• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Unit Pelaksana Fungsional Kesehatan Jiwa Masyarakat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Melalui Kegiatan Family Gathering Dalam Upaya Meningkatkan Peran Serta Keluarga Dalam Proses Kesembuhan Pasien

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Unit Pelaksana Fungsional Kesehatan Jiwa Masyarakat Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat Melalui Kegiatan Family Gathering Dalam Upaya Meningkatkan Peran Serta Keluarga Dalam Proses Kesembuhan Pasien"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

vii

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien melalui kegiatan family gathering. Dimulai dari proses operasional, perencanaan, bentuk komunikasi, dan tujuan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah dengan wawancara, studi pustaka dan penelusuran data online. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah karyawan UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat yang berjumlah empat orang karyawan. Dari empat karyawan tersebut peneliti memilih dua karyawan sebagai informan dari penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Pembahasan yang dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan family gathering yang diadakan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien dilakukan mulai dari proses operasional sampai kepada tujuan dari kegiatan itu sendiri.

(2)

viii

STRATEGIC OF CITIZEN MENTAL HEALTH FUNCTIONAL EXECUTOR UNIT, WEST JAVA PROVINCE OF MENTAL HOSPITAL BY FAMILY

GATHERING PROGRAM IN THE WAY TO INCREASE FAMILY CONTRIBUTION IN PATIENT RECOVERED PROCESS

This research was directed to know about strategic of Citizen Mental Health Functional Executor Unit, West Java Province of Mental Hospital in the way to increase family contribution in patient recovered process by family gathering program. Started from operational process, planning, communicating, and goals. This research was using description method and qualitative approach. Data collection technical was interview method, study literature, and online searching. Research subject was all of Citizen Mental Health Functional Executor Unit’s staffs, who sum about four people. Two of four staffs was chosen by searcher as a research informer with purposive sampling technical.

(3)

1 1.1. Latar Belakang Masalah

Kesehatan, merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menjalani dan melakukan kegiatan dan pekerjaan apapun dalam hidup. Kesehatan adalah suatu pemberian yang sangat berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia. Tidak ada satu

pekerjaan pun yang dapat dilakukan dengan baik dan sempurna tanpa didasarai kondisi kesehatan yang maksimal dari seorang manusia. Dalam hal ini, kesehatan

yang dibutuhkan bukan hanya kesehatan jasmani saja, tapi kesehatan rohani juga menjadi syarat mutlak yang juga harus dipenuhi. Dengan fisik dna mental yang sehat dan baik, maka manusia dapat menjalani kehidupan dan seluruh aktifitasnya dengan

baik. Harmonis, dan seimbang.

Dalam hubungannya dengan kehidupan, kesehatan jasmani dan rohani, dalam

hal ini terutama adalah kesehatan rohani, dapat dicapai dengan menjalankan strategi-strategi tertentu. Antara lain dengan memberikan nutrisi bagi mental manusia itu sendiri. Dalam suatu lembaga maupun instansi, suatu strategi yang matang

(4)

menjadi sangat penting karena kegiatan maupun program yang dilaksanakan oleh sebuah instansi akan tepat mengenai sasaran program apabila menggunakan strategi

yang tepat dan efektif sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Strategi pada dasarnya adalah “perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai satu

tujuan. Untuk mencapai satu tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan peta jalan saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya” (Effendy, 2003:102). Masih menurut Effendy,

dalam menyusun strategi perlu pula diperhitungkan faktor-faktor pendukung dan penghambatnya. (Effendy, 2003:103).

Bertolak dari paparan yang dikemukakan oleh Effendy tersebut, strategi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu perencanaan dan pengaturan guna untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dimana dalam mencapai tujuan tersebut, harus pula

diperhitungkan hal-hal yang mendukung dan menghambat, sehingga dapat menunjukkan dengan jelas sistem operasionalisasinya, agar tujuan tersebut dapat

dicapai tepat waktu dan efektif. Demikian pula pada penerapannya dalam berkomunikasi, strategi komunikasi yang tepat sangat dibutuhkan, agar komunikasi menjadi efektif dan tujuan komunikasi tersebut dapat tercapai dengan sempurna.

Strategi menjadi sangat penting karena sangat mempengaruhi tindakan apa yang seharusnya diambil sebelum melakukan suatu hal, atau memutuskan suatu kebijakan

(5)

peranan yang sangat penting. Kemudian menurut Reilly, rencana yang ada dalam strategi merupakan sebuah titik tolak dalam melakukan suatu kegiatan (Reilly,

1988:108). Sehingga sebuah srategi harus berisikan rencana yang matang, yang logis (yang masuk akal, yang sesuai dengan sasaran dari strategi tersebut).

Sama halnya dengan bidang Public Relations, dimana strategi yang tepat sangat

dibutuhkan dalam menunjang kegiatan-kegiatan PR yang dilakukan di suatu instansi/lembaga. Suatu program PR yang akan dijalankan, terlebih dahulu harus

didasari oleh strategi yang tepat dan matang, dimana strategi tersebut berisikan rencana-rencana yang didasarkan pada data dan fakta yang akurat, yang diperoleh

sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. “Agar strategi PR menjadi efektif, harus memperhatikan beberapa hal, yaitu pengenalan situasi, penetapan tujuan, definisi dari khalayak, pemilihan media, perencanaan anggaran, dan pengukuhan

hasil“ (Anggoro, 2002:253).

Public Relations merupakan pihak yang paling memahami mengenai publik dari suatu perusahaan/lembaga/instansi. Karena PR bekerja melingkupi ruang publik tersebut, kegiatan PR acap kali berkaitan erat dengan pihak-pihak tesebut. Sehingga dalam memutuskan suatu kebijakan tertentu, PR sangat lah penting untuk dilibatkan,

karena PR merupakan pemegang informasi yang lengkap mengenai publik-publik dari perusahaan/lembaga/instansi. Tanpa bantuan dari PR, keputusan atau kebijakan

(6)

ketidaktahuan pimpinan, mungkin malah akan semakin memperuncing masalah. Dalam segala program PR, baik itu jangka panjang maupun jangka pendek, harus

selalu dibarengi dengan strategi dan rencana yang sempurna, agar menjadi efektif sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sesuai dengan definisi Public Relations yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, “Public Relations adalah usaha yang terencana, untuk mempengaruhi pendapat dalam melakukan pelaksanaan kegiatan yang bertanggungjawab terhadap masyarakat, yang berdasarkan komunikasi dua arah” (Cutlip & Center, 1999:147).

Hubungan antara pentingnya penerapan strategi PR dalam setiap pelaksanaan

program PR, dapat dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Perusahaan/lembaga/instansi yang tidak menggunakan strategi (dalam hal ini strategi PR) akan mengalami disorientasi tujuan program PR. Maksudnya adalah, tujuan dari program PR yang

dibuat tidak akan tercapai dan terpenuhi dengan sempurna, karena tidak ada persiapan dan strategi yang matang. Sebagai contoh, dalam menjalankan strategi, salah satu hal

yang harus ada di dalamnya adalah rencana. Dalam sebuah rencana, hal penting pertama yang harus dilakukan adalah pencarian dan pengumpulan data dan fakta yang akurat sesuai dengan keadaan di lapangan. Kemudian dari data yang diperoleh

tersebut, digunakan sebagai tolak ukur/standar atas kegiatan yang akan dilakukan. Bentuk kegiatan yang disusun dan yang akan dilakukan haruslah sesuai dengan data

(7)

khalayak sasarannya, akan lebih mengena dan efektif, dibandingkan apabila hanya memperkirakan definisi dari khalayak sasaran tersebut.

