyak 70% terhadap susu skim dalam pembuatan yogurt sinbiotik masih diterima oleh panelis (Saputra 2012). Substitusi tepung pisang modifikasi tersebut tidak mempengaruhi rasa, aroma, dan mutu keseluruhan bahkan meningkatkan kesukaan panelis terhadap tekstur maupun warna pada yogurt (Jenie et al 2011). Produk probiotik dianjurkan setidaknya mengandung 106 sel hidup dari probiotik seperti Lactobacillus acidophilus atau Bifidobacterium spp per gram produk dan dianjurkan untuk dikonsumsi minimal dengan dosis 100 gr sehingga jumlah organisme yang dikonsumsi menjadi 108 atau 109 sel (Shah 2006). Ketahanan probiotik dalam yogurt TPUM sinbiotik mengalami penurunan sebesar satu unit log selama 4 minggu penyimpanan pada suhu refrigerasi (10 oC), namun masih tergolong cukup tinggi (108 CFU ml-1)(Saputra 2012). Untuk mengetahui konsentrasi probiotik yang optimum yang masih mempertahankan viabilitasnya selama 8 minggu penyimpanan pada suhu rendah, maka perlu dipelajari jumlah optimum probiotik awal yang ditambahkan.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. mengetahui konsentrasi probiotik optimum yang masih mempertahankan viabilitasnya selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4 oC.

2. Mengetahui jenis probiotik terbaik dari dua isolat BAL yang diteliti yang dapat bertahan selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4 oC

3. mengetahui perubahan mutu sensori yogurt TPUM sinbiotik dengan probiotik dan konsentrasi terbaik berdasarkan hasil analisis sensori.

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung Pisang Modifikasi

Tepung pisang tanduk yang dihasilkan dimodifikasi dengan fermentasi spontan 24 jam dan dilanjutkan dengan satu siklus pemanasan otoklaf mampu meningkatkan kadar pati resistennya dari 6.38% (bk) menjadi 15.24% (bk). Selain itu, proses modifikasi juga menghasilkan kadar serat pangan total yang tinggi (7.7-8.2%) dan mendukung pertumbuhan probiotik (1-2 log CFU ml-1) (Abdillah 2010)

(15)

resisten tepung pisang uli dari 6.17% (bk) menjadi 9.19 (bk). Tepung pisang uli modifikasi adalah tepung pisang yang terbuat dari pisang uli yang mengalami fermentasi spontan maupun pemanasan dengan otoklaf yang dilanjutkan dengan pendinginan dalam proses pembuatannya. Komposisi kimia TPUM dapat dilihat pada Tabel 1 (Rosephin 2010).

Tabel 1. Komposisi Kimia tepung pisang uli modifikasi (TPUM)

Komponen Komposisi (%)

Total Serat Pangan 18.38

RS 9.19

Proses fermentasi spontan dilakukan untuk melinierisasi amilopektin sehingga meningkatkan pati resisten pada pisang. Linierisasi amilopektin menggunakan asam-asam organik dan enzim pululanase secara signifikan dapat meningkatkan pembentukan RS selama pemanasan pada suhu otoklaf (Sajilata 2006). Fermentasi spontan akan menghasilkan asam laktat sebagai hasil metabolisme bakteri asam laktat yang secara alami terdapat pada irisan pisang (Meyer 2003). Tujuan dari pemanasan dengan otoklaf adalah gelatinisasi pati. Proses gelatinisasi menyebabkan granula pecah dan melepaskan molekul-molekul pati terutama amilosa. Proses pendinginan bertujuan untuk meretrogradasi pati. Selama proses retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur yang kompak. Amilosa mengalami proses retrogradasi yang cepat dibandingkan dengan amilopektin (Fennema 1996). Hal ini membuat struktur pati sangat stabil sehingga sulit dicerna. Pati yang diubah konformasinya melalui pengolahan pangan (pemanasan dan pendinginan) tergolong pati resisten tipe 3 (Alvarez dan Sanchez 2006).

Yogurt

Menurut Standar Nasional Indonesia (2009), yogurt merupakan produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan atau bakteri asam laktat yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diijinkan.

Manfaat dari yogurt ialah dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang berbahaya di dalam tubuh, seperti Enteropathogenic Escherichia Coli

(16)

hingga kurang dari 4 sehingga pertumbuhan Escherichia coli enteropatogenik dapat terhambat. Selain itu, H2O2 dan bakteriosin yang dihasilkan BAL juga membantu menghambat pertumbuhan EPEC (Lourens- Hattingh dan Viljoen 2001).

Proses pembuatan yogurt terdiri atas empat tahap dasar, yaitu pemanasan, inokulasi, inkubasi, dan pendinginan. Pemanasan dilakukan pada suhu 85 oC selama 30 menit atau 95 oC selama 10 menit atau disebut dengan proses pasteurisasi. Pasteurisasi ini bertujuan untuk menghasilkan lingkungan yang steril bagi kultur starter dan mendenaturasi dan koagulasi protein whey untuk meningkatkan viskositas dan tekstur susu (Yildiz 2010). Selain itu, tujuan pasteurisasi adalah untuk menguapkan sebagian air pada yogurt sehingga mengurangi terjadinya sineresis. Suhu yang digunakan dalam pemanasan berkisar 80-85 oC dan berlangsung selama 15-30 menit. Inokulasi dilakukan untuk memasukkan bakteri starter ke dalam susu saat susu bersuhu sekitar 40-45 0C. Inkubasi bertujuan untuk memberikan kesempatan starter untuk melakukan fermentasi dan biasanya dilakukan pada suhu 35-46 0C selama 3-24 jam. Hal ini dapat mempengaruhi sifat-sifat yogurt (Lee dan Lucey 2004). Dan yang terakhir adalah pendinginan yang bertujuan untuk menghentikan atau menghambat fermentasi yang dilakukan starter.

Yogurt dapat dikategorikan menjadi 3 jenis berdasarkan kandungan kadar lemaknya, yaitu yogurt (minimal 3%), yogurt rendah lemak (0.6-2.9%), dan Yogurt tanpa lemak (maksimal 0.5%). Sedangkan berdasarkan perlakuan setelah fermentasi yogurt dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu yogurt tanpa perlakuan panas dan yogurt dengan perlakuan panas (SNI 2009)

Beberapa penelitian menunjukkan penambahan prebiotik pada yogurt dapat meningkatkan fungsi yogurt tersebut. Penambahan inulin ke dalam yogurt selain dapat menstimulasi pertumbuhan bakteri baik dalam kolon, dapat meningkatkan penyerapan kalsium. sehingga berdampak pada meningkatnya daya tarik yogurt tersebut (Staffolo et al. 2004). Selain itu, yogurt sinbiotik dengan penambahan prebiotik FOS dan probiotik L.fermentum 2B4 ataupun L.plantarum 2C12 maupun campuran kedua probiotik tersebut mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen EPEC sebanyak 2 satuan log pada waktu kontak 2 jam (Septiawan 2011).

Hal yang mendasari yogurt dikatakan sebagai yogurt probiotik sangat tergantung dengan jumlah probiotik yang masih hidup saat yogurt tersebut dikonsumsi. Menurut Elisabeth (2003), viabilitas campuran BAL S.thermophilus,

L.casei strain shirota, dan B.breve pada yogurt sinbiotik dengan susu kedelai yang mengandung oligosakarida dan dietary fiber sebagai prebiotiknya adalah sekitar 109 CFU ml-1 pada suhu refrigerator. Viabilitas tersebut tentu dapat turun selama penyimpanan.. Penelitian lain yang dilaporkan Saputra (2012) menunjukkan bahwa selama 4 minggu penyimpanan pada suhu 10 oC, masih berkisar 108 CFU ml-1.

