• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMAMPUAN MEMPARAFRASAKAN PUISI SURAT DARI IBU KARYA ASRUL SANI KE DALAM KARANGAN NARATIF PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TALANGPADANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEMAMPUAN MEMPARAFRASAKAN PUISI SURAT DARI IBU KARYA ASRUL SANI KE DALAM KARANGAN NARATIF PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 TALANGPADANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEMAMPUAN MEMPARAFRASAKAN PUISISURAT DARI IBUKARYA ASRUL SANI KE DALAM KARANGAN NARATIF PADA SISWA KELAS

X SMA NEGERI 1 TALANGPADANG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

Oleh

HARIS NUR PRASETYO

Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani ke dalam karangan naratif pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun pelajaran 2014/2015. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun pelajaran 2014/2015 dalam memparafrasakan puisi ke dalam sebuah karangan naratif.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun 2014/2015 yang berjumlah 270 siswa yang tersebar dalam 9 kelas. Peneliti menetapkan 15% dari jumlah populasi setiap kelas secara acak sehingga diperoleh jumlah sampel keseluruhan yaitu 43 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis berupa soal esai, yakni tes kemampuan memparafrasakan puisi yang berjudul Surat dari Ibu karya Asrul Sani.

(2)

Oleh

HARIS NUR PRASETYO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

Penulis dilahirkan di Pringsewu pada 5 Juli 1990. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Sunarno, BA. dan Sriyatmi, S.Pd.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis yaitu Sekolah Dasar Negeri 4 Talangpadang, Kabupaten Tanggamus, lulus pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Talangpadang, Kabupaten Tanggamus, lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Pringsewu, Kabupaten Pringsewu, lulus pada tahun 2008.

(7)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Tuhan yang Maha Esa, aku

persembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:

1. Bapak dan ibuku tercinta yang telah mendoakanku, serta mendidik dan membesarkanku dengan penuh cinta dan kasih sayang.

2. Kakak-kakakku tercinta Nasri Nur Hayati, S.Pd. dan Roli Perdo, S.Pd., serta adik-adikku Faqih Nur Fahmi dan Syifa Nur Azzahra yang telah memberikan motivasi dan semangat untukku.

3. Kepoakanku yang cantik Faiha Azra Abida yang telah melengkapi kegembiraan dan kebahagiaan untukku.

(8)

”Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan jalannya menuju surga.”

(HR Muslim)

“Allah meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuanbeberapa derajat”

(9)

SANWACANA

Puji syukur kepada Allah Subhanahuwata’ala, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Dalam penulisan skripsi yang berjudul Kemampuan Memparafrasakan Puisi Surat dari IbuKarya Asrul Sani Ke Dalam Karangan Naratif Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang Tahun Pelajaran 2014/2015, penulis telah banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku pembimbing 1 sekaligus Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah banyak memberikan saran, motivasi, dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran hingga akhir penulisan skripsi ini;

2. Drs. Ali Mustofa, M.Pd., selaku pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik;

3. Dr. Munaris, M.Pd., selaku penguji utama atas masukan yang sangat berarti bagi perbaikan skripsi ini;

(10)

6. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;

7. Seluruh dosen dan staf di Jurusan Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang berguna;

8. Bapak Jhony Sirait, S.Pd., guru Bahasa Indonesia di SMA Negeri 1 Talangpadang yang membantu penulis dalam pengambilan data;

9. Kedua orang tuaku, kakak dan adik-adikku yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis;

10. Keluarga besar Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan 2009, terlebih kepada Yoga, Fauzie, Buyung, Roni dan Abdan atas kebersamaan dan kekompakan yang selalu kita ciptakan;

11. Saudara-saudaraku di Komuitas Pecinta Alam Arcapada, sahabat-sahabat terbaik Han, Eja, Ega, Pey, Iik, Tria, Monic, Nyu, dan Winda serta teman paling karib Putri Myke Wahyuni, S.Kom., atas motivasi dan semangat yang diberikan kepada penulis.

Semoga Allah Subhanahuwata’ala membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah membantu penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Bandarlampung, Maret 2015 Penulis,

(11)

ii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………...i

ABSTRAK………..……..ii

RIWATAT HIDUP……….…………...……..iii

MOTO………...………iv

PERSEMBAHAN………...……......v

SANWACANA………...………..vi

DAFTAR ISI……….………...vii

DAFTAR TABEL………...viii

DAFTAR LAMPIRAN……….....ix

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang Masalah……….1

1.2 Perumusan Masalah………7

1.3 Tujuan Penelitian………... 8

1.4 Manfaat Penelitian………. 9

1.4.1 Manfaat Teoretis………. 9

1.4.2 Manfaat Praktis………9

1.5 Ruang Lingkup Penelitian………..9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………10

2.1 Pengertian Kemampuan………..………...10

2.2 Pengertian Puisi………..11

2.2.1 Unsur-Unsur Puisi………11

2.2.2 Petunjuk dalam Memahami Puisi……….17

2.3 Pengertian dan Macam-macam Parafrasa...………...20

2.4 Pengertian Karangan………...29

2.4.1 Jenis-jenis Karagan………...32

2.4.2 Karangan Naratif………...…………...33

2.5Pemilihan Judul Karangan………...…37

BAB III METODE PENELITIAN ………..38

3.1 Metode Penelitian………..38

3.2 Populasi dan Sampel………..38

3.2.1 Populasi………38

3.2.2 Sampel………..39

3.3 Teknik Pengumpulan Data………..40

(12)

iii

Naratif Berdasarkan Indikator Kesesuaian Tema………47

4.1.2 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Pemilihan JudulKarangan ………….48

4.1.3 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Kesatuan Antara Kalimat Pokok dan Kalimat Penjelas dalam Paragraf……….48

4.1.4 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Unsur-unsur Pembangun Karangan Naratif………...49

4.2 Bahasan Penelitian………..49

4.2.1 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Kesesuaian Tema………..55

4.2.2 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Pemilihan JudulKarangan …………..62

4.2.3 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Kesatuan Antara Kalimat Pokok dan Kalimat Penjelas dalam Paragraf………...67

4.2.4 Kemampuan Memparafrasakan Puisi Kedalam Bentuk Karangan Naratif Berdasarkan Indikator Unsur-unsur Pembangun Karangan Naratif…... 73

BAB V SIMPULAN DAN SARAN………82

5.1 Simpulan……….82

5.2 Saran ………..83

DAFTAR PUSTAKA………..84

(13)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sampel Penelitian……….39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Penelitian………..42

Tabel 3.3 Indikator Penelitian………..42

Tabel 3.4 Tolok Ukur Penelitian………..45

(14)

ii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sampel Penelitian ………. 39

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Penelitian ……….. 42

Tabel 3.3 Indikator Penelitian ……….. 42

Tabel 3.4 Tolok Ukur Penelitian ……….. 45

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Proses belajar mengajar mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi dua bagian penting yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Kedua bagian penting tersebut adalah bagian kebahasaan dan bagian kesastraan. Khususnya di bagian kesastraan, masih banyak hal-hal tentang sastra yang masih belum mendapat perhatian lebih dari para guru. Kurangnya perhatian guru terhadap pembelajaran sastra di sekolah turut berpengaruh pula pada kurangnya minat dan pemahaman siswa pada bidang sastra. Padahal soal-soal tentang pembelajaran sastra merupakan salah satu pokok bahasan yang selalu muncul pada ujian nasional, hal-hal tersebut menjadi permasalahan yang harus mendapat perhatian khusus agar para siswa dapat memperoleh hasil yang maksimal dalam mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan hadirnya kelemahan yang seperti itu, tentunya hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat tujuan pembelajaran sastra di sekolah.

