• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inventarisasi Agroforestri Sebagai Pendukung Agropolitan Di Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Inventarisasi Agroforestri Sebagai Pendukung Agropolitan Di Kabupaten Simalungun"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK

050304001

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh :

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001/AGRIBISNIS

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Skripsi : Inventarisasi Agroforestri Sebagai Pendukung Agropolitan Di Kabupaten Simalungun

Nama : Syamsul Richard Hutauruk

NIM : 050304001

Departemen : Agribisnis Program Studi : Agribisnis

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

Ir. Luhut Sihombing, MP

(NIP : 196510081992031001 ) (NIP : 196703031998022001 ) Ir. Diana Chalil MSi.PhD

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis

(4)

INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Oleh :

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001

INTISARI

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK : Inventarisasi Agroforestri Pendukung

Agropolitan di Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Diana Chalil Msi.

Program Agropolitan di Kabupaten Simalungun telah dicanangkan sejak tahun 2002 sebagai model Pembangunan Pertanian. Dalam Program Agropolitan terdapat Program agroforestri sudah dicanangkan pemerintah Sumatera Utara pada tahun 2005 melalui master plan pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri, apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan pendapatan petani, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap konservasi dan mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di kawasa agropolitan. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karena Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara yaitu jenis hutan produksi 109.042,22

Ha (78,59 %) melalui snowball sampling 32 petani. Data dianalisis secara

deskriptif tabulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan, kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kegiatan tersebut adalah :Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan, Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan. Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus) dan jenis

MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang diberikan Dinas

(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahirkan di Sei-Rokan, Ujung Batu Rokan (RIAU) pada tanggal

25 Agustus 1987 dari Bapak G.HUTAURUK dan Ibu H.Br SINAGA. Penulis

merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Santa Maria Medan dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Reguler Mandiri.

Penulis memilih program studi Agribinis, Departemen Agribinis.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan

Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian dan pernah bergabung dengan paduan suara

El-Shaddai Universitas Sumatera Utara. Selain itu penulis aktif dalam organisasi

ekstrauniversitas serperti organisasi muda-mudi gereja.

Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pardomuan

Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi dari tanggal 15 juni sampai

16 juli 2009. Pada Bulan Februari 2010 melakukan penelitian skripsi di

Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Raya, Kecamatan Purba,

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkat dan kasih-Nya serta memberikan kekuatan kepada penulis sehingga

dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul penelitian ini adalah

Inventarisasi Agroforestri Pendukung Agropolitan di Kabupaten Simalungun” sebagai salah satu syarat untuk medapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya

kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua komisi pembimbing, Ibu

Dr. Ir. Diana Chalil Msi selaku anggota komisi pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini dan seluruh Staf Pengajar dan

Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

yang turut membantu dalam studi penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda tercinta

G.HUTAURUK dan Ibunda tercinta H.Br.SINAGA, adek Edward Harrys

Hutauruk, adek Dodi Munandar Hutauruk, adek Ria Angelina Br Hutauruk,

Keluarga Besar Op. Richard Hutauruk, Keluarga Besar Op.Kristin Veronika,

Keluarga Besar Op.Dendy Archienus Hutauruk, Keluarga Besar Op.Yoan Sinaga

untuk dukungan doa, semangat yang diberikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan trimakasih kepada kak Riyantri Barus, kak

Rahayu Butarbutar, Riris Jwita Butarbutar, M.Fitra Amsoeri Nasution, Iskandar

Nasution, Eko Bagus Prakarsa, M.irhaz, Teguh Primadi, Dedy Setiawan

(8)

keluarga, Bapak Manaor Hutapea, Bapak Elson Damanik, Bapak Erdi Saragih,

Bapak Amirudin Purba beserta keluarga, The Walangs serta semua rekan-rekan

SEP ’05 yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini, yang membantu penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat

bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.

(9)

DAFTAR ISI

Kerangka Pemikiran... 16

METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

Metode pengambilan Sampel ... 19

Metode Pengumpulan Data ... 20

Metode Analisis Data ... 21

Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 22

Batasan Operasional ... 23

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian

Karakteristik Usahatani Sampel ... 28

(10)

Kelompok dan Jenis Kegiatan Agroforestri. ... 34 Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Agropolitan ... 38 Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Konservasi ... 43 Permasalahan yang Ada dalam Pengembagan Program Agroforestri di

Kawasan Agropolitan ... 44

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 46 Saran ... 47

(11)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Metode Pengumpulan Data...20

2. Keadaan tata guna tanah di Kabupaten Simalunggun...24

3. Komposisi penduduk di Kabupaten Simalungun menurut kelompok umur...25

4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Simalungun... 26

5. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian...27

6. Sarana dan prasarana di Kabupaten Simalungun...28

7. Karakteristik petani sampel...29

8. Rata-rata penerimaan usahatani agroforestri per petani...40

9. Rata-rata biaya produksi usahatani agroforestri...41

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Skema kerangka pemikiran...16

2. Gambar 1. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

cabai dan tomat...36

3. Gambar 2. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

cabai dan tomat...37

4. Gambar 3. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Karakteristik petani sampel ...50

2. Jumlah Bibit, Harga Bibit, Total Biaya Bibit per Petani...51

3. Peralatan usahatani kopi, cabai, tomat, jagung dan kayu ingul perpetani...52

4. Biaya Penyusutan peralatan Per Petani...54

5. Jumlah dan Biaya Pupuk Per Petani...57

6. Biaya Obat-obatan Per Petani...58

7. Total Biaya Saprodi Per Petani...60

8. Distribusi Curahan Tenaga Kerja Per Petani...62

9. Total biaya sarana produksi...66

(14)

INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Oleh :

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001

INTISARI

SYAMSUL RICHARD HUTAURUK : Inventarisasi Agroforestri Pendukung

Agropolitan di Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Diana Chalil Msi.

Program Agropolitan di Kabupaten Simalungun telah dicanangkan sejak tahun 2002 sebagai model Pembangunan Pertanian. Dalam Program Agropolitan terdapat Program agroforestri sudah dicanangkan pemerintah Sumatera Utara pada tahun 2005 melalui master plan pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri, apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan pendapatan petani, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap konservasi dan mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di kawasa agropolitan. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karena Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara yaitu jenis hutan produksi 109.042,22

Ha (78,59 %) melalui snowball sampling 32 petani. Data dianalisis secara

deskriptif tabulasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan, kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kegiatan tersebut adalah :Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan, Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan. Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus) dan jenis

MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang diberikan Dinas

(15)
(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Agropolitan berasal dari kata agro yang artinya pertanian dan kata polis yang

artinya kota. Jadi secara harafiah pengertian Agropolitan adalah kota pertanian.

Tetapi pengertian Agropolitan dalam konsep ini adalah kota dan kawasan

pertanian dimana kota berfungsi melayani daerah sekitarnya (hinterland) dan

daerah sekitarnya merupakan wilayah pertanian atau kawasan daerah sentra

produksi (Bappeda Kab. Karo, 2006).

Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB)

dicanangkan sebagai upaya membangun dan menggerakan perekonomian daerah

dan perekonomian rakyat, khususnya di kawasan agropolitan. Tantangan yang

dihadapi di masa mendatang dalam membangun dan menggerakkan ekonomi

adalah sangat besar yakni meningkatkan daya saing untuk menghadapi era

perdagangan bebas baik regional (AFTA) maupun global (GATT/WTO).

Disamping itu tantangan lain adalah berupa peningkatan pendapatan masyarakat

dalam upaya meningkatkan kesejahteraan(Tim teknis kelompok kerja, 2005).

Program yang dicanangkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut dilakukan

melalui:

1) Pengembangan komoditi unggulan yang diharapkan dapat menghindari

alokasi sumberdaya ke sektor yang tidak memiliki nilai tambah dan dampak

(17)

komoditi unggulan yang didukung oleh industri pengolahan produk pertanian

tidak hanya memasok kebutuhan wilayah sekitar kawasan agropolitan namun

produk olahan yang dipasarkan ke daerah lain akan menjadi ciri khas daerah

tersebut (Hutagalung, 2004.

2) Agroforestri, secara harafiah dapat diartikan sebagai pertanian berbasis

kehutanan. Agroforestri merupakan perpaduan antara pertanian dan proses

pengembangan lingkungan atau kondisi hutan. Dengan adanya agroforestri

diharapkan dapat menjaga fungsi hutan dalam bentuk proses pertanian selain

juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemenuhan produksi

pertanian di pasar. Produk yang dihasilkan sistem agroforestri dapat dibagi

menjadi dua kelompok, yakni:

a) Yang langsung menambah penghasilan petani, misalnya makanan, pakan

ternak, bahan bakar, serat, aneka produk industri, dan

b) Yang tidak langsung memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas,

misalnya konservasi tanah dan air, memelihara kesuburan tanah,

pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dan sebagainya (Anastasia, 2008.

http://anastaciaintan.wordpress.com).

Keberadaan hutan rakyat dan hutan negara di KADTBB memberi makna bahwa

masih ada peluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi

dengan mengembangkan tanaman yang bernilai ekonomis seperti tanaman

perkebunan. Komoditas tanaman perkebunan hutan, dapat meningkatkan

(18)

pengembangan agroforestri dengan komoditas yang komersial serta dapat

memanfaatkan fungsi hutan lindung (Tim teknis kelompok kerja, 2005).

Komoditas pertanian yang tumbuh dan berkembang di wilayah dataran tinggi

sangat beragam dan memiliki komoditas tertentu sebagai andalan yang dikenal

sebagai komoditas unggulan bagi masing-masing daerah. Komoditas unggulan

adalah komoditas potensial dan andalan yang memiliki karakter spesifik baik

sebagai komoditas maupun pasar. Konsep kawasan agropolitan yang didasarkan

atas kesamaan komoditas unggulan merupakan dasar yang menjadikan Wilayah

Dataran Tinggi Bukit Barisan sebagai suatu kawasan agropolitan. Dalam

menentukan komoditas unggulan, perlu dilakukan beberapa persyaratan antara

lain:

1) Komoditas yang dihasilkan pada suatu daerah yang tidak melibatkan rakyat

banyak dalam kegiatan proses produksi seperti perkebunan besar (Swasta,

BUMN), tidak dimasukkan perhitungan. Alasannya adalah perusahaan

agribisnis yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya sendiri sehingga

tidak perlu dipromosikan pemerintah dalam pembangunannya.

2) Komoditas unggulan harus melibatkan masyarakat banyak dan dikembangkan

secara intensif, tidak tergantung input impor, teknologi (on dan off farm)

tersedia, memiliki derivasi yang banyak dan memiliki jaringan pasar yang

tangguh.

3) Mengingat otonomi daerah adalah pada tingkat kabupaten, maka selain

komoditas unggulan pada tingkat kabupaten, maka terdapat pula komoditas

(19)

4) Tanaman padi tidak dikategorikan sebagai unggulan karena merupakan

tanaman strategis.

Dengan menggabungkan persyaratan tersebut di atas dan analisis prioritas

komoditas maka diperoleh komoditas unggulan (Tim teknis kelompok kerja,

2005).

Sistem agroforestri di Kabupaten Simalungun masih dicanangkan sejak tahun

2005 seiring dengan pencanangan sistem agropolitan yang tersusun dalam master

plan. Sejak pencangan agroforestri yang tersusun dalam materplan belum pernah

dilakukan evaluasi mengenai sistem agroforestri dan belum diketahui dukungan

agroforestri terhadap agropolitan, sehingga perlu adanya suatu program lebih jelas

untuk pengembangan agroforestri serta informasi lengkap mengenai keberadaan

agroforestri. Dengan demikian perlu diadakan penelitian tentang inventarisasi

agroforestri sebagai pendukung agropolitan di Kabupaten Simalungun.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian-uraian dari latar belakang maka dirumuskan beberapa pokok

permasalahan yaitu:

1. Bagaimana perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di Kabupaten

Simalungun?

2. Apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di Kabupaten Simalungun?

3. Bagaimana dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap peningkatan

pendapatan petani?

(20)

5. Apa saja permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di

kawasan agropolitan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di

Kabupaten Simalungun.

2. Untuk mengetahui apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di

Kabupaten Simalungun.

3. Untuk mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan

pendapatan petani.

4. Untuk mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap

konservasi.

5. Untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program

agroforestri di kawasan agropolitan.

1.4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan lembaga lainnya tentang

inventarisasi agroforestri pendukung agropolitan di Kabupaten Simalungun.

2. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk

menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI

DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agropolitan

Agropolitan mempunyai pengertian sebagai upaya pengembangan kawasan

pertanian yang tumbuh dan berkembang, karena berjalannya sistem dan usaha

agribisnis, yang diharapkan dapat melayani dan mendorong, kegiatan-kegiatan

pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Anonymous, 2009.

http://www.pu.go.id).

Program Pengembangan Kawasan Agropolitan bertujuan untuk membangun

ekonomi berbasis pertanian di kawasan agropolitan terpilih. Gerakan ini diracang

dan dilaksanakan melalui pendekatan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat melalui sinergi dan pengelolaan berbagai potensi guna mendorong

berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis

kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat

dan difasilitasi oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah. Dengan cara yang

harus ditempuh:

1. Pengangkatan produktivitas.

2. Peningkatan areal luas yang diusahakan petani.

3. Deversifikasi usaha yang komplimenter atau sinergis.

4. Peningkatan usaha pengelolaan (diversifikasi vertikal).

(22)

6. Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang dapat

diperoleh petani dan kegiatan off farm (pengelolaan dan pemasaran) melalui

koperasi dan kemitraan (Bappeda Kab. Karo, 2006).

Pengembangan komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas unggulan

yang mengacu pada besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi,

sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekologi. Berdasarkan hal tersebut

ditetapkan komoditas unggulan hortikultura sebagai berikut: tanaman buah terdiri

atas pisang, mangga, manggis, jeruk, durian; tanaman sayuran terdiri atas kentang,

cabe merah, bawang merah; tanaman hias terdiri atas anggrek dan tanaman

biofarma terdiri atas rimpang. Disamping komoditas unggulan nasional, juga

dikembangkan komoditas unggulan daerah disesuaikan dengan permintaan pasar

regional maupun nasional (Anonimous, 2009

.http://www.hortikultura.deptan.go.id).

2.1.2. Agroforestri

Agroforestri merupakan sistem pengelolaan lahan yang mensinergiskan antara

kelebihan pertanian dan kehutanan. Ruang temu (interface) antara pohon dan

tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan agroforestri menurut

Huxley (1985) kunci untuk memahami potensi biologi dan pengendalian sistem

agroforestri dan respon komponen tanaman terhadap lingkungan dalam sistem

agroforestri yaitu tree/crop interface. Di dalam ruang temu ini sebenarnya

kepentingan petani untuk menghadirkan komponen penyusun dari pohon dan

tanaman semusim, sehingga kehadiran dua komponen tersebut harus

(23)

agroforestri dikenal adanya beberapa interaksi yang bersifat positip pada wilayah

pertemuan antara pohon dan tanaman semusim (tree-crop interface) (Suryanto,

2005.

Konsep agroforestri didapat dari observasi sistem hutan buatan yang dikelola

masyarakat di Indonesia. Di berbagai daerah di kepulauan, para petani telah

menciptakan dan melestarikan sistem-sistem yang tepat guna, yang memadukan

tradisi pengelolaan hutan dengan perkembangan pertanian. Sistem ini

menggunakan struktur-struktur hutan buatan pada lahan-lahan pertanian. Apakah

sistem ini disebut “hutan”, “kebun” atau “agroforestri” tidaklah penting.

“agroforestri” hanyalah istilah yang dipakai untuk menekankan interaksi yang erat

antara komponen-komponen pertanian dan kehutanan dalam konteks pengelolaan

sumberdaya alam. Agroforestri merupakan konsep baru bagi para ilmuwan dan

para pembuat kebijaksanaan (Anonymous, 2009.

Program pengembangan agribisnis kehutanan dapat terlaksana/dilakukan dengan

cara rehabilitasi dan konservasi lahan kritis yang bertujuan untuk menghijaukan

kembali lahan-lahan kritis. Program ini mencakup:

1) Reboisasi dan penghijauan lahan kritis

2) Pengembangan hutan tanaman industri

3) Pengembangan hutan kemasyarakatan (agroforestri)

(24)

5) Konservasi lahan melalui pembuatan terasering dan check dam (Tim teknis

kelompok kerja, 2005).

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 ayat 1 dan2,

membagi hutan menurut fungsi pokoknya menjadi (1) hutan konservasi, (2) hutan

lindung dan (3) hutan produksi. Definisi yang diberikan untuk ”hutan produksi”

adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

Interpretasi menyimpang membuat hutan tersebut dikhususkan untuk tujuan

produksi saja tanpa memperhatikan fungsi yang lain seperti pengaturan tata air,

pencegahan banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, pelestarian lingkungan

hidup, konservasi keanekaragaman hayati dan sebagainya (irwanto,2006.

http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).

Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan

yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Konservasi

dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk

generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang.

Dalam jangka panjang harus sudah dimulai pengelolaan hutan berdasarkan

kesesuaian lahan, membentuk unit-unit ekologis berdasarkan kaidah ekosistem

yang mempunyai respon yang sama baik dalam produktivitas maupun jasa

lingkungannya. Aspek ini tampak semakin penting belakangan ini terutama bila

dikaitkan dengan desakan pihak lain untuk menyelenggarakan agribisnis di areal

(25)

sosial, ekonomi dan kelembagaannya, masalah ini dapat didekati dengan

menyusun klasifikasi lahan yang baik, agar dapat dideliniasi dengan jelas

kawasan-kawasan yang bisa ditolerir untuk agribisnis dan kawasan yang harus

dilakukan pengelolaan hutan berbasis konservasi, sehingga kualitas lingkungan

yang menjadi tanggungjawab hutan produksi dapat tetap dipertahankan

(irwanto,2006. http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).

Beberapa Perbedaan Penting antara Agroforestri Tradisional dan Agroforestri

Modern.

Aspek Tinjauan Agroforestri Tradisional Agroforestri Modern

Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak

jenis(polyculture), dan

hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari jenis-jenis lokal (dan berasal dari permudaan alami)

Hanya terdiri dari 2-3 kombinasi jenis, di mana salah satu-nya merupakan komoditi yang diunggulkan; seringkali diperkenalkan jenis unggul

dari luar (exotic species)

Struktur menggunakan pola lajur atau baris yang berselang-seling dengan jarak tanam yang jelas.

Orientasi diusahakan dengan skala besar dan oleh karenanya padat

modal (capital intensive)

Keterkaitan Sosial Budaya

Memiliki keterkaitan sangat erat dengan

sosial-budaya lokal karena telah dipraktekkan secara turun

temurun oleh masyarakat/pemilik lahan

Secara umum tidak memiliki keterkaitan dengan sosial budaya setempat, karena diintrodusir oleh pihak luar (proyek atau pemerintah)

(Sardjono dkk., 2003. http://www.worldagroforestricentre.org/sea).

Pengembangan agroforestri, menurut Raintree (1983) meliputi tiga aspek, yaitu:

(26)

2) Mengusahakan keberlanjutan sistem agroforestri yang sudah ada dan

3) Penyebarluasan sistem agroforestri sebagai alternatif atau pilihan dalam

penggunaan lahan yang memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek

(adoptability) (Anonimous, 2009.

Sistem agroforestri telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para petani di

berbagai daerah dengan aneka macam kondisi iklim dan jenis tanah serta berbagai

sistem pengelolaan. Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan

oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal

dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu

produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam-macam,

misalnya buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran,

umbi-umbian, dan biji-bijian (Widianto dkk, 2003. http://www.worldAgroforestri

centre.org/sea).

Pengembangan setiap komoditi unggulan meliputi produktivitas jenis bibit

unggul, metode produksi, biaya investasi, biaya produksi, harga jual, dan

pendapatan/keuntungan per Ha atau per unit usahatani. Dengan adanya skenario

atau road map serta mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi maka

jelas cara pengembangan kawasan agropolitan, sehingga target setiap komoditi

dan skala usaha yang diperlukan petani untuk mencapi target pendapatan sebesar

(27)

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Inventarisasi Agroforestri

Inventarisasi agroforestri adalah kegiatan untuk melakukan pencatatan dan

pendaftaran jenis dan kelompok Agroforestri berdasarkan komponen penyusun

yaitu Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) Silvopastura (Silvopastural

systems) Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) dan masa perkembangan

agroforestri yaitu agroforestri tradisional/klasik (traditional/classical agroforestri)

Agroforestri modern (modern atau introduced agroforestri). Menurut Bjorn

Lundgren mantan Direktur ICRAF( International Centre for Research in

agroforestri) mengajukan ringkasan dari banyak definisi agroforestri dengan

rumusan sebagai berikut: agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem

dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan

pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,

palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan hewan (ternak) atau ikan, yang

dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk

interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Anonimous,

2003.

Model agroforestri dapat dikembangkan pada kebun milik petani atau pun lahan

hutan yang dikelola oleh masyarakat di kawasan pinggiran hutan (Hutan

Kemasyarakatan/HKm). Penanaman tanaman tahunan (tegakan) yang sifatnya

investasi jangka panjang, tetapi melihat manfaatnya yang dapat memberikan

perlindungan dan keamanan seluruh sistem termasuk sub-sistem dibagian bawah

maka tentunya hal ini menjadi alternatif pilihan. Oleh karena itu, program

(28)

kemampuan petani mau pun pemerintah untuk mencegah dari bahaya erosi dan

rusaknya tata air (Rahayu, 2005.

Dalam pengembangannya kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari

pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat

kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW

Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan

kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana

Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus

mendukung pengembangan kawasan andalan, sehingga muncul pemahaman

tentang penting untuk mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang, dan

terintegrasi (Djakapermana, 2003.

Program pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui percepatan

pengembangan wilayah dengan membangun berbagai infratruktur ekonomi dan

prasarana pendukungnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kemitraan antar

petani perdesaan, pelaku usaha bermodal dan pemerintah. Pola kemitraan

semacam (kemitraan permodalan, produksi, pengolahan, pemasaran,) akan

menjamin terhindarnya eksploitasi pelaku usahatani di tingkat perdesaan oleh

pelaku usaha lain di satu pihak, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang

bisa dinikmati pelaku usahtani. Ini akan menjamin peningkatan pendapatan.

Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi

baik yang berupa pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru

(29)

Berajalannya sistem dan usaha agribinis serta mampu melayani, mendorong,

menarik, menghela, kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah

sekitarnya. Program agropolitan dalam operasionalisasinya dilakukan dengan

entry point pengembangan infrastruktur fisik (jalan, cold stroge, pasar petani, Sub

Terminal Agribinis dan Terminal Agribisnis/ STA-TA, teknologi, dan

kelembagaan secara simultan (Saptana, dkk. 2004.http://pse.litbang.deptan.go.id).

2.2.2. Pendapatan

Modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Modal mempengaruhi ketepatan

waktu dan ketepatan takaran dalam pemasukan. Modal dibutuhkan untuk

pengadaan bibit, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Kekurangan modal

menyebabkan kurangnya pemasukan yang diberikan sehungga menimbulkan

resiko atau rendahnya hasil yang diterima (Daniel, 2002).

Dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang

dibayarkan dan biaya yang tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya

yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga

kerja luar keluarga, biaya untuk input produksi. Biaya produksi adalah sebagai

kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya

yang dikeuarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun

tidak tunai. Biaya seringkali jadi masalah bagi petani, terutama dalam pengadaan

(30)

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam

memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan

penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang

pasarnya baik dan mengupayakan biaya poduksi yang rendah dengan mengatur

biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input

yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simajuntak, 2004).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual.

TR = Y . Py

dimana: TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh

Py = Harga y

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

Pd = TR – TC

dimana: Pd = Pendapatan Usahatani

TR = Total Penerimaan

(31)

2.3. Kerangka Pemikiran

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi

penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan

dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (mis: pohon) dengan tanaman

pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang

bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis

antar berbagai komponen yang ada.

Agroforestri dalam pelaksanaannya terbagi dalam tiga jenis yaitu agrislvikultur,

silvopastura dan agrosilvopastura. Dari tiga jenis pelaksanaan agroforestri yang

kemudian dibagi lagi untuk tiap masing-masingnya yaitu kelompok kegiatan

agroforestri yaitu klasik dan modern. Moderen yaitu pengkombinasian beberapa

tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan

dalam suatu luas lahan pertanian. Klasik yaitu pengkombinasian banyak tanaman

kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam

suatu luas lahan pertanian.

Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi

tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan atau pun

komponen kehutanan seperti kayu yang memiliki harga jual dan dibutuhkan oleh

industri sebagai bahan baku suatu produk. Untuk mengetahui pendapatan maka

perlu diketahui biaya (cost) sehingga total pendapatan diperoleh dari total

(32)

Pendapatan tidak bertambah jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja

pada lahan yang sama tetapi pendapatan akan bertambah jika

mengusahakan/melakukan pengkombinasian tanaman kehutanan/tahunan,

musiman, peternakan maka dukungan agroforestri terhadap agropolitan dapat

diketahui dari peningkatan pendapatan dan banyaknya produksi yang dihasilkan

(33)

Adapun skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:

Gambar: Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

= Hubungan.

1,2,3,..n = Kombinasi dari beberapa jenis tanaman tahunan, kayu dan musiman.

1,2 = Kombinasi dari dua jenis tanaman tahunan dan musiman

Agropolitan

Agroforestri

Klasik Moderen Klasik Moderen Klasik Moderen

Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan

Pendapatan Agroforestri

Agrivisilvikultur Silvopastura Agrosilvopastura

(34)

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam

memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan

penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang

pasarnya baik dan mengupayakan biaya poduksi yang rendah dengan mengatur

biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input

yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simajuntak, 2004).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan

harga jual.

TR = Y . Py

dimana: TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh

Py = Harga y

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

Pd = TR – TC

dimana: Pd = Pendapatan Usahatani

TR = Total Penerimaan

(35)

2.3. Kerangka Pemikiran

Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi

penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan

dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (mis: pohon) dengan tanaman

pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang

bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis

antar berbagai komponen yang ada.

Agroforestri dalam pelaksanaannya terbagi dalam tiga jenis yaitu agrislvikultur,

silvopastura dan agrosilvopastura. Dari tiga jenis pelaksanaan agroforestri yang

kemudian dibagi lagi untuk tiap masing-masingnya yaitu kelompok kegiatan

agroforestri yaitu klasik dan modern. Moderen yaitu pengkombinasian beberapa

tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan

dalam suatu luas lahan pertanian. Klasik yaitu pengkombinasian banyak tanaman

kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam

suatu luas lahan pertanian.

Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi

tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan atau pun

komponen kehutanan seperti kayu yang memiliki harga jual dan dibutuhkan oleh

industri sebagai bahan baku suatu produk. Untuk mengetahui pendapatan maka

perlu diketahui biaya (cost) sehingga total pendapatan diperoleh dari total

(36)

Pendapatan tidak bertambah jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja

pada lahan yang sama tetapi pendapatan akan bertambah jika

mengusahakan/melakukan pengkombinasian tanaman kehutanan/tahunan,

musiman, peternakan maka dukungan agroforestri terhadap agropolitan dapat

diketahui dari peningkatan pendapatan dan banyaknya produksi yang dihasilkan

(37)

Adapun skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:

Gambar: Skema Kerangka Pemikiran

Keterangan:

= Hubungan.

1,2,3,..n = Kombinasi dari beberapa jenis tanaman tahunan, kayu dan musiman.

1,2 = Kombinasi dari dua jenis tanaman tahunan dan musiman

Agropolitan

Agroforestri

Klasik Moderen Klasik Moderen Klasik Moderen

Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan

Pendapatan Agroforestri

Agrivisilvikultur Silvopastura Agrosilvopastura

(38)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah

Penelitian ini dilakukan pada kawasan agropolitan yang memiliki suatu program

agroforestri. Daerah penelitian yang dipilih adalah Kabupaten Simalungun.

Kabupaten Simalungun dipilih dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini

merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di

kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara. Luas hutan produksi di

Kabupaten Simalungun yaitu seluas 109.042,22 Ha (78,59367752 %)

(Lampiran11).

Kabupaten Simalungun terbagi dalam bagian 2 daerah yaitu Simalungun atas dan

Simalungun bawah. Daerah penelitian yang ditetapkan yaitu simalungun atas yang

terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan (Sekretaris Badan B4PK & KP). Dari hasil survey

pendahuluan, diketahui bahwa sistem agroforestri hanya terdapat di 3 (tiga)

kecamatan yaitu Kecamatan Raya, Kecamatan Purba, dan Kecamatan Dolok

Pardomuan. Dengan demikian ketiga kecamatan tersebut ditetapkan sebagai

daerah penelitian.

3.2. Metode Penentuan Sampel

Metode penetuan sampel yang digunakan adalah snowball sampling yaitu

penentuan sampel yang mula-mula berjumlah kecil/sedikit, kemudian sampel

(39)

semakin banyak (Sugiyono, 2006). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 32

orang yang menerapkan agroforestri dengan jenis agrisilvikultur serta kelompok

kegitannya yaitu modern. Dasar dari pegambilan sampel adalah dikarenakan

populasi atau jumlah petani yang mengusahakan/mengelola sistem agroforestri

tidak ada data sekunder sebagai data pendukung selanjutnya meminta kepada

Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) agar menunjukan responden sesuai dengan

jenis sampel yang diinginkan.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan dan bulanan serta hasil studi

pustaka baik berupa buku maupun data statistik dari instansi yang terkait dengan

penelitian yang dilakukan. Data primer adalah data yang diperoleh dari

wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian dengan menggunakan

pertanyaan (kuisioner).

(40)

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menganalisis identifikasi masalah (1) dilakukan dengan analisis deskriptif

dengan melihat perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di Kabupaten

Simalungun. Untuk menganalisis identifikasi masalah (2) dilakukan dengan

analisis deskriptif dengan melihat jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di

daerah penelitian. Untuk menganalisis identifikasi masalah (3) dilakukan dengan

analisis deskriptif dengan melihat luas lahan, jumlah produk. Dukungan

agroforestri terhadap pendapatan petani di daerah penelitian dianalisis dengan

menggunakan rumus:

TR = Y . Py

dimana: TR = Total Penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh

Py = Harga y

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya

Pd = TR – TC

dimana: Pd = Pendapatan Usahatani

TR = Total Penerimaan

(41)

Untuk menganalisis identifikasi masalah (4) dilakukan dengan analisis deskriptif

dengan melihat dukungan keberadaan agroforestri terhadap konservasi. Untuk

menganalisis identifikasi masalah (5) dilakukan dengan analisis deskriptif dengan

melihat permasalahan yang ada dalam pengembanngan program agroforestri di

kawasan agropolitan

3.5. Defenisi Dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi

1. Inventarisasi agroforestri adalah kegiatan untuk melakukan pencatatan dan

pendaftaran jenis dan kelompok agroforestri.

2. Agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu

meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi

produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman

hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran,

dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan

praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.

3. Agrisilvikultur adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen

pertanian (tanaman non-kayu).

4. Silvopastura adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen

peternakan.

5. Agrosilvopastura adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen

pertanian sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang sama.

6. Agroforestri tradisional/klasik adalah agroforestri tersusun atas banyak

jenis(polyculture), dan hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari

(42)

7. Agroforestri modern adalah pengkombinasian antara tanaman keras atau

pohon komersial dengan tanaman sela terpilih.

8. Penataan struktur/hirarki pusat-pusat aktifitas sosial ekonomi adalah penataan

terhadap pemukiman, sistem produksi petanian, dan pasar serta informasi.

9. Penataan jaringan keterkaitan antar pusat-pusat aktifitas adalah penunjang

berjalannya kegiatan yang dilaksanakan melalui jalur transportasi dan

komunikasi.

10. Pengembangan infrastruktur adalah dukungan prasarana dan sarana dalam

menunjang pengembangan industri hulu atau sarana produksi pertanian,

proses produksi di tingkat usahatani dana lain-lain.

11. Unsur-unsur non-fisik/kelembagaan adalah dukungan terhadap penyediaan

dana dan peranan dari pemerintah adalah untuk memberikan proteksi,

menyelenggarakan pembangunan, melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan

distribusi.

12. Agropolitan adalah kota dan kawasan pertanian dimana kota berfungsi

melayani daerah sekitarnya (hinterland) dan daerah sekitarnya merupakan

wilayah pertanian atau kawasan daerah sentra produksi.

3.5.2. Batasan Operasional

1. Tempat penelitian adalah Kabupaten Simalungun Kawasan Agropolitan

Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB).

2. Bagian agroforestri yang diteliti hanya pada jenis agroforestri dengan sistem

(43)

3. Bagian Kehutanan atau kayu-kayuan dan tanaman semusim serta

ternak/hewan yang diteliti yang hanya terdapat pada lahan petani sampel saja.

4. Jenis hutan yang diteliti hanya jenis hutan produksi di Kabupaten

Simalungun.

(44)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK USAHATANI

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian

4.1.1. Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah

Kabupaten Simalungun terletak antara 02036’ - 03018’ Lintang Utara dan 98032’ -

99035’ bujur timur, letak diatas permukaan laut (rata-rata) 369 Meter. Luas

Wilayah Kabupaten Simalungun adalah 4.386,6 Km2 atau 6.12% dari luas

wilayah Propinsi Sumatera Utara, dan terdiri dari 31 kecamatan, 22 kelurahan,

dan 345 desa/nagori serta berbatasan dengan 5 kabupaten tetangga yaitu:

Sebelah Utara : Kabupaten Serdang Bedagai

Sebelah Barat : Kabupaten Karo

Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir/Kab.Samosir

Sebelah Timur : Kabupaten Asahan

4.1.2. Tata Guna Tanah

Pola penggunaan tanah di Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Keadaan Tata Guna Tanah di Kabupaten Simalungun

No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 41.885,0 10,8

2 Dataran 42.387,9 10,9

3 Kebun 193.261,4 49,99

4 Hutan produksi 109.042,22 28,2

Jumlah 386.576,52 100%

Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008

Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 386,6 Km2 luas Kabupaten Simalungun

(45)

(28,2%) dan untuk kebun seluas 193.261,4 Ha (49,99). Hal ini menunjukkan

bahwa masyarakat Kabupaten Simalungun pada umumnya berkebun dan memiliki

hutan produksi.

4.2. Keadaan Daerah

a. Komposisi Penduduk Menurut Umur

Jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah 853.112 kk, terdiri dari 427.372

laki-laki dan 425.740 perempuan. Jumlah penduduk menurut kelompok umur

adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Komposisi Penduduk di Kabupaten Simalungun menurut Kelompok Umur

No Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 0-14 282.935 33,16

2 15-64 529.950 62,12

3 >65 40.227 4,71

Jumlah 853.112 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008

Dari Tabel 3 diketahui bahwa penduduk Kabupaten Simalungun paling banyak

(46)

b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sebagaian besar penduduk Kabupaten Simalungun memiliki tingkat pendidikan

setara SD dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Simalungun

No Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 SD 106.888 60,9

2 SLTP 40.742 23,2

3 SLTA 17.940 10,2

4 SMK 9.712 05,5

Jumlah 175.282 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan tamat

Sekolah Dasar adalah yang paling tinggi yaitu sebesar 106.888 jiwa hal ini dapat

dilihat bahwa kesadaran penduduk untuk pendidikan masih rendah.

4.3. Sosial Ekonomi

4.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kabupaten Simalungun adalah

(47)

Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian

No Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Pertanian 50.333 41,57

2 Industri Pengolahan 19.702 16,26

3 Perdagangan besar dan

eceran 47.103 38,88

4 Transportasi, pengudangan

dan komunikasi 3.990

3,29

Jumlah 121.128 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa menurut mata pencaharian di Kabupaten

Simalungun yang paling tinggi adalah lapangan pertanian sebesar 41,57 %

sedangkan persentase yang paling terkecil adalah Transportasi, pengudangan dan

komunikasi sebesar 3,29 %.

4.4. Sarana dan Prasarana

Sebagai daerah pertanian, selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana,

transportasi, di Kabupaten Simalungun mempunyai berbagai sarana penunjang

kegiatan pertanian seperti pasar, kios pupuk dan pestisida, bank dan KUD. Data

lengkap mengenai ketersediaaan sarana dan prasarana tersebut tidak tercatat

dalam dokumentasi. Dari hasil observasi lapangan diperoleh informasi mengenai

(48)

Tabel 6. Sarana dan prasarana di Kabupaten Simalungun

No Desa Pasar Kios pupuk

dan pestisida Bank

1 Kecamatan Raya 1 3 3

2 Kematan Purba 1 3 2

3 Kecamatan Dolok

Pardamean 1 2 0

Total 3 8 6

Sumber: Data Primer, 2010

Dari Tabel 6 terlihat bahwa sebagai daerah pertanian, kios pupuk dan pestisida

merupakan sarana yang paling banyak dan terdapat di setiap desa di tiga

kecamatan. Terdapat 8 unit kios di seluruh kecamatan, tetapi sebarannya tidak

sama untuk setiap kecamatan sama halnya untuk sarana bank di setiap kecamatan.

Untuk sarana pasar hanya terdapat 1 pada setiap kecamatannya.

4.5. Karakteristik Usahatani Sampel

Karakteristik petani sampel pada penelitian ini meliputi umur tanaman, umur

petani sampel, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, luas

(49)

Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel

5 Pengalaman Bertani

(Tahun) 14-47 29,875

6 Luas Lahan (Ha) 0,3-0,6 0,421

Sumber: Data Primer Olahan, 2010 (Lampiran 1 dan 5).

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata petani sampel di daerah penelitian

memilki umur tanaman kopi 5,34 tahun dan ingul 2,65 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa umur kopi 4-6 tahun dan ingul 1-5 tahun di daerah penelitian

tergolomg masih muda. Rata-rata umur petani sampel di daerah penelitian yaitu

sekitar 0,421 tahun. Hal ini menunjukan bahwa para petani sampel masih berada

pada usia produktif sehingga mampu mengerjakan usahatani dengan baik.

Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian yaitu sekitar 8,37

tahun atau setara SLTP. Hal ini menunjukan bahwa tingakat pendidikan para

petani yang mengusahakan agroforestri masih tergolong rendah. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi sistem pengelolaan agroforestri yang diusahakan

para petani.

Rata-rata jumlah tanggungan petani sampel yaitu sekitar 1,34 jiwa. Hal ini

menunjukan bahwa jumlah tanggungan para petani sampel tergolong rendah.

Rata-rata pengalaman petani yang mengusahakan agroforestri didaerah penelitian

(50)

petani sampel sudah cukup lama. Rata-rata luas lahan petani yang mengusahakan

agroforestri di daerah penelitian adalah sekitar 0,42 Ha. Hal ini menunjukkan

bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki lahan yang tidak terlalu luas

untuk mengusahakan agroforestri.

Jenis bibit yang digunakan petani sampel untuk jenis kopi ada yang disubsidi dari

dinas perkebunan dan sebagian petani lagi dibeli sendiri dari kios atau penjual

bibit hal yang sama juga dilakukan untuk jenis bibit cabai, tomat dan jagung .

Jenis bibit kayu ingul yang terdapat pada lahan petani sampel seluruhnya subsidi

atau diberikan secra gratis kepada petani dengan tujuan melakukan reboisasi

untuk lahan kritis. Untuk proses produksi dari awal penanaman sampai kepada

pemanen hasil produksi dari masing-msing lahan petani sampel dilakukan sesuai

dengan standar operasonal pelaksanaan (SOP) untuk setiap jenis komoditi, tetapi

untuk pemupukan petani ada yang memanfaatkan pupuk dari tanaman musiman

yang di tanam di sela-sela tanaman tahunan yang di usahakan dan ada juga yang

memupuk untuk setiap jenis komoditi, untuk penyiangan dan pemeliharaan

dilakukan secara bersamaan dengan tanaman musiman. Untuk

pemasaran/penjualan hasil produksi petani sampel dijual kepada pedagang

pengumpul atau agen yang datang langsung ke lahan usahatani sampel sesuai

(51)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Agroforestri di Kabupaten Simalungun

Sejak tahun 2002 program agropolitan telah dicanangkan sebagai model

Pembangunan Pertanian di 8 Kabupaten di Indonesia. Pada tahun 2003

berkembang lagi menjadi 61 Kabupaten/Kota. Kemudian pada tahun 2006

berkembang lagi menjadi 200 Kabupaten/Kota. Salah satu dari 200 kabupaten

tersebut adalah Kabupaten Simalungun.

Pelaksanaan program agropolitan di Kabupaten Simalungun mulai dilakukan pada

tahun 2004. Dasar pelakasanaan program agropolitan di Kabupaten Simalungun

adalah sebagai berikut:

1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 467/Kpts/OT.160/8/2006 tanggal

agustus 2006 tenteng Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan

Agropolitan

2. Surat Menteri Pertanian RI Nomor : 144/OT.210/A/X/2002 tanggal 6 Mei

2002 perihal Pengembangan Kawasan Agropolitan.

3. Surat Menteri Pertanian RI Nomor : 3112/TU.210/A/X/2002 tanggal 16

Oktober 2002 perihal Program Rintisan Kawasan Agropolitan Tahun 2003.

4. Surat Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian/Ketua Kelompok Kerja

Pengembangan Kawasan Agropoitan Nomor : K/OT..210/VIII/2002 tanggal

30 Agustus 2002, perihal Pedoman Operasional Pengembangan Kawasan

(52)

5. Nota Kesepakatan Bersama Pemerintah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun,

Toba Samosir, dan Tapanuli Utara pada tanggal 28 September 2002 tentang

Penetapan pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan

Sumatera Utara.

6. Pernyataan Kesepakatan Bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Karo, Dairi,

Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Pakpak Bharat, Humbang

Hasundutan dan Samosir dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada

tanggal 11 April 2005 tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran

Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.

7. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 050/1637/.K Tahun 2006

tentang Pembentukan Dewan Pembina, Dewan Pakar, Badan Koordinasi, dan

Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi

Bukit Barisan dan Agromarinpolitan Pesisir, pulau Kecil dan

Pulau-pulau Terluar Sumatera Utara.

8. Keputusan Bupati Simalungun : 188.45/2185 Bppd Tahun 2009 tentang

Pembentukan tim Koordinasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan

Dataran Tinggi Bukit Barisan Kabupaten Simalungun

9. Hasil rancang bangun desa lokalits se-kawasan Agropolitan DTBBSU.

Dalam pelaksanaan program agropolitan, tim agropolitan berkoordinasi langsung

dengan BAKOR (Badan Koordinasi Pembangunan Kawasan Agropolitan

Kabupaten Simalungun) Provinsi. Dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan

BAKOR dibantu oleh beberapa anggota yang berasal dari berbagai instansi

(53)

dan BP4K&PK. BAKOR mengadakan rapat dengan anggota-anggotanya 2 (dua)

kali dalam sebulan. Rapat yang diadakan BAKOR Provinsi Simalungun dengan

anggotanya adalah sebagi berikut:

1. Rapat Koordinasi yaitu rapat persiapan pertemuan reguler pembangunan

sekawasan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.

2. Rapat Sinkronisasi kegiatan SKPD dalam mendukung kegiatan agopolitan.

Sebelum rapat ini dilakukan seluruh dinas-dinas yang terkait mempersiapkan

bahan-bahan atau kegiatan yang akan direncanakan pada kawasan agropolitan.

Seluruh bahan-bahan atau kegiatan tersebut dirapatkan lagi dengan BAPEDA

(Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah). Hasil rapat dengan BAPEDA

dari seluruh bahan-bahan atau kegiatan yang direncanakan oleh dinas-dinas

terkait dibawa pada rapat BAKOR Provinsi Simalungun.

3. Rapat evaluasi kegiatan.

Salah satu program pendukung dalam kegiatan agropolitan adalah pengembangan

agroforestri. Hal ini terdapat dalam Master Plan Pengembangan Kawasan

Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Kabupaten Simalungun merupakan

salah satu kabupaten di wilayah agropolitan yang menerapkan sistem agriforestri,

khususnya di daerah Simalungun atas. Program agroforestri di Kabupaten

Simalungun ini merupakan program yang dikembangankan oleh Dinas Kehutanan

Simalungun dengan dana yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan

(54)

Kegiatan agroforestri yang sudah pernah dilakukan oleh Dinas Kehutanan

Kabupaten Simalungun adalah pemberian bibit jenis kayu ingul, pinus, mahoni

serta jenis kayu-kayuan MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti jenis

buah-buahan kepada petani. Pemberian bibit ini pertama kali dilakukan pada tahun

2006. Jumlah bibit yang diberikan kepada petani adalah 200.000 batang. Kegiatan

yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun adalah:

1. Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan

2. Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan (sumber : BAPEDA

Simalungun).

Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut belum dapat dilihat dalam jangka

pendek melainkan dalam jangka panjang. Ini disebabkan karena jenis tanaman

dalam kegiatan tersebut berupa kayu-kayuan maupun jenis buah-buahan yang

berumur panjang. Proses pemberian bibit ini tidak sulit. Petani hanya perlu

membuat surat permohonan permintaan bibit kepada Dinas Kehutanan Kabupaten

Simalungun. Setelah permohonan disetujui, bibit akan langsung diantar ke lokasi

petani.

5.2. Jenis dan Kelompok Kegiatan Agroforestri

Sistem agroforestri di Kabupaten Simalunggun terdapat di beberapa kecamatan

yaitu kecamatan Raya, Kecamatan Purba, dan Kecamatan Dolok Pardamean.

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditinjau dari struktur atau komponen

penyusunnya, sistem agroforestri yang diterapkan di lokasi penelitian termasuk ke

(55)

dalam agrisilvikultur modern karena pengkombinasian jenis komoditi, misalnya:

kayu/tanaman tahunan terdapat dua jenis dan demikian juga untuk tanaman

musiman (kombinasi tanaman hutan, kebun dan pertanian). Komponen penyusun

sistem agroforestri di daerah penelitian dikelompokkan ke dalam komoditi

perkebunan dan industri, komoditi holtikultura, komoditi pangan.

Jenis agroforestri yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu jenis agrisilvikultur,

memiliki karakteristik dasar yang merupakan ciri khas dan dapat membedakan

satu jenis dengan jenis lainnya. Ciri khas tersebut terutama dapat dilihat dari

kombinasi jenis dan kelompok kegiatan, serta lokasi ditemukan atau

diterapkannya sistem agroforestri tersebut. Deskripsi singkat karakteristik dasar

dari jenis dan kelompok agroforestri di daerah penelitian adalah sebagai berikut:

a. Agrisilvikultur Moderen (Kombisanasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan dan Tanaman Semusim)

Jenis dan kelompok ini memiliki karakteristik dasar kombinasi pohon kayu yang

di budidayakan (Ingul) dengan tanaman kebun (Kopi) serta tanaman semusim

(Cabai, Tomat, Jagung). Tanaman pohon ditanami di sekeliling atau ditepi dan

ada juga yang langsung di lahan petani tetapi tidak dilakukan perawatan yang

intensif, tanaman pohon yang tumbuh di lahan petani di peroleh dari pemberian

(56)

C

Gambar 1. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

(57)

C

Gambar 2. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

(58)

Keterangan :

Kayu Ingul

Kopi

Jagung

Gambar 3. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,

jagung.

5.3. Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Agropolitan

Dalam memenuhi tujuan program agropolitan yaitu pencapaian pendapatan per

kapita sebesar $ 3000 pemerintah Simalungun melakukan pengembangan

komoditi unggulan. Untuk pengembangan komoditi unggulan tersebut ada

(59)

1) Peningkatan produktivitas,

2) Peningkatan luas areal yang diusahakan petani (peningkatan skala usaha)

3) Peningkatan usaha pengolahan (diversifiksi vertikal)

4) Penurunan biaya produksi

5) Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang dapat

diperoleh petani dari kegiatan off farm (pengolahan dan pemasaran) melalui

koperasi dan kemitraan

6) Penambahan berbagai usaha yang sesuai digabungkan(diversifikasi yang

koplementer dan sinergis)

Dengan pengembangan komiditi unggulan ini dapat mencapaian peningkatan

pendapatan petani. Pencapaian peningkatan pendapatan dapat memotivasi petani

untuk berpartisipasi dalam program agropolitan yaitu dengan cara mengusahakan

berbagai macam tanaman pertanian (tanaman musiman) dengan tanaman tahunan

(jenis kayu-kayuan maupun jenis buah-buahan) pada satu lahan pertanian mereka

yang sama.

a. Penerimaan usahatani agroforestri

Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil produksi dengan harga jual

produksi. Harga jual produksi di daerah penelitian sering mengalami flusktuasi

pada waktu-waktu tertentu. Namun di daerah penelitian petani memperoleh harga

jual usahatani agroforestrinya yaitu kopi Rp 12.000/Kg, tomat Rp 2.500/Kg, cabai

Rp 12.000/Kg, jagung Rp 1800/Kg dan hasil dari tanaman hutan misalnya kayu

(60)

± Rp 4.000.000. Adapun rata-rata produksi dari usahatani agroforestri yaitu kopi

3.660 Kg, cabai 8.462,22 Kg, tomat 4.936,8 Kg, jagung 2.040 Kg.

Tabel 8. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Agroforestri Per Petani No Penerimaan petani agroforestri Rupiah

Perpetani

Total 4.746.288.000

Sumber : Analisis data Primer Lampiran 10

Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan per petani adalah

kopi Rp 28.008.000, jagung Rp 3.672.000, cabai Rp 101.546.666,7, Tomat

Rp 59.241.600.

b. Biaya produksi

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi

berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel

seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan biaya

tenaga kerja. Besarnya biaya produksi di pengaruhi oleh komponen input

produksi dan harga input produksi tersebut. Berikut ini diperlihatkan rata-rata

(61)

Tabel 9. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Agroforestri

(62)

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya saran produksi untuk kopi

Rp 2.120.051,38, jagung Rp 1.366.522,024, tomat Rp 2.433.822,024, cabai

Rp 5.003.345,716. Biaya tenaga kerja untuk kopi Rp 394.500, jagung Rp 739.500,

cabai Rp 11.059.000, Tomat Rp 397.500, Ingul Rp 672.900. Biaya penyusutan

kopi Rp 71.268,25, jagung Rp184.278,25, cabai Rp 165.397,15, Tomat

Rp 76.122,02. Biaya PBB kopi Rp 10.173,07, jagung Rp10.173,07, cabai

Rp 6000, Tomat Rp 8500.

c. Pendapatan usahatani agroforestri

Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani

dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung.

Tabel 10. Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Agroforestri

No Pendapatan bersih petani agroforestri Rupiah

Per petani

Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 10.

Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per petani adalah

kopi Rp 25.887.948,61, jagung Rp 96.545.643,17, cabai Rp 56.807.777,98, Tomat

(63)

PDRB per kapita atas dasar harga konstan Kabupaten Simalungun pada tahun

2008 adalah sebesar Rp 5.916.134. Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata

usahatani agroforestri, maka pendapatan petani dari usahatani agroforestri ini

lebih tinggi dari PDRB per kapita Kabupaten Simalungun. Pendapatan petani ini

masih bisa bertambah jika mereka sudah menjual tanaman ingul yang mereka

tanam. Satu batang tanaman ingul sudah bisa dijual pada umur 20 tahun dengan

diameter ingul 50-60 cm dan tingginya 10-15 m serta keadaan ingul yang tumbuh

lurus. Sistem penjualan yang dilakukan yaitu dengan sistem kubik. Satu kubik

kayu ingul dijual seharga Rp 4.000.000.

5.4. Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Konservasi

Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada

manfaat biofisik) dan produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis).

Manfaat agroforestri secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level

bentang lahan atau global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi

agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di

daratan, mempertahankan keanekaragaman hayati.

Manfaat ekonomis dapat diperoleh petani dengan menjual hasil kayu ingul.

Dengan demikian petani mendapatkan pendapatan tambahan. Pada era produksi,

yang mengutamakan hasil kayu akan dikurangi secara bertahap (soft landing

process), menuju era rehabilitasi dan konservasi untuk pemulihan kualitas

lingkungan yang lestari. Konservasi merupakan suatu usaha pengelolaan dengan

(64)

baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Kayu ingul

sebagai tanaman hutan sangat mendukung terlaksananya konservasi hutan di

daerah penelitian.

5.5. Permasalahan yang ada dalam Pengembangan Program Agroforestri di Kawasan Agropolitan

Ada beberapa permasalahan yang dihadapi petani dalam mengelolah atau

mengembangkan agroforestri pada lahan pertanian mereka, yaitu :

1. Petani tidak mengerti konsep agroforestri.

Konsep agroforestri yang akan dijalankan oleh pemerintah Simalungun belum

jelas dan sosialisasi kepada petani belum ada sehingga petani dalam

mengusahakan atau mengelola usahataninya dengan konsep agroforestri tidak

mengerti.

2. Pendapatan dari tanaman hutan (kayu ingul, mahoni,pinus) diperoleh dalam

jangka panjang sehingga minat petani berkurang untuk menanam tanaman

hutan dilahan mereka.

3. Pemilikan lahan yang sempit.

Lahan yang sempit (0,421 Ha) menyebabkan petani tidak dapat

mengembangkan usahataninya. Komoditi yang bisa diusahakan oleh petani

juga terbatas. Hal ini menyebabkan petani tidak dapat meningkatkan

pendapatannya.

4. Pengolahan lahan yang sulit karena terdapat tanaman keras

Tanaman keras pada lahan petani menyebakan petani tidak dapat mengolah

lahannya dengan menggunakan traktor. Petani harus mengolah lahan dengan

(65)

menyebabkan petani harus mengeluarkan biaya pengolahan yang lebih banyak

(66)

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

1. Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master

Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan,

kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.

Kegiatan tersebut adalah :

a. Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan

b. Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan

Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus)

dan jenis MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang

diberikan Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun kepada petani sebanyak

200.000 batang.

2. Terdapat tiga (3) kecamatan yang menerapkan atau melaksanakan sistem

agroforestri yaitu Kecamatan Raya, Kecamatan Purba, Kecamatan Dolok

Pardamean. Sistem agroforestri yang petani terapkan adalah jenis

agrisilvikultur dan kelompok kegiatannya modern.

3. Dukungan keberadaan agroforestri terhadap agropolitan yaitu dari jenis

komoditi yang diusahakan oleh petani misalnya kopi, cabai, tomat, jagung,

dan kayu ingul yang diusahakan petani pada lahan usahatani mereka. Selain

itu, pendapatan usahatani yang mereka peroleh diatas rata-rata PDRB per

kapita atas dasar harga konstan Kabupaten Simalungun pada tahun 2008

adalah sebesar Rp 5.916.134 dan juga dalam jangka panjang mereka akan

Gambar

Gambar: Skema Kerangka Pemikiran
Gambar: Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1.  Metode Pengumpulan Data
Tabel 2. Keadaan Tata Guna Tanah di Kabupaten Simalungun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses internalisasi nilai-nilai dakwah multikultural dalam pembelajaran Al-Islam di Universitas Muhammadiyah Mataram terlaksana melalui beberapa tahapan-tahapan

Dampak positif yang diperoleh adalah bahwa OSCE dapat mengembangkan performa mahasiswa dalam melakukan keterampilan klinik, dapat mendorong mahasiswa untuk menghabiskan

a. Berkenaan dengan pembangunan ekonomi, diharapkan untuk mencari terobosan- terobosan dalam rangka peningkatan invenstasi dan mengoptimalkan potensi daerah. Rendahnya Indeks

kooperatif tipe Investigasi kelompok pada materi trapesium di kelas VII. Data yang dikumpulkan pada tahap ini adalah data kemampuan guru mengelola pembelajaran,

tersebut diatas, PARA PIHAK setuju dan sepakat, bahwa PIHAK KEDUA bermaksud Akan Melaksanakan Pekerjaan Proyek Pengurugan Di Bandara Terminal 3 Juanda

Perpindahan masyarakat ke Kecamatan Kuranji ini memang sangat besar disebabkan oleh faktor gempa 2009, sebelum gempa masyarakat di kawasan ini tidak begitu ramai,

Produksi makna yang dilakukan oleh Joy O Klan tidak hanya sekali, namun dalam pergerakan awalnya justru symbol JOK tersebar diberbagai wilayah untuk

Lingkungan kerja yang baik dan menyenangkan dapat meningkatkan gairah dan semangat kerja dalam perusahaan juga akan mendorong para karyawan untuk bekerja dengan