• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMALIN IDENTIFICATION IN FRESH MARINE FISH USING QUALITATIVE METHOD IN BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORMALIN IDENTIFICATION IN FRESH MARINE FISH USING QUALITATIVE METHOD IN BANDAR LAMPUNG"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

FORMALIN IDENTIFICATION IN FRESH MARINE FISH USING QUALITATIVE METHOD IN BANDAR LAMPUNG

BY

KURNIA CATUR HIDAYATI

Indonesia is a country that has an abundance of seafood, especially fresh fish. Fresh fish catch of fishermen is ditributed to several markets in Bandar Lampung. Research has been conducted to detect formalin in fish simba, tongkol, kembung, tenggiri, and red kakap. Fresh sea fish samples taken from five places, namely of Tempat Pelelangan Ikan Lempasing Pesawaran Regency, Perumnas Way Halim Market, Bawah Market, Cimeng Market, and Koga Market a fish simba, tongkol, kembung, tenggiri, and red kakap. Identification of formaldehyde in fresh fish done qualitatively using KMnO4. Research results of all samples taken showed that all positive samples contain formaldehyde.

(2)

ABSTRAK

IDENTIFIKASI FORMALIN PADA LIMA JENIS IKAN LAUT SEGAR DENGAN METODE KUALITATIF DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

KURNIA CATUR HIDAYATI

Indonesia merupakan negara yang memiliki hasil laut yang melimpah terutama ikan segar. Ikan segar hasil tangkapan nelayan diedarkan ke beberapa pasar di Bandar Lampung. Penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi formalin pada ikan simba, tongkol, kembung, tenggiri, dan kakap merah. Sampel ikan laut segar diambil dari lima tempat yaitu dari Tempat Pelelangan Ikan Lempasing

Kabupaten Pesawaran, Pasar Perumnas Way Halim, Pasar Bawah, Pasar Cimeng, dan Pasar Koga berupa ikan simba, tongkol, kembung, tenggiri, dan kakap merah. Identifikasi formalin pada ikan laut segar dilakukan secara kualitatif

menggunakan KMnO4. Hasil penelitian dari seluruh sampel yang diambil menunjukkan bahwa seluruh sampel positif mengandung formalin.

(3)
(4)

IDENTIFIKASI FORMALIN PADA LIMA JENIS IKAN LAUT SEGAR DENGAN METODE KUALITATIF DI BANDAR LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh

Kurnia Catur Hidayati

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur pada tanggal 9 Mei 1989 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara dari Bapak Tugiman dan Ibu Sulasmiati.

Penulis menyelesaikan pendidikan di TK Al-Muslimun Kecamatan Way Jepara pada tahun 1995, SDN 02 Labuhan Ratu Satu lulus tahun 2001, SMP Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur lulus tahun 2004, SMA Negeri 1 Way Jepara Kabupaten Lampung Timur lulus tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama kuliah penulis pernah aktif di UKMF FOSI FP sebagai anggota Bidang Kaderisasi periode 2009-2010 dan sekretaris Bidang Pengembangan Aktifitas dan Kreativitas periode 2010-2011, UKMU Birohmah sebagai anggota Bidang Humas periode 2011-2012, BEM U KBM Unila sebagai Staf Ahli Menteri Dalam Negeri periode 2011-2012, dan Staf Pengajar TPA Salsabila Darul Fattah pada tahun 2011-2013.

(9)

Timur dengan judul “Mempelajari Proses Produksi dan Penerapan CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik) pada IRT MT Kelanting Desa Ganti Warno Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur” pada tahun 2011. Penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Kampung Say Umpu Kecamatan Way Tuba Kabupaten Way Kanan dengan judul “Peningkatan Kualitas Kesehatan

(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmaanirrahim,

Alhamdulillahirobilalamin, Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya. Pujian yang tulus dan tak terhingga atas terselesaikannya skripsi yang berjudul “Identifikasi Formalin pada Lima Jenis Ikan Laut Segar dengan Metode Kualitatif di Bandar Lampung” yang penulis susun berdasarkan hasil penelitian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan September 2013.

Dalam penuisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan serta bimbingan baik langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak sehingga penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Ibu Ir. Susilawati, M.Si. selaku pembimbing utama skripsi yang telah membimbing setiap langkah dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Bapak Ir. A. Sapta Zuidar, M.P. selaku pembimbing kedua yang telah

membimbing dan memberikan masukan, saran, serta motivasi kepada penulis. 3. Ibu Ir. Marniza, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan

saran untuk kelancaran dalam proses penyusunan skripsi ini.

(11)

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak dan ibu dosen, kepala laboratorium, laboran, teknisi, dan seluruh staf karyawan atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Pemilik IRT MT Kelanting yang telah memberi pengalaman selama selama Praktik Umum.

8. Bapak, Ibu, Mbak Ning, Mas Anton, Mas Guntur, dan Adik Pandu tersayang yang telah melantunkan doa untuk kesuksesan penulis.

9. Teman-teman Dupatu 2007, THP 2008, kelompok KKN Kampung Say Umpu Kecamatan Way Tuba, dan seluruh mahasiswa THP yang telah menjadi sahabat sampai detik ini.

