• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Larutan Nutrien Yang Dibawa Oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio L. di Keramba Jaring Apung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Larutan Nutrien Yang Dibawa Oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus Carpio L. di Keramba Jaring Apung"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN

YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

Oleh : Asep Permana

C01400003

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

(3)

RINGKASAN

ASEP PERMANA. Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. Di Keramba Jaring Apung. Dibimbing oleh R. UMAR HASAN SAPUTRA dan D. DJOKOSETIYANTO.

Ikan sebagaimana makhluk hidup lainnya, untuk dapat tumbuh dan berkembang memerlukan makanan. Walaupun pakan yang dikonsumsi berupa padatan, namun sesungguhnya yang dimanfaatkan oleh tubuh adalah nutrien essensial yang terdapat dalam pakan tersebut. Saat ini telah berhasil dibuat nutrien essensial secara sintetis dalam bentuk larutan nutrien, sehingga memberikan peluang untuk digunakan dalam budidaya ikan. Salah satu sistem budidaya ikan yang cukup banyak dilakukan di Indonesia adalah Keramba Jaring Apung (KJA). Pemberian larutan nutrien secara langsung ke perairan di KJA tidak memungkinkan karena arealnya terlalu luas dan airnya bersifat me ngalir. Sehingga diperlukan adanya media pembawa larutan nutrien yang tidak menyumbang apapun terhadap pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan yang terjadi benar-benar karena faktor larutan nutrien tersebut. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemanfaatan larutan nutrien yang dibawa oleh serat jagung dalam budidaya ikan mas di KJA.

Percobaan ini menggunakan empat perlakuan dosis larutan nutrien per kg media pembawa dan terdiri dari tiga tahap perlakuan. Tahap pertama adalah dosis larutan nutrien sebesar 2% (kolam H1), 4% (kolam H2), 6% (kolam H3) dan 8% (kolam H4) dengan penambahan garam 10 g untuk masing- masing perlakuan. Tahap kedua sama seperti tahap pertama tetapi ditambahkan amonia sebesar 2% dari dosis larutan nutrien unt uk masing- masing perlakuan. Demikian pula dengan tahap ketiga, hanya penambahan amonia ditingkatkan menjadi 20 g untuk masing-masing perlakuan. Kondisi awal ikan tiap perlakuan yaitu; H1 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,27:4,03 (2,79); H2 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,12:4,03 (2,75); H3 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 20 g/ekor, kepadatan 5250 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 8,98:3,25 (2,76); H4 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 25 g/ekor, kepadatan 4200 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 9,05:3,30 (2,74). Pemberian larutan nutrien dilakukan dengan sistem sekenyangnya (ad satiation).

(4)

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN

YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(5)

Judul :

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG

DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM

BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio

L. DI

KERAMBA JARING APUNG

Nama : Asep Permana

NRP : C01400003

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

R. Umar Hasan Saputra, M.Si Dr. D.Djokosetiyanto

NIP. 132 092 239 NIP. 130 536 671

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyele saikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. di Keramba Jaring Apung”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada R. Umar Hasan Saputra, M. Si dan Dr. D. Djoko Setiyanto selaku dosen pembimbing, Bapak Ade Durachman, Mang Punpun, Dadan, Dedi yang telah membantu penulis selama penelitian di Cirata, Pak Jajang, kokolot lingkungan yang selalu setia menganalisa air sampel, Adil dan semua teman BDP 37 yang banyak memberi semangat dan bantuan. Bapak dan Mimih atas doa-doa serta Nyun atas dorongan semangat dan segalanya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun. Terakhir penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu perikanan ke depannya.

Bogor, Oktober 2005

(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 11 September 1981 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rukman dan Tarmunah. Pendidikan formal diawali di Taman Kanak-Kanak Kartini Ciwalen selama dua tahun (1986-1988). Pada tahun 1988-1994 penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Ciwalen 02. Kemudian pada tahun 1994-1997 menempuh pendidikan lanjutan di SMP Negeri 02 Dayeuhluhur dan pada tahun 1997-2000 di SMU Negeri 01 Dayeuhluhur.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2000 dan memilih program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama di IPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi diantaranya menjadi panitia TAMBAK (Temu Angkatan Mahasiswa Baru Akuakultur) 2001 dan 2002, Ketua Panitia WorkShop Teknologi Manajemen Akuakultur 2002, panitia bazaar akuakultur dan lainnya. Penulis juga aktif di HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) sebagai pengurus di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2002-2003, FKM-C (Forum Komunikasi Muslim-C (2003-2004) dan Organisasi Mahasiswa Daerah FORSIMALAYA (Forum Silaturahmi Mahasiswa Cilacap Bercahaya). Penulis juga me njadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan (2003-2004), Dasar-dasar Budidaya Perairan (2003-2004) dan Fisiologi Hewan Air (2004-2005).

Penulis melakukan praktek kerja lapang pembenihan udang windu (Penaeus monodon Fabr) di P.T. Tirtamutiara Makmur Situbondo dan pembesaran kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di BBAP Situbondo Jawa Timur.

(8)
(9)

4.1.2.1 Perlakuan H1 ... 14

4.1.2.2 Perlakuan H2 ... 14

4.1.2.3 Perlakuan H3 ... 15

4.1.2.4 Perlkauan H4 ... 15

4.2 Pembahasan ... 16

V. KESIMPULAN ... 21

5.1 Kesimpulan... 21

5.2 Saran ... 21

(10)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1 ... 12

2. Parameter kualitas air kolam perlakuan H2 ... 12

3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3 ... 13

4. Parameter kualitas air kolam perlakuan H4 ... 13

5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H1... 14

6. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H2 ... 14

7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H3 ... 15

(11)

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN

YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

Oleh : Asep Permana

C01400003

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2005

(13)

RINGKASAN

ASEP PERMANA. Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. Di Keramba Jaring Apung. Dibimbing oleh R. UMAR HASAN SAPUTRA dan D. DJOKOSETIYANTO.

