• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pengaruh Penggunaan Variasi Filler Semen, Serbuk Bentonit, Dan Flyash Batubara Terhadap Karakteristik Campuran Beton Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-Base)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Pengaruh Penggunaan Variasi Filler Semen, Serbuk Bentonit, Dan Flyash Batubara Terhadap Karakteristik Campuran Beton Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-Base)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PENGARUH PENGGUNAAN VARIASI FILLER SEMEN, SERBUK BENTONIT, dan FLYASH BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK

CAMPURAN BETON LAPIS LAPISAN PONDASI ATAS (AC-BASE)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas

dan memenuhi syarat untuk menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun oleh :

070404168

EDWIN P SIMANJUNTAK

BIDANG STUDI TRANSPORTASI DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkatnya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan dalam menempuh

ujian sarjana pada Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera

Utara.

Judul Tugas Akhir ini adalah :

“Studi Pengaruh Penggunaan Variasi Filler Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara terhadap Karakteristik Campuran Beton Aspal Lapis Lapisan Pondasi Atas (AC-BASE)”.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapatkan bantuan

mulai dari perencanaan, penelitian sampai penyelesaian Tugas Akhir ini. Untuk itu,

pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa

hormat yang tulus kepada :

1. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc sebagai pembimbing, atas saran,

bimbingan, dan kebijaksanaan yang diberikan terhadap hambatan –

hambatan yang penulis alami.

2. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, MT., Bapak Ir. Joni Harianto, dan Bapak

Irwan Suranta Sembiring, ST. MT., sebagai penguji yang telah membantu

dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Ir. Johanes Tarigan, sebagai Ketua Jurusan Teknik

(3)

4. Seluruh staf pengajar dan staf pegawai Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Teknik, Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa untuk orang tua tercinta, Ir. Tomos Simanjuntak dan T.

Hutabarat., kakak tersayang Elva Simanjuntak, SE., kedua adik tersayang

Erick Simanjuntak dan Elsa Simanjuntak serta opung tercinta atas segala

bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti buat

saya.

6. Natalia Hasianna Tobing, SS., seseorang yang sangat berarti yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini, baik dalam

dukungan, tenaga, waktu, doa dan kasihnya juga tanpa mengenal lelah.

7. Terima kasih kepada abang dan kakak stambuk 2004 tercinta, Abang

Perdi, ST., Abang Topan Ginting, ST., Abang Suryo Munthe, ST., serta

seluruh stambuk 2004 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu

atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat

berarti buat saya.

8. Terima kasih kepada abang dan kakak stambuk 2005 tercinta, kakak

Theresia Simatupang, ST., Abang Christian Simanjuntak, ST., Abang

Manunggal, ST., Abang Charles, ST., serta seluruh stambuk 2005 yang

namanya tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, doa,

dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti buat saya.

9. Sahabatku terkasih Ruben Bangun, ST., Afriyanti Sembiring, ST.,

Alfriadi Zuliansyah, ST., Samaruddin Nasution, Jeffry Bakara, Boyma

Sinaga, Markus Siregar, Erikson Banjarnahor, Deddy Gultom, Ramoth

(4)

Simanjuntak, Dedy Simanjuntak, adik stambuk 2010 (Mike, Agape,

Cowens, Muhammad Taufiq, Azis, Resdiansyah) serta seluruh stambuk

2007 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

10. Terima kasih kepada PT. Karya Murni Perkasa, Ir. Harry Marbun, Msc.,

Bapak Sitompul, Bapak Manulang, Bang Arnold Gondrong, Bang Ian

atas segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat

berarti buat saya.

11. Terima kasih kepada Laboratorium Balai Besar Pelaksanaan Jalan

Nasional – I, Ir. Lewis Manurung, M.EngSc, Bapak Janter Siahaan, Kak

Mirna, ST. MT., Bang Andika Hutahuruk, ST., Kak Ayu, ST., Bapak

Rahmat, Bang Andi, Bang Meikson Sitorus, Bang Sugianto, Bang Jaka,

Bang Alfonsus Manik, Bang Tyson Lumbanggaol, Gorga Hutabarat atas

segala bantuan, doa, dukungan dan perhatian yang sungguh sangat berarti

buat saya.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini begitu sedehana,

terdapat kekurangan baik dalam penelitian maupun penulisannya disebabkan

terbatasnya pengetahuan, pengalaman dan referensi yang dimiliki. Untuk itu penulis

menerima segala saran dan kritik guna penyempurnaannya.

Semoga Tugas Akhir yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan dan teknologi, setidaknya bagi bidang Teknik Sipil.

Medan, Januari 2013

(5)

ABSTRAK

Pembangunan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Perkerasan jalan yang terbuat dari aspal beton merupakan campuran dari agregat dan aspal ditambah filler sebagai bahan pengisi. Namun dalam beberapa kondisi, tidak didapatkan filler dari bahan yang sama maka dicari alternatif bahan lain sebagai filler pengganti.

Adapun filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara. Dan kadar masing-masing yang diuji adalah 1% dari berat total agregat. Pengujian penelitian dilakukan dengan Marshall Test. Dari pengujian Marshall dapat didapatkan nilai-nilai parameter Marshall yang akan menunjukkan karakteristik campuran laston AC-Base tersebut. Laston AC-Base memerlukan nilai stabilitas yang tinggi untuk memikul beban lalu lintas. Setiap pengujian yang dilakukan dalam tugas akhir ini disesuaikan dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

Hasil penelitian menunjukkan Laston dengan filler flyash batubara pada AC-Base Halus dan Kasar memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi sebesar 5.6% dan 5,33% daripada semua variasi filler sedangkan pada nilai stabilitas, filler bentonit memiliki nilai tertinggi 2015 di AC-Base Halus dan 2021 di AC-Base Kasar terhadap semua variasi filler

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR NOTASI ... x

BAB I PENDAHULUAN I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang Masalah ... 1

I.3. Perumusan Masalah Penelitian ... 2

I.4. Tujuan Penelitian ………... 2

I.5. Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah ... 3

I.6. Penelitian Terdahulu ... 3

I.7. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Lapis Beton Aspal ... 6

II.2. AC-Base ... 10

II.2.1. Gradasi Agregat AC-Base …………... 11

II.3. Bahan Campuran Beraspal ... 11

(7)

II.3.2. Agregat ... 12

II.3.2.1 Agregat Kasar ... 13

II.3.2.2 Agregat Halus ... 15

II.3.3 Bahan Anti Pengelupasan ... 16

II.3.4 Bahan Pengisi (filler) untuk campuran beraspal …... 16

II.3.4.1 Portland Cement (Semen) ... 18

II.3.4.1 Flyash Batubara ... 18

II.3.4.1 Bentonitstone dust (Serbuk Bentonit) ... 19

II.4. Perencanaan Campuran Beraspal Panas ... 20

II.5. Metode Pengujian Campuran ... 23

II.5.1. Parameter Pengujian Marshall ... 23

II.5.2. Dasar – Dasar Perhitungan ... 26

II.6. Campuran Beraspal Panas dengan Kepadatan Mutlak ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1.Diagram Alir Penelitian ... 31

III.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 33

III.3.Pengujian Campuran Beraspal ... 34

III.3.1. Uji Marshal ... 34

III.3.2. Uji Rendaman Marshal ... 37

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1 Penyajian Data ……….…… 38

(8)

IV.1.2.2 Hasil Pengujian Aspal ... 39

IV.3. Analisis Data ... 40

IV.3.1. Analisis Data Pengujian Agregat ... 40

IV.3.2. Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak… 41

IV.3.2.1 Analisis Volumetrik Campuran ... 41

IV.3.2.2 Analisis Nilai Empiris Marshall ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan ... 52

V.2. Saran ... 53

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel II.1. Ketentuan Sifat-Sifat Campuran Laston ………... 10

Tabel II.2. Persyaratan Gradasi AC-Base Kasar dan Halus …... 11

Tabel II.3. Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70 ... 12

Tabel II.4. Ketentuan Agregat Kasar ………...…………... 14

Tabel II.5. Ketentuan Agregat Halus ...………... 15

Tabel IV.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar ... 38

Tabel IV.2. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus ... 39

Tabel IV.3. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Pen 60/70 ... 39

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian ... 31

Gambar IV.1. Grafik Perbandingan Nilai Density variasi filler pada AC-Base Halus

dan AC-Base Kasar ... 42

Gambar IV.2. Grafik Perbandingan Nilai VIM variasi filler pada AC-Base Halus dan

AC-Base Kasar ... 44

Gambar IV.3. Grafik Perbandingan Nilai VMA variasi filler pada AC-Base Halus

dan AC-Base Kasar ... 45

Gambar IV.4. Grafik Perbandingan Nilai VFA variasi filler pada AC-Base Halus dan

AC-Base Kasar ... 47

Gambar IV.5. Grafik Perbandingan Nilai Stability variasi filler pada AC-Base Halus

dan AC-Base Kasar ... 48

Gambar IV.6. Grafik Perbandingan Nilai Flow variasi filler pada AC-Base Halus

dan AC-Base Kasar ... 50

Gambar IV.7. Grafik Perbandingan Nilai Marshall Quotient variasi filler pada

AC-Base Halus dan AC-AC-Base Kasar ... 51

Gambar IV.8. Grafik Perbandingan Nilai Retained Stability variasi filler pada

(11)