(16)

perikemanusiaan dsb, (5) menunjukkan bahwa sastra adalah suatu sarana untuk meneruskan kebudayaan kepada generasi mendatang, (6) membantu pengajaran bahasa, terutama kemampuan bahasa dan tata bahasa, karena sastra menyajikan pemakaian bahasa dalam berbagai situasi, (7) memberikan bahan untuk pendidikan moril, (8) menyiapkan anak untuk menempuh ujian akhir, dan (9) menyiapkan anak bagi profesinya misalnya bagi Sekolah Pendidikan Guru (Tugiman dalam Situmorang (1983: 25) ). Hal-hal yang disebutkan sebelumnya memberikan dampak yang cukup dirasakan oleh siswa. Dampak tersebut sebagai contoh bias berupa efek psikologis siswa. Kaitannya dengan pembelajaran sastra, tentunya pembelajaran sastra tersebut memberikan juga efek yang sama dengan hal-hal yang sudah disebutkan sebelumnya. Efek tersebut tidak menutup kemungkinan diwujudkan berupa tekanan pembelajaran yang dialami siswa.

Tekanan pembelajaran sastra terletak pada kemampuan mengapresiasikan sastra dan bertujuan agar siswa SMA memiliki rasa peka terhadap karya sastra sehingga siswa terdorong untuk membacanya kemudian mau mencoba untuk menciptakan suatu karya sastra, dengan membaca karya sastra diharapkan siswa memperoleh pemahaman yang baik mengenai manusia dan kemanusiaan serta nilai-nilai kehidupan. Semakin sering siswa membaca karya sastra, maka semakin besar pula kemampuannya untuk mencoba menciptakan suatu karya sastra.

(17)

3

yang lebih sering ditemukan pada pembelajaran tingkat SMA dan tidak diperkukan waktu yang banyak untuk membaca dan memahaminya.

Puisi merupakan karya sastra yang disajikan secara monolog. Bahasa yang digunakan dalam puisi cenderung dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu. Kata-kata dalam puisi banyak menggunakan makna konotatif yang merupakan kiasan atau suatu perbandingan. Puisi menggunakan bahasa-bahasa yang ringkas namun maknanya yang sangat kaya. Selain kata-katanya yang singkat, padat dan padu puisi berisi potret kehidupan manusia dari perspektif seorang pengarang. Puisi membahasakan persoalan-persoalan kehidupan manusia dan hubungannya dengan alam dan sang pencipta.

Menurut Tarigan (1984:8) setiap puisi merupakan ekspresi dari pengalaman imajinatif manusia, maka pertama sekali yang kita peroleh bila kita membaca puisi adalah pengalaman. Semakin banyak seseorang membaca puisi serta menikmatinya maka semakin banyak pula pengalaman yang diperoleh dan dinikmatinya, terlebih pula pengalaman imajinatif. Puisi harus dapat diperdengarkan dan dipentaskan supaya dapat lebih dinikmati oleh khalayak, dengan cara begitu isi puisi dapat lebih hidup.

(18)

penghargaan dapat diberi makna sebagi proses atau hal memberi harga atau menghargai. Dalam rangka pemberian harga terhadap suatu objek, misalnya suatu karya seni, pastilah akan melibatkan hal-hal mengobservasi, meneliti dan menimbang mutu yaitu menilai kelebihan dan kekurangan objek itu. Barulah kemudian akan sampai pada kesimpulan sebagai hasil pemberian harga tersebut (Suroto, 1990:157).

Salah satu bentuk apresiasi puisi adalah parafrasa, memparafrasakan puisi merupakan suatu kegiatan mengubah puisi menjadi bentuk lain dengan kata-kata sendiri. Perlu diketahui bahwa parafrasa merupakan metode memahami puisi, bukan metode membuat karya sastra. Dengan demikian, memparafrasakan puisi tetap dalam kerangka upaya memahami puisi. Kaitannya dengan parafrasa, di sekolah terdapat kurikulum yang menyediakan kesempatan siswa untuk berparafrasa.

(19)

5

melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.

Karangan narasi merupakan salah satu karangan yang dapat dijadikan alat untuk menyampaikan pangetahuan atau informasi kepada orang lain (keraf, 1982:3). Narasi melakukan penambahan ilmu pengetahuan melalui jalan cerita, bagaimana suatu peristiwa itu berlangsung. Karena lebih menekankan jalannya peristiwa, reproduksi masa silam merupakan bidang utama sebuah narasi. Seseorang dapat menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan. Secara sederhana narasi merupakan cerita, Memparafrasakan puisi ke dalam bentuk karangan naratif akan menuangkan kembali apa yang dibaca dan difahami dari puisi yang dibaca kemudian menuliskannya kembali dalam betuk cerita atau karangan. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik. Jadi, tema dari puisi yang akan diparafrasakan tersebut dijadikan sebagai ide pokok dari karangan naratif yang akan dibuat.

(20)

pembelajarannya yaitu mengungkapkan isi puisi dengan kata-kata sendiri. Pengungkapkan isi puisi dengan kata-kata sendiri disebut juga dengan memparafrasakan puisi. Fokus penelitan ini untuk melihat kemampuan siswa dalam memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani kedalam bentuk karangan naratif (parafrasa bebas), pemarafrasaan dari puisi ke karangan dapat membantu siswa mengungkapkan kembali secara lebih mendalam tentang pemaknaan puisi yang telah dibacanya. Lewat karangan naratif, siswa mengimajinasikan kembali puisi yang telah dibacanya sehingga puisi tersebut mendapatkan maknanya secara menyeluruh.

Puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani adalah puisi yang penulis pilih untuk diparafrasakan oleh siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang. Alasan penulis memilih puisi tersebut adalah karena dalam memahami puisi Surat dari Ibu memerlukan pembacaan yang tidak hanya sekali dan juga diperlukan penjabaran yang lebih rinci untuk bisa memaknai puisi tersebut secara menyeluruh, sehingga puisi tersebut perlu untuk diparafrasakan terlebih dahulu. Puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menggambarkan kedalaman cinta dan doa seorang ibu kepada anaknya, agar anak kuat berjuang dan menggapai cita-citanya tanpa melupakan asal usulnya. Pengarang ingin menyampaikan suatu hubungan batin yang dekat antara ibu dan anaknya. Ia mau menggambarkan betapa cinta seorang ibu kepada anaknya tidak berbatas hingga sang anak menjadi dewasa dan pergi meninggalkannya untuk menjalani kehidupannya sendiri.

(21)

7

tersebut masih kurang. Peneliti akan melaksanakan penelitian memparafarasakan puisi setelah siswa mendapatkan pembelajaran memparafrasakan puisi dari guru bidang studi bahasa Indonesia. Hal tersebut berdasarkan observasi prapenelitian yang penulis lakukan di SMA N 1 Talangpadang tanggal 3 oktober 2014. Dari hasil observasi diketahui bahwa siswa telah melaksanakan pembelajaran mengenai kompetensi memparafrasakan puisi. Diharapkan dari penelitian ini akan diketahui kemampuan siswa memparafrasakan puisi setalah siswa mendapatkan kompetensi tentang memparafrasekan puisi dari guru bidang studi.

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun pelajaran 2014/2015 dalam memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah tersebut, penulis merumuskan masalah sebagai berikut. “Bagaimana kemampuan memparafrasakan puisi Surat

dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif pada siswa kelas X SMA N 1 Talangpadang tahun ajaran 2014/2015?”. Adapun pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Bagaimana kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi kesesuaian tema?

(22)

3. Bagaimana kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi kesatuan antara kalimat pokok dan kalimat penjelas dalam paragraf?

4. Bagaimana kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi unsur-unsur pembangun karangan naratif?

1.3 Tujuan Penelitan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kemampuan siswa kelas X SMA N 1 Talang Padang tahun pelajaran 2014/2015 dalam memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif. Adapun tujuan penelitian terhadap kemampuan tersebut adalah

1. Mendeskripsikan kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi kesesuaian tema.

2. Mendeskripsikan kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi pemilihan judul karangan. 3. Mendeskripsikan kemampuan memparafrasakan puisi Surat dari Ibu karya

Asrul Sani menjadi karangan naratif dari segi kesatuan antara kalimat pokok dan kalimat penjelas dalam paragraf.

