• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN

MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002 Oleh

Esha Enanda

Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002 pada dasarnya merupakan perubahan lampiran I nomor urut 108 Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997. Sebelumnya terdapat ketentuan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimport hanyalah barang yang tergolong limbah, namun dengan peraturan baru pakaian bekas import termasuk pada barang yang dilarang tata niaga importnya dalam bentuk apapun. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pakaian bekas import dianggap merendahkan harkat martabat bangsa Indonesia, melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, serta upaya untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.

(2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung tidak berjalan. Analisis implementasi pada penelitian ini didasarkan pada 6 indikator. Pada indikator pertama, tujuan dianggap tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sehingga menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak berjalan. Pada indikator kedua, secara umum memiliki kualitas cukup baik namun kompetensi implementator kebijakan pada dua instansi masih belum sesuai dengan disiplin ilmu yang diperlukan sehingga menyebabkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator ketiga, implementator kebijakan belum sepenuhnya mampu mencerminkan karakteristik radikal, keras, dan tegas pada sanksi hukum sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.

Pada indikator keempat, kebijakan dinilai tidak menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang dihadapi Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan Dinas perdagangan Kota Bandar Lampung sehingga mempengaruhi sikap/kecendrungan pelaksana kebijakan di lapangan yang mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator kelima, koordinasi yang dibangun tidak efektif dikarenakan tidak adanya komitmen yang kuat sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator keenam, lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dinilai belum kondusif sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.

(3)

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN

MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002

Oleh Esha Enanda

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

Maka sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesukaran ada kemudahan”

(QS Al-Insyiraah : 5-6)

“Berhentilah mengutuk kegelapan, mulailah menjadi lilin ” (Anies Baswedan)

“Bentuk terindah dari rencana adalah Tindakan”

(Mario Teguh)

“Terbentur, Terbentur, Terbentur, Terbentuk”

(Tan Malaka)

Jatuh tujuh kali, Berdiri delapan kali”

(8)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil`alaamiin...

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Analisis Implementasi Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya

Menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002” yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Skipsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan FISIP Universitas Lampung dan juga selaku Pembimbing I penelitian skripsi penulis. Terima kasih atas kesediaanya yang dengan sabar memberikan bimbingan, saran, kritik serta motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini.

(9)

3. Bapak Drs. Sigit Krisbiantoro.,M.Ip. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Pemerintahan yang telah memberikan arahan pada penulis dengan pembawaan yang santai dan bersahabat sehingga memudahkan penulis untuk mencerna arahan tersebut.

4. Bapak Budiharjo S.Sos.,M,Ip. selaku Pembimbing Akademik yang selama proses perkuliahan dan skripsi telah banyak sekali memberikan motivasi, arahan serta bimbingan agar tetap kuat dan semangat untuk menggapai gelar sarjana Ilmu Pemerintahan.

5. Bapak Maulana Mukhlis, S.Sos.,M.Ip. selaku Pembimbing II penelitian skripsi ini. Terima kasih untuk kesediaan dan kesabarannya dalam membimbing penulis. Bapak merupakan salah satu dosen yang sangat saya suka cara mengajarnya karena pembawaan bapak yang elegan dan mudah dipahami saat menyampaikan materi.

6. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku Pembahas Dosen pada penelitian skripsi ini. Terima kasih untuk kesabaran dan kesediaan waktu ibu. Saya secara pribadi besryukur mendapatkan pembahas dosen seperti ibu yang sangat baik dan sabar.

(10)

8. Bapak Helmi Suryo, MM, Ibu Ferynia, Sp., Mp, dan semua informan pada Dinas Perdagangan dan Bea Cukai wilayah Lampung yang telah memberikan bantuan dan informasi kepada penulis dalam menyusun penelitian skripsi ini.

9. Terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tuaku. Ibu dan Ayah yang telah membesarkan, mendidik, dan memberikan kasih sayang, doa, serta semangat kepadaku. Semua jasa kalian berdua tidak mungkin dapat kubalas, mohon doa restu dari Ayah dan Ibu, doakan Esha berhasil agar dapat membahagiakan Ibu dan Ayah, aamiin.

10.Terima kasih kepada Ibu Vien dan Bunda Lidya yang telah banyak membantu baik secara moril maupun materiil. Semoga ibu dan bunda selalu diberikan kesehatan, umur yang berkah, dan diberikan rezeki yang berlimpah, aamiin. Mohon doa nya agar Esha bisa berhasil seperti yang ibu dan bunda harapkan, kebaikan ibu dan bunda tidak akan pernah Esha lupakan.

11.Terima kasih kepada Kak Cek Derie untuk nasehat dan motivasi yang terus diberikan, Kak Cek adalah sosok kakak sepupu terbaik sekaligus idola saya. Mohon doanya agar kedepannya segala urusan Esha dilancarkan, aamiin. Thank You, Brother!

(11)

13.Terima kasih Kepada Nenda (Alm. Bertilia Alamsyah). Nen, akhirnya sebentar lagi Esha wisuda nen. Esha minta doa restu dari nenda agar semua dilancarkan, nenda sosok nenek terhebat yang pernah Esha punya. Kami semua sayang Nenda!

14.Terima kasih kepada Atu Fauziah. makasih ya Tu buat semua doa serta dukungan atu buat Esha, berkat doa atu akhirnya Esha bisa wisuda. Atu sosok nenek terbaik yang pernah Esha punya. Kami semua sayang Atu! 15.Terima kasih kepada Om Ji’in, Wanda Mutaqqin, Puan Gelli, Wak

Kiss,Tante Firda(Alm) dan seluruh keluarga besar saya yang selama ini telah memberikan dukungan, doa, motivasi serta nasehat kepada saya. Mohon doa restu dari kalian semua.

16.Terima kasih kepada teman terbaikku Nissa Nurul Fathia. Terima kasih ya Saa buat semua dukungan dan motivasinya, Doakan saya agar bisa berhasil kedepannya. Semoga kamu cepat menyusul wisuda juga, aamiin. 17.Terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2009

(12)

S,IP (orang yang pertama kali dikenal waktu propti), Virda Altaria S.IP, Fajar Djumantara S.IP, Fei, Bambang, Dinand, Boy Sinaga, Reza Sopyan, Okta, Mulia Agisni, Sherly, Ibe, Bangun, Ridhal, Hadi,Sri, Alm. Hari Yuhanda, Altri, Tata, Hadi, Engki, Tetra, Harisun, Fauzi DLL. Terima kasih kawan kawan semoga kita semua bisa sukses dunia wal akhirat,aamiin. Viva Governacia 09!!!