Probotik

(17)

bagian dari pangan memberikan manfaat kesehatan pada inangnya. Menurut Jay (2005), probiotik adalah produk konsumsi yang mengandung organisme hidup yang dipercaya dapat bermanfaat bagi konsumen.

Salminen et al. (2004) menyatakan bahwa probiotik harus memilki beberapa kriteria yang harus dipenuhi, antara lain :

1) Bersifat non patogenik dan mewakili mikrobiota normal pada usus inangnya, serta masih aktif pada kondisi asam lambung dan konsentrasi garam empedu yang tinggi dalam usus halus

2) Dapat tumbuh dan bermetabolisme dengan cepat serta terdapat dalam jumlah tinggi dalam usus halus

3) Mampu mengkolonisasi pada beberapa bagian saluran usus inangnya 4) Dapat memproduksi asam-asam organik secara efisien dan memiliki sifat

antimikroba terhadap patogen

5) Mudah diproduksi, mampu tumbuh dalam sistem produksi skala besar, dan hidup selama kondisi penyimpanan.

Bentuk produk probiotik dapat berupa bakteri kering beku, dalam bentuk tablet, kapsul, produk fementasi susu seperti yogurt, dan susu manis acidophilus

(Salminen et al. 2004). Produk yang mengandung probiotik dikategorikan sebagai pangan fungsional (Kneifel et al. 1999; Hoover 2000). Hal ini dikarenakan terdapat beberapa efek kesehatan yang menguntungkan jika mengonsumsi pangan tersebut. Beberapa penyakit yang dapat dikurangi diantaranya adalah infeksi enterik, diare, diare akibat antibiotik, konstipasi, dan kanker usus (Salminen et al.

2004).

Probiotik dapat merupakan mikroorganisme yang umum ditemukan dapat tumbuh di saluran pencernaan manusia maupun pada beberapa sumber pangan fermentasi yang umumnya berupa BAL (Hamilton-Miller 2003). Probiotik umumnya berasal dari golongan BAL, namun tidak semua BAL merupkan probiotik (Shortt 1999). BAL yang termasuk golongan probiotik adalah yang toleran terhadap lingkungan asam. Hal ini dijelaskan oleh Almatsier (2005) yang menyatakan bila probiotik masuk ke dalam saluran pencernaan manusia, maka probiotik harus tahan terhadap pH asam lambung (sekitar 2).

Golongan bakteri tersebut dinamakan BAL karena menghasilkan asam laktat dalam metabolismenya. Karbohidrat difermentasi menjadi 2 molekul asam piruvat melalui jalur Embden-Meyerhoff Parnas (EMP) dan kemudian diubah menjadi 2 molekul asam laktat (Surono 2004). Fermentasi ini juga menghasilkan 2 molekul ATP sebagai sumber energi BAL.

Ketahanan BAL terhadap pH rendah dikarenakan kemampuan mempertahankan pH internal lebih alkali dibanding pH eksternal serta karena mempunyai membran sel yang tahan terhadap kebocoran sel akibat terpapar pH rendah (Bender et al. 1987). Kepekaan bakteri terhadap asam dapat bergantung pada kerja simultan dari faktor-faktor tambahan lain, seperti aktivitas air, kadar garam , perlakuan panas, potensi redoks, dan lain-lain (Jenie 1996).

(18)

Probiotik seperti Lactobacillus dan Bifidobacterium spp. memiliki beberapa keuntungan terhadap kesehatan manusia (Gustaw et al. 2011). Probiotik tersebut mampu menghasilkan SCFA (short chain fatty acid), menghasilkan penghambatan terhadap bakteri patogen, menurunkan resiko kanker kolon, meningkatkan system imun, dan menurunkan kolesterol (Tamime dan Robinson 2007).

Lactobacillus acidophilus

Ciri-ciri Lactobacillus acidophilus berdasarkan Nakazawa dan Hasono (1992), antara lain (1) tidak tumbuh pada suhu 15 oC dan tidak memfermentasi ribose, (2) optimum pertumbuhan pada suhu 35-38 oC dan pH optimum 5.5-6.0, (3) pada susu sapi memproduksi 0.30%-1.90% DL asam laktat, (4) dapat menggunakan komponen nutrisi, yaitu asetat (asam mevalonat), riboflavin, asam pantotenat, kalsium, niasin, dan asam folat, (5) memproduksi threonin adolase dan alkohol dehidrogenase yang akan mempengaruhi aroma. L.acidophilus termasuk golongan BAL homofermentatif sehingga metabolit utamanya adalah asam laktat (Karimah et al. 2011).

L.acidophilus termasuk golongan BAL yang mampu melewati hambatan-hambatan hingga ke usus dalam keadaan hidup seperti asam lambung, enzim air liur, dan asam empedu. Bakteri ini dapat memproduksi berbagai zat metabolit, seperti : asam organik, hidrogen peroksida, dan berbagai bakteriosin yang dapat menghambat perkembangan patogen (Kanbe 1992). L.acidophilus mempunyai ketahanan terhadap asam lambung buatan dengan pH 2,5 selama 3 jam dan bakteriosin yang dihasilkan tetap aktif pada pH 3 sampai pH 10 (Oh et al. 2000). Dengan adanya asam laktat yang dihasilkan, bakteri ini mampu meningkatkan efisiensi penyerapan kalsium, besi, dan fosfor. Menurut Nakazawa dan Hosono (1992), L.acidophilus diduga dapat menurunkan kadar kolesterol, mengendalikan pertumbuhan kanker melalui aktivitas enzimnya yang mampu menurunkan produksi karsinogenik dan mencegah pengembangan kanker di dalam pencernaan. Selama penyimpanan sampai hari ke-20, jumlah BAL campuran

S.thermophilus, L.bulgaricus, dan L.acidophilus dengan prebiotik tepung pisang mengalami peningkatan sebesar 1.52 unit log , tetapi pada penyimpanan hari selanjutnya hingga hari ke-40 jumlah BAL tersebut menurun hingga 0.47 log (Purwijantiningsih 2007). Hal ini dikarenakan selain menghasilkan asam laktat, BAL juga menghasilkan metabolit lain seperti hidrogen peroksida yang dalam akumulasi yang besar dapat menghambat bakteri asam laktat tersebut (Suseno et al. 2000). Donkor (2007) melaporkan L.acidophilus L10 yang ditambahkan ke dalam yogurt dengan kultur starter S.thermophilus St 1342 dan L.debreuckii ssp. Bulgaricus Lb1466 stabil selama 4 penyimpanan pada suhu 4 oC.

Bifidobacterium bifidum

Karakteristik Bifidobacterium antara lain bersifat Gram positif, tidak membentuk spora, non motil, katalase negatif, dan anaerobik, mempunyai panjang 2-8 µm, suhu pertumbuhan optimumnya 36-38 oC, pH optimum pertumbuhan 6.5, bersifat heterofermentatif, memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2:3 tanpa menghasilkan CO2 (Chateris et al. 2002).

