• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH

DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA

HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG

SKRIPSI

Oleh :

Dewi Twenty Aprilia

NIM. 07060102

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH

DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA

HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Malang

Oleh :

Dewi Twenty Aprilia

NIM. 07060102

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

Bermimpi adalah langkah pertama, kerja keras dan ke

tekunan adalah

langkah selanjutnya, Rahmat dan Cinta ALLAH SWT adalah sumber

keberuntungan yang membuat mimpi-

mimpi menjadi nyata”

Janganlah menjadi yang pertama jika hanya membuatmu sombong,

(7)

LEMBAR PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat Rahmat dan HidayahNya

dapat terwujud sebuah karya yang sangat berharga dalam

kehidupanku...

Dari hati yang terdalam kupersembahkan karya ini untuk kedua orang

tuaku tercinta yang menjadi motivator dalam pencapaian tujuan

hidupku ini. Kalian adalah pemberi inspirasi terhebat di dunia, pemberi

kasih sayang yang terkuat dan terkokoh, yang tak pernah bosan

menyebutkan namaku dalam setiap sujud dan do’a kalian...

Buat kakekku dan saudara-saudaraku yang slalu menasehati,

memotivasi dan membantuku selama aku menempuh pendidikan ini...

Buat Abiq tercinta (phino), sahabatku tersayank (Phi Licious), abangku

tergokil (Mas Nenen), teman seperjuanganq (Afni & vero), adik kosq

tergila (Ayuk) thanks banget buat kalian semua yang slalu menemaniku

disaat aku sedih maupun senang, selalu memotivasi aku disaat aku

sedang terpuruk dan yang slalu mengisi hari-hariku slama ini...

Buat teman-teman kuliah angkatan 2007 terima kasih buat semuanya

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya saya dapat

menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengaruh Kondisi Fisik Lingkungan

Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Keluarga Home Industri Keramik

Dinoyo Malang”. Tugas akhir skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Dengan terselesaikannya penulisan tugas akhir skripsi ini, saya mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Tri Lestari Handayani, M.kep, Sp.Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Ririn Harini, S.kep, Ns selaku Ketua Program studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, terima kasih atas

masukan, dukungan serta ilmu yang telah diberikan kepada saya.

3. Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes selaku Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan arahan serta semangat yang sangat membantu saya

dalam penyelesaikan tugas akhir skripsi saya ini.

4. Ibu Aini Alifatin S.Kp.M.Kep selaku Pembimbing II yang telah meluangkan

waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan

tugas akhir skripsi saya ini.

5. Kedua orangtua saya yang tidak henti-hentinya memberi dukungan, semangat

dan doa dalam setiap langkah saya sehingga saya bisa sampai pada titik ini

(9)

6. Seluruh responden yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam

membantu penyelesaian tugas akhir skripsi saya.

7. Seluruh dosen PSIK UMM yang telah memberikan jutaan ilmu, mendidik dan

membimbing saya selama saya belajar disini.

8. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah memberikan semangat dan doa kepada

saya.

9. Teman-teman PSIK khususnya angkatan 2007.

10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa

disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari banyak kelurangan dalam penyusunan tugas akhir skripsi

ini karena itu penulis menhgarapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan

ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi

masyarakat dan dunia kesehatan khususnyan bidang keperawatan anak dan

keperawatan komunitas.

Malang, November 2011

(10)

ABSTRAK

Pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ispa pada balita di keluarga home industri keramik dinoyo malang abstrak

Dewi Twenty Aprilia1, Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes2, Aini Alifatini, S.Kp.M.kep3

Latar Belakang: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada balita di negara berkembang.Kejadian ISPA di Kota Malang berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Malang, tercatat bahwa pada April (19.786 kasus) dan Mei 2007 (17.406 kasus) merupakan masa-masa puncak kasus ISPA. Penderita ISPA terbanyak berasal dari penduduk usia 15-44 tahun yaitu sekitar 28.754 penderita dan penderita ISPA usia di bawah 1 tahun sejak Januari-Juli 2007 lalu sebanyak 8340 penderita. Sedangkan penderita usia 1-4 tahun sebanyak 19.265 penderita. Peneliti bertujuan untuk menganalisis pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita dikeluarga home industri keramik Dinoyo Malang.