DAFTAR NOTASI

AASHTO = American Association of State Highway and

Transportation Officials

AC = Asphalt Concrete

AC-Base = Asphalt Concrete Base

AC-WC = Asphalt Concrete Wearing Course

AC-Modified = Asphalt Concrete Modified

AC-WC Modified = Asphalt Concrete Modified

ASA = Anti Stripping Agent

CA = Coarse Aggregate

FA = Fine Aggregate

IKS = Indeks Kekuatan Marshal Sisa

KAO = Kadar Aspal Optimum Lapis Aspal Beton

MQ = Marshall Quotient (Hasil Bagi Marshal)

PRD = Percentage Refusal Density

VFB = Voids Filled with Bitument (Rongga Terisi Aspal)

VIM = Voids in Mixture (Rongga dalam Campuran)

(12)

VMA = Voids in Mineral Aggregates (Rongga Udara di dalam

Aggregat)

LAMBANG

Gmb = Berat Jenis Padat (Bulk) Campuran

Gmm = Berat Jenis Maksimum Campuran

Gsb = Berat Jenis Padat (Bulk) Aggregat Gabungan

Gse = Berat Jenis Efektif Aggregat

(13)

ABSTRAK

Pembangunan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Perkerasan jalan yang terbuat dari aspal beton merupakan campuran dari agregat dan aspal ditambah filler sebagai bahan pengisi. Namun dalam beberapa kondisi, tidak didapatkan filler dari bahan yang sama maka dicari alternatif bahan lain sebagai filler pengganti.

Adapun filler yang digunakan dalam penelitian ini adalah Semen, Serbuk Bentonit, dan Flyash Batubara. Dan kadar masing-masing yang diuji adalah 1% dari berat total agregat. Pengujian penelitian dilakukan dengan Marshall Test. Dari pengujian Marshall dapat didapatkan nilai-nilai parameter Marshall yang akan menunjukkan karakteristik campuran laston AC-Base tersebut. Laston AC-Base memerlukan nilai stabilitas yang tinggi untuk memikul beban lalu lintas. Setiap pengujian yang dilakukan dalam tugas akhir ini disesuaikan dengan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010.

Hasil penelitian menunjukkan Laston dengan filler flyash batubara pada AC-Base Halus dan Kasar memerlukan kadar aspal yang lebih tinggi sebesar 5.6% dan 5,33% daripada semua variasi filler sedangkan pada nilai stabilitas, filler bentonit memiliki nilai tertinggi 2015 di AC-Base Halus dan 2021 di AC-Base Kasar terhadap semua variasi filler

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Dewasa ini pengembangan dan pertumbuhan penduduk sanagt pesat. Seiring

dengan tingginya laju pertumbuhan ekonomi hal ini mengakibatkan peningkatan

mobilitas penduduk. Pembangunan dan prasarana teknik yang berkelanjutan sangat

membutuhkan sarana penghubung antar daerah yaitu berupa jalan. Sistem

transportasi merupakan salah satu elemen-elemen penting dalam pembangunan

negara. Umumnya, sistem transportasi yang disediakan lengkap dengan layanan

keamanan, kenyamanan, dan sistematis untuk menghubungkan satu area ke area

yang lain. Salah satu layanan dasar ialah kemampuan untuk mencampai umur desain

dari suatu jalan. Kemampuan jalan tersebut harus memiliki ketebalan yang cukup

untuk menampung tekanan dari beban di permukaaan, selain melindungi subgrade

dari kerusakan. Oleh karena itu, desain campuran beraspal yang digunakan sangat

penting dalam memastikan campuran beraspal yang efektif dan mampu mengatasi

kemungkinan efek kerusakan dari beban yang dikenakan ke atasnya.

I.2 Latar Belakang Masalah

Campuran beraspal lapis apal beton (Laston) atau umumnya dikenal sebagai

aspal beton adalah salah satu konstruksi perkerasan lentur di lapisan permukaan

(surface course). Jenis campuran beraspal ini merupakan campuran yang terdiri dari

aspal dan agregat dengan gradasi yang dicampur, dihamparkan, lalu dipadatkan

(15)

halus dan filler. Mineral yang umum digunakan sebagai filler pada penyusunan

campuran beraspal adalah semen portland, kapur, abu batu dan abu terbang (flyash)

yang mana persediaannya terbatas serta relatif mahal. Oleh sebab itu perlu ditemukan

alternatif pemanfaatan tersebut antara lain dengan menggunakan material dari limbah

industri yang persediaannya relatif banyak serta belum dikelolah dengan baik.

I.3 Perumusan Masalah Penelitian

Dalam tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas adalah mengenai

pengaruh penggunaan variasi filler semen, serbuk bentonit, dan flyash batubara

terhadap karakteristik campuran aspal laston lapisan pondasi atas (AC-Base). Apa

pengaruh yang diberikan oleh aspal modifikasi dengan menggunakan variasi filler

sebagai bahan pengisi terhadap karakteristik campuran aspal tersebut.

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

a. Untuk menentukan karakteristik setiap variasi filler semen, serbuk bentonit, dan

flyash batubara pada campuran aspal laston lapis lapisan pondasi atas (AC-Base).

b. Untuk membandingkan karakteristik campuran aspal laston lapis lapisan pondasi

aspal (AC-Base) yang menggunakan variasi filler semen, serbuk bentonit, dan

(16)

I.5 Ruang Lingkup Penelitian dan Batasan Masalah

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah sebagai berikut :

a. Gradasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah gradasi Laston AC-Base.

b. Aspal yang digunakan adalah aspal Curah pen 60/70.

c. Agregat yang digunakan berasal dari AMP PT. Karya Murni Perkasa Patumbak.

d. Penggunaan persentase filler 1% dari berat total agregat dengan 5 (lima) jenis

variasi penggunaan filler yaitu pc (portland cement) 100%, flyash batubara 100%,

bentonitstone dust 100%, perbandingan pc 50% : batubara 50%, perbandingan pc

50% : bentonit 50% sebagai filler dalam campuran aspal. Syarat dan ketentuan

mengikuti Spesifikasi Umum Edisi 2010 Direktorat Jenderal Bina Marga

Departemen Pekerjaan Umum Indonesia.

e. Parameter campuran aspal yang dikaji adalah Stabilitas Marshall, flow, density,

VIM,VMA,VFB, MQ, VIM PRD dan Stabilitas Marshall Sisa.

1.6 Penelitian Terdahulu

Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini telah dilakukan oleh

penelitian lain, yaitu : Dwina Archnita dan Yan Partawijaya, dalam jurnal Pengaruh

Berat Jenis filler Pengganti terhadap Sifat Aspal menyimpulkan bahwa penggunaan

filler pengganti yang komposisi campurannya tidak dikoreksi dengan berat jenis

filler pengganti akan memberikan lama waktu pencampuran yang berbeda serta berat

jenis filler pengganti berpengaruh terhadap kualitas campuran beton aspal [1], JF.

Soandrijanie Linggo dan P. Eliza Purnamasari dalam jurnal Pengaruh Berat Serat

Serabut Kelapa sebagai bahan tambah dengan filler Serbuk Bentonit pada AC-Base

(17)

hanya dapat berkerja baik pada campuran bergradasi kasar [5], Leo Santosa dan

Enno Yuniarto dalam jurnal Penggunaan Abu Gambut sebagai filler pada campuran

lapis beton dengan pengujian marshall menyimpulkan dengan filler abu gambut

memerlukan kadar aspal yang tinggi dibandingkan filler semen dan campuran aspal

beton dengan filler abu gambut secara umum memnuhi standart Bina Marga [6], H.

Muchtar Syarkawi dalam jurnal Pemanfaatan Abu Ampas Tebu sebagai bahan filler

terhadap Karakteristik Campuran Aspal menyimpulkan bahwa benda uji karakteristik

Abu Ampas Tebu memenuhi syarat jika digunakan sebagai filler pengganti [9], Anas

Tahir dalam jurnal Karakteristik Campuran Beton dengan menggunakan variasi

kadar filler abu terbang batu bara menyimpulkan Karakteristik abu terbang batu bara

dapat menjadi alternatif filler pengganti [10].