Ikan sebagaimana makhluk hidup lainnya, untuk dapat tumbuh dan berkembang memerlukan makanan. Walaupun pakan yang dikonsumsi berupa padatan, namun sesungguhnya yang dimanfaatkan oleh tubuh adalah nutrien essensial yang terdapat dalam pakan tersebut. Saat ini telah berhasil dibuat nutrien essensial secara sintetis dalam bentuk larutan nutrien, sehingga memberikan peluang untuk digunakan dalam budidaya ikan. Salah satu sistem budidaya ikan yang cukup banyak dilakukan di Indonesia adalah Keramba Jaring Apung (KJA). Pemberian larutan nutrien secara langsung ke perairan di KJA tidak memungkinkan karena arealnya terlalu luas dan airnya bersifat me ngalir. Sehingga diperlukan adanya media pembawa larutan nutrien yang tidak menyumbang apapun terhadap pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan yang terjadi benar-benar karena faktor larutan nutrien tersebut. Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemanfaatan larutan nutrien yang dibawa oleh serat jagung dalam budidaya ikan mas di KJA.

Percobaan ini menggunakan empat perlakuan dosis larutan nutrien per kg media pembawa dan terdiri dari tiga tahap perlakuan. Tahap pertama adalah dosis larutan nutrien sebesar 2% (kolam H1), 4% (kolam H2), 6% (kolam H3) dan 8% (kolam H4) dengan penambahan garam 10 g untuk masing- masing perlakuan. Tahap kedua sama seperti tahap pertama tetapi ditambahkan amonia sebesar 2% dari dosis larutan nutrien unt uk masing- masing perlakuan. Demikian pula dengan tahap ketiga, hanya penambahan amonia ditingkatkan menjadi 20 g untuk masing-masing perlakuan. Kondisi awal ikan tiap perlakuan yaitu; H1 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,27:4,03 (2,79); H2 mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,12:4,03 (2,75); H3 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 20 g/ekor, kepadatan 5250 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 8,98:3,25 (2,76); H4 mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 25 g/ekor, kepadatan 4200 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 9,05:3,30 (2,74). Pemberian larutan nutrien dilakukan dengan sistem sekenyangnya (ad satiation).

(14)

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN

YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(15)

Judul :

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG

DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM

BUDIDAYA IKAN MAS

Cyprinus carpio

L. DI

KERAMBA JARING APUNG

Nama : Asep Permana

NRP : C01400003

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

R. Umar Hasan Saputra, M.Si Dr. D.Djokosetiyanto

NIP. 132 092 239 NIP. 130 536 671

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Kadarwan Soewardi NIP. 130 805 031

(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan kekuatan-Nya sehingga penulis dapat menyele saikan skripsi yang berjudul “Pemanfaatan Larutan Nutrien yang dibawa oleh Serat Jagung dalam Budidaya Ikan Mas Cyprinus carpio L. di Keramba Jaring Apung”.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada R. Umar Hasan Saputra, M. Si dan Dr. D. Djoko Setiyanto selaku dosen pembimbing, Bapak Ade Durachman, Mang Punpun, Dadan, Dedi yang telah membantu penulis selama penelitian di Cirata, Pak Jajang, kokolot lingkungan yang selalu setia menganalisa air sampel, Adil dan semua teman BDP 37 yang banyak memberi semangat dan bantuan. Bapak dan Mimih atas doa-doa serta Nyun atas dorongan semangat dan segalanya.

Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun. Terakhir penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dalam perkembangan ilmu perikanan ke depannya.

Bogor, Oktober 2005

(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 11 September 1981 sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Rukman dan Tarmunah. Pendidikan formal diawali di Taman Kanak-Kanak Kartini Ciwalen selama dua tahun (1986-1988). Pada tahun 1988-1994 penulis menempuh pendidikan dasar di SD Negeri Ciwalen 02. Kemudian pada tahun 1994-1997 menempuh pendidikan lanjutan di SMP Negeri 02 Dayeuhluhur dan pada tahun 1997-2000 di SMU Negeri 01 Dayeuhluhur.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2000 dan memilih program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama di IPB penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi diantaranya menjadi panitia TAMBAK (Temu Angkatan Mahasiswa Baru Akuakultur) 2001 dan 2002, Ketua Panitia WorkShop Teknologi Manajemen Akuakultur 2002, panitia bazaar akuakultur dan lainnya. Penulis juga aktif di HIMAKUA (Himpunan Mahasiswa Akuakultur) sebagai pengurus di Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2002-2003, FKM-C (Forum Komunikasi Muslim-C (2003-2004) dan Organisasi Mahasiswa Daerah FORSIMALAYA (Forum Silaturahmi Mahasiswa Cilacap Bercahaya). Penulis juga me njadi asisten mata kuliah Fisika Kimia Perairan (2003-2004), Dasar-dasar Budidaya Perairan (2003-2004) dan Fisiologi Hewan Air (2004-2005).

Penulis melakukan praktek kerja lapang pembenihan udang windu (Penaeus monodon Fabr) di P.T. Tirtamutiara Makmur Situbondo dan pembesaran kerapu bebek (Cromileptes altivelis) di BBAP Situbondo Jawa Timur.