(23)

9

1.4 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut. 1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperkaya kajian bahasa Indonesia khususnya mengenai parafrasa puisi.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah :

a. memberikan informasi bagi guru bahasa Indonesia di SMA N 1 Talang Padang mengenai tingkat kemampuan siswanya dalam memparafrasakan puisi dan bahan masukan dalam upaya meningkatkan kemampuan apresiasi puisi siswa khususnya parafrasa puisi;

b. bahan masukan bagi peneliti lain yang akan meneliti tentang kemampuan mengapresiasi puisi;

c. informasi bagi siswa SMA N 1 Talang Padang sebagai gambaran kemampuan memparafrasakan puisi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam ruang lingkup sebagai berikut.

1. Subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA N 1 Talang Padang tahun pelajaran 2014/2015.

2. Objek penelitian adalah kemampuan siswa dalam memparafrasakan puisi menjadi karangan naratif. Puisi diuraikan kembali dengan bahasa sendiri kedalam 3-4 paragraf tanpa mengubah maksudnya. Penilaiannya meliputi a. Kesesuaian tema:kesesuaian ide pokok karangan dengan tema puisi b. Pemilihan judul karangan

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Kemampuan

Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, dan kekuatan (KBBI, 2008:979). Zain dalam Yusdi (2010:10) mengartikan bahwa kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Sinaga dan Hardiati (2001:34) mendefinisikan kemampuan sebagai suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Sementara itu, Robbin (2007:57) menyatakan bahwa kemampuan berarti kapasitas seseorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

(25)

11

2.2 Pengertian Puisi

Kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan. Akan tetapi, arti yang semula ini lama kelamaan semakin dipersempit sehingga ruang lingkupnya menjadi “hasil seni sastra, yang kata-katanya disusun menurut

syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata kiasan” (Ensiklopedia Indonesia N-Z; tanpa tahun: 1147 dalam Tarigan, 2011:3).

2.2.1 Unsur-unsur Puisi

Penyair memberdayakan kekuatan bahasa yang membangun atau merupakan unsur-unsur utama puisi itu lewat pemilihan kata (diksi), gaya bahasa, pencitraan (imaji), penggunaan lambang, bunyi, irama, dan tipografi. Unsur-unsur ini penting untuk diketahui dan dipahami apresian agar ia pun memahami dan dapat menghayati apa yang disampaikan penyair. Berikut ini adalah uraian tentang unsur-unsur tersebut.

1. Diksi

(26)

Pilihan diksi atau kata sangat penting bagi suatu sajak. Pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, amanat, dan nada suatu puisi dengan tepat. Kata-kata dalam puisi bersifat konotatif, artinya memiliki kemungkinan makna yang lebih dari satu. Kata-katanya juga dipilih yang puitis, artinya mempunyai efek keindahan. Contohnya adalah pemilihan diksi pada bait di jakarta yang sepi, kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya. Dalam Puisi Sebuah Tanya karya Soe Hok Gie. Pemilihan diksi tersebut lebih mengesankan suasana kota Jakarta yang hening dimalam hari. Pesonifikasi yang demikian tidak mungkin hanya diwakilkan dengan kata sepi, atau diganti dengan kata tertidur. Sekalipun kata tersebut sudah mewakili makna yang sama dengan bait tersebut, akan tetapi efek emosional yang ditimbulkan akan terasa sangat berbeda dan puisi tersebut lebih puitis. Waluyo (1987:72) menyatakan bahwa kata-kata yang digunakan dalam puisi merupakan hasil pemilihan yang sangat cermat. Kata-katanya merupakan hasil pertimbangan, baik itu makna, susunan bunyinya, maupun hubungan kata itu dengan kata-kata lain dalam baris dan baitnya.

2. Citra/imaji

(27)

13

Menurut Kosasih (2012:100) pengimajian adalah kata atau susunan kata yang dapat menimbulkan khayalan atau imajinasi. Dengan daya imajinasi tersebut, pembaca seolah-olah merasa, mendengar, atau melihat sesuatu yang diungkapkan oleh penyair. Dengan kata-kata yang digunakan penyair pembaca seolah-olah mendengar suara (imajinasi auditif), melihat benda-benda (imajinasi visual), atau meraba dan menyentuh benda-benda (imajinasi taktil).

Seorang penyair harus mempunyai kekayaan imaji, maksudnya penyair banyak memiliki pengetahuan, pengalaman, untuk membayangkan hal-hal yang menyangkut tema yang diungkapkan. Seorang penyair yang kaya imaji (daya bayang) akan mampu mengutarakan persoalannya dengan jelas dan tajam. Seperti Soe Hok Gie yang seorang pendaki dan aktivis mahasiswa, akan lebih peka dalam membuat puisi-puisi yang bertema tentang keindahan alam ataupun kritik sosial karna dia sering bersentuhan langsung dan merasakan sendiri hal-hal tersebut, sehingga para pembaca puisinya seolah ikut menikmati apa yang dia tulis dalam karyanya.

Hari ini aku lihat kembali Wajah-wajah halus yang keras

Yang berbicara tentang kemerdekaaan Dan demokrasi

Dan bercita-cita Menggulingkan tiran Aku mengenali mereka

yang tanpa tentara mau berperang melawan diktator dan yang tanpa uang

mau memberantas korupsi.

(28)

berdedikasi penuh melawan penguasa yang tidak berfihak terhadap rakyat kecil.

3. Lambang

Dalam puisi banyak digunakan lambang, yaitu penggantian suatu hal atau benda, dengan hal atau benda lain. Lambang bermacam-macam jenisnya. Jenis-jenis itu antara lain lambang benda dan lambang warna.kata lilin pada puisi “Doa” karya ChairilAnwar berikut: cahayamu panas suci/tinggal kerdip lilin di kelam suci/…adalah melambangkan cahaya (penerang,wahyu)

dari Tuhan. Contoh lambang warna misalnya warna hitam melambangkan perasaan sedih atau kejahatan, atau warna putih melambangkan kesucian, dan lain-lain. Arti lambang selain tergantung pada konteks kalimatnya, biasanya tergantung pula pada artiyang disepakati secara sosialdan budaya. Sebagai contoh, bersalaman adalah lambang pertemanan atau persahabatan (Lilis, 2007:44).

4. Bunyi

(29)

15

dll.selain dengan pemanfaatan unsur bunyi diatas, pemanfaatan unsur bunyi yang lainnya adalah dengan persamaan bunyi (rima).

5. Irama

Dengan penyusunan dan pendayagunaan bahasa sedemikian rupa, bahasa dapat menimbulkan irama tertentu. Irama dalam puisi akan mempengaruhi maksud, nada, suasana, dan daya pikir puisi itu. Sadar akan hal itu, unsur ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh penyair. Irama dalam puisi dapat terjadi karena ada pengulangan pola waktudan tekanan yang terjadi secara teratur. Keteraturan itu terjadi antara lain karena jumlah suku kata setiap larik/baris sama banyak, letak suku kata yang mendapat tekanan ditempuh dalam waktu yang sama, adanya intonasi, dan permainan bunyi/rima.

6. Gaya Bahasa

Penyair menggunakan aneka ragam majas dalam puisinya untuk membangkitkan imajinasi para pembaca dan memperjelas maksud yang ingin disampaikannya (Tarigan dalam Suroto 1998:114) menyatakan bahwa gaya bahasa ialah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Menurut Kosasih (2012:104) majas (figurative language) ialah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkan dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan sesuatu dengan hal lain, maksudnya adalah agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas.

(30)

akan diungkapkan dan efek yang diharapkan. Teknik pemilihan ungkapan ini dapat dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan permajasan dan gaya retoris. Permajasan adalah teknik pengungkapkan dengan menggunakan bahasa kias (makanya tidak merujuk pada makna harfiah). Permajasan dibagi menjadi tiga, yaitu perbandingan/perumpamaan, pertentangan, dan pertautan.