I.7 Sistematika Penulisan

Pembahasan tugas akhir ini akan menggunakan metode penulisan sebagai

berikut :

BAB I. PENDAHULUAN

Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan

umum, latar belakang, perumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, ruang

lingkup penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan kajian berbagai literatur serta hasil studi yang relevan dengan

pembahasan ini. Dalam hal ini diuraikan hal-hal mengenai variasi pengaruh

(18)

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang metode yang dipakai dalam penelitian ini termasuk

pengambilan data, langkah penelitian, dan analisa data.

BAB IV. ANALISA DATA

Berisikan pembahasan mengenai data-data yang dikumpulkan, lalu di analisis,

sehingga dapat diperoleh kesimpulan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari

pembahasan pada bab sebelumnya, dan saran mengenai hasil yang dapat dijadikan

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Lapis Beton Aspal

Lapis beton aspal adalah lapisan penutup konstruksi perkerasan jalan yang

mempunyai nilai struktural yang pertama kali dikembangkan di Amerika oleh The

Asphalt Insitute dengan nama Asphalt Concrete (AC) [2]. Beton aspal merupakan

salah satu jenis dari lapis perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan

ini merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat

pada suhu tertentu. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan-lapisan yang

diletakkan diatas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan-lapisan tersebut

berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan meyebarkannya ke lapisan

dibawahnya. Adapun susunan lapisan konstruksi perkerasan lentur terdiri atas :

a. Lapis permukaan (surface course) : Lapisan permukaan paling atas pada

suatu jalan raya. Lapisan yang biasanya kita pijak, atau lapisan yang bersentuhan

langsung dengan ban kendaraan. Lapisan ini berfungsi sebagai penahan beban roda.

Lapisan ini memiliki stabilitas yang tinggi untuk melindungi lapisan dibawahnya,

dan diperuntukkan untuk meneruskan beban kendaraan ke lapisan dibawahnya.

b. Lapis pondasi atas (base course) : Lapisan ini terletak dilapisan bawah lapisan

permukaan. Lapisan ini terutama berfungsi untuk menahan gaya lintang akibat beban

roda dan menerus beban ke lapisan dibawahnya, sebagai bantalan untuk lapisan

permukaan dan lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah. Material yang

(20)

kuat menahan beban yang direncanakan. Syarat-syarat untuk material Lapis Pondasi

Atas adalah :

• Mutu bahan harus sebaik mungkin dimana tidak mengandungkotoran

lumpur, bersisi tajam, dan kaku.

• Susunan gradasi harus merupakan susunan yang rapat , artinya batuan

harus mempunyai susunan gradasi yang saling mengisi atara butiran

agregat sehingga rongga semakin kecil

• Material yang digunakan untuk lapisan pondasi atas haruslah awet dan

kuat dan mempunyai nilai CBR ≥ 50% dan indeks plastisitas ≤4%.

Lapisan Pondasi Atas di Indonesia biasanya menggunakan batu pecah kelas A, B,

atau C. Terkadang pula pada lapisan ini digunakan lapisan AC-Base (Asphalt

Concrete-Base).

c. Lapis pondasi bawah (subbase course) : Lapisan ini berada dibawah lapisan

pondasi atas dan diatas lapisan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi untuk menyebarkan

beban dari lapisan pondasi bawah ke lapisan tanah dasar, untuk menghemat

penggunaan material yang digunakan pada lapisan pondasi atas, karena biasanya

menggunakan material yang lebih murah. Selain itu lapisan pondasi bawah juga

berfungsi untuk mencegah partikel halus masuk kedalam material perkerasan jalan

dan melindungi air agar tidak masuk ke lapisan dibawahnya. Material yang digunaka

untuk lapisan pondasi bawah umumnya harus nilai CBR minimum 20% dan indeks

plastisitas (PI) ≤ 10%. Biasa di Indonesia lapisan ini memakai pasir dan batu (Sirtu) kelas A, B, atau kelas C atau tanah lempung. Selain itu dapat pula digunakan

(21)

d. Lapisan tanah dasar (subgrade) : Lapisan ini berada terbawah dari perkerasan

jalan raya. Apabila kondisi tanah pada lokasi pembangunan jalan mempunyai

spesifikasi yang direncankan maka tanah tersebut akan langsung dipadatkan dan

digunakan. Tebalnya berkisar antara 50 – 100 cm. Fungsi utamanya adalah sebagai

tempat perletakan jalan raya

Gambar. Susunan Konstruksi Perkerasan Jalan

Berdasarkan gambar diatas maka lapisan yang paling berat menerima beban

adalah lapisan surface course yang kemudian didistribusikan kelapisan dibawahnya.

Jenis lapisan aspal beton campuran panas tebagi atas 3 yaitu :

a. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt

Concrete-Wearing Course) dengan tebal minimum 4 cn

b. Laston sebagai bahan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt

Concrete-Binder Course) dengan tebal minimum adalah 6 cm

c. Laston sebagai lapis lapisan pondasi atas, dikenal dengan nama AC-Base

(Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum 7.5 cm. Lapisan ini

memerlukan stabilitas untuk memikul beban lalu lintas yang dilimpahkan

(22)

Menurut Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum Spesifikasi 2010 [3],

lapisan-lapisan campuran ini terdiri atas agregat bergradasi menerus dengan aspal

kasar, dicampur, dihamparkan, dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu

tertentu. Suhu pencampuran ditentukan berdasarkan jenis aspal yang akan digunakan.

Sedangkan yang dimaksud gradasi menerus adalah komposisi yang menunjukkan

pembagian butir yang merata mulai dari ukuran yang terbesar sampai dengan ukuran

yang terkecil. Beton aspal dengan campuran bergradasi menerus memiliki komposisi

yang terdiri atas agregat kasar, agregat halus, mineral pengisi (filler), dan aspal

(bitumen) sebagai pengikat. Ciri lainnya mempunyai sedikit rongga dalam struktur

agregatnya, saling mengunci satu dengan yang lainnya, oleh karena itu beton aspal

memiliki aspal memiliki sifat stabilitas tinggi dan relatif kaku.

Menurut spesifikasi campuran beraspal Direktorat Jenderal Bina Marga edisi

November 2010, Laston (AC) terdiri dari tiga macam campuran : Laston Lapis Aus

WC), Laston Lapis Pengikat BC), dan Laston Lapis Pondasi Atas

(AC-Base) dengan ukuran maksimum agregat masing-masing campuran adalah 19 mm,

25.4 mm, 37.5 mm. Ketentuan mengenai sifat-sifat dari Laston (AC) aspal pen 60/70

dengan menggunakan spesifikasi Bina Marga edisi November 2010 dapat dilihat dari

(23)

Tabel II.1 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston

II.2 AC-Base

Laston sebagai lapis lapisan pondasi atas, dikenal dengan nama AC-Base

(Asphalt Concrete-Base) dengan tebal minimum 7.5 cm. Lapisan ini memerlukan Sifat-sifat Campuran

Laston

WC BC Base

Penyerapan aspal (%) Maks 1.2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%)

Min 3.5

Maks 5.0

Rongga dalam agregat (VMA) (%) Min 15 14 13

Rongga terisi aspal (%) Min 65 63 60

Stabilitas Marshall (Kg)

Min 800 1800

Maks _ _

Kelelehan (mm)

Min 3 4.5

Maks _ _

Marshall Quotient (Kg/mm) Min 250 300

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60ºC

Min 90

Rongga dalam Campuran (%) pada kepadatan membal (refusal)

(24)

II.2.1 Gradasi agregatAC-Base

Merupakan distribusi variasi ukuran butiran agregat. Gradasi agregat yang

digunakan untuk perencanaan campuran adalah gradasi dari Laston Lapis Atas

(AC-Base). Kurva gradasi untuk Beton Aspal Lapis Atas (AC-Base) yang digunakan

dalam penelitian ini adalah kurva gradasi yang disarankan spesifikasi. Adapun

persyaratannya adalah pada tabel II.2 berikut :

Tabel II.2 Persyaratan Gradasi AC-Base Kasar dan Halus

Ukuran ayakan (mm) Persyaratan Gradasi (% berat yang lolos)

AC-Base Kasar AC-Base Halus

37.5 100 100

25 90 – 100 90 – 100 19 73 – 90 73 – 90 12.5 55 – 76 61 – 79 9.5 45 – 66 47 – 67 4.75 28 - 39.5 39.5 – 50 2.36 19 - 26.8 30.8 – 37 1.18 12 - 18.1 24.1 – 28 0.6 7 - 13.6 17.6 – 22 0.3 5 - 11.4 11.4 – 16 0.15 4.5 – 9 4.0 – 10 0.075 7.0 – 11 3.0 – 6

II.3 Bahan Campuran Beraspal

Di dalam Manual Campuran Beraspal Panas, campuran beraspal terdiri dari

(25)

II.3.1 Aspal

Aspal atau bitumen merupakan material yang berwarna hitam kecoklatan yang

bersifat viskoelastis sehingga akan melunak dan mencair bila mendapat cukup

pemanasan dan sebaliknya. Sifat viskoelastis inilah yang membuat aspal dapat

menyelimuti dan menahan agregat tetap pada tempatnya selama proses produksi dan

masa pelayanannya. Terdapat bermacam-macam tingkat penetrasi aspal yang dapat

digunakan dalam campuran antara lain 40/50, 60/70, 80/100. Umumnya aspal yang

digunakan di Indonesia adalah penetrasi 60/70 [3]. Aspal harus memenuhi ketentuan

sebagaimana ditunjukkan pada table II.3.

