DAFTAR TABEL
Nomer Tabel Halaman
4.1 Uji Multikolonieritas 57
4.2 Uji Autokorelasi DW 58
4.3 Uji Heterokedasitas 58
4.4 Uji Normalitas 59
4.5 Uji Koefoisien Determinasi 60
4.6 Uji F Dengan departemen variabel 61 4.7 Uji t Dengan Departemen Variabel 62
ABSTRACT
This research aims to find out that finance of murabahah is issued by islamic banks a finance is variaous sectors of consumption and productive use of sharia banking services. One of them is for their home purchases. Not suprising that in the end also issue Islamic banking financing. Which can be called the home ownership financing. BTN sharia is islamic banking which is islamic business units are still fairly new. BTN syariah started her business which in february 2005. Of course as a bisiness institution that is also oriented to profit customers who use home ownership financing. The question here is what are influance the determination of margin murabaah so many complaints that the finance of home came islamic banks is much higher and burden some that the cinventional banking. That is the magnitude of this research, in which the resualt of research by using multiple linier regression. Analysis showed that a series is in the environment will be answered.
In this study there are two variables are independent and dependent variabels. Independent variable is the costs of the portion of the deposits, profit targets, and the interest rate while the influance of the variable murabahah. Margin murabahah that affect overhead costs, deposits profit targets, and the rate with a care study of BTN sharia the period 2005-2008.
Keywords : murabaha, margins, house, finance, banks, regression
iii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pembiayaan murabahah merupakan pembiayaan yang dikeluarkan oleh perbankan syariah untuk membiayai berbagai sektor konsumtif dan produktif yang menggunakan layanan dan jasa bank syariah. Salah satunya adalah untuk kebutuhan pembelian rumah. Tidak heran bila pada akhirnya perbabkan syariah juga mengeluarkan pembiayaan seperti pembiayaan kepemilikan rumah. BTN syariah merupakan bank syariah yang merupakan unit usaha syariah yang masih terbilang masih baru. BTN syariah memulai usahanya pada bulan februari 2005. Sudah tentu sebagai sebuah lembaga bisnis yang juga berorientasi pada profit maka BTN syariah menetapkan margin keuntungan dari para nasabah yang menggunakan jasa pembiayaan pemilikan rumah. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah apa faktor yang mempengaruhi penetapan margin murabahah tersebut sehingga banyak terdengar keluhan bahwa pembiayaan rumah dari bank syariah jauh lebih tinggi di bandingkan perbankan konvensional. Itulah yang menjadi besar dari penelitian dengan menggunakan analisis regresi linier berganda terlihat bahwa serangkaian yang ada di lingkungan masyarakat.
Dengan penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependeen. Variabel independen adalah biaya overhead, porsi bagi hasil DPK, profit target, dan tingkat bunga sedangkan variabel dependen adalah pengaruh dari variabel margin murabahah. Margin murabahah yang mempengaruhi biaya overhead, DPK, profit target, dan suku bunga dengan studi kasus pada BTN syariah periode 2005-2008.
vi DAFTAR ISI
Hal Halaman Pengesahan Skripsi
Halaman Pengesahan Komprehensif
Daftar Riwayat Hidup…….……….i
Abstract….………...ii
Abstrak ………...iii
Kata Pengantar………iv
Daftar Isi………...vi
Daftar Tabel………...……...viii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian……….………1
B. Perumusan Masalah………..8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...9
BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Bank………..11
B. Murabahah……….………..13
C. Biaya Overhead………...19
D. Bagi Hasil (profit sharing)………..………20
E. Tingkat bunga pinjaman bank konvensional………...21
F. Produk pembiayaan………….………....22
G. Perumahan Dan Pemukiman………...25
vii
I. Hipotesis………...………...…36
J Kerangka Pemikiran………37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian………...41
B. Metode Penentuan Sampel………..41
C. Metode Pengumpulan Data……….42
D. Metode Analisis………..42
E. Operasional Variabel Penelitian………..48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BTN Syariah………..….63
B. Hasil dan Pembahasan………....69
C. pengujian asumsi Klasik……….57
a. Uji Multikolonioritas ………..……..57
b. Autokorelasi………..58.
c. UJi Heteroskedasitisitas………58.
d. Uji Normalitas………...59
e. Uji Statistik………60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….64
B.Implikasi………..…64
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia hingga saat ini
menunjukan hasil yang mengembirakan. Semenjak tahun 1992 hingga
sekarang ini pada tahun 2007 telah berdiri 3 bank umum syariah dan 21 bank
konvensional yang membuka unit usaha syariah serta 105 Bank Perkreditan
Rakyat Syariah. Pangsa pasar perbankan di Indonesia. Diharapkan pada akhir
tahun 2008 pangsa pasar perbankan syariah sudah mencapai 5% dari total
pangsa pasar perbankan nasional.
Perbankan syariah menunjukan ketangguhan pada awal krisis moneter
yang menimpa Indonesia pada 1997 hingga 1998 yang merupakan masa
terberat bagi seluruh sistem perekonomian Indonesia. Pada masa tersebut,
ketangguhan perbankan syariah tidak lepas dari tingginya tingkat
kepercayaan para nasabah perbankan syariah terhadap bank mereka, yaitu PT
Bank Muamalat Indonesia yang pada masa tersebut merupakan satu-satunya
bank syariah di tanah air. Sementara perbankan konvensional justru dilanda
ketidakkepercayaan yang tinggi dari kalangan masyarakat. Hal itu
mengakibatkan banyak bank konvensional yang berusaha untuk menarik dana
masyarakat dengan imbalan tingkat suku bunga tabungan deposito yang
tinggi, bahkan ada yang mencapai batas 35%. Bahkan dalam kenyataannya
2 hanya berani memberikan kredit dengan tingkat bunga maksimal 30,74%.
Yang terjadi akibatnya adalah bencana bagi perbankan konvensional karena
adanya spekulasi yang tinggi di kalangan masyarakat untuk mempercayakan
dana mereka dilelola oleh perbankan konvensional dengan harapan akan
mendapatkan bunga yang tinggi, sementara bank sendiri tidak diizinkan untuk
memberikan kredit dengan bunga tinggi kepada masyarakat. Hal inilah yang
mengakibatkan banyak perbankan konvensional mengalami kesulitan
keuangan dan mengakibatkan terjadinya negative spread yang demikian besar
di perbankan konvensional yang pada akhirnya telah mengakibatkan
tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang berakibat mereosotnya
kemampuan usaha sektor produksi. Kualitas aset perbankan turun secara
drastis.
Sementara di saat itu pula dalam rangka bertahan hidup jajaran perbankan
konvensional berusaha untuk terus menarik dana-dana masyarakat dengan
memberikan imbalan yang tinggi kepada para deposan mereka, sesuai dengan
dengan tingkat suku bungan pasar. Akan tetapi, hal ini menimbulkan dampak
negatif kepada sektor riil dan industri karena perbankan konvensional
menghindari untuk memberikan kredit dengan bunga rendah kepada sektor
tersebut. Ini mengakibatkan industri dan sektor produksi mengalami
penurunan kinerja mereka secara signifikan dan mengakibatkan rendahnya
kemampuan daya saing usaha pada sektor produksi.
Dalam masa tersebut justru perbankan syariah dapat menunjukan kinerja
3 ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran pembiayaan yang
bermasalah (non performing financing) pada bank syariah dan tidak
terjadinya negative spread dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut dapat
dipahami mengingat tingkat pengembalian pada bank syariah tidak mengacu
pada tingkat suku bunga tabungan dan deposito yang telah ditetapkan oleh
bank Indonesia karena perbankan syariah tidak menganut sistem bunga dan
pada akhirnya dapat menyediakan dana investasi dengan ”biaya” yang relatif
lebih rendah kepada masyarakat.
Pengalaman historis itulah yang pada akhirnya memberikan harapan
kepada masyarakat akan perkembangan perbankan syariah di Indonesia
sebagai suatu alternatif dalam dunia perbankan nasional yang lebih bisa
memberikan bagi kalangan masyarakat.
