• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein Diet)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Performans Ayam Broiler yang Diberi Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum (Performance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Protein Diet)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Performans Ayam

Broiler

yang Diberi Berbagai

Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum

(

Perf ormance of Broiler Applied by Various Levels of Animal Prot ein Diet )

Yunilas*

*) St af Pengaj ar Pr og. St udi Pet er nakan, FP USU.

Abst ract : The pur pose of t hi s r esear ch i s want ed t o know t he ef f ect of appl i cat i on var i ous l evel of ani mal pr ot ei n di et t o Per f or mance of br oi l er . Thi s exper i ment was ar r anged by compl et el y r andom desi gn (CDR) whi ch consi st 4 t r eat ment s and 6 r epl i cat i ons. Ther ef or e, t her e wer e 24 exper i ment uni t s, and t her e wer e 5 DOC f or each exper i ment uni t . The par amet er s i n t hi s exper i ment ar e f eed consumpt i on, body wei ght gai n and f eed conver si on. Resul t of t hi s exper i ment showed t hat f eed consumpt i on and body wei ght gai n of R3 (3/ 12 of ani mal pr ot ei n) di et was hi ghl y si gni f i cant (P<0. 01) gr eat er t han ot her r at i ons. Feed conver si on of R1 (5/ 12 of ani mal pr ot ei n) and R2 (4/ 12 of ani mal pr ot ei n) di et wer e l ower si gni f i cant t han R4 (2/ 12 of ani mal pr ot ei n) but not si gni f i cant t o R3 (3/ 12 of ani mal pr ot ei n) di et .

Key words: Di et , ani mal pr ot ei n, f eed consumpt i on, body wei ght gai n, f eed conver si on.

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap performans ayam br oi l er. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan. Dengan demikian diperoleh 24 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri dari 5 ekor ayam. Parameter yang diukur adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan pada ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0.01) lebih tinggi dibanding ransum lainnya. Konversi ransum pada ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani) nyata lebih rendah dibanding ransum R4 (2/12 bagian protein hewani), namun tidak berbeda nyata dengan R3 (3/12 bagian protein hewani).

Kata kunci: Ransum, protein hewani, konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum.

Pendahuluan

Dalam menyusun ransum ayam br oi l er, yang perlu diperhatikan adalah protein ransum di samping zat-zat makanan lainnya. Protein ransum biasanya bersumber dari protein nabati dan protein hewani. Protein hewani lebih unggul dari pada protein nabati karena protein hewani lebih berimbang dalam kandungan asam-asam amino esensialnya, seperti l i si n dan met hi oni n. Adanya kombinasi dari sumber protein yang berasal dari protein hewani dan nabati diharapkan keseimbangan zat-zat makanan yang dibutuhkan dapat dipenuhi karena adanya saling melengkapi di antara kekurangan tersebut.

Tepung ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang sering digunakan. Tepung ikan digunakann dalam ransum ayam biasanya berkisar 10-15 % atau sepertiga bagian protein ransum berasal dari protein hewani (Anggorodi, 1985). Penggunaan tepung ikan

yang lazim diberikan (10-15% atau sepertiga bagian protein hewani dari total protein ransum) tidak selalu diperoleh pertumbuhan yang baik. Protein ransum yang dianjurkan pada ayam br oi l er adalah 22% (Scott, 1982), jika tepung ikan yang digunakan sebanyak 10-5 % dalam ransum maka ransum akan mengandung 6-9 % protein hewani atau 1/3 bagian protein ransum berasal dari protein hewani (bila protein tepung ikannya 60%) dan sisanya 13-16% protein nabati atau 2/3 bagian protein ransum berasal dari protein nabati.

(2)

hewani karena protein nabati harganya relatif lebih murah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap Performans ayam br oi l er meliputi konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung, selama 6 minggu. Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam broiler final stock Arbo Acres (CP 707) berumur sehari (DOC) sebanyak 120 ekor.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 6 ulangan, sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 5 ekor ayam.

