• Tidak ada hasil yang ditemukan

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY

(STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE )

by:

CHOIRUN NISA

This study aims to look at the planning of local regulations by Act 12 of 2011 and then reconstructed by building new construction by local planning documents to see implementation in the Regency Lampung Middle . This study uses a normative study , the method of data collection through the study of literature , and interviews . After the data is collected, the data is processed systematically and qualitatively analyzed descriptively . The method used in this thesis is a normative study with emphasis on the normative juridical approach that is based on legislation and research methods of qualitative analysis . The results indicate the need for discussion of new construction with the local planning regulations by rearranging the vision and mission of local government , the substance of the RPJM need dieraborasikan in Prolegda to produce products in accordance with the laws of development policy in the field of legal substances in the Regency Lampung Middle

(2)

ABSTRAK

REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH

(STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)

Oleh: CHOIRUN NISA

Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perencanaan peraturan daerah berdasarkan Undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan peraturan perundang-undang dan kemudian merekonstruksinya dengan memperbaiki kontruksi baru berdasarkan dokumen perencanaan daerah dengan melihat implementasinya di Kabupaten Lampung Tengah.

Dalam penelitian ini menggunakan Analisis data kualitatif yang menghasilkan pengertian-pengertian, konsep-konsep dan Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah yuridis normatif yaitu pendekatan berdasarkan peraturan perundang-undangan serta pendekatan triangulasi dengan mengkomunikasikan data penelitian yang telah disusun dengan informannya untuk mengetahui apakah data yang ditemukan tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian yang dapat mereka setujui sehingga peneliti dan informan memiliki pemahaman yang sejalan terhadap data atau hasil yang telah diperoleh

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan metode pengumpulan data melalui telaah kepustakaan, dan wawancara. Setelah data terkumpul, maka data tersebut diolah secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif kualitatif.. Hasil pembahasan menunjukkan perlunya sinergi perencanaan peraturan daerah dengan menata ulang berdasarkan visi misi pemerintah daerah, muatan substansi, RPJMD perlu dieraborasikan dalam prolegda untuk menghasilkan produk hukum yang sesuai dengan kebijakan pembangunan dibidang substansi hukum di Kabupaten Lampung Tengah

(3)

REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH

DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH

(STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)

OLEH:

CHOIRUN NISA

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Program Pasca Sarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(4)

REKONSTRUKSI PROSES PERENCANAAN PERATURAN

DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH

DI KABUPATEN LAMPUNG TENGAH)

(Tesis)

OLEH:

CHOIRUN NISA

PROGRAM MAGISTER HUKUM

PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

(5)

Judui Tesis

l.Iama Ma'hasislva

Nornor Pokok Mahasiswa

Program Kekhususan

Program Studi

Fakultas

Dr-

Yuswaato, S.8.,

M.fl,

Nip 19620514 198703 1003

: REKONSTRIIKSI PROSf, S TERENCANAAN

PERATURAN DAERAH

DALAM

KERANGKA

OTONOMI

DAETAfl DI

KABUPATtrN LAMPUNG TENGAE

:Chr*un lYisa

: l2220t1051

: Hukum Keaegaraan

: Program Pascasarjana Magister Hukum

: Hukum

,

-MENT'ETUJUI

Dosea Pembimbing

MENGETAIIUI

dy,

s-Nip 19810 200312 1 001

Ketua Program Pascasarjana

,@eister

Hukum Fakultas Hukum

ar, S.H., 4 198603 1 001

(6)

MEI{GESAHKA]\{

1. Tim Penguji

Pembimbing

1

: Dr, Yuswanto, S,If., M,I{,

Pembimbingll

Penguji

Penguji

Peryqii

: Rudy, S.II., LL-M.,

LLD,

: Dr. HS. Tisnanta,

S.E,

M-E.

: Dr" Muhammad Akib, S.H., M.Ifum"

:

Dn

Heryaudi, S.H., M.S.

akultas Hukurn

eryandi, S.H., M.S.

{t%ztt{tg1987s3 1003

^

trr,,Dp:E

Jra*

.*

tg.Ftur Pro gram Pascasarj ana

28 198103 1 002

(7)

PERIIYATAAII

Dengan ini Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1'

Tesis ini denganjudul Rekonstruksi Perencanaan peraturan

daerah dalam

Kerangka otonomi Daerah di Kabupaten Lampung Tengah .adalah kuryu

Saya sendiri dan Saya tidak merakukan penjiprakan (pargiat)

dari karya

penulis lain dengan cara yang tidak sesuai dengan etika ilmiah yang

berlaku dalam akademik.

2.

Hak intelektual atas

krryu

ilmiah

ini

diserahkan sepenuhnya

kepada

Universitas Lampung

Atas pernyataan ini apabila dikemudian hari ternyata ditemukan ketidakbenaran,

Saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan berdasarkan hukum

yang berlaku.

BandarLampung, Mei20l4

Pembuat pernyataan

+EF,IH

Parrxffi/rcrxqrc;

W

.A&,

oiio"ro\rrrkW

qn

"*,/4

5giiffi

@:r,oirun(i,a

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung Tanjung Karang pada

tanggal 6 Maret Tahun 1975 sebagai anak kedua dari lima

bersaudara dari Bapak Dailami HB, BSc dan Ibu Nuraini.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 28

Tanjung Agung Tanjung Karang Timur Bandar Lampung pada Tahun 1987,

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di tempuh di SMPN 4 Tanjung Karang

dan diselesaikan pada Tahun 1991, dan Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas

(SMA) di SMAN 1 Tanjung Karang pada Tahun 1994. Tahun 1994 penulis

terdaftar pada Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila) melalui jalur Ujian

Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) yang diselesaikan pada Tahun 1999.

Karir di bidang pekerjaan penulis mulai pada Tahun 2000 diterima bekerja di

Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah melalui tes Calon Pegawai

Negeri Sipil Daerah (CPNSD) dan ditempatkan di Bagian Hukum Sekretariat

Daerah Kabupaten Lampung Tengah, pada Tahun 2006 penulis menjabat

Kasubbag Dokumentasi Hukum pada Bagian Hukum Sekretariat Daerah

Kabupaten Lampung Tengah, kemudian Tahun 2010 sebagai Kasubbag Bantuan

Hukum Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Lampung Tengah. Januari

2011 sampai sekarang penulis melaksanakan tugas sebagai Kasubbag

(9)

MOTTO

(10)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan kepada

Almamater saya Program Studi Pasca Sarjana Magister Hukum

Fakultas Hukum Universitas Lampung

Ayahanda Dailami,HB,Bsc & Ibunda Nuraini, serta Suami dan

anak-anak ku tercinta Fitri, Ami dan Mahdi

Keluarga Besar Program Pasca Sarjana Magister Hukum

Khususnya Angkatan 2012

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRAK ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

