• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Gangguan Saluran Pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Gangguan Saluran Pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2015"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1. Data Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Gangguan Saluran Pernapasan

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(2)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(3)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

21 An. Pr,

Muntah Kotrimoksazol sirup 2 x 1cth 1 Botol

30 An. Pr,

(4)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(5)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(6)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

51 An. Lk,

Kotrimoksazol Sirup 2 x 1cth 1 Botol

(7)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(8)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

(9)

No. Jenis Kelamin, Usia

dan BB (Kg) Diagnosa

Pengobatan

Obat Frekuensi Jumlah

81 An. Pr,

Muntah Kotrimoksazol Sirup 2 x 1cth 1 Botol

(10)
(11)
(12)

DAFTAR PUSTAKA

Aslam. (2003). Penggunaan Obat Pada Anak-anak. Dalam: Farmasi Klinis. Jakarta: PT. Gramedia. Halaman 191-192.

Badan POM RI. (2008). Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. Jakarta, Sagung Seto. Halaman 362, 409-410.

Departemen Kesehatan RI. (2000). Informatorium Obat Nasional Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Halaman 20-25. Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Infeksi Penyakit

Saluran Pernafasan, Direktorat Bina Komunitas dan Klinik Dirjen Bina

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Jakarta. Halaman 15-18.

Departemen Kesehatan RI. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. http://www.depkes.go.id (diaksesMaret 2014). Halaman 12-16.

Departemen Kesehatan RI. (2012). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Halaman 18-21. Departemen Kesehatan RI. (2013). Riset KesehatanDasar (RISKESDAS) 2013

dalam LaporanNasional 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 27-31.

Gulani, A., dan Sachdev. P. S. H. (2009). Effectiveness of Shortened Course (≤3 Days) of Antibiotics forTreatment of Acute Otitis Mediain Children. WHO,

Switzerland. Kaye, D., F. Rose.1983. Fundamental of Internal Medicine. The Mosby Company, London. Halaman 157.

Jas, A. (2007). Perihal Obat Dengan Berbagai Jenis dan Bentuk Sediaannya. Medan: USU Press. Halaman 31-36.

Jankgnet, R., Lashof, A. O., Gould, I.M., Van der Meer, J. W. M. (2000). Antibiotic Use in Ducth Hospital 1991-1996. Journal of Antimicrobial

Chemotherapy 45. Halaman 251-256.

Joenoes, N.Z. (2001). ARS Prescribendi resep yang rasional, Edisi II. Surabaya: Airlangga University Press. Halaman 20-25.

Kakkilaya, S.(2008).Rational Medicine: Rational use of antibiotics,

(13)

KemenKes RI, (2010). Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Anak. Halaman 18.

KemenKes RI, (2011). Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Anak. Halaman 22.

Katzung, B.G. (2004). Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerjemah dan Editor: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Halaman 47.

Lumbanraja, P.L. (2008). Distribusi Alergen Pada Penderita Rhinitis Alergi di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Mandal, B.K., Wilkins, E.G.L., Dunbar, E.M., dan Mayon, W.R.T. (2008). Penyakit Infeksi, Edisi ke 6, Penerbit Erlangga, Jakarta. Halaman 20. Misnadiarly. (2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak,

Orang Dewasa, Usia Lanjut. Edisi I. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

Halaman 30.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 27.

Priyanto. (2009). Farmakoterapi & Terminologi Medis. Depok: Leskonfi. Halaman 29, 30, 42.

Setiabudy, R. (2007). Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan, S.G., editor

Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Departemen Farmakologi dan

Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 585-587, 674-675, 681-682, 723-724.

Sevilla., dan Consuelo, G. (1973). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: UI Press. Halaman 182.

Shulman, S. T., John P.P., dan Herbert M. S. (1994). Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi. Edisi Ke empat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Alih Bahasa: Prof. Dr. A. Samik Wahab. Halaman 225-229.

Syamsuddin. (2013). Farmakoterapi Gangguan Saluran Pernapasan. Jakarta: Penerbit Salemba. Halaman 9.

Wattimena, J.R., Sugiarso, Nelly C., Widianto, Mathilda, B., Sukandar, E.Y., Soemardji, A., Setiadi, dan Anna, R. (1991). Farmakodinamik dan Terapi

(14)

Wilianti, N.P. (2009). Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi

(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif menggunakan desain pendekatan retrospektif, yaitu analisis dengan metode pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai subjek penelitian, yang diarahkan pada penyajian informasi mengenai data yang diperoleh melalui proses penelitian, dan pengumpulan data yang diambil dari seluruh populasi atau sebagian populasi (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data–data rekam medis pasien anak di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di ruang rekam medis Puskesmas Sukajaya Kota Sabang dan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret - April 2016.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(16)

3.3.2 Sampel

Pengambilan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus Slovin (Prasetyo & Jannah, 2005):

Keterangan : n = besaran sampel N = besaran populasi

e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel, yaitu : 10% (0,1)

, = 86,57

Jadi sampel yang dipakai 86,57 dibulatkan menjadi 90 pasien dari populasi 645 seluruh pasien yang memakai antibiotik.

Sampel yang dipilih harus memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.

Kriteria inklusi:

a. Pasien anak dengan kelompok umur ≤ 18 tahun dengan gangguan saluran pernapasan yang menggunakan antibiotik di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

b. Data rekam medis pasien lengkap, memuat: data pasien, keluhan utama, diagnosis penyakit, data penggunaan obat.