Penelitian menggunakan 4 macam ransum perlakuan yang masing-masing:

R1 = Ransum yang mengandung 5/12 bagian protein hewani dari total protein ransum. R2 = Ransum yang mengandung 4/12 bagian protein hewani dari total protein ransum. R3 = Ransum yang mengandung 3/12 bagian protein hewani dari total protein ransum. R4 = Ransum yang mengandung 2/12 bagian protein hewani dari total protein ransum.

Kebutuhan protein dipenuhi dangan mengkombinasikan protein hewani dengan protein nabati, yaitu dengan menurunkan tingkat protein hewani sampai 2/12 bagian dari total protein ransum atau menurunkan taraf tepung ikan sampai 6% dari total susunan ransum.

Tabel 1. Susunan Ransum Percobaan

Bahan Pakan R1 R2 R3 R4

Total 100.0 100.0 100.0 100.0 Protein (%) 22.28 22.15 22.03 22.18 EM (kkal/kg) 3,027.

53

Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum. Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah dianalisis dengan sidik ragam yang menggunakan model matematik (Steel dan Torrie, 1981): Yijk = μ +

αi + εij.

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Ransum

Berdasarkan analisis statistik ternyata pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap konsumsi ransum. Guna mengetahui perbedaan antara perlakuan terhadap konsumsi ransum maka dilakukan uji jarak berganda Duncan (Tabel 3).

Tabel 3. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum Terhadap Konsumsi Ransum

Ayam Broiler

Keterangan: Huruf yang berbeda menujukkan perbedaan sangat nyata

(P<0.01).

Hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa konsumsi ransum ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan oleh palatabilitas ransum R1 relatif sama dengan R2 dan R4.

(3)

Konsumsi ransum pada R3 (3/12 bagian protein hewani) sangat nyata, lebih tinggi bila dibanding dengan ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R4 (2/12 bagian protein hewani). Adanya perbedaan konsumsi ransum pada ayam, umumnya ditentukan oleh palatabilitas dari ransum tersebut. Ransum dengan palatabilitas yang tinggi akan dikonsumsi lebih banyak dan sebaliknya (Scahaible, 1979). Selanjutnya dijelaskan Appleby, dkk. (1992) bahwa yang menentukan palatabilitas ransum diantaranya adalah bau dan rasa dari ransum tersebut. Dalam penelitian ini ransum perlakuan mempunyai bau yang berbeda yang disebabkan oleh adanya perbedaan kadar tepung ikan (protein hewani) dalam ransum.

Ternyata ransum R3 dengan protein hewani 3/12 bagian (9% tepung ikan), mungkin mempunyai bau yang paling disenangi oleh ayam sehingga konsumsi lebih banyak. Dengan berkurangnya protein hewani (tepung ikan) dalam ransum seperti pada R4, memperlihatkan konsumsi ransum yang rendah. Begitupula dengan meningkatnya penggunaan protein hewani (tepung ikan) dalam ransum seperti pada R1, yang mungkin mempunyai bau lebih tajam sehingga ransum yang dikonsumsi lebih rendah dibanding R3.

Bila dilihat dari segi rasa, mungkin ransum mempunyai rasa yang berbeda sebagai akibat dari penggunaan tepung ikan (protein hewani), dan mungkin yang paling disenangi yaitu ransum R3 yang mengandung tepung ikan 9% (protein hewani 3/12 bagian) dalam ransum.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan merupakan manifestasi dari pertumbuhan yang dicapai selama penelitian. Sesuai pendapat Soeharsono (1976), bahwa pertambahan bobot badan merupakan tolok ukur yang lebih mudah untuk memberi gambaran yang jelas mengenai pertumbuhan.

Berdasarkan analisis statistik, ternyata pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum berpengaruh sangat nyata (P<0.01) terhadap pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan maka dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Tabel 4.

Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam Ransum Terhadap Pertambahan Bobot

Badan Ayam Broiler

Perlakuan

Dari hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan pertambahan bobot badan ayam br oi l er yamg diberi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani). Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata disebabkan kualitas ransum yang dikonsumsi tidak berbeda nyata, sehingga pertambahan bobot badan yang dicapai pun tidak berbeda nyata.

Pertambahan bobot badan pada ayam br oi l er yang diberi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani) sangat nyata lebih tinggi bila dibanding dengan ayam br oi l er yang diberi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Pertambahan bobot badan yang lebih tinggi pada ayam yang diberi ransum R2 dan R3 disebabkan kualitas ransum yang dikonsumsi lebih baik, sehingga pertambahan bobot badan yang dicapai lebih baik bila dibanding dengan R4. Selanjutnya, pertambahan bobot badan ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ayam br oi l er yang diberi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani), walaupun ransum R1 kualitasnya lebih baik dari pada ransum R4. Hal ini disebabkan ransum R1 yang dikonsumsi berkurang sehingga zat-zat makanan yang diserap pun ikut berkurang. Oleh sebab itu, pertambahan bobot badan pada R1 tidak berbeda nyata dengan R4.

Bila dilihat dari kandungan zat-zat makanan susunan ransum maka ransum R1, R2, R3, dan R4 terdiri atas berbagai tingkat protein hewani dengan total protein relatif sama, namun pertambahan bobot badan yang dicapai berbeda. Ternyata pertambahan bobot badan yang baik dicapai bukan ditentukan oleh kadar protein kasarnya, melainkan oleh kelengkapan asam-asam amino dalam ransum sesuai dengan kebutuhan dan juga jumlah ransum yang dikonsumsi.

(4)

ikan) masih dapat menghasilkan pertambahan bobot badan yang sama baiknya dengan ransum R1(5/12 bagian protein hewani atau 15 % tepung ikan) dan ransum R2 (4/12 bagian protein hewani atau 12 % tepung ikan)

Konversi Ransum

Konversi ransum mempunyai arti dan nilai ekonomis yang menentukan bagi kepentingan usaha karena merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan dan pertambahan bobot badan yang dihasilkan. Makin kecil angka konversi yang dihasilkan berarti semakin baik. Konversi ransum perlu diperhatikan karena erat hubungannya dengan biaya produksi karena dengan bertambah besarnya konversi ransum berarti biaya produksi pada setiap satuan bobot badan akan bertambah besar.

Berdasarkan analisis statistik ternyata pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap pertambahan bobot badan. Untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan pemberian berbagai tingkat protein hewani dalam ransum terhadap konversi ransum maka dilakukan uji jarak berganda Duncan.

Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani Dalam

Ransum Terhadap Konversi Ransum

Perlakuan Konversi

Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (P<0.05).

Dari hasil uji jarak berganda Duncan menunjukkan bahwa konversi ransum ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan konversi ransum R2 (4/12 bagian protein hewani) dan R3 (3/12 bagian protein hewani). Hal ini ada kaitan antara konsumsi ransum yang dihabiskan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan pada ransum R1, R2, dan R3 tidak berbeda nyata sehingga konversi ransum yang dicapai pun tidak berbeda nyata.

Konversi ransum pada ayam br oi l er yang diberi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani) ternyata lebih efisien dari pada ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan karena ayam br oi l er yang mendapat perlakuan pemberian ransum dengan tingkat protein hewani 5/12 bagian (R1) dan

4/12 bagian R2 mengkonsumsi ransum yang dapat mengimbangi peningkatan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi sehingga akhirnya dapat menghasilkan konversi ransum lebih baik. Selanjutnya, rataan konversi ransum R4 (2/12 bagian protein hewani) lebih jelek dibanding konversi ransum R1 (5/12 bagian protein hewani) dan R2 (4/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan ransum yang dikonsumsi tidak diimbangi dengan pertambahan bobot badannya sehingga didapat suatu nilai konversi ransum yang paling jelek. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Sibbald,dkk. (1960) bahwa konversi ransum meningkat dengan meningkatnya konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan.

