INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
OLEH
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK
050304001
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
SKRIPSI
Diajukan Kepada
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Oleh :
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001/AGRIBISNIS
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul Skripsi : Inventarisasi Agroforestri Sebagai Pendukung Agropolitan Di Kabupaten Simalungun
Nama : Syamsul Richard Hutauruk
NIM : 050304001
Departemen : Agribisnis Program Studi : Agribisnis
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
Ir. Luhut Sihombing, MP
(NIP : 196510081992031001 ) (NIP : 196703031998022001 ) Ir. Diana Chalil MSi.PhD
Mengetahui,
Ketua Departemen Agribisnis
INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Oleh :
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001
INTISARI
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK : Inventarisasi Agroforestri Pendukung
Agropolitan di Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Diana Chalil Msi.
Program Agropolitan di Kabupaten Simalungun telah dicanangkan sejak tahun 2002 sebagai model Pembangunan Pertanian. Dalam Program Agropolitan terdapat Program agroforestri sudah dicanangkan pemerintah Sumatera Utara pada tahun 2005 melalui master plan pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri, apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan pendapatan petani, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap konservasi dan mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di kawasa agropolitan. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karena Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara yaitu jenis hutan produksi 109.042,22
Ha (78,59 %) melalui snowball sampling 32 petani. Data dianalisis secara
deskriptif tabulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan, kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kegiatan tersebut adalah :Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan, Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan. Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus) dan jenis
MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang diberikan Dinas
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahirkan di Sei-Rokan, Ujung Batu Rokan (RIAU) pada tanggal
25 Agustus 1987 dari Bapak G.HUTAURUK dan Ibu H.Br SINAGA. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Santa Maria Medan dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Reguler Mandiri.
Penulis memilih program studi Agribinis, Departemen Agribinis.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian dan pernah bergabung dengan paduan suara
El-Shaddai Universitas Sumatera Utara. Selain itu penulis aktif dalam organisasi
ekstrauniversitas serperti organisasi muda-mudi gereja.
Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Pardomuan
Kecamatan Siempat Nempu Hilir, Kabupaten Dairi dari tanggal 15 juni sampai
16 juli 2009. Pada Bulan Februari 2010 melakukan penelitian skripsi di
Kabupaten Simalungun tepatnya di Kecamatan Raya, Kecamatan Purba,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat dan kasih-Nya serta memberikan kekuatan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul penelitian ini adalah
“Inventarisasi Agroforestri Pendukung Agropolitan di Kabupaten Simalungun” sebagai salah satu syarat untuk medapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP selaku ketua komisi pembimbing, Ibu
Dr. Ir. Diana Chalil Msi selaku anggota komisi pembimbing yang telah
membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini dan seluruh Staf Pengajar dan
Pegawai Tata Usaha di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
yang turut membantu dalam studi penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ayahanda tercinta
G.HUTAURUK dan Ibunda tercinta H.Br.SINAGA, adek Edward Harrys
Hutauruk, adek Dodi Munandar Hutauruk, adek Ria Angelina Br Hutauruk,
Keluarga Besar Op. Richard Hutauruk, Keluarga Besar Op.Kristin Veronika,
Keluarga Besar Op.Dendy Archienus Hutauruk, Keluarga Besar Op.Yoan Sinaga
untuk dukungan doa, semangat yang diberikan kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan trimakasih kepada kak Riyantri Barus, kak
Rahayu Butarbutar, Riris Jwita Butarbutar, M.Fitra Amsoeri Nasution, Iskandar
Nasution, Eko Bagus Prakarsa, M.irhaz, Teguh Primadi, Dedy Setiawan
keluarga, Bapak Manaor Hutapea, Bapak Elson Damanik, Bapak Erdi Saragih,
Bapak Amirudin Purba beserta keluarga, The Walangs serta semua rekan-rekan
SEP ’05 yang tidak dapat disebutkan satu persatu disini, yang membantu penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat untuk semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR ISI
Kerangka Pemikiran... 16
METODE PENELITIAN Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19
Metode pengambilan Sampel ... 19
Metode Pengumpulan Data ... 20
Metode Analisis Data ... 21
Defenisi dan Batasan Operasional Defenisi ... 22
