• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN ALAM ERCHINODERMATA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAHAN ALAM ERCHINODERMATA"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS INDONESIA

BAHAN ALAM LAUT PHYLUM ECHINODERMATA

MAKALAH

DISUSUN OLEH: SEPTIANI MARTHA DOSEN PENGAJAR : DR.KATRIN M.S.,APT.

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PASCASARJANA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia, sebagai negara kepulauan terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Di perairan Indonesia, hampir semua bentuk dasar laut dapat ditemukan seperti paparan, lereng, cekungan dan palung, kenaikan dasar laut berupa tanggul, terumbu karang dll. Bentuk dasar laut yang majemuk tersebut beserta lingkungan air diatasanya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas dan disetiap lapisan air laut hingga dasar laut selalu terdapat kemungkinan adanya kehidupan (Juwana, sri.,et al.,2002)

Salah satu keanekaragaman jenis biota laut yakni Echinodermata, Echinodermata berasal dari bahasa Yunani Echinos artinya duri, derma artinya kulit. Secara umum Echinodermata berarti hewan yang berkulit duri. Hewan ini memiliki kemampuan autotomi serta regenerasi bagian tubuh yang hilang, putus atau rusak. Semua hewan yang termasuk dalam kelas ini bentuk tubuhnya radial simetris dan kebanyakan mempunyai endoskeleton dari zat kapur dengan memiliki tonjolan berupa duri (Katili, abubakar sidik.,2011)

Hewan-hewan ini dibagi ke dalam lima kelompok utama antara lain bintang laut (Astreroidea), landak laut (Echinoidea), bintang ular (Ophiuroidea), lili laut (Crinoidea), bulu babi (Echinoidea) dan teripang (Holothuroidea). Hewan-hewan ini sangat umum dijumpai di daerah pantai terutama di daerah terumbu karang. Makanannya berupa sisa organisme yang telah mati atau organisme lain yang lebih kecil (Juwana, sri.,et al.,2002)

(3)

BAB II

Pengertian, dan Ciri Umum Filum Echinodermata

2.1. Pengertian Filum Echinodermata

Echinodermata berasal dari bahasa Yunani yaitu echinos berarti landak, derma berarti kulit. Jadi echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri-duri. Hewan ini biasanya hidup di pantai dan di dalam laut sampai kedalaman sekitar 366m. Sebagian hidup bebas, hanya gerakannya lamban, tidak ada yang parasit. Keistimewaan Echinodermata adalah memiliki tubuh (organ tubuh) lima atau kelipatannya. Di samping itu, hewan ini memiliki saluran air yang sering disebut sistem ambulakral. Sistem ini digunakan untuk bergerak, bernafas, atau untuk membuka mangsanya yang memiliki cangkok. Ciri umum lainnya adalah pada waktu masih larva tubuhnya berbentuk simatris bilateral dan hidup sebagai plankton kemudian bermetamorfosa menjadi simetris radial ketika dewasa, tidak berkepala, tubuh tersusun dalam sumbu oval aboral. Echinodermata tidak mempunyai sendi ataupun rangka untuk bergerak (walaupun Echinodermata mempunyai rangka luar), melainkan bergerak menggunakan sistem hidrolik saluran air (water vascular system) yang membantunya dalam pergerakan. Sistem saluran air mempunyai banyak tonjolan-tonjolan yang disebut sebagai kaki tabung (tube feet) pada bagian ventral lengan yang membantunya dalam pergerakan dan makan. Tubuh tertutup epidermis tipis yang menyelubungi rangka messodermal (rangka di dalam). Rangka terdiri atas ossicle atau pelat-pelat kapur yang dapat digerakkan atau tidak.

(4)

Permukaan tubuh terbagi menjadi 5 bagian yang simetris terdiri atas daerah ambulakral (tempat menjulurnya kaki tabung dan daerah interambulakral (inter radii) yang tidak ada kaki tabungnya. Sistem ambulakral sebenarnya merupakan sistem saluran air. Sistem saluran air ini terdiri atas:

a. Madreporit, merupakan lubang tempat masuknya air dari luar tubuh. b. Saluran batu

c. Saluran cincin

d. Saluran radial, meluas ke seluruh tubuh. e. Saluran lateral

f. Ampula g. Kaki tabung

(5)

Perbedaan kelas-kelas dari Filum Erchinodermata

Perbedaan Asterioidea Echinoidea Holothuroidea Ophiuroidea Crinoidea Lengan

5 buah - - Kelipatan 5 Berupa

pinula Duri Permukaan Kulit

Pendek

Di cangkang

panjang dan tajam - -

-Pediselaria Ada Ada - -

-Mulut Ada Ada Ada Ada Ada

Anus Ada Ada Ada Ada

Tentakel - - Ada - Ada

2.2. Sistem Reproduksi Filum Echinodermata

Echinodermata mempunyai jenis kelamin terpisah, sehingga ada yang jantan dan betina. Fertilisasi terjadi di luar tubuh, yaitu di dalam air laut. Telur yang telah dibuahi akan membelah secara cepat menghasilkan blastula, dan selanjutnya berkembang menjadi gastrula. Gastrula ini berkembang menjadi larva. Larva atau disebut juga bipinnaria berbentuk bilateral simetri. Larva ini berenang bebas di dalam air mencari tempat yang cocok hingga menjadi branchidaria, lalu mengalami metamorfosis dan akhirnya menjadi dewasa.