1. Majas Perbandingan

a. Simile, yaitu perbandingan langsung dan eksplisit, dengan mempergunakan kata-kata tugas tertentu sebagai penanda keeksplisitan: seperti, bagai, bagaikan, laksana, mirip, dsb.

b. Metafora, yaitu perbandingan yang bersifat tidak langsung/implisit. Hubungan antara sesuatu yang dinyatakan pertama dengan kedua hanya bersifat sugestif.

c. Personifikasi, yaitu perbandingan yang memberi sifat-sifat benda mati dengan sifat seperti dimiliki mausia. Ada persamaan sifat antara benda mati dengan sifat-sifat manusia.

2. Majas pertautan

a. Metomini,yaitu menunjukkan pertautan/pertalian yang dekat. Misalnya seorang suka membaca karya-karya A. Tohari, dikatakan “ia suka membaca Tohari”.

b. Sinekdoke, yaitu mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian atau sebaliknya. Contohnya: “ia tidak kelihatan batang hidungnya”.

(31)

17

3. Majas pertentangan

a. Paradoks, yaitu pertentangan. Misalnya: “ia merasa kesepian ditengah berjubelnya manusia metropolitan”.

b. Ironi, yaitu kata-kata yang bersifat berlawanan untuk memberikansindiran. Contohnya: “Tulisanmu bagus sekali, aku sampai pusing membacanya”.

7. Tipografi

Tipografi adalah tata letak/perwajahan puisi. Puisi ada yang disusun dalam bait-bait, ada yang langsung, ada yang lurus, ada yang zig-zag. Tipografi ini dibuat penyair bukan tanpa maksud. Penyair mempertimbangkan bentuk tipografi ini sesuai dengan efek estetis dan efek makna yang dia kehendaki.

2.2.2 Petunjuk dalam Memahami Puisi

Kegiatan memahami puisi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan pembaca untuk menafsirkan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mempermudah memahami puisi. Zulfahnur dkk. (1996:77-79) menjelaskan langkah-langkah memahami puisi sebagai berikut.

1. Memperhatiakan judulnya, judul yang dapat kita jadikan pegangan untuk mempermudah tema sebuah puisi.

(32)

3. Mencari kekerapan kata. Kata yang sering atau banyak diulang dalamsebuah puisi, dapat dijadikan kunci untuk memahami puisi. Melalui pengulanagan kata, penyair berusaha menuangkan inti atau tema puisinya.

Esten (1995:32-56) mengungkapkan bahwa ada sepuluh cara dalam memahami puisi. Cara-cara tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Perhatikan judulnya.

Judul adalah sebuah lubang kunci untuk menengok keseluruhan makna puisi. Judul biasanya menggambarkan keseluruhan makna atau identitas (cap) terhadap sebuah puisi. Dengan melihat dan memahami judul kemungkinan gambaran keseluruhan makna atau keunikan sebuah puisi akan terbuka.

2. Lihat kata-kata yang dominan.

Kata-kata yang sering diulang didalam sebuah puisi bisa menjadi kata-kata yang dominan. Kata-kata yang dominan itu dapat pula memberi suasana yang dominan terhadap puisi. Dengan melihat kata-kata yang dominan itu akan terbuka pula kemungkinan setelah memahami makna keseluruhan puisi itu. 3. Selami makna konotatif.

Bahasa puisi adalah bahasa yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau melewati maknanya yang harfiah. Melalui makna yang konotatif itu, dibentuk suatu imaji atau citra tertentu dalam sebuah puisi. Makna yang konotatif itu dibentuk dengan pemakaian majas.

(33)

19

5. Jika mau mengungkapkan pikiran (maksud) didalam sebuah puisi maka prosakanlah/parafrasakanlah puisi itu terlebih dahulu. Didalam memparafrasakan puisi haruslah diingat hal-hal berikut.

a. Kalimat-kalimat yang disusun merupakan kalimat berita. Tidak ada lagi kalimat langsung atau kalimat tanda kutip (jika itu ada didalam puisi).

b. Kata ganti yang ada didalam parafrasa hanyalah kata ganti orang ketiga (tunggal atau jamak). Kata ganti orang pertama dan kedua diubah menjadi kata ganti orang ketiga.

6. Usut siapa yang dimaksut kata ganti yang ada dan siapa yang mengucapkan kalimat yang ada didalam tanda kutip(jika ditentukan didalam sebuah puisi). 7. Antara satu unit dengan unit yang lain, larik satu dengan larik yang lain, bait

satu dengan baitbyang lain dalam sebuah puisi, membentuk satu kesatuan (keutuhan makna). Tentukanlah pertalian makna antara unit tersebut!

8. Cari dan kejar makna yang tersembunyi! Sebuah puisi yang baik selalu memiliki makna tambahan dari apa yang tersirat. Makna tambahan itu hanya akan bisa didapatkan sesudah membaca dan memahami puisi itu.

9. Perhatikan corak sebuah sajak!, ada puisi yang lebih mementingkan unsur kalimat dan adapula yang lebih mementingkan unsur puitis.

10. Apapun tafsiran (interpretasi) terhadap sebuah puisi, tafsiran tersebut harus bisa dikembalikan kepada teks. Dengan arti kata, setiap tafsiran harus berdasarkan teks.

(34)

digunakan penulis untuk menguji pemahaman siswa dalam menangkap dan menguraikan makna yang terkandung dalam puisi. Setelah dibaca dan difahami, puisi tersebut kemudian diuraikan dengan menggunakan bahasa sendiri kedalam paragraf tanpa mengubah maksud yang terkandung dalam puisi tersebut. Jadi, siswa harus memahami dan mengetahui terlebih dahulu maksud dari puisi yang akan diparafrasakannya.

2.3 Pengertian Parafrasa

Parafrasa adalah mengungkapkan kembali suatu tuturan dari sebuah tingkatan atau macam bahasa menjadi yang lain tanpa mengubah pengertian; penguraian kembali suatu teks (karangan) dalam bentuk susunan kata-kata yang lain,dengan maksud untuk dapat menjelaskan makna yang tersembunyi (Laelasari dan Nurlailah, 2008: 179). Parafrasa adalah pengungkapan kembali sebuah teks dengan menggunakan kata-kata yang lain. Istilah “parafrasa” berasal dari bahasa latin “paraphrais” dari bahasa Yunani “para phrasein”, yang artinya cara penambahan dari suatu ungkapan. Satu hal yang penting dalam memparafrasakan ialah bahwa parafrasa itu melindungi makna dasar isi yang diparafrasakan. Jadi, penafsiran kembali sebuah sumber untuk menjelaskan makna yang kurang jelas nyata yang mengukur pada sumber itu sendiri disebut “penelitian asli” dan tidak disebut parafrasa.

(35)

21

melalui pengubahan dengan kata-kata sendiri (kalimat orang lain atau puisi). Sedangkan, memarafrasakan adalah menguraikan suatu teks dalam bentuk lain. Suroto (1989:195) menyatakan bahwa memparafrasakan puisi adalah kegiatan mengubah suatu puisi menjadi frasa-frasa. Caranya yakni dengan mengubah kata atau imbuhan yang cocok dan diperlukan agar puisi tersebut berbentuk menjadi frasa-frasa atau kalimat-kalimat. Dengan cara demikian diharapkan pemahaman terhadap suatu teks puisi akan lebih mudah.

Memparafrasakan sebuah sajak haruslah didahului dengan pembacaan sajak itu secara keseluruhan hingga menimbulkan kesan yang bulat/utuh terhadap pembacanya. Jadi tidaklah kata demi kata, frasa demi frasa, kalimat demi kalimat diganti dengan kata-kata sendiri, tapi haruslah lebih dahulu sajak itu menimbulkan kesan keseluruhan (Situmorang, 1983:34).

Dibandingkan dengan prosa, kata-kata dalam puisi lebih singkat dan padat namun penuh makna. Makna yang terdapat dalam sebuah puisi pada umumnya implisit. Untuk menggali makna tersebut, kita harus berkali-kali membaca kata per kata sampai menemukan maknanya. Untuk mempermudah dalam memahami makna sabuah puisi maka parafrasakanlah puisi tersebut terlebih dahulu.