18.Terima kasih kepada keluarga besar Ilmu Pemerintahan angkatan 2007 dan 2008 untuk segala ilmu pengetahuan dan pengalaman yang sudah diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa. PEM07; Mas Didik (panglima PEM07 yang kocak bin eksentrik), Bang Asep (ahli stratak PEM07), Mbak Pipit, Mbak Aya, Bang Memet dan Bang Ijal. PEM08; Bang Andri Marta (Dosen muda yang tetap membumi), Bang Bukit (Ketum HMJ paling ramah), Bang Ikhsan, Bang Tommy, Bang Hendra, Mbak Stela, Mbak Seli,Bang Jona, Bang Dendri dan Bang Ido.

(13)

Dita, Arum dan Bakti. PEM013; Danang, Taufiq, Tyas, Yogi, Irwansyah, dan Putra.

20.Terima kasih kepada sahabat sahabatku yang telah menjadi bagian hidup baik senang ataupun susah: Sadam, Dedita, Deni Kechot, Yaser, Deni Mool, Angga, Angot, Supri, Febri, Bili, Tian dan Gulu. Hidup Tim Ilusi!!!

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dengan segala kerendahan hati semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi ilmu pengetahuan. Aamiin.

Bandar Lampung, 17 Desember 2015 Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan ... 16

D. Penilaian Kinerja Implementasi Kebijakan Publik ... 20

1. Kerangka Pengukuran Kinerja ... 20

2. Indikator Pengukuran Kinerja ... 21

3. Indikator keluaran Kebijakan ... 22

4. Indikator Hasil Kebijakan ... 24

E. Tinjauan Umum Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ... 25

1. Manfaat Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ... 27

2. Tujuan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya ... 28

F. Kerangka Pikir ... 28

(15)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Kota Bandar Lampung ... 44

B. Kondisi Geografis Kota Bandar Lampung ... 46

1. Geografis ... 46

2. Topografi ... 48

C. Kondisi Ekonomi Kota Bandar Lampung ... 50

D. Sejarah Singkat Direktorat Jendral Bea dan Cukai ... 51

E. Sejarah Singkat Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung ... 53

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Informan ... 55

1. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

2. Karakteristik Informan Beradasarkan Tingkat Pendidikan ... 58

B. Hasil dan Pembahasan ... 59

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan ... 65

2. Sumberdaya ... 71

3. Karakteristik Agen Pelaksana ... 79

4. Sikap/Kecenderungan (Disposition) Para Pelaksana ... 84

5. Komunikasi Antar Organisasi ... 85

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ... 89

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Stakeholder Utama Penelitian. ... 56

2. Stakeholder Pendukung Penelitian ... 57

3. Karakteristik Informan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4. Karakteristik Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 59

(17)

ABSTRAK

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN BARANG YANG DIATUR TATA NIAGA IMPORTNYA MENURUT SURAT KEPUTUSAN

MENTERI PERDAGANGAN NO. 642 TAHUN 2002 Oleh

Esha Enanda

Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002 pada dasarnya merupakan perubahan lampiran I nomor urut 108 Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997. Sebelumnya terdapat ketentuan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimport hanyalah barang yang tergolong limbah, namun dengan peraturan baru pakaian bekas import termasuk pada barang yang dilarang tata niaga importnya dalam bentuk apapun. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan bahwa pakaian bekas import dianggap merendahkan harkat martabat bangsa Indonesia, melindungi kepentingan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, serta upaya untuk mencegah penularan penyakit berbahaya.

(18)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung tidak berjalan. Analisis implementasi pada penelitian ini didasarkan pada 6 indikator. Pada indikator pertama, tujuan dianggap tidak sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat sehingga menyebabkan implementasi kebijakan menjadi tidak berjalan. Pada indikator kedua, secara umum memiliki kualitas cukup baik namun kompetensi implementator kebijakan pada dua instansi masih belum sesuai dengan disiplin ilmu yang diperlukan sehingga menyebabkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator ketiga, implementator kebijakan belum sepenuhnya mampu mencerminkan karakteristik radikal, keras, dan tegas pada sanksi hukum sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.

Pada indikator keempat, kebijakan dinilai tidak menyentuh kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang dihadapi Direktorat Jendral Bea dan Cukai dan Dinas perdagangan Kota Bandar Lampung sehingga mempengaruhi sikap/kecendrungan pelaksana kebijakan di lapangan yang mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator kelima, koordinasi yang dibangun tidak efektif dikarenakan tidak adanya komitmen yang kuat sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan. Pada indikator keenam, lingkungan ekonomi, sosial, dan politik dinilai belum kondusif sehingga mengakibatkan implementasi kebijakan tidak berjalan.

(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki wilayah daratan yang dipisahkan oleh lautan dan merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas lima pulau besar yaitu Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua serta ribuan pulau-pulau kecil lainnya (archipelagic state). Sebagai sebuah negara yang memiliki wilayah kedaulatan yang luas, Pemerintah Indonesia memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi setiap warga negaranya dalam usaha mengembangkan diri seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28C Ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan

kebutuhan mendasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”

(20)

manusia dalam kajian ilmu ekonomi tersusun secara sistematis berdasarkan tingkat intensitas dalam pemenuhannya. macam-macam kebutuhan tersebut diklasifikasikan atas kebutuhan yang bersifat primer, sekunder dan tersier.

Kebutuhan-kebutuhan yang bersifat primer (pokok) terdiri dari kebutuhan pangan, sandang dan papan. Kebutuhan pangan mencakup kebutuhan manusia akan makanan dan minuman yang sehat, kebutuhan sandang mencakup kebutuhan manusia akan pakaian yang bersih dan layak, sedangkan kebutuhan papan merupakan kebutuhan manusia akan perumahan atau tempat tinggal untuk bernaung dan berlindung. kebutuhan-kebutuhan itu merupakan kebutuhan yang wajib untuk dipenuhi dan dikelola dengan baik oleh pemerintah dalam usaha menjamin kelangsungan hidup warga negara (Skooci.blogspot.com/2013/kebutuhandasar).

(21)

3

barang mentah menjadi barang jadi atau siap pakai, hal ini dibuktikan dengan maraknya aktivitas ekspor-import bahan mentah seperti emas, minyak mentah, tekstil, dan batubara untuk diolah menjadi barang jadi yang memiliki nilai ekonomis (Liputan6.com,2011).

Jika mengacu pada data dan fakta seperti disebut di atas sesungguhnya menggambarkan ketidakmampuan pemerintah dalam hal memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang dan papan. ketidakmampuan ini merupakan permasalahan yang membutuhkan pemecahan agar kebutuhan nasional rakyat Indonesia dapat terpenuhi dengan baik. fenomena ketidakmampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pangan yang merupakan penjamin kelangsungan hidup manusia pada dasarnya mencerminkan bahwa pemenuhan kebutuhan sandang seperti pakaian dan kebutuhan papan seperti perumahan juga mengalami situasi dan kondisi yang serupa.