(18)
(19)

4.1.2.1 Perlakuan H1 ... 14

4.1.2.2 Perlakuan H2 ... 14

4.1.2.3 Perlakuan H3 ... 15

4.1.2.4 Perlkauan H4 ... 15

4.2 Pembahasan ... 16

V. KESIMPULAN ... 21

5.1 Kesimpulan... 21

5.2 Saran ... 21

(20)

DAFTAR TABEL

Hal

1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1 ... 12

2. Parameter kualitas air kolam perlakuan H2 ... 12

3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3 ... 13

4. Parameter kualitas air kolam perlakuan H4 ... 13

5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H1... 14

6. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H2 ... 14

7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan bobot, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada kolam perlakuan H3 ... 15

(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Kandungan nutrien terlarut ... 23

2. Suhu selama penelitian (ºC) ... 24

3. Kematian ikan Mas Cyprinus carpio L. ... 26

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Ikan sebagaimana makhluk hidup lainnya, untuk dapat tumbuh dan berkembang memerlukan makanan. Di dalam akuakultur walaupun pakan yang biasanya digunakan berbentuk padat (pelet atau ikan rucah), namun sesungguhnya yang dimanfaatkan oleh tubuh adalah nutrien essensial yang terdapat dalam pakan tersebut. Dengan telah ditemukannya teknologi untuk membuat nutrien essensial secara cepat, murah dan telah berada pada tingkat industri memungkinkan terjadinya efisiensi dan efektifitas dalam sistem akuakultur.

Hal ini sangat diperlukan mengingat kondisi budidaya ikan khususnya yang dilakukan dalam Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Cirata saat ini menghadapi masalah yaitu semakin mahalnya harga pakan akibat naiknya harga tepung ikan sebagai bahan baku utama pakan. Kondisi yang memprihatinkan ini semakin diperparah dengan lingkungan perairan yang buruk sebagai akibat akumulasi limbah dari sisa pakan dan kotoran ikan.

Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu sistem akuakultur yang saat ini cukup banyak dilakukan di Indonesia. Berbeda dengan sistem kolam, penggunaan larutan nutrien secara langsung pada sistem ini akan menjadi tidak efisien karena penyebaran nutrien terlalu luas. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah digunakannya pembawa dari nutrien tersebut agar langsung dapat dimanfaatkan oleh ikan.

Pembawa yang dimaksud bukan merupakan sumber nutrien namun hanya berupa serat saja. Sehingga tidak akan menyumbang apapun terhadap pertumbuhan. Dengan demikian pertumbuhan yang terjadi dapat dianggap hanya karena larutan nutrien yang diberikan.

(23)

1.2 Tujuan

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Mas Cyprinus carpio L. 2.1.1 Biologi Ikan Mas

Menurut Saanin (1984) dalam klasifikasinya, ikan mas termasuk dalam : Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinoide Famili : Cyprinidae Genus : Cyprinus

Spesies : Cyprinus carpio Linne

Ardiwinata (1971) dalam Suprayitno (1986) menyatakan bahwa ikan mas mulai dikenal di daerah Galuh (Ciamis) Jawa Barat sekitar tahun 1810. Suprayitno (1986) menyatakan bahwa dari segi warna ikan, ditemukan ikan mas merah, hitam, hijau, kuning, putih, biru, keperakan, coklat kemerahan, dan belang-belang campuran beberapa warna. Sedangkan bentuk badan, sirip dan sisiknya mencirikan varitas, misalnya ikan mas : Sinyonya, Kumpay, Kancra Domas, Punten, Kaca, Schupper dan Taiwan serta Majalaya.

Asmawi (1983) menyatakan bahwa daerah untuk pemeliharaan ikan mas adalah pada kisaran ketinggian 150 sampai 600 m di atas permukaan laut, pH berkisar antara 7 sampai 8 dan suhu optimal antara 20 sampai 25ºC. Ikan ini hidup di tempat-tempat yang dangkal dengan arus yang tidak begitu deras, baik di sungai-sungai, danau-danau, maupun di genangan-genangan air lainnya.

2.1.2 Kebutuhan Nutrisi Ikan Mas

Kondisi sekarang dimana budidaya dilakukan secara intensif memerlukan adanya pakan buatan yang kualitas dan kuantitasnya sesuai dengan kebutuhan ikan. Pakan yang dibuat haruslah yang sederhana, murah dan tercukupi kebutuhan nutrisinya, bahkan melebihi dari yang terkandung dalam pakan alami (Huet, 1971).

(25)

Webster and Lim (2002) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi untuk ikan yaitu : aktivitas, temperatur, ukuran ikan, laju pertumbuhan, spesies, dan konsumsi pakan.

Protein bersama dengan mineral dan air merupakan bahan baku utama dalam pembentukan sel-sel dan jaringan tubuh, sedangkan protein bersama dengan mineral dan vitamin berfungsi dalam pengaturan suhu tubuh, pengaturan keseimbangan asam basa, pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh, serta pengaturan proses metabolisme dalam tubuh (Buwono, 2000).

Webster and Lim (2002) menyatakan bahwa carp adalah ikan omnivor dan dapat menggunakan lemak dan karbohidrat lebih efektif sebagai sumber energinya, dan oleh karena itu kandungan energi tercerna lebih penting dibandingkan kandungan lipid dalam pakan. Watanabe et al. (1974) dalam Shepherd and Bromage (1992) menyatakan bahwa ikan mas membutuhkan asam linoleat (18:2-n6) dan asam linolenat (18:3- n3) masing- masing sebesar 1%.

Ogino et al. (1976) dalam Webster and Lim (2002) menyatakan bahwa ikan mas menggunakan karbohidrat lebih efektif sebagai sumber energi. Level optimum untuk ikan mas adalah sekitar 30-40% (Takeuchi et al. 1971 dalam Webster and Lim, 2002).

3.2 Parameter Kualitas Air

Stickney (1993) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan pada umumnya berkisar antara 20-30°C. Min (1985) menyatakan bahwa metabolisme ikan dipengaruhi oleh suhu, nafsu makan ikan akan menurun ketika suhu turun dibawah 15°C dan akan berhenti makan ketika suhu dibawah 5-7°C. Untuk cyprinids pada suhu dibawah 13°C pertumbuhannya akan berhenti dan pada suhu kurang dari 5ºC akan berhenti makan. Begitu juga untuk reproduksi, cyprinids mempunyai toleransi terhadap suhu yang tinggi dan tidak akan memijah kalau suhu perairan tidak cukup panas. Di eropa, carp mulai memijah pada suhu 18 sampai 20ºC di akhir musim semi (Huet, 1971).