Kriteria Eksklusi:

(17)

3.4 Defenisi Operasional

Defenisi operasional sebagai berikut:

a. Pola peresepan adalah gambaran penggunaan obat secara umum atas permintaan tertulis dari dokter kepada apoteker untuk menyiapkan obat pasien. b. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang

identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

c. Pasien anak adalah: pasien yang berusia ≤ 18 tahun.

d. Antibiotik yaitu suatu senyawa yang dihasilkan oleh suatu bakteri, atau yang diproduksi seluruh atau sebagian secara sintetis atau semi sintetis kimia, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri lain.

e. Demam adalah regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang lebih tinggi dan gejala yang menyertai hampir semua infeksi, serta terdapat juga pada penyakit-penyakit lain seperti beberapa tumor. Setiap penyakit-penyakit yang dapat menurunkan aliran udara ke dalam atau keluar mulut, atau antara mulut dengan paru-paru, berpotensi menyebabkan hipotermia (penurunan suhu tubuh).

f. Gangguan saluran pernapasan adalah suatu penyakit akut yang ditandai dengan adanya batuk, dahak bernanah dan demam, dengan tanda-tanda fisik (adanya cairan di ruang pleura, ditemukan jika terjadi efusi pleura) atau perubahan radiologis yang cocok dengan konsolidasi paru-paru.

(18)

h. Kelemahan (fatigue) terjadi jika pertukaran oksigen tidak mencukupi. Oleh karena jaringan otot maupun otak sangat membutuhkan oksigen pada situasi-situasi tertentu, kelemahan menyerang seluruh tubuh, dan bisa menurunkan tingkat kesadaran.

3.5 Teknik Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan merupakan data dari rekam medis yang menuliskan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

Data yang diperlukan dicatat pada lembar pengumpul data meliputi: nomor catatan medik, identitas pasien, diagnosa, obat dan dosis yang digunakan.

3.6 Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel, kemudian disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.

3.7 Langkah Penelitian

Adapun cara pengambilan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data rekam medis pasien adalah:

a. Meminta rekomendasi dari dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat melakukan penelitian di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang.

(19)

c. Menghubungi pihak Puskesmas Sukajaya Kota Sabang untuk mendapat izin melakukan penelitian dengan membawa surat rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Sabang.

d. Mengumpulkan data rekam medis pasien anak yang masuk dari bulan Januari – Desember 2015 dengan diagnosa gangguan saluran pernapasan yang menggunakan antibiotik di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang.

e. Memilih data rekam medis yang sesuai kriteria inklusi. f. Melakukan analisis deskriptif.

(20)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Umum Pasien

4.1.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia

Penggolongan umur pada penelitian ini berdasarkan penggolongan masa anak-anak menurut The British Pediatric Association (BPA) pada tahun 2003 yang terdiri dari Neonatus (awal kelahiran-1 bulan), Bayi (1 bulan-2 tahun), Anak (2 tahun-12 tahun), Remaja (12 tahun-18 tahun) (Aslam, 2003). Tetapi pada penelitian ini tidak ditemukan data pasien neonates sehingga data yang diperoleh hanya dari usia 1 bulan-18 tahun.

Tabel 4.1 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia pasien

Klasifikasi Usia

Jumlah Penderita Persentase (%) Total Persentase Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan

Bayi

(21)

penyebab anak memiliki daya tahan tubuh lemah sehingga dapat dengan mudah terserang penyakit (KemenKes RI, 2010).

Anak dengan kelompok usia kurang dari lima tahun rentan mengalami gejala batuk dan sukar bernapas. Sistem kekebalan tubuh anak pada usia tersebut juga sangat rentan sehingga mudah terinfeksi oleh penyakit yang ditularkan melalui udara (Misnadiarly, 2008).

4.1.2 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin

Data hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di puskesmas Sukajaya kota Sabang tahun 2015, berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin pasien

Jenis Kelamin Jumlah Pasien Persentase (%)

Laki-laki

(22)

berjenis kelamin laki-laki, dikarenakan diameter saluran pernapasan anak laki-laki lebih kecil daripada anak perempuan (Depkes, RI., 2012).

4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Golongan

Data hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di puskesmas Sukajaya kota Sabang tahun 2015, dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan golongan

Golongan Antibiotik Jenis Antibiotik Jumlah

(Resep) Persentase (%)

Penisilin Amoksisilin 61 67,77

Sulfonamida Kotrimoksazol 22 24,44

Makrolida Eritromisin 4 4,44

Sefalosporin Sefadroksil 3 3,33

Jumlah 90 100

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat, golongan antibiotik yang paling banyak digunakan adalah antibiotik golongan penisilin yaitu amoksisilin (65,55%), diikuti oleh golongan sulfonamida kombinasi (sulfametoksazol kombinasi trimetoprim) yaitu kotrimoksazol (24,44%), golongan makrolida yaitu eritromisin (4,44%), dan golongan sefalosporin yaitu sefadroxil (3,33%). Hal ini sudah sesuai karena antibiotik empiris yang direkomendasikan untuk gangguan saluran pernapasan adalah amoksisilin atau kotrimoksazol (Mandall, et al., 2008).

(23)

lainnya. Eritromisin merupakan antibiotik alternatif yang sering digunakan untuk terapi infeksi saluran pernapasan (Depkes RI, 2005).