(22)

Ketidakmampuan pemerintah dalam hal pengadaan pakaian berkualitas dengan harga yang terjangkau pada waktunya dimanfaatkan oleh para importir untuk memasarkan pakaian bekas dari luar negeri ke wilayah Indonesia. Oleh karena proses perdagangan pakaian bekas import yang terus mengalami perkembangan maka Kementerian Perdagangan mengeluarkan Keputusan Menteri Perdagangan No. 290 Tahun 1997 tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Importnya. keputusan menteri ini pada dasarnya dikeluarkan dengan tujuan mengatur tata niaga import yang terdiri dari berbagai macam komoditi seperti, minyak, beras, cengkeh, pakaian dan lain-lain. khusus untuk pakaian bekas dinyatakan sebagai limbah dan masih diperkenakankan aktivitas tata niaga importnya dalam jumlah terbatas dan dengan syarat ketentuan yang berlaku.

(23)

5

import resmi, dan 7 persen diduga berasal dari import illegal. Jika dikalkulasikan maka nilai pakaian bekas import illegal mencapai US$ 5,62 miliar atau sekitar Rp 71,6 triliun, hal ini mengindikasikan terganggunya industri tekstil dan garmen dalam negeri sebagai akibat dari import pakaian bekas. kemudian jika ditinjau dari segi kesehatan berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen pada 25 sampel pakaian bekas diketahui bahwa pakaian bekas mengandung 216 Ribu koloni bakteri mikroba yang dapat mengakibatkan penyakit kulit, diare dan penyakit saluran kelamin

Berpijak pada permasalahan-permasalahan yang muncul akibat aktivitas perdagangan pakaian bekas import maka pemerintah dalam hal ini Kementrian Perdagangan pada akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 642 Tahun 2002. Dalam surat keputusan tersebut berisi tentang barang yang diatur tata niaga importnya, pada pasal 1 menyatakan bahwa: Pengubahan lampiran I nomor urut 108 Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997 yang semula memiliki ketentuan bahwa gombal/pakaian bekas yang diimport tergolong limbah, dinyatakan tidak berlaku lagi dan setelah ditetapkan keputusan ini, maka gombal/pakaian bekas yang diimport termasuk pada barang yang dilarang tata niaga importnya.

(24)

menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan berbagai kerugian dan menganggu terhadap industri tertentu lainnya. Untuk itu dalam rangka keterlindungan kepentingan pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global, peningkatan taraf hidup petani-produsen, sekaligus guna mendorong terciptanya kondisi perdagangan dan pasar dalam negeri yang sehat serta iklim usaha yang kondusif, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan penataan tertib impor dengan menyempurnakan kembali ketentuan-ketentuan di bidang impor agar menjadi lebih transparan, efektif dan efisien serta berkesinambungan.

(25)

7

Lampung, antara lain : pada bilangan Jalan Kayu Manis, Way Halim, terdapat 11 tempat yang menjual pakaian bekas import bahkan kawasan ini dapat dikategorikan sebagai sentra penjualan pakaian bekas jika dilihat dari kuantitas dalam aktivitas perdagangannya. pada bilangan Jalan Ratu Dibalau, Way Kandis, terdapat 2 tempat yang menjual pakaian bekas. kemudian pada bilangan Jalan Pulau Damar, Sukarame, terdapat 1 tempat yang melakukan penjualan pakaian bekas dengan nama Black Label. selanjutnya pada bilangan Jalan Imam Bonjol, Tanjung Karang Barat, dan pada Jalan Urip Sumoharjo, Gunung Sulah, terdapat masing-masing 3 tempat dan 2 tempat yang juga melakukan aktivitas penjualan pakaian bekas import seperti pada lokasi-lokasi lainnya di seputaran Kota Bandar Lampung.

(26)

pemerintah yang merupakan bentuk pengalokasian nilai-nilai kepada masyarakat.

Dalam mengamati proses implementasi suatu kebijakan digunakan aspek implementasi kebijakan untuk menganalisisnya, dalam penelitian ini yang akan dianalisis adalah kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya, yaitu pakaian bekas import. Aspek implementasi kebijakan tersebut menitikberatkan pada analisis yang berusaha mencari atau menemukan jawaban tentang bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana kinerja dari kebijakan tersebut. Aspek ini merupakan proses lanjutan dari tahap formulasi kebijakan. Pada tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan-tujuan kebijakan sedangkan pada tahap implementasi kebijakan, tindakan (action) diselenggarakan dalam mencapai tujuan. Menurut Bressman dan Wildansky dalam Leo Agustino (2008: 189) implementasi adalah suatu proses interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu mencapai tujuan. Dalam mengkaji implementasi kebijakan, para ahli kebijakan publik banyak menggunakan model implementasi yang salah satunya adalah model Van Metter dan Van Horn. Model tersebut menyajikan enam komponen kelayakan yaitu: tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap/kecenderungan pelaksana, komunikasi antar organisasi aktivitas pelaksana dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik yang dilibatkan.

(27)

9

atau pelaksanaan suatu kebijakan, maka tahap implementasi terhadap suatu kebijakan dalam pemerintahan menjadi faktor penentu dalam menilai sukses atau gagalnya kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu akan diamati oleh peneliti dari aspek implementasi atau pelaksanaan suatu kebijakan.

Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka peneliti memandang perlu mengkaji lebih lanjut berbagai masalah dalam kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Kota Bandar Lampung dalam tahap pelaksanaaan atau implementasinya sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pada lembaga dan instansi terkait seperti pada Direktorat Jendral Bea Dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung mengenai “Analisis Implementasi Kebijakan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya Menurut Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 642 Tahun 2002”.

B. Rumusan Masalah

(28)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui proses implementasi kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaaan Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, informasi, dan menjadi bahan referensi dalam ilmu pemerintahan serta menambah khasanah ilmu pengetahuan khususnya tentang kajian kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya pada Direktorat Jendral Bea Dan Cukai Wilayah Lampung dan pada Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung dalam proses implementasi kebijakan tersebut.

2. Secara Praktis

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan

Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan bahwa:

Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2008: 196) menjelaskan bahwa:

(30)

Berdasarkan rumusan implementasi kebijakan sebagaimana dikemukakan diatas, maka implementasi kebijakan dapat dimaknai sebagai pelaksanaan kegiatan/aktifitas mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan/aktifitas yang telah dilaksanakan tersebut dapat memberikan dampak/akibat bagi masyarakat dan dapat memberikan kontribusi dalam menanggulangi masalah yang menjadi sasaran program.

Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2008: 196) mengatakan bahwa: Implementasi kebijakan sebagai tahap penyelenggaraan kebijakan segera setelah ditetapkan menjadi undang-undang. Dalam pandangan luas implementasi kebijakan diartikan sebagai pengadministrasian undang-undang kedalam berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik-teknik yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dan dampak yang ingin diupayakan oleh kebijakan tersebut.