Metode: Penelitian ini merupakan retrospective study dengan pendekatan rancangan studi epidemiologi. Subjek yang diteliti yaitu seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita yang menderita ISPA baik ISPA Pneumonia maupun ISPA Non Peumonia yang berusia nol sampai empat tahun dengan besar sampel 22 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Uji statistik menggunakan uji chi square dengan menggunakan program SPSS versi 11.

Hasil: Hasil analisis menggunakan uji statistik Chi Square yang sudah dilakukan koreksi (Pearson Chi-Square) dengan p Value pada kolom Exact.Sig. = 0,005 Dengan demikian p Value lebih kecil dari alpha (5%) sehingga H1 diterima.

Kesimpulan: Hasil analisis disimpulkan bahwa ada pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita.

Kata Kunci: ISPA, Balita, Kondisi Lingkungan Fisik Rumah.

1. S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Malang

(11)

ABSTRAK

Pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ispa pada balita di keluarga home industri keramik dinoyo malang abstrak

Dewi Twenty Aprilia1, Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes2, Aini Alifatini, S.Kp.M.kep3

Background: Upper respiratory tract infection (ISPA), is one of the major causes of morbidity in infants in evolve countries. Incident of ISPA based on data in Malang City Health Department, noted that in April (19 786 cases) and in May 2007 (17,406 cases) is the peak periods of ARI cases. Most ARD sufferers come from people aged 15-44 years which is about 28 754 patients and patients with ISPA under the age of 1 year from January to July 2007 as many as 8340 people. While patients aged 1-4 years as many as 19,265 patients. Researchers aimed to analyze the influence of the physical condition of the home environment with the incidence of ISPA in infants in family home Dinoyo Malang ceramics industry.

Methods: This study is a retrospective study with epidemiological study design approach. Subjects studied the entire house in which there is a toddler who suffered from ISPA pneumonia and ISPAboth non Peumonia aged zero to four years with a large sample of 22 respondents. The sampling technique used was purposive sampling. This sampling technique using the formula of Notoatmodjo (2003). Statistical tests using the chi square test using SPSS version 11.

Results: The results of statistical analysis using Chi Square test was performed correction (Pearson Chi-Square) with p Value on Exact.Sig column = 0,005 Thus p Value is less than alpha (5%) so that H1 is accepted.

Conclusion: The results of the analysis concluded that there is influence of the physical condition of the home environment with the incidence of ARI in infants.

Keywords: ISPA, Toddlers, Conditions Physical Environment House.

1. Nursing Science Program, Faculty of Health Sciences, Muhammadiyah University of Malang. 2. Lecturer University Muhammaduyah of Malang.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ... iv

Motto ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Abstrak ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.4.1 Manfaat Praktis ... 7

1.4.2 Manfaat Teoritis ... 8

1.5 Batasan Penelitian ... 8

1.6 Keaslian Istilah ... 8

1.7 Definisi Istilah ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 13

2.1.1 Pengertian ISPA ... 13

2.1.2 Etiologi ISPA ... 14

2.1.3 Klasifikasi ISPA ... 15

2.1.4 Gejala ISPA ... 18

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA ... 20

(13)

2.1.7 Faktor Lain Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA ... 29

2.1.8 Cara Penularan ISPA ... 31

2.1.9 Pertolongan Pertama Penderita ISPA ... 31

2.1.10 Pencegahan Dan Pengobatan ISPA ... 33

2.2 Kondisi Lingkungan Fisik Rumah ... 35

2.2.1 Pengertian Rumah ... 35

2.2.2 Pengertian Rumah Sehat ... 37

2.2.3 Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat ... 38

2.2.4 Pencemaran Udara Pada Lingkungan Dalam Rumah ... 48

2.3 Keramik ... 50

2.3.1 Jenis-Jenis Bahan Keramik ... 52

2.3.2 Pembentukan Keramik ... 55

2.3.3 Bahan Dasar Keramik ... 56

2.4 Menurut Ilmu Keperawatan ... 58

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 60

3.1 Kerangka Konsep ... 60

3.2 Hipotesis Penelitian ... 62

BAB IV METODE PENELITIAN ... 64

4.1 Desain Penelitian ... 64

4.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling ... 64

4.3 Variabel Penelitian... 67

4.4 Definisi Operasional ... 67

4.5 Tempat dan waktu Penelitian ... 71

4.6 Instrumen Penelitian ... 71

4.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 71

4.8 Tehnik Analisis Statistik ... 72

4.9 Etika Penelitian ... 73

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ... 75

5.1 Karakteristik Sampel ... 75

5.2 Hasil Penelitian ... 75

5.3 Analisa Data ... 76

5.3.1 Analisia Bivariat ... 76

(14)