4.3 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan

Data hasil penelitian yang dilakukan terhadap profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di puskesmas Sukajaya kota Sabang tahun 2015 berdasarkan bentuk sediaan dapat dilihat pada Tabel 4.4 Tabel 4.4 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan bentuk sediaan

Bentuk Sediaan Jumlah (Resep) Persentase (%)

Sirup 54 60

Tablet 23 25,56

Kapsul 13 14,44

Jumlah 90 100

(24)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:

a. penggunaan antibiotik paling banyak pada usia anak (2-12 tahun) (61,11%), berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak pada anak laki-laki (63,33%). b. golongan antibiotik yang paling sering digunakan pada pasien anak dengan

gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015 adalah golongan penisilin yaitu amoksisilin (67,77%).

c. bentuk sediaan yang paling banyak diresepkan adalah bentuk sediaan sirup (60%).

5.2 Saran

Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap profil penggunaan antibiotik dengan gangguan saluran pernapasan di pelayanan kesehatan lainnya agar dapat dijadikan perbandingan dan gambaran penggunaan antibiotik di pelayanan kesehatan lainnya.

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak

Masa anak-anak merupakan gambaran suatu periode pertumbuhan dan perkembangan yang cepat. Pertambahan usia dan aktivitas yang banyak menjadi penyebab anak memiliki daya tahan tubuh lemah sehingga dapat dengan mudah terserang penyakit (KemenKes RI, 2010). Anak dengan kelompok usia kurangdari lima tahun rentan mengalami gejala batuk dan sukar bernapas. Sistem kekebalan tubuh pada anak usia tersebut juga sangat rentan sehingga mudah terinfeksi oleh penyakit yang ditularkan melalui udara (Misnadiarly, 2008).

Penggunaan obat pada anak-anak tidaklah sama dengan orang dewasa, sehingga hanya beberapa obat yang digunakan pada anak-anak, dengan bentuk sediaan yang sesuai (Aslam, 2003).

Penentuan dosis obat untuk anak-anak perlu dilakukan penggolongan masa anak-anak. The British Paediatric Association (BPA) mengusulkan penggolongan masa anak-anak berdasarkan pada saat terjadinya perubahan-perubahan biologis (Aslam, 2003):

a. Neonatus : Awal kelahiran sampai usia1 bulan b. Bayi : 1 bulan sampai 2 tahun

(26)

2.2 Infeksi Saluran Pernapasan 2.2.1 Gangguan Saluran Pernapasan

Umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan, yang kemudian dapat menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat mengalami kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan (Depkes RI, 2005).

Infeksi tenggorokan (laringitis) atau jalan utama udara (trakea), atau jalan udara yang masuk ke paru-paru (bronkitis) sangat sering terjadi. Infeksi-infeksi ini disebut dengan istilah infeksi saluran pernapasan atas. Manifestasi yang paling utama dari infeksi ini adalah batuk biasa (coryza akut), yang dapat mengalami komplikasi akibat infeksi bakteri sekunder dan diperburuk oleh sinusiis, otitis media, dan infeksi saluran pernapasan bagian bawah (Syamsudin, 2013).

(27)

2.2.2 Penyebab Infeksi Saluran Pernapasan

Secara umum penyebab dari infeksi saluran pernapasan adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara. Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan, membuang sampah dan meludah disembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah (Depkes RI, 2005).

2.2.3 Jenis Infeksi Saluran Pernapasan Atas

(28)

1. Otitis Media

Otitis media merupakan inflamasi di bagian tengah telinga, dan terbagi menjadi otitis media akut dan otitis media kronik. Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan menurun serta demam. Otitis media akut dapat menyebabkan nyeri, hilangnya pndengaran dan leukositosis. Otitis media kronik dijumpai adanya cairan (Otorrhea) yang purulent sehingga diperlukan drainase. Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang berulang, hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain (Depkes RI, 2005).

Otitis media banyak menjadi problem pada bayi dan anak-anak, dengan puncak insiden pada usia anak 6 bulan-3 tahun, diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan menurunnya imunokompetensi pada anak. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama lebih 3 bulan (Otitis media kronik). Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis

(Depkes RI, 2005).

(29)

yang kurang terhadap antibiotik lini pertama, serta adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotik. Antibiotik yang digunakan pada lini kedua yaitu asam-klavulanat, kotrimoksazol, cefuroksim, ceftriakson, cefprozil dan cefiksim (Depkes RI, 2005).

2. Sinusitis

Sinusitis yaitu peradangan pada mokosa sinus paranasal. Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi sinusitis akut, sinusitis sub akut, sinusitis kronik. Sinusitis akut merupakan infeksi pada sinus paranasal selma 30 hari baik dengan gejala menetap maupun berat. Gejala yang menetap yaitu gejala seperti adanya keluaran dari hidung, batuk disiang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang bertahan selama 10-14 hari, sedangkan gejala berat disamping adanya sekret yang purulen juga disertai demam (bisa sampai 390C). bila gejala sinusitis berlanjut hingga lebih dari 6 minggu maka akan mengakibatkan sinusitis kronik (Depkes RI, 2005).

Tanda lokal sinusitis yaitu hidung tersumbat, sekret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan atau jernih, dapat pula disertai bau, nyeri pada wajah di area pipi, diantara kedua mata dan di dahi. Gejala umum batuk, demam tinggi, sakit kepala/migrain, serta menurunnya nafsu makan, malaise (Depkes RI, 2005).

Sinusitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenza, Moraxella catarrhalis. Patogen yang

(30)

Rejimen antibiotik yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan lini kedua. Antibiotik lini pertama pada sinusitis akut yaitu amoksisilin/amoksisilin-klavulanat, kotrimoksazol, eritromisin dan doksisiklin. Antibiotik yang digunakan pada lini kedua yaitu amoksisilin-klavulanat, cefuroksim, klaritromisin, azitromisin dan levofloksasin. Terapi pokok meliputi pemberian antibiotik dengan lama terapi 10-14 hari. Untuk gejala yang menetap setelah 10-14 hari maka antibiotik dapat diperpanjang hingga 10-14 hari lagi (Depkes RI, 2005).

3. Faringitis

Faringitis merupakan peradangan pada mukosa fring dan sering meluas ke jaringan sekitarnya. Gejala faringitis yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri nelan, adenopati servikal, malaise dan mual. Faringitis umumnya disebabkan oleh bakteri Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Group A hemolitik. Bakteri ini sebanyak 15-30% dijumpai pada kasus faringitis anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Faringitis banyak diderita pada usia anak 5-15 tahun di daerah iklim panas (Depkes RI, 2005).

Antibiotik penisilin dan derivatnya (antibiotik lini pertama), sefalosporin maupun makrolida (antibiotik lini kedua) terbukti efektif pada terapi faringitis oleh Streptococcus group A. Penisilin tetap menjadi pilihan karena efektifitasnya dan keamanannya sudah terbukti, berspektrum sempit serta harga yang terjangkau. Terapi antibiotik oral selama rata-rata 10 hari untuk memastikan eradikasi

Streptococcus. Terapi antibiotik pada infeksi yang menetap atau gagal yaitu

(31)

4. Rhinitis

Rhinitis merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari nasal dan nasopharing. Rhinitis kebanyakan disebabkan oleh virus dan alergi, serta dapat berupa penyakit akut dan kronis. Patofisiologi rhinitis yaitu terjadinya inflamasi mukosa hidung sehingga menyebabkan edema dan mengeluarkan sekret hidung. Rhinitis persisten (menetap) mengakibatkan sikatrik fibrosa pada jaringan pengikat dan atropi kelenjar yang mengeluarkan lendir dan ingus. Secara klinis rhinitis meliputi bersin, batuk, hidung berair, demam ringan, sakit tenggorokan dan tidak enak badan (Lumbanraja, 2008).

5. Laringitis

(32)

2.3 Antibiotik

2.3.1 Definisi Antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suau mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Antibiotik dapat dibuat secara sintetik atau semisintetik. Antibiotik sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba sering digolongkan sebagai antibiotik (seperti sulfonamid dan kuinolon) (Setiabudy, 2007).

Antibiotik harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, dimana obat haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis untuk pasien (Setiabudy, 2007).

2.3.2 Klasifikasi Antibiotik a. Berdasarkan toksisitas

1. Zat-zat baktriostatik, yaitu antibiotik yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Contohnya adalah kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida dan linkomisin (Setiabudy, 2007).

2. Zat-zat bakterisid yaitu antibiotik yang bersifat mematikan mikroba. Contohnya adalah penisilin, sefalosporin, polipeptida, rifampisin, kuinolon, aminoglikosida, kotrimoksazol dan isoniazid (Setiabudy, 2007).

b. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotik

(33)

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba. Mekanisme ini merupakan dasar efek bakterisida pada kuman yang peka. Obat yang termasuk kelompok ini yaitu penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin.

3. Mengganggu keutuhan membran sel. Obat yang termasuk kelompok ini yaitu polimiksin, golongan polien serta berbagai antibiotik kemoterapi. 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba. Obat yang termasuk kelompok

ini yaitu golongan aminoglikosida, makrolida, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol.

5. Menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba. Obat yang termasuk kelompok ini yaitu rifampisin dan golongan kuinolon (Setiabudy, 2007). c. Berdasarkan luas aktivitas

1. Antibiotik narrow –spectrum (spektrum sempit). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya Penisilin G dan penisilin V, eritromisin, klindamisin yang hanya bekerja terhadap kuman gram positif, sedangkan streptomisin, gentamisin, polimiksin B yang aktif pada kuman gram negatif.

(34)

2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Infeksi Saluran Pernapasan

Antibiotik yang banyak digunakan dalam terapi infeksi saluran pernapasan adalah sebagai berikut:

1. Penisilin

Penisilin merupakan derivat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisida dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Akibat resistensi penicillinase mendorong ditemukannya derivat penisilin seperti methicillin, fenoksimetil penicillin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Di Indonesia hanya fenoksimetilpenicilin yang lebih dikenal dengan nama Penisilin V (Depkes RI, 2005).

Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap

Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae dan aksi kurang kuat pada

Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negatif sama sekali tidak

dimiliki (Depkes RI, 2005).