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan strukur kebijakan karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan.

Menurut Bressman dan Wildansky dalam Agustino (2008: 198) menyatakan bahwa:

(31)

13

B. Model Implementasi Kebijakan

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yaitu: pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan top down misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari terdapat perbedaan-perbedaan sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya dua pendekatan ini bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Inti dari kedua pendekatan ini adalah sejauhmana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan.

1. Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Metter dan Van Horn menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah abstraksi atau performansi yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi dan dipengaruhi oleh enam variabel, yaitu: ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap dan kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan lingkungan sosial, ekonomi juga politik.

2. Model Implementasi Kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

(32)

Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukaran-kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

b. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat c. Faktor-faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi

implementasi

3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Model implementasi kebijakan dengan menggunakan pendekatan top down, dalam menganalisa implementasi kebijakan model ini berfokus pada empat variabel yang dianggap menentukan proses implementasi kebijakan, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi,dan struktur birokrasi.

4. Model Implementasi Kebijakan Eguene Bardach

(33)

15

5. Model Implementasi Kebijakan Christopher Hood

Model impelementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Christopher Hood dalam bukunya Limit To Administration menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya terdapat lima syarat agar implementasi kebijakan dapat berlangsung sempurna, yaitu: implementasi adalah produk dari organisasi yang padu seperti militer dengan garis komando yang jelas, norma-norma ditegakkan dan tujuan ditentukan dengan jelas, orang-orangnya dipastikan dapat melaksanakan apa yang diminta, harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan antar organisasi, tidak ada tekanan waktu.

6. Model Implementasi Kebijakan Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

(34)

(intervening links), diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak tergantung pada lembaga lainnya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 142) menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan budaya sosial yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan pada level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik pada level yang dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

(35)

17

implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. 4. Sikap/ Kecendrungan (disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

(36)

Gambar 1. Model Pendekatan Van Metter Dan Van Horn

Menurut Grindle dalam Agustino (2008:192) menyatakan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel besar yaitu:

1. Isi Kebijakan (content of policy)

Variabel isi kebijakan mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, Jenis manfaat yang diterima oleh target group, Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan, Apakah letak dari sebuah program sudah tepat, Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan impelmentatornya dengan rinci dan Apakah sebuah program di dukung oleh sumber daya manusia. 2. Lingkungan Implementasi (conteks of policy)

Variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa dan Tingkat kepatuhan dan responsivitas sasaran.

(37)

19

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sebastier dalam Agustino, (2008: 196) terdapat tiga kelompok variabel yang berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan yaitu:

1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problem)

Kelompok variabel karakteristik masalah mencakup: a) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; b) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran; c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; dan d).Cakupan perubahan perilaku yang diinginkan.

2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation)

Kelompok variabel karakteristik kebijakan/ undang-undang mencakup: a) Kejelasan isi kebijakan; b) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis; c) Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut; d) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelasana; e) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; f) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; dan g) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

(38)

D. Penilaian Kinerja Implementasi Kebijakan Publik

1. Kerangka Pengukuran Kinerja

Oxford english dictionary mendefinisikan kinerja sebagai: “The

accomplishment, execution, carrying out, working out of anything ardered

or undertaken”, dari definisi tersebut kinerja dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu tindakan, tugas atau operasi yang dilakukan oleh orang, kelompok orang atau organisasi (Purwanto,2012: 99). Kinerja dengan demikian dapat merujuk keluaran (output), hasil (outcome) atau pencapaian (accomplishment). Jika dikaitkan dengan kebijakan, kinerja suatu kebijakan dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian implementasi dalam mewujudkan sasaran dan tujuan suatu kebijakan. Baik itu berupa keluaran kebijakan (policy output), maupun hasil kebijakan (policy outcome).

(39)

21

2. Indikator Pengukuran Kinerja

Untuk dapat membuat justifikasi apakah suatu kebijakan gagal atau berhasil maka seorang peneliti perlu melakukan penilaian terhadap kinerja kebijakan tersebut. Alat bantu yang dapat dipakai oleh seorang peneliti untuk dapat menilai baik atau buruknya kinerja implementasi suatu kebijakan disebut sebagai indikator.

Dalam kebijakan publik, indikator merupakan instrumen penting untuk mengevaluasi kinerja suatu kebijakan. Dengan adanya indikator maka peneliti dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, program atau proyek. Sebagai alat ukur, indikator dapat bersifat kualitatif (naratif) maupun kuantitatif (angka). Angka atau deskripsi tersebut sangat berguna dalam menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan kebijakan yang telah ditetapkan. Indikator yang baik akan membantu peneliti mengenali kondisi yang akan muncul ketika tujuan suatu kebijakan dapat diwujudkan.

Ciri-ciri indikator yang baik dalam teori kebijakan publik sebagaimana dijelaskan Purwanto (2012: 104) antara lain:

a. Memiliki relevansi dengan kebijakan atau program yang akan dievaluasi. Hal ini sangat jelas, indikator yang baik mesti mencerminkan realitas kebijakan dan program.

(40)

c. Data yang diperlukan mudah diperoleh dilapangan sehingga tidak akan menyulitkan evaluator.

d. Indikator yang disusun idealnya bersifat general dan representatif serta dapat dibandingkan dengan kebijakan yang sama ditempat lain.

3. Indikator keluaran Kebijakan

Sebagaimana telah disebutkan dalam kerangka logis pengukuran kinerja implementasi suatu kebijakan didepan, indikator utama untuk mengukur kinerja dibedakan menjadi dua,yaitu: indikator output dan indikator outcome. Indikator output digunakan untuk mengetahui konsekuensi langsung yang dirasakan oleh kelompok sasaran sebagai akibat adanya realisasi kegiatan, aktivitas, pendistribusian hibah, subsisdi dan lain-lain yang dilaksanakan dalam implementasi suatu kebijakan. Untuk mengethaui kualitas hasil kebijakan yang diterima oleh kelompok sasaran, maka evaluator dapat merumuskan berbagai indikator. Menurut Purwanto (2012: 105) menjelaskan bahwa langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi policy output dari suatu kebijakan atau program yang akan dievaluasi.

b. Mengidentifikasi kelompok sasaran kebijakan atau program, apakah kelompok sasaran tersebut individu, keluarga, komunitas dan lain-lain. c. Mengidentifikasi frekuensi kegiatan penyampaian output yang

dilakukan oleh implementer.