10. Teman-teman organisasi FOSI FP, UKMU Birohmah, IKAM LAM-TIM, Kabinet “Kritis dan Melayani” BEM U KBM UNILA, TPA Salsabila Darul

Fattah, yang telah memberikan persaudaraan dan memperkenalkan penulis pada dunia yang lebih luas.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, akan tetapi harapan penulis semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaan bagi kita semua.

Bandar Lampung, 8 Mei 2014

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ikan Simba ... 4

2.2 Ikan Tongkol ... 5

2.3 Ikan Kembung ... 6

2.4 Ikan Tenggiri ... 7

2.5 Ikan Kakap Merah ... 9

2.6 Mutu Ikan... 9

2.7 Kerusakan Ikan ... 12

2.7.1 Perubahan Pre-rigor ... 12

2.7.2 Perubahan rigor mortis ... 12

2.7.3 Proses perubahan karena aktivitas enzim ... 14

2.7.4 Proses perubahan karena aktivitas bakteri ... 14

2.7 Bahan Pengawet Kimia dan Formalin ... 15

2.8 Bahaya Penggunaan Formalin untuk Tubuh ... 17

III. METODE PENELITIAN ... 19

(13)

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Metode Penelitian ... 19

3.4 Pelaksanaan Penelitian... 20

3.4.1 Pembuatan KMnO4 0,004 M ... 20

3.4.2 Analisis Formalin pada Ikan Laut Segar ... 21

3.5 Pengamatan ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Pengambilan Sampel Ikan Laut Segar ... 22

4.2 Hasil Pengamatan Ikan Berformalin di TPI Lempasing ... 23

4.3 Hasil Pengamatan Ikan Berformalin pasar tradisional ... 28

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1 Simpulan ... 30

5.2 Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi ikan simba ... 4

2. Kandungan gizi ikan tongkol ... 6

3. Kandungan gizi ikan kembung ... 7

4. Kandungan gizi ikan tenggiri ... 8

5. Kandungan gizi ikan kakap merah ... 9

6. Perbedaan ciri-ciri ikan segar dan tidak segar ... 11

7. Hasil identifikasi formalin pada sampel dari TPI Lempasing ... 23

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Uji kualitatif formalin ... 21

2. Analisis kualitatif formalin pada ikan segar ... 36

3. Penyimpanan ikan di pedagang besar ... 37

4. Ikan tongkol di TPI Lempasing ... 37

5. Ikan simba berukuran besar ... 38

6. Pelelangan Ikan di TPI Lempasing ... 38

7. Lantai yang kotor untuk pelelangan ikan ... 39

8. Pengangkutan ikan oleh pedagang pengecer ... 39

9. Pedagang ikan di pasar tradisional ... 40

10. Sampel ikan dalam cool box ... 40

11. Sampel ikan kembung ... 41

12. Sampel ikan kakap merah ... 41

13. Sampel ikan simba ... 42

(16)

1

I.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang luar biasa banyaknya. Luas laut Indonesia dua pertiga dari daratannya. Perairan laut Indonesia mencapai 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan teritorial, perairan laut 12 mil dan perairan ZEE Indonesia. Indonesia juga memiliki 17.504 buah pulau dengan panjang garis pantai 104.000 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013). Laut Indonesia yang luas mengandung sumber daya yang sangat melimpah salah satunya adalah ikan. Pada tahun 2011 Indonesia menghasilkan tangkapan ikan sebanyak 70.031.283 ton dan hasil ikan tangkap di Provinsi Lampung pada tahun 2010 mencapai 3.196.995 ton dan pada tahun 2011 yaitu 1.910.398 ton

(Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012). Dari sumberdaya ikan di wilayah perikanan Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi seperti ikan simba, tongkol, kembung, tenggiri, dan kakap merah (Barani, 2003).

(17)

2 dari satu hari. Pedagang ikan tidak ingin merugi dikarenakan ikan-ikan yang dijual membusuk sebelum laku terjual. Ikan-ikan tersebut harus diawetkan agar lebih tahan lama, namun beberapa pedagang mengawetkan ikan dengan bahan pengawet yang berbahaya seperti formalin

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menemukan keberadaan formalin pada ikan asin di pasar tadisional. Keberadaan formalin dalam beberapa jenis makanan sebenarnya bukanlah hal baru, namun kekurangan informasi mengenai bahaya formalin mengakibatkan ketidakpedulian masyarakat terhadap bahan pangan yang telah diawetkan dengan formalin (Drastini dan Widiasih, 2009). Penggunaan formalin pada makanan sangat meresahkan masyarakat, padahal formalin merupakan bahan kimia yang sudah dilarang resmi sejak Oktober 1988 melalui Permenkes nomor 722/Menkes/per/IX/1988. Selain bertentangan dengan permenkes, penggunaan formalin untuk bahan pangan tidak sesuai dengan Undang-undang Pengan nomor 7 tahun 1996 dan Peraturan

Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. Tata cara perniagaan formalin diatur oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 254/MPP/Kep/7/2000. Formalin Merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk pembersih lantai dan pembersih pakaian (Suharjono, 2006).