Penemuan lain penisilin adalah lahirnya derivat penisilin yang berspektrum luas seperti golongan aminopenicilin (amoksisilin) yang mencakup

E. Coli, Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus

influenza, Neisseria gonorrhoeae. Penambahan gugus β-laktamase inhibitor

seperti klavulanat memperluas cakupan hingga Streptococcus aureus, Bacteoides

catarrhalis. Sehingga saat ini amoksisilin-klavulanat merupakan altenatif bagi

(35)

2. Sulfonamida

Sulfonamida merupakan salah satu antibiotik tertua yang masih digunakan. Preparat sulfonamida yang paling banyak digunakan yaitu sulfametoksazol yang dikombinasi dengan trimetoprim yang lebih dikenal dengan kotrimoksazol. Mekanisme kerja sulfametoksazol dengan menghambat sintesis asam folat, sedangkan trimethoprim menghambat enzim pada alur sintesis asam folat. Kombinasi yang bersifat sinergis ini menyebabkan pemakaian yang luas pada terapi infeksi community-acquired seperti otitis media, sinusitis, infeksi saluran kencing (Depkes RI, 2005).

Aktifitas mikroba yang dimiliki kotrimoksazol meliputi kuman gram-negatif seperti E. Coli, Klebsiella, Enterobacter sp, M morganii, P.mirabilis,

P.vulgaris, H.Influenza, salmonella serta gram-positif seperti S.pneumoniae,

pneumocystis carinal, serta parasit seperti Nocardia sp (Depkes RI, 2005)

3. Makrolida

Aktifitas golongan makrolida secara umum meliputi gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif staphylococci, staphylococci β-hemolitik dan Streptococcus spp, lain enterococci, H.Influenza, Neisseria spp,

Bordetella spp, Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan

Legionella pneumophila (Depkes RI, 2005).

(36)

gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M. pneumoniae, Legionella pneumophila dan

C. trachomatis (Setiabudy, 2007).

4. Sefalosporin

Mekanisme kerja golongan sefalosporin yaitu dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun gram negatif, tetapi spektrumnya masing-masing derivat bervariasi (Setiabudy, 2007).

Sefalosporin generasi pertama aktif terhadap gram negatif. Golongan ini efektif terhadap Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Streptococcus

pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, E. Coli, Klebsiella spp. Yang termasuk

golongan sefalosporin generasi pertama yaitu sefadroksil, sefaleksin dan sefradin (Setiabudy, 2007).

Spektrum aktifitas sefalosporin generasi kedua sama dengan generasi pertama. Yang termasuk golongan sefalosporin generasi kedua yaitu sefaklor, sefprozil, sefuroksim. Sefuroksim memiliki aktifitas tambahan terhadap Neisseria

gonorrhoeae (Depkes RI, 2005).

(37)

5. Tetrasiklin

Tetrasiklin merupakan antibiotik berspektrum luas, dengan mekanisme keja menghambat terikatnya asam amino ke ribosom bakteri (sub unit 30S), sehingga menimbulkan sifat bakteriostatik yang luas terhadap gram positif, gram negatif, chlamydia, mycoplasma bahkan rickettsia (Depkes RI, 2005).

Generasi pertama meliputi tetrasiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin. Generasi kedua merupakan penyempurnaan dari generasi pertama. Generasi kedua memiliki karekteristik farmakokinetik yang lebih baik yaitu antara lain memiliki volume distribusi yang lebih luas karena profil lipofiliknya, bioavailabilitas yang lebih besar dengan waktu paruh eliminasi lebih panjang (> 15 jam). Yang termasuk generasi kedua yaitu doksisiklin dan minosiklin yang tetap aktif terhadap stafilokokus yang resisten terhadap tetrasiklin, bahkan terhadap bakteri anaerob seperti Acinetobacter spp, Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin sekalipun tetap efektif (Depkes RI, 2005).

6. Kuinolon

(38)

2.5 Prinsip Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Empiris Dan Definitif a. Antibiotik untuk terapi empiris

Penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang elum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Pemberian antibiotik empiris ditujukan untuk penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Lama pemberian antibiotik empiris diberikan dalam jangka waktu 48-72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya. Antibiotik empiris diberikan secara oral pada infeksi ringan, sedangkan pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik secara parenteral. Terapi empiris diindikasikan untuk bakteri tertentu yang sering menjadi penyebab infeksi yaitu:

1. Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia dikomunitas atau dirumah sakit setempat.

2. Kondisi klinis pasien. 3. Ketersediaan antibiotik.

4. Kemampuan antibiotik menembus ke dalam jaringan/organ yang terinfeksi. 5. Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat digunakan

antibiotik kombinasi (KemenKes RI, 2011). b. Antibiotik untuk terapi definitif

(39)

pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi. Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi klinis untuk penghambatan pertumbuhan bakteri sesuai dengan diagnosis awal yang telah dikonfirmasikan. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien. Pemberian antibiotik secara oral unuk terapi definitif menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi ringan. Pemberian antibiotik secara parenteral dapat dipertimbangkan pada infeksi sedang sampai berat (KemenKes RI, 2011).

Berikut ini berbagai faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang tercapainya sasaran penggunaan antibiotik (Wattimena dkk, 1991):

a. Aktifitas antibiotik.

b. Efektifitas dan efisiensi proses farmakokinetik. c. Toksisitas antibiotik.

d. Reaksi karena modifikasi flora alamiah tuan rumah. e. Penggunaan kombinasi antibiotik.

f. Pola penanganan infeksi.

