BAB II
KERANGKA TEORI
A. Persepsi Guru tentang Komunikasi yang Efektif dalam Kepengawasan 1. Pengertian Persepsi
Manusia hidup selalu bersinggungan dengan lingkungan sekitarnya. Bersamaan dengan hal ini, manusia akan mengalami proses dialog dalam pribadinya. Dalam dialog ini terkadang berbentuk penilaian terhadap subyek yang ia terima setelah sebelumnya disimpan dalam memori otak dan diolah sedemikian rupa. Proses yang demikian ini disebut dengan persepsi. Keterangan tersebut sejalan dengan pendapat Jalaluddin Rakhmat yang mengatakan bahwa persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi atau menafsirkan pesan.1
Pengertian yang sama dengan bahasa yang lain diterangkan oleh Sunaryo dengan mengatakan bahwa persepsi adalah proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu megetahui, mengartikan, dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada di luar maupun yang ada di dalam individu.2 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
terjadinya sebuah persepsi setelah individu menjalani proses penginderaan hingga akhirnya ia menyadari adanya sesuatu.
2. Komunikasi Efektif
a. Pengertian komunikasi efektif
Secara bahasa, kata komunikasi berasal dari kata communis yang berarti sama, dengan maksud sama arti atau sama makna. Dalam pengertian ini yang disebut komunikasi adalah kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.3 Dalam
pengertian yang lain Endang Lestari dan Maliki mengutip pendapat Agus M. Hardjana yang mengatakan bahwa komunikasi adalah pemberitahuan,
1 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Karya, 1986, 51 2 Sunaryo, Psikologi untuk Keperawatan, Jakarta: EGC, 2004, 94
pembicaraan, percakapan, pertukaran pikiran atau hubungan.4 Sejalan dengan
pendapat di atas, Syaiful Bahri Djamarah mendefinisikan komunikasi sebagai pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami.5
Adapun definisi yang lebih luas disampaikan oleh Deddy Mulyana dan Bimo Walgito. Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah berbagi pengalaman.6 Sedangkan Bimo Walgito mengemukakan komunikasi adalah
proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti.7
Definisi-definisi komunikasi di atas menunjukkan satu pengertian komunikasi sebagai suatu kejadian saling berinteraksi dan bertukar informasi antara dua orang atau lebih sehingga informasi terebut menjadi milik bersama.
Sutan Rajasa mengartikan kata efektif dengan tepat, manjur, mujarab, tepatguna dan berhasil. Sedangkan komunikasi efektif (effective communcation) diartikan sebagai komunikasi yang dilancarkan sedemikian rupa sehingga menimbulkan efek kognitif, efek afektif atau efek konatif (behavioral) pada komunikan, sesuai dengan tujuan komunikator.8 Komunikasi
yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Adapun tujuannya adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga bahasa menjadi lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan balik seimbang, dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.9
b. Unsur-unsur komunikasi
4Endang Lestari G. Da, M.A. Maliki, Komunikasi yang Efektif, Jakarta: Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2009, 6
5Syaiful Bahri Djamarah, Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, 1
6Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002, 42 7Bimo Walgito, Psikologi Sosial, Yogyakarta: Andi Offset, 2010, 210
Menurut Agus M. Hardjana, unsur-unsur komunikasi terdiri dari tujuh hal pokok, yaitu:10
1) Pihak yang mengawali komunikasi
Pihak yang mengawali ini disebut dengan pengirim pesan atau
sender. Pengirim ini menjadi asal atau sumber, maka disebut dengan sumber (source). Pengirim adalah orang yang masuk ke dalam hubungan, baik intrapersonal dengan sendiri-sendiri, interpersonal dengan orang lain, dalam kelompok kecil (small group) atau dengan kelompok besar (mass). 2) Pesan yang dikomunikasikan
Pesan yang dikomunikasikan adalah pesan yang mempunyai arti dan informatif. Mempunyai arti maksudnya dapat bersifat material seperti bahan bangunan, ekonomis seperti produk atau jasa, estetis seperti barang seni, etis seperti perbuatan amal kasih, atau religius seperti doa. Yang dimaksud dengan informatif bila pesan itu mengandung peristiwa, data, fakta, atau penjelasannya.
Pesan dapat diterima dengan baik dan sesuai dengan maksud dari pemberi pesan apabila dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dipertimbangkan berdasarkan keadaan penerima, hubungan pengirim dan penerima dan dengan situasi waktu komunikasi dilakukan.