Penggunaan dan penentuan strategi PR, mengandung suatu rencana yang matang, yang sesuai fakta di lapangan, yang kemudian ketika dilaksanakan akan tepat

sesuai dengan khalayak sasaran dari program tersebut. Strategi ini terasa sangat penting apabila berbicara menyangkut suatu perusahaan/lembaga/instansi pemberi jasa, sebagai contoh adalah Rumah Sakit Jiwa. Dimana tugas pokok dari Rumah Sakit

Jiwa adalah menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan khusus jiwa paripurna, meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi. (RSJ Provinsi Jabar, 2008)

Di lembaga/instansi penyedia jasa seperti RSJ Provinsi Jawa Barat, fungsi strategi untuk mencapai tujuan dijalankan oleh bagian dari rumah sakit tersebut yang disebut dengan UPF Keswamas. Dimana strategi atau tugas dan fungsi PR/Humas

dijalankan dan dilaksanakan dengan disesuaikan tujuan dari RSJ Provinsi Jawa Barat itu sendiri. Antara lain strategi PR yang dijalankan oleh UPF Keswmas selaku

Humas dari RSJ Provinsi Jawa Barat adalah mempromosikan RSJ Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu pusat pemberian pelayanan kesehatan jiwa di Provinsi Jawa Barat, antara lain dengan rutin mengadakan kegiatan Mental Health Fair. Selain itu, strategi lain yang dijalankan dengan tujuan untuk memberikan pengertian yang baik dan positif mengenai kesehatan jiwa kepada masyarakat adalah dengan rutin

(8)

memperoleh pengetahuan yang seimbang mengenai kesehatan jiwa, dan lain sebagainya Untuk menjalankan tugas tersebut, RSJ membutuhkan strategi-strategi

tertentu yang harus disesuaikan dengan kondisi dan keadaan khalayak sasaran pada saat program Humas nya dibuat. Salah satu contohnya adalah strategi yang

dibutuhkan untuk memberikan pengertian yang lebih positif dan mendalam kepada masyarakat luas mengenai kesehatan jiwa, bagaimana mengenali gejala gangguan kejiwaan, bagaimana menghadapi anggota keluarga yang mengalami gangguan

kejiwaan, dan lain sebgainya. Berdasarkan data dan fakta yang diperoleh di lapangan, maka strategi yang diterapkan mungkin akan berbeda-beda antara setiap lingkungan,

maupun setiap orang. Misalnya, sebuah keluarga yang berpendidikan cenderung akan lebih mudah untuk diberikan pengertian dan pemahaman mengenai gangguan kejiwaan yang diderita oleh anggota keluarganya, dibandingkan dengan keluarga

yang berlatarbelakang pendidikan rendah (Budi Anna Keliat, 2008:70). Maka dari itu, strategi yang disesuaikan dengan kondisi nyata di lapangan akan cenderung

berhasil dan tepat sasaran, karena lebih akurat dan bersumber pada data yang pasti. Berhubungan dengan rumah sakit jiwa, dengan ditetapkannya strategi yang tepat, maka diharapkan tugas-tugas dan tujuan-tujuan dari RSJ itu sendiri akan dapat

dicapai dengan baik sesuai dengan harapan. Berbeda kegiatannya maka akan berbeda pula strategi yang digunakan, selain itu perbedaan dari publik sasaran maka akan

(9)

tidak menemui hambatan yang terlalu berarti yang dapat menggangu pelaksanaan strategi tersebut secara keseluruhan. Dengan kata lain, tujuan dan tugas dari RSJ dan

Humas itu sendiri antara lain adalah memberikan pemahaman dan pengertian yang lebih positif dan mendalam kepada masyarakat luas mengenai kesehatan jiwa, dapat

terlaksana dengan baik. Dimana kemudian masyarakat luas akan memiliki pemahaman yang lebih baik dan positif mengenai kesehatan jiwa. Sehingga kesehatan jiwa dan gangguan jiwa tidak lagi mendapatkan stigma yang buruk di mata

masyarakat luas pada umumnya, seperti yang selama ini terjadi.

Harapan lain yang juga sangat penting adalah keluarga pasien penderita

gangguan kejiwaan dapat lebih menyadari pentingnya peran serta mereka dalam proses kesembuhan pasien tersebut. Hal tersebut juga merupakan salah satu tugas utama dari Humas RSJ, dan untuk mewujudkan hal tersebut terdapat beberapa

strategi yang dapat diterapkan, sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh para ahli di bidang perawatan kesehatan jiwa, dan juga dengan disesuaikan terhadap latar

belakang dari publik sasarannya.

Di Jawa Barat sendiri, khususnya di Bandung, fasilitas RSJ dapat ditemui salah satunya di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, dengan kegiatan humas dijalankan

oleh salah satu Unit Pelaksana Fungsional (UPF) Kesehatan Jiwa Masyarakat (Keswamas). Sebagaimana telah disebutkan bahwa tugas utamanya adalah sebagai

(10)

lain adalah; sebagai coordinator, penyuluhan, integrasi, home visit, medico sosio unit, Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat, pembinaan wilayah, droping, family gathering (keluarga pasien), dan hotline service (RSJ Provinsi Jawa Barat, 2008).

Dari penjabaran latar belakang masalah tersebut, maka diperoleh rumusan masalah yaitu, “BAGAIMANA STRATEGI UPF KESWAMAS RUMAH SAKIT

JIWA PROVINSI JAWA BARAT MELALUI KEGIATAN FAMILY GATHERING DALAM UPAYA MENINGKATKAN PERAN SERTA KELUARGA DALAM PROSES KESEMBUHAN PASIEN?”.

1.2. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah dari penelitian ini antara lain diperoleh dari penggabungan antara teori mengenai strategi dan teori mengenai tahap operasional PR dari dua

tokoh yang berbeda. Dari teori tersebut kemudian diperoleh beberapa kata kunci yang digunakan sebagai identifikasi, yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana proses operasional yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

(11)

3. Bagaimana bentuk komunikasi yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien? 4. Bagaimana tujuan yang hendak dicapai oleh UPF Keswamas RSJ provinsi

Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

5. Bagaimana strategi UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui

kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara lebih lanjut mengenai Bagaimana Strategi UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat Melalui Kegiatan

Family Gathering dalam Upaya Meningkatkan Peran Serta Keluarga dalam Proses Kesembuhan Pasien.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui proses operasional yang dilakukan oleh UPF

(12)

2. Untuk mengetahui perencanaan yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien. 3. Untuk mengetahui bentuk komunikasi yang digunakan oleh UPF

Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien.

4. Untuk mengetahui tujuan yang hendak dicapai oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien. 5. Untuk mengetahui strategi UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat

melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta

keluarga dalam proses kesembuhan pasien.

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat membantu pengembangan dalam

keilmuan komunikasi, secara khusus keilmuan Public Relations.

1.4.2. Kegunaan Praktis

(13)

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teoritis

Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan adalah “strategi”, dimana penggunaan variabel tersebut didukung oleh beberapa teori yang dapat menunjang

validitas penelitian. Antara lain teori mengenai strategi yang dikemukakan oleh Effendy, menurut Effendy, “Hakikat pengertian strategi adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai satu tujuan, tetapi untuk

mencapai tujuan tersebut strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan peta jalannya saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik

operasionalnya.” (Effendy, 2003:253). Teori lain dari Effendy mengenai strategi adalah, ”Dimana dalam rangka menyusun strategi diperlukan suatu pemikiran dengan memperhitungkan faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat“ (Effendy,

2003:253).

Selain teori-teori yang mendukung identifikasi masalah, disertakan pula acuan

yang dapat mendukung indikator-indikator dari penelitian ini. Dimana teori yang digunakan untuk membantu menjelaskan indikator dari proses operasional adalah teori dari Cutlip & Center mengenai proses operasionalisasi PR. Dimana dalam teori

tersebut disebutkan bahwa tahap operasional PR antara lain terdiri dari empat tahap, yaitu fact finding, planning, communicating, evaluating (Cutlip & Center, 1961:243).

(14)

hal”. Kemudian, pengertian bentuk komunikasi yaitu “suatu gambaran, wujud ataupun bangunan mengenai proses pengiriman pesan , informasi, dan atau berita

antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami dengan baik”. Menurut Raymond S. Ross, komunikasi adalah “suatu proses transaksional

yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber”. (Raymond,

1974:133).