2.6 Bentuk Sediaan Obat

(40)

a. Obat bentuk sediaan cair

Obat bentuk sediaan cair dapat diberikan untuk obat luar, obat suntik, obat minum dan obat tetes, seperti larutan, suspensi, emulsi, sirup dan injeksi (Joenoes, 2001).

b. Obat bentuk sediaan setengah padat

Obat bentuk sediaan setengah padat pada umumnya hanya digunakan sebagai obat luar, dioleskan pada kulit untuk keperluan terapi atau berfungsi sebagai pelindung seperti salep, krim ddan pasta (Joenoes, 2001).

c. Obat bentuk sediaan padat

Obat bentuk sediaan padat merupakan sediaan yang mengandung dosis tertentu dari satu atau beberapa komponen obat seperti tablet, kapsul, pulvis pulveres atau puyer dan pil (Joenoes, 2001).

(41)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antibiotik digunakan dalam terapi penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sebelum terapi dengan antibiotik dimulai sangat penting untuk dipastikan apakah infeksi benar-benar ada. Bukti infeksi dapat berupa seperti demam, leukositosis, inflamasi ditempat infeksi, produksi infiltrate dari tempat infeksi, maupun hasil kultur (Depkes RI, 2005). Pemakaian antibiotik yang tidak tepat dapat berakibat timbulnya resistensi antibiotik, meningkatkan toksisitas, meningkatnya efek samping antibiotik tersebut, dan biaya pengobatan yang meningkat (Kakkilaya, 2008).

Penggunaan obat yang tidak tepat, tidak efektif, tidak aman dan juga tidak ekonomis saat ini telah menjadi masalah dalam pelayanan kesehatan misalnya di Rumah Sakit, Puskesmas, praktek pribadi, maupun masyarakat luas (Depkes RI, 2000).

Penggunaan antibiotik secara rasional dilakukan dengan cara monitoring dan evaluasi penggunaan antibiotik di rumah sakit ataupun di pusat-pusat kesehatan masyarakat secara sistemis dan teratur, dan melakukan intervensi untuk mengoptimalkan penggunaan antibiotik (Wilianti, 2009).

(42)

ringan (batuk, pilek), gejala sedang (sesak, wheezing) bahkan sampai gejala yang berat (sianosis, pernapasan cuping hidung) (Riskesdas, 2013).

Salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan adalah ISPA. Kunjungan berobat yang disebabkan oleh ISPA sebanyak 40- 60 % di Puskesmas dan kunjungan berobat dibagian rawat jalan dan rawat inap rumah sakit 15- 30 % (Depkes RI, 2009).

Pasien ISPA sering kali mendapatkan pengobatan dengan antibiotik atas dasar gejala klinis saja tanpa melakukan uji diagnostik sederhana seperti biakan tenggorokan. Uji diagnostik diperlukan untuk menanggulangi suatu bakteri yang secara keliru dinyatakan sebagai penyebab infeksi (Shulman and Stanford, 1994).

Maka dari itu perlu dilakukan strategi penggunaan antibiotik untuk mencegah kejadian resitensi antibiotik akibat dari pola peresepan penggunaan antibiotik yang tidak tepat (Janknegt, et al., 2000).

Berdasarkan tingginya prevalensi penderita gangguan saluran pernapasan dan tingginya penggunaan antibiotik di pusat-pusat pelayanan kesehatan terutama pada pasien anak-anak yang terdiagnosis gangguan saluran pernapasan maka perlu dilakukan penelitian mengenai profil penggunaan antibiotik pada anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

(43)
(44)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

Kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1. Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1 Skema Parameter Pengamat

Profil Antibiotik Karakteristik Responden

1. Umur

2. Jenis Kelamin

Golongan Antibiotik 1.

2. Sefalosporin 3. Makrolida 4. Sulfonamida

Bentuk Sediaan Antibiotik 1. Sirup

(45)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015?

b. Golongan antibiotik apakah yang paling sering diresepkan pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015?

c. Bentuk sediaan apakah yang paling banyak diresepkan?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah:

a. Profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015 yaitu cukup tinggi.

b. Golongan antibiotik yang paling sering diresepkan pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015 yaitu amoksisilin.

(46)

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

b. Untuk mengetahui gambaran golongan antibiotik yang sering diresepkan pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

1.6Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini:

a. Memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam upaya mengoptimalkan penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015.

(47)

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

PASIEN ANAK DENGAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN DI PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

TAHUN 2015

ABSTRAK

Ketidaktepatan penggunaan antibiotik dipercaya akan mengakibatkan timbulnya resistensi, meningkatkan toksisitas, efek samping, dan biaya pengobatan yang meningkat. Infeksi saluran pernapasan telah menjadi alasan utama kunjungan pasien ke rumah sakit dan selanjutnya antibiotik banyak diresepkan untuk mengatasin keluhan ini pada pusat layanan kesehatan. Khusus untuk kunjungan dengan alasan ISPA cukup tinggi, dimana sebanyak 40- 60 %. Pasien ISPA sering kali mendapatkan pengobatan dengan antibiotik atas dasar gejala klinis.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan dan untuk mengetahui gambaran golongan antibiotik yang sering diresepkan pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif yaitu dengan mengumpulkan data–data rekam medis pasien anak di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015. Data yang dikumpulkan merupakan nomor catatan medik, identitas pasien, diagnosa, obat dan dosis yang digunakan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 pasien yang paling banyak menderita gangguan saluran pernapasan adalah pasien laki–laki 57 (63,33%) dan pasien perempuan 33 (36,65%). Berdasarkan usia pasien anak paling banyak pada usia 2-12 tahun sebanyak 55 pasien (61,11%). Selanjutnya usia 12-18 tahun yaitu 18 pasien (19,99%), dan bayi (1 bulan-2 tahun) 17 pasien (18,88%). Golongan antibiotik yang paling sering diresepkan adalah golongan penisilin yaitu amoksisilin (67,77%), diikuti oleh golongan sulfonamida kombinasi (sulfametoksazol kombinasi trimetoprim) yaitu kotrimoksazol (24,44%), golongan makrolida yaitu eritromisin (4,44%), dan golongan sefalosporin yaitu sefadroxil (3,33%).