(19)

diteliti toleran terhadap kondisi asam dalam saluran pencernaan. Uji coba pada model sistem pencernaan menunjukkan bahwa jumlah bifidobacterium bifidum hanya mengalami penurunan sebesar 20% ketika pH turun dari 5.0 menjadi 1.8 selama 80 menit (Marteau et al.1997). Suatu antibiotik dengan nama bifidin telah diisolasi dari Bifidobacterium bifidum (Nakazawa dan Hosono 1992). Senyawa ini dapat bertahan selama pemanasan 100 oC selama 30 menit dan memiliki komponen yang terdiri atas fenilalanin dan asam glutamat. Bifidosin B, suatu bakteriosin dari Bifidobacterium bifidum ternyata memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri (Altieri et al. 2005).

Menurut Ibrahim dan Carr (2006), viabilitas Bifidobacteria pada beberapa yogurt komersial di Carolina Utara berkisar dibawah 5.5 log CFU ml-1. Viabilitas bifidobacteria tersebut masih pada kisaran yang tetap pada minggu ke-3 pada suhu penyimpanan 4oC. Namun, jumlah bakteri tersebut mengalami penurunan yang signifikan di minggu ke-4 dan dibawah rentang deteksi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Saputra (2012) menunjukkan terjadi penurunan jumlah bakteri

B.bifidum sebesar 1.08 log CFU ml-1 pada yogurt TPUM selama 4 minggu penyimpanan pada suhu 10 oC.

Prebiotik

Gibson dan Roberfroid (1995) menyatakan prebiotik sebagai bahan pangan yang tidak dapat dicerna yang menguntungkan bagi inang dengan menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan atau aktivitas bakteri tertentu dalam kolom inang. Klasifikasi yang harus terpenuhi agar dapat dikatakan sebagai prebiotik menurut Salminen et al. (2004), antara lain (1) tidak terhidrolisis atau terserap pada saluran pencernaan bagian atas, (2) secara selektif dapat menstimulir pertumbuhan bakteri yang menguntungkan bagi kolon, (3) dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen sehingga secara sistematik dapat meningkatkan kesehatan.

Manfaat prebiotik bagi kesehatan antara lain menghambat patogen, meningkatkan penyerapan kalsium, melindungi kanker kolon, menurunkan kolesterol, dan meningkatkan imunitas dengan cara menstimulasi pertumbuhan maupun aktivitas bakteri baik dalam kolon seperti Bifidobacteria dan Lactobacili

(Gibson dan Roberfroid 1995; Manning et al. 2004). Menurut Rastall et al.

(2005), mekanisme penghambatan patogen tebagi menjadi dua, yaitu secara langsung atau tidak langsung. Penghambatan secara langsung dilakukan dengan mem-blok sisi reseptor pelekatan patogen pada mukosa usus, sedangkan penghambatan secara tak langsung adalah karena dapat meningkatkan pertumbuhan probiotik.

(20)

Prebiotik secara tak langsung dapat memberikan efek imunologi. Beberapa komponen sel pada BAL dapat bertindak sebagai imunomodulator (Gibson dan Roberfroid 1995). BAL juga dapat memproduksi enzim BSH (Bile Salt Hydrolase) yang menghasilkan asam empedu terdekonjugasi dalam bentuk asam kholat bebas yang kurang diserap oleh usus halus dibanding yang terkonjugasi. Asam-asam empedu akan membentuk garam empedu. Garam empedu yang terdekonjugasi akan mudah terbuang melalui feses. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyak kolesterol yang dibutuhkan untuk membuat garam empedu lagi sehingga akan mengambil kolesterol dari serum darah. Hal ini akan menyebabkan kolesterol darah menurun.

Menurut Gustaw et al. (2011), penambahan 1% FOS ke dalam yogurt menyebabkan peningkatan S. thermophilus, L. acidophilus, dan Bifidobacterium

spp sebesar 0.2 log untuk S.thermophilus, dan 0.6 log untuk L.acidophilus dan

Bididobacterium spp jika dibandingkan yogurt tanpa penambahan prebiotik.

Yogurt Sinbiotik

Sinbiotik merupakan salah satu pengembangan pangan fungsional yang menggabungkan konsep probiotik dan prebiotik menjadi jenis makanan yang berfungsi sebagai makanan pembawa probiotik (Winarno 2003). Sedangkan definisi lain menyatakan bahwa sinbiotik adalah campuran probiotik dan prebiotik yang bermanfaat terhadap inang dengan memperbaiki ketahanan dan implamantasi dari suplemen pangan berupa mikroba hidup di dalam saluran pencernaan inang (Anderson et al. 2001). Kombinasi probiotik (bakteri asam laktat) dan prebiotik dapat meningkatkan daya tahan bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini (Ouwehand et al. 2007).

Prebiotik yang ditambahkan pada yogurt dapat meningkatkan kualitas tekstur maupun mouthfeel, dapat berfungsi sebagai pengganti gula, serta sebagai serat (Wang 2009). Hal ini menunjukkan penggabungan konsep probiotik dan prebiotik pada produk tertentu tidak hanya dapat meningkatkan manfaat produk tersebut bagi kesehatan konsumen, namun juga meningkatkan mutu produk.

Menurut Septiawan (2011), yogurt sinbiotik dengan menggunakan prebiotik FOS sebanyak 5% dan dengan campuran BAL L.bulgaricus, S.thermophilus, dan

(21)

METODOLOGI PENELITIAN

Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan adalah buah pisang varietas uli yang sudah tua tetapi belum matang dengan warna kulit masih hijau. Bahan-bahan yang dugunakan untuk pembuatan yogurt sinbiotik adalah susu skim, gula pasir, TPUM, kultur starter yogurt (Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus), serta bakteri asam laktat sebagai bakteri kandidat probiotik yaitu

L.acidophilus dan B.bifidum. Keempat bakteri ini diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen ITP. Kultur dipelihara dengan menggunakan agar tegak dalam MRSA. Media yang digunakan terdiri dari MRSB (deMann Rogosa Sharpe Broth) dan MRSA (deMann Rogosa Sharpe Agar). Bahan kimia yang digunakan terdiri dari NaOH 0.1N, indikator fenol ftalein 1%, dan larutan pengencer KH2PO4.

Alat yang digunakan dalam penelitian terdiri dari disc mill, oven pengering (cabinet dryer), crusher, ayakan 100-mesh, otoklaf, refrigerator, inkubator, penangas air, water-bath, desikator, pH-meter, biuret, serta alat-alat gelas untuk keperluan analisis dan alat-alat untuk pembuatan tepung pisang.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu pembuatan TPUM, persiapan kultur starter dan probiotik, pembuatan yogurt TPUM sinbiotik dan penyimpanan yogurt TPUM sinbiotik. Persiapan kultur starter dan probiotik dilakukan untuk menghasilkan jumlah kultur starter dan probiotik yang optimum agar sesuai dengan konsentrasi yang dikehendaki. Yogurt TPUM sinbiotik kemudian dianalisis selama penyimpanan pada suhu rendah baik secara kimia, mikrobiologi, maupun sensori.

Pembuatan TPUM

Pembuatan tepung pisang uli modifikasi mengikuti prosedur Jenie et al.

