• Tidak ada hasil yang ditemukan

The Risk Factors for Under Nutritional Status in Childbearing Age of Woman in Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "The Risk Factors for Under Nutritional Status in Childbearing Age of Woman in Bogor"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

ZULAIKHAH

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Faktor Risiko Status Gizi Kurangpada Wanita Usia Subur di Bogor”adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Zulaikhah

(3)

ZULAIKHAH. The Risk Factors for Under Nutritional Status in Childbearing Age of Woman in Bogor. Under supervision of SITI MADANIJAH, DODIK BRIAWAN and NURI ANDARWULAN.

The aim of this study was to analyze the risk factors for under nutritional status of childbearing age. The design was cross-sectional study, and samples were 200 childbearing age of women in Bogor. Of these childbearing ages, a sub sample of 45 women was collected for blood analysis i.e. Haemoglobin, ferritin, serum folic acid, serum vitamin A. Data were collected on socio-economic status and other demographic parameters. Dietary intake of macro and micronutrients was collected with 2-day 24-hour dietary recall method. The Chi-square (X2) and logistic regression analysis were applied for the hypotheses testing. The results show that the highest percentage of childbearing age of woman had deficit of energy (71.5%), protein (56.5%), iron (70.0%), vitamin A (62.5%) and vitamin C (88.0%). As amount 14.0% of women were founded to be underweight and also 12.5% of women had low of mid upper arm circumference (MUAC). Chi-square test showed that education level of respondents was significant related with BMI (p=0,017), in the other hands, %RDA of energy was significant related with MUAC (p=0,009). The risk factor of underweight was education level (OR=2.569; 95% CI: 1.045-6.315) (p=0.04); and risk factor of chronic energy deficient (MUAC <23.0) was %RDA of energy (<80%) (OR=0.263; 95% CI: 0.075-0.916) (p=0.03). About 11.1%; 13.3%; 4.0% and 64.4% childbearing age women were anemia, iron depletion, iron deficient anemia and vitamin A deficient, respectively, but no women were deficient of folic acid. Chi-square test showed that there were no variables significantly related with anemia and iron deficient (p>0.05), %RDA of vitamin A was significant related with vitamin A status (p=0.005). The risk factor of vitamin A status was %RDA of vitamin A (<77%) (OR=0.136; 95% CI: 0.029-0.635) (p=0.01).

(4)

ZULAIKHAH. Faktor Risiko Status Gizi Kurang pada Wanita Usia Subur di Bogor. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH, DODIK BRIAWAN dan NURI ANDARWULAN.

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak di dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa dan masa usia lanjut. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya. Kualitas hidup seseorang pada masa dewasa merupakan hasil dari investasi sejak masa dini kehidupannya. Pentingnya memantau status gizi perlu dilakukan ibu/calon ibu sejak awal kehamilan. Kondisi status gizi yang tidak normal tanpa penanggulangan akan memberikan konsekuensi yang besar saat kehamilan dan melahirkan, bukan hanya kesakitan ibu dan anak, tetapi kematian ibu dan anak.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis keragaan status gizi berdasarkan pengukuran antrophometri (IMT, LILA) dan biokimia (status Hb, ferritin, asam folat, dan status vitamin A); (2) Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi berdasarkan pengukuran antrophometri (IMT, LILA) dan biokimia (status Hb, ferritin, asam folat, dan status vitamin A); (3) Menganalisis faktor-faktor risiko status gizi status gizi berdasarkan pengukuran antrophometri (IMT, LILA); dan (5) Menganalisis faktor-faktor risiko status gizi berdasarkan biokimia (status Hb, ferritin, asam folat, dan status vitamin A)

Disain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengambilan data hanya dilakukan pada satu kali waktu saja. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bogor yang meliputi 6 kecamatan. Data diambil dari bulan Nopember 2010 – Februari 2011. Sebanyak 200 orang WUS (wanita usia subur) yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan ini yang dipilih berdsarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan yaitu, adalah kelompok wanita usia subur yang sudah menikah dan sedang mempersiapkan kehamilan, berusia antara 20-40 tahun, berbadan sehat dan/atau tidak mempunyai komplikasi penyakit lainnya, dan bersedia mengikuti kegiatan. Selain itu, juga dilakukan sub-sampel sebanyak 45 untuk melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), ferritin, serum asam folat, dan serum retinol dengan menggunakan jasa Laboratorium PRODIA – Bogor. Data dianalisis secara dskriptif, melakukan ujichi square, dan regresi logistik.

(5)

pendapatan perkapita perbulannya di bawah dari UMR Kota Bogor (< Rp 971.200,-) dengan kata lain termasuk kategori kurang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi aktual rata-rata responden WUS masih dibawah angka yang seharusnya. Rata-rata konsumsi energi sebesar 1.435 kkal/kap/hr (77,4% AKE); protein 47 gram (93,3% AKP); zat besi 25 mg (95,0% AKFe); Vitamin A 445 RE (89,0% AKVitA) dan rata-rata konsumsi vitamin C sebesar 28 mg (37,0% AKVitC). Secara keseluruhan menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengalami defisit energi (71,5%) dan protein (56,5%), sebanyak 70,0% responden termasuk ke dalam defisit zat besi, 62,5% defisit vitamin A, dan 88,0% defisit vitamin C.

Pada penelitian ini, diketahui bahwa dari 4,4% responden yang merokok, satu diantaranya merokok dengan frekuensi 4 kali/hari dan lainnya merokok dengan frekuensi 1 kali/hari. Ada sebanyak 77,5% responden satu bulan sebelum diambil data menderita penyakit penyakit infeksi.

Kondisi status gizi berdasarkan atropometri menunjukkan bahwa ada sebanyak 14,0% responden yang mengalami gizi kurang dengan IMT < 18,5 dan ada sekitar 12,5% responden yang mempunyai ukuran LILA kurang dari 23,5 cm. Hal ini berarti ada sebanyak 12,5% responden WUS yang mempunyai risiko KEK. Hasil uji Chi-Square (X²) menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden berhubungan dengan dengan IMT (p=0,017), dan tingkat konsumsi energi diketahui berhubungan signifikan dengan LILA (p=0,009).

Kondisi status gizi berdasarkan pengukuran secara biokimia menunjukkan bahwa ada sebanyak 11,1% responden WUS mengalami anemia, sebanyak 13,3% mengalami defisien besi, 64,4% defisien vitamin A dan semua responden WUS mempunyai status folat dengan kategori normal. Hasil uji Chi-Square (X²) menunjukkan bahwa tidak ada satu variabel yang berhubungan dengan status Hb dan status feritin (p>0,05), namun tingkat konsumsi vitamin A diketahui berhubungan signifikan dengan status vitamin A (p=0,005). Pada penelitian ini asam folat tidak dapat diuji karena data tidak beragam, yakni seluruh responden (100,0%) tidak mengalami defisiensi asam folat.

Hasil uji regresi logistik yang menganalisis pengaruh variabel langsung (tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, infeksi) dan variabel tidak langsung (merokok, karakteristik keluarga, karakteristik suami, dan karakteristik responden) terhadap status gizi makro (IMT dan LILA) menunjukkan bahwa bahwa tingkat pendidikan responden secara tidak langsung berpengaruh terhadap IMT (OR=2,569; 95% CI: 1,045-6,315) (p=0,04); dan pengaruh yang signifikan antara tingkat konsumsi energi (TKE<80%) dengan LILA (OR=0,263; 95% CI: 0,075-0,916) (p=0,03). Selain itu, tingkat konsumsi protein (TKP <70%) juga menjadi faktor risiko terhadap status LILA yaitu dengan OR=0,295; 95% CI: 0,088-0,983 (p=0,05).

(6)
(7)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber :

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan untuk kepentingan yang wajar IPB

(8)

ZULAIKHAH

Tesis

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Gizi Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Nama : Zulaikhah

NIM : I151080081

Program Studi : Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Ketua

Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi GMK Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

drh. M. Rizal M Damanik, MRepSc, PhD DR. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(10)

Sujud syukur sepantasnya penulis haturkan pada Allah SWT atas ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Setelah melalui proses yang cukup panjang, Alhamdulillah, Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: “Analisis Faktor Risiko Status Gizi Kurang pada Wanita Usia Subur di Bogor”. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian kerjasama antara SEAFAST Center IPB dan PT Sari Husada dengan judul “Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Wanita Usia Subur, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Wilayah Bogor”

Tesis ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.Ir. Siti Madanijah MS, Dr.Ir. Dodik Briawan, MCN, dan Dr.Ir. Nuri Andarwulan, MSi selaku pembimbing yang dengan semangat dan penuh kesabaran dalam membimbing, memotivasi, menegur yang memang sangat penulis butuhkan semenjak penulisan proposal hingga selesainya tesis ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan ke Dr.Ir. Budi Setiawan, MS sebagai penguji serta banyak memberi masukan dan kritik atas kurang cermatnya penulis.

Ungkapan terima kasih disampaikan pula pada pemerintah Kota Bogor, seluruh staf Kecamatan di Kota Bogor, para Lurah dan kader Posyandu atas izin dan bantuan selama berlangsungnya kegiatan pengambilan data di lapang. Selain itu, kepada rekan-rekan enumerator dan asisten peneliti lainnya Sanaiskara dan Mawi. Selain itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada SEAFAST Center yang telah memberikan beasiswa sehingga penulis mempunyai kesempatan dapat melanjutkan sekolah di Pascasarjana IPB.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada keluarga besar yaitu mamak, bapak, ibu mertua (Alm), bapak mertua, kakak, adik, ponakan yang selalu memberi semangat, dan do’a yang tiada hentinya supaya tesis ini dapat terselesaikan. Ucapan yang sama penulis haturkan kepada suami tercinta yang sangat sabar membimbing, memotivasi, mendo’akan dan bahkan kadang memarahi penulis supaya tesis ini dapat selesai; kebahagiaan dan semangat lain hadir dengan adanyaananda “Jalaluddin Muhammad Zaenuri”dengan wajah dan celoteh lucunya.

Semoga Allah SWT memberi balasan yang berlipat atas semua kebaikan dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga tesis dapat bermanfaat bagi para pembaca.

(11)
(12)

ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR... xii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Wanita Usia Subur ... 5

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi ... 6

Status Gizi dan Masalah Gizi ... 11

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi ... 16

Faktor Risiko Status Gizi ... 21

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 23

METODE PENELITIAN ... 25

Disain, Tempat dan Waktu... 25

Cara Pengambilan Contoh... 25

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 27

Pengolahan dan Analisis Data ... 28

Definisi Operasional ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

Gambaran Lokasi Penelitian ... 35

Karakteristik Responden ... 36

Karakteristik Rumahtangga ... 39

Kebiasaan Merokok ... 44

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi ... 46

Penyakit Infeksi ... 51

Keragaan Status Gizi yang Diukur Secara Atropometri ... 52

Keragaan Status Gizi yang Diukur Secara Biokimia ... 54

Hubungan Antar Variabel ... 58

Faktor Risiko Status Gizi Pada Wanita Usia Subur (WUS) ... 74

KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

Kesimpulan ... 83

Saran ... 84

(13)

x Halaman

1 Angka Kecukupan Gizi pada wanita ... 10

2 Jenis data dan cara pengumpulan ... 27

3 Klasifikasi variabel penelitian ... 30

4 Distribusi responden berdasarkan usia ... 36

5 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan ... 37

6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ... 38

7 Distribusi responden berdasarkan usia suami ... 39

8 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami ... 40

9 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan suami ... 41

10 Distribusi responden berdasarkan besar anggota rumahtangga ... 42

11 Distribusi responden berdasarkan pendapatan rumahtangga ... 43

12 Jenis dan jumlah konsumsi pangan responden ... 46

13 Distribusi responden berdasarkan densitas protein ... 47

14 Distribusi responden berdasarkan densitas zat gizi ... 48

15 Rata-rata konsumsi energi dan zat gizi ... 49

16 Distribusi responden berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein .. 49

17 Tingkat konsumsi zat besi, vitamin A, dan vitamin C ... 50

18 Distribusi responden berdasarkan penyakit infeksi ... 51

19 Distribusi responden berdasarkan jenis penyakit/infeksi ... 52

20 Distribusi responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 53

21 Distribusi responden berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA) ... 54

22 Distribusi responden berdasarkan status besi ... 55

23 Distribusi responden berdasarkan status Vitamin A ... 57

24 Distribusi responden berdasarkan defisien multi gizi mikro ... 58

25 Hubungan antara variabel-variabel tidak langsung dan langsung dengan IMT ... 60

26 Hubungan antara variabel-variabel tidak langsung dan langsung dengan LILA ... 62

(14)

xi

29 Hubungan antara anemia dengan defisiensi besi ... 68

30 Hubungan status asam folat dengan anemia ... 69

31 Hubungan status asam folat dengan defisiensi besi ... 69

32 Hubungan antara variabel-variabel tidak langsung dan langsung dengan vitamin A ... 71

33 Hubungan antara status vitamin A dengan anemia ... 73

34 Hubungan antara status vitamin A dengan defisiensi besi ... 74

35 Faktor-faktor yang mempengaruhi IMT ... 77

36 Faktor-faktor yang mempengaruhi LILA ... 78

37 Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia ... 77

(15)
(16)

Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap individu sejak di dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja, dewasa dan masa usia lanjut. Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya. Saat ini Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Kondisi status gizi dihasilkan dari konsumsi pangan seseorang dalam jumlah yang cukup, kurang atau berlebih.

Kualitas hidup seseorang pada masa dewasa merupakan hasil dari investasi sejak masa dini kehidupannya. Artinya status gizi seorang dewasa biasanya merupakan hasil akhir dari pertumbuhannya selama masih di dalam kandungan, masa bayi dan kanak-kanak, kemudian masa puber/remaja. Efek sisa yang akumulatif dari setiap pertumbuhan dan perkembangan pada setiap tahapan tumbuh kembang akan menghasilkan seorang remaja atau dewasa yang pendek (Achadi 2007).

Pentingnya memantau status gizi perlu dilakukan ibu/calon ibu sejak awal kehamilan. Ibu/calon ibu yang memasuki awal kehamilan dengan status gizi rendah (Indeks Massa Tubuh (IMT< 18,5 kg/m²) berisiko melahirkan bayi dengan ukuran kecil. Apabila status gizi rendah ini terus berlangsung hingga melahirkan (yang ditandai dengan pertambahan berat badan < 9 kg) maka ibu berisiko melahirkan bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Di sisi lain, ibu dengan IMT≥ 25 kg/m² berisiko melahirkan bayi dengan NTD (Neural Tube Defects), selain itu ibu yang obesitas berisiko mengalami Diabetes Mellitus, hipertensi, preeklamsia, dan juga risiko melahirkan bayi caesar.

(17)

19-45 tahun adalah 13,6%, dimana prevalensi di wilayah pedesaan lebih tinggi (14,1%) dibanding perkotaan (13,0%) (Departemen Kesehatan 2008).

Kondisi status gizi yang tidak normal tanpa penanggulangan akan memberikan konsekuensi yang besar saat kehamilan dan melahirkan, bukan hanya kesakitan ibu dan anak, tetapi kematian ibu dan anak. Berdasarkan Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Millennium di Indonesia Tahun 2010, persentase perempuan usia subur yang mengalami kurang energi kronis masih cukup tinggi yaitu mencapai 13,6% dan 15-20% ibu hamil berisiko mengalami komplikasi selama kehamilan, dengan angka kematian ibu (AKI) yakni 228 per 100.000 kelahiran hidup. Hal tersebut masih jauh dibandingkan target AKI pada tahun 2015 yakni 102 per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, angka kematian bayi (AKB) yang telah dicapai yakni 44 per 1000 kelahiran hidup, angka tersebut ternyata masih jauh dari target AKB tahun 2015 yakni 32 per 1000 kelahiran hidup (BAPPENAS 2010).

Selain masalah kurang gizi makro, masalah kurang gizi mikro juga banyak dialami oleh kelompok wanita usia subur. Masalah gizi mikro yang banyak dan umum terjadi adalah anemia gizi besi. Menurut Isniati (2007), berdasarkan data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi anemia gizi di Indonesia pada kelompok usia 19-45 tahun sebanyak 39,5%. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi anemia wanita dewasa (>15 tahun) sebesar 19,7% (Departemen Kesehatan RI 2008).

Penyebab utama terjadi anemia terutama di negara-negara yang sedang berkembang adalah penyerapan zat besi dan cadangan besi dalam tubuh (feritin). Berdasarkan studi Ani et al. (2010), menunjukkan bahwa ada sebanyak 47,1% wanita pasangan pengantin baru di wilayah Bali mengalami defisiensi besi (feritin< 20 µg/dL).

(18)

khususnya pada kelompok WUS. Studi yang dilakukan Khan et al. (2010) pada ibu hamil menunjukkan ada sebanyak 20% yang mengalami defisiensi asam folat.

Beragam konsekuensi yang ditimbulkan akibat kekurangan gizi ditunjukkan bahwa ibu hamil yang mengalami KEK dan anemia mempunyai risiko melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 5 kali lebih besar dibandingkan ibu hamil yang tidak KEK. Sedangkan konsekuensi lain akibat kekurangan folat adalah menimbulkan kecacatan pada tabung syaraf (Neural Tube Defects) NTDs pada bayi, yaitu spina bifida (kelainan pada tulang belakang) dananencephaly(kelainan dimana otak tidak terbentuk).

Menurut studi yang dilakukan Rice, West dan Black (1998), estimasi risiko relatif (RR) yang berhubungan dengan kekurangan vitamin A pada anak-anak adalah1,86 (95% CI: 1,32–2,59) meninggal karena campak, 2,15 (95% CI: 1,83–2,58) meninggal karena diare, 1,78 (95% CI: 1,43–2,19) meninggal karena malaria, 1,13 (95% CI: 1,01–1,32) meninggal karena penyakit infeksi. Sedangkan RR pada ibu hamil adalah 4,51 (95% CI: 2,91–6,94) semua penyebab menimbulkan kematian pada ibu hamil.

(19)

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor risiko status gizi kurang pada wanita usia subur (WUS) di wilayah Kota Bogor

Tujuan Khusus

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis keragaan status gizi berdasarkan pengukuran antropometri (IMT, LILA) dan biokimia (status Hb, feritin, asam folat, dan status vitamin A)

2. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi berdasarkan pengukuran antropometri (IMT, LILA) dan biokimia (status Hb, feritin, asam folat, dan status vitamin A)

3. Menganalisis faktor-faktor risiko status gizi status gizi berdasarkan pengukuran antropometri (IMT, LILA)

4. Menganalisis faktor-faktor risiko status gizi berdasarkan biokimia (status Hb, feritin, asam folat, dan status vitamin A)

Manfaat Penelitian

(20)

Wanita Usia Subur

Wanita usia subur usia 20-40 tahun tergolong wanita dewasa awal(young adulthood. Seorang wanita dewasa awal selain mengalami perubahan fisik dan fisiologis juga mengalami perubahan psikologis yang cukup besar. Seorang wanita dewasa awal termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik(physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial(social role trantition).

Usia dewasa merupakan masa/periode terpanjang dalam siklus kehidupan yang ditandai dengan masa pencapaian keberhasilan kerja, kemapanan dalam gaya hidup, sikap dan nilai kehidupan yang akan diwariskan kepada anak-anak, dan tugas sosial dalam aktualisasi diri (Pritasari 2006). Usia dewasa juga merupakan usia yang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup, dengan kata lain orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan berusah untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya. Orang dewasa sudah memiliki identitas yang jelas dan kepribadian yang mantap.

Kemantapan jiwa orang dewasa memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang sudah dipilihnya, baik sistem nilai yang berasumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini maka sikap keberagaman seorang diusia dewasa sulit untuk diubah, jikapun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan pada pola pemikiran dan pertimbangan yang matang.

(21)

kesehatan yang prima sehingga dalam melakukan berbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik, cepat, dan proaktif.

Namun kenyataannya tidak sedikit masalah gizi dan kesehatan yang terjadi pada kelompok ini. Kekurangan dan kelebihan gizi menjadi masalah ganda yang terjadi saat ini. Tingkat kesehatan dan status gizi yang baik pada wanita yang sedang mempersiapkan kehamilan akan menjadi penentu kualitas kesehatan bagi anak-anaknya. Kurang gizi akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan kecerdasan, menurunkan produktivitas, meningkatkan kesakitan dan kematian (Azwar 2004). Status gizi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Di tingkat rumah tangga, status gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan yang cukup baik kuantitas maupun kualitasnya, asuhan gizi ibu dan anak dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan perilaku serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga.

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) mempengaruhi peningkatan dari status gizi masyarakatnya. Status gizi merupakan salah satu faktor penyebab dari kualitas hidup manusia. Perbaikan gizi merupakan syarat utama dalam perbaikan kesehatan ibu hamil, menurunkan angka kematian bayi dan balita. Oleh karenanya, wanita usia subur mempunyai peluang dalam rangka memutus rantai masalah gizi.

Konsumsi Pangan dan Asupan Zat Gizi

(22)

Banyak metode yang digunakan untuk mengukur konsumsi pangan, diantaranya adalah dengan menggunakan food recalls 2x24 jam, yang dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah makanan serta minuman yang telah dikonsumsi selama 2x24 jam yang lalu (Achadi 2007). Kelebihan food recall adalah mudah dan pencatatan cepat, murah, mendapatkan informasi secara detail tentang jenis bahkan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi, beban responden rendah, recall secara beberapa kali dapat digunakan untuk memperkirakan asupan zat gizi tingkat individu dan biasanya bias dilakukan 2 atau 3 kali, lebih objektif, tidak mengubah kebiasaan diet. Keterbatasan food recall adalah bergantung pada ingatan, kadang mengabaikan saus atau minuman ringan yang menyebabkan rendahnya asupan energi, kadang terjadi under/over reporting, recall 1x24 jam tidak dapat mencerminkan secara representative kebiasaan asupan individu.

Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harperet al.(1986), faktor-faktor yang sangat mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah produksi dan ketersediaan pangan. Untuk tingkat konsumsi, lebih banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas harus dapat terpenuhi.

Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energi dan protein, pada tahap awal akan meyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat menyebabkan kematian (Achadi 2007).

(23)

maka akan timbul ketidakseimbangan antara masukan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang (Azwar 2002).

Wanita usia subur dengan usia 20-40 tahun merupakan dewasa awal. Umumnya setelah mencapai usia dewasa awal, pada wanita telah terbentukeating habitsdanbody weightyang ideal. Namun banyak yang menjadi sulit mengontrol berat badan ideal dan kebiasaan makan yang baik, hal ini disebabkan karena perilaku hidup yang tidak sehat dan kebiasaan makan yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan gizi yang dianjurkan. Kondisi seperti ini yang menimbulkan masalah di kalangan wanita dewasa awal, terutama dengan berat badan. Dimana untuk menjaga berat badan dan penampilan, mereka membatasi diet mereka sehingga banyak yang mengalami masalah kekurangan zat gizi tertentu.

Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk umur > 10 tahun adalah 93,6%. Secara nasional, prevalensi makanan berisiko yang paling banyak dikonsumsi oleh penduduk umur > 10 tahun adalah penyedap (77,8%), manis (68,1%), dan kafein (36,5%) (Depkes 2008).

Konsumsi Pangan Sumber Energi

Pangan sumber energi yang paling murah adalah karbohidrat dibandingkan lemak dan protein. Kebutuhan karbohidrat menurut anjuran WHO (1995) adalah 55-75% dari total konsumsi energi. Pangan sumber karbohidrat utama berasal dari kelompok padi-padian dan umbi-umbian. Sedangkan pangan sumber energi lainnya seperti lemak hanya dibutuhkan sekitar 15-30% dari total kebutuhan energi. Pangan sumber lemak adalah minyak nabati seperti minyak kelapa sawit, kacang-kacangan, margarin, susu, keju dan lainnya.

(24)

Konsumsi Vitamin dan Mineral

Vitamin merupakan zat organik yang umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh. Vitamin berperan sebagai katalisator organik, mengatur proses metabolisme dan fungsi normal tubuh. Di dalam tubuh, vitamin mempunyai peran utama sebagai zat pengatur dan pembangun bersama zat gizi lain melalui pembentukan enzim, antibodi dan hormon. Masing-masing vitamin mempunyai peranan khusus yang tidak bisa digantikan oleh vitamin atau zat gizi lainnya.

Vitamin A merupakan vitamin larut lemak dan tahan terhadap panas cahaya tetapi tidak tahan terhadap asam dan oksidasi. Vitamin A berfungsi sebagai penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan, diferensiasi sel, reproduksi dan kekebalan tubuh. Pangan sumber vitamin A dapat berasal dari bahan pangan nabati seperti hati, kuning telur, susu, dan dari pangan nabati seperti sayuran daun berwarna hijau, dan kuning. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan pada mata, perubahan pada kulit, infeksi, dan gangguan pertumbuhan.

Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang diperlukan oleh tubuh dan berfungsi untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh. Vitamin ini mudah larut dalam air sehingga bila vitamin yang dikonsumsi melebihi yang dibutuhkan, maka akan dibuang melalui urine. Dosis rata-rata dibutuhkan bagi orang dewasa adalah 60-90 mg/hari dan batas maksimum yang diizinkan untuk mengkonsumsi vitamin C adalah 1000 mg/hari. Kekurangan vitamin ini dapat menyebabkan gusi berdarah, sariawan, nyeri otot atau gangguan syaraf. Makanan yang mengandung vitamin C umumnya adalah buah-buahan dan sayuran.

(25)

Berbagai macam jenis vitamin dan mineral seperti vitamin A, vitamin C, asam folat dan zinc, serta berbagai macam jenis protein hewani mampu membantu proses penyerapan zat besi dalam tubuh. Beberapa jenis makanan sumber zat besi dibedakan menjadi 2 macam, yaitu berasal dari hewan (hewani) dan berasal dari sayur dan buah-buahan (nabati). Untuk produk hewani, sumber zat besi yang baik yaitu daging merah, daging unggas, hati (ayam/sapi), telur, ikan tuna, sarden serta jenis kerang-kerangan. Sedangkan untuk sumber zat besi yang berasal dari sayuran dan buah-buahan antara lain bayam, brokoli, tahu, dan kedelai.

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) atauRecomended Dietary Allowaness (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Berikut ini adalah AKG untuk kelompok umur wanita dewasa awal (20-40 tahun) menurut Widya Karya Pangan dan Gizi tahun 2004.

Tabel 1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada wanita

Zat gizi Wanita

19-29 tahun 30-49 tahun Energi (Kkal)

Protein (g) Vit A (RE) Vit D (µg) Vit E (mg) AsamFolat (µg) Besi (mg) Seng (mg) Selenium(µg)

1900 50 500

5 15 400

26 9,3 30

1800 50 500

5 15 400

(26)

Status Gizi dan Masalah Gizi

Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi. Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan sering luput dari pengamatan biasa. Tidaklah mudah untuk mengetahui seorang ibu hamil yang menderita kekurangan zat gizi besi (anemia), atau seorang bayi yang terganggu pertumbuhannya atau seorang anak sekolah yang lemah tidak mampu mengikuti proses belajar karena kekurangan zat gizi tertentu seperti iodium atau zat besi.

Masalah gizi dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, bahkan masalah gizi pada suatu kelompok umur tertentu akan mempengaruhi pada status gizi pada periode siklus kehidupan berikutnya. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan. Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah.

Kekurangan gizi biasanya terjadi secara tersembunyi dan sering luput dari pengamatan biasa. Tidaklah mudah untuk mengetahui seorang ibu hamil yang menderita kekurangan zat gizi besi (anemia), atau seorang bayi yang terganggu pertumbuhannya atau seorang anak sekolah yang lemah tidak mampu mengikuti proses belajar karena kekurangan zat gizi tertentu seperti iodium atau zat besi.

(27)

Gambar 1 Alur perjalanan status gizi wanita usia subur sebagai calon ibu (Achadi 2007 diadapsi dari ACC/SCN 2002)

Masalah Gizi Makro

Kurang Energi Kronis.Di Indonesia, ada sekitar 12-22% wanita usia 15-49 tahun yang mengalami KEK. Prevalensi KEK lebih tinggi pada wanita yang lebih muda dibandingkan pada wanita lebih tua (Atmarita 2005). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, mengungkapkan bahwa prevalensi KEK scara nasional pada wanita usia 19-45 tahun adalah 13,6%, dimana prevalensi di wilayah pedesaan lebih tinggi (14,1%) dibanding perkotaan (13,0%) (Departemen Kesehatan 2008).

Menurut Azwar (2004), di Indonesia ada sekitar sepertiga remaja dan WUS menderita anemia gizi besi dan berlanjut pada masa kehamilan. Kekurangan Energi Kronis (KEK) dijumpai pada WUS usia 15-49 tahun yang ditandai dengan proporsi LILA < 23,5 cm, sebesar 24,9% pada tahun 1999 dan menurun menjadi 16,7% pada tahun 2003. Pada umumnya proporsi WUS dengan risiko KEK cukup tinggi pada usia muda (15-19 tahun), dan menurun pada kelompok umur lebih tua, kondisi ini memprihatinkan mengingat WUS dengan risiko KEK cenderung melahirkan bayi BBLR yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan pada anak usia balita. Menurut Achadi (2007), secara spesifik KEK disebabkan akibat dari ketidakseimbangan antara asupan untuk pemenuhan kebutuhan dan pengeluaran energi. Beberapa hal yang terkait dengan status gizi ibu adalah distribusi pangan yang tidak merata dalam rumahtangga.

- Infeksi berulang - Intik kurang

Janin tumbuh terhambat

BBLR, balita kurang gizi

Puber, remaja kurang gizi

Dewasa kurang gizi - Infeksi: malaria,

kecacingan - Intik kurang - Hamil usia dini

- Intik kurang

- Jarak kehamilan pendek - Anak terlalu banyak

Ibu hamil - Infeksi berulang

- Intik kurang

(28)

Di Uganda pada tahun 2006 ada sebanyak 12% wanita usia subur (usia 15-49 tahun) mengalami KEK. Prevalensi KEK di wilayah ini mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, paling tinggi KEK terjadi pada wanita usia 35 tahun dan lebih. Selain masalah KEK, kejadian obesitas juga banyak terjadi pada wanita usia subur. Pada tahun 2006, prevalensi obesitas adalah 17% lebih tinggi dibandingkan prevalensi KEK pada wanita usia subur (Food and Nutrition Technical Assistance II Project (Fanta-II) 2010).

Kegemukan/Obesitas. Selain masalah KEK, kegemukan juga banyak terjadi pada kelompok usia WUS. Kegemukan dan obesitas merupakan salah satu faktor risiko timbulnya penyakit degeneratif sebagai akibat dari perubahan gaya hidup, perubahan pola makan ke arah tinggi karbohidrat, lemak dan garam serta rendah serat serta rendahnya aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari.

Kejadian overweight dan obesitas tidak hanya terjadi pada kelompok wanita dewasa, namun sudah banyak menimpa kelompok anak usia sekolah. Survey dilakukan di 36 negara di Eropa, dimana prevalensi overweight dan obesitas antara 5-30% pada anak usia 11 tahun. Dari hasil survey ini menunjukkan bahwa laki-laki mempunyai prevalensi lebih tinggi (15%) dibanding perempuan (10%) yang hampir disemua negara pada semua umur. Kecuali pada usia 11 tahun di Denmark, Perancis, Netherland dan Inggris dan usia 13 tahun di Irlandia menunjukkan bahwa perempuan mempunyai prevalensi overweight dan obesitas lebih tinggi dibanding pada laki-laki (WHO 2009).

(29)

Masalah Gizi Mikro

Anemia Gizi Besi. Zat besi adalah salah satu unsur penting dalam proses pembentukan sel darah merah. Zat besi secara alamiah diperoleh dari makanan. Kekurangan zat besi dalam makanan sehari-hari secara berkelanjutan dapat menimbulkan penyakit anemia gizi. Tanda-tanda anemia gizi besi (AGB) antara lain: pucat, lemah lesu, pusing dan penglihatan sering berkunang-kunang.

Besi dalam darah berada dalam bentuk hemoglobin yang terdapat di dalam butir-butir darah merah (erythrocyte), dalam bentuk transferrin di dalam plasma darah dan dalam serum feritin. Meskipun tidak cukup banyak, feritin juga didapati di dalam butir-butir darah merah dan putih (leucocyte). Fungsi hemoglobin adalah pembawa oksigen untuk keperluan pembakaran di dalam sel tubuh. Kadar hemoglobin di dalam darah bergantung kepada umur, seks, nutrisi, kehamilan, laktasi, altitude dan kesehatan individu (Piliang dan Al Haj 2006).

Menurut Isniati (2007), berdasarkan data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 2004 menyatakan bahwa prevalensi anemia gizi di Indonesia pada kelompok usia 19-45 tahun sebanyak 39,5%. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) prevalensi anemia wanita dewasa (>15 tahun) sebesar 19,7% (Departemen Kesehatan RI 2008).

Di wilayah Uganda ada sebanyak 49% wanita usia subur mengalami anemia (Hb<12,0g/dL) (Fanta-II 2010). Di wilayah Mexico, menunjukkan angka rata-rata kadar Hb pada wanita tidak hamil (WUS) adalah 13,1 mg/dL dengan prevalensi anemia sebesar 20,8% dan rata-rata 11,9 mg/dL pada wanita hamil dengan prevalensi anemia 27,8%. Prevalensi anemia pada wanita tidak hamil menunjukkan angka yang lebih tinggi di wilayah perdesaan dibandingkan perkotaan (22,6% vs 20,0%) (Levy 2003).

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh National Food & Nutrition Centre (NFNC) tahun 2007 yang dilakukan pada 749 wanita. Dari hasil survei tersebut diperoleh bahwa 40% wanita yang di survei mengalami anemia. Prevalensi anemia lebih banyak pada wanita India (51%) dibandingkan pada wanita Fijian (33%).

(30)

yang berasal dari daging, ikan dan telur, namun konsumsi jenis pangan ini rendah pada masyarakat yang berpenghasilan rendah. Menurut Rolfes, Pinna, dan Whitney (2008) menyatakan bahwa jumlah zat besi yang diserap dari makanan hewani adalah sekitar 25%, sedangkan jumlah besi yang diserap dari biji-bijian dan kacang-kacangan hanya 17%.

Penyebab anemia tidak hanya karena defisiensi zat besi, tetapi juga terkait dengan rendahnya zat gizi mikro lainnya. Asam folat, vitamin A, vitamin C, dan vitamin B12 berperan di dalam metabolisme besi, eritropoiesis dan regulasi deposit zat besi. Untuk itu suplementasi zat besi saja akan lebih efektif jika ditambahkan zat gizi lainnya. Studi menunjukkan penambahan vitamin tersebut dapat memperbaiki status gizi secara keseluruhan (Ahmad et al. 2005; Dillon 2005).

Feritin. Cadangan zat besi yang tersimpan dalam tubuh tersedia dalam bentuk ikatan feritin dan hemosiderin. Kedua macam zat ini terkumpul dan tersebat di dalam jaringan tubuh tetapi sebagian besar disimpan di dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Kedua macam zat ini termasuk dalam golongan “non heme iron”. Bila tubuh mengalami defisiensi zat besi dan memerlukan zat besi untuk keperluan pembentukan hemoglobin dan keperluan lainnya di dalam tubuh, maka feritin dan hemosidiren akan selalu melepaskan besi cadangannya (Piliang dan Al Haj 2006).

Menurut Piliang dan Al Haj (2006), feritin yang terdapat di dalam darah berbeda kadarnya antara wanita dan pria. Kadar rata-rata feritin di dalam serum pria adalah 2-3 kali lebih banyak dibandingkan pada wanita. Pada orang yang telah dewasa kadar feritin mencapai nilai rata-rata 39 ng/ml untuk wanita dan 140 ng/ml untuk pria.

Studi yang dilakukan Aniet al.(2010), menunjukkan bahwa ada sebanyak 47,1% wanita pasangan pengantin baru di wilayah Bali mengalami defisiensi besi (feritin< 20 µg/dL). Ada sebanyak 51,9% wanita pasangan pengantin baru memiliki kadar feritin serum antara 20-99 µg/dL.

(31)

anencephaly (kelainan dimana otak tidak terbentuk). Dengan asupan asam folat yang cukup pada masa sebelum dan selama kehamilan yaitu sekitar 0,4 –0,8 mg per hari. Data mengenai angka prevalensi defisiensi asam folat di Indonesia belum ada. Studi yang dilakukan Khan (2010) pada ibu hamil menunjukkan ada sebanyak 20% yang mengalami defisiensi asam folat.

Vitamin A. Vitamin A merupakan zat gizi penting yang diperlukan untuk menjaga sistem imun tubuh, kesehatan mata, pertumbuhan dan kelangsungan hidup manusia. Kelompok anak-anak banyak menderita kekurangan vitamin A. Di Indonesia, sejak tahun 1970-1990 telah ada program pemberian kapsul vitamin A dengan dosis tinggi dua kali per tahun. Selama dua dekade, program tersebut sukses dan mampu menurunkan prevalensi kekurangan vitamin A (xeroptalmia). Namun demikian masih banyak anak usia <5tahun yang memiliki serum retinol ≤20µg/dl (Atmarita 2005).

Selain kelompok anak-anak, wanita usia subur juga masih rentan terhadap masalah kekurangan vitamin A. Komposisi intik makanan yang kurang beragam menjadi salah satu penyebab kekurangan zat gizi mikro. Kaitan kekurangan vitamin A pada kelompok wanita berhubungan dengan morbiditas dan produktivitas kerja.

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Tingkat Pendapatan

Menurut Berg (1986) bahwa keluarga miskin akan menggunakan 70%-80% pendapatannya untuk makanan dan apabila mereka memperolah tambahan pendapatan maka bagian terbesar dari pendapatan tersebut akan digunakan untuk membeli makanan. Faktor pendapatan memiliki peranan besar dalam persoalan gizi dan kebiasaan makan setempat. Semakin tinggi pendapatan, maka semakin bertambah peningkatan pengeluaran untuk pangan termasuk buah-buahan, sayuran dan jenis makanan lainnya. Penduduk miskin biasanya akan membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan dan penduduk kaya lebih sedikit.

(32)

anak balita. Bagaimana hubungan antara pendapatan dan status gizi tidak secara langsung, tetapi melalui variabel antara misalnya distribusi makanan dalam keluarga, kesehatan dan keadaan sanitasi, pengetahuan dan keterampilan orang tua, dan banyak faktor lainnya.

Girma dan Genebo (2002), mengungkapkan bahwa status ekonomi merupakan salah satu faktor deteminan status gizi pada wanita di Ethiopia. Dalam studinya menunjukkan bahwa wanita yang berada pada tingkat status ekonomi sangat miskin/miskin mempunyai risiko mengalami gizi kurang dibandingkan wanita yang berada pada tingkat status ekonomi sedang/tinggi.

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan akan mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan. Orang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah. Namun, apabila tingkat pendidikan umum yang lebih tinggi tanpa disertai dengan pengetahuan di bidang gizi terutama ibu, ternyata tidak berpengaruh terhadap pemilihan makanan untuk keluarga.

Pendidikan merupakan salah satu faktor determinan terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Ethiopia (Yimer et al. 2000; Genebo et al. 1999) menunjukkan bahwa terjadi penurunan insiden masalah gizi pada anak-anak dengan ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Penelitian Rahman dan Nasri (2009), menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan status gizi wanita. Hal ini dikarenakan wanita dengan pendidikan yang tinggi mampu mengambil keputusan dan memilih jenis pangan yang baik untuk dikonsumsi.

Besar Anggota Rumahtangga

(33)

pangan tingkat rumahtangga. Semakin besar jumlah anggota rumahtangga maka akan berpengaruh pada kemampuan penyediaan pangan dan meningkatkan daya saing ketika pangan terbatas.

Suhardjo (1989) mengatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.

Menurut penelitian Rajhans dan Sharma (2011) di India Tengah pada kelompok populasi dewasa tua, berdasarkan hasil uji Chi-square (X2) menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara besar keluarga dan asupan energi pada kelompok wanita tua. Namun koefisien korelasi menunjukkan negatif (r = -0,04; p>0,05) yang artinya terjadi penurunan asupan energi diikuti dengan bertambahnya anggota keluarga.

Jenis Pekerjaan

Menurut Kartasapoetra dan Masetyo (2003), jenis pekerjaan merupakan salah satu indikator besarnya pendapatan individu/keluarga. Diharapkan semakin besar pendapatan seseorang atau sebuah keluarga, maka konsumsi pangan akan menjadi lebih baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Girma dan Genebo (2002), dalam studinya menunjukkan bahwa wanita yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai risiko KEK dibandingkan wanita yang mempunyai pekerjaan. Hal ini karena, wanita yang mempunyai pekerjaan akan memiliki tambahan pendapatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan akses pangan dalam rumahtangga.

(34)

suami yang mempunyai pekerjaan professional mampu meningkatkan rata-rata konsumsi energi sebesar 300 kkal.

Kebiasaan Merokok

Indonesia merupakan konsumen rokok tertinggi yaitu kelima di dunia dengan jumlah rokok yang dikonsumsi (dibakar) pada tahun 2002 sebanyak 182 milyar batang rokok setiap tahunnya setelah Republik Rakyat China (1.697.291 milyar), Amerika Serikat (463.504 milyar), Rusia (375.000 milyar) dan Jepang (299.085 milyar). Laporan Susenas menunjukkan prevalensi perokok pasif di Indonesia sebesar 49%, yaitu 32% pada laki-laki dan 66% pada wanita. Pada kelompok umur 15 tahun ke atas prevalensi perokok pasif pada wanita sebesar 69-56%, sedangkan pada pria sebesar 51% pada umur 15-19 tahun dan terus menurun hingga 5% pada umur di atas 50 tahun. Pada wanita berstatus menikah prevalensi perokok pasif sebesar 70%, yang belum menikah sebesar 67%, dan yang cerai sebesar 41%.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar tahun 2007, menunjukkan bahwa persentase nasional merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 tahun adalah 23,7%. Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi merokok setiap hari pada penduduk umur > 10 Tahun diatas prevalensi nasional, yaitu salah satunya adalah Jawa Barat. Sedangkan perilaku minum alkohol menunjukkan adanya prevalensi selama 12 bulan terakhir adalah 4,6% (Depkes 2008).

Perokok pasif mempunyai risiko lebih besar untuk menderita kanker paru-paru dan penyakit jantung ishkemia. Sedangkan pada janin, bayi dan anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita kejadian berat badan lahir rendah, bronchitis dan pneumonia, infeksi rongga telinga dan asthma dibandingkan perokok aktif. Karena itu meskipun tidak aktif merokok, wanita dewasa sebagai perokok pasif membutuhkan suplementasi vitamin C atau antioksidan lain dalam menghindari risiko kanker dan penyakit jantung akibat asap rokok.

(35)

dalam masa kehamilan. Hasil studi tersebut adalah tidak terdapat pengaruh signifikan antara merokok dengan gangguan fungsi ovarium, tetapi keguguran lebih tinggi terjadi pada kelompok wanita hamil yang merokok (42,1%) dibandingkan wanita hamil yang tidak merokok (18,9%) (Pattinson, Taylor, dan Pattinson 1991).

Penyakit Infeksi

Infeksi merupakan kondisi masuk, tumbuh dan berkembangnya agent penyakit menular dalam tubuh manusia atau hewan. Infeksi tidak sama dengan penyakit menular karena akibatnya mungkin tidak kelihatan. Ada hubungan antara infeksi dengan kondisi status gizi (malnutrisi). Berdasarkan kerangka konsep UNICEF mengungkapkan bahwa penyakit infeksi merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya masalah gizi.

Menurut Supriasaet al. (2001), mengungkapkan bahwa umumnya infeksi lokal mendapat respon metabolik bagi penderita yang disertai dengan kekurangan gizi. Penyakit infeksi akan memberikan efek berupa gangguan pada tubuh sehingga dapat menyebabkan kekurangan gizi. Penyakit infeksi dapat menyebabkan kurang gizi sebaliknya kurang gizi juga dapat mempermudah terkena infeksi.

Menurut Depkes (2008), menyatakan bahwa anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami penurunan daya tahan tubuh, sehingga mudah untuk terserang penyakit infeksi. Disisi lain, anak yang terkena infeksi cenderung mengalami gizi buruk.

Beberapa jenis penyakit infeksi yang mungkin banyak terjadi pada anak-anak maupun pada kelompok usia lainnya seperti kelompok wanita usia subur adalah diare, ISPA, maupun Tuberkolosis paru (paru TB). Diare umumnya disebabkan oleh infeksi virus, parasit atau racun dari bakteri. Diare dapat juga merupakan gejala dari penyakit seperti disentri, kolera atau botulisme.

(36)

ini adalah batuk, pilek, nafas cepat dan atau kesulitan bernafas (Dina dan Maria 2003).

Faktor Risiko Status Gizi

Faktor risiko adalah karakteristik, tanda dan gejala pada individu yang secara statistik berhubungan dengan peningkatan insiden penyakit. Berdasarkan penelitian Pryer, Rogers, Rahman (2003), menyatakan bahwa wanita yang bekerja 15-23 hari per bulan adalah 2,3 kali mempunyai BMI tinggi (OR= 2,33; 95% CI:0,11-4,56). Studi lainnya menganalisis pengaruh merokok dan konsumsi kopi terhadap konsepsi melaporkan bahwa dari 1341 primigravida yang mengikuti kegiatan, wanita yang merokok memiliki kesuburan yang lebih rendah dibandingkan wanita yang tidak merokok dan tidak mengkonsumsi kopi (OR = 0,5-0,6) (Alderet, Eskenazi, dan Sholtz 1995).

Penelitian yang mengkaji pengaruh penyakit infeksi terhadap status gizi wanita usia subur memang belum ditemukan, tetapi pengaruh penyakit infeksi dengan hasil kelahiran sudah banyak dilaporkan, salah satunya hasil penelitian yang melaporkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan terhadap malaria dengan berat bayi lahir rendah (p < 0,001), OR=3,50; 95% CI: 4,57-40,0 (Shulman et al. 2002). Selain itu, studi lainnya mengenai gambaran penyebab kematian maternal di lima Rumah Sakit di Indonesia melaporkan bahwa perdarahan, preeklamsia, dan infeksi merupakan penyebab kematian yang paling banyak (Wiludjeng 2005).

Berdasarkan penelitian Assefa, Berhane, Worku (2012) menyatakan bahwa kejadian BBLR di Ethiopia mempunyai hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan keluarga (pendapatan) (OR=2,1;95% CI:1,42-3,05), LILA rendah (OR=1,6; 95% CI:1,119-2,19), pemeliharaan selama kehamilan (OR=1,6; 95% CI: 1,12-2,28), dan pengalaman ibu terhadap kekerasan selama kehamilan (OR=1,7; 95% CI: 1,12-2,48).

(37)

pengaruh suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada WUS melaporkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi anemia yaitu usia, jumlah kelahiran, pendidikan, pola haid, status perkawinan, pengetahuan gizi, status gizi, dan pola makan. Asupan asam folat dan vitamin C dilaporkan merupakan zat gizi dapat mempengaruhi Hb. Hal yang menarik pada penelitian ini adalah bahwa risiko anemia pada responden yang telah menikah 3,32 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang belum menikah. Responden yang berpendidikan rendah memiliki risiko anemia 2,05 kali lebih tinggi dibandingkan responden yang berpendidikan menengah dan tinggi. Hasil lainnya yang diperoleh pada penelitian tersebut adalah suplementasi TTD dapat meningkatkan kadar Hb, feritin, berat badan, dan IMT (Mulyawati 2003).

Menurut Rice, West dan Black (1998) mengungkapkan bahwa ada sebanyak 21,1% usia anak pra sekolah dan 5,6% ibu hamil mengalami kekurangan vitamin A. Estimasi risiko relatif (RR) yang berhubungan dengan kekurangan vitamin A pada anak-anak adalah 1,86 (95% CI: 1,32–2,59) meninggal karena campak, 2,15 (95% CI: 1,83–2,58) meninggal karena diare, 1,78 (95% CI: 1,43–

2,19) meninggal karena malaria, 1,13 (95% CI: 1,01–1,32) meninggal karena

penyakit infeksi. Sedangkan RR pada ibu adalah 4,51 (95% CI: 2,91–6,94) semua

(38)

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Berdasarkan kerangka konseptual status gizi yang telah disusun oleh UNICEF tahun 1997 menggambarkan bahwa faktor asupan gizi, pola asuh dan status kesehatan adalah merupakan faktor yang secara langsung berperan terhadap status gizi seseorang. Namun pada dasarnya lebih detail lagi masih banyak faktor tidak langsung yang sangat dominan berpengaruh, seperti ketersediaan pangan, karakteristik individu, ketersediaan sarana kesehatan, partisipasi masyarakat, lingkungan tempat tinggal dan faktor lainnya. Kerangka tersebut telah banyak dipergunakan sebagai dasar pemikiran di berbagai penelitian terkait masalah status gizi baik kurang gizi makro dan mikro.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah gizi pada wanita usia subur (WUS). Faktor karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, dan jenis pekerjaan), faktor lingkungan seperti karakteristik suami (jenis pekerjaan, tingkat dan tingkat pendidikan) dan karakteristik rumahtangga (besar rumahtangga, dan pendapatan rumahtangga) serta kebiasaan merokok merupakan faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi pada WUS.

(39)

Gambar 2 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko status gizi pada WUS

Hipotesis

Hipotesis faktor-faktor risiko status gizi pada wanita usia subur di Bogor:

H0: Usia contoh, tingkat pendidikan contoh, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan suami, jenis pekerjaan suami, besar anggota rumahtangga, pendapatan rumahtangga, penyakit infeksi, tingkat kecukupan gizi contoh secara individu atau bersama-sama tidak berpengaruh terhadap status gizi.

H1: Usia contoh, tingkat pendidikan contoh, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan suami, jenis pekerjaan suami, besar anggota rumahtangga, pendapatan rumahtangga, penyakit infeksi, tingkat kecukupan gizi contoh secara individu atau bersama-sama berpengaruh terhadap status gizi.

Penyebab Tidak Langsung :

Penyebab Langsung : Output :

Karakteristik Contoh: - Usia

- Jenis Pekerjaan - Tingkat Pendidikan

Karakteristik suami: - Usia

- Jenis Pekerjaan - Tingkat Pendidikan

Karakteristik Rumahtangga : - Besar Anggota

Rumahtangga - Pendapatan

Rumahtangga

Konsumsi Pangan dan Intik Zat Gizi: - Jenis dan Jumlah - Tingkat Kecukupan Zat

Gizi

- Densitas Zat Gizi

Kebiasaan Merokok: - Jenis

- Frekuensi

Penyakit Infeksi

Status Gizi secara antrophometri:

- IMT

- LILA

Status Gizi secara biokimia: - Status Besi

(40)

Disain, Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Disain penelitian ini adalahcross sectional study, yaitu pengambilan data hanya dilakukan pada satu kali waktu saja. Penelitian dilaksanakan di wilayah Kota Bogor yang meliputi 6 kecamatan. Data diambil dari bulan Nopember 2010 – Februari 2011. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian SEAFAST Center– LPPM IPB kerjasama dengan PT Sari Husada yang berjudul “Konsumsi Pangan dan Status Gizi pada Wanita Usia Subur, Ibu Hamil dan Ibu Menyusui di Wilayah Bogor”

Cara Pengambilan Contoh

Populasi adalah wanita usia subur yang tinggal di wilayah Kota Bogor. Jumlah contoh ditetapkan berdasarkan angka prevalensi kekurangan zat gizi mikro atau menderita anemia pada kelompok wanita usia subur yaitu ada sekitar 20% (Departemen Kesehatan 2008), dengan α=5% dan d=5,8%. Rumus yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel (Madiyonoet al.2008) :

n= Zα 2

PQ d2

keterangan: n = Jumlah sampel yang dibutuhkan P = Perkiraan prevalensi masalah gizi α = Tingkat kepercayaan 95%

d = Akurasi

(41)

secara antrophometri (IMT dan LILA). Berikut adalah bagan pengambilan sampel pada populasi WUS di Bogor.

Gambar 3 Cara pemilihan responden

Sub-sampel sebanyak 45 orang diambil untuk melakukan pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb), feritin, serum asam folat, dan serum retinol dengan menggunakan jasa Laboratorium PRODIA - Bogor. Sub-sampel dihitung dengan menggunakan rumus yang sama dengan pengambilan sampel di atas, namun pertimbangan yang digunakan adalah dengan mengacu pada besarnya prevalensi BBLR sebagai outcome akibat kekurangan gizi makro dan mikro pada WUS, yaitu sebesar 11,1% (Depkes 2008), dengan α=5% dan d=10%. Dari perhitungan ini diperoleh minimal sampel adalah 38 orang, untuk menghindari terjadinyadrop outmaka diambil sebanyak 45 orang. Sub-sampel akan digunakan untuk analisis faktor risiko status gizi yang diukur secara biokimia (Hb, feritin, asam folat dan vitamin A).

Stop Tidak

Wawancara dengan Kuesioner

Seleksi dengan kriteria inklusi: - Sehat

- Telah menikah (usia: 20-40 tahun) - Mempersiapkan kehamilan/tidak sedang menggunakan alat KB

Calon responden Populasi WUS

(42)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer meliputi karakteristik contoh, karakteristik suami contoh, karakteristik keluarga, konsumsi pangan contoh, kebiasaan merokok, status kesehatan dan status gizi contoh. Data dikumpulkan melalui wawancara langsung menggunakan kuesioner yang terstruktur, pengukuran langsung dan analisis laboratorium.

Data konsumsi pangan harian diperoleh dengan metodefood recalls2x24 jam yang dikumpulkan menggunakan kuesioner food recalls 2x24 jam. Metode food recalls 2x24 jam merupakan salah satu cara untuk mengukur konsumsi pangan harian seseorang. Metode ini dipilih karena dianggap mudah, dan murah namun mengandalkan ingatan yang baik pada responden. Menurut Gibson (2005), food recalls 2x24 jam dianggap lebih mampu menggambarkan konsumsi pangan dan zat gizi harian pada seseorang. Di Amerika Serikat, metodeRecalls 2x24 jam juga direkomendasikan untuk mengukur pola konsumsi pangan.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Data Cara Pengumpulan

1 Karakteristik contoh dan sumai (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan)

3 Penyakit Infeksi dan kebiasaan merokok

Wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner

4 Konsumsi pangan harian Wawancara dengan menggunakan kuesionerFood Recalls2x 24 jam

5 Status gizi berdasarkan pengukuran antrophometri : 7 Status gizi berdsaarkan pengukuran

(43)

Data anthropometri dikumpulkan meliputi berat dan tinggi badan. Untuk pengukuran berat dan tinggi badan menggunakan alat timbang (SECA ketelitian 0,1 kg) dan statur meter (ketelitian 0,1 cm). Sampel darah diambil sebanyak 15 cc dari pembuluh vena oleh tenaga kesehatan yang terlatih dari PRODIA. Analisa kadar haemoglobin (Hb) menggunakan metode Peroxidation/Colorimetry, feritin dan asam folat menggunakan metode Chemiluminescent Immunoassay (CMIA), dan vitamin A dianalisis dengan metode High Performance Liquid Chromatography - UV. Secara ringkas, jenis dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 2.

Pengolahan dan Analisis Data

Sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengecekan kelengkapan data di setiap kuesioner, entri data, verifikasi data dan cleaningdata. Data yang telah dikumpulkan diberi kode sesuai dengan kode dalam code book. Seluruh data yang telah dikumpulkan dientri dengan menggunakan software microsoft excel for windows. Cleaning data dilakukan untuk melihat konsistensi data yang telah dientri.

Data karakteristik seperti tingkat pendidikan dilihat dari kelulusan pendidikan formal contoh dan suami, yaitu SD, SLTP, SLTA dan PT. Data pendapatan rumahtangga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber lainnya selama satu bulan. Besar anggota rumahtangga dikategorikan menjadi 3 yaitu rumahtangga kecil (≤ 4 orang); sedang (5-6) dan rumahtangga besar (≥7 orang).

(44)

dimana;

Kgij = Kandungan zat gizi-i dalam bahan makanan-j Bj = Berat makanan-j yang dikonsumsi (gr)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan-j BDDj = bagian bahan makanan-j yang dapat dimakan

Tingkat kecukupan energi dan zat gizi kelompok WUS dihitung dengan menggunakan Angka Kecukupan Gizi (WNPG 2004). Kategori tingkat konsumsi energi dan protein yaitu <70% defisit berat, 70-80% defisit sedang, 80-90% defisit ringan, dan >90% AKG kategori cukup. Tingkat konsumsi zat besi (Fe), vitamin A, dan vitamin C dikategorikan berdasarkan kategori tingkat konsumsi vitamin dan mineral seperti yang disebutkan dalam Gibson (2005). Tingkat konsumsi digolongkan menjadi defisit jika kurang dari 77% (TK < 77%) dan normal jika lebih dari sama dengan 77% (TK≥77%).

Dari data food recallsjuga akan dihitung densitas pangan yang bertujuan untuk mengetahui komposisi konsumsi pangan individu tertentu apakah kaya gizi tertentu atau tidak. Densitas pangan dihitung dengan membandingkan rasio standar kalori FAO yaitu 1000 kkal dengan asupan kalori aktual per individu dikalikan dengan konsumsi zat gizi tertentu. Rumus densitas pangan sebagai berikut :

Densitas zat gizi“a” =1000 kkal Energi X Konsumsi zat gizi “a” Konsumsi kkal aktual

Keterangan : a = protein, zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin C

Semakin tinggi nilai densitas zat gizi tertentu maka menunjukkan bahwa individu tersebut mengkonsumsi pangan yang kaya akan zat gizi tertentu. Densitas pangan diukur untuk setiap individu. Kategori densitas masing-masing zat gizi dihitung berdasarkan rumus :

Kategori densitas zat gizi “a” =1000 kkal Energi X Angka Kecukupan zat gizi “a” Angka Kecukupan Energi

(45)

Status anemia diukur berdasarkan kadar Hb hasil analisis darah, dengan kategori anemia jika konsentrasi Hb <12 g/dL (INACG/WHO/UNICEF dalam Gibson (2005), cadangan besi dalam tubuh diukur dengan serum feritin dengan batasan < 12µg/L. Status asam folat dikatakan defisiensi jika serum folat < 3 ng/mL dan status vitamin A dikatakan defisiensi jika serum retinol <50 µg/dL. Data antropometri yang menggambarkan keadaan status gizi contoh diolah menggunakan indeks massa tubuh (IMT), dengan rumus:

IMT= Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (m2)

Berdasarkan nilai IMT tersebut, maka status gizi diklasifikasikan dengan menggunakan kriteria Departemen Kesehatan RI tahun 1994 (Azwar 2002). Secara ringkas pengkategorian variabel ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini :

Tabel 3 Klasifikasi variabel penelitian

Variabel Kategori n

1. Karakteristik Contoh : 200 dan 45

a. Usia 20-29 tahun

30-40 tahun

b. Pendidikan

Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana

c. Pekerjaan

 Ibu rumah tangga (IRT)  Wiraswasta

 Pembantu rumah tangga (PRT)  Pedagang

 Guru

 Buruh pabrik  Karyawan swasta

2. Karakteristik Suami : 200 dan 45

a. Usia 20-29 tahun

30-40 tahun

b. Pendidikan

(46)

Variabel Kategori n

3. Karakteristik Rumahtangga 200 dan 45

a. Besar Rumahtangga

Kurang (< Rp 971.200/kap/bulan) Cukup (≥ Rp 971.200/kap/bulan)

4. Kebiasaan Merokok Ya Tidak

200 dan 45

5. Penyakit Infeksi Menderita Tidak Menderita

200 dan 45

6. Konsumsi Zat Gizi 200 dan 45

a. Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

 Defisit tingkat berat (<70% AKG)  Defisit tingkat sedang (70-80% AKG)  Defisit tingkat ringan (80-90% AKG)  Normal (>90% AKG)

b. Tingkat Konsumsi Vitamin A, C dan Fe

 Defisit (< 77% AKG)  Normal (≥77% AKG) 7. Densitas Zat Gizi

a. Densitas Protein  Kurang (<27 g)  Cukup (≥27g)

200

b. Densitas Zat Besi  Kurang (<14 mg)  Cukup (≥14 mg)

45 c. Densitas Vitamin A  Kurang (<270 RE)

 Cukup (≥270 RE)

d. Densitas Vitamin C  Kurang (<41 mg)  Cukup (≥41 mg)

8. Status Gizi yang Diukur Secara Antrophometri 200

a. Gizi Makro (IMT)

 Gizi lebih (IMT≥25,0)  Gizi normal (18,5<IMT<25,0)  Gizi kurang (IMT < 18,5) b. Gizi Makro (LILA) Normal (LILA≥ 23,5 cm)

(47)

Variabel Kategori n 9. Status Gizi Mikro yang Diukur Secara Biokimia 45

a. Hb Normal (≥ 12 g/dL)

 Anemia (< 12 g/dL) b. Feritin Normal (≥ 12 µg/L)

 Defisien Besi (< 12 µg/L) c. Asam Folat Normal (≥ 3 ng/mL)

 Defisien Folat (< 3 ng/mL) d. Vitamin A Normal (> 50 µg/dL)

 Defisien Vitamin A (≤ 50 µg/dL)

Pengolahan data penelitian dilakukan dengan menggunakansoftware SPSS VS 17 untuk menentukan faktor risiko status gizi kurang pada wanita usia subur. Data yang telah dientri dan dinyatakan clean dilakukan analisis secara statistik. Analisis data meliputi:

Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari semua variabel yang diteliti, meliputi variabel dependen (status gizi), dan variabel independen (konsumsi pangan, kebiasaan merokok, penyakit infeksi, karakteristik contoh, karakteristik suami dan karakteristik keluarga). Nilai sebaran ditunjukkan dengan nilai rata-rata dalam populasi (mean), standar deviasi (standar deviation), nilai minimum dan nilai maksimum.

Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel independen dengan status gizi WUS. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji chi square. Dalam menentukan variabel yang dapat masuk ke dalam analisis logistik, maka kriteria tingkat kemaknaan statistik yang dianjurkan adalah p<0,05.

Analisis Multivariat

(48)

odds ratio (OR). Adapun model regresi logistik untuk analisis faktor tidak langsung dan langsung :

Faktor tidak langsung:

Y = Log F =

1-F

β0+βFU+βFTP+βFJK+βFTPS+βFJKS+βFPRT+βPRT+βBRT+βFMR βAG+βPI+βDG+ε

Keterangan faktor tidak langsung: F = Fungsi kumulatif β0 = Konstanta

βFU = Faktor usia responden

βFTP = Faktor tingkat pendidikan responden βFJK = Faktor jenis pekerjaan responden βFTPS= Faktor tingkat pendidikan suami βFJKS= Faktor jenis pekerjaan suami βFPRT= Faktor pendapatan rumahtangga βFBRT= Faktor besar rumahtangga βFMR = Faktor kebiasaan merokok βAG = Faktor asupan gizi

βDG = Faktor densitas zat gizi βPI = Faktor penyakit infeksi

ε = Galat

Y = LILA, IMT, Anemia, Defisien Besi, Status Vitamin A

Definisi Operasional

Contoh adalah wanita usia subur (usia 20-40 tahun) yang telah menikah dan sedang merencanakan kehamilan.

Umur adalah lama hidup contoh (tahun) yang dihitung sejak contoh dilahirkan sampai ulang tahun terakhir.

Pendidikan contoh/suami adalah tingkat pendidikan formal yang berhasil ditamatkan oleh contoh dan suami, yang diukur berdasarkan lamanya pendidikan (tahun).

Pendapatan per kapita per bulan adalah keseluruhan hasil dari melakukan pekerjaan selama satu bulan yang dilakukan oleh para anggota rumahtangga dibagi jumlah anggota dalam satu rumahtangga.

Pekerjaan adalah jenis aktivitas kerja yang dilakukan contoh dan suami yang berhubungan dengan penghasilan dan masih dilaksanakan saat ini.

(49)

Kebiasaan merokok adalah perilaku contoh dalam memilih dan mengkonsumsi rokok dalam sehari.

Penyakit infeksi adalah kondisi masuk, tumbuh dan berkembangnya agen penyakit menular ke dalam tubuh manusia yang, bentuk penyakit infeksi ini berupa TB paru, ISPA, diare, dll yang diderita contoh satu bulan yang lalu Konsumsi panganadalah menggambarkan konsumsi pangan harian contoh baik

konsumsi pangan tungggal maupun beragam untuk memperoleh sejumlah zat gizi sumber energi, protein, vitamin A, vitamin C, zat gizi besi dan gizi lainnya yang diperlukan oleh tubuh.

Status gizi adalah gambaran kondisi seseorang dari hasil keseimbangan antara asupan dan penggunaan zat-zat gizi dalam tubuh, dinilai dari pengukuran antropometri dan biokimia.

Status gizi kurang adalah kondisi seseorang dari hasil keseimbangan antara asupan dan penggunaan zat-zat gizi dalam tubuh yang ditunjukkan dengan IMT <18,5 cm dan LILA <23,5 cm yang menunjukkan adanya risiko kurang energi kronik (KEK).

Status anemia adalah kondisi contoh yang mengalami kekurangan zat besi yang ditunjukkan dengan kadar Hb, dikatakan anemia jika kadar Hb <12 g/dL. Status feritin adalah kondisi cadangan besi dalam tubuh yang diukur dalam

serum darah, dengan batasan apabila defisiensi besi jika serum feritin < 12 µg/L

Status anemia gizi besi adalah kondisi contoh yang mengalami kekurangan Hb <12 g/dL dan serum feritin < 12 µg/L

Status Vitamin A adalah kondisi vitamin A dalam tubuh yang diukur dalam serum darah dengan batasan apabila defisiensi vitamin A maka serum retinol≤50 µmol/dL.

Gambar

Tabel 1 Angka Kecukupan Gizi (AKG) pada wanita
Gambar 1 Alur perjalanan status gizi wanita usia subur sebagai calon ibu (Achadi
Gambar 2 Kerangka pemikiran faktor-faktor risiko status gizi pada WUS
Gambar 3 Cara pemilihan responden
+7

Referensi

Dokumen terkait