Tabel II.3 Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70

NO SIFAT FISIK SATUAN PERATURAN

1 Penetrasi, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1 mm 60 – 70

2 Titik Lembek, 25 oC oC ≥ 48

3 Titik nyala oC ≥ 232

4 Daktalitas, 25 oC Cm ≥ 100

5 Kelarutan dalam Trichloroethylene % ≥ 99

6 Penurunan berat % ≤ 0.8

7 Berat Jenis Mm ≥ 1.0

8 Penetrasi residu, 25ºC, 100 gr, 5 detik 0.1mm ≥ 54

9 Daktalitas, 25oC, cm Cm ≥ 100

II.3.2 Agregat

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang keras

dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu,

(26)

transportasi, khususnya dalam hal ini pada perkerasan jalan, dimana agregat

menempati proporsi terbesar dalam campuran, umumnya berkisar 90% - 95 % dari

berat total campuran.

II.3.2.1 Agregat Kasar

a. Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah tertahan ayakan no. 8

(2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih, keras, dan awet dan

bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki lainnya dan memenuhi

ketentuan yang diberikan dalam Tabel II.4.

b. Fraksi agregat kasar harus dari batu pecah mesin dan disiapkan dalam ukuran

nominal sesuai dengan jenis campuran yang direncanakan.

c. Agregat kasar harus mempunyai angularitas seperti yang diisyaratkan dalam

Tabel II.2. Agularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat

agregat yang lebih besar dari 4, 75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih

berdasarkan uji menurut Pennsylvania DoT’s Test Method No. 621.

d. Agregat kasar untuk Latasir kelas A dan B boleh dari kerikil yang bersih.

e. Fraksi Agregat kasar harus ditumpuk terpisah dan harus dipasok ke instalasi

pencampur aspal dengan menggunakan pemasok penampang dingin (cold bin

feeds) sedemikian rupa sehinggan gradasi gabungan agregat dapat dikendalikan

dengan baik.

Agregat kasar pada campuran beraspal berfungsi memberikan kekuatan yang

pada akhirnya mempengaruhi stabilitas dalam campuran, dengan kondisi saling

mengunci (interlocking) dari masing-masing partikel agregat. Agregat kasar

(27)

lebih ekonomis, meningkatkan ketahanan mortar terhadap kelelehan (flow) dan

meningkatkan stabilitas.

Tabel II.4 Ketentuan Agregat Kasar

PENGUJIAN STANDARD NILAI

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan Natrium dan Magnesium

Sulfat

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991

Min. 95 %

Angularitas ( kedalaman dari permukaan < 10 cm )

Partikel pipih dan lonjong ASTM D4791 Pebandingan 1

: 5

Maks. 10 %

Material lolos ayakan No. 200 SNI 03-4142-1996

Maks. 1 %

Catatan : 95/90 menunjukkan bahwa 95 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 90 % agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.

(28)

II.3.2.2 Agregat Halus

a. Agregat halus terdiri atas sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau

hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan No. 8 (2,36

mm).

b. Fraksi agregat halus pecah dari mesin dan pasir harus ditempatkan terpisah dari

agregat kasar.

c. Agregat halus harus terdiri dari partikel bersih, keras, dan bebas dari lempung atau

bahan lain yang tidak dikehendaki.

d. Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada table

II.5.

Agregat halus harus merupakan materal yang bersih, keras dan bebas dari

lempung. Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus teridir dari pasir atau

hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan no. 8 (2.36

mm. Agregat harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan table III.3

Tabel II.5 Ketentuan Agregat Halus

PENGUJIAN STANDARD NILAI

Nilai Setara Pasir SNI 03-4428-1997

(29)

II.3.3 Bahan Anti Pengelupasan

Bahan anti pengelupasan pengelupasan (anti striping agent) harus ditambahkan

dalam bentuk cairan kedalam campuran aspal dengan menggunakan pompa penakar

(dozing pump) pada saat akan dilakukan proses pencampuran basah di pugmil.

Kuantitas pemakaian aditif anti striping dalam rentang 0.2% - 0.4% terhadap berat

aspal. Bahan anti striping harus digunakan untuk semua jenis aspal tetapi tidak boleh

digunakan pada aspal modifikasi. Bilamana stabilitas Marshall sisa setelah

perendaman 24 jam pada temperatur 60˚C sama atau lebih besar dari 90% maka

bahan anti pengelupasan tidak perlu digunakan. Jenis bahan anti pengelupasan yang

digunakan haruslah disetujui Direksi Pekerjaan.

II.3.4 Bahan Pengisi (filler) untuk campuran beraspal

a. Bahan pengisi yang ditambahkan terdiri atas debu batu kapus (limestone dust),

kapur padam (hydrated dust), semen atau abu terbang yang sumbernya disetujui

Direksi Pekerjaan.

b. Debu kapur padam haruslah terdiri dari kapur padam berkalsium tinggi

c. Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan

dan lolos ayakan No. 200 tidak kurang dari 75% terhadap beratnya

d. Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang ditambahkan

tidak kurang dari 1% dari total agregat.

Fungsi filler dalam campuran adalah : Untuk memodifikasi agregat halus

sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk

mengisi rongga akan berkurang. Filler dan aspal secara bersamaan membentuk suatu

(30)

halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. Tujuan awal filler

adalah mengisi rongga dalam campuran VIM tidak hanya oleh bitumen tetapi

material yang lebih murah. Pada kadar aspal konstan, penambahan filler akan

memperkecil VIM. Dalam perkembangan selanjutnya, terbukti bahwa filler tidak

hanya mengganti fungsi bitumen mengisi rongga tetapi juga memperkuat campuran.

Untuk suatu kadar aspal yang konstan jumlah filler yang sedikit akan menyebabkan

rendahnya koefisien marshall karena viskositas bitumen masih rendah dengan filler

yang sedikit tersebut. Selanjutnya koefisien marshall meningkat dengan penambahan

filler sampai nilai maksimum akibat kemampuan pemadatan campuran [8].

Filler juga berpengaruh terhadap kadar aspal optimum melalui luas permukaan

dari partikel mineralnya. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung

menghasilkan campuran yang mudah retak, sedangkan kandungan filler yang rendah

juga akan menjadikan campuran yang lebih peka terhadap temperatur dimana

campuran akan selalu lunak pada cuaca panas. Bahan pengisi yang ditambahkan

harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan

sesuai SNI 03-1968-1990 harus mengandung bahan yang lolos ayakan no. 200 tidak

kurang dari 75 % dari beratnya. Semua campuran beraspal mengandung bahan

pengisi tidak kurang dari 1 % dari berat total agregat.

Filler atau bahan pengisi yang digunakan sebagai bahan utama AMP PT.Karya

Murni Perkasa adalah semen. Dan divariasikan dengan pemanfaatan flyash batubara

yang berasal dari limbah pembakaran batubara dari AMP serta serbuk bentonit yang

banyak terdapat di Indonesia [5]. Dengan menggunakan serbuk bentonit dan flyash

(31)

Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi

Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% : Bentonit

50%, Bentonit 100%.

IV.3.4.1 Portland Cement (Semen)

Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan air

mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu kesatuan

kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya.

Adapun bahan utama yang dikandung semen adalah kapur (CaO), silikat (SiO2),

alumunia (Al2O3), ferro oksida (Fe2O3), magnesit (MgO), serta oksida lain dalam

jumlah kecil. Semen merupakan salah satu bahan perekat yang jika dicampur dengan

air mampu mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi suatu

kesatuan kompak. Sifat pengikatan semen ditentukan oleh susunan kimia yang

dikandungnya. Fungsi semen adalah mengikat butir-butir agregat hingga membentuk

suatu massa padat dan mengisi rongga-rongga udara di antara butir-butir agregat.