(18)

3 pernafasan. Formalin akan cepat teroksidasi di dalam tubuh membentuk asam format terutama di hati dan sel darah merah. Pemakaian pada makanan dapat mengakibatkan keracunan pada tubuh manusia seperti rasa sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau kegagalan

peredaran darah (Efendi, 2009). Formalin dicurigai terdapat pada ikan segar yang dijual kepada masyarakat, sehingga perlu dilakuakan penelitian tentang

penggunaan formalin pada beberapa ikan segar yang dijual di pasar tradisional di Bandar Lampung.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi formalin pada ikan simba, tongkol, kembung, tenggiri, dan kakap merah yang dijual di pasar tradisional di Bandar Lampung serta memberi informasi kepada masyarakat tentang ikan yang berformalin.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh masyarakat di Bandar

Lampung terkait informasi tentang bahan makanan yang mengandung formalin

terutama ikan laut segar. Bagi pemerintah pusat dan instansi terkait di daerah,

khususnya di Bandar Lampung, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

acuan untuk membuat kebijakan yang ketat terhadap beredarnya makanan dengan

(19)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Simba

Ikan simba (Gnathanodon speciosus) merupakan salah satu jenis ikan permukaan dan termasuk karnivora. Ikan ini sangat digemari oleh masyarakat karena rasanya yang enak serta memiliki kandungan protein yang tinggi (Nelson, 1984). Tubuh ikan simba berbentuk oval dan pipih. Warna tubuhnya bervariasi, yaitu biru bagian atas dan perak hingga keputih-putihan dibagian bawah. Tubuh ditutupi sisik halus berbentuk cycloid (Sinar, 2011).

Ikan simba memiliki bentuk badan pusiform dan pipih ke samping yang panjangnya mencapai 90 cm, badan berwarna kuning perak dan strip vertical dengan satu pembatas di antara strip. Sirip ikan ini tidak bersisik dengan sirip ekor yang bercagak. Tubuh ikan dewasa berwarna keperakan pada bagian atas dan kuning keperakan pada kepala serta tubuh bagian bawah (Sinar, 2011). Kandungan gizi ikan simba disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan gizi ikan simba

Zat Gizi Satuan Kadar

Air % 80,3

Protein g 18,2

Lemak g 0,4

Karbohidrat mg 0

Abu mg 1,1

(20)

5 2.2 Ikan Tongkol

Ikan tongkol (Euthynnus spp) merupakan salah satu jenis ikan laut dan juga salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Menurut Dirjen Perikanan (1979), ikan tongkol dimasukkan dalam daftar ikan ekonomis karena memenuhi tiga

persyaratan yaitu mempunyai nilai pasar yang tinggi, volume produksi makro tinggi, luas, dan mempunyai daya produksi yang tinggi. Berdasarkan tempat hidupnya, ikan tongkol termasuk jenis-jenis pelagik besar yaitu ikan yang hidup di perairan lepas dasar atau lapisan antara dasar dan permukaan (Nurahman dan Isworo, 2010).

Struktur daging ikan tongkol terdiri atas daging yang berwarna merah dan putih. Daging putihnya mengandung air 67,1%, protein 31%, lemak 0,7%, sedangkan daging merahnya mengandung air 66,7%, protein 27,6%, dan lemak 2,6% (Barhannudin, 1984). Perbedaan warna daging karena adanya pigmen daging yang disebut mioglobin. Daging warna merah hanya terdapat pada bagian samping dari tubuh ikan di bawah kulit, sedangkan daging warna putih terdapat hampir di semua bagian tubuh ikan (Nurahman dan Isworo, 2010).

Berdasarkan beberapa penelitian ikan merupakan sumber omega-3 yang tinggi yang sangat baik bila dikonsumsi oleh penderita penyakit jantung. Protein ikan mempunyai daya cerna yang sangat tinggi yaitu sekitar 95%. Selain sumber protein yang baik bagi tubuh, ikan juga merupakan sumber mineral yang tidak kalah baik yaitu mikronutrien seperti iodium dan seng (Somali, 1997). Menurut Whitney et al. (1998) komposisi kimia ikan tongkol dalam 100 g yang disajikan

(21)

6 Tabel 2. Kandungan gizi ikan tongkol

Zat Gizi Satuan Kadar

Protein g 26

Energi Kalori 180

Air g % 68

Karbohidrat g 0

Serat kasar g 0

Lemak g 6

Kolesterol mg 43

Kalium mg 9

Besi mg 1,15

Mangan mg 57

Sodium mg 44

Zink mg 0,68

Vitamin A Re 740

Tiamin mg 0,27

Vitamin E Te 1,13

Riboflavin mg 0,28

Niasin mg 9,28

Sumber: Whitney et al. (1998) dalam Nurahman dan Isworo (2010)

2.3 Ikan Kembung

Ikan kembung (Rastrelliger kanagurta) merupakan jenis schooling fish atau ikan yang bergerombol. Ikan ini berenang dengan cara mulut dan tapis insang terbuka, ini merupakan cara makan dengan menyaring plankton yang masuk ke mulut dan tersaring di tapis insang. Panjang tubuh maksimal ikan kembung mencapai 35 cm. Di Indonesia sendiri penyebarannya sangat luas, diantaranya Selat Malaka (Dekat Banda Aceh), Laut Jawa, Laut Selatan Jawa, dan perairan timur laut

lainnya. Ikan kembung juga banyak di temukan di perairan lain di luar Indonesia.