Menurut Abbot & Trabue dalam Situmorang (1983:35-36), memparafrasakan sebuah sajak dengan kata-kata sendiri, dapat dilakukan denga tiga cara, yaitu sebagai berikut.

a. Menyalin kedalam bentuk prosa, tanpa mengikuti aturan larik dalam sajak aslinya.

(36)

c. Menyalin dengan cara sensasional dan bombastis.

Dari beberapa pendapat diatas, penulis lebih mengacu pada pendapat Situmorang yang menyatakan bahwa parafrasa ialah menceritakan kembali suatu prosa atau puisi dengan kata-kata sendiri. Parafrasa itu selalu diikuti dengan penafsiran, sehingga kita bisa tepat mengatakan maksud sajak itu dengan bahasa kita sendiri dalam bentuk bahasa yang lebih sederhana, bebas, dan prosais.

Tujuan parafrasa adalah untuk lebih memudahkan pemahaman karena dengan diparafrasakan sajak lebih mudah difahami dan ditangkap arti kata-kata dan kalimat-kalimatnya. Seandainya sebuah sajak dapat (dengan) mudah difahami tanpa diparafrasakan, maka parafrasa tidak diperlukan lagi, sekalipun untuk sajak yang terdiri atas baris dan bait.

Teknik menyusun parafrasa secara garis besar dapat dirumuskan sebagai berikut. 1. Menentukan kata kunci.

2. Menentukan ide pokok.

3. Menjelaskan sinonim kata kunci.

4. Menjelaskan makna kata metaforis/ungkapan lain dengan kata lain yang semakna.

5. Menggunakan ungkapan lain untuk maksud yang sama dari informasi yang didengar.

6. Menyusun kalimat dengan ungkapan sendiri.

2.3.1 Macam-Macam Parafasa

(37)

23

antar bait. Cara ini dapat dilakukan dengan menambahkan kata atau imbuhan yang diperlukan sehingga akan menjadi jelas pertalian maknanya (parafrasa terikat). Cara kedua yakni dengan mencari makna setiap kata yang digunakan penyair dalam puisinya (parafrasa bebas).

Contoh:

HAMPA

Kepada Sri Sepi diluar, sepi menekan mendesak. Lurus kaku pohonan. Tak bergerak Sampai ke puncak. Sepi memagut, Tak satu kuasa melepas renggut Segala menanti. Menanti. Menanti. Sepi.

Tambah ini menanti jadi mencekik Memberat-mencekung pundak

Sampai binasa segala. Belum apa-apa Udara bertuba. Setan bertempik

Ini sepi terus ada. Dan menanti. Agak sukar, terutama untuk para siswa memahami puisi tersebut tanpa memparafrasakannya terlebih dahulu. Dengan memparafrasakannya akan jelas hubungan ataupertalian maknanya, karna seolah-olah kita membaca kalimat biasa. Berikut ini bentuk parafrasanya.

1. Cara parafrasa yang pertama, yaitu dengan menambah kata atau imbuhan seperlunya supaya terasa sebagai frasa.

Sepi diluar, sepi (terus) menekan (dan) mendesak. (se)Lurus (dan) (se)kaku (pe)pohonan. Tak bergerak Sampai ke pucuk. Sepi (terus) memagut,

Tak satu (orangpun) kuasa melepas (dan) (me)renggut Segala(nya) (serba)menanti. Menanti. (dan terus)Menanti. (hingga) Sepi.

Tambah (lagi) ini menanti(,) jadi mencekik (serta) Memberat-(dan) mencekung pundak

(38)

(tiba-tiba) Udara bertuba. (dan) Setan (juga) bertempik(.) Ini sepi(,) terus ada. Dan (tetap saja) menanti.

Jika puisi itu kita susun menjadi frasa-frasa, jadi tidak terikat oleh tempat atau lirik, maka parafrasa puisi tersebut tersusun sebagai berikut.

Sepi diluar, sepi terus menekan dan mendesak. selurus dan sekaku pepohonan dan tak bergerak sampai ke puncak. Sepi teru)

memagut, tak satu orangpun kuasa melepas dan merenggut segalanya serba menanti, menanti. dan terus menanti hingga sepi. Tambah lagi ini menanti, jadi mencekik serta memberat dan mencekung pundak.

Sampai binasa segala-galanya. tapi tetap Belum apa-apa. tiba-tiba udara bertuba. dan setan juga bertempik. Ini sepi, terus ada. Dan tetap saja menanti.

2. Cara parafrasa yang kedua,yaitu dengan menggantikan kata-kata yang sukar, atau menggantikan susunan kata yang sulit dimengerti dengan kata yang mudah dimengerti, berikut ini parafrasanya.

Diluar tampak sepi. Kesepian it uterus menekan dan mendesak. Seolah-olah suasananya seperti pepohonan yang kaku dan lurus keatas dan tak bergerak sampai ke puncak. Jadi benar-benar kaku. Rasa sepi ini terus seperti memeluk dengan keras dan kuat,

sehingga tak seorangpun mampu melepasnya sekalipun dengan kasar. Karena itu segala sesuatunya tetap saja menanti dan terus menanti, dan tetap sepi.

Tidak hanya sepi tetapi menanti ini malah berubah menjadi mencekik, bahkan memberati mencengkeram bahu. Sampai

semuanya binasa, tetap belum apa-apa. Udara tiba-tiba beracun dan setan-setan bersorak kegirangan. Dan sepi ini tetap terus ada dan juga menanti.

Selain itu, Menurut Suyoto (http://agsuyoto.files.wordpress.com/dasar-analisis-puisi/.diakses 29 September 2013) menyebutkan bahwa ada dua metode parafrasa puisi, yaitu sebagai berikut.

(39)

25

dipahami. Seluruh kata dalam puisi masih tetap digunakan dalam paraphrase tersebut.

Contoh:

Aku mengembara seorang diri Badan lemah berdaya tiada Tinngi gunung yang kudaki Lepas mega menghadap wala

Karya: St. Takdir Alisyahbana

Parafrasanya:

Aku (yang) mengembara seorang diri Badan lemah (dan) berdaya tiada Tinngi(nya) (sang) gunung yang kudaki Lepas mega (yang) menghadap wala

2. Parafrasa bebas, yaitu mengubah puisi menjadi prosa dengan kata-kata sendiri. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, dapat pula tidak digunakan. Setelah kita membaca puisi tersebut kita menafsirkan secara keseluruhan, kemudian menceritakan kembali dengan kata-kata sendiri.

Contohnya perhatikan parafrasa bebas puisi Perahu Kertas karangan Sapardi Djoko Damono berikut.

Perahu Kertas (Sapardi Djoko Damono)

(40)

Akhirnya kau dengar juga pesan si tua itu, nuh, katanya, “telah

kupergunakan perahumu itu dalam sebuah banjir besar dan kini terdampar disebuah bukit.”

Berikut ini adalah parafrasa bebas puisi “perahu kertas”.

Sewaktu masih kecil kau membuat perahu kertas. Perahu itu dilayarkan ditepi kali yang airnya sangat tenang. Angin menggoyangkan perahu itu, lalu membawanya hingga kelaut lepas. Seorang lelaki tua yang melihat perahu itu mengatakan bahwa perahu itu akan singgah di pelabuhan-pelabuhan besar dan ramai. Kau sangat gembira mendengar berita itu. Dengan perasaan bahagia dan senang kau pulang kerumahnya. Sejak saat itu kau selalu menunggu kabar tentang perahu yang selalu ada dalam ingatannya. Akhirnya kau mendengar juga kabar dari seorang yang sangat tua, Nuh, namanya. Kata lelaki tua itu, perahu itu sudah dipergunakan untuk menyelamatkan manusia dan makhluk hidup lainnya dalam sebuah banjir besar. Sekarang perahu itu terdampar disebuah pulau.