Konversi ransum pada ayam br oi l er yang diberi ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) tidak berbeda nyata dengan ransum R4 (2/12 bagian protein hewani). Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum yang dihabiskan dibandingkan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan tidak berbeda sehingga konversi ransum yang dicapai pun tidak berbeda nyata.

Bila dilihat dari besarnya konversi ransum yang diperoleh pada semua perlakuan masih dalam batas wajar. Ini sesuai dengan yang dikemukakan Scoot, dkk. (1982) bahwa konversi ransum ayam br oi l er selama 6 minggu pertama berkisar 1.7–2.0.

Kesimpulan

Konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ayam br oi l er yang diberi ransum R3 (3/12 bagian protein hewani) lebih tinggi dibanding ransum R1(5/12 bagian protein hewani), R2(4/12 bagian protein hewani), dan R4(2/12 bagian protein hewani). Konversi ransum pada ayam br oi l er yang diberi ransum R1(5/12 bagian protein hewani) dan R2(4/12 bagian protein hewani) lebih tinggi dibanding ransum R4(2/12 bagian protein hewani), namun tidak berbeda dengan ransum R3(3/12 bagian protein hewani).

Daftar Pustaka

Anggorodi, R. 1985. Kemaj uan Mut akhi r Dal am Il mu Makanan Ter nak Unggas. Jakarta: Universitas Indonesia.

Appleby, M. C., B. O. Hughes, and H. A. Elson. 1992. Poul t r y Pr oduct i on Syst ems. Melksham: Redwood Press Ltd.

(5)

Scott, M. L., M. C. Nesheim and R. J. Young. 1982. Nut r i t i on of Chi cken. Third Edition. Ithaca, New York: M. L. Scott and Associates. 598.

Sibbald, L. R., S. J. Slinger and Ashton. 1960. The Influence of Dietary Calorie: Protein Ration on The Weight Gain and Feed Eficiency of Growing Chicks. Poul t r y Sci . 40: 308: 312.

Soeharsono. 1976. Respon Br oi l er Ter hadap Ber bagai Kondi si Li ngkungan. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.

Stell, R. G. D. and J. H. Torrie. 1981. Pr i nci pl es and pr ocedur es of St at i st i cs. A Biometrical Approach. International Studient Ed. Tokyo: Mc Graw-Hill

Gambar

Tabel 3. Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Berbagai Tingkat Protein Hewani

Referensi

Dokumen terkait

Organisasi harus membuat kompensasi dan sepaket kesejahteran untuk para karyawan semenarik mungkin sehingga dapat menimbulkan hubungan pertukaran sosial yang saling

Tujuan: Menganalisis pengaruh penambahan kayu manis terhadap pH, tingkat kecerahan (L*), aktivitas antioksidan, gula total dan organoleptik yang meliputi warna,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antifungi ekstrak lengkuas merah, jahe, dan kunyit terhadap aktivitas jamur Candida albicans.. Selain itu juga

Kepala Sekolah berasal dari dua kata, yaitu”kepala” dan “sekolah”. Kata “kepala” dapat diartikan ketua atau pemimpin organisai atau lembaga. Sedangkan “sekolah”

1) Sistem pendukung keputusan pengadaan raw material pembuatan mie instan menggunakan metode AHP ini menjadi bagian dari proses penentuan pengambilan keputusan raw material

Kesimpulan dari penelitian ini adalah (a) Tindak pidana yang dapat dikategorikan tindak pidana yang bersifat pelanggaran administratif, yaitu perbuatan yang

SMA Negeri 1 Piyungan merupakan lembaga pendidikan Sekolah Menengah Atas yang menjadi sasaran bagi pelaksanaan PPL UNY 2013. SMA Negeri 1 Piyungan berlokasi di

Joni (2017) juga melakukan penelitian dengan hasil bahwa, 1) pengusaha laundry pria mempunyai sikap negatif terhadap atribut- atribut produk yaitu harga, merk, kemasan, promosi