RATNA MAULI LUBIS
.
Kajian Sifat Tanah Akibat Berbagai Sistem Rotasi Penggunaan Lahan dalam Hubungannya dengan Produktivitas Tanah dan Tanaman Tembakau Deli (Dibimbing oleh : Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. sebagai Ketua Komisi Pembimbing, Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. Dan Dr. Ir. Rachmat Adiwiganda, MSc sebagai Anggota Komisi Pembimbing).Tembakau deli sebagai pembungkus cerutu merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia di Eropa yang tidak dapat ditandingi oleh tembakau yang lain. Tanaman ini hanya bisa tumbuh baik di daerah Deli antara Sungai Wampu Kabupaten Langkat dengan Sungai Ular Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Namun sangat disayangkan, pada saat ini, lahan ini telah mengalami degradasi yang berpengaruh terhadap menurunnya produksi tembakau deli. Beberapa usaha harus dilakukan untuk menanggulangi masalah ini, pertama kali, adalah mempelajari karakteristik fisika dan kimia tanahnya yang diduga disebabkan oleh sistem rotasi tanaman. Hasil yang akan dicapai dari penelitian ini adalah menentukan sistem terbaik dari rotasi penggunaan tanah di lahan ini yang dapat menjamin kelangsungan dari produksi yang baik dari tembakau deli.
Penelitian dilakukan dengan melakukan survai lapang yang diikuti dengan pengambilan sampel tanah dan analisanya di laboratorium. Informasi sejarah tentang lahan juga dikumpulkan dari administratur dan asisten lapang sebagai data sekunder. Lokasi penelitian adalah di Kebun Klambir Lima PTPN-II. Observasi tentang berbagai sistem rotasi penggunaan tanah dilakukan pada saat survey, sedangkan pengaruh dari berbagai sistem sistem rotasi terhadap produktivitas tanah dilakukan melalui analisa laboratorium dalam hal karakteristik fisika dan kimia tanahnya. Data analisa telah dites dengan menggunakan Analisis Variance satu arah (One Way Anova). Analisis ini digunakan untuk mentest apakah terdapat perbedaan antara nilai rata-rata dari sampel. Perangkat lunak SPSS 12 digunakan untuk menganalisis semua data. Sepuluh sampel tanah diambil dari setiap sistem rotasi penggunaan tanah. Sistem penggunaan tahan dari areal studi dispesifikasikan menjadi empat tipe, yaitu (1) lahan dengan tanaman hutan yaitu tanaman jati (Tectona grandis L.); (2) lahan yang dirotasi dengan bero (tembakau–bero–tembakau); (3) lahan yang dirotasi dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum L) (tembakau–tebu–tembakau); dan (4) lahan yang dirotasi dengan tanaman semusim (palawija) (tembakau–palawija–tembakau).
RATNA MAULI LUBIS. The Study of Soil Properties Caused by Various Landuse Rotation Systems on the Land and Productivity Deli Tobacco (Supervised by Dr. Ir. Abdul Rauf, MP. as Chairman, and Dr. Ir. Hamidah Hanum, MP. And Dr. Ir. Rachmat Adiwiganda, M.Sc as Member).
Deli tobacco as sigar wrapper represent on of the export commodities of Indonesia in Europe which can not be competed by other tobacco. It can only grow in Deli area between Wampu River in Langkat and Ular River in Deli Serdang District, North Sumatra. Unfortunately, at present, this land have been suffered by degradation which influence to the declining the production of deli tobacco. Some efforts have to be done to overcome this problem, firstly, is to study the soil physical and chemical properties which is presumed caused by the type of landuse rotation sysrems. The output to be reached from this study is to define the best landuse system in the area which can guarantee the continuation of the best production of deli tobacco.
Researchs were done by carrying out soil survey followed by soil sampling and analyzing soil samples in the laboratory. Historical informations of the land are also collected from the estate manager and field assistant as secondary data. The research location was at Klambir Lima Plantation PTPN-II. Observation of various landuse rotation system was done during field survey, meanwhile the influence of various rotation system on soil productivity was carried out by laboratory analyses by analyzing physical and chemical soil characteristics. The analytical data were tested by using One Way Analyses of Variance. It was used to test whether there are the difference of means value of some samples. The SPSS 12 software was used to analyse all data. Ten soil sampels were taken from each landuse rotation system. The laduse rotation system in the study area was specified to four types, include 1) land with the forest crop that is teak ( Tectona
Grandis L.), 2) land rotated with bero (tobacco-bero-tobacco), 3) land rotated by
sugarcane ( Saccharum Officinarum L) ( tobacco-sugarcane-tobacco), and 4) land rotated by annual crop ( tobacco-annual crops-tobacco).
Halaman
RINGKASAN i SUMMARY iii
KATA PENGANTAR iv
RIWAYAT HIDUP v
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Hipotesis 4
Kegunaan Penelitian 4
TINJAUAN LITERATUR 5
Sejarah Penanaman Tembakau Deli 5
Syarat Tumbuh Tembakau Deli 7
Iklim 7
Tanah 8
Sifat dan Jenis Tanah di Lokasi Penelitian 9
Kondisi Tanah Tembakau Deli Saat Ini 10
Upaya Konservasi Areal Tembakau Deli yang Telah Dilakukan 15 Pengaruh Rotasi Tanaman terhadap Produktivitas Lahan 16
Kualitas Lahan 17
Persyaratan Penggunaan Lahan 18
METODE PENELITIAN 20
Tempat dan Waktu Penelitian 20
Bahan dan Alat 20
Metode Penelitian 21
Pelaksanaan Penelitian 22
Peubah Amatan 23
Analisis Sifat Fisika Tanah 23
Analisis Sifat Kimia Tanah 27
HASIL DAN PEMBAHASAN 28
Survey Lapang 28
d. Kerapatan Lindak (BD) 35
e. Total Ruang Pori (TRP) 37
f. Permeabilitas Tanah 38
g. Distribusi Pori Air Tersedia 39
Sifat Kimia Tanah 41
a. pH tanah 42
b. C-Organik, Kandungan Bahan Organik Tanah dan N-total 43
c. P-tersedia 47
d. Kation Tukar Tanah (K, Ca, Mg, Na) 48
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Tanah 52
f. Kejenuhan Basa (KB) Tanah 53
Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Sifat Fisika Tanah 54 Hubungan Kandungan Bahan Organik dengan Sifat Kimia Tanah 55
Produksi Tembakau Deli 56
KESIMPULAN DAN SARAN 58
Kesimpulan 58
Saran 59
No. J u d u l Halaman 1. Deskripsi profil tanah lokasi penelitian di Kebun Klambir Lima
PT. Perkebunan Nusantara II 10
2. Metode analisis yang digunakan untuk masing-masing peubah amatan 23
3. Kelas kecepatan permeabilitas tanah 25
4. Kelas laju infiltrasi tanah dalam cm/jam 26
5. Kelas stabilitas agregat tanah 27
6. Indeks stabilitas agregat pada masing-masing jenis penggunaan lahan 29 7. Kekerasa tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 32 8. Laju infiltrasi tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 34 9. Kerapatan lindak tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 36 10. Total ruang pori tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 37 11. Permeabilitas tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 39 12. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan 41 13. pH tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 42 14. C-organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 44 15. Kandungan bahan organik tanah dari masing-masing jenis penggunaan
lahan 44
16. N-total tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 45 17. P-tersedia tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 47 18. K-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 49 19. Ca-dd dan Mg-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 50 20. Na-dd tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 51 21. Kapasitas tukar kation tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan 52 22. Kejenuhan basa (KB) tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 53 23. Produksi tembakau deli tahun 2006 pada lahan bekas rotasi tebu dan
1. Indeks stabilitas agregat dari masing-masing jenis penggunaan lahan 31 2. Kekerasan tanah (kg/cm2) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 33 3. Laju infiltrasi (cm/jam) dari ke empat jenis penggunaan lahan 35 4. BD (g/cm3) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 36 5. Total ruang pori (%) dari masing-masing jenis penggunaan lahan 38 6. Permeabilitas tanah (cm/jam) dari masing-masing jenis penggunaan
lahan 39
7. Distribusi pori air tersedia dari masing-masing jenis penggunaan lahan 41 8. pH tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan 43 9. C-organik pada masing-masing jenis penggunaan lahan 45 10. Kandungan bahan organik tanah (%) pada masing-masing jenis
penggunaan lahan dengan 45
No. J u d u l Halaman 1. Produksi Tembakau Deli di Kebun klambir lima Lima Tahun Terakhir 64 2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah pada Kebun Klambir Lima 65
3. Pengukuran Sifat Fisik di Lapang 66
4. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Indeks
Stabilitas Agregat Tanah 67
5. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Penetrasi Tanah 68
6. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Laju Infiltrasi 69
7. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Kerapatan Lindak (BD) Tanah 70
8. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Total
Ruang Pori Tanah 71
9. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Permeabilitas Tanah 72
10. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Pori
Air Tersedia 73
11. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari pH-tanah 74 12. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari C-organik 75 13. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Kandungan Bahan Organik Tanah 76
14. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari N-total 77 15. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari P-tersedia 78 16. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari K-dd 79 17. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Ca-dd 80 18. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Mg-dd 81 19. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari Na-dd 82 20. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari KTK 83 21. Hasil Pengukuran, Analisis Sidik Ragam, Uji Beda Rata dari
Kejenuhan Basa (KB) Tanah 84
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tembakau deli (Nicotiana tabaccum, L) sebagai pembalut cerutu (cigar
wrapper) di luar negeri dikenal dengan nama tembakau sumatera merupakan
komoditi ekspor Indonesia yang sangat diminati oleh masyarakat penggemar
cerutu di Eropa. Tanaman ini merupakan komoditi spesifik yang hanya dapat
tumbuh dengan baik, dengan citra rasa, aroma serta sifat kualitas yang prima bila
dibudidayakan di tanah Deli, yaitu wilayah antara dua sungai besar di Sumatera
Utara yaitu Sungai Ular dan Wampu. Sebagai komoditi Pertanian maka
keberadaan dan kelangsungan budidaya tanaman khas tanah Deli harus tetap
dipertahankan dan dilestarikan.
