PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM
DEVELOPMENT GOALS
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi
Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Mika Lestari Silitonga
NIM: 070200079
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM
DEVELOPMENT GOALS
SKRIPSI
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
Mika Lestari Silitonga
NIM: 070200079
DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
KETUA DEPARTEMEN
ARIEF, SH, M.HUM
NIP 196403301993031002
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
Dr. Mahmul Siregar SH, M.Hum
Deni Purba SH, LLM
NIP.197302202002121001
NIP.196808022003121002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Baik, atas kuasa dan
penyertaan-Nya yang telah memampukan penulis untuk menyelesaikan skripsi
yang berjudul “PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT
GOALS” ini sesuai dengan harapan.
Latar belakang penulisan skripsi ini tidaklah semata-mata demi
melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, tetapi Penulis juga ingin mengkaji dan memberikan
sumbangsih pemikiran dan gagasan tentang perlindungan hak anak Indonesia
terkhusus dalam bidang pendidikan dasar.
Penulis sadar bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih ada banyak
kesalahan dan ketidaksempurnaan, baik yang disebabkan oleh keterbatasan
kemampuan penulis maupun oleh perkembangan hukum internasional maupun
nasional atas perlindungan hak anak dalam pendidikan dasar yang berkembang
secara pesat dan luas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
dari pihak mana pun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan isi
skripsi ini.
Dengan penuh rasa hormat, penulis juga berterimakasih kepada semua
pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama proses penulisan
skripsi dan dalam kehidupan penulis, yakni:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc.(CTM), Sp.A(K).,
2. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas
Hukum USU, beserta seluruh jajaran pimpinan Fakultas Hukum USU;
3. Bapak Arief S.H., M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum
Internasional Fakultas Hukum USU;
4. Bapak Dr. Mahmul Siregar SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I
Penulis;
5. Bapak Deni Purba SH. LLM. selaku Dosen Pembimbing II Penulis;
6. Bapak Ramli Siregar SH. M.Hum. selaku Dosen Wali Penulis;
7. Seluruh dosen Fakultas Hukum USU yang telah membimbing dan
mengajar Penulis selama perkuliahan.
8. Seluruh civitas Fakultas Hukum USU: jajaran staf administrasi dan
seluruh pegawai Fakultas Hukum USU lainnya;
9. Keluarga penulis, Ayah dan Ibu tercinta, Inanguda, K’Ernita,
B’Slamet, K’Marlyn, B’Roy, B’Jimmy, K’Diana, B’Darmawan,
K’Rini, K’Nancy, B’Jefree, B’Daniel, K’Lena, K’Intan, B’Yanto,
K’Witha, B’Nico dan ponakan-ponakanku. Bersyukur memiliki
keluarga yang selalu penuh kasih dan perhatian. Terimakasih untuk
doa dan dukungan yang selama ini kalian berikan kepadaku. Aku
sayang kalian!!! God bless us ^_^
10.Sahabatku selamanya Olnes Yosefa Hutajulu, terimakasih atas
dukungan, perhatian, doa, kasih dan kesabaran yang luar biasa dalam
membantu dan mendampingi penulis;
11.Sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku Widya Astrini Fricilia
Simatupang “Luke”, dan Sahat “BayMonst” Sukses ya buat kita
semua! Terimakasih buat doa, dukungan, dan semangat yang selalu
kalian berikan kepadaku. Bersyukur punya orang-orang seperti kalian!
God bless us!!!
12.Adik kelompokku Lorensia Perangin-angin dan Putri Lestari yang
selalu menyemangatiku, terimakasih buat semua hal yang sudah kita
jalani bersama semoga tetap jadi sahabat selamanya dan tetap saling
membangun dalam kasih yang tulus. Love you sista!
13.Teman-teman stambuk 2007, Gabe Ferdinand terimakasih buat
dukungan yang diberikan kepadaku, terimakasih buat masa-masa sulit
yang telah dapat aku lewati dengan dukunganmu. Sukses ya Beb!
Hana Filia semangat ya Han! Diandes Siahaan, Trimakasih buat
perhatiannya . Gerard William, Christanti Silaban, Aries Shandy,
Andryanto Pasaribu, Indra Pasaribu, Hendry Wilam, Rendy Dachi,
Wawan tarigan, Meysi, Wheny, Sondang, Agnesthasia, Johanes Tare,
Josh Ht.Barat, Andy Sitorus, Samuel Lubis, dan lain-lain. Terimakasih
buat waktu yang sudah kita habiskan bersama-sama, dan buat setiap
kenangan selama perkuliahan.
14.Bung dan Sarinah GMNI Komisariat Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara. Khususnya teman-teman satu pengurusan tahun
2009/2010 tetap semangat dan tetap berintegritas sebagai pejuang
kaum marhaen. Jaya selalu dan marhaen pasti menang!!!
15.KMK UP FH berdirilah teguh dan jangan goyah di atas kebenaran
16.Semua orang yang sudah membantuku selama ini, Junita Gurning,
K’tetty, K’emmyli, Romina, Eliza, adik-adik stambukku, dan semua
yang tidak mungkin disebut satu-persatu. pada kesempatan ini saya
ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Medan, Juni 2011
Hormat Penulis
Mika Lestari Silitonga
Daftar Isi
Kata Pengantar ……… i
Daftar Isi ………..……. v
Abstraksi ………..… vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….……… 1
B. Perumusan Masalah ………... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ……….…….…... 10
D. Keaslian Penulisan ……….……..…… 11
E. Tinjauan Kepustakaan ………....….. 11
F. Metode Penelitian ……….……...…. 15
G. Sistematika ………...… 17
BAB II TINJAUAN HUKUM INTERNASIONAL DALAM MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS A. Aspek Hukum Internasional dalam Millennium Development Goals…... 20
1. Pengertian Hukum Internasional ……… 20
2. Sumber-sumber Hukum Internasional ……….……….. 23
3. Kedudukan Millennium Development Goals di Dalam Hukum Internasional ……….……..……31
C. Tujuan Millennium Development Goals “Pendidikan Dasar
untuk Semua” Sebagai Perwujudan Hak Asasi Manusia ……….… 42
BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ATAS
PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA
A. Perlindungan Hak Anak Atas Pendidikan Dasar di Indonesia
ditinjau dari Hukum Nasional ………...……49
B. Masalah dan Hambatan dalam Pewujudan Perlindungan
Hak Anak Indonesia atas Pendidikan Dasar ……… 60
C. Kebijakan Perlindungan Hak Anak Indonesia Atas Pendidikan
Dasar ……….….. 65
BAB IV PERLINDUNGAN HAK ANAK ATAS PENDIDIKAN DASAR
DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS
A. Implementasi Perlindungan Hak Anak dalam Memperoleh
Pendidikan Dasar di Indonesia ………..74
B. Indikator Pencapaian Target dan Tujuan Millennium Development
Goals dalam Bidang Pendidikan Dasar di Indonesia ………..…. 82
C. Implementasi Tujuan Millenium Development Goals Terhadap
Perlindungan Hak Anak Atas Pendidikan Dasar di Indonesia ……….... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……….. 94
B. Saran ……….… 96
PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM
DEVELOPMENT GOALS
*) Dr. Mahmul Siregar SH. M.Hum
**) Deni Purba SH. LLM ***) Mika Lestari Silitonga
ABSTRAKSI
Anak adalah sumber daya manusia potensial yang diharapkan akan meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan melanjutkan proses pembangunan dimasa yang akan datang. Perwujudan anak-anak sebagai generasi muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya terkhusus dalam bidang pendidikan. Millennium Development Goals sebagai suatu bentuk Deklarasi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa mencantumkan pendidikan dasar sebagai bagian dari tujuan pembangunan milenium yang harus dicapai oleh setiap negara pada tahun 2015. Ketentuan ini menetapkan agar setiap orang dapat mengecap pendidikan, setidak-tidaknya pendidikan dasar dengan menjadikan pendidikan sebagai hak semua orang dan merupakan sebuah bagian integral dalam upaya pengentasan kemiskinan. Kegagalan dalam memberikan perlindungan terhadap hak anak atas pendidikan berpengaruh terhadap gagalnya pemenuhan aspirasi pembangunan dunia sebagaimana yang telah disusun dalam berbagai dokumen internasional. Keadaan yang demikian menimbulkan beberapa masalah yaitu bagaimana kedudukan Millennium Development Goals dari segi hukum internasional dalam memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dasar? Secara khusus di negara Indonesia, bagaimana perlindungan hak anak dalam mendapatkan pendidikan dasar oleh peraturan perundang-undangan maupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia? Serta dalam kaitannya dengan hukum internasional, bagaimanakah perlindungan hak anak Indonesia dalam mendapatkan pendidikan dasar ditinjau dari Millennium Development Goals?