(Hamid,http://gemasastrin.wordpress.com/2008/11/03/beberapa-modelinterpretasi—dan-pengkajian-teks-puisi/.diakses 3 Oktober 2013) Parafrasa bebas adalah parafrasa yang bersifat menafsirkan secara bebas dari sebuah puisi (Rustamaji, dkk., tt:85)

Contoh: Habis kikis

Segala cintaku hilang terbang Pulang kembai aku pada-Mu Seperti dahulu

Karya: Amir Hamzah

Parafrasa bebas dari puisi tersebut adalah bahwa segala perasaanku akan keberadaan cinta sudah punah dan aku kembali bertobat kepada sang Maha Pencipta seperti yang aku lakukan dahulu.

Selain itu, Atmazaki (1993:127-128) juga membagi parafrasa menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.

(41)

27

ditambah, atau dikurangi. Biasanya parafrasa seperti ini agak panjang karena lebih leluasa membuatnya. Sebagai contoh akan diparafrasakan sajak “perasaan seni” yang diciptakan. JE Tatengkeng berikut ini.

PERASAAN SENI

Bagaikan banjir gulung gemulung, Bagaikan topan seruh menderuh,

Demikian rasa Datang semasa

Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung, Memenuhi sukma, menahan tubuh.

Serasa manis sejuknya embun, Selagu merdu desiknya angin,

Demikian rasa Datang semasa

Membisik, mengajak, aku berpantun, Mendayung jiwa ketempat dingin. Jika kau datang sekuat raksasa Atau kau menjelma secantik juita,

Kusedia hati, Akan berbakti. Dalam tubuh kau berkuasa Dalam dada kau bertahta.

Parafrasanya sebagai berikut.

Perasaan seni yang terdapat di dalam diri seorang seniman (penyair) tak ubahnya seperti banjir yang gulung menggulung atau seperti topan yang menderuh-deruh. Perasaan yang demikian tidak selalu datang. Ia hanya datang sewaktu-waktu dan sekilas-kilas. Akan tetapi manakala ia datang, ia mengalir, memenuhi mendesak, mengapung jiwa dan menahan seluruh tubuh.

(42)

sehingga si seniman melagu-lagu kecil dan bersenandung seolah pergi ke suatu tamasya indah.

Bagaimanapun datangnya perasaan seni itu, apakah seperti raksasa yang menakutkan atau bidadari yang cantik, si penyair tetap akan menerima, menangkap dan menjadikannya sajak. Biarlah dalam tubuh penyair seni itu berkuasa atau didalam dadanya ia berada. Perasaan seni dengan seniman memang tidak dapat dipisahkan.

2. Parafrasa dengan tetap mempertahankan (menjaga) bahasa asli sajak. Susunannya tetap sebagaimana terdapat di dalam sajak (tipografi sajak itu). Hanya saja ada tambahan unsur yang diletakkan di dalam tanda kurung.

Contoh:

(ada) sepi diluar (sana). Sepi (ini) menekan (dan) mendesak Lurus kaku pohon (-pohon) an. (pohon-pohon) tak bergerak

(tak bergerak) sampai kepuncak. (bahkan sampai kepuncak) sepi memagut,

Tak (ada) satu (ke) kuasa (an pun yang mampu) melepas (kan dan me) renggut (kan pagutan sepi itu)

Segala (nya seperti) menanti. Menanti. (ya) menanti. (menanti) sepi.

(di) tambah (dengan) ini (,) menanti jadi mencekik (bahkan) memberat (I dan) mencekung (i) punda (k)

(43)

29

Berdasarkan kedua pendapat di atas, sebenarnya memiliki inti yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa parafrasa itu terdiri dari dua macam, yaitu parafrasa terikat atau parafrasa dengan tetap mempertahankan bahasa asli sajak, dan parafrasa bebas atau parafrasa yang dibuat dalam paragraf-paragraf sehingga bahasa atau unsur aslinya tidak tampak lagi.

Dalam penelitian ini, penulis mengacu pada pendapat Suyoto, yakni siswa membuat parafrasa bebas atau membuat sajak menjadi karangan naratif dengan kata-kata sendiri kedalam 3-4 paragraf sehingga bahasa atau unsur aslinya tidak tampak lagi. Kata-kata yang terdapat dalam puisi dapat digunakan, atau tidak digunakan, dan boleh ditukar, ditambah, atau dikurangi. Jadi, siswa memiliki kebebasan dalam menafsirkan makna puisi tersebut sesuai dengan pemahamannya.

2.4 Pengertian Karangan

Karangan merupakan hasil akhir dari pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau mengulas topik dan tema tertentu (Finoza, 2004:192). Menulis atau mengarang pada hakikatnya adalah menuangkan gagasan, pendapat gagasan, perasaan keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan ”mengirimkannya” kepada orang lain (Syafie’ie, 1988:78).

(44)

Semua pendapat tersebut sama-sama mengacu pada menulis sebagai proses melambangkan bunyi-bunyi ujaran berdasarkan aturan-aturan tertentu. Artinya, segala ide, pikiran, dan gagasan yang ada pada penulis disampaikan dengan cara menggunakan lambang-lambang bahasa yang terpola. Melalui lambang-lambang tersebutlah pembaca dapat memahami apa yang dikomunikasikan penulis.

Sebagai bagian dari kegiatan berbahasa, menulis berkaitan erat dengan aktivitas berpikir. Keduanya saling melengkapi. Menurut Syafie’ie (1988:42), secara psikologis menulis memerlukan kerja otak, kesabaran pikiran, kehalusan perasan, kemauan yang keras. Menulis dan berpikir merupakan dua kegiatan yang dilakukan secara bersama dan berulang-ulang. Dengan kata lain, tulisan adalah wadah yang sekaligus merupakan hasil pemikiran. Melalui kegiatan menulis, penulis dapat mengkomunikasikan pikirannya. Melalui kegiatan berpikir, penulis dapat meningkatkan kemampuannya dalam menulis.

(45)

31

Jadi, sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam kegiatan menulis, yaitu (1) penguasaan bahasa tulis yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, diksi, struktur kalimat, paragraf, ejaan, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.

Bahasa merupakan sarana komunikasi. Penulis harus menguasai bahasa yang digunakan untuk menulis. Jika dia menulis dalam bahasa Indonesia, dia harus menguasai bahasa Indonesia dan mampu menggunakannya dengan baik dan benar. Menguasai bahasa Indonesia berarti mengetahui dan dapat menggunakan kaidah-kaidah tata bahasa Indonesia, serta mengetahui dan dapat menggunakan kosa kata bahasa Indonesia. Ia juga harus mampu menggunakan ejaan bahasa Indonesia yang berlaku, yaitu ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan (Syafie’ie, 1988:46).

(46)

2.4.1 Jenis-jenis Karangan

Dilihat dari bentuknya, karangan dapat dibedakan atas beberapa jenis, yaitu karangan narasi, eksposisi, persuasi,argumentasi dan deskripsi (Nursisto, 1999: 37). Deskripsi adalah jenis karangan yang berusaha melukiskan dan mengemukakan sifat, tingkah laku seseorang, suasana, dan keadaan suatu tempat atau sesuatu yang lain (Nafiah,1981: 66). Karangan deskripsi selalu berusaha melukiskan dan mengemukakan sifat, tingkah laku seseorang, suasana dan keadaan suatu tempat atau sesuatu yang lain. Misalnya, suasana kampung yang begitu damai, tentram dan saling menolong, dapat dilukiskan dalam paragraf deskrisi.

Eksposisi adalah karangan yang berusaha menerangkan atau memaparkan suatu hal atau suatu gagasan (Nafiah, 1981:73). Sejalan dengan pendapat diatas, eksposisi adalah karangan yang memberikan, mengupas atau menguraikan suatu informasi yang dilakukan tanpa disertai desakan atau paksaan kepada pembacanya agar menerima sesuatu yang dipaparkan (Marwoto, 1987: 70).

(47)

33

2.4.2 Karangan Naratif

Karangan narasi adalah suatu bentuk tulisan yang berusaha menciptakan, mengisahkan, dan merangkaikan tindak tanduk perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau berlangsung dalam suatu kesatuan waktu (Finoza, 2004:202). Menurut Semi (2003:29), narasi merupakan betuk percakapan atau tulisan yang bertujuan menyampaikan atau menceritakan rangkaian peristiwa atau pengalaman manusia dari waktu ke waktu. Selajutnya, Keraf (1987:136) mengatakan karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalin dan dirangkai menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu. Atau dapat juga dirumuskan dengan cara lain; narasi adalah suatu bentuk karangan yang berusaha mengambarkan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat kita simpulkan, secara sederhana narasi merupakan cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam suatu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.