BAB VI PEMBAHASAN ... 79

6.1 Interpretasi Dan Diskusi Hasil ... 79

6.1.1 Karakteristik Responden ... 79

6.1.2 Kejadian ISPA ... 80

6.1.3 Kondisi Fisik Lingkungan Rumah ... 81

6.2 Keterbatasan Penelitian ... 86

6.3 Implikasi Keperawatan ... 87

BAB VI I PENUTUP ... 89

7.1 Kesimpulan ... 89

7.2 Saran ... 89

Daftar Pustaka ... 90

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 68

Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Sample ... 75

Tabel 5.2 Distribusi Hasil Penelitian ... 76

Tabel 5.3 Hasil Analisa Data MelaLui Perhitungan Manual ... 77

Tabel 5.4 Hasil Analisa Data MelaLui Perhitungan Manual ... 77

(16)

DAFTAR GAMBAR

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi responden ... 92

Lampiran 2 Checklist Penilaian Rumah Sehat ... 93

Lampiran 3 Rubrik Cheklist Tentang Penilaian Rumah sehat ... 96

Lampiran 4 Hasil Jawaban Checklist Rumah Sehat ... 100

Lampiran 5 Tabel Uji Chisquare (SPSS) ... 102

Lampiran 6 Analisa Data Dengan perhitungan Manual ... 105

Lampiran 7 Lembar Konsultasi... 107

Lampiran 8 Surat Penugasan ... 111

Lampiran 9 Lembar Permohonan Studi Pendahuluan dan Ijin Penelitian ... 112

Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Dari Kelurahan Dinoyo ... 113

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara.

Azwar, A. Pengantar Epidemiologi. Jakarta. Binarupa Aksara. 1998.

Depkes RI, 2000. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Depkes RI. 2002. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Salah Satu Pembunuh Utama Anak-Anak. http://www.lin.go.id. 11 April 2003.

Dinkes Kabupaten Malang 2011. Laporan Tahunan 2010 dan Rencana Kerja 2011 Puskesmas Dinoyo. Malang: Dinkes Kabupaten Malang 2011

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 829/MENKES/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.

Mardjanis Said. 2007. Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di Indonesia. http://www.idai.or.id.13 November 2007.

Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta.2003

Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta. 2005.

Tulus, Yuwono Aji., 2008. Faktor – faktor lingkungan fisik rumah yang Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di wilayah kerja puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap: Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Keperawatan Semarang.

Vita, Oktaviani Ayu .2009. Hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian Infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita Di desa cepogo kecamatan cepogo Kabupaten Boyolali Skripsi. Surakarta : Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Wasis. (2002). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: PT RINEKA CIPTA

Winarsunu, Tulus. (2009). Statistik Dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan. Malang: UMM Press.

Anonim, 2008. Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan

Pneumonia pada Balita. Diakses : 18 Oktober 2008.

http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/12/klasifikasi-ispa-pada-balita/

(19)

Benih, C., 2008. Penanggulangan dan Pengobatan ISPA. Diakses : 09 Desember 2008. http://www.benih.net/lifestyle/gaya-hidup/ispa-infeksi-saluran

pernapasanakut-penanggulangan-dan-pengobatannya.html

Depkes RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

http://www.ppmplp.Depkes.go.id/informasi@ppmplp.depkes.go.id 2002

Dewa dan Daru, 2001. Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA Bukan Pneumonia menjadi Pneumonia di Kabupaten Kotabaru. Diakses : 09 Desember 2008. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2001dewa2c-2441-iapa&q=kejadian

Iswarini dan Wahyu, D., 2006. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan Rumah, Kepadatan Penghuni, dan Pencemaran Udara dalam Rumah dengan Keluhan Penyakit

ISPA pada Balita. Diakses : 09 Desember

2008.http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006 iswarinidi2501&PHPSESSID=0629b7ba39f6f4430c9571ce837f55fa

Khaidirmuhaj, 2008. Pengertian ISPA dan Pneumonia. Diakses : 10 Januari 2009. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Menurut+Khaidirmuhaj+2008+I SPA+dapat+dikelompokkan+ISPA+berdasarkan+golongan+umur&meta=

Nindya, T. S. dan Sulistyorini L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA

pada Balita. Diakses : 09 Desember 2008.

http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-04.