1.5.2. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual ini, akan mengaplikasikan teori yang digunakan sebagai landasan penelitian dengan keadaan yang ada di lapangan. Landasan teori yang digunakan adalah sebanyak dua teori, dimana kedua teori tersebut dikemukakan

oleh Effendy (2003:253) mengenai strategi. Dimana pengaplikasian dari teori-teori tersebut dituangkan menjadi satu, yaitu sebagai berikut:

1. Proses Operasional

Dalam hal ini, terdiri dari tahap pencarian data, UPF Keswamas mencari data dan fakta yang ada di lapangan, yang sebenar-benarnya, yang sesuai dengan

kenyataan, yang kemudian diolah menjadi suatu bentuk informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan dari program yang akan dijalankan.

2. Perencanaan

(15)

yang ada di lapangan, sehingga rencana yang disusun menjadi matang dan tepat sasaran.

3. Bentuk komunikasi

Dalam hal ini, UPF Keswamas menetapkan bagaimana bentuk dan atau pola

komunikasi yang akan dilakukan, disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Karena tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku dari keluarga pasien, maka bentuk komunikasi lebih mengarah kepada bentuk

komunikasi persuasi. 4. Tujuan

Hal ini berbicara mengenai tujuan-tujuan apa saja yang hendak dicapai oleh UPF Keswamas dengan melaksanakan kegiatan family gathering.

1.6. Pertanyaan Penelitian

Dari indikator yang telah dibuat, yang dituangkan sebagai identifikasi masalah,

kemudian disusun beberapa pertanyaan penelitian, yang digunakan untuk membantu mendapatkan tujuan dari penelitian. Yaitu sebagai berikut:

A. Proses operasional yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa

Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien

(16)

2. Bagaimana media yang digunakan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan

peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

B. Perencanaan yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat

melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

1. Bagaimana merumuskan masalah/fenomena yang terjadi oleh UPF

Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses

kesembuhan pasien?

2. Bagaimana proses mengidentifikasi masalah/fenomena oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

3. Bagaimana penetapan sasaran oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

(17)

5. Bagaimana penentuan anggaran oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

C. Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa

Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

1. Bagaimana jenis komunikasi yang dilakukan oleh UPF Keswamas RSJ

Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

2. Bagaimana bentuk pesan yang disampaikan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien?

3. Bagaimana pemilihan media yang digunakan oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien? D. Tujuan yang hendak dicapai oleh UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat

melalui kegiatan family gathering dalam upaya meningkatkan peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien

1. Apa tujuan yang diharapkan dengan mengadakan kegiatan family gathering?

(18)

1.7. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

deskriptif. “Metode deskriptif yaitu menuturkan dan menafsirkan data yang ada, misalnya tentang situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap

yang nampak/proses yang sedang bekerja, kelainan yang sedang muncul, kecenderungan yang nampak, pertentangan yang meruncing, dan sebagainya.” (Surakhmad, 1954:174).

Furchan (2004) menjelaskan bahwa “Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status suatu gejala saat penelitian

dilakukan. Lebih lanjut dijelaskan, dalam penelitian deskriptif tidak ada perlakuan yang diberikan atau dikendalikan serta tidak ada uji hipotesis sebagaimana yang terdapat pada penelitian eksperimen.”

Penelitian ini dapat dideskripsikan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan informasi secara aktual, secara rinci yang melukiskan gejala-gejala yang mengidentifikasikan adanya kesenjangan antara harapan (teori) dengan kenyataan.

2. Mengidentifikasikan masalah yang berlaku di lapangan.

3. Membuat perbandingan antara teori yang ada dengan kondisi di lapangan.

(19)

1.8. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog dengan informan untuk menggali informasi dari informan

tersebut. Definisi wawancara adalah “suatu proses komunikasi diadik relasional dengan tujuan yang serius dan ditetapkan terlebih dulu yang

dirancang untuk mempertukarkan perilaku dan melibatkan tanya jawab”.

Atau singkatnya, “Wawancara adalah suatu percakapan berdasarkan suatu maksud”. Namun definisi tersebut agak terbatas, karena wawancara

membatasi wawancara dengan tujuan yang serius. Wawancara juga telah menjadi bentuk hiburan yang populer seperti disiarkan televisi dan radio. (Stewart, 2000:78).

Wawancara dilakukan dengan narasumber yang berjumlah dua orang, yaitu dengan Ibu Dra. Enok Komariah, M.Kes selaku Kepala UPF

Keswamas dan Ibu Riska Probo Nilawaty, S.KM selaku karyawan UPF Keswamas.

2. Studi Pustaka

Studi pustaka menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah “suatu kajian, telaah literatur tertulis (buku, artikel, kitab) yang dijadikan

(20)

dibutuhkan. Sehingga informasi yang diperoleh memiliki arti dan manfaat bagi peneliti.

3. Internet Searching

Internet searching merupakan “salah satu metode pencarian dan pengumpulan data dan informasi dari alamat website tertentu yang dapat diletakkan (posting) oleh pengguna internet” (Wikipedia, 2009)

1.9. Subjek Penelitian dan Informan 1.9.1. Subjek Penelitian

Effendy dalam bukunya Penelitian Survey menyatakan bahwa “Subjek penelitian merupakan bagian terkecil dari suatu lembaga yang dijadikan subjek/sasaran dalam penelitian deskriptif” (Singarimbun dan Effendy, 1989:108). Dalam penelitian ini,

jumlah subjek penelitian adalah empat orang, yang keseluruhannya adalah bagian dari UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat. Berikut ini adalah daftar subjek dari

penelitian yang dilakukan, adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1 Subjek Penelitian

No.

Nama

Jabatan

1. Dra. Enok Komariah, M.Kes Kepala UPF Keswamas 2. Riska Probo Nilawati, S.KM Staf UPF Keswamas

3. Elan Darmawan, S.Kes Staf UPF Keswamas

4. Hartatik, S.Kes Staf UPF Keswamas

(21)

1.9.2. Informan

Sedangkan “Informan merupakan sebagian dari unsur populasi yang dijadikan

sumber pencarian data dalam penelitian.” (Singarimbun dan Effendy, 1989:110). Dari pendapat yang dikemukakan tersebut, dan mengacu pada jumlah total

subjek penelitian yang diperoleh, maka teknik penarikan informan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling. Dimana purposive sampling adalah “suatu teknik penarikan sampel dengan cara memilih orang-orang tertentu

karena dianggap – berdasarkan penilaian tertentu – mewakili statistik, tingkat signifikansi, dan prosedur pengujian hipotesis” (Rakhmat, 2009:97).

Maka dari itu, informan dalam penelitian ini dipilih adalah Kepala UPF Keswamas, Ibu Dra. Enok Komariah, M.Kes. Pemilihan informan tersebut didasarkan kepada kredibilitas dan kelengkapan informasi yang akan didapatkan oleh

peneliti, mengingat narasumber tersebut merupakan Kepala UPF Keswamas, sehingga diperkirakan informasi yang didapatkan akan sangat lengkap.

Namun dalam proses wawancara yang dilakukan, diperoleh informasi bahwa dalam pelaksanaan di lapangan mengenai kegiatan family gathering, terdapat staf UPF Keswamas yang juga terjun langsung, yaitu Ibu Riska Probo Nilawaty, S.KM.

Sehingga diputuskan bahwa informan dalam penelitian ini menjadi dua orang, yaitu Ibu Enok Komariah, M.Kes dan Ibu Riska Probo Nilawaty, S.KM. Pemilihan dan

penetapan informan sebanyak dua orang dimaksudkan agar penelitian yang dilakukan dan informasi yang didapatkan akan lebih tajam, lengkap, dan akurat.

(22)

1.10. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang telah diperoleh kemudian akan dianalisis

dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data, yaitu mengumpulkan data dan fakta

sebanyak-banyaknya dan seakurat mungkin terhadap topik yang akan dibahas. 2. Klasifikasi Data, termasuk di dalamnya adalah proses penelitian,

pemusatan perhatian, membuat ringkasan, penggolongan kategori

jawaban, dan lain sebagainya.

3. Mendeskripsikan data yang telah terkumpul

4. Menganalisis data yang telah terkumpul dengan menganalisisnya sesuai dengan teori pendukung, bagan-bagan, foto, dan lain sebagainya.