Metode penulisan yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, jurnal hukum, internet, instrumen hukum internasional dan nasional serta hasil tulisan lainnya yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan dari penyusunan karya ilmiah ini.
negara. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap negara yang meratifikasi Konvensi Hak Anak, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, serta Millennium Development Goals wajib melakukan dua tugas sekaligus, yaitu komitmen resmi untuk menerapkan aturan-aturan konvensi, dan kemauan untuk menerima ukuran-ukuran penerapan yang diawasi secara internasional.
Kata Kunci: Perlindungan Hak Anak atas Pendidikan, Millennium Development Goals
*) Dosen Pembimbing I **) Dosen Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Anak merupakan suatu bagian dari masyarakat yang memerlukan
pemeliharaan dan perlindungan secara khusus serta tidak dapat dilepaskan dari
bantuan orang dewasa pada tahun-tahun permulaan kehidupannya. Dalam
kehidupan bermasyarakat, ketidakberdayaan yang dimiliki oleh anak-anak
menjadikan mereka sering dipandang sebagai kelompok usia belia yang bodoh
maka perlu diajar; tidak bertanggungjawab maka perlu didisiplinkan; belum
matang maka perlu dididik; tidak mampu maka perlu dilindungi; dan sebagai
sumber daya anak-anak sering dimanfaatkan.1 Anak-anak berhak atas semua hak
dan kebebasan yang sepenuhnya sama dengan orang dewasa. Tetapi hal tersebut
tidak cukup karena anak-anak memerlukan kerangka perlindungan tambahan yang
kondusif dengan kesejahteraan mereka.2
Peraturan perundang-undangan tidak ada yang memuat secara tegas
tentang batasan usia seseorang masih dikatakan sebagai anak. Beda peraturan
perundang-undangan beda pula batasan usia yang dimuat. Berdasarkan Konvensi
Hak-Hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa
(PBB) pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun
1990, bagian 1 pasal 1 yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang
berusia di bawah 18 tahun, sedangkan menurut World Health Organization
1
Robert Chambers, Partisipasi dan Anak-anak, (dalam) Tim Read Book, ed., Anak-anak Membangun Kesadaran Kritis (Stepping Forward, alih bahasa H. Prabowo, Nur Cholis), Read Book, Yogyakarta, 2002, hal xi
(WHO) batasan usia anak antara 0-19 tahun. Peraturan perundang-undangan
Indonesia juga tidak memuat secara tegas mengenai batasan usia seorang anak.
Misalnya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pasal 330 menentukan
bahwa yang dikatakan belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 tahun dan
belum kawin, pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menentukan bahwa
anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 tahun, pasal 1 ayat 2
Undang-Undang nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa
anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah
kawin, Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam
Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia
18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Terlepas dari ketentuan mengenai batasan usia anak dalam peraturan
perundang-undangan, anak adalah sumber daya manusia potensial yang
diharapkan akan meneruskan cita-cita perjuangan bangsa dan melanjutkan proses
pembangunan dimasa yang akan datang. Perwujudan anak-anak sebagai generasi
muda yang berkualitas, berimplikasi pada perlunya pemberian perlindungan
khusus terhadap anak-anak dan hak-hak yang dimilikinya sehingga anak-anak
mampu mengemban tanggungjawabnya dalam masyarakat.
Dalam bentuknya yang paling sederhana perlindungan anak
mengupayakan agar setiap hak anak tidak dirugikan. Perlindungan anak bersifat
melengkapi hak-hak lainnya yang secara inter alia3
3 Inter Alia merupakan sebuah ungkapan Latin yang secara harfiah berarti “antara lain”.
Hal ini biasanya dipergunakan dalam bahasa inggris terutama dalam hukum. Lihat Webster’s New World Law Dictionary, http://law.yourdictionary.com. Diakses Senin, 20 Desember 2010
menerima apa yang mereka butuhkan sehingga anak-anak dapat bertahan hidup,
berkembang dan tumbuh.4
Hak adalah tuntutan yang dapat diajukan seseorang terhadap orang lain
sampai kepada batas-batas pelaksanaan hak tersebut.5 Hak asasi manusia adalah
hak hukum yang dimiliki setiap orang sebagai manusia.6
Hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia. Hal ini dapat
dijumpai dalam hukum hak asasi manusia domestik yang memberikan penegasan
bahwa setiap individu termasuk anak merupakan subjek dari hak. Gagasan
mengenai hak anak ini muncul sejak berakhirnya Perang Dunia I sebagai reaksi
atas penderitaan yang timbul akibat dari bencana peperangan terutama yang
dialami oleh kaum perempuan dan anak-anak. Hak-hak anak pada umumnya lebih
fokus pada aspek legalitas dari hak-hak anak yang secara resmi tertulis dalam
piagam atau konvensi maupun undang-undang.
Hak-hak asasi manusia
bersifat universal dan dimiliki setiap orang sejak seseorang tersebut berada dalam
kandungan sampai meninggal, tanpa pembedaan seperti ras, agama, warna kulit,
jenis kelamin, kewarganegaraan, maupun status yang lain. Hak asasi manusia
dilindungi oleh instrumen internasional dan hukum nasional banyak negara di
dunia.
7
Sejarah penetapan hak-hak anak dimulai sejak tahun 1923 yakni dengan
dibuatnya 10 Pernyataan Hak-hak Anak (Declaration of The Rights of The Child)
4 Dan O’Donnel, Perlindungan Anak, Sebuah Panduan bagi Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, (Child Protection, a handbook for Parlementarians, alih bahasa Agus Ryanto), Jakarta, UNICEF, 2006, hal. 3
5 C. de Rover, To Serve & To Protect Acuan Universal Penegakan HAM (To Serve & to
Protect: Human Rights and Humanitarian Law for Police and Security Forces, alih bahasa Supardan Mansyur), Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 47
6 C. de Rover, Ibid.
oleh seorang tokoh perempuan yang bernama Eglantyne Jebb.8 Yakni seorang
aktivis perempuan yang mendirikan organisasi anak yakni “Save the Children”
pada tahun 1919 atas keprihatinannya terhadap situasi buruk yang dialami oleh
perempuan serta anak-anak akibat perang dan bencana. Adapun Pernyataan Hak
Anak yang dikemukakan oleh Eglantyne Jebb mencakup hak anak atas: nama dan
kewarganegaraan, kebangsaan, persamaan dan non-diskriminasi, perlindungan,
pendidikan, bermain, rekreasi, hak akan makanan, kesehatan dan hak
berpartisipasi dalam pembangunan.9 Rancangan deklarasi hak anak ini kemudian
diadopsi oleh lembaga Save the Children Fund International Union.10
Rancangan deklarasi hak anak yang dibuat oleh Eglantyne Jebb pada tahun
1924 kemudian diadopsi secara internasional oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB)
dalam Deklarasi Jenewa tentang Hak Asasi Anak, dan pada tahun 1946
Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk United Nations Children’s Fund
(UNICEF) untuk memberikan bantuan darurat kepada anak-anak di Eropa sesudah perang dunia ke dua.