Berdasarkan teori yang berkembang pada periode 1950-an perbankan
syariah merupakan perbankan yang bebas bunga dan beroperasi berdasarkan
konsep mudharabah dan musyarakah, dan konsep ini dijalankan dengan
sistem profit and Loss sharing (PLS) atau bagi hasil, baik hasilnya berupa
keuntungan ataupun kerugian. (Saeed, Hal 12, 2003). Dan dengan adanya
pandanagan seperti itu, maka para teoritis perbankan islam pertama, seperti
Quraishi (1974), Uzair, 1978 dan Siddiq mereka menganggap bahwa
karateristik perbankan islam merupakan perbankan yang beroperasi dengan
konsep bagi hasil. Dengan menyamakan bunga sama dengan riba, maka para
penganut konsep awal pwrbankan syariah pada dasarnya percaya bahwa
4 diperoleh dari pinjaman yang di berikan sama denga riba. Berdasarkan
pandangan inilah maka perbankan syariah sama sekali tidak diizinkan untuk
menerima segala bentuk keuntungan yang ditetapkan terlebih dahulu atas
modal dala suatu transaksi pinjam-meminjam, kredit, ataupun hutang piutang
maupun transaksi yang berbentuk pembiayaan. Selain transaksi yang berbasis
pada profit and loss sharing, perbankan syariah juga merupakan transaksi
yang berbasis pada perdagangan dengan konsep mark up atas harga beli
untuk mendapatkan keuntungan atau pembiayaan mudharabah serta dengan
transaksi yang berdasarkan jasa atau fee based income yang di kenal dengan
nama wakalah atau kafalah ataupun rahn.
Seharusnya pembiayaan yang dilakukan oleh perbankan syariah
sebaiknya dalam bentuk pembiayaan yang berbentuk profit and loss sharing,
akan tetapi konsep pembiayaan yang adeal ini sampai sekarang masih sulit
dilaksanakan karena penuh denga resiko dan ketidak pastian. Selain itu
mereka yang mendapatkan pembiayaan dengan konsep ini juga masih suka
merasa mendapatkan kerugian ketika nisbah bagi hasil di bagikan. Hal itulah
yang menyebabkan pembiayaan yang ada pada perbankan syariah masih
didominasi oleh pembiayaan non bagi hasil (LPS) yaitu akad yang
berdasarkan prinsip jual jual beli seperti murabahah.
Dari data statistik perbankan syariah pada Diroktorat Bank Syariah Bank
Indonesia pada februari 2007 menunjukan pembiayaan denga akad
murabahah mencapai 62% dari total pembiayaan yang ada di perbankan
5 berikan hanya sekitar 30% dari total pembiayaan yang ada. Dari fakta ini
dapat dilihat bahwa rata-rata para pengelola pernamkan syariah masih sangat
memperhatikan aspek kehati-hatian dalam pembiayaan mudharabah sehingga
hasil yang diperoleh tidak maksimal.
Dari data statistik perkembangan perbankan syariah, terlihat bahwa
bentuk pembiayaan murabahah memegang peranan penting yang
memberikan porsi terbesar dalam penyaluran dana. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal, diantaranya adalah karena murabahah adalah
pembiyaan investasi jangka pendek, dan di bandingkan dengan sistem profit
ang loss sharing (LPS) cukup memudahkan. Kemudian memudahkan mark up
yang ada di dalam pembiayaan murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa
sehingga dapat memastikan bahwa bank syariah memperoleh keuntungan
yang sebanding dengan bank yang berbasis bunga yang menjadi pesaing dari
bank-bank syariah. Murabahah tidak memungkinkan bank-bank syariah
untuk mencampuri manajemen bisnis, karena pihak bank bukan merupakan
mitra nasabah, akan tetapi hubungan yang terjadi adalah hubungan antara
kreditur dan debitur. Posisi ini jelas lebih disukai oleh pihak bank, karena
pihak bank menkadi pihak yang cukup menentukan. Inilah yang membuat
murabahah mengalahkan pembiayaan yang berbasis profit loss sharing
(LPS) sehingga keuntungan bank yang terbesar juga berasal dari keuntungan
murabahah.
Murabahah juga popular karena saat ini terlihat bahwa jajaran perbankan
6 dari tingkat margin murabahah yang telah di tentukan di depan tersebut,
sehingga bank syariah sebagai mudharib dapat memberikan nisbah bagi hasil
yang cukup menarik bagi para shahibul mal, yaitu para deposan dan
penabung mudharabah. Semakin tinggi margin yang di minta bank kepada
nasabah pembeli (murabahah) berarti semakin besar pula pendapatan bank
syariah yang dapat dibagikan kepada para shahibul-malnya. Pada gilirannya
sumber dana mudharabah yang dapat dihimpun dapat dipertahankan
jumlahnya malah di harapkan semakin meningkat. Selain itu, saat para bankir
perbankan syariah nampaknya masih sangan berhati-hati dalam mengivestasi
dananya pada pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Kerugian ini terjadi
karena tingginya resiko yang dihadapi bank syariah terutama tingkat
kejujuran dari para mudharib atau mitra, ditambah lagi kondisi sektor riel
yang masih belum pulih dari krisis ekonomi dan moneter.
Selain sebagai alasan tersebut di atas, penyebab rendahnya proporsi
pembiayaan bagi hasil (LPS) antara lain adalah untuk mengkopetensi sumber
daya insani perbankan syariah yang masih rendah untuk melakukan investasi
pola bagi hasil. Dan tidak ketersediaannya informasi kinerja bisnis yang
mendalam untuk setiap sektor industri yang menjadi target investasi. Ini
mengakibatkan pihak bank syariah sangat berhati-hati dalam memberikan
pembiayaan (Hatief, Hal 8, 2002)
Hal-hal itulah yang membuat banyak perbankan syariah yang lebih
senang untuk mengedepankan konsep pembiayaan murabahah karena paling
7 permasalahan baru, karena pada akhirnya menimbulkan salah persepsi di
kalangan masyarakat bahwa pembiayaan murabahah yang ada di perbankan
syariah sangat mirip dengan sistem pinjaman kredit bank konvensional yang
menghitung bunganya secara fixed/flat rate, terutama karena adanya faktor
mark-up yang menggunakan suku bunga sebagai patokan, atau benchmark
sehingga perbankan syariah bisa bersaing dengan bank-bank konvensional
yang berbasis bunga.
Selain itu masih banyak bank syariah yang memasukan unsur bonus giro,
bagi hasil tabungan dan deposito sebagai cost of fund dalam menetapkan
margin sehingga jatuhnya lebih tinggi atau sama dengan bunga pinjaman. Ini
merupakan konsep yang salah karena pada akhirnya memuat bank syariah
tidak berbeda dengan bank konvensional. Padahal, bank syariah merupakan
bank yang mengharamkan bunga karena sama dengan riba dalam prakteknya
dan menghalalkan jual beli, sesuai dengan konsep yang sudah ditegaskan di
dalam Al-Qur’an. Apabila salah persepsi ini diberikan akibatnya masyarakat
tidak bisa lagi membedakan mana yang sistem bank syariah dan mana yang
sistem konvensional. Pada akhirnya akan menurunkan citra ke-syariah-an
bank syariah dann menimbulkan keraguan bagi masyarakat untuk memilih
bank syariah (Parwataatmadja, 2002)
Di lihat dari peran penting murabahah yang mendominasi pendapatan
bank syariah serta untuk menyelamatkan citra bank syariah di mata para
nasabahnya pada umumnya dan umat Islam pada khususnya maka perlu
8 pembiayaan murabahah dan bagaimana penetapan margin jual beli yang adil
bagi bank dan nasabah. Termasuk bagi produk pembiayaan pemilikan rumah
yang juga menggunakan skim murabahah.
Salah satu karakteristik yang perlu diketahui sebagai akar dari kesuksesan yang akan dicapai suatu bank syariah segmentasi pasar. Identifikasi segmentasi pasar dilakukan dengan cara mengenali karaktersitik atau sifat dari nasabah dalam memilih alternatif bank syariah yang ada di Indonesia. Ini menunjukan bahwa inovasi dan kreatifitas dalam ekonomi adalah suatu keharusan. Tentunya BTN Syariahyang baru beberapa bulan ini telahmenjalankan unit usaha syariah di tahun 2005, diharapkan dapat mengidentifikasilebih mendalam mengenai berbagai dimensi atau faktor apa saja yang menjadi pertimbangan nasabah untuk memilih BTN Syariah sebagai lembag keuangan dari berbagai alternatif yang ada.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian identifikasi dan batasan masalah dimuka, maka
masalah-masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah Terdapat berpengaruh biaya overhead, DPK, tingkat Bunga dan
profit target terhadap margin murabahah?