(2010). Pisang diiris dalam bentuk kotak dengan ketebalan sekitar 5-6 mm. Irisan pisang uli direndam dalam akuades atau air matang (3:4), kemudian difermentasi (spontan) selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah fermentasi 24 jam, irisan pisang ditiriskan dan dipanaskan dalam otoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, dan didinginkan pada suhu refrigerator (4-6°C) selama 24 jam. Selanjutnya irisan pisang dikeringkan menggunakan oven (50°C) selama 30 jam sampai kadar air sekitar 12%. Setelah kering, irisan pisang dihaluskan menggunakan disc mill dan diayak menggunakan saringan ukuran 100 mesh.

Persiapan Kultur Starter dan Probiotik

Kultur yogurt Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus

(22)

yang telah disterilisasi. Untuk kandidat probiotik diinokulasikan ke dalam campuran larutan susu skim 10% dan glukosa 3% yang dipanaskan menggunakan dua jenis pemanasan yaitu pasteurisasi (85 oC, 30 menit) dan sterilisasi (121 oC, 15 menit). Selanjutnya, diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dan hasilnya disebut kultur kerja.

Persiapan Konsentrasi Probiotik

Untuk mengetahui viabilitasnya, maka kultur kerja dipupukkan pada media MRSA. Kultur yang berpotensi sebagai kandidat probiotik diencerkan hingga 106, 107, dan 108 CFU ml-1.

Analisis Jumlah Probiotik

Sebanyak 1 ml kultur dari dua kandidat probiotik dari kultur kerja dipipet dan dimasukkan ke dalam larutan pengencer 9 ml dan divorteks untuk pengenceran 10-1. Pengenceran dilakukan sampai 10-5 dan 10-7 dengan cara yang sama. Pemupukan dilakukan duplo dari tingkat pengenceran 10-5 sampai 10-7 dengan menggunakan MRSA dalam cawan petri. Cawan petri diinkubasi pada suhu 37 0C dalam posisi terbalik. Perhitungan koloni dilakukan setelah 48 jam berdasarkan metode BAM (2001)dalam satuan CFU ml-1.

Pembuatan Yogurt TPUM Sinbiotik (Saputra 2012)

Pembuatan Yogurt TPUM

Proses pembuatan yogurt sinbiotik dimulai dengan memformulasikan substitusi TPUM 70% terhadap susu skim. Formulasinya adalah TPUM 17.5 gr, susu skim 7.5 gr, gula pasir 12.5 gr, dan air steril 250 ml pada erlenmeyer dengan volume 500 ml. Semua bahan tersebut dicampur dan diaduk, kemudian dilanjutkan dengan pasteurisasi pada suhu 90 oC selama 15 menit. Setelah itu, campuran dihomogenisasi dan kemudian dipasteurisasi kembali pada suhu 90 oC selama 15 menit. Selanjutnya, campuran dibiarkan hingga suhu mencapai 45°C dan kemudian diinokulasi dengan starter kultur yogurt sebanyak 2% dengan perbandingan kultur L.bulgaricus dan S.thermopilus adalah 1:1. Setelah diinokulasi, campuran difermentasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Penambahan Probiotik pada Yogurt TPUM

Setelah yogurt terbentuk, yogurt dipasteurisasi dahulu pada suhu 90oC selama 30 menit kemudian didinginkan hingga suhu kamar. Selanjutnya, setelah dingin yogurt ditambahkan probiotik L.acidophilus atau B.bifidum dengan berbagai konsentrasi (106, 107, 108 CFU ml-1), diaduk merata dengan cara memutar wadah erlenmeyer secara horizontal.

(23)

Hal yang sama juga dilakukan untuk mendapat konsentrasi 106 CFU ml-1 di dalam yogurt lainnya, yaitu dengan pengenceran 10-1 dari kultur kerja probiotik yang berkonsentrasi 107 CFU ml-1. Penambahan 10% ke dalam 250 ml yogurt dilakukan dengan pertimbangan agar konsistensi yogurt tidak terlalu menjadi terganggu atau encer.

Formulasi subtitusi TPUM 70% terhadap 10% susu skim (TPUM 17.5 gr, susu skim 7.5 gr),

gula pasir 12.5 gr, akuades steril 250 ml

Pencampuran dan pengadukan

Pasteurisasi (90 0C selama 15 menit)

Homogenisasi

Pasteurisasi (90 0C selama 15 menit)

Fermentasi (37 0C selama 24 jam )

Yogurt sinbiotik

Inokulasi kultur starter 2% (1:1)

Penambahan bakteri probiotik L.acidophilus atau B. bifidum Pasteurisasi (90oC selama 30 menit)

Pendinginan (hingga suhu 45oC) Pendinginan (hingga suhu 45 0C)

(24)

Kadar air (% berat kering) = � � �

Kadar air (% berat basah) =�

� �

Penyimpanan Yogurt TPUM Sinbiotik

Yogurt TPUM sinbiotik disimpan pada suhu 4oC dan diamati perubahan pH, Total Asam Tertitrasi, dan viabilitas probiotik pada minggu ke-0, 2, 4, 6, 7, dan 8. Uji sensori dilakukan pada minggu ke-0 dan 4.

Analisis Karakterisitik Mutu Yogurt Sinbiotik

Kadar Air (AOAC 1999)

Pengukuran kadar air metode oven udara didasarkan atas berat yang hilang. Cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel TPUM ditimbang dalam cawan. Cawan dimasukkan ke dalam oven selama 6 jam. Produk yang tidak mengalami dekomposisi dengan pengeringan yang lama dapat dikeringkan selama 1 malam (16 jam). Setelah itu, cawan dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan dan ditimbang kembali. Cawan dikeringkan kembali di dalam oven hingga diperoleh bobot yang konstan. Pengukuran kadar air dilakukan sebanyak 2 kali pengukuran pada setiap ulangan TPUM.

Keterangan:

W1 = bobot sampel sebelum dikeringkan (g) W2 = bobot sampel setelah dikeringkan (g) W3 = W1-W2

Total Asam Tertitrasi (Nielsen 2003)

Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein 1%. Sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N yang telah distandarisasi sampai terbentuk warna merah muda. Total asam tertitrasi dinyatakan sebagai persen asam laktat (BM asam laktat = 90).

% asam laktat = Volumesampel x 1000 100%

Derajat Keasaman Yogurt (Nielsen 2003)

(25)

Uji Viabilitas BAL (BAM 2001)

Uji viabilitas bakteri asam laktat dilakukan dengan metode agar tuang. Sebanyak 1 ml sampel diencerkan dalam 9 ml larutan fisiologis (NaCl 0.85%) hingga pengenceran 107. Pemupukan dilakukan secara duplo dari tingkat pengenceran 10-5 sampai 10-7 untuk sampel dengan konsentrasi probiotik 108 CFU ml-1, pengenceran 104 sampai 106 untuk sampel dengan konsentrasi probiotik 107 CFU ml-1, dan pengenceran 103 sampai 106 untuk sampel dengan konsentrasi 106 CFU ml-1, dengan cara memipetkan 1 ml atau 0.1 ml sampel yang telah diencerkan ke dalam cawan petri steril , kemudian ditambahkan 15-20 ml MRSA cair steril. Cawan petri digoyangkan secara mendatar untuk penyebaran sampel yang merata. Setelah agar membeku, diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 2-3 hari. Jumlah koloni dihitung dengan menggunakan metode SPC dan dinyatakan dalam satuan CFU ml-1.

