• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN ADDITVE ABU AMPAS TEBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN ADDITVE ABU AMPAS TEBU"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

Pasca Pembakaran Menggunakan Bahan

Addittive

Abu

Ampas Tebu

Oleh

Muara P.Hutasoit

0815011018

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

PENGARUH FLY ASH TERHADAP KEKUATAN PASANGAN BATU BATA PASCA PEMBAKARAN MENGGUNAKAN BAHAN ADDITVE ABU AMPAS TEBU

Oleh :

Muara P.Hutasoit

Masyarakat saat ini masih minim dalam mengurangi dampak limbah lingkungan disekitar nya,di lain sisi limbah dapat dimanfaatkan sebagai mortar pengikat tanah lempung pada perkuatan batu bata untuk menanggulangi hal tersebut, beberapa cara telah dilakukan diantaranya dengan menambahkan fly ash dan abu ampas tebu ke dalam campuran bata yang intinya bertujuan untuk meningkatkan kekuatan dan porositas air pada bata.

Pengujian ini dilakukan dengan meliputi uji berat jenis , kadar air , hidrometri , analisis saringan, berat volume tanah asliyang bersal dari yosomulyo kota metro. perancangan campuran bata dengan kombinasi dengan 5 variasi , 0%, 5%, 10%, 15%, an 20% persentase untuk tanah dengan waktu pengeringan 21 hari, serta pembuatan masing-masing benda uji kuat tekan dan porositas dengan sebelum pembakaran dan pasca pembakaran

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa benda uji bata dengan penambahan fly ash dan abu ampas tebu dapat meningkatkan karakteristik bata dan porositas air. Penambahan fly ash dan abu ampas tebu sebesar 10% dan 25% kombinasi campuran mampu meningkatkan nilai kuat tekan beton serta mampu menurunkan tingkat porositas baik dibandingkan dengan benda uji baata tanpa bahan tambah

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR. ... v

DAFTAR ISI. ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. RumusanMasalah ... 3

C. BatasanMasalah ... 3

D. Tujuan Penelitian…….. ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Batu bata ... 6

1. Pengertian Batu bata . ... 6

B. Bahan-bahan pembuatan batu bata ... 11

1. Tanah Lempung………..………... 11

a. Pengertian Tanah Lempung……..……… 11

b. Jenis – jeni lempung. ... …….. 11

c. Sifat Tanah Lempung.. ... ………… 14

2. fly ash ... 23

a. Manfaat fly ash . ... 24

3. Abu Ampas Tebu ... 26

C. Proses pembuatan Batu bata ... .... 29

(7)

III. METODE PENELITIAN

A. Rencana penelitian ... . 31

1. Rencana jumlah komposisi terhadap campuran batu bata………. ... 32

2. Pengujian Sampel Batu Bata + Fly ash + Abu Ampas Tebu………... 43

a. Pengujian kuat tekan ... . 44

b. Pengujian daya sera air ... . 45

B. Urutan Prosedur Penelitian... 45

C. Pengolahan dan Analisis Data ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil pengujian tanah asli. ... 49

B. Klasifikasi tanah asli. ... 51

1. Menurut sistem klasifikasi AASTHO ... 51

2. Menurut sistem klasifikasi USCS ... 53

C. Hasil pengujian kuat tekan. ... 54

a. Uji kuat tekan sebelum.pembakaran ... 54

b. Uji kuat tekan pasca pembakaran ... 55

IV. PENUTUP A. Kesimpulan. ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

bertambah nya jumlah penduduk, seperti pembangunan perumahan dan sarana sarana

lain pada pembangunan rumah tinggal. untuk menunjang perkembangan tersebut,

sebagian masyarakat menjalani usahanya sebagai pengrajin batu bata sebagai

kebutuhan pembangunan. batu bata memiliki fungsi struktural dan non-struktural,

pada fungsi struktural batu bata sebagai penyangga atau pemikul beban yang berada

diatasnya pada konstruksi perumahan dan fondasi. selain itu, batu bata dalam fungsi

non struktural sebagai dinding pembatas pada gedung bertingkat serta sebagai nilai

keindahan dan estetika.

Pengerajin batu bata biasanya dalam pembuatannya masih menggunakan tanah jenis

tertentu untuk menjaga kualitas produksi batu bata.sehingga bahan utama produksi

batu bata ini semakin berkurang dan harganya semakin meningkat. batu bata adalah

batu buatan yang terbuat dari tanah liat dengan atau tanpa campuran tambahan

(additive) yang melalui beberapa proses. proses tersebut meliputi pencampuran bahan, pemeraman sesuai yang di inginankan bentuk dengan cetakan berukuran tertentu,

pengeringan dengan cara dijemur dan kemudian dibakar dengan temperatur tinggi

dengan tujuan agar batu bata mengeras dan tidak hancur jika direndam dalam air.

(9)

untuk itu, peneliti mencoba menggunakan bahan campuran yang berupa abu terbang

(fly ash) dan sisa buangan dari pabrik gula(Ampas Tebu).

Fly Ash merupakan abu pembakaran batu bara pada pembangkit tenaga listrik yang berubah bentuk pada cerobong asap. Fly ash terdiri atas partikel yang berdiameter 1 sampai 50 μm dan lolos ayakan 45 μm. ASTM C 618 dan Canadian. standard

asociation unsur kimia antara lain silika (SiO2) yang dapat bersifat pozolan, alumina

(Al2O3), fero oksida (Fe2O3), dan kalsium oksida (CaO), serta unsur tambahan lain

seperti magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2), alkalin (Na2O dan K2O),

sulfur trioksida (SO3), pospor oksida (P2O5), dan karbon. abu pembakaran ampas tebu

merupakan hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni.

ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu

mencapai 5500-6000C dan lama pembakaran setiap 4-8 jam dilakukan. kimia dari abu

ampas tebu unsur kimia antara lain silika (SiO2) yang dapat bersifat pozolan, alumina

(Al2O3), fero oksida (Fe2O3), dan kalsium oksida (CaO), serta unsur tambahan lain

seperti magnesium oksida (MgO), KzO, P2O5 , MnO.

Di Lampung banyak terdapat limbah batubara fly ash dan limbah ampas tebu yang diperoleh dari PLTU tarahan dan Indo lampung gedung meneng kabupaten tulang

bawang. dan sampai saat ini belum banyak yang dapat dilakukan untuk mengurangi

atau memanfaatkan limbah tersebut. pemanfatan limbah tersebut belum banyak yang

mengetahui sifat fisik nya dan karakteristik, serta hal-hal yang dapat mempengaruhi

kualitas dari batu bata yang menggunakan limbah fly ash dan ampastebu, seperti kuat tekan suatu batu bata, dan seberapa besar bahan limbah dicampur dengan tanah yang

(10)

B. Rumusan masalah

Sejalan dengan usaha untuk menghasilkan kuat tekan yang lebih baik,saya mencoba

pemakaian abu terbang fly ash dan ampas tebu sebagai campuran bata. dalam melakukan penelitian ini saya hanya membahas sejauh mana pengaruh pemakaian abu

terbang fly ash an ampas tebu terhadap kenaikan kekuatan tekan bata, dan berapa porositas bata saat direndam dengan air.

Oleh karena itu dapat dirumuskan masalah yang akan diteliti yaitu:

a. Adakah perbedaan kekuatan tekan bata berhubungan dengan jumlah prosentase(%)

penambahan abu terbang fly ash dan ampas tebu pada campuran bata?

b. Berapakah kuat tekan sebelum dan pasca pembakaran karakteristik yang dapat

dicapai dengan penambahan abu terbang fly ash dan ampas tebu

c. Berapakah porositas pasca pembakaran karakteristik yang dapat dicapai dengan

penambahan abu terbang fly ash dan ampas tebu pada saat di rendam dengan air.

C. Batasan masalah

a. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas Teknik Universitas Lampung

b. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah liat yang diambil dari Yoso

Mulyo, Metro.

c. Bahan pencampur yang digunakan adalah abu terbang (fly ash) yang berasal dari P.T PLN (PLTU) tarahan dan ampas tebu dari indo lampung.

d. Variasi penembahan mortar mulai penambahan, 5%, 10%,15%,20%.

e. Untuk pemeriksaan kekuatan tekan bata dengan ukuran panjang = 18 cm, Lebar =

(11)

f. Persentase optimal penambahan fly ash dan ampas tebu untuk mencapai daya redam suara yang bagus

g. Pengujian yang dilakukan di laboratorium untuk sampel tanah liat meliputi

pengujian kadar air, berat jenis, dan analisa saringan, hydrometer

h. Pengujian batu bata yang menggunakan abu terbang (fly ash) dan ampas tebu dan meliputi uji kuat tekan dan uji porositas bata.

D. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Fungsi spesifik dari penelitian pengaruh penambahan fly ash dan abu ampas tebu (mortar) dalam campuran bata terhadap kuat tekan bata adalah untuk membantu memecahkan masalah dalam proses mengetahui pengaruh mortar terhadap bata. 1. Untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan mekanis batu bata dengan memvariasikan

persen komposisi lempung dengan fly ash dan abu ampas tebu (mortar).

2. Untuk mencari optimasi kombinasi fly ash dan abu ampas tebu (mortar) dan pengaruh penambahan mortar terhadap kuat tekan batu bata mulai dari campuran 5%, 10%,15%,20%.

3. Untuk memanfaatkan fly ash dan abu ampas tebu (mortar) sebagai bahan tambahan pembuatan batu bata.

E. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

(12)

2. Hasil penelitian yang didapat bisa dijadikan sebagai bahan acuan, pembanding dan

pertimbangan bagi masyarakat dalam memproduksi batu bata dengan kualitas yang

lebih baik.

3. Sebagai bahan untuk penelitian lanjutan dalam bidang geoteknik.

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Batu bata

1. Pengertian batu bata

Definisi batu bata menurut SNI 15-2094-1991, SII-0021-78 merupakan suatu unsur

bangunan yang di peruntukkan pembuatan konstruksi bangunan dan yang dibuat

dari tanah dengan atau tanpa campuran bahan-bahan lain, dibakar cukup tinggi,

hingga tidak dapat hancur lagi bila direndam dalam air. hal-hal yang harus di

perhatikan pada pelaksanaan penelitian batu bata antara lain :

a. Pembuatan bata

Proses pembuatan, dari penggalian tanah nya, pencampuran nya dengan air dan

bahan-bahan lain jika perlu, hingga pemberian bentuknya. dapat dilakukan

seluruhnya dengan tangan dengan mempergunakan cetakan-cetakan kayu, atau

pada prosesnya dipergunakan mesin-mesin(Yayasan Dana Normalisasi

Indonesia, 1978).

b. Kualitas batu bata

Kualitas batu bata merah dapat dibagi atas tiga tingkatan dalam hal kuat tekan

dan penyimpangan ukuran menurut SNI-10, 1978:6 yaitu;

1. Batu bata mutu tingkat I dengan kuat tekan rata-rata lebih besar dari 100

(14)

2. Batu bata mutu tingkat II dengan kuat tekan rata-rata antara 80 kg/cm2

sampai 100 kg/cm2 dan ukurannya yang menyimpang satu buah dari sepuluh

benda percobaan.

3. Batu bata merah mutu tingkat III dengan kuat tekan rata-rata antara 60

kg/cm2 sampai 80 kg/cm2 dan ukurannya menyimpang dua buah dari

sepuluh benda percobaan

c. Standar batu bata

Batu bata merah adalah batu buatan yang terbuat dari suatu bahan yang dibuat

oleh manusia supaya mempunyai sifat-sifat seperti batu. hal tersebut hanya

dapat dicapai dengan memanasi (membakar) atau dengan pengerjaan-pengerjaan

kimia. (Djoko Soejoto dalam Nuraisyah Siregar, 2010).

syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-1991 dan SII-0021-78 meliputi

beberapa aspek seperti :

1. Pandangan luar

Batu bata merah harus mempunyai rusuk-rusuk yang tajam dan siku, bidang

sisinya harus datar, tidak menunjukkan retak-retak dan perubahan bentuk

yang berlebihan, tidak mudah hancur atau patah, warnanya seragam, dan

berbunyi nyaring bila dipukul.

2. Ukuran

Standar Bata Merah di Indonesia oleh Y.D.N.I (Yayasan Dana Normalisasi

Indonesia) nomor 15-2094-1991 menetapkan suatu ukuran standar untuk

bata merah sebagai berikut :

(1) Panjang 240 mm, lebar 115 mm dan tebal 52 mm

(2) Panjang 230 mm, lebar 110 mm dan tebal 50 mm

(15)

Tabel 1. Modul standar ukuran batu bata merah sesuai dengan SII-0021-78

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)

M-5a M-5b M-6 65 65 55 90 140 110 190 220 220

Sumber : SNI-0021-78

Penyimpangan ukuran standar batu bata terbesar yang diperbolehkan dalam

SII-0021-78, yaitu 3% untuk panjang maksimum, lebar maksimum 4%, dan tebal

maksimum 5%. sedangkan selisih antara batu bata berukuran maksimum dengan

batu bata berukuran minimum yang diperbolehkan, yaitu untuk panjang 10 mm,

lebar 5 mm, dan tebal 4 mm.

Ukuran maksimum batu bata sesuai dengan SI-0021-78 sebagai berikut :

Tabel 2. Ukuran maksimum batu bata sesuai dengan SII-0021-78

Kelas Penyimpangan Ukuran Maksimum (mm)

M-5a M-5b dan M-6

Tebal Lebar Panjang

(16)

Adapun syarat-syarat batu bata dalam SNI 15-2094-2000

a. Sifat tampak

Batu bata harus berbentuk prisma segi empat panjang, menpunyai rusuk-rusuk

yang tajam dan siku, bidang sisanya harus datar.

b. Ukuran dan toleransi

Standar batu bata merah di Indonesia oleh BSN (Badan Standar Nasional)

nomor 15-2094-2000 menetapkan suatu ukuran standar untuk batu bata merah.

Ukuran Batu Bata Berdasarkan SNI 15-2094-2000 sebagai berikiut :

Tabel 3. Ukuran batu bata berdasarkan SNI 15-2094-2000

Modul Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang(mm)

M-5a 65±2 90±3 190±4

M-5b 65±2 100±3 190±4

M-6a 52±3 110±4 230±4

M-6b 55±3 110±6 230±5

M-6c 70±3 110±6 230±5

M-6d 80±3 110±6 230±5

Sumber :SNI 15-2094-2000

c. Kuat tekan

Besarnya kuat tekan rata-rata dan koevisien variasi yang diijinkan untuk bata

(17)

Tabel 4. Nilai kuat tekan

Kelas Kekuatan Tekan Rata-Rata

Batu Bata

Kg/cm2 N/mm2

Koefisien

Variasi Izin

50 50 5,0 22 %

100 100 10 15 %

150 150 15 15 %

Sumber : SNI 15-2094-2000

Bahan campuran pembuatan batu bata dalam penelitian ini menggunakan

campuran abu batubara ( fly ash )dan ampas tebu .fly ash dan ampas tebu merupakan limbah dari pabrik (industri). dengan itu kami mencoba

memanfaatkan limbah abu batu bara dan ampas tebu sebagai bahan campuran

pembuatan batu bata yang bahan utamanya dari tanah lempung.pembuatan batu

bata itu juga memerlukan waktu lebih lama dibanding sebelumnya.

d. Penyerapan air

Penyerapan air maksimum bata merah pasangan dinding adalah 20%.

e. Garam yang membahayakan

Garam yang mudah larut dan membahayakan Magnesium Sulfat (MgSO4),

Natrium Sulfat (Na2SO4), Kalium Sulfat (K2SO4), dan kadar garam maksimum 1,0%, tidak boleh menyebabkan lebih dari 50% permukaan batu bata tertutup

dengan tebal akibat pengkristalan garam.

f. Kerapatan semu

(18)

B. Bahan-bahan pembuatan batu bata

1. Tanah lempung

a. Pengertian tanah lempung

Lempung adalah tanah hasil pelapukan batuan keras seperti : basalt(sebagai

batuan dasar),andesit dan granit (batu besi). lempung sangat tergantung pada

jenis batuan asalnya. umumnya batuan keras akan memberikan pengaruh warna

pada lempung,seperti merah,sedangkan granit akan memberikan warna lempung

menjadi putih. lempung disebut juga sebagai batuan sedimen (endapan),karena

pada umumnya setelah terbentuk dari batuan keras,lempung akan diangkut oleh

air dan angin,diendapkan dalam suatu tempat yang lebih rendah. lempung

merupakan bahan alam yang sangat penting bagi manusia. bagian luar dari

lempung disebut tubuh tanah.pada tubuh tanah ini terdapat sisa akar tumbuhan

dan bahan organik lainya yang membusuk,sehingga memberi warna abu-abu

kehitaman pada lempung.ketebalan lempung ini mencapai 0,25 sampai 0,5 m

b. Jenis-Jenis Lempung yang digunakan dalam pembuatan batu bata

berdasarkan tempat pengendapan dan asalnya,lempung dibagi dalam beberapa

jenis:

1. Lempung residual

Lempung residual adalah lempung yang tedapat pada tempat dimana

lempung itu terjadi dan belum berpindah tempat sejak terbentuknya.sifat

lempung jenis ini adalah berbutir kasar dan masih bercampur dengan batuan

asal yang belum mengalami pelapukan,tidak plastis,semakin digali semakin

(19)

2. Lempung illuvial

Lempung illuvial adalah lempung yang sudah terangkut dan mengendap pada

suatu tempat yang tidak jauh dari tempat asalnya seperti di kaki

bukit.lempung ini memiliki sifat yang mirip dengan lempung residual,hanya

saja lempung illuvial tidak ditemukan lagi batuan dasarnya.

3. Lempung alluvial

Lempung alluvial adalah lempung yang diendapkan oleh air sungai di sekitar

atau disepanjang sungai.pasir akan mengendap di dekat sungai, sedangkan

lempung akan mengendap jauh dari tempat asalnya.

4. Lempung rawa

Lempung rawa adalah lempung yang diendapkan di rawa-rawa.jenis lempung

ini dicirkan oleh warnanya yang hitam.apabila terdapat di dekat laut akan

mengandung garam.di Indonesia pada pembuatan batu bata merah dan

genteng pada umumnya menggunakan lempung alluvial,karena

sawah-sawahnya rata-rata mengandung lempung alluvial dan jarang sekali

menggunakan lempung marin. tanah liat memiliki komposisi kimia sebagai

berikut

a. Silika(SiO2), silika dalam bentuk sebagai kuarsa jika memiliki kadar yang

tinggi akan menyebabkan tanah liat menjadi pasiran dan mudah slaking,

kurang plastis dan tidak begitu sensitif terhadap pengeringan dan

pembasahan.

b. Alumina (Al2O3),terdapat dalam mineral lempung,feldspar dan mika.

Kadar alumina yang tinggi akan memperlebar jarak temperature

(20)

c. Komponen besi ini dapat menguntungkan atau merugikan,tergantung

jumlahnya dan sebar butirannya. makin tinggi kadar besi tanah liat,makin

rendah temperature peleburan tanah liat.mineral besi yang berbentuk

kristal engan ukuran yang besar dapat menyebabkan cacat pada

permukaan produknya seperti pada batu bata atau keramik.

d. CaO (kapur).terdapat dalam tanah liat dalam bentuk batu kapur. bertindak

sebagai pelebur bila temperature pembakarannya mencapai lebih dari

11000C, 5.MgO, terdapat dalam bentuk dolomite, magnesit atau silikat.

dapat meningkatkan kepadatan produk hasil pembakaran .

e. Organik,bahan-bahan yang bertindak sebagai protektor koloid dan

menaikkan keplastisan,misalnya : humus,bitumen dan karbon. bahan dasar

pembuatan batu bata merah bersifat plastis, dimana tanah liat akan

mengembang bila terkena air dan terjadi penyusutan bila dalam keadaan

kering atau setelah proses pembakaran. tanah liat sebagai bahan dasar

pembuatan batu bata merah mengalami proses pembakaran dengan

temperatur yang tinggi hingga mengeras seperti batu. proses perubahan

yang terjadi pada pembakaran tanah liat dalam suhu tertentu, yaitu: pada

temperatur ±150ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan

dalam tanah liat pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah.

pada temperatur antara 300ºC - 600ºC, air yang terikat secara kimia dan

zat-zat lain yang terdapat dalam tanah liat akan menguap dan akan

menjadi kuat dan keras seperti batu.pada temperatur diatas 800ºC, terjadi

perubahan-perubahan kristal dari tanah liat dan mulai terbentuk bahan

gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata merah menjadi

(21)

yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata merah.

tanah liat yang mengalami susut kembali disebut susut bakar. susut bakar

diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk

(melengkung), pecah-pecah dan retak. tanah liat yang sudah dibakar tidak

dapat kembali lagi menjadi tanah liat ataulempung oleh pengaruh udara

maupun air (Razak, 1987: 31)

c. Sifat tanah lempung

Tanah lempung mempunyai sifat - sifat khas yaitu dalam keadaan kering akan

bersifat keras, apabila dalam keadaan basah akan bersifat lunak plastis dan

kohesif, mengembang dan menyusut dengan cepat sehingga mempunyai

perubahan volume yang besar dan itu terjadi karena pengaruh air, berkurang

kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu. adapun sifat - sifat umum dari

mineral lempung, yaitu:

a. Aktivitas

Aktivitas tanah lempung merupakan perbandingan antara indeks plastisitas

(PI) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 2 µm yang dinotasikan

dengan huruf C dandisederhanakan dalam persamaan berikut:

Aktivitas digunakan sebagai indeks untuk mengidentifikasi kemampuan

mengembang tanah lempung. berikut klasifikasi minera lempung

berdasarkan nilai aktivitasnya :

a. Montmorrillonite: tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 7,2;

b. Illite : tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,9 dan < 7,2;

(22)

c. Kaolinite : tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) ≥ 0,38 dan < 0,9;

dan

d. Polygorskite : tanah lempung dengan nilai aktivitas (A) < 0,38 Aktivitas Mineral Lempung sebagai berikut :

Gambar 1. Aktivitas mineral lempung

b. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel

lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh

lapisan-lapisan molekul air dalam jumlah yang besar. lapisan-lapisan ini sering mempunyai

tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi, lapisan difusi ganda atau

lapisan ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation

yang disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih

tinggi dari 60ºC-100ºC dan akan mengurangi plastisitas alamiah, tetapi

sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.

c. Pengaruh air

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak

murni secara kimiawi. pada pengujian di laboratorium untuk batas

Natrium montmorilonite (A = 7,2)

(23)

Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil

yang cukup berbeda dari apa yang di dapatkan dari tanah di lapangan

dengan air yang telah terkontaminasi. air berfungsi sebagai penentu sifat

plastisitas dari lempung. satu molekul air memiliki muatan positif dan

muatan negatif pada ujung yang berbeda (dipolar). fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak

dipolar seperti karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak

akan terjadi apapun.

d. Flokulasi dan Dispersi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak

mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (amophus) maka daya negatif, ion-ion H+ di dalam air, gaya Van der Waals, dan partikel

berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau

bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. beberapa partikel yang tertarik

akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak, atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya dan

membentuk sendimen yang sangat lepas. flokulasi larutan dapat dinetralisir

dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+),

sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.

lempung yang baru saja berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam

larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah

penyebarannya menjadi lebih sukar karena adanya gejala thiksotropic, dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.Sifat tanah lempung pada

(24)

Tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut

(uraisyah,2010 dalam Ferdinand Bembim 2013) :

a. Pada temperatur + 150oC, terjadi penguapan air pembentuk yang

ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi

batu bata mentah.

b. Pada temperatur antara 400oC – 600oC, air yang terikat secara kimia dan

zat-zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap.

c. Pada temperatur diatas 800oC, terjadi perubahan-perubahan kristal dari

tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi

pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras.

d. Senyawa - senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih

stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata.

e. Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.

susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan

bentuk (melengkung), pecah, pecah dan retak. tanah lempung yang

sudah dibakar tidak dapat kembali lagi menjadi tanah lempung oleh

pengaruh udara maupun air.

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang

berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan

sub kelompok-sub kelompok berdasarkan pemakaiannya.(Das, 1995).

Sistem klasifikasi tanah memberikan bahasa yang mudah untuk menjelaskan secara

(25)

Klasifikasi tanah juga berfungsi untuk study yang lebih terperinci mengenai keadaan tanah tersebut serta kebutuhan akan pengujian untuk menentukan sifat teknis seperti

karakteristik pemadatan, kekuatan tanah, berat isi, dan sebagainya (Bowles, 1989).