1.11. Lokasi dan Waktu Penelitian 1.11.1.Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada instansi pemerintah, sebagai berikut: Instansi : Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

Bagian : Unit Pelaksana Fungsional Kesehatan Jiwa Masyarakat (UPF

Keswamas)

Alamat : Jalan Kolonel Masturi KM. 7 Cisarua, Bandung Barat, 40551

(23)

1.11.2.Waktu Penelitian

Penelitian ini dijadwalkan akan dilaksanakan mulai dari bulan April sampai

bulan Juli 2010. Berikut ini adalah tabel jadwal penelitian, sebagai berikut:

Tabel 1.2

(24)

1.12. Sistematika Penelitian

Penulisan penelitian memiliki sistematika sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini, berisikan mengenai latar belakang masalah,

identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, pertanyaan penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel teknik analisis data,

lokasi dan waktu penelitian, dan sistematika penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini, berisikan mengenai teori-teori dan definisi-definisi yang dapat membantu peneliti dalam menjawab pertanyaan penelitiannya dan mencapai tujuan penelitiannya.

Antara lain tinjauan mengenai Public Relations / Humas, tinjauan mengenai variabel strategi, dan tinjauan mengenai

kesehatan jiwa.

BAB III : OBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini, akan dibahas mengenai sejarah perusahaan /

(25)

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini, berisikan mengenai deskripsi identitas

responden, deskripsi mengenai hasil penelitian, dan pembahasan dari indikator-indikator yang digunakan.

BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini, berisikan mengenai kesimpulan dan saran penelitian yang dibuat dalam bentuk poin.

(26)

24

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Strategi

Strategi (strategy) adalah “kerangka acuan yang terintegrasi dan komprehensif yang mengarahkan pilihan-pilihan yang menentukan bentuk dan arah aktivitas-aktivitas organisasi menuju pencapaian tujuan-tujuannya. Departemen sumber daya manusia haruslah berfungsi sebagai rekan/mitra dalam menyusun rencana strategic organisasi dikarenakan sumber daya manusia merupakan pertimbangan kunci dalam menentukan strategi, baik itu yang praktis maupun yang dapat dilaksanakan” (Simamora, 1997:38).

“Sebelum seseorang memilih dan menggunakan strategi komunikasi yang tepat agar gagasan diperhatikan, dimengerti dan diikuti oleh orang lain yang menjadi sasarannya, dia harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang apa yang akan disampaikan, mengapa harus disampaikan, dan efek yang dinginkan terjadi pada sasaran. Tanpa pengetahuan itu semua, pemilihan dan penggunaan strategi tidak dapat dilakukan, karena sebuah strategi hanya dapat digunakan untuk pesan dan hasil tertentu” (Rusmana, 2009:2)

Sementara itu, strategi dapat juga diartikan sebagai “objectives” dan “plan” atau “planning”, dimana strategi itu terdiri dari:

1. Strategi sistem/teknologi informasi, yakni pilihan-pilihan utama yang memusatkan perhatian pada implementasi dan penggunaan sistem informasi berbasis teknologi pada suatu perusahaan.

2. Strategi bisnis yang merupakan pilihan-pilihan utama yang menentukan positioning perusahaan dalam area bisnis. (Porter, 1980:81).

Pada literatur yang lain, penyelarasan strategic didefinisikan sebagai:

1. Hubungan, dimana tujuan sistem informasi spesifik kebutuhan pemakai sesuai dengan tujuan organisasi.

(27)

3. Derajat sumber daya yang diarahkan untuk masing-masing dari tujuh dimensi strategi sistem informasi yang konsisten dengan kekuatan pada penekanan organisasi pada masing-masing hubungan tujuh dimensi strategi bisnis: agresif, analisis, defensif, masa mendatang, inovatif, proaktif, dan berisiko.

4. Pengembangan pada dukungan strategi sistem informasi/teknologi informasi dan didukung oleh strategi bisnis.

5. Integrasi kesesuaian internal dan fungsional antara strategi bisnis dan strategi sistem informasi/teknologi informasi dan bagaimana strategi ini penting untuk mendapatkan keunggulan kompetitif.

Derajat dukungan misi, tujuan, dan rencana teknologi informasi dan didukung oleh rencana, tujuan, dan misi bisnis. (Rusmana, 2009:8)

2.2. Tinjauan Tentang Public Relations

Public relations merupakan salah satu kegiatan yang biasa terdapat di perusahaan berskala besar, namun kegiatannya juga sering kita temui dalam perusahaan maupun instansi yang kecil sekalipun. Public relations memiliki banyak unsur dan komponen di dalamnya, dimana keseluruhannya saling terkait dan

berhubungan satu sama lain, bahkan ada pula yang terbentuk menjadi sebuah sistem, antara lain adalah kegiatan employee award yang tujuannya untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan, sehingga apabila motivasi kerja meningkat, maka kualitas perusahaan pun akan semakin meningkat. Hal tesebut tentu saja membawa keuntungan tersendiri bagi perusahaan, dan citra perusahaan di mata publik internal

(28)

2.2. 1 Definisi Public Relations

Menurut Institute of Public Relations (IPR), “Praktek humas atau PR adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya.”

Sedangkan menurut Rex F. Harlow dalam bukunya yang berjudul A model for Public Relations Education for Professional Practise (1978), menyatakan bahwa:

Public Relations adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, yang melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan, membantu manajemen untuk mampu menangani opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai sistem peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama.” (dalam Ruslan, 1998:17)

2.2. 2 Tujuan Public Relations

Dalam menetapkan tujuan Public Relations, dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

Internal Public Relations dan Eksternal Public Relations. Dimana internal public relations adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan ditujukan ke dalam perusahaan atau organisasi tersebut. Sedangkan external public relations adalah sebaliknya, yaitu

kegiatannya ditujukan ke luar perusahaan atau organisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mengembangkan good will dan

(29)

1. Internal Public Relations

Tujuan humas yang ini lebih menekankan kepada karyawan di dalam suatu

perusahaan ataupun organisasi. Dimana segala kegiatan PR/Humas yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan motivasi kerja karyawan.

Menurut Griswold, “mencapai karyawan yang mempunyai kegairahan kerja adalah tujuan Internal Public Relations.” Salah satu usaha Internal PR yang dapat menunjukkan perhatian terhadap kemajuan atau kepentingan karyawan,

diantaranya dengan mengadakan upgrading atau memberi kesempatan pada mereka untuk mengikuti pandidikan lainnya yang secara psikologis dapat

menaikkan martabat mereka. Sedangkan salah satu usaha untuk dapat lebih mengeratkan hubungan antara para karyawan, agar mereka dapat lebih kenal satu sama lain (termasuk dengan keluarganya), maka kegiatan-kegiatan seperti

olahraga bersama, karyawisata, dan kegiatan lainnya dapat dilakukan, dan fasilitasnya pun disediakan.

2. External Public Relations

Salah satu tujuan dari external public relations adalah untuk mengeratkan hubungan dengan orang-orang di luar badan atau instansi, hingga terbentuklah

opini publik yang favorable terhadap badan atau instansi tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka tugas penting external public relations adalah

(30)

Dari uraian tersebut, apabila dikaitkan dengan judul penelitian, maka dapat dikatakan bahwa UPF Keswamas merupakan pelaksana kegiatan External Public Relations, dimana dalam kegiatannya dituntut untuk bisa memberikan informasi dan pengertian kepada publik eksternal (dalam hal ini adalah keluarga pasien) mengenai

pentingnya peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien gangguan jiwa. salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan mengadakan kegiatan family gathering, yang ditujukan kepada para keluarga pasien, dimana dengan kegiatan tersebut diharapkan para keluarga pasien kemudian memiliki pemahaman yang lebih mendalam mengenai peran keluarga yang sangat besar dalam membantu proses

kesembuhan pasien gangguan jiwa.

2.3. Tinjauan Tentang Family Gathering

Tinjauan ini berisikan hal-hal mengenai kegiatan family gathering yang banyak dilakukan oleh perusahaan sebagai bagian dari employee relations. Family gathering

merupakan salah satu dari sekian banyak kegiatan PR/Humas, dimana family gathering merupakan bagian dari salah satu usaha PR/Humas untuk menjaga hubungan baik dengan karyawan (employee relations). Employee relations merupakan bagian dari kegiatan PR/Humas internal, dimana employee relations ini diartikan sebagai

(31)

Menjaga hubungan agar tetap baik dan harmonis dilakukan sebagai upaya untuk memperoleh keserasian antara tujuan dari perusahaan dengan kebutuhan dari para

karyawan.

