BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, Pengadilan Agama merupakan suatu wadah bagi umat Islam
yang ingin mencari keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan mampu
memberikan keputusan dari ketegangan ditengah-tengah masyarakat Islam, yang
meliputi antara lain: perkawinan, kewarisan, wakaf, hibah, dan lain-lain. Disamping
itu, Pengadilan Agama dalam melaksanakan hukum keperdataan tertentu sesuai
dengan aturan dan norma Islam. Mengenai perkara yang diajukan oleh pencari
keadilan terhadap hal-hal yang memungkinkan, hakim terlebih dahulu mengupayakan
perdamaian (Islah),1 untuk menghindari agar jangan setelah hakim memutuskan perkara tersebut ada yang merasa dirugikan. Bagaimanapun adilnya keputusan hakim,
yang kalah akan merasa tidak puas.2
Dalam menyelesaikan suatu sengketa atau perkara disuatu Pengadilan Agama,
maka jalan yang ditempuh disana akan ditawarkan sebuah bentuk perdamaian yang
1
(Islah) islah menurut bahasa berasal dari kata sulhu, berasal dari kata aslaha, yuslihumislahan, artinya baik, tidak rusak, tidak binasa, saleh, bermanfaat. Sedangkan al-sulh berarti perdamaian. Sulaiman al-nujairimi menyebut arti islah adalah menyelesaikan persengketaan. Arti lain adalah berusaha menciptakan perdamaian, membawa keharmonisan, menganjurkan orang untuk berdamai antara satu dengan lainnya, melakukan perbuatan baik. sementara Islah dalam hukum positif dikenal dengan kata dading, yaitu suatu persetujuan tertulis secara damai untuk menyelesaikan atau menghentikan berlangsungnya suatu perkara.
2
dikenal dengan nama “mediasi”.3 Mediasi pada dasarnya adalah negosiasi yang melibatkan pihak ketiga yang memiliki keahlian-keahlian mengenai sebagai prosedur
mediasi yang efektif, dapat membantu dalam suatu konflik untuk mengkoordinasikan
aktivitas mereka sehingga lebih efektif dalam proses tawar-menawar. Mediator dalam
mediasi, berbeda halnya dengan arbiter, mediator disini tidak mempunyai kekuasaan
untuk memaksakan suatu penyelesaian dengan apa yang di kehendaki oleh para
pihak. Mediator membimbing para pihak untuk melakukan negosiasi sampai terdapat
kesepakatan yang mengikat para pihak ini, kesepakatan ini selanjutnya dituangkan
dalam suatu perjanjian. Masing-masing pihak sama-sama menang, karena
kesepakatan akhir yang diambil adalah hasil dari kemauan para pihak itu sendiri.4
Dalam hukum acara di Indonesia didapati dalam pasal 130 Herziene Inlandsch
Reglement (selanjutnya disebut HIR) maupun pasal 154 Rechtsregiement Voor De
Buitengewesten (selanjutnya disebut R. Bg). Kedua pasal tersebut mengenal dan
menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR
berbunyi:“Jika pada hari yang ditentukan ini, kedua belah pihak datang, maka
pengadilan negeri mencoba dengan perantaraan keduanya akan memperdamaikan
mereka itu”.
3
Syahrizal Abbas. Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional), Cet. 1, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 22
4
Selanjutnya ayat (2) menegaskan:“Jika perdamaian yang demikian itu terjadi,
maka tentang hal itu pada waktu bersidang, diperbuat sebuah akte, dengan nama
kedua belah pihak diwajibkan untuk mencukupi perjanjian yang di perbuat itu, maka
surat (akte) itu akan berkekuatan dan akan dilakukan sebagai putusan hakim yang
biasa”.
Upaya perdamaian yang dimaksud oleh pasal 130 ayat (1) HIR bersifat
imperatif.5 Artinya hakim berkewajiban mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa sebelum dimulainya proses persidangan. Sang hakim berusaha mendamaikan dengan
cara-cara yang baik agar ada titik temu sehingga tidak perlu ada proses persidangan
yang lama dan melelahkan.6
Al-qur’an mengharuskan adanya proses peradilan maupun non peradilan
dalam menyelesaikan sengketa keluarga, baik untuk kasus syiqoq maupun nusyuz.
Syiqaq merupakan perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak
suami dan istri secara bersama-sama.Dengan demikian, syiqaq berbeda dengan
nusyuz, yang perselisihannya hanya berawal dan terjadi pada salah satu pihak, suami
atau istri. Untuk mengatasi permasalahan dalam rumah tangga yang terjadi antara
suami istri, Islam memerintahkan agar kedua belah pihak mengutus dua orang hakam
5
M.Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata: Tentang Persidangan, Pernyataan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet. VII, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.231
6
(Juru Damai). Pengutusan hakam bermaksud untuk berusaha mencari jalan keluar
terhadap permasalahanrumah tangga yang dihadapi oleh suami istri. Proses
penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga dikenal dengan hakam didasarkan pada
QS.An-Nisa (4): 35
(
3:4 /
ءﺎﺴﻨﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ)
Artinya : “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal”.
Ayat ini menganjurkan adanya pihak ketiga atau mediator yang dapat
membantu pihak suami istri dalam mencari jalan menyelesaikan masalah keluarga
mereka. Pihak ketiga ini terdiri atas satu wakil dari pihak suami dan satu pihak dari
istri yang akan bertindak sebagai mediator.6F
7
Melihat dari ayat tersebut di atas
menggambarkan bahwa untuk menenangkan konflik yang terjadi pada pihak yang
berperkara perlu adanya seseorang yang dapat dipercaya untuk meredakan konflik,
baik itu konflik yang terjadi mengenai keluarga maupun konflik yang diluar keluarga.
Sebisa mungkin sebelum konflik tersebut semakin luar biasa dan sebelum di
lanjutkan ke meja pengadilan, kiranya peran dari orang tua juga sangat dibutuhkan
pada saat itu, dengan cara membimbing serta memberikan nasihat untuk keluarga
7
anaknya. Namun bila perkara tersebut sudah diajukan ke Peradilan Agama, maka
peran hakimlah yang menentukan apakah masalah tersebut selesai di meja
perdamaian apa tidak, disini hakim dengan haruslah mempertimbangkan, menyelusuri
perkara tersebut dengan hati-hati.
Upaya mediasi disebuah lembaga Pengadilan Agama memang betul-betul
sangat membantu dalam hal proses berperkara. Namun keberhasilan atau tidaknya
dari suatu mediasi atau perdamaian itu tidak jauh dari hakim yang menjadi mediator
ditengah-tengah konflik para pihak, selanjutnya diserahkan kembali kepada para
pihak apakah mau berdamai apa tidak, inilah mungkin faktor yang paling penting
dalam proses perdamaian.Menurut Soerjono Soekanto, “faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi berfungsinya hukum dalam masyarakat atau efevititas penegakan dan
penerapan hukum dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor hukumnyasendiri,
faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, serta faktor masyarakat yaitu
lingkungan dimana hukum tersebut berlaku diterapkan”.8
Sebagai upaya untuk mencapai perdamaian yang diharapkan, dibutuhkan juga
kesungguhan hakim dalam mengupayakan himbauan perdamaian. Hakim merupakan
perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan masyarakat tersebut.
Dengan demikian hakim dapat memberikan keputusan yang sesuai dengan hukum
dan rasa keadilan. Disamping itu, sifat-sifat yang jahat maupun yang baik dari pihak-
8
pihak yang berperkara wajib diperhatikan dalam mempertimbangkan keputusan yang
akan dijatuhkankan. Hakim juga dapat memberikan resep penyelesaiannya yang
melegakkan kedua belah pihak, yang dapat diupayakan dengan penguasaan bidang
materi hukum Islam dan perundang-undangan yang berlaku.9
Pengadilan Agama Subang singkat penulis, merupakan lembaga Pengadilan
Agama yang baru terpisah dari wewenang relative Pengadilan Agama Purwakarta.
Sementara berlakunya PERMA No.1 Tahun 2008 berlaku untuk semua lembaga
khususnya Pengadilan Agama, baik itu baru ataupun sudah lama terbentuknya
Pengadilan Agama di masing-masing wilayah. Dampak dari itu semua mau tidak mau
Pengadilan Agama yang baru berdiri sejak tahun 1982 ini harus dapat menyesuaikan
diri, menyelesaikan dan mengurangi angka perceraian sesuai dengan cita-cita yang di
inginkan oleh PERMA No.1 Tahun 2008.
Dari data yang peneliti dapatkan bahwasannya jumlah perkara perceraian
yang diterima pada tahun 2013 adalah 2434 dan dari jumlah tersebut untuk mengenai
perceraian cerai talak berjumlah 748 dan untuk cerai gugat berjumlah 1686. Untuk
tahun 2014 data yang peneliti dapatkan berkisar 2737, untuk mengenai perceraian
cerai talak berjumlah 1038 dan untuk cerai gugat berjumlah 1699.Sementara pada
9
Tahun 2015 terdapat 3196, untuk mengenai perceraian cerai talak berjumlah 980 dan
untuk cerai gugat berjumlah 2216.10
Berdasarkan uraian diatas bahwa tujuan awal dengan diadakannya mediasi
adalah untuk mengurangi jumlah perkara perceraian, maka penulis beranggapan
bahwa perlu kiranya untuk dijadikan obyek penelitian dalam sebuah skripsi. Penulis
ingin menganalisa mengenai seberapa jauh peran hakim dalam mendamaikan perkara
perceraian di Pengadilan Agama subang dalam sebuah skripsi dengan judul
“Efektivitas Peran Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian Di
Pengadilan Agama Subang”
B. Identifikasi Masalah
Dari latarbelakang masalah diatas, peneliti mengindentifikasikan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Mediasi?
2. Bagaimana proses mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama?
3. Bagaimana efektivitas peran hakim mediator dalam mendampingi para
pihak?
4. Hal apa saja yang mengakibatkan banyaknya pihak yang tidak menghadap
ke untuk di Mediasi?
10
C.Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk memudahkan pencarian bahan dan pembahasan dalam penulisan skripsi
ini, maka peneliti perlu kiranya untuk membatasi masalah sehingga jelas masalah
yang akan ditulis dan dibahas. Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi
masalahnya yaitu :
1) Skripsi ini hanya membahas mengenai efektivitas peran hakim mediator
dalam pelaksanaan mediasipada kasus perceraian dan hasil dari mediasi
yang dilaksanakan oleh mediator hakim di Pengadilan Agama
2) Tahun perkara dari tahun 2013 sampai dengan tahun 2015
3) Lokasi yang akan diteliti adalah Pengadilan Agama Subang
2. Perumusan Masalah
Bila melihat dari tujuan dan manfaat mediasi yang umumnya dilaksanakan
oleh Pengadilan Agama daerah masing-masing kita dapat mengetahui bahwa tujuan
dari mediator adalah untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa serta
mengurangi perkara perceraian yang ada. Namun peneliti melihat angka perceraian
yang masuk dan yang diputus di Pengadilan Agama dari 3 (Tiga) tahun teakhir ini
terus meningkat.
Dari perumusan masalah tersebut, peneliti dapat merinci dalam bentuk
1) Bagaimana efektivitas hakim mediator dalam menyelesaikan perkara
perceraian di Pengadilan Agama?
2) Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu
proses mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang?
3) Faktor apa saja yang mengakibatkan banyaknya pihak yang tidak mau
atau tidak hadir untuk dimediasi dalam perkara perceraian?
D.Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah bertujuan untuk :
1) Untuk mengetahui ke_efektivitasan hakim mediator di Pengadilan Agama
Subang dalam menyelesaikan perkara perceraian.
2) Untuk mengetahui faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang.
3) Untuk mengetahui faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau
tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan agar dapat bermanfaat sebagai
1) Bagi Penulis
Dengan adanya skripsi ini penulis dapat beberapa manfaat yang dapat diambil
dan dipelajari untuk kedepannya, manfaat tersebut diantaranya:
1. Menambah wawasan, mengenai wawasan tersebut penulis dapatkan
dari pengalaman dalam mencari ilmu, baik dari sumber data primer
maupun data sekunder.
2. Memberikan pengalaman interaksi langsung ke masyarakat
khususnya di lembaga Pengadilan Agama Subang.
2) Untuk Umum
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemajuan
perkembangan ilmu hukum yang menyangkut proses mediasi dalam
penerapannnya pada sistem peradilan perdata
2. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Lembaga
Pengadilan Agama Subang sebagai bahan evaluasi terhadap kinerja
hakim mediator
3. Untuk memberikan wawasan kepada masyarakat luas mengenai
proses perdamaian dalam menyelesaikan perkara di Pengadilan
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penulisan skripsi ini, peneliti ingin menggunakan jenis metode
kualitatif.Selain itu penelitian ini berdasarkan obyeknya menggunakan penelitian
hukum empiris, karena penulis membandingkan peraturan yang ada dengan
menganalisa ke lapangan mengenai ke efektivan hakim mediator di Peradilan Agama
Subang
2. Pendekatan Penelitian
Dalam pendekatan penelitian ini, peneliti ingin menggunakan pendekatan
studi kasus. Karna pendekatan ini memang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan
data-data yang akurat dari sumbernya, terutama dari sumber-sumber data primer.
3. Bahan-Bahan Data
Dalam penulisan skripsi ini, peneliti mengumpulkan bahan atau data-data
yang berkaitan dengan skripsi ini, yang mana data tersebut ialah:
1) Data Primer
Data primer yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah Hasil
wawancara dengan 7 Hakim Mediator
Data sekunder yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah :PERMA
No.1 Tahun 2008, Perundang-undangan, buku, jurnal yang terkait dengan tema
penelitian.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penulisan skripsi ini betempat di Pengadilan Agama Kab.
Subang, yang lebih tepatnya di Jl. Aipda KS. Tubun Kelurahan Cigadung, Kec.
Subang Kab. Subang.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun dalam rangka pengumpulan data peneliti menggunakan penelitian
dengan cara sebagai berikut
1) Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan mencari
konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat, atau penemuan yang berhubungan dengan pokok
pembahasan. Kepustakaan berupa peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para
sarjana, laporan lembaga dan sumber lainnya.11
Penelitian kepustakaan ini dilakukan dengan membaca, menelaah, serta
menganalisa buku-buku yang ada relevansinya dengan masalah yang penulis bahas.
11
Penelitian kepustakaan akan sangat berguna untuk memperjelas landasan teori yang
akan digunakan penulis.
2) Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan ini dilakukan untuk memperoleh data-data dari obyek
yang diteliti kemudian dianalisa. Untuk itu penulis melakukan cara-cara sebagai
berikut:
a. Observasi, yaitu melakukan pengamatan terhadap kinerja hakim
mediator, tujuannya adalah untuk mengamati keefektifitasan peran hakim
mediasi dalam menyelesaikan perkara perceraian di Peradilan Agama
Subang.
b. Wawancara. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti untuk menanyakan
hal-hal yang berkaitan dengan judul skripsi ini. peneliti akan mewancarai
7 Hakim Mediator
6. Metode Analis Data
Proses analisis data yang digunakan oleh peneliti ialah dimulai dengan melihat
dan mengumpulkan data, kemudian menelaah seluruh data yang sudah ada dari
beberapa sumber, diantaranya dari hasil wawancara, pengamatan yang ditulis di
catatan lapangan, dokumen resmi, gambar foto, sumber data sekunder dan
setiap permasalahan melalui uraian singkat, dan mengelompokan data sehingga
peneliti mendapatkan kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.
7. Metode dan Teknik Penulisan
Teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman penulisan
skripsi yang diterbitkan oleh Pusat Peningkatan dan Jaminan Mutu Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.
F. Kajian Terdahulu
Skripsi yang telah di tulis mengenai dengan tema “EFEKTIFITAS PERAN
HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI
PENGADILAN AGAMA SUBANG” sebenarnya sudah ada beberapa yang meneliti
mengenai perkara Mediasi Perceraian pada judul yang terdahulu. Adapun judul
skripsi yang penulis ketahui dari perpustakaan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini
sebagai berikut :
Pertama, Widya Aliya, “ Efektifitas Mediasi Di Pengadilan Agama Jakarta
Selatan Setelah Di Keluarkannya PERMA No. 1 tahun 2008 Tentang Prosedur
Mediasi Di Pengadilan Agama” Perbandingan Hukum, Perbandingan Mazhab
Hukum, Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2010. Pada skripsi ini
membahas mengenai ke efektifitasan mediasi di Pengadilan Agama, yang mana
pembahasannya mengenai sejarah, dasar hukum, ruang lingkup, prinsip-prinsip
hakimmediasi, mekanisme mediasi di Pengadilan Agama Jakarta selatan. Perbedaan
dengan yangpenulis teliti adalah penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja
yang dilakukan oleh hakim mediasi dalam meminimalisir jumlah perceraian yang
terus meningkat, hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan
mediasi, serta menganalisa faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau
tidak hadir untuk bermediasi dalam perkara perceraian.
Kedua, Hidayatulloh,” Efektifitas Mediasi dalam perkara Perceraian di
Pengadilan Agama Depok”, Fakultas Syariah dan Hukum, Peradilan Agama, UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta, 2011 M. Skripsi ini membahas tentang ke-efektivitasan
mediasi di Pengadilan Agama Depok, tingkat keberhasilan mediasi di Pengadilan
Agama Depok, serta membahas mengeni faktor yang menjadi pendukung dan
penghambat keberhasilan mediasi. Perbedaan dengan yangpenulis teliti adalah
penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja yang dilakukan oleh hakim mediasi
dalam meminimalisir jumlah perceraian yang terus meningkat, hal-hal yang dapat
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan mediasi, serta menganalisa faktor
penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk bermediasi dalam
perkara perceraian.
Ketiga, Muhammad Rozi, “Efektifitas Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan
Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kosentrasi Peradilan
Agama, Program Studi Akhwal Akh Asshasiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN
hakim mediator dalam melakukan mediasi, membahas mengenai mediasi yang
dilakukan di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.Pada subyek penelitian ini terpokus
pada peranan hakim dalam usaha mendamaikan perkara.Perbedaan dengan yang
penulis teliti adalah penulis ingin menganalisa seberapa efektif kineja yang dilakukan
oleh hakim mediasi dalam meminimalisir jumlah perceraian yang terus meningkat,
hal-hal yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan mediasi, serta
menganalisa faktor penyebab banyaknya pihak yang tidak mau atau tidak hadir untuk
bermediasi dalam perkara perceraian.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Skripsi ini, peneliti menyusunnya dalam lima Bab yaitu :
BAB I PENDAHULUAN
Bab Pertama yang berisi tentang pendahuluan yang menjabarkan latar
belakang permasalahan penulisan skripsi, identifikasi masalah, pembatasan dan
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian,kajian
terdahulu dan sistematika penulisan.
BAB IIMEDIASI DAN TEORI EFEKTIVITAS
Bab Kedua peneliti membahas tentang pengertian mediasi, kemudian penulis
2008, tujuan dan manfaat mediasi, peran dan fungsi mediator, kemudian yang
terakhir penulis menuliskan landasasan teori efektivitas.
BAB IIIPERKARA PERCERAIAN DIPENGADILAN AGAMA SUBANG
Bab Ketiga, peneliti membahas tentang perkara perceraian di Peradilan
Agama Subang. Pembahasan ini terdiri dari 5 sub tema, yaitu: sejarah Pengadilan
Agama Subang, tugas dan wewenang Pengadilan Agama Subang,struktur organisasi
Pengadilan Agama Subang,prosedur dan proses penyelesaianperkaraperceraian,
prosedur mediasi perkara perceraian di Pengadilan Agama Subang.
BAB IV ANALISIS EFEKTITAS PERAN HAKIM MEDIASIDALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN
Bab Keempat penulis melakukan analisis tentang efektifitas hakim di
Pengadilan Agama Subang dalam menyelesaikan perkara perceraian yang mencakup
3 permbahasan, yaitu : pertama, deskripsi perkara perceraian tahun 2013-2015 di
Pengadilan Agama Subang.kedua,efektivitashakim mediatordi Pengadilan Agama
Subangdalam menyelesaikan perkara perceraian.ketiga, tingkat keberhasilan mediasi
di Pengadilan Agama Subang. keempat, faktor-faktor yang mengakibatkan para pihak
tidak mau atau tidak hadir untuk di mediasi.
BAB V PENUTUP
BAB II
MEDIASI DAN TEORI EFEKTIVITAS
A. Pengertian Mediasi
Mediasi secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare
yang berarti berada ditengah, makna ini menunjukan pada peran yang ditampilkan
pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan
menyelesaikan sengketa antara para pihak. ‘berada ditengah’ juga bermakna mediator
harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia
harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan
sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang
bersengketa.12 Pengertian mediasi dalam kamus Hukum Indonesia adalah berasal dari bahasa inggris mediation yang berarti proses penyelesaian sengketa secara damai
yang melibatkan bantuan pihak ketiga untuk memberikan solusiyang dapat diterima
pihak-pihak yang bersengketa.13
Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,14 kata mediasi diberi arti sebagai proses pengikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan
12
Syahrizal Abbas, Mediasi: Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 1-2
13
B.N. Marbun, Kamus Hukum Indonesia, cet. I, (Jakarta: Sinar Harapan, 2006), h. 168 14
sebagai penasihat. Pengertian yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia
mengandung tiga unsur penting. pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian
perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang
terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak
yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut
bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam
pengambilan keputusan.
Sementara dalam PERMA No. 1 Tahun 2008 pasal 1 ayat (7) menjelaskan
bahwa mediasi adalah suatu cara penyelesaian sengketa dengan melalui proses
perundingan antara para pihak dengan dibantu seorang atau lebih mediator untuk
mencapai suatu kesepakatan. Menurut Gerry Goopaster “mediasi sebagai proses
negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (imparsial)
bekerja sama dengan pihak-pihak yang bersengketa untuk membantu mereka
memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan”. Sementara J. Folberg dan A.
Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam
menjalankan kegiatan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian
sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersama-sama oleh pihak yang
bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral.15
15
Jadi Mediasi secara umum merupakan proses perdamaian berlangsung dan
diselenggarakan antara para pihak yang bersengketa dan dibantu penyelesaiannya
oleh seorang mediator (seorang yang mengatur pertemuan antara 2 pihak-atau lebih
yang bersengketa) demi tercapainya hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya
yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan diterima oleh kedua belah pihak yang
bersengketa secara sukarela. 16
B. Sejarah Perkembangan Mediasi di Indonesia
Mediasi atau dikenal pada masyarakat dengan nama Musyarawah, ternyata
memang sudah lama berkembang di Indonesia. Musyawaroh mufakat merupakan
falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk
penyelesaian konflik. Dalam menyelesaikan sengketa melalui perdamaian di
dimasayarakat pedesaan zaman dahulu, biasanya yang bertindak sebagai hakim
perdamaian desa adalah kepala adat atau kepala masyakat yang merupakan tokoh
Adat dan Agama.17Dalam perkembangan sejarah perundang-undangan Indonesia yang mengatur tentang mediasi prinsip musyawarah mufakat yang berujung damai
juga sudah dilakukan dilingkungan peradilan, hal ini terlihat dari sejumlah peraturan
peraturan perundang-undangan sejak masa kolonial belanda sampai sekarang masih
memuat asas musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia.
16
Abdurrasyid dan Priyatna, Arbitrase Dan Penyelesaian Sengketa (APS), (Jakarta: PT. Fika Hati Aneska, Cet. 2, 2011), h. 35
17
Mediasi mendapat pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum
Hindia Belanda maupun dalam produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai hari
ini.Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) terkait masalah mediasi menyebutkan
perdamaian di atur dalam pasal 115: “ Perceraian hanya dapat di dilakukan di depan
sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Lanjut pada pasal 143 ayat (1): “dalam
pemeriksaan gugatan perceraian hakim berusaha mendamaikan kedua belah pihak”.
Ayat (2): “Selama Perkara belum diputuskan usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang.18Dalam pasal 1851 KUH Perdata, yang dimaksud perdamaian adalah “suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang untuk mengakhiri suatu perkara yang sedang
bergantung atau mencegah timbulnya perkara”.19
Selain peraturan diatas, Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan SEMA
No. 01 Tahun 2002 tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan
lembaga damai (eks pasal 130 HIR/154 RBg). Akan tetapi, SEMA tersebut belum
lengkap penerapannya sehingga perlu disempurnakan lagi. Selanjutnya melalui
PERMA No.02 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi dipengadilan yang telah diganti
dengan PERMA No. 1 Tahun 2008, dengan pertimbangan bahwa hukum acara yang
berlaku sesuai dengan pasal 130 HIR/154 RBg tersebut, maka PERMA diberlakukan
18
Baca Kompilasi Hukum Islam Pasal 115 dan 143
19
guna mendorong para pihak untuk menumpuh proses perdamaian yang diintensifkan
dengan cara mengintegrasikan proses mediasi kedalam proses berperkara di
pengadilan tingkat pertama demitercapainya kepastian, ketertiban, dan kelancaran
dalam proses perdamaian sengketa perdata.20
1. Masa Pra Pemerintahan Hindia Belanda.
Masa pra pemerintahan Hindia Belanda ini dimulai sejak masuknya Agama
Islam di Indonesia, pada masa ini praktek pelaksanaan hukum acara Pengadilan
Agama masih sangat sederhana. Pada perkembangannya terdapat 3 priode
pembentukan lembaga Pengadilan Agama, yaitu:
1. Tahkim;
Pada masa ini apabila terjadi perselisihan diantara masyarakat, maka
diselesaikan dengan bertahkim21 kepada Guru atau Mubaligh yang dianggap mampu dan berilmu agama.
20
Amriani,nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,
Cet. I ( Jakarta: PT. Raja Gerafindo Persada, 2011), h. 58-59
21
2. Ahlul Halli Wal’aqdi;
Pada masa ini pemeluk Agama Islam semakin bertambah dan sudah
terorganisir dalam kelompok masyarakat. Jabatan hakim atau qodhi dilakukan secara
pemilihan dan di baiat oleh Ahlul Halli Wal Aqdi, yaitu pengangkatan atas seseorang
yang sudah dipercaya ahli oleh majelis atau kumpulan orang-orang terkemuka dalam
masyarakat.
3. Tauliyah.
Tauliyah terjadi ketika masyarakat Islam sudah berkembang menjadi sebuah
kerajaan Islam. Pengangkatan jabatan hakim (Qodhi) dilakukan dengan pemberian
“Tauliyah“ yakni pemberian atau pendelegasian kekuasaan dari penguasa.22
2. Masa Hindia Belanda
Pada masa kolonial belanda, pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya
damai lebih banyak ditunjukan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan
penyelesaian sengketa diluar pengadilan, kolonial Belanda cenderung memberi
kesepakatan pada hukum adat. Pada zaman ini, Hakim diharapkan mengambil peran
maksimal dalam proses mendamaikan para pihak yang bersengketa. Pada masa
kolonial belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk mendamaikan para
pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan hanya sebatas kasus-kasus
22
keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa, dan
bebagai aktivitas bisnis lainnya.23
Menurut pasal 130 HIR ( Her Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad
1941: 44) /154 R. Bg ( Rechts Reglement Buitengewesten, Staatsblad, 1927 ) / 31 Rv
( Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad, 1874:52 )24 hakim sebelum memeriksa perkara perdata tersebut, hakim harus berusaha untuk mendamaikan kedua
belah pihak, usaha perdamaian itu dapat dilakukan sepanjang proses berjalan. Pasal
ini menggambarkan bahwa penyelesaian sengketamelalui jalur damai merupakan
bagian dari proses penyelesaian sengketa dipengadilan. Upaya damai menjadi
kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya damai
dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua pihak setuju menempuh jalur damai, hakim
harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga kedua belah
pihak menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengeketa
tersebut.25Dalam sejarah hukum penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal dengan istilah dading. Peraturan-peraturan pada masa kolonial belanda sebagaimana
diatur dalam pasal 615-651 Rv 1874 : 52 atau pasal 377 HIR 194:44
23
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 286-287
24
HIR (Her Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad) Adalah Reglement Indonesia yang diperbaharui. R. Bg ( Rechts Reglement Buitengewesten, Staatsblad ) Adalah Reglement Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura. Rv (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad) Adalah Reglement Acara Perdata.
25
juga mengatur penyelesaian sengeketa melalui upaya damai diluar pengadilan.
Namun upaya tersebut baru mengenalkan istilah arbitrase.
3. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang
Menyadari akan pentingnya sebuah konstitusi yang merdeka, kiranya
diperlukan sebuah jaminan yang tegas dalam berkonstitusi,hasil dari adanya
amandemen UUD 1945 hanya menyebutkan secara ekplisit mengenai kekuasaan
kehakiman yang merdeka. Dalam pasal 24 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa
“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Tidak hanya
itu dalam pasal 24 ayat (2) menyebutkan bahwa “kekuasaan kehakiman tidak hanya
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung tetapi juga oleh Mahkamah Konstitusi”.26 Ketentuan pasal 24 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang
terjadi dikalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan (Litigasi).
Meskipun demikian, sistem hukum di Indonesia juga membuka peluang
menyelesaikan sengketa diluar jalur pengadilan (non litigasi). Green menyebutkan
bahwa dalam menyelesaikan sengketa ini ada dua model yang bisa digunakan guna
26
menyelesaikan sengketa atau konflik dengan metode penyelesaian dalam bentuk
Formal dan Informal.27
Sementara untuk pengaturan mengenai alternatif penyelesaian sengketa cukup
terbatas yang mana diatur dalam Undang-undang arbitrasehanya terdapat satu pasal,
yaitu pasal 6 dengan 9 ayat. Dalam pasal tersebut tidak ditemukan penjelasan
mengenai mediasi, persyaratan mediator, pengangkatan mediator, kewenangan dan
tugas mediator, keterlibatan pihak ketiga dan lain-lain yang berkaitan dengan proses
mediasi. Pengaturan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengeketa diluar
pengadilan lebih terperinci ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun
2000 tentang lembaga jasa pelayanan penyelesaian sengketa dilingkungan hidup di
luar pengadilan. Penyelesaian sengeketa dapat dilakukan melalui proses mediasi atau
arbitrase. Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2000 ini juga telah menetapkan
konsep mengenai mediasi, mediator, persyaratan mediator, dan beberapa hal seputar
mekanisme mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Jadi pengaturan
mediasi dalam peraturan pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 jauh lebih lengkap
dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase.28
27
Para pihak dapat menyelesaikan sengketa Formal melalui Pengadilan, ketika muncul sengketa dan telah berusaha menyelesaikan konflik secara Informal, namun gagal.
28
C. Mediasi Dalam PERMA No.1 Tahun 2008
Lahirnya PERMA No.1 Tahun 2008 merupakan sebuah solusi guna
menciptakan sebuah penyelesaian perkara yang efektif, biaya murah, dan proses
Cepat.Pasal130 HIR/154 RBg yang memerintahkan usaha perdamaian oleh hakim,
dijadikan sebagai modal utama dalam membangun perangkat hukum mediasi
dipengadilan, yang sudah dirintis sejak tahun 2002 melalui SEMA No.1 Tahun 2002
tentang pemberdayaan pengadilan ditingkat pertama menerapkan lembaga damai
pasal 130/154 RBg yang kemudian pada tahun 2003 disempurnakan melaui PERMA
No.2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
Terbitnya PERMA No.1 Tahun 2008 didasari atas empat hal sebagaimana
berikut:
1. Proses mediasi diharapkan dapat mengatasi masalahpenumpukan perkara, jika
para pihak dapat menyelesaikan sendiri sengketa tanpa harus diadili oleh
hakim, jumlah perkara yang harus diperiksa oleh hakim akan berkurang juga.
Jika sengketa dapat diselesaikan melalui perdamaian, para pihak tidak akan
menempuh upaya hukum kasasi karena perdamaian merupakan hasil dari
kehendak bersama para pihak, sehingga mereka tidak akan mengajukan upaya
hukum.
2. Proses mediasi dipandang sebagai cara penyelesaian sengketa yang lebih
3. Pemberlakuan mediasi diharapkan dapat memperluas akses bagi para pihak
untuk memperoleh rasa keadilan. Rasa keadilan tidak hanya dapat diperoleh
melalui litigasi, tetapi juga melaui proses musyawarah mufakat oleh para
pihak.
4. Institusionalisasi proses mediasi kedalam sistem peradilan dapat memperkuat
dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian
sengketa.29
Kehadiran PERMA No.1 Tahun 2008 dimaksudkan untuk memberikan
kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak untuk
menyelesaikan suatu sengketa perdata, karna mediasi merupakan bagian dari proses
penyelesaian sengketa.30
D. Tujuan dan Manfaat Mediasi
Mediasi merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan. Pasda dasarnya tujuan dilakukan mediasi adalah menyelesaikan
sengketa antara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan imparsial.
Mediasi dapat mengantarkan para pihak pada perwujudan kesepakatan damai yang
permanen dan mengikat.Penyelesaian sengketa melalui mediasi menempatkan kedua
29
Dwi Rezki sri astarini, Mediasi Pengadilan Salah Satu Bentuk Penyelesaian Sengketa Berdasarkan AsasPeradilan Cepat, Sederhana, Biaya Ringan, h. 124-126
30
belah pihak pada posisi yang sama,tidak ada pihak yang dimenangkan atau
dikalahkan(win-win solution). Mengenai pentingnya perdamaian atau mediasi untuk
digunakan bila ada seseorang yang berselisih, maka dalam hukum Islam
menyebutkan pentingnya mengenai perdamaian, hal ini sebagaimana disebutkan
dalam Firman Allah dalam QS. Al-Hujarah (49): 10
ﺓﺭﻮﺳ)
(10 :/49ﺕﺍﺮﺠﺤﻟﺍ
Artinya : “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.Sepintas dari ayat ini memiliki sejumlah arti dalam penafsirannya, namun hal
yang terpenting yang dapat dipetik dari kutipan ayat tersebut adalah jika diantara
seseorang muslim yang sedang berselisih maka hendaklah untuk di damaikan dengan
maksud agar memperbaiki hubungan diantara seseorang yang berselih tersebut.
melalui mediasi tersebut bertujuan agar para pihak dapat menyelesaikan perkara
dengan baik.
Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa yang melibatkan
pihak ketiga. Mediasi dapat memberikan sejumlah keuntungan dan manfaat antara
lain:pertama, mediasi diharapkan dapat menyelesaikan sengketa secara cepat dan
relatif murah dibandingkan dengan membawa perselisihan tersebut ke pengadilan
atau ke lembaga arbitrase; kedua, mediasi akan memfokuskan perhatian para pihak
mereka, sehingga mediasi bukan hanya tertuju pada hak-hak hukumnya; ketiga, para
pihak mempunyai kekuatan tawar menawar yang sebanding;31keempat, membuka adanya kemungkinan saling percaya diantara pihak yang bersengketa sehingga dapat
dihindari rasa permusuhan dan dendam;32kelima, mediasi memberikan para pihak kemampuan untuk melakukan kontrol terhadap proses dan hasilnya; keenam, mediasi
dapat mengubah hasil, yang dalam litigasi dan arbitrase sulit diprediksi, dengan suatu
kepastian melalui suatu konsesus; ketujuh, penyelesaian perkara melalui mediasi
dapat mempersingkat waktu, memperingan beban keuangan, dan dapat mengurangi
beban psikologis yang akan mempengaruhi sikap para pihak.33Menurut Achmad Ali, ada beberapa keuntungan bila menggunakan mediasi, diantaranya: pertama, proses
yang cepat; kedua, bersifat rahasia; ketiga, tidak mahal; keempat, adil; kelima,
berhasil baik.34
31
Bambang Sutiyoaso, Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Yogyakarta: Gama Mediasi, 2008), h. 60
32
Munir Fuady, Adbitrase Nasional : Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005) h.50
33
Muhammad Rozi, Efektivitas Hakim Mediasi Dalam Menyelesaikan Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan,(Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 36-37
34
Tabel 1
Perbedaan antara mediasi dengan arbitrase
Arbitrase Mediasi
a. Dikendalikan majelis a. Dikendalikan pihak
b. Putusan dipaksakan b. Kesepakatan pihak
c. Mengikat c. Tidak mengikat
d. Proses hukum d. Tanpa pengaturan baku
e. Pembuktian formal e. Privat
E. Peran dan Fungsi Mediator
Mediator artinya perantara (Penghubung, Penengah).35 dalam kamus Hukum Indonesia, kata mediator berasal dari bahasa latin, mediator yang memiliki arti
penengah; pihak ketiga sebagai juru damai antara pihak-pihak yang berperkara.36
Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 1 ayat (6) menjelaskan pengertian
mediator adalah seorang pihak netral yang dapat membantu para pihak dalam
melaksanakan proses mediasi (perundingan) untuk mencari berbagai kemungkinan
penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah
penyelesaian. Artinya seorang mediator atau hakim meditor disini adalah seseorang
yang dapat membantu para pihak tanpa memihak satu sama lain guna menemukan
sebuah solusi untuk menyelesaikan perkara tersebut, mediator disini merupakan pihak
35
Tim Penyusun Kamus Besar Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 726
36
yang dapat menengahi, menenangkan serta memberikan solusi-solusi untuk para
pihak tanpa adanya suatu paksaan agar para pihak untuk memilih damai atau tidak.
Kewajiban seorang hakim dalam mendamaikan suatu perkara ini sejalan
dengan tuntunan ajaran Islam yang mana menganjurkan agar menyelesaikan setiap
ada permasalah diselesaikan terlebih dahulu dengan cara mendamaikan para pihak
dengan dibantu oleh seorang ahli. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam QS.
Al-Hujarat (49): 937
(9 :/49
ﺕﺍﺮﺠﺤﻟﺍ ﺓﺭﻮﺳ)
Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil”.
Peran seorang mediator tentu merupakan aspek yang sangat penting guna
terciptanya hasil mediasi yang baik. Seorang mediator baik hakim maupun mediator
non hakim.37F
38
Sekiranya perlu beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang
mediator diantaranya: pertama, membangun kepercayaan para pihak; kedua,
37
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama,Cet-5 (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2008), h.151
38
kemampuan menunjukan sifat empati; ketiga, tidak menghakimi dan memberikan
reaksi fositif terhadap sejumlah pernyataan yang disampaikan oleh para pihak dalam
proses mediasi; kempat, memiliki kemampuan komunikasi yang baik, jelas, dan
teratur serta mudah difahami; kelima,kemampuan menjalin hubungan antar personal;
keenam, disetuji oleh kedua belah pihak.39
F. Landasan Teori Efektivitas
Efektifitas berasal dari kata “efektif” yang mana mengandung beberapa
pengertian di antaranyaialah tercapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Sementara kata efektif menurut kamus bahasa Indonesia yaitu
kegiatan yang memberikan hasil yang memuaskan dengan memanfaatkan waktu dan
cara dengan sebaik-baiknya.40Secara umum teori efektifitas lebih berorientasi kepada tujuan atau hasil, sebagaimana etzioni mengatakan bahwa efektivitas adalah derajat
dimana sebuah organisasi mencapai tujuannya. Menurut Stress, “keefektivan
menekan pada kesesuaian hasil yang dicapai dalam sebuah organisasi dengan tujuan
yang akan dicapai”.41
39
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 60-65
40
J.s. Badudu, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta, 1994, h. 271 41
Efektifitas menurut Subagyo42 adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki, kalau seorang melakukan sesuatu dengan maksud tertentu dan memang
dikehendaki maka pekerjaan maka orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan
akibat atau mempunyai maksud sebagaimana yang dikehendaki
sebelumnya.Sementara menurut Etnizon43 dalam bukunya Organisasi-Organisasi Modern memberikan pengertian efektifitas ialah “sebuah tingkat keberhasilan
organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran”. Menurut pendapat ini
dikatakan bahwa efektivitas merupakan suatu unsur yang sangat penting karena dari
unsur-unsur inilah bisa memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang. Dalam mengukur sebuah efektifitas perlu kiranya ada
standar-standar yang digunakan oleh seseorang atau kelompok agar bisa
menggambarkan bahwa perbuatan tersebut bisa dikatakan efektif.
Selain itu pengertian efektifitas lebih menunjukan sampai seberapa jauh
tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu di tentukan. “efektifitas adalah suatu
ukuran yang menyatakan seberapa jauh target ( kuantitas, kualitas dan waktu ) telah
tercapai dimana semakin besar prosentasi target yang tercapai, makin tinggi
efektifitasnya. Dengan demikian makna efektifitas tersebutberhubungan dengan
pencapaian sasaran atau target yang di inginkan dalam suatu hasil trobosan
42
Ni Wayan Budiani, Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran Karang Taruna
“eka taruna bhakti”desa sumerta kelod kec denpasar timur kota denpasar” jurnal ekonomi dan sosial, Vol 2 Nomor 1(T.tt, T.tp, T.th), h. 51
43
terbaru.Selain itu untuk mengukur keefektivan sesuatu, trobosan atau pemikiran yang
dianggap baru dapat dilakukan melalui beberapa tahapan atau kriteria yang ada, yaitu
:pertama, kejelasan tujuan yang hendak dicapai; kedua, kejelasan strategi pencapaian
tujuan; ketiga, proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap;keempat,
perencanaan yang matang; kelima, penyusunan program yang tepat; keenam,
tersedianya sarana dan prasarana; ketujuh, sistem pengawasan dan pengendalian yang
bersifat mendidik. 44
Dari penjabaran point-point diatas dapat dikatakan bahwa dalam mengukur
sebuah efektivitas sebuah tujuan perlu kiranya seseorang menyusun sebuah tujuan
yang jelas agar dalam pencapaiannya sesuai dengan tujuan yang awal. Ketika
seseorang sudah menentukan tujuan yang sudah jelas kemudian seseorang tersebut
menyusun sebuah strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dalam hal ini seseorang
yang akan melakukan tujuan haruslah terlebih dahulu menganalisis strategi-strategi
yang digunakan, agar tujuan tersebut tercapai dengan baik.
44
BAB III
PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA SUBANG
A. Sejarah Peradilan Agama Subang
Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten dikawasan utara Provinsi
Jawa Barat. Wilayah ini meliputi seluas 205.176,95 ha atau 6,34 % dari luas Provinsi
Jawa Barat. Wilayah ini terletak diantara 107’31’ sampai dengan 107’54’ Bujur Timur
dan 6’11’ sampai dengan 6’49’ Lintang Selatan.Secara administrasi, wilayah Kabupaten
Subang ini terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang tergabung dalam 22
kecamatan.Berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Subang Nomor 3 Tahun 2007
tentang pembentukan wilayah kerja camat, jumlah kecamatan bertambah menjadi 30
kecamatan.45 Sedang batas-batas wilayah administratif Kabupaten Subang adalah
disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, disebelah barat
berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, disebelah timur berbatesan
dengan Sumedang dan Indramayu dan laut jawa yang menjadi batas disebelah utara.46
Pengadilan Agama Subang berdiri pada tahun 1982 berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Republik Indonesia No 95 tahun 1982 tanggal 28 oktober,yang
diresmikanpada tahun 1984 oleh Dirjen Peradilan Agama, dan sekarang meliputi
45
artikel Diakses pada hari rabu tanggal 10 februari 2016 dari http:///www.subang.go.id/letak_geografis.php
46
wilayah hukumnya. Wilayah hukum Pengadilan AgamaSubang meliputi 30
Kecamatan dan 253 Kelurahan dan Desa.Jauh sebelum itu Pengadilan Agama Subang
dalam sejarah berdiri dan eksisnya berbarengan dengan kepentingan penegakan
hukum Islam didaerah Subang. Karena sebelum itu masyarakat Subang dilayani oleh
Pengadilan AgamaPurwakarta, dimana Pengadilan AgamaPurwakarta berdiri tegak
jauh sebelum 1882 M.47
Pengadilan AgamaSubang secara formal resmi berpisah dari yurisdiksi di
Pengadilan AgamaPurwakarta dan berdiri pada tanggal 28 mei 1984/27 sya’ban 1404
dan diresmikan oleh direktur pembinaan badan Peradilan Agama Islam yaitu oleh H.
Muchtar Zakarsyi, S.H. maka sejak itu Kabupaten Subang memiliki Peradilan Agama
tersendiri.Beralamatkan di Jl. K.S. Tubun No.1 Subang. Pusat perkotaan tengah,
berdiri sebelahnya kantor LIPPI Subang, kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Subang
dan kantor DPD Golkar Kabupaten Subang.48
B. Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama Subang
Pada kekuasaan Peradilan Agama, Peradilan Agamabertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antar
orang-orang yang beragama Islam. Dalam hal ini Peradilan Agamamemiliki 2
47
Upay, “ Gambaran Umum Pengadilan Agama Subang”, Artikel ini di akses pada hari rabu tanggal 10 februari dari http://upayhpi07uin.blogspot.co.id/2010/09/bab-ii-gambaran-umum-pengadilan-agama.html?m=1
48
kekuasaan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara, yaitu: Kekuasaan
Relatif, dan Kekuasaan Absolut.
Kekuasaan Relatif diartikan sebagai kekuasaan pengadilan yang satu jenis dan
satu tingkatan, dalam perbedaannya dengan kekuasaan pengadilan yang sama jenis
dan sama tingkatan lainnya. Pada pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1989
berbunyi:”Pengadilan Agamaberkedudukan dikota madya atau di ibu kota
kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayahkota madya atau kabupaten”,
penjelasan dari pasal ini ialah pada dasarnya tempat kedudukan Peradilan Agama ada
di kota madya atau ibu kota kabupaten, yang daerah hukumnya meliputi wilayah kota
madya atau kabupaten, tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya
pengecualiaan.Pengertian lain dari kekuasaan relative adalah dimana Pengadilan
Agama dapat menerima, memeriksa, dan memutus setiap gugatan/permohonan dari
para pihak yang menetap di daerah kota atau kabupaten masing-masing. Jadi setiap
Pengadilan Agama mempunyai wilayah hukumnya tertentu atau dikatakan
mempunyai “Yuridiksi Relatif” tertentu dalam hal ini meliputi satu kotamadya atau
satu kabupaten, atau dalam keadaan tertentu sebagai pengeculian.49
Sementara pada Peradilan Agama Subang sendiri memiliki kekuasaan
Yuridiksi Relatif yang mana kekuasaan relatifnya meliputi :
Jumlah Kecamatan : 30 Kecamatan
49
Jumlah Desa : 253 Desa/kelurahan
Jumlah Penduduk : 1. 465 157 orang50 (sensus penduduk tahun 2010)
Luas Wilayah : 206.176, 95 Ha51
Kekuasaan absolut artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan
jenis perkara atau jenis tingkatan pengadilan, dalam perbedaannya dengan jenis
perkara atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.Terhadap kekuasaan
absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang diajukan
kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Kalau jelas-jelas tidak
termasuk kekuasaan absolutnya, Pengadilan Agama dilarang menerimanya.
Sementara dalam jenis perkara yang menjadi kekuasaan Peradilan Agama;
pertama, tentang perkawinan; kedua, tentang Kewarisan, Wasiat, dan Hibah; ketiga,
50
BPS Kab. Subang, “ Letak Geografis Subang”, artikel di akses pada hari kamis tanggal 11 februari 2016 dari http://subangkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/6
51
tentang perkara wakaf dan sedekah. Kekuasaan absolut Peradilan Agama disebut
dalam pasal 49 UU No.7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah di
amandemen dengan UU No.3 Tahun 2006 yang berbunyi:“Pengadilan Agama
bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara
ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a. Perkawinan;
b. Kewarisan; c. Wasiat; d. Hibah; e. Wakaf; f. Zakat; g. Infak; h. Sedekah; i.
Ekonomi Syariah”52
52
C. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Subang
HAKIM
Drs. H. Andi M. Akil, M.H Drs. Muhammad Mauludin Drs. Endang Tamami, M.H Drs. U. Nurdin, S.H
H. Amin Alhusaini, S.H, M.H Dra. Hj. Euis Kartika Drs. H. Ahmad Fauzi, S.H,
Drs. Hj. Siti Aisyah Zahrah, S.H,
WAKIL PANITERA
Drs. M. Ali Tuankotta
WAKIL SEKRETARIS
Ita Sasmita, S.H
PANMUD PANMUD PANMUD KASUBAG KASUBAG KASUBAG
PERMOHONAN GUGATAN HUKUM KEPEGAWAI KEUANGAN UMUM
Dra. N. Euis Siti Siti Aisyah, Khoeruddin,
AN
PANITERA PENGGANTI JURUSITA JURUSITA PENGGANTI
Priyo Wicaksono, S.Kom, S.Sy Kursid, S.H.I Drs. Hasan Basri
Ita Sasmita, S.H Mamat Rahmat, S.H.I
D. Prosedur dan Proses Penyelesaian Perkara Perceraian di Pengadilan Agama
Subang.
a) Prosedur dan Penyelesaian Perkara Cerai Talak dan Cerai Gugat.
Dalam hal mengenai prosedur dan Penyelesaian Cerai Talak ini ada beberapa
langkah yang harus dilakukan oleh Pemohon (Suami) atau kuasa hukumnya. Dalam
prosedur ini peneliti mendapatkan kesimpulan bahwa prosedur dan penyelesaian yang
ada di Pengadilan Agama Subang sama Seperti yang berlaku di Pengadilan Agama
lainnya, ini dikarenakan sudah disarikan dari prosedur dan proses beperkara di
Pengadilan Agama yang dikeluarkan oleh Direkrorat Jendral Badan Peradilan Agama
Mahkamah Agung RI tahun 2007.
Prosedur dan prosespenyelesaian sengketa cerai talak dan cerai gugat yang
harus dilakukan Pemohon/Penggugat atau kuasa hukumnya adalah :
Calon pihak ( Pemohon/Penggugat ) datang ke Pengadilan Agama Subang
menghadap meja pertama untuk mengajukan permohonan/ gugatan secara tertulis
atau lisan. Meja pertama kemudian menaksir panjar biaya perkara dan membuat
SKUM. Kemudian pemohon/ penggugat membayar panjar biaya ( biaya perkara )
sesuai jumlah yang tertera pada SKUM kepada kasir, kasir menerima panjar biaya
dan membukukannya, kemudian kasir menandatangani, memberi nomor perkara, dan
tanda lunas pada SKUM tersebut.Bagi yang tidak mampu dapat berperkara secara
memriksa dan mengadili perkara. Majelis hakim membuat penetapan Hari sidang dan
perintah untuk memanggil para pihak oleh juru sita/ juru sita pengganti, juru sita
kemudian memanggil para pihak untuk menghadap ke persidangan. Kemudian para
pihak dipanggil untuk menghadiri sidang. Pada pemeriksaan sidang pertama, hakim
berusaha mendamaikan kedua belah pihak, dan suami istri harus datang secara
pribadi. Apabila tidak berhasil, maka hakim mewajibkan kedua belah pihak agar lebih
dahulu mediasi, dan apabila mediasi tidak berhasil maka pemeriksaan perkara
dilanjutkan dengan membacakan surat permohonan, jawaban, jawab menjawab,
pembuktian, kesimpulan, dan yang terakhir putusan.53
E. Prosedur Mediasi Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Subang.
Mediasi merupakan langkah alternatif yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan suatu perkara. Keberhasilan atau tidaknya suatu mediasi tergantung
pada bagaimana proses mediasi tersebut di lakukan. Bila proses mediasi dilakukan
dengan baik, maka kemungkinan besar akan tercapai kesepakatan damai antara kedua
belah pihak. Namun bila sebaliknya, kemungkinan yang terjadi tidak adanya
kesepakatan damai diantara kedua belah pihak. Berikut tahapan-tahapan mediasi yang
diatur PERMA No.1 Tahun 2008:
53
1. Tahap Pra Mediasi
Pihak yang berperkara dalam hal ini penggugat datang membuat dan
mengajukan surat gugatan ke panitera Pengadilan Agama Subang. Kemudian ketua
Pengadilan Agama menunjuk hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara
tersebut. Pada sidang pertama jika kedua belah pihak hadir di depan majlis, maka
sebelum hakim membacakan perkaranya, hakim terlebih dahulu mengarahkan kepada
perkara untuk menempuh jalur perdamaian.Setelah mengarahkan mengenai jalur
mediasi, para pihak diberi kesempatan oleh majelis hakim untuk memilih salah satu
atau dua hakim mediator yang tertera dalam daftar mediator dan diberikan waktu
paling lama 3 hari untuk memilih mediator, bila 3 hari tersebut para pihak tidak
mendapatkan hakim mediator, maka ketua majelis memilihkan mediator untuk para
pihak tersebut. Kemudian majelis hakim memberikan waktu selama 40 (empat Puluh
) hari54 kepada para pihak untuk melakukan mediasi, dan proses ini dapat di
perpanjang selama 14 (empat belas) hari bila di perlukan oleh para pihak.
2. Tahap Pelaksanaan Mediasi
Dalam waktu paling lama 5 (Lima) hari setelah para pihak menunjuk mediator
yang disepakati, masing-masing pihak dapat menyerahkan resume perkara55 kepada satu sama lain dan kepada mediator yang di tunjuk. Pada saat hari pelaksanaan
54
Lihat PERMA No.1 Tahun 2008 (BAB III Pasal 13 Ayat (3 dan 4 ) )
55
mediasi yang dihadiri oleh kedua belah pihak di ruang mediasi, terlebih dahulu
mediator memperkenalkan diri dan menjelaskan posisinya sebagai pihak yang netral.
Pada posisi inilah tugas mediator menampung aspirasi, keluh kesah permasalahan
para pihak serta membimbing para pihak agar bisa berdamai kembali. Dalam hal ini
peran mediator sebagai pihak yang netral perlu kira terlebih dahulu mendalami
permasalahan-permasalahan para pihak, pendekatan ini dikenal dengan pendekatan
Kaukus56. Dengan pendekatan ini mediator dapat mengembangkan informasi,
memberikan penilaian kepentingan-kepentingan para pihak.
3. Tahap Akhhir ( Penyelesaian dan Penentuan Hasil Mediasi )
Setelah memeriksa serta menimbangkan perkara para pihak, langkah
selanjutnya adalah mediator memutuskan hasil dari mediasi tersebut sesuai dengan
kesepakatan para pihak. Jika para pihak menginginkan sebuah perdamaian, maka
dikatakan bahwa mediasi itu telah berhasil. Kemudian pihak diberikan Akta
Perdamaian. Namun bila pihak tidak ingin berdamai, maka mediator memutuskan
bahwa mediasi tidak berhasil/gagal.57
56
Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lainnya.
57
BAB IV
EFEKTIVITAS PERAN HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN
PERKARA PERCERAIAN
A. Dekripsi Perkara Perceraian Tahun 2013-2015 di Pengadilan Agama Subang
Didalam Pengadilan Agama Subang sendiri bila kita melihat data laporan
masuknya perkara perceraian memiliki angka yang cukup signifikan setiap tahunnya.
dilihat dari data yang penulis dapatkan bahwa angka perceraian pada tahun 2013
jumlah perkara yang diterima di Pengadilan Agama sebanyak 2219 kasus, pada kasus
Cerai Talak terdapat 748 kasus, dan kasus Cerai Gugat terdapat 1686. Pada tahun
2014 jumlah perkara sebanyak 2591, kasus Cerai Talak terdapat 1038 perkara, pada
kasus Cerai Gugat terdapat 1699. Sementara pada Tahun 2015 terdapat 2884, kasus
Cerai Talak sebanyak 980, dan Cerai Gugat sebanyak 2216.58
Diagram 1
Prosentasi Jumlah Perkara yang Masuk Pada Tahun 2013-2015
2500 2216
Bila melihat diagram diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa angka
percraiannya pada kasus Cerai Talak selisih dari tahun 2013 ke 2014 mencapai 38.77
%, namun selisih pada Tahun 2014 ke Tahun 2015 terdapat penurunan sebesar
5.58%. Berbeda dengan kasus Cerai Gugat, selisih yang terjadi dari setiap tahunnya
terus mengalami peningkatan. Selisih pada Tahun 2013 ke Tahun 2014 terdapat 0.77
% dan selisih Tahun 2014 ke Tahun 2015 sebanyak 30.42 %.
Hal Ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor penyebab terjadinya
perceraian: pertama, moral dari salah satu pihak, ada 3 moral yang menyebabkan
salah satu pihak ingin bercerai (faktor suami yang melakukan poligami tidak sehat,
krisis ahlak, dan sikap cemburu yang berlebihan). kedua, meninggalkan kewajiban,
faktor ini di karenakan salah satu pihak tidak mau bertanggung jawab baik lahir
maupun bathin selama menjalankan kehidupan rumah tangganya. ketiga, nikah di
bawah umur, faktor ini dikarenakan di Kabupaten Subang tidak sedikit anak
perempuan yang tidak lanjut pendidikannya akan dinikahkan oleh orang tuanya, sikap
yang kurang dewasa ini mengakibatkan kurang adanya keharmonisan dalam keluarga
sehingga salah satu pihak ingin bercerai. keempat, di hukum, ini dikarenakan salah
Berikut faktor-faktor penyebab Perceian di Pengadilan Agama Subang Pada
Tahun 2013:59
Diagram 2
Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2013
Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun
2013
Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2013
No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah
1 Poligami Tidak Sehat 17
12 Gangguan Pihak Ke Tiga 52
13 Tidak Ada Keharmoniasan 623
JUMLAH 2219
Berikut faktor-faktor penyebab Perceian di Pengadilan Agama Subang Pada Tahun
2014:60
Diagram 3
Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2014
6.059 % 3.01 % 0.69 % 0 0
Tidak Ada Tanggung Jawab
27.90 % Ekonomi
31.49 % Tidak Ada Keharmonisan
30.83 %
Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2014
No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah
1 Poligami Tidak Sehat 18
9 Dihukum -
10 Cacat Biologis -
11 Politik -
12 Gangguan Pihak Ke Tiga 78
13 Tidak Ada Keharmoniasan 816
JUMLAH 2591
Berikut faktor-faktor penyebab Perceraian di Pengadilan Agama Subang Pada Tahun
2015:61
Diagram 4
Prosentasi Angka Perceraian Menurut Faktor-faktornya pada Tahun 2015
Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Tahun
2015
0.03 %
4.75 % 4.23 % 0 28.25 % Tidak Ada Tanggung Jawab
32.45 Ekonomi
% Tidak Ada Keharmonisan
29.92 %
Cemburu
Gangguan Pihak ketiga
Tabel 4
Jumlah Perkara Perceraian Menurut Faktor-Faktor Penyebab Perceraian Di Pengadilan Agama Subang Tahun 2015
No Faktor Penyebab Perceraian Jumlah
1 Poligami Tidak Sehat 1
2 Krisis Ahlak -
3 Cemburu 137
4 Kawin Paksa -
61
5 Ekonomi 863
6 Tidak Ada Tanggung Jawab 815
7 Kawin Di Bawah Umur -
8 Penganiayaan 2
9 Dihukum -
10 Cacat Biologis -
11 Politik -
12 Gangguan Pihak Ke Tiga 122
13 Tidak Ada Keharmonisan 936
14 JUMLAH 2884
B. Efektivitasan Hakim Mediatordi Pengadilan Agama Subang dalam
Menyelesaikan Perkara Perceraian
a. AnalisisHakim Mediator Di Pengadilan Agama Subang Dalam
Menyelesaikan Perkara Perceraian.
Pada dasarnya tujuan dan cita-cita lahirnya PERMA No.1 Tahun 2008
menciptakan sebuah usaha perdamaian untuk membantu para pihak yang memiliki
kepentingan perkara perdata, termasuk pada perkara urusan perdata Islam. Bahkan
dalam suatu putusan perkara tanpa didahului melalui proses mediasi akan dinilai batal
demi hukum. Mengingat proses mediasi sangat penting maka PERMA No.1 Tahun
2008 mengatur mengenai prosedur di Pengadilan. Untuk mencapai tujuan mediasi
dengan baik dan benar maka dibutuhkan seorang mediator yang dapat di percayai.
Dalam PERMA No.1 Tahun 2008 pasal 5 ayat (1) dijelaskan: “Kecuali
keadaan sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (3) dan Pasal (6), setiap orang yang
peroleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang
memperoleh akreditasi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia”.
Maksud dari pasal tersebut adalah bahwasannya seseorang yang bisa
menjalankan fungsi sebagai mediator ialah seseorang yang yang telah mengikuti
pelatihan dari lembaga yang sudah mendapatkan akreditasi dari Mahkamah Agung.
Namun pada realitanya di wilayah Pengadilan Agama Subang sendiri hanya satu
orang saja yang memiliki sertifikat tersebut. Dengan fakta tersebut sebagai alternatif
dan pelaksanaan dari PERMA No.1 Tahun 2008 pada pasal 9 ayat (1, 2, dan 3)
menjelaskan bahwa ketua pengadilan dapat menunjuk beberapa orang dari hakim
untuk menjalankan fungsi sebagai mediator. Mengingat jumlah perkara yang terus
masuk dan jumlah hakim yang memiliki sertifikat, para hakim di Pengadilan Agama
Subang pun dituntut untuk menjadi seorang mediator, meskipun bisa saja mengambil
mediator yang berasal dari non hakim yang memiliki sertifikat. Namun dalam
ketentuan memilih hakim mediator, pihak boleh memilih hakim mediator dengan
dikehendakinya kecuali hakim yang bukan menangani kasusnya, Hal ini
menyebabkan yang awalnya hakim hanya mengawal proses terjadinya persidangan
kini mereka harus membagi tenaga dan fikirannya untuk melaksanakan tugsanya
sebagai mediator
Landasan yuridis mengenai pentingnya mediasi termuat dalam PERMA No.1
Tahun 2008 pasal 2 bahwa “tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan
RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Dan pasal tersebut ditegaskan
lagi oleh pasal 4 bahwa: “kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur
Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas putusan Badan
Penyelelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha, semua sengketa Perdata yang di ajukan ke Pengadilan tingkat
pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan
bantuan mediator”.
Pemahaman yang didapat dari kedua pasal tersebut bahwa proses mediasi
yang dilakukan di Pengadilan Agama tingkat pertama merupakan suatu kewajiban
yang dilakukan untuk setiap perkara yang masuk. Mediasi yang dilakukan di
pengadilan pada dasarnya sebagai bentuk dari pelaksanaan makna dari upaya yang
dimaksud dalam PERMA secara formil telah dilakukan di pengadilan. Pada inti dari
semua itu, mediasi adalah suatu usaha perdamaian yang dilakukan dengan
sungguh-sungguh dengan dibantu oleh para mediator yang sudah di pilih oleh pihak. Mediasi
atau usaha perdamaian yang dilakukan oleh majelis hakim secara langsung didepan
persidangan kurang begitu efektif, karena: 1) batasan waktu dalam persidangan
sangat singkat sehingga suasana mengadili lebih terasa tenimbang kesepakatan; 2)
suasana persidangan seringkali menimbulkan ketegangan antara pihak, sehingga
sangat sulit untuk menemukan kesepakatan; 3) pada saat hakim memeriksa fakta dan
konflik tersebut muncul.62 Meskipun pada satiap kali persidangan dilakukan mediasi, namun pada setiap kali masuk keruang sidang tidak sedikit kejiwaan mereka sedikit
terganggu dengan suasana persidangan. Hal ini berpengaruh pada jawaban
masing-masing pihak saat hakim melakukan tanya jawab terkait dengan masalahnya, bahkan
para pihak merasa paling benar dengan jawabannya masing-masing.
Dari hasil pengamatan penulis menunjukan bahwa meskipun pada dasarnya
mediasi telah ditentukan oleh sebuah undang-undang yang berlaku, namun agar
terciptanya sebuah proses mediasi dengan baik dan hasil yang memuaskan
dibutuhkan pula penunjang dalam membantu proses mediasi, salah satunya peran
seorang mediator. Peran seorang mediator disini berperan penting dalam
mensukseskan proses mediasi, sekiranya seorang mediator dalam menjalankan
fungsinya dengan semaksimal mungkin untuk mendamaikan para pihak. Sekalipun
jika tidak ada seorang mediator yang memiliki sertifikat, maka peran yang dapat
membantu disini adalah seorang hakim yang dapat menjalankan fungsi sebagai
mediator, maka tetaplah tugas seorang hakim tersebut dalam menjalankan fungsinya
sebagai mediator harus semaksimal mungkin untuk mendamaikan para pihak, guna
menciptakan apa yang dicita-citakan selama ini oleh PERMA No.1 Tahun 2008.
Namun melihatdalam praktik dilapangannya usaha perdamaian yang dilakukan oleh
hakim di ruang mediasi, hakim mediator cenderung memposisikan dirinya tidak jauh
62