11
Pada tahun 1959 Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan
mengenai hak anak yang merupakan deklarasi internasional kedua bagi hak anak. Hak asasi anak kemudian mengalami kemajuan
pertama dengan dikeluarkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada
tahun 1948. Hal ini merupakan suatu peristiwa penting dalam sejarah hak asasi
manusia, dan beberapa hal menyangkut hak khusus bagi anak-anak tercakup
dalam deklarasi ini.
8 Remaja Aulia (Remalia), Aku Anak Dunia: Bacaan Hak-hak Anak bagi Anak, Penerbit
Yayasan Aulia, Jakarta, 2002, hal. 8
9 Sejarah Hak Anak, http://dewananaksoe.wordpress.com. Diakses Rabu, 22 Desember
2010
10 Supriady W. Eddyono, Pengantar Konvensi Hak Anak, lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, Jakarta, 2005, hal. 1
Pada saat dicanangkannya Tahun Anak Internasional tahun 1979, pemerintah
Polandia mengajukan usul bagi perumusan suatu dokumen yang meletakkan
standar internasional bagi pengakuan terhadap hak-hak anak dan mengikat secara
yuridis. Inilah awal perumusan Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of
the Child). Tahun 1989 rancangan Konvensi Hak Anak diselesaikan dan pada tanggal 20 Nopember 1989 naskah akhir tersebut disahkan dengan suara bulat
oleh Majelis Umum PBB.
Salah satu hak anak yang dimuat oleh Konvensi Hak Anak adalah hak
anak dalam mendapatkan pendidikan. Hak anak atas pendidikan ini diatur dalam
Pasal 28 dan Pasal 29 Konvensi Hak Anak pasal ini memuat ketentuan bahwa:
Pasal 28
(1) Negara-negara pihak mengakui hak anak atas pendidikan, dan dengan
tujuan mencapai hak ini secara progresif dan berdasarkan kesempatan yang sama, mereka harus, terutama:
a. Membuat pendidikan dasar diwajibkan dan terbuka bagi semua
anak;
b.Mendorong perkembangan bentuk-bentuk pendidikan menengah
yang berbeda-beda, termasuk pendidikan umum dan pendidikan kejuruan, membuat pendidikan-pendidikan tersebut tersedia dan dapat dimasuki oleh setiap anak, dan mengambil langkah-langkah yang tepat seperti memperkenalkan pendidikan cuma-cuma dan menawarkan bantuan keuangan jika dibutuhkan;
c. Membuat pendidikan yang lebih tinggi dapat dimasuki oleh semua
anak berdasarkan kemampuan dengan setiap sarana yang tepat;
d.Membuat informasi pendidikan dan kejuruan dan bimbingan
tersedia dan dapat dimasuki oleh semua anak;
e. Mengambil langkah untuk mendorong kehadiran yang tetap di
sekolah dan penurunan angka putus sekolah
(2) Negara-negara pihak harus mengambil semua langkah yang tepat
untuk menjamin bahwa disiplin sekolah dilaksanakan dalam cara yang sesuai dengan martabat manusia si anak dan sesuai dengan Konvensi ini.
(3) Negara-negara pihak harus meningkatkan dan mendorong kerja sama
metode-metode mengajar modern. Dalam hal ini, perhatian khusus harus diberikan pada kebutuhan-kebutuhan negara-negara sedang berkembang.
Pasal 29
(1) Negara-negara pihak bersepakat bahwa pendidikan anak harus
diarahkan ke:
a. Pengembangan kepribadian anak, bakat-bakat dan kemampuan
mental dan fisik pada potensi terpenuh mereka;
b. Pengembangan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan dasar dan prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
c. Pengembangan penghormatan terhadap orang tua anak, jati diri
budayanya sendiri, bahasa dan nilainya sendiri terhadap nilai-nilai nasional dari negara di mana anak itu sedang bertempat tinggal, negara anak itu mungkin berasal dan terhadap peradaban-peradaban yang berbeda dengan miliknya sendiri;
d. Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam
suatu masyarakat yang bebas, dalam semangat saling pengertian, perdamaian, tenggang rasa, persamaan jenis kelamin, dan persahabatan antara semua bangsa, etnis, warga negara dan kelompok agama, dan orang-orang asal pribumi;
e. Pengembangan untuk menghargai lingkungan alam.
(2) Tidak satu pun bagian dari pasal ini atau pasal 28 dapat ditafsirkan
sehingga mengganggu kebebasan orang-orang dan badan-badan untuk membuat dan mengarahkan lembaga-lembaga pendidikan, dengan selalu tunduk pada pentaatan prinsip-prinsip yang dinyatakan dalam ayat 1 pasal ini dan pada persyaratan-persyaratan bahwa pendidikan yang diberikan dalam lembaga-lembaga tersebut harus memenuhi standar minimum seperti yang mungkin ditentukan oleh negara yang bersangkutan.
Pendidikan merupakan suatu bagian dari hak asasi manusia. Hal ini jelas
tercantum dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diterima dan
diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 10
(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang
seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian.
(3) Orangtua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang
akan diberikan kepada anak-anak mereka.
Perkembangan selanjutnya dari perlindungan hak anak atas pendidikan
dapat ditemui dalam Millennium Development Goals. Millennium Development
Goals dibentuk pada September 2000 dengan perwakilan dari 189 negara dunia yang menandatangani sebuah deklarasi yang disebut sebagai Millennium
Declaration (Deklarasi Milenium). Deklarasi Milenium merupakan sebuah bentuk komitmen dari negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan
kemiskinan. 12 Deklarasi Milenium ini memuat 8 poin tujuan yang harus dicapai
oleh negara-negara sebelum tahun 2015. Delapan poin ini tergabung dalam suatu
tujuan yang di Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium.13
1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem
Adapun delapan poin yang menjadi bagian dari Millennium Development
Goals yaitu:
12
Peter Stalker, Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia, Cetakan Kedua, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional , Jakarta, 2008, hal. 2
13 Dyah Ratih Sulistyastuti, Pembangunan Pendidikan dan MDGs di Indonesia: Sebuah
2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
3. Mendorong kesetaraan gender dan perempuan
4. Menurunkan angka kematian anak
5. Meningkatkan kesehatan ibu
6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria dan penyakit lainnya
7. Memastikan kelestarian lingkungan
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
Pendidikan merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan yang baik bertujuan untuk memberikan kemampuan bagi setiap
orang untuk berkompetisi dengan orang lain dalam mendapatkan kehidupan yang lebih
baik. Namun dalam kenyataannya masih banyak negara di dunia yang memiliki tingkat
buta huruf yang tinggi. Tingkat buta huruf yang tinggi dalam suatu negara menunjukkan
komitmen negara yang kurang dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya.
