STUDI PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI FILLER SEMEN, SERBUK BENTONIT, dan FLYASH BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK
CAMPURAN BETON LAPIS LAPISAN PONDASI ATAS (AC-BASE)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas
dan memenuhi syarat untuk menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil
Disusun oleh :
070404168
EDWIN P SIMANJUNTAK
BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh
ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera
Utara.
Judul Tugas Akhir ini adalah :
“Studi Pengaruh Penggunaan Variasi Filler Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara terhadap Karakteristik Campuran Beton Aspal Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-BASE)”.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
mulai dari perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa
hormat yang tulus kepada :
1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc sebagai pembimbing, atas saran,
bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan –
hambatan yang penulis alami.
2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Ir. Joni Harianto, dan Bapak
Irwan Suranta Sembiring, ST. MT., sebagai penguji yang telah membantu
dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik
4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Jurusan Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
5. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ir. Tomos Simanjuntak dan T.
Hutabarat., kakak tersayang Elva Simanjuntak, SE., kedua adik tersayang
Erick Simanjuntak dan Elsa Simanjuntak serta opung tercinta atas segala
bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti buat
saya.
6. Natalia Hasianna Tobing, SS., seseorang yang sangat berarti yang telah
banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam
dukungan, tenaga, waktu, doa dan kasihnya juga tanpa mengenal lelah.
7. Terima kasih kepada abang dan kakak stambuk 2004 tercinta, Abang
Perdi, ST., Abang Topan Ginting, ST., Abang Suryo Munthe, ST., serta
seluruh stambuk 2004 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu
atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat
berarti buat saya.
8. Terima kasih kepada abang dan kakak stambuk 2005 tercinta, kakak
Theresia Simatupang, ST., Abang Christian Simanjuntak, ST., Abang
Manunggal, ST., Abang Charles, ST., serta seluruh stambuk 2005 yang
namanya tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, doa,
dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti buat saya.
9. Sahabatku terkasih Ruben Bangun, ST., Afriyanti Sembiring, ST.,
Alfriadi Zuliansyah, ST., Samaruddin Nasution, Jeffry Bakara, Boyma
Sinaga, Markus Siregar, Erikson Banjarnahor, Deddy Gultom, Ramoth
Simanjuntak, Dedy Simanjuntak, adik stambuk 2010 (Mike, Agape,
Cowens, Muhammad Taufiq, Azis, Resdiansyah) serta seluruh stambuk
2007 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.
10. Terima kasih kepada PT. Karya Murni Perkasa, Ir. Harry Marbun, Msc.,
Bapak Sitompul, Bapak Manulang, Bang Arnold Gondrong, Bang Ian
atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat
berarti buat saya.
11. Terima kasih kepada Laboratorium Balai Besar Pelaksanaan Jalan
Nasional – I, Ir. Lewis Manurung, M.EngSc, Bapak Janter Siahaan, Kak
Mirna, ST. MT., Bang Andika Hutahuruk, ST., Kak Ayu, ST., Bapak
Rahmat, Bang Andi, Bang Meikson Sitorus, Bang Sugianto, Bang Jaka,
Bang Alfonsus Manik, Bang Tyson Lumbanggaol, Gorga Hutabarat atas
segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti
buat saya.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini begitu sedehana,
terdapat kekurangan baik dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan
terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu penulis
menerima segala saran dan kritik guna penyempurnaannya.
Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu
pengetahuan dan teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.
Medan, Januari 2013
ABSTRAK
Pembangunan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Perkerasan jalan yang terbuat dari aspal beton merupakan campuran dari agregat dan aspal ditambah filler sebagai bahan pengisi. Namun dalam beberapa kondisi, tidak didapatkan filler dari bahan yang sama maka dicari alternatif bahan lain sebagai filler pengganti.
Adapun filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara. Dan kadar masing-masing yang diuji adalah 1% dari berat total agregat. Pengujian penelitian dilakukan dengan Marshall Test. Dari pengujian Marshall dapat didapatkan nilai-nilai parameter Marshall yang akan menunjukkan karakteristik campuran laston AC-Base tersebut. Laston AC-Base memerlukan nilai stabilitas yang tinggi untuk memikul beban lalu lintas. Setiap pengujian yang dilakukan dalam tugas akhir ini disesuaikan dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.