Walaupun komposisi semen dalam komposisi agregat hanya sekitar 1%, namun

karena fungsinya sebagai bahan pengikat maka peranan semen menjadi penting

IV.3.4.2 Fly Ash (Batu Bara)

Fly ash batubara adalah

batubara dan terdiri dari partikel yang halus. Gradasi dan kehalusan fly ash batubara

dapat memenuhi persyaratan gradasi AASTHO M17 untuk mineral filler. Secara

kimia Abu batubara (fly ash) merupakan mineral alumino silica yang mengandung

unsure-unsur Ca, K,, dan Na disamping juga mengandung sejumlah kecil unsur C

(32)

pengikatan air dari sedang sampai tinggi, dan juga sifat-sifat pembentuk seperti

semen. Penggunaan mineral filler dalam campuran aspal beton adalah untuk mengisi

rongga dalam campuran, untuk meningkatkan daya ikat aspal beton, dan untuk

meningkatkan stabilitas dari campuran. Fly ash batubara adalah partikel halus yang

merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil pembakaran batubara. Abu terbang

batubara termasuk dalam kategori limbah industri yang mempunyai potensi tinggi

untuk digunakan dalam konstruksi jalan raya. Abu terbang batu bara dapat dijadikan

sebagai mineral filler karena ukuran partikelnya yang sangat halus, dan dari beberapa

literature penelitian yang dilakukan sebelumnya, abu terbang batubara mengandung

unsur pozzolan, sehingga dapat berfungsi sebagai bahan pengisi rongga dan pengikat

aspal beton

IV.3.4.3 Bentonitstone dust (Serbuk Bentonit)

Bentonite terbentuk dari abu vulkanik, Unsur (Na,Ca) 0.33 (Al,Mg) 2Si4 O10

(OH)2• (H2O). Bentonit adalah istilah pada batuan yang mengandung monmorillonit

dan termasuk kelompok dioktohedral. Penamaan jenis Bentonit tergantung dari

penemu atau peneliti, misal ahli geologi, mineralogi, mineral industri dan lain-lain.

berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

• Type Wyoming (Na-bentonit – Sweling bentonite) : Na bentonit memiliki

daya mengembang hingga delapan kali apabila dicelupkan ke dalam air, dan

tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering

berwarna putih atau cream, pada keadaan basah dan terkena sinar matahari

(33)

• Mg. (Ca-bentonit – non swelling bentonite) : Tipe bentonit ini kurang

mengembang apabila dicelupkan ke dalam air.

Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi (filler). Bentonit

mempunyai karakteristik kapasitas pengikatan air dari sedang sampai tinggi, dan juga

sifat-sifat pembentuk seperti semen. Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan

perekat, pengisi (filler). Endapan bentonit Indonesia tersebar di P. Jawa, P. Sumatera.

II.4 Perencanaan Campuran Beraspal Panas

Campuran beraspal panas adalah suatu campuran perkerasan lentur yang

terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan bahan pengisi aspal dengan

perbandingan tertentu,dan untuk mengeringkan agregat dan mencairkan aspal agar

dapat dengan mudah dicampur dengan baik maka pencampuran bahan tersebut harus

dipanaskan.

Perencanaan campuran mencakup kegiatan pemilihan dan penentuan proporsi

material untuk mencapai sifat-sifat akhir dari campuran aspal yang diinginkan.

Tujuan dari perencanaan campuran aspal adalah untuk mendapatkan campuran

efektif dari gradasi agregat dan aspal yang akan menghasilkan campuran aspal yang

memiliki sifat-sifat campuran sebagai berikut :

a. Stabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan deformasi permanen

yang disebabkan oleh lalu lintas, baik beban yang bersifat statis maupun dinamis

sehingga campuran akan tidak mudah aus, bergelombang, melendut, bergeser dan

lain-lain.

b. Fleksibilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk menahan terhadap defleksi

(34)

1) Beban yang berlangsung lama yang berakibat terjadinya kelelahan pada lapis

pondasi atau pada tanah dasar yang disebabkan oleh pembebanan sebelumnya.

2) Lendutan berulang yang disebabkan oleh waktu pembebanan lalu lintas yang

berlangsung singkat.

3) Adanya perubahan volume campuran.

c. Durabilitas adalah kemampuan campuran aspal untuk mempertahankan

kualitasnya dari disintegrasi atas unsur-unsur pembentuknya yang diakibatkan

oleh beban lalu lintas dan pengaruh cuaca. Campuran aspal harus mampu bertahan

terhadap perubahan yang disebabkan oleh :

1) Proses penuaan pada aspal dimana aspal akan menjadi lebih keras. Hal ini

disebabkan oleh pengaruh oksidasi dari udara dan proses penguapan yang

berakibat akan menurunkan daya lekat dan kekenyalan aspal.

2) Pengaruh air yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan sifat lekat antara

aspal dan material lainnya.

d. Impermeabilityadalah campuran aspal harus bersifat kedap air untuk melindungi

lapisan perkerasan di bawahnya dari kerusakan yang disebabkan oleh air yang

akan mengakibatkan campuran menjadi kehilangan kekuatan dan kemampuan

untuk menahan beban lalu lintas.

e. Pemadatan adalah proses pemampatan yang memberikan volume terkecil,

menggelincir rongga sehingga batas yang disyaratkan dan menambah kepadatan

optimal. Mengingat efek yang timbul oleh pengaruh udara,air serta pembebanan

oleh arus lalu lintas apabila rongga dalam campuran tidak memenuhi syarat yang

ditentukan. hal ini harus dihindari supaya tidak terjadi penyimpangan. Pada

(35)

baik alat-alat yang digunakan tidak sesuai standar yang ditetapkan maupun jumlah

lintasannya. Pemadatan merupakan suatu upaya untuk memperkecil jumlah VIM,

sehingga memperoleh nilai struktural yang diharapkan.

f. Temperatur pemadatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi

pemadatan, kepadatan hanya bisa terjadi pada saat aspal dalam keadaan cukup

cair sehingga aspal tersebut dapat berfungsi sebagai pelumas. Jika aspal sudah

dalam keadaan cukup dingin maka kepadatan akan sulit dicapai. Temperatur

campuran beraspal panas merupakan satu-satunya faktor yang paling penting

dalam pemadatan, disebabkan temperatur pada saat pemadatan sangat

mempengaruhi viskositas aspal yang digunakan dalam campuran beraspal panas.

Apabila temperatur pada saat pemadatan rendah, mengakibatkan viskositas aspal

menjadi tinggi dan membuat sulit dipadatkan. Menaikkan temperatur pemadatan

atau menurunkan viskositas aspal berakibat partikel agregat dalam campuran

beraspal panas dapat dipadatkan lebih baik lagi, adapun density pada saat

pemadatan campuran beraspal panas terjadi pada suhu lebih tinggi dari 275 ˚F

(135 ˚C). Density menurun dengan cepat ketika pemadatan dilakukan pada suhu

lebih rendah.

g. Workability adalah campuran agregat aspal harus mudah dikerjakan saat

pencampuran, penghamparan dan pemadatan, untuk mencapai satuan berat jenis

yang diinginkan tanpa mengalami suatu kesulitan sampai mencapai tingkat

(36)

II.5. Metode Pengujian Campuran

Pada penelitian tugas akhir ini, penulis menggunakan metode Marshall. Setelah

gradasi agregat ditentukan, selanjutnya adalah pembuatan contoh benda uji dan

pengujian di laboratorium.

Pengujian Marshall merupakan pengujian yang paling banyak dan paling

umum dipakai pada saat ini. Hal ini disebabkan karena alatnya sederhana dan cukup

praktis untuk dimobilisasi.

Pengujian Marshall bertujuan untuk mengukur daya tahan (stabilitas) campuran

agregat dan aspal terhadap kelelehan plastis (flow) dan retained stability. Flow

didefenisikan sebagai perubahan deformasi atau regangan suatu campuran mulai

dari tanpa beban, sampai beban maksimum dan dinyatakan dalam milimeter atau

0.01”.

II.5.1. Parameter pengujian Marshall

Beton aspal dibentuk dari agregat, aspal dan atau tanpa bahan tambahan yang

dicampur secara merata pada suhu tertentu. Campuran kemudian dihamparkan dan

dipadatkan, sehingga terbentuk beton aspal padat.

Sifat-sifat campuran beton aspal dapat dilihat dari parameter-parameter

pengujian marshall antara lain :

a. Stabilitas Marshall

Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing-masing yang ditunjukkan oleh

jarum dial. Stabilitas merupakan parameter yang menunujukkan batas maksimum

beban yang dapat diterima oleh suatu campuran beraspal saat terjadi keruntuhan

(37)

menghasilkan perkerasan yang terlalu kaku sehingga tingkat keawetannya

berkurang.

b. Kelelehan (flow)

Seperti halnya cara memperoleh nilai stabilitas, nilai flow merupakan nilai dari

masing-masing yang ditunjukkan oleh jarum dial. Hanya saja jarum dial flow

biasanya dalam satuan mm (millimeter).

c. Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient)

Hasil Bagi Marshall merupakan hasil bagi stabilitas dengan kelelehan. Semakin

tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu

campuran dan semakin rentan campuran tersebut terhadap keretakan.