Dari sekian banyak keunggulan yang dimiliki oleh tembakau deli dan
berdasarkan uji coba yang telah dilakukan dari tahun 1863 maka kriteria mutu
tersebut di atas terbentuk karena kombinasi iklim dan kesesuaian lahan yang
hanya terdapat di tanah Deli. (Erwin, 1997). Bahan induk tanah berupa bahan
endapan sungai, campuran bahan endapan sungai dan laut, endapan beting pantai
dan sedikit tufa Toba yang bersifat dasitik. Jenis tanah termasuk ke dalam ordo
Inceptisol (Puslittanak, 1993).
Lahan yang digunakan untuk penanaman tembakau deli merupakan lahan
yang dirotasi dengan tanaman tebu, palawija seperti ubi kayu, cabai, jagung, serta
diberokan. Lahan yang paling dominan digunakan saat ini adalah rotasi dengan
tanaman tebu selama ± 3 tahun lalu diberokan selama ± 2 tahun. Tujuan dari rotasi
ini pada mulanya adalah untuk memutuskan daur hidup dari penyakit layu yang
Belanda lahan tembakau deli hanya diberokan dengan hutan rotasi selama lebih
kurang delapan tahun untuk memutuskan daur hidup dari bakteri tersebut.
Kenyataan ini tidak bisa lagi dilakukan oleh pihak perusahaan yang dalam hal ini
adalah PTPN-II. Lahan yang diberokan akan menjadi areal yang diokupasi oleh
masyarakat sekitar. Sebagian masyarakat nenganggap bahwa lahan tersebut
merupakan lahan tidur yang dapat digarap. Disamping itu lahan tersebut telah
menjadi tempat penggembalaan ternak seperti sapi dan kambing sehingga yang
tadinya bermaksud untuk memutuskan daur hidup dari bakteri penyakit layu
menjadi tempat berkembang biaknya bakteri tersebut (Erwin, 1997). Melihat
kenyataan ini maka perusahaan merotasikan lahan tembakau dengan tanaman tebu
(Saccharum officinarum L), palawija dan sebagian lahan hanya diberokan begitu
saja selama tiga tahun. Untuk tanaman palawija diserahkan pada karyawan kebun
dalam pengelolaannya. Sebagian lahannya ditanami dengan tanaman jati
(Tectona grandis L.) yang berguna sebagai penahan angin dan kayunya digunakan
sebagai pembuatan bangsal pada waktu penanaman tembakau akan dimulai
(BPTD, 1997).
Permasalahan yang dirasakan akibat rotasi penggunaan lahan dengan
tanaman tebu adalah terjadi penurunan kualitas tanah seperti tanah semakin padat,
kemampuan tanah untuk memegang air menjadi terbatas, dan penurunan kadar
bahan organik (BPTD, 1997). Disamping itu Siregar (1999) melaporkan bahwa
terjadinya penurunan beberapa sifat tanah di lahan tembakau deli antara lain
kandungan bahan organik tanah, populasi mikrobia tanah, bobot isi tanah,
kapasitas tukar kation, permeabilitas dan infiltrasi tanah yang tidak optimal
tembakau di Kebun Klambir Lima pada lima tahun terakhir tidak mencapai
“break even point” (BEP) (Lampiran 1). Pengaruh positif dari pemanfaatan lahan
yang dirotasikan terutama dengan tanaman tebu dapat memberikan nilai tambah
serta memperbaiki struktur keuangan perusahaan dan juga bermanfaat dalam
menampung tenaga kerja yang cukup besar serta dapat menekan penggarapan
lahan liar dari lahan tersebut (Erwin, 1997).
Berdasarkan uraian di atas maka telah dilakukan penelitian untuk
mengkaji potensi lahan tembakau deli akibat berbagai sistem rotasi penggunaan
lahan dalam hubungannya dengan produktivitas tanah dan tanaman untuk
keberlanjutan komoditasnya.
Perumusan Masalah
Kebutuhan lahan yang semakin meningkat, langkanya lahan pertanian
yang subur dan potensial, serta adanya persaingan penggunaan lahan antara sektor
pertanian dan nir-pertanian memerlukan teknologi tepat guna dalam upaya
mengoptimalkan penggunaan lahan secara berkelanjutan. Untuk dapat
memanfaatkan sumberdaya lahan secara terarah dan efisien diperlukan
tersedianya data dan informasi yang lengkap mengenai keadaan iklim, tanah dan
lingkungan fisik lainnya, serta persyaratan tumbuh tanaman yang diusahakan
terutama tanaman-tanaman yang mempunyai peluang pasar dan arti ekonomi
cukup baik (BPT, 2003).
Kemerosotan produktivitas tanah dan tanaman tembakau deli beberapa
tahun terakhir ini disebabkan antara lain oleh terjadinya penurunan sifat-sifat
tanah. Usaha untuk pemecahan masalah ini adalah dengan mengkaji potensi lahan
sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Keluaran yang akan dicapai dari kajian ini adalah
tercapainya pemecahan masalah untuk keberlanjutan penggunaan lahan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengkaji potensi lahan akibat berbagai sistem rotasi penggunaan
lahan dengan mengevaluasi dan menganalisis sifat fisik dan kimia tanah. Keluaran
yang diinginkan adalah untuk mencari arah penanggulangan atau peningkatan
kualitas lahan tembakau deli guna mempertahankan keberlanjutannya.
Hipotesis
1. Terdapat perbedaan sifat-sifat tanah antara berbagai sistem rotasi
penggunaan lahan pada lahan tembakau deli.
2. Terdapat hubungan antara berbagai sifat kimia dan fisika tanah dari
berbagai sistem rotasi penggunaan lahan
Kegunaan Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai landasan
dalam perencanaan untuk meningkatkan kualitas lahan tembakau deli
dalam keberlanjutan pembudidayaannya.
2. Sebagai bahan penulisan tesis yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh Magister Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana Universitas
TINJAUAN LITERATUR
Sejarah Penanaman Tembakau Deli
Tembakau deli atau yang lebih dikenal dengan nama tembakau sumatera
di pasaran dunia merupakan bahan pembungkus cerutu (sigar wrapper) yang
memiliki kriteria mutu antara lain warna terang dan rata, rasa dan aroma yang
khas, daya bakar baik dan teratur, abu sisa pembakaran berwarna putih, daun tipis
dan elastis serta tulang daun relatif halus, sehingga harganya cukup tinggi di
pasaran Eropa yang digunakan pada cerutu mutu tinggi.
Penanaman tembakau deli di Sumatera dimulai sekitar tahun 1863 oleh
seorang pioner bangsa Belanda yang bernama Nienhuys. Setelah melakukan
beberapa kali penanaman di beberapa tempat yang berbeda, baru pada saat hasil
tembakau yang diusahakan di daerah antara Sungai Wampu dan Sungai Ular
memberikan harapan yang baik serta mendapat pasaran yang baik pula di pasaran
tembakau Eropa. Untuk memperbaiki tingkat usaha serta untuk mempertahankan
budidaya tembakau di Deli, maka pada tahun 1906 didirikan balai penelitian yang
bernama Deli Proefstation. Hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari balai ini
menjadi pegangan dasar bagi perusahaan dalam mempertahankan, meningkatkan
hasil dan melestarikan mutu tembakau deli yang merupakan tembakau pembalut
cerutu yang terbaik di dunia karena aroma dan mutunya yang khas (Erwin, 1997).
Saat ini perkebunan tembakau deli dikelola oleh PTPN-II.