(22)

7 Menurut Ridwansyah (2002) kandungan gizi ikan kembung secara lengkap

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kandugan gizi ikan kembung

Zat Gizi Satuan Kadar

Kalori kal 103

Protein g 22,0

Lemak g 1,0

Karbohidrat g 0

Kalsium mg 20

Fosfor mg 200

Besi mg 1,0

Nilai vitamin A SI 30

Vitamin B mg 0,05

Vitamin C mg 0

Air g 76,0

Sumber: Ridwansyah (2002)

2.4 Ikan Tenggiri

Ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) adalah jenis ikan yang tergolong ekonomis penting dan telah menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia. Ikan ini umumnya hidup di sekitar perairan pantai dan sering pula di permukaan dekat perairan karang (Budiman, 2006). Ikan tenggiri mempunyai morfologi tubuh yang cukup unik. Tubuh bagian samping terdapat garis lateral yang memanjang dari insang hingga akhir sirip dorsal kedua, sedangkan pada punggungnya

(23)

8 salinitas rendah dan kekeruhan tinggi merupakan tempat yang disukai. Ikan tenggiri dapat menetap pada suatu habitat dan terkadang bermigrasi ke tempat yang cukup jauh. Pola migrasi ikan tenggiri sangat khas, karena bergantung kepada temperatur air laut dan musim bertelur (spawning season) (Sudariastuty, 2011).

Ikan tenggiri memiliki sifat rakus (voracious) ketika makan dan mencari makan sendiri (solitary). Jenis makanan ikan tenggiri adalah ikan-ikan kecil karena tergolong ke dalam hewan karnivora. Ikan kecil jenis anchovy (semacam ikan haring) merupakan salah satu makanan utama bagi ikan tenggiri, khususnya ikan tenggiri muda. Selain itu, ikan tenggiri juga memakan beberapa jenis cumi-cumi dan udang (Sudariastuty, 2011) .

Ikan tenggiri mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat penting bagi pertumbuhan karena asam lemak esensial tidak dapat dibentuk di dalam tubuh, dan harus dipenuhi dari diet. Ikan tenggiri yang mengkonsumsi plankton laut akan menghasilkan daging dengan kandungan Omega 3. Dalam daging ikan yang berlemak mengandung Vitamin A dan D (Anonim, 2007). Kandungan gizi ikan tenggiri disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan gizi ikan tenggiri

Zat Gizi Satuan Kadar

Kalori kal 112

Protein g 21,4

Lemak g 2,3

Kolesterol mg 33

Zat besi mg 0,9

(24)

9 2.5 Ikan Kakap Merah

Ikan kakap merah (Lutjanus p.) mempunyai badan yang memanjang, dapat mencapai panjang 200 cm, umumnya 25-100 cm, gepeng, batang sirip ekor lebar, mulut lebar, sedikit serong dan gigi-gigi halus. Bagian bawah pra-penutup insang berduri-duri kuat. Bagian atas penutup insang terdapat cuping bergerigi. Ikan kakap merah termasuk ikan buas, makanannya ikan-ikan kecil dan crustacea. Terdapat di perairan pantai, muara-muara sungai, teluk-teluk, dan air payau (Dirjen Perikanan 1990). Ikan kakap merah tergolong ikan demersal yang penangkapannya menggunakan pancing, encircling net dengan rumpon, jaring insang, dan trawl (Dirjen Perikanan 1990). Komposisi kandungan gizi ikan kakap merah disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Kandungan gizi ikan kakap merah

Zat Gizi Satuan Kadar

Air % 80,3

Protein g 18,2

Lemak g 0,4

Karbohidrat mg 0

Abu mg 1,1

Sumber: Anonim (2007).

2.6 Mutu Ikan

(25)

10 kemunduran, baik secara kimia, fisika, maupun biologi meskipun telah mengalami penyimpanan, misalnya ikan-ikan yang dibekukan (Yunizal dan Wibowo, 1998). Kesegaran ikan dapat dipertahankan jika dalam penanganan ikan berlangsung dengan baik. Ikan segar berarti belum mengalami perubahan-perubahan

biokimiawi, mikrobiologi, maupun fisikawi yang dapat menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Irawan. 1995). Tingkat kesegaran ikan memberikan kontribusi utama terhadap mutu produk hasil perikanan. Kesegaran ikan sangat penting bagi mutu dari produk akhir yang dihasilkan. Metode utama yang biasa digunakan untuk menilai tingkat kesegaran dan mutu ikan, yaitu metode sensori dan non-sensori (Robb, 2002).