PERNYATAAN ... vi

RIWAYAT HIDUP ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I. Pendahuluan A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup... 3

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 4

D. Kerangka Konseptual ... 4

BAB II.Tinjauan Pustaka A. Pengertian Konstruksi ... 7

B. Pengertian Rekonstruksi ... 8

C. Desentralisasi dan Otonomi Daerah ... 9

D. Program Legislasi Daerah ... 18

(12)

BAB III. Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian... 25

B. Metode Pendekatan ... 26

C. Teknik Pengumpulan Data ... 26

D. Pengumpulan dan Pengolahan Data... 29

E. Analisis Data ... 29

BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Konstruksi Perencanaan Peraturan Daerah Dalam Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 ... 32

B. Rekonstruksi Perencanaan Perda Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011... ... 38

C. Implementasi Perencanaan Peraturan Daerah di Kabupaten Lampung Tengah ... 48

BAB V. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan ... 70

B. Saran ... 72

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Konstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2012 ... 35

2. Konstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2013 ... 35

3. Konstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2014 ... 36

4. Konstruksi dan Rekonstruksi Perencanaan Peraturan Daerah ... 45

5. Rekonstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2012 dan Keterkaitannya dengan visi misi RPJMD Kabupaten Lampung Tengah ... 46

6. Rekonstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2013 dan Keterkaitannya dengan visi misi RPJMD Kabupaten Lampung Tengah ... 47

7. Rekonstruksi Program Legislasi Daerah Tahun 2014 dan Keterkaitannya dengan visi misi RPJMD Kabupaten Lampung Tengah ... 48

8. Rekonstruksi Perda Tahun 2009 dan Dasar Pembentukannya ... 63

9. Rekonstruksi Perda Tahun 2010 dan Dasar Pembentukannya ... 64

10.Rekonstruksi Perda Tahun 2011 dan Dasar Pembentukannya ... 65

11.Rekonstruksi Perda Tahun 2012 dan Dasar Pembentukannya ... 66

(14)

DAFTAR BAGAN

Bagan

1. Kerangka Hukum Konstruksi Perencanaan Prolegda ... 34

2. Konstruksi dan Rekonstruksi Perencanaan Perda ... 45

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu unsur penting yang selalu mengiringi implementasi kewenangan

otonomi daerah adalah pembentukan peraturan daerah. Kewenangan pembentukan

peraturan daerah ini merupakan wujud adanya kemandirian daerah dalam

mengatur urusan pemerintahan daerah, karena peraturan daerah merupakan

instrumen yang strategis dalam mencapai tujuan desentralisasi.

Keberadaan peraturan daerah dalam konteks otonomi daerah, pada prinsipnya

berperan mendorong desentralisasi secara maksimal.1 melalui peraturan daerah

dan birokrasi yang dibuat, pemerintah berupaya untuk mengatur organ-organ

pemerintahan untuk dapat mencapai tujuan desentralisasi. Dalam menjalankan

aktivitas pemerintahan tersebut pemerintah Kabupaten Lampung Tengah memiliki

visi yang menjadi pegangan. Visi yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten

Lampung Tengah adalah

“Terwujudnya Lampung Tengah sebagai “Bumi Agribisnis” yang maju, aman,

sejahtera, dan berwawasan lingkungan dengan pelayanan publik yang berkualitas

PRIMA”.

(16)

2

Sejalan dengan visi dan misi tersebut dalam mewujudkan good governance

pemerintah Kabupaten Lampung Tengah perlu merencanakan peraturan-

peraturan atau membentuk regulasi yang dapat mewujudkan visi dan misi tersebut

dan dapat mencerminkan politik hukum serta arah kebijakan pembangunan

dibidang substansi hukum di Kabupaten Lampung Tengah

Pembangunan hukum melalui program legislasi daerah yang ada di Kabupaten

Lampung Tengah saat ini belum mengacu kepada Rencana Kerja Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) sehingga penyusunan program legislasi daerah perlu

direkonstruksi agar ada kesesuaian antara kebijakan (politik) hukum, dan proses

pembuatan peraturan daerah. Program legislasi daerah mencoba memasukkan

konsep kerangka perencanaan pembangunan sebagai salah satu tool (alat) dalam

mencapai tujuan-tujuan pembangunan salah satu cara yang akan dilakukan adalah

rekonseptualisasi tata cara pembentukan program legislasi daerah karena

penyusunan raperda di Kabupaten Lampung Tengah selama ini :

a. Tidak terkait dengan RPJM/Renstra SKPD;

b. DPRD dan SKPD kesulitan untuk mengusulkan yang sesungguhnya

dibutuhkan sehingga raperda yang diusulkan terkadang hanya sebagai prasyarat

memunculkan angka-angka dalam anggaran;

c. Tidak menjawab permasalahan pembangunan yang ada di Kabupaten Lampung

Tengah

d. Kurang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat;

f. Munculnya perda yang tumpang tindih (tidak sinkron);

Berdasarkan uraian tersebut diatas penyusunan program legislasi daerah

hendaknya tidak hanya untuk kepentingan pembentukan peraturan daerah atau

(17)

3

dengan keseluruhan program pembangunan daerah. Oleh karena itu sesungguhnya

tidak ada alasan yang kuat bagi pemerintah daerah untuk tidak melakukan

penyusunan program legislasi daerah yang bersinergi dengan dokumen

perencanaan daerah. Penting untuk dirumuskan konstruksi perencanaan peraturan

daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 serta bagaimana

implementasi perencanaan peraturan daerah di Kabupaten Lampung Tengah

sesungguhnya.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

B.1 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut?

1. Bagaimanakah konstruksi perencanaan Peraturan Daerah berdasarakan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam kerangka otonomi daerah?

2. Bagaimanakah rekonstruksi perencanaan Peraturan Daerah berdasarakan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam kerangka otonomi daerah?

3. Bagaimanakah implementasi pembentukan Peraturan Daerah di Kabupaten

Lampung Tengah?

B.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian yang berkenaan dengan proses

perencanaan peraturan daerah berdasarakan Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dalam

kerangka otonomi daerah terutama tentang implementasi perencanaan

(18)

4

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di muka, maka tujuan

penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui konstruksi perencanaan Peraturan Daerah berdasarakan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam kerangka otonomi daerah

2. Untuk mengetahui rekonstruksi perencanaan Peraturan Daerah berdasarakan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dalam ke rangka otonomi daerah

3. Untuk mengetahui implementasi perencanaan Peraturan Daerah di

Kabupaten Lampung Tengah

C.1 Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah wawasan dalam membenahi

sistem perencanaan peraturan daerah berdasarakan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 dalam rangka otonomi daerah;

2. Secara praktis diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan acuan bagi praktisi

bagaimana sesungguhnya implementasi perencanaan peraturan daerah di

Kabupaten Lampung Tengah.

D. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah susunan dari beberapa konsep sebagai suatu

kebulatan utuh, sehingga terbentuk suatu wawasan untuk dijadikan landasan,

acuan dan pedoman dalam penelitian atau penulisan konsep diartikan sebagai kata

(19)

5

disebut dengan difinisi operasional2

1. Konstruksi adalah landasan, tata cara atau pola-pola hubungan yang ada di

dalam suatu system yang membentuk suatu proses kerja3

2. Rekonstruksi adalah pembaharuan system atau landasan4

3. Perda adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah

(gubernur atau bupati/wali kota).5

4. Rencana Pembanguna Jangka Menengah adalah dokumen perencanaan

pemerintah daerah untuk periode 5 (lima) tahun yang memuat penjabaran dari

visi, misi, dan program dari kepala daerah terpilih sesuai masa bhakti Kepala

Daerah terpilih. Program dan kegiatan yang direncanakan sesuai urusan

pemerintah yang menjadi batas kewenangan daerah, dengan

mempertimbangkan kemampuan/ kapasitas keuangan daerah.6

5. Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir

periode perencanaan.7

6. Misi adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan

untuk mewujudkan visi8

2 Sumadi Suryabrata, Metodologi penelitian, Raya Grafindo Persada, Jakarta, 1998, hlm 3 3 Alwi, hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT. Balai Pustaka

4 B.N. Marbun, 1996, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, hal.469.

5 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

6 Pasal 1 angka 7 Undang-Undang No 17 Tahun tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang

7 Pasal 1 angka 9 Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 8 Pasal 1 angka 13 Undang Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan

(20)

6

7. Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan pemerintah oleh pemerintah

kepada daerah otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia.9

8. Otonomi daerah adalah hak,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan

masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan10

9. Program legislasi daerah (Prolegda) adalah instrumen perencanaan program

pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu dan

sistematis antara DPRD dan Pemerintah Daerah.11

10. Perencanaan adalah proses dalam menyiapkan seperangkat keputusan

mengenai tindakan di kemudian hari yang ditujukan untuk mencapai tujuan –

tujuan dengan menggunakan cara – cara yang optimal12

9 Pasal 1 angka 9 Undang undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

10Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

11

Pasal 1 angka 10 Undang – undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

12 lihat petrus memperbandingkan definisi perencanaan pembangunan dari beberapa

(21)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian

A.1 Pengertian Konstruksi

Sebelum mendefisinikan rekonstruksi, terlebih dahulu peneliti akan menjelaskan

pengertian konstruksi dalam judul penelitian ini, karena kata konstruksi pada

rekonstruksi merupakan kata yang menerangkan kata rekonstruksi itu sendiri

Tujuannya adalah agar dapat mengetahui jelas perbedaan-perbedaan dari

makna-makna tersebut, sehingga mampu memberikan pemahaman maksud dari

penelitian ini.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat, konstruksi adalah

susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata. Makna suatu kata

ditentukan oleh kostruksi dalam kalimat atau kelompok kata22. Menurut Sarwiji

yang dimaksud dengan makna konstruksi (construction meaning) adalah makna

yang terdapat dalam konstruksi kebahasaan23. Jadi, makna konstruksi dapat

diartikan sebagai makna yang berhubungan dengan kalimat atau kelompok kata

yang ada didalam sebuah kata dalam kajian kebahasaan. Konstruksi dapat juga

didefinisikan sebagai susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan,

22

Alwi, hasan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: PT. Balai Pustaka

23

(22)

8

rumah, dan lain sebagainya24

Kata konstruksi ini dalam kenyataannya adalah konsep yang cukup sulit untuk

dipahami dan disepakati kata konstruksi mempunyai beragam interpretasi, tidak

dapat didefinisikan secara tunggal, dan sangat tergantung pada konteksnya.

Beberapa definisi konstruksi berdasarkan konteksnya perlu dibedakan atas dasar :

proses, bangunan, kegiatan, bahasa dan perencanaan.

Dari beberapa uraian diatas definisi makna konstruksi dalam kontkes

hubungannya dengan penelitian ini memiliki arti suatu bentuk, tata cara atau

secara lebih luas merupakan pola-pola hubungan yang ada di dalam suatu system

yang membentuk suatu proses kerja dalam hal ini proses perencanaan peraturan

daerah

B. Pengertian Rekonstruksi

Pembaharuan atau rekonstruksi secara terminologi memiliki berbagai macam

pengertian, dalam perencanaan pembangunan nasional sering dikenal dengan

istilah rekonstruksi. Rekonstruksi memiliki arti bahwa “re” berarti pembaharuan

sedangkan „konstruksi‟ sebagaimana penjelasan diatas memiliki arti suatu system

atau bentuk. Beberapa pakar mendifinisikan rekontruksi dalam berbagai

interpretasi B.N Marbun mendifinisikan secara sederhana penyusunan atau

penggambaran kembali dari bahan-bahan yang ada dan disusun kembali

sebagaimana adanya atau kejadian semula 25 , sedangkan menurut James P.

Chaplin Reconstruction merupakan penafsiran data psikoanalitis sedemikian rupa,

24 Pusat Bahasa (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai

Pustaka

(23)

9

untuk menjelaskan perkembangan pribadi yang telah terjadi, beserta makna

materinya yang sekarang ada bagi individu yang bersangkutan26

Salah satunya seperti yang disebutkan Yusuf Qardhawi rekonstruksi itu mencakup

tiga poin penting, yaitu pertama, memelihara inti bangunan asal dengan tetap

menjaga watak dan karakteristiknya. Kedua, memperbaiki hal-hal yang telah

runtuh dan memperkuat kembali sendi-sendi yang telah lemah. Ketiga,

memasukkan beberapa pembaharuan tanpa mengubah watak dan karakteristik

aslinya. Dari sini dapat dipahami bahwa pembaharuan bukanlah menampilkan

sesuatu yang benar-benar baru, namun lebih tepatnya merekonstruksi kembali

kemudian menerapkannya dengan realita saat ini27.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat peneliti simpulkan maksud rekonstruksi

dalam penelitian ini adalah pembaharuan system atau bentuk. Berhubungan

dengan rekonstruksi perencanaan program legislasi daerah maka yang perlu

dibaharui adalah system perencanaan yang lama digantikan dengan aturan main

yang baru. Rekonstruksi tersebut inilah yang nantinya akan menjadi pedoman

atau panduan dalam perencanaan pembuatan rancangan peraturan daerah.

