ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN PERSERO
DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN UNDANG-UNDANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
TESIS
Oleh
AHMAD ANSYORI
067005062/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN PERSERO
DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN UNDANG-UNDANG
SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora
dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
AHMAD ANSYORI
067005062/HK
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS TERHADAP TUJUAN PENDIRIAN BUMN PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG BUMN DAN UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN)
Nama Mahasiswa : Ahmad Ansyori Nomor Pokok : 067005062 Program Studi : Ilmu Hukum
Menyetujui: Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) Ketua
(Dr. Sunarmi, SH, M.Hum) (Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN ,M.Hum)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B.,M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal 12 Agustus 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua
:
Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH
Anggota
:
1. Dr. Sunarmi, SH, M.Hum
2.
Dr. T. Keizerina Devi A., SH, CN, M.Hum
3.
Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum
ABSTRAK
Pasal 33 Undang Undang 1945 adalah landasan hukum yang memperboleh-kan negara melakumemperboleh-kan kegiatan berusaha, dengan membentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kedudukan dan peranan BUMN tergantung hukum yang mengaturnya dan bentuknya direfleksikan dalam Inpres Nomor 17 Tahun 1967 dalam bentuk Departement Agency (Perjan), Public Corporation (Perum) dan State
Company (Perseroan). Peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya
dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dibentuknya BUMN Persero adalah untuk mengejar keuntungan. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, dibentuk untuk tujuan memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Terdapat ketidaksesuaian kedua undang-undang tersebut dalam tujuan pembentukan-nya, khususnya dalam tujuan persero sebagai asosiasi modal yang merupakan entitas bisnis yang mengejar keuntungan bagi pemegang saham, dengan tujuan UU SJSN yang bersifat nirlaba dan seluruh hasil pengembangannya dikembalikan untuk kepentingan peserta program jaminan sosial tersebut.
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan atau menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan atau mengkaji data sekunder. Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, dimaksudkan untuk menggambarkan dan sekaligus meng-analisis mengenai fakta-fakta dalam tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara Persero, khususnya dalam tujuan komersial dan implikasi atau penerapannya dalam pelaksanaan UU SJSN.
Terdapat 3 (tiga) alternatif kelembagaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial di Indonesia, yakni: (a) Langsung berada di bawah koordinasi Presiden, (b) Berada dibawah koordinasi sebuah kementerian, dan (c) Independen dan bertanggung jawab langsung kepada DPR-RI. Sedangkan bentuk badan hukum badan penyelenggara dapat berupa: (a) Dana Amanat (Board of Trustees), (b) Badan Usaha Milik Negara, dan (c) Badan Usaha Milik Swasta (Free Choice).
ABSTRACT
Article 33 of the 1945 Constitution is legal principle of State to run a business activity in the form of State Owned Company (SOC). The position and role of SOC depending on law or regulation and its form reflected in Presidential Instruction Number 17/1967 in the form of Agency Department, Public Corporation and State Company. The role of SOC is not only limited for resources management and goods production which cover a lot of people’s life style, but it is also concerning to production activity and private public service. Base on Law Number 19/2003 regarding to State Owned Company, its aim is to achieve profit. Law Number 40/2004 regarding to National Social Guarantee System (NSGS), its aim is to guarantee a living basic need for every participant and his family member. Above both laws have no adjustment in the aim of its enactment particularly in the aim of company is capital association that constitutes profitable business entity for share holder, with the aim of Law of NSGS which is non profitable and all its developmental outcome returned to participant’s interest in the social guarantee program.
The method of this research uses juridical normative approaches, library research study by inventorying positive law which is relevant to researching issues and referring to legal norms of laws or regulations secondarily. The specification of research used descriptively and analytically. This means to describe and to analyze the fact in establishing SOC especially in the commercial aim and its implication and application in the execution of law NSGS.
There are three alternate institutions or Boards of Social Guarantee in Indonesia, namely: (a) Under direct coordination of President, (b) Under coordination of a Ministry, (c) Independent and directly responsible to RI-House of Representa-tives. While the corporate body can be: (a) Board of Trustees, (b) State Owned Company, and (c) Private Company.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya dalam penyelesaian tesis dengan judul: Analisis Terhadap
Tujuan Pendirian BUMN Persero dalam undang BUMN dan
Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Shalawat dan salam juga
disampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, karena telah membawa umat
manusia dari alam kegelapan menuju alam terang benderang.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan
kepada yang amat terpelajar Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., selaku Ketua
Komisi Pembimbing, Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum. dan Dr. T. Keizerina Devi A., S.H.,
C.N., M.Hum. selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang selalu memperhatikan dan
meluangkan waktunya memberikan bimbingan, petunjuk dan saran-saran dalam
penulisan tesis ini. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tidak terhingga juga
disampaikan kepada yang amat terpelajar Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. dan Dr.
Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. selaku tim penguji tesis ini.
Penyelesaian tesis ini banyak mendapatkan bantuan materil maupun moril
serta motivasi dan doa restu dari banyak pihak yang tidak mungkin dapat disebutkan
satu persatu secara keseluruhan. Melalui kata pengantar ini, dengan penuh rasa
hormat yang tulus ikhlas, tidak lupa disampaikan ucapan terima kasih kepada yang
1. Rektor dan para Pembantu Rektor di Universitas Sumatera Utara, yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Direktur dan para Asisten Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan
studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua dan Sekretaris serta para Dosen Program Studi Ilmu Hukum di Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak membimbing dan
memberikan ilmunya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan studi di
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Rekan-rekan di Sekolah Pascasarja Universitas Sumatera Utara dan rekan-rekan
lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu, telah turut serta dalam
membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Teristimewa, diucapkan terima kasih yang tiada henti-hentinya kepada yang
mulia kedua orang tua ku tercinta serta isteri ku Ety Retnawati dan anak-anak ku:
Luthfi Musaddad, Asri Retno Wulan, Fahmi Yusuf Musaddad, Asri Choirun Nisa,
Ahmad Hanif dan Asri Scientia Qolby, yang telah berkorban memberikan semangat
serta selalu mendoakan agar penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Secara khusus
penulis juga mengucapkan terima kasih yang tulus dan tidak terhingga atas segala
pengorbanan kasih sayang, waktu maupun pengorbanan materi serta memberikan
Semua bantuan dan dorongan serta doa restu yang diberikan oleh semua
pihak, baik yang tersebut maupun yang tidak tersebut di atas, penulis kembalikan
kepada Allah SWT dan semoga kiranya mendapat keridhaan dan pahala yang berlipat
ganda dari-Nya. Akhirnya kepada Allah SWT penulis bermohon agar kiranya tesis
yang mungkin masih terdapat kekurangannya, dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Tiada ilmu yang sempurna, kecuali ilmu-Nya, amin.
Medan, Agustus 2008
RIWAYAT HIDUP
Nama : Ahmad Ansyori
Tempat/Tgl. Lahir : Plaju/ 23 Juli 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Instansi : PT. Jamsostek (Persero)
Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri 88 Plaju (Lulus Tahun 1976)
- Sekolah Menengah Pertama Negeri 16, Palembang, (Lulus Tahun 1980)
- Sekolah Menengah Atas Negeri 16 Palembang (Lulus Tahun 1983)
- Fakultas Hukum Universitas Balikpapan (Lulus Tahun 1990)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR SINGKATAN... x
BAB I : PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5
D. Kerangka Teori dan Konsep... 6
E. Keaslian Penelitian... 9
F. Metode Penelitian ... 10
BAB II : ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ... 14
A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas... 14
B. Klasifikasi Perseroan Terbatas... 23
C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia ... 31
BAB III : KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM
UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL ... 39
A. Latar belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-undang SJSN di Indonesia ... 39
B. Asas/Prinsip dan Tujuan Penyelenggaraan SJSN ... 52
C. Mekanisme Penyelenggaraan SJSN... 64
D. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial... 68
E. BUMN Persero sebagai Penyelenggara SJSN ... 72
F. Keselarasan Tujuan Pembentukan BUMN Persero dalam Menjalankan Undang-Undang SJSN ... 75
BAB IV : ALTERNATIF KELEMBAGAAN JAMINAN SOSIAL UNTUK INDONESIA... 78
A. Sistem Pertanggungjawaban BUMN Persero dalam Penyelenggaraan SJSN ... 78
B. Alternatif Kelembagaan Jaminan Sosial ... 81
C. Tiga Pilar Perlindungan Sosial... 84
D. Sejarah Jaminan Sosial... 90
E. Bentuk Badan Hukum Badan Penyelenggara ... 99
F. Jumlah Penyelenggara dan Undang-Undang Jaminan Sosial .... 106
G. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN atau Badan Hukum Baru... 115
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 120
A. Kesimpulan ... 120
B. Saran ... 121
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Profil dan Posisi BUMN ... 37
2. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk BUMN ... 115
3. Kelebihan dan Kelemahan BPJS Berbentuk Badan Hukum Baru ... 117
4. Pembentukan BPJS dengan Pendekatan Program ... 118
DAFTAR SINGKATAN
ASABRI : Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ASKES : Asuransi Kesehatan
Bapel : Badan Penyelenggara BPJS : Badan Penyelenggara Jaminan Sosial DPR : Dewan Perwakilan Rakyat
ILO : Internasional Labour Organization Jamsostek : Jaminan Sosial Tenaga Kerja JHT : Jaminan Hari Tua
JK : Jaminan Kesehatan
JKK : Jaminan Kecelakaan Kerja
JKM : Jaminan Kematian
JPKM : Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat.
JP : Jaminan Pensiun
MK : Mahkamah Konstitusi
PBB : Perserikatan Bangsa Bangsa PNS : Pegawai Negeri Sipil
PP : Peraturan Pemerintah
PT : Perseroan Terbatas
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pasal 33 Undang-Undang 1945 hasil amandemen ke-3, khususnya ayat (2)
yang berbunyi “cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara” adalah landasan hukum
yang memperbolehkan negara melakukan kegiatan berusaha, dengan membentuk
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di Indonesia, peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya
dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai
kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Untuk menjaga
stabilitas ekonomi, monopoli atas sumber daya dan kegiatan ekonomi tertentu yang
berada di tangan negara dapat dilakukan. Negara memainkan peranan penting secara
langsung dan tidak langsung dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari dampak
eksternal dan khusus dampak sampingan bagi lingkungan alam dan lingkungan
sosial. Peran negara muncul dalam berbagai bentuk, misalnya: (1) stabilitas sistem
ekonomi, (2) alokasi dan distribusi sumber daya, termasuk produk dan konsumsi.
Kedudukan dan peranan BUMN tergantung hukum yang mengaturnya
(hukum publik atau hukum privat) dan bentuknya (departement government
enterprise, statutory public corporation, commercial companies), direfleksikan dalam
corporation (Perum) dan state company (Perseroan). Kedudukan dan peran dilihat
dari segi ekonomi untuk membenarkan keterlibatan pemerintah secara langsung
dalam kegiatan ekonomi adalah untuk menjembatani bentuk ketidaksempurnaan
pasar.1
Sejak tahun 1945, sejarah BUMN ditandai dengan lahirnya Undang-undang
Nomor 86 Tahun 1958 dengan nasionalisasi perusahaan Belanda, hingga
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (selanjutnya
disingkat BUMN) yang berlaku saat ini, Telah terjadi beberapa kali perubahan dalam
undang-undang tentang BUMN yang lebih merupakan penyesuaian terhadap kondisi
perekonomian yang terus berkembang, namun inti atau tujuan pendirian BUMN pada
dasarnya tetap. Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang
BUMN yang memuat maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:2
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
2. Mengejar keuntungan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta dan koperasi.
1
R. Ibrahim, “Landasan Filosofis dan yuridis keberadaan BUMN, Sebuah Tinjauan”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 No.1 Tahun 2007.
2
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN,
memuat lebih khusus tentang maksud dan tujuan pendirian Persero adalah:3
1. Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat.
2. Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Berdasarkan kedua pasal dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003
tentang BUMN tersebut, sangat jelas bahwa dibentuknya BUMN Persero adalah
untuk mengejar keuntungan atau profit oriented.
Di sisi lain, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (selanjutnya disingkat UU SJSN), dibentuk untuk tujuan memberikan
jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau
anggota keluarganya. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN bahkan
secara jelas dan berulang, menyatakan bahwa dalam pelaksanaannya, SJSN tersebut
bersifat nirlaba, sebagaimana tercantum pada Pasal 4, bahwa Sistem Jaminan Sosial
Nasional diselenggarakan berdasarkan pada prinsip:4
1. Kegotongroyongan.
2. Nirlaba.
3. Keterbukaan.
4. Kehati-hatian.
3
Ibid, hlm. 9. 4
5. Akuntabilitas.
6. Portabilitas.
7. Kepesertaan bersifat wajib.
8. Dana amanat.
9. Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk
pengem-bangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
Ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004, mengatur tentang
Badan Penyelenggara yang pada pokoknya harus berdasarkan undang-undang. Dalam
pasal yang ama, ditetapkan bahwa badan penyelenggara terdiri dari PT. Jamsostek,
PT. Taspen, PT. Asabri dan PT. Askes, dan dalam hal diperlukan badan
penyeleng-gara selain empat badan badan penyelengpenyeleng-gara tersebut, dapat dibentuk yang baru,
dengan undang-undang.
Uraian di atas, menunjukkan bahwa ketidaksesuaian kedua undang-undang
tersebut dalam tujuan pembentukannya, khususnya dalam tujuan Persero sebagai
asosiasi modal yang merupakan entitas bisnis yang mengejar keuntungan bagi
pemegang saham, dengan tujuan Undang-undang SJSN yang bersifat nirlaba dan
seluruh hasil pengembangannya dikembalikan untuk kepentingan peserta program
jaminan sosial tersebut. Ketidakharmonisan dalam kedua undang-undang tersebut
tidak hanya dapat mengakibatkan tujuan pembentukan undang-undang tersebut tidak
dapat tercapai dengan baik, tetapi berpeluang pula mengakibatkan masalah hukum
jaminan sosial maupun dari segi pengurusan perusahaan Persero yang tunduk pada
hukum perusahaan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana landasan yuridis tujuan pembentukan BUMN Persero dan Sistem
Jaminan Sosial Nasional?
2. Bagaimana tujuan BUMN Persero dalam Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional?
3. Bagaimana alternatif kelembagaan Sistem Jaminan Sosial untuk Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, maka pelitian ini bertujuan
untuk:
1. Untuk memahami landasan yuridis tujuan pembentukan BUMN Persero dan
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
2. Untuk memahami tujuan BUMN Persero dalam Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
3. Untuk memahami alternatif kelembagaan Jaminan Sosial untuk Indonesia.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat memberikan
bisnis secara luas. Secara praktis dapat jadi masukan dan informasi bagi pemerintah
dan masyarakat pada umumnya dalam memahami kedudukan hukum tentang
penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial dalam pelaksanaannya oleh BUMN Persero.
D. Kerangka Teori dan Konsep
Pada dasarnya, salah satu tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 dimaksudkan
untuk mengejar keuntungan, sementara program Sistem Jaminan Sosial Nasional
sebagaimana Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dibentuk untuk tujuan
per-lindungan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yang di dalamnya menganut prinsip
nirlaba yang berarti tidak akan memberikan keuntungan kepada BUMN badan
pelaksananya.
Inkonsistensi atau kerancuan sistem dalam kedua undang-undang tersebut
menyebabkan status hukum BUMN dan tujuan pembentukan BUMN menjadi tidak
jelas atau setidaknya telah terjadi kerancuan diantara kedua undang-undang tersebut.
Gagasan untuk membangun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang mampu
mengayomi kepentingan dan hak seluruh rakyat Indonesia, adalah sebuah pemikiran
maju dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak, namun gagasan tersebut hanya
akan menjadi gagasan semata, bila dalam sistem tersebut terdapat kerancuan atau
bahkan dapat mengakibatkan kerusakan dari sistem yang sudah ada saat ini, jika
transisi program dan penyelenggaraannya tidak dilaksanakan dengan cermat dan
Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ditujukan untuk memberi
jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan Perseroan
Terbatas sebagai salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.5
Perlu diperhatikan tujuan dari Undang-undang BUMN dan berbagai
per-aturan perundang-undangan tidak akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya
terdapat berbagai permasalahan dan hambatan yang pada gilirannya pula membuat
undang-undang tersebut tidak dapat dijalankan dilapangan. Oleh karena itu, menjadi
perhatian kita untuk mengkaji berbagai hal yang perlu dibuat mengatasi berbagai
permasalahan yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN ini
kedepan dan pada gilirannya dapat menjadi dasar sistem pembinaan dan pengelolaan
BUMN efektif dan efisien.6 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi
perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak
ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas.
Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh
Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT) yang
modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk
5
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Lihat Wikipedia Indonesia, hlm. 3.
6
menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Leonard J. Theberg dalam “Law and Economic Development”,
dalam rangka pembangunan ekonomi, badan legislatif dalam merumuskan suatu
produk hukum harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:7
1. Predictability
Hukum harus mampu memprediksi, yaitu dapat memberikan jaminan dan
kepastian hukum dalam memberikan proyeksi pembangunan ke depan.
2. Procedural Capability
Hukum harus memiliki kemampuan prosedural dalam menyelesaikan suatu
sengketa.
3. Codification of Goals
Kodifikasi hukum harus bertujuan untuk pembangunan negara.
4. Education
Hukum harus dapat bertindak sebagai kekuatan yang membentuk kebiasaan
yang menegaskan kebiasaan lama dan atau menciptakan respon dan kondisi
yang baru.
5. Balance
Hukum harus dapat menciptakan keseimbangan.
6. Definition and Clarity of Status
7
Hukum harus dapat memberikan definisi dan status yang jelas.
7. Accomodation
Hukum harus dapat mengakomodasi keseimbangan, definisi dan status yang jelas
bagi individu atau kelompok dalam masyarakat.
8. Stability
Hukum harus dapat mempertahankan keseimbangan nilai masyarakat .
Kerangka teori dan konsepsional yang diajukan di atas, khususnya huruf a, b
dan f merupakan pemikiran yang akan melandasi pembahasan tesis ini. Pada dasarnya
tesis ini akan menguraikan dan menjelaskan bagaimana kedudukan hukum
penye-lenggaraan Undang-undang Jaminan Sosial yang berbeda tujuan pembentukannya
dengan Persero dalam Undang-undang BUMN.
E. Keaslian Penelitian
Penulisan ini didasarkan pada ide, gagasan serta pemikiran secara pribadi
secara keseluruhan dengan melihat dan memahami substansi hukum dalam tujuan
pembentukan BUMN Persero menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 dalam
penerapannya terhadap Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN.
Sepanjang yang diketahui dan dikonfirmasi, ihwal analisis terhadap tujuan pendirian
BUMN Persero dalam Undang-undang BUMN dan Undang-undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) belum pernah diteliti. Oleh karena itu, keaslian (orisinalitas)
F. Metode Penelitian
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani “Methods” yang berarti cara atau
jalan sesuai dengan penelitian ini menyangkut tentang cara kerja yaitu cara kerja yang
berfungsi untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu yang
bersangkutan.8
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan tesis ini
adalah:
1. Metode pendekatan
Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang
dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan atau
menginventarisasi hukum positif yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan
mengacu kepada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan
perundang-undangan atau mengkaji data sekunder.
Menurut Ronald Dworkin, penelitian hukum normatif ini disebut juga dengan
penelitian doctrinal (Doctrinal Research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis,
baik hukum sebagai law as it written in the book, maupun sebagai law as it decided
by judge through judicial process.9
2. Spesifikasi penelitian
8
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm. 16.
9
Spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat Deskriptif Analitis,
dimaksud-kan untuk menggambardimaksud-kan dan sekaligus menganalisis mengenai fakta-fakta dalam
tujuan pembentukan Badan Usaha Milik Negara Persero, khususnya dalam tujuan
komersial, dan implikasi atau penerapannya dalam pelaksanaan Undang-undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
3. Tahap pengumpulan data
Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan
dan berdasarkan pada data sekunder, maka bahan kepustakaan yang digunakan dapat
dibagi kedalam beberapa kelompok, yaitu:
a. Bahan Hukum Primer yaitu peraturan perundang-undangan dalam hal ini adalah
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
berikut peraturan pelaksana lainnya dan ketentuan lain yang berkaitan dengan
Perseroan Terbatas, serta Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Persero. Bahan hukum primer lainnya, adalah berbagai peraturan perundangan
tentang Jaminan Sosial, baik yang eksis saat ini, Undang-undang Nomor 3 Tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, maupun peraturan terkait lainnya.
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu yang memberikan penjelasan bahan hukum
primer, dalam hal ini hasil penelitian para ahli, memori penyusunan
undang-undang.
c. Bahan Hukum Tertier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder dalam hal ini kamus
4. Alat pengumpulan data
Data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi dokumen yang dilakukan
melalui pengumpulan data sekunder. Data tersebut berupa perundang-undangan,
karya ilmiah, hasil penelitian, majalah dan dokumen lainnya yang erat kaitannya
dengan masalah yang diteliti.
5. Analisis data
Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang
terkumpul melalui pengamatan.Selanjutnya diadakan analisis secara kualitatif, yaitu
data yang diperoleh tersebut disusun secara sistematis untuk selanjutnya dianalisis
secara kualitatif yaitu dalam bentuk uraian. Data yang telah diperoleh melalui
penelitian kepustakaan tersebut selanjutnya akan diklasifikasikan guna memperoleh
pasal-pasal yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah hukum BUMN
dan Hukum Jaminan Sosial Nasional.
Melakukan kegiatan penelitian dengan penelusuran teori-teori hukum, yang
berkaitan dengan hukum perusahaan, hukum ekonomi, hukum jaminan sosial, tata
kelola perusahaan (good corporate governance) yang baik serta kebijaksanaan
pemerintah.
Dalam mencermati peraturan hukum, diperlukan bantuan ajaran
interpretasi.10 Metode interpretasi yang digunakan dalam rangka memahami hukum
dengan cara mencari kesesuaian asas hukum yang ada yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian ini.
10
Selanjutnya melakukan analisis secara deskriptif terhadap hukum positif yang
berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang diteliti, terutama dalam kaitannya
dengan hukum perusahaan terkait dengan tujuan pembentukan BUMN Persero serta
tujuan penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Melalui proses data yang diperoleh tersebut akan dianalisis secara induktif
kualitatif untuk sampai pada kesimpulan, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah
dalam penelitian ini akan dapat dijawab.11
11
BAB II
ASPEK YURIDIS BUMN PERSERO DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
A. Pengertian dan Elemen Yuridis dari Perseroan Terbatas
Hukum bagaimanapun juga sangat dibutuhkan untuk mengatur kehidupan
bermasyarakat di dalam segala aspeknya, apakah itu kehidupan sosial, kehidupan
politik, budaya dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengatur kegiatan
ekonomi. Dalam kegiatan ekonomi inilah hukum sangat diperlukan karena
sumber-sumber ekonomi yang terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau
kebutuhan akan sumber ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama warga
dalam memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.
Negara Indonesia dilaksanakan berdasarkan hukum, tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka, demikian penegasan Undang-undang Dasar 1945 yang
mengan-dung makna bahwa di negara Republik Indonesia hukum harus berperan sentral
sebagai pengarah dan pengayom kehidupan berbangsa. Untuk mewujudkan cita-cita
negara hukum tersebut, diperlukan upaya pembangunan hukum yang
berkesinam-bungan dan menuntut penataan kembali dari waktu ke waktu, terutama dalam suasana
politik, sosial dan ekonomi nasional serta global yang selalu berubah dengan begitu
cepat.
Kegiatan perekonomian di Indonesia diatur oleh seperangkat kaidah-kaidah
lebih cenderung menggunakan istilah bisnis). Hukum Ekonomi Indonesia adalah
keseluruhan kaidah-kaidah dan putusan-putusan hukum yang secara khusus mengatur
kegiatan dan kehidupan ekonomi di Indonesia. Kaidah-kaidah hukum mengenai
ekonomi Indonesia tersebut ada yang bersifat Hukum Ekonomi Pembangunan dan
ada yang bersifat Hukum Ekonomi Sosial.12
Dijelaskan oleh Sunaryati Hartono, bahwa Hukum Ekonomi Indonesia dapat
dibagi menjadi dua bagian, yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: pertama,
Hukum Ekonomi Pembangunan yang menyangkut pengaturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi Indonesia
secara nasional, menyeluruh dan berencana. Materi Hukum Ekonomi Pembangunan
ini akan mencakup kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan dan
pengembangan bidang-bidang ekonomi, perdagangan dan keuangan, dimana
pemerintah memainkan peranan yang penting sebagai pengarah, pengatur dan
modernizing agent. Kedua, Hukum Ekonomi Sosial yang berdasarkan Pancasila (Sila
Perikemanusiaan) dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan menyangkut pengaturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan kesejahteraan manusia/warga
negara Indonesia, sesuai dengan martabat kemanusiaannya. Materi Hukum Ekonomi
Sosial ini akan memuat kaidah-kaidah yang menyangkut usaha-usaha peningkatan
12
kemampuan ekonomi dan kesejahteraan warga negara Indonesia sebagai
per-seorangan.13
Hubungan antara Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi
Sosial, jika bertitik tolak dan didasarkan pada pemikiran pembangunan dan
peningkatan ketahanan ekonomi nasional secara makro, maka titik tolak dan dasar
pemikiran dari Hukum Ekonomi Sosial adalah kehidupan ekonomi Indonesia yang
berperikemanusiaan dan perataan pendapatan, di mana setiap warga negara Indonesia
berhak atas kehidupan dan pekerjaan yang layak. Dalam hubungan ini perlu diingat,
bahwa segala usaha pembangunan ekonomi Indonesia itu bertujuan untuk
mencipta-kan kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing warga negara Indonesia, sehingga
pembangunan ekonomi Indonesia itu sekali-kali tidak akan dan tidak boleh
ber-langsung dengan merendahkan derajat manusia Indonesia menjadi alat produksi, atau
alat dari pembangunan ekonomi itu, tetapi justru harus berlangsung dengan
men-junjung tinggi hak-hak hidup manusia yang asasi.14
Hukum dan ekonomi adalah merupakan dua sub sistem dari suatu sistem
kemasyarakatan yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Hukum dapat
dilihat sebagai hasil dari berbagai kekuatan sosial dan ekonomi yang terdapat dalam
proses kemasyarakatan, sehingga hukum itu sangat tergantung sekali pada
faktor-faktor yang cukup dominan dalam kehidupan masyarakat terutama faktor-faktor-faktor-faktor
ekonomi. Dengan demikian hukum itu tempatnya adalah berada di belakang dan
13
Ibid., hlm. 49-50. 14
mengikuti perkembangan ekonomi. Hal ini sesuai dengan anggapan klasik mengenai
hukum yang berasal dari orang-orang Belanda dahulu yang mengatakan bahwa “het
recht hink achter de feiten aan” (hukum itu ada dibelakang dan mengikuti
kejadian-kejadian).
Berhubungan dengan persoalan tersebut di atas, maka antara sistem hukum
dan sistem ekonomi di suatu negara terdapat hubungan yang sangat erat dan pengaruh
timbal balik. Kalau pada satu pihak pembaharuan dasar-dasar pemikiran dibidang
ekonomi ikut mengubah dan menentukan dasar-dasar sistem hukum yang
ber-sangkutan, maka penegakan asas-asas hukum yang sesuai juga akan memperlancar
terbentuknya struktur ekonomi yang dikehendaki. Sebaliknya penegakan asas-asas
hukum yang tidak sesuai justru akan menghambat terciptanya struktur ekonomi yang
dicita-citakan.15 Hal ini dapat diperjelas lagi bahwa pelaksanaan hukum sangat
dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dan sebaliknya hukum juga dapat
mem-pengaruhi perkembangan ekonomi dalam masyarakat.
Pembicaraan mengenai hukum dapat mempengaruhi perkembangan ekonomi
dalam masyarakat tidak dapat dilepaskan dari pembicaraan tentang apa sebenarnya
fungsi hukum dalam masyarakat. Dalam pandangan yang klasik hukum itu hanya
berfungsi sebagai alat pengendalian sosial (social control) dalam artian untuk
menciptakan keteraturan, ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat. Hukum juga
sering disebut sebagai sarana penyelesaian sengketa (settle dispute) dalam artian
15
untuk memberikan sarana agar berbagai sengketa yang terjadi dalam masyarakat
dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Mengenai fungsi hukum itu di dalam masyarakat, terdapat banyak perbedaan
pandangan di kalangan para ahli hukum. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa
hukum selain berfungsi sebagai sarana pengendalian sosial (social control) juga
berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi sosial (law as
facilitation of human interaction). Dikemukakannya bahwa mana yang lebih utama
senantiasa tergantung pada bidang hukum yang dipersoalkan dan kadang-kadang
kedua fungsi tadi berkaitan dengan eratnya sehingga sulit untuk dibedakan secara
tegas.16 Dalam bukunya yang lain beliau masih menyebutkan adanya fungsi hukum
yang lain yaitu hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat.17
Hukum di dalam suatu masyarakat yang sedang membangun tidak hanya
mempunyai fungsi untuk menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga mempunyai
fungsi untuk mempercepat proses pendidikan masyarakat (merupakan sebagian
“social education”) ke arah suatu sikap mental yang paling sesuai dengan masyarakat
yang dicita-citakan. Dengan lain perkataan, hukum merupakan suatu “prasarana
mental” untuk memungkinkan terjadinya pembangunan dengan cara tertib dan
ter-atur, tanpa menghilangkan martabat kemanusiaan dari anggota-anggota masyarakat.18
16
Soerjono Soekanto, Fungsi Hukum dan Perubahan Sosial, (Bandung: Alumni, 1981), hlm. 44.
17
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 1980), hlm. 115.
18
Bertitik tolak dari anggapan dasar yang demikian, maka akan terlihat adanya
suatu hubungan interdependensi antara hukum di satu pihak dan ekonomi di lain
pihak. Hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat dalam mengatur dan menata
perekonomian masyarakat diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan di
bidang ekonomi. Pembangunan ekonomi hanya dapat terlaksana dengan baik jika
dilaksanakan atas dasar suatu tertib hukum yang memungkinkan dan dapat
menga-mankan pelaksanaannya. Kemudian dari peraturan hukum dimaksud diharapkan
dapat memberikan dampak yang bersifat positif yang dapat mempercepat lajunya
pertumbuhan ekonomi.19
Pembaharuan di bidang hukum untuk mengakomodasi perubahan di dalam
menghadapi perkembangan pertumbuhan perekonomian nasional serta perkembangan
perekonomian internasional yang ditandai adanya liberalisasi perdagangan bebas,
kiranya perlu dilakukan. Pembaharuan hukum tersebut di bidang kegiatan ekonomi
dalam pembangunan dilakukan untuk dapat mewujudkan hukum ekonomi yang
kondusif mendukung kegiatan ekonomi. Pembaharuan hukum itu harus dijiwai oleh
nilai-nilai dasar, nilai praktis dari Pancasila, UUD 1945 dan Kebijaksanaan Nasional.
Di lain pihak juga harus memperhitungkan lingkungan strategis yang mendukungnya
yaitu mekanisme pasar, sinergi manajemen, sumberdaya dan globalisasi ekonomi.
Pembaharuan hukum di bidang kegiatan ekonomi tersebut dilakukan dengan
19
melakukan perubahan ketentuan perangkat peraturan hukum dan
perundang-undangan dibidang ekonomi yang meliputi:20
1. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang memberi landasan hukum bagi
keberadaan lembaga-lembaga yang mewadahi para pelaku ekonomi dalam
melakukan transaksi ekonomi pasar (Substantial Legal Rules).
2. Peraturan hukum dan perundang-undangan yang mengatur perilaku (behavior)
para pelaku ekonomi dalam melaksanakan setiap transaksi bisnis dan ekonomi
pada pasar bebas yang berupa hukum-hukum yang mengatur setiap sektor
ekonomi yang akan dilakukan oleh swasta (Level Playing Field).
3. Peraturan hukum dan perundang-undangan mengenai penyelesaian sengketa yang
mendukung kelangsungan hidup pasar bebas.
Pendekatan yuridis tersebut di atas perlu diimbangi dengan pendekatan
ekonomi transaksi bisnis, karena perangkat prediktibilitas dan kepercayaan atas
hukum kemungkinan akan memberi dampak negatif terhadap transaksi ekonomi,
ditinjau dari sudut pandangan efisiensi dan produktivitas yaitu berupa
hambatan-hambatan yuridis yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Selanjutnya, suatu
kerangka kerja hukum harus dikembangkan untuk memenuhi tujuan dan sasaran dari
efisiensi ekonomi.
Dengan demikian, peranan hukum nasional khususnya Hukum Ekonomi harus
mampu membangun kerangka kerja pengaturan hukum yang melandasi kegiatan
20
transaksi ekonomi pada dunia usaha serta mampu memberikan solusi yang obyektif
bagi penyelesaian perselisihan perdagangan.
Salah satu upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI, guna menata
kembali aturan hukum yang berhubungan dengan kegiatan ekonomi adalah dengan
memperbaharui undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yakni dengan
dikeluar-kannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang
menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-undang tersebut perlu diperbaharui karena memang dalam praktek
banyak dijumpai pelaku usaha (pelaku ekonomi) yang menjalankan bisnisnya dengan
membentuk Perseroan Terbatas (PT). PT merupakan model bisnis yang lazim
dilakukan sehingga berbeda dengan bentuk badan usaha lain seperti Firma,
Perusahaan Komanditer, Koperasi dan lain-lain.
Terhadap Perseroan Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai
berikut:21
1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd.) Company atau Limited
Liability Company ataupun Limited (Ltd) Corporation.
2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze Vennootschap atau yang
sering disingkat dengan NV saja.
3. Dalam bahasa Jerman terhadap perseroan terbatas ini disebut dengan
Gesellschaft mit Beschrankter Haftung.
21
4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan Sociedad dengan Responsabilidad
Limitada.
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 menegaskan bahwa
yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah: suatu perusahaan yang berbentuk
badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian dan para pendirinya, untuk
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar, dimana modal dasar tersebut dibagi
ke dalam saham-saham, dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang yang terkait dan peraturan perundang-undangan lainnya.22
Selain itu ada juga yang memberikan arti Perseroan Terbatas sebagai suatu
asosiasi pemegang saham (atau bahkan seorang pemegang saham jika dimungkinkan
untuk itu oleh hukum di negara tertentu) yang diciptakan oleh hukum dan
diberlaku-kan sebagai manusia semu (artificial person) oleh Pengadilan. PT merupadiberlaku-kan badan
hukum karena sama sekali terpisah dengan orang-orang yang mendirikannya, dengan
mempunyai kapasitas untuk bereksistensi yang terus menerus. Sebagai suatu badan
hukum Perseroan Terbatas berwenang untuk menerima, memegang dan mengalihkan
harta kekayaan, menggugat atau digugat dan melaksanakan kewenangan-kewenangan
lainnya yang diberikan oleh hukum yang berlaku.
Menurut Munir Fuady setidak-tidaknya ada 15 (lima belas) elemen yuridis
dari suatu Perseroan Terbatas yaitu:23
1. Dasarnya adalah perjanjian.
22
Lebih lanjut lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
23
2. Adanya para pendiri.
3. Pendiri/pemegang saham bernaung di bawah suatu nama bersama.
4. Merupakan asosiasi dari pemegang saham atau hanya seorang pemegang saham.
5. Merupakan badan hukum atau manusia semu atau badan intelektual.
6. Diciptakan oleh hukum.
7. Mempunyai kegiatan usaha.
8. Berwenang melakukan kegiatannya sendiri.
9. Kegiatannya termasuk dalam ruang lingkup yang ditentukan oleh
perundang-undangan yang berlaku.
10. Adanya modal dasar (dan ada juga modal ditempatkan dan modal setor).
11. Modal perseroan dibagi kedalam saham-saham.
12. Eksistensinya terus berlangsung meskipun pemegang sahamnya silih berganti.
13. Berwenang menerima, mengalihkan dan memegang aset-asetnya.
14. Dapat menggugat dan digugat di Pengadilan.
15. Mempunyai organ perusahaan.
B. Klasifikasi Perseroan Terbatas
1. Dasar hukum Perseroan Terbatas
Untuk mengetahui tentang landasan yuridis dari suatu Perseroan Terbatas,
maka perlu juga diketahui dengan pasti apa sebenarnya yang menjadi dasar hukum
Tentang dasar hukum bagi suatu Perseroan Terbatas, dapat dibagi ke dalam
dua kelompok sebagai berikut:24
a. Dasar hukum umum
b. Dasar hukum khusus
Yang dimaksud dengan dasar hukum yang umum adalah ketentuan hukum yang
mengatur suatu Perseroan Terbatas secara umum tanpa melihat siapa pemegang
sahamnya dan tanpa melihat dalam bidang apa Perseroan Terbatas tersebut berbisnis,
beserta sejumlah peraturan pelaksanaannya.
2. Klasifikasi Perseroan Terbatas
Suatu Perseroan Terbatas dapat diklasifikasi ke dalam beberapa bentuk jika
dilihat dari beberapa kriteria, yaitu:25
a. Dilihat dari banyaknya pemegang saham.
Jika dilihat dari segi banyaknya pemegang saham, suatu perseroan terbatas dapat
dibagi ke dalam:
1) Perusahaan Tertutup
Yang dimaksud dengan perusahaan tertutup adalah suatu Perusahaan Terbatas
yang belum pernah menawarkan sahamnya pada publik melalui penawaran
umum dan jumlah pemegang sahamnya belum sampai kepada jumlah
pemegang saham dari suatu perusahaan publik. Kepada perusahaan tertutup
berlaku undang-undang Perseroan Terbatas, yaitu UU No. 40 Tahun 2007.
24 Ibid
., hlm. 13. 25 Ibid
2) Perusahaan Terbuka
Yang dimaksud dengan perusahaan terbatas terbuka (PT. Tbk.) adalah suatu
perseroan terbatas yang telah melakukan penawaran umum atas sahamnya
atau telah memenuhi syarat dan telah memproses dirinya menjadi perusahaan
publik, sehingga telah memiliki status perusahaan publik, dimana
perda-gangan saham sudah dapat dilakukan di bursa-bursa efek. Terhadap
per-usahaan terbuka ini berlaku undang-undang Perseroan Terbatas maupun
undang-undang pasar modal.
3) Perusahaan Publik
Yang dimaksud dengan perusahaan publik adalah perusahaan terbuka dimana
keterbukaannya itu tidak melalui proses penawaran umum, tetapi melalui
proses khusus, setelah dia memenuhi syarat untuk menjadi perusahaan publik,
antara lain: jumlah pemegang sahamnya yang sudah mencapai jumlah tertentu
yang oleh undang-undang pasar modal ditentukan jumlah pemegang
saham-nya minimal sudah menjadi 300 (tiga ratus) orang. Terhadap perusahaan
publik ini berlaku undang-undang tentang Perseroan Terbatas maupun
undang-undang tentang Pasar Modal.
b. Dilihat dari jenis Penanaman Modal
Jika dilihat dari segi jenis penanaman modalnya, suatu perseroan terbatas dapat
1) Perusahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Yang dimaksud dengan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah
suatu perusahaan yang didalamnya terdapat penanaman modal dari sumber
dalam negeri dan perusahaan tersebut telah diproses menjadi perusahaan
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), sehingga dengan status
per-usahaan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tersebut dia sudah berhak
atas fasilitas-fasilitas tertentu dari pemerintah yang tidak akan didapati oleh
perusahaan yang bukan PMDN. Untuk perusahaan PMDN berlaku
undang-undang Perseroan Terbatas maupun undang-undang-undang-undang tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
2) Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA)
Perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) adalah suatu Perseroan Terbatas
(PT) yang sebahagian atau seluruh modal sahamnya berasal dari luar negeri
sehingga mendapat perlakuan khusus dari pemerintah. Jika seluruh modal
saham berasal dari luar negeri disebut PMA murni, tetapi jika sebahagian saja
dari modal saham yang berasal dari luar negeri sedangkan sebahagian dari
dalam negeri maka dikatakan perusahaan patungan (joint venture), terhadap
perusahaan PMA ini berlaku undang-undang PT maupun undang-undang
PMA.
3) Perusahaan non-Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam
Yang dimaksud dengan perusahaan non-PMA/PMDN adalah perusahaan
domestik yang tidak memperoleh status sebagai PMDN, sehingga tidak
mendapat fasilitas dari pemerintah kepada perusahaan PMA/PMDN pada
pokoknya berlaku ketentuan undang-undang tentang Perseroan Terbatas.
c. Dilihat keikutsertaan Pemerintah
1) Perusahaan Swasta
Perusahaan swasta adalah suatu perseroan dimana seluruh sahamnya dipegang
oleh pihak swasta tanpa ada saham pemerintah didalamnya. Kepada
perusahaan swasta ini, berlaku ketentuan dalam undang-undang tentang
Perseroan Terbatas.
2) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah suatu perusahaan dimana
didalamnya terdapat saham yang dimiliki oleh pihak pemerintah. Perusahaan
BUMN memiliki misi bisnis, dan terdapat juga misi sosial. Jika BUMN
berbentuk Perseroan Terbatas maka perusahaan tersebut disebut (PT Persero).
Kepada BUMN berlaku ketentuan undang-undang Perseroan Terbatas dan
perundang-undangan yang berkenaan dengan BUMN.
3) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan salah satu varian dari
BUMN. Hanya saja BUMD unsur pemerintah yang memegang saham
didalamnya adalah pemerintah daerah setempat, untuk BUMD berlaku
d. Dilihat dari sedikitnya pemegang saham
Jika dilihat dari sedikitnya pemegang saham, maka suatu Perseroan Terbatas
dapat dibagi kedalam:
1) Perusahaan Pemegang Saham Tunggal (Corporation Sole)
Yang dimaksud dengan Perusahaan Pemegang Saham Tunggal adalah suatu
Perseroan Terbatas dimana pemegang sahamnya hanya terdiri dari 1 orang
saja. Undang-undang Perseroan Terbatas tidak memungkinkan eksistensi
perusahaan Pemegang Saham Tunggal ini. Sesuai dengan ketentuan Pasal 7
ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) undang Perseroan Terbatas.
Undang-undang hanya memungkinkan adanya pemegang saham tunggal dalam suatu
Perseroan Terbatas jika:
a) Perusahaan tersebut adalah BUMN
b) Dalam waktu maksimal 6 (enam) bulan setelah terjadinya perusahaan
pemegang saham tunggal.
2) Perusahaan Pemegang Saham Banyak (Corporation Agregate)
Perusahaan pemegang saham banyak adalah Perseroan Terbatas yang jumlah
pemegang sahamnya 2 (dua) orang atau lebih yang pada prinsipnya hal inilah
yang dikehendaki oleh undang-undang Perseroan Terbatas.
e. Dilihat dari hubungan saling memegang saham
Jika dilihat dari hubungan saling memegang saham antar perseroan terbatas maka
1) Perusahaan Induk (holding)
Perusahaan induk (holding) adalah suatu perseroan terbatas yang ikut
memegang saham dalam beberapa perusahaan lain. apabila yang dipegang
lebih dari 50% (lima puluh persen) saham maka perusahaan holding tersebut
dapat mengontrol anak perusahaan, demikian juga perusahaan pengontrol.
Sebuah perusahaan holding dapat memegang saham di beberapa anak
perusahaan yang kesemua perusahaan tersebut bernaung dalam 1 (satu)
kelompok perusahaan. Secara hukum masing-masing anak perusahaan tetap
dianggap terpisah satu sama lain karena masing-masing anak perusahaan
merupakan suatu badan hukum sendiri-sendiri, karena itu kecuali dalam
hal-hal yang sangat khusus pihak ketiga hanya dapat menggugat terhadap anak
perusahaan yang mempunyai masalah dengannya, tidak dapat diperlebar
terhadap anak perusahaan lain atau terhadap perusahaan holding-nya.
2) Perusahaan anak (subsidiary)
Sebaliknya, perseroan terbatas dimana ada saham-saham dipegang oleh
per-usahaan holding yang disebut dengan anak perper-usahaan atau perper-usahaan anak.
3) Perusahaan terafilisasi (affiliate)
Selanjutnya, hubungan antar anak perusahaan dalam 1 (satu) induk
perusahaan disebut hubungan terafiliasi. Dengan demikian dilihat dari
hubungan tersebut maka perusahaan yang bersangkutan disebut dengan
f. Dilihat dari segi Kelengkapan Proses Pendirian
1) Perusahaan De Jure
Perusahaan De Jure adalah suatu perseroan terbatas yang didirikan secara
wajar dan memenuhi segala formalitas dalam proses pendiriannya, dari
pembuatan akta pendirian secara notariil sampai dengan pengesahan aktanya
oleh Menteri, serta pendaftarannya dalam daftar perusahaan dan
peng-umumannya dalam berita negara.
2) Perusahaan De facto
Yang dimaksud dengan perusahaan De Facto adalah perseroan terbatas yang
secara itikad baik diyakini oleh pendirinya sebagai suatu perseroan terbatas
yang legal, tetapi tanpa disadarinya ada cacat yuridis dalam proses
pendiriannya, sehingga eksistensinya secara de jure diragukan, tetapi
perseroan tersebut tetap berbisnis sebagaimana perseroan yang normal
lainnya. Menurut hukum Indonesia, ada konsekuensi tertentu dari
ketidak-adaan salah satu mata rantai dalam proses pendirian perseroan. Jika tidak
disahkan oleh Menteri sehingga para pendirinya yang bertanggung jawab
secara renteng. Sementara jika terjadi kealpaan dalam proses pendaftaran dan
pengumuman perseroan, tetapi perseroan tersebut telah disahkan oleh Menteri
maka badan hukum perseroan tersebut sudah eksis, tetapi belum berlaku
terhadap pihak ketiga sehingga yang mesti bertanggung jawab terhadap pihak
Dengan diundangkan dan diberlakukan undang-undang tentang Perseoran
Terbatas dimaksudkan agar Negara dapat memberikan perlindungan hukum yang
lebih baik bagi para pihak yang terlibat didalamnya. Negara diharapkan berperan
lebih aktif dalam masalah yang cukup rawan ini. Negara mempunyai kekuasaan
otoriter terhadap rakyatnya, sehingga Negara dapat memberikan perlindungan hukum
terhadap warganya.26
C. Aspek Yuridis Pembentukan BUMN di Indonesia
Istilah Badan Usaha Milik Negara, ditemukan sejak tahun 1980. Menteri
Sekretaris Negara, dalam Surat Edaran Nomor SE-04/M.SESNEG/4/80 tanggal 5
April 1980 telah menggunakan istilah Badan-badan Usaha Milik Negara. Dalam
Surat Edaran tersebut, Menteri/Sekretaris Negara menyampaikan pesan Presiden
kepada Pimpinan Badan-badan Usaha Milik Negara dan Bank-Bank Milik
Peme-rintah agar tidak memberikan fasilitas dan/atau pembiayaan kepada Para Pejabat
Negara/Pemerintah baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah, bila tidak sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, dalam Keputusan Presiden nomor 59 Tahun 1980 yang diterbitkan
tanggal 11 Oktober 1980 telah pula ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara.
Keputusan Presiden adalah Pembangunan Gedung Badan Usaha Milik Negara yang
berbentuk perusahaan jawatan dan perusahaan umum. Selanjutnya dalam Keputusan
26
Menteri Keuangan Nomor 74/KMK.011/1981 tanggal 6 Pebruari 1981 telah pula
ditemukan istilah Badan Usaha Milik Negara.
Pasal 1 angka 2 KMK tersebut, Badan Usaha dimana Negara melakukan
penyertaan modal secara langsung baik sebagian maupun seluruhnya termasuk
proyek-proyek pemerintah yang direncanakan dijadikan badan usaha dan badan/
proyek lainnya yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Sentosa Sembiring dalam bukunya “Hukum Perusahaan dalam peraturan
perundang-undangan” menyimpulkan bahwa kelahiran UU No. 9 tahun 1969
merupa-kan permulaan munculnya terminologi/istilah BUMN. Berdasarmerupa-kan Keputusan
Presiden Nomor 59 Tahun 1972, selain pengertian usaha-usaha negara berdasarkan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 jo Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 1967,
terdapat “usaha-usaha Negara” yang ditetapkan dengan undang-undang.
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian
atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat
pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa
bagi masyarakat.
Pada beberapa BUMN di Indonesia, pemerintah telah melakukan perubahan
mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi
perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan
pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas (PT)
yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk
menye-diakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan ciri-ciri
Persero, sebagai berikut:27
1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.
2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan
perundang-undangan.
3. Statusnya berupa perseroan terbatas yang diatur berdasarkan undang-undang.
4. Modalnya berbentuk saham.
5. Sebagian atau seluruh modalnya adalah milik negara dari kekayaan negara yang
dipisahkan.
6. Organ persero adalah RUPS, direksi dan komisaris.
7. Menteri yang ditunjuk memiliki kuasa sebagai pemegang saham milik
peme-rintah.
8. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai RUPS,
jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham perseroan terbatas.
9. RUPS bertindak sebagai kekuasaan tertinggi perusahaan.
10.Dipimpin oleh direksi.
27
11.Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan.
12.Tidak mendapat fasilitas negara.
13.Tujuan utama memperoleh keuntungan.
14.Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata.
15.Pegawainya berstatus pegawai swasta
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang
yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti
komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas
pengurusan persero baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengangkatan dan
pemberhentian dilakukan okeh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas
dalam pengawasan kinerja persero itu dan melaporkannya pada RUPS.
Hal yang menjadi pemikiran dalam hukum perusahaan diantaranya adalah
kondisi perusahaan yang berbentuk badan usaha milik negara (BUMN) yang juga
tunduk pada hukum "Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company.28 Di
Indonesia perangkat hukum yang mengatur perusahaan berbentuk badan hukum
"Perseroan Terbatas" atau Limited Liability Company (selanjutnya disingkat "PT"),
sebelumnya diatur oleh Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) dan segala
perubahannya, terakhir yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, lalu
kemudian digantikan posisinya oleh Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang
28
Perseroan Terbatas (selajutnya disingkat UUPT),29 sampai kemudian pada 16
Agustus 2007 digantikan lagi oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas (selajutnya disingkat UUPT).30
Pembaharuan hukum perusahaan menurut UUPT ini ditujukan untuk memberi
jawaban atas tuntutan perkembangan pesat dari eksistensi dan peranan PT sebagai
salah satu bentuk badan hukum dari pelaku ekonomi.31
Perlu diperhatikan tujuan dari Undang-undang BUMN dan berbagai peraturan
perundang-undangan tidak akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya terdapat
berbagai permasalahan dan hambatan yang pada gilirannya pula membuat
undang-undang tersebut tidak dapat dijalankan di lapangan. Oleh karena itu menjadi perhatian
kita untuk mengkaji berbagai hal yang perlu dibuat mengatasi berbagai permasalahan
yang mungkin timbul dalam pelaksanaan Undang-undang BUMN ini ke depan dan
pada gilirannya dapat menjadi dasar sistem pembinaan dan pengelolaan BUMN
efektif dan efisien.32 Karena itu UUPT yang baru ini ditujukan untuk memberi
perlindungan kepentingan bagi setiap pemegang saham, kreditur dan para pihak
ketiga yang berhubungan dengan aktivitas perseroan terbatas. Sejak tahun 2001
29
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 13, T.L.N. No. 3587.
30
Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas, L.N. 106, T.L.N. No.4756.
31
Di Indonesia, Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang sebagian atau seluruh kepemilikannya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia. BUMN dapat pula berupa perusahaan nirlaba yang bertujuan untuk menyediakan barang atau jasa bagi masyarakat. Lihat Wikipedia Indonesia.
32
seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang
dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.
Perusahaan persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas ( PT )
yang modal/sahamnya paling sedikit 51% dimiliki oleh pemerintah, yang tujuannya
mengejar keuntungan. Maksud dan tujuan mendirikan persero ialah untuk
menye-diakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan
mengejar keuntungan untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Fungsi RUPS dalam persero pemerintah ialah memegang segala wewenang
yang ada dalam perusahaan tersebut. RUPS juga berwenang untuk mengganti
komisaris dan direksi. Direksi persero adalah orang yang bertanggung jawab atas
pengurusan persero baik didalam maupun diluar pengadilan. Pengangkatan dan
pem-berhentian dilakukan oleh RUPS. Komisaris adalah organ persero yang bertugas
dalam pengawasan kinerja persero itu, dan melaporkannya pada RUPS.
Selanjutnya mengenai tujuan pendirian BUMN, sebagai berikut:
1. Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas
negara.
2. Mengejar dan mencari keuntungan.
3. Pemenuhan hajat hidup orang banyak.
4. Perintis kegiatan-kegiatan usaha.
5. Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah.
BUMN utama berkembang dengan monopoli atau peraturan khusus yang
Tahun 1999), tidak jarang BUMN bertindak selaku pelaku bisnis sekaligus sebagai
regulator. BUMN kerap menjadi sumber korupsi, yang lazim dikenal sebagai sapi
perahan bagi oknum pejabat atau partai.
Pasca krisis moneter 1998, pemerintah giat melakukan privatisasi dan
mengakhiri berbagai praktek persaingan tidak sehat. Fungsi regulasi usaha dipisahkan
dari BUMN. Sebagai akibatnya, banyak BUMN yang terancam gulung tikar, tetapi
beberapa BUMN lain berhasil memperkokoh posisi bisnisnya.
D. Klasifikasi BUMN dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003
Sejak masa kemerdekaan sampai sekarang, klasifikasi BUMN dapat
dibeda-kan dalam 7 (tujuh) periode. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:33
Tabel 1. Profil dan Posisi BUMN
Periode Sistem Politik-Ekonomi Profil dan Posisi BUMN 1945-1953 Masa revolusi dan perjuangan
konferensi meja bundar
BUMN generasi pertama, seperti BNI, Jawatan Kereta Api, Pos Telepon dan Telegrap dan lain-lain. 1953-1959 Liberal dan UUDS 1950 Bank Indonesia, BRI, Bank
Pembangunan Indonesia, Pelni, PT.Semen Gresik, Pupuk Sriwijaya, dan lain-lain.
1959-1967 Etatisme/Sosialisme BUMN generasi kedua, yaitu eks nasionalisasi perusahaan Belanda 1967-1974 De-etatisme, PMA &PMDN Rasionalisasi BUMN, swastanisasi
eks perusahaan Belanda dan porsi swasta membesar.
1974-1982 Neo etatisme the dutch disease proteksi infant industry
BUMN generasi ketiga, seperti Pertamina sebagai godfather benih konglomerat swasta.
33
Lanjutan tabel.
1982-1990 De-etatisme II, deregulasi dan debirokratisasi
BUMN generasi keempat, quasi BUMN dan swastanisasi. 1990-2020 Demokratisasi, APEC,
GATT/WTO
UU Larangan praktik monopoli dan Perasingan usaha tidak sehat, UU UKM, dan lain-lain.
Di Indonesia, peranan BUMN tidak hanya sebatas pengelolaan sumber daya
dan produksi barang yang meliputi hajat hidup orang banyak, tetapi juga berbagai
kegiatan produksi dan pelayanan yang merupakan porsi swasta. Untuk menjaga
stabilitas ekonomi, monopoli atas sumber daya dan kegiatan ekonomi tertentu yang
berada ditangan negara.
Negara memainkan peranan penting secara langsung dan tidak langsung
dalam kehidupan ekonomi untuk menghindari dampak eksternal dan khusus dampak
sampingan bagi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Peran negara muncul dalam
berbagai bentuk, misalnya: (1) stabilitas sistem ekonomi dan (2) alokasi dan distribusi
sumber daya, termasuk produk dan konsumsi.
Kedudukan dan peran BUMN tergantung hukum yang mengaturnya (hukum
publik atau hukum privat) dan bentuknya (departement goverment enterprise,
statutory public corporation, commercial companies), direfleksikan dalam Inpres No.
17 Tahun 1967 dalam bentuk departemen agency (Perjan), public corporation
(Perum) dan state company (Perseroan). Kedudukan dan peran dilihat dari segi
ekonomi untuk membenarkan keterlibatan pemerintah secara langsung dalam
BAB III
KEBERADAAN BUMN PERSERO DALAM UNDANG-UNDANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL
A. Latar Belakang dan Kronologis Pembentukan Undang-undang SJSN di
Indonesia
Sangat jelas bahwa masyarakat menginginkan adanya suatu jaminan sosial
terutama jaminan sosial dalam bentuk uang pensiun dan jaminan kesehatan. Namun
demikian, terdapat berbagai desakan untuk mempertajam dan memikirkan kembali
beberapa rumusan dalam RUU SJSN sewaktu penyusunannya. Desakan datang dari
berbagai stakeholders termasuk dari pekerja, pengusaha, badan-badan pemerintah
yang menangani asuransi dan jaminan sosial, berbagai lembaga penelitian, serta
berbagai pakar termasuk pakar ekonomi dan sosial. Beberapa hal yang perlu
dipertajam dan dilakukan pengkajian yang mendalam adalah:34
1. Keberlanjutan jangka panjang dari pembiayaan jaminan sosial. Program pensiun menggunakan defined benefit dan pay-as-you-go membutuhkan kecermatan dan kedalaman dalam memperhitungkan arus penerimaan dan pengeluarannya dalam jangka panjang.
2. Cakupan program. Program jaminan sosial yang mencakup seluruh pekerja formal, informal dan masyarakat miskin dalam satu payung perlu dikaji dengan baik kelayakannya (feasibility).
34
3. Monopoli penyelenggara. Jaminan sosial secara terpusat akan menghilangkan pilihan bagi masyarakat untuk menentukan jenis dan perusahaan jaminan sosial yang sesuai dengan kebutuhannya. Selain itu, pemusatan terhadap satu lembaga untuk menangani jaminan sosial akan rawan dari penyalahgunaan dan intervensi politik.
4. Dampak peningkatan kontribusi dari para pekerja, pengusaha dan pemerintah yang besarnya diperkirakan berkisar antara 7-20%. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai dampak peningkatan kontribusi terhadap penciptaan kesempatan kerja terutama bagi para pekerja dengan upah sekitar upah minimum yang ditetapkan.
5. Proses penyusunan RUU. Berbagai stakeholders merasa tidak dilibatkan oleh Komite Jaminan Sosial Nasional yang terkesan bekerja secara tertutup. Komite Jaminan Sosial Nasional tidak pernah memberikan perhitungan besarnya biaya yang dibutuhkan (analisa aktuaria) serta dampaknya terhadap peningkatan kontribusi bagi pekerja, pengusaha dan pemerintah. Sampai saat ini belum tergambar secara jelas adanya kajian dan analisa mengenai besarnya iuran, siapa yang akan menanggung, serta bagaimana manajemen keuangan akan dilaksana-kan baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Apabila suatu pemerintahan mencanangkan untuk melaksanakan suatu sistem
jaminan sosial, sebenarnya pemerintah tersebut berjanji kepada para pekerja dan
anggota keluarganya akan masa depan kesejahteraan mereka. Janji ini tidak saja
diberikan kepada para pekerja pada saat ini yang akan pensiun dalam jangka waktu
15 sampai 30 tahun mendatang, tetapi mencakup juga generasi pekerja yang akan
datang. Bila janji tersebut gagal dipenuhi maka kredibilitas pemerintah yang telah
dibangun dengan susah payah akan sulit dipulihkan.
Pengalaman negara lain dalam mengelola program pensiunnya seringkali
menunjukkan bahwa pemerintahan berikutnya biasanya gagal dalam memenuhi
janjinya yang disebabkan karena perhitungan yang tidak tepat. Ketidaktepatan