Mutu mengandung arti nilai-nilai tertentu yang diinginkan pada suatu materi, produk atau jasa, termasuk juga produk hasil pertanian. Hasil perikanan memiliki beberapa aspek mutu antara lain aspek bio-teknis, aspek sanitasi dan higiene, aspek industrial, dan lain-lain. Mutu ikan merupakan nilai-nilai tertentu yang diinginkan dari ikan. Hal-hal lain yang membentuk mutu komoditas meliputi unsur-unsur mutu yang terlihat dan tersembunyi serta dapat diukur dan yang tidak dapat diukur (Soekarto 1990). Unsur mutu terdiri dari 3 kategori (Soekarto 1990), yaitu:

1. Sifat mutu, yaitu sifat yang dapat langsung diukur secara obyektif atau subyektif .

2. Parameter mutu, yaitu besaran yang mencirikan sifat mutu produk. 3. Faktor mutu, yaitu hal-hal yang tidak dapat diukur atau diamati secara

(26)

11 Perbedaan ciri-ciri ikan segar dan tidak segar dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbedaan ciri-ciri ikan segar dan tidak segar

Parameter Kondisi Segar Kondisi Tidak Segar

Mata Pupil hitam menonjol

dengan kornea jernih, bola mata cembung dan cemerlang atau cerah.

Pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola mata cekung, dan keruh.

Insang Warna merah cemerlang

atau merah tua tanpa adanya lendir, tidak tercium bau yang menyimpang (off odor).

Warna merah coklat sampai

keabu-abuan, bau menyengat, lendir tebal. Tekstur daging Elastis dan jika ditekan

tidak ada bekas jari, serta padat dan kompak.

Daging kehilangan elastisitasnya atau lunak dan jika ditekan dengan jari maka bekas

tekanannya lama hilang. Keadaan kulit dan lendir Warna sesuai dengan

aslinya dan cemerlang, lendir dipermukaan jernih dan transparan dan

baunya segar khas menurut jenisnya.

Warnanya sudah pudar dan

memucat, lendir tebal dan menggumpal serta

lengket,

warnanya berubah seperti putih susu.

Keadaan

perut dan sayatan daging

Perut tidak pecah masih utuh dan warna sayatan daging cemerlang jika ikan dibelah daging melekat kuat pada tulang terutama rusuknya.

Perut sobek, warna sayatan daging kurang cemerlang dan terdapat warna merah sepanjang tulang belakang serta jika dibelah daging mudah lepas.

Bau Spesifik menurut

jenisnya, dan segar seperti bau rumput laut, pupil mata kelabu tertutup lendir seperti putih susu, bola

mata cekung dan keruh

Bau menusuk seperti asam asetat dan lama kelamaan berubah menjadi bau busuk yang menusuk hidung.

(27)

12 2.7 Kerusakan Ikan

Ikan yang telah mati akan mengalami perubahan fisik, kimia, enzimatis

dan mikrobiologi yang berkaitan dengan kemunduran mutu. Proses kemunduran mutu ikan disebabkan oleh proses hiperaemia (pre-rigor), rigor mortis,

autolisis dan penyerangan oleh bakteri (Zakaria, 2008). Secara umum proses terjadinya kemunduran mutu ikan terdiri dari tiga tahap, yaitu pre-rigor, rigor mortis, dan post-rigor.

2.7.1 Perubahan Pre-rigor

Perubahan pre-rigor merupakan fase yang terjadi pada ikan sesaat setelah ikan mati. Perubahan pre-rigor ditandai dengan peristiwa terlepasnya lendir dari kelenjar di bawah permukaan kulit. Lendir yang dikeluarkan ini sebagian besar terdiri dari glukoprotein dan musin yang merupakan media ideal bagi

pertumbuhan bakteri (Junianto, 2003). Lendir-lendir yang terlepas tesebut membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir ini merupakan reaksi alami ikan yang sedang sekarat terhadap keadaan yang tidak menyenangkan. Jumlah lendir yang terlepas dan menyelimuti tubuh dapat sangat banyak hingga mencapai 1-2,5 % dari berat tubuhnya

(Murniyati dan Sunarman 2000).

2.7.2 Perubahan rigor mortis

Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Setelah ikan mati,

(28)

13 glikogen menjadi asam laktat. Perubahan ini menyebabkan pH turun dan diikuti pula dengan penurunan jumlah adenosin trifosfat (ATP) serta ketidakmampuan jaringan otot mempertahankan kekenyalannya. Kondisi inilah yang dikenal dengan istilah rigor mortis (Junianto 2003).

Rigor mortis terjadi saat siklus kontraksi-relaksasi antara miosin dan aktin di

dalam miofibril terhenti dan terbentuknya aktomiosin yang permanen. Rigor mortis dianggap penting dalam industri perikanan, selain dapat memperlambat

pembusukan oleh mikroba juga dikenal oleh konsumen sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan masih sangat segar (Eskin 1990). Penguraian ATP berkaitan erat dengan terjadinya rigor mortis. Rigor mortis mulai terjadi saat ATP mulai mengalami penurunan dan mencapai kejang penuh (full-rigor) ketika ATP sekitar 1 μmol/g. Energi pada jaringan otot ikan diperoleh secara anaerobik dari pemecahan glikogen. Glikolisis menghasilkan ATP dan asam laktat.

Akumulasi asam laktat akan menurunkan pH otot (Eskin 1990).