Gambar 3. Perkembangan telur bintang laut setelah terjadi pembuahan.

(6)

Kelas Penjelasan

Asteroidea Bersifat gonokoris, dibuahi secara eksternal, gonad terletak di lengan. Larva dihasilkan disebut larva bipinaria

Echinoidea Bersifat gonokoris, dibuahi secara eksternal, gonad terletak dibawah permukaan aboral

Holothuroidea Bersifat gonokoris, dibuahi secara eksternal, gonad terletak didekat tentakel. Larva yang dihasilkan disebut larva aurikula

Ophiuroidea Bersifat gonokoris, dibuahi secara eksternal, gonad terletak dilengan. Larva yang dihasilkan disebut pluteus

Crinoidea Bersifat gonokoris, dibuahi secara eksternal atau internal, gonad terletak dipinula. Setelah beberapa hari, larva dilepas dan menempel didasar laut menjadi kaliks dan lengan

Pada saat masa larva bersilia, Echinodermata merupakan simetri bilateral, dan pada saat dewasa menjadi simetri radial

2.3. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan makanan hewan ini sudah sempurna. Sistem pencernaan dimulai dari mulut yang posisinya berada di bawah permukaan tubuh. Kemudian diteruskan melalui faring, ke kerongkongan, ke lambung, lalu ke usus, dan terakhir di anus. Anus ini letaknya ada di permukaan atas tubuh dan pada sebagian Echinodermata tidak berfungsi. Pada hewan ini lambung memiliki cabang lima yang masing-masing cabang menuju ke lengan. Di masing-masing lengan ini lambungnya bercabang dua, tetapi ujungnya buntu.

(7)

2.4. Sistem Respirasi

Echinodermata bernafas menggunakan paru-paru kulit atau dermal branchiae (Papulae) yaitu penonjolan dinding rongga tubuh (selom) yang tipis. Tonjolan ini dilindungi oleh silia dan pediselaria. Pada bagian inilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ada pula beberapa jenis Echinodermata yang bernafas dengan menggunakan kaki tabung. Sisa-sisa metabolisme yang terjadi di dalam sel-sel tubuh akan diangkut oleh amoebacyte (sel-sel amoeboid) ke dermal branchiae untuk selanjutnya dilepas ke luar tubuh.

Sistem Respirasi

Kelas Penjelasan

Asteroidea Respirasi dilakukan oleh derma branchial dan insang yang terletak di papula (lengan).

Echinoidea Respirasi dilakukan oleh insang yang terletak menjorok dari membran peritonium.

Holothuroidea Respirasi dilakukan oleh saluran-saluran bercabang yang disebut pohon pernapasan yang berhubungan dengan kloaka.

Ophiuroidea Respirasi dilakukan oleh tentakel yang terletak di lengan. Crinoidea Respirasi dilakukan oleh pinula.

Sistem pernapasan dibantu oleh sel amebosit.

2.5. Sistem Peredaran Darah

Sistem peredaran darah Echinodermata umumnya tereduksi, sukar diamati. Sistem peredaran darah terdiri dari pembuluh darah yang mengelilingi mulut dan dihubungkan dengan lima buah pembuluh radial ke setiap bagian lengan.

2.6. Sistem Saraf

Sistem saraf terdiri dari cincin saraf dan tali saraf pada bagian lengan-lengannya.

(8)

BAB. III

Kelas Asteroidea dan Kelas Holothuroidea 3.1 Kelas Asteroidea

3.1.1 Karakteristik Kelas Asteroidea

Oleh pakar zoologi lain, Asteroidea dimasukkan sebagai kelas. Bintang laut dikenal banyak orang. Mereka biasanya dapat dijumpai merayap pada batu di pantai laut dengan mulutnya di sisi bawah tubuh. Permukaan atau sisi atasnya karenanya disebut aboral atau abaktinal (Juwana, sri.,et al.,2002)

