LUBUK LARANGAN SEBAGAI ORGANISASI MESYARAKAT
DITINJAU DARI ASPEK SOSIAL EKONOMI DAN ASPEK
LINGKUNGAN
(Studi Kasus di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara)
TESIS
Oleh :
ERWIN PUTRA
982103010 / PWD
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2001
Erwin Putra : Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi…, 2001
Erwin Putra : Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi…, 2001
USU Repository © 2007
RINGKASAN
Erwin Putra, “Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi Dan Aspek Lingkungan (Studi Kasus Di Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara)” Dengan komisi pembimbing Prof. Bachtiar Hassan Miraza (Ketua), Prof. Dr. Usman Pelly, MA (Pembimbing I), dan Dir. M. Aril Nasution, MA (Pembimbing II).
Kondisi wilayah Sumatera Utara sangat memungkinkan untuk mengembangkan perikanan air tawar, yaitu pada sungai-sungai (yang dikenal dengan Lubuk Larangan). Lubuk Larangan ini mempunyai masa depan bila dibina lebih balk misalnya menggunakan bibit unggul ikan, pemberian makanan yang bergizi dan teratur, dan pengorganisasian yang lebih baik untuk meningkatkan masyarakat.
Selama ini belum ada penelitian yang menganalisis bentuk organisasi Larangan, pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan desa dan dukungan masayarakat terhadap kesinambungan Lubuk Larangan belum diketahui secara jelas.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk organisasi lubuk larangan di Kabupaten Mandailina Natal, pengaruh pendapatan Lubuk Larangan terhadap peningkatan pendapatan desa, dan untuk mengetahui dukungan masyarakat terhadap kesinambungan Lubuk Larangan.
Erwin Putra : Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi…, 2001
USU Repository © 2007
Ide tentang Lubuk Larangan di Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan pada hal-hal berikut: pertama, Lubuk Larangan berasal dari seorang pemuka agama dan kelompoknya yang sedang mengadakan kegiatan keagamaan (suluk); kedua, hasil musyawarah mupakat masyarakat desa; ketiga, larangan-larangan mengambil ikan sudah ada sejak zaman dahulu (pada masa Kuria pemimpin desa), yaitu ukuran mata jala ditetapkan empat jari (4cm s/d 5cm), yang hanya dapat menangkap ikan-ikan yang besar saja; keempat, paca tahun 1950-an masyarakat membuat “Taburan” atau Lubuk Larangan pribadi. Sejak tahun 1979, bentuk pengelolaan Lubuk Larangan bersifat dari, oleh dan untuk masyarakat, sudah merupakan organisasi masyarakat yang memiliki aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungan.
Sebagai aktivitas sosial organisasi ini meliputi empat kegiatan utama, antara lain: (1) Pembentukan Lubuk Larangan yaitu pemilihan lokasi, penentuan batas dan panjang, dan pemberian nama; (2) Pemeliharaan, yaitu jenis ikan yang dipelihara, pemberian bibit, pemberian pakan, pengawasan dan sanksi; (3) Panen, yaitu penentuan hari, pembuatan empang, anggota panen, din harga tiket, serta model tiket; (4) Penutupan. Keempat kegiatan ini secara umum di dasarkan atas musyawarah desa, dan dilaksanakan secara gotong royong.
Organisasi Lubuk Larangan, mempunyai tujuan yang jelas, masyarakat mendukung kehadirannya, pembagian kerja jelas, penyampaian pengumuman juga jelas, pengambilan keputusan dilakukan dengan musyawarah desa, dan masyarakat berusaha untuk meningkatkan peminat/anggota pada saat pembukaan/panen, dan tidak ada beasiswa yang diberikan kepada pelajar yang berprestasi dari masing-masing desa serta pemanfaatan hasil Lubuk Larangan sangat tinggi yaitu untuk membangun mesjid, membangun sekolah masdrasah, santunan anak yatim/piatu, membangun jalan desa, dan membiayai kegiatan pemuda-pemudi. Dalam hal ini, tidak terdapat perbedaan bentuk organisasi Lubuk Larangan antara kecamatan Kota Nopan dan batang Natal. Terbukti dengan hasil pengujian statistik U Mann-Whitney, dimana nilai U (125,5) lebih kecil dari U (127).
Erwin Putra : Lubuk Larangan Sebagai Organisasi Masyarakat Ditinjau Dari Aspek Sosial Ekonomi…, 2001
USU Repository © 2007
Pendapatan Lubuk Larangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan desa dan berada pada urutan kedua, setelah bantuan pemerintah. Rata-rata pendapatan Lubuk Larangan adalah Rp. 6.843.000,00 (kisaran Rp. 2.300.000,00 s/d Rp. 11.800.000,00), pendapatan Lubuk Larangan yang tertinggi terdapat di desa Singengu dan yang terendah di desa Aek Garingging.
Pengujian serentak dengan menggunakan F menunjukkan bahwa var;abei yang ada dalam persamaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap variabel bebasnya. Hal ini terlihat dari nilai F (45,117) lebih besar dari nilai F (5,32). Begitu juga dengan menggunakan pengujian T , Pendapatan Lubuk Larangan, memberikan pengaruh yang positip dan signifikan terhadap pendapatan desa terlihat don koefisien regresinya. Nilai T (6,717) lebih besar daripada nilai T (1,86).
s ta t,
stat t a b
s t a t
stat tab
Masyarakat mendukung kesinambungan Lubuk Larangan, yaitu dengan melestarikan sumber daya perikanan air tawar, alat tangkap yang digunakan p a d a u m u m n y a a d a l a h , j a l a d a n m e l a r a n g a l a t t a n g k a p y a n g d a p a t memusnahkan populasi ikan (seperti menuba, meracun, melistrik, dan membom), masyarakat tidak membolehkan penebangan kayu di sekitar Lubuk Larangan dan dan dihulu sungai, masyarakat bersedia menerima bantuan dan membagi hasil dengan pemerintah, Masyarakat Kota Nopan tidak setuju membuat kebun ubi dan jagung sebagai sumber pakan sedangkan di Batang Natal masyarakatnya setuju, dan Lubuk Larangan sudah merupakan objek wisata masyarakat.
Dukungan masyarakat ini, rnemiliki perbedaan yang nyata antara kecamatan Kota Nopan dan Batang Natal yaitu terbukti dengan pengujian statistik U Mann-Whitney dimana U (154,5) lebih besar dari U (127).