Batasan Operasional ... 23
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL Deskripsi Daerah Penelitian
Karakteristik Usahatani Sampel ... 28
Kelompok dan Jenis Kegiatan Agroforestri. ... 34 Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Agropolitan ... 38 Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Konservasi ... 43 Permasalahan yang Ada dalam Pengembagan Program Agroforestri di
Kawasan Agropolitan ... 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 46 Saran ... 47
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Metode Pengumpulan Data...20
2. Keadaan tata guna tanah di Kabupaten Simalunggun...24
3. Komposisi penduduk di Kabupaten Simalungun menurut kelompok umur...25
4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Simalungun... 26
5. Komposisi penduduk menurut mata pencaharian...27
6. Sarana dan prasarana di Kabupaten Simalungun...28
7. Karakteristik petani sampel...29
8. Rata-rata penerimaan usahatani agroforestri per petani...40
9. Rata-rata biaya produksi usahatani agroforestri...41
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Skema kerangka pemikiran...16
2. Gambar 1. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
cabai dan tomat...36
3. Gambar 2. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
cabai dan tomat...37
4. Gambar 3. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Karakteristik petani sampel ...50
2. Jumlah Bibit, Harga Bibit, Total Biaya Bibit per Petani...51
3. Peralatan usahatani kopi, cabai, tomat, jagung dan kayu ingul perpetani...52
4. Biaya Penyusutan peralatan Per Petani...54
5. Jumlah dan Biaya Pupuk Per Petani...57
6. Biaya Obat-obatan Per Petani...58
7. Total Biaya Saprodi Per Petani...60
8. Distribusi Curahan Tenaga Kerja Per Petani...62
9. Total biaya sarana produksi...66
INVENTARISASI AGROFORESTRI SEBAGAI PENDUKUNG AGROPOLITAN DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Oleh :
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK 050304001
INTISARI
SYAMSUL RICHARD HUTAURUK : Inventarisasi Agroforestri Pendukung
Agropolitan di Kabupaten Simalungun, dibimbing oleh Bapak Ir. Luhut Sihombing, MP dan Ibu Dr. Ir. Diana Chalil Msi.
Program Agropolitan di Kabupaten Simalungun telah dicanangkan sejak tahun 2002 sebagai model Pembangunan Pertanian. Dalam Program Agropolitan terdapat Program agroforestri sudah dicanangkan pemerintah Sumatera Utara pada tahun 2005 melalui master plan pengembangan kawasan agropolitan dataran tinggi bukit barisan. Tujuan dari penelitian ini Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri, apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan pendapatan petani, mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap konservasi dan mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di kawasa agropolitan. Penentuan lokasi penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan karena Kabupaten Simalungun merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara yaitu jenis hutan produksi 109.042,22
Ha (78,59 %) melalui snowball sampling 32 petani. Data dianalisis secara
deskriptif tabulasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan, kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun. Kegiatan tersebut adalah :Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan, Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan. Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus) dan jenis
MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang diberikan Dinas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Agropolitan berasal dari kata agro yang artinya pertanian dan kata polis yang
artinya kota. Jadi secara harafiah pengertian Agropolitan adalah kota pertanian.
Tetapi pengertian Agropolitan dalam konsep ini adalah kota dan kawasan
pertanian dimana kota berfungsi melayani daerah sekitarnya (hinterland) dan
daerah sekitarnya merupakan wilayah pertanian atau kawasan daerah sentra
produksi (Bappeda Kab. Karo, 2006).
Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB)
dicanangkan sebagai upaya membangun dan menggerakan perekonomian daerah
dan perekonomian rakyat, khususnya di kawasan agropolitan. Tantangan yang
dihadapi di masa mendatang dalam membangun dan menggerakkan ekonomi
adalah sangat besar yakni meningkatkan daya saing untuk menghadapi era
perdagangan bebas baik regional (AFTA) maupun global (GATT/WTO).
Disamping itu tantangan lain adalah berupa peningkatan pendapatan masyarakat
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan(Tim teknis kelompok kerja, 2005).
Program yang dicanangkan untuk meningkatkan pendapatan tersebut dilakukan
melalui:
1) Pengembangan komoditi unggulan yang diharapkan dapat menghindari
alokasi sumberdaya ke sektor yang tidak memiliki nilai tambah dan dampak
komoditi unggulan yang didukung oleh industri pengolahan produk pertanian
tidak hanya memasok kebutuhan wilayah sekitar kawasan agropolitan namun
produk olahan yang dipasarkan ke daerah lain akan menjadi ciri khas daerah
tersebut (Hutagalung, 2004.
2) Agroforestri, secara harafiah dapat diartikan sebagai pertanian berbasis
kehutanan. Agroforestri merupakan perpaduan antara pertanian dan proses
pengembangan lingkungan atau kondisi hutan. Dengan adanya agroforestri
diharapkan dapat menjaga fungsi hutan dalam bentuk proses pertanian selain
juga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemenuhan produksi
pertanian di pasar. Produk yang dihasilkan sistem agroforestri dapat dibagi
menjadi dua kelompok, yakni:
a) Yang langsung menambah penghasilan petani, misalnya makanan, pakan
ternak, bahan bakar, serat, aneka produk industri, dan
b) Yang tidak langsung memberikan jasa lingkungan bagi masyarakat luas,
misalnya konservasi tanah dan air, memelihara kesuburan tanah,
pemeliharaan iklim mikro, pagar hidup, dan sebagainya (Anastasia, 2008.
http://anastaciaintan.wordpress.com).
Keberadaan hutan rakyat dan hutan negara di KADTBB memberi makna bahwa
masih ada peluang untuk dimanfaatkan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi
dengan mengembangkan tanaman yang bernilai ekonomis seperti tanaman
perkebunan. Komoditas tanaman perkebunan hutan, dapat meningkatkan
pengembangan agroforestri dengan komoditas yang komersial serta dapat
memanfaatkan fungsi hutan lindung (Tim teknis kelompok kerja, 2005).
Komoditas pertanian yang tumbuh dan berkembang di wilayah dataran tinggi
sangat beragam dan memiliki komoditas tertentu sebagai andalan yang dikenal
sebagai komoditas unggulan bagi masing-masing daerah. Komoditas unggulan
adalah komoditas potensial dan andalan yang memiliki karakter spesifik baik
sebagai komoditas maupun pasar. Konsep kawasan agropolitan yang didasarkan
atas kesamaan komoditas unggulan merupakan dasar yang menjadikan Wilayah
Dataran Tinggi Bukit Barisan sebagai suatu kawasan agropolitan. Dalam
menentukan komoditas unggulan, perlu dilakukan beberapa persyaratan antara
lain:
1) Komoditas yang dihasilkan pada suatu daerah yang tidak melibatkan rakyat
banyak dalam kegiatan proses produksi seperti perkebunan besar (Swasta,
BUMN), tidak dimasukkan perhitungan. Alasannya adalah perusahaan
agribisnis yang bersangkutan dapat mengembangkan dirinya sendiri sehingga
tidak perlu dipromosikan pemerintah dalam pembangunannya.
2) Komoditas unggulan harus melibatkan masyarakat banyak dan dikembangkan
secara intensif, tidak tergantung input impor, teknologi (on dan off farm)
tersedia, memiliki derivasi yang banyak dan memiliki jaringan pasar yang
tangguh.
3) Mengingat otonomi daerah adalah pada tingkat kabupaten, maka selain
komoditas unggulan pada tingkat kabupaten, maka terdapat pula komoditas
4) Tanaman padi tidak dikategorikan sebagai unggulan karena merupakan
tanaman strategis.
Dengan menggabungkan persyaratan tersebut di atas dan analisis prioritas
komoditas maka diperoleh komoditas unggulan (Tim teknis kelompok kerja,
2005).
Sistem agroforestri di Kabupaten Simalungun masih dicanangkan sejak tahun
2005 seiring dengan pencanangan sistem agropolitan yang tersusun dalam master
plan. Sejak pencangan agroforestri yang tersusun dalam materplan belum pernah
dilakukan evaluasi mengenai sistem agroforestri dan belum diketahui dukungan
agroforestri terhadap agropolitan, sehingga perlu adanya suatu program lebih jelas
untuk pengembangan agroforestri serta informasi lengkap mengenai keberadaan
agroforestri. Dengan demikian perlu diadakan penelitian tentang inventarisasi
agroforestri sebagai pendukung agropolitan di Kabupaten Simalungun.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian-uraian dari latar belakang maka dirumuskan beberapa pokok
permasalahan yaitu:
1. Bagaimana perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di Kabupaten
Simalungun?
2. Apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di Kabupaten Simalungun?
3. Bagaimana dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap peningkatan
pendapatan petani?
5. Apa saja permasalahan yang ada dalam pengembagan program agroforestri di
kawasan agropolitan?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di
Kabupaten Simalungun.
2. Untuk mengetahui apa saja jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di
Kabupaten Simalungun.
3. Untuk mengetahui dukungan keberadaan agroforestri terhadap peningkatan
pendapatan petani.
4. Untuk mengetahui dukungan keberadaan agroforestri tersebut terhadap
konservasi.
5. Untuk mengetahui permasalahan yang ada dalam pengembagan program
agroforestri di kawasan agropolitan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dan lembaga lainnya tentang
inventarisasi agroforestri pendukung agropolitan di Kabupaten Simalungun.
2. Sebagai bahan untuk membuat skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk
menempuh ujian sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI
DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Agropolitan
Agropolitan mempunyai pengertian sebagai upaya pengembangan kawasan
pertanian yang tumbuh dan berkembang, karena berjalannya sistem dan usaha
agribisnis, yang diharapkan dapat melayani dan mendorong, kegiatan-kegiatan
pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya (Anonymous, 2009.
http://www.pu.go.id).
Program Pengembangan Kawasan Agropolitan bertujuan untuk membangun
ekonomi berbasis pertanian di kawasan agropolitan terpilih. Gerakan ini diracang
dan dilaksanakan melalui pendekatan sistem untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat melalui sinergi dan pengelolaan berbagai potensi guna mendorong
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis
kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi yang digerakkan oleh masyarakat
dan difasilitasi oleh pemerintah, terutama pemerintah daerah. Dengan cara yang
harus ditempuh:
1. Pengangkatan produktivitas.
2. Peningkatan areal luas yang diusahakan petani.
3. Deversifikasi usaha yang komplimenter atau sinergis.
4. Peningkatan usaha pengelolaan (diversifikasi vertikal).
6. Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang dapat
diperoleh petani dan kegiatan off farm (pengelolaan dan pemasaran) melalui
koperasi dan kemitraan (Bappeda Kab. Karo, 2006).
Pengembangan komoditas hortikultura diprioritaskan pada komoditas unggulan
yang mengacu pada besarnya pangsa pasar, keunggulan kompetitif, nilai ekonomi,
sebaran wilayah produksi dan kesesuaian agroekologi. Berdasarkan hal tersebut
ditetapkan komoditas unggulan hortikultura sebagai berikut: tanaman buah terdiri
atas pisang, mangga, manggis, jeruk, durian; tanaman sayuran terdiri atas kentang,
cabe merah, bawang merah; tanaman hias terdiri atas anggrek dan tanaman
biofarma terdiri atas rimpang. Disamping komoditas unggulan nasional, juga
dikembangkan komoditas unggulan daerah disesuaikan dengan permintaan pasar
regional maupun nasional (Anonimous, 2009
.http://www.hortikultura.deptan.go.id).
2.1.2. Agroforestri
Agroforestri merupakan sistem pengelolaan lahan yang mensinergiskan antara
kelebihan pertanian dan kehutanan. Ruang temu (interface) antara pohon dan
tanaman pertanian merupakan kunci dalam pengelolaan agroforestri menurut
Huxley (1985) kunci untuk memahami potensi biologi dan pengendalian sistem
agroforestri dan respon komponen tanaman terhadap lingkungan dalam sistem
agroforestri yaitu tree/crop interface. Di dalam ruang temu ini sebenarnya
kepentingan petani untuk menghadirkan komponen penyusun dari pohon dan
tanaman semusim, sehingga kehadiran dua komponen tersebut harus
agroforestri dikenal adanya beberapa interaksi yang bersifat positip pada wilayah
pertemuan antara pohon dan tanaman semusim (tree-crop interface) (Suryanto,
2005.
Konsep agroforestri didapat dari observasi sistem hutan buatan yang dikelola
masyarakat di Indonesia. Di berbagai daerah di kepulauan, para petani telah
menciptakan dan melestarikan sistem-sistem yang tepat guna, yang memadukan
tradisi pengelolaan hutan dengan perkembangan pertanian. Sistem ini
menggunakan struktur-struktur hutan buatan pada lahan-lahan pertanian. Apakah
sistem ini disebut “hutan”, “kebun” atau “agroforestri” tidaklah penting.