2. Variabel independen manakah yang paling dominan mempengaruhi
9 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
C.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini disusun berdasarkan perumusan masalah yang
telah disampaikan sebelumnya, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah teridentifikasinya sejumlah fektor yang berhubungan dan
mempengaruhi penetapan tingkat margin pembiayaan murabahah. Dengan
diketahui faktor apa saja yang berhubungan dan signifikan berpengaruh,
selanjutnya dapat dijadikan acuan dalam menyusun sebagai strategi
pembiayaan non bagi hasil seperti murabahah yang digunakan untuk
kepentingan kepemilikan tumah atau yang berbasis bagi hasil seperti
mudharabab dan musyarakah. Secara spesifik, tujuan yang ingin di capai
adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh biaya overhead, porsi bagi hasil, DPK, dan
porfit target terhadap margin murabahah kepemilikan rumah
2. Untuk menganalisis variabel independen biaya overhead, DPK, tingkat
bunga, dan profit target yang paling dominan mempengaruhi margin
10 C.2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ditujukan untuk berbagai pihak yang berkepentingan dengan penelitian ini, yang disajikan sebagai berikut:
1. Bagi Bank Syariah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu asset ummat yang
patut dipertahankan dan disebarkan dalam pembiayaan murabahah
yang mereka berikan dalam kepemilikan rumah. Dan dapat dijadikan
bahan perbandingan antara teori dan realita bagaimana penerapan
transaksi murabahah, khususnya dalam pembiayaan pemilikan
rumah.
2. Bagi penulis
Penulis dapat menerapkan ilmu selama masa studi dan memperoleh
wawasan mengenai sistem perhitungan margin murabahah pada
tataran praktik, terutama yang berkaitan dengan pembiayaan
kepemilikan rumah.
3. Bagi masyarakat
Memberikan referensi bagi peneliti dan diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat yang
selama ini sering menggunakan dan memanfaatkan pembiayaan
murabahah namun tidak memahami mekanisme pendapatan
marginya. Selain itu, diharapkan apa yang dihasilkan dari penelitian
12 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Bank
Bank Syariah atau selanjutnya di sebut dengan bank islam adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah
adalah lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya di
kembangkan berdasarkan pada AL-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Atau
dengan kata lain bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya di sesuaikan
dengan prinsip syariah islam.
Penertian bank bank menurut UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank dalam mengajukan usahanya
terutama menghimpun dana dalam bentuk simpanan yang merupakan sumber
dana bank. Demikian pula dari segi pemilik bank tidak semata-mata
memperoleh keuntungan yang sebesar-sebesarnya bagi pemilik bank tapi juga
kegiatannya itu harus pula diarahkan pada peningkatan taraf hidup
masyarakat. Definisi tersebut merupakan komitmen bagi setiap bank yang
menjalankan usahanya di Indonesia. Sedangkan bank umum adalah bank
13 merupakan penekanan pada fungsi tambahan bank umum hal pemberian
pelayanan atau jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan definisi ini
dapat disimpulkan bahwa hanya bank umumlah yang dapat menyediakan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak diperkenankan
melakukan kegiatan tersebut. Inilah pula yang menjadikan perbedaan
prinsipil antar bank umum dengan BPR dalam melakukan kegiatan usahanya.
Bank syariah memiliki kesamaan fungsi dengan bank umum,
fungsi-fungsi bank umum sebagaimana yang dimaksud antara lain (siamat:1999):
1. menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam
kegiatan ekonomi. Bank wajib menyediakan mekanisme dan alat
pembayaran yang lebih efisien kepada nasabahnya, seperti penyediaaan
fasilitas kartu kredit, ATM, serta mekanisme jasa kliring dan inkaso.
2. Menciptakan uang. Menciptaka uang yang di maksud bukanlah seperti
fungsi pada bank Indonesia, menciptakan uang dalam hal ini adalah
bagaimana bank syariah dalam kegiatannya operasionalnya seperti bank
konvensional, dapat memberikan perolehan hasil secara maksimal.
Perolehan hasil ini merupakan balas jasa (keuntungan) yang diterima
dalam bentuk uang, yang dapat digunakan kembali untuk mempelancar
kegiatan operasional bank atau disimpan sebagai cadangan modal.
3. Menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat. Kegiatan
menghimpun dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan jasa dalam
bentuk tabungan, deposito berjangka, giro maupun menerima dana sesuai
14 syariat Islam. Dalam penyaluran kembali dana ke masyarakat dapat dalam
bentuk pemberian kredit dan bentuk-bentuk pendanaan lainnya. Dalam
menyalurkan kembali dana masyarakat, bank memperoleh balas jasa
dalam bentuk bagi hasil berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
Tujuan dari perputaran dana ini adalah sebagai perilehan hasil (profit) dan
mobilisasi dana dapat terus berjalan.
4. Menawarkan jasa-jasa keuangan lainnya. Jasa-jasa keuangan lainnya yang
dapat ditawarkan oleh bank syariah antara lain, untuk mentransfer antar
bank dalam kota atau luar negri, kliring, inkaso, bank card, safe deposit
box, bank notes, travelers cheque, letter of credit, bank bergaransi,
jasa-jasa dipasar modal dan menerima setoran-setoran lain.
B. Murabahah
Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli yang bersifat amanah.
Bentuk jual beli berlandaskan pada sabda Rasulullah SAW dari Syuaib ar
Rumy r.a :”tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: pertama, menjual
dengan pembayaran tangguh (murabahah), kedua muqarradhah (nama lain
dari murabahah) dan ketiga, mencampuri tepung dengan gandum untuk
kepentingan rumah, bukan untuk diperjualbelikan.”
Murabahah adalah kontrak jual-beli atas barang tertentu. Dalam
transaksi jual-beli tersebut penjual harus menyebutkan dengan jelas barang
15 pembelian dan keuntungan yang diambil dan cara pembayarannya harus
disebutkan dengan jelas.
Dalam teknis perbankan. Murabahah adalah akad jual beli antara bank
selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk
membeli barang. Bank memperoleh keuntungan jual-beli yang disepakati
bersama. Rukun dan syarat murabahah adalah sama dengan rukun dan syarat
fiqih, sedangkan syarat-syarat lain seperti barang, harga dan cara pembayaran
adalah sesuai dengan kebijakan bank yang bersangkutan. Harga jual bank
adalah harga beli dari pemasok ditambah keuntungan yang disepakati
bersama, jadi nasabah mengetahui keuntungan yang diambil oleh bank.
Selama akad belum berakhir maka harga jual-beli tidak boleh berubah.
Apabila terjadi perubahan maka akad tersebut menjadi batal. Cara
pembayaran dan jangka waktunya disepakati bersama, bisa secara lumpsum
ataupun secara angsuran. Murabahah dengan pembayaran secara angsuran ini
disebut juga bai’bitsamab ajil. Dalam prakteknya nasabah juga memesan
untuk membeli barang menunjuk pemasok yang telah diketahuinya
menyediakan barang dengan spesifikasi dan harga yang sesuai dengan
keinginannya.
Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi kebutuhannya untuk
memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa harus menyediakan
uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah memperoleh
16 Bentuk-bentuk akad jual-beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih
muamalah islamiyah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai
belasandan sampai juga puluhan. Sungguhpun demikian, dari banyak itu, ada
tiga jenis jual-beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok
dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu
bai’al-murabahah, bai’as-salam, dan bai’ al-istishna.
bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tanaman keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual
harus memberi tahu produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Bai’ al-murabahah dapat dilakukan untuk
pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada
pemesan pembelian (KPP).
bai’ as salam adalah akad jual beli suatu barang dimana harganya dibayar
dengan segera, sedangkan barangnya akan diserahkan kemudian dalam
jangka waktu yang telah disepakati.