Hal inilah yang kemudian menjadikan pendidikan sebagai salah satu bagian dari
Millennium Development Goals. Ketentuan dalam Millennium Development Goals ini menetapkan agar setiap orang dapat mengecap pendidikan, setidak-tidaknya pendidikan
dasar. Dicantumkannya pendidikan sebagai bagian dari Millennium Development Goals
bertujuan untuk menjadikan pendidikan sebagai hak semua orang dan merupakan bagian
integral dari upaya pengentasan kemiskinan.14
14 Ade irawan, Buruk Wajah Pendidikan Dasar: Riset Kepuasan Warga atas Pelayanan
Pendidikan Dasar di Jakarta, Garut dan Solo, Indonesia Corruption Watch, Jakarta, 2006, hal. 19
Indonesia sebagai salah satu negara yang meratifikasi Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia, Konvensi Hak Anak, dan Deklarasi Milenium mempunyai kewajiban
secara yuridis untuk mengimplementasikan konvensi dan deklarasi tersebut ke dalam
ketentuan-ketentuan wilayah hukum nasional agar bersifat mengikat juga terhadap
individu dan badan-badan swasta. Terkhusus dalam hal pendidikan dasar yang berkaitan
dengan anak-anak, dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional diamanatkan bahwa pemerintah berkewajiban memenuhi hak setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
Kegagalan melindungi hak-hak anak merupakan suatu ancaman bagi
pembangunan nasional dan memiliki pengaruh negatif serta akibat yang harus dibayar,
serta terus terbawa sampai anak-anak tersebut menjadi individu yang dewasa. Keadaan
anak-anak yang terus mengalami kekerasan, abuse dan eksploitasi menunjukkan bahwa
dunia gagal memenuhi kewajibannya terhadap anak-anak. Hal ini juga berpengaruh
terhadap gagalnya pemenuhan aspirasi pembangunan dunia sebagaimana yang telah
disusun dalam dokumen-dokumen internasional seperti Deklarasi Milenium dengan
Millennium Development Goals-nya.
Dengan melihat pentingnya perlindungan anak dalam mendapatkan pendidikan
dasar sebagai modal pembangunan suatu bangsa, maka penulis tertarik untuk menulis dan
menyusun skripsi dengan judul: PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM DEVELOPMENT
GOALS.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis merumuskan beberapa
1. Bagaimana kedudukan Millennium Development Goals dari segi hukum
internasional dalam hal memberikan perlindungan terhadap anak-anak dalam
mendapatkan pendidikan dasar?
2. Bagaimana perlindungan hak anak dalam mendapatkan pendidikan dasar
di Indonesia?
3. Bagaimana perlindungan hak anak Indonesia dalam mendapatkan
pendidikan dasar ditinjau dari Millennium Development Goals?
C.
Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan
penulisan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kedudukan Millennium Development Goals dari
segi hukum internasional dalam memberikan perlindungan terhadap
anak-anak dalam mendapatkan pendidikan dasar.
2. Untuk mengetahui produk hukum maupun kebijakan yang diterapkan
pemerintah sebagai bentuk perlindungan terhadap hak anak dalam
mendapatkan pendidikan dasar di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hak anak Indonesia dalam
mendapatkan pendidikan dasar apabila ditinjau dari Millennium
Development Goals
Manfaat penulisan yang diharapkan diperoleh dari skripsi ini adalah
sebagai berikut:
Secara teoritis, diharapkan pembahasan terhadap masalah-masalah
yang diangkat dan dibahas mampu melahirkan pemahaman mengenai
kedudukan Millennium Development Goals dalam hukum internasional
serta peranannya dalam melindungi hak anak atas pendidikan.
2. Secara Praktis
Secara praktis, skripsi ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi para
pihak akademisi dalam menambah wawasan pengetahuan terutama di
bidang hukum internasional.
D.
Keaslian Penulisan
Skripsi yang mengangkat judul “Perlindungan Hak Anak Indonesia atas
Pendidikan Dasar ditinjau dari Millennium Development Goals” ini adalah
merupakan karya ilmiah yang belum pernah diangkat menjadi judul skripsi di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun skripsi ini
berdasarkan referensi dari buku-buku, media cetak dan elekronik, serta
sumber-sumber hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan hak anak atas
pendidikan.
E.
Tinjauan Kepustakaan
Anak sebagai bagian dari masyarakat merupakan generasi muda yang
memiliki potensi yang besar serta mempunyai tanggungjawab untuk meneruskan
cita-cita dan perjuangan bangsa. Untuk dapat melaksanakan tanggungjawabnya,
maka setiap anak harus mendapat perlindungan dari negara. Perlindungan yang
perlindungan hak anak dalam setiap usaha pembangunan dan kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah.
Perlindungan hak anak tidak saja hanya menjadi isu bagi anak di negara
tertentu, tetapi sudah menjadi sebuah isu yang melekat bagi setiap anak disetiap
negara dunia. Perlindungan anak bertalian erat dengan semua aspek kesejahteraan
anak dan tidak hanya pada bidang tertentu karena seringkali seorang anak yang
sama rentan terhadap kurang gizi dan penyakit, keluar dari sekolah dan besar
kemungkinan diperlakukan salah dan dieksploitasi. Oleh karena itu, perlindungan
anak merupakan suatu bagian integral dari pembangunan suatu bangsa.
Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan
sebagai sebuah hal atau perbuatan yang bertujuan untuk memperlindungi yang
menyebabkan seseorang atau sesuatu ditempatkan di bawah sesuatu.15
Hak dapat diartikan sebagai sesuatu yang benar; milik/kepunyaan;
kewenangan; kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh
undang-undang); atau kekuasaan untuk menuntut sesuatu.16
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,
dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara.
Anak dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2000 pasal 1 tentang
Perlindungan Anak diartikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
17
15 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, 2000, hal 674
Hak anak adalah sesuatu kehendak yang dimiliki oleh anak yang
dilengkapi dengan kekuatan yang diberikan oleh sistem hukum atau tertib hukum
kepada anak yang bersangkutan.18
Perlindungan anak berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja
oleh Prayuana Pusat pada Mei 1977 diartikan sebagai:
19
a. Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang
maupun lembaga pemerintah dan swasta yang bertujuan untuk
mengusahakan pengamanan, penguasaan, pemenuhan kesejahteraan
fisik, mental dan sosial anak dan remaja yang sesuai dengan
kepentingan dan hak asasinya.
b. Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh
perorangan, keluarga, masyarakat dan badan-badan pemerintah dan
swasta untuk pengamanan, pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan
rohaniah dan jasmaniah anak berusia 0-21 tahun, tidak dan belum
pernah menikah, sesuai dengan hak asasi dan kepentingannya agar
dapat mengembangkan dirinya seoptimal mungkin.
Sedangkan yang dimaksud dengan perlindungan anak dalam
Undang-undang adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
17 Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak 18
Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, PT. Grasindo, Jakarta, 2000, hal. 29
19 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.20
Pendidikan Dasar dalam Wikipedia diartikan sebagai sebuah jenjang
pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak.
Kata Indonesia dalam skripsi ini menunjukkan pembahasan yang
dikhususkan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
21
Pendidikan dasar menurut M. Nasrudin adalah pendidikan umum yang
lamanya sembilan tahun, diselenggarakan selama enam tahun disekolah dasar dan
tiga tahun di sekolah lanjutan tingkat pertama atau satuan pendidikan yang
sederajat, dengan tujuan untuk memberikan bekal kemampuan dasar kepada
peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
masyarakat, warga negara, dan anggota umat manusia.22
Perlindungan mengenai pendidikan ini juga merupakan bagian dari
Deklarasi Milenium yang ditandatangani oleh 189 negara anggota PBB pada
tahun 2000. Millennium Development Goals adalah delapan tujuan pembangunan
Jadi pendidikan dasar adalah sebuah jenjang pendidikan umum yang
menurut ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia ditempuh
dalam waktu sembilan tahun, yakni enam tahun ditingkat dasar dan tiga tahun di
tingkat sekolah menengah pertama ataupun sederajat, yang bertujuan untuk
memberikan pengetahuan dasar kepada anak-anak usia 6-15 tahun.
