TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH
BERDASARKAN PBI NO.7/7/PBI/2995 JO. NO. 10/10/PBI/2008
DIKAITKAN DENGAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
Diajukan Kepada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Untuk
Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Syarat –Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
OLEH
PUTRI NESIA DAHLIUS
060200105
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH
BERDASARKAN PBI NO.7/7/PBI/2995 JO. NO. 10/10/PBI/2008
DIKAITKAN DENGAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN
SKRIPSI
OLEH
PUTRI NESIA DAHLIUS
060200105
Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Disetujui
Ketua Departemen Hukum Perdata
(Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH. MS)
NIP.196204211988031004
Pembimbing I, Pembimbing II
(Prof.Dr.H.Tan Kamello, SH. MS) (H. M. Siddik, SH, M.Hum)
NIP. 196204211988031004 NIP.131568378
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberi kekuatan jasmani dan rohani, kesabaran serta ketabahan dan atas karunia
yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini.
Pembuatan skripsi ini adalah sebagai suatu persyaratan untuk kelah
memperoleh gelar Sarjana Hukum untuk jurusan Keperdataan Dagang pada
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU).
Oleh karena itu, guna memenuhi persyaratan tersebut, penulis membuat
skripsi dengan judul “ Tinjauan Hukum Penyelesaian Pengaduan Nasabah
Berdasarkan PBI No. 7/7/PBI/2005 Jo No. 10/10/PBI/2008 dikaitkan dengan
Undang-undang Perlindungan Konsumen.
Disini penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa terhadap penulisan
dan pembahasan skripsi ini masih banyak dijumpai berbagai kekurangan disana
sini, baik itu dalam segi penyusunan bahasa nya ataupun substansi isinya. Oleh
sebab itu, penulis dengan kerendahan hati sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran-saran dapat mendukung demi terwujudnya suatu kesempurnaan tulisan ini.
Selanjutnya dalam rangka penyelesaian tugas skripsi ini penulis tidak lupa
mengucapkan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof.
Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum
2. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH. MS selaku dosen pembimbing I
penulis, dan ketua Jurusan Keperdataan Fakultas Hukum USU Medan dan
Bapak H. M. Siddik, SH, M.Hum selaku dosen pembimbing II penulis,
yang mana telah memberikan saran-saran serta pengarahan kepada penulis
disaat melakukan penulisan skripsi ini, dan yang telah membimbing
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3. Ibu Mariati Zendrato, SH, M.Hum selaku dosen penasehat akademik
penulis, yang penulis anggap sebagai orang tua penulis selama berada di
fakultas hukum.yang selalu memotifasi penulis dalam dunia akademik.
4. Ibu Puspa Melati, SH, M.Hum selaku Dosen jurusan Keperdataan Dagang,
yang selalu memberikan masukan-masukan yang bermanfaat kepada
penulis.
5. Orang tua Penulis Dra. Yulizar Yunas, M.Hum dan Drs. Dahlius Dahlan
(Alm), yang selalu mendoakan penulis dalam setiap hal dan setiap waktu,
serta memberikan bantuan kepada penulis baik dari segi moril maupun
materil. Terima kasih Mama tersayang.
6. Kakak-kakak penulis Pertiwi Dahlius, S.Psi dan Mutiara Dahlius, S.s,
S.Sos dan abang ipar penulis Syamsir Alamsyah Putra, mereka yang selalu
memberikan semangat kepada penulis.
7. Semua dosen-dosen Fakultas Hukum USU yang dengan iklas
mencurahkan ilmu-ilmunya kepada penulis.
8. Semua Pegawai bagian Pendidikan dan Bagian Kemahasiswaan yang
selalu membantu penulis dalam menyelesaikan segala urusan kampus dan
administrasi penulis.
9. Semua Pegawai Perpustakaan Hukum.
10.Teman-teman ku Khairunnisa Ginting, M. Prima Dendi, Khairuna Malik
Hasibuan, Hamdani Parinduri, yang selalu berbagi informasi dan sangat
membantu penulis, serta teman seperjuangan tempat berbagi suka dan
duka selama di fakultas Hukum.
11.Dearma Sinaga yang selalu menghibur, menemani, mengingatkan,
membantu, dan mendukung penulis untuk segera menyelesaikan skripsi
ini. Dan yang selalu sabar mendengarkan keluh kesah penulis. Terima
kasih sayang.(good or bad we are together).
12.Semua teman-teman jurusan dagang, teman-teman Grub B.
13.Rahmaningsi simamora, Amd, Tari Instanti Dewi Bangun, teman-teman
tersayang penulis, tempat penulis menghilangkan penat dan teman bermain
penulis.
14.Fadhilla Astrid Sitompul, M. Suhaji Utama, Ananda Zakaria, Yudi, Donny
Irawan,Riko Nugraha, teman-teman penulis yang tempat penulis berbagi
canda.
15.Semua keluarga besar penulis, dan orang-orang yang telah membantu
penulis.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………i
DAFTAR ISI……….v
ABSTRAKSI………....………..viii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang………..………1
B. Perumusan Masalah………..………...9
C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan………...9
D. Keaslian Penulisan………..10
E. Tinjauan Kepustakaan………10
F. Metode Penelitian………...12
G. Sistematika Penulisan……….12
BAB II. ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan15 B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan………..19
C. Asas-Asas Hukum Perbankan………21
D. Para Pihak Dalam Transaksi Perbankan………23
E. Hubungan Hukum Nasabah Dan Bank……….34
BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN NASABAH
DALAM HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A. Nasabah Selaku Konsumen Produk Perbankan……….40
B. Perlindungan Nasabah Selaku Konsumen Produk Perbankan………46
C. Implementasi Program-Program Perlindungan Nasabah Berdasarkan
PBI No.7/7/PBI/2005 Jo. No.10/10/PBI/2008………51
D. Prinsip Perlindungan Nasabah………57
E. Peranan Bank Dalam Melindungi Nasabah………61
BAB IV. PENYELESAIAN PENGADUAN NASABAH BERDASARKAN PBI
NO.7/7/PBI/2005 JO. NO.10/10/PBI/2008 DIKAITKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN.
A. Mekanisme Penyelesaian Pengaduan Nasabah Berdasarkan PBI
No.7/7/PBI/2005 jo. No.10/10/PBI/2008…………...………..65
B. Hak dan Kewajiban Nasabah Selaku Konsumen Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen………..………...….77
C. Usaha Penyelesaian Pengaduan Nasabah Yang Diterapkan Oleh PT
Bank Sumut Cabang Medan………84
D. Batasan Tanggung Jawab Bank Terhadap Penyelesaian Pengaduan
Nasabah……….124
BAB V. KLESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan………127
B. Saran………..131
DAFTAR PUSTAKA………
ABSTRAKSI
Penyelesaian pengaduan nasabah oleh Bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, tidak dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan karena tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Pada akhirnya, ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba menemukan permasalahan dalam penyelesaian pengaduan nasabah yang mungkin timbul saat transaksi keuangan antara bank dan nasabahnya serta melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya dilapangan (dalam hal ini Peraturan PBI No. 7/7/PBI/2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah). Dalam hal ini dilakukan wawancara langsung dengan Petugas Penerima Pengaduan Nasabah (P3N).
Dari penelitian yuridis normatif penulis mendapati bahwa pengaduan nasabah muncul karena tidak diefektifkannya kedudukan coordinate / setara diantara bank dan nasabahnya oleh bank, sehingga akhirnya muncul ketidakpuasan pada sisi nasabah sebagai protes atas tidak diberikannya perlindungan terhadap mereka selaku pemakai jasa perbankan. Sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, bahwa Bank Indonesia mencoba mereduksi pengaduan nasabah tersebut dengan menerapkan Perlembagan Mediasi Perbankan diseluruh Bank di Indonesia sebagai salah satu alternatif dari pilihan penyelesaian sengketa, yang diatur dalam hukum Perdata Indonesia dari Undang-undang No.30 Tahun 1999tentang Alternatif Dispute Resolution (ADR).