Pada fase rigor mortis ini, pH tubuh ikan menurun menjadi 6,2-6,6 dari mula-mula pH 6,9-7,2. Tinggi rendahnya pH awal ikan sangat tergantung pada

jumlah glikogen yang ada dan kekuatan penyangga (buffering power) pada daging ikan. Kekuatan penyangga pada daging ikan dipengaruhi oleh jumlah protein, asam laktat, asam fosfat, TMAO, dan basa-basa menguap. Setelah fase rigor mortis berakhir dan pembusukan bakteri berlangsung maka pH daging ikan naik

(29)

14 dengan semakin banyak senyawa purin dan pirimidin yang terbentuk akan

semakin mempercepat kenaikan pH ikan (Junianto 2003).

2.7.3 Proses perubahan karena aktivitas enzim

Enzim merupakan protein yang bertindak sebagai katalisator organik dalam kegiatan penguraian senyawa dalam jaringan tubuh ikan. Saat ikan masih hidup, sistem enzim dikendalikan oleh sstem syaraf untuk mempertahankan

kesetimbangan antara kegiatan penguraian dan sintesis sehingga menjamin kegiatan yang efektif untuk tubuh ikan dalam lingkungannya. Penyediaan tenaga untuk menjamin kesetimbangan itu diperoleh dari oksidasi makanan yang

dimakan ikan dan menghasikan adenosine trifosfat (ATP) yang kaya akan energi (Ilyas 1983). Perubahan enzimatik berhubungan dengan tingkat kesegaran ikan dan perubahan mutu oleh bakteri.

Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya pH. Mula-mula, protein dipecah menjadi molekul-molekul makro yang menyebabkan peningkatan

dehidrasi protein dan molekul-molekulnya pecah menjadi pepton, polipeptida dan akhirnya menjadi asam amino. Di samping itu dihasilkan pula sejumlah kecil pirimidin dan purin basa yang dibebaskan pada waktu asam nukleat memecah. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol (Murniyati dan Sunarman 2000).

2.7.4 Proses perubahan karena aktivitas bakteri

(30)

15 kekebalan tersebut tidak berfungsi lagi dan bakteri dapat berkembang biak dengan bebas. Jumlah mikroorganisme yang menyerang sangat terbatas dan pertumbuhan bakteri sebagian besar berlangsung di permukaan. Proses pembusukan terjadi akibat adanya enzim yang dihasilkan oleh bakteri dan merusak bahan gizi pada daging ikan (FAO 1995). Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang menyebebkan kerusakan secara menyeluruh yang disebut ”busuk” (Lan et al., 2007).

2.8 Bahan Pengawet Kimia dan Formalin

Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang baik ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan

pangan atau ada dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan prapengolahan atau penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini:

1. Seharusnya tidak menimbulkan penipuan.

2. Seharusnya tidak menurunkan nilai gizi dari bahan pangan.

3. Seharusnya tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan sedangkan pertumbuhan

mikroorganisme-mikroorganisme lainnya tertekan yang menyebabkan pembusukan menjadi nyata (Buckle at al, 1987).

(31)

16 penanganan dan pengolahan secara higienis. Jumlah bahan pengawet yang

diizinkan akan mengawetkan bahan pangan dengan muatan mikrooganisme yang normal untuk suatu jangka waktu tertentu, tetapi akan kurang efektif jika

dicampurkan ke dalam bahan-bahan pangan yang telah busuk atau terkontaminasi secara berlebihan (Buckle at al, 1987).

Formalin adalah nama dagang dari campuran formaldehid, metanol, dan air. Formalin yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara 20% – 40%. Formalin memiliki kemampuan yang sangat baik ketika mengawetkan makanan, namun walau daya awetnya sangat luar biasa, formalin dilarang digunakan pada makanan. Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988, Peraturan Menteri Kesehatan No.

1168/Menkes/PER/X/1999, UU No 7/1996 tentang Pangan ,dan UU No 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Hamdani, 2013).

Mengingat pentingnya masalah keamanan pangan, maka perlu dilakukan suatu uji terhadap kandungan racun ataupun zat-zat berbahaya yang terkandung dalam suatu produk makanan. Formalin atau senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formalin awalnya disintesis oleh kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formalin bisa dihasilkan dari

(32)

17 dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan

hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formalin dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss. 2005).

Formalin merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis basa, formalin bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan metanol. Formalin bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formalin berbeda dari sifat gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formalin bisa dioksidasi oleh oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formalin harus ditutup serta diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss, 2005).

2.8 Bahaya Penggunaan Formalin untuk Tubuh

(33)

18 Dampak buruk bagi kesehatan pada seseorang yang terpapar dengan formalin dapat terjadi akibat paparan akut atau paparan yang langsung kronik (bertahun-tahun), antara lain sakit kepala, radang hidung kronis (rhinitis), mual-mual, gangguan pernafasan baik berupa batuk kronis atau sesak nafas kronis. Formalin juga dapat merusak persyarafan tubuh manusia dan dikenal dengan zat yang bersifat beracun untuk persyarafan tubuh kita (neurotoksik). Gangguan pada persyarafan berupa susah tidur, sensitive, mudah lupa, dan sulit berkonsentrasi. Pada wanita akan menyebabkan ganguan menstruasi dan infertilas. Formalin juga dapat diserap oleh kulit dan seperti telah disebutkan diatas juga dapat terhirup oleh pernafasan kita. Oleh karena itu, dengan kontak langsung dengan zat tersebut tanpa menelannya juga dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