“Keserasian hubungan di antara para karyawan, baik vertical maupun horizontal diharapkan akan memperkuat tim kerja dalam suatu perusahaan, baik itu kualitatif maupun kuantitatif. Tidak saja terbatas pada para karyawan yang langsung berada di perusahaan, keluarganya pun mempunyai andil yang besar dalam memupuk hubungan baik tersebut. Ketentraman dan kesejahteraan keluarga akan ditandai dengan dikenalnya perusahaan di mana masing-masing kepala atau anggota keluarganya bekerja. Bahkan tidak saja mengenal, tetapi juga turut merasakan kemanfaatan dari perusahaan itu” (Suhandang, 1973:61).

Dari dua teori yang telah dikemukakan mengenai employee relations, maka dapat

dikatakan bahwa family gathering merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan untuk menjaga hubungan baik antara perusahaan dengan publik internal nya, yaitu para karyawan. Family gathering ini dapat berwujud bermacam-macam kegiatan, antara lain adalah kegiatan olahraga bersama, kegiatan wisata bersama, arisan keluarga karyawan, dan lain sebagainya. Employee relations, yang salah satu kegiatannya adalah family gathering, dimaksudkan antara lain untuk meningkatkan motivasi para karyawan. Baik itu motivasi kerja, motivasi untuk berprestasi, dan lain sebagainya (Williams, 1983:109).

Seorang ahli humas memaparkan pendapatnya mengenai employee relations, yaitu:

(32)

perseorangan sehari-hari, terbina di belakang bangku kerja, mesin, dan meja kerja.” (Williams, 1983:109).

Karena tindakan atau perilaku yang ditampakkan oleh seorang individu dilatarbelakangi oleh motivasi, maka komunikasi yang tepat dan berkala harus

mampu dilakukan oleh seorang PR/Humas. Para ahli hubungan manusiawi berpendapat bahwa kunci hubungan manusiawi adalah motivasi. “Motivasi (motivation) adalah kegiatan membangkitkan motif (motive), yakni dorongan untuk

melakukan sesuatu” (Effendy, 2002:57). Dalam hubungannya dengan kehidupan para karyawan, sebenarnya pada mereka terdapat dorongan untuk melakukan sesuatu,

untuk kemajuan dirinya, atau untuk berpartisipasi. Dorongan inilah, atau motif inilah yang perlu dimunculkan. Dengan kata lain, para karyawan perlu dimotivasi agar memliiki keinginan untuk bekerja, bersaing, dan berprestasi dengan cara yang sehat.

Motivasi ini dapat dimunculkan dengan melakukan berbagai macam pendekatan, antara lain dengan turut melibatkan keluarga di dalam kegiatan employee relations yang dilakukan oleh perusahaan.

Selain akan mendapatkan motivasi dari perusahaan, para karyawan juga akan termotivasi apabila pihak perusahaan melibatkan keluarga mereka dalam kegiatan

yang dilakukan. Para karyawan akan merasa dihargai dan dibutuhkan karena keluarga mereka juga mendapatkan perhatian dari perusahaan. Dengan adanya hal tersebut,

(33)

Menyangkut motivasi, suatu motivasi akan muncul apabila kebutuhan telah terpenuhi. Berikut ini beberapa pengelompokan kebutuhan-kebutuhan manusia

menurut para ahli, antara lain sebagai berikut: Kebutuhan menurut Dr. Walter Langer:

1. Kebutuhan fisik (physical needs) 2. Kebutuhan sosial (social needs) 3. Kebutuhan egoistis (egoistic needs)

Kebutuhan menurut Abraham Maslow:

1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)

2. Kebutuhan rasa aman (safety needs) 3. Kebutuhan kasih sayang (love needs) 4. Kebutuhan penghargaan (self esteem needs)

5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualizations needs)

Komunikasi dapat dilakukan oleh PR/Humas dengan berbagai cara, baik itu lisan

(34)

karyawan untuk ikut berpastisipasi dalam setiap kegiatan perusahaan yang tujuannya adalah memberikan keuntungan bagi perusahaan tersebut.

Sedangkan family gathering yang dimaksudkan dalam hubungannya terhadap instansi Rumah Sakit Jiwa, maka yang menjadi sasaran bukan hanya keluarga para

karyawan, namun keluarga dari para pasien RSJ itu sendiri. Dimana kegiatan ini bertujuan untuk semakin meningkatkan kepedulian, peran serta, dan kerjasama antara pihak RSJ (dalam hal ini adalah dokter, psikolog, psikiater, dan tenaga kesehatan

lainnya yang menangani pasien) dengan pihak keluarga yang merupakan bagian terpenting dari kehidupan seorang pasien.

2.4. Tinjauan Tentang Peran Serta Keluarga

Tinjauan mengenai peran serta keluarga membahas mengenai pentingnya

keluarga dalam mempengaruhi pembentukan dan kehidupan seorang individu. Bagaimana pula pentingnya keluarga dalam proses kesembuhan pasien yang

menderita gangguan kejiwaan. Peran serta keluarga dalam proses kesembuhan pasien banyak tertuang dalam buku Keperawatan Gangguan Jiwa karangan Budi Anna Keliat. Dimana pengertian keluarga adalah orang-orang yang sangat dekat dengan

pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap paling banyak memberi pengaruh pada pasien. Sehingga keluarga sangat penting artinya dalam

perawatan dan penyembuhan pasien.

(35)

3. Gangguan jiwa yang timbul pada pasien mungkin disebabkan adanya cara asuh yang kurang sesuai bagi pasien.

4. Pasien yang mengalami gangguan jiwa nantinya akan kembali ke dalam masyarakat, khususnya dalam lingkungan keluarga.

5. Keluarga merupakan pemberi perawatan utama dalam mencapai pemenuhan kebutuhan dasar dan mengoptimalkan ketenangan jiwa bagi pasien.

6. Gangguan jiwa mungkin memerlukan terapi yang cukup lama, sehingga pengertian dan kerjasama keluarga sangat penting artinya dalam pengobatan” (Budi Anna Keliat, 2008:71).

Gambaran suatu keluarga yang sehat adalah keluarga yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada seluruh anggota keluarga. Wujud keluarga yang

seperti itu tidak dapat terjadi dengan sendirinya, tanpa adanya usaha dan kesadaran dari setiap anggota keluarga, khususnya kepala keluarga (dalam hal ini adalah suami

dan istri). Keluarga yang harmonis memiliki beberapa kriteria yang harus terpenuhi, sehingga dapat dikatakan sebagai keluarga yang harmonis.

Aspek-aspek keharmonisan keluarga menurut Stinnet & De Frain mengemukakan bahwa sebagai suatu pegangan atau kriteria menuju hubungan perkawinan atau keluarga yang sehat dan bahagia aspeknya adalah:

1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.

2. Mempunyai waktu bersama keluarga yaitu dalam kondisi apapun waktu untuk bersama keluarga harus ada. Suami harus punya waktu untuk istri dan juga sebaliknya.

3. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.

4. Saling menghargai sikap anggota keluarga, saling menghargai prestasi keluarga.

5. Mengatasi berbagai macam krisis yang mungkin terjadi dengan cara positif dan konstruktif.

Keharmonisan keluarga berkaitan erat dengan suasana hubungan perkawinan yang bahagia dan serasi serta harmonis. Keharmonisan keluarga sendiri mempunyai beberapa aspek-aspek (dalam Hawari, 1997:94).

(36)

“Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Bagi anak usia dini, autonomy v.s. doubt (1-3 tahun). Bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasa sesuatu yang aman baginya. Ketidak-konsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak-percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas. Pada masa usia dini banyak hal yang menariknya, sehingga akan menjadikan dia ingin selalu mencoba terkadang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya. Namun perlu diingat, pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya” (Erikson & Gardner, 1986:243).