(26)

ikan-ikan tropis menginginkan nilai DO mendekati 5 mg/l, walaupun ada spesies seperti lele dan tilapia dapat beradaptasi pada nilai DO yang lebih rendah. Stres pada ikan- ikan tropis sering terjadi ketika DO jatuh dibawah 3 mg/l dan kematian ikan biasanya terjadi ketika DO turun lebih rendah lagi (Stickney, 1993).

Shepherd and Bromage (1992) menyatakan bahwa carp, catfish dan tilapia dapat bertahan pada kadar DO dibawah 2 mg/l tetapi hanya dalam waktu yang singkat. Kebutuhan oksigen terlarut oleh ikan berbeda-beda sesuai dengan spesiesnya, untuk cyprinids umumnya sekitar 6 sampai 7 mg/l (Huet, 1971). Sedangkan (Mckee and Wolf, 1963 dalam Boyd, 1990) menyatakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut tidak boleh kurang dari 3 mg/l.

Ikan dapat merasakan respon yang berbeda terhadap adanya konsentrasi CO2 bebas dan akan berusaha menghindari daerah yang konsentrasi CO2 nya

tinggi (Hoglund, 1961 dalam Boyd, 1990). Walaupun begitu, ikan masih bisa mentoleransi konsentrasi CO2 sampai 10 mg/l atau lebih asalkan konsentrasi DO

tinggi. Kebanyakan spesies ikan dapat bertahan hidup dalam perairan yang mengandung sampai 60 mg/l CO2 bebas (Hart, 1944; Haskel and Davies, 1958

dalam Boyd, 1990). Ketika kadar oksigen rendah, karbondioksida akan terasa pengaruhnya dan akan menghalangi proses pengambilan oksigen oleh ikan (Boyd, 1982).

Sedangkan air yang mendukung optimalnya tingkat populasi ikan biasanya mengandung kurang dari 5 mg/l CO2 bebas (Ellis, 1937 dalam Boyd, 1990).

Dalam perairan yang digunakan untuk budidaya intensif, tingkat CO2 bebas

berfluktuasi dari 0 mg/l di sore hari sampai 5 atau 10 mg/l di malam hari dengan tidak menyebabkan pengaruh yang negatif terhadap ikan (Boyd, 1990).

(27)

Amonia merupakan gas beracun bagi ikan, tingkat toksiknya akan meningkat ketika konsentrasi oksigen terlarut rendah (Markens and Downing, 1957 dalam Boyd, 1990). Tetapi pengaruh ini tidak terjadi di kolam ikan karena konsentrasi CO2 biasanya tinggi ketika oksigen terlarut rendah. Lloyd and Herbert

(1960) dalam Boyd (1990) menyatakan bahwa toksisitas amonia berkurang dengan meningkatnya konsentrasi karbondioksida, hal ini dikarenakan tingginya konsentrasi karbondioksida dapat menurunkan pH dan mereduksi perbandingan total amonia nitrogen yang beracun, bentuk tidak terionisasi.

Konsentrasi sublethal amonia disebabkan oleh perubahan pathologi dalam organ ikan dan jaringan (Smith and Piper, 1975 dalam Boyd 1990). Pengaruh amonia terhadap jaringan selalu terjadi dalam kisaran 0,006 sampai 0,34 mg/l. Pertumbuhan yang lambat dari ikan- ikan yang dipelihara dalam tangki ditandai dengan adanya akumulasi amonia (Smith and Piper, 1975; Andrews et al.1971 dalam Boyd 1990). Robinette (1976) dalam Boyd (1990) melaporkan bahwa konsentrasi amonia sebesar 0,12 mg/l menyebabkan perlambatan pertumbuhan dan kerusakan insang pada Channel catfish, sedangkan pada konsentrasi 0,06 mg/l tidak menyebabkan pengaruh yang berbahaya.

Shepherd and Bromage (2002) menyatakan bahwa pada pH dibawah 7 amonia tidak menyebabkan masalah dalam budidaya ikan, tetapi pada kadar yang kecilpun jika ada pada pH yang lebih tinggi akan berbahaya. Kawamoto (1961) dalam Zonneveld et al.(1991) menyatakan bahwa daya racun amonia untuk ikan mas adalah 2.0 mg/l.

Stickney (1993) menyatakan bahwa kadar toksisitas nitrit berbeda antara ikan yang satu dengan lainnya. Toksisitas nitrit tergantung pada pH dan chloride (Russo and Thurston, 1991 dalam Stickney, 1993). Penambahan calcium chloride atau sodium chloride ke dalam air merupakan satu cara yang efektif untuk mengurangi toksisitas nitrit dalam budidaya di kolam (Tomasso et al. 1979, 1980; Huey et al. 1980; Schwedler and Tucker, 1983 dalamStickney, 1993). Kadar dari masing- masing bahan sebesar 60 mg/l telah terbukti berhasil.

(28)

mg/l NO2-N dan untuk salmonid 0,3 mg/l NO2-N. Secara umum kadar nitrit yang

biasa terkandung di kolam berkisar antara 0.5- 5 mg/l NO2-N.

Stickney (1979) menyatakan bahwa nitrogen dapat dirubah menjadi amonia, setelah itu melalui proses nitrifikasi akan dirubah menjadi nitrit dan nitrat.

NH3 ? NO2- ? NO3

-Proses ini dilakukan oleh bakteri aerobik. Nitrosomonas adalah bakteri yang berperan dalam merubah amonia menjadi nitrit dan Nitrobacter merupakan bakteri nitrifikasi yang merubah nitrit menjadi nitrat (Meade, 1976 dalam Stickney, 1979).

Wedemeyer (1996) menyatakan bahwa nitrat umumnya tidak berbahaya bagi ikan. Effendi (2000) menyatakan bahwa kadar nitrat yang melebihi 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan. Kadar nitrat nitrogen melebihi 0,2 mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi dan selanjutnya terjadi blooming.

(29)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Percobaan dilaksanakan mulai bulan Mei sampai Juli 2005 yang bertempat di Keramba Jaring Apung, Jatinenggang, Cirata, Cianjur. Pengujian kualitas air dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

3.2Metode Percobaan

Percobaan terdiri dari empat perlakuan (H1, H2, H3 dan H4). Ada tiga tahap perlakuan selama percobaan, tahap pertama dilakukan mulai hari pertama sampai hari 5 (14 - 18 Mei 2005), tahap kedua mulai hari 6 sampai hari ke-30 (19 - 12 Juni 2005) dan tahap ketiga mulai hari ke-31 sampai hari ke-60 (13 Juni – 12 Juli 2005). Wadah yang digunakan untuk percobaan berupa satu unit jaring apung yang terdiri dari empat wadah pemeliharaan (jaring) yang biasanya disebut kolam. Masing – masing wadah berukuran 7 x 7 x 3 m. Sebelum dipakai jaring tersebut dibersihkan dan diperiksa untuk menghindari adanya kebocoran.

3.3Prosedur Percobaan 3.3.1 Perlakuan H1

(30)

3.3.2 Perlakuan H2

Pada kolam perlakuan H2, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 110 kg, bobot rata-rata 40 g/ekor, kepadatan 2750 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 11,12 : 4,03 (2,75). Pada kolam perlakuan H2, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 40 g larutan nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.

3.3.3 Perlakuan H3

Pada kolam perlakuan H3, kondisi ikan awal yang digunakan mempunyai biomassa 105 kg, bobot rata-rata 20 g/ekor, kepadatan 5250 ekor/kolam dan perbandingan panjang dan tinggi rata-rata (cm) sebesar 8,98 : 3,25 (2,76). Pada kolam perlakuan H3, perlakuan tahap pertama dosisnya sebesar 60 g larutan nutrien dengan ditambah garam 10 g. Setelah selesai tahap pertama, dilanjutkan tahap kedua yaitu berupa penambahan amoniak ke dalam larutan nutrien. Dosis dari amoniak yang digunakan sebesar 2% dari dosis larutan nutrien. Sedangkan untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.

3.3.4 Perlakuan H4

(31)

untuk tahap ketiga, dosis amoniak menjadi 20 g/kg serat untuk masing- masing perlakuan. Untuk dosis larutan nutrien dan garamnya pada tiap tahap sama seperti tahap 1.

Kandungan nutrien dari pakan terlarut dapat dilihat dalam Lampiran 1. Masing – masing campuran tersebut dilarutkan dalam air sebanyak 200 ml dan dicampurkan dengan 1 kg serat sampai meresap secara merata. Serat yang digunakan terbuat dari serat jagung. Fungsi dari serat ini adalah sebagai pembawa larutan nutrien yang akan diserap oleh ikan setelah serat tersebut dimakan dan dicerna. Pemberian dilakukan dengan sistem ad satiation atau sekenyangnya.

3.4 Parameter yang Diamati 3.4.1 Parameter kualitas Air

Parameter kualitas air yang diukur meliputi DO, pH, NH3, NO2, NO3 dan

CO2. Pengukuran kualitas air ini dilakuakan 30 hari sekali. Sedangkan suhu

diukur setiap hari.

3.4.2 Kelangsungan Hidup (SR)

Menurut Effendie (1997), kelangsungan hidup ikan uji dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:

x100 %

No Nt SR =

Keterangan : SR = tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah ikan mas pada akhir pemeliharaan No = jumlah ikan pada awal pemeliharaan 3.4.3 Pertumbuhan harian (a)

Wt = Wo (1 + 0,01 α)t

Keterangan : α = laju pertumbuhan harian (%)

(32)

3.4.4 Pertumbuhan Bobot Biomassa

Keterangan : h = pertumbuhan bobot biomassa (kg)

Wt = bobot biomassa ikan mas pada akhir pemeliharaan (kg) Wo = bobot biomassa ikan mas pada awal pemeliharaan (kg) 3.4.5 Pertumbuhan Panjang Mutlak (Pm)

Pertumbuhan panjang mutlak (Pm) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : Pm = Pertumbuhan panjang mutlak (cm) Pt = Panjang ikan pada waktu ke-t (cm) Po = Panjang ikan pada waktu awal (cm) 3.4. 6 Pertumbuhan Tinggi Mutlak (Tm)

Pertumbuhan tinggi mutlak (Tm) dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan : Tm = Pertumbuhan tinggi mutlak (cm) Tt = Tinggi ikan pada waktu ke-t (cm) To = Tinggi ikan pada waktu awal (cm)

3.4.7 Konversi Pakan (FCR) FCR = F/Wt-Wo

Keterangan : FCR = Konversi Pakan

F = Jumlah total pakan yang dikonsumsi (kg)

Wt = Bobot biomassa ikan uji pada akhir pemeliharaan (kg)

Wo = Bobot biomassa ikan uji pada awal pemeliharaan (kg) 3.5Analisa Data

Hasil data yang diperoleh selama percobaan dianalisa secara deskriptif. h = Wt - Wo

Pm = Pt - Po

(33)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan hasil percobaan selama 60 hari, diperoleh nilai kualitas air, tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertumbuhan bobot mutlak, panjang dan tinggi mutlak serta nilai konversi pakan.