Dalam teknis perbankan syariah, salam berarti pembelian yang dilakukan
oleh bank dari nasabah dengan pembayaran di muka dengan jangka waktu
penyerahan yang disepakati bersama. Harga yang dibayarkan dalam bentuk
tunai yang dibayarkan segera. Tentu saja bank tidak bermaksud hanya
melakukan salam untuk memperoleh barang. Barang itu harus dijual lagi
untuk memperoleh keuntungan . oleh karena itu dalam prakteknya transaksi
penjualan salam oleh bank selalu diikuti atau dibarengai dengan transaksi
17 paralel salam . bank dapat juga melakukan penjualan barang itu dengan
menggunakanskema murabahah.
Pada umumnya nasabah yang memerlukan fasilitas salam adalah nasabah
yang menerima pesanan dari pelangganya dengan syarat bahwa harga atas
barang itu tidak memiliki dana yang cukup untuk melakukan pengadaan
barang yang di pesan tersebut. Agar nasabah dapat memperoleh dana yang
dibutuhkan itu maka ia bukan melakukan penjualan langsung kepada
pemesannya, melainkan menjual kepada bank dengan salam dan posisinya
sebagai penjual terhadap pemesannya digantikan oleh bank. Tentu saja harga
dalam jual beli antara bank dengan nasabah produsen itu lebih rendah dari
pada harga yang dosepakati antara produsen dengan pemesan barang. Selisih
harga itu menjadi keuntungan bank.
Bai’ al istishna adalah akad jual-beli antara pemesan /pembeli dimana
barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dulu dengan kriteria
yang jelas. Istishna’ hampir sama dengan bai’ as salam. Bedanya hanya
terletak pada cara pembayarannya. Pada salam pembayarannya harus dimuka
dan segera, sedang pada istihna’ pembayarannya boleh di awal, di tengah
atau diakhir, baik sekaligus ataupun secara bertahap.
Teknis Perhitungan Transaksi Murabahah
Teknis perhitungan yang di perlukan dalam transaksi murabahah antara
lain adalah:
18 Dalam praktek perbankan, biasanya margin dihitung dengan
menggunakan metode anuitas, makin lama jangka waktu mak makin besar
margin yang di kenakan pada nasabah. Dalam diskusi ekonomi syariah,
pembolehan konsep tersebut dikarenakan konsep anuitas hanya digunakan
sebagai dasar perhitungan margin. Setelah margin ditentukan, nilai
margin tersebut bersifat tetap dan tidak berubah kendati terjadi
keterlambatan pembayaran oleh nasabah.
2) Perhitungan Angsuran perbulan dan pendapatan yang diakui
Angsuran perbulan bersifat merata atau tetap sepanjang masa pelunasan.
Perhitungan angsuran dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Angsuran perbulan = total piutang – uang muka Jumlah bulan pelunasan
Misalkan dengan menggunakan data murabahah dengan pesanan diatas
(total piutang Rp 118 juta; uang muka Rp 10 juta, jangka waktu 24
bulan), maka:
Angsuran perbulan = (total piutang – uang muka)/jumlah bulan pelunasan
= (Rp 118.000-Rp 10.000.000)/24
= 108.000.000/24
= 4.500.000
Untuk mendapatkan hasil yang sama, angsuran perbulan juga dapat
dihitung dengan menjumlahkan pokok perbulan sengan margin per bulan
seperti yang ditunjukan dalam Apendiks 1.
3) Perhitungan pendapatan margin yang diakui saat jatuh tempo atau
19 Setiap tanggal jatuh tempo, bank syariah akan mengakui adanya
pendapatan margin. Besarbya pendapatan margin yang diakui tergantung
pada alternatif pendekatan yang digunakan. Bila bank menggunakan
pendekatan proporsional, maka besarnya margin setiap bulan adalah
sama, sedangkan bila menggunakan tabel anuitas, maka margin pada
bulan pertama akan lebih besar dibanding dengan bulan kedua dan
seterusnya.
1) Perhitungan persentase keuntungan dari perhitungan margin dengan
biaya perolehan. Dalam PSAK 102 paragraf 24 disebutkan bahwa
persentase keuntungan dihitung dengan perbandingan antara margin
dan biaya perolehan aset murabahah. Menurut pandangan penulis,
penggunaan persentase keuntungan dari perbandingan margin dengan
biaya perolehan aset murabahah tidaklah praktis untuk diterapkan
terutama dalam melakukan perhitungan margin yang diakui oleh bank
pada saat adanya angsuran oleh nasabah. Untuk itu perhitungan
persentase keuntungan sebaliknya diambil dari perhitungan margin
dengan total piutang diluar uang muka yang telah dibayar nasabah.
2) Perhitungan persentase keuntungan dari perhitungan margin dengan
total piutang
Perhitungan prsentase keuntungan dari perbandingan margin dengan
total piutang adalah sebagai berikut ditunjukan oleh rumus berikut:
20 penggunaan pendekatan ini akan sangat membantu dalam hal
perhitungan perbulan yang dihitung proporsional terhadap jumlah
yang dibayar (Rizal yaya 2009:179)
C. Biaya Overhead
Komponen biaya yang di perhitungkan dalam biaya overhead oleh bank
konvensional adalah semua biaya yang di keluarkan oleh bank dalam
kegiatan menghimpun dana dari berbagai sumber yang menjadi beban
regi/laba antara lain: beban personalia,beban administrasi dan umum, dan
beban lainnya.
Dalam akuntansi perbankan syariah imbalan bagi hasil yang di berikan
kepada pemilik dana dengan prinsip murabahah, bukan beban bank syariah.
Karena besar kecilnya sangat tergantung dari pendapatan yang diterima
sehingga dalam perhitungan overhead juga tidak diperkenankan di
perhitungkan.
Biaya overhead yang di hitung oleh bank syariah untuk menentukan
besarnya keuntungan murabahah yang seharusnya di hitung dari beban
overhead yang nyata-nyata di keluarkan (riil cost) seperti beban operasional
dan beban lainnya. Apabila sebagai pembanding biaya overhead ini adalah
aktiva produktif maka berapa biaya akan di tanggung oleh debitur. Oleh
karena itu, semakin besar aktiva produktif semakin kecil biaya overhead yang
21 D. Bagi hasil (profit sharing)
Bagi hasil menurut termenelogi inggris di kenal sebagai “profit sharing”,
dalam kamus ekonomi artinya pembagian laba. Secara definisi profit sharing
di artikan “distribusi beberapa bagian dari laba pada pegawai dari suatu
perusahaan. Sistem ekonomi berdasarkan bagi hasil akan menjamin alokasi
sumber ekonomi yang lebih baik dan terjadinya distribusi pendapatan yang
lebih sesuai” (muhamad, 2001:22)
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan
dalam empat akad yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan
al-musaqah.
1. Pengertian Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua phak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
resiko akan ditanggung bersama sesuai denga kesepakatan.
22 Mudharobah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses
seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis al-mudharabah adalah akad kerja sama sama antara dua
phak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal
sedangkan pihak lainnya adalah menjadi pengelola. Keuntungan usaha
secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal sela
kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu
diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola
harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
3. Al-muzara’ah
Al- muzara’ah adalah akad kerja sama pengelola pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagia
tertentu (persentase) dari hasil panen.
4. Al-musaqah
Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah di mana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan
sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil
panen.
23 Bunga merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia karena pada
hakekatnya bunga bank merupakan lembaga intermediasi yang menjembatani
para penabung dengan investor. Karena tabungan hanya akan bermanfaat bila
diinfestasikan, sedangkan para penabung tidak dapat diharapkan untuk
menggunakan kemampuannya untuk melakukan bisnis, maka tidak diragukan
lagi bahwa bank dapat melakukan fungsi yang bermanfaat bagi masyarakta
Islam.
Bila pungutan bunga itu dikenakan pada pinjaman untuk tujuan produktif,
setidak-tidaknya kita harus mempertimbangkan beberapa prinsip yang
bertentangan dengan keadilan.
Tingkat bunga yng dilakukan oleh bank konvensional, peneliti telah
menjelaskan bahwa tingkat pinjaman bank konvensional ternyata
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap margin murabahah untuk
pembiayaan pemilikan rumah dari PT. bank Stariah Mandiri.
F. Produk Pembiayaan
Secara formal pembiayaan dapat didefinisikan sebagai salah satu tugas
pokok bank, yaitu memberikan fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi
kebuuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Menurut sifat
penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal yaitu pembiayaan
produktif dan pembiayaan konsumtif.
Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditujukan untuk
24 usaha, baik usaha produksi, perdagangan , maupun investasi. Sedangkan
pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis di gunakan untuk memenuhi
kebutuhan.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua
hal yang perama ialah sebagai pembiayaan modal kerja dan pembiayaan
investasi. Di sini dapat dijelaskan satu persatu bahwa pembiayaan modal
kerja yaitu, pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan dimana unsur-unsur
modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat likuid (cash), piutang
dagang (receivable), dan persediaan ( inventory) yang umumnya terdiri atas
persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang dalam proses (work
in process), dan persediaan barang jadi (finished goods). Oleh karena itu,
pembiayaan modal kerja merupakan salah satu atau kombinasi dari
pembiayaan likuiditas (cash financing), pembiayaan piutang (receivable
financing) dan pembiayaan persediaan (inventory financing).
Bank konvensional memberikan kredit modal kerja tersebut, dengan cara
memberikan pinjaman sejumlah uang yang dibutuhkan untuk mendanai
seluruh kebutuhan yang merupakan kombinasi dari komponen-komponen
modal kerja tersebut, baik untuk keperluan produksi maupun perdagangan
untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan berupa bunga.
Sedangkan bank syariah dapat membantu memenuhi seluruh kebutuhan
modal kerja tersebut bukan dengan meminjamkan uang, melaikan dengan
25 sebagai penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah sebagai
pengusaha (mudharib). Skema pembiayaan semacam ini disebut dengan
mudharabah (trust financing). Fasilitas ini dapat diberikan untuk jangka
waktu tertentu, sedangkan bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah
yang disepakati setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan jumlah dana
tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum digunakan) yang menjadi bagian
bank. Yang kedua pembiayaan investasi ialah untuk memenuhi kebuthan
barang-barang modal (capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat
kaitannya dengan itu. Bahwasanya pembiayaan diberikan kepada para
nasabah untuk keperluan investasi, yaitu keperluan penanaman modal guna
mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha taupun pendirian proyek baru.
(Antonio Syafi’i , 2001)
Mekanisme pembiayaan kepemilikan rumah (KPR) merupakan produk
pembiayaan yang diberikan untuk pembelian rumah berdasarkan prinsip
murabahab sebesar harga beli di tambah margin yang disepakati kedua belah
pihak dengan metode pembayaran tunai atau cicilan dengan prinsip sesuai
dengan syariah.
Menjamurnya lembaga keuangan syariah yang di tandai dengan
bermunculnya bank-bank syariah yang memuat pasar bisnis perbankan kini
kian ramai. Persaingan pun makin ketat terlebih-lebih pada bank syariah
sebab bank syariah tak hanya bersaing dengan bank konvensional namun juga
26 di mata nasabah bank harus mengoptimalkan peranannya sebagai lembaga
intermediasi.
Kegiatan utamanya adalah pembelian kredit atau pembiayaan. Bank
diharapkan dapat memberikan kredit atau pembiayaan yang menghasilkan
pendapatan atau porsi bagi hasil yang besar. Sebab tak diduga tujuan
masyarakat menginvestasukan dananya adalah untuk mendapatkan
keuntungan.
Dalam bank konvensional, besarnya jumlah kredit yang diberikan akan
menentukan keuntungan, namun pada bank syariah yang menentukan jumlah
pendapatan bukan hanya jumlah pembiayaan yang diberikan. Terutama
apabila bank syariah menyalurkan dananya dalam piutang yang timbul dari
transaksi jual-beli seperti murabahah, salam, istishna dan juga transaksi
sewa-menyewa (ijarah).
Pentingnya efektifitas pembiayaan apabila syariah tak mampu
menyalurkan pembiayaannya, sementara dana yang terhimpun dari para
investor (deposan dan penabung) terus bertambah maka dana yang
menganggur akan bertambah.
Pendapatan margin / bagi hasil tidak bertambah sehingga bagi hasil yang
didistribusikan kepada setiap investor pun akan menjadi lebih kecil dari
sebelunnya. Hal ini akan berdampak terjadinya penurunan jumlah dana pihak
ketiga pada bank syariah. Yang menandakan berkurangnya kepercayaan
27 Dari uraian diatas bahwa pengelolaan pembiayaan harus di lakukan
dengan sebaik-baiknya untuk mempertahankan jumlah pendapatan
margin/bagi hasil guna menjaga citra positif di mata para nasabah inilah yang
menjadi landasan penulis untuk mengangkat tema tersebut.
(Perwataatmadja,2002)
G. Perumahan dan Pemukiman
Menurut UU No. 4 tahun 1992, pengertian antara perumahan dengan
rumah berbeda. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga. Perumahan mempunyai
arti yang lebih luas lagi, yaitu kelompok tumah atau yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hinian yang di lengkapi dengan
sarana dan prasarana lingkungan. (Suparno sastra M. Dan Endy marlina,
2006:29)
Sedangkan pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
peri kehidupan dan penghidupan (Rencana pembangunan lima tahun keenam,
1994:411)
Hakekat perumahan hanya dapat diungkapkan makna apabila dikaitkan
dengan manusia yang menempatinya sebuah rumah tidak hanya dapat dilihat
sebagai instrumen tempat tinggal belaka, tetapi fungsinya dapat dilihat
28 lokasi perumahan merupakan perwujudan status sosial ekonomi bagi mereka
yang menempatinya.
Arti rumah tidak hanya mencakup mengenai arti rumah, melainkan
meliputi segala kelengkapan fasilitas pendukungnya seperti kondisi sanitasi
perumahan, aksesibilitas ke tempat umum, fasilitas yang ada di dalam dan
diluar rumah dan lain sebagainya. Hakekat manusia sebagai makhluk sosial,
berarti selalu berupaya untuk bersama orang lain. Berawal dari keadaan
tersebut maka terbangunlah sejumlah rumah pada lokasi tertentu yang
kemudian disebut pemukinan. Dengan demikian membahas perumahan
berarti turut pula dipersoalkan kondisi lingkungan (pemikiran) perumahan
tersebut. Apabila perumahan dilihat dari sudut kebutuhan, maka setidaknya
terdapat empat jenis kebutuhan mengenai perumahan, yaitu:
1. kebutuhan untuk bernaung dan rasa aman
2. kebutuhan badaniyah
3. kebutuhan sosial
4. kebutuhan ekstetika
Jenis kebutuhan perumahan diatas sebnenarnya tersusun menurut
jenjangnya. Artinya rumah sebagai kebutuhan tempat bernaung dan rasa
aman secara mutlak harus terpenuhi sebelum meninggal pada jenjang
kebutuhan diatasnya (kebutuhan badaniyah), kemudian estetika harus melalui
dua tingkat kebutuhan sebelumnya yaitu kebutuhan badaniyah dan kebutuhan
29 Dalam konteks perumahan, kebutuhan perumaan seperti diatas, setiap
kelompok ekonominya. Kelompok masyarakat tersebut Mencerminkan
dirinya dari kondisi perumahan yang ditempatinya. semakin baik kondisi
ekonomi kelompok masyarakat yang bersangkutan cenderung menepati
perumahan yang lebih sesuai tingkatnya namun jenis tingkat pertama
(kebutuhan bernaung dan rasa aman) merupakan kebutuhan secara ideal harus
terpenuhi bagi setiap orang, tidak peduli apakah miskin ataupun tergolong
kelompok elit (mewah). (Nurhayati, 2003: 9-10).
1. Perbankan Syariah Dan Sektor Perumahan
Terikat perumahan hanya dapat di ungkapkan makna apabila
dikaitkan dengan yang menempatinya. Sebuah rumah tidak hanya dapat
dilihat sebagai instrumen tempat tinggal belaka, tetapi fungsinya dapat
dilihat sebagai hubungan struktural pada suatu kawasan artinya bentuk,
kualitas dan lokasi perumahan merupakan perwujudan status sosial
ekonomi bagi mereka yang menempatinya.
