• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Laparotomi dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah Reproduksi untuk Koleksi Oosit dalam Upaya Produksi Embrio In Vitro pada Kucing Lokal (Felis domestica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Laparotomi dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah Reproduksi untuk Koleksi Oosit dalam Upaya Produksi Embrio In Vitro pada Kucing Lokal (Felis domestica)"

Copied!
284
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)

I .

METODE LAPARdTOMl

DAN GAMBARAN PERSEMBUHAN

PASCA

BEDAH

REPRODUKSI UNTUK KOLEKSl OOSlT

DALAM

UPAYA PRODUKSI EMBRIO IN

VllRO

PADA

KUCING

LOKAL

(Felis domestica)

Oleh

:

GUNANTI

SVT

965684

FAKULTASPASCASARJANA

IMSTITUT PERTANllAN BOGQR

(149)

GUNANTI. Metode Laparotomi dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah Reproduksi untuk Koleksi Oosit dalam Upaya Produksi Ernbrio In l'itro pada Kucing Lokal (Fells domesficn). (Dibawah bimbingan Mozes R. Toelihere sebagai Ketua, Masduki Partadireja (alm), Sunarja Prawiradisastra, Arief Boediono dan I Wayan Teguh Wibawarl sebagai Anggota).

Kucing lokal ( f i l i s domesticn) merupakan salah satu jenis hewan kesayangan yang sering digemari dan dipelihara orang. Jenis kucing ras tertentu seperti ras Persian, Anggora, Chincila dan Abyssinian mempunyai nilai ekonomis tersendiri. Populasi kucing Iokal sangat banyak dan mudah didapat khususnya di Indonesia, daya adaptasinya cukup baik dan memiliki kemampuan reproduksi yang cukup tinggi (multipara). Hewan ini tergolong ke dalam Ordo Carnivora dan Famili Fellidae seperti harimau. Bentuk fisik, fisiologi dan biologi reproduksinya mempunyai banyak kesamaan sehingga dapat. dipakai sebagai hewan model dalam upaya penelitian sebagai salah satu upaya ke arah konservasi satwa langka. Harimau, khususnya hariniau Sumatera merupakan satwa langka yang dilindungi pemerintah. Ui Indonesia ada tiga Sub Spesies harimau (Panthera tigris) yaitu Panthem tzgris Ncrlicn di Bali, I'cnzthern figris So~zclnica di Jawa dan Panthera figris Sumnfera di sumatera. Harimau di Bali dan Jawa sekarang sudah tidak dapat diketemukan lagi (punah), hamya di Sumatera yang masih dapat hidup (PHPA 1994).

Koleksi oosii melalui bedah pada hewan hidup dapat dilakukan beberapa kali, sehingga dari satu hewan, dapat dihasilkan cukup banyak oosit. Penerapan teknologi bedah reproduksi dalam upaya pemanfaatan oosit seperti ini dapat diterapkan baik pada ternak atau hewan langka yang dilindungi. Untuk mengetahui sejauh mana terjadi persembuhan pasca bedah sehingga produksi oosit melalui bedah dapat dilakukan kembali, maka diperlukan evaluasi terhadap pemeriksaan klinis, gambaran darah termasuk dalam ha1 ini adalah konsentrasi glukosa dan gambaran histopatologi persembuhan luka pasca bedah.

Koleksi oosit dengan beberapa metode bedah (laparotomi medianus dan paramedianus) telah dilakukan dalam penelitian ini serta pemakaian serum dalam media kultur (bktcrl Bovine Sel-urn dan C a f serzrnz) untuk maturasi, fe~tilisasi dan kultur embrio in v i h o dalam rangka produksi embrio.

Sulitnya mendapatkan bahan-bahan biologis seperti F~ILIZ Rolfilw Senmi

(FBS) merupakan kendala dalam melakukan penelitian di bidang bioteknologi reproduksi khususnya pada fertilisasi in vifro (FIV). Penggunaan serum asal kucing

(C.'ut Semm/CS) yang diproduksi sendiri merupakan alternatif teknologi untuk menghindari ketergantungan akan bahan kimia asal pabrik.

Untuk mendapatkan oosit kucing dalam jumlah banyak dengan kualitas baik digunakan metode induksi hormonal yaitu dengan menyuntikkan kombinasi hormon FSH + hCG dan eCG + hCG.

(150)

pasca bedah reproduksi pada koleksi oosit melalui pemeriksaan klinis, gambaran

darah dan konsentrasi ylukosa darah dan gambaran histopatologi.

( 3 )

mengetahui

metode induksi hormonal pada kucing,

(4)

mengetahui pengaruh induksi mekanik

terhadap tingkat folikel ovulasi dan (5) mengetahui tingkat keberhasilan kematangan

inti oosit, fertilisasi dan perkembangan embrio secara

in vitro

di dalam medium

dengan suplementasi

FBS

atau

CS.

Penelitian dilakukan di Laboratotium Bedah Bagian Klinik Veteriner,

Laboratorium Embriologi Bagian Anatomi dan Laboratorium Patologi Bagbn

Parasitologi dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan lnstitut Pertanian Bogor

selama

20

bulan dari bulan April

1999

sampai Februari 2001.

Percobaan ini menggunakan kucing lokal dewasa umur (dua sampai tiga)

tahun, dengan berat badan

2

sampai 3,5 kg. Sebelum penelitian, hewan diadaptasikan

selama sebulan terhadap perlakuan penelitian dan memperoleh pakan segar berupa

campuran nasi, hati sapi dan ikan tongkol. Hewan dikandangkan secara individu di

dalam kandang yang berukuran 45 x 60 cm serta memperoleh minum

nu'

libitum

dan

pengobatan profilaktik terhadap parasit cacing. Untuk mengetahui kucing betina tidak

bunting maka dilakukan pemeriksaan palpasi dan Ultra Sono Grafi

(USG).

Untuk mengetahui proses persembuhan pasca bedah laparotomi paramedianus

dibandingkan dengan medianus digunakan

36

ekor kucing betina lokal yang

dikelompokkan menjadi empat kelompak perlakuan masing-masing sembilan ekor

yaitu,

(1)

laparotomi medianus dengan ovariektomi, (2) laparotomi medianus tanpa

ovariektomi,

(3)

laparamedianus dengan ovariektomi dan (4) laparamedianus tanpa

ovariektomi. Parameter yang diamati meliputi a) pemcriksaan klinis; a) gambaran

darah; c) glukosa darah dan d) gambaran histopatologi persembuhan jahitan kulit.

Untuk mengetahui ovulasi akibat perlakuan induksi mekanik menggunakan

metode

vagztzaI smear

pada kucing yang mendapat perlakuan dengan atau tanpa

induksi hormonal akibat perlakuan kombinasi hormon digunakan 24 ekor h c i n g

yang dikelompokkan menjadi enam kelompok perlakuan masing-masing empat ekor

sebagai berikut

: (1)

induksi hormonal dengan

FSH

+

hCG dengan induksi mekanik,

( 2 )

induksi hormonal dengan

FSH

+

hCG tanpa induksi mekanik,

(3)

induksi

hormonal dengan eCG +

hCG dengan induksi mekanik, (4) induksi hormonal dengan

eCG

+ hCG tanpa induksi mekanik, (5) tanpa induksi hormonal dengan induksi

mekanik, dan

( 6 )

tanpa induksi hormonal dan tanpa induksi mekanik. Parameter

yang diamati untuk mengetahui pengaruh pengarh induksi mekanik adalah folikel

ovulasi dan corpus luteum.

Untuk mengetahui pengaruh induksi hormonal terhadap kualitas oosit,

kematangan 'oosit, fertilisasi dan perkembangan embrio in

v i m ,

digunakan

24

ekor

kucing yang dikelompokkan ke dalam tiga kelompok perlakuan masing-masing

terdiri atas delapan ekor sebagai berikut

:

(1) induksi hormonal dengan

FSH

+

hCG;

(151)

Spermatozoa yang digunakan untuk fertilisasi berasal dari kircing ,jantan lokal urnur dua ttthun dcngan bcrat badan 3 kg. Sper~~latozoa diperoleli dari testes hasil kastrasi dengan metode tertutup.

Untuk mengetahui pertumbuhan oosit dan perkembangan embrio kucing secara in vitro di dalam Tissue Culture Medium (TCM) 199 dan C R l a a yang disuplementasi dengan Fetal Bovine Serum(FBS) dibandingkan dengan C a t Serum (CS) digunakan oosit dari masing-masing kelompok perlakuan ovulasi. Parameter yang diamati untuk mengetahui kualitas setiap tahap kematangan inti oosit adalah a) Germinal Vesicle (GV), b) Ger~ninaf Veszcb Break D o w n (GVBD); c) Metafase-I (M-I) dan d) Metafase-I1 (M-11). Sedangkan parameter yang diamati untuk menentukan keberhasilan fertilisasi adalah dengan adanya dua pronukleus atau lebih. Adapun parameter yang diamati untuk mengetahui tingkat keberhasilan perkembangan embrio secara i j r vitro adalah dengan mengetahui jurnlah perkembangan sel dan terbentuknya morulafblastosis.

Hasil pemeriksaan klinis yang meliputi keadaan luka jahitan, frekuensi nafas, frekuensi nadi dan suhu tubuh pra dan pasca laparotomi medianus dengan atau tanpa ovariektomi dan paramedianus dengan atau tanpa ovariektomi secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), variasi terjadi pada hari ke-dua dan ke-empat pasca laparotomi walaupun masih berada pada arnbang fisiologis. Gambaran klinis tersebut kembali ke kondisi awal pada hari ke-delapan pasca laparotomi medianus dengan atau tanpa ovariektomi dan paramedianus dengan atau tanpa ovariektomi. Gambaran darah yang meliputi jumlah eritrosit total, nilai hematokrit, konsentrasi hemoglobin, indeks eritrosit, jumlah leokosit total, diferensiasi leukosit dan konsentrasi glukosa darah pra dan pasca laparotomi medianus dengan atau tanpa ovariektomi dan paramedianus dengan atau tanpa ovariektomi secara umum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0.05), variasi t e j a d i pada hari ke-dua dan ke-empat pasca laparotomi walaupun masih dalam ambang fisiologis. Gambaran darah tersebut kembali ke kondisi awal pada hari ke- 14. Dilihat dari gambaran histopatologi persembuhan luka baik pada laparotomi medianus atau paramedianus tidak berbeda, variasi terjadi pada jumlah buIuh darah, akumulasi sel radang, neokapiler dan jaringan yang mengalami nekrosa lebih banyak ditemukan pada laparotomi paramedianus dibandingkan medianus dengan hasil yang berbeda nyata (P(0.05). Secara umum persembuhan luka pasca bedah jika dilihat dari gambaran histopatologi kembali ke kondisi awal pada hari ke-14 baik pada laparotomi medianus atau paramedianus.

Folikel ovuiasi dapat diperoleh hanya dengan induksi mekanik pada folikel yang sudah matang (hasil induksi hormonal) baik pada induksi hormonal dengan kombinasi hormon FSH + hCG atau eCG + hCG dengan hasil yang berbeda nyata (P<O.05).

Folikel yang berdiameter lebih dari 5 mm, oosit kualitas A dan B lebih banyak diperoleh dari ovarium kucing yang diinduksi secara hormonal dengan kombinasi FSH

+

hCG dibandingkan dengan kombinasi eCG dan hCG.
(152)
(153)

LAPAROTOMY METHODS AND RECOVERY CONDITION OF POST

REPRODUCTIVE OPERATION FOR

oocyte

COLLECTION

IN

IN

VITRO EMBRYO

PRODUCTION

OF

DOMESTIC CAT

(Felis

dontesticu)

Gunanti

1o:iilcr the superrision of Prof Dr. Mozcs R 'l'oelihere. as chaimian of the advisory committc, I'n~t' Ih. drh. EI.

M a u l u h i Pafldireja (ahn), Ih. &h. 11. Sun+ Pra\virn&sasira MVSc, Dr. drh. Aricf I3ocdio11o, Ih. drli. I Wayan Teguli Wih;l\\,im MS as co-i~dvia~rs)

Thirty six female domestic cats two to three years of age weighing 2 to

3,5

kg were

grouped and treated as follows: (I) median laparotomy with ovariectomy (Mo), (2)

median laparotomy without ovariectomy

(M),

(3)

paraniedian laparotomy with

ovariectomy (Po),

(4)

mcdian laparotomy without ovariectomy (P), consisted of

9

animals each. Parameters used to evaluate the recovery process of post operation

.

were clinical examination (injury repair, respiratory frequency, pulse rate and body

temperature), blood examination (number of total erythrocytes, hematocryte,

hemoglobin concentration, number of total leukocytes, neutrophils, lymphocytes and

hystopathological examination.

Observations were conducted before and after

operation

on day 2, 4, 6, 8, 14 and 21. The effect of hormonal treadment treatments

were examined in 24 female domestic cats, two to three years of age weighing 2 to

3.5

kg. They were grouped and treated as follows: (1) injection of Follicle

Stimulating Hormone (FSH) followed by Chorionic Gonadotrophine (hCG),

( 2 )

injection of equine Chorionic Gonadotrophine (eCG) followed by hCG and

(3)

control. Each group consisted of

8

animals.

Parameters used to study the

influence of the hormonal treatments were follicle development and oocyte quality.

Maturation, fertilization and development rates were observed after

in

vitro

incubation in the media supplemented with different sera

(Fetal

Bovirze

Scntm/FBS

and

Cht

Serunt'CS).

Twenty four female cats, two to three years of age weighing

2

to 3.5 were.grouped and treated as follows: (1) injection of

FSH

and

hCG

with

mechanical induction,

(2)

injection of FSH and hCG without mechanical induction,

(154)

blood pictures returned to initial condition on day 8 and hystopathological condition

returned to normal on day 1.1 post operative. The number of developed follicles and

oocytes with

A

and B quality were higher (P<0,05) in group treated with

FSH

followed by hCG compared with group treated with eCG followed by hCG or without

hormonal treatment. The maturation rate of cat oocyte cultured in medium

supplemented with

CS

was higher (P4.05) than in medium supplemented with

FBS.

(155)

METODE LAPAROTOMI DAN GAMBARAN PERSEMBUHAN

PASCA BEDAH REPRODUKSI UNTUK KOLEKSI OOSlT

DALAM UPAYA PRODUKSI EMBRIO

IN

VlTRO

PADA KUCING LOKAL

(Felis domesfica)

Oleh

:

GUNANTI

SVT 965084

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Pascasarjana, lnstitut Pertanian Bogor

FAKULTAS PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(156)

-

Judul Disertasi Metode la pa rot om^ clan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah Reproduksi Untuk Koleksi Oosit dalam Upaya Produksi Embrio In Yitro pada Kucing Lokal (Felis Domestics)

Nomor Pokok : SVT965084

Menyetujui

1. Komisi Penasehat

f l

Prof. Dr. drh. Mozes R Toelihere MSe. Ketua

D *

Anggota Anggota

Anggota

2 . Ketua Program Studi Sains Veteriner

wd-

%

(157)

Penulis dilahirkan pada tanggal 2 Januari 1962 di Banyuwangi, putri keenam

dari tujuh bersaudara dari Bapak Hardjowijono (alm) dan Ibu Rodinah (alm)

Pcndidikan Dasar di sekolah Dasar Sumberayu 11 di Banyuwangi. Sekolah

Menengah Pertama PlRI 11 di Yogyakarta dan pada tahun 1980 lulus dari Sekolah

hqenengah Atas Negeri Vl di Yogyakarta. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan

studi ke Fakultas Kedokteran Ilewan Institut I'crtanian Bogor dan lulus sebagai

Dokter Hewan pada tahun 1987

Pada tahun 1987 penulis diangkat sebagai staf pengajar di Fakultas

Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dan melanjutkan ke Sekolah

Pascasarjana I P S pada program studi Sains Veteriner (SVT) dan lulus dengan gelar

Magister Sains (MS) pada tahun 1992.

Pada tahun 1996 penulis melanjutkan ke pro&?-am studi Doktor (53) pada

Program Pascasarjana I P S dan lulus pada bulan Juni 2001.

Penulis menikah dengan l r Soeyono Karwondo pada tanggal 14 Juli 1983 dan

dikaruniai tiga orang putri yaitu Annisaa, Fitria dan Aini dan seorang putra yaitu Ali

(158)

K A T A PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan k e hadirat Allah SWT, karena hanya

dengan pertolongan-Nya penulis mampu menyelesaikan disertasi ini.

Terima kasih yang tulus dan ikhlas serta penghargaan yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan kepada yang terhormat Bapak Prof Dr. Mozes R Toelihere selaku

ketua Komisi Pembimbing, Bapak Prof. Dr. drh.. H. Masduki Partadireja (alm),

Bapak Dr. H. Sunarja Prawiradisastra MVSc, Bapak Dr. I Wayan Teguh Wibawan

dan Bapak Dr. Arief Boediono, masing-masing selaku anggota Komosi Pembimbing,

Bapak Prof Dr. H. Juhara Sukra yang telah membimbing, menasehati, memberikan

dorongan semangat dan kemudahan-kemudahan lain yang telah diberikan dengan

penuh keikhlasan dan tanggung jawab

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya juga disampaikan

kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yaitu Beasiswa Program Pendidikan

Pascasarjana (BPPS) dan Proyek Hibah Team (URGE) periode tahun 1999-2001,

Kepada Bapak Ketua Bagian Klinik Veteriner, Bapak Ketua Bagian Anatomi, Bapak

Ketua Bagian Parapat dan semua staf FKH IPB yang teiah memberikan fasilitasnya.

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya juga disampaikan kepada

ayahanda dan ibunda tercinta Bapak Hardjowijono (alm) dan lbu Rodinah (alrn),

Bapak Karwondo dan Ibu Dalinah (alm) dan saudara kandung dan ipar semua.

Akhirnya ucapan terimakasih dan penghargaan yang sangat dalam saya

sampaikan kepada suamiku tersayang Soeyono Kanvondo dan putra-putriku tercinta

(159)

mendampingi, mendoakan, memberi semangat dan dorongan hingga disertasi ini

dapat diselesaikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, oleh karena itu penulis akan berterimakasih kepada pembaca untuk

memberikan saran-saran demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah

ini bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Bogor, Mei 200 1

Penulis

(160)

DAFTAR IS I

RINGKASAN ...

ABSTRACT ... ...

RTWAYAT AIDUP

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR IS1 ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR LAMPlRAN ...

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...

. .

Tujuan Penel~ttan ...

. .

Manfaat P e n e l ~ t ~ a n ...

Hipotesis ...

Pendekatan Masalah ...

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing ...

... Kondisi Kesehatan ... ...

Metode Laparotomi dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah

Reproduksi ...

Metode Bedah Reproduksi ...

Keberhasilan Pembedahan ...

. .

...

Pemeriksaan Klrms

... Suhu Yilbuh

... Respirnsi @erncrpnscrn)

...

Sisfem Karu'ovaskuler

Darah ...

I

v

vi i ...

V l l l X

...

XI11

xiv

(161)

Gambaran Histopatologi ... 22

...

Produksi Embrio Secara ZPI Yitro 25

Anatomi dan Fisiologi Reproduksi ... 25 Induksi Hormonal ... 3 0

Koleksi Ovarium ... 31

Koleksi dan Maturasi Oosit ... 32

Koleksi dan Kapasitasi Spermatozoa ... 37

. . .

...

Fertil~sasi I n Vitro 49

M A T E R l DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ...

. .

Materi Penelit~an ...

. .

... Metode Penel~tlan

1 . Metode Laparoto~ni dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah

Reproduksi ...

Perlakuan Percobaan ...

Rancangan Percobaan ...

...

Evaluasi

. .

Analls~s Data ...

I1 . Produksi Embrio Secara Zir Vifro

...

Perlakuan Percobaan ...

...

Rancangan Percobaan

... EvaIuasi

.

.

Anal~sls Data ...

HASlL DAN PEMBAHASAN

I . Metode Laparotomi dan Gambaran Persembuhan Pasca Bedah

Reproduksi ... 60

(162)

Frekuensi Pernat'asan ...

Frekuensi Nadi ... ... Suhu Tubuh

Pemeriksaan Darah ...

Konsentrasi Glukosa Darah ...

Pengamatan Histopatologi ...

.

11 Produksi Embrio Secara In Vitro ...

Induksi Mekanik ...

Induksi Hormonal dan Koleksi Oosit ...

Maturasi Oosit 111 Vitro ...

. . .

Fertllisasi In Vitro ...

Kultur Embrio In Vjtt-0 ...

KESLMF'ULAN DAN SARAN

...

Kesirnpulan 99

Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 1 0 1

(163)
[image:163.522.45.459.80.560.2]

DAFTAR G A M B A R

Gambar Halaman

I . Gambaran luka jahitan kulit pada hari ke-dua pasca bedah ... 59 2 Gambaran luka jahitan kulit pada hari ke-empat pasca bedah ... 59 3 . Rataan fiekuensi nafas pra dan pasca laparotomi pada

kucing betina lokal ... 6 0

4

.

Rataan frekuensi nadi pra dan pasca laparotomi pada kucing betina lokal ... 62 5

.

Rataan suhu tubuh pra dan pasca laparotomi pada kucing betina

lokal ... 64 6 . Rataan jumlah eritrosit pra dan pasca laparotomi pada

kucing betina lokal ... 66 7 . Rataan nilai hematokrit pra dan pasca laparotomi pada

...

kucing betina lokal 68

8 . Rataan konsentrasi hemoglobin pra dan pasca laparo-tomi Pada kucing betina lokal ... 69 9 . Rataan jumlah leukosit pra dan pasca laparotomi pada

kucing betina lokal ... 72 10 . Rataan jumlah neutrofil pra dan pasca laparotomi pada

...

kucing betina lokal 74

11 . Rataan jumlah limfosit pra dan pasca Iaparotomi pada kucing betina lokal ... 77 12

.

Rataan konsentrasi glukosa darah pra dan pasca laparotomi pada

kucing betina lokal ... 84

13 . Gambaran histopatologi potongan kulit pada hari ke-dua pasca bedah ... 86

14 . Gambaran histopatologi potongan kulit pada hari ke-empat .. ...

pasca bedah .'. 8 7

15

.

Gambaran histopatologi potongan kulit pada hari ke-14 pasca ...

bedah 87

16

.

Oosit hasil koleksi dari ovarium kucing ... 92 ...

.

17 Oosit hasil maturasi dari ovarium kucing 94

...

.

18 Perkernbangan embrio kucing pada kultur in vifro 97

(164)

I

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel

6 . Hasil pengamatan nilai median histopatologi potongan kulit pasca laparotomi medianus dan paramedianus ... 89

7. Pengaruh induksi mekanik terhadap tingkat ovulasi pada kucing lokal ... 90

[image:164.522.44.464.70.572.2]

8. Pengaruh induksi hormonal terhadap jumlah folikel per ovarium ...

dan kualitas oosit pada kucing lokal 91

9. Tingkat kematangan oosit in vitro pada berbagai waktu inkubasi dalam medium T C M 199 dengan suplementasi 10% FBS atau 10%

10 Tingkat fertilisasi oosit in ~ d t r o setelah 18 jam fertilisasi di dalam medium C R l aa dengan suplementasi 10% FBS atau 10% CS ... 9 6 11. Tingkat perkembangan embrio in vitro dalam medium CRIaa

dengan suplementasi 5% FBS atau 5% CS ... 96

(165)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran

[image:165.517.48.454.72.572.2]

Skema klasifikasi ordo karnivora ... 109 Mekanisme sekresi angiotensin, katekolamin, anti diuretic

...

hormon dan aldosteron 1 10

Skerna proses diferensiasi hernatopoietik dan produksi seI-se1 darah ... 11 1

Mekanisme sistemik stress dan peradangan terhadap peningkatan jumlah neutrofil ... 1 12 Mekanisme sekresi cortisol, hormon perturnbuhan dan epineprin terhadap produksi glukosa ... 1 13

...

Periode siklus berahi pada kucing ...

.

.

114

Tabel 1 . Rataan Frekuensi nafas, frekuensi nadi dan suhu tubuh

...

pra dan pasca laparotomi pada kucing betina lokal 1 15

Tabel 2. Rataan jumlah eritrosit total, nilai hematokrit dan konsentrasi hemoglobin pra dan pasca Iaparotomi pada kucing betina lokal ... 1 16 Tabel 3. Rataan nilai MCV,MCHC dan MCH pra dan pasca laparotomi pada kucing betina lokal ... 1 17

Tabel 4. Rataan jumlah leukosit total dan nilai absolut diferensiasi leukosit pra dan pasca laparotomi pada kucing betina lokal ... 1 18

(166)

PENDAHULUAN

t a t a r Belakang

Kucing lokal ( I + t l / . s Jomr.slica) rnerupakan salah satu jenis hewan

kesayangan yang digemari dan dipelihara orang. Beberapa jenis kucing ras

tertentu mempunyai nilai ekonomis tersendiri (Persian, Anggora, Chinchila dan

Abyssinian). Populasi kucing lokal sangat banyak dan mudah didapat, khususnya

di Indonesia, daya adaptasinya cukup baik dan memiliki kemampuan reproduksi

yang cukup tinggi (multipara). Setiap kali beranak dapat rnenghasilkan dua

sampai delapan ekor dan selama satu tahun dapat beranak dua sampai tiga kali.

Berbeda dengan kucing ras yang mempunyai daya adaptasi dan kemampuan

reproduksi rendah. Hewan ini tergolong ke dalam Ordo Carnivora dan Famili

Fellidae seperti harimau, dan mempunyai banyak kesamaannya dengan harimau

baik fisiknya maupun biologi reproduksinya sehingga dapat dipakai sebagai

hewan model dalam upaya penelitian sebagai salah satu upaya konservasi sahva

Ian*.

Harimau, khususnya harimau Sumatera merupakan satwa Iangka yang

dilindungi oleh pemerintah sehingga kelestarian satwa ini hams dijaga. Data dari

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)

Departemen Kehutanan (1994) menunjukkan bahwa populasi harirnau Sumatera

pada tahun 1970 mencapai 1000 ekor sedangkan pada tahun 1987 menurun

hingga tinggal 660 ekor. Untuk mendukung program yang telah dicanangkan oleh

pemerintah dalam konservasi satwa langka yang dilindungi, maka perlu dilakukan

(167)

salah satu alternatif hewan model, mengingat populasinya sangat banyak, mudah

di dapat dan mudah pemeliharaannya.

Sejalan dengan perkembangan bioteknologi reproduksi, telah banyak

usaha yang dilakukan untuk mengoptimalisasi bidang reproduksi hewan, baik

untuk tujuan komersial maupun pelestarian satwa langka.

Di negara maju seperti Arnerika Serikat dan Jepang, penelitian mengenai

produksi embrio pada kucing dan harimau sudah mulai dikembangkan, akan tetapi

di Indonesia yang mempunyai popuIasi kucing sangat banyak kurang mendapat

perhatian. Oleh karena itu salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk

memanfaatkan kucing lokal sebagai hewan model untuk pengembangan teknologi

di bidang biologi reproduksi baik dalam upaya penyediaan kucing ras maupun

pelestarian (konservasi) satwa langka Famili Fellidae.

Usaha konservasi melalui bantuan perkembangan biteknologi reproduksi

seperti maturasi, fertilisasi. perkembangan embrio, transfer embrio (TE) dan

criopreservasi berkembang cepat selama 10 tahun terakhir pada kucing lokal

sebagai model penelitian untuk Famili Fellidae lainnya (Farstad 2000).

Produksi embrio in vitro pada umumnya diawali dengan koleksi sel telur

(oosit) dari ovarium pada hewan hidup atau hewan yang baru saja mati, kemudian

dilakukan maturasi oosit dan fertilisasi in vitro yang dilanjutkan dengan kultur embrio in vitro yang dapat ditransfer langsung ke hewan resipien atau dibekukan

untuk disimpan lama sampai dapat ditransfer kepada hewan resipien dikemudian

hari. Pada hewan seperti kucing dan sejenisnya, koleksi oosit dapat dilakukan

melalui pembedahan laparotomi yang memberi akses ke ovarium di dalam rongga

(168)

laparoskopi dan dengan jarum khusus melalui aspirasi oosit dari folikel ovarium

tanpa melalui pembedahan (laparotomi).

Koleksi sel telur (oosit) melalui bedah laparotomi pada hewan hidup dapat

dilakukan beberapa kali sehingga dari satu hewan dapat dikoleksi cukup banyak

oosit. Penerapan teknologi bedah reproduksi dalam upaya pemanfaatan sel garnet

seperti ini dapat diterapkan baik pada hewan ternak ?tau hewan langka yang

dilindungi. Untuk mengetahui proses persembuhan luka pasca bedah reproduksi

dari bedah satu ke berikutnya dalam upaya koleksi oosit, diperlukan evaluasi

pemeriksaan klinis, pemeriksaan darah, konsentrasi glukosa darah dan

histopatologi persembuhan luka pasca bedah.

Dalam proses pematangan dan fertilisasi oosit in vitro maupun dalam kultur embrio in v i m diperlukan berbagai macarn media yang ditambahkan bahan-bahan biologis berupa serum untuk optimalisasi perkembangan embrio.

Sulitnya untuk mendapatkan bahan-bahan biologis seperti Feral Bovine Serum (FBS) yang diperlukan untuk produksi embrio in vitro dan banyak dijual secara komersial merupakan kendala dalam melakukan penelitian bidang

bioteknologi reproduksi, telah mendorong peneliti untuk mendapatkan serum asal

kucing ( Cat Serum ) yang diproduksi sendiri sebagai aIternatif.

Dalam penelitian ini koleksi oosit dilakukan dengan rnetode:

a) laparotomi medianus dan b) laparotomi paramedianus. Setelah oosit dikultur,

selanjutnya produksi embrio secara in vitro dilakukan melalui serangkaian proses maturasi, fertilisasi dan kultur in vitro. Serum yang digunakan pada proses produksi embrio in vitro adalah: a) Fetal Bovine S e m (FBS) dan b) Cat S e m

(169)

dengan penerapan teknologi superovulasi menggunakan beberapa kombinasi

hormon.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh infonnasi mengenai:

1 Metode laparotomi yang mudah dilakukan dengan sedikit efek samping

selama persernbuhan luka pasca bedah dalam upaya koleksi oosit pada

kucing;

2. Proses persembuhan luka pasca bedah reproduksi untuk koleksi oosit melalui ,

evaluasi pemeriksaan klinis, darah, konsentrasi glukosa darah dan

histopatologi selama proses persembuhan luka pasca bedah;

3. Metode superowlasi pada kucing;

4. Pengaruh induksi mekanik terhadap tingkat folikel ovulasi; dan

5 . Tingkat keberhasilan pematangan, fertilisasi dan perkembangan embrio pada

medium yang ditambahkan Fetal Bovine Serum (FBS) atau Cat Serum (CS).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk :

1. Memperoleh oosit melalui metode laparotomi yang mudah dan aman

2. Mengetahui lama persembuhan luka pasca bedah reproduksi

3 . Memanfaatkan kucing lokal yang populasinya banyak sebagai hewan model

untuk produksi embrio kucing ras atau satwa langka Farnili Fellidae yang

dilindungi

4. Produksi embrio kucing melalui tahapan induksi hormonal, maturasi,

fertilisasi dan kultur embrio in vitro.

(170)

5. Memberikan informasi penting dari hasil penelitian ini untuk ilmu

pengetahuan dan penelitian lebih lanjut.

Hipotesis

1. Laparotomi paramedianus lebih baik dibandingkan dengan laparotomi

medianus pada proses persembuhan luka pasca bedah untuk koleksi oosit.

2. Pemberian kombinasi FSH

+

hCG Iebih baik dari pada kombinasi eCG +

hCG dalam perolehan oosit pada kucing.

3. Penggunaan kultur medium dengan suplementasi serum kucing (Cat Senrrn)

lebih baik dibandingkan dengan Fetal Bovine Serum VBS) pada proses

pertumbuhan oosit dan perkembangan embrio secara in vitro pada kucing

Pendekatan Masalah

Secara umum sebelum dibedah, hewan harus dalam keadaan sehat.

Kondisi hewan pra bedah sangat menentukan keberhasilan pembedahan,

persembuhan luka pasca bedah dan secara tidak langsung mempengaruhi h a l i t a s

oosit yang diperoleh sebagai tujuan dari pembedahan ini. Beberapa ha1 yang perlu

diperhatikan dalam kondisi hewan pra bedah adalah gejaIa klinis yang meliputi:

suhu tubuh, kerja paru-paru, jantung, ginjal dan gambaran radiologi organ penting

di dalam tubuh harus dalam keadaan baik (Plessis 1976). Bright (1986)

menambahkan bahwa untuk pembedahan ringan minimal gambaran darah

(eritrosit, leukosit, hematokrit, hemoglobin dan diferensiasi leukosit) harus dalam

keadaan normal. Penyimpangan gambaran darah ini dapat disebabkan karena

banyak darah yang keluar atau tejadi infeksi kuman baik yang bersifat akut

(171)

dollgat1 baik disampiny pemeriksaan klinis dan pemeriksaan darah, gambaran

histopatotogi luka pasca bedah harus diperhatikan, sehingga periode koleksi oosit

untuk tahap berikutnya dapat dilakukan.

Persembuhan luka pasca bedah adalah proses penggantian jaringan mati

oleh jaringan yang sehat. Michael dalam Robert dan Paul (1992) mengatakan

bahwa ada tiga fase yang terjadi di dalam proses persembuhan luka, yaitu fase

peradangan, fase proliferasi dan fase persembuhan. Jones (1996) menambahkan

bahwa fase ketiga disertai dengan perampingan jaringan.

Fertilisasi i r ~ vifro (FIV) rnerupakan alternatif produksi embrio yang murah. Keberhasilan FIV pada hewan kesayangan (kucing sebagai hewan model)

tergantung pada kualitas oosit dan spermatozoa, maturasi oosit yang sempurna

dan ketepatan waktu fertilisasi. Salah satu %or lain yang sangat menentukan

adalah medium kultur yang digunakan (William et al. 1994)

Sebagai sumber protein, hormon dan faktor petumbuhan lainnya, serum di

dalam media kultur sering digunakan sebagai suplemen. Banyak peneliti yang

menggunakan serum baik yang berasal dari fetus atau induk (Dresser ef al. 1988;

Johnston et al. 1991; William el al. 1994; Boediono et al. 1994 ). Serum ini

dijual dengan harga komersial dengan harga yang cukup mahal. Oleh karena itu

pemakaian serum yang diproduksi sendiri (Cat Serum) merupakan salah satu

(172)

TlNJAUAN PUSTAKA

7

Klasifikasi Kucing

Kucing termasuk hewan pemakan daging (Carnivora). Ordo Carnivora ini

dibagi atas dua Sub Ordo yaitu Sub Ordo Feloidea (Aeloroidea) dan Conoidea

I

(Arctoidea). Sub Ordo Feloidea terbagi atas lima Famili yaitu Famili conidae,

ursidae, procydae, ailuridae dan mustelidae. Sub Ordo Canoidea terbagi atas tiga

Famili yaitu Famili virridae, hyaeridae dan felidae. Kucing piaraan (lokal)

termasuk Famili Felidae dan Sub Famili felinae. Klasifikasi Ordo Carnivora

dapat dilihat pada Lampiran

I

(Fowler 1993).

Angela (1977) membagi Carnivora ini menjadi dua Genus/Sub Famili

yaitu Sub Famili panthera termasuk disini adalah

lion, leopard

dan

panther;

acrinonyc seperti

cheetah

dan

felis

yang digolongkan menjadi jenis besar seperti

puma,

lyn

dan jenis kecil seperti

Felis Mica, Felis catus

dan

Felis domestica

Ordo Carnivora yang terdapat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia

terbagi menjadi lima Famili, yaitu Famili canidae, ursidae, ailuridae, mustelidae

dan felidae. Yang termasuk dalam Famili Felidae adalah

Panthera figris

Tiger,

Leopard Felis temmznchi, Felis hengolensis, Felis viverrina, Felis planiceps,

Felis rzcbiginosa, Felis chatus

dan

Felis domestica

(Fowler 1993)

Harimau termasuk dalam Famili Felidae dan Sub Famili panthera (Angela

1977 dan Fowler 1993). Di Indonesia ada tiga Sub Spesies harimau

(Panthera

tigris)

yaitu

Panthera tign's

Balica di Bali,

Panthera tigris

Sondaica di Jawa dan

Panthera tlgris

Sumatera di Sumatera. Harimau di Bali dan Jawa sekarang sudah

tidak dapat diketemukan lagi (punah), hanya di Sumatera yang masih dapat hidup

(173)

ketahanan hidup yang tinggi (Charles dan Sukohadi 1985). Charles dan

Suprahman (1985) menyatakan bahwa harimau mempunyai banyak kesamaanya

dengan kucing yaitu ovulasinya tidak spontan; ovulasi terjadi jika ada kopulasi

atau rangsangan lainnya. Kopulasi ini terjadi beberapa hari, yaitu sekitar 106 kali %

dalam empat hari dan estrus berlangsung selama Iima hari, lama kebuntingan 98

sampai 109 hari, rata-rata 103 hari.

Kondisi Kesehatan

Kondisi kesehatan kucing prabedah sangat menentukan keberhasilan

pembedahan dan persembuhan luka pasca bedah (Signs et al. 1993). Beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dalam kondisi prabedah adalah hewan hams dalam

keadaan sehat. Ulrike (1994) menyatakan bahwa pada kucing yang sehat akan

terlihat mata dan anus bersih; respirasi tenang dan teratur; bulu halus bercahaya

dan bersih; kulit kering dan lembut; kelenjar getah bening tidak ada

pembengkakan dan simetris; hidung sedikit basah dan bersih; telinga tidak ada

kotoran; pulsus teratur; gigi putih tanpa flak dan gusi bemama merah muda dan

cerah. Menurut Smith dan Soesanto (1987), suhu tubuh (rektal) 37,2"C-39,9"C;

frekuensi pernafasan 20-30 per menit; detak jantung 110-240 per menit.

Bright (1986) menyatakan bahwa untuk pembedahan ringan paling sedikit

gambaran darah (eritrosit, leukosit, hematokrit, hemoglobin dan diferensiasi

leukosit) harus dalam keadaan tidak menyimpang. Penyimpangan dari gambaran

darah ini dapat disebabkan karena banyak darah yang keluar atau infeksi kuman

baik bersifat akut atau kronis.

Coles (1986) memberikan gambaran darah kucing normal adalah erirosit:

(174)

per dl, Mean Corp~~sci~lnr Volume (MCV). (39-55)fl, Mcan Corpuscular

Hemoglobin (MCH): (1 3-1 7)pg, Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration

(MCHC): (3 1 -34)gr per dl, leukosit: (5.5-9.0) x 10' per ul darah, band neutrofil:

(0 sampai 4)%, segmen neutrofil: (35-75)%, limfosit: (20- 55)%, monosit: (1

sarnpai 4)%, eosinofil: (2 sampai lo)% dan basofil jarang.

Metode Laparotomi dan Garnbaran Persembuhan

Pasca Bedah Reproduksi

Metode Bedab Reproduksi

Koleksi oosit pada hewan betina dapat dilakukan dengan metode

laparoskopi dan laparotomi (Terri et ad. 1994; Wolf dan. Wiltd 1996). Metode laparoskopi dilakukan tanpa pernbedahan sedang metode laparotomi dilakukan

dengan pernbedahan (tindakan cyrorgis). Laparotomi, berasal dari kata laparo dan

tomi. Laparo artinya ruang abdominal/peritoneal dan tomi artinya

penyayatadpembukaadpembedahan, jadi laparotomi adalah pembukaan/

penyayatadpembedahan di ruang peritoneaYabdomina1 (Charles et al. 1981). Tujuan laparotomi adalah untuk pernbedahan saluran uroginetal, pencemaan, hati

dan pankreas (Karl et al. 1981). Ditinjau dari lokasi sayatan bedah, secara garis besar laparotorni dibedakan menjadi tiga, yaitu laparotomi medianus (sayatan

tepat di daerah linea alba yaitu pada aponeurose muskulus obliqus abdorninis

externus dan internus), paramedianus (sayatan beberapa cm di sebelah kanan dan

kiri linea alba yaitu pada muskulus obliqus abdominis externus dan internus) dan

laparotomi flank (sayatan tepat di daerah legok lapar) (Karl ef al. 1981).

(175)

catgut plain (Lyofil Germany, 3/0) untuk jahitan peritoneum dan atau otot

sedangkan NC silk (B. Braun, Melsungen, 2/0) untuk kulit. Menurut Manakhly

dan Sayed (1995) benang catgut chromic diabsorbsi paling cepat, kemudian

diikuti oleh vicryl (polygalactin) dan dexon (polyglicolic acid). Efek reaksi

jaringan oleh sel leukosit akibat adanya benang bertumt-turut dari yang paling

ringan adalah polydioxanon (F'DS), prolene (polypropylene), vicryI (polygalactin)

dan dexon (polyglicolic acid).

Menurut Karen el al. (1989); Howard et al. (1992) dan Roth et al (1994) pembedahan untuk koleksi oosit dilakukan setelah hewan teranestesi. Anestesi

dilakukan dengan kombinasi ketamine hidrokloride (ketalar) dengan dosis 18.0

sampai 20.0 mg per kg berat badan dan acepromazine dengan dosis 0.2 mg per kg

berat badan.

Koleksi sel garnet jantan (spermatozoa) dilakukan dari kauda epididimis

melalui sayatan dan dari vas deferens meialui pencucian Wushing) setelah kucing

dikastrasi Anestesi dilakukan dengan menggunakan kombinasi seperti pada

koleksi oosit (Lengwinat et ad. 1992).

Keberhasilan Pembedahan

Keberhasilan pembedahan ditentukan oleh kondisi hewan prabedah,

macam bedah dan lama persembuhan pasca bedah. Banyaknya darah yang keluar

(hemoragi), perubahan neuroendokrin dan tersedianya glukosa sebagai sumber

energi sangat mempengaruhi persembuhan pasca bedah (Rossin dalam Bojrab

1981). Untuk mengetahui persembuhan pasca bedah dapat dilakukan melalui

evaluasi hasil pemeriksaan klinis, gambaran darah, konsentrasi glukosa darah dan

(176)

Pemeriksam~~ Klinis

Salah satu cara untuk mengetahui kesehatan hewan pasca pembedahan

diperlukan pemeriksaan klinis yang meliputi frekuensi nafas, frekuensi nadi,

suhu tubuh dan luka bekas jahitan.

Suhr tubuh

Di dalam tubuh terjadi pembentukan dan pengeluaran panas secara

berkesinambungan. Pusat pengatur suhu tubuh terletak di hipotalamus (preoptik

hipotalamus) pada susunan syaraf pusat. Hipotdamus mernpunyai suhu kritis

(suhu set point), dimana di atas atau di bawah suhu tersebut mekanisme

pengeluaran dan pembentukan panas akan bekerja (Anderson 1997). Mekanisme

pembentukan dan pengeluaran panas tersebut melalui termoreseptor perifer yang

meliputi reseptor panas dan dingin yang kemudian dihantarkan oleh simpul syaraf

ke hipotalamus. Syaraf di hipotalamus akan berintegrasi untuk menghasilkan

signal eferen akhir yaitu pembentukan atau pengeluaran panas (Cardielhacc I991

dan Ganong 1983).

Beal et al. (2000) menyatakan bahwa selama pernbedahan akan t e j a d i

penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh ini (hipothermia) disebabkan oleh

pengaruh pemberian anestesi. Lamanya pemberian anestesi dan lamanya waktu

pembedahaa merupakan faktor penentu resiko tejadinya infeksi walaupun

pembedahan dilakukan secara aseptis.

Braund dalam Bojrab (1981) rnenyatakan bahwa hypothermia lokal terjadi

mulai awal pembedahan sarnpai lebih kurang empat jam pasca pernbedahan.

Kondisi seperti ini merangsang pembentukan norepineprin pada jaringan yang

(177)

hipotaiamus, yang kemudian mengadakan integrasi untuk menghasilkan signal

eferen yaitu pembentukan panas.

Infiltrasi leukosit (neutrofil) di dalam jaringan yang rusak, akan

meningkatkan total leukosit secara keselumhan, yang kemudian akan diikuti

dengan peningkatan suhu tubuh secara umum. Hal ini mulai terjadi 24 jam pasca

pembedahan (Bojrab 198 1).

Respirasi @ernafasan)

Fungsi utama respirasi adalah untuk menyediakan oksigen (02) di dalam

darah dan mengambil karbondioksida (COz) dari dalarn darah dan menjaga suhu

tubuh tetap dalam keadaan normal. Ada dua macam mekanisme respirasi yaitu

inspirasi dan ekspirasi. lnspirasi adalah gerakan udara masuk ke dalam paru-paru,

sedang ekspirasi adalah gerakan udara keluar dari paru-paru. Pada saat inspirasi

oksigen di bawa oleh darah dan berdihsi ke jaringan untuk proses oksidasi seluler

(respirasi internal). Karbon dioksida hasil oksidasi kembali berdifusi ke dalam

darah kemudian dikeluarkan dari dalam tubuh meIalui proses ekspirasi (respirasi

eksternal) (Franson 1996). Menurut Guyton (1996) tujuan akhir respirasi adalah

untuk mempertahankan konsentrasi oksigen, karbondioksida dan ion hidrogen

tetap konstan di dalam cairan tubuh sehingga fbngsi jaringan terus berlangsung.

Sebagai akibat dari penurunan jumlah sel darah merah (erihosit) oIeh

perdarahan (hemoragi) maka terjadi penurunan konsentrasi hemoglobin. Adanya

hemoglobin ini berkaitan dengan kemampuan darah membawa oksigen. Sehingga

tubuh akan berusaha untuk memperoleh oksigen yang lebih banyak dengan

(178)

Sistem kardiuvccsku[er

Sistem kardiovaskuler meliputi jantung, sistern pembuluh darah dan

pembuluh limfa. Jantung mamalia terdiri atas empat ruangan yaitu dua atrium dan

dua ventrikel yang merupakan sistem pompa. Sistem pembuluh darah terdiri atas

arteri dan vena. Arteri adalah sistem pembuluh yang mengedarkan darah dari

jantung ke seluruh bagian tubuh termasuk jaringan, sedang vena adalah membawa

darah menuju ke jantung. Pembuluh limfa membawa cairan jaringan atau cairan

limfa menuju vena-vena besar (Franson 1996).

Satu denyut lengkap dalam siklus jantung mencakup dua periode yaitu

diastole dan sistole. Diastole adalah relaksasi suatu bilik jantung tepat sebelum

dan selama pengisian bilik tersebut. Hal ini dapat tejadi pada bilik kanan

maupun kiri. Sistole adalah kontraksi suatu bilik jantung dalam proses

pengosongan parsial bilik tersebut. Pada saat darah masuk ke d d a m atrium kanan

dari sirkulasi sistemik tubuh dan atrium kiri dari paru-paru, volume dan tekanan

di dalam atrium meningkat (terjadi selama diastole). Ketika tekanan arterial

melampaui tekanan ventrikular, katup atrium ventrikel terbuka, memungkinkan

darah mengalir ke dalam ventrikel yang sedang rileks sehingga ventrikel terisi

darah (* 70%) dan tejadi sebelum kontraksi atrial. Atrial kemudian mengalami

depolarisasi dan kontraksi yang kemudian menekan sisa darah arterial menuju ke

ventrikel sehingga meningkatkan tekanan dan volume ventrikular. Tekanan

ventrikular yang besar mamaksa katup atrium ventrikel tertutup (suara jantung

pertarna). Meningkatnya tekanan ventrikular yang melampaui tekanan arterial,

menyebabkan katup semilunare pulmoner dan aorta terbuka. Darah dipancarkan

(179)

Kamudian tibalah fase protodiastol dimana tekanan ventrikuker menurun yang

diikuti dengan kenaikan tekanan arterial sehingga menyebabkan arus balik darah

sebagai akibat elastisitas dinding arteri yang menutup katup-katup semilunar

pulmoner dan aorta (suara jantung kedua) (Franson 1996).

Sebagai reaksi adanya perlukaan dan penurunan volume darah oleh

pembedahan (hemoragi akut) akan merangsang sekresi angiotensin, katekolamin,

Atlti Diuretic Hormone (ADH) dan aldosteron. Sekresi angiotensin dan

katekolamin akan meningkatkan tekanan darah dan cardiac output. Sekresi ADH

oleh hipotalamus dan aldosteron sebagai akibat adanya angiotensin I1 akan

meningkatkan reabsorbsi natrium (Na) pada tubuli ginjal sehingga meningkatkan

volume plasma. Untuk mengatasi ha1 tersebut jantung h a s bekerja lebih kuat

lagi. Adapun gejala klinis yang terlihat adalah adanya paningkatan frekuensi

denyut jantung (tachicardia). Mekanisme sekresi angiotensin, katekolamin, Anti

Diuretic Normon dan aldosteron dapat dilihat pada lampiran 2 (Bojrab 1981).

Darah

Di dalam darah terdapat kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau

kumpulan sel yang terendam dalam plasma darah (William 1987). Adapun fingsi

darah dalam sirkulasi adalah

I . membawa gas oksigen ( 0 2 ) dari pa=-paru ke dalam jaringan dan membawa

karbon dioksida ( C O z ) dari jaringan ke dalam paru-paru, 2. membawa sari-sari makanan dari saiuran pencernaan,

3 . membawa sisa-sisa metabolisme dari jaringan perifer ke ternpat eksresi

4. mengantar enzim dan hormon ke dalam jaringan spesifik

(180)

6 lllulawiri~ lolisi~~ dan trlellccr.lla b a h i ~ i ~ antigen darlgan lneinbawa sel darah

putih untuk bermiyrasi ke dalam jarinyan perifer (Phillis 1976; Martini cf rrl.

1992).

Komponen darah adalah sel-sel darah dan plasma yang merupakan

medium cairan darah. Ada tiga rnacam sel darah yaitu sel darah merah (eritrosit),

sel darah putih (leukosit) dan trombosit (platelet) (Phillis 1976; Martini el aZ.

1992).

Eritropoiesis adalah proses pembentukan sel darah merah (eritrosit) pada

mamalia yang tejadi dari stem cell di dalam sumsum tulang belakang, sedang

leukopoiesis adalah poses pembentukan sel darah putih (leukosit) (Martini, et a/. 1992). Stem cell rnempakan sel progenitor yang dapat membentuk Colony Forming Unit (CPU) dan mampu rnemproduksi sel-sel darah. Colony Forming Unit-Erythrocyte ( C P U - E ) merupakan unit pembentuk eritrosit, Colony Forming iJn~t-Granulocyte Monocyte (CFU-GM) merupakan unit pembentuk monosit dan neutrofil, Colony Forming Unit-Eosinophl (CFU-Eos) sebagai unit pembentuk eosinofil & Colony Forming Unit BasophiZ (CFU-Bas) merupakan unit pembentuk basofil.

Sel progenetor bagi sel lirnfosit texdapat di dalam thymus yaitu prekursor

sel-T yang bertanggung jawab pada pembentukan limfosit T dan di bursa

Fabricius yaitu prekursor sel-B yang bertanggung jawab pada pembentukan sel

limfosit B (Meyer et al. 1992; Jain 1993).

Meyer e f al. (1992); Tortora dan Anagnostakos (1990) rnenyatakan bahwa jaringan mieloid akan memproduksi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih

(181)

darah yaitu megakarrioblast yang akan menjadi platelet, rubriblast yang akan

menjadi eritrosit matang, monoblast yang akan menjadi monosit-makrofag,

rnieloblast y ang akan menjadi sel leukosit granulosit matang y aitu neutrofil,

eosinofil, basofil dan limfoblast yang akan menjadi sel limfosit T dan sel

limfosit B. Rangkaian proses pembentukan sel-sel darah dapat dilihat pada

lampiran 3 (Jain 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja Eryfhrocyife Burst Forming Unit (BFU-E), Granulocyte Macrophage Colony Forming Unit (CFU-GM) &n Megaka7yocyte Colony Forming Unit (CFU-Meg) untuk memproduksi sel eritrosit, platelet dan sel leukosit granulosit adalah interleukin-3, interleukin-l

dan Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF). Produksi sel-sel ini akan mengalami peningkatan pada kasus anemia, infeksi bakteri,

adanya antigen dan endotoksemia (Jain 1993; Meyer et al. 1992). Penyebab anemia adalah terjadinya pendarahan (hemoragi). kerusakan eritrosit (hemolisis)

dan penurunan produksi eritrosit.

Pada umumnya eritrositosis diikuti dengan kenaikan Packet Cell Volume

/PCV/ hemakrit yang diiringi dengan kenaikan kosentrasi hemoglobin (Meyer e f al. 1992). Adanya hemoglobin dalam darah berkaitan dengan kemampuan darah membawa oksigen (Svandson 1974). Eritrositosis merupakan proses yang

kontinyu yang setara dengan tingkat kerusakan darah. Hal ini diatur oleh sistem

umpan balik yang di hambat oleh suatu peningkatan jumlah eritrosit dan

dirangsang oleh anemia (Swenson 1984; Swandson 1974). Untuk mengetahui

macam anemia yang terjadi pada hemoragi akut akibat pembedahan perlu

(182)

hemoglobin tiap eritrosit, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit. Indeks eritrosit

ada tiga macam, yaitu (1) Mean Corpr~scrdar VoZz4me ( M C V ) , menyatakan volume rata-rata tiap eritrosit; (2) Mean (Turptrsczrlar Hemoglobin Cunsenir~rtio~i

(MCHC), menyatakan konsentrasi hemoglobin dalam eritrosit atau perbandingan

berat hemoglobin dengan volume sel darahnya dan (3) Mean Corpuscular Hemoglobin ( M C H ) , menyatakan jumlah hemoglobin dalam satuan berat di dalam eritrosit. Pada keadaan anemia akibat hemoragi akut atau subakut, nilai MCV dan

MCHC adalah normal (normocytic normochromic). Jika sumsum tulang memberi

reaksi baik nilai MCV dan MCHC meningkat (macrocytic). Nilai normal MCH

dan MCHC pada kucing berturu-turut (39-55)fl dengan rata-rata 45fl dan (30-

36)% dengan rata-rata 33% (Jain 1986).

Coles (1980) menyatakan bahwa hemoragi akut biasanya diikuti dengan

pembentukan retikulosit yang merupakan tahap akhir pembentukan eritrosit.

Kenaikan jumlah retikulosit tejadi pada empat sampai tujuh hari setelah hemoragi

dan kembali ke tingkat normal dalam tiga sampai lima minggu setelah hemoragi.

Menurut Robinson dan Huxtable (1988) penurunan sel darah merah perifer

akibat adanya hemoragi atau disebabkan karena penurunan daya hidup sel darah

merah tersebut. Gejala klinis yang terlihat adalah adanya anemia. Secara umum

dalam keadaan anemia kadar hemoglobin dan hematokrit menurun, frekuensi

respirasi rneningkat dan jantung mengalami tachycardia

Darah sebagai media transformasi leukosit akan membawa sel-sel ini

menuju lokasi invasi mikroorganisme atau perlukaan di dalam jaringan. Adanya

peningkatan permiabilitas dinding pembuluh darah akan menyebabkan sel-sel

leukosit berrnigrasi ke dalam jaringan yang mengalami perlukaan (Martini

(183)

Kalaimothi dan Rajendran (1994) menyatakan bahwa leukosit akan

bermigrasi darr rnenfagositosis di daerah yang terdapat antigen tertentu. Leukosit

granulosit dan sel monosit merupakan sel yang mengandung enzim Iisosim yang

mampu menghancurkan material asing di dalam tubuh seperti mikroorganisme

atau jaringan yang rusak (Berne dan Levy 1990).

Peningkatan leukosit merupakan respons fisiologis untuk melindungi

tubuh dari serangan mikroorganisme sebagai respons terhadap adanya infeksi

(Baldy 1984). Pada infeksi akut oleh bakteri, leukosit khususnya sel neutrofil akan

meningkat untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh yang rusak (Jain 1993).

Penurunan jumlah leukosit di dalam sirkulasi, pada umumnya disebabkan oleh

penurunan neutrofil atau limfosit dan pada umumnya akibat gangguan yang

bersifat patologis seperti hypoplasia sumsum tulang, penyakit viral dan infeksi

yang berat (Doxey 197 1; Jain 1993).

Menurut Jain (1993) peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) terjadi

baik secara fisiologis atau patologis. Secara fisiologis tejadi akibat adanya

peningkatan jumlah sel neutrofil dan atau sel limfosit di dalam sirkulasi dan

menyebabkan peningkatan jumlah leukosit total dan atau nilai absolut kedua sel

tersebut. Peningkatan sekresi epineprin dan kortikosteroid yang terjadi pada

kondisi stress baik secara fisik atau emosional dapat menyebabkan peningkatan

jumlah leukosit, sedang secara patologis, peningkatan leukosit dalam sirkulasi

darah disebabkan karena leukosit alctif melawan mikroorganisme (Doxey 197 1).

(184)

tiba sehinyga menyebabkan leukositosis atau pseudo leukositosis. Fenomena yang

sama terjadi saat kecepatan aliran darah meningkat. Jain (1993), menyatakan

bahwa waktu yang diperlukan untuk pelepasan granulosit ke dalam sirkulasi darah

sekitar enam sampai 14 jam.

Sebagai garis pertahanan pertama di dalam proses peradangan akut dan

perlukaan, sel neutrofil berperan penting dalam meIakukan fagositosis (Jain 1993;

Tizard 1982). Neutrofil akan merekat di sepanjang dinding endotelial pembuluh

darah dan berimigrasi ke dalam jaringan. Kemampuan kemotoktiknya di

pengaruhi oleh subtansi yang dilepaskan oleh jaringan yang rusak akibat

perlukaan dan produk mikroorganisme. Faktor-faktor ini akan menyebabkan

peningkatan akumulasi neutrofil ke dalam lokasi perlukaan (Swenson 1984). Jain

(1993)

Gambar

Gambar Halaman
Tabel 6 .  Hasil pengamatan nilai median histopatologi potongan kulit pasca
Tabel 1 .  Rataan Frekuensi nafas, frekuensi nadi dan suhu tubuh
gambaran darah yang dilakukan adalah jumlah sel darah
+7

Referensi

Dokumen terkait