C. Desentralisasi dan Otonomi Daerah

C.1 Desentralisasi

Desentralisasi secara etimologis menurut Koesoematmadja dalam Juanda

26 James P. Chaplin, 1997, Kamus Lengkap Psikologi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.421

27

(24)

10

menjelaskan istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu de = lepas dan

centrum = pusat. Jadi, berdasarkan peristilahannya desenteralisasi adalah

melepaskan dari pusat. Namun demikian definisi desentraliasi itu sendiri

mempunyai makna yang beragam dari pemikiran para sarjana. Person

mendefinisikan desentralisasi itu sebagai pembagian kekuasaan antara

pemerintahan dari pusat dengan kelompok lain yang masing- masing mempunyai

wewenang ke dalam suatu daerah tertentu dari suatu negara.28

Selanjutnya menurut Rondinelli dan Cheema mendefinisikan desentalisasi

merujuk perspektif yang lebih luas, tetapi tergolong persepektif administrasi,

yaitu perpindahan, perencanaan, pengambilan keputusan, atau kewenangan

administrasi dari pemerintah pusat keorganisasi bidangnya, unit administrasi

daerah semi otonom dan organisasi para staf pemerintah daerah atau

organisasi-organisasi non pemerintah.29

Rondenelli dan Chreema membagi empat tipe desentralisasi 30yaitu :

a. Desentralisasi yaitu : distribusi wewenang administrasi di dalam struktur

pemerintahan Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, „Negara Indonesia

ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.‟ delegasi yaitu :

mendelegasian otoritas manajemen dan pengambilan keputusan atas

fungsi-fungsi tertentu yang sangat spesifik, kepada organisasi-organisasi yang secara

langsung tidak di kontrol pemerintah;

b. Devolusi yaitu: penyerahan fungsi dan otoritas dari pemerintah pusat kepada

daerah otonom;

28

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD Dan Kepala Daerah, PT Alumni Bandung 2008. hlm 21

(25)

11

c. Swastanisasi adalah penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan

tanggung jawab administrasi tertentu kepadn aorganisasi swasta.

Kemudian Amrah Muslimin ,membedakan desentralisasi menjadi desentralisasi

politik, desentralisasi fungsional, dan desentralisasi kebudayaan,

Desentralisasi politik adalah pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat, yang

menimbulkan hak mengurus kepentingan rumah tangga sendiri bagi badan-badan

politik di daerah-daerah, yang dipilih oleh rakyat dalam daerah tertentu,

sedangkan desentralisasi fungsional adalah pemberian hak dan kewenangan pada

golongan-golongan mengurus suatu macam atau golongan kepentingan dalam

masyarakat, baik terikat ataupun tidak pada suatu daerah tertentu. Selanjutnya

desentralisasi kebudayaan yaitu memberikan hak pada golongan-golongan kecil

dalam masyarakat minoritas menyelenggarakan kebudayaan sendiri (mengatur

pendidikan, agama, dan lain lain)31

1. Landasan konstitusional dari desentralisasi dalam tatanan pemerintah

Indonesia adalah pada ayat (5) dan ayat (6) dalam pasal 18 Undang-Undang

Dasar 1945 yang memberikan kewenangan pemerintah daerah menjalankan

otonomi seluas luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang

ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi

dan tugas pembantuan.

Di dalam otonomi daerah tidak saja kewenangan desentralisasi saja yang

diberikan, akan tetapi juga pemberian kewenangan dekonsentrasi sebagaimana

31Ibid

(26)

12

ketentuan dalam pasal 1 butir 8 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang

pemerintah daerah yang berbunyi : Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang

pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan

/atau kepada Instansi vertikal di wilayah tertentu. Serta dalam pasal I butir 9 yang

berbunyi: tugas pembantuan/Medebewind adalah penugasan dari pemerintah

kepada daerah dan/atau desa,dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota

dan/atau desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

Selanjutnya pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan,‟ Negara Kesatuan

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas

kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Artinya, Negara

Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 adalah desentralisasi, bukan

sentralisasi sehingga pemerintahan daerah diadakan dalam kaitan desentralisasi.

Dalam kerangka desentralisasi menurut Pasal 18 ayat (5) UUD 1945 pemerintah

daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh

Undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Dengan kata lain

dapat dikatakan bahwa bentuk negara Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang dijalankan berdasarkan desentralisasi, dengan otonomi

yang seluas-luasnya.

Terjadinya negara kesatuan yang sentralistik banyak menimbulkan dampak

-dampak negatif yang tidak mengarah kepada peningkatan kesejahteraan

(27)

13

insentif kepada daerah- daerah untuk meningkatkan produktivitasnya, maupun

dalam memelihara sumberdaya dasar wilayah kearah berkelanjutan oleh karena itu

adanya wacana desentralisasi, kekuasaan pusat yang dilimpahkan kepada daerah

daerah otonom, diharapkan akan memperbaiki kinerja ekonomi secara lebih

produktif dan berkelanjutan di masa depan

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menetapkan,‟ Pemerintahan daerah berhak

menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan

otonomi dan tugas pembantuan artinya, peraturan daerah merupakan sarana

legislasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perda disini adalah aturan

daerah dalam arti materiil (perda in materieele zin) yang bersifat mengikat

(legally binding) warga dan penduduk daerah otonom.

C.2 Konsep Otonomi Daerah

Istilah otonomi berasal dari bahasa yunani yaitu autos = sendiri dan nomos =

Undang-undang, yang berarti perundangan sendiri (Izelf Wetgeving) yang

mendefinisikan otonomi sebagai kemandirian untuk mengatur dan mengurus

urusan rumah tangganya sendiri.

Ide otonomi daerah lahir sebagai suatu sikap yang melihat bahwa perubahan

global sebagai peluang untuk membangun ekonomi negara melalui pemanfaatan

potensi lokal (regional opportunity). Oleh sebab itu, pemerintah daerah akan

semakin berperan dalam pembangunan daerah, sehingga harus mampu

(28)

14

rangka mencapai tujuan pembangunan yang paling hakiki yaitu peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Otonomi daerah adalah keleluasaan dalam bentuk hak dan kewenangan serta

tanggung jawab badan pemerintah untuk mengatur dan mengurus rumah tangga

daerahnya sebagai manivestasi desentralisasi. Defenisi lebih sederhana

disampaikan oleh Mahwood dalam Agusniar32 yaitu kebebasan dari pemerintah

daerah dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan. otonomi daerah

adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat

setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem

Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU No. 32 Tahun 2004).

Pemberian otonomi kepada daerah menurut Bratakusumah dan Riyadi33

merupakan upaya pemberdayaan dalam rangka mengelola pembangunan di

daerahnya. Kreativitas, inovasi dan kemandirianlah diharapkan akan dimiliki oleh

setiap daerah, sehingga dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah

Hal penting lain adalah dengan adanya otonomi daerah, kualitas pelayanan yang

dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakatnya akan meningkat.