Pada tahun 1959 semua perkebunan tembakau yang dimiliki bangsa
Belanda diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Pada periode ambil alih ini usaha
kalangan masyarakat sekitar perkebunan yang ingin menguasai dan memiliki
tanah perkebunan yang mereka anggap adalah milik kolonial Belanda sehingga
terjadi penggarapan liaar secara besar-besaran terhadap areal penanaman
tembakau terutama lahan-lahan yang sedang diberokan. Melihat kenyataan ini
sesuai dengan surat Menteri Pertanian No. 30/UM/1958 pada 13 Maret 1958
tentang Peralihan Perusahaan Milik Asing kepada Perusahaan Perkebunan Milik
Negara, maka N.V. VDM dan Senembah Miy digabung dan dirubah namanya
menjadi PPN baru. Pada 18 April 1968 berdasarkan PP No 14 tahun 1968 dan
Lembaran Negara No. 23/1968 pada 13 April 1968 nama perusahaan diubah
menjadi Perusahaan Negara Perkebunan IX (PNP IX). Pada 1 April 1974 nama
perusahaan diubah menjadi Perusahaan Terbatas PT Perkebunan IX (PTP IX).
Pada 14 Pebruari 1996 sesuai dengan peraturan pemerintah No.7 tahun 1996 PTP
IX bergabung dengan PTP-II sehingga nama perusahaan ini menjadi PTPN-II
(PTPN-II, 1997).
Berdasarkan kenyataan di atas maka penanaman tembakau deli diusahakan
pada area yang berada di antara Sungai Wampu Kabupaten Langkat dan Sungai
Ular Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Bahan induk yang menyusun
tanah berupa bahan endapan sungai, campuran bahan endapan sungai dan laut,
endapan beting pantai dan sedikit tufa Toba yang bersifat dasitik, dengan
fisiografi kipas vulkanis. Jenis tanahnya termasuk ke dalam ordo Inceptisol dan
sebagian kecil Entisol dengan rejim kelembaban Aquik serta rejim temperatur
isohiperthermik (Wahyunto, dkk, 1990 dan Puslitnak,1993). Untuk daerah di luar
areal ini ternyata kriteria mutu tidak dapat dicapai dan hasilnya kurang baik
tembakau deli ditanam di tempat lain di seluruh dunia (Brazil, Jember, USA , dan
lain-lain) (Direktorat Perdagangan Internasional, 2004).
Upaya merekayasa kondisi iklim Sumatera di luar negeri yaitu di
Conecticut (AS) misalnya dengan menggunakan naungan, atau penanaman
tembakau bawah naungan, telah membawa hasil yang lebih baik dan hampir
menyamai kualitas tembakau deli, tetapi dalam hal rasa dan aroma masih belum
setara (MKTI, 2001).
Syarat Tumbuh Tanaman Tembakau Deli
Iklim
Iklim merupakan karakteristik lahan yang sangat berperan dalam
menentukan kualitas daun tembakau. Ciri iklim yang penting pada areal-areal
pengusahaan tembakau deli adalah iklim humid, tanpa adanya periode bulan
kering selama setahun dengan suhu malam hari relatif hangat serta mempunyai
kelembaban udara relatif pada malam hari mendekati 100%. Hal ini berarti
tembakau menyerap cukup banyak air dari udara pada malam hari (WTC, 1951).
Tanaman tembakau deli dapat diusahakan pada elevasi mulai dari dataran
rendah sampai dataran tinggi yang terbentang antara garis lintang 60 LU – 40 LS.
Di daerah Deli tanaman tembakau diusahakan pada ketinggian 12 – 15 meter di
atas permukaan laut (BPTD, 1997). Umumnya varietas tembakau tidak begitu
peka terhadap lamanya penyinaran matahari, atau disebut sebagai tanaman berhari
netral. Lamanya periode penyinaran tidak mempengaruhi besarnya keadaan
struktur bahan tembakau.
diperlukan untuk penjemuran tanah, yang berguna untuk menekan perkembangan
bakteri penyakit layu dan nematoda, serta sangat diperlukan dalam pekerjaan
pengolahan tanah. Jumlah hujan yang tinggi diperlukan pada saat tembakau deli
telah dibumbun kedua sampai dengan waktu panen, karena pada periode ini
tanaman tembakau sangat membutuhkan air untuk proses pertumbuhan. Bila pada
periode tersebut terjadi defisit air maka tanaman akan memperlihatkan
pertumbuhan yang kerdil dan luas daun menyempit serta sangat mudah terserang
penyakit (BPTD, 1997).
Kebutuhan bersih curah hujan pada pertumbuhan tanaman tembakau deli
selama periode tanam sampai panen yaitu selama 77 hari adalah sebesar 435 mm
(Puslittanak, 1993). Curah hujan rata-rata bulanan di lokasi penelitian pada saat
musim tanam (Maret sampai pertengahan bulan Mei) selalu berada di bawah
kebutuhan optimum untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu suplai air perlu sekali
dilakukan. Intensitas hujan juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman tembakau. Curah hujan yang terlalu tinggi pada suatu saat tertentu dapat
mengganggu pertumbuhannya. Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan
tanaman tembakau berkisar antara 21-32,3 oC (Abidin, 1999).
Tanah
Faktor tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan tembakau deli. Tanaman
tembakau sangat menghendaki tanah dengan tingkat kesuburan yang cukup baik,
menghendaki bahan organik dan kelembaban tanah yang cukup tinggi. Jumlah
unsur hara yang cukup dan seimbang sangat menentukan produktivitasnya.
akar terganggu dan akhirnya mempengaruhi jumlah daun dan tanaman menjadi
cepat matang dan berbunga (Erwin 1997).
Sifat dan Jenis Tanah di Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kebun Klambir Lima PTPN-II, Kecamatan
Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang. Fisiografi di daerah penelitian berupa
dataran alluvial (alluvial plain) dengan bentuk wilayah datar, memiliki lereng
kurang dari 3 %. Endapan aluvium di daerah ini terdiri atas endapan sungai yang
berasal dari formasi geologi yang bersifat andesit-dasitik dan bahan-bahan yang
bersifat liparito-dasitik (Khusrizal, 2003).
Jenis tanah di lokasi penelitian termasuk ke dalam ordo Inceptisol dengan
subgroup Aeric tropaquepts. Perkembangan profilnya masih lemah dan dicirikan
oleh adanya horizon kambik. Tanah ini berkembang dari bahan endapan aluvium
(liat dan pasir) dan tufa volkan yang bersifat dasitik. Warna tanah bervariasi dari
coklat sampai kelabu terang, tekstur lempung berpasir sampai liat berat. Sebagian
besar tekstur lapisan atas dan lapisan bawah berbeda nyata dan di bawah
kedalaman 100 cm sebagian besar bertekstur lempung, debu atau pasir. Struktur
tanah gumpal agak bersudut dan berbutir (granular), konsistensi gembur sampai
sangat teguh. Sebagian tanah ini pada kedalaman antara 40 cm sampai 60 cm
mempunyai lapisan padat. Di lapisan bawah tanah mencirikan adanya sifat
pengendapan berlapis (fluventic) tetapi bersifat memadat sehingga mempunyai
permeabilitas sangat lambat. Karena sifatnya yang demikian, maka air yang
masuk ke dalam tanah sering tertahan sehingga drainase tanah secara keseluruhan
termasuk terhambat (Puslittanak, 1993). Deskripsi profil di lokasi penelitian
Tabel 1. Deskripsi profil tanah lokasi penelitian di Kebun Klambir Lima PT. Perkebunan Nusantara II (Puslitanak, 1993)
Sifat Tanah Deskripsi
Kedalaman tanah Dalam
Ketebalan solum Sedang
Kedalaman efektif Sedang
Drainase Terhambat
Bahan induk tanah Alluvium sungai
andesitik-dasitik
coklat sangat gelap kekelabuan liat berpasir
agak masam
Kemudahan untuk diolah
70 –80
Coklat gelap - kelabu terang Liat berpasir/pasir
Agak masam – netral Tidak ada
Agak berat
Kondisi Tanah Tembakau Deli Saat Ini
Beberapa sifat fisik lahan tembakau deli yang saat ini (Erwin, 1997)
merupakan faktor penghambat bagi tanaman sebagai akibat penggunaan areal
budidaya tebu antara lain :
- Pori Aerasi; Hasil evaluasi sifat fisik tanah oleh Pusat Penelitian Tanah
dan Agriklimat Bogor, ternyata keadaan pori aerasi tanah-tanah di areal
tembakau tergolong rendah sampai tinggi pada lapisan atas tanah.
disebabkan karena tidak terjangkau oleh alat pengolah tanah. Rendahnya
pori aerasi tanah dapat menghambat pertumbuhan tanaman tembakau,
karena akan mengganggu respirasi akar.