(41)

23

Secara umum apabila kebijakan atau program yang ingin dievaluasi tersebut merupakan kebijakan distributif, yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk membantu anggota masyarakat atau kelompok masyarakat yang kurang beruntung melalui instrumen material seperti pelayanan gratis, subsisdi, hibah dan lain-lain. Menurut Purwanto (2012: 106) menjelaskan bahwa berbagai indikator yang dapat digunakan untuk menilai kualitas hasil kebijakan adalah sebagai berikut:

a. Akses, indikator akses digunakan untuk mengetahui bahwa program atau pelayanan yang diberikan mudah dijangkau oleh kelompok sasaran.

b. Cakupan (coverage), indikator ini digunakan untuk menilai seberapa besar kelompok sasaran yang sudah dapat dijangkau (mendapatkan pelayanan, hibah, transfer dana dan sebagainya) oleh kebijakan publik yang diimplementasikan. Prosedur yang digunakan untuk mengukur cakupan adalah:

1) Menetapkan siapa saja yang menjadi kelompok sasaran (keluarga miskin, petani, PNS dan sebagainya) idealnya evaluator memiliki data seluruh kelompok sasaran yang memiliki hak (eligible) untuk menjadi kelompok sasaran tersebut.

2) Membuat proporsi (perbandingan) jumlah kelompok sasaran yang sudah mendapatkan layanan terhadap kelompok total target.

(42)

d. Bias, bias merupakan indikator yang digunakan untuk menilai apakah pelayanan diberikan oleh implementer bias (menyimpang).

e. Service delivery (ketepatan layanan), indikator yang digunakan untuk menilai apakah pelayanan yang diberikan implementasi suatu program dilakukan tepat waktu atau tidak.indikator ini sangat penting untuk menilai output yang memiliki sensitifitas terhadap waktu.

f. Akuntabilitas, indikator ini digunakan untuk menilai apakah tindakan para implementer dalam menjalankan tugas kepada kelompok sasaran dapat dipertanggungjawabkan atau tidak.

g. Kesesuaian program dengan kebutuhan, indikator ini digunakan untuk mengukur apakah berbagai keluaran kebijakan atau program sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran.

4. Indikator Hasil Kebijakan

Indikator kedua adalah policy outcome, yaitu untuk menilai hasil implementasi suatu kebijakan. Dalam berbagai literatur, indikator outcomejuga disebut sebagai indikator dampak kebijakan (policy impact). Berbagai perubahan yang muncul sebagai konsekuensi implementasi suatu kebijakan atau program tersebut perlu diukur untuk dapat diketahui sejauh mana kinerja implementasi kebijakan atau program.

Menurut Purwanto (2012: 106) menjelaskan bahwa manfaat lain mengetahui dampak kebijakan adalah:

(43)

25

2) Untuk menguji design suatu program yang paling efektif sehingga ditemukan suatu cara untuk mengintegrasikan berbagai program.

3) Untuk menguji apakah modifikasi suatu program membuahkan hasil atau tidak.

4) Untuk mengambil keputusan terhadap keberlangsungan suatu program

E. Tinjauan Umum Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya

(44)

mengindikasikan terganggunya industri tekstil dan garmen dalam negeri sebagai akibat dari import pakaian bekas. Kemudian jika ditinjau dari segi kesehatan berdasarkan hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Dirjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen pada 25 sampel pakaian bekas diketahui bahwa pakaian bekas mengandung 216 Ribu koloni bakteri mikroba yang dapat mengakibatkan penyakit kulit, diare dan penyakit saluran kelamin

Selanjutnya untuk mengurangi aktivitas tata niaga import pakaian bekas, Kementerian Perdagangan mengeluarkan regulasi yang memuat aturan-aturan terkaitbarang yang diatur tata niaga importnya dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 230/MPP/kep/7/1997. Kemudian pada tahun 2002 dilakukan perubahan lampiran 1 melalui Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 642 Tahun 2002 yang semula memiliki ketentuan bahwa gombal/pakaian bekas yang diimport tergolong limbah, dinyatakan tidak berlaku lagi. Dan setelah dikeluarkan surat keputusan ini, maka gombal/ pakaian bekas yang diimport termasuk pada barang yang dilarang tata niaga importnya.

(45)

27

usulan atau pertimbangan teknis dari instansi pemerintah lainnya, kewenangan menteri, dan pada peraturan perundang-undangan. Lebih lanjut, pada pasal 7 butir pertama berisikan tentang adanya pengaturan barang import tertentu ditetapkan aturan tersendiri kecuali barang yang secara tegas dilarang untuk diimport. Pengaturan tersebut dilakukan berdasarkan pertimbangan dan dalam rangka:

a. Perlindungan keamanan

b. Perlindungan keselamatan konsumen

c. Perlindungan kesehatan yang berkaitan dengan kehidupan manusia,hewan dan tumbuh-tumbuhan

d. Perlindungan lingkungan hidup

e. Perlindungan atas hak kekayaan intelektual

f. Perlindungan sosial, budaya, dan moral masyarakat

g. Perlindungan kepentingan pembangunan ekonomi nasional, termasuk upaya peningkatan taraf hidup petani-produsen, penciptaan kondisi perdagangan pasar dalam negeri yang sehat dan kondusif

Adapun manfaat dan tujuan tentang barang yang diatur tata niaga importnya seperti yang termuat pada Keputusan Menteri Perdagangan No. 230/MPP/kep/7/1997 adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya

a. Mewujudkan terciptanya peningkatan potensi produksi industri tekstil dan garmen dalam negeri yang berkualitas.

(46)

c. Mewujudkan terbukanya lapangan kerja dari industri tekstil dan garmen dalam negeri.

2. Tujuan Barang Yang Diatur Tata Niaga Importnya

a. Menjamin keterlindungan kepentingan pembangunan ekonomi nasional dari pengaruh negatif pasar global.

b. Melindungi harkat dan martabat bangsa Indonesia dari pengaruh negatif pasar global.

c. Mencegah dan memutus mata rantai penyebaran penyakit berbahaya bagi kesehatan manusia yang ditimbulkan jika menggunakan pakaian bekas, terutama pakain bekas import sebagai bagian dari perlindungan kesehatan konsumen.

F. Kerangka Pikir

(47)

29

kebijakan Mazmanian dan Sabatier, dan model implementasi kebijakan George C. Edward III.

Salah satu model dalam melakukan pengamatan pada proses implementasi kebijakan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn. Rasionalisasi dalam mengambil model implementasi kebijakan ini sebab model implementasi kebijakan ini merupakan sebuah abstraksi dalam hal performance suatu implementasi kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan berbagai variabel. Model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari keputusan politik yang tersedia, pelaksana dan kinerja kebijakan publik. Model implementasi kebijakan Van Metter dan Van Horn memiliki 6 variabel yang dianggap mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu: ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap kecenderungan pelaksana, komunikasi antar organisasi, dan lingkungan ekonomi, sosial dan politik.