Adapun sistem klasifikasi tanah tersebut sebagai berikut :

a. Klasifikasi tanah berdasarkan Unified system

Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan teknik

pondasi seperti untuk bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis. sistem

ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan

tanah untuk jalan. klasifikasi berdasarkan Unified system (Das. Braja. M, 1988), tanah dikelompokkan menjadi :

1. Tanah butir kasar (Coarse-grained-soil) yaitu tanah kerikil dan pasir dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. simbol dari

kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil

(gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil) yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no. 200. Simbol dari kelompok ini

dimulai dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (cly) anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan untuk tanah gambut (peat), muck,dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang tinggi.

3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau, dan sisa

tumbuh-tumbuhan yang terkandung di dalamnya.

(26)

Tabel 5 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Sistem Unified

Divisi Utama Simbol Nama Umum Kriteria Klasifikasi

Ta na h be rb ut ir ka sa r≥ 5 0% bu tir an te rt ah an sari n g an N o . 2 0 0 K er ik il 50 % ≥ fra ksi k asar te rt ah an sari n g an N o . 4 K er ik il b er si h (h an y a k er ik il

) GW

Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

K la si fi k asi b er d as ar k an p ro se n ta se b u ti ra n h al u s ; K u ra n g d ar i 5 % lo lo s sari n g an n o .2 0 0 : G M , G P , S W , S P . L eb ih d ar i 1 2 % l o lo s s ar in g an n o .2 0 0 : G M , G C , S M , S C . 5 % 1 2 % l o lo s sari n g an N o .2 0 0 : B at as an k la si fi k as i y an g mem p u n y ai s im b o l d o b el

Cu = D60 > 4 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

GP

Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW K er ik il d en g an B u ti ra n h al u s

GM Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol GC Kerikil berlempung, campuran

kerikil-pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Pa si r≥ 5 0% fr ak si k as ar lo lo s sari n g an N o . 4 P asi r b er si h ( h an y a p as ir ) SW

Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Cu = D60 > 6 D10

Cc = (D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60

SP

Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus

Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW P asi r d en g an b u ti ra n h al u s

SM Pasir berlanau, campuran pasir-lanau

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI < 4

Bila batas

Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol SC Pasir berlempung, campuran

pasir-lempung

Batas-batas

Atterberg di bawah garis A atau PI > 7

Ta n ah b er b u ti r h al u s 5 0 % at au l eb ih l o lo s ay ak an N o . 2 0 0 La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≤ 50 % ML

Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung

Diagram Plastisitas:

Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 60

50 CH

40 CL

30 Garis A

CL-ML

20

4 ML ML atau OH 0 10 20 30 40 50 60 70 80

Batas Cair LL (%)

Garis A : PI = 0.73 (LL-20) CL

Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)

OL

Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah La na u da n le m pu ng b at as ca ir ≥ 5 0 % MH

Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis

CH

Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)

OH

Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi

Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi

PT

Peat (gambut), muck, dan tanah-tanah lain dengan kandungan organik tinggi

(27)

b. Sistem Klasifikasi AASTHO

Sistem klasifikasi AASHTO (American Association of State Highway and

Transportation Official) ini dikembangkan dalam tahun 1929 sebagai Public Road Administrasion Classification System. Berdasarkan sifat tanahnya dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu :

1. Kelompok tanah berbutir kasar (<35% lolos saringan no.200) sebagai

berikut:

Tabel 6 Tanah berbutir kasar

Kode Karakteristik Tanah

A – 1 Tanah yang terdiri dari kerikil dan pasir kasar dengan

sedikit atau tanpa butir halus, dengan atau tanpa sifat

plastis.

A – 2 Terdiri dari pasir halus dengan sedikit sekali butir

halus lolos saringan no.200 dan tidak plastis.

A – 3 Kelompok batas tanah berbutir kasar dan halus dan

merupakan campuran kerikil/pasir dengan tanah

(28)

2. Kelompok tanah berbutir halus (>35% lolos saringan no.200).sebagi berikut :

Tabel 7 Tanah berbutir halus

Kode Karakteristik Tanah

A – 4 Tanah lanau dengan sifat plastisitas rendah

A – 5 Tanah lanau yang mengandung lebih banyak butir –

butir plastis, sehingga sifat plastisnya lebih besar dari

A – 4.

A – 6 Tanah lempung yang masih mengandung butiran pasir

dan kerikil, tetapi sifat perubahan volumenya cukup

besar.

A – 7 Tanah lempung yang lebih bersifat plastis dan

mempunyai sifat perubahan yang cukup besar.

Adapun sistem klasifikasi AASHTO ini didasarkan pada kriteria sebagai ukuran

(29)

Tabel 8. Ukuran butir sistem klasifikasi AASHTO

Kerikil Tanah yang lolos ayakan diameter 75

mm (3 in) dan yang tertahan pada

ayakan No. 10 (2 mm).

Pasir Tanah yang lolos ayakan No. 10 (2

mm) dan yang tertahan pada ayakan

No. 200 (0.075 mm).

Lanau dan Lempung Tanah yang lolos ayakan No. 200.

Plastisitas merupakan kemampuan tanah yang dapat menyesuaikan bentuk pada

volume konstan tanpa retak-retak atau pun remuk. hal itu bergantung pada kadar

air, tanah dapat berbentuk cair, plastis, semi padat, atau padat. lanau dipakai

apabila bagian – bagian halus dari tanah mempunyai indeks plastis sebesar 10

atau kurang, sedangkan lempung dipakai jika bagian – bagian yang halus dari

tanah mempunyai indeks plastisnya sebesar 11 atau lebih. Nilai-nilai batas

Atterberg untuk subkelompok tanah sebagai berikut :

(30)

2. Fly ash

fly ash merupakan material yang memiliki ukuran butiran yang halus, berwarna keabu-abuan dan diperoleh dari hasil pembakaran batubara. pada intinya fly ash

mengandung unsur kimia antara lain silika (SiO2), alumina (Al2O3), fero oksida

(Fe2O3) dan kalsium oksida (CaO), juga mengandung unsur tambahan lain yaitu

magnesium oksida (MgO), titanium oksida (TiO2),alkalin (Na2O dan K2O), sulfur

rioksida (SO3), pospor oksida (P2O5Menurut ASTM C618 fly ash dibagi menjadi

tiga kelas yaitu fly ash kelas F, kelas C dan N. perbedaan utama dari ketiga tersebut adalah banyaknya calsium, silika, aluminium dan kadar besi di fly ash

tersebut. walaupun kelas F dan kelas C sangat ketat ditandai untuk digunakan fly ash yang memenuhi spesifikasi ASTM C618, namun istilah ini lebih umum digunakan berdasarkan asal produksi batu bara atau kadar CaO. yang penting

diketahui, bahwa tidak semua fly ash dapat memenuhi persyaratan ASTM C618, kecuali pada aplikasi untuk beton, persyaratan tersebut harus dipenuhi.

Fly ash kelas F Merupakan fly ash yang diproduksi dari pembakaran batubara

anthracite atau bituminous, mempunyai sifat pozzolanic dan untuk mendapatkan sifat cementitious harus diberi penambahan quick lime, hydrated lime, atau semen. fly ash kelas F ini kadar kapur nya rendah (CaO < 10%).

Fly ash kelas C Diproduksi dari pembakaran batubara lignite atau sub-

bituminous selain mempunyai sifat pozolanic juga mempunyai

sifat self-cementing (kemampuan).