World Health Organization. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Diakses : 14 Desember 2008.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan industri keramik selain membawa dampak positif juga

membawa dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. Pencemaran

lingkungan tidak saja berpengaruh negatif terhadap kualitas SDM tetapi juga

pada produktivitasnya akibat gangguan kesehatan, bahkan menghambat

perkembangan kecerdasan (IQ) anak (Soemarwoto, 1999). Dampak yang serius

pada balita adalah infeksi pernafasan akut (ISPA). Menurut WHO dari 15 juta

balita yang meninggal di dunia, setiap tahunnya sekitar dua pertiganya

dikarenakan ISPA. Lingkungan yang paling memungkinkan dan memudahkan

terjadinya ISPA adalah lingkungan yang padat penghuninya (Shann dkk. Dalam

Edi, 1995).

Malang, selain dikenal sebagai kota apel, juga dikenal dengan berbagai

produk keramik. Aktivitas pembakaran oleh industri keramik menimbulkan asap

dan debu yang menganggu lingkungan. Hasil penilitian Suswati (1997) di sentra

industri keramik Dinoyo Malang, diperoleh hasil bahwa pada lokasi tersebut

telah terjadi pencemaran oleh debu dari pembakaran keramik. Kandungan

debu/jelaga dari proses pembakaran keramik di lokasi tersebut telah melampaui

Nilai Ambang Batas (NAB).

Kebijakan pembangunan kesehatan periode 2010-2014 diarahkan pada

tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada

(21)

2015. Delapan tujuan MDG’s untuk dicapai 2015, yaitu 1) Memberantas

kemiskinan dan kelaparan; 2) Mencapai universal primary education; 3) Mendorong

kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) Menurunkan kematian

anak; 5) Meningkatkan kesehatan ibu; 6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan

tuberculosis; 7) Memastikan lingkungan yang berkesinambungan; 8)

Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (Riskesdas, 2010).

Adapun usaha peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya

peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),

serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Kesehatan lingkungan

diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, dilaksanakan

terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja,

angkutan umum dan meliputi penyehatan air, tanah, udara, pengamanan limbah

padat, cair, gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan

atau pengamanan lainnya (Depkes RI, 2005).

World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian

balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada

golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal

setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara

berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama

kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000

dalam Asrun, 2006).. Hal ini disebabkan karena penyakit-penyakit penyebab

kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat Rumah Sakit,

namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara lain

(22)

Puskesmas terutama Puskesmas didaerah terpencil yang tanpa fasilitas

perawatan, selain itu seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap

di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas

kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di banyak

provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat

kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan

(Badan Litbangkes, 2007).

Saat ini penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah

kesehatan terbesar di masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari masih

tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit berbasis

lingkungan ke sarana pelayanan kesehatan seperti penyakit diare, demam

berdarah dengue (DBD), malaria, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),

penyakit kulit, TB paru, kecacingan serta gangguan kesehatan/keracunan karena

bahan kimia dan pestisida (Depkes, 2002).

ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyumbang angka

kesakitan total dan angka kematian karena sakit. Pada konferensi internasional

ISPA tahun 1997 bertema “ARI The Forgetten Endemic” menyatakan bahwa

pandemi ISPA masih cukup dominan baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Menurut WHO di dunia pada tahun 1997, diperkirakan lebih dari

50 juta kematian (52.200.000 orang) yang disebabkan oleh karena infeksi (ISPA,

Tuberkulosis, Diare, HIV/AIDS dan Malaria). Dan sampai saat ini penyakit

ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama baik di

negara maju maupun di negara berkembang (Wahyudi, 2004).

ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak. Salah

(23)

maupun di luar ruangan. Sumber pencemaran udara diluar ruangan antara lain

pembakaran untuk pemanasan, transportasi dan pabrik-pabrik. Sedangkan

pencemaran udara di dalam ruangan antara lain pembakaran bahan bakar dalam

rumah yang digunakan untuk memasak dan asap rokok serta penggunaan bahan

pengendali serangga (Kusnoputranto, 2000).

Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di

Indonesia masih tinggi terutama pada balita, kasus kesakitan tiap tahun mencapai

260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara

1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak

lima dari 1000 balita, salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah

yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi

Nasional (SUSENAS) tahun 2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga

kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase

rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8%

dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari

kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah

sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2009).

Dampak dari kematian balita adalah kerugian pada Negara karena

generasi muda akan terputus. Sehingga tidak akan ada penerus perjuangan

bangsa kedepannya.

Dari data profil Kesehatan Kota Malang tahun 2007, maka menunjukkan

bahwa ISPA menjadi penyakit terbanyak di Kota Malang dari tahun ke tahun

dengan jumlah penderita mencapai 108.470 penderita ISPA. Dari data Dinas

Kesehatan Kota Malang, tercatat bahwa pada April (19.786 kasus) dan Mei 2007

(24)

terbanyak berasal dari penduduk usia 15-44 tahun yaitu sekitar 28.754 penderita

dan penderita ISPA usia di bawah 1 tahun sejak Januari-Juli 2007 lalu sebanyak

8340 penderita. Sedangkan penderita usia 1-4 tahun sebanyak 19.265 penderita

(Dinkes Kota Malang, 2007).

Faktor penting yang dapat meningkatkan terjadinya ISPA yaitu faktor

kondisi fisik rumah (pencahayaan alami, luas ventilasi, lantai, dinding, atap, ruang

dapur, kepadatan hunian), status gizi, dan status imunisasi. Rumah merupakan

salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan

pangan. Rumah berfungsi juga sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk

berlindung dari gangguan iklim dan mahluk hidup lainnya. Selain itu rumah juga

merupakan pengembangan kehidupan dan tempat berkumpulnya anggota

keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya. Rumah sehat dan

nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya, sehingga

dapat meningkatkan produktifitasnya (Depkes RI, 2002).

Penelitian tahun 2005 yang dilakukan di Kecamatan Cilacap Tengah

Kabupaten Cilacap menyimpulkan bahwa kondisi fisik rumah berhubungan

dengan kejadian ISPA dengan OR = 2,163. Perilaku hidup bersih dan sehat

berhubungan dengan kejadian ISPA dengan OR = 2,253.13 Penelitian tahun

2006 di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap menyimpulkan bahwa

suhu udara di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat, kelembaban udara di

dalam rumah yang tidak memenuhi syarat, pencahayaan di dalam rumah yang

tidak memenuhi syarat, membuka jendela kamar tidur di pagi hari, luas ventilasi

di dalam rumah berhubungan dengan kejadian ISPA. Faktor risiko suhu udara di

dalam rumah yang tidak memenuhi syarat (OR=0,26), kelembaban udara di

(25)

rumah yang tidak memenuhi syarat (OR=22,00), tidak membuka jendela kamar

tidur di pagi hari (OR=3,92), luas ventilasi di dalam rumah berhubungan dengan

kejadian ISPA (OR=7,75)

Berdasarkan survei hasil studi pendahuluan di Puskesmas Dinoyo

Malang yang dilaksanakan pada tanggal 5-7 Agustus 2011, diketahui bahwa di

Desa Dinoyo terdapat 896 balita. Sedangkan jumlah balita yang terkena ISPA

berdasarkan laporan tahunan puskesmas Dinoyo tahun 2011 pada bulan Januari

hingga Juni di puskesmas Dinoyo diperoleh data 88 balita penderita ISPA

disebabkan oleh pnemoni dan 569 balita penderita ISPA dibebkan oleh non

pnemoni. (Puskesmas Dinoyo, 2011).