- Pori pemegang Air; Persentase pori-pori pemegang air tersedia bagi
tanaman di areal-areal tembakau tergolong rendah sampai tinggi. Pori
pemegang air ini sangat penting untuk diperbaiki. Upaya perbaikan dapat
dilakukan dengan memperdalam pengolahan tanah, sehingga kapasitas
resapan air akan meningkat dan aliran permukaan akan berkurang, karena
air akan ditahan di celah-celah bongkahan tanah dan terinfiltrasi. Upaya
lain untuk meningkatkan daya pegang air tanah tersebut adalah dengan
aplikasi pupuk organik dan kompos.
- Permeabilitas dan Infiltrasi; Lahan tembakau deli sekarang ini memiliki
tingkat permeabilitas yang agak lambat (0.12 – 0.5 cm/jam), hal ini sangat
mengganggu pertumbuhan tanaman karena tanaman akan kekurangan
oksigen bila permeabilitas tanah sangat lambat. Laju infiltrasi tanah
tembakau deli terlalu cepat di beberapa lokasi yaitu 16.74 – 242.38
cm/jam). Hal ini menyebabkan sistem pemberian air ke tanah untuk
memenuhi kebutuhan tanaman dengan sistem irigasi atau aliran
permukaan atau dengan sistem jog tidak akan efisien. Sistem irigasi yang
terbaik dengan tipe tanah yang berinfiltrasi cepat adalah dengan sistem
sprikle irrigation atau irigasi tetesan.
- Indeks Plastisitas; Tanah-tanah di lahan tembakau pada umumnya
tergolong agak plastis sampai plastis dengan indeks 10 – 30 pada ke dua
- Stabilitas Agregat; Kestabilan agregat tanah-tanah di lahan tembakau
pada umumya tergolong agak stabil sampai sangat stabil dengan indeks 50
– 80.
- Lapisan Tanah Padat; Tanah-tanah di areal tembakau pada umumnya
menunjukkan tingkat kepadatan tanah antara 1,5 – 5,0 kg/cm2 pada
kedalaman tanah 0 – 35 cm. Tingkat kekerasan tanah menunjukkan
hubungan negatif dengan kandungan C-organik (Basyaruddin 2004)
Tanah-tanah bekas rotasi tebu banyak terjadi pemadatan di lapisan bawah
akibat pengolahan secara mekanis maupun pengaruh alat alat berat
lainnya. Pemadatan tanah lapisan bawah ini menyebabkan terhambatnya
perkembangan perakaran tanaman semusim yang ukuran relatif pendek,
sehingga daerah jelajah perakaran akan sangat terbatas.
Adapun beberapa sifat kimia tanah yang mengalami perubahan setelah
rotasi tanaman tebu di lahan-lahan tembakau deli adalah sebagai berikut :
- Bahan organik; kandungan bahan organik tanah di lahan tembakau deli
menurun dengan tajam setelah dirotasi dengan tanaman tebu. Hal ini
disebabkan karena rotasi yang semakin pendek waktunya menghasilkan
biomasa rendah, disamping juga jenis vegetasinya berubah. Pada lahan
yang telah dirotasi dengan tebu tiga tahun berturut-turut, ditanam mimosa
dan dibiarkan tumbuh bersama gulma bahkan di beberapa tempat
gulmanya didominasi oleh alang-alang, dengan demikian siklus hara
diperpendek. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas bahan organik dan
pembentukan humus, bahkan mungkin banyak terjadi proses mineralisasi
tembakau bahan organik dibakar, dan khususnya ketika tanaman tembakau
masih kecil lahannya bersih sehingga erosinya cukup besar. Hal ini
tercermin dari endapan di parit-parit drainase yang cukup tebal, begitu
juga koloid-koloid berupa lumpur yang terbawa oleh erosi. Jadi keadaan
inipun memberikan kontribusi terhadap kehilangan bahan organik.
Seolah-olah usaha rotasi di lahan ini hampir tidak memberikan hasil
terhadap penambahan bahan organik. Penurunan bahan organik lebih
nyata setelah tahun 1980-an, atau setelah areal tembakau dirotasikan
dengan tebu.
- Nitrogen; Berbeda dengan bahan organik (C-organik), N-organik (N-total)
perubahannya kecil sekali dan cendrung konstan. Hal ini mungkin
merupakan batas terendah (limit) untuk tanah-tanah di lahan tembakau
deli. Selama beberapa tahun pengamatan, kandungan N-total rata-rata
kurang dari 0,2 %. Nilai C/N 9 – 12 untuk lahan tembakau deli sudah
merupakan keseimbangan alam. Walaupun pada kenyataannnya secara
pengamatan visual terlihat kecendrungan tanaman tembakau menunjukkan
gejala defisiensi N. Aplikasi N pada tanaman tembakau juga
memperlihatkan respon yang tinggi terhadap peningkatan dosis pupuk
nitrogen. Hubungan kandungan bahan organik dengan ketersediaan N di
tanah cukup erat. Tanah-tanah yang miskin bahan organik umumnya akan
menjadi defisiensi N (Erwin, 1997).
- Fosfat (P); Kandungan P tanah umumnya menurun terus sampai tahun
1989, dan kemudian menaik lagi. Peningkatan kadar P tersedia tanah
musim. Akibat ketersediaan P yang lebih di lahan-lahan tembakau deli
mempunyai dampak terutama terhadap pertumbuhan dan produksi.
Penggunaan tanah yang mengandung mineral amorf (alofan) secara
intensif dapat mempercepat pelapukan mineral primer menjadi imogolit –
haloisit – kaolinit, bahkan menjadi gibsit yang akan membebaskan banyak
fosfat (Tan 1998; Basyaruddin 1999) Tanaman tembakau akan dipacu
untuk lebih cepat menjalani proses generatif dan menghambat proses
vegetatif. Beberapa tahun terakhir terlihat kinerja tembakau deli kurang
baik, tanaman cendrung mengecil/kerdil, luas daun menyempit, tanaman
cepat berbunga serta mengacaukan kriteria matang panen, yang kesemua
hal tersebut merupakan ciri-ciri sebagai akibat kelebihan ketersediaan P di
dalam tanah.
- Kalium (K); Kandungan K berfluktuasi, mencerminkan bahwa unsur ini
sangat mobil dan sulit untuk mencapai keseimbangan. Berdasarkan
pengamatan lapangan, endapan Sungai Wampu mengandung banyak
muskovit (mika) yang merupakan sumber dari K. Hal ini juga tercermin
dari tingginya K pada kompleks adsorpsi dan K total dengan ekstraksi HCl
25 %. Disamping itu endapan laut dapat juga memberikan konstribusi
terhadap tingginya K disamping pembakaran. Keadaan ini tercermin juga
dari tajamnya fluktuasi kandungan K pada tanah-tanah di areal tembakau
deli.
Dari sifat-sifat tanah di atas dan dari hasil penilaian kelas dan sub kelas
kesesuaian lahan di lahan bekas rotasi tanaman tebu maka terdapat lahan-lahan
marginal (S3) seluas 3.354 hektar dan yang tidak sesuai saat ini (N1) seluas 30
hektar. Faktor yang menjadi pembatas utama pertumbuhan tanaman tembakau deli
adalah ketersediaan air, kedalaman perakaran efektif dangkal karena adanya
lapisan padat atau padas, tekstur tanah, rendahnya retensi hara (KTK tanah),
keseimbangan hara, dan di beberapa tempat drainase terhambat (Puslitnak, 1993).
Upaya Konservasi Areal Tembakau Deli yang Telah Dilakukan
Upaya konservasi lahan-lahan tembakau deli yang telah dilakukan oleh
PTPN-II pada tahun 1995 adalah dengan menanam tanaman hutan untuk mengisi
permukaan tanah yang berfungsi sebagai penutup tanah dan sumber bahan organik
tanah. Tanaman hutan ini juga penting dalam memutuskan siklus bakteri penyakit
layu yang selama ini mengancam keberadaan dan kelanjutan komoditi tembakau
deli serta penggarapan lahan oleh masyarakat luar. Adapun tanaman hutan yang
ditanam sebagai tanaman konservatif adalah Senu (Melochia umbellata), Sengon
(Albizia falcataria), Anggrung (Trema orientale), Mindi (Melia azedarach),
Nimba (Azadirachta Indica), serta Akasia (Acacia auriculiformis). Bila ditinjau
dari fungsinya maka tanaman-tanaman hutan ini berfungsi : (a) melindungi tanah
terhadap daya perusak butir-butir hujan yang jatuh, (b) melindungi tanah terhadap
daya perusak aliran air di atas permukaan tanah, (c) memperbaiki kapasitas
infiltrasi tanah dan penahan air yang langsung mempengaruhi besarnya aliran
permukaan, dan (d) mampu memutuskan siklus patogen tanah seperti bakteri
penyakit layu serta menghindari lahan dari penggarap-penggarap liar
(Perangin-angin 1998).