Analisis Sensori

Uji Deskripsi (Adawiyah 2009)

Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji deskripsi. Skala yang digunakan adalah skala garis tidak terstruktur sepanjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Masing-masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas. Tanda batas kiri diberi deskripsi intensitas tidak terdeteksi dan batas kanan diberi deskripsi intensitas sangat tinggi. Pada uji deskripsi, panelis diminta untuk menilai atribut sensori tertentu produk (konsistensi, tekstur, rasa, warna, dan aroma). Atribut lain yang dinilai adalah aroma alkohol. Atribut ini digunakan untuk mengidentifikasi keusakan pada sampel. Panelis yang digunakan adalah panelis terlatih sebanyak 10 orang. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dengan uji lanjut uji Duncan. Sampel yang diuji secara organoleptik adalah yogurt TPUM sinbiotik yang belum mengalami kerusakan secara visual dan dengan viabilitas yang paling stabil selama penyimpanan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Proses Pemanasan Media terhadap Pertumbuhan Bakteri Kandidat Probiotik

(26)

Tabel 2. Pengaruh pemanasan media terhadap pertumbuhan bakteri kandidat probiotik

Jenis Probiotik Jumlah kandidat probiotik (log CFU ml -1

) Pasteurisasi Sterilisasi

L.acidophilus 9.25 8.90

B.bifidum 9.52 8.71

Pada Tabel 2, hasil analisis ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara viabilitas probiotik pada media campuran susu skim dan glukosa yang di pasteurisasi terhadap viabilitas probiotik pada media campuran susu skim dan glukosa yang disterilisasi (p>0.05) (Lampiran 6). Viabilitas probiotik pada perlakuan pasteurisasi berada pada kisaran 109 CFU ml -1

, sedangkan viabilitas probiotik pada perlakuan sterilisasi berada pada kisaran 108 CFU ml-1. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya persiapan media kultur probiotik dilakukan dengan pasteurisasi media (85 oC selama 30 menit).

Proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan berkurangnya nilai gizi susu. Pasteurisasi pada susu dapat menghilangkan sebanyak 10% tiamin dan 25% vitamin C, sedangkan sterilisasi pada susu dapat menghilangkan 20% tiamin dan 60% vitamin C (Tull 1996). Rynne et al. (2004) melaporkan semakin tinggi suhu pasteurisasi, semakin tinggi protein whey yang terdenaturasi. Whey merupakan protein pada susu yang sensitif terhadap panas (Ozer 2010). Hal ini menunjukkan semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin banyak protein whey yang terdenaturasi sehingga nilai rata-rata protein pada susu menjadi semakin rendah.

Ibrahim dan Carr (2006) melaporkan bahwa yogurt yang tinggi protein dan antioksidan akan meningkatkan viabilitas Lactobacillus dan Bifidobacteria

selama penyimpanan suhu dingin. Hal ini menunjukkan protein dan antioksidan merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan probiotik. Vitamin C merupakan vitamin yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (Hidgon dan Frei 2002). Sterilisasi media membuat antiokisidan dan protein pada susu menjadi lebih sedikit dibandingkan pasteurisasi sehingga jumlah kandidat probiotik yang tumbuh pada media menjadi semakin sedikit pula.

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Probiotik terhadap Mutu Sensori serta Keasaman dan Viabilitas Probiotik dari Yogurt TPUM Sinbiotik Sebelum

Penyimpanan

Kadar air TPUM dan kadar pati resisten yang digunakan pada pembuatan yogurt tersebut masing-masing sebesar 9.31% (bk) dan 14.5 % (bk) per 100 g tepung. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan kadar air dan kadar pati resisten yang dilaporkan oleh Saputra (2012) yang masing-masing sebesar 10.22% (bk) dan 14.82% (bk) per 100 g tepung.

(27)

dengan aroma asam yang sedikit tercium dan rasa yang tidak asam. Tekstur yogurt terbentuk karena aktivitas kultur starter yang menghasilkan asam laktat sehingga mengkoagulasi komponen protein susu (Elisabeth 2003), sedangkan aroma yogurt yang khas disebabkan oleh adanya komponen asam laktat, asetaldehida, dan senyawa-senyawa volatile lain yang diproduksi oleh kultur starter sebagai hasil dari fermentasi (Tamine dan Robinson 2007). Komponen-komponen ini menghasilkan rasa asam dan aroma asam pada yogurt.

Tabel 3. Keasaman dan Viabilitas Probiotik dari Yogurt TPUM Sinbiotik

Jenis

Berdasarkan nilai pH yang ditunjukkan pada Tabel 3, yogurt L.acidophilus

108 CFU ml-1 memiliki derajat keasaman paling tinggi sedangkan yogurt

L.acidophilus 106 CFU ml-1 memiliki derajat keasaman terendah. Berdasarkan

hasil analisis ragam dengan α sebesar 0.05, perlakuan penambahan konsentrasi dan jenis probiotik maupun interaksi antara keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH yogurt (p> 0.05) di minggu ke-0 (Lampiran 7). Nilai pH ke-6 yogurt berkisar antara 3.65-3.76. Nilai pH ini tidak berbeda jauh dengan nilai pH yang dilaporkan oleh Saputra (2012) yang menyatakan bahwa nilai pH yogurt sinbiotik dengan substitusi 70% TPUM terhadap susu skim dan dengan penambahan 1% B.bifidum setelah yogurt dipasteurisasi yaitu sebesar 3.65. Menurut Jay (2000), pH yogurt susu yang baru terbentuk mencapai 3.65-4.40. Hal ini menunjukkan susbtitusi TPUM 70% dan penambahan probiotik tidak mempengaruhi nilai pH yogurt. Selain itu, jika membandingkan volume suspensi probiotik yang ditambahkan pada yogurt TPUM oleh Saputra (2012) dan volume suspensi yang ditambahkan pada penelitian ini, menunjukkan bahwa banyaknya volume suspensi probiotik yang ditambahkan tidak mempengaruhi nilai pH yogurt TPUM.

(28)

1.84%. Nilai TAT ini berbeda jauh dengan nilai TAT yang diperoleh dari hasil penelitian. Hal ini dikarenakan pada penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2012), viabilitas probiotik awalnya mencapai 9.17 log, lebih tinggi dibanding viabilitas pada penelitian ini. Nilai TAT yogurt berdasarkan SNI (2009) yaitu sebesar 0.5-2 %. Hal ini menunjukkan substitusi TPUM 70% dan penambahan probiotik tidak mempengaruhi nilai TAT yogurt. Dari nilai pH dan TAT pada Tabel 3 tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis probotik dan konsentrasi probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH dan TAT yogurt pada minggu ke-0. Selain itu, berdasarkan analisis ragam interaksi antara konsentrasi dan jenis probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH dan TAT yogurt (p>0.05) (Lampiran 7 dan 8).

Penambahan konsentrasi probiotik yang berbeda ke dalam yogurt berpengaruh nyata terhadap viabilitas probiotik awal dan akhir di dalam yogurt (p<0.05), namun jenis probiotik baik L.acidophilus maupun B.bifidum yang ditambahkan ke dalam yogurt tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas awal dan akhir probiotik (p>0.05) (Lampiran 9 dan 10). Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi awal probiotik yang ditambahkan sangat penting dalam menentukan viabilitas awal dan akhir probiotik dalam yogurt. Berdasarkan analisis ragam, interaksi antara konsentrasi dan jenis probiotik tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas probiotik awal pada yogurt di minggu ke-0 (p>0.05) (Lampiran 9 dan 10). Viabilitas probiotik awal yang ditunjukkan pada Tabel 3 berkisar antara 6.31-8.07 log CFU ml-1, sedangkan viabilitas probiotik akhir berkisar antara 5.86-8.48 log CFU ml-1. Pada Tabel 3 terlihat bahwa semakin tinggi penambahan konsentrasi akan meningkatkan viabilitas probiotik awal di dalam yogurt TPUM secara nyata (Lampiran 9). Konsentrasi probiotik yang ditambahkan membantu mempertahankan viabilitas probiotik sehingga diakhir masa simpan viabilitas probiotik akhir masih berkisar antara 5.86-8.48 log CFU ml-1.

Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Probiotik Yogurt Sinbiotik selama Penyimpanan

pH

Berdasarkan hasil analisis ragam (α = 0.05), jenis probiotik, konsentrasi awal probiotik, dan lama penyimpanan maupun interaksi antara ketiga variabel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH yogurt (p>0.05) selama 8 minggu penyimpanan pada suhu 4 oC atau dapat dikatakan nilai pH yogurt stabil selama penyimpanan (Lampiran 11). Nilai pH rata-rata selama 8 minggu penyimpanan berkisar antara 3.42-3.80. Hal ini mengindikasikan bahwa variasi konsentrasi 106, 107, maupun 108 CFU ml-1, serta penambahan probiotik

L.acidophilus maupun B.bifidum tidak mempengaruhi nilai pH yogurt selama penyimpanan. Selain itu, selama 8 minggu penyimpanan nilai pH yogurt tidak berubah secara signifikan (p>0.05) (Gambar 2 dan 3).

(29)

TPUM berkisar antara 3.42-3.80. Hal ini dikarenakan substitusi TPUM yang ditambahkan mengakibatkan semakin tinggi kandungan gula pada yogurt sehingga semakin tinggi asam laktat yang dihasilkan (Saputra 2012). Penurunan pH yang dilaporkan Olson dan Aryana (2008) tersebut tidak berbeda jauh dengan penurunan nilai pH yogurt TPUM sinbiotik yang diperoleh. Selama penyimpanan yogurt TPUM, terjadi penurunan atau peningkatan nilai pH yang kecil dan tidak signifikan (Gambar 2 dan 3). Jay (2000) menyatakan asam laktat termasuk dalam kelompok asam organik lemah. Hal ini berarti asam laktat yang merupakan hasil metabolisme probiotik tidak signifikan menurunkan nilai pH yogurt.

Gambar 2. Perubahan nilai pH yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi

L.acidophilus selama penyimpanan (4 oC)

.

Gambar 3. Perubahan nilai pH yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi

(30)

Derajat keasaman yogurt dipengaruhi oleh aktivitas kultur starter dalam memfermentasi gula menjadi sebagian asam laktat dan sejumlah asam lainnya (Tamine dan Robinson 2007).

Total Asam Tertitrasi

Pada Gambar 4 dan 5, nilai TAT yogurt seperti nilai pH yang umumnya stabil selama 8 minggu penyimpanan. Hasil analisis ragam dengan α sebesar 0.05 menyatakan bahwa jenis probiotik dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai TAT (p>0.05), namun konsentrasi awal berpengaruh nyata (p<0.05) nilai TAT yogurt (Lampiran 12). Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 12b), nilai TAT pada konsentrasi 108 CFU ml-1 berbeda nyata terhadap konsentrasi 106 dan 107 CFU ml-1. Meskipun nilai TAT pada konsentrasi 107 CFU ml-1 tidak berbeda nyata terhadap nilai TAT pada konsentrasi 106 CFU ml-1, hal ini menunjukkan semakin tinggi penambahan konsentrasi awal probiotik ke dalam yogurt, maka semakin tinggi nilai TAT yogurt tersebut. Nilai TAT rata-rata pada konsentrasi 106 dan 107 CFU ml-1 berkisar sebesar 0.57 dan 0.58 % sedangkan nilai TAT rata-rata pada konsentrasi 108 CFU ml-1 sebesar 0.70% selama 8 minggu penyimpanan.

L.acidophilus termasuk golongan homofermentatif (Karimat et al. 2011), sedangkan B.bifidum bersifat heterofermentatif, memfermentasi laktosa untuk menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan rasio 2:3 tanpa menghasilkan CO2 (Chateris et al. 2002) . Bakteri homofermentatif mampu memproduksi asam laktat dari glukosa sebanyak lebih dari 85%, sedangkan bakteri heterofermentatif hanya menghasilkan kira-kira 50% asam laktat dari glukosa (Surono 2004). Homofermentasi hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir metabolisme glukosa dan dalam proses ini digunakan jalur Embden-Meyerhoff-Parnas. Dalam proses heterofermentasi asam laktat, karbondioksida dan etanol diproduksi dalam jumlah molar yang seimbang melalui jalur fosfoketoloase (Hofvendahl dan Haegerdal 2000).

Jika dibandingkan terhadap nilai pH, nilai TAT cenderung berbanding terbalik dengan nilai pH. Semakin besar nilai TAT, maka semakin rendah nilai pH. Akan tetapi, hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara nilai TAT terhadap nilai pH (p>0.05) (Lampiran 14). Hal ini dikarenakan pada pengukuran pH, nilai yang terukur adalah konsentrasi ion-ion H+ yang menunjukkan total asam yang terdisosiasi, sedangkan pada pengukuran TAT yang terukur adalah semua komponen asam, baik yang terdisosiasi maupun yang tidak terdisosiasi (Nielsen 2003). Selain itu, asam laktat merupakan asam lemah sehingga meskipun dihasilkan oleh probiotik selama penyimpanan, tidak terlalu menurunkan nilai pH yogurt TPUM.

(31)

alasan nilai TAT pada konsentrasi 108 CFU ml-1 berbeda nyata dan paling tinggi dibandingkan konsentrasi 106 dan 107 CFU ml-1. Pada konsentrasi 108 CFU ml-1, viabilitas probiotik lebih tinggi dibandingkan pada konsentrasi lainnya, sehingga asam laktat yang dihasilkan juga semakin tinggi.

Akmar (2006) melaporkan bahwa penambahan kultur B.bifidum ke dalam yogurt mempengaruhi kenaikan asam laktat. Yogurt dengan penambahan sebanyak 1% B.bifidum dan 0.1% P.fluorescens (menguji ketahanan yogurt), mengalami peningkatan asam laktat sebesar 0.32% selama 25 hari pada suhu 4 oC. Peningkatan nilai TAT menunjukkan jumlah asam laktat terus bertambah sebagai akibat dari aktivitas bakteri asam laktat yang masih terus berlangsung melakukan proses fermentasi (Kusuma 2007).