Lima lengan atau lebih menjulur ke sekeliling arah dari pusatnya atau cakramnya. Tergantung pada jenisnya, jumlah lengam ada yang empat dan ada yang sampai 40 buah. Mulut yang berada di sisi bawah terletak di tengah-tengah cakram dan anus di atas. Di dekat anus terdapat pintu saring ke sistem pembuluh air yang dinamakan madreporit (madreporite). Dibagian bawah (sisi oral), terdapat celah dalam dan memanjang mulai dari daerah mulut ke ujung masing-masing lengan dalam dua atau empat baris yang dinamakan alur ambulakral (ambulacral groove). Pada ujung lengan terdapat bintik mata atau alat peka cahaya. Di sisi ini terdapat kaki-tabung (tube feet) yang dapat dikeluar-masukkan dan mempunyai penghisap pada ujungnya untuk memegang benda yang tersentuh. Daerah atas mempunyai embelan, tergantung pada jenisnya, ada yang panjang disebut duri, ada yang hanya membuat kulit kasar. Embelan ini bagian dari lempeng tulang dari kapur yang membentuk endoskeleton (kerangka dalam). Osikula mempunyai bentuk dan ukuran berbeda-beda, masing-masing jenis mempunyai pola khas sendiri. Osikula ini dilekatkan bersama oleh benang-benang otot dan jaringan penghubung lainnya, yang membuat hewan ini lentur. Kulit luar mempunyai banyak bulu getar, insang dan pediselari. Jika diiritasi dapat dibuka dan ditutup oleh beberapa perangkat otot. Meskipun tidak semua jenis, tetapi sebagian besar mempunyai alat ini. Fungsinya melindungi insang kulit, membuat bagiaan luar kulit bersih dari penempelan, dan menangkap makanan (Juwana, sri.,et al.,2002)

(9)

albumin. Oksigen diambil kedalam cairan rongga tubuh dan CO2 dibuang malalui dorongan keluar dari dinding tubuh yang dikenal sebagai papula atau insang kulit (dermal branchiae). Rongga tubuh juga mempunyai fungsi ekskresi karena sel-sel dari peritonium bersemi dan lepas (budded off) ke dalam cairan rongga tubuh di mana mereka berkeliaran ssebagai amebosit (amoebocyte) yang mengumpulkan kotoran. Sel-sel ini menuju insang kulit dan melalui dinding insang ini mereka lewat keluar dan terpecah (Juwana, sri.,et al.,2002)

Sistem pembuluh air merupakan sifat penting dari anak kelas ini. Singkatnya, ia terdiri dari madreporit pada permukaan atas yang memasukkan air ke dalam saluran batu (stone canal) menuju ke saluran cincin (ring canal). Dari sini air masuk ke saluran meruji yang menuju ke masing-masing lengan di atas alur ambulakral. Air kemudian lewat dari saluran meruji ke saluran lateral yang menuju ke kaki tabung. Jumlah saluran lateral dan kaki tabung dapat mencapai ratusan (Juwana, sri.,et al.,2002)

Sistem pencernaannya sederhana, tetapi dalam beberapa hal luar biasa. Saluran pencernaannya pendek dan sangat modifikasi. Mulut membuka ke suatu esophagus yang menuju ke perut, yakni sebuh kantung berdinding tipis. Bersambung dengan ini adalah kantung pylorus (pyloric sac). Dari kantung pilorik, sebuah tabung lewat menuju ke dalam setiap lengan, kemudian membagi menjadi dua cabang, masing-masing mempunyai sejumlah besar kantung lateral. Cabang-cabang ini disebut sekum pilorus atau sekum hepar (pyloric atau hepatic ceca) dengan warna hijau. Di atas kantung pilorus terdapat rektum yang ramping, yang dapat membuka ke luar melalui anus. Dua kantung bercabang berwarna coklat timbul dari rektum dan dinamakan sekum rektum (rectal/ ceca)(Juwana, sri.,et al.,2002)

(10)

Cara perkembang-biakan beragam, kecuali beberapa hal, kelamin terpisah. Umumnya telur dan sperma dilepas di air dan pembuahan eksternal. Melalui beberapa tingkat larva, hewan yang menetas menjadi anak dan dewasa. Salah satu tingkat larva bernama bipinaria yang simetri bilateral, beberapa jenis melindungi telurnya di area mulut. Sebagian besar bintang laut dapat meregenerasi lengannya yang hilang tanpa kesulitan (Juwana, sri.,et al.,2002)

Kelamin bintang laut dapat dibedakan. Alat perkembang-biakan berbentuk dendritik, dua di dasar setiap lengan. Mereka melepas telur dan sperma ke luar, kedalam air melalui pori-pori pada sisi aboral, pada permukaan antara dua lengan yang berdekatan. Telur-telur dari banyak bintang laut dibuahi di dalam air. Mereka holoblastik, mengalami pembelahan yang sama, dan membentuk satu blastula dan gastrula. Lubang (blastopora) dari gastrula menjadi anus, dan lubang baru muncul dan menjadi mulut. Embelan-embelan berbulu getar berkembang di kedua sisi tubuh dan menjadi sebuah larva yang dinamakan bipinaria. Ini berubah (metamorfosisi) menjadi bintang laut (Juwana, sri.,et al.,2002)

3.1.2 Deskripsi dan Klasifikasi Subkelas Acantaster planci

Gambar 1. Acantaster planci

(11)

mencapai 60cm. Permukaan aboral ditutupi oleh duri-duri, sehingga hewan ini dinamakan mahkota duri atau deri seribu. Spesimen berukuran diameter 30cm mempunyai duri-duri kuat rata-rata panjangnya 2cm. Kulit yang melapisi duri-duri tersebut mengandung bahan berbisa dan jika hewan ini terinjak kaki telanjang dapat menyebabkan sakit sekali dan bahkan menyebabkan muntah-muntah (Juwana, sri.,et al.,2002)

Warna tubuh bintang laut ini menarik, biasanya ujung duri berwarna kemerahan-merahan atau oranye sedangkan permukaan lengan berwarna abu-abu kebiru-biruan. Jika hewan ini berada ditengah-tengah karang hidup bersama biota lain yang berada disekitarnya, orang-orang yang tidak biasa mengamatinya susah untuk menemukannya karena warna bulu seribu tersebut berbaur dengan warna lingkungan sekitarnya (Juwana, sri.,et al.,2002)

Habitat bintang laut ini adalah diterumbu karang, terutama di lereng terumbu pada kejelukan 2 sampai 6m. Ada yang ditemukan di paparan terumbu yang terbuka pada saat air surut dan ada yang ditemukan diterumbu karang hidup pada kejelukan 33m. Di Great Barrier Reef, Australia, hewan ini dijumpai di semua kejelukan yang tidak melebihi 60m (Juwana, sri.,et al.,2002)

Cara makan A.planci sebagai berikut. Kantung gastrik (gastreric sac) dibalikkan melalui mulut dan dibentangkan di atas koenosark. Enzim didalam cairan pencernaan secepatnya melarutkan jaringan karang dan fragmen-fragmen yang sebagian telah dicerna kemudian diserap melalui perut. Proses makan ini terjadi beberapa jam. Kaki tabung tidak ikut berperan dalam proses ini. Bintang laut ini makan semua jenis karang hermatipik, walaupun kadang-kadang diketahui mereka juga memakan hewan Alcyonaria, dan bahkan juga sisa otot pengikat kima yang sudah mati (Juwana, sri.,et al.,2002)

(12)

beberapa jantan yang memijah, hanya terlihat seekor betina yang memijah. Ia berada pada jarak lebih dari 1m dari jantan –jantan memijah. Telur tertuangkan dan mengalir terus menerus dari beberapa gonopora ke dalam air dan langsung disebar oleh arus air. Pemijahan kedua kelamin hewan ini berlangsung sekitar 30 menit (Juwana, sri.,et al.,2002)

Perkembangan bintang laut ini dimulai dari telur yang telah dibuahi. Setelah dibuahi telur berbentuk bulat dengan diameter rata-rata 100mikron. Telur menetas menjadi blastula yang berenang menegak dan mendatar. Dalam empat hari terbentuk larva bipinaria lengkap yang berenang aktif. Pertumbuhan rata-rata bintang laut pernah dihitung rata-rata 1,2cm diameter/bulan. Bintang laut ini dapat melakukan regenerasi. Lengan yang patah dapat tumbuh kembali (Juwana, sri.,et al.,2002)

Musuh A.planci yang telah diketahui adalah triton raksasa, Charonia tritoni, yakni sejenis Gastropod. Triton ini memakan lengan-lengan bulu seribu. Karena buasnya pemangsaan karang oleh bulu seribu, para ilmuwan sedang mencari cara memberantas hewan ini, antaranya melalui cara biologi, yakni menghadirkan pemangsa sebanyak-banyaknya di daerah terumbu karang yang terkena wabah A.planci ini (Juwana, sri.,et al.,2002)

(13)

3.1.3 Deskripsi dan Klasifikasi Subkelas Bintang Laut Culcita sp

Klasifikasi bintang laut menurut James (1989) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata Kelas : Asteroidea Ordo : Forcipulata Famili : Oreasteridae Genus : Culcita Spesies :Culcita sp.

Culcita sp. merupakan jenis bintang laut yang memiliki lengan, berbentuk segi lima, tubuhnya tebal seperti roti. Warna tubuh dari bintang laut ini adalah kuning kecoklatan. Hidupnya di daerah terumbu karang, dasar berpasir, dan padang lamun. Bintang laut bentuknya mengikuti kontur permukaan bebatuan. Hewan ini pada umumnya menempati daerah yang digenangi air (Agustina, dwi sari.,2012). Bentuk morfologi bintang laut dapat dilihat pada Gambar:

Gambar 3. Bintang laut Culcita sp. dari Perairan Lampung Selatan

3.1.4 Deskripsi dan Klasifikasi Bintang Laut Asterias forbesii

(14)

Kingdom : Animalia

Spesies :Asterias forbesii Gambar 4. Asterias forbesii

Karakteristik A. forbesii tubuhnya terdiri atas keping utama (central disk) dengan lima buah lengan yang pipih, mulut A. forbesii terdapat pada bagian tengah. A.forbesii mampu bergerak dengan menggunakan kaki amburakral tetapi gerakannya sangat lambat. Sudah memiliki alat pencernaan yang sempurna yaitu terdiri dari mulut, faring, esophagus yang pendek, lambung, intestine dan anus. Respirasi dengan menggunakan dermal branchia dan kaki tabung. Sistem syaraf terdiri atas cincin syaraf dan tali-tali syaraf pada bagian lengan-lengannya. Sistem peredaran darahnya meliputi pembuluh darah yang mengelilingi bagian mulut dan dihubungkan dengan lima buah pembuluh radial ke setiap lengan (Juwana, sri.,et al.,2002)

3.2. Kelas Holothuroidea

Potensi teripang cukup besar karena Indonesia memiliki perairan pantai dengan habitat teripang yang cukup luas. Menurut Martoyo et al. (2000) teripang yang terdapat di perairan Indonesia adalah dari genus Holothuria, Muelleria dan Stichopus. Dari sekitar 650 jenis teripang yang didunia 10% berada di Indonesia dan dari jumlah tersebut dipastikan ada 7 jenis yang tergolong mempunyai nilai jual tinggi yakni teripang pasir (Holothuria Scabra), teripang hitam (Holothuroidea Edulis), teripang coklat (Holothuroidea Marmoreta), teripang merah (Holothuroidea Vatiensis), teripang koro (Holothuroidea Nobilis), teripang nanas (Holothuroidea Anana) dan teripang gama ( Stichopus Varigatus) (Yusuf, 2008).

(15)

Penyebaran hidup teripang sangat luas dan paling banyak ditemukan di wilayah Indo-Pasifik Barat. Panjang teripang sekitar 5-40 cm dan pada saat hidup bobotnya dapat mencapai 500 g (Wibowo et al., 1997), sedangkan menurut Bandaranayake dan Rocher (1999) panjang teripang dapat mencapai 60 cm dengan bobot 2 kg. Teripang umumnya menempati ekosistem terumbu karang dengan perairan yang jernih, bebas dari polusi, air relatif tenang dengan mutu air cukup baik. Habitat yang deal bagi teripang adalah air laut dengan salinitas 29-33‰ yang memiliki kisaran pH 6,5-8,5, kecerahan air 50-150 cm, kandungan oksigen terlarut 4-8 ppm dan suhu air laut 20-25 ºC.

3.2.1 Karakteristik Kelas Holothuroidea

(16)

3.2.2 Deskripsi dan KlasifikasiHolothuria scabra

Menurut Wibowo et al. (1997) dan Martoyo et.al. (2004), klasifikasi teripang Holothuria scabra:

Kingdom : Animalia Phylum : Echinodermata Class : Holothuridea Order : Aspidochirotida Family : Holothuriidae Genus : Holothuria

Species : Holothuria scabra Gambar 5. Holothuria scabra

Karakteristik Teripang Pasir:

(Feffiana et al., 2014)

Kematangan gonad hewan air berumah dua (diosis) ini pertama kali terjadi pada ukuran rata-rata 220 mm. Seekor teripang betina mampu menghasilkan telur dalam jumlah yang sangat banyak hingga mencapai sekitar 1,9 juta butir telur. Menurut Fechter (1969) teripang yang telah mencapai umur dewasa mempunyai ciri-ciri antara lain panjang tubuh antara 25-35 cm dengan berat badan 200-500 gram. Rata-rata usia teripang dewasa adalah 5,5-8 bulan.

3.2.3 Deskripsi dan Klasifikasi Terpang Cokelat (Holothuria marmorata)

(17)

Gambar 6. Holothuria marmorata

3.2.4 Deskripsi dan Klasifikasi Terpang batu (Holothuria lecanora)

Bentuk teripang ini memanjang dan lunak, tubuhnya terdapat bintil-bintil lunak pada bagian punggung, sedang pada bagian perut relatif lebih halus dan membentuk 3 jalur. Warnanya coklat kekuningan dengan bagian dubur berwarna putih kekuningan (Martoyo J, 2000)

Gambar 7. Holothuria lecanora

3.2.5 Teripang duri atau teripang kasar (Sticophus varegatus)

Tubuh panjang seperti ketimun dengan ukuran antara 25 - 35 cm, dengan warna coklat mulus dengan bercak-bercak yang tidak teratur. Waktu muda hidup di perairan dangkal, setelah dewasa pindah ke perairan yang lebih dalam. Jenis ini belum banyak diperdagangkan. (Martoyo J, 2000)

(18)

BAB IV

Isolasi Bahan Aktif dan Kegunaan Zat Aktif

4.1 Senyawa Aktif Bintang Laut

Senyawa aktif dari bintang laut masih terbatas pada penemuan senyawa yang belum diketahui aktivitasnya. Chludil et al. (2000) menyatakan bahwa bintang laut memiliki komponen bioaktif berupa saponin. Saponin diperoleh dari isolasi bintang laut Anasterias minuta yang memiliki kemampuan sebagau sitotoksik, hemolisis, antifungi, dan antiviral. Isolasi dan purifikasi dari ekstrak bintang laut ini menghasilkan senyawa steroidal glikosid dapat dilihat pada Gambar.

Gambar 8. Struktur kimia dari steroidal glikosid Sumber : Maier et al. (2007)

Senyawa aktif saponin secara fisiologi telah dipelajari dari bintang laut dan timun laut. Senyawa aktif dari bintang laut dan timun laut tidak dapat digunakan sebagai obat karena dapat membuat sel menjadi lisis. Glycosylated ceramides dan saponin merupakan metabolit utama dari echinodermata. Senyawa imbricatine dari bintang laut Dermasterias imbricata merupakan alkaloid benzyltetrahydro-isoquinolone pertama yang dihasilkan pada sel manusia (Samuel et al. 2011).

(19)

benzyltetrahy-droisoquinolone, lysastroside, dan certonardosides memiliki fungsi sebagai antiviral dan anti-HIV.

Hasil penelitian Maier et al. (2007), menyatakan bahwa asterosaponin memiliki potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis, dan sitostatis. Aktivitas antifungi diperoleh dari komponen dua sulfated hexaglycosides dan dua sulfated polyhydroxylated steroidal xylosides yang diisolasi dari bintang laut Patagonia Anasterias minuta.

Menurut Maier et al., (2007), asterosaponin yang diisolasi dari bintang laut Heliaster helianthus memiliki potensi aktivitas biologis yang berguna sebagai sitotoksik, hemolisis dan sitostatis hal ini ditandai adanya kandungan saponin dapat membunuh A. salina. Ekstrak Heliaster helianthus yang diekstraksi dengan n-BuOH dipurifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis, hasil KLT tersebut menghasilkan dua fraksi yaitu steroidaal oligoglicosides dan steroidaal monoglycosides.

Menurut siti Juariah (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol (Asterias forbesii) mengandung komponen senyawa alkaloida, terpenoida, saponin dan flavonoida, sedangkan ekstrak n-heksana dan etil asetat hanya mengandung senyawa saponin dan flavonoid. Hasil uji BSLT diperoleh nilai LC50 ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol masing-masing 1412,54 ppm, 13182,57ppm dan 63,10 ppm. Hasil pengujian aktifitas anti bakteri dinyatakan bahwa ekstrak metanol bintang laut memiliki daya hambat tertinggi terhadap beberapa jenis bakteri patogen dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan n-heksana dengan diameter zona hambat 9,5 mm, 8,5 mm, 10,0 mm 11 mm pada masing- masing bakteri S. aureus, B. subtilis, P. auroginosa dan E. coli. Setelah dilakukan pengujian senyawa triterpenoida menggunakan KLT preparative dapat dinyatakan bahwa bakteri Gram negative (E.coli, P.auroginosa) lebih aktif dibandingkan dengan bakteri Gram positif (S. aureus, B. subtilis).

(20)

metabolit dari fraksi aktif dengan GC-MS menghasilkan unsur- unsur kimia yang didominasi asam lemak. Penelitian ini menyimpulkan bahwa bintang laut A.planci dari pulau Ternate merupakan sumber daya yang berpotensi sebagai imunostimodulator.

Menurut Skripsihana Ihrianto (2011). Pengujian ekstraksi, pemurnian dan uji aktivitas antibakteri racun duri (A.planci) pada perairan maluku dan papua menujukan adanya sifat antibakteri pada racun enzim fosfolidase A2(PLA2) terhadap bakteri gram positif B.subtilis, M.luteus,danS.aureus.

4.2 Senyawa Aktif Teripang

Abdullah Rasyid (2012) bahwa golongan senyawa metabolit sekunder yang teridentifikasi dalam ekstrak metanol teripang Stichopus hermanii adalah saponin dan steroid. Kedua metabolit sekunder tersebut memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Vibrio eltor dan Bacilus subtilis. Hasil analisis terhadap aktivitas antioksidan menunjukkan bahwa nilai IC50 ekstrak metanol teripang S. hermanii sebesar 65,08 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa S. hermanii memiliki potensi sebagai antibakteri dan antioksidan.

Teripang sangat memungkinan untuk dikembangkan sebagai produk makanan kesehatan karena memiliki kandungan protein dan kolagen yang sangat tinggi. Selain itu kandungan terpenting dari teripang adalah mineral, mukopolisakarida, glucasaninoglycans, omega-3, 6, dan 9 , asam amino dan chondroitin (Jawahar et al.,2002).

(21)

Kustiariah (2006), berhasil mengidentifikasi steroid (testosteron) dari teripang dan mengaplikasikan pada ayam dan pengujian aprodisiaka yang telah dilakukan pada mencit.

Menurut Nurjanah et al (2008) Pemberian ekstrak dilakukan selama 12 hari. Pengamatan yang dilakukan meliputi perilaku seksual dan kadar testosteron darah mencit. Pemberian tepung teripang juga dapat meningkatkan kadar testosteron dalam darah mencit percobaan. Hal ini diduga karena tepung teripang mengandung steroid juga mengandung sejumlah nutrisi yang sangat berguna dalam peningkatan libido. Hasil penelitian membuktikan bahwa tepung teripang berpotensi sebagai aprodisiaka alami.

Teripang Cucumaria frondosa juga dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan (Zhong et al., 2007, Mamelona et al., 2007)). Gelatin yang dihirdilisis dari teripang Paracaudina chilensis (Zeng et al., 2007) dan S. japonicus (Wang et al., (2010). dan senyawa polipeptidayang diisolasi dari teripang Acaudina molpadioides dilaporkan memiliki antivitas antioksidan (Huihui et al., 2010).

Menurut Tri Reskiyanti (2013) jenis teripang (Holothuria scabra) tersebut bersifat aktif terhadap uji BSLT yang ditandai dengan nilai LC50 kurang dari 1000 μg/ml. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak metanol dengan nilai LC50 0,5886 ppm, etil asetat dengan nilai 0,5886 ppm dan n-heksan dengan nilai 0,8556ppm menunjukkan ekstrak bersifat sangat toksik dan berpotensi sebagai obat anti kanker, sedangkan ekstrak fraksi air nilai LC50 1380,22 ppm menunjukkan ekstrak bersifat tidak toksik.

(22)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad et al. (2014) Efek Imunostimulator Asam Lemak dari Bintang Laut (Acanthaster planci) terhadap Proliferasi Limfosit Secara In-Vitro. Squalen Bulletin of Marine & Fisheries Postharvest & Biotechnology, 9 (3), 2014, 107-114

Agustina, dwi sari. Aktivitas Antioksidan dan Komponen Bioaktif Ektrak Bintang Laut (Culcita sp.). Institut Pertanian Bogor

Aras, reskiyanti tri. 2013. Uji Toksisitas Ekstrak Teripang (Holothuria scabra) terhadap Artemia salina. Universitas Hasanudin. Makassar.

Bandaranayake WM, Rocher AD. 1999. The role of secondary metabolites and pigments in the diet, epidermal tissues, viscera, gut content, and ripe ovaries of the sea cucumber Holothuria atra. Australian Institute of Marine Science.

Chludil H, Maier MS, Seldes AM. 200. Bloaktive steroidal glycosides from starfish Anasterias minuta. Molecules 5:352-352

Elyakov, G.B., V.A. Stonik, E.V. Levina, V.P. Slanke, T.A. Kuznetsova and V.S. Levina. 1973. Glycosides of marine invertebrates I. A compara tive study of the glycosides fraction of Pacific sea cucumbers. Comparative Biochemistry and Physiology, 44:325-336

(Feffiana dkk., 2014) Daya Antibakteri Ekstrak Teripang Pasir (Holothuria scabra) terhadap Pertumbuhan Bakteri (Salmonella typhi) Secara In Vitro. Universitas Riau: Pekan baru.

Dang, N.H., N.V. Thanh, P.V. Kien, L.M. Huong, C.V. Ninh, and Y. Hokim. 2007. Two new triterpene glycosidic from sea cucumber Holothuria scabra. Arch. Pharm. Res., 30(11):1387-1391.

Ihrianto, skripsihana (2011). ekstraksi, pemurnian dan uji aktivitas antibakteri racun duri (A.planci) pada perairan maluku dan papua. Skripsi Fakultas Teknik Departemen Teknik Kimia. Universitas Indonesia : Depok

Inayah, nurul et al.,2012. Uji Toksisitas Dan Identifikasi Awal Golongan Senyawa Aktif Ekstrak Etanol Dan N-Heksana Teripang Pasir (Holothuria Scabra) Kering Pantai Kenjeran Surabaya. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. ALCHEMY , Vol. 2 No. 1 Oktober 2012, hal. 92-100

(23)

Jawahar, A.T., J. Nagarajan, and S.A. Shanmugan. 2002. Antimicrobial substances of potential biomedical importance from holothurians species. Indian J. Mar.Sci., 31:161-164.

Juariah, siti. 2014. Tesis. Aktivitas Senyawa Bintang Laut (Asterias forbesii) Terhadap Beberapa Jenis Bakteri Patogen. Universitas Sumatera Utara

Juwana, sri dkk., 2002. Biologi laut, lmu pengetahuan tentang biota laut. Penerbit: djambatan, jakarta

Katili, abubakar sidik.2011. Struktur Komunitas Echinodermata Pada Zona Intertidal Di Gorontalo. Jurusan Biologi, Fakultas Mipa Universitas Negeri Gorontalo Jurnal Penelitian Dan Pendidikan, Volume 8 Nomor 1, Maret 2011

Kobayashi. M., M. Hori, K. Tan, T. Yazusawa, M. Matsui, S. Suzuki, and I. Kitagawa. 1991. Marine natural product XXVII. Distribution of ianostane-type Distribution of ianostane-type kind of Okinawan sea cucumbers. Chemical and Pharmacological Bulletein, 39:2282-2287.

Kustiariah. 2006. Isolasi dan Uji Aktivitas Biologis Senyawa Steroid dari Teripang sebagai Aprodisiaka Alami (Thesis). Bogor : Sekolah Pascasarjana, IPB.

Ma et al., 2012). Ma, X., N. Kundu, P.D. Collin, O. Goloubeva, and A.M. Fulton. 2012. Frondoside A inhibits breast cancer metastasis and antagonizes prostaglandin E receptors EP4 and EP2. Breast Cancer Res. Treat., 132(3):1001– 1008.

Maier MS, Centurion R, Muniain C, Haddad R, Eberlin MN. 2007. Identifikation of sulfated steroidal glycoside from starfish Heliaster helianthus by electrospray ionization mass spectrometry. Arkivoc 7:301-309.

Maler, M.S., A.J. Roccatagliata, A. Kuriss, H. Chludil, A.M. Seldes. C.A. Pujol, and E.B. Damonte. 2001. Two new cytotoxic and virucidal tridulfated triterpene glycosides from the Antarctic sea cucumber Staurocucumis liovillei. J. Nat. Prod., (6):732–736.

Martoyo J, Aji N dan Winanto Tj. 2000. Budidaya Teripang. Jakarta: Penebar Swadaya.

Nigrelli, R.F. 1952. The effect of holothurin on fish and mice with sarcoma 180, Zoologica, 37:89-90.

(24)

Rasyid, abdullah. 2012. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder serta Uji Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Metanol Teripang (Stichopus hermanii ). Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 360-368, Desember 2012

Samuel P, Prince L, Prabakaran P. 2011. Ocean : the inviolated source od pharmaceutical leads and drug metabolites. World jurnal of science and technology 1 (10):74-91

Samuel P, Prince L, Prabakaran P. 2011. Ocean: the inviolated source of pharmaceutical leads and drug metabolites. World Jurnal of Science and Technology 1(10):74-91.

Sendih S, Gunawan. 2006. Keajaiban Teripang: Penyembuh Mujarab dari Laut. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Silchenko, A.S., S.A. Avilov, V.I. Kalinin, A.I. Kalinavsky, P.S. Dmitrenok, S.N. Federov, V.G. Stepanov, Z. Dong, and V.A. Stonik. 2008. Constituent of the secucumber Cucumaria okhotensis. Structure of okhotosides B1-B3 and cytotoxic activities of some glycosides from this species. J. Nat. Prod., 7(3):351–356.

Wang W, Famei L, Jongki H, Chong-Ok L, Hee YC, Kwang SI, and Jee HJ. 2003. Four new saponins from the starfish Certonardoa semiregularis. Chemical Pharmacology Bulletin 51(4):435-439.

Wang, J., Y. Wang, Q. Tang, Y. Chang, Q. Zhao, and C. Xue. 2010. Antioxidant activities of low-molecular-weight gelatin hydoly sate isolated from sea cucumber Stichopus japonicus. J. Ocean Univ. China, 9:94-98.

Wibowo, S. Yunizal.1997. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuriadea). Jakarta: IPPL Slipi.

Wibowo S, Yunizal, Setiabudi E, Erlina MD, Tazwir. 1997. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang (Holothuridea). Jakarta: IPPL Slipi.

Wu, J., Y.H. Li, H.F. Tang, H.M. Wu, and Z.R. Zhou. 2007. Hillosides A and B, two new cytotoxic and B, two new cytotoxic cucumber Holothuria hilla Lesson. J. Asian Nat. Prod. Res., 6(8):609– 615.

Yamanouchi, T. 1955. On teh poisonous substance contained in holothurians. Publication of the Seto Marine Biologica Lab., 4:163-203.

Yuan, W.H., Y.H. Li, H.F. Tang, B.S. Liu, Z.L. Wang, W. Zhang, L. Li, and P. Sun. 2009. Antifungal triterpene glycosides from the sea cucumber Bohadschia marmorata. Planta Medica, 75(2):168–173.

(25)

(Zeng et al., 2007) Y., M.A. Khan, and F. Shahidi, and S. Dong. 2007. Study on free radical scavenging activity of sea cucumber (paracaudina chinens var) gelatin hydrolysate. J. Ocean Univ. China, 6:255-258.

Gambar

Gambar 1. (a) Bintang laut; (b) Bintang ular laut; (c) Bulu babi; (d) Mentimun laut
Gambar 3. Perkembangan telur bintang laut setelah terjadi pembuahan.
Gambar 4. Struktur umum bagian tubuh bintang laut
Gambar 1. Acantaster planci
+7

Referensi

Dokumen terkait