4.1.1 Kualitas Air

Untuk parameter suhu pada tiap kolam perlakuan berkisar antara 29-30ºC. Data suhu selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.1.1.1 Perlakuan H1

Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H1dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1 Parameter

Keterangan : td = tidak terdeteksi

4.1.1.2 Perlakuan H2

Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H2 dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Parameter kualitas air kolam perlakuan H2 Parameter

(34)

4.1.1.3Perlakuan H3

Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakuan H3 dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3

Parameter

Keterangan : td = tidak terdeteksi

4.1.1.4 Perlakuan H4

Parameter kualitas air selain suhu pada kolam perlakua n H4 dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Parameter kualitas air kolam perlakuan H4 Parameter

Keterangan : td = tidak terdeteksi

(35)

4.1.2 Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak

4.1.2.1 Perlakuan H1

Tabel 5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H1

Parameter Perlakuan H1

SR (%) 98.55

a (%) 0.75

? W (kg) 63

? Nutrien non garam (kg) 11.30

FCR Nutrien non garam 0.18

? Nutrien + garam (kg) 15.09

FCR Nutrien + garam 0.24

? Serat pembawa (kg) 375

FCR serat 5.9

Pm : Tm (awal) 11.27 : 4.03 (2.79)

Pm : Tm (akhir) 13.47 : 4.80 (2.80)

Keterangan : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak

4.1.2.2 Perlakuan H2

Tabel 6. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H2

Parameter Perlakuan H2

SR (%) 98.62

a (%) 0.84

? W (kg) 72

? Nutrien non garam (kg) 22.10

FCR Nutrien non garam 0.31

? Nutrien + garam (kg) 26.34

FCR Nutrien + garam 0.37

? Serat pembawa (kg) 425

FCR serat 5.9

Pm : Tm (awal) 11.12 : 4.03 (2.75)

Pm : Tm (akhir) 13.88 : 4.95 (2.80)

(36)

4.1.2.3 Perlakuan H3

Tabel 7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H3

Parameter Perlakuan H3

SR (%) 98.29

a (%) 0.62

? W (kg) 47

? Nutrien non garam (kg) 28.60

FCR Nutrien non garam 0.61

? Nutrien + garam (kg) 32.50

FCR Nutrien + garam 0.69

? Serat pembawa (kg) 395

FCR serat 8.4

Pm : Tm (awal) 8.98 : 3.25 (2.76)

Pm : Tm (akhir) 11.48 : 4.23 (2.71)

Keteranga n : Pm dan Tm = Panjang dan Tinggi mutlak

4.1.2.4 Perlakuan H4

Tabel 8. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H4

Parameter Perlakuan H4

SR (%) 97.24

a (%) 0.83

? W (kg) 67.5

? Nutrien non garam (kg) 39.80

FCR Nutrien non garam 0.59

? Nutrien + garam (kg) 44.08

FCR Nutrien + garam 0.65

? Serat pembawa (kg) 425

FCR serat 6.3

Pm : Tm (awal) 9.05 : 3.30 (2.74)

Pm : Tm (akhir) 12.28 : 4.47 (2.74)

(37)

Secara umum SR untuk semua perlakuan nilainya hampir sama. Kematian ikan hampir terjadi setiap hari selama percobaan pada semua perlakuan, namun jumlahnya sedikit. Data kematian ikan mas selama percobaan dapat dilihat pada Lampiran 3. Untuk pertumbuhan harian nilainya berkisar antara 0.62- 0.84 %.

Untuk pertambahan biomassa, perlakuan H1 dan H2 (ukuran ikan awal 40 g) menunjukan bahwa perlakuan H2 pertambahan biomassanya lebih besar dibanding H1. Sedangkan untuk perlakuan H3 dan H4 (ukuran ikan awal 20-25 g) perlakuan H4 pertambahannya lebih besar dibanding H3.

Nilai konversi pakan terendah berdasarkan jumlah larutan nutrien yang digunakan adalah perlakuan H1. Sedangkan berdasarkan jumlah pelet pembawa yang digunakan adalah perlakuan H1 dan H2.

Pertambahan panjang dan tinggi perlakuan H2 lebih tinggi dibanding H1 sedangkan untuk perlakuan H3 dan H4, pertambahan panjang dan tinggi H4 lebih tinggi dibanding H3. Data panjang dan tinggi mutlak tiap sampling dapat dilihat pada Lampiran 4.

4.2 Pembahasan

(38)

tinggi dan pertumbuhan cepat yaitu pada perlakuan H1 dan H2 (Min, 1985). Namun secara umum kandungan oksigen terlarut pada semua perlakuan berada pada kisaran yang tidak diinginkan di kolam yaitu nilainya < 5 mg/l (Swingle, 1969 dalam Boyd, 1990). Rendahnya kandungan oksigen terlarut ini dimungkinkan karena pemakaiannya oleh organisme air seperti ikan, bakteri dan lainnya. Sementara itu proses fotosintesis belum terjadi secara optimal karena kurangnya cahaya matahari. Ini biasanya terjadi pada dini hari sampai pagi hari (Boyd, 1990). Pernyataan ini cukup memberi alasan me ngapa nilai DO selama percobaan rendah, karena pengukuran DO dilakukan pada pagi hari.

Rendahnya kandungan oksigen terlarut ini mempengaruhi kandungan karbondioksida dalam perairan. Selama percobaan, nilai karbondioksida berada pada level yang cukup tinggi. Akan tetapi masih berada dalam kisaran yang bisa ditoleransi yaitu antara 9,98-11,98 mg/l (Boyd, 1990). Tingginya nilai karbondioksida ini berasal dari proses respirasi semua biota perairan pada malam hari.

Nilai karbondioksida yang cukup tinggi ini mempengaruhi nilai pH dari perairan, semakin tinggi nilai karbondioksida maka akan menurunkan pH (Boyd, 1982). Selama percobaan, nilai pH semakin menurun sampai akhir percobaan. Nilainya berkisar antara 6,26-7,23; kisaran ini masih cukup optimal untuk budidaya ikan (Ellis, 1937 dalam Boyd, 1990).