(34)

19

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan sampel diambil dari Tempat Pelelangan Ikan Lempasing Kabupaten Pesawaran, Pasar Perumnas Way Halim, Pasar Bawah, Pasar Cimeng Teluk, dan Pasar Koga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama dalam penelitian ini adalah ikan simba (Gnathanodon speciosus), tongkol (Euthynnus spp), kembung (Rastrelliger kanagurta), tenggiri

(Scomberomorus sp.) dan kakap merah (Lutjanus p.) segar dari Tempat

Pelelangan Ikan Lempasing Kabupaten Pesawaran, Pasar Perumnas Way Halim, Pasar Bawah, Pasar Cimeng Teluk, dan Pasar Koga, akuades dan KMnO4. Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, blender, pipet tetes, labu ukur, dan spatula.

3.3 Metode Penelitian

(35)

20 Tempat Pelelangan Ikan Lempasing Kabupaten Pesawaran, Pasar Perumnas Way Halim, Pasar Bawah, Pasar Cimen Teluk dan Pasar Koga yang ada di Bandar Lampung dengan dua kali pengulangan. Sampel ikan yang diambil dari setiap pasar, kemudian dimasukkan ke dalam plastik lalu disimpan dalam cool box untuk menjaga kadar formalin dalam ikan tidak berkurang. Pengamatan dilakukan secara visual dan data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif.

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan KMnO4 0,004 M

(36)

21 3.4.2 Analisis Formalin pada Ikan Laut Segar

[image:36.595.169.440.275.465.2]

Analisis formalin pada ikan segar menggunakan larutan KMnO4 0,004 M. Sampel ikan diambil dagingnya lalu dihaluskan menggunakan blender. Daging ikan yang telah halus diambil sedikit lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditetesi larutan KMnO4 0,004 M sampai terendam. Sampel dikocok dan amati perubahan warna yang terjadi.

Gambar 1. Uji kualitatif formalin

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini adalah perubahan warna yang terjadi pada ikan yang diberi larutan KMnO4 secara visual. Data hasil

pengamatan disajikan dalam bentuk tabel kemudian dianalisis secara deskriptif. Dihaluskan menggunakan Daging

Daging ikan

Ikan yang telah halus dimasukkan sampel ke dalam larutan KMnO4 0,004 M

Pemudaran warna ungu diamati, bila warna ungu memudar atau hilang maka terindikasi terdapat

(37)

30

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

Berdasarkan analisis kualitatif formalin terhadap ikan laut segar dengan

pengambilan sampel berupa ikan simba, tongkol, kembung, tenggiri, dan kakap merah yang diambil dari TPI Lempasing, Pasar Perum Way Halim, Bawah, Cimeng, dan Koga seluruh sampel positif mengandung formalin.

5.2Saran

1. Penelitian ini hanya mengambil sampel dari TPI Lempasing dan pasar tradisional di Bandar Lampung sehingga masih diperlukan sampel ikan yang diambil dari kapal-kapal yang bersandar di TPI Lempasing sebelum berada di tangan tengkulak, ikan-ikan beku yang dikirim dari luar lampung, analisis ikan laut segar yang diperjual-belikan di supermarket, dan ikan laut impor.

(38)

DAFTAR PUSTAKA

Amin, A. 2011. Identifikasi Formalin dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KMnO4. Jurnal Tasimak Vol. II No.1. 1-7. Anonim A. 2007 dalam Amirullah, T.C. 2008. Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri

(Scomberomorus sp.) dan tepung Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan. (Skripsi). IPB. 83 hlm.

Anonim B. 2012. Isi Kandungan Gizi Ikan. http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-ikan-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses Tanggal 21 Maret 2013

Barani, H.M. 2003. Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap dan

Pemberdayaan Sumberdaya Udang serta Alat Tangkap Trawl. Depertemen Kelautan dan Periknan Indonesia.

BPPOM. 2000 dalam Amin, A. 2011. Identifikasi Formalin dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KMnO4. Jurnal Tasimak Vol. II No.1. 1-7.

Buckle,K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan. UI-Press. Jakarta. 364 hlm.

Budiman. 2006 dalam Amirullah, T.C. 2008. Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan tepung Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan. (Skripsi). IPB. 83 hlm.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.

Dirjen Perikanan. 1990 dalam Anonim B. 2012. Isi Kandungan Gizi Ikan. http://keju.blogspot.com/1970/01/isi-kandungan-gizi-ikan-komposisi-nutrisi-bahan-makanan.html. Diakses Tanggal 21 Maret 2013

(39)

Drastini, Y dan A.D. Widiasih. 2009. Studi Metode Schiff untuk Deteksi Kadar Formalin pada Ikan Bandeng Laut (Chanos-chanos). J.Sain Vet Vol 27 No.1. 1-7.

Efendi. 2009 dalam Mahdi, C. 2012. Mengenal Bahaya Formalin, Borak, dan Pewarna Berbahaya dalam Makanan. FMIPA-UB.

Eskin. 1990 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Fadil, I. 2014. Kurangi Biaya Melaut Nelayan Gunakan Formalin. news.detik.com. Diakses Tanggal 16 Mei 2014.