Marshall Quotient = ����������

����

d. Rongga Terisi Aspal (VFA atau VFB)

Rongga terisi aspal (VFA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel

agregat (VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh

agregat. Rumus adalah sebagai berikut :

���= 100 � ��� − ��� ���

Dimana :

VFA : Rongga udara yang terisi aspal, prosentase dari VMA, (%)

VMA : Rongga udara pada mineral agregat, prosentase dari

volume total, (%)

(38)

e. Rongga Antar Agregat (VMA)

Rongga antar agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara partikel agregat pada

suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume aspal efektif (tidak termasuk

volume aspal yang diserap agregat). Jika komposisi campuran ditentukan sebagai

persen berat dari campuran total, maka VMA dihitung dengan persamaan sebagai

berikut :

VMA = 100 -

(

��� ∗ ��

���

)

Dengan pengertian :

VMA = Rongga dalam agregat mineral (persen volume curah)

Gsb = Berat jenis curah agregat

Ps = Agregat, persen berat total campuran

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

Atau, jika komposisi campuran ditentukan sebagai persen berat agregat, maka

VMA dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

VMA = 100

-

���

���

x

100

100 + �� 100

Dengan pengertian :

Pb = Aspal, persen berat agregat

Gmb = Berat jenis curah campuran padat

(39)

f. Rongga Udara (VIM)

Rongga udara dalam campuran (Va) atau VIM dalam campuran perkerasan

beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti aspal.

Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan rumus berikut:

VIM = 100 x ��� − ���

���

Dengan pengertian :

VIM = Rongga udara dalam campuran padat, persen dari total volume.

Gmm = Berat jenis maksimum campuran.

Gmb = Berat jenis curah campuran padat.

g. Retained Stability

Kehilangan stabilitas berdasarkan perendaman diukur sebagai ketahanan terhadap

akibat pengaruh kerusakan oleh air disebut Indeks Perendaman (Index of Retained

Strength) yang dinyatakan dalam persen (%). Parameter ini akan dipakai sebagai

indikasi ketahanan campuran terhadap pengaruh air.

II.5.2 Dasar-dasar Perhitungan

a. Berat Jenis Bulk dan Apparent Total Agregat

Agregat total terdiri atas fraksi-fraksi agregat kasar, agregat halus dan bahan

pengisi (filler) yang masing-masing mempunyai berat jenis yang berbeda, baik

berat jenis kering (bulk spesific gravity) dan berat jenis semu (apparent grafity).

Kedua macam berat jenis dari total agregat tersebut dapat dihitung dalam

persamaan berikut :

(40)

������������� = �1

Gsbtot agregat = Berat jenis kering agregat gabungan, (gr/cc)

Gsb1, Gsb2.. Gsbn = Berat jenis kering dari masing-masing agregat, (gr/cc)

P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)

- Berat Jenis Semu (apparent spesific gravity)

������������� = �1

Gsatot agregat = Berat jenis semu agregat gabungan, (gr/cc)

Gsa1, Gsa2..Gsan = Berat jenis semu dari masing-masing agregat, (gr/cc)

P1, P2, P3, … = Presentase berat dari masing-masing agregat, (%)

b. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif campuran (Gse), kecuali rongga udara dalam partikel agregat

yang menyerap aspal dapat dihitung dengan rumus yang biasanya digunakan

berdasarkan hasil pengujian kepadatan maksimum eoritis sebagai berikut :

��� = ��� − ��

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gmm = Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah pemadatan (gr/cc)

Pmm = Persen berat total campuran (=100)

(41)

Gb = Berat jenis aspal

Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan juga dengan menggunakan

persamaan dibawah ini :

��� =���

+��� 2 Dengan pengertian :

Gse = Berat jenis efektif / efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gsb = Berat jenis kering agregat / bulk spesific gravity, (gr/cc)

Gsa = Berat jenis semu agregat / apparent spesific gravity, (gr/cc)

c. Berat Jenis maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran, Gmm pada masing-masing kadar aspal

diperlukan untuk menghitung kadar rongga masing-masing kadar aspal. Berat

jenis maksimum dapat ditentukan dengan AASHTO T.209-90.

��� = ���

��� − � �

��

Dengan pengertian :

Gmm = Berat jenis maksimum campuran,(gr/cc)

Pmm = Persen berat total campuran (=100)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

Pb = Prosentase kadar aspal terhadap total campuran, (%)

Gse = Berat jenis efektif/ efektive spesific gravity, (gr/cc)

Gb = Berat jenis aspal,(gr/cc)

d. Berat Jenis Bulk Campuran padat

(42)

��� =�� ����

Dengan pengertian :

Gmb = Berat jenis campuran setelah pemadatan, (gr/cc)

Vbulk = Volume campuran setelah pemadatan, (cc)

Wa = Berat di udara, (gr)

e. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total, tidak

terhadap berat campuran. Perhitungan penyerapan aspal (Pba) adalah sebagai

berikut:

��� =��� − ��� ������ ��

Dengan pengertian :

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat (%)

Gsb = Berat jenis bulk agregat, (gr/cc)

Gse = Berat jenis efektif agregat, (gr/cc)

Gb = Berat jenis aspal, (gr/cc)

f. Kadar Aspal Efektif

Kadar aspal efektif (Pbe) campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi

jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini akan

menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya akan menentukan

kinerja perkerasan beraspal. Rumus Kadar aspal efektif adalah :

(43)

Pb = Kadar aspal, persen total campuran, (%)

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat, (%)

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran, (%)

II.6 Campuran Beraspal Panas dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak Dalam Pedoman Perencanaan Campuran Beraspal Dengan Pendekatan

Kepadatan Mutlak, kepadatan mutlak dimaksudkan sebagai kepadatan tertinggi

(maksimum) yang dicapai sehingga walaupun dipadatkan terus, campuran tersebut

praktis tidak dapat menjadi lebih padat lagi.

Spesifikasi campuran beraspal panas untuk perkerasan lentur di rancang

menggunakan metoda Marshall konvensional. Untuk kondisi lalu lintas berat

perencanaan metoda Marshall menetapkan pemadatan benda uji sebanyak 2 x 112

tumbukan dengan batas rongga campuran (VIM)antara 3.0 sampai 5.

Untuk menambah kesempurnaan dalam prosedur perencanaan gradasi

gabungan campuran dilapangan, maka ditentukan pengujian tambahan, yaitu

pemadatan ultimit pada benda uji sampai mencapai kepadatan mutlak (refusal

density) dimana VIM dirancang dapat dicapai tidak kurang dari 2.5 % untuk lalu

(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Diagram Alir Penelitian

Tidak Ya

Studi literatur

Persiapan Aspal Persiapan Agregat

Aspal Pen 60/70 AgregatKasar Agregat halus

Pemeriksaan Propertis Aspal

Berat jenis Penetrasi Daktalitas

TFOT Kelarutan aspal

Softening Flash Point

Viscositas

PengujianAgregat

Analisa saringan Los Angeles

Berat Jenis Kelekatan agregat

Pipih Lonjong Angularitas Lolos no. 200

Memenuhi

spesifikasi ? A

(45)

Gambar III.1. Diagram Alir Penelitian

A

Persiapan dan pembuatan benda uji AC-Base Aspal Curah Pen 60/70 spesifikasi 2010

Pengujian campuran dengan alat Marshall ( 2 x 112 tumbukan )

Pembuatan dan pengujian kepadatan membal refusal ( 2 x 600 tumbukan)

KAO didapatkan

Variasi Filler

Semen, Abu Batu Bara, Serbuk Bentonit ( 100% dan 50% : 50% )

Persiapan dan pembuatan benda uji AC-Base Marshall sisa spesifikasi 2010

Pengujian campuran dengan alat Marshall

Persentase Marshall Sisa

Hasil penelitian dan pembahasan

(46)

III.2 Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan yang digunakan untuk pengujian adalah :

a. Material yang digunakan

- Agregat kasar yang digunakan disarankan berupa batu pecah atau kerikil yang

keras, kering, awet, bersih dan bebas dari bahan organik, asam dan bahan lain

yang mengganggu, sedangkan agregat halus yang digunakan pada umumnya

merupakan produk dari mesin pemecah batu (stonecrusher) atau dari pasir

alam.

- Untuk bahan aspal menggunakan aspal curah dengan penetrasi 60/70.

- Bahan tambah menggunakan Anti Stripping Agent yang diperoleh dari PT.