(48)

ANTIBIOTICS PROFILE USE OF

CHILD PATIENT WITH RESPIRATORY TRACT DISORDERS AT PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

FOR YEAR OF 2015

ABSTRACT

Misuse of antibiotics is believed to lead to the emergence of resistance, increase toxicity, side effects, and treatment costs are rising. Respiratory tract infections have become a major reason for patient visits to a hospital, and later antibiotics prescribed to resolve the complaint at the health center, and due to respiratory tract infections is quite high, where as many as 40 to 60%. Respiratory tract infections patients often receive treatment with antibiotics on the basis of clinical symptoms.

The purpose of this study to determine the profile of antibiotic use in pediatric patients with respiratory disorders and to figure out that is frequently prescribed class of antibiotics in pediatric patients with respiratory disorders at Puskesmas Sukajaya Kota Sabang 2015.

This study used retrospective descriptive that collected data from pediatric medical records at Puskesmas Sukajaya Kota Sabang for years of 2015. Data collected included; number of medical record, patient identity, diagnosis, medicine, dosage that used. Data was collected and present in percentage, mean and table.

The results showed that of 90 patients who suffered most respiratory disorders are male patients 57 (63.32%) and 33 female patients (36.64%). Based on the patient's age most children at age 2-12 years as many as 55 patients (61.11%). Furthermore, aged 12-18 years is 18 patients (19.99%), and infants (1 month-2 years) 17 patients (18.88%). Class of antibiotics most commonly prescribed were penicillin class are amoxicillin (67.77%), followed by a class of sulfonamide combinations (combination of sulfamethoxazole trimethoprim) that cotrimoxazole (24.44%), class of macrolides is erythromycin (4.44%), and class cephalosporin that is cefadroxil (3.33%).

(49)

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK

DENGAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN

DI PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

TAHUN 2015

SKRIPSI

OLEH:

FERA SAFERA

NIM 131524129

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

(50)

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK

DENGAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN

DI PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

TAHUN 2015

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FERA SAFERA

NIM 131524129

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(51)

PENGESAHAN SKRIPSI

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK

DENGAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN

DI PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

TAHUN 2015

OLEH: FERA SAFERA NIM 131524129

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 15 Agustus 2016 Disetujui oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 197803142005011002 NIP 195103261978022001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc.,

Apt. Pembimbing II, NIP 197803142005011002

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. NIP 198005202005012006 NIP 197802152008122001

Dr. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 197806032005012004

Medan, September 2016 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(52)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “ Profil Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak dengan Gangguan Saluran Pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2015”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

(53)

Penulis mengucapkan terima kasih serta penghargaan yang tulus dan tak terhingga kepada suami tercinta Muslim, S.E., M.Si., atas do’a, motivasi, nasehat dan dukungan baik moril maupun materil. Untuk kedua anakku tersayang Fayza Afifatunnisa dan Ahmad Hazimul Fikri, kedua orang tua Armiasyah dan Almh. Suryati serta mertua Alm. Budiman dan Zubaidah yang telah mendukung dalam do’a restu. Penulis juga berterima kasih kepada Pemko Sabang-Aceh yang telah memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis, serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu atas do’a, motivasi, dukungan dan segala bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.

Medan, Agustus 2016 Penulis

(54)

SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini ,

Nama : Fera Safera

Nomor Induk Mahasiswa : 131524129

Program Studi : S1 Ekstensi Farmasi

Judul Skripsi : Profil Penggunaan Antibiotik pada Pasien Anak dengan Gangguan Saluran Pernapasan di

Puskesmas Sukajaya Kota Sabang Tahun 2015 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing. Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Agustus 2016 Yang membuat pernyataan,

(55)

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA

PASIEN ANAK DENGAN GANGGUAN SALURAN PERNAPASAN DI PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

TAHUN 2015

ABSTRAK

Ketidaktepatan penggunaan antibiotik dipercaya akan mengakibatkan timbulnya resistensi, meningkatkan toksisitas, efek samping, dan biaya pengobatan yang meningkat. Infeksi saluran pernapasan telah menjadi alasan utama kunjungan pasien ke rumah sakit dan selanjutnya antibiotik banyak diresepkan untuk mengatasin keluhan ini pada pusat layanan kesehatan. Khusus untuk kunjungan dengan alasan ISPA cukup tinggi, dimana sebanyak 40- 60 %. Pasien ISPA sering kali mendapatkan pengobatan dengan antibiotik atas dasar gejala klinis.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan dan untuk mengetahui gambaran golongan antibiotik yang sering diresepkan pada pasien anak dengan gangguan saluran pernapasan di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif yaitu dengan mengumpulkan data–data rekam medis pasien anak di Puskesmas Sukajaya Kota Sabang tahun 2015. Data yang dikumpulkan merupakan nomor catatan medik, identitas pasien, diagnosa, obat dan dosis yang digunakan. Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk persentase, nilai rata-rata dan tabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 pasien yang paling banyak menderita gangguan saluran pernapasan adalah pasien laki–laki 57 (63,33%) dan pasien perempuan 33 (36,65%). Berdasarkan usia pasien anak paling banyak pada usia 2-12 tahun sebanyak 55 pasien (61,11%). Selanjutnya usia 12-18 tahun yaitu 18 pasien (19,99%), dan bayi (1 bulan-2 tahun) 17 pasien (18,88%). Golongan antibiotik yang paling sering diresepkan adalah golongan penisilin yaitu amoksisilin (67,77%), diikuti oleh golongan sulfonamida kombinasi (sulfametoksazol kombinasi trimetoprim) yaitu kotrimoksazol (24,44%), golongan makrolida yaitu eritromisin (4,44%), dan golongan sefalosporin yaitu sefadroxil (3,33%).