Gambar 4. Perubahan nilai TAT yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi

L.acidophilus selama penyimpanan(4 oC)

Gambar 5. Perubahan nilai TAT yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi

(32)

Viabilitas Probiotik

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 13) terhadap viabilitas probiotik, konsentrasi probiotik berpengaruh nyata terhadap viabilitas probiotik (p<0.05), sedangkan jenis probiotik dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas probiotik (p>0.05). Viabilitas rata-rata yogurt pada konsentrasi 106, 107, dan 108 CFU ml-1 selama 8 minggu penyimpanan berturut-turut sebesar 6.25, 7.08, dan 7.77 log CFU ml-1. Interaksi antara ketiga variabel, yaitu konsentrasi, jenis probiotik, dan lama penyimpana ini juga tidak berpengaruh nyata terhadap viabilitas probiotik (p<0.05) (Lampiran 13). Hal ini menunjukkan viabilitas probiotik pada yogurt tersebut stabil selama 8 minggu penyimpanan (Gambar 6 dan 7) dan penambahan probiotik L.acidophilus ataupun

B.bifidum tidak mempengaruhi viabilitas probiotik pada yogurt. Hal ini sejalan dengan penelitian Gustaw et al. (2011) yang melaporkan bahwa viabilitas

L.acidophilus dan B.bifidum di dalam yogurt dengan penambahan sebesar 2-3% pati resisten stabil selama 21 hari penyimpanan pada suhu 4 oC dibandingkan dengan viabilitas kontrol tanpa prebiotik yang mengalami penurunan sebesar 0.7 dan 0.6 log. Hal ini menunjukkan penambahan prebiotik dapat mempertahankan viabilitas probiotik selama penyimpanan. Saputra (2012) melaporkan yogurt TPUM dengan penambahan B.bifidum tanpa perlakuan pasteurisasi menurun sebesar 1.06 log selama 4 minggu penyimpanan pada suhu 10 oC. Pada penelitian ini, penurunan ketiga konsentrasi B.bifidum berkisar antara 0.09-0.52 log selama 8 minggu penyimpanan. Hal ini dikarenakan adanya proses pasteurisasi menyebakan kultur starter yogurt mati sehingga tidak terjadi kompetisi antara

B.bifidum dan kultur starter dalam memperebutkan nutrisi.

(33)

Yogurt L.acidophilus 108 CFU ml-1 merupakan yogurt yang paling stabil selama penyimpanan. Yogurt L.acidophilus pada konsentrasi 108 CFU ml-1 mengalami peningkatan sebesar 0.42 log selama penyimpanan yang tidak signifikan. Hal ini dikarenakan bakteri pada yogurt L.acidophilus 108 CFU ml-1 masih berkembang pada minggu ke-8. Hal ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Donkor (2007) yang melaporkan konsentrasi L.acidophillus L10 yang ditambahkan sebesar 1% ke dalam yogurt dengan kultur starter yang diinkubasi hingga pH mencapai 4.50, kemudian disimpan pada suhu 4 oC selama 28 hari menurun selama pertengahan penyimpanan, kemudian meningkat kembali di akhir penyimpanan mendekati konsentrasi awal sebesar 8.35 log cfu/g. Hal ini dikarenakan L.acidophilus masih berkembang selama penyimpanan karena masih memanfaatkan laktosa ataupun pati resisten yang ditambahkan sebagai sumber energinya. Selain itu, Ketahanan bifidobacteria pada penyimpanan suhu rendah lebih rendah dibanding L.acidophillus di dalam susu fermentasi maupun yang tidak difermentasi (Biavati et al. 1992; Canganella et al. 2000). Asam-asam hasil fermentasi bifidobacteria seperti asam asetat dan asam laktat merupakan antimikroba yang sangat baik dan memilki peran dalam kelangsungan hidup bifidobacteria pada pH rendah. Semakin besar nilai dari asam-asam ini, maka semakin kecil jumlah bifidobacteria (Akalin et al. 2004). Nilai pH optimum pertumbuhan Bifidobacterium yaitu 6.5 (Chateris et al. 2002).

Gambar 7. Perubahan jumlah bakteri yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi B.bifidum selama penyimpanan (4 oC)

Uji Organoleptik Uji Deskripsi

(34)

dikarenakan pada minggu ke-8, viabilitas L.acidophilus pada yogurt tersebut masih pada kisaran 108 CFU ml-1, sedangkan pada konsentrasi 107 CFU ml-1, viabilitas L.acidophilus pada yogurt berada pada kisaran 106 CFU ml-1. Yogurt

L.acidophilus 108 CFU ml-1 pada minggu ke-0 digunakan sebagai kontrol untuk melihat perubahan mutu sensori setelah penyimpanan pada minggu ke-4.

Berdasarkan Gambar 8, setelah 4 minggu penyimpanan, terjadi penurunan konsistensi maupun aroma yogurt L.acidophilus, sedangkan rasa asam, tekstur, dan warna coklat yogurt mengalami peningkatan. Menurut Winarno (2003), tekstur dan konsistensi ikut mempengaruhi penerimaan citarasa dalam bahan pangan karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan kelenjar air liur.

Hasil uji analisis T-test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara konsistensi yogurt minggu ke-0 terhadap konsistensi yogurt minggu ke-4 (p>0.05)(Lampiran 21). Hal ini berarti konsistensi yogurt tersebut tidak berubah secara signifikan selama 4 minggu penyimpanan. Konsistensi dinilai berdasarkan keseragaman antara padatan dan cairan setelah yogurt diaduk dan dibiarkan selama 15 menit. Konsistensi dipengaruhi oleh sineresis yang terjadi pada yogurt. Menurut Olson dan Aryana (2008), sineresis dipengaruhi oleh level inokulasi L.acidophilus bukan dari lama penyimpanan. Sineresis atau wheying off

disebabkan oleh peningkatan keasaman setelah fermentasi (Ozer dan Kirmaci 2010). Berdasarkan hasil penelitian, selama penyimpanan tidak terjadi penurunan atau peningkatan pH yogurt secara siginifikan sehingga tidak terjadi sineresis yang dapat mempengaruhi konsistensi yogurt.

Hal yang sama juga terjadi pada parameter aroma yogurt. Aroma dari suatu bahan pangan disebabkan oleh adanya zat atau komponen yang mempunyai sifat volatil dan merupakan atribut yang penting setelah rasa karena memberikan persepsi untuk panelis tentang tingkat penerimaan bahan pangan tersebut (Kusuma 2007). Hasil analisis T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara aroma yogurt di minggu ke-0 terhadap aroma yogurt di minggu ke-4 (p>0.05) (Lampiran 20). Jadi dapat disimpulkan bahwa aroma yogurt

L.acidophilus tidak dipengaruhi oleh lama penyimpanan selama 4 minggu penyimpanan pada suhu 4 oC. Aroma yogurt dihasilkan oleh komponen-komponen seperti asam laktat, asetaldehid, dan senyawa-senyawa volatil lain hasil aktivitas kultur dan rasa asam disebabkan oleh donor proton yang intensitasnya tergantung pada ion H+ yang dihasilkan oleh hidrolisis asam (Winarno 2002). Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Olson dan Aryana (2008) yang menyatakan bahwa aroma yogurt dengan penambahan

L.acidophilus dipengaruhi oleh lama penyimpanan. Aroma yogurt pada minggu ke-0 lebih tinggi dibandingkan pada minggu lainnya dimana semakin tinggi nilainya semakin baik nilai atribut tersebut. Perbedaan hasil tersebut dikarenakan adannya penambahan prebiotik TPUM. Hal ini menunjukkan penambahan prebiotik TPUM mampu mempertahankan aroma yogurt selama 4 minggu karena selama penyimpanan tidak terjadi peningkatan atau penurunan nilai TAT yang mencerminkan nilai persentase asam laktat yang dihasilkan oleh probiotik secara signifikan.