32

Agusniar Menggali Potensi dalam mewujudkan Otonomi Daerah.2006

(29)

15

Sesuai asas desentralisasi daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan

daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri. Kewenangan daerah

mencakup seluruh kewenangan dalam bidang pemerintahan, kecuali bidang

politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,

dan agama yang diatur dalam ketentuan Pasal 10 ayat (3) UU Nomor 32 Tahun

2004.

Urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah diatur dalam ketentuan Pasal 13

dan Pasal 14 yang telah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah 38 tahun

2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Dalam rangka

penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pemerintah juga telah menetapkan

Peraturan Pemerintah No.41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Untuk

menjalankan urusan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

Pemerintah tersebut, Pemerintah Daerah memerlukan perangkat peraturan

perundang‐undangan.

Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 yang menyatakan ”Pemerintahan Daerah berhak

menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”. Ketentuan Konstitusi tersebut

dipertegas dalam Undang - Undang 12 tahun 2011 yang menyatakan jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan terdiri dari34:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

(30)

16

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah propinsi;

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud di atas diakui

keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang

diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki

nya . Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau

derajatnya. Sesuai asas hierarki dimaksud peraturan perundang-undangan

merupakan satu kesatuan sistem yang memiliki ketergantungan, keterkaitan satu

dengan yang lain. Untuk itu Perda dilarang bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Perda harus didasarkan pada Pancasila

yang merupakan sumber dari segala sumber hukum negara35

Kedudukan Perda juga dapat ditinjau dari aspek kewenangan membentuk Perda.

Pasal 1 angka 8 Undang-Undang 12 tahun 2011 menyatakan bahwa: “Peraturan

Perundang-ndangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga

35

(31)

17

negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”. Kewenangan

pembentukan Peraturan Daerah berada pada Kepala Daerahdan DPRD36.

Memperhatikan ketentuan mengenai Perda dimaksud, dapat disimpulkan bahwa

Perda mempunyai berbagai fungsi antara lain sebagai instrumen kebijakan di

daerah untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana

diamanatkan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Pemerintahan Daerah namun

Perda tersebut pada dasarnya merupakan peraturan pelaksanaan dari PUU yang

lebih tinggi. Selain itu Perda dapat berfungsi sebagai istrumen kebijakan untuk

penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat

di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Pemerintahan daerah yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar1945 dalam

Pasal (18) ini bukan saja Gubernur, Bupati dan Walikota, akan tetapi termasuk di

dalamnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peraturan daerah

yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah baik Gubernur, Bupati, Walikota

bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pada dasarnya mempunyai

fungsi:

a. Sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas

pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara

36

(32)

18

Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah;

b. Merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi; dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada ketentuan

hierarki peraturan perundang-undangan, dengan demikian Peraturan Daerah

tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi.

c. Sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi

masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor

Negara kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

d. Sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.37

D. Program Legislasi Daerah

A.A. Oka Mahendra38 mengemukakan bahwa ada beberapa alasan obyektif

mengapa Prolegda diperlukan dalam proses pembentukan Peraturan Daerah :

1. Memberikan gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai

permasalahan pembentukan Peraturan Daerah;

2. Menetapkan skala prioritas penyusunan rancangan Peraturan Daerah untuk

jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama

dalam pembentukan Peraturan Daerah;

3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk

Peraturan Daerah;

37

Dirjen Peraturan perundang undangan, Panduan Praktis Memahami PerancanganPeraturan Daerah, Penerbit Caplet Project 2008. hlm. 7

38

(33)

19

4. Mempercepat proses pembentukan peraturan daerah dengan memfokuskan

kegiatan penyusunan rancangan peraturan daerah menurut skala prioritas

yang ditetapkan;

5. Menjadi sarana pengendali kegiatan pembentukan peraturan daerah.

Melihat kelima alasan objektif yang dikemukakan Oka Mahendra tersebut di atas

maka secara prosedur formal, seluruh proses penyusunan produk hukum daerah

adalah sesuatu yang sangat penting bagi pemerintah daerah untuk mendapatkan

gambaran obyektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan

peraturan daerah di Kabupaten Lampung Tengah.

Program legislasi juga dapat dimaknai sebagai strategi perbaikan politik dalam

legislasi, baik dalam aspek proses maupun substansi. Pada aspek proses yang

perlu mendapatkan perhatian adalah transpalansi dan pelibatan pemangku

kepentingan dalam pembentukan peraturan perundangan, sedangkan dari aspek

substansi adalah memastikan bahwa peraturan daerah tidak bertentangan dengan

konstitusi serta tidak terjadi tumpang tindih dan disharmonisasi satu dengan

lainnya.39

Perencanaan pembentukan perda berhubungan erat dengan perencanaan

pembangunan daerah, prolegda merupakan legal framework pembangunan hukum

daerah dalam distribusi sumber daya secara efisien dan adil

.Mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang

pembentukan peraturan perundang- undangan di Kabupaten Lampung Tengah

maka kegiatan prolegda secara efektif dapat dimulai pada akhir tahun dengan

39 BAPPENAS Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan, Mei 2009, www.

(34)

20

diawali dengan melakukan kajian-kajian guna menginventarisasi raperda yang

akan ditetapkan pada tahun berikutnya. Selain itu diatur pula bagaimana

pengkoordinasian untuk sinkronisasi rancangan peraturan daerah hak prakarsa

DPRD dengan rancangan peraturan daerah usulan eksekutif (dari bupati) untuk

dituangkan dalam program legislasi daerah.

Pembentukan peraturan daerah merupakan bagian integral dalam pembangunan

daerah perlu menyesuaikan dengan kerangka perencanaan pembangunan daerah

yaitu terdiri dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPD), Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah daerah

(RKPD). Anggota DPRD secara individual dituntut tanggung jawab untuk

menghasilkan produk legislasi yang benar-benar berkualitas sesuai dengan

dokumen perencanaan pembangunan, sinergi serta benar-benar berorientasi pada

kebutuhan masyarakat.

E. Fungsi Hukum sebagai Rekayasa Sosial

Berbicara tentang fungsi hukum, maka yang menjadi pokok kajian adalah sejauh

mana hukum dapat memberikan peranan yang positif dalam masyarakat, baik

dalam arti terhadap setiap individu, maupun dalam arti masyarakat secara

keseluruhan hukum sebagai kaidah, atau hukum sebagai teori.