(48)

pada aspek ini analisis berusaha untuk mencari jawaban tentang bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya, bagaimana mempengaruhinya dan bagaimana kinerja dari kebijakan tersebut. Aspek ini merupakan proses lanjutan dari tahap formulasi kebijakan. Pada tahap formulasi ditetapkan strategi dan tujuan-tujuan kebijakan sedangkan pada tahap implementasi kebijakan ditetapkan tindakan (action) dalam mencapai tujuan.

Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah diselenggarakan sesuai tujuan yang diinginkan. Berdasarkan konsideran Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.230 Tahun 1997 yang kemudian dilakukan perubahan lampirannya pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 tahun 2002. Adapun tujuan dari surat keputusan tersebut adalah:

a. Untuk melindungi harkat dan martabat bangsa Indonesia perlu dilakukan penyesuaian ketentuan mengenai barang yang diatur tata niaga impornya, sehingga mencakup limbah yang diperkenankan dan dilarang diimpor. b. Dalam rangka memperlancar arus pengadaan barang, jaminan kepastian

berusaha dan memberikan perlindungan yang wajar bagi perlindungan industry tekstil dalam negeri perlu menyempurnakan tentang ketentuan barang yang diatur tata niaga importnya.

(49)

31

kebijakan publik, indikator merupakan instrumen penting untuk menganalisis kinerja suatu implementasi kebijakan. Dengan adanya indikator maka peneliti dapat mengetahui keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, program atau proyek.

Menurut Purwanto (2012: 104) menjelaskan bahwa ciri-ciri indikator yang baik antara lain:

a. Memiliki relevansi dengan kebijakan atau program yang akan dianalisis b. Memadai, dalam arti jumlah indikator yang digunakan memiliki

kemampuan menggambarkan secara lengkap kondisi tercapainya tujuan suatu kebijakan.

c. Data yang diperlukan mudah diperoleh dilapangan sehingga tidak akan menyulitkan peneliti.

(50)

Adapun indikator tercapainya tujuan kebijakan barang yang diatur tata niaga importnya sebagaimana yang telah disesuaikan dengan tujuan surat keputusan menteri perdagangan No. 642 Tahun 2002 adalah:

1) Ukuran dan tujuan kebijakan 2) Sumber daya

3) Karakteristik agen pelaksana 4) Sikap/kecenderungan pelaksana 5) Komunikasi antar organisasi

6) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

(51)

33

Kerangka Pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Gambar 2. Kerangka Pikir Kebijakan Larangan Import Pakaian

Bekas Surat Menteri Perdagangan Nomor 642 Tahun 2002 Tentang Barang Yang

Diatur Tata NiagaImportnya

Implementasi

Kebijakan Barang

Yang Diatur Tata Niaga

Importnya

Pendekatan Model Van

Metter dan Van Horn

 Berjalan

 Tidak Berjalan

Indikator Implementasi

Kebijakan

Ukuran dan tujuan kebijakan Sumber Daya

Karakteristik pelaksana

Sikap/ kecenderungan pelaksana Komunikasi antar organisasi Lingkungan ekonomi, sosial, politik

(52)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengelola dan menggambarkan data serta informasi berdasarkan fakta-fakta yang tampak untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. Metode ini tidak terbatas sampai pada pengumpulan data, tetapi meliputi juga analisis. penyampaian data dan informasi digambarkan dalam bentuk tampilan kalimat yang lebih bermakna dan mudah dipahami.

(53)

35

nyata, akan tetapi kadang kala perlu melihat sesuatu yang bersifat tersembunyi dan harus menemukannya lebih jauh di dalam sesuatu yang nyata tersebut. (Anggoro, 2007: 45).

B. Fokus Penelitian

Untuk memberi suatu pemahaman agar memudahkan penelitian maka perlu adanya beberapa batasan masalah dan fokus penelitian. Penelitian ini memiliki fokus pada analisis pelaksanaan atau implementasi dengan menggunakan aspek implementasi kebijakan yang berusaha untuk mencari jawaban bagaimana kebijakan tersebut dilaksanakan, apa faktor-faktor yang mempengaruhinya dan bagaimana kinerja dari para aktor kebijakan tersebut.

Untuk mengetahui maksimal atau tidaknya dan baik atau tidak nya kebijakan dalam proses implementasinya diperlukan indikator yang berpedoman pada Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn untuk kemudian dikaitkan pada Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.642 Tahun 2002 yang merupakan dasar dari kebijakan larangan import pakaian bekas. adapun indikator yang telah disesuaikan dengan surat keputusan tersebut untuk mendapatkan gambaran secara mendalam tentang kinerja Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan kota maupun provinsi Lampung adalah:

1) Ukuran dan tujuan kebijakan 2) Sumber daya

(54)

5) Komunikasi antar organisasi pelaksana 6) Lingkungan ekonomi, sosial dan politik

Dalam mengamati proses implementasi kebijakan larangan import pakaian bekas pada kota Bandar lampung yang merupakan produk kebijakan Kementerian Perdagangan, maka peneliti memberikan batasan masalah yang akan diteliti dan dibahas yaitu proses implementasi serta kinerja kebijakan larangan import pakaian bekas pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota maupun Provinsi Lampung pada tahun 2014 dengan studi kasus pada Kota Bandar Lampung.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilakukan pada Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Koperasi, UKM, Perindusrian dan Perdagangan Kota ataupun Provinsi Lampung serta pada lokasi perdagangan pakaian bekas import di Kota Bandar Lampung.

D. Jenis Data

Menurut Masri Singarimbun dan Soffian Efendi (1989: 14) menjelaskan bahwa dalam penelitian ilmiah data didapatkan dari dua jenis, yaitu:

1. Data Primer

(55)

37

pertanyaan-pertanyaan terkait isu/ pokok masalah dalam penelitian kepada informan. Data diperoleh peneliti dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lisan, bertatap muka, mendengarkan secara langsung informasi yang diberikan informan.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dengan berdasarkan pada dokumen-dokumen, catatan-catatan, profil, arsip-arsip resmi, serta literatur lainnya yang relevan dalam melengkapi data primer penelitian. Data diperoleh peneliti dengan menggumpulkan berbagai buku-buku/ literatur penunjang, mempelajari dan melakukan olah data profil dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Wilayah Lampung dan Dinas Perdagangan Kota Bandar Lampung serta beberapa dokumen dari instansi-instansi terkait.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik atau cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara

(56)

Lampung dan pihak swasta/ pedagang pakaian bekas import serta masyarakat yang menjadi konsumen pakaian bekas import.

b. Dokumentasi

Dokumentasi dapat diasumsikan sebagai sumber data tertulis yang terbagi dalam dua kategori yaitu sumber data resmi dan sumber tidak resmi. Sumber resmi merupakan dokumen yang dibuat/ dikeluarkan oleh lembaga/perorangan atas nama lembaga. Sumber tidak resmi adalah dokumen yang dibuat/ dikeluarkan oleh individu tidak atas nama lembaga. Dokumen yang akan dijadikan sebagai sumber referensi dapat berupa hasil rapat, laporan pertanggungjawaban, surat, dan catatan harian.