Karya Murni Perkasa, Patumbak.

- Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi

Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% :

Bentonit 50%, Bentonit 100%.

- Jumlah benda uji adalah 240 sampel

Parameter AC-Base Kasar

AC-Base Halus Standart 60 60

PRD 36 36

Marshall Sisa 24 24

Total 120 120

Total benda uji 240 sampel

b. Peralatan yang digunakan

- Alat uji pemeriksaan aspal

Alat yang digunakan untuk pemeriksaan aspal antara lain: alat uji penetrasi, alat

(47)

- Alat uji pemeriksaan agregat

Alat uji yang digunakan untuk pemeriksaan agregat antara lain mesin Los Angeles

(tes abrasi), saringan standar, alat pengering (oven), timbangan berat.

- Alat uji karakteristik campuran agregat aspal

Alat uji yang digunakan adalah seperangkat alat untuk metode Marshall.

III.3. Pengujian Campuran Beraspal III.3.1. Uji Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap

kelelehan plastis (flow) dari campuran beraspal dan nilai retained stability. Pada

pengujian alat Marshall, hal pertama yang dilakukan adalah menghitung perkiraan

awal KAO (Pb) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : ��= 0,035(% ��) + 0,045(% ��) + 0,18(% ��) +�

Dimana :

Pb = Kadar aspal optimum perkiraan

CA = Agregat kasar tertahan saringan No.8

FA = Agregat halus lolos saringan No.8 dan tertahan di saringan

No.200

Filler = Agregat halus lolos saringan No.200

K = Konstanta, dengan nilai 0,5 untuk penyerapan agregat yang

rendah dan nilai 1,0 untuk penyerapan agregat yang tinggi.

Dengan terlebih dahulu membulatkan nilai Pb sampai 0,5% terdekat, kemudian

siapkan benda uji Marshall pada lima variasi kadar aspal masing-masing 2 (dua)

(48)

a. Persiapan campuran

Pada pengujian dengan alat Marshall, dibuat dua benda uji untuk lima variasi

kadar aspal terhadap berat total campuran. Untuk tiap benda uji diperlukan agregat

sebanyak ±4000 gr sehingga menghasilkan tinggi benda uji kira-kira 7,5 cm.

Panaskan pan pencampuran beserta agregat dengan suhu ± 150ºC di atas suhu

pencampur untuk aspal panas dan aduk sampai merata. Sementara itu panaskan aspal

sampai suhu pencampuran. Tuangkan aspal sebanyak yang dibutuhkan ke dalam

agregat yang sudah dipanaskan tersebut. Kemudian aduklah sampai agregat terlapis

merata.

b. Pemadatan benda uji

Bersihkan perlengkapan cetakan benda uji serta bagian muka penumbuk.

Masukkan seluruh campuran ke dalam cetakan dan tusuk-tusuk campuran dengan

spatula yang dipanaskan atau aduklah dengan sendok semen 15 kali keliling

pinggirannya dan 10 kali di bagian dalam. Sewaktu melakukan pemadatan, peneliti

tidak mencatat berapa suhu pemadatan. Letakkan cetakan di atas landasan padat,

dalam pemegang cetakan, lakukan pemadatan dengan alat penumbuk sebanyak 112

kali atau sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh 45 cm, selama pemadatan tahanlah

agar sumbu palu pemadat selalu tegak lurus pada cetaka. Lepaskan keping alat

kemudian balikkan alat cetak berisi benda uji dan pasang kembali. Tumbuklah

dengan jumlah tumbukan yang sama. Sesudah pemadatan, lepaskan keping alas dan

pasanglah alat pengeluar benda uji. Dengan hati-hati keluarkan dan letakkan benda

uji di atas permukaan rata yang halus, biarkan selama kira-kira 24 jam pada suhu

(49)

c. Prosedur percobaan

1. Bersihkan benda uji dari kotoran-kotoran yang menempel

2. Berikan tanda pengenal pada masing-masing benda uji

3. Ukur benda uji dengan ketelitian 0,1 mm

4. Timbang benda uji

5. Rendam kira-kira 24 jam pada suhu ruang

6. Timbang dalam air untuk mendapatkan isi

7. Timbang benda uji dalam kondisi kering permukaan jenuh

8. Rendam benda uji dalam bak perendaman selama 30 menit sampai 40 menit.

Sebelum melakukan pengujian bersihkan batang penuntun (guide rod) dan

permukaan dalam dari batang penekan (test heads). Keluarkan benda uji dari

bak perendaman dan letakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Pasang

segmen atas di atas benda uji, dan letakkan keseluruhannya dalam mesin

penguji.

9. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda uji dinaikkan

hingga menyentuh alas cincin penguji. Atur kedudukan jarum arloji agar

berada pada angka nol. Berikan pembebanan kepada benda uji dengan

kecepatan tetap sebesar 50 mm permenit sampai pembebanan maksimum

tercapai dan catat pembebanan maksimum yang dicapai. Lepaskan selubung

tangkai arloji kelelahan (sleeve) pada saat pembebanan maksimum tercapai dan

catat nilai kelelahan yang ditunjukkan oleh jarum arloji.

10. Untuk penambahan masing – masing jenis Filler dibuat dalam 5 variasi yaitu

Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% :

(50)

kemudian dihitung besarnya Hasil Bagi Marshall (Marshall Quotient), Rongga

diantara mineral agregat (VMA), Rongga dalam campuran (VIM) dan Rongga

terisi aspal (VFB). Selanjutnya digambarkan grafik hubungan antara kadar

aspal (%) dengan masing-masing parameter Marshall yang telah dihitung

sebelumnya. Kemudian dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai VIM

refusal atau ������. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara ������ dengan

kadar aspal. Dengan melihat pada batas-batas yang disyaratkan untuk semua

parameter Marshall (Stabilitas, Flow, MQ, VFB, VMA, VIM, dan ������),

kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan Kadar Aspal Optimum

(KAO) yang memenuhi semua kriteria campuran.

III.3.2 Uji Rendaman Marshall

Pengujian ini dilakukan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pengaruh

kerusakan oleh air. Air pada campuran beraspal dapat mengakibatkan berkurangnya

daya lekat aspal terhadap agregat sehingga dapat melemahkan ikatan antar agregat.

Pengujian dilakukan dengan membuat 48 benda uji pada KAO. Untuk 24

benda uji pertama dilakukan perendaman dalam air dengan suhu 60 ºC selama 24

jam dan lakukan pengujian Marshall, kemudian pada sisa benda uji dilakukan

pengujian Marshall standar.

Kehilangan stabilitas akibat perendaman di air diukur sebagai ketahanan

terhadap pengaruh air. Perbandingan stabilitas pada benda uji yang direndam dengan

yang standar disebut Indeks Kekuatan Marshall Sisa (Marshall Index of Retained

(51)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. Penyajian Data

IV.1.1. Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat

Agregat kasar dan agregat halus yang digunakan dalam penelitian ini berasal

dari AMP PT. Karya Murni Patumbak. Pengujian agregat dilakukan untuk

mengetahui sifat-sifat fisik atau karakteristik dari agregat kasar dan agregat halus.

Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel IV.1.

Filler menggunakan Semen, Serbuk Bentonit, Abu batubara dengan variasi

Batubara 100%, Semen 50% : Batubara 50%, Semen 100%, Semen 50% : Bentonit

50%, Bentonit 100%. Gradasi yang ditinjau berdasarkan pada gradasi Laston Lapis

Atas (AC-Base) dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum.

Tabel IV.1 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Kasar

NO PENGUJIAN hasil pengujian

spec 2010 BM

Karakteristik gradasi kasar agg.kasar

1 Material lolos ayakan no. 200 0.01% ≤ 1 %

2 partikel pipih dan lonjong 9.93% ≤ 10 %

3 Angularitas 92.75% 95/90

4 Kelekatan agregat thd aspal > 95 % > 95 %

5 Abrasi dengan mesin Los

Angeles 16.42% ≤ 30 %

(52)

Tabel IV.2 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Fisik Agregat Halus

NO PENGUJIAN hasil pengujian

spec 2010 BM

Karakteristik gradasi halus agg.halus

IV.1.2. Hasil Pengujian Aspal

Dalam penelitian ini digunakan aspal curah Penetrasi 60/70. Pengujian pada

aspal yang digunakan dalam campuran memenuhi persyaratan spesifikasi. Tabel IV.3

merupakan hasil pengujian karakteristik aspal Curah Penetrasi 60/70.

Tabel IV.3 Hasil Pengujian Sifat-Sifat Aspal Curah Pen 60/70

NO

PENGUJIAN HASIL SPEC

SATUAN UNIT

Characteristic PENGUJIAN BINA

(53)

IV.2 Analisis Data

IV.2.1 Analisis Data Pengujian Agregat

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik agregat kasar serta agregat halus yang

digunakan dalam campuran, menunjukkan bahwa agregat yang digunakan memenuhi

spesifikasi yang ditentukan spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Bina

Marga 2010.