ABSTRAKSI
Penyelesaian pengaduan nasabah oleh Bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, tidak dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan karena tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Pada akhirnya, ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba menemukan permasalahan dalam penyelesaian pengaduan nasabah yang mungkin timbul saat transaksi keuangan antara bank dan nasabahnya serta melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya dilapangan (dalam hal ini Peraturan PBI No. 7/7/PBI/2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah). Dalam hal ini dilakukan wawancara langsung dengan Petugas Penerima Pengaduan Nasabah (P3N).
Dari penelitian yuridis normatif penulis mendapati bahwa pengaduan nasabah muncul karena tidak diefektifkannya kedudukan coordinate / setara diantara bank dan nasabahnya oleh bank, sehingga akhirnya muncul ketidakpuasan pada sisi nasabah sebagai protes atas tidak diberikannya perlindungan terhadap mereka selaku pemakai jasa perbankan. Sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, bahwa Bank Indonesia mencoba mereduksi pengaduan nasabah tersebut dengan menerapkan Perlembagan Mediasi Perbankan diseluruh Bank di Indonesia sebagai salah satu alternatif dari pilihan penyelesaian sengketa, yang diatur dalam hukum Perdata Indonesia dari Undang-undang No.30 Tahun 1999tentang Alternatif Dispute Resolution (ADR).
ABSTRAKSI
Penyelesaian pengaduan nasabah oleh Bank yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, tidak dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan karena tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian. Pada akhirnya, ketidakpuasan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa antara nasabah dengan bank, yang apabila berlarut-larut dan tidak segera ditangani dapat mempengaruhi reputasi bank, mengurangi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan merugikan hak-hak nasabah.
Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penulis mencoba menemukan permasalahan dalam penyelesaian pengaduan nasabah yang mungkin timbul saat transaksi keuangan antara bank dan nasabahnya serta melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut dengan pelaksanaannya dilapangan (dalam hal ini Peraturan PBI No. 7/7/PBI/2005 jo No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah). Dalam hal ini dilakukan wawancara langsung dengan Petugas Penerima Pengaduan Nasabah (P3N).
Dari penelitian yuridis normatif penulis mendapati bahwa pengaduan nasabah muncul karena tidak diefektifkannya kedudukan coordinate / setara diantara bank dan nasabahnya oleh bank, sehingga akhirnya muncul ketidakpuasan pada sisi nasabah sebagai protes atas tidak diberikannya perlindungan terhadap mereka selaku pemakai jasa perbankan. Sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, bahwa Bank Indonesia mencoba mereduksi pengaduan nasabah tersebut dengan menerapkan Perlembagan Mediasi Perbankan diseluruh Bank di Indonesia sebagai salah satu alternatif dari pilihan penyelesaian sengketa, yang diatur dalam hukum Perdata Indonesia dari Undang-undang No.30 Tahun 1999tentang Alternatif Dispute Resolution (ADR).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbankan merupakan inti dari sistem keuangan pada tiap negara
Indonesia, yang telah memiliki beberapa Undang-undang yang mengatur tentang
perbankan, diantaranya yaitu :
1. Undang undang RI Nomor 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
2. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 jo Nomor 10/10/PBI/2008
Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
3. Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia.
4. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
5. Undang-undang RI No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan.
”Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.”
Bank adalah salah satu lembaga keuangan sebagai tempat bagi perusahaan,
badan-badan pemerintah swasta maupun perorangan untuk menyimpan
dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan bank
untuk melayani kebutuhan pembiayaan serta meluncurkan mekanisme sistem
adalah sebagai penghimpun dana dari masyarakat, sebab bank itu sendiri
memperoleh pendapatan dan modalnya dari simpanan masyarakat pada bank
tersebut.1
Jasa bank sangat penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara
Indonesia. Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas dua tujuan. Pertama,
sebagai penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efesien bagi nasabah.
Untuk ini, bank menyediakan uang tunai, tabungan, dan kartu kredit. Ini adalah
peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi. Tanpa adanya
penyediaan alat pembayaran yang efesien ini, maka barang hanya dapat
diperdagangkan dengan cara barter yang memakan waktu. Kedua, dengan
menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak yang
membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan
pemanfaatan yang lebih produktif. Bila peran ini berjalan dengan baik, ekonomi
suatu negara akan meningkat. Tanpa adanya arus dana, uang hanya berdiam di Menurut UU RI Pasal 1 angka 2 No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Evolusi bank berawal dari awal tulisan, dan berlanjut sampai sekarang
dimana bank sebagai institusi keuangan yang menyediakan jasa keuangan.
Sekarang ini bank adalah institusi yang memegang lisensi bank. Lisensi bank
diberikan oleh atasan bagian keuangan yang memberikan hak untuk melakukan
jasa perbankan dasar, seperti menerima tabungan dan memberikan pinjaman.
1
saku seseorang, orang tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat
dibangun karena tidak memiliki dana pinjaman.2
1. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi
ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama bank
sebagai penghimpun dan pengatur dana masyarakat yang bertujuan
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
Dengan adanya jasa bank, maka
pihak nasabah mendapat kemudahan dalam melakukan segala transaksi yang
berhubungan dengan keuangan, dan dapat terlindung dari segala bentuk ketidak
adilan lintah darat yang di dalam memberikan pinjaman kepada nasabah seperti
praktek bank-bank gelap yang memberi pinjaman dengan bunga tinggi.
Interaksi di dunia perbankan antara nasabah dan bank bukanlah suatu hal
yang tidak mungkin apabila terjadi masalah, dan apabila tidak segera diselesaikan
dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dan bank.
Di dalam sistem hukum Indonesia,segala bentuk praktek perbankan
haruslah berdasarkan pada prinsip-prinsip yang terkandung di dalam Ideologi
Negara Indonesia yakni Pancasila dan tujuan Negara Indonesia dalam UUD 1945.
Kekhususan ini dapat dilihat dalam kehidupan perbankan Indonesia, diantaranya
adalah :
2. Perbankan Indonesia sebagai sarana pembangunan nasional, juga guna
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
2
pancasila dan UUD 1945, pelaksanaan perbankan Indonesia harus banyak
memperhatikan keselarasan, kesinambungan dan unsur-unsur Trilogi
Pembangunan.
3. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya
senantiasa bergerak cepat guna menghadapi tantangan-tantangan yang
semakin luas dalam perkembangan perekonomian nasional maupun
internasional.3
Berdasarkan dasar Negara Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945,
perbankan harus memperhatikan kesejahteraan nasabah dan tidak merugikan
nasabah. Dengan cara kerja seperti itu dapat meningkatkan pemasukan bank itu
sendiri, karena minat nasabah untuk menyimpan dana di bank.
Basis utama dalam bisnis lembaga keuangan dan perbankan adalah
kepercayaan (trust) dan kejujuran (honesty). Sebagai fondasi utama, idealnya
kedua hal tersebut harus menjiwai setiap aktivitas perbankan. Mulai dari iklan
produk perbankan sampai aneka ragam transaksi dalam dunia perbankan. Dari
kasus-kasus pengaduan konsumen perbankan terlihat ada kecenderungan krisis
kepercayaan dalam dunia perbankan di Indonesia. Secara umum ada dua
kelompok besar pengaduan konsumen perbankan. Pertama, pengaduan konsumen
yang berhubungan dengan produk perbankan termasuk iklan produk perbankan.
Kedua, pengaduan konsumen menyangkut pelayanan yang meliputi cara kerja
petugas yang berkaitan.4
3
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia (Bandung : PT. citra Aditya Bakti, 1999), hlm 3.
4
Apabila nasabah merasa dirugikan hak keperdataannya, maka pihak
nasabah dapat mengajukan pengaduan pada pihak bank. Dalam hal ini bank harus
dapat menyelesaikan dengan baik menggunakan mekanisme atau sistem yang
telah ditetapkan. Pihak bank harus segera memberi tanggapan dan
menindaklanjuti hingga tuntas mengenai ketidakpuasan nasabah tersebut. Bank
bertanggung jawab penuh atas penyelesaian pengaduan hingga tuntas berkaitan
dengan diberlakukannya Undang-undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, dimana bank sebagai pelaku usaha tidak boleh
melanggar hak dari nasabahnya selaku konsumen produk perbankan.
Perbankan sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary
institution) memegang peranan penting dalam proses pembangunan nasional. Hal
ini membuat sarat akan pengaturan baik melalui peraturan perundang-undangan di
bidang perbankan sendiri maupun perundang-undangan lain yang terkait. UU No.
8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) khususnya dalam hal
perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen.5
Perlindungan konsumen selaku nasabah lahir karena hak konsumen yang
diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada era globalisasi
dan perdagangan bebas saat ini banyak bermunculan berbagai macam produk
barang atau jasa yang dipasarkan kepada konsumen di tanah air, baik melalui
promosi, iklan, maupun penawaran secara langsung oleh pihak bank. Jika tidak
berhati-hati dalam memilih produk barang atau jasa yang diinginkan, konsumen
hanya akan menjadi objek eksploitasi dari pelaku usaha yang tidak bertanggung
5
Khotibul Umam, Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Sebagai Konsumen Jasa
jawab. Tanpa disadari konsumen atau nasabah menerima begitu saja barang atau
jasa yang dikonsumsinya.
Adanya UUPK tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku
usaha. UUPK dapat mendorong usaha yang sehat, serta mendorong lahirnya
perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan yang ada, dengan
menyediakan barang atau jasa yang berkualitas.6
Dalam interaksi antara bank dengan nasabahnya pada setiap masalah yang
terjadi dapat menurunkan kualitas bank tersebut dalam hubungannya dengan
kepercayaan masyarakat. Dari berbagai pengalaman yang ada timbulnya masalah
dan sengketa antara nasabah dan perbankan disebabkan oleh 4 hal yakni :7
1. Informasi yang kurang memadai tentang karakteristik produk atau jasa
yang ditawarkan oleh bank tersebut.
2. Pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan
masih kurang.
3. Ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi
nasabah peminjam dana.
4. Tidak adanya saluran yang memadai untuk menfasilitasi penyelesaian awal
masalah yang timbul anatra nasabah dan bank.
UUPK diberlakukan dalam rangka menyesuaikan daya tawar konsumen
terhadap pelaku usaha dan mendorong pelaku usaha untuk bersikap jujur dan
bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatannya. UUPK mengacu pada
filosofi pembangunan nasional, yakni bahwa pembangunan nasional termasuk
6
Happy Susanto, HAk-Hak Konsumen Jika Diragukan.(Jakarta: visi Media), hlm 1.
7
Muliaman, D. Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank dalam
pembangunan hukum perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka
membangun manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan pada falsafah kenegaraan
Republik Indonesia, yaitu dasar negara Pancasila dan Konstitusi Negara, UUD
NKRI Tahun 1945.
Konsumen jasa perbankan lebih dikenal dengan sebutan nasabah. Dalam
praktik perbankan nasabah dibedakan menjadi tiga yaitu: Pertama, nasabah
deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada suatu bank, misalnya
dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Kedua, nasabah yang memanfaatkan
fasilitas kredit atau pembiayaan perbankan, misalnya kredit kepemilikan rumah,
pembiayaan murabahah, dan sebagainya. Ketiga, nasabah yang melakukan
transaksi dengan pihak lain melalui bank (walk in customer), misalnya transaksi
antara importir sebagai pembeli dengan eksportir di luar negeri dengan
mempergunakan fasilitas letter of credit (L/C).8
Pengaturan melalui UUPK yang sangat terkait dengan perlindungan
hukum bagi nasabah selaku konsumen perbankan adalah ketentuan mengenai
klausula baku. Sedangkan dari peraturan perundang-undangan di bidang
perbankan ketentuan yang memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank
selaku konsumen antara lain adalah dengan diintrodusirnya Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) dalam UU No. 10 Tahun 1998. Di tingkat teknis payung hukum
yang melindungi nasabah antara lain adanya pengaturan mengenai penyelesaian
pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam Peraturan Bank Indonesia
(PBI).9
8
www.kaskus.blogspot.com di akses 23 Desember 2009
9
Bank Indonesia selaku Central Bank mengeluarkan peraturan yang
menjadi dasar hukum di dalam pemberian izin bagi nasabah untuk menyatakan
ketidakpuasnnya dan mengajukan pebgaaduan pada pihak perbankan berdasarkan
Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 Jo. No.10/10/PBI/2008 tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
Upaya perlindungan nasabah ini dikeluarkan BI sebagai satu pilar dalam
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh gubernur BI tanggal
9 Januari 2004. API menerapkan 6 (enam) pilar/visi untuk mewujudkan sistem
perbankan yang sehat, antara lain:10 a. Struktur perbankan yang sehat
b. Sistem pengaturan yang efektif.
c. Sistem pengawasan yang independen dan efektif.
d. Industri perbankan yang kuat.
e. Infrastruktur yang mencukupi.
f. Perlindungan nasabah.
Perlindungan konsumen perbankan merupakan salah satu permasalahan
yang sampai saat ini belum mendapatkan tempat yang baik dalam sistem
perbankan nasional. Untuk masalah perlindungan dan pemberdayan konsumen
mendapatkan perhatian khusus dalam pilar keenam API. Dengan mengangkat
masalah perlindungan konsumen dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, hal ini
menunjukkan besarnya komitmen Bank Indonesia dan perbankan untuk
10
menempatkan konsumen jasa perbankan memiliki posisi yang sejajar dengan
bank.11
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka
diperolehlah beberapa permasalahan yang penting untuk diajukan, yakni sebagai
berikut :
1. Bagaimana mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah berdasarkan PBI
No.7/7/PBI/2005 jo. No.10/10/PBI/2008 ?
2. Bagaimana hak dan kewajiban nasabah selaku konsumen berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen ?
3. Bagaimana usaha penyelesain pengaduan nasabah yang diterapkan oleh
PT. Bank Sumut Cabang Medan ?
4. Bagaimana batasan tanggung jawab bank terhadap penyelesaian
pengaduan nasabah ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian pengaduan nasabah
berdasarkan PBI No.7/7/PBI/2005 Jo. No. 10/10 PBI/2008..
2. Untuk mengetahui hak dan kewajiban nasabah selaku konsumen
berdasarkan UU Perlindungan Konsumen.
11
3. Untuk mengetahui usaha penyelesaian pengaduan nasabah yang diterapkan
oleh PT. Bank Sumut Cabang Medan.
4. Untuk mengetahui batasan tanggung jawab bank terhadap penyelesaian
pengaduan nasabah.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi yang berjudul “ Tinjauan Hukum Penyelesaian Pengaduan
Nasabah Berdasarkan Peraturan BI no.7/7/PBI/2005 Jo. No.10/10/PBI/2008
Dikaitkan Dengan UU Perlindungan Konsumen”. Merupakan hasil karya dan ide
sendiri. Skripsi ini belum pernah dibahas oleh pihak manapun. Skripsi ini dibuat
sebagaimana seharusnya dan tidak merekayasa dan meniru dari skripsi yang
pernah ada. Penulis menyusun melalui referensi buku-buku, media cetak, dan
elektronik dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam penulisan ini dituangkan
segala pemikiran untuk kelayakan di dalam penulisan skripsi ini dan menjamin
bahwa skripsi dengan judul seperti yang telah disebutkan di atas belum pernah
dibuat.
E. Tinjauan Kepustakaan
Tinjauan hukum dalam penyelesaian pengaduan nasabah, sangat
berhubungan erat dengan Bank, dan perlindungan hukum bagi nasabah. Lembaga
perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara Indonesia.
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang-perorangan,
pemerintahan dan dana-dana yang dimiliknya. Bank melayani kebutuhan
pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor
perekonomian.
Menurut G.M. Verryn Stuart dalam bukunya “Bank Politik” berpendapat bahwa Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri ataupun dengan uang yang diperolehnya dari orang lain. Maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukaran baru berupa uang giral.12
Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan,
perlindungan konsumen merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh di abaikan
begitu saja. Kedudukan nasabah dalam hubungannya dengan pelayanan jasa
perbankan, berada pada dua posisi yang dapat bergantian sesuai dengan sisi mana
mereka berada. Fokus persoalan perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan
peraturan perundang-undangan serta ketentuan perjanjian yang mengatur
hubungan antara bank dengan nasabahnya. Hubungan hukum yang terjadi antara
bank dengan nasabah dapat terwujud dari suatu perjanjian, baik perjanjian yang
berbentuk akta di bawah tangan maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks
inilah perlu pengamatan yang baik untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi
konsumen namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal demikian perlu
mengingat seringnya perjanjian yang dilakukan antara bank dengan nasabah telah
di bakukan dengan sebuah perjanjian baku.
13
Perlindungan Hukum Bagi Nasabah yaitu bahwa hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingan tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan
Menurut Satjipto Raharjo
12
http:www.kaskus.blogspot.com di akses 15 November 2009
13
keluasan dan kedalamannya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut dengan Hak. Dengan demikian tidak setiap kekuasaan dalam masyarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja. Yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.14
F. Metode Penelitian
Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (Walk-in Custemer).
Judul dari skripsi ini dan akan memberikan pengertian yang tidak
bermakna ganda. Sehingga dapat diperoleh masalah pengertian tentang judul
skripsi ini yaitu “Tata cara perbuatan untuk menemukan jalan keluar dari
ungkapan ketidakpuasan nasabah yang disebabkan oleh adanya potensi kerugian
finansial pada nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian bank yang
dilakukan pihak yang memakai jasa bank termasuk pihak yang tidak memiliki
rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan.”
Penulisan ini bersifat deskriptif yang dilakukan dengan pendekatan yuridis
normatif. Merupakan penelitian yang dilakukan dan diajukan pada peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang topik yang diangkat, kemudian
melihat kesesuaian antara hal yang ditentukan dalam peraturan hukum tersebut
dengan pelaksanaannya dilapangan (dalam hal ini Peraturan BI No. 7/7/PBI/2005
jo. No.10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah). Dalam hal ini
dilakukan wawancara langsung terhadap Petugas penerima Pengaduan Nasabah
(P3N).
14
G. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi ke dalam lima bab pokok
yang terbagi atas beberapa sub bab.
Bab I. Pendahuluan
Dalam bab ini penulis memuat latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II. Aspek Hukum Para Pihak Dalam Transaksi Perbankan
Dalam bab ini mengemukakan koneksitas antara bank dengan
nasabahnya yang dimulai dari pengertian, sumber-sumber
perbankan, asas-asasnya, para pihak yang bertransaksi serta
hubungan hukum antara nasabah dan bank.
Bab III. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Nasabah Dalam Hukum
perbankan Indonesia.
Dalam bab ini membahas tentang nasabah selaku konsumen
produk perbankan dalam sistem Indonesia, perlindungan nasabah
selaku konsumen produk perbankan yang harus dilindungi
hak-haknya, implementasi program-program perlindungan nasabah
berdasarkan Peraturan BI No.7/7/PBI/2005 jo No.10/10/PBI/2008
bagaimana penerapannya di Indonesia, apakah sesuai dengan apa
yang telah ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia,
prinsip-prinsip perlindungan nasabah, serta peranan bank dalam
Bab IV. Penyelesaian Pengaduan Nasabah Berdasarkan Peraturan BI
No.7/7/PBI/2005 jo No.10/10/PBI/2008. Dikaitkan Dengan UU
Perlindungan Konsumen.
Dalam bab ini diuraikan mengenai mekanisme penyelesaian
pengaduan nasabah serta hak dan kewajiban nasabah selaku
konsumen berdasarkan UU perlindungan konsumen dan sampai
dimana batasan tanggung jawab bank dalam penyelesaian
pengaduan nasabah.
Bab V. Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan penulis atas masalah yang diangkat
dalam skripsi ini dan sekaligus memberikan saran terhadap
BAB II
ASPEK HUKUM PARA PIHAK DALAM TRANSAKSI PERBANKAN
A. Pengertian Hukum Perbankan dan Jenis-Jenis Transaksi Perbankan
Hukum yang mengatur masalah perbankan disebut hukum perbankan
(Banking Law) yakni merupakan seperangkat kaedah hukum dalam bentuk
peraturan perundang undangan, yurisprudensi, doktrin, dan lain-lain sumber
hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan sebagai lembaga, dan aspek
kegiatannya sehari-hari, rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh suatu bank,
perilaku petugas-petugasnya, hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab, para
pihak yang tersangkut dengan bisnis perbankan, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh bank, eksistensi bank, dan lain-lain yang berkenaan dengan dunia
perbankan tersebut. 15
Ruang lingkup dari pengaturan hukum perbankan adalah sebagai berikut :
16
1. Asas-asas perbankan, seperti norma efisiensi, keefektifan, kesehatan bank,
profesionalisme pelaku perbankan, maksud dan tujuan lembaga perbankan,
hubungan, hak dan kewajiban bank.
2. Para pelaku bidang perbankan, seperti dewan komisaris, direksi dan
karyawan, maupun pihak terafiliasi. Mengenai bentuk badan hukum
pengelola, seperti PT. Persero, Perusahaan Daerah, koperasi atau perseroan
15
Muhammad Djumhana, Asas-Asas Hukum Perbankan Indonesia, (Bandung :Citra Aditya Bakti, 1993), hlm 10.
16
terbatas. Mengenai bentuk kepemilikan, seperti milik pemerintah, swasta,
patungan dengan asing atau bank asing.
3. Kaedah-kaedah perbankan yang khusus diperuntukkan untuk mengatur
perlindungan kepentingan umum dari tindakan perbankan, seperti
pencegahan persaingan yang tidak sehat, antitrust, perlindungan nasabah,
dan lain-lain.
4. Yang menyangkut dengan struktur ogranisasi yang berhubungan dengan
bidang perbankan, seperti eksistensi dari Dewan Moneter, Bank Sentral,
dan lain-lain.
5. Yang mengarah kepada pengamanan tujuan-tujuan yang hendak dicapai
oleh bisnisnya bank tersebut, seperti pengadilan, sanksi, insentif,
pengawasan, prudent banking, dan lain-lain.
“Berdasarkan PBI Pasal 1 angka 5 No.7/7/PBI/2005 Jo. No.
10/10/PBI/2008 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah transaksi keuangan
adalah pemanfaatan produk dan atau jasa perbankan maupun produk dan atau jasa
lembaga keuangan lain dan atau pihak ke tiga lainnya yang ditawarkan melalui
bank.”
Dari defenisi tersebut jelaslah bahwa transaksi keuangan berkaitan dengan
produk dan jasa yang ditawarkan oleh pihak perbankan. Perlu dicatat bahwa
sistem transaksi dari berbagai bank di Indonesia berbeda-beda karakteristiknya.
Hal ini bergantung pada produk perbankan masing-masing bank. Transaksi sangat
berhubungan erat dengan kontrak, menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang
lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Dalam melakukan sebuah
kontrak dan transaksi harus sesuai dengan ketentuan syarat-syarat kontrak yang
diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sepakat mereka yang mengikatan
dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perjanjian atau perikatan, adanya suatu
hal tertentu, dan sesuatu yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang halal dan
tidak melanggar hukum.
Menurut Rachmadi Usman
Sistem Keuangan didefenisikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari sistem moneter dan diluar dari sistem moneter. Sistem moneter ini terdiri dari otoritas moneter dan diluar otoritas moneter. Sistem moneter terdiri dari otoritas moneter, yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan uang primer dari bank-bank pencipta uang giral, sedang lembaga keuangan lainnya termasuk dalam kelompok diluar sistem moneter.17
Pendapat lainnya menurut Rachmadi Usman memberi cakupan daripada
sistem keuangan itu lebih luas dan jelas. Sistem keuangan adalah suatu sistem
yang terdiri dari :18
a. Lembaga-lembaga keuangan, lembaga-lembaga intermediasi yang
menghubungkan unit yang surplus dan yang defisit dalam suatu ekonomi.
b. Instrumen-instrumen keuangan, dikeluarkan oleh lembaga-lembaga
tersebut.
c. Pasar tempat instrumen-instrumen tersebut diperdagangkan.
d. Jadi, dalam hal ini tampak bahwa selain bank sebagai lembaga keuangan
moneter, maka dapat juga sebagai lembaga yang mengeluarkan produk,
dan jasa lembaga keuangan itu sendiri untuk kepentingan nasabah.
Dalam dunia perbankan ada dua jenis transaksi keuangan, yaitu :19
17
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Indonesia,(Jakarta:PT.Garamedia Pustaka Utama,2003),hlm 60
18
Ibid Rachmadi Usman
1. Taransaksi Tunai
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi finansial secara khusus melalui
penggunaan mata uang.
2. Transaksi Usaha
Yaitu suatu metode menjalankan transaksi yang menghasilkan catatan
finansial, yaitu cek, tanda terima, tagihan, akta, kwitansi, kontrak.
Kelebihan sistem transaksi tunai ini adalah:
a. Setiap orang dapat datang dengan mata uang untuk membayar barang dan
jasa.
b. Kurangnya catatan keuangan menjadikannya sulit untuk menghubungkan
seseorang dengan aktifitas kejahatan atau dengan pembelian atau
penjualan barang atau jasa ilegal (bagi pihak yang melakukan tindak
pidana).
c. Pemasukan yang tidak dilaporkan sehingga tidak kena pajak.
d. Mata uang yang diterima kelihatannya sudah merupakan yang biasa dan
umum.
Kekurangan sistem transaksi tunai ini, adalah:
a. Dalam jumlah besar uang tunai mencurigakan dan menarik perhatian pada
siapapun yang mengambil atau bagi pihak yang menyimpannya.
b. Kurangnya catatan sehingga apabila dalam jumlah besar menjadikannya
sulit untuk mencegah dari pencurian.
c. Uang tunai dalam jumlah besar sulit ditangani dan dipindahkan.
19
Kelebihan transaksi usaha, adalah :
a. Terdapat suatu efisiensi dan keamanan yang lebih besar apabila transfer
dana tersebut.
b. Kehilangan akibat pencurian lebih dapat dikurangi.
c. Kesempatan dalam kegiatan usaha tersedia lebih besar seperti investasi
legal dalam real estate, properti dan sekuritas.
Kekurangan transaksi usaha ini, adalah :
a. Harus membayar pajak atas pemasukan yang dilaporkan.
b. Catatan-catatan transaksi usaha merupakan bahan pemeriksaan oleh pihak
berwenang.
c. Pemalsuan catatan transaksi usaha merupakan kejahatan yang merupakan
pembuktian adanya aktivitas kejahatan.
d. Transaksi usaha dapat diikuti sumber dan tujuan yang dapat mengarah
pada aktivitas kejahatan.
B. Sumber-Sumber Hukum Perbankan
Sumber hukum perbankan dapat dibedakan atas sumber hukum dalam arti
formal dan sumber hukum dalam arti materil. Sumber hukum dalam arti materil
adalah sumber hukum yang menentukan isi hukum itu sendiri dan itu tergantung
dari sudut mana dilakukan peninjauannya, apakah dari sudut pandang ekonomi,
sejarah, sosiologi, filsafat, dan lain sebagainya. Seorang ahli perbankan cenderung
akan menyatakan bahwa kebutuhan-kebutuhan terhadap lembaga perbankan
Sumber hukum dalam arti material baru diperhatikan jika dianggap perlu
diketahui akan asal usul hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah tempat
ditemukannya ketentuan hukum dan perundang-undangan, baik yang tertulis
mupun tidak tertulis.20
Sumber hukum perbankan adalah tempat ditemukannya ketentuan hukum dan
perundang-undangan perbankan yang dimaksud adalah hukum positif, yaitu
ketentuan perbankan yang sedang berlaku pada saat ini. Ketentuan yang secara
khusus mengatur atau yang berkaitan dengan perbankan tersebut dapat ditemukan
dalam :21
1. UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
2. UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
3. UU No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas devisa dan Sistem Nilai Tukar
4. Kitab Undang Undng Hukum Perdata, buku II dan buku III mengenai
hukum jaminan dan perjanjian
5. UU tentang Perseroan Terbatas
6. UU tentang Pasar Modal
7. UU tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkitan Dengan Tanah.UU lain yng mengatur tentang hal itu.
20
Muhammad Djumhan. Hukum Perbankan Di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.2000. hlm 5
21
C. Asas- Asas Hukum Perbankan.
Dalam melaksanakan kemitraan antara bank dengan nasabahnya, untuk
terciptanya sistem perbankan yang sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi
dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu :22 1. Asas Demokrasi Ekonomi
Asas demokrasi ekonomi ditegaskan dalam Pasal 2 UU Perbankan
yang diubah. Pasal tersebut menyatakan bahwa perbankan Indonesia
dalam melakukan usahnya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksankan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam demokrasi ekonomi yang bedasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
2. Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha
bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dengan
nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat
yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan
masyarakat untuk menyimpan sebagian uangnya di bank, semata-mata
dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang
22
diperjanjikan dan disertai dengan imbalan. Apabila kepercayaan
nasabah penyimpan dana terhadap suatu bank telah berkurang, tidak
tertutup kemungkinan akan terjadi rush terhadap dana yang
disimpannya. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa hubungan
antara bank dengan nasabah penyimpan dana adalah hubungan
pinjam-meminjam uang antara debitur (bank) dan kreditur (nasabah).
3. Asas Kerahasiaan
Asas kerahasiaan adalah asas yang mengharuskan atau mewajibkan
bank merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan lain-lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman
dunia perbankan wajib dirahasiakan. Kerahasiaan ini adalah untuk
kepentingan bank sendiri karena bank memerlukan kepercayaan
masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Dalam Pasal 40 UU
perbankan menyatakan bahwa bank wajib merahasiakan informasi
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Ketentuan rahasia
bank ini dapat dikecualikan dalam hal tertentu yakni, untuk
kepentingan perpajakan, penyelesaian piutang bank, peradilan pidana,
perkara perdata antara bank dengan nasabahnya, tukar menukar
informasi antara bank atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari
nasabah penyimpan dana.
4. Asas Kehati-hatian (Prudential Principle)
Asas Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank
prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang
dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2
Undang-undang Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam melaksankan
usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas
kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain
adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Dengan diberlakukannya
prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat besedia dan
tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank.
D. Para Pihak Dalam Transaksi perbankan
1. Pihak Nasabah
a. Pengertian Nasabah
Dalam Peraturan Bank Indonesia No.7/7/PBI/2005 jo No. 10/10/PBI/2008
tentang penyelesaian pengaduan nasabah Pasal 1 angka 2 yang dimaksud dengan
nasabah adalah Pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
Di dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dimuat tentang jenis
dan pengertian nasabah. Dalam Pasal 1 angka 17 disebutkan bahwa pengertian
nasabah yaitu pihak yang menggunakan jasa bank. Jenis-jenis nasabah ada 2,
yakni :23
23
1. Nasabah Penyimpan, yakni nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan
nasabah yang bersangkutan.
2. Nasabah Debitur, yakni nasabah yang memperoleh fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Dari praktek-praktek perbankan, setidaknya dikenal tiga macam nasabah :
a. Nasabah Deposan, yaitu nasabah yang menyimpan dananya pada
suatu bank, misalnya dalam bentuk deposito atau tabungan lainnya.
b. Nasabah yang memanfaatkan fasilitas kredit perbankan, misalnya
kredit usaha kecil, kredit kepemilikan rumah, dan sebagainya.
c. Nasabah yang melakukan transaksi dengan pihak lain melalui bank.
Misalnya antara importir sebagai pembeli dengan eksportir diluar
negeri. Untuk transaksi semacam ini
d. Biasanya importir membuka letter of credit (L/C) pada suatu bank
demi kelancaran dan keamanan pembayaran.
Dalam kedudukannya sebagai subjek hukum, nasabah dapat terwujud
dalam dua bentuk sebagaimana subjek hukum yang diakui dalam hukum, yaitu :24 1. Orang
Nasabah bank sebagaimana dikaitkan dengan kedudukannya sebagai
subjek hukum dapat berupa orang atau badan hukum. Nasabah bank
24
Try Widyono, Operasional Transaksi Produk Perbankan di
terbagi menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa.
Nasabah orang dewasa hanya diperbolehkan untuk nasabah kredit atau
nasabah giro. Sedangkan nasabah simpanan dan atau jasa di
peruntukkan orang yang belum dewasa, misalnya nasabah tabungan
atau nasabah lepas (working customer) untuk transfer dan lain
sebagainya.
Perjanjian yang dibuat antara bank dengan nasabah yang belum
dewasa tersebut telah disadari konsekuensi hukum yang
diakibatkannya. Konsekuensi hukumnya adalah bahwa perjanjian itu
tidak memenuhi persyaratan sahnya perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu syarat perjanjian itu
dilaksanakan oleh pihak yang cakap untuk membuat perjanjian. Dalam
hukum perdata perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang belum
dewasa berarti tidak memenuhi persyaratan subjektif. Ancaman atas
pelanggaran tersebut adalah perjanjian dapat dibatalkan, artinya
perjanjian itu dapat dibatalkan oleh pihak yang dapat mewakili anak
yang belum dewasa tersebut. Yaitu orang tua atau walinya dengan
melalui cara gugatan pembatalan. Dengan kata lain sepanjang orang
tua anak itu tidak melakukan gugatan pembatalan, maka perjanjian
tetap sah dan berlaku mengikat.
Nasabah kredit dan Nasabah rekening giro yang biasanya mewajibkan
nasabahnya orang dewasa. Hal ini dikarenakan resiko bank sangat
diperbolehkan bagi orang yang belum dewasa. Disamping itu dalam
rekening giro biasanya, tidak diterima bagi orang yang belum dewasa
karena berkaitan dengan alat pembayaran berupa cek dan/atau bilyet
giro. Jika bank menerima giro bagi orang yang belum dewasa maka
cek dan/atau bilyet giro dipermasalahkan, yang akhirnya dapat
mengurangi kepercayaan kepada bank, karena transaksi tersebut
melibatkan berbagai pihak, yakni penarik, tertarik, pembawa serta
endosemen, dan lain-lain yang lebih kompleks.
2. Badan Hukum
Nasabah berupa badan hukum, perlu diperhatikan aspek legalitas
badan tersebut, serta kewenangan bertindak dari pihak yang
berhubungan dengan bank. Hal ini terkait dengan aspek hukum
perseroan (corporate law). Adapun jenis-jenis badan hukum adalah
sebagai berikut :
a. Badan hukum publik, seperti negara atau pemda.
b. Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, termasuk perseroan terbatas
terbuka yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 1995 tentang
Pasar Modal.
c. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur dalam UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemda.
d. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur dalam UU No.19
terdiri dari : Perusahaan persero, Perusahaan umum, dan
Perusahaan jawatan
e. Koperasi, diatur dengan UU No. 25 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian dan PP No. 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan
dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan
Anggaran Dasar Koperasi.
f. Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001, yang diubah
dengan UU No. 28 tahun 2004.
g. Badan Hukum Milik Negara (BUMN), diatur dalam PP No.
152 Tahun 2000 tentang BUMN Universitas Indonesia.
h. Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun.
2.Pihak Perbankan
Pengertian dan Fungsi Perbankan.25
25
Op.cit Rachmadi Usman, hlm 59
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah
memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang. Sementara itu, Undang-undang Perbankan yang diubah
pada Pasal 1 angka 2 mendefinisikan bank sebagai badan hukum yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau
Dari pengertian di atas jelaslah bahwa bank berfungsi sebagai
“Financial Intermediary”dengan usaha utama menghimpun dan
menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran. Dua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai
badan usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai
lembaga keuangan, bank mempunyai kewajiban pokok untuk menjaga
kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan ekonomi, dan perluasan
kesempatan kerja.
Fungsi dan tujuan perbankan dalam kehidupan ekonomi nasional
bangsa Indonesia, yaitu :
1. Bank berfungsi sebagai “Financial Intermediary” dengan
kegiatan usaha pokok menghimpun dan menyalurkan dana
masyarakat atau pemindahan dana masyarakat dari unit surplus
kepada unit defisit atau pemindahan uang dari penabung
kepada peminjam.
2. Penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat tersebut
bertujuan menunjang sebagian tugas penyelenggaraan negara,
yakni :
a. Menunjang pembangunan nasional, termasuk pembangunan
daerah ; bukan melaksanakan misi pembangunan suatu
diarahkan untuk menjadi agen pembangunan ( agent of
development ) ;
b. Dalam rangka mewujudkan trilogi pembangunan nasional,
yakni :
1. Meningkatkan pemeratan kesejahteraan rakyat banyak,
bukan kesejahteraan segolongan orang atau perseorangan
saja ; melainkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia
tanpa kecuali.
2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, bukan
pertumbuhan ekonomi segolongan orang atau perorangan,
melainkan pertumbuhan ekonomi seluruh rakyat
Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi yang
diserasikan.
3. Meningkatkan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
4. Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat banyak,
artinya tujuan yang hendak dicapai oleh perbankan
nasional adalah meningkatkan pemerataan taraf hidup dan
kesejahteraan rakyat Indonesia, bukan segolongan orang
atau perseorangan saja.
3. Dalam menjalankan fungsi tersebut, perbankan Indonesia harus
mampu melindungi secara baik apa yang dititipkan oleh
masyarakat kepadanya dengan menerapkan prinsip
1. Efisien, sehat, wajar dalam persaingan yang sehat yang
semakin mengglobal atau mendunia.
2. Menyalurkan dana masyarakat tersebut kebidang-bidang
yang produktif bukan konsumtif.
4. Peningkatkan perlindungan dana masyarakat yang
dipercayakan pada bank, selain melalui penerapan prinsip
kehati-hatian. Juga pemenuhan ketentuan persyaratan kesehatan
bank, serta sekaligus berfungsi untuk mencegah terjadinya
praktek-praktek yang merugikan kepentingan masyarakat luas.
Fungsi perbankan tidak hanya sekedar sebagai wadah penghimpun dan
penyalur dana masyarakat atau perantara penabung dan investor, tetapi fungsinya
akan diarahkan kepada peningkatan taraf hidup rakyat banyak, agar masyarakat
menjadi lebih baik dan sejahtera dari pada sebelumnya. Oleh karena itu dalam
menjalankan fungsinya, perbankan Indonesia seyogianya selalu mengacu pada
tujuan perbankan Indonesia itu sendiri.
a. Jenis-jenis Bank
Bank merupakan sektor perekonomian yang sangat penting disetiap
negara. Secara umum tentulah dalam suatu negara terdapat berjenis-jenis
bank yang selalu melayani kepentingan nasabahnya.
Terhadap jenis-jenis bank tersebut, dan dilihat dari fungsinya serta
kinerjanya, dapatlah diberikan pembagian dari masing-masing bank
tersebut. Pembagian jenis bank ini sangat penting karena terdapatnya
berbeda tersebut. Dalam hal kegiatan ini dapatlah disebutkan
pembagiannya berdasarkan jenis karena telah diatur oleh bank Indonesia
tentang kegiatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan oleh
bank-bank tersebut. Jenis kegiatan yang dilakukan bank-bank senantiasa di bawah
pengawasan bank Indonesia. Melihat praktek operasional perbankan yang
ada tersebut maka dapatlah dibedakan jenis-jenis bank.
Secara teoretis jenis-jenis bank tersebut ditentukan dari :26 1. Segi fungsi.
2. Segi kepemilikannya.
3. Segi penciptaan uang giral.
Ad. 1 Dari segi Fungsi dibedakan atas 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Sentral (Central Bank), yaitu bank yang dapat bertindak sebagai
bankers, bank pimpinan, penguasa moneter, mendorong dan
mengarahkan semua jenis bank yang ada.
b. Bank Umum ( Commercial Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi, baik pusat maupun daerah yang dalam pengumpulan
dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito
serta tabungan dan dalam usahanya terutama memberikan kredit
jangka pendek. Dikatakan sebagai bank umum karena bank tersebut
mendapatkan keuntungannya dari selisih bunga yang diterima dari
peminjam dengan yang dibayarkan oleh bank pada deposito.
26
c. Bank Tabungan ( Saving Bank ), yaitu bank milik negara, swasta,
maupun koperasi yang dalam pengumpulan dananya terutama
menerima simpanan dalam bentuk tabungan sedangkan usahanya
terutama memperbungakan dananya dalam kertas berharga.
d. Bank Pembangunan (Development Bank), yaitu bank baik milik
negara, swasta, maupun koperasi baik pusat maupun daerah yang
dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam
bentuk deposito, dan/atau mengeluarkan kertas berharga jangka
menengah dan panjang dibidang pembangunan.
Ad. 2 Dari segi Kepemilikannya, dikenal 4 jenis bank, antara lain :
a. Bank Milik Negara
b. Bank Milik Pemerintah Daerah
c. Bank Milik Swasta baik dalam negeri maupun luar negeri
d. Bank Koperasi
Ad. 3 dari segi Penciptaan Uang Giral, dikenal 2 jenis bank, antara lain :
a. Bank Primer, yaitu bank yang dpat menciptakan uang giral, yang dapat
bertindak sebagai bank primer adalah bank umum.
b. Bank Sekunder, yaitu bank-bank yang tidak dapat menciptakan uang
melalui simpanan masyarakat yang ada padanya, bank ini hanya
bertugas sebagai perantara dalam menyalurkan kredit. Umumnya bank
yang bergerak pada bank sekunder adalah bank tabungan dan bank
Apabila dilihat lebih lanjut dalam Undang-undang Perbankan yang ada di
Indonesia mulai dari Undang-undang pertama sampai undang-undang sekarang,
maka pembagian jenis-jenis bang dapat diperinci sebagai berikut :
a. Bank Sentral
b. Bank Umum
c. Bank Tabungan
d. Bank Pembangunan
e. Bank Lainnya
Dalam Pasal 5 Undang-undang Perbankan yang diubah.dikatakan menurut
jenisnya bank terdiri atas :27 1. Bank Umum
Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dengan
sendirinya bank umum adalah bank pencipta uang giral. Bank umum
dapat mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau
memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan tertentu.
Kegiatan tertentu tersebut antara lain melaksanakan kegiatan
pembiayaan jangka panjang, pembiayaan untuk mengembangkan
koperasi, pengembangan pengusaha golongan ekonomi
lemah/pengusaha kecil, pengembangan eksport non migas, dan
pengembangan pembangunan perumahan.
27
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dengan sendirinya Bank Perkreditan Rakyat adalah
bukan bank pencipta uang giral, sebab Bank Perkreditan Rakyat tidak
ikut memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Dengan adanya pembagian jenis bank tersebut terjadilah spesialisasi yang
memungkinkan bank untuk lebih mengenal bidng usahanya, menunjang misi
pemerintah dalam mendorong perekonomian. hal ini dapat dikhususkan untuk
membantu orang-orang yang perekonomiannya lemah dan membantu berbagai
kesulitan masyarakat yang terdaftar sebagai nasabah pihak perbankan itu sendiri.
Dalam hal pelaksanaan sistem perbankan, haruslah dilakukan secara
universal, yakni lewat pertahanan terhadap peranan perbankan sebagai agen
pembangunan. Yaitu, dapat menunjang upaya pemeratan pembangunan dan tetap
memperhatikan kepentingan orang banyak.
E. Hubungan Hukum Nasabah dan Bank.
Hubungan antara bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang paling
terkait, yaitu hukum dan kepercayaan. Suatu bank hanya bisa melakukan kegiatan
dan mengembangkan banknya, apabila masyarakat “percaya” untuk menempatkan
uangnya, pada produk-produk perbankan yang ada pada bank tersebut.
masyarakat, untuk ditempatkan pada banknya dan bank akan memberikan
jasa-jasa perbankan.28
Berdasarkan dua fungsi utama dari suatu bank, yaitu fungsi pengerahan
dana dan penyaluran dana, maka terdapat dua hubungan hukum antara bank dan
nasabah yaitu :
29
1. Hubungan hukum antara bank dan nasabah penyimpan dana
Artinya bank menempatkan dirinya sebagai peminjam dana milik
masyarakat (para penanam dana). Bentuk hubungan hukum antara bank
dan nasabah menyimpan dana, dapat terlihat dari hubungan hukum yang
muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito, tabungan, giro,
dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum itu dapat tertuang dalam bentuk
peraturan bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum yang harus
dipatuhi oleh setiap nasabah penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut harus
disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat dari produk perbankan
yang lain. Dalam produk perbankan seperti tabungan dan deposito, maka
ketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentun-ketentuan
dan syarat-syarat umum hubungan rekening deposito dan rekening
tabungan.
2. Hubungan hukum antara bank dan nasabah debitur
28
Ronny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank Dan Nasabah Terhadap Produk
tabungan dan Deposito. Bandung : PT. citra Aditya Bakti, 1995. Hal 32
Artinya bank sebagai lembaga penyedia dana bagi para debiturnya.
Bentuknya dapat berupa kredit, seperti kredit modal kerja, kredit investasi,
atau kredit usaha kecil.
Dari segi kacamata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank
terdiri dari dua bentuk yaitu :30 1. Hubungan Kotraktual
2. Hubungan Non Kontraktual
a. Hubungan Kontraktual
Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dengan
nasabah adalah hubungan kontraktual. Hal ini berlaku hampir pada semua
nasabah, baik nasabah debitur, nasabah deposan, ataupun nasabah non
debitur-non deposan.
Terhadap nasabah debitur hubungan kontraktual tersebut
berdasarkan atas suatu kontrak yang dibuat antara bank sebagai kreditur
(pemberi dana) dengan pihak debitur ( peminjam dana ). Hukum kontrak
yang menjadi dasar hubungan bank dengan nasabah debitur bersumber
dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak (buku ketiga).
Sebab, menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian
yang dibuat secara sah berkekuatan sama dengan undang-undang bagi
kedua belah pihak.
Berbeda dengan nasabah debitur, maka untuk nasabah deposan
atau nasabah non debitu-non deposan, tidak terdapat ketentuan khusus
30
yang mengatur untuk kontrak jenis ini dalam KUHPerdata. Karena itu,
kontrak-kontrak untuk nasabah seperti itu hanya tunduk kepada
ketentuan-ketentuan umum dari KUHPerdata mengenai kontrak.
Prinsip hubungan nasabah penyimpan dana dengan bank adalah
hubungan kontraktual, dalam hal ini hubungan kreditur-debitur, dimana
pihak bank berfungsi sebagai debitur sedangkan pihak nasabah berfungsi
sebagai pihak kreditur, prinsip hubungan seperti ini juga tidak dapat
diberlakukan secara mutlak.
Ada tiga tingkatan dari pemberlakuan hubungan kontraktual
kepada hubungan antara nasabah penyimpan dana dengan pihak bank,
yaitu :
1. Sebagai hubungan bank dan nasabah
2. Sebagai hubungan kontraktual lainnya yang lebih luas dari
hanya sekedar hubungan debitur-kreditur
3. Sebagai hubungan implied contract, yaitu hubungan kontrak
yang tersirat.
b. Hubungan Non Kontraktual
Selain hubungan kontraktual, apakah ada hubungan hukum yang
lain antara pihak bank dengan pihak nasabah, terutama dengan nasabah
deposan dengan nasabah non deposan-non debitur. Ada enam jenis
hubungan hukum antara bank dengan nasabah selain dari hubungan
kontraktual sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu :
2. Hubungan konfidensial
3. Hubungan bailor-bailee
4. Hubungan principal-agent
5. Hubungan mortgagor-mortgagee
6. Hubungan trustee-beneficiary
Berhubung hukum di Indonesia tidak dengan tegas mengakui
hubungan-hubungan tersebut, maka hubungan-hubungan tersebut baru
dapat dilaksanakan jika disebutkan dengan tegas dalam kontrak untuk hal
tersebut. Atau setidak-tidaknya ada kebiasaan dalam praktek perbankan
untuk mengakui eksistensi kedua hubungan tersebut. Misalnya dalam
hubungan dengan lembaga trust yang merupakan salah satu kegiatan
perbankan, mesti ada kebijaksanaan bank yang bersangkutan dengan
lembaga trust tersebut, juga dibutuhkan pengakuan dalam kontrak-kontrak
trust seperti yang diinginkan kedua belah pihak.
Nasabah bank wajib memberitahukan oleh bank setiap perubahan
policy yang signifikan yang dapat mempengaruhi accountnya pihak
nasabah atau mempengaruhi jasa bank yang selama ini diberikan oleh
bank.
Apabila bank memberikan jasa pengiriman uang untuk kepentingan
nasabahnya, maka dalam hal ini akan menempatkan posisinya sebagai
“pelaksana amanat” dari nasabahnya.
Hubungan formal antara nasabah dengan bank terdapat pada
Formulir-formulir itu berisi tentang permohonan atau perintah atau kuas
pada bank. Formulir tersebut pada umumnya dibuat oleh bank. Dalam
formulir tersebut akan saling menunjuk ketentuan yang berkaitan dengan
transaksi yang dikehendaki oleh nasabah. Masing-masing formulir tersebut
pada hakikatnya merupakan bagian dari satu-kesatuan yang tidak
terpisahkan.31
31
Try Widyono, Op.Cit hlm 21-24
Nasabah yang mengisi formulir permohonan, perintah, atau kuasa
kepada bank pada dasarnya merupakan tindak lanjut dari kepercayaan
masyarakat pada bank. Nasabah atau konsumen mewujudkan
kepercayaannya itu dalam bentuk pengajuan aplikasi permohonan yang
dipercayanya.
Hubungan antara bank dengan nasabah seringkali menunjuk pada
berlakunya ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang lebih luas dan ketentuan tersebut dinyatakan
sebagai ketentuan yang berlaku dan merupakan bagian serta satu kesatuan
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN NASABAH DALAM
HUKUM PERBANKAN INDONESIA
A. Nasabah Selaku Konsumen Produk Perbankan
Konsumen jasa perbankan lebih dikenal dengan sebutan nasabah. Nasabah
dalam konteks UU No. 10 tahun 1998 Pasal 18 tentang perubahan atas UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan di bedakan menjadi dua, yaitu: nasabah
penyimpan dan nasabah debitur. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang
menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan, berdasarkan perjanjian
baru dengan nasabah yang bersangkutan. Nasabah Debitur adalah nasabah yang
memperoleh fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah atau
yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan.
Ada 2 (dua) masalah yang sering di keluhkan konsumen jasa perbankan,
yaitu :
1. Pengaduan produk perbankan, seperti ATM (Automatic Teller Machine), kartu
kredit dan aneka ragam jenis tabungan, termasuk keluhan produk perbankan
terkait dengan janji hadiah produk perbankan.
2. Pengaduan soal kerja petugas yang tidak simpatik dan kurang profesional
khususnya petugas service point, customer service, dan satpam. 32
32
Dalam Pasal 1 angka 30 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, Pengaturan UUPK yang sangat terkait dengan perlindungan hukum
bagi nasabah selaku konsumen perbankan adalah ketentuan mengenai tata cara
pencantuman klausula baku. Klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan
dari syarat-syarat yang telah dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian
yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Hak dan Kewajiban Nasabah
Kegiatan pada suatu bank, baik dalam hal tabungan, kredit, deposito, dan
giro maupun setiap transaksi yang dilakukan bank ataupun di dalam pemanfaatan
atau fitur dan produk perbankan yang menghasilkan hadiah-hadiah, maka nasabah
haruslah memperhatikan segala hak dan kewajibannya dalam perbankan tersebut.
Hak dan kewajiban ini sangatlah penting karena nasabah akan terlindungi dari
segala hal yang tidak diinginkan terjadi dalam berbagai transaksi keuangan
sebagai dampak hubungan yang timbul dengan pihak perbankan.
Adapun yang menjadi hak nasabah tersebut adalah :33
1. Nasabah berhak untuk mengetahui secara terperinci tentang
produk-produk perbankan yang ditawarkan. Merupakan hak utama dari nasabah,
bila terjadi ketidakjelasan dari customer service-nya, maka sangat sulit
bagi nasabah untuk memilih produk perbankan apa yang sesuai dengan
kehendaknya, hak-hak apa saja yang akan diterima oleh nasabah apabila
nasabah akan memberikan dana kepada pihak bank untuk dipergunakan.
33