(48)

menginformasikan sesuatu kejadian atau peristiwa pada orang lain dengan latar belakang kejadian yang nyata maupun rekaan.

Dalam menulis, penulis dituntut mampu membedakan antara narasi dan deskripsi. Narasi mempunyai kesamaan dengan deskripsi, yang membedakannya adalah narasi mengandung imajinasi dan peristiwa atau pengalaman lebih ditekankan pada urutan kronologis. Sedangkan deskripsi, unsur imajinasinya terbatas pada penekanan organisasi penyampaian pada susunan ruang sebagai mana yang diamati, dirasakan, dan didengar. Oleh karena itu, penulis perlu memperhatikan unsur latar, baik unsur waktu maupun unsur tempat. Dengan kata lain, pengertian narasi itu mencakup dua unsur, yaitu perbuatan dan tindakan yang terjadi dalam suatu rangkaian waktu.

Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik, ketiga unsur berupa peristiwa atau kejadian, tokoh, dan konflik merupakan unsur pokok sebuah narasi. Jika ketiga unsur itu bersatu, ketiga unsur itu disebut plot atau alur. Jadi, narasi adalah cerita yang dipaparkan berdasarkan plot atau alur, narasi dapat berisi fakta atau fiksi.

Ciri- ciri narasi menurut Gorys Keraf

1. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan. 2. Dirangkai dalam urutan waktu.

(49)

35

Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita, alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konflik. Selain alur cerita, konflik dan susunan kronologis. Ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan oleh Atar Semi sebagai berikut:

1. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman penulis.

2. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.

3. Berdasarkan konflik, karena tanpa konflik biasanya narasi tidak menarik. 4. Memiliki nilai estetika.

5. Menekankan susunan secara kronologis.

Ciri yang dikemukakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki konflik. Perbedaanya Keraf lebih memih ciri yang menonjolkan pelaku (Keraf, 1989).

Karangan naratif juga merupakan karangan yang dalam paragrafnya terdiri atas kalimat pokok dan kalimat penjelas. Hal tersebut diperkuat Feng-Checkett dan Checkett (2010: 178). Dalam bukunya Feng-Checkett dan Checkett menjelaskan

There must be a point to every story; otherwise, no one will be interested in reading it. Every narrative paragraph you write must be have a clear point or purpose. That purpose should always be to develop the topic and controlling idea of the paragraph. This might seem like an obvious and easy point to follow in a paragraph, but too many writers lose sight of it. The best way to get the point of the story is to examine the topic sentence and see what makes it interesting to reader. That will be the point of the story.

(50)

tertarik untuk membacanya. Untuk itu, setiap paragraf naratif harus memiliki poin atau tujuan yang jelas. Tujuan itu harus selalu mengembangkan topik dan mengontrol ide dari suatu paragraf. Ini menjadikan sebuah cerita atau karangan memiliki titik jelas dan memudahkan pembaca untuk memahami cerita tersebut. Banyak penulis yang kehilangan poin atau inti cerita hingga mengaburkan cerita yang dibuatnya. Jalan terbaik untuk mendapatkan poin dari cerita adalah memeriksa kalimat topik dan melihat apakah kalimat topik itu menarik untuk pembaca. Jadi, poin atau inti dari sebuah karangan adalah daya tarik pembaca untuk membaca sebuah karangan.

Jadi, karangan naratif adalah karangan yang menyampaikan sebuah cerita, yang dalam paragrafnya terdiri dari kalimat topik atau kalimat pokok dan kalimat penjelas. Hal itu ditegaskan pula Savage dan Mayer (2007: 126) sebagai berikut.

A Narrative paragraph tell a story. Like other kinds of paragraph you learned about in this book, it has a topic sentence, and supporting sentences. The topic sentence tells the reader what the story will be abaut, It may also tell when and where the story took place, and the topic sentence should capture the reader intersest.

The supporting sentences tell the details of the story, including the sequence of events, they also include sensory details, such as what the author saw, heard, smalled, or tasted, and supporting sentences may also tell about the writer’s feelings during the events.

Kalimat topik menjelaskan kepada pembaca tentang apa yang akan diceritakan oleh penulis, dan mungkin juga menyampaikan kapan dan dimana cerita itu berlangsung. Kalimat topik juga harus menangkap ketertarikan minat pembaca.

(51)

37

sensorik, seperti apa yang penulis lihat, dengar ,bau atau rasakan. Kalimat pendukung atau kalimat penjelas mungkin juga menyampaikan tentang perasaan penulis saat cerita itu ditulis.

2.5 Pemilihan Judul Karangan

Salah satu aspek penilaan dalam penelitian ini adalah pemilihan judul, pemilihan judul dianggap penting karena judul merupakan salah satu daya tarik yang akan membuat pembaca tertarik untuk membaca tulisan tersebut. Selain itu, kebanyakan judul merupakan hal yang pertama dibaca ketika seseorang ingin membaca sesuatu. Terakhir, judul menjadi kata kunci untuk memahami keseluruhan isi bacaan atau mewakili seluruh isi bacaan. Stanton (2007:51) mengungkapkan bahwa judul merupakan daya tarik utama bagi pembaca karya sastra.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode deskriptif kuantitatif digunakan untuk menghitung penilaian hasil kemampuan siswa dalam memparafrasakan puisi, sedangkan metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan atau menafsirkan hasil penilaian yang berupa angka. Metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (deskripsi) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian (Suryabrata, 2011:76). Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan siswa dalam memparafrasakan puisi.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMAN 1 Talangpadang pada tahun pelajaran 2014/2015. Populasi tersebut berjumlah 270 siswa yang tersebar dalam sembilan kelas sebagai berikut,

(53)

39

c. Kelas X IA.3 berjumlah 33 orang d. Kelas X IA.4 berjumlah 33 orang e. Kelas X IA.5 berjumlah 34 orang f. Kelas X IS.1 berjumlah 29 orang g. Kelas X IS.2 berjumlah 29 orang h. Kelas X IS.3 berjumlah 25 orang i. Kelas X IS.4 berjumlah 26 orang

3.2.2 Sampel

[image:53.595.112.514.545.753.2]

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik Propotional Random Sampling. Dengan mengunakan teknik ini, setiap individu di dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel karena pengambilan dilakukan secara acak. Setiap kelas diambil 15% sebagai sampel. Hal ini sesuai dengan pendapat Arikunto (2002:112), bahwa apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, tetapi apabila jumlah subjek penelitian cukup besar, dapat diambil 10%-15% atau lebih.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Siswa Kelas X SMAN 1 Talangpadang pada tahun pelajaran 2014/2015

No Kelas Jumlah Siswa 15% dari

jumlah

Sampel yang ditetapkan

1 X.IA 1 33 4,95 5

2 X.IA 2 32 4,80 5

3 X.IA 3 33 4,95 5

(54)

5 X.IA 5 34 5,10 5

6 X.IS 1 29 4,35 5

7 X.IS 2 29 4,35 5

8 X.IS 3 25 3,75 4

9 X.IS 4 26 3,90 4

Jumlah 270 43

Sumber; Data siswa SMAN 1 Talangpadang pada tahun pelajaran 2014/2015 Adapun langkah-langkah pengambilan sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1. Mendata siswa dari masing-masing kelas berdasarkan daftar hadir kelas. 2. Membuat nomor undian berdasarkan nomor absen siswa yang hadir dikelas

dengan gulungan kecil yang dimasukan kedalam gelas.

3. Menentukan sampel 15% dari jumlah siswa setiap kelas dengan mengundi nomor undian tersebut.

4. Setiap nama yang keluar diambil dan dicatat sebagai sampel penelitian.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

(55)

41

untuk siswa memparafrasakan puisi tersebut adalah 120 menit, 90 menit digunakan untuk siswa mengerjakan soal esai dan 30 menit sisanya digunakan untuk pengantar dan mempersiapakan tes, tes dilaksanakan pada pukul 13.00 dan berakhir pukul 15.00.