Hasil penelitian menunjukkan Laston dengan filler flyash batubara pada AC-Base Halus dan Kasar memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi sebesar 5.6% dan 5,33% daripada semua variasi filler sedangkan pada nilai stabilitas, filler bentonit memiliki nilai tertinggi 2015 di AC-Base Halus dan 2021 di AC-Base Kasar terhadap semua variasi filler
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
ABSTRAK ... iv
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum ... 1
I.2. Latar Belakang Masalah ... 1
I.3. Perumusan Masalah Penelitian ... 2
I.4. Tujuan Penelitian ………... 2
I.5. Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah ... 3
I.6. Penelitian Terdahulu ... 3
I.7. Sistematika Penulisan ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Lapis Beton Aspal ... 6
II.2. AC-Base ... 10
II.2.1. Gradasi Agregat AC-Base …………... 11
II.3. Bahan Campuran Beraspal ... 11
II.3.2. Agregat ... 12
II.3.2.1 Agregat Kasar ... 13
II.3.2.2 Agregat Halus ... 15
II.3.3 Bahan Anti Pengelupasan ... 16
II.3.4 Bahan Pengisi (filler) untuk campuran beraspal …... 16
II.3.4.1 Portland Cement (Semen) ... 18
II.3.4.1 Flyash Batubara ... 18
II.3.4.1 Bentonitstone dust (Serbuk Bentonit) ... 19
II.4. Perencanaan Campuran Beraspal Panas ... 20
II.5. Metode Pengujian Campuran ... 23
II.5.1. Parameter Pengujian Marshall ... 23
II.5.2. Dasar – Dasar Perhitungan ... 26
II.6. Campuran Beraspal Panas dengan Kepadatan Mutlak ... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1.Diagram Alir Penelitian ... 31
III.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 33
III.3.Pengujian Campuran Beraspal ... 34
III.3.1. Uji Marshal ... 34
III.3.2. Uji Rendaman Marshal ... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data ……….…… 38
IV.1.2.2 Hasil Pengujian Aspal ... 39
IV.3. Analisis Data ... 40
IV.3.1. Analisis Data Pengujian Agregat ... 40
IV.3.2. Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak… 41
IV.3.2.1 Analisis Volumetrik Campuran ... 41
IV.3.2.2 Analisis Nilai Empiris Marshall ... 47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan ... 52
V.2. Saran ... 53
DAFTAR TABEL
Tabel II.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ………... 10
Tabel II.2. Persyaratan Gradasi AC-Base Kasar dan Halus …... 11
Tabel II.3. Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70 ... 12
Tabel II.4. Ketentuan Agregat Kasar ………...…………... 14
Tabel II.5. Ketentuan Agregat Halus ...………... 15
Tabel IV.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar ... 38
Tabel IV.2. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus ... 39
Tabel IV.3. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Pen 60/70 ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian ... 31
Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Nilai Density variasi filler pada AC-Base Halus
dan AC-Base Kasar ... 42
Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Nilai VIM variasi filler pada AC-Base Halus dan
AC-Base Kasar ... 44
Gambar IV.3. Grafik Perbandingan Nilai VMA variasi filler pada AC-Base Halus
dan AC-Base Kasar ... 45
Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai VFA variasi filler pada AC-Base Halus dan
AC-Base Kasar ... 47
Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai Stability variasi filler pada AC-Base Halus
dan AC-Base Kasar ... 48
Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai Flow variasi filler pada AC-Base Halus
dan AC-Base Kasar ... 50
Gambar IV.7. Grafik Perbandingan Nilai Marshall Quotient variasi filler pada
AC-Base Halus dan AC-AC-Base Kasar ... 51
Gambar IV.8. Grafik Perbandingan Nilai Retained Stability variasi filler pada
DAFTAR NOTASI
AASHTO = American Association of State Highway and
Transportation Officials
AC = Asphalt Concrete
AC-Base = Asphalt Concrete Base
AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course
AC-Modified = Asphalt Concrete Modified
AC-WC Modified = Asphalt Concrete Modified
ASA = Anti Stripping Agent
CA = Coarse Aggregate
FA = Fine Aggregate
IKS = Indeks Kekuatan Marshal Sisa
KAO = Kadar Aspal Optimum Lapis Aspal Beton
MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshal)
PRD = Percentage Refusal Density
VFB = Voids Filled with Bitument (Rongga Terisi Aspal)
VIM = Voids in Mixture (Rongga dalam Campuran)
VMA = Voids in Mineral Aggregates (Rongga Udara di dalam
Aggregat)
LAMBANG
Gmb = Berat Jenis Padat (Bulk) Campuran
Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran
Gsb = Berat Jenis Padat (Bulk) Aggregat Gabungan
Gse = Berat Jenis Efektif Aggregat
ABSTRAK
Pembangunan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Perkerasan jalan yang terbuat dari aspal beton merupakan campuran dari agregat dan aspal ditambah filler sebagai bahan pengisi. Namun dalam beberapa kondisi, tidak didapatkan filler dari bahan yang sama maka dicari alternatif bahan lain sebagai filler pengganti.
Adapun filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara. Dan kadar masing-masing yang diuji adalah 1% dari berat total agregat. Pengujian penelitian dilakukan dengan Marshall Test. Dari pengujian Marshall dapat didapatkan nilai-nilai parameter Marshall yang akan menunjukkan karakteristik campuran laston AC-Base tersebut. Laston AC-Base memerlukan nilai stabilitas yang tinggi untuk memikul beban lalu lintas. Setiap pengujian yang dilakukan dalam tugas akhir ini disesuaikan dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.
Hasil penelitian menunjukkan Laston dengan filler flyash batubara pada AC-Base Halus dan Kasar memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi sebesar 5.6% dan 5,33% daripada semua variasi filler sedangkan pada nilai stabilitas, filler bentonit memiliki nilai tertinggi 2015 di AC-Base Halus dan 2021 di AC-Base Kasar terhadap semua variasi filler
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Umum
Dewasa ini pengembangan dan pertumbuhan penduduk sanagt pesat. Seiring
dengan tingginya laju pertumbuhan ekonomi hal ini mengakibatkan peningkatan
mobilitas penduduk. Pembangunan dan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat
membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Sistem
transportasi merupakan salah satu elemen-elemen penting dalam pembangunan
negara. Umumnya, sistem transportasi yang disediakan lengkap dengan layanan
keamanan, kenyamanan, dan sistematis untuk menghubungkan satu area ke area
yang lain. Salah satu layanan dasar ialah kemampuan untuk mencampai umur desain
dari suatu jalan. Kemampuan jalan tersebut harus memiliki ketebalan yang cukup
untuk menampung tekanan dari beban di permukaaan, selain melindungi subgrade
dari kerusakan. Oleh karena itu, desain campuran beraspal yang digunakan sangat
penting dalam memastikan campuran beraspal yang efektif dan mampu mengatasi
kemungkinan efek kerusakan dari beban yang dikenakan ke atasnya.
I.2 Latar Belakang Masalah
Campuran beraspal lapis apal beton (Laston) atau umumnya dikenal sebagai
aspal beton adalah salah satu konstruksi perkerasan lentur di lapisan permukaan
(surface course). Jenis campuran beraspal ini merupakan campuran yang terdiri dari
aspal dan agregat dengan gradasi yang dicampur, dihamparkan, lalu dipadatkan
halus dan filler. Mineral yang umum digunakan sebagai filler pada penyusunan
campuran beraspal adalah semen portland, kapur, abu batu dan abu terbang (flyash)
yang mana persediaannya terbatas serta relatif mahal. Oleh sebab itu perlu ditemukan
alternatif pemanfaatan tersebut antara lain dengan menggunakan material dari limbah
industri yang persediaannya relatif banyak serta belum dikelolah dengan baik.