(56)

ANTIBIOTICS PROFILE USE OF

CHILD PATIENT WITH RESPIRATORY TRACT DISORDERS AT PUSKESMAS SUKAJAYA KOTA SABANG

FOR YEAR OF 2015

ABSTRACT

Misuse of antibiotics is believed to lead to the emergence of resistance, increase toxicity, side effects, and treatment costs are rising. Respiratory tract infections have become a major reason for patient visits to a hospital, and later antibiotics prescribed to resolve the complaint at the health center, and due to respiratory tract infections is quite high, where as many as 40 to 60%. Respiratory tract infections patients often receive treatment with antibiotics on the basis of clinical symptoms.

The purpose of this study to determine the profile of antibiotic use in pediatric patients with respiratory disorders and to figure out that is frequently prescribed class of antibiotics in pediatric patients with respiratory disorders at Puskesmas Sukajaya Kota Sabang 2015.

This study used retrospective descriptive that collected data from pediatric medical records at Puskesmas Sukajaya Kota Sabang for years of 2015. Data collected included; number of medical record, patient identity, diagnosis, medicine, dosage that used. Data was collected and present in percentage, mean and table.

The results showed that of 90 patients who suffered most respiratory disorders are male patients 57 (63.32%) and 33 female patients (36.64%). Based on the patient's age most children at age 2-12 years as many as 55 patients (61.11%). Furthermore, aged 12-18 years is 18 patients (19.99%), and infants (1 month-2 years) 17 patients (18.88%). Class of antibiotics most commonly prescribed were penicillin class are amoxicillin (67.77%), followed by a class of sulfonamide combinations (combination of sulfamethoxazole trimethoprim) that cotrimoxazole (24.44%), class of macrolides is erythromycin (4.44%), and class cephalosporin that is cefadroxil (3.33%).

(57)

DAFTAR ISI

1.2 Kerangka Pikir Penelitian... 4

(58)

2.3.1 Definisi Antibiotik ... 14

2.3.2 Klasifikasi Antibiotik ... 14

2.4 Penggunaan Antibiotik Pada Infeksi Saluran Pernapasan ... 16

2.5 Prinsip Penggunaan Antibiotik Untuk Terapi Empiris Dan Definitif 20 2.6 Bentuk Sediaan Obat ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

3.1 Jenis Penelitian ... 23

3.2 Lokasidan Waktu Penelitian ... 23

3.3 Populasi dan Sampel ... 23

3.4 Defenisi Operasional ... 25

3.5 Teknik Pengambilan Data ... 26

3.6 Analisis Data ... 26

3.7 Langkah Penelitian ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Karakteristik Umum Pasien ... 28

4.1.1Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia ... 28

4.1.2 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29

4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Golongan ... 30

4.3 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

5.1 Kesimpulan ... 32

5.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 33

(59)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Usia ... 28 4.2 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 29 4.3 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Golongan ... 30 4.4 Distribusi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Bentuk Sediaan .. 31

(60)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(61)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Data Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Anak Dengan Gangguan

Gambar

Tabel 4.1 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan usia pasien
Tabel 4.2 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan jenis kelamin pasien
Tabel 4.3 Distribusi penggunaan antibiotik berdasarkan golongan

Referensi

Dokumen terkait

Di depan sudah dijelaskan bahwa faedah membaca shalawat yang paling besar manfaatnya adalah inthibâ‘u ash-shûrati Rasulillah ‘alâ qalb al-mushalli (tercetaknya

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas VI Sekolah Dasar Negeri 34 Pontianak Selatan, maka secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi

Rezza Faisal Rahman. 2015/2016.Hubungan Power Lengan dan Power tungkai Terhadap Hasil Smash Normal Bola Voli Putri MITRA KENCANA Semarang Tahun 2016. Skripsi Pendidikan

bullying , karena siswa yang melakukan bullying tidak hanya tejadi di lingkungan sekolah tetapi ada juga di luar sekolah. 7) upaya yang di gunakan untuk mengatasi hambatan-hambatan

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Jadi jika muncul pemikiran di dalam diri, kenapa saya bisa lahir sebagai anak dia, bukan yang lain, dengan tubuh ini, bukan dengan tubuh seperti itu, itu semua tergantung

“ Pengaruh Jabatan, Budaya Organisasi, Konflik Peran dan Kelebihan Peran sebagai Variabel Moderating terhadap Hubungan Kepuasan Kerja dengan Komitmen Organisasi

Pada penelitian ini terdapat hubungan yang bermakna antara kehamilan ganda dengan kegawatan nafas pada neonatus terjadi karena komposisi kehamilan ganda (gemelli) pada kelompok