(39)

Dalam proses nitrifikasi, amonia dirombak menjadi nitrit dan nitrat. Pada awal percobaan, nilai nitrit berada pada kisaran yang aman bagi ikan. Dan seiring dengan penurunan nilai amonia pada hari ke-30, kandungan nitrit pada perlakuan H1 meningkat tetapi pada perlakuan H2 sedikit menurun. Fenomena peningkatan ini cukup wajar sebagai akibat dari proses nitrifikasi. Tetapi fenomena yang cukup aneh terjadi pada hari ke-60 dimana pada saat amonia turun, nilai nitrit justru menurun. Ini membuktikan bahwa adanya pemanfaatan amonia oleh larutan nutrien. Hal ini didukung dengan nilai nitrat yang kecil juga pada hari ke-60. Dan secara umum nilai nitrat yang didapat selama percobaan kecenderungannya menurun dan ada dalam kisaran yang aman.

Dan secara umum dapat dikatakan bahwa kondisi air di Waduk Cirata masih layak untuk budidaya dan kematian yang terjadi lebih karena faktor penyakit, sedangkan air hanya sebagi media pembawa penyakit.

Penggunaan larutan nutrien ternyata memberikan nilai SR yang sangat tinggi (diatas 97 %), dan dicapai justru pada saat banyaknya kematian ikan mas di kolam lain dimana SR bisa mencapai 50 % . Padahal pada kondisi normal saja nilai SR hanya sekitar 90 % (hasil wawancara dengan petani). Fenomena ini kemungkinan disebabkan karena nutrien ini pada dasarnya bersifat terlarut dan memberikan kesempatan yang sama bagi ikan untuk mendapatkannya. Walaupun teknis yang digunakan melalui penitipan nutrien melalui serat yang dipeletkan, tetapi tidak dipungkiri ketika masuk air akan mengalami leaching. Tetapi karena pada saat leaching ikan- ikan sudah berkumpul disekitar serat pembawa sehingga proses penyerapan larutan nutrien yang leaching akan semakin mudah jika dibandingkan dengan pemberian larutan nutrien secara langsung mengingat wadah budidaya berupa KJA yang terlalu luas.

(40)

apapun karena kandungannya yang berupa serat sampai 88%. Dan telah dibuktikan oleh seorang petani ikan di KJA, ternyata penggunaan serat tanpa larutan nutrien memberikan pertumbuhan yang stagnan bahkan menurun.

Dari data pertumbuhan bobot biomassa terlihat bahwa ada pengaruh peningkatan dosis larutan nutrien terhadap pertumbuhan. Ini terlihat dengan naiknya pertumbuhan biomassa pada perlakuan H2. Namun pada perlakuan H3 dan H4 kembali mengalami penurunan. Dari sini dapat dilihat bahwa walaupun larutan nutrien dapat memberikan kesempatan yang sama bagi ikan untuk mendapatkannya, tetapi karena teknis yang digunakan melalui pembawa berupa serat yang dipeletkan ternyata ada pengaruh lain yaitu ukuran serat yang dipeletkan tersebut. Pada percobaan ini ukuran serat yang dipeletkan adalah 5 mm sedangkan ukuran ikan ada dua yaitu perlakuan H1 dan H2 (40 g/ekor) serta perlakuan H3 dan H4 (20-25 g/ekor). Ternyata untuk ukuran ikan yang kecil cukup kesulitan untuk memakan serat tersebut mengingat ukuran bukaan mulutnya yang kecil. Sehingga dengan alasan tersebut dalam membahas pengaruh larutan nutrien terhadap pertumbuhan bobot, dipisahkan menjadi dua kelompok yaitu ikan berukuran besar dan kecil. Dengan pemisahan ini, ternyata dapat dilihat adanya pengaruh peningkatan dosis terhadap pertumbuhan biomassa. Dimana semakin meningkat dosis larutan nutrien pertumbuhan biomassanya juga semakin meningkat. Tetapi dari nilai peningkatan biomassanya jelas terlihat bahwa ikan besar lebih optimal dalam memanfaatkan nutrien terlarut dibanding ikan kecil. Hal ini berkaitan dengan kesesuaian ukuran bukaan mulut dengan serat pembawa.

Jika dilihat dari pertumbuhan hariannya, selama 60 hari masa percobaan terlihat bahwa pertumbuhan harian yang paling tinggi sebesar 0,84 % pada perlakuan H2. Dengan rumus yang sama, ternyata nilai pertumbuhan harian sebesar ini cukup kecil jika dibandingkan dengan pertumbuhan harian yang menggunakan pakan konvensional (2.19-2.4 %). Ini dimungkinkan karena belum ditemukannya dosis yang optimal dan juga teknis yang tepat yang memungkinkan ikan dapat memanfaatkan larutan nutrien secara sempurna.

(41)

berbeda antara ikan besar dan ikan kecil. Untuk perlakuan H1 dan H2 pertumbuhan panjang lebih dominan, artinya ikan lebih memanjang dalam pertumbuhannya. Dan pertumbuhan seperti ini biasanya lebih disukai oleh pasar. Sedangkan pada perlakuan H3 dan H4, ikan cenderung tumbuh sebanding antara panjang dan tinggi bahkan pada perlakuan H3 pertumbuhan tingginya lebih dominan.

Penggunaan larutan nutrien juga menghasilkan nilai FCR yang rendah. Nilainya mencapai 0.18 pada perlakuan H1 yang berarti untuk menghasilkan 1 kg daging hanya membutuhkan 0.18 kg larutan nutrien. Nilai FCR yang rendah ini menggambarkan bahwa pemanfaatan larutan nutrien ini sangat efisien karena sifatnya yang siap serap. Selanjutnya apabila dilihat nilai ekonomis dari penggunaan serat, walaupun nilai FCR nya tinggi namun karena harganya yang murah maka teknologi ini tetap cukup menguntungkan.