(35)

yang disimpan selama 4 minggu dalam suhu dingin disebabkan oleh hasil aktivitas oleh bakteri yang terkandung di dalamnya. Donkor et al. (2007) melaporkan bahwa pembentukan asam asetat dan asam laktat pada L.acidophilus

L10 meningkat dengan adanya penambahan inulin dibandingkan yogurt kontrol. Donkor melanjutkan, meskipun pembentukan asam laktat diinginkan, namun pembentukan asam asetat yang tinggi menyebabkan flavor bertambah asam. Selain itu, nilai asam asetat yogurt dengan penambahan 1.5% inulin meningkat di hari ke-28 yang disimpan pada suhu 4 oC. Hal ini dikarenakan inulin meningkatkan pertumbuhan L.acidophilus L10 sehingga menghasilkan asam laktat dan asam asetat yang lebih tinggi.

Tekstur yogurt dinilai berdasarkan kekentalan yogurt. Hasil analisis T-test menyatakan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan (p<0.05) antara tekstur yogurt di minggu ke-0 terhadap tekstur yogurt di minggu ke-4 (Lampiran 23). Hal ini dikarenakan pati resisten merupakan water-structuring agents yang dapat berfungsi sebagai pengental dan dapat membentuk kompleks (jembatan H) terhadap aggregat protein (Gustaw et al. 2011), sehingga selama penyimpanan terjadi peningkatan tekstur yogurt.

Gambar 8. Perubahan mutu sensori yogurt sinbiotik dengan penambahan

L.acidophilus 108 CFU ml-1 selama penyimpanan (4 oC) 0

2 4 6 8

Konsistensi

Warna coklat

Tekstur Aroma

Rasa asam

(36)

Warna coklat yogurt L.acidophilus mengalami peningkatan selama 4 minggu penyimpanan. Hal ini ditunjukkan berdasarkan hasil analisis ragam yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara warna coklat yogurt di minggu ke-0 terhadap warna coklat yogurt di minggu ke-4 (p<0.05) (Lampiran 24). Hal ini dikarenakan TPUM yang digunakan di minggu ke-0 memiliki warna yang lebih terang dibanding di minggu ke-4, sehingga menghasilkan warna yogurt yang berbeda.

Dari Gambar 9, hasil analisis T-test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p<0.05) antara aroma alkohol yogurt minggu ke-0 terhadap minggu ke-4 (Lampiran 25). Hal ini diduga disebabkan terjadinya kontaminasi oleh khamir fermentatif yang akan membentuk alkohol selama penyimpanan (Saputrta 2012). Oleh karena itu, untuk menghindari kontaminasi dalam pembuatan yogurt perlu diperhatikan aseptisitas dari lingkungan kerja dan sanitasi higiene pekerja, sanitasi alat dan pengemas (cup) yang efektif.

Gambar 9 Perubahan mutu organoleptik overall yogurt sinbiotik dengan penambahan L.acidophilus 108 CFU ml-1 selama penyimpanan (4 o

(37)

Semakin tinggi konsentrasi probiotik yang ditambahkan menghasilkan viabilitas probiotik dalam yogurt TPUM sinbiotik yang lebih baik. Viabilitas probitotik serta nilai TAT yogurt dipengaruhi oleh konsentrasi probiotik, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis probiotik dan lama penyimpanan, sedangkan nilai pH yogurt TPUM sinbiotik tidak dipengaruhi oleh konsentrasi probiotik, jenis probiotik, dan lama penyimpanan tersebut. Hasil dari analisis korelasi menunjukkan terdapat hubungan antara nilai TAT dan viabilitas probiotik yogurt dimana semakin tinggi viabilitas probiotik, maka nilai TAT semakin tinggi.

L.acidophilus dengan konsentrasi awal tertinggi (108 CFU ml-1) merupakan probiotik yang lebih stabil selama 8 minggu penyimpanan dibanding

B.bifidum. Selama 8 minggu penyimpanan, L.acidophilus 108 CFU ml-1 masih berada pada kisaran 108 CFU ml-1, sedangkan B.bifidum pada konsentrasi yang sama berada pada kisaran 107 CFU ml-1. Demikian pula nilai pH dan TAT yogurt tersebut juga tidak berbeda nyata selama penyimpanan.

Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa lama penyimpanan pada suhu rendah mempengaruhi sifat sensori produk. Mutu sensori yogurt L.acidophilus

(108 CFU ml-1) pada atribut konsistensi dan aroma masih belum mengalami perubahan selama 4 minggu penyimpanan, sedangkan pada atribut lain (warna coklat, tesktur, rasa asam, dan aroma alkohol) mengalami perubahan yang signifikan.

Saran

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah F. 2010. Modifikasi Tepung Pisang Tanduk (Musa paradisiacal Formatypica) Melalui Proses Fermentasi Spontan dan Pemanasan Otoklaf untuk Meningkatkan Kadar Pati Resisten [tesis]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Adawiyah WDR. 2009. Buku Ajar Evaluasi Sensori Produk Pangan. Ed ke-1. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Akalin SA, Fenderya S, Akbulut N. 2004. Viability and activity of bifidobacteria in yoghurt containing fructooligosaccharide during refrigerated storage. Int J of Food Science and Technology 39:613-621

Akmar A. 2006. Aktivitas Protease dan Kandungan Asam Laktat pada Yoghurt yang Dimodifikasi Bifidobacterium bifidum dan Diinokulasi Pseudomonas flourescens [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor

Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Altieri C, Sperenza B, Del Nobile MA, Sinigaglia M. 2005. Suitability of bifidobacteria and thymol as biopreservatives in extending the shelf life of fresh packed plaice fillets. J Appl Microbiol 99:1294-1302

Alvarez EE, Sanchez PG. 2006. Dietary fibre. J Nutr Hosp 21 (Supl.2): 60-71 Anderson H, Asp N-G, bruce A, Roos S, Wadstrom T, Wlold AE. 2001. Health

effect of probiotics and prebiotics: A literature review on human studies. Scand J Nutr 45: 58-75

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1999. Official Methode of Analysis of The Association of Analytical Chemistry. Washington DC: AOAC intl. www.aoac.org/vmeth/page1.htm (20 Maret 2013)

Apriyanto A, D. Fardiaz, NL Puspitasari, S Yasni, S Budianto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB. [BAM] Bacteriological Analytical Manual. 2001. Bacteriological Analytical

Manual Chapter 3: Aerobic plate count. U.S. Food and Drug

Administration.www.fda.gov/Food/FoodScienceResearch/LaboratoryMetho ds/BacteriologicalAnalyticalManualBAM/ucm063346.htm [20 Maret 2013] Bender, G.R. dan R.E. Marquis. 1987. Membran ATPase and acid tolerance of

Actinomycetes viscosus and Lactobacillus casei. J Appl And environ Microbiol 53(9): 2124-2128.

Biavati B, Sozzi T, Mattarelii P, Trovatelli L.D. 1992. Survival of bifidobacteria from human habitat in acidified milk. Microbiologica, 15: 197-200

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. Tepung Pisang SNI 01-3841-1995. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2009. Syarat mutu yogurt SNI 2981-2009. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.

Canganella F, Giontella, Nespica ML, Massa S, Trovatelli LD. 2000. Survival of

Gambar

Gambar 1 Tahapan Pembuatan Yogurt TPUM Sinbiotik
Gambar 2. Perubahan nilai pH yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi
Gambar 4. Perubahan nilai TAT yogurt sinbiotik dengan berbagai konsentrasi
Gambar 6. Perubahan jumlah bakteri yogurt sinbiotik dengan berbagai
+5

Referensi

Dokumen terkait