I.3 Perumusan Masalah Penelitian
Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai
pengaruh penggunaan variasi filler semen, serbuk bentonit, dan flyash batubara
terhadap karakteristik campuran aspal laston lapisan pondasi atas (AC-Base). Apa
pengaruh yang diberikan oleh aspal modifikasi dengan menggunakan variasi filler
sebagai bahan pengisi terhadap karakteristik campuran aspal tersebut.
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :
a. Untuk menentukan karakteristik setiap variasi filler semen, serbuk bentonit, dan
flyash batubara pada campuran aspal laston lapis lapisan pondasi atas (AC-Base).
b. Untuk membandingkan karakteristik campuran aspal laston lapis lapisan pondasi
aspal (AC-Base) yang menggunakan variasi filler semen, serbuk bentonit, dan
I.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah
Penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut :
a. Gradasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah gradasi Laston AC-Base.
b. Aspal yang digunakan adalah aspal Curah pen 60/70.
c. Agregat yang digunakan berasal dari AMP PT. Karya Murni Perkasa Patumbak.
d. Penggunaan persentase filler 1% dari berat total agregat dengan 5 (lima) jenis
variasi penggunaan filler yaitu pc (portland cement) 100%, flyash batubara 100%,
bentonitstone dust 100%, perbandingan pc 50% : batubara 50%, perbandingan pc
50% : bentonit 50% sebagai filler dalam campuran aspal. Syarat dan ketentuan
mengikuti Spesifikasi Umum Edisi 2010 Direktorat Jenderal Bina Marga
Departemen Pekerjaan Umum Indonesia.
e. Parameter campuran aspal yang dikaji adalah Stabilitas Marshall, flow, density,
VIM,VMA,VFB, MQ, VIM PRD dan Stabilitas Marshall Sisa.
1.6 Penelitian Terdahulu
Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini telah dilakukan oleh
penelitian lain, yaitu : Dwina Archnita dan Yan Partawijaya, dalam jurnal Pengaruh
Berat Jenis filler Pengganti terhadap Sifat Aspal menyimpulkan bahwa penggunaan
filler pengganti yang komposisi campurannya tidak dikoreksi dengan berat jenis
filler pengganti akan memberikan lama waktu pencampuran yang berbeda serta berat
jenis filler pengganti berpengaruh terhadap kualitas campuran beton aspal [1], JF.
Soandrijanie Linggo dan P. Eliza Purnamasari dalam jurnal Pengaruh Berat Serat
Serabut Kelapa sebagai bahan tambah dengan filler Serbuk Bentonit pada AC-Base
hanya dapat berkerja baik pada campuran bergradasi kasar [5], Leo Santosa dan
Enno Yuniarto dalam jurnal Penggunaan Abu Gambut sebagai filler pada campuran
lapis beton dengan pengujian marshall menyimpulkan dengan filler abu gambut
memerlukan kadar aspal yang tinggi dibandingkan filler semen dan campuran aspal
beton dengan filler abu gambut secara umum memnuhi standart Bina Marga [6], H.
Muchtar Syarkawi dalam jurnal Pemanfaatan Abu Ampas Tebu sebagai bahan filler
terhadap Karakteristik Campuran Aspal menyimpulkan bahwa benda uji karakteristik
Abu Ampas Tebu memenuhi syarat jika digunakan sebagai filler pengganti [9], Anas
Tahir dalam jurnal Karakteristik Campuran Beton dengan menggunakan variasi
kadar filler abu terbang batu bara menyimpulkan Karakteristik abu terbang batu bara
dapat menjadi alternatif filler pengganti [10].
I.7 Sistematika Penulisan
Pembahasan tugas akhir ini akan menggunakan metode penulisan sebagai
berikut :
BAB I. PENDAHULUAN
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan
umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang
lingkup penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan
pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai variasi pengaruh
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini termasuk
pengambilan data, langkah penelitian, dan analisa data.
BAB IV. ANALISA DATA
Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan, lalu di analisis,
sehingga dapat diperoleh kesimpulan.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari
pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil yang dapat dijadikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Lapis Beton Aspal
Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang
mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The
Asphalt Insitute dengan nama Asphalt Concrete (AC) [2]. Beton aspal merupakan
salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan
ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat
pada suhu tertentu. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang
diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan meyebarkannya ke lapisan
dibawahnya. Adapun susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas :
a. Lapis permukaan (surface course) : Lapisan permukaan paling atas pada
suatu jalan raya. Lapisan yang biasanya kita pijak, atau lapisan yang bersentuhan
langsung dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan beban roda.
Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi untuk melindungi lapisan dibawahnya,
dan diperuntukkan untuk meneruskan beban kendaraan ke lapisan dibawahnya.
b. Lapis pondasi atas (base course) : Lapisan ini terletak dilapisan bawah lapisan
permukaan. Lapisan ini terutama berfungsi untuk menahan gaya lintang akibat beban
roda dan menerus beban ke lapisan dibawahnya, sebagai bantalan untuk lapisan
permukaan dan lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Material yang
kuat menahan beban yang direncanakan. Syarat-syarat untuk material Lapis Pondasi
Atas adalah :
• Mutu bahan harus sebaik mungkin dimana tidak mengandungkotoran
lumpur, bersisi tajam, dan kaku.
• Susunan gradasi harus merupakan susunan yang rapat , artinya batuan
harus mempunyai susunan gradasi yang saling mengisi atara butiran
agregat sehingga rongga semakin kecil
• Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas haruslah awet dan
kuat dan mempunyai nilai CBR ≥ 50% dan indeks plastisitas ≤4%.