20 Undang-Undang nomor 23 tahun 2000 tentang Perlindungan Anak
21 Wikipedia, Pendidikan Dasar, http://id.wikipedia.org. Diakses Rabu, 22 Desember
2010
22 M. Nasruddin Anshoriy Ch, Pembayun (G.K.R.), Pendidikan Berwawasan
yang didasarkan pada prinsip pemenuhan hak dasar bagi setiap warga negara serta
diupayakan untuk dicapai oleh masyarakat internasional pada tahun 2015.
Delapan kesepakatan dalam Millennium Development Goals tersebut adalah:
1. Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan (eradicate extreme poverty and
hunger).
2. Mencapai pendidikan dasar untuk semua (achieve universal primary
education)
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan (promote
gender equality and empower women)
4. Menurunkan Angka Kematian anak (reduce child mortality).
5. Meningkatkan kesehatan Ibu (increase maternal health)
6. Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (combat HIV/AIDS,
malaria and other diseases)
7. Memastikan kelestarian lingkungan hidup (ensure environment
sustainability).
8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan (develop a global
partnership for development).
F.
Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum yuridis normatif
karena penelitiannya dilakukan atas norma-norma hukum yang berlaku, apakah
2. Metode Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan. Sumber data diperoleh dari:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum mengikat yang
termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional sesuai pasal 38
ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional. Dalam Tulisan ini
mencakup: perjanjian/konvensi internasional, kebiasaan internasional,
prinsip-prinsip hukum umum internasional, dan putusan pengadilan
maupun doktrin.
Selain sumber-sumber hukum internasional, penulisan skripsi ini juga
mempergunakan peraturan perundang-undangan yang terdapat di
Indonesia seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun peraturan
di tingkat yang lebih rendah.
2. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, yakni: buku hukum, termasuk skripsi, tesis, dan
disertasi hukum dan jurnal hukum, serta kamus hukum.
3. Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, mencakup:
a. Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
terhadap hukum primer dan sekunder.
b. Bahan-bahan primer, sekunder, dan tertier (penunjang) diluar
3. Analisis Data
Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya
merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan
hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisis data, yaitu:
a. Memilih ketentuan-ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum
yang mengatur masalah perlindungan hak anak atas
pendidikan.
b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum
nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif.
G.
Sistematika
Guna mempermudah penulis dalam penguraian skripsi ini, penulis
membuat sistematikanya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi pengantar yang didalamnya terurai mengenai latar
belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, dilanjutkan
dengan tujuan dan manfaat penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan
BAB II : TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DALAM
MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS
Bab ini menguraikan tentang pengertian hukum internasional,
sumber-sumber hukum internasional, kedudukan Millennium
Development Goals dalam hukum Internasional, pengaturan hukum internasional tentang hak anak, serta perwujudan
Millennium Development Goals dalam pendidikan dasar untuk semua sebagai perwujudan hak asasi manusia.
BAB III : PERLINDUNGAN TERHADAP HAK ANAK ATAS
PENDIDIKAN DASAR DI INDONESIA
Bab ini menguraikan tentang perlindungan hak anak atas
pendidikan dasar di Indonesia ditinjau dari hukum nasional yang
berlaku di Indonesia, masalah dan hambatan yang menjadi
penghalang dalam perwujudan perlindungan hak anak atas
pendidikan serta kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh stake
holder dalam menyikapi hambatan dan masalah perwujudan hak anak atas pendidikan dasar di Indonesia.
BAB IV : PERLINDUNGAN HAK ANAK INDONESIA ATAS
PENDIDIKAN DASAR DITINJAU DARI MILLENNIUM
DEVELOPMENT GOALS
Bab ini membahas tentang implementasi perlindungan hak anak
dalam memperoleh pendidikan dasar di Indonesia melalui
juga akan membahas mengenai indikator pencapaian target dan
tujuan Millennium Development Goals dalam bidang pendidikan
dasar di Indonesia serta implementasi tujuan Millennium
Development Goals terhadap perlindungan hak anak atas pendidikan dasar di Indonesia.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab akhir ini, penulis mengambil kesimpulan terhadap
pembahasan mulai dari BAB I sampai dengan BAB IV, dan juga
memberikan saran-saran yang mungkin berguna bagi
perkembangan pembahasan tentang perlindungan hak anak atas
BAB II
TINJAUAN UMUM HUKUM INTERNASIONAL DALAM
MILLENNIUM DEVELOPMENT GOALS
A.
Aspek Hukum Internasional dalam Millennium Development Goals
1.
Pengertian Hukum Internasional
Profesor Charles Cheney Hyde dalam J.G Starke menyatakan bahwa
hukum internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum-hukum yang
untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku
yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan
karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka
secara umum.23
Definisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan
lengkap dari maksud, tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya
tidak dapat diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan
negara. Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum
internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan
berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional,
hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan
negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan
dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan
23 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih
kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat
internasional.24
Selanjutnya peraturan-peraturan hukum internasional tertentu diperluas
kepada orang-perorangan dan satuan-satuan bukan negara sepanjang hak dan
kewajiban mereka berkaitan dengan masyarakat internasional dari negara-negara.
Hukum internasional antara lain menetapkan aturan-aturan tentang hak-hak
wilayah dari negara (berkaitan dengan darat, laut, dan ruang angkasa),
perlindungan lingkungan internasional, perdagangan dann hubungan komersial
internasional, penggunaan kekerasan oleh negara, dan hukum hak asasi manusia
serta hukum humaniter.
25
Para sarjana banyak membahas tentang kedudukan hukum internasional
sebagai bagian dari ilmu hukum. Para sarjana tersebut ada yang berpendapat
bahwa hukum internasional tidak dapat digolongkan kedalam kelompok ilmu
hukum tetapi hanya sekedar moral internasional yang tidak mengikat secara
positif, dan ada sarjana yang menyatakan bahwa hukum internasional merupakan
hukum positif yang sudah terbukti menyelesaikan atau mengatur
persoalan-persoalan dunia bahkan ada pendapat yang menyatakan hukum internasional
sebagai “world law” atau hukum dunia yang didalamnya ada jaringan, sistem
serta mekanisme dari suatu pemerintahan dunia yang mengatur
pemerintah-pemerintah dunia.26
24
J.G Starke, Ibid.
25 C. de Rover, Loc. Cit. hal. 4
26 A.Masyhur Effendi, Tempat Hak-hak Asasi Manusia dalam Hukum
Internasional/Nasional, Penerbit Alumni, Bandung, 1980, hal. 1
Perbedaaan pendapat para sarjana ini disebabkan oleh cara pandang yang
berbeda dalam melihat kedudukan hukum internasional. Hukum internasional
selalu diasosiasikan dengan pemerintahan dalam arti nasional, sehingga ketiadaan
alat-alat atau sistem yang sama seperti negara akan menyebabkan hukum
internasional selalu dipandang tidak mempunyai dasar serta selalu
diperdebatkan.27
Hukum internasional mengikat secara hukum. Kekuatan mengikat hukum
internasional ditegaskan dalam dalam Piagam Pembentukan Organisasi
Perserikatan Bangsa-bangsa, yang dirumuskan di San Fransisco tahun 1945.
Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas legalitas yang
sebenarnya dari hukum internasional. Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam
ketentuan-ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada
piagam, dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan “ untuk
memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian
yang diajukan kepadanya.” Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir
yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1
Agustus 1975.28
Meskipun hukum internasional mengikat secara hukum, namun pada
faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah (weak law).29
27 A. Masyhur Effendi, Ibid, hal. 2 28 J. G. Starke, Loc. Cit. hal. 22 29 J. G. Starke, Op. Cit. hal. 23
Dalam
sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan
keputusan-keputusannya kepada negara-negara, tidak ada badan legislatif
negara-negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk
melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta
keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yurisdiksi wajib
universal untuk menyelesaikan sengketa-sengketa hukum antar negara-negara.
Meskipun hukum internasional merupakan hukum yang lemah, namun
negara-negara tetap percaya bahwa hukum internasional itu ada. Sebagai negara
yang berdaulat serta menjunjung tinggi martabatnya terdapat kewajiban moral
bagi suatu negara untuk menghormati hukum internasional dan secara umum
mematuhinya. Negara-negara mematuhi hukum internasional karena kepatuhan
tersebut diperlukan untuk mengatur hubungannya antara satu dengan yang lain
dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.30
Hukum internasional tidak memiliki badan legislatif internasional untuk
membuat ketentuan-ketentuan yang mengatur secara langsung kehidupan
masyarakat internasional. Satu-satunya organisasi internasional yang kira-kira
melakukan fungsi legislatif adalah Majelis Umum PBB. Tetapi resolusi yang
dikeluarkannya tidak mengikat kecuali yang menyangkut kehidupan organisasi
internasional itu sendiri.
31
Memang ada konferensi-konferensi internasional yang
diselenggarakan dalam kerangka PBB untuk membahas masalah-masalah tertentu,
tetapi tidak selalu merumuskan law-making treaties.32
2.
Sumber-sumber Hukum Internasional
30 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Global, Cetakan Ketiga, Alumni, Bandung, 2001, hal. 2-3
31 Boer mauna, Ibid. hal.8 32
Sumber hukum dipakai pertama sekali pada arti dasar berlakunya hukum.
Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat,
yakni sebagai sumber hukum material yang menerangkan apa yang menjadi
hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional. 33
a. dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional;
Sumber hukum internasional dapat diartikan sebagai:
b. metode penciptaan hukum internasional;
c. tempat diketemukannya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang
dapat diterapkan pada suatu persoalan konkrit.34
Sumber hukum ada 2 jenis yakni:
a. Sumber hukum materil: dapat didifenisikan sebagai bahan-bahan aktual
yang dipergunakan oleh seorang ahli hukum internasional untuk
menentukan kaidah hukum yang berlaku terhadap suatu peristiwa atau
situasi tertentu. 35
b. Sumber hukum Formal: merujuk kepada bukti-bukti baik secara umum
maupun khusus yang menunjukkan bahwa hukum tertentu telah diterapkan
dalam suatu kasus tertentu. Dari sebuah hukum materiil inilah isi dari
sebuah hukum bisa ditemukan.36
33 Mochtar Kusumaatmadja, Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Cetakan
pertama, Bandung, P.T. Alumni, 2003, hal. 113
34 Yordan gunawan, “Pengantar Hukum Internasional”, http://telagahati.wordpress.com.
Diakses Senin, 20 Desember 2010
35 J. G. starke, Op. Cit. hal. 42
36 Benny setianto, “Sumber hukum internasional”, http://bennysetianto.blogspot.com.
Dalam hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis
sumber hukum internasional dalam arti formal yakni pasal 7 Konvensi Den Haag
XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di
Laut (International Prize Court) dan dalam pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam
Mahkamah Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah
Internasional Perampasan Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan
jumlah ratifikasi yang diperlukan tidak tercapai, sehingga sumber hukum
internasional yang dipakai pada masa sekarang hanya pasal 38 Piagam Mahkamah
Internasional .37
Pasal 38 ayat (1) dari Piagam Mahkamah Internasional (International
Court of Justice) menyatakan bahwa Mahkamah yang memiliki fungsi untuk memutus sesuai dengan hukum internasional yang diajukan kepadanya, akan
memberlakukan sumber-sumber hukum sebagai berikut:
38
a. Konvensi internasional, baik umum maupun khusus, yang membentuk
aturan-aturan yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang
bersengketa;
b. Kebiasaan internasional, sebagai bukti praktek umum yang diterima
sebagai hukum;
c. Asas-asas hukum umum yang diterima oleh bangsa-bangsa yang beradab;
d. Tunduk kepada ketentuan pasal 59, putusan pengadilan dan ajaran para
ahli yang sangat memenuhi syarat dari berbagai negara sebagai sarana
pelengkap bagi penentuan aturan hukum.
Urutan penyebutan sumber hukum dalam pasal 38 ayat (1) Piagam
Mahkamah Internasional tidak menunjukkan urutan pentingnya masing-masing
sumber hukum itu sebagai sumber hukum formal, karena hal ini sama sekali tidak
diatur oleh pasal 38.39 Pasal 38 mengklasifikasikan sumber hukum internassional
formal kedalam 2 bagian yaitu sumber hukum pokok bagi pembentukan hukum
internasional dibagian a sampai dengan bagian c, dan sumber hukum tambahan
atau pelengkap pada bagian d. Hal ini berarti bahwa sarana-sarana utama (a-c)
diperlukan, dan bahwa sarana pelengkap (d) hanya memiliki efek yang memenuhi
kualifikasi dan atau efek penjelasan.40
a. Konvensi Internasional / Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja diartikan
sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan
bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu. 41
Perjanjian internasional sebagai sumber hukum dibagi atas dua golongan
yakni dalam bentuk treaty contract dan law making treaties. Apabila dilihat dari
segi fungsinya sebagai sumber hukum, sumber hukum formal merupakan law
making yang artinya menimbulkan hukum. Treaty contract dimaksudkan sebagai suatu bentuk perjanjian dalam hukum perdata, hanya mengakibatkan hak dan
39 Mochtar Kusumaatmadja, Op. Cit. hal. 115 40 C. de Rover, Op. Cit. hal 6
kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu dan pihak ketiga
umumnya tidak dapat ikut serta dalam perjanjian ini. Seperti perjanjian
perbatasan, perjanjian perdagangan dan perjanjian pemberantasan penyelundupan.
Law making treaties diartikan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat internasional sebagai keseluruhan. Seperti
Konvensi Perlindungan Korban Perang, Konvensi Hukum Laut dan Konvensi
Wina tentang Hubungan Diplomatik. Perjanjian law making treaties selalu
terbuka bagi pihak lain yang sebelumnya tidak turut serta karena yang diatur
dalam perjanjian ini adalah suatu hal yang umum mengenai semua anggota
masyarakat internasional.42
Sedangkan konvensi internasional sebagai sumber hukum internasional
menurut Boer Mauna adalah konvensi yang berbentuk law making treaties yaitu
perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dan ketentuan
yang berlaku secara umum. 43
Treaty Contract menurut J. G. Starke tidak secara langsung menjadi sumber hukum internasional. Namun demikian, treaty contract ini diantara
peserta atau penandatangan dapat menjadi hukum yang khusus.
Perjanjian-perjanjian demikian dapat memberi arahan kepada perumusan ketentuan hukum
internasional melalui pemberlakuan prinsip-prinsip yang mengatur kaidah Dalam law making treaties ini negara-negara
bersepakat merumuskan secara komprehensif prinsip-prinsip dan ketentuan
hukum yang akan merupakan pegangan bagi negara-negara tersebut dalam
melaksanakan kegiatan dan hukumnya satu sama lain.
kebiasaan. Pemberlakuan treaty contract sebagai sumber hukum internasional
harus memperhatikan 3 ketentuan yakni:44
1. Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum kebiasaan internasional yang maksudnya sama.
2. Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya diantara
sejumlah peserta terbatas kemudian kaidah yang dimuat dalam perjanjian tersebut digeneralisasikan dengan adanya penerimaan
3. Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti
mengenai adanya suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan yang berdiri sendiri.
b. Kebiasaan internasional
Viner’s Abrigent menyatakan kebiasaan sebagaimana dimaksudkan oleh
hukum, adalah suatu adat istiadat yang telah memperoleh kekuatan hukum.45
Dalam pasal 38 ayat (1) Mahkamah Internasional, kebiasaan internasional
dirumuskan sebagai “bukti praktik umum yang diterima sebagai hukum”. Hal ini
berarti bahwa persyaratan utama bagi pembentukan “kebiasaan” adalah adanya
“praktik umum” dalam hubungan antar negara.46
Kebiasaan internasional yang menjadi sumber hukum internasional harus
memenuhi unsur material dan unsur psikologis, yakni kenyataan adanya kebiasaan
yang bersifat umum dan diterimanya hukum internasional tersebut sebagai
hukum. Kebiasaan internasional sebagai suatu kebiasaan umum memerlukan
adanya suatu pola tindak yang berlangsung lama, yang merupakan serangkaian
tindakan yang serupa mengenai hal dan keadaan yang serupa serta bersifat umum
dan bertalian dengan hubungan internasional. Kebiasaan internasional ini juga
harus memenuhi suruhan kaidah atau kewajiban hukum.47
c. Asas-asas Hukum Umum
Asas hukum umum menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah asas hukum
yang mendasari sistem hukum modern yakni sistem hukum positif yang
didasarkan atas asas dan lembaga hukum negara barat yang untuk sebagian besar
didasarkan atas asas dan lembaga hukum romawi.48
Keberadaan asas hukum umum sebagai sumber hukum internasional
mempunyai arti penting bagi pertumbuhan dan perkembangan hukum
internasional sebagai sistem hukum positif. Sumber hukum ini berperan dalam hal
mahkamah tidak dapat menyatakan non liquest yakni menolak mengadili perkara
karena tiadanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan. Dengan
demikian kedudukan mahkamah internasional sebagai badan yang membentuk
dan menemukan hukum baru diperkuat oleh sumber hukum ini.
Prinsip-prinsip umum hukum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian
besar hukum nasional negara-negara yang menjadi salah satu sumber hukum
internasional menunjukkan bahwa hukum internasional sebagai suatu sistem
hukum merupakan sebagian dari suatu sistem hukum keseluruhan yang lebih
besar.
49
d. Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan dan pendapat para ahli seperti yang telah dikemukakan
sebelumnya merupakan suatu sumber hukum tambahan. Artinya keputusan
pengadilan dan pendapat para sarjana dapat dikemukakan untuk membuktikan
adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan
atas sumber primer, namun tidak dapat mengikat atau menimbulkan kaidah
hukum. Hal dikarenakan oleh sistem peradilan menurut Piagam Mahkamah
Internasional yang tidak mengenal asas keputusan pengadilan yang mengikat (rule
of binding precedent). 50
Putusan peradilan mempunyai peranan yang cukup penting dalam
membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional. Sehubungan
dengan sumber hukum ini, Mahkamah juga diperbolehkan untuk memutuskan
suatu perkara secara ex aequo et bono yaitu keputusan yang bukan atas
pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasar prinsip-prinsip keadilan dan
kebenaran. 51
3.
Kedudukan Millennium Development Goals di Dalam
Hukum Internasional
Millennium Development Goals atau yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Tujuan Pembangunan Milenium merupakan paradigma
pembangunan global yang telah disepakati secara internasional oleh 189 negara
anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Konferensi Tingkat Tinggi Milenium
Perserikatan Bangsa-Bangsa September 2000 lalu. Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa kemudian melegalkannya ke dalam Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 18 September 2000 tentang Deklarasi
Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (A/RES/55/2. United Nations Millennium
Declaration).
Lahirnya Millennium Development Goals melalui Deklarasi Milenium
merupakan buah perjuangan panjang negara-negara berkembang dan sebagian
negara maju. Deklarasi ini menghimpun komitmen para pemimpin dunia untuk
menangani isu perdamaian, keamanan, pembangunan, hak asasi, dan kebebasan
fundamental dalam satu paket.
Millennium Development Goals berisi ketentuan yang didasarkan pada semangat pemenuhan hak dasar warga negara. Hal ini dapat dilihat dari
sebahagian besar target Millennium Development Goals yang didasarkan pada
Human Development index yang terdiri dari tiga indikator, yaitu pencapaian
pembangunan bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi.52
Konsep Millennium Development Goals muncul dengan pemikiran bahwa
ada beberapa hal yang membuat masyarakat menjadi tetap rentan (vulnerable) dan
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga ditetapkan delapan tujuan
beserta target–target indikator yang diharapkan mampu membantu mereka keluar
dari persoalan–persoalan yang sangat mendasar dalam keterbelakangan tersebut.
53
52
Diah Ratih Sulistyastuti, Op. Cit. hal.18
53 Sri Suryani, Tujuan Pembangunan Milenium/ Millennium Developmet Goals (MDGs
Adapun 8 tujuan pembangunan yang disusun dalam Millennium
Development Goals itu adalah:
1. Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan Ekstrem
Target:
a. Menurunkan proporsi penduduk yang hidup dibawah garis
kemiskinan menjadi setengahnya antara 1990-2015
b. Menyediakan seutuhnya pekerjaan yang produktif dan layak,
terutama untuk perempuan dan kaum muda.54
2. Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua
Target: Memastikan bahwa pada 2015 semua anak dimanapun,
laki-laki maupun perempuan akan bisa menyelesaikan pendidikan dasar
secara penuh.55
3. Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan
Target: menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan
dasar dan lanjutan, lebih baik pada 2005, dan disemua jenjang
pendidikan paling lambat tahun 2015.56
4. Menurunkan angka kematian anak
Target: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya
antara 1990-2015.57
5. Meningkatkan Kesehatan Ibu
Target:
a. Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya antara
1990-2015
b. Mencapai dan menyediakan akses kesehatan reproduksi untuk
semua pada 2015.58
6. Memerangi HIV dan AIDS, malaria serta penyakit lainnya
Target:
a. Menghentikan dan memulai membalikkan tren penyebaran HIV
dan AIDS pada 2015.
b. Tersedianya akses universal untuk perawatan terhadap HIV/AIDS
bagi yang memerlukan pada 2010
c. Menghentikan dan mulai membalikkan kecenderungan persebaran
malaria dan penyakit-penyakit utama lainnya pada 2015.59
7. Memastikan kelestarian lingkungan
Target:
a. Memadukan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan
dalam kebijakan dan program setiap negara serta mengakhiri
kerusakan sumber daya alam.
b. Mengurangi laju hilangnya keragaman hayati, dan mencapai
pengurangan yang signifikan pada 2010
c. Menurunkan separuh proporsi penduduk yang tidak memiliki
akses yang berkelanjutan terhadap air minum yang aman
dikonsumsi dan sanitasi dasar pada 2015.
d. Pada tahun 2020 telah mencapai perbaikan signifikan dalam
kehidupan setidaknya 100 juta penghuni kawasan kumuh.60
8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan
Target:
a. Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem
keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan
manajemen yang jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan
tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional.
b. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara tertinggal,
dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan
kepulauan-kepulauan kecil.
c. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai
masalah utang negara-negara berkembang.
d. Mengembangkan usaha produktif yang baik dijalankan untuk
kaum muda.
e. Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya
penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama
teknologi informasi dan komunikasi. 61
Millennium Development Goals menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama. Pencapaian dalam pelaksanaan program ini dilakukan
dengan tenggang waktu dan kemajuan yang terukur serta didasarkan atas
konsensus dan kemitraan global. Millennium Development Goals juga senantiasa
menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan pekerjaan
rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung upaya tersebut
melalui pembiayaan bagi negara yang berkembang.