Girsang, D.Y. 2014. Kasus Distribusi dan Penggunaan Formalin dalam Pengawetan Komoditi Ikan Laut Segar. (Skripsi). Unila. 57 hlm.

Hadiwiyoto. 1993 dalam Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm.

Hamdani, S. 2013. Formalin. http://catatankimia.com/catatan/formalin.html. Diakses Tanggal 9 Maret 2013.

Hastuti, S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid pada Ikan Asin di Madura. Agrointek Vol 4 No.2. 1-6.

Ilyas 1983 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Irawan. 1995 1998 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Junianto. 2003 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2011. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011.

Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Keaneragaman Hayati Laut Indonesia Terbesar di Dunia. Pusat Data Statistik dan Informasi Kementrian Kelautan dan Perikanan.

(40)

Moelyanto. 1992 dalam Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm.

Murniyati dan Sunarman. 2000 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Nasran. 1989 dalam Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis tozord) selama Penyimpanan Dingin. Warta Iptek No 35/Th.2010.

Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm.

Nurniyanti, Y. 2011. Perikanan. http://perikanan-1992.blogspot.com. Diakses Tanggal 21 Mei 2013.

Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pertanian. 2010. Penanganan dan Penyimpanan Hasil Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. 40 hlm.

Reuss. 2005 dalam Hamdani, S. 2013. Formalin.

http://catatankimia.com/catatan/formalin.html. Diakses Tanggal 9 Maret 2013.

Ridwansyah. 2002 dalam Ira. 2008. Kajian Pengaruh Berbagai Kadar Garam terhadap Kandungan Asam Lemak Esensial Omega-3 Ikan Kembung (Rastrelliger Kanagurta) Asin Kering. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. 45 hlm.

Robb. 2002 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami

(Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Sinar, S. 2011. Ikan Simba. http://perikanan-2011-ikan-simba.blogspot.com. Diakses Tanggal 21 Mei 2013

Sjaifullah. 1975 dalam Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis tozord) selama Penyimpanan Dingin. Warta Iptek No 35/Th.2010.

Somali. 1997 dalam Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm.

(41)

Suharjono. 2006 dalam Amin, A. 2011. Identifikasi Formalin dalam Produk Mie Basah dan Tahu dengan Metode Kualitatif Larutan KMnO4. Jurnal Tasimak Vol. II No.1. 1-7.

Suwetja. 1990 dalam Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis tozord) selama Penyimpanan Dingin. Warta Iptek No 35/Th.2010.

Tabrani. 1997 dalam Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm.

Whitney, et al. 1998 dalam Nurahman dan J.T. Isworo. 2010. Peran Tawas terhadap Peruraian Protein Ikan Tongkol. (Skripsi). Unimus. 285 hlm. Winarya, D. 2012. Bahaya Penggunaan Pengawet (Formalin) dalam Makanan

bagi Tubuh Manusia. http://tewewe.wordpress.com/2012/08/31/bahaya-penggunaan-pengawet-formalin-dalam-makanan-bagi-tubuh-manusia/. Diakses Tanggal 9 Maret 2013.

Yunizal dan Wibowo. 1998 dalam Zakaria, R. 2008. Kemunduran Mutu Ikan Gurami (Osphronemus gouramy) Pasca Panen pada Penyimpanan Suhu Chilling. (Skripsi). IPB. 65 hlm.

Gambar

Tabel 1. Kandungan gizi ikan simba
Tabel 2. Kandungan gizi ikan tongkol
Tabel 3. Kandugan gizi ikan kembung
Tabel 4. Kandungan gizi ikan tenggiri
+4

Referensi

Dokumen terkait

3) Menghasilkan perangkat lunak yang bekerja secara rutin, dari jangka waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan, dengan preferensi kepada jangka waktu yang

Kebutuhan perangkat keras untuk pengembangan aplikasi, memiliki spesifikasi minimal untuk menjalankan vb.net 2005 yang berfungsi untuk pengembangan aplikasi, dan sql

“Pasar wisata” ini sebagai tempat atau wadah untuk menampung dan sekaligus memperkenalkan makanan (jajanan) dan masakan maupun souvenir khas Kudus. Tujuan dari Proyek ini

Bahwa berdasarkan hasil penelitian administrasi terhadap kelengkapan berkas pendaftaran Calon Anggota PPK, dengan ini kami umumkan bahwa pendaftar Calon Anggota PPK Pemilihan

Dalam kajian artikel ini, penulis ingin menyampaikan Model “Komunikasi Berasa” atau lebih dikenal dengan Experientially Meaningful Communication, sebuah pendekatan dalam

Hidrolitik dan Waktu Fermentasi terhadap Produksi Biogas dari Campuran Bahan Baku Kompos dengan Kotoran Sapi..

Berdasarkan uji paired sample T-test didapatkan nilai ρ value tekanan darah sistolik maupun diastolik 0,001 kurang dari nilai α 5% (0,05) maka H0 ditolak,

Pengendalian pencemaran dan/atau perusakan ini merupakan salah satu bagian dari kegiatan pengelolaan lingkungan hidup yaitu (1) Pencemaran laut diartikan dengan masuknya atau