Lapisan Pondasi Atas di Indonesia biasanya menggunakan batu pecah kelas A, B,
atau C. Terkadang pula pada lapisan ini digunakan lapisan AC-Base (Asphalt
Concrete-Base).
c. Lapis pondasi bawah (subbase course) : Lapisan ini berada dibawah lapisan
pondasi atas dan diatas lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi untuk menyebarkan
beban dari lapisan pondasi bawah ke lapisan tanah dasar, untuk menghemat
penggunaan material yang digunakan pada lapisan pondasi atas, karena biasanya
menggunakan material yang lebih murah. Selain itu lapisan pondasi bawah juga
berfungsi untuk mencegah partikel halus masuk kedalam material perkerasan jalan
dan melindungi air agar tidak masuk ke lapisan dibawahnya. Material yang digunaka
untuk lapisan pondasi bawah umumnya harus nilai CBR minimum 20% dan indeks
plastisitas (PI) ≤ 10%. Biasa di Indonesia lapisan ini memakai pasir dan batu (Sirtu) kelas A, B, atau kelas C atau tanah lempung. Selain itu dapat pula digunakan
d. Lapisan tanah dasar (subgrade) : Lapisan ini berada terbawah dari perkerasan
jalan raya. Apabila kondisi tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai
spesifikasi yang direncankan maka tanah tersebut akan langsung dipadatkan dan
digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai
tempat perletakan jalan raya
Gambar. Susunan Konstruksi Perkerasan Jalan
Berdasarkan gambar diatas maka lapisan yang paling berat menerima beban
adalah lapisan surface course yang kemudian didistribusikan kelapisan dibawahnya.
Jenis lapisan aspal beton campuran panas tebagi atas 3 yaitu :
a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt
Concrete-Wearing Course) dengan tebal minimum 4 cn
b. Laston sebagai bahan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt
Concrete-Binder Course) dengan tebal minimum adalah 6 cm
c. Laston sebagai lapis lapisan pondasi atas, dikenal dengan nama AC-Base
(Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum 7.5 cm. Lapisan ini
memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan
Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Spesifikasi 2010 [3],
lapisan-lapisan campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal
kasar, dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu
tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan.
Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan
pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan ukuran
yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi
yang terdiri atas agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler), dan aspal
(bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur
agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal
memiliki aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.
Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi
November 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran : Laston Lapis Aus
WC), Laston Lapis Pengikat BC), dan Laston Lapis Pondasi Atas
(AC-Base) dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm,
25.4 mm, 37.5 mm. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari Laston (AC) aspal pen 60/70
dengan menggunakan spesifikasi Bina Marga edisi November 2010 dapat dilihat dari
Tabel II.1 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
II.2 AC-Base
Laston sebagai lapis lapisan pondasi atas, dikenal dengan nama AC-Base
(Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum 7.5 cm. Lapisan ini memerlukan Sifat-sifat Campuran
Laston
WC BC Base
Penyerapan aspal (%) Maks 1.2
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Rongga dalam campuran (%)
Min 3.5
Maks 5.0
Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60
Stabilitas Marshall (Kg)
Min 800 1800
Maks _ _
Kelelehan (mm)
Min 3 4.5
Maks _ _
Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC
Min 90
Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)
II.2.1 Gradasi agregatAC-Base
Merupakan distribusi variasi ukuran butiran agregat. Gradasi agregat yang
digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Atas
(AC-Base). Kurva gradasi untuk Beton Aspal Lapis Atas (AC-Base) yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kurva gradasi yang disarankan spesifikasi. Adapun
persyaratannya adalah pada tabel II.2 berikut :
Tabel II.2 Persyaratan Gradasi AC-Base Kasar dan Halus
Ukuran ayakan (mm) Persyaratan Gradasi (% berat yang lolos)
AC-Base Kasar AC-Base Halus
37.5 100 100
25 90 – 100 90 – 100 19 73 – 90 73 – 90 12.5 55 – 76 61 – 79 9.5 45 – 66 47 – 67 4.75 28 - 39.5 39.5 – 50 2.36 19 - 26.8 30.8 – 37 1.18 12 - 18.1 24.1 – 28 0.6 7 - 13.6 17.6 – 22 0.3 5 - 11.4 11.4 – 16 0.15 4.5 – 9 4.0 – 10 0.075 7.0 – 11 3.0 – 6
II.3 Bahan Campuran Beraspal
Di dalam Manual Campuran Beraspal Panas, campuran beraspal terdiri dari
II.3.1 Aspal
Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang
bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup
pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat
menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan
masa pelayanannya. Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat
digunakan dalam campuran antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang
digunakan di Indonesia adalah penetrasi 60/70 [3]. Aspal harus memenuhi ketentuan
sebagaimana ditunjukkan pada table II.3.
Tabel II.3 Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70
NO SIFAT FISIK SATUAN PERATURAN
1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1 mm 60 – 70
2 Titik Lembek, 25 oC oC ≥ 48
3 Titik nyala oC ≥ 232
4 Daktalitas, 25 oC Cm ≥ 100
5 Kelarutan dalam Trichloroethylene % ≥ 99
6 Penurunan berat % ≤ 0.8
7 Berat Jenis Mm ≥ 1.0
8 Penetrasi residu, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1mm ≥ 54
9 Daktalitas, 25oC, cm Cm ≥ 100
II.3.2 Agregat
Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras
dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu,
transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan, dimana agregat
menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar 90% - 95 % dari
berat total campuran.
II.3.2.1 Agregat Kasar
a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah tertahan ayakan no. 8
(2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, dan awet dan
bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi
ketentuan yang diberikan dalam Tabel II.4.
b. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam ukuran
nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan.
c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang diisyaratkan dalam
Tabel II.2. Agularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat
agregat yang lebih besar dari 4, 75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih
berdasarkan uji menurut Pennsylvania DoT’s Test Method No. 621.
d. Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.
e. Fraksi Agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi
pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampang dingin (cold bin
feeds) sedemikian rupa sehinggan gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan
dengan baik.
Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan yang
pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi saling
mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar
lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan
meningkatkan stabilitas.
Tabel II.4 Ketentuan Agregat Kasar
PENGUJIAN STANDARD NILAI
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan Natrium dan Magnesium
Sulfat
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991
Min. 95 %
Angularitas ( kedalaman dari permukaan < 10 cm )
Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791 Pebandingan 1
: 5
Maks. 10 %
Material lolos ayakan No. 200 SNI 03-4142-1996
Maks. 1 %
Catatan : 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
II.3.2.2 Agregat Halus
a. Agregat halus terdiri atas sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No. 8 (2,36
mm).
b. Fraksi agregat halus pecah dari mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari
agregat kasar.
c. Agregat halus harus terdiri dari partikel bersih, keras, dan bebas dari lempung atau
bahan lain yang tidak dikehendaki.
d. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada table
II.5.
Agregat halus harus merupakan materal yang bersih, keras dan bebas dari
lempung. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus teridir dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan no. 8 (2.36
mm. Agregat harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan table III.3
Tabel II.5 Ketentuan Agregat Halus
PENGUJIAN STANDARD NILAI
Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997
II.3.3 Bahan Anti Pengelupasan
Bahan anti pengelupasan pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan
dalam bentuk cairan kedalam campuran aspal dengan menggunakan pompa penakar
(dozing pump) pada saat akan dilakukan proses pencampuran basah di pugmil.
Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0.2% - 0.4% terhadap berat
aspal. Bahan anti striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh
digunakan pada aspal modifikasi. Bilamana stabilitas Marshall sisa setelah
perendaman 24 jam pada temperatur 60˚C sama atau lebih besar dari 90% maka
bahan anti pengelupasan tidak perlu digunakan. Jenis bahan anti pengelupasan yang
digunakan haruslah disetujui Direksi Pekerjaan.
II.3.4 Bahan Pengisi (filler) untuk campuran beraspal
a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapus (limestone dust),
kapur padam (hydrated dust), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui
Direksi Pekerjaan.
b. Debu kapur padam haruslah terdiri dari kapur padam berkalsium tinggi
c. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan
dan lolos ayakan No. 200 tidak kurang dari 75% terhadap beratnya
d. Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan
tidak kurang dari 1% dari total agregat.
Fungsi filler dalam campuran adalah : Untuk memodifikasi agregat halus
sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk
mengisi rongga akan berkurang. Filler dan aspal secara bersamaan membentuk suatu
halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. Tujuan awal filler
adalah mengisi rongga dalam campuran VIM tidak hanya oleh bitumen tetapi
material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler akan
memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak
hanya mengganti fungsi bitumen mengisi rongga tetapi juga memperkuat campuran.
Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan
rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler
yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan penambahan
filler sampai nilai maksimum akibat kemampuan pemadatan campuran [8].
Filler juga berpengaruh terhadap kadar aspal optimum melalui luas permukaan
dari partikel mineralnya. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung
menghasilkan campuran yang mudah retak, sedangkan kandungan filler yang rendah
juga akan menjadikan campuran yang lebih peka terhadap temperatur dimana
campuran akan selalu lunak pada cuaca panas. Bahan pengisi yang ditambahkan
harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan
sesuai SNI 03-1968-1990 harus mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 tidak
kurang dari 75 % dari beratnya. Semua campuran beraspal mengandung bahan
pengisi tidak kurang dari 1 % dari berat total agregat.
Filler atau bahan pengisi yang digunakan sebagai bahan utama AMP PT.Karya
Murni Perkasa adalah semen. Dan divariasikan dengan pemanfaatan flyash batubara
yang berasal dari limbah pembakaran batubara dari AMP serta serbuk bentonit yang
banyak terdapat di Indonesia [5]. Dengan menggunakan serbuk bentonit dan flyash
Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi
Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% : Bentonit
50%, Bentonit 100%.
IV.3.4.1 Portland Cement (Semen)
Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air
mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan
kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya.
Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2),
alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam
jumlah kecil. Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan
air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu
kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang
dikandungnya. Fungsi semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk
suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat.
Walaupun komposisi semen dalam komposisi agregat hanya sekitar 1%, namun
karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting
IV.3.4.2 Fly Ash (Batu Bara)
Fly ash batubara adalah
batubara dan terdiri dari partikel yang halus. Gradasi dan kehalusan fly ash batubara
dapat memenuhi persyaratan gradasi AASTHO M17 untuk mineral filler. Secara
kimia Abu batubara (fly ash) merupakan mineral alumino silica yang mengandung
unsure-unsur Ca, K,, dan Na disamping juga mengandung sejumlah kecil unsur C
pengikatan air dari sedang sampai tinggi, dan juga sifat-sifat pembentuk seperti
semen. Penggunaan mineral filler dalam campuran aspal beton adalah untuk mengisi
rongga dalam campuran, untuk meningkatkan daya ikat aspal beton, dan untuk
meningkatkan stabilitas dari campuran. Fly ash batubara adalah partikel halus yang
merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara. Abu terbang
batubara termasuk dalam kategori limbah industri yang mempunyai potensi tinggi
untuk digunakan dalam konstruksi jalan raya. Abu terbang batu bara dapat dijadikan
sebagai mineral filler karena ukuran partikelnya yang sangat halus, dan dari beberapa
literature penelitian yang dilakukan sebelumnya, abu terbang batubara mengandung
unsur pozzolan, sehingga dapat berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dan pengikat
aspal beton
IV.3.4.3 Bentonitstone dust (Serbuk Bentonit)
Bentonite terbentuk dari abu vulkanik, Unsur (Na,Ca) 0.33 (Al,Mg) 2Si4 O10
(OH)2• (H2O). Bentonit adalah istilah pada batuan yang mengandung monmorillonit
dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis Bentonit tergantung dari
penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain.
berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :
• Type Wyoming (Na-bentonit – Sweling bentonite) : Na bentonit memiliki
daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan
tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering
berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari
• Mg. (Ca-bentonit – non swelling bentonite) : Tipe bentonit ini kurang
mengembang apabila dicelupkan ke dalam air.
Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler). Bentonit
mempunyai karakteristik kapasitas pengikatan air dari sedang sampai tinggi, dan juga
sifat-sifat pembentuk seperti semen. Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan
perekat, pengisi (filler). Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera.
II.4 Perencanaan Campuran Beraspal Panas
Campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang
terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan
perbandingan tertentu,dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar
dapat dengan mudah dicampur dengan baik maka pencampuran bahan tersebut harus
dipanaskan.
Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi
material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan.
Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran
efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang
memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut :
a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen
yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis
sehingga campuran akan tidak mudah aus, bergelombang, melendut, bergeser dan
lain-lain.
b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi
1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis
pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.
2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang
berlangsung singkat.
3) Adanya perubahan volume campuran.
c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan
kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan
oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan
terhadap perubahan yang disebabkan oleh :
1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang
berakibat akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal.
2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara
aspal dan material lainnya.
d. Impermeabilityadalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi
lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang
akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan
untuk menahan beban lalu lintas.
e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil,
menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan
optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara,air serta pembebanan
oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang
ditentukan. hal ini harus dihindari supaya tidak terjadi penyimpangan. Pada
baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar yang ditetapkan maupun jumlah
lintasannya. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM,
sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.
f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup
cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah
dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur
campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting
dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat
mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas.
Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viskositas aspal
menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan
atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran
beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, adapun density pada saat
pemadatan campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 275 ˚F
(135 ˚C). Density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu
lebih rendah.
g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat
pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis
yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat
II.5. Metode Pengujian Campuran
Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah
gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan
pengujian di laboratorium.
Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling
umum dipakai pada saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup
praktis untuk dimobilisasi.
Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran
agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow) dan retained stability. Flow
didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai
dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau
0.01”.
II.5.1. Parameter pengujian Marshall
Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang
dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan
dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.
Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter
pengujian marshall antara lain :
a. Stabilitas Marshall
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh
jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum
beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan
menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya
berkurang.
b. Kelelehan (flow)
Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari
masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow
biasanya dalam satuan mm (millimeter).
c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)
Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin
tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu
campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.
Marshall Quotient = ����������
����
d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)
Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel
agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh
agregat. Rumus adalah sebagai berikut :
���= 100 � ��� − ��� ���
Dimana :
VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari
volume total, (%)
e. Rongga Antar Agregat (VMA)
Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada
suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk
volume aspal yang diserap agregat). Jika komposisi campuran ditentukan sebagai
persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
VMA = 100 -
(
��� ∗ �����
)
Dengan pengertian :
VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)
Gsb = Berat jenis curah agregat
Ps = Agregat, persen berat total campuran
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka
VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
VMA = 100
-
������
x
100
100 + �� 100
Dengan pengertian :
Pb = Aspal, persen berat agregat
Gmb = Berat jenis curah campuran padat
f. Rongga Udara (VIM)
Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan
beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal.
Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:
VIM = 100 x ��� − ���
���
Dengan pengertian :
VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.
Gmm = Berat jenis maksimum campuran.
Gmb = Berat jenis curah campuran padat.
g. Retained Stability
Kehilangan stabilitas berdasarkan perendaman diukur sebagai ketahanan terhadap
akibat pengaruh kerusakan oleh air disebut Indeks Perendaman (Index of Retained
Strength) yang dinyatakan dalam persen (%). Parameter ini akan dipakai sebagai
indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air.
II.5.2 Dasar-dasar Perhitungan
a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat
Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan
pengisi (filler) yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik
berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity).
Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam
persamaan berikut :
������������� = �1
Gsbtot agregat = Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)
Gsb1, Gsb2.. Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)
P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)
- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)
������������� = �1
Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)
Gsa1, Gsa2..Gsan = Berat jenis semu dari masing-masing agregat, (gr/cc)
P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)
b. Berat Jenis Efektif Agregat
Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat
yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan
berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :
��� = ���� − ��
Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gmm = Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)
Pmm = Persen berat total campuran (=100)
Gb = Berat jenis aspal
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan
persamaan dibawah ini :
��� =���
+��� 2 Dengan pengertian :
Gse = Berat jenis efektif / efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)
Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)
c. Berat Jenis maksimum Campuran
Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal
diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat
jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90.
��� = �����
��� − � �
��
Dengan pengertian :
Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)
Pmm = Persen berat total campuran (=100)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)
Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)
Gb = Berat jenis aspal,(gr/cc)
d. Berat Jenis Bulk Campuran padat
��� =��� ����
Dengan pengertian :
Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)
Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan, (cc)
Wa = Berat di udara, (gr)
e. Penyerapan Aspal
Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak
terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai
berikut:
��� =���� − ��� ������ ��
Dengan pengertian :
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)
Gse = Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)
Gb = Berat jenis aspal, (gr/cc)
f. Kadar Aspal Efektif
Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi
jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan
menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan
kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :
Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)
Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)
Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)
II.6 Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Dengan Pendekatan
Kepadatan Mutlak, kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi
(maksimum) yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut
praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi.
Spesifikasi campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di rancang
menggunakan metoda Marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat
perencanaan metoda Marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 112
tumbukan dengan batas rongga campuran (VIM)antara 3.0 sampai 5.
Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan gradasi
gabungan campuran dilapangan, maka ditentukan pengujian tambahan, yaitu
pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal
density) dimana VIM dirancang dapat dicapai tidak kurang dari 2.5 % untuk lalu
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Diagram Alir Penelitian
Tidak Ya
Studi literatur
Persiapan Aspal Persiapan Agregat
Aspal Pen 60/70 AgregatKasar Agregat halus
Pemeriksaan Propertis Aspal
Berat jenis Penetrasi Daktalitas
TFOT Kelarutan aspal
Softening Flash Point
Viscositas
PengujianAgregat
Analisa saringan Los Angeles
Berat Jenis Kelekatan agregat
Pipih Lonjong Angularitas Lolos no. 200
Memenuhi
spesifikasi ? A
Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian
A
Persiapan dan pembuatan benda uji AC-Base Aspal Curah Pen 60/70 spesifikasi 2010
Pengujian campuran dengan alat Marshall ( 2 x 112 tumbukan )
Pembuatan dan pengujian kepadatan membal refusal ( 2 x 600 tumbukan)
KAO didapatkan
Variasi Filler
Semen, Abu Batu Bara, Serbuk Bentonit ( 100% dan 50% : 50% )
Persiapan dan pembuatan benda uji AC-Base Marshall sisa spesifikasi 2010
Pengujian campuran dengan alat Marshall
Persentase Marshall Sisa
Hasil penelitian dan pembahasan
III.2 Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan yang digunakan untuk pengujian adalah :
a. Material yang digunakan
- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang
keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain
yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya
merupakan produk dari mesin pemecah batu (stonecrusher) atau dari pasir
alam.
- Untuk bahan aspal menggunakan aspal curah dengan penetrasi 60/70.
- Bahan tambah menggunakan Anti Stripping Agent yang diperoleh dari PT.
Karya Murni Perkasa, Patumbak.
- Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi
Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% :
Bentonit 50%, Bentonit 100%.
- Jumlah benda uji adalah 240 sampel
Parameter AC-Base Kasar
AC-Base Halus Standart 60 60
PRD 36 36
Marshall Sisa 24 24
Total 120 120
Total benda uji 240 sampel
b. Peralatan yang digunakan
- Alat uji pemeriksaan aspal
Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat
- Alat uji pemeriksaan agregat
Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles
(tes abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat.
- Alat uji karakteristik campuran agregat aspal
Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall.
III.3. Pengujian Campuran Beraspal III.3.1. Uji Marshall
Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap
kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal dan nilai retained stability. Pada
pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung perkiraan
awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : ��= 0,035(% ��) + 0,045(% ��) + 0,18(% ��) +�
Dimana :
Pb = Kadar aspal optimum perkiraan
CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8
FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan
No.200
Filler = Agregat halus lolos saringan No.200
K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang
rendah dan nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.
Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian
siapkan benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 2 (dua)
a. Persiapan campuran
Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat dua benda uji untuk lima variasi
kadar aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat
sebanyak ±4000 gr sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 7,5 cm.
Panaskan pan pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 150ºC di atas suhu
pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal
sampai suhu pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam
agregat yang sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis
merata.
b. Pemadatan benda uji
Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk.
Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan
spatula yang dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling
pinggirannya dan 10 kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti
tidak mencatat berapa suhu pemadatan. Letakkan cetakan di atas landasan padat,
dalam pemegang cetakan, lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 112
kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm, selama pemadatan tahanlah
agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada cetaka. Lepaskan keping alat
kemudian balikkan alat cetak berisi benda uji dan pasang kembali. Tumbuklah
dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan keping alas dan
pasanglah alat pengeluar benda uji. Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda
uji di atas permukaan rata yang halus, biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu
c. Prosedur percobaan
1. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel
2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji
3. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm
4. Timbang benda uji
5. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang
6. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi
7. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh
8. Rendam benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit.
Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan
permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari
bak perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang
segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin
penguji.
9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan
hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar
berada pada angka nol. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan
kecepatan tetap sebesar 50 mm permenit sampai pembebanan maksimum
tercapai dan catat pembebanan maksimum yang dicapai. Lepaskan selubung
tangkai arloji kelelahan (sleeve) pada saat pembebanan maksimum tercapai dan
catat nilai kelelahan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.
10. Untuk penambahan masing – masing jenis Filler dibuat dalam 5 variasi yaitu
Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% :
kemudian dihitung besarnya Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient), Rongga
diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam campuran (VIM) dan Rongga
terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan antara kadar
aspal (%) dengan masing-masing parameter Marshall yang telah dihitung
sebelumnya. Kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai VIM
refusal atau ������. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ������ dengan
kadar aspal. Dengan melihat pada batas-batas yang disyaratkan untuk semua
parameter Marshall (Stabilitas, Flow, MQ, VFB, VMA, VIM, dan ������),
kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum
(KAO) yang memenuhi semua kriteria campuran.
III.3.2 Uji Rendaman Marshall
Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh
kerusakan oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya
daya lekat aspal terhadap agregat sehingga dapat melemahkan ikatan antar agregat.
Pengujian dilakukan dengan membuat 48 benda uji pada KAO. Untuk 24
benda uji pertama dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC selama 24
jam dan lakukan pengujian Marshall, kemudian pada sisa benda uji dilakukan
pengujian Marshall standar.
Kehilangan stabilitas akibat perendaman di air diukur sebagai ketahanan
terhadap pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan
yang standar disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. Penyajian Data
IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat
Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal
dari AMP PT. Karya Murni Patumbak. Pengujian agregat dilakukan untuk
mengetahui sifat-sifat fisik atau karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus.
Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.1.
Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi
Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% : Bentonit
50%, Bentonit 100%. Gradasi yang ditinjau berdasarkan pada gradasi Laston Lapis
Atas (AC-Base) dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.
Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar
NO PENGUJIAN hasil pengujian
spec 2010 BM
Karakteristik gradasi kasar agg.kasar
1 Material lolos ayakan no. 200 0.01% ≤ 1 %
2 partikel pipih dan lonjong 9.93% ≤ 10 %
3 Angularitas 92.75% 95/90
4 Kelekatan agregat thd aspal > 95 % > 95 %
5 Abrasi dengan mesin Los
Angeles 16.42% ≤ 30 %
Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus
NO PENGUJIAN hasil pengujian
spec 2010 BM
Karakteristik gradasi halus agg.halus
IV.1.2. Hasil Pengujian Aspal
Dalam penelitian ini digunakan aspal curah Penetrasi 60/70. Pengujian pada
aspal yang digunakan dalam campuran memenuhi persyaratan spesifikasi. Tabel IV.3
merupakan hasil pengujian karakteristik aspal Curah Penetrasi 60/70.
Tabel IV.3 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Curah Pen 60/70
NO
PENGUJIAN HASIL SPEC
SATUAN UNIT
Characteristic PENGUJIAN BINA
IV.2 Analisis Data
IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat
Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik agregat kasar serta agregat halus yang
digunakan dalam campuran, menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi
spesifikasi yang ditentukan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina
Marga 2010.
1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Magnesium Sulfat (����4)
Pengujian pelapukan atau yang dikenal dengan soundness test merupakan
pengujian untuk menentukan ketahanan suatu agregat terhadap pelapukan akibat
pengaruh cuaca. Pengujian ini menggunakan larutan magnesium sulfat yang
menyebabkan terjadinya pelapukan agregat akibat kristalisasi garam di dalam
pori-pori agregat. Kristalisasi garam tersebut selama proses pengeringan akan
mendesak sisi pori agregat dan akhirnya meremukkan partikel-partikel yang
lemah. Hasil pengujian yang dilakukan adalah 6.6% dan memenuhi syarat yang
ditetapkan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2010
yaitu maksimum 12%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa agregat yang digunakan
tahan dan tidak mudah hancur akibat pengaruh cuaca.
2. Kekerasan
Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los
Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 21.30% yang
memenuhi dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina
Marga 2010 yang menetapkan persyaratan maksimum sebesar 40%. Dari
pengujian ini dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai
keausan yang cukup kuat sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan
3. Kelekatan agregat terhadap aspal
Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini
memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina
Marga 2010 yang menetapkan batasan minimum 95%. Ini menunjukkan agregat
yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat
ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi. Stripping adalah
pemisahan aspal dari agregat akibat pengaruh air, dapat membuat agregat ini
cocok untuk bahan campuran beraspal.
IV.2.2 Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak IV.2.2.1 Analisis Volumetrik Campuran
Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal.
Analisis volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ������. Analisis terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :
1. Kepadatan / Berat Isi (Density)
Dari hasil pengujian diperoleh nilai kepadatan AC-Base Halus dengan filler
serbuk bentonit 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat
(2,297t/m³), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler =
1% dari komposisi agregat (2,307t/m³), dengan filler semen 100% dari total jumlah
filler = 1% dari komposisi agregat (2,312t/m³), dengan filler flyash batubara 50% :
semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (2,300t/m³), dengan
filler flyash batubara 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat
(2293t/m³). Sedangkan pada AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler
(2,316t/m³), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler =
1% dari komposisi agregat (2,315t/m³), dengan filler semen 100% dari total jumlah
filler = 1% dari komposisi agregat (2,321t/m³), dengan filler flyash batubara 50% :
semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (2,309t/m³), dengan
filler flyash batubara 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat
(2,304t/m³). Berikut grafik perbandingan nilai density antara variasi filler pada
AC-Base Halus dan AC-AC-Base Kasar :
Gambar IV.1 Grafik Perbandingan Nilai Density variasi filler pada AC-Base Halus
dan AC-Base Kasar
Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima
jenis filler tersebut dimana nilai density pada semen memiliki nilai paling tinggi baik
di AC-Base halus dan AC-Base kasar terhadap semua filler sedangkan batubara
2. Rongga Dalam Campuran (Void In Mixture)
Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat
terbungkus aspal. Dari hasil pengujian diperoleh vim AC-Base Halus dengan filler
serbuk bentonit 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.6%),
dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler = 1% dari
komposisi agregat (4.34%), dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1%
dari komposisi agregat (4.2%), dengan filler flyash batubara 50% : semen 50% dari
total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.5%), dengan filler flyash batubara
100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.6%). Sedangkan pada
AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler serbuk bentonit 100% dari
total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.05%), dengan filler semen 50% :
serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.1%),
dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat
(4.2%), dengan filler flyash batubara 50% : semen 50% dari total jumlah filler = 1%
dari komposisi agregat (4.26%), dengan filler flyash batubara 100% dari total jumlah
filler = 1% dari komposisi agregat (4.5%). Berikut grafik perbandingan nilai vim
Gambar IV.2 Grafik Perbandingan Nilai VIM antara variasi filler pada AC-Base
Halus dan AC-Base Kasar
Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima
jenis filler tersebut dimana nilai VIM pada batubara memiliki nilai paling tinggi baik
di AC-Base halus dan AC-Base kasar terhadap semua variasi filler sedangkan
Bentonit memiliki nilai VIM terendah pada Base kasar dan Semen pada
AC-Base Halus
3. Rongga Dalam Mineral Agregat (Void In Mineral Aggregate)
VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel
agregat dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya
rongga udara dan kadar aspal efektif. Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga
yang terisi aspal pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran.
Dari hasil pengujian diperoleh VMA AC-Base Halus dengan filler flyash batubara
100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (16.25%), dengan filler
komposisi agregat (15.6%), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total
jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.9%), dengan filler serbuk bentonit
100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (16.55%). Sedangkan pada
AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler flyash batubara 100% dari
total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.24%), dengan filler flyash
batubara 50% : semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat
(15.24%), dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi
agregat (14.8%), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah
filler = 1% dari komposisi agregat (15.43%), dengan filler serbuk bentonit 100% dari
total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.75%). Kurva berikut
menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima jenis filler tersebut
dimana nilai VMA pada batubara memiliki nilai paling tinggi baik di AC-Base kasar
dan AC-Base halus terhadap semua variasi filler dan semen memiliki nilai VMA
terendah terhadap semua variasi filler.
Gambar IV.3 Grafik Perbandingan Nilai VMA antara variasi filler pada