Fly ash Kelas N Pozzolan alam, seperti tanah diatome, shale, tufa, abu gunung

(31)

Sebenarnya abu terbang tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya

semen, namun dengan kehadiran air dan ukurannya yang halus, oksida silika yang

dikandung di dalam abu batu bara akan bereaksi secara kimia dengan kalsium

hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan akan menghasilkan zat

yang memiliki kemampuan yang mengikat (Djiwantoro, 2001) partikel fly ash

kebanyakan berbentuk seperti butiran kaca, padat, berlubang, berbentuk bola

kosong berlubang yang disebut cenosphere, atau berbentuk bulatan yang sedikit mengandung fly ash disebut plerospheres. butiran fly ash sangat halus (silt size

0,074 – 0,005 mm) dan sebagian besar lolos ayakan no. 325 (45 mm) sehinngga

cocok sebagai pozzolan pada beton. fly ash yang dikumpulkan dengan cara elektrik akan mempunyai ukuran butiran yang lebih halus, kandungan kimia yang lebih

tinggi dan unsur karbon yang lebih kecil dibanding dengan yang dikumpulkan

secara mekanik. fly ash memiliki berat jenis antara 2,15 – 2,8 g/cm3. berat jenis ini umumnya ditentukan dari total berat unsur-unsur kimia yang dikandung dan

besarnya volume bola-bola yang terbentuk (Cockrelletal, 1970).menurut PP 18 tahun 1999 juncto PP 85 tahun 1999 abu terbang (fly ash) digolongkan sebagai limbah B-3 (bahan berbahaya dan beracun) dengan kode limbah D 223 dengan

bahan pencemar utama adalah logam berat, yang dapat menimbulkan pencemaran

lingkungan.

a. Manfaat Fly ash (abu terbang)

Manfaat fly ash (abu terbang) ini sudah mengalami berbagai penelitian yang sedang dilakukan untuk meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi

dampak buruknya terhadap lingkungan. pada umumnya. fly ash (abu terbang) ini memiliki pemanfaatan yang bermacam – macam untuk bidang konstruksi

(32)

1. Batu Bata

Batu bata dari fly ash telah digunakan untuk konstruksi rumah di Windhoek, Nambia sejak tahun 1970, akan tetapi batu bata tersebut akan cenderung

untuk gagal atau menghasilkan bentuk yang tidak teratur. hal ini terjadi

ketika batu bata tersebut kontak dengan air dan reaksi kimia yang terjadi

menyebabkan batu bata tersebut memuai. pada Mei 2007, Henry Liu

pensiunan Insinyur Sipil dari Amerika mengumumkan bahwa dia

menemukan sesuatu yang baru terdiri dari fly ash dan air. di padatkan pada 4000 psi dan diperam 24 jam pada temperatur 668°C steam bath, kemudian dikeraskan dengan bahan air entrainment, batu bata berakhir untuk lebih dari 100 freeze-thaw cycle. metode pembuatan batu bata ini dapat dikatakan menghemat energi, mengurangi polusi mercuri dan biayanya 20% lebih

hemat dari pembuatan batu bata tradisional dari lempung. batu bata dari fly ash kelas C dan di press dengan mesin Baldwin Hydraulic.

3. Material Konstruksi Jalan

Fly ash kelas F dan kelas C keduanya dapat digunakan sebagai mineral filler

untuk pengisi void dan memberikan kontak point antara partikel agregat yang lebih besar pada campuran aspalt concrete. aplikasi ini digunakan sebagai pengganti portlandcement atau hydrated lime. untuk penggunaan perkerasan aspal, fly ash harus memenuhi spesifikasi filler mineral yang ada di ASTM. sifat hydrophobic dari fly ash memberikan daya tahan yang lebih baik untuk perkerasan dan tahan terhadap stripping. fly ash juga dapat meningkatkan

(33)

1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan

2. Penimbun lahan bekas pertambangan

3. Recovery magnetik, cenosphere dan karbon

4. Bahan baku keramik, gelas, batubata, dan refraktori

5. Bahan penggosok (polisher) 6. Filler aspal, plastik, dan kertas

7. Pengganti dan bahan baku semen

8. Aditif dalam pengolahan limbah (waste stabilization)

3. Portland Cement

Fly ash digunakan untuk pengganti portland cement pada beton karena mempunyai sifat pozzolanic. sebagai pozzoland sangat besar meningkatkan strength, durabilitas dari beton. penggunaan fly ash dapat dikatakan sebagai faktor kunci pada pemeliharaan beton tersebut. penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian berat semen pada umumnya terbatas pada fly ash kelas F.

fly ash tersebut dapat menggantikan semen sampai 30% berat semen yang dipergunakan dan dapat menambah daya tahan dan ketahanan terhadap bahan

kimia. Fly ash juga dapat meningkatkan workability dari semen dengan berkurangnya pemakaian air. produksi semen dunia pada tahun 2010

diperkirakan mencapai 2 milyard ton, di mana penggantian dengan fly ash

dapat mengurangi emisi gas carbon secara dramatis.

3. Abu Ampas Tebu

Ampas tebu yang dipergunakan adalah ampas tebu yang telah mengalami proses

penggilingan kelima kali. ampas tebu sendiri merupakan hasil limbah buangan

(34)

garis besar, proses produksi dari tebu menjadi ampas tebu .proses penggilingan

tebu sebagi berikut :

Penggilingan I Penggilingan III Penggilingan V

Penggilingan II Penggilingan IV

Ampas Ampas Ampas Ampas Ampas

Gilingan I Gilingan II Gilingan III Gilingan IV Gilingan V

Tebu

Susu Kapur Susu Kapur Susu Kapur

3Be 3Be 3Be

Gambar 3. Proses penggilingan tebu

Ampas tebu yang berlimpah tersebut telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada

ketel uap (pesawat untuk memproduksi uap pada suatu jumlah tertentu pada setiap

jamnya dengan suatu tekanan dan suhu tertentu pula besarnya) dimana energi yang

dihasilkan dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik tenaga uap.

Pemanfaatan serat ampas ebu

1. Di mesir telah diadakan penelitian bahwa ampas tebu dapat dimanfaatkan

sebagai komponen penyusunan dalam pembuatan keramik ..

2. Telah dicobakan pemanfaatan ampas tebu sebagai campuran semen dengan

perbandingan 1semen 12 ampas tebu, dan ternyata memberi hasil yang lebih

kuat, ringan dan tahan terhadap kondisi agresif, dan tentu saja membutuhkan

[image:34.595.124.483.151.378.2]
(35)

3. Telah dicoba dalam pembuatan panil gypsum, dimana ampas tebu dipakai

sebagai bahan tambah mampu menghasilkan panil gypsum yang memiliki kuat

lentur yang baik

Tiap berproduksi, pabrik gula selalu menghasilkan limbah yang terdiri dari

limbah padat, cair dan gas. limbah padat, yaitu ampas tebu (bagasse), abu boiler dan blotong (filter cake). ampas tebu merupakan limbah padat yang berasal dari perasan batang tebu ini banyak mengandung serat dan gabus. kelebihan ampas

tebu dapat membawa masalah sebab ampas bersifat meruah sehingga

menyimpannya perlu area yang luas. ampas mudah terbakar sebab di dalamnya

banyak mengandung air, gula, serat, dan mikroba sehingga bila tertumpuk akan

termentasi dan melepaskan panas. untuk mengatasi kelebihan ampas tebu adalah

dengan membakarnya untuk mengurangi jumlah ampas tebu. pembakaran

ampas tebu inilah yang menghasilkan abu ampas tebu.komposisi abu

[image:35.595.120.445.487.700.2]

pembakaran ampas tebu sebagi berikut :

Tabel 9 Komposisi abu pembakaran ampas tebu

Senyawa Kimia Presentase (%)

SiO2 71

Al2O3 1,9

Fe2O3 7,8

CaO 3,4

MgO 0,3

KzO 8,2

P2O5 3,0

MnO 0,2

(Sumber : Dubey dan Varma Sugar By-Products & Subsidiary Industries

(36)

C. Proses pembuatan batu bata

1. Tanah lempung di uji di laboratorium tanah untuk mengetahui sifat fisik tanah asli.

2. Tanah lempung di tambah , air, abu batu bara dan ampas tebu tersebut di campur

dengan merata sehingga tercampuran semua nya.

3. Campuran untuk siap cetak tersebut di lakukan pemeraman selama 3 minggu.

4. Pengambilan sampel pemeraman pada mesin cetak batayang siap untuk di bentuk

sesuai dengan ukuran nya..

5. Batu bata mentah yang sudah. dipotong kemudian di jemur selama tiga minggu

6. Proses berikutnya adalah membakar batu bata dengan suhu yang telah di tentukan

kurang lebih 24 jam

D. Proses Pembakaran Batu Bata

Dari seluruh proses pembuatan batu bata, maka pada tahap pembakaran adalah tahap

yang paling menentukan berhasilnya tidak usaha ini. jika pembakaran gagal, maka

pengusaha akan mengalami kerugian total. karena, bahan pembuatan batu bata hanya

dibakar sekali, jika tidak matang sepenuhnya, maka bahan pembuatan batu bata

tersebut tidak dapat dimatangkan lagi dengan pembakaran yang kedua.