(56)
[image:56.595.127.489.95.346.2]

Tabel 3.2

Kisi-kisi Penilaian Kemampuan Memparafrasakan Puisi Siswa Kelas X SMAN 1 Talang Padang pada tahun pelajaran 2014/2015

No. Aspek yang Dinilai Skor Maksimal 1 Kesesuaian tema 25

2 Pemilihan judul karangan

25 3 Kesatuan antara

kalimat pokok dan kalimat penjelas dalam paragraf

25

4 Unsur-unsur pembangun karangan naratif

25

Jumlah Skor Maksimal 100

(Dimodifikasi dari Nurgiantoro, 2010:440)

Tabel 3.3

Indikator Penilaian Kemampuan Memparafrasakan puisi Siswa Kelas X SMAN 1 Talang Padang pada tahun pelajaran 2014/2015

No Indikator Skor Deskriptor

1 Kesesuaian tema 21--25 16--20 11--15 6--10 1--5

Ide pokok karangan sesuai dengan tema puisi Surat dari ibu dan didukung oleh kesatuan gagasan sehingga terungkap dengan jelas Ide pokok karangan sesuai dengan tema puisi Surat dari ibu hanya kurang didukung oleh kesatuan gagasan tetapi terungkap dengan jelas. Ide pokok karangan cukup sesuai dengan tema puisi Surat dari ibu tetapi kurang didukung oleh kesatuan gagasan dan terungkap cukup jelas.

Ide pokok karangan kurang sesuai dengan tema puisi Surat dari ibu dan kurang didukung oleh kesatuan gagasan sehingga kurang

terungkap dengan jelas.

(57)

43

kesatuan gagasan sehingga tidak terungkap dengan jelas.

2 Pemilihan judul karangan 21--25 16--20 11--15 6--10 1--5

Judul menarik, dan sesuai dengan isi dari karangan

Judul menarik, tetapi kurang sesuai dengan isi karangan

Judul kurang menarik, tetapi sesuai dengan isi karangan

Judul kurang menarik, dan kurang sesuai dengan isi karangan

Judul tidak menarik, dan tidak sesuai dengan isi karangan

3 Kesatuan antara kalimat pokok dan kalimat penjelas dalam paragraf. 21--25 16--20 11--15 6--10 1--5

ada kalimat pokok, ada kalimat penjelas, dan relevan

ada kalimat pokok, ada kalimat penjelas, tetapi tidak relevan

hanya terdiri atas kalimat pokok, tetapi relevan, hanya terdiri atas kalimat pokok, tetapi tidak relevan

Tidak ada kalimat pokok, dan tidak relevan 2

Unsur-unsur pembangun karangan naratif 21--25 16--20 11--15 6--10 1--5

Terdapat kelima unsur pembangun karangan naratif, yaitu ada peristiwa, ada tokoh, ada urutan waktu,ada konflik, dan ada estetika Hanya terdiri dari 4 unsur pembangun karangan naratif

Hanya terdiri dari 3 unsur pembangun karangan naratif

Hanya terdiri dari 2 unsur pembangun karangan naratif

Hanya terdiri dari 1 unsur pembangun karangan naratif

(58)

3.4 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data yang dilakuakan sebagai berikut.

1. Menyusun hasil kerja siswa dan memberi kode berupa nomor pada setiap lembar.

2. membaca hasil kerja siswa yaitu berupa parafrasa bebas dalam bentuk karangan naratif secara keseluruhan.

3. Mengoreksi dengan memberi nilai/skor parafrasa puisi siswa berdasarkan indikator penilaian pada tabel 3.

4. Menentukan rata-rata kemampuan siswa dalam memparafrasakan puisi dengan rumus sebagai berikut.

Jumlah skor yang diperoleh

X 100% jumlah skor maksimal

(59)
[image:59.595.196.420.85.291.2]

45

Tabel.34 Tolok Ukur Penilaian Interval Presentasi

Tingkat Kemampuan

Keterangan 85%-100%

Baik Sekali 75%-84%

Baik 60%-74%

Cukup 40%-59%

Kurang 0%-39%

(60)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan memparafrasakan puisi ke dalam bentuk karangan naratif siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun pelajaran 2014/2015 tergolong cukup dengan persentase 66,09%.

Persentase kemampuan siswa kelas X SMA Negeri 1 Talangpadang tahun pelajaran 2014/2015 dalam memparafrasakan pusi Surat dari Ibu karya Asrul Sani untuk setiap indikator adalah sebagai berikut.

1. Kesesuaian tema tergolong cukup dengan persentase 69,02%

2. Pemilihan judul karangan tergolong cukup dengan persentase 62,84%

3. Kesatuan antara kalimat pokok dan kalimat penjelas dalam paragraf tergolong cukup dengan persentase 67,95%

(61)

83

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan di atas, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut. 1. Kepada guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Negeri 1 Talangpadang

diharapkan:

a. Lebih meningkatkan lagi intesitas pembelajaran sastra Indonesia khususnya memparafrasakan puisi agar kemampuan siswa lebih terasah; b. Memberikan lebih banyak lagi materi tentang puisi, parafrasa, karangan

naratif dan perbanyak contoh tentang parafrasa puisi;

c. Dalam memberikan materi tentang karangan naratif, guru harus memposisikan judul sebagai hal yang penting, karena judul merupakan hal yang pertama dilihat oleh pembaca terhadap sebuah karya, dan judul merupakan gambaran umum sebuah karangan;

d. Guru memfokuskan materi tentang unsur-unsur pembangun karangan naratif khususnya tentang unsur konflik dan estetika; dan

e. Lebih sering memberikan tugas langsung kepada siswa untuk membuat parafrasa pusi.

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Achyar, Warnidah. 1980. Apresiasi Sastra. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Feng Checkett, Gayle dan Lawrence Checkett. 2010. The Write Start: Sentences to Paragraphs With Professional and Student Readings, Fourth Edition. Boston: Wadsworth.

Esten, Mursal. 1995. Memahami Puisi. Bandung: Angkasa. 142 hlm

Savage, Alice dan Patricia Mayer. 2007. Effective Acedemic Writing 1 Student Book, Paragraph. New York: Oxford University Press.

Hamid, Muklis A. Penggunaan Pendekatan Struktural dalam Pengkajian Puisi. http://gemasastrin.wordpress.com/2008/11/03/beberapa-modelinterpretasi-dan-pengkajian-teks-puisi/. Diakses 20 Oktober 2013

Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores, NTT: Nusa Indah. 347 hlm

Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 209 hlm

(63)

85

Lilis A, Nenden. 2007. Paduan Apresiasi Puisi dan Pembelajarannya. Bandung: Rumput Merah. 82 hlm

Margono, S. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 258 hlm

Situmorang. 1983. Puisi dan Metodologi Pengajarannya. Flores, NTT: Nusa Indah. 78 hlm

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 185 hlm

Suroto. 1989. Teori dan Bimbingan Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMU. Jakarta: Erlangga. 226 hlm

Suyanto, Edi. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah. Yogyakarta: Ardana Media. 180 hlm

Suyoto, Agustinus. Dasar-dasar Analisis Puisi.

http://agsuyoto.files.wordpress.com/dasar-analisis-puisi/. Diakses 20 Oktober 2013

Tarigan, Djago. 2008. Membina Keterampilan Menulis Paragraf dan Pengembangannya. Bandung: Angkasa. 60 hlm

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Universitas Lampung

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga. 343 hlm

Z.F, Zulfahnur dkk. 1996. Apresiasi Puisi. Jakarta: Depdikbud. 118 hlm

Gambar

Tabel 3.1 Sampel Penelitian
Tabel 3.2 Kisi-kisi Penilaian Kemampuan Memparafrasakan Puisi Siswa Kelas X
Tabel.34 Tolok Ukur Penilaian

Referensi

Dokumen terkait