Hukum dalam pengertian Pound dimaknai sebagai sarana untuk melakukan

pembaruan di masyarakat. gagasan Pound ini diadopsi oleh Mochtar

Kusumaatmadja yang mengemukakan satu teori yang juga berangkat dari gagasan

(35)

21

teori hukum pembangunan. Penelitian ini berupaya menjabarkan teori hukum

pembangunan Mochtar Kusumaatmadja dan relevansinya di masa kini. Teori

hukum pembangunan pertama kali diwacanakan Mochtar Kusumaatmadja teori

itu jauh-jauh hari sudah dimasukkan dalam materi hukum dalam Pelita I40

Dalam hubungan ini, banyak ahli yang telah mengemukakan pendapatnya, seperti

Lawrence M. Friedman yang dikutip oleh Soleman B. Taneko41 yang menyatakan

bahwa fungsi hukum itu meliputi :

1. Pengawasan/Pengendalian Sosial (Social Control).

2. Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement).

3. Rekayasa Sosial (Social Engineering, Redistributive, atau Innovation)”.

Disini nampak bahwa menurut ahli tersebut di atas, pada dasarnya hukum

mempunyai tiga fungsi yang harus diperankan dalam suatu masyarakat. Dalam

hubungan ini, juga oleh Soerjono Soekanto mengemukakan fungsi hukum yang

terdiri dari42 :

1. Untuk memberikan pedoman kepada warga masyarakat, bagaimana mereka

harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah

dalam masyarakat yang terutama menyengkut kebutuhan-kebutuhan pokok.

2. Untuk menjaga keutuhan masyarakat yang bersangkutan.

3. Memberikan pegangan kepada masyarakat yang bersangkutan untuk

mengadakan pengendalian sosial (Social Control)“.

40

Atmasasmita, Romli. 2012. Teori Hukum Integratif: Rekonstruksi terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif. Yogyakarta: Genta Publshing

41TANEKO, Soleman B. Pokok-Pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat, PT. Raja Grafindo Persada 1992 hlm 37

42Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Alumni, Bandung,

(36)

22

Fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial yang semakin penting dalam era

pembangunan ditegaskan pula oleh Muchtar Kusumaatmadja seperti yang

dikutip oleh Soleman B. Taneko43 mengemukakan bahwa “Di Indonesia

fungsi hukum di dalam pembangunan adalah sebagai sarana pembangunan

masyarakat. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa adanya ketertiban

dalam pembangunan merupakan suatu yang dianggap penting dan sangat

diperlukan. Di samping itu, hukum sebagai tata kaidah dapat berfungsi untuk

menyalurkan arah-arah kegiatan warga masyarakat ke tujuan yang

dikehendaki oleh perubahan tersebut. Sudah tentu bahwa fungsi hukum di

atas seyogianya dilakukan, di samping fungsi hukum sebagai sistem

pengendalian sosial”.

Ini berarti bahwa disamping fungsi hukum sebagai alat pengendalian sosial, juga

salah satu fungsi lainnya yang sangat penting dan bahkan justru harus

dilaksanakan dalam era pembangunan, adalah fungsinya sebagai alat rekayasa

sosial. Tentu saja sebagai alat rekayasa harus diarahkan kepada hal-hal yang

positif dan bukan sebaliknya.

Jika kita menelaah kedua pendapat yang dikemukakan di atas mengenai fungsi

hukum, maka pada dasarnya kedua pendapat tersebut adalah sama, kendatipun

dalam formulasi yang berbeda. Secara kuantitatif fungsi hukum yang terdiri tiga

seperti tersebut di atas, oleh Soleman B. Taneko, justru mengemukakan fungsi

hukum mencakup lebih dari tiga jenis seperti ungkapannya yang menyatakan

bahwa fungsi hukum yang dimaksudkan antara lain meliputi

43

(37)

23

1. Memberikan pedoman/pengarahan pada warga masyarakat untuk

berperilaku.

2. Pengawasan/Pengendalian sosial (Social Control).

3. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlement).

4. Rekayasa sosial (Social Engineering)“.

Kendatipun dalam pendapat yang terakhir menyebutkan empat fungsi hukum,

yaitu sebagai rekayasa sosial, pada dasarnya tercakup atau inklusif pada fungsi

hukum lainnya. Dikatakan demikian, karena fungsi hukum sebagai pedoman atau

pengarahan masyarakat, akan berdampak pula sebagai upaya untuk melakukan

perubahan dalam masyarakat, sebagaimana makna fungsi hukum sebagai alat

rekayasa sosial.

Dengan demikian, kiranya dapat dimaklumi, bahwa hukum di tengah-tengah

masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting, terutama dilihat dari segi

fungsi yang diembannya, dan diarahkan kepada terciptanya suatu kondisi yang

sangat diperlukan oleh masyarakat dalam pergaulan hidupnya.

Suatu masyarakat di manapun di dunia ini, tidak ada yang statis. Masyarakat

manapun senantiasa mengalami perubahan, hanya saja ada masyarakat yang

perubahannya pesat dan ada pula yang lamban. Di dalam menyesuaikan diri

dengan perubahan itulah, fungsi hukum sebagai a tool of engineering, sebagai

perekayasa sosial, sebagai alat untuk merubah masyarakat ke suatu tujuan yang

(38)

24

Hukum sangat dipengaruhi oleh ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya. tidak

hanya sekedar kemauan pemerintah. Suatu logika yang terbuka, perkembangan

kebutuhan masyarakat sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam

masyarakat. Politik sangat mempengaruhi pertumbuhan hukum di dalam

masyarakat.44

Hukum berasal dari pemerintah dalam hal ini menurut Bismar Nasution apa yang

disebutnya dengan top down. Pemerintah disini dalam konteks badan eksekutif.

jika dilihat dalam konteks pemerintah daerah, hasilnya yaitu Perda, Keputusan

Kepala Daerah, Keputusan Kepala Daerah Kabupaten Kota, Peraturan Desa.

Hukum itu berperan untuk merubah keadaan masyarakat seperti apa yang

diinginkan hukum tersebut. Hukum dapat melakukan perubahan secara paksa.

Agar mencapak kondisi yang diinginkan oleh hukum.45

Terkait dengan uraian tersebut diatas rencana program dan kegiatan lima tahunan

yang diuraikan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) yang merupakan hasil kesepakatan seluruh unsur pelaku pembangunan

di Kabupaten Lampung Tengah adalah sebuah dokumen yang merupakan alat

(tool) bagi pemerintah daerah sebagaimana yang dimaksud dalam pandangan

Roscoe Pound.

44

Mahmul Siregar. Modul Perkuliahan Teori Hukum : Teori-Teori Hukum Sociological Jurisprudence. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. 2008.

45

(39)

25

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam

pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang

diperoleh. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang berusaha

mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau

hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung,

akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecendrungan yang tengah berlangsung.

Fenomena disajikan secara apa adanya hasil penelitiannya diuraikan secara jelas

dan gamblang oleh karena itu penelitian ini tidak adanya suatu hipotesis tetapi

adalah pertanyaan penelitian.

Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian ini bersifat deskriptif karena penelitian ini dimaksudkan untuk

memberikan data tentang rekonstruksi pembentukan perda menurut

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 serta implementasi pembentukan peraturan daerah

dalam kerangka otonomi daerah di Kabupaten Lampung Tengah. Selain itu,

bersifat kualitatif karena memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah yang

mendasari perwujudan system hukum yang ada dalam proses perencanaanya,

(40)

26

yang luas, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam

proses pembentukan peraturan daerah tersebut.

B.Metode Pendekatan

Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan dengan metode

a. Pendekatan yuridis normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan

menganalisis teori-teori, konsep-konsep, pandangan, literatur serta peraturan

perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini;

b. Pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan menganalisis mengenai pengaturan

dan implementasi proses perencanaan peraturan daerah di Kabupaten

Lampung Tengah serta program legislasi daerah yang telah berjalan di

Kabupaten Lampung Tengah

C. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data kualitatif yang paling independen terhadap semua

metode pengumpulan data dan teknik analisis data adalah wawancara secara

mendalam, serta metode-metode baru seperti metode penelusuran bahan internet1

teknik pengumpulan data triangulasi Triangulasi diartikan sebagai teknik

pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik

pengumpulan data dan sumber data yang telah ada, dengan mengkomunikasikan

1

(41)

27

data yang telah diolah dengan informannya untuk mengetahui apakah data yang

ditemukan atau telah diolah tersebut merupakan pernyataan atau deskripsi sajian

yang dapat mereka setujui sehingga antara peneliti dan informan memiliki

pemahaman yang sejalan terhadap data atau hasil yang telah diperoleh.

Data dicatat dalam tulisan atau direkam melalui tape kaset untuk pengambilan

suara. Data merupakan hasil interaksi penulis dengan sumber data. Hasil

penelitian kualitatif lebih menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang

diperoleh dirundingkan dan disepakati oleh manusia yang dijadikan sebagai

sumber data atau informan. Menurut Sugiono sumber data dapat menggunakan

dua (2) sumber, yaitu2:

1. Data Primer

Adalah Sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.

Untuk mendapatkan hasil data primer penulis menggunakan beberapa teknik

pengumpulan data, seperti wawancara adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan yaitu SKPD leding sector pengusul rancangan

peraturan daerah, dengan atau tanpa menggunakan pedoman ( guide ) wawancara.

Pada penelitian ini penulis melakukan wawancara tidak terstruktur, dimana

peneliti bebas mewawancarai dan tidak menggunakan pedoman wawancara yang

telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

Responden dari anggota DPRD adalah mereka yang dianggap mengetahui

2

(42)

28

persoalan yang hendak diteliti, terkait dengan proses pembentukan perda yang

ada, rancangan Prolegda dan Perda yang telah dibahas dan disyahkan oleh DPRD

Kabupaten Lampung Tengah dalam tahun 2012-2014.

Penentuan responden dilakukan secara non-probability sampling dengan

menggunakan metode purposive sampling, yaitu pengambilan narasumber

dilakukan berdasarkan kriteria tertentu, yaitu anggota DPRD yang dinilai paling

banyak mengetahui tentang pelaksanaan prolegda tersebut, dengan alasan untuk

memudahkan peneliti mendapatkan bahan penelitian sesuai dengan tujuan

penelitian.

Alasan pemilihan narasumber tersebut adalah karena sesuai dengan kedudukan

yang dimilikinya, baik terhadap rancangan perda yang berasal dari eksekutif

maupun yang diusulkan oleh anggota DPRD sendiri, serta juga pada kemudahan

untuk memperoleh data yang sesuai.

Responden adalah anggota DPRD dalam tahun 2009 – 2014 yang dianggap

mewakili dan mempunyai keterlibatan langsung dalam perencanaan program

legislasi daerah, kepada mereka diajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk

wawancara. Terhadap informanpun dilakukan wawancara, untuk mengetahui

harapan mereka terhadap pelaksanaan prolegda DPRD Kabupaten Lampung

Tengah untuk kedepannya.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan yang mencakup :

(43)

29

dalam menganalisis permasalahan dalam penelitian ini berupa

wawancara dengan narasumber;

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang mendukung bahan

hukum primer, seperti: Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,

Keputusan Menteri dan Peraturan Daerah, Peraturan DPRD yang

berhubungan dengan objek penelitian;

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, literatur, jurnal

dan buletin ilmiah, majalah, surat kabar serta kamus.

D.Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan

penelitian kepustakaan. yaitu dengan menganalsis bahan-bahan pustaka yang

berhubungan dengan penelitian. Data yang telah terkumpul diolah dengan cara

mengkaji data - data dengan menentukan data mana yang sesuai dengan

permasalahan pokok, kemudian data diklasifikasi dengan mengelompokkan data

menurut kerangka permasalahan. Selanjutnya dilakukan penyusunan data dengan

menempatkan data yang telah diklasifikasi sesuai dengan bidang permasalahannya

secara sistematis.

E.Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah analisis data yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini yaitu melukiskan fakta,kenyataan atau informasi data berdasarkan

(44)

30

bentuk analisis yang tidak menggunakan matematik, statistik dan ekonomi

ataupun bentuk-bentuk lainnya. Analisis data yang dilakukan terbatas pada teknik

pengolahan datanya yang selanjutnya peneliti melakukan uraian dan penafsiran.

Berdasarkan analisis tersebut akan ditarik kesimpulan secara induktif, yaitu cara

berfikir dalam mengambil suatu kesimpulan terhadap permasalahan yang umum

didasarkan fakta-fakta yang bersifat khusus.

Rekonstruksi perencanaan peraturan daerah ini diukur dengan cara

memprosentasikan rancangan peraturan daerah yang direncanakan terhadap visi

dan misi Kabupaten Lampung Tengah. Prosentasenya didapatkan dengan

membandingkan jumlah keseluruhan rancangan perda yang dihasilkan, dikaitkan

dengan visi misi yang terdapat dalam RPJM Kabupaten Lampung Tengah.

Penilaian yang diberikan adalah : ”berdasarkan Misi”, dan ”perintah

Undang-Undang”. dari hasil yang diperoleh akan menunjukan kinerja pemerintah daerah

dalam perencanaan regulasi, apakah lebih banyak menjalankan perintah

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa dasar pembentukan rancangan Peraturan Daerah antara lain didasarkan

pada dokumen perencanaan, sebagai penyempurnaan dalam perencanaan

program legislasi daerah tersebut perlu melakukan rekonstruksi dengan cara

memformat substansi RPJMD Kabupaten Lampung Tengah untuk dielaborasi

dalam program legislasi daerah untuk memberikan arah pembangunan hukum

sesuai RPJMD di Kabupaten Lampung Tengah.

2. Rekonstruksi tersebut dilakukan dengan cara memformat substansi

RPJMD yang memerlukan penyelesaian masalah melalui pembentukan

peraturan daerah untuk dielaborasikan dalam prolegda agar menghasilkan

produk hukum yang sesuai dengan kebijakan pembangunan hukum di

Kabupaten Lampung Tengah.

3. Implementasi perencanaan program legislasi daerah di Kabupaten

Lampung Tengah belum sepenuhnya sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 Program legislasi daerah yang selama ini telah

berjalan belum sepenuhnya berdasarkan format RPJMD sehingga perlu

(46)

74

dan arah kebijakan yang hendak dicapai sesuai dengan rencana pembangunan

daerah.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat diberikan saran sebagai berikut:

1. Penentuan rancangan peraturan daerah dalam program legislasi daerah

(Prolegda) sebaiknya berdasar pada daftar permasalahan pembangunan

yang ada dalam RPJMD, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki melalui

otonomi daerah, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah

hendaknya mampu sebagai agen perubahan dalam menghasilkan produk

hukum yang progresif.

2. Perencanaan program legislasi daerah sebaiknya diinovasikan agar

menghasilkan peraturan daerah yang tepat sesuai kebutuhan, sehingga

perlu dirumuskan strategi yang tepat dalam implementasinya kedepan

untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di Kabupaten Lampung

Tengah sehingga regulasi yang dihasilkan benar-benar menyelesaikan

masalah pembangunan yang ada di Kabupaten Lampung Tengah.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Tengah hendaknya

mengakomodir aspek sinergi ini kedalam aturan pelaksana peraturan

daerah tentang program legislasi daerah yaitu kedalam Peraturan Bupati

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, Model-Model Pengujian Konstitusional Di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

---, 2006, Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta

---, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, Konpress, Jakarta, 2006

---, Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia, Konpress, Jakarta, 2006

Asshiddiqie, Jimly & M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Asmuni Mth,“Menimbang Signifikansi Perda Syariat Islam” , Sebuh Tinjuan Perspektif Fikih, Al-Mawarid Edisi XVI Tahun 2006,

Asian Development Bank, Regulatory Impact Assessment (RIA) Guide Book, Jakarta: 2002

Aan seidman dkk, Penyusunan rancangan Undang - undang dalam Perubahan Masyarakat yang demokratis,Elips, Jakarta.

Budiman N.P.D Sinaga, pandangan-dan-analisa-mengenai-undang-undang-nomor-12-tahun-2011-tentang-pembentukan-peraturan-perundang-undangan

Chaidir, Ellydar & Sudi Fahmi, Hukum Perbandingan Konstitusi, Total Media, Yogyakarta, 2010.

Dirjen Peraturan perundang undangan, Panduan Praktis Memahami PerancanganPeraturan Daerah, Penerbit Caplet Project 2008.

Dwijanto Agus et. al, Kinerja Tata Pemerintahan di Indonesia, Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada (PSKK UGM)- Kemitraan, 2007

Djaatmaja,bambang Iriana,2006 Peran dewan perwakilan Rakyat daerah dalam perencanaan peraturan perundang-undangan daerah. Dalam Jurnal Legislasi Indonesia Volume 3 no 1 maret 2006

Hamidi Jazim, Meneropong Legislasi di Daerah

(48)

Hamzah halim, 2009Cara Praktis Menyusun & Merancang Peraturan Daerah (Suatu Kajian Teoretis &Praktis Disertai Manual) prenada media group jkt

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analisys. Yogyakarta: Gava Media

Lili Rasjidi,Ira Thania Rasjidi, 2002, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung,

M Sirait Dina, Sinergitas Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Program Legislasi Daerah dan Kaitannya Dengan Pembentukan Peraturan Daerah yang Berpihak Kepada Masyarakat, 2013, Jurnal legislasi Indonesia

Mahendra Putra Kurnia, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif , Kreasi Total Media,Yogyakarta, 2007

Meriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta 1986

M. Ali Safaat, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

Nasokah, Implementasi Regulatory Impact Assessment (RIA) Sebagai Upaya Menjamin Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Peraturan Daerah, Jurnal Hukum , 15 juli, 2008 Vol 15 hal 457

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah (Pasang Surut Hubugan Kewenangan Antara DPRD dan Kepala Daerah), Alumni, Bandung, 2004

Satjipto Rahardjo (2003) Sisi-Sisi Lain Hukum di Indonesia. Penerbit Buku Kompas, Jakarta.

Soemantri, Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1997.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono & Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993.

Syaukani HR pada Seminar Otonomi Daerah Starategi Pemberdayaan daya saing Daerah, 2005.

Pudjo Suharso, Pro Kontra Implementasi Perda syariah, “Tinjauan Elemen

(49)

Reny Rawasita, et.al. “Menilai Tanggung Jawab Sosial Peraturan Daerah”. Jakarta: Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), 2009.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Soemantri, Sri Soemantri, Hak Uji Material Di Indonesia, Alumni, Bandung, 1997.

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, 2010.

---, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 2007.

Soekanto, Soerjono & Purnadi Purbacaraka, Perihal Kaidah Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 1993.

Oka Mahendra, ”mekanisme Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi

Daerah”. Dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Dirjen KUMHAM RI, 2006

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Pembuatan Tatib DPRD

Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang pembentukan Produk Hukum Daerah

Peraturan DPRD Kabupaten Lampung Tengah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata tertib DPRD Kabupaten lampung Tengah

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undnag Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka

(50)

Referensi

Dokumen terkait

464.900.000,- (Empat ratus enam puluh empat juta sembilan ratus ribu rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka dengan ini diumumkan bahwa Pemenang E-lelang Pemilihan Langsung

Islam populer dalah bagian dari upaya m em populerkan islam dalam ben tuk kom oditas visual dan m ateri, adan ya urban sufism e di kalan gan kela m en en gah m uslim In don

Pergeseran parental choice of education terjadi ketika orang tua dari kalangan menengah Muslim Indonesia lebih suka menyekolahkan anak- anaknya di sekolah dengan basic keislaman yang

Berdasarkan hasil deskripsi tiap aspek pada tahap penulisan puisi dapat dikatakan bahwa kemampuan menggunakan gaya bahasa perbandingan dalam menulis puisi siswa

[r]

Dengan ini kami beritahukan bahwa perusahaan Saudara telah masuk dalam Calon Daftar Pendek untuk paket pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Pengawasan Pembangunan

Pada waktu decoding, teks hasil pemampatan di-parse dengan menggunakan pohon pengkodean. Simpul saat ini diinisialisasi oleh akar seperti algoritma encoding, kemudian

360.000.000,- (Tiga ratus enam puluh juta rupiah) Tahun Anggaran 2016, maka bersama ini kami Kelompok Kerja I Unit Layanan Pengadaan Barang / Jasa Daerah