Selain teori-teori mengenai keluarga yang telah disebutkan di atas, masih banyak pendapat dari para ahli yang perlu mendapat perhatian, mengenai pentingnya

keluarga dalam proses pembentukan kepribadian individu, dalam proses perkembangan kepribadian dan kehidupannya. Menurut Framo (1976), interaksi

seseorang di masa depan memperlihatkan intensitas ikatan emosi dan kepercayaan dasar terhadap diri dan dunia luar yang dihasilkan pada interaksi awal dalam keluarga

(dalam Kendall, 1982:39).

Menurut Jackson (1965), saat anak-anak tumbuh dan matang, mereka berubah dalam banyak hal dan keluargapun berubah pula. Jika anak, remaja, atau orang

dewasa mengalami disfungsi psikologis, masalah ini mungkin berawal dari konflik yang tak terpecahkan dalam keluarga di masa lalu (dalam Kendall, 1982:39-40).

(37)

Sedangkan Weakland (1960), membuat hipotesa bahwa seseorang yang mengalami gangguan perilaku berat pada masa dewasa merupakan korban dari

pesan-pesan ketidakrukunan satu pihak dengan pihak lain dalam keluarga (dalam Imbercoopersmith, 1985:113).

Keluarga adalah suatu unit yang berfungsi sesuai atau tidak sesuai menurut tingkat persepsi peran dan interaksi di antara kinerja peran dari setiap anggotanya. Empat konsep yang merupakan dasar untuk mengerti kesehatan mental dan keluarga:

1. Komplementaritas 2. Pertukaran Peran 3. Konflik Peran 4. Kebalikan Peran

Dengan menilai peran keluarga, konselor dapat mengerti dinamika keluarga dan dapat membimbing dengan intervensi yang paling sesuai untuk meningkatkan berfungsinya keluarga (Hasnida, 1990:47).

Dari beberapa teori yang dikemukakan oleh beberapa ahli tersebut, maka dapat dikatakan bahwa keluarga yang sehat, harmonis, berhasil, berfungsi dengan baik,

bahagia, dan kuat tidak hanya seimbang, tetapi perhatian terhadap anggota keluarga yang lain, menggunakan waktu bersama-sama, memiliki pola komunikasi yang baik, memiliki tingkat orientasi yang tinggi terhadap agama, dan dapat menghadapi krisis

dengan pola yang positif. Krisis dalam keluarga dapat lebih dimengerti, apabila tiap tahap perkembangan keluarga diteliti, karena setiap tahap mempunyai permintaan

peran, tanggung jawab, masalah, dan tantangan-tantangan sendiri-sendiri.

(38)

sebagai bahan pembelajaran bagi siapapun individunya yang peduli mengenai pentingnya keluarga dalam kehidupan. Beberapa asumsi tersebut antara lain adalah:

1. Perubahan dan stress anggota keluarga berpengaruh terhadap seluruh keluarga.

2. Keluarga memiliki pola interaksi.

3. Simptom (gejala) fisik dan psikososial berkaitan dengan pola interaksi keluarga.

4. Ciri keluarga sehat adalah kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan.

5. Berbagi tanggung jawab bersama.

6. Perilaku bermasalah harus dipecahkan, sebelum menganggu keharmonisan keluarga (Olson, 1986:194).

Keluarga selain memiliki peran yang sangat penting dalam membantu proses

kesembuhan pasien, juga memiliki tanggung jawab untuk mencegah kekambuhan pasien, terutama pasien gangguan jiwa (neurosa), sehingga tidak berkembang

menjadi sakit jiwa (psikosa). Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika, keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah,

banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat di RSJ, sedangkan pasien gangguan jiwa yang berasal dari keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah hanya 17% yang kembali dirawat. Selain itu pasien juga mudah

dipengaruhi oleh stress yang menyenangkan (naik pangkat, menikah, dan lain sebagainya) maupun yang menyedihkan (kematian/kecelakaan).

(39)

kesempatan untuk menambah ilmu dan wawasan baru kepada pasien ganguan jiwa, memfasilitasi untuk hijrah menemukan situasi dan pengalaman baru.

Beberapa gejala kambuh yang perlu diidentifikasi oleh pasien dan terutama oleh keluarga, yaitu sebagai berikut:

1. Menjadi ragu-ragu dan serba takut (nervous) 2. Tidak nafsu makan

3. Sukar konsentrasi 4. Sulit tidur

5. Depresi

6. Tidak ada minat melakukan apapun

7. Menarik diri (Budi Anna Keliat, 2008:88-89).

Setelah pasien pulang ke rumah, sebaiknya pasien melakukan perawatan lanjutan pada puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan lain di wilayahnya yang

mempunyai program kesehatan jiwa. Perawat komuniti yang menangani pasien dapat menganggap rumah nya sebagai “ruangan perawatan”. Perawat, pasien, dan keluarga besar bekerjasama untuk membantu proses adaptasi pasien di dalam

keluarga dan masyarakat. Perawat dapat membuat kontrak dengan keluarga tentang jadwal kunjungan rumah dan after care di puskesmas.

2.5. Tinjauan Tentang Proses Kesembuhan

Seseorang yang sedang mengalami kondisi yang tidak nyaman bagi fisik dan

mentalnya dapat dikatakan sebagai seseorang yang sakit atau menderita penyakit tertentu. Sebutan bagi orang yang sedang berada dalam kondisi tidak nyaman

(40)

sebagai pasien pada dasarnya apabila orang tersebut sedang berada dalam kondisi yang tidak nyaman baik fisik maupun mental, dan sedang berada dalam perawatan

orang lain yang membantunya untuk memperoleh kondisi normal.” (Nursalam, 2005:14).

Pasien yang sedang mengalami sakit, baik dirawat di rumah maupun di rumah sakit akan mengalami kecemasan dan stress pada semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari petugas (perawat, dokter,

dan tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun dukungan keluarga yang menunggui selama perawatan. Keluarga juga sering merasa cemas dengan

perkembangan keadaan pasien, proses pengobatan, proses kesembuhan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak secara langsung kepada pasien, tetapi secara psikologis pasien akan merasakan perubahan perilaku dari keluarga yang

menungguinya selama perawatan (Marks, 1998:93). Pasien menjadi semakin stress dan berpengaruh terhadap proses penyembuhannya, yaitu penurunan respons imun.

Hal ini telah dibuktikan oleh Robert Arder (1885), bahwa pasien yang mengalami goncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stress akan terjadi penekanan sistem imun (Subowo,1992:16).

Proses kesembuhan merupakan hal yang juga sangat penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak, karena kondisi fisik dan mental pasien di masa yang akan

(41)

dengan baik tanpa adanya halangan. Salah satu metode penyembuhan yang dapat dilakukan untuk menekan tingkat stress yang biasanya dialami oleh pasien adalah metode penyembuhan holistic. “Metode holistic yaitu adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang terapeutik (mengarahkan komunikasi sedemikian rupa sehingga seorang pasien berada dalam situasi dan pertukaran pesan yang dapat memberikan manfaat) , dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat proses penyembuhan.” (Ruesch, 1973:157).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nursalam (2007), pasien yang dirawat di rumah sakit masih sering mengalami stress hospitalisasi yang berat, khususnya takut terhadap pengobatan, asing dengan lingkungan baru, dan takut terhadap petugas kesehatan. Fakta tersebut merupakan masalah penting yang harus mendapatkan perhatian perawatan dalam mengelola asuhan keperawatan.

Proses kesembuhan pasien berkaitan erat pula terhadap kepuasan mereka terhadap pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tempat mereka menjalani

perawatan. Apabila pasien merasa puas dan pemenuhan kebutuhannya telah tercapai, maka proses kesembuhan pun akan berjalan dengan lancar, tanpa adanya hambatan baik itu hambatan secara fisik (penolakan terhadap petugas kesehatan) maupun

hambatan secara mental (stress hospitalisasi, adaptasi dengan lingkungan rumah sakit, dan lain sebagainya). Sedangkan tingkat kepuasan pasien sangat bergantung

(42)

keinginan konsumen (dalam Lovelock, 1991:17). Sedangkan Parasuraman mendefinisikan kualitas pelayanan adalah “kesenjangan antara kenyataan yang

diterima oleh pasien dan harapan pasien. Dari kesenjangan yang dirasakan oleh pasien tersebut dapat dinilai apakah kualitas pelayanan yang diberikan oleh perawat

di rumah sakit sudah baik atau masih buruk.” (dalam Tjiptono & Chandra, 2005:84-85).