Menjamurnya lembaga keuangan syariah yang di tandai dengan
bermunculnya bank-bank syariah yang memuat pasar bisnis perbankan
kini kian ramai. Persaingan pun makin ketat terlebih-lebih pada bank
syariah sebab bank syariah tak hanya bersaing dengan bank konvensional
namun juga dengan sesama bank syariah. Agar dapat eksis dan tetap
menjaga citra posotif di mata nasabah bank harus mengoptimalkan
30 Kegiatan utamanya adalah pembelian kredit atau pembiayaan. Bank
diharapkan dapat memberikan kredit atau pembiayaan yang menghasilkan
pendapatan atau porsi bagi hasil yang besar. Sebab tak diduga tujuan
masyarakat menginvestasukan dananya adalah untuk mendapatkan
keuntungan.
Seperti diketahui, kepemilikan rumah di indonesia merupakan hal
yang sangan krusial. Akan tetapi, dalam kondisi pasca krisis sekarang ini,
berbagai bank yang biasa menyalurkan kredit kepemilikan rumah sangan
sulit untuk memasarkan produknya tersebut karena mereka juga sulit
untuk mendapatkan dana murah untuk kepentingan jangka panjang. Hal
itulah yang dicoba disiasati oleh perbankan syariah untuk memberikan hal
yang sama dengan KPR yang diberikan oleh bank konvensional dengan
nama pembiayaan pemilikan rumah. Masuknya perbankan syariah ke
dalam sektor ini karena perbankan syariah memiliki peran sektor riil.
Prospek pembiayaan pemilikan rumah ini sendiri sangan besar mengingat
banyak sekali kalangan masyarakat yang ingin memiliki rumah dengan
menggunakan transaksi yang sesuai dengan landasan syariah.
Selain itu juga terdapat beberapa alasan terjunnya pembiayaan
perbankan syariah ke dalam sektor perumahan dan properti, yaitu dengan
adanya besarnya pasar perumahan nasional dan potret pertumbuhan sektor
properti pada umumnya dan sektor perumahan pada khususnya sangat
memberikan nilai tambah bagi perkembangan perbankan
31 2. Pembiayaan KPR (Kepemilikan Rumah)
KPR adalah singkatan dari Kredit Pemilikan Rumah. Ini adalah
fasilitas untuk membeli rumah dengan kredit pada bank. KPR dipandang
menguntungkan karena bisa membantu kita memiliki rumah sendiri,
walaupun dengan cara mencicil. Prinsip KPR adalah membiayai terlebih
dahulu biaya pembelian atau pembangunan rumah, dan dana untuk
membayar balik dilakukan dengan cicilan tersebut. Bagaimana cara untuk
mendapatkan KPR?
KPR biasanya bisa dimulai setelah tersedia dana sekitar 30-40% dari
harga rumah, tergantung dari kebijakan bank. Sebelum KPR disetujui,
pembeli akan diminta untuk melengkapi persyaratan untuk mengambil
KPR, diantaranya adalah;
1. fotokopi KTP pemohon
2. surat nikah atau cerai, bila sudah menikah atau cerai
3. Kartu Keluarga
4. Surat keterangan WNI (untuk WNI keturunan)
5. Slip gaji atau akta perusahaan atau izin profesi
6. Surat keterangan dari tempat bekerja
7. dokumen kepemilikan agunan (SHM,IMB, PBB)
8. rekening tabungan
Selain itu Anda juga harus telah mengetahui keberadaan dan kondisi
32 perbandingan fasilitas KPR dari bank-bank pemberi kredit. Biasanya bila
Anda sudah menemui pihak developer, mereka telah memiliki hubungan
dengan bank tertentu untuk menyediakan KPR. Sesuaikan KPR dengan
kebutuhan Anda, terutama yang memberikan fasilitas yang lebih atau
menarik, serta dari pihak-pihak yang dapat diandalkan. Apakah Bank Anda
memiliki hubungan dengan developer yang bersangkutan, karena bila ya,
maka mungkin saja Anda bisa memperoleh keuntungan yaitu subsidi bunga.
Bagaimana sistem bunganya, apakah fix atau berubah dalam jangka waktu
tertentu (apakah cicilan bisa berubah nilai nominalnya), fee apa saja yang
harus dibayarkan dalam proses berjalan KPR tersebut. Apa keunggulan
fasilitas KPR dibandingkan fasilitas KPR dari bank lain, karena
masing-masing bank memberikan fitur berbeda untuk menarik konsumen.
Bila Anda sudah yakin akan pilihan rumah dan bank pemberi KPR Anda,
kunjungi bank tersebut dan mintalah informasi pengajuan KPR. Biasanya
bank akan memberikan persyaratan diatas. Setelah persyaratan Anda bawa ke
bank, biasanya akan diadakan wawancara. Bila wawancara disetujui, Anda
dapat membayarkan uang muka pembelian rumah ke developer dan
menunggu keluarnya SPPK (surat persetujuan perjanjian kredit).
Langkah selanjutnya adalah menemui notaris untuk menandatangani akta
kredit dan mengurus sertifikat.
Tahap selanjutnya adalah penyerahan kunci. Sertifikat Anda masih
33 KPR saat ini telah berkembang, tidak saja untuk membeli rumah, namun
juga menyewa dan membangun rumah diatas tanah yang telah ada. Misalnya
kita membangun rumah diatas tanah yang dimiliki, setelah perhitungan pada
akhir pembangunan, misalnya dana kurang mencukupi, kita bisa mencoba
mengambil KPR untuk meneruskan pembangunan rumah kita sampai selesai
dan menurut persyaratan yang diajukan bank
Pemenuhan kebutuhan rumah yang layak huni, sehat, nyaman dan
mandiri sudah sejak lama menarik perhatian bagi industri perbankan nasional.
Awalnya, produk ini dikembangkan oleh industri perbankan konvensional
dalam bentuk KPR, Kredit Perumahan Rakyat. Berikutnya, setelah berlaku
dual banking system di Indonesia, nasabah ‘pendamba’ rumah tidak lagi
terkonsentrasi dengan produk KPR yang ditawarkan oleh bank konvensional.
Karena di industri perbankan syariah juga telah menawarkan produk KPR
Syariah, yakni Kepemilikan Perumahan Syariah.
Dalam industri perbankan syariah, produk KPR Syariah dapat ditawarkan
dengan menggunakan dua model pembiayaan, yakni dengan model
pembiayaan murabahah dan model pembiayaan musyarakah mutanaqishah.
KPR Syariah dengan menggunakan basis pembiayaan murabahah sudah
berjalan di industri perbankan syariah. Bahkan model pembiayaan
murabahah ini telah menjadi produk favorit di beberapa bank syariah.
Sedangkan KPR Syariah dengan model pembiayaan musyarakah
34 Selain menggunakan skema pembiayaan murabahah, KPR Syariah oleh
bank syariah dapat ditawarkan melalui model pembiayaan musyarokah,
mutanaqishah, musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari
akad musyarakah dan ijaroh.
Dalam prakteknya, pembiayaan murabahah diawali dengan negoisasi
antara pihak nasabah dengan pihak bank syariah. Dimana pihak nasabah
memohon kepada pihak bank untuk membelikan rumah yang diinginkan.
Setelah negoisasi selesai dan berujung pada kata mufakat antara nasabah dan
bank syariah, maka pihak bank syariah melakukan pembelian rumah secara
tunai kepada developer.
Implementasi dalam operasional perbankan syariah adalah merupakan
kerjasama antara bank syariah dengan nasabah dalam pembelian rumah.
Dimana asset rumah tersebut jadi milik bersama, antara pihak bank syariah
dan nasabah. Besaran kepemilikan dapat ditentukan sesuai dengan jumlah
dana yang disertakan dalam kontrak kerjasama tersebut. Selanjutnya nasabah
akan membayar cicilan pokok dan uang sewa ke bank syariah.
Dalam praktek musyarakah mutanaqishah, bank syariah dapat mengambil
keuntungan KPR Syariah melalui penetapan harga sewa. Pricing sewa ini
bisa didasarkan pada mekanisme pasar ataupun penetapan oleh pemerintah,
35 Di sini diharapkan partisipasi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah
yang layak huni, sehat, nyaman dan mandiri melalui program subsidi KPR
Syariah. Untuk KPR Syariah dengan menggunakan pola pembiayaan
murabahah, pemerintah dapat memberikan subsidi uang muka. Sedangkan
untuk KPR Syariah dengan skema musyarakah mutanaqishah, pemerintah
dapat mensubsidi porsi kepemilikan nasabah, atau subsidi terhadap harga
sewa yang dipatok oleh bank syariah. (Suparno sastra M. Dan Edi Marlina
2006:120)
H. Penelitian Terdahulu
Dalam rangka penelitian yang dilakukan penulis juga mendasarkan pada
beberapa penelitian terdahulu yang sudah pernah dibuat mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan margin pembiayaan murabahah di
perbankan syariah. Di antara penelitian tersebut adalah upaya memurnikan
pelayanan Bank Syariah Di Indonesia, khususnya pembiayaan Mudharabah
dan Murabahah Di Indonesia. karnaen menyebutkan bahwa telah timbul
persoalan di kalangan masyarakat bahwa tidak ada perbedaan antara
pembiayaan perbankan syariah yang berbasis mark-up dengan kredit dari
perbankan konvensional yang berbasis bunga tetap, atau fixed rate. Dan yang
lebih parah lagi adalah ketika pembiayaan perbankan syariah itu dijatuhnya
menjadi lebih mahal lagi dibandingkan dengan perbankan konvensional.
Dikatakan oleh Karnaen bahwa permasalahannya terletak pada penentuan
tingkat mark-up yang dilakukan oleh bank syariah yang kemudian menjadi
36 bagaimana bank syariah mengaturnya, sehingga setiap bank syariah
mengaturnya secara sendiri-sendiri. Disebutkan oleh karnaen bahwa
kebanyakan bank syariah mengacu pada tingkat bunga simpanan bank
konvensional yang berlaku dan kemudian ditambahkan pula pada margin
keuntungan yang sudah disepakati.
Penelitian yang di lakukan oleh budi Asmita, terdapat lagi penelitian yang
dilakukan oleh Adi Nugroho (2005) yang berjudul Analisa Faktor-Faktor
yang mempengaruhi margin murabahah dengan stady kasus pada PT bank
Muamalat Indonesia, Tbk. Dari hasil penelitian yang dilakukannya
disimpulkan bahwa biaya overhead dan biaya porsi bagi hasil DPK yang
diberikan oleh Bank Muamalat Indonesia kepada para deposannay
berpengaruh secara signifikan dengan penetapan margin pembiayaan
muranahah yang ditetapkan oleh Bank Muamalat. Sedangkan tingkat profit
target yang diinginkan oleh bank tidak menunjukan pengaruh yang signifikan
terhadap penentuan margin murabahah, meskipun ada korelasi yang positif
diantara keduanya dalam hal ini. Yang menarik adalah, bahwa salah seorang
dari mereka menyimpulkan bahwa bank syariah yang dikajikan masih
menerapkan konsep yang ada di dalam perbankan konvensional dalam
melakukan penetapan margin murabahah. Akan tetapi, konsep tersebut tidak
dijadikan sebagai variabel bebas yang patut diteliti dalam penelitian
Faktor-Faktor yang mempengaruhi penetapan margin murabahah. Variabel bebas
tersebut adalah tingkat suku binga pinjaman bank konvensional. Variabel
37 penulis untuk melengkapi penelitian mengenai faktor-Faktor yang
mempengaruhi penetapan margin murabahah ntuk produk pembiayaan.
Sedangkan untuk ledih membedakan penelitian yang dilakukan oleh penulis
dengan penelitian yang ada sebelumnya adalah fokus objek penelitian itu
sendiri.
Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan diri pada pembiayaan
murabahah untuk produk pembiayaan kepemilikan rumah yang dikeluarkan
oleh Bank BTN syariah. Penulis mencoba untuk fokus pada produk agar
penelitian yang dikerjakan menghasilkan kesimpulan. Yang tepat dan tidak
akan menimbulkan interprestasi yang berbeda. Dalam penelitian ini yang
menjadi variabel kontrol adalah hasil penelitian yang dilakukan oleh budi
AsmitaI, dimana ia memfokuskan pada tiga variabel bebas, yaitu beban bagi
hasil DPK, biaya overhead dan profit target yang diinginkan. Selain ketiga
variabel bebas tersebut, penulis juga menambahkan satu variabel penelitian
lagi, yaitu suku bunga pinjaman bank konvensional.
I. Hipotesis
Adapun rangkaian yang di kembangkan oleh penulis adalah: sebagai
berikut:
1. H0 : Biaya Overhead tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
38 Ha : biaya overhead berpengaruh secara signifikan terhadap margin
murabahah pembiayaan kepemilikam rumah
2. H0 : Porsi Bagi Hasil Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dibayarkan oleh
bank tidak berpengaruh secara signifikan terhadap margin muranahah
pembiayaan pemilik rumah.
Ha : hasil DPK yang di bayarkan oleh bank berpengaruh secara
signifikan terhadap margin murabahah pembiayaan kepemilikan rumah.
3. H0 : Tingkat keuntungan yang diinginkan (profit target) secara
signifikan tidak berpengaruh terhadap margin muranahah pembiayaan
pemilik rumah.
Ha : Tingkat keuntungan yang diinginkan (profit target) berpengaruh
secara signifikan terhadap margin murabahah pembiayaan kepemilikan
rumah.
J. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dimulai dengan pemilihan sampel pada pembiayaan
kepemilikan rumah yang di berikan oleh PT. Bank Tabunga Negara (BTN)
Syariah Jln. Gajah mada No.1 jakarta 10130 Sedangkan memilih bank ini
sebagai bank yang menjadi objek penelitian adalah merupakan sakah satu
bank yang dikategorikan sehat oleh bank indonesia dan hampir 70%
berbasis murabahah, termasuk pembiayaan untuk sekor perumahan yang
memang berbasis murabahah.
Kerangka Pemikiran Gambar 2.1
39 Variabel terikat (dependen)
Variabel bebas (independen)
Kerangka diatas menggambarkan analisis hubungan pengaruh variabel bebas
yaitu jumlah biaya operasi, porsi bagi hasil DPK, tingkat keuntungan (profit
target) serta tingkat bunga pinjaman bank konvensional terhadap variabel
terikatnya yaitu besarnya margin pembiayaan murabahah. Tingkat bunga
pinjaman bank konvensional dimasukkan sebagai kekhususan dari variabel
penelitian. Sekaligus untuk membuktikan apakah betul tingkat suku bunga Margin
murabahah (Y)
Biaya Overhead (X1)
Porsi bagi hasil DPK (X2)
Profit Target (keuntungan yang
diinginkan (X3)
40 pinjaman bank konvensional masih dipergunakan dalam penentuan margin
murabahah, khususnya dalam pembiayaan kepemilikan rumah oleh PT. Bank
Syariah Mandiri sebagai objek penelitian.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-korelasional (kausal)
yang akan menjelaskan adakah hubungan dan seberapa besar pengaruh
tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel berikutnya. Apakah pngaruhnya positif
atau nrgatif.
Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan gambaran deskriptif
mengenai faktor variabel bebas mana yang berpengaruh signifikan maupun
yang tidak signifikan terhadap penetapan harga jual murabahah dengan
spesifikasi model sebagai berikut:
Margin Murabahah pembiayaan pemilikan rumah = α + β Biaya Overhead + β Porsi bagi hasil DPK + β Profit target + βTingkat bunga pinjaman bank konvensional
Persamaannya adalah: Y = α + β1x1+ β2x2 + β3x3 + β4x4+Σ Keterangan:
Y = variabel terikat
α = konstanta
41 X1 = variabel bebas biaya overhead
X2 = variabel bebas porsi bagi hasil DPK
X3 = variabel bebas profit target
Kerangka Pemikiran Gambar 2.2
43 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi yang terdiri dari penetapan margin murabahah untuk
pembiayaan kepemilikan rumah. Penelitian ini di lakukan di Bank Tabungan
Negara (BTN) syariah yang beralamat di jalan Gajah Mada No.1 jakarta
10130
B. Metode Penentuan Sampel 1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah pembiayaan kepemilikan rumah merupakan
produk pembiayaan yang diberikan untuk pembelian rumah berdasarkan
prinsip murabahah sebesar harga beli di tambah margin yang di sepakati
kedua belah pihak dengan metode pembayaran tunai atau cicilan dengan
prinsip sesuai syariah.
2. Sampel
pada penelitian ini sampel yang diambil pada pembiayaan kepemilikan
rumah yang di berikan oleh BTN Syariah yang berlokasi di menara bank
44 C. Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan dua metode yang di
gunakan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca
buku-buku referensi, jurnal-jurnal dan surat kabar, mengadakan penelitian
kepustakaan baik melalui buku-buku maupun bahan-bahan serta
literature-literatur yang berhubungan erat kaitannya dengan pokok
permasalahan yang akan diteliti.
2. Penelitian lapangan (field research)
penelitian lapangan di lakukan dengan mengumpulkan data yang releven
dari PT. Bank Tabungan Negara syariah. www, btn. Co.id dan www.
Pembiayaan. Go. Id. .
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif
kuantitatif. Analisis deskriptif merupakan penelitian terhadap fenomena atau
populasi tertentu yang diperoleh peneliti dari subyek berupa; individu,
organisasional, industri atau perspektif yang lain. (Indiantoro dan Supomo,
2002:88).
Sedangkan metode kuantitatif adalah suatu penelitian yang menekankan
45 dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik.
(Indiantoro dan Supomo, 2002:12).
Teknik analisis data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis berganda (multiple Regression). Analisis regresi adalah analisis
tentang hubungan antara satu dependen variable dengan dua atau lebih
independent variable (arikunto 2002;56)
Analisis data yang ada menggunakan metode analisa regresi
berganda,dengan menggunakan empat variabel bebas tersebut, dan satu
variabel terikat. Data yang di ambil dapat dari pihak BTN sendiri adalah data
mulai dari periode 2005 -2008.
1. Uji Stationeritas
Menurut Diah (2005:143) uji unit root dilakukan untuk melihat
tingkat stasioneritas data yang digunakan. Data yang stasioner adalah data
runtun runtun waktu yang tidak mengandung akar-akar unit dan
sebaliknya. Data runtun waktu stasioner apabila rata-rata (mean), varians
(variance) dan kovarian (covariance), data tersebut konstan sepanjang
waktu.
Dalam ekonometri dikenal dengan beberapa pengujian unit root, data
variabel eksternal adalah data ekonomi makro yang umumnya adalah data
time series yang rentan dengan ketidakstasioneran untuk itu sebelumnya
dilakuan uji stasioner. Tujuan uji stasioner ini ialah agar meannya stabil
dan random errornya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh
46 stasioner apabila nilai probabilitasnya < tingkat kepercayaan = 0,05 atau
> nilai kritis ADF.
Dalam uji unit root ini yang digunakan adalah Uji Augmented Dickey
Fuller (ADF) pengujian ini dapat dilakukan untuk mengetahui
kestasioneran data, dengan asumsi pada errornya tidak terdapat
autokorelasi. Pengujian juga dapat dilakukan dengan memasukan intersep
dan atau tren, maupun tanpa keduanya.
Nilai ADF yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai kritisnya. Jika
nilai ADF hitungnya lebih besar dibandingkan dengan nilai kritisnya,
berarti Ho yang menyatakan bahwa tidak ada unit root dapat ditolak.
Dengan kata lain variabel yang diamati stasioner.
2. Model Regresi Linier Berganda
Merupakan model yang menggambarkan hubungan searah antara variabel
bebas (variabel yang mempengaruhi) dengan variabel terikat (variabel yang
dipengaruhi). Persamaan model regresi adalah sebagai berikut:
Y=ά + b1.x1 + b2.x2 + b3.x3 + b4.x4
Dimana :
Y= margin Murabahah
α = intercept (konstanta) x1= Biaya Overhead
x2= porsi bagi hasil DPK
x3= profit target (keuntungan yang diinginkan)
47 a. Uji Multikolonioritas
Bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
antara variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi korelasi diantara variabel independeen. Model regresi bebas
dari multikolinieritas adalah mempunyai nulai VIF disekitar angka 1 dan
toleransi rendah mendekati angka 1 (Ghozali. 2001)
b. Uji Autokorelasi
Bertujuan untuk menguji apakah model regresi linier ada korelasi antar
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada t-1
sebelumnya. Autokorelasi muncul karena adanya observasi yang beraturan
sepanjang waktu yang berkaitan satu sama lainnya. Pengujian ini
menggunakan uji Durbin-Weston (DW test). Bila hasil uji DW dibawah -2
maka terjadi autokoresi positif, apabila diantara -2 sampai 2 tidak ada
autokorelasi, dan apabila nilainya diatas +2 maka terjadi autokorelasi negatif
(Ghozali,2002)
c. Uji Heteroskedasitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi persamaan
variaance dari residual atau pengamatan yang lain. Jika pola tertentu, seperti
titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang
melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi
heterokedasitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar
48 Model regresi yang baik adalah yang terjadi humoskedastisitas atau tidak
terjadi heterokedasitas. (Ghozali, 2002)
d. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa Uji t dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil.
e. Uji Statistik t (Signifikan Individual)
Uji statistik t adalah uji signifikasi yang menguji seberapa besar pengaruh
variabel independen terhadap dependen secara individual. Pengujian statistik
t dapat dilihat ada atau tidak pengaruhnya dengan cara melihat t hitung
kemudian membandingkannya dengan t tabel yang telah dicari sebelumnya.
Cara mengetahui nilai t tabel adalah dengan melihat pada tabel statistik
dengan cara menetukan kordinat nilai antara nilai kritis yang digunakan pada
penelitian ini yaitu sebesar 5% dengan nilai derajat bebas yang didapat
dengan rumus n (jumlah sampel) – 1.
Setelah didapat nilai t hitung dan t tabel, barulah dapat dibandingkan,
apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka ini menjadi acuan bahwa
variabel tersebut secara individual memiliki pengaruh yang cukup signifikan
49 f. Uji Statistik F (Signifikan Simultan)
Uji statistik F adalah uji signifikasi yang menguji seberapa besar
pengaruh variabel independen secara bersama-sama atau simultan terhadap
variabel dependen. Pengujian statistik F dapat dilihat ada atau tidak
pengaruhnya dengan cara melihat probabilitas yang ada pada F statistik
kemudian membandingkannya dengan nilai kritis dari standar deviasi yang
ditentukan peneliti, pada penelitian ini penulis menggunakan nilai kritis
sebesar 5%,maka apabila nilai probabilitas dari F statistik lebih besar dari
5%, hal itu menggambarkan bahwa tidak adanya pengaruh dari seluruh
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Begitu
juga sebaliknya apabila nilai probabilitas dari F statistik lebih kecil dari nilai
5%, maka hal itu menggambarkan bahwa seluruh variabel independen secara
bersama-sama memiliki pengaruh terhadap variabel dependen.
g. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah sebuah pengujian untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan variabel-variabel independen yang diteliti dalam
menjelaskan keadaan dari variabel dependen. Besaran dari nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Apabila nilai R2 mendekati satu, hal itu menggambarkan bahwa variabel-variabel independen yang diteliti
memiliki banyak informasi yang dapat hampir mencerminkan dan
50 digunakan dalam penelitian belum memiliki banyak informasi untuk
mencerminkan dan menjelaskan keadaan dari variabel dependen.
E. Operasional Variabel Penelitian
Operasional variabel penelitian merupakan spesifikasi kegiatan peneliti
dalam mengukur suatu variabel. Spesifikasi tersebut menunjukan pada
dimensi-dimensi dan indikator-indikator dari variabel penelitian yang di
peroleh melalui pengamatan dan penelitian terdahulu.
Adapun Variabel Margin Murabahah Majemuk pada saat sekarang (t),
sedang untuk variable biaya overhead, jumlah porsi bagi hasil DPK, tingkat
keuntungan yang diharapkan dan tingkat bunga pinjaman bank konvensional
merujuk pada data satu bulan sebelumnya. Sehingga model yang akan
dihasilkan adalah model distributed lag yang menunjukan hubungan antara
variable terikat (Yt) dengan variable bebas masa lalu (Xt-1). (nachrowi dan
Usman, hal 330;2002)
1. Variabel Independent.
a. Biaya Overhead adalah biaya-biaya yang dikeluarkan bank dalam
kegiatan penghimpunan dana dari berbagai sumber yang terjadi beban
rugi laba.
b. Porsi Bagi Hasil DPK adalah nilai distribusi bagi hasil bagi pemilik
dana pihak ketiga (DPK) maupun yang berasal dari pnjaman serta