Pembakaran batu bata dapat dilakukan dengan menyusun batu bata secara bertingkat

dan bagian bawah tumpukan itu diberi terowongan untuk kayu bakar. bagian samping

tumpukan ditutup dengan batu bata setengah matang dari proses pembakaran

sebelumnya atau batu bata yang sudah jadi. sedangkan bagian atasnya ditutup dengan

batang padi dan lumpur tanah liat.

Saat kayu bakar telah menjadi bara menyala, maka bagian dapur atau lubang tempat

(37)

semburan api selalu mengangah dalam tumbukan bata. proses pembakaran ini

memakan waktu 1 – 2 hari tergantung jumlah batu bata yang dibakar.

Pada saat musim kemarau, proses penjemuran tanah liat itu hanya memerlukan waktu

sekitar dua hari. namun, saat musim hujan proses penjemuran tanah liat itu bisa

memakan waktu hingga sepekan lebih. proses yang terakhir yaitu membakar tanah liat

yang telah dijemur itu. cetakan tanah liat yang sudah berbentuk persegi panjang itu

ditata sedemikian rupa di atas tungku pembakaran dan proses pembakaran batu bata

(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rencana Penelitian

Untuk penelitian di rencanakan adalah bata padat yang berbentuk persegi

panjang, dengan panjang = 18 cm, Lebar = 9 cm, dan tebal = 4,5 cm.

Sebelum diadakan penelitian maka perlu di adakan pemeriksaan bahan yang

akan di lakukan di laboratorium teknik sipil universitas lampung, serta

mencari kebutuhan air yang akan digunakan dalam campuran yang telah

direncanakan. pembuatan dan perawatan bata akan dilakukan di lab tanah

Teknik Sipil universitas lampung. pada penelitian ini ada beberapa tahapan

yang perlu di perhatikan adalah sebagai barikut;

Penelitian ini digunakan secara umum dengan tahapan sebagai berikut :

1. Mengambil sampel tanah lempung desa Yoso Mulyo, Metro,

2. Campuran yang digunakan secara umum dalam pembuatan bata adalah

a. Campuran 1 = 2,5% fly ash + 2,5% abu sekam padi + 95% tanah b. Campuran 2 = 5% fly ash + 5% abu sekam padi + 90% tanah c. Campuran 3 = 7,5% fly ash + 7,5% abu sekam padi + 85% tanah d. Campuran 4 = 10% fly ash + 10% abu sekam padi + 80% tanah

3. Membuat benda uji dengan bahan pengganti agregat halus adalah tanah

(39)

sebagai bahan tambah dengan persentase tertentu dari jumlah berat

campuran.

1. Rencana jumlah komposisi terhadap campuran bata

[image:39.595.170.457.230.442.2]

Rencana jumlah komposisi terhadap campuran bata sebagai berikut :

Tabel 10. Jumlah sampel pada masing – masing mortar sebelum pembakaran

Tabel 11. Jumlah sampel pada Masing – masing mortar pasca

pembakaran Sampel

Sebelum pembakaran (buah)

Tekan Bata besar Porositas Bata besar Tekan Bata kecil

Campuran 1

Campuran 2

Campuran 3

Campuran 4

6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

Total 24 24 24

Sampel

Pasca pembakaran (buah)

Tekan Bata besar Porositas Bata besar Tekan Bata kecil

Campuran 1

Campuran 2

Campuran 3

Campuran 4

6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

[image:39.595.170.465.517.734.2]
(40)
[image:40.595.169.531.97.364.2]

Tabel 12. Jumlah sampel pada masing – masing bahan bata asli

1.1Bahan pengujian bata

a. Pengujian sifat fisik tanah

Sifat - sifat fisik tanah berhubungan erat dengan kelayakan pada

banyak penggunaan yang diharapkan dari tanah. kekokohan dan

kekuatan pendukung, kapasitas penyimpanan air, plastisitas

semuanya secara erat berkaitan dengan kondisi fisik tanah. hal ini

berlaku apakah tanah ini akan digunakan sebagai bahan struktural

dalam pembangunan jalan raya, bendungan, dan pondasi untuk

sebuah gedung atau untuk sistem pembuangan limbah.

Pelaksanaan pengujian dilakukan di Laboratorium Mekanika

Tanah Jurusan Teknik Sipil, Universitas Lampung. pengujian

sifat fisik tanah dilakukan berdasarkan Standar PB 0110 – 76 atau

ASTM D-4318. pengujian -pengujian yang dilakukan antara lain: Sampel Sebelum pembakaran (buah) Pasca pembakaran (buah)

n Tekan

t

Porositas

p

Tekan Porositas

Campuran 1

Campuran 2

Campuran 3

Campuran 4

6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6

(41)

1. Berat Jenis (Specific Gravity)

Percobaan ini dilakukan untuk menentukan kepadatan massa

butiran atau partikel tanah yaitu perbandingan antara berat

butiran tanah dan berat air suling dengan volume yang sama

pada suhu tertentu, sesuai dengan ASTM D-854.

Bahan-bahan : - Sampel tanah lempung

- Air suling

Peralatan :

1. Picnometer

2. Thermometer dengan ketelitian 0,01oC 3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Boiler (tungku pemanas) Langkah Kerja :

a. Menimbang picnometer kosong dalam keadaan bersih dan kering, termasuk tutupnya.

b. Memasukkan sampel tanah kering kedalam picnometer.

c. Menimbang picnometer beserta tanah kering.

d. Mengisi air kedalam picnometer yang telah berisi tanah kering sebanyak 2/3 dari volume picnometer, kemudian memanaskan picnometer diatas tungku pemanas (boiler). e. Setelah mendidih, kemudian mendinginkan picnometer

(42)

Lalu menambahkan air kedalam picnometer hingga mencapai garis batas picnometer dan ditutup rapat.

f. Menimbang picnometer yang berisi tanah dan air. g. Mengukur temperatur air didalam picnometer.

h. Membersihkan isi picnometer dari sampel tanah.

i. Mengisi picnometer dengan air sampai batas garis

picnometer kemudian menutup dan menimbangnya.

Perhitungan :

) (

)

( 4 1 3 2 1 2

W W W W

W W Gs

  

Dimana :

Gs = Berat jenis

W1 = Berat picnometer (gram)

W2 = Berat picnometer + tanah kering (gram)

W3 = Berat picnometer + tanah + air (gram)

W4 = Berat picnometer + air (gram)

2. Batas cair (Liquid Limit)

Batas cair adalah kadar air minimum dimana tanah tidak

mendapat gangguan dari luar (Scott.C.R, 1994). sifat fisik

tanah dapat ditentukan dengan mengetahui batas cair suatu

(43)

jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair

sesuai dengan ASTM D-423.

Tujuan pengujian ini adalah untuk menentukan kadar air suatu

jenis tanah pada batas antara keadaan plastis dan keadaan cair.

Bahan-bahan :

a. Sampel tanah yang telah dikeringkan di udara atau oven

b. Air bersih atau air suling sebanyak 300 cc

Peralatan :

1. Alat batas cair (mangkuk Cassagrande)

2. Alat pembuat alur (grooving tool) ASTM untuk tanah yang lebih plastis

3. Spatula

4. Gelas ukur 100 cc

5. Container 4 buah 6. Plat kaca

7. Porcelain dish (mangkuk porselen) 8. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

9. Oven

Langkah Kerja :

1. Mengayak sampel tanah yang sudah dihancurkan dengan

menggunakan saringan No. 40.

(44)

3. Mengambil sampel tanah yang lolos saringan No. 40

sebanyak 150 gram, kemudian diberi air sedikit demi

sedikit dan aduk hingga merata, kemudian dimasukkan

kedalam mangkuk Cassagrande dan meratakan permukaan adonan sehingga sejajar dengan alas.

4. Membuat alur tepat ditengah - tengah dengan membagi

benda uji dalam mangkuk Cassagrande tersebut dengan menggunakan grooving tool.

5. Memutar tuas pemutar sampai kedua sisi tanah bertemu

sepanjang 13 mm sambil menghitung jumlah ketukan

dengan jumlah ketukan harus berada diantara 10 – 40 kali.

6. Mengambil sebagian benda uji di bagian tengah mangkuk

untuk pemeriksaan kadar air dan melakukan langkah kerja

yang sama untuk benda uji dengan keadaan adonan benda

uji yang berbeda sehingga diperoleh 4 macam benda uji

dengan jumlah ketukan yang berbeda yaitu 2 buah dibawah

25 ketukan dan 2 buah di atas 25 ketukan.

Perhitungan :

1. Menghitung kadar air (ω) masing-masing sampel sesuai

dengan jumlah ketukan.

2. Membuat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan

pada grafik semi logaritma, yaitu sumbu x sebagai

jumlah pukulan dan sumbu y sebagai kadar air.

(45)

4. Menentukan nilai batas cair pada ketukan ke-25 atau x = log 25.

3. Analisis Saringan (Sieve Analysis)

Tujuan pengujian analisis saringan adalah untuk mengetahui

persentasi butiran tanah dan susunan butiran tanah (gradasi)

dari suatu jenis tanah yang tertahan di atas saringan No. 200

(Ø 0,075 mm).

Bahan-bahan :

1. Tanah asli yang telah dikeringkan dengan oven sebanyak

500 gram

2. Air bersih atau air suling 1500 cc

Peralatan :

1. Saringan (sieve) 1 set

2. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

3. Mesin penggetar (sieve shaker) 4. Kuas halus

5. Oven

6. Pan

Langkah Kerja :

1. Mengambil sampel tanah sebanyak 500 gram, memeriksa

kadar airnya.

2. Meletakkan susunan saringan diatas mesin penggetar dan

memasukkan sampel tanah pada susunan yang paling atas

(46)

3. Mengencangkan penjepit mesin dan menghidupkan mesin

penggetar selama kira-kira 15 menit.

4. Menimbang masing-masing saringan beserta sampel tanah

yang tertahan diatasnya.

Perhitungan :

1. Berat masing-masing saringan (Wci)

2. Berat masing-masing saringan beserta sampel tanah yang

tertahan di atas saringan (Wbi)

3. Berat tanah yang tertahan (Wai) = Wbi – Wci

4. Jumlah seluruh berat tanah yang tertahan di atas saringan (

Wai Wtot)

5. Persentase berat tanah yang tertahan di atas masing-masing

saringan (Pi)

% 100

x W

W W Pi

total ci bi

   

 

6. Persentase berat tanah yang lolos masing-masing saringan

(q):

% %

100 pi

qi 

11

qip

 

i1

q

Dimana : i = l (saringan yang dipakai dari saringan

(47)

4. Kadar air (Water Content)

Sesuai dengan ASTM D-2216-92, pengujian ini bertujuan

untuk mengetahui kadar air suatu sampel tanah, yaitu

perbandingan antara berat air yang terkandung dalam tanah

dengan berat butir kering tanah tersebut yang dinyatakan

dalam persen.

Bahan - bahan: - Sampel tanah asli

- Air secukupnya

Peralatan:

1. Container

2. Oven

3. Neraca dengan ketelitian 0,01 gram

4. Desicator

Langkah Kerja :

1. Menimbang container dalam keadaan bersih dan kering, serta memberi nomor.

2. Memasukkan sampel tanah yang akan diuji ke dalam

container.

3. Menimbang container yang telah berisi sampel tanah. 4. Memasukkan container berisi tanah ke dalam oven dengan

temperatur 105oC selama 24 jam.

5. Setelah itu, memasukkan container ke dalam desicator

untuk menghindari penyerapan uap air dari udara selama

(48)

6. Menimbang container beserta tanah yang telah kering.

Perhitungan :

1. Berat air (Ww) = Wcs – Wds

2. Berat tanah kering (Ws) = Wds – Wc

3. Kadar air (ω) = x100%

Ws Ww

Dimana:

Wc = Berat cawan yang akan digunakan

Wcs = Berat benda uji + cawan

Wds = Berat cawan yang berisi tanah yang sudah di oven\

5. Berat volume

menentukan berat volume tanah ( ). Yang dimaksud dengan

berat volume tanah adalah perbandingan antara berat tanah

dengan volume tanah.

Bahan - bahan: - Sampel tanah asli

- Air secukupnya

Peralatan :

1. Gelas kaca dengan diameter 5,50 – 6,50 cm dan dengan

ketinggian kira-kira 3,0 – 4,0 cm

(49)

3. Air raksa

4. Mangkok peluberan

5. Pisau.

6. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram

Langkah kerja :

1. Mengeluarkan contoh tanah yang akan ditest dalam tabung

Shelby secara perlahan-lahan sehingga keadaan tanahnya

tidak berubah (sample undistrubed).

2. Dengan menggunakan pisau, memotong contoh tanah yang

telah disiapkan pada langkah no 1 secara perlahan-lahan

dan sedikit demi sedikit hingga didapat bentuk persegi

dengan ukuran kira-kira 2 x 2 x 2 cm3 .

3. Menentukan berat cawan, (W1); juga mencatat dari nomor

cawan yang bersangkutan.

4. Meletakkan tanah yang telah disiapkan pada langkah no 2

didalam cawan, kemudian menimbang berat cawan + tanah,

(W2).

5. Menentukan berat mangkok peluberan, (W3).

6. Menentukan volume tanah yang telah disiapkan pada

langkah no 2 dengan menggunakan air raksa, gelas kaca

dan kaca datar yang memepunyai tiga paku. Caranya adalah

mengisi gelas kaca dengan air raksa hingga penuh (gelas

kaca harus diletakkan didalam mangkok peluberan).

(50)

paku, meratakan permukaan air raksa didalam gelasa kaca

(kelebihan aiar raksa yang tumpah ditampung dalam

mangkok peluberan); membersihkan kelebihan air raksa

yang tertumpah kedalam mangkok peluberan. Memasukkan

tanah yang telah disiapkan pada langkah no 2 kedalam

gelas kaca yang telah berusi air raksa (tanah tessebut akan

menampung diatas air raksa). Dengan menggunakan kaca

datar yang mempunyai tiga paku, tekan tanah yang

berbentuk kubus tersebut masuk kedalam air raksa secara

perlahan-lahan sampai tanah tesebut masuk kedalam air

raksa secara perlahan-lahan sampai tanah tersebut

benar-benar temdam didalam air raksa. Kelebhan air raka yang

keluar dari gelas kaca yang akan ditampung didalam

mangkok peluberan. Timbang air raksa yang ditampung

didalam mangkok peluberan (W4) untuk dipakai ddalam

menentukan volume tanah basah yang test.

Perhitungan :

1. BV = (Wst – Ws) / V

7. Pengujian Sampel Batu Bata + Fly ash + Abu Ampas Tebu

Melakukan pengujian kuat tekan dan porositas air terhadap batu bata

dengan komposisi campuran material tanah, fly ash dan abu ampas tebu dengan kadar tertentu untuk mendapatkan kadar optimum, serta nilai

(51)

Pada pengujian ini setiap sampel tanah dibuat campuran dengan kadar fly ash + abu ampas tebu di 5%, 10%, 15%, dan 20% sebanyak 6 sampel dengan dilakukan masa pemeraman 21 hari, lalu pembakaran selama

2x24 jam dan masa waktu penjemuran selama 7 hari.

a. Pengujian Kuat Tekan

Pengujian kuat tekan pada batu bata adalah untuk mendapatkan

besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh batu bata.

Alat uji yang digunakan adalah mesin desak. pengujian ini dapat

dilakukan dengan meletakkan benda uji pada alat uji dimana di bawah

dan di atas benda uji diletakkan pelat baja kemudian jalankan mesin

desak dan dicatat gaya tekan maksimumnya.pada uji kuat tekan ini

mempunyai benda uji 2 jenis kuat tekan antara batu bata besar (belum

dibakar dan pasca pembakaran), batu bata kecil(belum dibakar dan

pasca pembakaran), dan bata asli untuk membandingkan antara

masing-masing kekuatan nya. kuat tekan batu bata dihitung dengan

menggunakan persamaan

Kuat tekan = P

A

Dimana :

P = beban hancur

(52)

b. Pengujian Daya Serap Air

Pengukuran daya serap merupakan persentase perbandingan antara

selisih massa basah dengan massa kering dengan massa kering

besarnya daya serap dikerjakan hasilnya sesuai dengan SNI

03-0691-1996. sampel yang sudah diukur massanya merupakan massa kering

dan direndam selama 24 jam lalu diukur massa basahnya

menggunakan neraca analitis. uji porositas ini memiliki benda uji

sebanyak 3 jenis yaitu porositas sebelum di bakar , porositas passca

pembakaran dan porositas bata asli nya.

Porositas air = Mb–Mk 1

X X 100%

Vb air

Dengan :

P = Porositas (%)

Mb = Massa basah sampel setelah direndam (gram)

Mk = Massa kering sampel sebelum direndam (gram)

Vb = Volume benda uji (cm3)

B. Urutan Prosedur Penelitian

1. Pencampuran material bahan

Sebelum pencampuran material bahan, sampel tanah telah diuji sifat

fisiknya, meliputi pengujian kadar air, analisis saringan, berat jenis,

dimana nantinya akan didapat nilai kadar air optimum untuk

(53)

Setelah mengetahui data uji, maka campuran dapat dibuat dengan

melakukan pencampuran tanah lempung + fly ash + abu ampas tebu + air dengan komposisi masing-masing bahan campuran.

2. Campuran untuk siap cetak tersebut di lakukan pemeraman sela 21 hari

3. Pengambilan sampel pemeraman selama 21 hari di letakkan pada mesin

cetak untuk di bentu sesuai dengan ukuran bata.

4. Bata yang siap di bentuk di potong dengan alat cetak secara berurutan.

5. Proses pengeringan batu bata dilakukan secara bertahap, digunakan

terpal atau penutup plastik dengan tujuan agar batu bata tidak terkena

panas matahari langsung dan terkena hujan. apabila proses pengeringan

terlalu cepat dalam artian panas matahari terlalu menyengat, akan

mengakibatkan timbulnya retakan-retakan pada batu bata nantinya. batu

bata yang sudah berumur satu hari dari masa pencetakan kemudian

dibalik. setelah cukup kering, batu bata tersebut ditumpuk menyilang

satu sama lain agar terkena angin. Jika kondisi cuaca baik, proses

pengangingan memerlukan waktu tujuh hari. Sedangkan jika kondisi

udara lembab, proses pengeringan batu bata membutuhkan waktu

sekurang-kurangnya 14 hari.

6. Proses pembakaran batu bata harus berjalan seimbang dengan kenaikan

suhu dan kecepatan suhu. proses pembakaran dilakukan 2x24 jam.

7. Pengujian Porositas Air dan Kuat Tekan

Pengujian porositas air dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas

yang terdapat pada benda uji. semakin banyak porositas yang terdapat

pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula

(54)

mendapatkan besarnya beban tekan maksimum yang bisa diterima oleh

batu bata. alat uji yang digunakan adalah mesin desak.

C. Pengolahan dan Analisa Data

Semua hasil yang didapat dari pelaksanaan penelitian akan ditampilkan

dalam bentuk tabel, grafik hubungan, serta penjelasan - penjelasan yang

didapat dari:

1. Hasil yang didapat dari pengujian sampel tanah asli ditampilkan dalam

bentuk tabel dan digolongkan berdasarkan sistem klasifikasi pengujian

tanah.

2. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap masing - masing campuran

dengan kadar fly ash dan abu ampas tebu setelah waktu pemeraman ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik hasil pengujian.

3. Analisis nilai daya serap air batu bata + fly ash + abu ampas te.

4. Dari seluruh analisis hasil penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan

berdasarkan tabel dan grafik yang telah ada terhadap hasil penelitian

(55)

Dari seluruh analisis hasil yang telah ditampilkan, dapat ditarik kesimpulan terhadap hasil

penelitian yang didapat.

Pengambilan Sampel Tanah Asli

Pengujian Tanah Asli :

1. Berat Jenis 4. Berat Volume 2. Batas Atterberg 5. Kadar Air 3. Analisa Saringan

Pembuatan Benda Uji :

1. 2,5% fly ash + 2,5% abu ampas tebu + tanah 2. 5% fly ash + 5% abu ampas tebu + tanah 3. 7,5% fly ash + 7,5% abu ampas tebu + tanah 4. 10% fly ash + 10% abu sekam padi + tanah

Pengeraman benda uji tanah 21 hari

Pencetakan bata sesuai dengan ukuran

Pembakaran batu bata

1. Perendaman selama 24 jam

2. Uji Porositas Air

Uji Kuat Tekan

Analisis Hasil

Kesimpulan

Selesai Mulai

Pencampuran benda uji

(56)

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan pembahaasan yang telah dilakukan terhadap

batu bata dengan bahan dasar tanah dari Yosomulyo Kota Metro, serta bahan

additive fly ash dan abu ampas tebu yang berasl dari PT. Indo Lampung fly ash P P.T PLN (PLTU) tarahan maka diperoleh beberapa kesimpulan :..

1. Sampel tanah yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sistem

klasifikasi AASHTO digolongkan pada kelompok tanah A-7 dan

subkelompok A-7-6 (tanah berlempung) yaitu tanah dengan tingkatan

umum sebagai tanah sedang sampai buruk. Sedangkan berdasarkan sistem

klasifikasi USCS digolongkan sebagai tanah berbutir halus dan termasuk

kedalam kelompok CL yaitu tanah lempung anorganik dengan plastisitas

rendah.

2. Batu bata dengan penambahan abu ampas tebu 15% masuk ke spesifikasi

SNI 15-2094-2000 mutu Tingkat III yaitu dengan kekuatan antara 50-100

kg/cm2. Sedangkan untuk batu bata dengan pencampuran 5%, 10%, dan

20% masuk ke spesifikasi mutu Tingkat II dengan kekuatan antara

(57)

3. Penambahan 5%,10%,15% dan 20% kadar campuran tanah dan afly ash

dan abu ampas tebu dengan prilaku pasca pembakaran dan tanpa

pembakaran belum memenuhi SNI batu bata, SNI minimal yang disyaratkan untuk batu bata adalah 50 kg/cm3.

4. Penambahan 5% - 10% kadar campuran tanah dan fly ash dan abu ampas

tebu dengan prilaku pasca pembakaran menunjukan peningkatan nilai

kuat tekan di bandingkan dengan batu bata tanah murni 100%.

5. Tingginya nilai kuat tekan batu bata menggunakan fly ash dan abu ampas

tebu pasca pembakaran disebabkan karena berkurangnya volume udara

dan rongga-rongga pori pada partikel tanah. Dan bahan additive memiliki kandungan silika yang berpengaruh pada kekuatan batu bata

B. Saran

Untuk penelitian selanjutnya mengenai pembuatan batu bata menggunakan

tanah dengan bahan additive abu sekam padi disarankan beberapa hal di bawah ini untuk dipertimbangkan :

1. Untuk tempat pencetakan bata perlu di sarankan supaya lebih

memperhatikan bentuk dan kualitas bata yang akan di uji di laboratorium.

2. Untuk ketelitian yang lebih tinnggi pada proses pengujian sifat fisik tanah

asli agar memperoleh data yang akurat dan s

Gambar

Tabel 1.  Modul standar ukuran batu bata merah sesuai dengan SII-0021-78
Tabel 3. Ukuran batu bata berdasarkan SNI 15-2094-2000
Tabel 4. Nilai kuat tekan
Gambar 1. Aktivitas mineral lempung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dicanangkannya program tersebut, maka sebagai konsekuensinya adalah penggunaan uranium pengayaan tinggi yang biasa digunakan sebagai bahan bakar nuklir

Adapun uji statistik yang digunakan dalam menganalisis hubungan beberapa faktor pada wanita usia subur (WUS) dengan kejadian perkawinan usia dini di Kecamatan

Debit puncak digunakan untuk identifikasi kesehatan suatu daerah aliran sungai (DAS), perencanaan pengelolaan DAS, serta untuk monitoring dan evaluasi kinerja DAS. Debit puncak

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab- bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi yang terjadi pada siswa untuk

Obyek pengelolaan kawasan pantai adalah seluruh wilayah Kabupaten yang mempunyai garis pantai yang berstatus Tanah Negara dan wilayah perairan sampai dengan batas 4

UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Seririt SD N 1

a) Penelitian yang dilakukan oleh (Lehman, 1992) menginterpretasikan adanya perilaku stereotype maskulin merupakan faktor kunci keberhasilan dari kantor akuntan

Sama halnya dengan hasil penelitian ini, sebagian besar ibu yang memiliki balita BGM memiliki pengetahuan yang baik, akan tetapi belum mampu memberikan