Perawat komunitas memiliki peran yang peting dalam meningkatkan status

kesehatan balita. Di masyarakat, perawat komunitas harus senantiasa peduli

terhadap status kesehatan anak dan terhadap faktor-faktor yang memberikan

dampak kurang menguntungkan terhadap kesehatan balita (Nies dan McEwen,

2001). Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui peran perawat komunitas di

dalam keluarga sangat penting khususnya bagi keluarga dengan balita. Perawat

komunitas diharapkan tidak tidak hanya memberikan pelayanan langsung kepada

klien (balita), tetapi harus mampu mempersiapkan keluarga dalam meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam menciptakan lingkungan dan

kondisi lingkungan rumah yang kondusif guna menunjang kesehatan balita yang

lebih baik.

Berdasarkan alasan tersebut diatas maka dilakukan penelitian tentang

“Pengaruh kondisi lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di

(26)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut:

Adakah Pengaruh Antara Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian

ISPA Di Keluarga Home Industri Keramik Dinoyo Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah terhadap

kejadian ISPA pada balita di keluarga pekerja home industri keramik

Dinoyo Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jumlah kejadian ISPA Non Pneumonia dan

Pneomonia pada balita di Lingkungan home industri keramik Dinoyo

Malang.

2. Mengidentifikasi kondisi lingkungan fisik rumah dikawasan home

industri keramik Dinoyo Malang.

3. Menganalisis bagaimana hubungan lingkungan fisik rumah dengan

kejadian ISPA pada balita di keluarga pekerja home industri keramik

Dinoyo Malang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Sebagai bahan informasi bagi perawat untuk memberikan informasi

(27)

fisik rumah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan anak

terutama timbulnya kejadian ISPA, sehingga dapat dijadikan sebagai

bahan pengambilan keputusan dalam masalah menjaga lingkungan

fisik rumah dan kesehatan anak dimasa mendatang

1.4.1 Manfaat Teoritis

1. Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak

meneliti lebih lanjut mengenai lingkungan fisik rumah, gangguan

kesehatan anak yaitu ISPA pada masa mendatang.

2. Untuk memajukan perkembangan ilmu keperawatan anak terkait

dengan kejadian ISPA

1.5 Batasan Penelitian Penelitian

Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada hubungan kondisi

lingkungan fisik rumah yang diduga mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di

di keluarga pekerja home industri keramik Dinoyo Malang.

1.6 Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vita Ayu Oktaviani (2009),

yang meneliti tentang “Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian

Infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita Di desa cepogo kecamatan

cepogo Kabupaten boyolali” dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sanitasi fisik rumah

sebagai variabel independen dan kejadian ISPA sebagai variabel dependen.

(28)

rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,

Kabupaten Boyolali dan sanitasi fisik rumah yang dominan yang merpengaruhi

terhadap kejadian ISPA adalah pemanfaatan air bersih 37,1%, sarana

pembuangan sampah 56,5%, sarana pembuangan kotoran 77%.

Perbedaan antara penelitian Vita Ayu Oktaviani (2009) dengan penelitian

yang saya lakukan adalah Penelitian Vita Ayu Oktaviani menjelaskan tentang

bagaimana status kesehatan suatu sanitasi fisik rumah yang mencakup

pembuangan kotoran dan penyediaan air bersih sedangkan penelitian yang saya

lakukan menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan rumah seperti standarisasi

ventilasi rumah, dinding rumah dan lainnya. Selain itu perbedaan lainnya adalah

variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Variabel yang saya

gunakan dalam penelitian ini adalah kondisi fisik Lingkungan rumah sebagai

variabel independen dan kejadian ISPA pada balita sebagai variabel dependen.

Dari penelitian Vita Ayu Oktaviani saya mengambil faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian ISPA. Tempat dan waktu yang saya gunakan adalah

pada lingkungan rumah pekerja industri keramik Dinoyo Malang.

Adapun penelitian lain, yang dilakukan oleh Tulus Aji Yuwono (2008)

yang meneliti tentang “Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang

Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di wilayah kerja

puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap” dari Universitas Diponegoro

Semarang, yang berupa penelitian Observasional analitik dengan pendekatan

kasus kontrol. Dengan variabel lingkungan fisik rumah sebagai variabel

independen dan kejadian Pneumonia sebagai variabel dependen. Kesimpulan

(29)

Rumah yang Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di

wilayah kerja puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap.

Perbedaan antara penelitian Tulus Aji Yuwono (2008) dengan penelitian

yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian.

Variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah kondisi fisik Lingkungan

rumah sebagai variabel independen dan kejadian ISPA pada balita sebagai

variabel dependen. Dari penelitian Vita Ayu Oktaviani saya mengambil

faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kondisi fisik rumah. Tempat dan waktu yang

saya gunakan adalah pada lingkungan rumah pekerja industri keramik Dinoyo

Malang.

1.6 Definisi Istilah

1. ISPA

Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran

pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan

epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis media),

dan radang tenggorokan (faringitis).

Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan

sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi

penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan

tidak segera ditangani.

ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang

disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau

lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

(saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga

(30)

2 Lingkungan fisik rumah

Kondisi fisik lingkungan rumah yaitu sesuatu yang dapat

mempengaruhi perkembangan hidup manusia baik langsung maupun tidak

langsung.

Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh alam

sekitarnya (misalnya : hujan, matahari dan lain-lain), serta merupakan

tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan

sehari-hari (Suharmadi, 1985). Rumah yang dihuni banyak orang akan

menimbulkan akibat-akibat yang buruk pada kesehatan dan akan

merupakan sumber yang potensial terhadap penyakit-penyakit infeksi.

Disamping itu juga akan menuntut fasilitas sanitasi dan penyediaan udara

yang lebih banyak. Sebaliknya rumah yang kecil bisa dianggap rumah yang

baik dan memenuhi persyaratan –persyaratan kesehatan (Lubis, 1985).

3. Keramik

Keramik merupakan salah satu kerajinan yang populer di Indonesia.

Keramik sudah dikenal sejak zaman prasejarah, yakni dengan ditemukannya

tanah liat yang dapat dibentuk dengan cara menjemurnya di bawah sinar

matahari. Sedangkan untuk pembakaran keramik tersebut ditemukan secara

kebetulan, maka lahirlah seni tembikar. Setelah berabad-abad, teknik

pembuatan tanah liat dan pekerjaan memperhalus bentuk berkembang, dari

barang earthenware sampai ke stoneware yang lebih tahan air bila dibakar.

Penemuan dan perkembangan pelapis merupakan kemajuan pokok yang lain,

tidak saja membubuhi lapisan untuk memperjelas hiasan dan mempertajam

(31)

logam, yang menghasilkan bermacammacam warna dan tekstur lapisan

(Battie, 1996: 8).

Bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa

unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic maupun kovalen.

Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristalin dan sedikit electron

bebasnya. Susunan kimia keramik sangat bermacam-macam yang terdiri dari

senyawa yang sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir

semua keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan

elektronegatif. Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan

getas. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan

korosi, rendahnya konduktivitas termal, dan tingginya kekuatan kompresif

dari material tersebut. Secara umum keramik mempunyai senyawa-senyawa

kimia antara lain: SiO2, Al2O3, CaO, Na2O, TiC, UO2, PbS, MgSiO3, dan

Referensi

Dokumen terkait

Refleksi dilakukan pada akhir tiap siklus dan berdasarkan refleksi inilah dapat diketahui apakah tindakan yang diberikan sudah sesuai dengan harapan peneliti serta

Perubahan ini akan terjadi pada tubuh baik secara fisik

CalTPA (2014) menyebutkan bahwa setiap SSP terdiri dari empat prinsip yang perlu dikembangkan yaitu pengembangan pedagogi yang sesuai, penyesuai isi materi, cara

Proyek Akhir ini bertujuan agar pintu mobil etanol yang terbuat dari bahan komposit dapat berfungsi dengan baik, yaitu kaca pada pintu mobil dapat digerakkan naik

Untuk obat-obat antijamur yang harus digunakan dalam waktu lebih lama dari antibakteri, maka formula krim yang ideal adalah yang dapat menjamin jumlah dan laju obat yang terbebas

Hal inilah yang kemudian yang menjadikan pembangunan menjadi kontradiksi untuk dibicarakan dalam berbagai kasus-kasus pembangunan di kawasan negara paska kolonial dan salah

Suresh dan Shashikala (2011) dalam penelitiannya tentang pengaruh persepsi akan resiko terhadap pembelian secara online pada konsumen di India, mengatakan bahwa konsumen

Berbeda dengan user, selain juga dapat melakukan input peminjaman dan pengembalian admin memiliki tampilan menu yang lebih lengkap karena admin memiliki akses untuk