Kepuasan yang dialami oleh pasien sangat berkaitan erat dengan kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perawat. Perilaku perawat maupun dokter di rumah sakit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam mewujudkan kualitas

pelayanan yang memuaskan pasien pengguna jasa rumah sakit. Pasien menilai tingkat kepuasan atau ketidakpuasan mereka setelah menggunakan jasa rumah sakit dan menggunakan informasi ini untuk memperbaharui persepsi mereka tentang kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perawat di rumah sakit tersebut. Sebelum pasien menggunakan jasa suatu rumah sakit, pasien memiliki harapan tentang kualitas

pelayanan yang diberikan oleh perawat yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan rekomendasi dari mulut ke mulut. Setelah pasien menggunakan jasa rumah sakit tersebut, pasien akan membandingkan kualitas pelayanan yang

diharapkan oleh pasien dengan apa yang benar-benar mereka terima. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Rasoenah Sa’adah Moenir dan Rossi Sanusi pada

(43)

Resnani pada tahun yang sama, menunjukkan adanya pengaruh positif komunikasi dokter terhadap kepuasan pasien rawat jalan sebesar 68,2%.

Kepuasan yang dirasakan oleh pasien bukanlah sesuatu yang terjadi dengan sendirinya. Kepuasan terjadi karena harapan-harapan yang ada pada diri pasien

terpenuhi. Kepuasan pasien merupakan dambaan setiap rumah sakit selaku tempat penyedia jasa pelayanan kesehatan. Kepuasaan akan menumbuhkan loyalitas pasien dalam menggunakan jasa rumah sakit. Kepuasan pasien yang tinggi akan

menimbulkan kepercayaan pada rumah sakit sehingga pasien tidak akan pindah ke rumah sakit yang lain apabila mereka mengalami kondisi yang mengharuskan mereka

dirawat di rumah sakit.

Maka dapat dikatakan bahwa proses kesembuhan pasien sangat bergantung terhadap tingkat kepuasan yang mereka rasakan di rumah sakit tempat pasien

menjalani perawatan secara intensif. Sedangkan tingkat kepuasan dari seorang pasien sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit terhadap

pasien dan keluarganya.

2.6. Tinjauan Tentang Gangguan Jiwa

Tinjauan ini akan membahas mengenai bagaimana gangguan jiwa itu sendiri. “Gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana proses fisiologik atau mentalnya kurang

(44)

Gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang bisa memiliki bermacam-macam gejala, baik yang tampak jelas maupun yang hanya terdapat dalam pikirannya. Mulai dari

perilaku menghindar dari lingkungan, tidak mau berhubungan atau berbicara dengan orang lain dan tidak mau makan hingga yang mengamuk dengan tanpa sebab yang

jelas. Mulai dari yang diam saja hingga yang berbicara dengan tidak jelas. Kemudian ada pula yang dapat diajak bicara hingga yang tidak perhatian sama sekali dengan lingkungannya.

Ada pula ahli yang berpendapat bahwa gangguan jiwa mencakup berbagai keadaan gangguan fungsi mental dan perilaku seseorang seperti:

1. Psikosis Fungsional (termasuk Skizofrenia, Gangguan Mood/Afek, Gangguan Waham, dan lain sebagainya).

7. Ketergantungan Zat (Kintono, 2008:69).

2.6.1. Penyebab Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa dapat disebabkan oleh banyak faktor, maka dari itu sampai saat ini

belum terdapat kesepahaman mengenai definisi gangguan jiwa dan faktor-faktor penyebab timbulnya gangguan jiwa. Maka dari itu, banyak para ahli yang mengatakan bahwa lebih tepat apabila menyebut penyebab gangguan jiwa adalah

bersumber dari multifaktorial atau multidimensional.

(45)

Beberapa hal yang bisa mempengaruhi mental dan perilaku manusia antara lain

9. Kehilangan dan kematian orang yang dicintai 10.Agresi (rasa bermusuhan)

11.Hubungan antar manusia, dan lain sebagainya (Clement & Buchanan, 1982:190).

Selain keluarga memiliki peran yang sangat vital dalam membantu proses

kesembuhan pasien gangguan jiwa, ternyata keluarga juga merupakan penyebab utama terjadinya gangguan jiwa pada diri manusia. Keluarga-keluarga dengan kondisi

tertentu berpotensi untuk memilki anggota gangguan jiwa. Sehingga dalam berkeluarga perlu mencari ilmu untuk menentukan strategi yang diterapkan dalam

mencapai visi atau tujuan keluarga.

Potensi-potensi yang menyebabkan anggota keluarga menderita gangguan jiwa: 1. Tidak ada nilai agama di rumah tangga

2. Orang tua pengangguran atau tidak ada penanggung jawab ekonomi 3. Kemiskinan

(46)

2.6.2. Dampak gangguan jiwa

Adanya gangguan jiwa pada seorang pasien dapat menimbulkan berbagai kondisi antara lain sebagai berikut:

1. Gangguan Aktivitas Hidup Sehari-hari

Adanya gangguan jiwa pada seseorang dapat mempengaruhi kemampuan

orang tersebut dalam melakukan kegiatan sehari-hari seperti kemampuan untuk merawat diri, antara lain: mandi, berpakaian, merapikan rambut dan sebagainya. Atau berkurangnya kemampuan dan kemauan untuk memenuhi

kebutuhan dasarnya, seperti tidak mau makan, minum, buang air, serta diam dengan sedikit gerakan. Apabila kondisi ini dibiarkan berlanjut maka akhirnya

dapat juga menimbulkan penyakit fisik seperti kelaparan dan kurang gizi, sakit infeksi saluran pencernaan dan pernafasan serta adanya penyakit kulit, atau timbul penyakit yang lainnya.

2. Gangguan Hubungan Interpersonal

Disamping berkurangnya kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya sehari-hari, seorang pasien gangguan jiwa juga kadang mengalami penurunan kemampuan melakukan hubungan (komunikasi) dengan orang lain. Pasien mungkin tidak mau berbicara, tidak mau menatap orang lain atau

menghindar dan memberontak manakala didekati orang lain. Disamping itu mungkin juga pasien tidak mau membicarakan dengan terbuka apa yang

(47)

3. Gangguan Peran Sosial

Dengan adanya gangguan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari dan

berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, maka tentu saja berakibat pada terganggunya peran dalam kehidupan. Baik dalam

pekerjaannya sehari-hari, dalam kegiatan pendidikan, peran dalam keluarga (sebagai ayah, ibu, anak) dan peran dalam kehidupan sosial yang lebih luas (dalam masyarakat). (Budi Anna Keliat, 2008:92)

Berbagai keadaan yang timbul akibat gangguan jiwa akhirnya dapat merugikan kepentingan keluarga, kelompok dan masyarakat, sehingga peran serta aktif dari

(48)

46 BAB III

OBJEK PENELITIAN

3.1. Sejarah RSJ Provinsi Jawa Barat

Pada awal mula didirikannya rumah sakit jiwa (tahun 1946), khususnya RSJ Provinsi Jawa Barat, yang pada saat itu bernama Neuro Psychiatrisch Kliniek ditujukan untuk menjadi tempat rujukan kesehatan jiwa bagi para warga negara

asing yang pada saat itu juga menjadi pendiri rumah sakit tersebut. Pada saat itu rumah sakit jiwa didirikan karena banyaknya gejala gangguan kejiwaan yang nampak dari perilaku para warga negara asing, tepatnya warga negara Belanda.

Selain itu untuk menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan jiwa bagi para pribumi yang ikut bekerja bersama warga negara Belanda tersebut. Sejarah RSJ

Provinsi Jawa Barat tidak dapat dilepaskan dari sejarah RSJ Bandung dan RSJ Cimahi. Awalnya dimulai dari bergabungnya kedua rumah sakit tersebut pada tahun 2009 yang kemudian berubah nama menjadi RSJ Provinsi Jawa Barat.

Dalam perjalanannya, RSJ Provinsi Jawa Barat mengalami banyak pergantian nama dan kepemimpinan, yaitu sebagai berikut;

1. Tahun 1946 – 1948 bernama Neuro Psychiatrisch Kliniek 2. Tahun 1948 – 1950 bernama RS Pasundan

3. Tahun 1950 – 1954 bernama RS Jiwa dan Syaraf

(49)

6. Tahun 1969 – 1978 bernama Rumah Kesehatan Jiwa Bandung 7. Tahun 1978 – 1994 bernama RS Jiwa Bandung

8. Tahun 1994 – 2002 bernama RS Jiwa Pusat Bandung 9. Tahun 2002 – 2009 bernama RS Jiwa Bandung

10.Tahun 2009 – sekarang bernama RS Jiwa Provinsi Jawa Barat

RSJ Provinsi Jawa Barat juga memiliki sejarah kepemimpinan, dimana

dipimpin oleh seorang direktur sebagai kepala rumah sakit, yaitu sebagai berikut;

1. Tahun 1946 – 1951 dipimpin oleh dr. GJ. Crans

2. Tahun 1951 – 1952 dipimpin oleh dr. Parjono Suryodipuro 3. Tahun 1952 – 1955 dipimpin oleh dr. GJ. Crans

4. Tahun 1955 – 1961 dipimpin oleh dr. WM. Pfeifer 5. Tahun 1961 – 1981 dipimpin oleh Prof. dr. HHB. Saanin

6. Tahun 1981 – 1990 dipimpin oleh dr. Nizar Zainal Abidin, Sp.KJ 7. Tahun 1990 – 1996 dipimpin oleh dr. Agus Harjana Saiman, Sp.KJ

8. Tahun 1996 – 2004 dipimpin oleh dr. Dengara Pane, Sp.KJ., MHA 9. Tahun 2004 – 2008 dipimpin oleh dr. H. Machmud, Sp.KJ

10.Tahun 2008 – Desember 2008 dipimpin oleh H. Endang Djajuli, S.Pd.,

MM (Pelaksana Tugas Direktur)

11.Desember 2008 – sekarang dipimpin oleh dr. Baniah Patriawati, MM.

(50)

tugas, fungsi,visi, misi, falsafah dasar, tujuan, motto, dan budaya kerja yang

menjadi pedoman kerja bagi seluruh karyawannya.

3.1.1. Visi RSJ Provinsi Jawa Barat

Visi dari RSJ Provinsi Jawa Barat adalah untuk menjadi rumah sakit

unggulan dan pusat rujukan pelayanan kesehatan jiwa tahun 2015.

3.1.2. Misi RSJ Provinsi Jawa Barat

Misi dari RSJ Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut:

1. Menjadikan RSJ Provinsi Jawa Barat sebagai Unit Entitas Mandiri. 2. Meningkatkan professionalisme SDM.

3. Menyelenggarakan Standar Unggulan Pelayanan Kesehatan Jiwa. 4. Mengembangkan fasilitas dan utilitas di RSJ Provinsi.

5. Menjadi pusat rujukan kesehatan jiwa.

6. Meningkatkan kesejahteraan karyawan.

3.1.3. Motto RSJ Provinsi Jawa Barat

Motto dari RSJ Provinsi Jawa Barat adalah, “KAMI PEDULI KESEHATAN JIWA ANDA”

3.1.4. Falsafah RSJ Provinsi Jawa Barat

Memberikan Pelayanan Kesehatan Jiwa Professional Dengan Pendekatan Bio-Psiko-Sosio-Budaya-Spiritual Komprehensif dan Paripurna Yang Terjangkau

(51)

3.1.5. Tugas RSJ Provinsi Jawa Barat

RSJ Provinsi Jawa Barat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan khusus jiwa paripurna, meliputi preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitasi. Serta pendidikan, pelatihan, penelitian, dan pengembangan di

bidang kesehatan jiwa regional di Provinsi Jawa Barat.

3.1.6. Fungsi RSJ Provinsi Jawa Barat

Dalam melaksanakan tugas pokoknya, RS Jiwa Provinsi Jawa Barat

mempunyai fungsi sebagai berikut;

1. Penyelenggaraan pengaturan, perumusan kebijakan teknis dan

pengendalian bidang kesehatan jiwa;

2. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa dan penunjang lainnya di bidang kesehatan jiwa;

3. Penyelenggaraan kegiatan dalam bidang kesehatan jiwa lainnya;

4. Pelaksanaan tugas lain dari Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.1.7 Tujuan RSJ Provinsi Jawa Barat

RSJ Provinsi Jawa Barat memiliki tujuan – tujuan yang hendak dicapai dalam upaya untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan Pelayanan Kesehatan Jiwa yang bermutu, merata, dan terjangkau, baik di RSJ Provinsi Jawa Barat sebagai Center of Excellence maupun di jajaran pelayanan kesehatan jiwa lainnya di dalam daerah cakupan.

2. Meningkatkan efisiensi dan kinerja menuju Kemandirian Rumah Sakit

(52)

3. Memelihara dan mengembangkan sarana dan prasarana menuju Rumah Sakit Jiwa Unggulan dan Pusat Rujukan.

4. Mengembangkan SDM secara proporsional dan professional, baik teknik maupun managerial.

5. Menekan angka mortalitas dan morbiditas gangguan kesehatan terutama kesehatan jiwa.

6. Meningkatkan kerjasama lintas sektoral dan peran serta masyarakat dalam

upaya masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.

3.1.8. Budaya Kerja RSJ Provinsi Jawa Barat 1. Mengutamakan Kepuasan Pelanggan

2. Disiplin dan Tanggung Jawab 3. Professional dan Kerjasama

4. Tanggap dan Ramah 5. Bersih dan Rapi

3.2. Sejarah UPF Keswamas RSJ Provinsi Jawa Barat

Tempat pelaksanaan PKL adalah UPF Keswamas (Unit Pelaksana Fungsional

Kesehatan Jiwa Masyarakat). UPF Keswamas ini hadir sejak tahun 1978, yaitu sejak RSJ Provinsi Jawa Barat masih menyandang nama sebagai RSJ Bandung.

Namun pada saat itu belum terdapat adanya kejelasan tugas dan fungsi yang ditetapkan. UPF Keswamas melakukan segala hal yang dapat membantu dan menunjang kemajuan RSJ Bandung pada saat itu. Mulai dari memberikan

(53)

keluarga pasien. Kemudian dalam perkembangannya, kini UPF Keswamas telah memiliki kegiatan dan tugas utama yang jelas.

Tugas utama UPF Keswamas adalah sebagai petugas terdepan dalam mempromosikan RSJ Provinsi Jawa Barat, memberikan pengertian mengenai

kesehatan jiwa kepada masyarakat, maupun kegiatan-kegiatan lain dalam hal kesehatan jiwa. Sedangkan kegiatan UPF Keswamas itu sendiri antara lain adalah; sebagai coordinator, penyuluhan, integrasi, home visit, medico sosio unit, Tim Pembina Kesehatan Jiwa Masyarakat, pembinaan wilayah, droping, family gathering (pasien), hotline service. Selain kegiatan-kegiatan yang telah disebutkan, UPF Keswamas juga sering melakukan dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan lain yang bersifat intern, misalnya kegiatan-kegiatan olahraga karyawan, hiburan, dll. UPF Keswamas sendiri saat ini dipimpin oleh Ibu Dra. Enok Komariah,

M.Kes yang juga membawahi tiga orang karyawan lainnya, yaitu Ibu Riska Probo Nilawati, S.KM, Ibu Hartatik, dan Bapak Elan Darmawan.

Sampai saat ini, UPF Keswamas merupakan unit pelaksana yang sebagian besar kegiatannya sangat berhubungan dengan public internal dan eksternal, memiliki fungsi yang sama seperti seorang Public Relations di suatu perusahaan.

Kegiatan-kegiatan yang dikerjakan oleh UPF Keswamas juga melibatkan banyak profesi lain untuk bekerjasama di dalamnya. Oleh karena itu UPF Keswamas juga

(54)

Fungsional, dimana kelompok ini bekerja langsung secara nyata di lapangan, dan

Gambar

Tabel 1.1 Subjek  Penelitian
Tabel 1.2

Referensi

Dokumen terkait