3) Saluran yang digunakan untuk berkomunikasi
Setelah dikemas, pesan disampaikan melalui media (chanel) atau saluran. Pengirim dapat menyampaikannya melalui lesan (oral), tertulis (written), atau elektronik.
4) Gangguan-gangguan yang terjadi pada waktu komunikasi dilakukan
Gangguan adalah segala sesuatu yang menghambatatau mengurangi kemampan kita untuk mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi ini meliputi:
- Pengacau indera, misalnya suara terlalu bising, suara terlalu lemah atau keras, udara panas menyengat, dan lain-lain.
- Faktor-faktor pribadi, antara lain prasangka, lamunan, dan perasaan tidak cakap.
5) Situasi komunikasi
Situasi merupakan konteks atau area dimana komunikasi berlangsung, termasuk di dalamnya tempat, waktu, cuaca, iklim, keadaan alam, serta kondisi psikologis tertentu. Situasi sangat mempengaruhi jalan dan hasil komunikasi. Situasi dapat terjadi secara alamiah, terjadi dengan sendirinya atau karena dibuat oleh pelaku komunikasi. Situasi juga dapat berifat resmi-formal atau bisa juga bersifat tidak resmi-informal.
6) Pihak yang menerima pesan
Pihak yang menerima pesan disebut denga penerima atau receiver.
Penerima ini merupakan rekan (partner) dalam berkomunikasi. Keberadaan penerima seperti kemampuannya dalam menangkap pesan, atau situasi yang mempengaruhinya sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan komunikasi.
7) Umpan balik dan dampak
Umpan balik atau feedback adalah kondisi dimana receiver
memberikan tanggapan atas pesan yang diterima dari pengirim. Bentuk dari umpan balik ini bisa berupa tanggapan verbal dan bisa juga berupa non verbal.
Umpan balik positif terjadi jika penerima pesan menunjukkan kesediaan untk menerima dan memahami pesan dengan baik serta memberi tanggapan sebgaimana diinginkan oleh pengirim pesan. Umpan balik positif membuat komunikasi berlanjut, dan jika umpan balik tersebut kembali kepada pengirim, maka komunikasi penuh telah terjadi.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi efektif
Komunikasi yang efektif harus direncanakan dengan memperhatikan situasi, waktu, tempat, dan pendengarnya. Untuk membantu komunikasi menjadi efektif, terdapat beberapa ketentuan yang harus dilakukan, yang mana ketentuan tersebut merupakan persyaratan dasar dalam berkomunikasi. Ketentuan tersebut yaitu:
1) Kemampuan mengamati dan menganalisis persoalan. 2) Kemampuan menarik perhatian.
3) Kemampuan mempengaruhi pendapat.
4) Kemampuan menjalin hubungan dan saling mempercayai.11
3. Kepengawasan
a. Pengertian Kepengawasan
Kepengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen12 yang
mengukur dan melakukan koreksi atas kinerja atau upaya yang sedang dilakukan dalam rangka meyakinkan atau memastikan tercapainya tujuan dan rencana yang telah ditetapkan.13 Kepengawasan sering juga disebut dengan
supervisi, dimana dalam pengertiannya adalah suatu pandangan dari orang yang ahli kepada orang yang memiliki keahlian di bawahnya.14 Senada dengan
pendapat tadi, Suharda mengatakan, supervisi adalah sebuah aktivitas akademik dalam kegiatan pengawasan yang dijalankan oleh orang yang
11Sr. Maria Assumpta Rumanti, Dasar-Dasar Public Relations Teori dan Praktek, Jakarta: Grassindo, 2002, 107
12Kepengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen disamping perencanaan, pengorganisasian, pemilihan staf, dan pengarahan. Lihat Zulkifli Amsyah, Sistem Informasi Manajemen, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, 60
memiliki pengetahuan lebih tinggi dan lebih dalam dengan tingkat kepekaan yang tajam dalam memahami objek pekerjaannya dengan hati yang jernih.15
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkanan bahwa supervisi pada hakikatnya merupakan segala bentuk bantuan yang diberikan dari pimpinan dengan tujuan untuk perkembangan kepemimpinan terhadap orang di bawahnya -yang dalam hal ini adalah guru- di dalam mencapai tujuan pendidikan dalam bentuk dorongan, bimbingan, dan kesempatan bagi pertumbuhan keahlian dan kecakapan guru.
b. Tujuan supervisi
Tujuan supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas belajar siswa. Bukan hanya memperbaiki kemampuan mengajar, tetapi juga untuk pengembangan potensi dan kualitas guru.16
Supervisi pendidikan bertujuan untuk perbaikan dan perkembangan proses pembelajaran secara total bukan hanya sekedar untuk memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru dalam arti yang luas, termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas, pelayanan kepemimpinan dan pembinaan human relation yang baik kepada semua pihak yang terkait.
Berdasarkan rumusan tujuan supervisi sebagaimana diuraikan di atas, maka kegiatan supervisi sebaiknya diarahkan pada hal-hal sebagai berikut :
1) Membangkitkan dan merangsang semangat guru serta pegawai sekolah dalam menjalankan tugas masing-masing dengan baik.
2) Mengembangkan dan mencari metode-metode belajar-mengajar yang baru dalam proses pembelajaran yang lebih baik serta lebih relevan.
3) Mengembangkan kerjasama yang baik dan harmonis antara guru dengan siswa, guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah, dan seluruh staf sekolah.
15Dadang Suhardan, Supervisi Profesional; Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran di Era Otonomi Daerah, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2010, 35.
4) Berusaha meningkatkan kualitas wawasan dan pengetahuan guru serta pegawai dengan cara mengadakan pembinaan secara berkala, baik dalam bentuk workshop, seminar, in service training, up grading yang kesemuanya dimaksudkan untuk memberikan pelayanan secara prima kepada personal yang ada di bawah tanggung jawab dan kewenangan para supervisor yang bersangkutan.
Melalui kegiatan supervisi pendidikan diharapkan akan terjadi perbaikan dan perkembangan dalam proses pembelajaran, bukan hanya sekedar untuk memperbaiki mutu mengajar guru tetapi juga membina pertumbuhan profesi guru.
c. Sasaran supervisi
Pelaksanaan supervisi berfokus pada setting for learning yang ditujukan kepada guru dalam rangka meningkatkan kinerjanya, sehingga dapat tercipta proses pembelajaran yang lebih baik. Selain itu, supervisi pendidikan juga diarahkan pada sasaran pokok yaitu supervisi kegiatan yang bersifat teknis edukatif dan bersifat teknis administratif.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diberi simpulan bahwa dalam supervisi selain terkait dengan hal-hal yang bersifat teknik edukatif baik pra kegiatan belajar mengajar, saat kegiatan belajar mengajar, maupun pasca kegiatan belajar mengajar. Selain itu juga terkait dengan hal-hal yang bersifat teknik administratif, sehingga kualitas pembelajaran akan lebih baik.
d. Prinsip Supervisi
Pendapat berkaitan dengan perihal supervisi yang dianggap sebagai cara untuk mencari kelemahan dan kesalahan bawahan, maupun adanya anggapan dari pimpinan bahwa melalui supervisi kegiatan akan berjalan lancar sesuai dengan rencana, serta tujuan yang diharapkan akan tercapai, sehingga supervisi dijadikan sebagai alat induktrinasi dari supervisor harus dihilangkan.
kondusif pada lembaga tersebut, sehingga para guru dan pegawai merasa aman dalam melaksanakan tugas dan kewajiban masing-masing sesuia dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Prinsip hubungan horizontal atau kesetaraan dapat mewujudkan situasi dimana antara supervisor dan supervisee terjadi saling menghormati karena masing-masing pihak memiliki aspek personal yang harus dihormati, seprti konsep diri, pengalaman, latar belakang, pendidikan, kebutuhan, kepentingan integritas, minat dorongan dan lain-lain.17
Secara lebih jelas, prinsip supervisi diungkap oleh Marks, Stoops dan King Stoops sebagaimana ditulis oleh Nur Aedi:18
1) Supervisi adalah satu bagian integral dari suatu program bidang pendidikan, yang didalamnya terdapat sistem koperatif dan jenis layanan kelompok.
2) Semua kebutuhan guru, haknya, bantuan supervisee, dan jenis layanan ini adalah tanggung jawab pemimpin seagai pengawasan utama.
3) Supervisi harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan individu dari personel sekolah.
4) Penggolongan demikian berlaku pula bagi personel yang telah bersertifikat serta harus mendapat manfaat dari supervise terkait.
5) Supervisi harus membantu memperjelas tujuan objektif bidang pendidikan serta harus mendapatkan manfaat dengan penerapan tujuan tersebut. 6) Supervisi hendaknya dapat membantu meningkatkan perilaku dan
hubungan dari semua anggota staf sekolah dan harus membantu mengembangkan hubungan baik dengan semua komunitas.
7) Supervisi harus membantu pengadministrasian organisasi dan sesuai aktivitas-aktivitas pembelajaran untuk siswa.
8) Tanggung jawab untuk meningkatkan satu program untuk supervisi sekolah terletak di tangan guru, sama halnya pengawas bertanggung jawab atas sistem sekolahnya.
9) Supervisi juga harus memiliki asas ketepatan dengan program kerja dan anggaran tahunan sekolah.
10) Perencanaan jangka pendek dan jangka panjang merupakan hal penting dalam kepengawasan yang keduanya saling mempengaruhi.
11) Program kepengawasan harus menggunakan bantuan konsultan dari kantor pendidikan, serta harus melibatkan pengawasan pendidikan yang ditunjuk oleh kementerian terkait lainnya.
12) Supervisi harus membantu menerjemahkan dan mempraktikkan penerapan penemuan terakhir dari penelitian bidang pendidikan.
13) Efektivitas program untuk supervisi harus dievaluasi oleh keduanya, yaitu peserta dan konsultan luar.
Sedang menurut Sahertian, prinsip supervisi meliputi hal-hal sebagai berikut:19
1) Prinsip ilmiah (scientific) dengan ciri-ciri : Supervisi dilaksanakan berdasarkan data yang objektif dalam proses pembelajaran; data yang diperoleh menggunakan perekam seperti : angket, observasi, dan percakapan pribadi; dan supervisi dilaksanakan secara sistematis, terencana, dan kontinu.
2) Prinsip demokratis yaitu dengan menjunjung tinggi harga diri dan martabat guru sehingga guru merasa aman dalam melaksanakan tugas.
3) Prinsip kerja sama dengan memberi support, mendorong, menstimulasi guru sehingga merasa tumbuh dan berkembang bersama.
4) Prinsip konstruktif dan kreatif sehingga guru akan termotivasi dalam mengembangkan potensi dan kreativitasnya, serta menciptakan suasana kerja yang menyenangkan.
e. Fungsi Supervisi
Fungsi utama pada supervisi pendidikan ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pengajaran.20 Adapun supervisi modern mempunyai
fungsi utama sebagaimana disebut oleh W.H. Burton dan J. Bruckner dalam Binti Maunah sebagai menilai dan memperbaiki faktor-faktor ang mempengaruhi hal belajar. Secara lebih tegas diungkap oleh Kimball Wiles dengan mengatakan bahwa fungsi dasar dari supervisi adalah memperbaiki situasi belajar anak-anak.21
Secara lebih luas fungsi supervisi disebutkan oleh Swearingen seperti ditulis oleh Sahertian sebagai berikut:22
1) Mengkoordinasi semua usaha sekolah. 2) Memperlengkapi kepemimpinan sekolah. 3) Memperluas pengalaman guru-guru. 4) Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.
5) Memberi fasilitas dan penilaian yang terus menerus. 6) Menganalisis situasi belajar mengajar.
7) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf. 8) Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru-guru.
f. Pendekatan Supervisi
Pendekatan supervisi menurut Mantja dibedakan kedalam tiga jenis sebagai berikut:23
1) Pendekatan langsung
Pendekatan langsung (direktif) yaitu cara pendekatan masalah yang bersifat langsung. Pendekatan direktif didasarkan atas pemahaman terhadap psikologi behaviorisme yang mana semua perbuatan berasal dari reflek yaitu respon terhadap rangsangan. Mengacu dari pandangan ini maka guru yang mengalami kekurangan perlu diberikan rangsangan
20 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar ....,21
21 Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam, Yogyakarta, Teras, 2009, 29 22Piet A. Sahertian, Konsep Dasar ...., 21
sehingga mampu bereaksi, supervisor dalam implementasinya dapat dengan cara memberi penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment).
Supervisor dalam menerapkan pendekatan langsung atau direktif melalui hal-hal sebagai berikut : (1) menjelaskan; (2) menyajikan; (3) mengarahkan; (4) memberi contoh; (5) menetapkan tolok ukur; dan (6) menguatkan.
2) Pendekatan tak langsung
Pendekatan tak langsung (non direktif) adalah suatu pendekatan dalam supervisi yang mana pelaku supervisi tidak langsung menunjukan permasalahan, melainkan mendengarkan secara efektif apa-apa yang disampaikan para guru. Pendekatan ini didasarkan ada asumsi bahwa belajar pada hakikatnya merupakan pengalaman pribadi, sehingga individu yang bersangkutan harus mampu memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Pemecahan masalah bagi seorang guru adalah upaya untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran pada peserta didik, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai secara optimal.
3) Pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan dalam supervisi yang memadukan antara pendekatan langsung (direktif) dengan pendekatan tak langsung (non direktif) di mana supervisor dan guru bersama-sama bersepakat menetapkan struktur, proses, dan kriteria dalam melaksanakan proses pemecahan terhadap masalah yang dihadapi oleh guru.
kegiatan individu dengan lingkungan, sehingga akhirnya akan berpengaruh terhadap arah aktivitas.
B. Kinerja Guru
1. Pengertian kinerja
Kinerja adalah perilaku nyata yang ditampilkan oleh setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan, dimana kinerja tersebut sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuan.24 Definisi yang lain diungkap oleh Jhon
Soepriyanto seperti dikutip Husain Umar bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang atau kelompok selama peiode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.25
Dengan demikian, kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan (standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama). Kinerja ini berkaitan dengan kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai tanggungjawabnya dengan hasil yang diharapkan, dalam mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.
2. Indikator kinerja
Indikator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja. Ukuran-ukuran dijadikan tolok ukur dalam menilai kinerja. Manfaat dari ukuran kinerja ini berguna bagi banyak pihak. Sudarmanto
mengutip dari John Miner mengenai indikator kinerja adalah ada 4 dimensi yang menjadi tolok ukur dalam menilai kinerja:26
1) Kualitas, yaitu tingkat kesalahan, kerusakan, dan kecermatan. 2) Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3) Penggunaan waktu dalam kerja, ialah tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang,
4) kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
Ghiselli dan Brown menulis seperti dikutip Moch Asad, bahwa kinerja ditentukan oleh pengalaman dengan pekerjaan yang bersangkutan, umur dan jenis kelamin.27 Sedangkan Gibson, Ivanevich dan Donelly
mengungkapkan terdapat tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan kinerja, yaitu:
1) Variabel individu meliputi kemampuan, keterampilan, mental dan fisik, latar belakang terdiri dari keluarga dekat, tingkat sosial dan pengalaman, demografis meliputi umur, asal usul dan jenis kelamin.
2) Variabel organisasi meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, dan desain pekerjaan.
3) Variabel psikologis meliputi persepsi, sikap, kepribadian dan perilaku motivasi.28
4. Penilaian kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah suatu sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaan masing-masing secara keseluruhan.29 Adapun
kaitannya dengan guru, penilaian kinerja adalah penilaian yang dilakukan terhadap setiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir, kepangkatan, dan jabatannya.30 Adapun fungsinya menurut Peraturan Menteri
26Sudarmanto, Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM: Teori, Dimensi Pengukuran, dan Implementasi dalam Organisasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009, 11-19
27Moch. Asad, Seri Ilmu Sumber Daya Manusia Psikologi Industri, Jakarta: Liberty, 2001, 97
28Gibson, Ivanevich dan Donelly, Organisation Behaviour Struktur Proses, Penerjemah Djarkasih, Jakarta: Erlangga, 1996, 52
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 adalah :
1) Menilai unjuk kerja (kinerja) guru dalam menerapkan semua kompetensi yang diwujudkan dalam pelaksanaan tugas utamanya pada proses pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah. Dengan demikian, hasil penilaian kinerja menjadi profil kinerja guru yang dapat memberikan gambaran kekuatan dan kelemahan guru. Profil kinerja guru juga dapat dimaknai sebagai suatu analisis kebutuhan atau audit keterampilan untuk setiap guru yang dapat dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi guru.
2) Menghitung angka kredit yang diperoleh guru atas kinerja pembelajaran, pembimbingan, atau pelaksanaan tugas tambahan yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah pada tahun penilaian kinerja guru dilaksanakan. Kegiatan penilaian kinerja dilakukan setiap tahun sebagai bagian dari proses pengembangan karir dan promosi guru untuk kenaikan pangkat dan jabatan fungsionalnya.
C. Gender
1. Pengertian gender
Secara umum gender diartikan dengan jenis kelamin.31 dalam
pengertian tersebut membicarakan gender berarti membicarakan laki-laki dan perempuan. Menurut Istibsyaroh, gender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin.32 Pendapat lain mengatakan bahwa
gender merupakan pemikiran feminisme sebagai konstruksi kultural.33
Pengertian yang demikian menunjukkan perbedaan yang jelas bahwa gender bukanlah diartikan semata-mata sebagai jenis kelamin, dan bahkan samasekali
31 Sutan Rajasa, Kamus ...., 190
berbeda. Gender bukan laki-laki dan bukan perempuan. Gender hanya memuat perbedaan fungsi dan peran sosial laki-laki dan perempuan yang terbentuk oleh lingkungan tempat kita berada.34 Disamping itu, gender berkaitan erat
dengan norma-norma budaya yang berlaku dan klasifikasi sosial dari laki-laki dan perempuan dalam suatu masyarakat. Hal itu berarti bahwa posisi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat yang satu dapat berbeda dengan masyarakat yang lainnya tergantung dengan nilai budaya yang ada.35
Dari berbagai pendapat di atas dapat ditarik sebuah pengertian bahwa gender adalah suatu konsep yang timbul dari hasil pemikiran manusia yang bersifat. Gender dapat berubah seiring dengan berubahnya waktu dan kondisi zaman. Dengan demikian sifat gender tidak menyeluruh dan berlaku tidak secara umum, namun bersifat situasional.
2. Teori-teori gender
Pembahasan tentang teori gender seringkali diambil dari teori-teori yang membahas tentang sosial kemasyarakatan dan kejiwaan yang berasal dari teori-teori sosiologi dan psikologi dan kemudian dijadikan sebagai pendekatan dalam mengkaji masalah ini. Teori-teori ini menjadi penting manakala timbul gerakan pembiasan masalah gender. Gerakan tersebut lebih dikenal dengan feminisme, dimana asal mula gerakannya berawal dari asumsi bahwa terjadi ketidakadilan terhadap kaum perempuan, dan gerakan ini berusaha untuk menghilangkan ketidakadilan tersebut. Mengenai apa, mengapa, dan bagaimana ketidak adilan tersebut terjadi, maka teori feminisme terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Feminisme Sosialis, Feminisme Radikal, dan Feminisme Liberal.36
34 Dede Wiliam de Fries, Gender Bukan Tabu: Catatan Perjalanan Fasilitasi Kelompok Perempuan di Jambi, Bogor: Centre for International Forestry Research (CIFOR), 2006, 3
Menurut Ollenburger dan Moore seperti dikutip Arbain Mahmud, teori dalam sosiologi ketika membicarakan posisi gender pada masyarakat terdapat tiga pendekatan kontemporer, yaitu: pendekatan struktural fungsionalis, perspektif peran-peran kelamin, dan perspektif konflik.37
1) Teori Struktural-Fungsional
Teori atau pendekatan struktural-fungsional merupakan teori
sosiologi yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini
berangkat dari asumsi bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian
yang saling mempengaruhi. Teori ini mencari unsur-unsur mendasar yang
berpengaruh di dalam suatu masyarakat, mengidentifikasi fungsi setiap
unsur, dan menerangkan bagaimana fungsi unsur-unsur tersebut dalam
masyarakat.
Teori struktural-fungsional mengakui adanya segala keragaman
dalam kehidupan sosial. Keragaman ini merupakan sumber utama dari
adanya struktur masyarakat dan menentukan keragaman fungsi sesuai
dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh,
dalam sebuah organisasi sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi
pemimpin, ada yang menjadi sekretaris atau bendahara, dan ada yang
menjadi anggota biasa. Perbedaan fungsi ini bertujuan untuk mencapai
tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan individu. Struktur dan fungsi
dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya,
norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat.38
Talcott Parsons dan Bales dalam Nasaruddin Umar menilai
bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar. Dengan
pembagian kerja yang seimbang, hubungan suami-isteri bisa berjalan
dengan baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi,
maka sistem keutuhan keluarga akan mengalami ketidakseimbangan.
Keseimbangan akan terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu
kepada posisi semula. Teori struktural-fungsional ini mendapat kecaman
dari kaum feminis, karena dianggap membenarkan praktik yang selalu
mengaitkan peran sosial dengan jenis kelamin. Laki-laki diposisikan dalam
urusan publik dan perempuan diposisikan dalam urusan domistik, terutama
dalam masalah reproduksi. Menurut Sylvia Walby teori ini akan
ditinggalkan secara total dalam masyarakat modern. Sedang Lindsey
menilai teori ini akan melanggengkan dominasi laki-laki dalam stratifikasi
gender di tengah-tengah masyarakat.39
2) Teori sosial konflik
Megawangi mengutip pendapat Lockwood, dimana suasana
konflik akan selalu mewarnai masyarakat, terutama dalam hal distribusi
sumber daya yang terbatas. Sifat pementingan diri, menurutnya, akan
menyebabkan diferensiasi kekuasaan yang ada menimbulkan sekelompok
orang menindas kelompok lainnya. Perbedaan kepentingan dan
pertentangan antar individu pada akhirnya dapat menimbulkan konflik
dalam suatu organisasi atau masyarakat.40 Dalam masalah gender, teori
sosial-konflik menarik kepada pendapat perbedaan dan ketimpangan
gender antara laki-laki dan perempuan tidak disebabkan oleh perbedaan
biologis, tetapi merupakan bagian dari penindasan kelas yang berkuasa
dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep keluarga. Hubungan
laki-lakiperempuan (suami-isteri) tidak ubahnya dengan hubungan ploretar
dan borjuis, hamba dan tuan, atau pemeras dan yang diperas. Dengan kata
lain, ketimpangan peran gender dalam masyarakat bukan karena kodrat
dari Tuhan, tetapi karena konstruksi masyarakat.
Lebih lanjut, teori ini mengatakan bahwa keunggulan laki-laki
atas perempuan adalah hasil keunggulan kaum kapitalis atas kaum pekerja.
Engels mengungkap seperti dikutip Nasaruddin Umar bahwa
perkembangan akumulasi harta benda pribadi dan kontrol laki-laki
terhadap produksi merupakan sebab paling mendasar terjadinya
subordinasi perempuan. Dan ini artinya Penurunan status perempuan
mempunyai korelasi dengan perkembangan produksi perdagangan.41
3) Teori feminisme liberal
Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan
antara laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai
hak yang sama dengan laki-laki. Meskipun demikian, kelompok feminis
liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan
perempuan. Dalam beberapa hal masih tetap ada pembedaan (distinction)
antara laki-laki dan perempuan. Bagaimanapun juga, fungsi organ
reproduksi bagi perempuan membawa konsekuensi logis dalam kehidupan
bermasyarakat.42
Teori kelompok ini termasuk paling moderat di antara teori-teori
feminisme. Pengikut teori ini menghendaki agar perempuan diintegrasikan
secara total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan
demikian, tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih
41 Nasaruddin Umar, Argumen ...., 62
dominan. Organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi perempuan
untuk memasuki peran-peran di sektor publik.
4) Teori feminisme Marxis-Sosialis
Feminisme bertujuan mengadakan restrukturisasi masyarakat
agar tercapai kesetaraan gender. Ketimpangan gender disebabkan oleh
sistem kapitalisme yang menimbulkan kelas-kelas dan division of labour,
termasuk di dalam keluarga. Gerakan kelompok ini mengadopsi teori
praxis Marxisme, yaitu teori penyadaran pada kelompok tertindas, agar
kaum perempuan sadar bahwa mereka merupakan ‘kelas’ yang tidak
diuntungkan. Proses penyadaran ini adalah usaha untuk membangkitkan
rasa emosi para perempuan agar bangkit untuk merubah keadaan.43
5) Teori feminisme radikal
Teori ini mengatakan bahwa struktur masyarakat dilandaskan pada hubungan hierarkis berdasarkan jenis kelamin. laki-laki sebagai suatu kategori sosial mendominasi kaum perempuan sebagai kategori sosial yang lain.44Feminisme radikal beranggapan bahwa perempuan adalah mandiri,
tanpa perlu keberadaan laki-laki dalam kehidupannya. Teori ini lebih memfokuskan serangannya pada keberadaan institusi keluarga dan sistem
patriarki. Keluarga dianggapnya sebagai institusi yang melegitimasi
dominasi laki-laki (patriarki), sehingga perempuan tertindas. 45
Karena keradikalannya, teori ini mendapat kritikan yang tajam,
bukan saja dari kalangan sosiolog, tetapi juga dari kalangan feminis
sendiri. Tokoh feminis liberal tidak setuju sepenuhnya dengan teori ini.
43 Ratna Megawangi, Membiarkan ...., 225 44 Istibsyaroh, Hak-hak...., 69
Persamaan total antara laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan
merugikan perempuan sendiri. Laki-laki yang tidak terbebani oleh masalah
reproduksi akan sulit diimbangi oleh perempuan yang tidak bisa lepas dari
beban ini.
6) Teori ekofeminisme
Teori ekofeminisme muncul karena ketidakpuasan akan arah
perkembangan ekologi dunia yang semakin bobrok. Teori ini mempunyai
konsep yang bertolak belakang dengan tiga teori feminisme modern seperti
di atas. Teori-teori feminisme modern berasumsi bahwa individu adalah
makhluk otonom yang lepas dari pengaruh lingkungannya dan berhak
menentukan jalan hidupnya sendiri. Sedang teori ekofeminisme melihat
individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat
dan berinteraksi dengan lingkungannya.46
Menurut teori ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk
ke dunia maskulin yang tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi
menonjolkan kualitas femininnya, tetapi justru menjadi male clone (tiruan
laki-laki) dan masuk dalam perangkap sistem maskulin yang hierarkhis.
Masuknya perempuan ke dunia maskulin (dunia publik umumnya) telah
menyebabkan peradaban modern semakin dominan diwarnai oleh kualitas
maskulin. Contoh nyata dari cerminan memudarnya kualitas feminin
(cinta, pengasuhan, dan pemeliharaan) dalam masyarakat adalah semakin
rusaknya alam, meningkatnya kriminalitas, menurunnya solidaritas sosial,
dan semakin banyaknya perempuan yang menelantarkan anak-anaknya.47
7) Teori psikoanalisa
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud
(1856-1939). Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki
dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas.
Freud menjelaskan kepribadian seseorang tersusun di atas tiga struktur,
yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang menurut Freud
ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu. Id sebagai pembawaan
sifat-sifat fisik biologis sejak lahir. Id bagaikan sumber energi yang
memberikan kekuatan terhadap kedua sumber lainnya. Ego bekerja dalam
lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego
berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan
tuntutan objektif realitas sosial. Superego berfungsi sebagai aspek moral
dalam kepribadian dan selalu mengingatkan ego agar senantiasa
menjalankan fungsinya mengontrol id.48
Menurut Freud kondisi biologis seseorang adalah masalah takdir
yang tidak dapat dirubah. Pada tahap phallic stage, yaitu tahap seorang
anak memeroleh kesenangan pada saat mulai mengidentifikasi alat
kelaminnya, seorang anak memeroleh kesenangan erotis dari penis bagi
anak laki-laki dan clitoris bagi anak perempuan. Pada tahap ini (usia 3-6
tahun) perkembangan kepribadian anak laki-laki dan perempuan mulai
berbeda. Perbedaan ini melahirkan pembedaan formasi sosial berdasarkan
identitas gender, yakni bersifat laki-laki dan perempuan.49
3. Permasalahan yang timbul dalam gender
Jika kita melihat tentang perbedaan gender yang terjadi saat ini maka
akan muncul beberapa masalah yang diakibatkan oleh gender dan lebih
48 Nasaruddin Umar, Argumen ...., 46
mengarah bagi para kaum perempuan. Masalah-masalah yang muncul akibat
gender bagi para kaum wanita antara lain adalah:
1)Marginalisasi
Marginalisasi adalah suatu proses yang mengakibatkan kemiskinan.
Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor diantaranya adalah bencana
alam, konflik bersenjata penggusuran atau proses eksploitasi. Dan dalam
masalah ini pengaruh terhadap kaum perempuan didominasi karena faktor
gender.
2)Subordinasi
Subordinasi timbul sebagai akibat dari pandangan gender terhadap
kaum perempuan. Saat ini masyarakat selalu menempatkan perempuan pada
posisi yang lebih rendah daripada laki-laki, akibatnya akses dan partisipasi
perempuan dalam berbagai bidang pembangunan terbatas.
Salah satu konsekuensi dari posisi subordinat perempuan ini adalah
perkembangan keutamaan atas anak laki-laki. Seorang perempuan yang
melahirkan bayi laki-laki akan lebih dihargai daripada seorang perempuan
yang hanya melahirkan bayi perempuan. Demikian juga dengan bayi-bayi
yang baru lahir tersebut. Kelahiran seorang bayi laki-laki akan disambut
dengan kemeriahan yang lebih besar dibanding dengan kelahiran seorang
bayi perempuan.
Subordinasi juga muncul dalam bentuk kekerasan yang menimpa
kaum perempuan. Kekerasan yang menimpa kaum perempuan
termanifestasi dalam berbagai wujudnya, seperti perkosaan, pemukulan,
pemotongan organ intim perempuan (penyunatan) dan pembuatan
perempuan dilihat sebagai objek untuk dimiliki dan diperdagangkan oleh
laki-laki, dan bukan sebagai individu dengan hak atas tubuh dan
kehidupannya.50
3)Stereotipe
Suatu pelabelan/ penandaan negatif terhadap kaum perempuan oleh
masyarakat yang selalu membuat pihak perempaun selalu dirugikan.
Dampak dari stereotipe itu sendiri diantaranya adalah menyulitkan,
membatasi, memiskinkan dan juga merugikan para kaum perempuan.
4)Violence ( Kekerasan)
Violence adalah invasi atau serangan terhadap fisik maupun integritas
mental psikologis seseorang. Violence terhadap perempuan kerap terjadi
karena stereotipe gender. Pada dasarnya hal ini dapat terjadi karena
ketidaksetaraan kekuatan dalam masyarakat.
5)Beban ganda
Beban ganda adalah suatu pembagian tugas dan tanggung jawab yang
selalu memberatkan salah satu pihak saja.