F. Teknik Pengelolaan Data

Dalam suatu teknik pengelolaan data menurut Masri Singarimbun dan Sofian Effendi (1989: 22) memberikan penjelasan bahwa data yang telah dikumpulkan dari lapangan sebelum disajikan terlebih dahulu diolah dalam beberapa tahap, yaitu:

1. Tahap Editing, dalam tahap ini meneliti kembali data-data yang telah terhimpun untuk mengetahui kelengkapan data, kejelasan data, kesesuaian data jawaban dan keseragaman satuan data.

(57)

39

3. Tahap Tabulasi, tahap ini merupakan tahap memasukan data yang telah dikoding kedalam tabel.

4. Sistematisasi Data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada setiap pokok secara sistematis sehingga mempermudah interpretasi data dan tercipta keteraturan dalam menjawab permasalahan.

5. Interpretasi data, yaitu memberikan pendapat atau pandangan secara teoritis terhadap suatu data.

G. Informan

Informan adalah orang yang dapat memberikan keterangan/informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Untuk menentukan informan yang ada, digunakan teknik purposive sampling yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan/ maksud tertentu. Dari informan yang mengalami langsung situasi atau kejadian-kejadian kemungkinan besar diperoleh informasi berhubungan dengan gambaran kebijakan kementerian perdagangan dalam kebijakan larangan import pakaian bekas.

Berikut akan disajikan informan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kepala Sub. Bagian Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Wilayah Lampung,yakni Bapak Helmi Suryo, MM.

2. Kepala Dinas Koperasi. UKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, yakni Ibu Ferynia SP, MP.

(58)

4. Kepala Seksi Perdagangan Luar Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Bandar Lampung, yakni Ibu Ati Nurhayati, SP, MP.

5. Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, yakni Ibu Ratna Dewi, SH.

6. Kepala Seksi Perdagangan Luar Negeri Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, yakni Ibu Puji Lestari, SH.

7. Distributor Pakaian Baru Non Bekas/Pemilik Toko EPISS, yakni Bapak Mamanto.

8. Distributor Pakaian Baru Non Bekas/Pemilik Toko STAR FASHION, yakni Bapak Kiki Chaniago, Amd.

9. Pedagang Pakaian Bekas Import, yakni Ibu Saldiana Girsang 10. Pedagang Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Jean Sembiring 11. Pedagang Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Fedriksen,S.Kom. 12. Pedagang Pakaian Bekas Import, yakni Ibu Nirwana

13. Konsumen Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Hasbullah 14. Konsumen Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Sulasno 15. Konsumen Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Gala Sitepu 16. Konsumen Pakaian Bekas Import, yakni Bapak Johannes 17. Konsumen Pakaian Bekas Import, yakni Ibu Rosdiana

(59)

41

stakeholder primer dan stakeholder sekunder. sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat dipaparkan sebagai berikut:

1. Stakeholder Utama (primer)

Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Stakeholder utama dalam penelitian ini ditempatkan sebagai penentuan utama dalam proses pengambil keputusan implementasi kebijakan meliputi: Kepala Direktorat Jendral Bea dan Cukai Wilayah Lampung, Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan kota maupun provinsi Lampung.

2. Stakeholder Pendukung (sekunder)

Stakeholder pendukung merupakan stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek tetapi memiliki kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan pemerintah. Stakeholder pendukung dalam penelitian ini meliputi: Distributor pakaian baru non bekas di kota Bandar Lampung, pedagang pakaian bekas import di kota Bandar Lampung dan masyarakat yang menggunakan atau mengkonsumsi pakain bekas import.

H. Teknik Analisis Data

(60)

dilakukan setelah data terkumpul, atau analisis data tidak mutlak dilakukan setelah pengolahan data selesai. Analisis data adalah proses penyederhanaan data dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan, data yang diperoleh kemudian dianalisis secara bersamaan dengan proses yang cukup panjang. Data dari hasil wawancara yang diperoleh kemudian dicatat dan dikumpulkan sehingga menjadi sebuah catatan lapangan. Teknik ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dan data yang diperoleh serta hasil-hasil penelitian baik dari hasil studi lapangan ataupun studi literatur untuk kemudian memperjelas gambaran hasil penelitian.

I. Teknik Pengambilan Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, maka teknik analisis datanya disajikan dalam bentuk paparan atau gambaran dari temuan-temuan di lapangan baik berupa data dan informasi hasil wawancara dan dokumentasi lainnya, meliputi:

(61)

43

(62)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Implementasi Kebijakan

Pengertian Implementasi Kebijakan

Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 195) menjelaskan bahwa:

Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/ pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Esensi utama dari implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Agustino (2008: 196) menjelaskan bahwa:

(63)

12

Berdasarkan rumusan implementasi kebijakan sebagaimana dikemukakan diatas, maka implementasi kebijakan dapat dimaknai sebagai pelaksanaan kegiatan/aktifitas mengacu pada pedoman-pedoman yang telah disiapkan sehingga dari kegiatan/aktifitas yang telah dilaksanakan tersebut dapat memberikan dampak/akibat bagi masyarakat dan dapat memberikan kontribusi dalam menanggulangi masalah yang menjadi sasaran program.

Menurut Lester dan Stewart dalam Agustino (2008: 196) mengatakan bahwa: Implementasi kebijakan sebagai tahap penyelenggaraan kebijakan segera setelah ditetapkan menjadi undang-undang. Dalam pandangan luas implementasi kebijakan diartikan sebagai pengadministrasian undang-undang kedalam berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik-teknik yang bekerja secara bersama-sama untuk mencapai tujuan dan dampak yang ingin diupayakan oleh kebijakan tersebut.

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam keseluruhan strukur kebijakan karena melalui prosedur ini proses kebijakan secara keseluruhan dapat dipengaruhi tingkat keberhasilan atau tidaknya pencapaian tujuan.

Menurut Bressman dan Wildansky dalam Agustino (2008: 198) menyatakan bahwa:

(64)

B. Model Implementasi Kebijakan

Dalam sejarah perkembangan studi implementasi kebijakan dijelaskan tentang adanya dua pendekatan guna memahami implementasi kebijakan, yaitu: pendekatan top down dan bottom up. Pendekatan top down misalnya dapat disebut sebagai pendekatan yang mendominasi awal perkembangan studi implementasi kebijakan, walaupun dikemudian hari terdapat perbedaan-perbedaan sehingga menelurkan pendekatan bottom up, namun pada dasarnya dua pendekatan ini bertitik-tolak pada asumsi-asumsi yang sama dalam mengembangkan kerangka analisis tentang studi implementasi. Inti dari kedua pendekatan ini adalah sejauhmana tindakan para pelaksana (administrator dan birokrat) sesuai dengan prosedur serta tujuan yang telah digariskan oleh para pembuat kebijakan.