Permasalahannya adalah pada pembawa (serat) larutan nutrien yang digunakan selama percobaan. Ukuran dari serat yang dipeletkan ini pada ukuran 5 mm, sehingga terjadi ketidakefisienan jika dihubungkan dengan ukuran bukaan mulut ikan.

(42)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Walaupun belum dapat ditentukan nilai optimalnya, namun telah terbukti bahwa larutan nutrien mampu menumbuhkan ikan mas dengan tingkat pertumbuhan 0.62-0.84 % dan nilai FCR dari larutan nutrien non garam sebesar 0.18-0.61 serta SR berkisar antara 97.24-98.62 %.

5.2 Saran

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi S. 1983. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. P.T. Gramedia. Jakarta. Boyd CT. 1982. Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier

scientific Publishing Company. The Netherland. 316 p.

_________ . 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Birmingham. Publ.Co.Alabama. P:25-186.

Buwono ID. 2000. Kebutuhan Asam Amino Esensial dalam Ransum Ikan. Kanisius. Yogyakarta.

Effendie. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. Effendi H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan

Lingkungan Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor. 258 hal.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Huet M. 1971. Textbook of Fishes Culture, Breeding and Cultivation of Fish Fishing News (Book) Ltd. Lo ndon. 436 p.

Min LK. 1985. Training Manual Integrated Fish Farming in China.

http://www.fao.org/docrep/field/003/AC233E/AC233E01.htm. [12 Juli

2005].

Saanin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi. Binacipta. Bogor.

Shepherd J and Bromage N. 1992. Intensive Fish Farming. Oxford. Blackwell Scientific Publications. London.

Stickney RR. 1979. Principles of Warmwater Aquaculture. John Willey and Sons. New York. 375 hal.

_________ . 1993. Culture of Non Salmonids Freshwater Fishes. CRC Press Inc. Florida.

Suprayitno. 1986. Budidaya Ikan Mas Air Deras. Direktorat Jenderal Perikanan. Balai Budidaya Air Tawar. Sukabumi.

Webster and Lim CE. 2002. Nutrient Requirements and Feeding of Finfish for Aquaculture. CABI Publishing. Walingford Oxon. UK.

(44)
(45)

Lampiran 1. Hasil Analisa Larutan Nutrien

PARAMETER SATUAN HASIL ANALISIS

(46)
(47)

48 30/6/05 30 30 30 30

49 01/7/05 29 29 29 29

50 02/7/05 29 29 29 29

51 03/7/05 29 29 29 29

52 04/7/05 29 29 29 29

53 05/7/05 29 29 29 29

54 06/7/05 29 29 29 29

55 07/7/05 29 29 29 29

56 08/7/05 29 29 29 29

57 09/7/05 29 29 29 29

58 10/7/05 29 29 29 29

59 11/7/05 29 29 29 29

(48)
(49)

48 30/6/05 2 4 4

49 01/7/05 1 2 4

50 02/7/05 1 1 2 14

51 03/7/05 2 1 2 4

52 04/7/05 3 2 2 1

53 05/7/05 10 2 3 2

54 06/7/05 3 1 8 9

55 07/7/05 1 2 2

56 08/7/05 3

57 09/7/05 2 1 4 7

58 10/7/05 1 4

59 11/7/05 1 4 4

60 12/7/05 1 1 2 3

(50)

Lampiran 4. Panjang (cm) dan Tinggi rata-rata (cm) Ikan Mas Cyprinus carpio L.

No

H1 H2

0 hari 30 hari 60 hari 0 hari 30 hari 60 hari

p t p t p t p t p t p t

RATA2 11.27 4.03 13.37 4.70 13.47 4.80 11.12 4.03 13.27 4.75 13.88 4.95

No

H3 H4

0 hari 30 hari 60 hari 0 hari 30 hari 60 hari

p t p t p t p t p t p t

Gambar

Tabel 1. Parameter kualitas air kolam perlakuan H1
Tabel 3. Parameter kualitas air kolam perlakuan H3
Tabel 5. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan         biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H1
Tabel 7. Tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan harian, pertambahan         biomassa, FCR dan panjang serta tinggi mutlak pada perlakuan H3

Referensi

Dokumen terkait

Bedasarkan Tabel 8 tingginya jumlah responden yang belum pernah mengikuti pelatihan kewirausahaan sebelum masuk pesantren sebesar 78.26% dari total responden, mengindikasikan

“ Bagaimana merancang Sistem Informasi Penggajian Pegawai pada Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan Visual. Studio 2005 ( Visual Basic.NET ) agar

(1991), phytochemcal (alkalod, phenol, terpenod, saponn and tannn) content qualtatvely and the effect of plant fractons on rumen mcrobal fermentaton were evaluated n in vitro

Terpilhnya Ketua, wakil ketua, sekertaris, dan anggota 3 10-10-13 Kunjungan ke Dispora kabupaten Bangka Selatan Dispora Kabupaten Bangka Selatan Sharing terkait dengan

Menurut Trianto (2009: 22) perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar

yang lebih sedikit dan biasanya porosnya dalam posisi mendatar. Sebagaimana perkembangan teknologi penulis mengembangkan turbin Pelton skala laboratorium yang telah

Perjanjian sewa menyewa terjadi di jalan Karang Anyer II No 12 RT 006, RW 011, Kelurahan Air Jamban, Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau yaitu

Penelitian ini bertujuanu ntuk mendapatkan data tanaman berkhasiat obat mulai dari jumlah, jenis, cara penggunaan dan khasiat yang digunakan oleh masyarakat desa Oebobo