Upaya-upaya yang sudah direncanakan dan yang sudah dilakukan sejak
mengalami kegagalan pada saat berakhirnya masa Orde Baru. Masyarakat
mengatas namakan berbagai kelompok telah menggarap areal konservasi tersebut
dengan menebangi, mengkapling-kapling lahan tersebut dan menanami dengan
tanaman semusim, bahkan mereka juga membuat gubuk. Saat musim tanam tiba
maka pihak PTPN-II harus mengeluarkan dana dan tenaga yang besar untuk
mengusir para penggarap tersebut dibantu oleh aparat TNI dan Polri. Sehingga saat ini, setelah panen, sisa tanaman tembakau dicabut dan ditanami tanaman
palawija oleh para karyawan PTPN-II di lahan-lahan yang rawan penggarapan
(PTPN-II, 1997). Akhirnya upaya-upaya konservasi tadi dianggap gagal.
Pengaruh Rotasi Tanaman terhadap Produktivitas Lahan
Rotasi tanaman adalah sistem penanaman berbagai tanaman secara bergilir
dalam urutan waktu tertentu pada suatu bidang tanah (Arsyad, 2000). Dalam
menunjang sistem pertanian berkelanjutan akhir-akhir ini sering dilakukan rotasi
tanaman hutan. Sistem ini merupakan keterpaduan antara kegiatan kehutanan
dengan pertanian, atau dengan peternakan yang membentuk usaha tani terpadu
sehingga optimalisasi dan diversifikasi penggunaan lahan dapat tercapai
(Wulandari dkk., 1995).
Pada hakekatnya rotasi tanaman memberikan keuntungan-keuntungan
seperti pemberantasan hama dan penyakit, pemberantasan tumbuhan pengganggu,
dan yang paling penting adalah mempertahankan/memperbaiki sifat-sifat fisik dan
kimia tanah dalam menunjang kesuburan tanah. Rotasi tanaman akan
mempertinggi kemampuan tanah menahan dan menyerap air serta sumbangan
kapasitas infiltrasi tanah serta memelihara keseimbangan unsur hara (Arsyad,
2000). Pelaksanaan rotasi ini sangat sesuai untuk pertumbuhan tanaman tembakau
deli yang memang telah dilakukan sejak zaman Belanda dahulu (PT. Perkebunan
IX. 1995).
Kualitas Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh
terhadap penggunaan lahan (Sys, 1985). Penggunaan yang optimal memerlukan
keterkaitan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan
adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan sesuai dengan karakteristik dan
kualitas lahannya bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahannya secara lestari
dan berkesinambungan (BPT, 2003).
Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribut yang bersifat
kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan
(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan
tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan
ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada
umumnya ditetapkan dari pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).
Kualitas lahan dapat berperan positif atau negatif terhadap penggunaan
lahan tergantung dari sifat-sifatnya. Kualitas lahan yang berperan positif sifatnya
menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya kualitas lahan yang bersifat
negatif akan merugikan terhadap penggunaan tertentu, sehingga merupakan faktor
atau lebih dari jenis penggunaannya. Demikian pula satu jenis penggunaan lahan
tertentu akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan (Sys et al, 1993).
Persyaratan Penggunaan Lahan
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan,
dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan
berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Persyaratan
penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan.
Persyaratan karakteristik lahan untuk masing-masing komoditas pertanian
umumnya berbeda, tetapi ada sebagian yang sama sesuai dengan persyaratan
tumbuh komoditas pertanian tersebut (BPT, 2003).
Persyaratan tersebut terutama terdiri atas energi radiasi, temperatur,
kelembaban, oksigen dan hara. Persyaratan temperatur dan kelembaban umumnya
digabungkan, dan selanjutnya disebut sebagai periode pertumbuhan (FAO, 1983).
Persyaratan lain berupa media perakaran, ditentukan oleh drainase, tekstur,
struktur dan konsistensi tanah, serta kedalaman efektif. Persyaratan tumbuh atau
persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan oleh masing-masing komoditas
mempunyai batas kisaran minimum, optimum, dan maksimum untuk
masing-masing karakteristik lahan (BPT, 2003).
Persyaratan penggunaan/karakteristik lahan untuk tanaman tembakau deli sampai
sekarang belum ada acuannya, tetapi untuk tanaman tembakau secara umum
dengan karakteristik kelas kesesuaian lahan S1 sebagai berikut :
- Temperatur rerata pada masa pertumbuhan 22 – 28 0C
- Curah hujan pada masa pertumbuhan 600 mm – 1200 mm dengan kelembaban
- Media perakaran dengan tekstur agak kasar, sedang, agak halus, halus dengan
bahan kasar < 15 % dan kedalaman tanah > 75 cm.
- KTK liat > 16 me/100 g, kejenuhan basa > 35 %, pH H2O 5,5 – 6,2 serta
C-organik > 1,2 % (Balittanak, 2003).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Lokasi kajian penelitian yaitu kebun Klambir Lima Perkebunan Tembakau
Deli PTPN-II. Secara umum kebun ini jenis tanahnya adalah Inceptisol dengan
famili tanah Aeric tropaquepts (Puslitnak, 1993). Secara administratif kebun ini
terletak di Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang dengan
ketinggian tempat lebih kurang 15 meter di atas permukaan laut.
Pengambilan sampel tanah dan analisis sifat fisik di lapang dilakukan
mulai dari September 2006 hingga Nopember 2006. Analisis sifat fisik dan kimia
tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UISU dimulai
dari bulan Nopember hingga bulan Pebruari 2007.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk menguji sifat fisik dan kimia tanah adalah
contoh tanah utuh dan contoh tanah komposit. Sampel tanah diambil secara
komposit untuk analisis sifat kimia tanah sedangkan analisis sifat fisika tanah
diambil sampel tanah utuh dengan menggunakan cover ring. Sampel tanah ini
diambil untuk masing-masing lokasi rotasi penggunaan lahan dari kedalaman
tanah 0 – 20 cm (lapisan olah tanah). Seterusnya sampel tanah dinalisis
sifat-sifatnya di laboratorium.
Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah ini meliputi
alat-alat di lapangan seperti cangkul, bor belgie, sekop, pisau, cover ring, meteran dan
lain-lain yang berkaitan dengan pengambilan sampel tanah. Alat-alat yang lain
infiltrometer, penetrometer serta alat untuk analisis sifat kimia tanah seperti
atomic absorption spectrometer (AAS), alat permeabilitas, dan lain-lain.
Metode Penelitian
Pengamatan terhadap pelaksanaan berbagai sistem rotasi dilakukan dengan
cara survei lapang, sedangkan pengaruh dari berbagai sistem rotasi terhadap
produktivitas tanah dilakukan dengan cara analisis laboratorium yaitu dengan
menganalisis sifat fisika dan kimia tanah. Dari analisis ini maka datanya diolah
dengan menggunakan Analisis Variance satu arah (One Way Anova). Analisis ini
digunakan untuk menguji apakah rata-rata dari beberapa sampel berbeda atau
tidak (Pratisti, 2004). Perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis semua
data adalah SPSS 12. Jenis penggunaan lahan pada lokasi penelitian terdiri atas 4
jenis yaitu :
R1 = lahan dengan tanaman hutan yaitu tanaman jati (Tectona grandis L.)
R2 = lahan diberokan (tembakau – bero – tembakau)
R3 = lahan dengan rotasi dengan tanaman tebu (Saccharum officinarum L)
(tembakau – tebu – tembakau)
R4 = lahan digunakan dengan tanaman palawija (tembakau – palawija –
tembakau)
Model linier yang diasumsikan pada analisis ini adalah :
Y
ij= +
i+
ij : i = 1, 2, …..k ;j = 1, 2, …..nk
dimana :
Y
ij = variabel yang akan dianalisis= efek umum atau efek rata-rata yang sebenarnya
ij = efek yang sebenarnya dari pada unit eksperimen ke j yang berasal dari perlakuan ke i
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit dari lapisan olah di
setiap rotasi penggunaan lahan untuk keperluan analisis sifat-sifat kimia tanah di
laboratorium. Untuk analisis sifat fisika tanah diambil sampel tanah utuh dengan
menggunakan cover ring. Penentuan titik-titik pengambilan contoh tanah
berdasarkan keadaan di lapang yaitu pada masing-masing rotasi penggunaan lahan
yang beracuan pada peta tanah (Lampiran 2) Kebun Klambir Lima. Untuk setiap
jenis perlakuan diambil sebanyak 10 sampel tanah. Metode analisis dari
masing-masing sifat fisika dan kimia tanah yang merupakan peubah amatan diuraikan
pada Tabel 2.
Pada waktu dilakukan pengamatan langsung di lapang terlihat
masing-masing jenis rotasi penggunaan lahan berada pada kongsi-kongsi yang berbeda.
Maka untuk setiap keadaan ini diambil sampelnya dengan beberapa titik lalu
dicampurkan dan diambil satu sampai tiga sampel tergantung besarnya
lahan/petak tanaman rotasi.
Untuk analisis sifat fisik di lapang seperti infiltrasi tanah dan penetrasi
tanah dilakukan dengan menggunakan alat double ring infiltrometer dan
Tabel 2. Metode analisis yang digunakan untuk masing-masing peubah amatan
Peubah Amatan Metode Analisis
Sifat Fisika Tanah :
1. Stabilitas agregat De Leenheer dan De Boodt
2. Kerapatan lindak (BD) (g/cm3) Ring sample-gravimetri
3. Total ruang pori (%) Perhitungan dari bobot isi dan
bobot jenis butiran
4. Infiltrasi (cm/jam) Double ring infiltrometer
5. Permeabilitas tanah (cm/jam) De Boodt
6. Air tersedia (%) Perhitungan dari kadar air
kapasitas lapang dengan kadar air titik layu permanen
7. Kekerasan tanah (kg/cm2) Penetrometer
Sifat Kimia Tanah
1. C-organik (%) Walkley dan Black
2. N-total (%) Kyeldahl
3. P-tersedia (ppm) Bray II
3. KTK (me/100g) NH4Oac
4. Kation tukar tanah (K, Ca, Mg, Na) NH4Oac
5. Kandungan bahan organik tanah (%) Hasil perhitungan dari C-org
6. Kejenuhan Basa Tanah (%) Hasil perhitungan dari KTK
dan kation tukar tanah
7. pH Elektrometri
Peubah Amatan
Peubah amatan untuk analisis sifat fisika tanah terdiri atas stabilitas
agregat, kerapatan lindak (BD), total ruang pori (TRP), infiltrasi, permeabilitas
dan air tersedia. Metode analisis dari masing-masing sifat ini diuraikan pada Tabel
2.
a. Pengukuran Kerapatan Lindak (BD) dan Porositas (total ruang pori) Tanah
Pada pengukuran BD tanah pertama sekali dilakukan adalah menentukan
kadar air tanahnya dengan cara menimbang tanah beserta ring lalu tanah
dikeringovenkan selama 24 jam pada suhu 1050C. Diameter ring dan tebal ring
V = π (r cm)2 x t cm
Dimana : V = volume
π = 22/7
r = ½ x (diameter ring = 7,4 cm) t = tinggi ring (cm) = 3,85 cm dalam hal ini diameter = 7,4 cm
Berdasarkan perhitungan itu maka didapat BD tanah dengan rumus :
Kerapatan Lindak (g/ml) =
tanah volume
oven kering tanah
berat
Pada pengukuran TRP tanah terlebih dahulu dilakukan pengukuran
partikel density (PD) tanah dengan cara tanah kering oven dari pengukuran BD
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml (timbang beratnya) sebanyak 30 g lalu
labu diisi dengan air ± ¾ labu. Dengan menggunakan hot plate labu itu
dipanaskan hingga mendidih lalu dibiarkan satu malam. Selanjutnya tambahkan
air hingga mencapai volume 100 ml dan ditimbang. Berat/volume air adalah berat
total dikurangi berat botol dan berat tanah, sedangkan volume tanah adalah 100
ml dikurangi volume air. Dari perhitungan ini maka PD dapat dihitung dengan
rumus :
PD =
tanah butiran volume
tanah butiran berat
Dengan demikian maka :
TRP = ( 1 - PD BD
) x 100 %
b. Pengukuran Permeabilitas Tanah
Metode yang digunakan dalam pengukuran permeabilitas tanah adalah
metode De Boodt. Contoh tanah utuh yang berada dalam ring sampel direndam
dalam bak perendam berisi air 3 cm dari dasar baki selama 24 jam. Setelah
perendaman selesai, contoh tanah yang sudah jenuh air dengan ring nya
kemudian dialiri air. Pengukuran jumlah air yang tertampung pertama
dilakukan selama 6 jam, selanjutnya setiap hari sampai 4 kali
pengukuran. Terakhir diamati volume air yang telah keluar setelah melalui
masa tanah selama 1 jam lagi. Setelah itu diambil rata -rata dari keenam
pengukuran itu. Perhitungan permeabilitas tanah diperoleh dari rumus::
Q l 1
Permeabilitas (K) = --- x --- x --- (cm/jam) t h A
dimana :
Q = banyaknya air yang mengalir pada setiap pengukuran (ml) t = waktu pengukuran (jam)
l = tebal contoh tanah (cm)
h = tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah (cm) A = luas permukaan contoh tanah (cm2 )
Dalam hal ini , l = 3,8 cm, h = 5 cm, A= 45,72 cm2
Klasifikasi permeabilitas dalam cm/jam menurut Uhland dan O’Neal (1951)
dalam FP-UISU (2001) diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Kelas kecepatan permeabilitas tanah (Uhland dan O’Neal. 1951)
Kecepatan Permeabilitas (cm/jam) K e l a s
< 0.12 Sangat lambat
0.13 - 0.51 Lambat
0.51 - 2.00 Agak lambat
2.01 - 6.25 Sedang
6.26 - 12.50 Agak cepat
12.51 - 25.00 Cepat
> 25.00 Sangat cepat
c. Pengukuran Infiltrasi Tanah
Metode yang digunakan untuk mengukur parameter ini adalah Double
Ring Infiltrometer. Pengukuran infiltrasi dilakukan dengan cara membenamkan
alat double ring infitrometer di atas permukaan tanah. Ring yang ada di bagian
dalam diisi air sampai rata dengan permukaan ring lalu dihitung besarnya
Tabel 4. Kelas laju infiltrasi tanah dalam cm/jam (Hillel, 1980) Laju Infiltrasi (cm/jam) K e l a s
25 - 50 sangat cepat
12,5 - 25 cepat
7,5 - 15 sedang
0,5 - 2,5 lambat
< 0,5 sangat lambat
d. Pengukuran Air Tersedia
Dalam pengukuran persentase ketersediaan air pada penelitian ini
dilakukan dengan cara terlebih dahulu menghitung berapa besar kadar air kapasit
as lapang (KL) dan kadar air titik layu permanen (TLP) dari sampel tanah
tersebut. Selisih dari kadar air KL dengan TLP adalah persentase air tersedia.
e. Pengukuran Stabilitas Agregat
Penetapan stabilitas agregat tanah secara kuantitatif dari masing-masing
perlakuan dilakukan dengan cara pengayakan kering dan basah di laboratorium
menurut metode De Leenheer dan De Boodt. Dari hasil pengukuran ini maka
didapat klasifikasi indeks stabilitas sebagai berikut :
Tabel 5. Kelas stabilitas agregat tanah (De Leenheer dan De Boodt, 1958)
Indeks Kestabilan Agregat K e l a s
> 200 sangat stabil sekali
80 – 200 sangat stabil
66 – 80 stabil
50 – 66 agak stabil
40 – 50 kurang stabil
f. Pengukuran Penetrasi Tanah
Pengukuran penetrasi tanah dilakukan dengan menggunakan alat
penetrometer. Pengamatan dilakukan dengan cara menusukkan penetrometer ke
dinding lobang tanah hingga muncul angka. Besarnya penetrasi tanah diperoleh
dengan membaca besarnya gaya yang dihasilkan pada alat. Setiap sampel diambil
angka rataan dari 10 kali pengukuran.
Analisis Sifat Kimia Tanah
Peubah amatan dari sifat kimia tanah yaitu N-total, P-tersedia, C-organik,
kandungan bahan organik, kation-kation tukar tanah (Ca, Mg, K, dan Na),
kapasitas tukar kation (KTK), pH dan kejenuhan basa (KB). Metode dari
masing-masing peubah amatan ini diuraikan pada Tabel 1. Analisis sampel tanah ini
HASIL DAN PEMBAHASAN
Survey Lapang
Hasil pengamatan dari survey lapang adalah berupa pengamatan sistem
rotasi penggunaan lahan yang ada di Kebun Klambir Lima, wawancara dengan
administratur, asisten dan mandor kebun tentang sejarah penggunaan lahan, dan
produksi tembakau deli.
Luas Kebun Kelambir Lima 967 Ha dan merupakan luasan termasuk jalan
kebun dan bangsal. Setiap kebun yang ditanami tembakau dibagi menjadi
beberapa afdeling. Untuk penanaman tembakau deli dibagi ke dalam kongsi dan
setiap kongsi terdiri dari beberapa ladang. Luas perladang tembakau lebih kurang
0.8 Ha, dengan jumlah tanaman 19.000 batang/ladang.
Dari hasil survey lapang penggunaan lahan jati dengan luasan ± 32,32 ha,
dan pada waktu pengamatan luas lahan jati yang masih ada tanaman jatinya ± 4,3
ha yang terdiri atas 16.748 pokok jati dan merupakan lokasi pengambilan sampel
tanah. Lahan ini terdapat pada :
• Sebelah timur kongsi 1dan 2 seluas 2,5 ha dengan 8926 pohon jati
• Sebelah timur kongsi 3 dan 4 seluas 1,8 ha dengan 7822 pohon jati
Untuk lahan bero terdiri atas 2 kongsi yaitu kongsi 3 dan kongsi 4. Kongsi
3 terdiri atas 34 ladang (± 27,2 ha) dan kongsi 4 terdiri atas 35 ladang (28 ha)
dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah.
Untuk lahan rotasi tebu terdiri atas 2 kongsi yaitu kongsi 1 dan kongsi 2.
Kongsi 1 terdiri atas 26 ladang (± 20,8 ha) dan kongsi 2 terdiri atas 25 ladang
Pada lahan rotasi palawija terdiri atas 2 kongsi dengan 50 ladang (± 40 ha)
dan merupakan lokasi pengambilan sampel tanah. Untuk lahan ini tidak ditanami
lagi tembakau karena telah digarap oleh masyarakat sehingga data produksi
tembakau dari lahan ini tidak ada.
Sifat Fisika Tanah
Hasil pengukuran sifat fisika tanah dari masing-masing peubah amatan
rata-rata perlakuannya, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan diuraikan pada
Lampiran 3 sampai 9. Dari semua peubah amatan yang diukur memberikan
perbedaan nyata sampai sangat nyata pada setiap jenis penggunaan lahan kecuali
stabilitas agregat tanah..
a. Stabilitas Agregat
Stabilitas agregat tanah adalah ketahanan agregat tanah terhadap daya
yang dapat menimbulkan penghancuran agregat. Dari hasil pengukuran stabilitas
agregat ini masing-masing perlakuan memiliki indeks stabilitas agregat agak
stabil (De Leenheer dan De Boodt, 1958). Rata-rata perlakuan dari masing-masing
rotasi penggunaan lahan disajikan pada Tabel 6. Hasil pengukuran dari
masing-masing sampel dan analisis sidik ragam indeks stabilitas pada masing-masing-masing-masing
rotasi penggunaan lahan pada Lampiran 4.
Tabel 6. Indeks stabilitas agregat pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Indeks Stabilitas Agregat
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
63,66 60,50 52,83 50,35
Stabilitas agregat tidak dipengaruhi secara nyata dari penggunaan lahan.
dengan penggunaan lahan lainnya. Kohnke (1986 dalam Juanda, dkk, 2003)
menyebutkan bahwa kekuatan agregat dipengaruhi oleh kelembaban tanah, tipe
liat, daya adsorbsi kation dan kandungan bahan organik. Pernyataan sejalan
dengan hasil penelitian ini yang mendapatkan lahan jati memiliki indeks yang
lebih tinggi dan tanaman jati memiliki kanopi tanaman yang besar yang dapat
menjaga kelembaban tanah dibandingkan dengan lahan lainnya. Disamping itu
hutan jati menyumbangkan bahan organik yang besar. Dari hasil pengukuran pada
penelitian ini lahan jati mengandung 2,98 % bahan organik.
Dari semua jenis penggunaan lahan rotasi palawija memberikan indeks
stabilitas yang paling kecil (50,35) dibandingkan dengan penggunaan lahan
lainnya. Hal ini disebabkan kerena rotasi dengan palawija pengolahan tanahnya
lebih intensif sehingga ketahanan agregat tanahnya lebih kecil dan juga berakibat
kelembaban tanah rendah di samping kecilnya kanopi tanaman dalam melindungi
tanah dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya. Rotasi dengan palawija
juga kecil dalam hal menyumbangkan bahan organik tanah. Dari hasil pengukuran
pada penelitian ini lahan rotasi palawija memberikan 1,48 % bahan organik.
Indeks stabilitas agregat tanah dari masing-masing jenis penggunaan lahan
6 3 , 6 6
6 0 , 5 0
5 2 , 8 3
5 0 ,3 5
J a t i B e r o T e b u P a la w ija
J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n
0 ,0 0 2 0 ,0 0 4 0 ,0 0 6 0 ,0 0
Indek
s St
a
b
ilita
s Ag
reg
a
t
Gambar 1. Indeks stabilitas agregat dari masing-masing jenis penggunaan lahan
b. Kekerasan Tanah
Kekerasan tanah adalah kemampuan tanah dalam menahan beban yang
dinyatakan dalam satuan kg/cm2. Sifat ini diukur dengan alat penetrometer pada
kondisi lapang. Sifat ini penting untuk : (1) menduga tingkat kemudahan atau
kemampuan akar tanaman menembus tanah; (2) tingkat pemadatan tanah (soil
compaction), baik proses alami maupun oleh adanya aktifitas mekanisasi alat-alat
pertanian; (3) tingkat kemantapan atau kekompakan struktur tubuh tanah (Hillel,
1980).
Hasil pengukuran kekerasan tanah, analisis sidik ragam dan uji beda rataan
dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 5, rataan
pengukurannya pada Tabel 7. Perbedaan jenis rotasi secara nyata mempengaruhi
nilai kekerasan tanah. Lahan yang diberokan menyebabkan nilai kekerasan tanah
lebih rendah (1,74 kg/cm2) di antara jenis rotasi lainnya. Sementara itu lahan yang
dirotasi dengan tebu (2,18 kg/cm2) dan palawija (2,64 kg/cm2) memiliki kekerasan
akan tumbuh di lahan itu dengan aneka ragam kedalaman akar. Akibatnya tanah
memiliki rongga-rongga pori yang lebih banyak dan sebaran akar halus lebih
besar sehingga penetrasi akar ke lapisan bawah lebih mudah dan akan
menghasilkan nilai kekerasan tanah lebih rendah.
Tabel 7. Kekerasan tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Kekerasan Tanah (kg/cm2)
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
1,87 a 1,74 a 2,18 b 2,64 c
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Lahan yang dirotasi dengan tebu dan palawija memiliki kekerasan tanah
yang besar dan berbeda nyata dengan lahan jati dan lahan bero. Pada lahan rotasi
tebu dan palawija pengolahan tanah sangat intensif akibatnya sebaran akar halus
tetumbuhan sedikit begitu juga akar berukuran besar . Semakin besar sebaran akar
halus maupun akar besar pada suatu lahan akan mengakibatkan kekerasan tanah
semakin rendah (Basyaruddin, 2004). Oleh sebab itu maka rotasi dengan tebu
maupun palawija kekerasan tanahnya besar. Lahan rotasi palawija berbeda nyata
dengan lahan rotasi tebu dimana rotasi palawija kekerasan tanahnya lebih besar
dibandingkan dengan rotasi tebu. Hal ini mungkin disebabkan tanaman tebu
dipanen setahun sekali sementara palawija tiga bulan sekali sehingga pengolahan
tanah pada lahan palawija lebih intensif bila dibandingkan dengan lahan rotasi
tebu. Semakin intensif lahan diolah maka terjadi pemadatan tanah (soil
compaction) sehingga penetrasi akar ke lapisan bawah lebih sulit dan memberikan
nilai penetrasi tanah yang besar (Hillel, 1980). Penetrasi tanah dari ke empat jenis
2 ,6 4 c
2 ,1 8 b
1 ,8 7 a
1 ,7 4 a
J a ti B e r o T e b u P a la w ija
J e n is P e n g g u n a a n la h a n
0 ,5 1 ,0 1 ,5 2 ,0 2 ,5
Penet
ra
si
Ta
na
h
(k
g
/cm
2 )
Gambar 2. Kekerasan tanah (kg/cm2) dari masing-masing rotasi penggunaan lahan
c. Laju Infiltrasi
Infiltrasi adalah laju kecepatan masuknya air ke dalam tanah melalui
permukaan tanah secara vertikal ke bawah. Dari ke empat jenis penggunaan lahan
laju infiltrasinya tergolong ke dalam kelas cepat sampai sangat cepat. Dari ke
empat jenis penggunaan lahan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap laju
infiltrasi tanah. Hasil pengukuran laju infiltrasi, analisis sidik ragam, dan uji beda
rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 6,
rataan perlakuan dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 8. Lahan
hutan jati memiliki laju infiltrasi yang paling besar yaitu 43,28 cm/jam
dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya. Susswein, et al., (2001)
menyatakan bahwa tanah hutan mempunyai laju infiltrasi permukaan yang tinggi
dan makroporositas yang relatif banyak, sejalan dengan tingginya aktivitas biologi
tanah dan turnover perakaran. Lahan jati dapat diasumsikan sebagai lahan hutan
sehingga kecepatan aliran air (laju infiltrasi) tanah di permukaan tinggi.
pengkerutan, dan terbukanya rekahan-rekahan kecil. Kedua proses tersebut dapat
memicu terbentuknya pori yang lebih besar sehingga laju infiltrasi tanah di
permukaan tinggi. Disamping itu hutan jati memiliki lapisan serasah yang tebal
dan penutupan permukaan tanah oleh kanopi tanaman yang akan menyebabkan
rendahnya pembentukan kerak di permukaan tanah sehingga laju infiltrasi tinggi
(Marshall et al., 1999). Laju infiltrasi pada lahan bero (41,35 cm/jam) dan rotasi
tebu (34,26 cm/jam) tidak berbeda nyata dengan lahan rotasi jati.
Lahan rotasi palawija memiliki laju infiltrasi yang paling kecil (17,20
cm/jam) dan berbeda nyata dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya.
Hal ini erat kaitannya dengan kelembaban tanah dimana infiltrabilitas tanah serta
variasinya tergantung dari kelembaban tanah (Effendi, 1982). Dari ke empat jenis
penggunaan lahan, rotasi palawija memiliki kelembaban tanah yang paling rendah
dibandingkan dengan lainnya, oleh karena penutupan kanopi tanaman kecil
disamping pengolahan tanah yang intensif. Laju infiltrasi dari ke empat jenis
penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 3.
Tabel 8. Laju infiltrasi tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Laju infiltrasi (cm/jam)
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
43,28 b 38,97 b
16,26 a 8,40 a
4 3 ,2 8 b
3 8 ,9 7 b
1 6 ,2 6 a
8 ,4 0 a
J a ti b e r o T e b u P a la w ija
J e n is P e n g g u n a a n L a h a n 1 0 ,0
2 0 ,0 3 0 ,0 4 0 ,0
L
a
ju
I
n
fi
ltr
a
si
(c
m
/j
a
m
)
Gambar 3. Laju infiltrasi (cm/jam) dari ke empat jenis penggunaan lahan
d. Kerapatan Lindak (BD)
Kerapatan lindak tanah berhubungan erat dengan penetrasi tanah, semakin
tinggi nilai penetrasi tanah memberikan BD yang tinggi. Hal ini dapat terjadi
karena pemadatan tanah dapat memampatkan fase padat tanah sehingga berat
persatuan volume meningkat. Hasil pengukuran BD tanah, analisis sidik ragam
dan uji beda rataan dari masing-masing jenis penggunaan lahan disajikan pada
Lampiran 7, rataan perlakuan dari masing-masing jenis penggunaan lahan pada
Tabel 9. Dari ke empat jenis penggunaan lahan rotasi tebu memiliki nilai BD yang
paling tinggi (1,40 g/cm3) dan tidak berbeda nyata dengan lahan rotasi palawija
(1,37 g/cm3). Hal ini disebabkan bahwa ke dua keadaan lahan ini merupakan
lahan yang pengolahan tanahnya sangat intensif sehingga terjadinya proses
pemadatan tanah akibat dari alat mekanisasi pertanian yang akhirnya akan
meningkatkan nilai BD tanah. Soepardi (1983 dalam Juanda dkk. 2003)
menyatakan bahwa pengolahan tanah dapat menaikkan berat jenis isi tanah (BD).
rendah dan terjadinya degradasi bahan organik akibat pengolahan tanah yang
intensif akan menyebabkan pemadatan tanah cukup tinggi, sehingga terjadinya
peningkatan BD tanah.
Tabel 9. Kerapatan lindak tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Kerapatan Lindak (g/cm3)
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
1,06 a 1,08 a 1,40 b 1,37 b
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Kerapatan lindak dari lahan yang diberokan (1,08 g/cm3) tidak berbeda
nyata dengan lahan jati (1,06 g/cm3). Hal ini sejalan dengan kekerasan tanah
dari ke dua keadaan ini memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan ke
dua jenis rotasi (tebu dan palawija) dan disamping itu dalam menyumbangkan
bahan organik juga lebih besar pada lahan jati dan bero sehingga memberikan
nilai BD rendah. Kerapatan lindak dari ke empat jenis penggunaan lahan
dilukiskan pada Gambar 4.
1 , 4 0 b
1 , 3 7 b
1 , 0 6 a 1 , 0 8 a
J a t i B e r o T e b u P a l a w i j a
J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n
0 , 0 0 0 , 5 0 1 , 0 0 1 , 5 0
BD
(
g
/cm
3)
e. Total Ruang Pori (TRP)
Porositas tanah merupakan perbandingan antara volume ruang pori
(makro/mikro) dengan volume total contoh tanah. Pori makro berfungsi sebagai
tempat lalu lintas air dan udara, sedangkan pori mikro berfungsi menyimpan air.
Total ruang pori berkorelasi negatif dengan BD tanah, semakin besar jumlah total
ruang pori akan semakin kecil BD tanah (Sudaryono, 2001). Hasil pengukuran
TRP, analisis sidik ragam, dan uji beda rataan dari masing-masing jenis
penggunaan lahan disajikan pada Lampiran 8, rataan perlakuan dari
masing-masing jenis penggunaan lahan pada Tabel 10. Total ruang pori tanah dari ke
empat jenis penggunaan lahan, lahan bera memiliki nilai yang paling tinggi yaitu
52,65 % dan tidak berbeda nyata dengan lahan jati (48,32 %). Penetrasi dan BD
tanah juga menunjukkan bahwa lahan bera dan jati memiliki nilai penetrasi tanah
rendah dan BD yang rendah sehingga total ruang porinya tinggi.
Tabel 10. Total ruang pori tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Total Ruang Pori (%)
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
48,32 b 52,65 b 37,52 a 39,06 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Total ruang pori untuk lahan rotasi tebu sebesar 37,52 % dan rotasi
palawija 39,06 % dan berhubungan tidak nyata antar ke duanya; serta berbeda
nyata dengan lahan rotasi jati dan bera. Hal ini erat kaitannya dengan kekerasan
tanah dan BD tanah di atas. Lahan rotasi tebu dan palawija telah terjadi
pemadatan tanah karena ruang pori terisi oleh partikel tanah terlarut dalam air
dengan demikian perubahan porositas mengikuti perubahan BD tanah. Total ruang
pori dari ke empat jenis rotasi penggunaan lahan dilukiskan pada Gambar 5.
5 2 ,6 5 b
4 8 ,3 2 b
3 9 , 0 6 a 3 7 , 5 2 a
J a ti B e r O T e b u P a la w ija
J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n
1 0 ,0 0 2 0 ,0 0 3 0 ,0 0 4 0 ,0 0 5 0 ,0 0
T
o
ta
l
R
u
an
g P
o
ri
(
%
)
Gambar 5. Total ruang pori (%) dari masing-masing jenis penggunaan lahan
f. Permeabilitas Tanah
Permeabilitas yaitu suatu sifat yang menyatakan laju pergerakan suatu zat
cair melalui suatu media berpori. Dalam hal ini adalah laju pergerakan air melalui
pori-pori tanah (Hillel, 1980). Dari hasil pengukuran pada ke empat jenis
penggunaan lahan kelas permeabilitas tanah tergolong sedang sampai lambat
(Lampiran 9). Rataan pengukuran permeabilitas tanah dari masing-masing jenis
pernggunaan lahan pada Tabel 11. Permeabilitas pada lahan rotasi tebu (1,17
cm/jam) dan rotasi palawija (0,87 cm/jam) tidak berbeda nyata antar keduanya,
sementara untuk lahan jati (5,83 cm/jam) dan bera (4,27 cm/jam) berbeda nyata
antar ke duanya.
Tabel 11. Permeabilitas tanah pada masing-masing jenis penggunaan lahan
Penggunaan Lahan Permeabilitas (cm/jam)
Jati Bero Rotasi Tebu Rotasi Palawija
5,83 c 4,27 b
1,17 a 0,89 a
Keterangan : Angka yang diikuti dengan notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Permeabilitas tanah erat kaitannya dengan total ruang pori tanah dimana
semakin besar total ruang pori tanah maka semakin besar pula permeabilitas
tanah. Artinya laju pergerakan air semakin besar apabila total ruang pori di dalam
tanah besar. Dari ke empat jenis penggunaan lahan rotasi tebu dan palawija
memiliki total ruang pori yang lebih kecil dibandingkan dengan lahan jati dan
bera sehingga memberikan kelas permeabilitas yang lebih lambat. Illustrasi dari
ke empat jenis penggunaan lahan ini pada Gambar 6.
5 , 8 3 c
4 , 2 7 b
1 . 1 7 a
0 , 8 9 a
J a t i B e r o T e b u P a la w ija
J e n i s P e n g g u n a a n L a h a n
0 , 0 0 2 , 0 0 4 , 0 0 6 , 0 0
Permea
bilit
a
s Tana
h
(cm/j
a
m)
Gambar 6. Permeabilitas tanah (cm/jam) dari masing-masing jenis penggunaan lahan
g. Distribusi Pori Air Tersedia
Distribusi pori penting untuk diketahui karena menggambarkan tata air
dan udara tanah untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut