• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi metode inverse distance dan metode kriging pada nilai air mampu curah data NOAA-TOVS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi metode inverse distance dan metode kriging pada nilai air mampu curah data NOAA-TOVS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI METODE

INVERSE DISTANCE

DAN METODE KRIGING PADA NILAI AIR MAMPU CURAH

DATA NOAA-TOVS

Oleh:

Maulana Christanto

G 14101051

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

MAULANA CHRISTANTO. Aplikasi Metode Inverse Distance dan Metode Kriging Pada Nilai Air Mampu Curah Data NOAA -TOVS.

Curah hujan merupakan salah satu unsur yang penting dalam kehidupan. Informasi curah hujan yang akurat sangatlah dibutuhkan untuk pemodelan cuaca, penentuan musim, dan lain sebagainya. Selama ini data curah hujan didapat dari stasiun curah hujan yang tersedia di beberapa titik di Indonesia. Penyebaran stasiun yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia membutuhkan solusi lain dalam pendugaan curah hujan, salah satunya adalah melalui teknologi penginderaan jauh.

Tidak tersebarnya titik pada seluruh wilayah peyiaman serta selalu berubahnya koordinat hasil penyiaman menyebabkan interpolasi spasial harus dilakukan agar data dapat divalidasi dengan data aktual pada suatu stasiun curah hujan. Pemilihan metode interpolasi berdasarkan hasil uji beda nilai tengah untuk data berpasangan dan nilai MAPE. Metode terpilih selanjutnya diverifikasi dengan data radiosonde dan metode terpilih tersebut akan digunakan sebagai metode interpolasi data TOVS untuk pendugan AMC. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa interpolasi data dengan metode inverse distance menghasilkan data yang lebih dekat dengan data TOVS, hal ini berdasarkan dari nilai-p yang cenderung menerima H0 serta nilai MAPE yang lebih kecil pada

(3)

APLIKASI METODE

INVERSE DISTANCE

DAN METODE KRIGING PADA NILAI AIR MAMPU CURAH

DATA NOAA-TOVS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Maulana Christanto

G 14101051

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul :APLIKASI METODE

INVERSE DISTANCE

DAN METODE

KRIGING PADA NILAI AIR MAMPU CURAH DATA

NOAA-TOVS

Nama : Maulana Christanto

NRP : G 14101051

Menyetujui :

Pembimbing I ,

Pembimbing II,

Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS Ir. Indah Prasasti, M.Si

NIP. 131878950

NIP. 300001346

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP. 131473999

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 23 Desember 1982 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara, putra pasangan bapak Lily Prabowo Irianto dan ibu Iis Romsanih.

(6)

PRAKATA

Syukur alhamdulillah penulis ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang menjadi pilihan dalam penelitan ini adalah tentang penginderaan jauh, dengan judul Aplikasi Metode

Inverse Distance dan Metode Kriging Pada Nilai Air Mampu Curah Data NOAA-TOVS.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan pada Bapak Dr. Ir. Hari Wijayanto, MS dan Ibu Ir. Indah Prasasti, M.Si selaku pembimbing, atas segala bantuan, saran, kritik, kesabaran dan waktu yang diberikan selama proses penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih yang tak kalah besar juga penulis ucapkan kepada:

1. Orang tua serta kakak-kakak saya tercinta.

2. Retno Wulan Sari dan keluarga yang selalu memberi keceriaan.

3. Rahmatullah Sigit Dodiet Sasongko, Andini Desita Eka Putri, Irene Muflikh Nadiroh, Mr. Dadang Indratno atas senyum, duka, gembira yang selalu membuat tawa.

4. Yhan, Yulin, Renti, Puput , Pika, Yuan, Dion, Mamay, dan Faishal untuk proses pembelajaran bagaimana menjadi sahabat yang baik.

5. Durèn atas rizki dan proses pembelajarannya. 6. Para pem bahas dalam seminar penulis .

7. Seluruh angkatan 38. Atas empat tahun yang tidak akan terlupakan.

8. Bu Dede, Bu Sulis, Bu Mar, Pak Sudin, Pak Iyan, Durrohman, dan Pak Herman, untuk bantuan akademis yang diberikan.

9. Semua adik kelas 39, 40, dan 41.

10. Geboy, Butek dan Ompong yang selalu menyertai saya dalam senang dan sengsara. 11. Tanah 38 atas bantuannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2006

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan... 1

TINJAUAN PUSTAKA Penginderaan Jauh ... 1

Radiosonde ... 2

Uap Air dan Air Mampu Curah (AMC) ... 2

Interpolasi Spasial ... 2

Metode Kriging... 2

Metode Inverse Distance... 3

Uji Beda Nilai Tengah untuk Dua Contoh Berpasangan ... 3

Nilai Kesalahan Mutlak ... 3

Analisis Procrustes ... 4

BAHAN DAN METODE Bahan ... 5

Metode... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Interpolasi Spasial ... 5

Hasil Perbandingan Metode Interpolasi... 7

Hasil Perbandingan Model AMC TOVS dengan Model AMC Radiosonde... 8

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 8

Saran ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Nilai-p AMC perbulan pada a = 5 % ... 7

2. Nilai MAPE dugaan metode Inverse Distance dan metode Kriging tiap bulan ... 7

3. Hasil Penyesuaian Model Inverse distance Terhadap Model Radiosonde tiap bulan ... 7

DAFTAR GAMBAR

1. Titik-titik Lokasi Informasi AM C yang diekstraksi dari Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000 ... 6

2. Titik-titik Lokasi Informasi AMC yang diekstraksi dari Data TOVS Tanggal 2 Agustus 2000... 6

3. Titik Stasiun Curah Hujan Cengkareng ... 6

4. Hasil Interpolasi dengan Metode Inverse distance untuk Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000 ... 6

5. Hasil Interpolasi dengan Metode Kriging untuk Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000 ... 7

DAFTAR LAMPIRAN

1. Nilai AMC Tanggal 14 Februari 2000... 11

2. Nilai AMC Tanggal 5 April 2000 ... 12

3. Nilai AMC Tanggal 1 Agustus 2000 ... 13

4. Nilai AMC Tanggal 1 Desember 2000 ... 14

5. Pola Hasil Interpolasi dengan Metode Inverse Distance ... 15

6. Pola Hasil Interpolasi dengan Metode Kriging ... 16

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Curah hujan merupakan salah satu unsur iklim dan hidrologis yang sangat penting serta merupakan sumber utama bagi ketersediaan air di permukaan bumi. Informasi mengenai curah hujan diperlukan dalam perhitungan neraca air lahan antara lain untuk pendugaan ketersediaan air bagi tanaman, penentuan batas antara musim hujan dengan kemarau, pemodelan cuaca, pengantisipasian bencana banjir serta kekeringan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, keakuratan data curah hujan merupakan salah satu hal utama yang harus diperhatikan.

Selama ini, sebagian besar data curah hujan didapat dari stasiun pengamatan curah hujan yang tersebar di beberapa tempat. Pengoperasian banyak stasiun pengamatan curah hujan yang tersebar di beberapa tempat tersebut akan memakan biaya, waktu, dan tenaga operasional yang cukup mahal. Sementara data yang dihasilkan hanya bersifat lokal. Oleh karena keterbatasan ini, perlu dicari upaya lain untuk memperoleh data yang lebih akurat dan mewakili wilayah yang lebih luas dan dengan biaya yang relatif lebih murah. Salah satu upayanya adalah dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, seperti data hasil satelit NOAA-TOVS.

Satelit NOAA -TOVS mengelilingi bumi dan melakukan penyiaman (scanning) 14 kali dalam 24 jam. Pada tiap penyiaman sebaran dan lokasi titik informasi yang dihasilkan tidak selalu sama dan tidak tetap. Kondisi ini menyebabkan untuk menduga parameter atmosfer suatu lokasi pengamatan yang tidak ada datanya atau tidak termasuk dalam semua titik informasi yang dihasilkan oleh NOAA -TOVS harus dilakukan melalui interpolasi data. Ada beberapa metode interpolasi antara lain adalah metode Tetangga Terdekat, metode Poligon, metode Local Sample Mean, metode Triangulation, metode Inverse

Distance, metode Kriging dan lain

sebagainya. Data curah hujan dapat diduga berdasarkan nilai Air Mampu Curah (AMC) yang diturunkan dari parameter atmosfer.

Air Mampu Curah (AMC) adalah jumlah air yang berpotensi turun sebagai curah hujan. AMC dapat diturunkan melalui perhitungan menggunakan nilai parameter-parameter atmosfer yang diukur oleh Radiosonde dan satelit NOAA-TOVS.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menentukan metode interpolasi yang menghasilkan data terdekat dengan data TOVS.

2. Menentukan dan membandingkan model AMC dari data TOVS dengan data radiosonde.

TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk mendapatkan informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer, 1979).

Teknologi penginderaan jauh bekembang melalui kehadiran berbagai sistem satelit penginderaan jauh untuk mengidentifikasi dan memantau sumber daya alam dan lingkungan serta kejadian alam yang terjadi di bumi.

Salah satu satelit penginderaan jauh yang digunakan sebagai wahana pemantau lingkungan dan cuaca adalah satelit NOAA dengan salah satu alatnya yang disebut TOVS.

TOVS

TOVS (TIROS Operational Vertical Sounders) adalah alat dengan sensor VTPR (Vertical Temperature Profile Radiometer). TOVS mempunyai tiga instrumen dengan 27 kanal, instrumen-instrumen tersebut adalah:

1. HIRS (High Resolution Infrared Radiometer Sounders).

2. MSU (Microwave Sounding Unit). 3. SSU ( Stratoferic Sounding Unit).

HIRS mengukur radiasi dalam 20 kanal pada spektrum inframerah dengan panjang gelombang dari 4.3 µm sampai 15 µm. Instrumen ini dirancang untuk mengukur profil temperatur dari 1000 mb sampai 10 mb, kandungan uap air pada tiga lapisan atmosfer, dan total kandungan ozon pada ketiga lapisan tersebut.

Dua puluh kanal tersebut terdiri dari dua belas kanal pada band absorbsi karbondioksida dengan panjang gelombang 4

(10)

mendeteksi awan, tiga kanal berikutnya untuk mengukur kandungan uap air dan sisanya untuk menentukan daerah -daerah cerah (clear) dan berawan (cloudy).

MSU adalah sensor microwave passive

yang digunakan untuk mengukur radiasi dalam empat kanal. Unit ini terutama digunakan untuk menentukan profil temperatur di lokasi berawan.

SSU mempunyai kanal-kanal inframerah yaitu pada kanal absorbsi karbondioksida 15

µm yang berguna untuk mengukur temperatur atmosfer pada lapisan stratosfer yakni pada ketinggian 30 – 50 km.

Jumlah parameter yang dihasilkan dari data TOVS adalah 112 parameter yang menggambarkan profil atmosfer. Parameter-parameter tersebut yaitu:

a. Posisi berupa lintang dan bujur.

b. Temperatur udara pada tekanan 1000, 850, 700, 500, 400, 300, 250, 200, 150, 100, 70, 50, 30, 20, dan 10 milibar.

c. Suhu titik embun (Td) pada tekanan 1000, 850, 700, 500, 400, dan 300 milibar. d. Arah dan kecepatan angin pada tekanan

850, 700, 500, 400, 300, 250, 200, 150, dan 100 milibar.

e. Arah dan suhu puncak awan serta tekanan puncak awan.

f. Kelembaban relatif (RH).

Radiosonde

Radiosonde adalah seperangkat alat elektronik yang terdiri dari sensor-sensor alat ukur tekanan udara (barometer arenoid), suhu

(termistor) dan kelembaban (higrometer). Perangkat elektronik ini diterbangkan oleh balon seberat 500 gram dengan kecepatan 0,5 m/detik berikut baterai 18 volt. Sinyal yang dipancarkannya dapat diterima oleh alat penerima (receiver) di permukaan bumi. Adanya sarana komputer yang terpadu saat ini membuat posisi elevasi dan azimuth balon dalam selang per menit dapat diketahui dengan mudah di layar komputer. Selain itu hasil (print out) dari data parameter angin, tekanan, temperatur dan kelembaban udara bisa tersedia dalam waktu singkat (Nursaid, 2004).

Uap Air dan Air Mampu Curah (AMC)

Uap air merupakan salah satu mata rantai siklus air yang berhubungan dengan proses -proses penting di atmosfer. Jumlah uap air pada suatu lapisan udara sering dinyatakan

sebagai tinggi air atau disebut juga Air Mampu Curah (precipitable water). Air Mampu Curah ini dapat berubah menjadi hujan meskipun tidak seluruh kadar kelembaban lapisannya dapat diubah menjadi hujan oleh proses alam (Linsley et. al., 1989).

Persamaan untuk AMC adalah:

AMC = ∑ 0.01 q h∆ pa

dengan       = a a P e qh 622 dimana:

pa = tekanan (mb)

qh = mixing ratio

ea = tekanan aktual

Interpolasi Spasial

Interpolasi adalah suatu metode atau fungsi matematis untuk menduga nilai pada lokasi-lokasi yang datanya tidak tersedia. Interpolasi spasial mengasumsikan bahwa atribut data bersifat kontinu di dalam ruang jarak (space) dan saling berhubungan secara spasial (Anderson, 2001). Kedua asumsi tersebut mengindikasikan bahwa pendugaan atribut data dapat dilakukan berdasarkan lokasi-lokasi di sekitar lokasi pengamatan karena nilai pada titik-titik yang berdekatan akan lebih mirip daripada nilai pada titik-titik yang terpisah lebih jauh. Metode yang sering digunakan untuk interpolasi spasial adalah metode Inverse Distance dan metode Kriging.

Metode Kriging

Metode Kriging pada dasarnya adalah metode rataan terboboti dari setiap nilai contoh lokasi. Bobot tersebut secara langsung berhubungan dengan variogram.

Misalkan z(x1), z(x2), … , z(xn) adalah nilai

amatan contoh dengan posisi xi (i= 1,2,3,..,n), maka rataan bagi variabel Z atas titik A (z(A))

dirumuskan sebagai (Clark 1979; Cressie 1993):

= = n i i iz x

A z 1 ) ( ) ( ω dengan

ωI = bobot dari contoh ke-i.

Agar penduga z(A) tak bias, maka

(11)

d

Ragam Kriging dirumuskan sebagai berikut:

∑∑

= − = = = n i n i n j j i j i i

i X A x x

A

1 1 1

2 ) , ( ) , ( 2 ) ( ωγ ωωγ σ dimana:

γ(xi,A) = semivarian antara titik contoh

ke-i dengan titik A

γ(xi,xj) = semivarian antara titik contoh

ke-i dengan titik contoh ke-j

Penduga terbaik adalah penduga yang memiliki ragam minimum. Ragam minimum dapat diperoleh dengan teknik pengganda Langrange dengan kendala

= = n i i 1 1 ) (ω ,

yaitu menemukan parameter pembobot yang meminimumkan       − =

= n i i A G 1 2( ) λ (ω) 1

σ

dengan membuat turunan pert ama G terhadap parameter ωI dan λ sama dengan nol, sehingga

diperoleh (dalam notasi matriks): Xb = y

dimana                 = 0 1 1 1 1 1 ) , ( ... ) , ( ) , ( ... ... ... ... ... 1 ) , ( ... ) , ( ) , ( 1 ) , ( ... ) , ( ) , ( . 2 1 1 2 2 1 2 1 2 1 1 1 n n n n n n x x x x x x x x x x x x x x x x x x X γ γ γ γ γ γ γ γ γ                 = λ ω ω ω n b ... 2 1                 = 1 ) , ( ... ) , ( ) , ( 2 1 A x A x A x y n γ γ γ

penduga bagi vector b adalah: b= X-1y. Solusi ini akan memberikan penduga tak bias terbaik (Best Linear Unbiased Estimator). Sedangkan ragam dari Kriging menjadi:

= + = n i i

n x A

1 2 )) , ( (ωγ λ σ

Metode Inverse Distance

Metode interpolasi Inverse Distance akan memberikan faktor pembobot yang proposional terhadap jarak secara invers atau kebalikan. Bobot dari teknik interpolasi ini merupakan fungsi jarak antara titik sasaran (H0, V0), dengan titik contoh (Hi, Vi) untuk i=

1,2,3,…,n.

Misalkan jarak doi adalah jarak antara dua

titik, maka bobot titik contoh diperoleh dengan rumus:

= = n i i i i d f d f w 1 0 ) ( ) ( dengan ) ( 1 ) ( 0 0 i i d d f =

Metode interpolasi Inverse Distance

dianggap cukup baik dalam menduga nilai contoh pada suatu lokasi (Asraf et.al., 1997).

Uji Beda Nilai Tengah untuk Dua Contoh Berpasangan

Dua contoh dikatakan berpasangan jika pengambilan unit -unit contoh pertama memperhatikan bagaimana unit-unit contoh kedua dipilih. Pada kasus data berpasangan ukuran contoh yang dipilih harus sama yaitu sebesar n. Untuk melihat perbedaan dua populasi dari kasus dua contoh berpasangan dapat dilakukan dengan secara langsung membedakan setiap obyek pada contoh satu dan contoh dua untuk setiap pasangan (Mattjik & Sumertajaya, 2002).

Hipotesis:

1. H0: µd ≥µ0 dan H1: µd 0 2. H0: µd ≤µ0 dan H1: µd >µ0

3. H0: µd =µ0 dan H1: µd ≠µ0

Statistik uji: n s d hitung t d d µ − :

dengan derajat bebas (db) n-1. Dimana:

: nilai tengah dari beda dua contoh sd : Standar deviasi dari beda dua contoh

n : Banyak pasangan contoh

Hipotesis nol akan ditolak saat:

1. thitung<−ta,db=n1

2. thitung>ta,db=n1

3. thitung>tα2,db=n1

Nilai Kesalahan Mutlak

(12)

(

) (

)

[

]

∑ ∑

− − −

= i j xij xj yij yi

M2 2

baik atau tidaknya pendugaan serta besarnya kesalahan dalam percobaan.

Nilai kesalahan mutlak dirumuskan sebagai berikut (Weissten, 2005):

µ µ µ= − ˆ

Sementara nilai absolute percentage error dirumuskan sebagai berikut:

µ µ µ

µ= − ˆ

Serta nilai rumus untuk mean absolute percentage error (MAPE) sebagai berikut:

k MAPE k i i i i

= − = 1 ˆ µ µ µ dimana: µ

∆ : kesalahan mutlak pada rataan

µ : rataan

µˆ : rataan dugaan

k

:banyak ulangan untuk absolute percentage error

Nilai MAPE menunjukkan baik atau tidaknya pendugaan, semakin besar nilai MAPE maka kesalahan pendugaan dalam percobaan semakin besar.

Analisis Procrustes

Analis is Procrustes merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk membandingkan suatu model terhadap model yang lainnya sehingga menghasilkan suatu ukuran yang sesuai (Cox & Cox, 1994). Salah satu metode procrustes adalah metode procrustes biasa (ordinary procrustes method). Menurut Digby & Kempton (1987), metode procrustes biasa bertujuan untuk membandingkan dua model yang mewakili n

unit pengamatan yang sama.

Untuk melihat kesamaan bentuk dan ukuran dari dua model maka salah satu model dibuat tetap, sementara model yang lainnya ditransformasikan sehingga sesuai dengan model pertama.

Pada metode procrustes, jenis perpindahan yang dipilih yaitu perpindahan yang dapat meminimumkan jumlah kuadrat jarak antara titik-titik yang dipindahkan terhadap titik-titik yang dipindahkan terhadap titik-titik yang bersesuaian pada model yang dibuat tetap (Digby & Kempton, 1987).

Misalkan XdanYadalah dua model dari n

pengamatan dalam ruang berdimensi-p. Menurut Kranowski (1990), tujuan dari

analisis procrustes adalah membuat kesesuaian optimal antara model X dan Y dengan membuat norma kuadrat perbedaan model X dan Ysekecil mungkin, yaitu dengan meminimumkan nilai

(

)

[

(

)(

)

]

∑ ∑

− = = −

= i j xij yij teras X Y X Y

M2 2 '

Landasan analisis procrustes adalah bahwa hubungan internal antara n-pengamatan dari suatu konfigurasi titik tidak akan berubah jika model tersebut ditransformasi. Untuk memperoleh kesesuaian optimal suatu model ada tiga tahap penyesuaian, yaitu:

a. Penyesuaian dengan translasi

Translasi adalah proses perpindahan seluruh titik dengan jarak dan arah yang konstan. Nilai M2 diminimumkan dengan membuat

(

)

=

j xj yj 0

2 , artinya translasi dilakukan dengan menghimpitkan setroid model X dan Y, sehingga

untuk i j= 1,2,...,n

b. Penyesuaian dengan rotasi

Penyesuaian dengan rotasi adalah proses pemindahan seluruh titik sudut yang tetap, tanpa mengubah jarak setiap titik terhadap sentroidnya. Rotasi Yterhadap X dilakukan dengan menggandakan matriks Y dengan matriks ortogonal Q, sehingga model Y setelah rotasi menjadi YQ, dan

M2 = teras [(X - YQ)(X – YQ)’] = teras (XX’ + YQQ’Y’ – 2 XQ’Y’) = teras (XX’ + YY’ – 2 XQ’Y’)

Untuk memperoleh nilai M2 minimum maka harus dipilih matriks ortogonal Q yang memaksimumkan teras (XQ’Y’), dan teras (XQ’Y’) akan maksimum bila dipilih Q = AU’ dimana ULA’ merupakan penguraian nilai singular bentuk lengkap dari X’Y.

c. Penyesuaian dengan Penskalaan

Proses ini dilakukan jika kedua model mempunyai skala yang tidak sama. Penskalaan adalah pembesaran atau pengecilan jarak setiap titik dalam model terhadap sentroidnya.

Penskalan Yterhadap Xdilakukan dengan menggandakan model YQ (matriks Ysetelah dirotasi) dengan suatu skalar c sehingga menjadi c YQ, dan

(13)

( )

' 1 min 2 2 XX teras M

R = −

JKT JKG R2=1−

Dengan mendiferensialkan M2 terhadap c, maka diperoleh M2 minimum pada saat:

(

)

) ' ( ' ' YY teras Y XQ teras c=

Jika nilai c tersebut disubtitusikan ke persamaan sebelumnya, maka akan diperoleh norma kuadrat perbedaan model X dan Y yang minimum, yaitu:

Mmin = teras (XX’) – c2 teras (YY’)

Atau dapat juga dituliskan dalam bentuk c2 teras (YY’) + M2min = teras (XX’)

Menurut Krzanowski (1990), persamaan di atas dapat dianalogkan dengan analisis ragam. Jumlah kuadrat total dipartisi menjadi dua bagian, yaitu jumlah kuadrat dugaan dan jumlah kuadrat sisa. Ukuran kesesuaian antar model X dan Y dihitung dengan rumus:

atau

dimana:

JKG = Jumlah Kuadrat Galat JKT = Jumlah Kuadrat Total

Semakin tinggi nilai R2 maka model diangap semakin bersesuaian.

BAHAN DAN METODE

Bahan

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah Nilai Air Mampu Curah yang diturunkan dari data TOVS dan data radiosonde stasiun Cengkareng untuk bulan Desember, Februari, April, dan Agustus tahun 2000. Data TOVS diperoleh dari Instalasi Lingkungan dan Cuaca (ILC) LAPAN Jakarta, sedangkan data Radiosonde diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta.

Data TOVS dalam penelitian ini diekstraksi dengan menggunakan perangkat lunak Sea Scan Star, sedangkan untuk interpolasi data digunakan perangkat lunak ArcGIS 9 dan Minitab v.14.12 serta MS Excel 2003 untuk pengolahan datanya.

Metode

Tahapan dalam penelitian ini adalah:

1. Menghitung nilai AMC dari parameter Suhu Udara (T), Suhu Titik Embun (Td), dan Kelembaban relatif (RH) pada ketinggian 1000 mb, 850 mb, 700 mb,

500 mb, 400 mb, dan 300 mb dari data NOAA -TOVS.

2. Menghitung nilai AMC dari parameter atmosfer Suhu Udara (T), Suhu Titik Embun (Td), dan Kelembaban relatif (RH) pada ketinggian 1000 mb, 850 mb, 700 mb, 500 mb, 400 mb, dan 300 mb yang diperoleh dari hasil pengukuran Radiosonde wilayah Cengkareng. 3. Melakukan interpolasi data AMC untuk

data harian bulan Desember, Februari, April, dan Agustus dengan menggunakan metode Kriging dan metode Inverse Distance. Data Bulan Februari dan Desember ditujukan untuk mewakili bulan basah, bulan Agustus mewakili bulan kering, dan bulan April mewakili bulan peralihan.

4. Membandingkan data hasil interpolasi kedua metode tersebut dengan data TOVS. Perbandingan dilakukan dengan melakukan uji beda nilai tengah untuk data berpasangan dan menghitung nilai MAPE pada tiap-tiap bulan.

5. Ekstraksi nilai AMC menggunakan interpolasi yang terbaik dari hasil langkah 4 diatas untuk titik pengamatan Cengkareng (koordinat 6.11o LU, 106.65o BT).

6. Membandingkan model dari data hasil interpolasi terpilih dengan model data radiosonde menggunakan analisis procrustes.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpolasi Spasial

(14)

Gambar 1. Titik-titik Lokasi Informasi AMC yang diekstraksi dari Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000

Gambar 2. Titik–titik Lokasi Informasi AMC yang diekstraksi dari Data TOVS Tanggal 2 Agustus 2000

Gambar 1 dan 2 memperlihatkan pola sebaran titik informasi yang tidak sama pada dua tanggal akuisisi berbeda yaitu tanggal 1 Agustus 2000 dan 2 Agustus 2000. Kondisi ini disebabkan oleh pergerakan dan pergeseran posisi satelit serta faktor karakteristik atmosfer yang berbeda antar lokasi di permukaan bumi. Oleh karena itu untuk menduga AMC dari suatu lokasi pengamatan yang tidak memiliki informasi parameter atmosfer dapat dilakukan dengan interpolasi data. Pada penelitian ini digunakan dua metode interpolasi, yakni metode Inverse Distance dan metode Kriging.

Gambar 3. Titik Stasiun Curah Hujan Cengkareng

Titik lokasi yang ingin diduga nilai AMC-nya adalah titik lokasi stasiun Cengkareng. Gambar 3 memperlihatkan posisi titik Cengkareng yang ingin diduga dari titik-titik informasi yang ada disekitarnya.

Dari kedua metode interpolasi yang dilakukan terdapat dua teknik yang berbeda. Untuk metode Inverse Distance dilakukan teknik interpolasi lokal yang berarti interpolasi ini menggunakan data yang berada di sekitar titik yang diduga untuk memprediksi nilai titik tersebut, sedangkan untuk metode interpolasi Kriging dilakukan teknik interpolasi global yang berarti menggunakan seluruh data yang tersedia dari hasil penyiaman untuk memprediksi nilai suatu titik.

Pada teknik lokal digunakan 12 data yang paling dekat di sekitar titik yang akan diduga. Konsep utama dari metode Inverse Distance

dengan teknik interpolasi lokal adalah jarak berkebalikan, artinya jarak yang lebih jauh akan memiliki bobot yang lebih kecil dibandingkan jarak yang lebih dekat dengan titik yang akan diduga. Lain halnya dengan metode Kriging dengan teknik global, pada teknik ini digunakan seluruh data untuk menduga suatu nilai yang tidak ada, konsep dari teknik ini adalah korelasi spasial yang artinya jarak yang jauh memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan dengan jarak yang lebih dekat dengan titik yang diduga. Hal tesebut sesuai dengan konsep korelasi, yaitu nilai yang berdekatan akan memiliki nilai yang lebih serupa sedangkan nilai yang berjauhan akan lebih berbeda.

Interpolasi data dilakukan pada semua data tahun 2000. Gambar 4 dan Gambar 5 memperlihatkan contoh masing-masing pola AMC hasil interpolasi dengan metode Inverse Distance dan Kriging untuk data TOVS tanggal 1 Agustus 2000.

Gambar 4. Hasil Interpolasi dengan Metode

(15)

d

Gambar 5. Hasil Interpolasi dengan Metode Kriging untuk Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000

Setelah melalui tahap interpolasi, maka seluruh frame data memiliki nilai yang dikelaskan menjadi sembilan kelas. Setiap kelas ditampilkan dengan warna-warna yang berbeda. Warna yang berbeda-beda menunjukkan besaran nilai Air Mampu Curah yang berbeda, sedangkan contoh nilai AMC TOVS, AMC Inverse Distance, dan AMC Kriging yang diekstraksi dari 100 titik contoh untuk masing-masing tanggal yang mewakili masing-masing bulan pengamatan disajikan pada Tabel Lampiran 1 sampai dengan Tabel Lampiran 4

Hasil Perbandingan Metode Interpolasi

Untuk menentukan metode yang paling mendekati nilai asli dari data AMC yang dihasilkan dari data TOVS, dilakukan uji beda nilai tengah untuk data berpasangan yakni nilai AMC TOVS dengan AMC Inverse Distance, dan antara nilai AMC TOVS dengan AMC Kriging. Hasil uji tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai – p AMC perbulan pada a = 5%

Bulan Nilai -p d

ID K ID K

Feburari 0.50 0.21 0.14 0.77

April 0.27 0.66 0.02 0.13

Agustus 0.17 0.04 0.39 0.79

Desember 0.93 0.37 0.014 0.29

Keterangan:

ID = Inverse Distance

K = Kriging

= Selisih nilai tengah data TOVS dengan nilai tengah data metode interpolasi

Berdasarkan Tabel 1, tampak bahwa nilai-p yang dihasilkan dari uji nilai tengah untuk data berpasangan pada metode Inverse Distance selalu lebih besar dari a, yang berarti bahwa tidak ada perbedaan antara data TOVS dengan data dugaan dari metode interpolasi

Inverse Distance. Demikian pula untuk metode Kriging, nilai-p yang dihasilkan juga lebih besar dari a, kecuali untuk dugaan bulan Agustus, nilai-p yang dihasilkan adalah 0.04 yang berarti pada bul an tersebut data dugaan metode Kriging berbeda dengan data TOVS.

Nmaun demikian, secara keseluruhan nilai mutlak dari selisih nilai tengah data TOVS dengan nilai tengah data metode Inverse Distance cenderung lebih kecil dibandingkan selisih nilai tengah data TOVS dengan nilai tengah metode Kriging. Hal ini dapat diartikan bahwa nilai dugaan AMC menggunakan metode Inverse Distance lebih mendekati nilai TOVS dari pada metode Kriging.

Selain dengan uji beda nilai tengah, pemilihan metode yang paling mendekati data TOVS dilihat pula dari nilai MAPE (Mean Absolute Percentage Error). Hasil nilai MAPE disajikan pada tabel 2. Dari Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai MAPE metode Kriging selalu lebih besar dibandingkan nilai MAPE pada metode Inverse Distance, hal ini menunjukan bahwa kesalahan pendugaan pada metode Kriging lebih besar daripada metode Kriging. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai dugaan dengan metode Inverse Distance lebih mendekati nilai TOVS dibandingkan nilai dugaan dengan metode Kriging.

Tabel 2. Nilai MAPE dugaan metode Inverse Distance dan metode Kriging tiap bulan

Bulan Nilai MAPE

ID K

Februari 0.072 0.445

April 0.008 0.123

Agustus 0.070 0.151

Desember 0.015 0.119

Keterangan:

ID = Inverse Distance

K = Kriging

(16)

Hasil Perbandingan Model AMC

TOVS dengan Model AMC

Radiosonde

Untuk mengetahui tingkat kesesuaian model Inverse Distance dengan model radiosonde dapat dikaji melalui analisis procrustes. Kesesuaian optimal dari kedua model tersebut dapat diperoleh dengan cara membuat norma kuadrat perbedaan kedua model tersebut sekecil mungkin.

Model AMC TOVS merupakan model yang akan divalidasi dengan model AMC radiosonde, untuk kepentingan tersebut maka model AMC radiosonde ditetapkan sebagai target dan model Inverse Distance yang akan dibandingkan harus ditransformasi agar diperoleh kesesuaian yang optimal dengan model radiosonde.

Berdasarkan tiga tah ap penyesuaian dalam analisis procrustes, hasil penyesuaian model

Inverse Distance terhadap model radiosonde secara ringkas dapat dilihat dari Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Penyesuaian Model Inverse

distance Terhadap Model

Radiosonde tiap bulan

Bulan Keterangan Nilai

Februari

The Scaling Constant 1.04473 The Sum of The Squared

Differences 660.040

The Total of Sum Square 5207.48

R2 0.87325

Desember

The Scaling Constant 1.14062 The Sum of The Squared

Differences 704.582

The Total of Sum Square 16558.9

R2 0.95745

April

The Scaling Constant 1.10406 The Sum of The Squared

Differences 1130.69

The Total of Sum Square 30018.8

R2 0.96233

Agustus

The Scaling Constant 1.20743 The Sum of The Squared

Differences 3103.78

The Total of Sum Square 45467.4

R2 0.93173

Pada Tabel 3, nilai R2 tiap-tiap bulan menunjukkan bahwa model Inverse Distance

bersesuaian dengan model radiosonde. Model yang paling bersesuaian adalah model bulan April dengan R2 sebesar 0.96. Secara garis besar dapat kita katakan bahwa model Inverse Distance dapat digunakan untuk data

radiosonde, karena model Inverse Distance

bersesuaian dengan model radiosonde. Tahapan selanjutnya adalah mencari model yang cocok untuk menduga data Radiosonde berdasarkan data TOVS. Salah satu model yang dapat digunakan adalah model polinomial. Model polinomial dianggap dapat mewakili data dugaan karena model tersebut dapat mengatasi kasus khusus dari data yang nonlinear (Montgomery, 1992). Dari model polinomial yang digunakan (Lampiran 7), nilai R2 yang didapatkan pada umumnya kurang dari 0.6 sehingga model dipandang kurang memuaskan. Hal ini mungkin disebabkan karena data yang terlalu sedikit dan diduga ada faktor lain yang menyebabkan respon dari radiosonde berbeda dengan hasil TOVS.

KESIM PULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa metode Inverse Distance lebih baik daripada metode Kriging dalam pendugaan data TOVS. Hal ini berdasarkan hasil uji beda nilai tengah untuk data berpasangan serta nilai MAPE yang menunjukkan bahwa data hasil interpolasi dengan metode Inverse Distance

lebih mendekati data TOVS dibandingkan metode Kriging.

Dari hasil perbandingan model data TOVS hasil interpolasi metode Inverse Distance

dengan model data radiosonde melalui analisis procrustes pada titik Cengkareng dapat dikatakan bahwa kedua model tersebut bersesuaian.

Model polinomial yang digunakan untuk menduga data radiosonde belum memberikan hasil yang baik.

SARAN

(17)

Kendala lain pada penelitian ini adalah sulitnya mendapatkan data hasil interpolasi dari raster image menjadi data tabular, sehingga untuk penelitian lanjutan disarankan agar dapat mencari pengekstraksi data raster

menjadi data tabular sehingga data lebih mudah diperoleh.

Pada penelitian lanjutan dapat digunakan model interpolasi dengan metode Inverse Distance untuk menduga model curah hujan yang divalidasi dengan data aktual dari suatu stasiun. Untuk pendugaan model curah hujan diperlukan indikator lain seperti, stabilitas atmosfer, arah dan kecepatan angin.

Untuk pendugaan model radiosonde berdasarkan data TOVS, pada penelitian kedepan disarankan pula agar mencari model yang lebih tepat, sehingga model dapat lebih mewakili data yang didapatkan.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. 2001. An Evaluation of Spatial Interpolation Methods on Air Temprature

in Phoenix, AZ

www.cobblestoneconcept.com/ucgis2sum mer/anderson/anderson.html. [20 Feb 2005]

Anonim. 2005. NOAA KLM User’s

Guide.

http://

www.

ncdc.noaa.gov./

doc s/klm/html/cl/sec1-0.html. [7 Mar 2005].

Antoyo S. 1999. Penggunaan Informasi Air

Mampu Curah (Precipitable Water) dan Tinggi Lapisan Basah Dalam Penentuan Awal Musim Hujan dan Awal Musim Kemarau. IPB, Bogor.

Boer R, Las I, Bey A. 1990. Metoda

Klimatologi. Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam. IPB, Bogor.

Clark I. 1979. Practical Geostatistics.Applied Science. Publisher Ltd, London.

Cox TF, Cox MAA. 1994. Multidimensional Scaling. Chapman and Hall, London

Cressie NAC. 1993. Statistics For Spatial Data. John Willey & sons. inc, New York.

Digby PGN, Kempton RA. 1987.

Multivariate Analysis of Ecological Communities. Chapman & Hall, New York.

Gruen AW. 2003. Generalized Procrustes

Analysis and Its Application In Photogrammetry. IGP, Zeurich.

Handoko. 1993. Klimatologi Dasar. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA, IPB, Bogor

Isaaks EH, Srivastava RM. 1989. Applied Geostatistics. Oxford University Press, New York.

Krzanowski WJ. 1990 Principles of

Multivariate Analysis : A User’s Perspective. Oxford University Press, New York.

Linsley JR K, Kohler M A, Joseph I. 1982.

Hydrologi for Enginers. Third Ed. McGraw-Hill, Inc.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1979. Remote

Sensing snd Image Interpretation. John Wiley & Sons, New York.

Mattjik AA, Sumertajaya, IM. 2002.

Rancangan Percobaan. Ed Kedua. IPB Press, Bogor.

Montgomery DC, Peck EA. 1992.

Introduction to Linear Regression Analysis. Second Ed. John Wiley & Sons, New York.

Nursaid. 2004. Pendugaan Curah Hujan

Berdasarkan Data Distribusi Awan dan Air Mampu Curah dari Data Satelit NOA-TOVS di Wilayah Sub Das Tulang Bawang.IPB, Bogor.

Weissten EW. 2005. Absolute error.

(18)
(19)

Lampiran 1. Nilai AMC Tanggal 14 Februari 2000

No

amc

rad

amc

id amc k No

amc

rad

amc

id amc k N o

amc

rad

amc

id amc k

1 72 71.92 50.30 36 68 67.78 60.67 71 68 67.19 54.92 2 43 43.02 48.67 37 25 25.36 64.61 72 62 61.85 51.19 3 69 69.98 62.29 38 72 71.83 66.25 73 64 64.00 60.81 4 71 70.89 62.60 39 78 77.96 65.22 74 62 62.00 61.34 5 38 38.08 51.89 40 35 35.01 53.66 75 67 66.92 57.25 6 44 44.00 52.05 41 61 60.98 56.58 76 72 71.56 57.83 7 63 36.04 65.17 42 44 44.25 58.33 77 68 67.85 59.27 8 67 67.01 68.24 43 71 70.72 59.42 78 36 36.92 57.42 9 74 73.89 70.67 44 77 76.98 68.11 79 73 71.96 56.92 10 41 41.52 59.67 45 57 57.00 57.00 80 69 37.84 53.00 11 14 14.77 57.08 46 69 68.99 66.83 81 67 65.99 55.83 12 44 44.07 52.50 47 71 71.00 71.00 82 62 61.68 51.08 13 44 44.04 51.58 48 71 70.99 62.79 83 7 7.75 49.43 14 10 10.63 50.08 49 20 20.19 57.42 84 9 9.53 47.35 15 44 44.09 46.75 50 54 54.06 64.42 85 65 64.95 49.67 16 44 44.08 53.83 51 62 61.99 62.81 86 50 50.01 56.13 17 44 44.24 56.58 52 44 44.03 54.49 87 70 69.98 60.03 18 69 68.70 61.67 53 69 68.96 63.56 88 70 69.97 55.28 19 74 73.95 65.25 54 64 64.02 65.05 89 44 44.27 47.00 20 67 66.13 59.50 55 72 71.88 65.92 90 44 44.06 48.34 21 71 70.64 56.25 56 66 66.09 67.33 91 35 35.22 44.50 22 65 64.81 53.08 57 75 74.96 62.74 92 62 61.82 47.75 23 44 44.05 49.08 58 70 69.92 64.50 93 36 36.14 53.00 24 44 44.03 47.43 59 61 61.13 64.92 94 44 44.03 50.39 25 70 69.94 59.74 60 16 16.55 53.00 95 40 40.00 40.00 26 78 77.86 66.69 61 75 74.77 68.58 96 3 62.88 48.64 27 75 74.92 71.42 62 68 68.08 67.67 97 19 19.51 41.46 28 77 76.95 65.72 63 61 60.74 51.58 98 7 7.50 40.19 29 68 67.73 59.33 64 44 44.14 48.00 99 60 59.70 41.36 30 65 64.73 51.67 65 70 69.98 61.56 100 12 12.89 36.50 31 62 61.92 50.54 66 65 67.99 64.68

32 68 67.93 51.13 67 69 68.91 58.75 33 44 44.01 49.70 68 41 41.72 60.33 34 44 44.04 51.99 69 67 66.65 62.33 35 44 44.04 53.93 70 67 67.00 61.78

Keterangan :

Amc rad = Air Mampu Curah Radiosonde

Amc id = Air Mampu Curah Metode Inverse Distance

(20)

Lampiran 2. Nilai AMC Tanggal 5 April 2000

No

amc

rad

amc

id amc k N o

amc

rad

amc

id amc k No

amc

r a d

amc

id amc k

1 44 43.93 38.92 36 44 44.00 44.00 71 29 29.91 40.72 2 44 43.92 39.33 37 44 44.00 44.00 72 40 39.60 29.92 3 44 43.91 39.17 38 44 44.03 45.17 73 44 43.95 40.67 4 44 43.99 42.58 39 54 53.79 46.75 74 44 44.00 44.17 5 44 44.00 44.00 40 56 55.85 47.58 75 44 44.01 44.08 6 44 44.00 44.00 41 51 50.98 47.58 76 56 55.85 41.42 7 44 44.01 44.33 42 44 43.82 37.25 77 47 46.97 42.33 8 44 44.01 46.17 43 43 42.96 39.42 78 19 19.02 20.42 9 44 43.68 38.92 44 46 45.50 38.33 79 16 16.35 19.50 10 6 6.00 8.91 45 27 27.08 38.58 80 21 20.79 19.00 11 40 39.76 38.92 46 44 43.95 38.33 81 21 21.03 26.83 12 44 43.98 42.83 47 44 43.96 40.33 82 44 43.97 43.08 13 37 37.74 43.50 48 44 43.99 42.58 83 44 44.00 43.92 14 44 43.96 40.67 49 44 44.00 44.00 84 43 42.98 44.50 15 44 43.99 40.67 50 44 44.02 45.17 85 36 36.10 46.08 16 44 43.95 41.25 51 42 42.00 37.67 86 44 43.97 46.08 17 44 43.96 41.25 52 38 38.00 38.17 87 50 49.39 42.50 18 44 44.00 44.00 53 44 43.87 38.00 88 17 17.14 26.08 19 44 44.00 44.00 54 44 44.00 42.08 89 19 18.93 18.42 20 44 43.55 38.75 55 44 44.00 44.00 90 9 9.15 21.92 21 37 36.87 38.92 56 44 44.01 44.83 91 49 49.04 47.92 22 44 43.97 38.08 57 44 44.01 45.67 92 20 20.26 31.75 23 44 43.97 40.50 58 44 44.03 47.25 93 44 44.97 51.92 24 44 44.00 44.00 59 44 44.01 45.67 94 47 47.23 51.00 25 44 44.00 44.00 60 39 39.00 39.50 95 44 44.03 49.25 26 44 44.00 44.00 61 34 36.06 39.25 96 51 50.88 42.42 27 44 44.00 44.33 62 37 36.99 40.42 97 58 57.47 45.25 28 44 44.05 45.17 63 29 29.10 30.33 98 30 30.30 43.83 29 48 47.98 48.17 64 37 37.01 40.33 99 44 44.00 44.08 30 44 43.96 38.33 65 39 38.98 36.08 100 52 51.95 45.67 31 32 32.00 37.50 66 44 44.04 44.83

32 46 46.00 40.50 67 44 44.02 44.83 33 28 28.63 39.50 68 54 53.84 44.08 34 27 27.44 27.75 69 44 44.00 44.67 35 44 43.97 41.25 70 44 44.00 40.50

Keterangan :

Amc rad = Air Mampu Curah Radiosonde

Amc id = Air Mampu Curah Metode Inverse Distance

(21)

Lampiran 3. Nilai AMC Tanggal 1 Agustus 2000

No amc

rad

amc

id amc k N o

amc

rad

amc

id amc k No

amc

r a d

amc

id amc k

1 60 58.85 39.71 36 44 43.23 41.51 71 9 9.02 38.23 2 45 44.45 40.83 37 44 43.91 42.56 72 41 40.92 40.94 3 42 42.01 41.83 38 50 49.96 45.84 73 44 43.63 32.88 4 44 43.88 39.02 39 44 44.18 45.77 74 34 34.19 42.70 5 39 39.15 40.89 40 32 32.14 37.43 75 48 47.24 40.59 6 39 39.04 39.92 41 32 32.49 37.76 76 44 43.32 41.45 7 44 43.95 41.51 42 50 49.95 46.15 77 10 15.07 41.15 8 35 35.47 41.14 43 50 49.99 46.18 78 44 44.00 40.38 9 34 34.18 41.85 44 44 43.62 40.69 79 44 43.93 38.03 10 37 37.02 41.37 45 46 45.80 45.90 80 45 44.89 41.03 11 39 38.80 36.95 46 44 43.99 43.29 81 42 42.03 44.95 12 33 33.62 41.97 47 44 44.01 45.28 82 44 43.79 41.95 13 37 36.58 34.85 48 44 44.00 44.00 83 44 43.95 36.63 14 47 46.71 42.54 49 50 49.61 46.34 84 44 43.87 41.92 15 45 44.70 41.77 50 44 44.22 46.15 85 39 38.84 40.13 16 30 31.51 41.81 51 44 44.11 45.44 86 44 43.85 41.11 17 39 39.25 41.95 52 44 43.96 42.66 87 9 13.39 39.55 18 64 63.73 45.28 53 44 44.15 44.98 88 44 43.36 37.85 19 44 43.99 43.28 54 44 44.00 38.80 89 43 43.06 44.21 20 44 43.93 38.34 55 44 43.12 34.93 90 35 35.38 45.21 21 42 41.86 38.06 56 44 44.00 42.53 91 44 43.91 36.52 22 44 43.90 41.56 57 44 43.85 41.75 92 44 43.73 38.86 23 44 43.74 42.01 58 44 44.00 43.87 93 44 44.00 42.98 24 44 44.00 44.30 59 46 45.89 38.39 94 44 43.96 33.57 25 47 47.01 48.45 60 26 26.74 42.23 95 34 33.84 40.68 26 48 47.58 38.50 61 44 43.56 40.06 96 44 43.96 43.21 27 48 47.61 40.10 62 44 43.32 39.79 97 44 43.86 36.12 28 44 43.94 41.90 63 44 42.47 38.40 98 44 43.76 37.72 29 31 31.26 41.50 64 23 22.64 35.46 99 14 26.21 39.37 30 44 43.83 42.34 65 15 16.48 34.88 100 51 50.43 44.07 31 42 42.41 43.81 66 36 36.13 38.98

32 55 54.64 46.20 67 46 46.70 45.38 33 44 43.86 42.68 68 53 50.73 45.42 34 44 42.40 43.52 69 40 40.00 41.01 35 44 43.77 42.46 70 44 43.97 41.31

Keterangan :

Amc rad = Air Mampu Curah Radiosonde

Amc id = Air Mampu Curah Metode Inverse Distance

(22)

Lampiran 4. Nilai AMC Tanggal 1 Desember 2000

No

amc

rad

amc

id amc k N o

amc

rad

amc

id amc k No

amc

r a d

amc

id amc k

1 55 54.95 51.72 36 44 44.05 46.79 71 48 47.96 46.84 2 61 60.91 53.36 37 52 51.75 50.47 72 49 48.97 47.89 3 44 44.00 43.97 38 68 67.40 57.12 73 60 59.89 53.77 4 44 43.98 43.17 39 44 44.00 48.93 74 10 10.19 26.67 5 39 39.02 40.64 40 59 58.92 52.53 75 44 44.09 52.68 6 44 44.20 46.14 41 44 44.75 47.20 76 63 62.80 60.35 7 44 44.02 44.15 42 44 44.13 44.54 77 64 62.77 59.15 8 44 44.00 44.00 43 44 44.03 45.09 78 47 47.43 48.23 9 44 43.96 43.50 44 44 44.01 44.75 79 84 82.47 67.39 10 44 44.01 44.85 45 44 45.21 49.28 80 42 42.02 43.15 11 44 43.97 43.09 46 43 43.49 46.57 81 57 56.04 55.60 12 42 42.00 41.51 47 63 62.08 55.58 82 72 69.49 64.68 13 51 51.00 51.17 48 38 38.46 46.04 83 58 58.42 63.65 14 54 54.00 53.02 49 44 44.08 44.24 84 44 76.90 71.47 15 51 50.92 48.66 50 42 42.36 46.09 85 44 43.98 43.16 16 44 44.02 44.07 51 43 43.03 44.47 86 36 41.10 43.19 17 55 54.97 53.27 52 44 44.01 44.19 87 41 46.52 44.18 18 44 44.12 45.56 53 64 63.33 54.07 88 42 42.20 45.84 19 58 57.95 53.26 54 44 44.04 43.26 89 69 68.68 65.18 20 50 50.00 48.08 55 44 43.50 39.78 90 63 63.23 65.25 21 52 51.75 45.54 56 8 10.20 29.30 91 65 65.02 65.91 22 60 59.96 56.80 57 55 54.36 44.99 92 70 69.75 68.34 23 54 54.08 55.51 58 49 48.91 48.02 93 66 66.00 66.14 24 38 40.68 32.99 59 44 44.03 44.21 94 44 43.97 43.77 25 54 53.82 45.67 60 44 44.07 41.90 95 33 33.30 37.08 26 32 32.10 35.10 61 34 35.08 44.56 96 37 37.00 36.25 27 43 43.50 45.93 62 44 44.08 44.14 97 35 35.10 35.42 28 53 53.13 55.77 63 44 43.63 42.09 98 48 48.01 49.34 29 64 69.70 59.41 64 44 44.17 45.75 99 51 51.07 56.62 30 57 57.00 53.54 65 44 44.05 45.64 100 65 64.78 61.88 31 57 56.05 46.41 66 28 28.59 40.68

32 47 47.18 47.55 67 63 62.48 54.28 33 49 48.94 47.80 68 65 62.45 53.68 34 56 55.83 54.52 69 44 44.01 42.59 35 44 44.67 48.54 70 64 61.99 54.60

Keterangan :

Amc rad = Air Mampu Curah Radiosonde

Amc id = Air Mampu Curah Metode Inverse Distance

(23)
(24)
(25)

Lampiran 7. Model AMC TOVS Hasil Interpolasi Inverse Distance dan AMC Radiosonde

Bulan Model R2

Februari y = 10.582x2 - 690.89x + 11270

1 April y = 0.003x6 - 0.6521x5 + 58.995x4 - 2830x3 + 75897x2 - 1E+06x + 6E+06

0.5063 Agustus y = 1E-05x6 - 0.0021x5 + 0.1619x4 - 6.4383x3 + 139.63x2 - 1563.8x + 7090.3

0.2357 Desember y = 0.007x4 - 1.0706x3 + 60.548x2 - 1483.2x + 13194

Gambar

Gambar 3. Titik Stasiun Curah Hujan
Gambar 5. Hasil Interpolasi dengan Metode Kriging untuk Data TOVS Tanggal 1 Agustus 2000
Tabel 3. Hasil Penyesuaian Model Inverse

Referensi

Dokumen terkait