Dalam melaksanakan program-program Millennium Development Goals,
Perserikatan Bangsa-bangsa menggunakan United Nation Development Program
(UNDP) yang mempunyai tugas sebagai penghubung dan mengkoordinasikan
berbagai upaya di tingkat nasional dan global.
Ada 4 (empat) strategi utama United Nation Development Program untuk
mencapai Millennium Development Goals yaitu:
1. Mengintegrasikan Millennium Development Goals ke dalam berbagai
aspek dari kerja-kerja badan PBB di tingkat negara, termasuk
61 Fact Sheet LKI Down to earth, Tujuan Pembangunan Milenium, www.dte@gn.apc.org. Diakses
menciptakan panduan baru untuk menilai dan menyusun pembangunan
satu negara.
2. Mendampingi negara-negara berkembang didalam menyiapkan
laporan Millennium Development Goals yang menggambarkan
perkembangan dalam mencapai tujuan tersebut bekerjasama dengan
badan-badan PBB, Bank Dunia, International Monetary Fund (IMF),
organisasi non pemerintah dan pihak-pihak yang relevan lainnya.
3. Mendukung proyek milenium (Millennium Project) dan kampanye
milenium (Millennium Campaign) untuk membangun dukungan publik
terhadap Millennium Development Goals.
4. Mendukung upaya-upaya advokasi berdasarkan strategi negara dan
kebutuhan setiap negara. Negara-negara maju akan difokuskan kepada
perdagangan, dana, teknologi untuk mendukung Millennium
Development Goals sementara negara-negara berkembang membangun koalisi untuk aksi dan mendorong pemerintah untuk memprioritaskan
dan menggunakan sumber daya secara efektif untuk mendukung
pencapaian Millennium Development Goals.62
Millennium Development Goals dalam hukum internasional sering disebut sebagai “hukum yang lemah” (soft law). Hal ini dapat dilihat dari kedudukan
Millennium Development Goals sebagai sebuah pernyataan komitmen dari negara-negara untuk memberikan perlindungan dasar terhadap warganegara-negaranya. Oleh
karena itu Deklarasi Milenium yang dibentuk oleh negara-negara anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa ini hanya berbentuk himbauan moral dan tidak
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum bagi tiap negara untuk
melaksanakannya.
Millennium Development Goals sebagai soft law memang sangat berbeda dengan perintah-perintah tetap yang berlaku di dalam setiap organisasi penegak
hukum. Walaupun Deklarasi Milenium ini tidak memiliki sifat hukum yang
mengikat secara kaku, muatan dari Millennium Development Goals sangat relevan
dengan praktik-praktik penegakan hukum dan karena pertimbangan ini maka
pematuhan terhadap deklarasi millennium sangat dianjurkan.
B.
Pengaturan Hukum Internasional Mengenai Perlindungan Hak
Anak
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan
masyarakat untuk menciptakan suatu kondisi yang mendukung setiap anak dapat
melaksanakan hak dan kewajibannya. Hal ini ditujukan agar setiap anak dapat
melalui masa pertumbuhannya secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Respon
terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik, diketahui oleh semua pihak
di semua tataran agar perlindungan hak-hak anak dihormati dan diterapkan ke
semua anak di segala keadaan tanpa adanya diskriminasi.
Perlindungan anak diatur dalam peraturan perundang-undangan, dimana
hal ini bertujuan untuk memberi jaminan terhadap anak-anak bahwa hak dan
kewajiban mereka dilindungi oleh hukum. Kepastian hukum perlu diusahakan
yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan
perlindungan anak.63
Sejarah perlindungan anak Internasional seperti yang telah dikemukakan
dalam bab pendahuluan, dimulai dengan adanya pernyataan hak-hak anak oleh
Eglantyne Jebb semenjak tahun 1923, pada tahun 1924 Deklarasi tentang Hak-hak
Anak internasional yang pertama diadopsi oleh Liga Bangsa-Bangsa. Hal ini
kemudian diikuti dengan perkembangan instrumen-instrumen hak-hak azasi
manusia berikutnya dari Perserikatan Bangsa-bangsa, seperti Deklarasi Universal
Hak–hak Azasi Manusia 1948, dan instrumen-instrumen regional seperti
Deklarasi Amerika tentang Hak-hak dan Kewajiban Manusia yang dibuat pada
tahun yang sama mengakui secara lebih umum hak manusia untuk bebas dari
kekerasan, abuse64, dan ekploitasi. Hak-hak ini berlaku bagi setiap orang
termasuk anak-anak dan dikembangkan lebih jauh dalam instrumen-instrumen
seperti Kovenan Internasional tentang Hak-hak Politik dan Hak-hak Sipil 1966.65
Konvensi Hak Anak mengatur secara detail tentang hak asasi anak dan
tolak ukur yang harus dipakai pemerintah secara utuh dalam implementasi hak Konvensi Hak Anak yang diadopsi oleh Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa pada tahun 1989 merupakan sebuah instrumen hukum
internasional yang secara eksplisit meletakkan dasar-dasar mengenai hak-hak
anak secara khusus dan istimewa. Konvensi Hak Anak ini merupakan perjanjian
hak-hak asasi manusia yang paling luas diratifikasi dalam sejarah.
63 Maidin Gultom, Op. Cit hal. 33
64 Abuse adalah perilaku yang dirancang untuk mengendalikan dan menaklukkan manusia
yang lain melalui penggunaan ketakutan, penghinaan, dan lisan atau fisik. “Abuse means To mistreat or neglect a person, particularly as to one for whom the actor has special responsibility by virtue of a relationship, e.g., spouse, child, elderly parent, or one for whom the actor has undertaken a duty of care, e.g., nurse-patient”, http://www.yourdictionary.com. Diakses Senin, 20 Desember 2010
azasi anak di negara masing-masing. Konvensi Hak Anak lahir dari sistem hukum
dan nilai-nilai tradisional yang pluralis, dan oleh karenanya Konvensi Hak Anak
menjadi sebuah instrumen yang tidak begitu banyak dipersoalkan dan
diperdebatkan oleh negara-negara anggota PBB. Ia mencerminkan hak dasar anak
dimanapun di dunia ini: hak untuk hidup, berkembang, terlindungi dari pengaruh
buruk, penyiksaan dan eksploitasi serta hak untuk berpartisipasi secara utuh dalam
lingkup keluarga, kehidupan budaya dan sosial.66
Konvensi Hak Anak tidak meninggalkan keraguan mengenai fakta bahwa
anak berhak atas hak dan kebebasan yang sama dengan orang dewasa. Selain hal
tersebut, dalam Konvensi Hak Anak dapat ditemukan beberapa prinsip yang
menjadi pedoman bagi negara peratifikasi dalam membuat peraturan perlindungan
anak, yaitu: 67
1. Prinsip atas Hak Kelangsungan Hidup dan Tumbuh Kembang.
Setiap anak memiliki hak yang melekat atas kehidupan dan negara wajib
menjamin kelangsungan hidup serta perkembangan anak sampai batas
maksimal.
2. Prinsip Non Diskriminasi.
Semua hak yang diakui dan terkandung di dalam Konvensi Hak Anak
harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun,