PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA
HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG
SKRIPSI
Oleh :
Dewi Twenty Aprilia
NIM. 07060102
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
PENGARUH KONDISI FISIK LINGKUNGAN RUMAH
DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELUARGA
HOME INDUSTRI KERAMIK DINOYO MALANG
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan (S.Kep) Pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Malang
Oleh :
Dewi Twenty Aprilia
NIM. 07060102
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
MOTTO
Bermimpi adalah langkah pertama, kerja keras dan ke
tekunan adalah
langkah selanjutnya, Rahmat dan Cinta ALLAH SWT adalah sumber
keberuntungan yang membuat mimpi-
mimpi menjadi nyata”
Janganlah menjadi yang pertama jika hanya membuatmu sombong,
LEMBAR PERSEMBAHAN
Segala puji bagi Allah SWT, karena berkat Rahmat dan HidayahNya
dapat terwujud sebuah karya yang sangat berharga dalam
kehidupanku...
Dari hati yang terdalam kupersembahkan karya ini untuk kedua orang
tuaku tercinta yang menjadi motivator dalam pencapaian tujuan
hidupku ini. Kalian adalah pemberi inspirasi terhebat di dunia, pemberi
kasih sayang yang terkuat dan terkokoh, yang tak pernah bosan
menyebutkan namaku dalam setiap sujud dan do’a kalian...
Buat kakekku dan saudara-saudaraku yang slalu menasehati,
memotivasi dan membantuku selama aku menempuh pendidikan ini...
Buat Abiq tercinta (phino), sahabatku tersayank (Phi Licious), abangku
tergokil (Mas Nenen), teman seperjuanganq (Afni & vero), adik kosq
tergila (Ayuk) thanks banget buat kalian semua yang slalu menemaniku
disaat aku sedih maupun senang, selalu memotivasi aku disaat aku
sedang terpuruk dan yang slalu mengisi hari-hariku slama ini...
Buat teman-teman kuliah angkatan 2007 terima kasih buat semuanya
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, akhirnya saya dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “Pengaruh Kondisi Fisik Lingkungan
Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Balita Di Keluarga Home Industri Keramik
Dinoyo Malang”. Tugas akhir skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana keperawatan (S.Kep) pada Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
Dengan terselesaikannya penulisan tugas akhir skripsi ini, saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Tri Lestari Handayani, M.kep, Sp.Mat selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.
2. Ibu Ririn Harini, S.kep, Ns selaku Ketua Program studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang, terima kasih atas
masukan, dukungan serta ilmu yang telah diberikan kepada saya.
3. Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan arahan serta semangat yang sangat membantu saya
dalam penyelesaikan tugas akhir skripsi saya ini.
4. Ibu Aini Alifatin S.Kp.M.Kep selaku Pembimbing II yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan
tugas akhir skripsi saya ini.
5. Kedua orangtua saya yang tidak henti-hentinya memberi dukungan, semangat
dan doa dalam setiap langkah saya sehingga saya bisa sampai pada titik ini
6. Seluruh responden yang telah meluangkan waktu dan tenaganya dalam
membantu penyelesaian tugas akhir skripsi saya.
7. Seluruh dosen PSIK UMM yang telah memberikan jutaan ilmu, mendidik dan
membimbing saya selama saya belajar disini.
8. Sahabat-sahabat terbaik saya yang telah memberikan semangat dan doa kepada
saya.
9. Teman-teman PSIK khususnya angkatan 2007.
10. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari banyak kelurangan dalam penyusunan tugas akhir skripsi
ini karena itu penulis menhgarapkan kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan
ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tugas akhir skripsi ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat dan dunia kesehatan khususnyan bidang keperawatan anak dan
keperawatan komunitas.
Malang, November 2011
ABSTRAK
Pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ispa pada balita di keluarga home industri keramik dinoyo malang abstrak
Dewi Twenty Aprilia1, Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes2, Aini Alifatini, S.Kp.M.kep3
Latar Belakang: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada balita di negara berkembang.Kejadian ISPA di Kota Malang berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Malang, tercatat bahwa pada April (19.786 kasus) dan Mei 2007 (17.406 kasus) merupakan masa-masa puncak kasus ISPA. Penderita ISPA terbanyak berasal dari penduduk usia 15-44 tahun yaitu sekitar 28.754 penderita dan penderita ISPA usia di bawah 1 tahun sejak Januari-Juli 2007 lalu sebanyak 8340 penderita. Sedangkan penderita usia 1-4 tahun sebanyak 19.265 penderita. Peneliti bertujuan untuk menganalisis pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita dikeluarga home industri keramik Dinoyo Malang.
Metode: Penelitian ini merupakan retrospective study dengan pendekatan rancangan studi epidemiologi. Subjek yang diteliti yaitu seluruh rumah yang di dalamnya terdapat balita yang menderita ISPA baik ISPA Pneumonia maupun ISPA Non Peumonia yang berusia nol sampai empat tahun dengan besar sampel 22 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Uji statistik menggunakan uji chi square dengan menggunakan program SPSS versi 11.
Hasil: Hasil analisis menggunakan uji statistik Chi Square yang sudah dilakukan koreksi (Pearson Chi-Square) dengan p Value pada kolom Exact.Sig. = 0,005 Dengan demikian p Value lebih kecil dari alpha (5%) sehingga H1 diterima.
Kesimpulan: Hasil analisis disimpulkan bahwa ada pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita.
Kata Kunci: ISPA, Balita, Kondisi Lingkungan Fisik Rumah.
1. S1 Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Malang
ABSTRAK
Pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah dengan kejadian ispa pada balita di keluarga home industri keramik dinoyo malang abstrak
Dewi Twenty Aprilia1, Drs. H. M. Agus Krisno Budianto, M.Kes2, Aini Alifatini, S.Kp.M.kep3
Background: Upper respiratory tract infection (ISPA), is one of the major causes of morbidity in infants in evolve countries. Incident of ISPA based on data in Malang City Health Department, noted that in April (19 786 cases) and in May 2007 (17,406 cases) is the peak periods of ARI cases. Most ARD sufferers come from people aged 15-44 years which is about 28 754 patients and patients with ISPA under the age of 1 year from January to July 2007 as many as 8340 people. While patients aged 1-4 years as many as 19,265 patients. Researchers aimed to analyze the influence of the physical condition of the home environment with the incidence of ISPA in infants in family home Dinoyo Malang ceramics industry.
Methods: This study is a retrospective study with epidemiological study design approach. Subjects studied the entire house in which there is a toddler who suffered from ISPA pneumonia and ISPAboth non Peumonia aged zero to four years with a large sample of 22 respondents. The sampling technique used was purposive sampling. This sampling technique using the formula of Notoatmodjo (2003). Statistical tests using the chi square test using SPSS version 11.
Results: The results of statistical analysis using Chi Square test was performed correction (Pearson Chi-Square) with p Value on Exact.Sig column = 0,005 Thus p Value is less than alpha (5%) so that H1 is accepted.
Conclusion: The results of the analysis concluded that there is influence of the physical condition of the home environment with the incidence of ARI in infants.
Keywords: ISPA, Toddlers, Conditions Physical Environment House.
1. Nursing Science Program, Faculty of Health Sciences, Muhammadiyah University of Malang. 2. Lecturer University Muhammaduyah of Malang.
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Halaman Pengesahan ... iii
Surat Pernyataan Keaslian Tulisan ... iv
Motto ... v
Lembar Persembahan ... vi
Kata Pengantar ... vii
Abstrak ... ix
Daftar Isi ... xi
Daftar Tabel ... xiv
Daftar Gambar ... xv
Daftar Lampiran ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 7
1.3 Tujuan Penelitian ... 7
1.4 Manfaat Penelitian ... 7
1.4.1 Manfaat Praktis ... 7
1.4.2 Manfaat Teoritis ... 8
1.5 Batasan Penelitian ... 8
1.6 Keaslian Istilah ... 8
1.7 Definisi Istilah ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) ... 13
2.1.1 Pengertian ISPA ... 13
2.1.2 Etiologi ISPA ... 14
2.1.3 Klasifikasi ISPA ... 15
2.1.4 Gejala ISPA ... 18
2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA ... 20
2.1.7 Faktor Lain Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA ... 29
2.1.8 Cara Penularan ISPA ... 31
2.1.9 Pertolongan Pertama Penderita ISPA ... 31
2.1.10 Pencegahan Dan Pengobatan ISPA ... 33
2.2 Kondisi Lingkungan Fisik Rumah ... 35
2.2.1 Pengertian Rumah ... 35
2.2.2 Pengertian Rumah Sehat ... 37
2.2.3 Persyaratan Lingkungan Dalam Rumah Sehat ... 38
2.2.4 Pencemaran Udara Pada Lingkungan Dalam Rumah ... 48
2.3 Keramik ... 50
2.3.1 Jenis-Jenis Bahan Keramik ... 52
2.3.2 Pembentukan Keramik ... 55
2.3.3 Bahan Dasar Keramik ... 56
2.4 Menurut Ilmu Keperawatan ... 58
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 60
3.1 Kerangka Konsep ... 60
3.2 Hipotesis Penelitian ... 62
BAB IV METODE PENELITIAN ... 64
4.1 Desain Penelitian ... 64
4.2 Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling ... 64
4.3 Variabel Penelitian... 67
4.4 Definisi Operasional ... 67
4.5 Tempat dan waktu Penelitian ... 71
4.6 Instrumen Penelitian ... 71
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ... 71
4.8 Tehnik Analisis Statistik ... 72
4.9 Etika Penelitian ... 73
BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ... 75
5.1 Karakteristik Sampel ... 75
5.2 Hasil Penelitian ... 75
5.3 Analisa Data ... 76
5.3.1 Analisia Bivariat ... 76
BAB VI PEMBAHASAN ... 79
6.1 Interpretasi Dan Diskusi Hasil ... 79
6.1.1 Karakteristik Responden ... 79
6.1.2 Kejadian ISPA ... 80
6.1.3 Kondisi Fisik Lingkungan Rumah ... 81
6.2 Keterbatasan Penelitian ... 86
6.3 Implikasi Keperawatan ... 87
BAB VI I PENUTUP ... 89
7.1 Kesimpulan ... 89
7.2 Saran ... 89
Daftar Pustaka ... 90
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Definisi Operasional ... 68
Tabel 5.1 Distribusi Karakteristik Sample ... 75
Tabel 5.2 Distribusi Hasil Penelitian ... 76
Tabel 5.3 Hasil Analisa Data MelaLui Perhitungan Manual ... 77
Tabel 5.4 Hasil Analisa Data MelaLui Perhitungan Manual ... 77
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi responden ... 92
Lampiran 2 Checklist Penilaian Rumah Sehat ... 93
Lampiran 3 Rubrik Cheklist Tentang Penilaian Rumah sehat ... 96
Lampiran 4 Hasil Jawaban Checklist Rumah Sehat ... 100
Lampiran 5 Tabel Uji Chisquare (SPSS) ... 102
Lampiran 6 Analisa Data Dengan perhitungan Manual ... 105
Lampiran 7 Lembar Konsultasi... 107
Lampiran 8 Surat Penugasan ... 111
Lampiran 9 Lembar Permohonan Studi Pendahuluan dan Ijin Penelitian ... 112
Lampiran 10 Surat Ijin Penelitian Dari Kelurahan Dinoyo ... 113
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A., 1990. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara.
Azwar, A. Pengantar Epidemiologi. Jakarta. Binarupa Aksara. 1998.
Depkes RI, 2000. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Depkes RI. 2002. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Salah Satu Pembunuh Utama Anak-Anak. http://www.lin.go.id. 11 April 2003.
Dinkes Kabupaten Malang 2011. Laporan Tahunan 2010 dan Rencana Kerja 2011 Puskesmas Dinoyo. Malang: Dinkes Kabupaten Malang 2011
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 829/MENKES/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan.
Mardjanis Said. 2007. Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di Indonesia. http://www.idai.or.id.13 November 2007.
Notoatmodjo S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta.2003
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta, Rieneka Cipta. 2005.
Tulus, Yuwono Aji., 2008. Faktor – faktor lingkungan fisik rumah yang Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di wilayah kerja puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap: Universitas Diponegoro Fakultas Ilmu Keperawatan Semarang.
Vita, Oktaviani Ayu .2009. Hubungan antara sanitasi fisik rumah dengan kejadian Infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita Di desa cepogo kecamatan cepogo Kabupaten Boyolali Skripsi. Surakarta : Fakultas kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Wasis. (2002). Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
Winarsunu, Tulus. (2009). Statistik Dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan. Malang: UMM Press.
Anonim, 2008. Program Pemberantasan Penyakit ISPA untuk Penanggulangan
Pneumonia pada Balita. Diakses : 18 Oktober 2008.
http://putraprabu.wordpress.com/2009/01/12/klasifikasi-ispa-pada-balita/
Benih, C., 2008. Penanggulangan dan Pengobatan ISPA. Diakses : 09 Desember 2008. http://www.benih.net/lifestyle/gaya-hidup/ispa-infeksi-saluran
pernapasanakut-penanggulangan-dan-pengobatannya.html
Depkes RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
http://www.ppmplp.Depkes.go.id/informasi@ppmplp.depkes.go.id 2002
Dewa dan Daru, 2001. Hubungan Perawatan di Rumah terhadap Perubahan Status ISPA Bukan Pneumonia menjadi Pneumonia di Kabupaten Kotabaru. Diakses : 09 Desember 2008. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2001dewa2c-2441-iapa&q=kejadian
Iswarini dan Wahyu, D., 2006. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah, Kebersihan Rumah, Kepadatan Penghuni, dan Pencemaran Udara dalam Rumah dengan Keluhan Penyakit
ISPA pada Balita. Diakses : 09 Desember
2008.http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2006 iswarinidi2501&PHPSESSID=0629b7ba39f6f4430c9571ce837f55fa
Khaidirmuhaj, 2008. Pengertian ISPA dan Pneumonia. Diakses : 10 Januari 2009. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=Menurut+Khaidirmuhaj+2008+I SPA+dapat+dikelompokkan+ISPA+berdasarkan+golongan+umur&meta=
Nindya, T. S. dan Sulistyorini L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian ISPA
pada Balita. Diakses : 09 Desember 2008.
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-1-2-04.
World Health Organization. 2008. Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Diakses : 14 Desember 2008.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan industri keramik selain membawa dampak positif juga
membawa dampak negatif terhadap pencemaran lingkungan. Pencemaran
lingkungan tidak saja berpengaruh negatif terhadap kualitas SDM tetapi juga
pada produktivitasnya akibat gangguan kesehatan, bahkan menghambat
perkembangan kecerdasan (IQ) anak (Soemarwoto, 1999). Dampak yang serius
pada balita adalah infeksi pernafasan akut (ISPA). Menurut WHO dari 15 juta
balita yang meninggal di dunia, setiap tahunnya sekitar dua pertiganya
dikarenakan ISPA. Lingkungan yang paling memungkinkan dan memudahkan
terjadinya ISPA adalah lingkungan yang padat penghuninya (Shann dkk. Dalam
Edi, 1995).
Malang, selain dikenal sebagai kota apel, juga dikenal dengan berbagai
produk keramik. Aktivitas pembakaran oleh industri keramik menimbulkan asap
dan debu yang menganggu lingkungan. Hasil penilitian Suswati (1997) di sentra
industri keramik Dinoyo Malang, diperoleh hasil bahwa pada lokasi tersebut
telah terjadi pencemaran oleh debu dari pembakaran keramik. Kandungan
debu/jelaga dari proses pembakaran keramik di lokasi tersebut telah melampaui
Nilai Ambang Batas (NAB).
Kebijakan pembangunan kesehatan periode 2010-2014 diarahkan pada
tersedianya akses kesehatan dasar yang murah dan terjangkau terutama pada
2015. Delapan tujuan MDG’s untuk dicapai 2015, yaitu 1) Memberantas
kemiskinan dan kelaparan; 2) Mencapai universal primary education; 3) Mendorong
kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) Menurunkan kematian
anak; 5) Meningkatkan kesehatan ibu; 6) Memerangi HIV/AIDS, malaria dan
tuberculosis; 7) Memastikan lingkungan yang berkesinambungan; 8)
Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan (Riskesdas, 2010).
Adapun usaha peningkatan derajat kesehatan diupayakan melalui upaya
peningkatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan (kuratif),
serta upaya pemulihan kesehatan (rehabilitatif). Kesehatan lingkungan
diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, dilaksanakan
terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja,
angkutan umum dan meliputi penyehatan air, tanah, udara, pengamanan limbah
padat, cair, gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor penyakit dan penyehatan
atau pengamanan lainnya (Depkes RI, 2005).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia meninggal
setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara
berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama
kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000
dalam Asrun, 2006).. Hal ini disebabkan karena penyakit-penyakit penyebab
kematian tersebut pada umumnya dapat ditangani di tingkat Rumah Sakit,
namun masih sulit untuk tingkat Puskesmas. Hal ini disebabkan antara lain
Puskesmas terutama Puskesmas didaerah terpencil yang tanpa fasilitas
perawatan, selain itu seringkali Puskesmas tidak memiliki tenaga dokter yang siap
di tempat setiap saat. Padahal, Puskesmas merupakan ujung tombak fasilitas
kesehatan yang paling diandalkan di tingkat kecamatan. Kenyataan lain di banyak
provinsi, keberadaan Rumah Sakit pada umumnya hanya ada sampai tingkat
kabupaten/kota sedangkan masyarakat Indonesia banyak tinggal di pedesaan
(Badan Litbangkes, 2007).
Saat ini penyakit berbasis lingkungan masih merupakan masalah
kesehatan terbesar di masyarakat Indonesia. Hal ini tercermin dari masih
tingginya angka kejadian dan kunjungan penderita beberapa penyakit berbasis
lingkungan ke sarana pelayanan kesehatan seperti penyakit diare, demam
berdarah dengue (DBD), malaria, infeksi saluran pernafasan atas (ISPA),
penyakit kulit, TB paru, kecacingan serta gangguan kesehatan/keracunan karena
bahan kimia dan pestisida (Depkes, 2002).
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) merupakan penyumbang angka
kesakitan total dan angka kematian karena sakit. Pada konferensi internasional
ISPA tahun 1997 bertema “ARI The Forgetten Endemic” menyatakan bahwa
pandemi ISPA masih cukup dominan baik di negara maju maupun di negara
berkembang. Menurut WHO di dunia pada tahun 1997, diperkirakan lebih dari
50 juta kematian (52.200.000 orang) yang disebabkan oleh karena infeksi (ISPA,
Tuberkulosis, Diare, HIV/AIDS dan Malaria). Dan sampai saat ini penyakit
ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama baik di
negara maju maupun di negara berkembang (Wahyudi, 2004).
ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita oleh anak. Salah
maupun di luar ruangan. Sumber pencemaran udara diluar ruangan antara lain
pembakaran untuk pemanasan, transportasi dan pabrik-pabrik. Sedangkan
pencemaran udara di dalam ruangan antara lain pembakaran bahan bakar dalam
rumah yang digunakan untuk memasak dan asap rokok serta penggunaan bahan
pengendali serangga (Kusnoputranto, 2000).
Angka kejadian penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) di
Indonesia masih tinggi terutama pada balita, kasus kesakitan tiap tahun mencapai
260.000 balita. Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara
1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak
lima dari 1000 balita, salah satu penyebab ISPA pada balita yaitu sanitasi rumah
yang tidak sehat (Supraptini, 2006). Menurut data dari Survei Sosial Ekonomi
Nasional (SUSENAS) tahun 2004, di Indonesia rumah sehat dibagi menjadi tiga
kategori yaitu kategori baik, kategori sedang dan kategori kurang. Persentase
rumah sehat di Indonesia kategori baik mencapai 35,3%, kategori sedang 39,8%
dan kategori kurang 24,9%. Target rumah sehat di Indonesia sebesar 80%, dari
kategori rumah sehat di atas tidak ada yang memenuhi target, sehingga rumah
sehat di Indonesia belum tercapai (Depkes RI, 2009).
Dampak dari kematian balita adalah kerugian pada Negara karena
generasi muda akan terputus. Sehingga tidak akan ada penerus perjuangan
bangsa kedepannya.
Dari data profil Kesehatan Kota Malang tahun 2007, maka menunjukkan
bahwa ISPA menjadi penyakit terbanyak di Kota Malang dari tahun ke tahun
dengan jumlah penderita mencapai 108.470 penderita ISPA. Dari data Dinas
Kesehatan Kota Malang, tercatat bahwa pada April (19.786 kasus) dan Mei 2007
terbanyak berasal dari penduduk usia 15-44 tahun yaitu sekitar 28.754 penderita
dan penderita ISPA usia di bawah 1 tahun sejak Januari-Juli 2007 lalu sebanyak
8340 penderita. Sedangkan penderita usia 1-4 tahun sebanyak 19.265 penderita
(Dinkes Kota Malang, 2007).
Faktor penting yang dapat meningkatkan terjadinya ISPA yaitu faktor
kondisi fisik rumah (pencahayaan alami, luas ventilasi, lantai, dinding, atap, ruang
dapur, kepadatan hunian), status gizi, dan status imunisasi. Rumah merupakan
salah satu kebutuhan pokok manusia, disamping kebutuhan sandang dan
pangan. Rumah berfungsi juga sebagai tempat tinggal serta digunakan untuk
berlindung dari gangguan iklim dan mahluk hidup lainnya. Selain itu rumah juga
merupakan pengembangan kehidupan dan tempat berkumpulnya anggota
keluarga untuk menghabiskan sebagian besar waktunya. Rumah sehat dan
nyaman merupakan sumber inspirasi penghuninya untuk berkarya, sehingga
dapat meningkatkan produktifitasnya (Depkes RI, 2002).
Penelitian tahun 2005 yang dilakukan di Kecamatan Cilacap Tengah
Kabupaten Cilacap menyimpulkan bahwa kondisi fisik rumah berhubungan
dengan kejadian ISPA dengan OR = 2,163. Perilaku hidup bersih dan sehat
berhubungan dengan kejadian ISPA dengan OR = 2,253.13 Penelitian tahun
2006 di Kecamatan Cilacap Utara Kabupaten Cilacap menyimpulkan bahwa
suhu udara di dalam rumah yang tidak memenuhi syarat, kelembaban udara di
dalam rumah yang tidak memenuhi syarat, pencahayaan di dalam rumah yang
tidak memenuhi syarat, membuka jendela kamar tidur di pagi hari, luas ventilasi
di dalam rumah berhubungan dengan kejadian ISPA. Faktor risiko suhu udara di
dalam rumah yang tidak memenuhi syarat (OR=0,26), kelembaban udara di
rumah yang tidak memenuhi syarat (OR=22,00), tidak membuka jendela kamar
tidur di pagi hari (OR=3,92), luas ventilasi di dalam rumah berhubungan dengan
kejadian ISPA (OR=7,75)
Berdasarkan survei hasil studi pendahuluan di Puskesmas Dinoyo
Malang yang dilaksanakan pada tanggal 5-7 Agustus 2011, diketahui bahwa di
Desa Dinoyo terdapat 896 balita. Sedangkan jumlah balita yang terkena ISPA
berdasarkan laporan tahunan puskesmas Dinoyo tahun 2011 pada bulan Januari
hingga Juni di puskesmas Dinoyo diperoleh data 88 balita penderita ISPA
disebabkan oleh pnemoni dan 569 balita penderita ISPA dibebkan oleh non
pnemoni. (Puskesmas Dinoyo, 2011).
Perawat komunitas memiliki peran yang peting dalam meningkatkan status
kesehatan balita. Di masyarakat, perawat komunitas harus senantiasa peduli
terhadap status kesehatan anak dan terhadap faktor-faktor yang memberikan
dampak kurang menguntungkan terhadap kesehatan balita (Nies dan McEwen,
2001). Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui peran perawat komunitas di
dalam keluarga sangat penting khususnya bagi keluarga dengan balita. Perawat
komunitas diharapkan tidak tidak hanya memberikan pelayanan langsung kepada
klien (balita), tetapi harus mampu mempersiapkan keluarga dalam meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan keluarga dalam menciptakan lingkungan dan
kondisi lingkungan rumah yang kondusif guna menunjang kesehatan balita yang
lebih baik.
Berdasarkan alasan tersebut diatas maka dilakukan penelitian tentang
“Pengaruh kondisi lingkungan fisik rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut:
Adakah Pengaruh Antara Kondisi Fisik Lingkungan Rumah Dengan Kejadian
ISPA Di Keluarga Home Industri Keramik Dinoyo Malang?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh kondisi fisik lingkungan rumah terhadap
kejadian ISPA pada balita di keluarga pekerja home industri keramik
Dinoyo Malang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah kejadian ISPA Non Pneumonia dan
Pneomonia pada balita di Lingkungan home industri keramik Dinoyo
Malang.
2. Mengidentifikasi kondisi lingkungan fisik rumah dikawasan home
industri keramik Dinoyo Malang.
3. Menganalisis bagaimana hubungan lingkungan fisik rumah dengan
kejadian ISPA pada balita di keluarga pekerja home industri keramik
Dinoyo Malang
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan informasi bagi perawat untuk memberikan informasi
fisik rumah yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan anak
terutama timbulnya kejadian ISPA, sehingga dapat dijadikan sebagai
bahan pengambilan keputusan dalam masalah menjaga lingkungan
fisik rumah dan kesehatan anak dimasa mendatang
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi yang hendak
meneliti lebih lanjut mengenai lingkungan fisik rumah, gangguan
kesehatan anak yaitu ISPA pada masa mendatang.
2. Untuk memajukan perkembangan ilmu keperawatan anak terkait
dengan kejadian ISPA
1.5 Batasan Penelitian Penelitian
Ruang lingkup materi pada penelitian ini dibatasi pada hubungan kondisi
lingkungan fisik rumah yang diduga mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di
di keluarga pekerja home industri keramik Dinoyo Malang.
1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vita Ayu Oktaviani (2009),
yang meneliti tentang “Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah Dengan Kejadian
Infeksi saluran pernafasan atas (ispa) pada balita Di desa cepogo kecamatan
cepogo Kabupaten boyolali” dari Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah sanitasi fisik rumah
sebagai variabel independen dan kejadian ISPA sebagai variabel dependen.
rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Desa Cepogo, Kecamatan Cepogo,
Kabupaten Boyolali dan sanitasi fisik rumah yang dominan yang merpengaruhi
terhadap kejadian ISPA adalah pemanfaatan air bersih 37,1%, sarana
pembuangan sampah 56,5%, sarana pembuangan kotoran 77%.
Perbedaan antara penelitian Vita Ayu Oktaviani (2009) dengan penelitian
yang saya lakukan adalah Penelitian Vita Ayu Oktaviani menjelaskan tentang
bagaimana status kesehatan suatu sanitasi fisik rumah yang mencakup
pembuangan kotoran dan penyediaan air bersih sedangkan penelitian yang saya
lakukan menjelaskan tentang kondisi fisik lingkungan rumah seperti standarisasi
ventilasi rumah, dinding rumah dan lainnya. Selain itu perbedaan lainnya adalah
variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian. Variabel yang saya
gunakan dalam penelitian ini adalah kondisi fisik Lingkungan rumah sebagai
variabel independen dan kejadian ISPA pada balita sebagai variabel dependen.
Dari penelitian Vita Ayu Oktaviani saya mengambil faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian ISPA. Tempat dan waktu yang saya gunakan adalah
pada lingkungan rumah pekerja industri keramik Dinoyo Malang.
Adapun penelitian lain, yang dilakukan oleh Tulus Aji Yuwono (2008)
yang meneliti tentang “Faktor-Faktor Lingkungan Fisik Rumah yang
Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di wilayah kerja
puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap” dari Universitas Diponegoro
Semarang, yang berupa penelitian Observasional analitik dengan pendekatan
kasus kontrol. Dengan variabel lingkungan fisik rumah sebagai variabel
independen dan kejadian Pneumonia sebagai variabel dependen. Kesimpulan
Rumah yang Berhubungan dengan kejadian pneumonia pada Anak balita di
wilayah kerja puskesmas Kawunganten kabupaten cilacap.
Perbedaan antara penelitian Tulus Aji Yuwono (2008) dengan penelitian
yang saya lakukan adalah variabel yang digunakan, tempat dan waktu penelitian.
Variabel yang saya gunakan dalam penelitian ini adalah kondisi fisik Lingkungan
rumah sebagai variabel independen dan kejadian ISPA pada balita sebagai
variabel dependen. Dari penelitian Vita Ayu Oktaviani saya mengambil
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kondisi fisik rumah. Tempat dan waktu yang
saya gunakan adalah pada lingkungan rumah pekerja industri keramik Dinoyo
Malang.
1.6 Definisi Istilah
1. ISPA
Menurut Khaidirmuhaj (2008), ISPA adalah penyakit infeksi saluran
pernafasan atas yang meliputi infeksi mulai dari rongga hidung sampai dengan
epiglottis dan laring seperti demam, batuk, pilek, infeksi telinga (otitis media),
dan radang tenggorokan (faringitis).
Menurut Anonim (2008), ISPA adalah penyakit ringan yang akan
sembuh dengan sendirinya dalam waktu satu sampai dua minggu, tetapi
penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi (gejala gawat) jika dibiarkan dan
tidak segera ditangani.
ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang
disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau
lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli
(saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga
2 Lingkungan fisik rumah
Kondisi fisik lingkungan rumah yaitu sesuatu yang dapat
mempengaruhi perkembangan hidup manusia baik langsung maupun tidak
langsung.
Rumah adalah tempat untuk berlindung dari pengaruh alam
sekitarnya (misalnya : hujan, matahari dan lain-lain), serta merupakan
tempat untuk beristirahat setelah bertugas memenuhi kebutuhan
sehari-hari (Suharmadi, 1985). Rumah yang dihuni banyak orang akan
menimbulkan akibat-akibat yang buruk pada kesehatan dan akan
merupakan sumber yang potensial terhadap penyakit-penyakit infeksi.
Disamping itu juga akan menuntut fasilitas sanitasi dan penyediaan udara
yang lebih banyak. Sebaliknya rumah yang kecil bisa dianggap rumah yang
baik dan memenuhi persyaratan –persyaratan kesehatan (Lubis, 1985).
3. Keramik
Keramik merupakan salah satu kerajinan yang populer di Indonesia.
Keramik sudah dikenal sejak zaman prasejarah, yakni dengan ditemukannya
tanah liat yang dapat dibentuk dengan cara menjemurnya di bawah sinar
matahari. Sedangkan untuk pembakaran keramik tersebut ditemukan secara
kebetulan, maka lahirlah seni tembikar. Setelah berabad-abad, teknik
pembuatan tanah liat dan pekerjaan memperhalus bentuk berkembang, dari
barang earthenware sampai ke stoneware yang lebih tahan air bila dibakar.
Penemuan dan perkembangan pelapis merupakan kemajuan pokok yang lain,
tidak saja membubuhi lapisan untuk memperjelas hiasan dan mempertajam
logam, yang menghasilkan bermacammacam warna dan tekstur lapisan
(Battie, 1996: 8).
Bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan senyawa
unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic maupun kovalen.
Keramik pada umumnya mempunyai struktur kristalin dan sedikit electron
bebasnya. Susunan kimia keramik sangat bermacam-macam yang terdiri dari
senyawa yang sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir
semua keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur elektropositif dan
elektronegatif. Keramik memiliki sifat-sifat antara lain mudah pecah dan
getas. Kekuatan dan ikatan keramik menyebabkan tingginya titik lebur, tahan
korosi, rendahnya konduktivitas termal, dan tingginya kekuatan kompresif
dari material tersebut. Secara umum keramik mempunyai senyawa-senyawa
kimia antara lain: SiO2, Al2O3, CaO, Na2O, TiC, UO2, PbS, MgSiO3, dan