1. Kekekalan bentuk terhadap larutan Magnesium Sulfat (����4)

Pengujian pelapukan atau yang dikenal dengan soundness test merupakan

pengujian untuk menentukan ketahanan suatu agregat terhadap pelapukan akibat

pengaruh cuaca. Pengujian ini menggunakan larutan magnesium sulfat yang

menyebabkan terjadinya pelapukan agregat akibat kristalisasi garam di dalam

pori-pori agregat. Kristalisasi garam tersebut selama proses pengeringan akan

mendesak sisi pori agregat dan akhirnya meremukkan partikel-partikel yang

lemah. Hasil pengujian yang dilakukan adalah 6.6% dan memenuhi syarat yang

ditetapkan Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga 2010

yaitu maksimum 12%. Dari hasil ini menunjukkan bahwa agregat yang digunakan

tahan dan tidak mudah hancur akibat pengaruh cuaca.

2. Kekerasan

Kekerasan dari agregat kasar diukur dengan uji abrasi menggunakan mesin Los

Angeles, nilai yang diperoleh dari pengujian tersebut adalah 21.30% yang

memenuhi dari spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina

Marga 2010 yang menetapkan persyaratan maksimum sebesar 40%. Dari

pengujian ini dapat disimpulkan bahwa agregat yang digunakan memiliki nilai

keausan yang cukup kuat sehingga tidak akan mudah pecah selama pemadatan

(54)

3. Kelekatan agregat terhadap aspal

Hasil uji kelekatan agregat terhadap aspal lebih besar dari 95%. Hasil ini

memenuhi spesifikasi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina

Marga 2010 yang menetapkan batasan minimum 95%. Ini menunjukkan agregat

yang diuji memiliki sifat kelekatan terhadap aspal yang tinggi sehingga sifat

ketahanan terhadap pemisahan aspal (film-stripping) juga tinggi. Stripping adalah

pemisahan aspal dari agregat akibat pengaruh air, dapat membuat agregat ini

cocok untuk bahan campuran beraspal.

IV.2.2 Analisis Data Pengujian Marshall dan Kepadatan Mutlak IV.2.2.1 Analisis Volumetrik Campuran

Volumetrik campuran sangat berpengaruh terhadap sifat campuran beraspal.

Analisis volumetrik yang dilakukan meliputi Kepadatan, VIM, VMA, VFB, dan ������. Analisis terhadap karakteristik volumetrik campuran sebagai berikut :

1. Kepadatan / Berat Isi (Density)

Dari hasil pengujian diperoleh nilai kepadatan AC-Base Halus dengan filler

serbuk bentonit 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat

(2,297t/m³), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler =

1% dari komposisi agregat (2,307t/m³), dengan filler semen 100% dari total jumlah

filler = 1% dari komposisi agregat (2,312t/m³), dengan filler flyash batubara 50% :

semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (2,300t/m³), dengan

filler flyash batubara 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat

(2293t/m³). Sedangkan pada AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler

(55)

(2,316t/m³), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler =

1% dari komposisi agregat (2,315t/m³), dengan filler semen 100% dari total jumlah

filler = 1% dari komposisi agregat (2,321t/m³), dengan filler flyash batubara 50% :

semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (2,309t/m³), dengan

filler flyash batubara 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat

(2,304t/m³). Berikut grafik perbandingan nilai density antara variasi filler pada

AC-Base Halus dan AC-AC-Base Kasar :

Gambar IV.1 Grafik Perbandingan Nilai Density variasi filler pada AC-Base Halus

dan AC-Base Kasar

Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima

jenis filler tersebut dimana nilai density pada semen memiliki nilai paling tinggi baik

di AC-Base halus dan AC-Base kasar terhadap semua filler sedangkan batubara

(56)

2. Rongga Dalam Campuran (Void In Mixture)

Kandungan VIM menunjukkan persentase rongga udara antara butir agregat

terbungkus aspal. Dari hasil pengujian diperoleh vim AC-Base Halus dengan filler

serbuk bentonit 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.6%),

dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler = 1% dari

komposisi agregat (4.34%), dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1%

dari komposisi agregat (4.2%), dengan filler flyash batubara 50% : semen 50% dari

total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.5%), dengan filler flyash batubara

100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.6%). Sedangkan pada

AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler serbuk bentonit 100% dari

total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.05%), dengan filler semen 50% :

serbuk bentonit 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (4.1%),

dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat

(4.2%), dengan filler flyash batubara 50% : semen 50% dari total jumlah filler = 1%

dari komposisi agregat (4.26%), dengan filler flyash batubara 100% dari total jumlah

filler = 1% dari komposisi agregat (4.5%). Berikut grafik perbandingan nilai vim

(57)

Gambar IV.2 Grafik Perbandingan Nilai VIM antara variasi filler pada AC-Base

Halus dan AC-Base Kasar

Kurva diatas menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima

jenis filler tersebut dimana nilai VIM pada batubara memiliki nilai paling tinggi baik

di AC-Base halus dan AC-Base kasar terhadap semua variasi filler sedangkan

Bentonit memiliki nilai VIM terendah pada Base kasar dan Semen pada

AC-Base Halus

3. Rongga Dalam Mineral Agregat (Void In Mineral Aggregate)

VMA merupakan volume rongga antar butiran yang terletak diantara partikel

agregat dari suatu campuran perkerasan yang dipadatkan, termasuk di dalamnya

rongga udara dan kadar aspal efektif. Nilai VMA menunjukkan banyaknya rongga

yang terisi aspal pada campuran sehingga sangat mempengaruhi keawetan campuran.

Dari hasil pengujian diperoleh VMA AC-Base Halus dengan filler flyash batubara

100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (16.25%), dengan filler

(58)

komposisi agregat (15.6%), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total

jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.9%), dengan filler serbuk bentonit

100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (16.55%). Sedangkan pada

AC-Base Kasar diperoleh nilai kepadatan dengan filler flyash batubara 100% dari

total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.24%), dengan filler flyash

batubara 50% : semen 50% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat

(15.24%), dengan filler semen 100% dari total jumlah filler = 1% dari komposisi

agregat (14.8%), dengan filler semen 50% : serbuk bentonit 50% dari total jumlah

filler = 1% dari komposisi agregat (15.43%), dengan filler serbuk bentonit 100% dari

total jumlah filler = 1% dari komposisi agregat (15.75%). Kurva berikut

menunjukkan hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima jenis filler tersebut

dimana nilai VMA pada batubara memiliki nilai paling tinggi baik di AC-Base kasar

dan AC-Base halus terhadap semua variasi filler dan semen memiliki nilai VMA

terendah terhadap semua variasi filler.

Gambar IV.3 Grafik Perbandingan Nilai VMA antara variasi filler pada

Gambar

Gambar. Susunan Konstruksi Perkerasan Jalan
Tabel II.1 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Laston
Tabel II.2 Persyaratan Gradasi AC-Base Kasar dan Halus
Tabel II.3 Pengujian dan Persyaratan Aspal Penetrasi 60/70
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada suhu rendah, AC-Base memiliki banyak rongga yang tidak dapat terisi aspal maupun agregat akibat tidak mengalami pemadatan yang optimal sehingga kurang padat[4].. Nilai

Hasil dari pengujian sifat-sifat fisik atau karakteristik agregat kasar, agregat halus, dan filler yang digunakan dalam campuran seperti terlihat pada Tabel 5

Stone Matrix Asphalt (SMA) adalah salah satu jenis aspal beton campuran panas dengan material agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal yang membentuk mortar atau

Nilai fleksibilitas campuran dinyatakan dengan Marshall Quotien (MQ), menunjukan bahwa nilainya cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya kadar filler arang

3) Bagaimanakah nilai kadar aspal optimum yang didapat pada campuran laston dengan agregat standar dan agregat dari beton sisa tiang pancang dengan mutu K –

Dari hasil percobaan laboratorium dengan variasi lima jenis filler tersebut menunjukkan dimana nilai retained stability pada bentonit 50% : semen 50% memiliki nilai

Campuran Laston Lapis Antara bergradasi menerus (AC-BC) dengan Aspal Modifikasi dengan plastomer Elvaloy menghasilkan campuran beraspal dengan kinerja baik dalam hal

v ANALISIS PENGARUH PENGGANTIAN FILLER SEMEN TERHADAP KARAKTERISTIK MARSHALL MENGGUNAKAN ASPAL KARET PADA LAPISAN AC-WC Nama Mahasiswa : Wulan Rahmanisa NIM : 4204191212