1. Model Implementasi Kebijakan Van Metter dan Van Horn

Model implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Van Metter dan Van Horn menjelaskan bahwa proses implementasi kebijakan merupakan sebuah abstraksi atau performansi yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi dan dipengaruhi oleh enam variabel, yaitu: ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, karakteristik agen pelaksana, sikap dan kecenderungan para pelaksana, komunikasi antarorganisasi dan lingkungan sosial, ekonomi juga politik.

2. Model Implementasi Kebijakan Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier

(65)

14

Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

a. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukaran-kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

b. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat c. Faktor-faktor di luar undang-undang yang mempengaruhi

implementasi

3. Model Implementasi Kebijakan George C. Edward III

Model implementasi kebijakan dengan menggunakan pendekatan top down, dalam menganalisa implementasi kebijakan model ini berfokus pada empat variabel yang dianggap menentukan proses implementasi kebijakan, yaitu: komunikasi, sumberdaya, disposisi,dan struktur birokrasi.

4. Model Implementasi Kebijakan Eguene Bardach

(66)

5. Model Implementasi Kebijakan Christopher Hood

Model impelementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Christopher Hood dalam bukunya Limit To Administration menjelaskan bahwa sekurang-kurangnya terdapat lima syarat agar implementasi kebijakan dapat berlangsung sempurna, yaitu: implementasi adalah produk dari organisasi yang padu seperti militer dengan garis komando yang jelas, norma-norma ditegakkan dan tujuan ditentukan dengan jelas, orang-orangnya dipastikan dapat melaksanakan apa yang diminta, harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan antar organisasi, tidak ada tekanan waktu.

6. Model Implementasi Kebijakan Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn

(67)

16

(intervening links), diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak tergantung pada lembaga lainnya.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut Van Metter dan Van Horn dalam Agustino (2008: 142) menyatakan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan:

1. Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dan hanya jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan budaya sosial yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal untuk dilaksanakan pada level warga, maka agak sulit merealisasikan kebijakan publik pada level yang dikatakan berhasil.

2. Sumber Daya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi.

3. Karakteristik Agen Pelaksana

(68)

implementasi kebijakan juga perlu diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana. Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan. 4. Sikap/ Kecendrungan (disposition) para pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan Aktivitas Pelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

(69)

18

Gambar 1. Model Pendekatan Van Metter Dan Van Horn

Menurut Grindle dalam Agustino (2008:192) menyatakan bahwa implementasi kebijakan dipengaruhi oleh dua variabel besar yaitu:

1. Isi Kebijakan (content of policy)

Variabel isi kebijakan mencakup sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan, Jenis manfaat yang diterima oleh target group, Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan, Apakah letak dari sebuah program sudah tepat, Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan impelmentatornya dengan rinci dan Apakah sebuah program di dukung oleh sumber daya manusia. 2. Lingkungan Implementasi (conteks of policy)

Variabel lingkungan kebijakan mencakup seberapa besar kekuasaan, kepentingan, strategi yang dimiliki para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan, Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa dan Tingkat kepatuhan dan responsivitas sasaran.

(70)

Sedangkan menurut Mazmanian dan Sebastier dalam Agustino, (2008: 196) terdapat tiga kelompok variabel yang berpengaruh terhadap implementasi suatu kebijakan yaitu:

1. Karakteristik dari masalah (tractability of the problem)

Kelompok variabel karakteristik masalah mencakup: a) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan; b) Tingkat kemajemukan dari kelompok sasaran; c) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi; dan d).Cakupan perubahan perilaku yang diinginkan.

2. Karakteristik kebijakan/undang-undang (ability of statute to structure implementation)

Kelompok variabel karakteristik kebijakan/ undang-undang mencakup: a) Kejelasan isi kebijakan; b) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoritis; c) Besarnya alokasi sumber daya finansial terhadap kebijakan tersebut; d) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar berbagai institusi pelasana; e) Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana; f) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan; dan g) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan.

(71)

20

D. Penilaian Kinerja Implementasi Kebijakan Publik

1. Kerangka Pengukuran Kinerja

Oxford english dictionary mendefinisikan kinerja sebagai: “The

accomplishment, execution, carrying out, working out of anything ardered

or undertaken”, dari definisi tersebut kinerja dapat diartikan sebagai keberhasilan suatu tindakan, tugas atau operasi yang dilakukan oleh orang, kelompok orang atau organisasi (Purwanto,2012: 99). Kinerja dengan demikian dapat merujuk keluaran (output), hasil (outcome) atau pencapaian (accomplishment). Jika dikaitkan dengan kebijakan, kinerja suatu kebijakan dapat didefinisikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian implementasi dalam mewujudkan sasaran dan tujuan suatu kebijakan. Baik itu berupa keluaran kebijakan (policy output), maupun hasil kebijakan (policy outcome).

Gambar

Gambar 1. Model Pendekatan Van Metter Dan Van Horn
Gambar 2. Kerangka Pikir
Gambar 1. Model Pendekatan Van Metter Dan Van Horn
Gambar 2. Kerangka Pikir
+2

Referensi

Dokumen terkait

HPS, dinyatakan gugur. Apabila tidak ada penyedia yang lulus dalam evaluasi harga, Pejabat Pengadaan menyatakan penyedia tersebut dan mengundang penyedia lain

Evaluasi yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan terhadap para dosen dan mahasiswa yang memanfaatkan media ajar didalam proses belajar mengajar, pemanfaatan SIPT,

Melalui pendekatan saintifik dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning, peserta didik dapat memahami konsep dan prinsip pergaulan yang sehat antar remaja dan menjaga

Prosedur dan Rancangan Penelitian, prosedur kerja dalam penelitian tindakan ini dilaksanakan dalam tiga siklus kegiatan, yaitu siklus ke I, siklus II, dan siklus

Prosedur pengembalian barang yang terjadi pada Perusahaan Teh Tong Tji adalah apabila customer melakukan retur penjualan, customer dapat menelepon ke kantor agar bagian kasir

Tim Asesor menemui pimpinan unit pengelola program studi, yang didampingi oleh pimpinan program studi dan tim penyusun borang akreditasi, untuk memperkenalkan diri,

Bedhaya Tunggal Jiwa merupakan salah satu unsur budaya masyarakat Demak, yang dipertunjukkan sebagai bagian dari rangkaian upacara tradisi Grebeg Besar di Kabupaten

perubahan RMS pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4 ada dua atribut yang paling sensitif mempengaruhi nilai indeks berkelanjutan pada dimensi Ekonomi yaitu : 1)