“agroforestri” hanyalah istilah yang dipakai untuk menekankan interaksi yang erat
antara komponen-komponen pertanian dan kehutanan dalam konteks pengelolaan
sumberdaya alam. Agroforestri merupakan konsep baru bagi para ilmuwan dan
para pembuat kebijaksanaan (Anonymous, 2009.
Program pengembangan agribisnis kehutanan dapat terlaksana/dilakukan dengan
cara rehabilitasi dan konservasi lahan kritis yang bertujuan untuk menghijaukan
kembali lahan-lahan kritis. Program ini mencakup:
1) Reboisasi dan penghijauan lahan kritis
2) Pengembangan hutan tanaman industri
3) Pengembangan hutan kemasyarakatan (agroforestri)
5) Konservasi lahan melalui pembuatan terasering dan check dam (Tim teknis
kelompok kerja, 2005).
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 6 ayat 1 dan2,
membagi hutan menurut fungsi pokoknya menjadi (1) hutan konservasi, (2) hutan
lindung dan (3) hutan produksi. Definisi yang diberikan untuk ”hutan produksi”
adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Interpretasi menyimpang membuat hutan tersebut dikhususkan untuk tujuan
produksi saja tanpa memperhatikan fungsi yang lain seperti pengaturan tata air,
pencegahan banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah, pelestarian lingkungan
hidup, konservasi keanekaragaman hayati dan sebagainya (irwanto,2006.
http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).
Konservasi atau conservation dapat diartikan sebagai suatu usaha pengelolaan
yang dilakukan oleh manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Konservasi
dapat menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya secara berkelanjutan untuk
generasi manusia saat ini, serta tetap memelihara potensinya untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan aspirasi-aspirasi generasi generasi yang akan datang.
Dalam jangka panjang harus sudah dimulai pengelolaan hutan berdasarkan
kesesuaian lahan, membentuk unit-unit ekologis berdasarkan kaidah ekosistem
yang mempunyai respon yang sama baik dalam produktivitas maupun jasa
lingkungannya. Aspek ini tampak semakin penting belakangan ini terutama bila
dikaitkan dengan desakan pihak lain untuk menyelenggarakan agribisnis di areal
sosial, ekonomi dan kelembagaannya, masalah ini dapat didekati dengan
menyusun klasifikasi lahan yang baik, agar dapat dideliniasi dengan jelas
kawasan-kawasan yang bisa ditolerir untuk agribisnis dan kawasan yang harus
dilakukan pengelolaan hutan berbasis konservasi, sehingga kualitas lingkungan
yang menjadi tanggungjawab hutan produksi dapat tetap dipertahankan
(irwanto,2006. http://coba1.netai.net/bahankuliahkehutananjadul).
Beberapa Perbedaan Penting antara Agroforestri Tradisional dan Agroforestri
Modern.
Aspek Tinjauan Agroforestri Tradisional Agroforestri Modern
Kombinasi Jenis Tersusun atas banyak
jenis(polyculture), dan
hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari jenis-jenis lokal (dan berasal dari permudaan alami)
Hanya terdiri dari 2-3 kombinasi jenis, di mana salah satu-nya merupakan komoditi yang diunggulkan; seringkali diperkenalkan jenis unggul
dari luar (exotic species)
Struktur menggunakan pola lajur atau baris yang berselang-seling dengan jarak tanam yang jelas.
Orientasi diusahakan dengan skala besar dan oleh karenanya padat
modal (capital intensive)
Keterkaitan Sosial Budaya
Memiliki keterkaitan sangat erat dengan
sosial-budaya lokal karena telah dipraktekkan secara turun
temurun oleh masyarakat/pemilik lahan
Secara umum tidak memiliki keterkaitan dengan sosial budaya setempat, karena diintrodusir oleh pihak luar (proyek atau pemerintah)
(Sardjono dkk., 2003. http://www.worldagroforestricentre.org/sea).
Pengembangan agroforestri, menurut Raintree (1983) meliputi tiga aspek, yaitu:
2) Mengusahakan keberlanjutan sistem agroforestri yang sudah ada dan
3) Penyebarluasan sistem agroforestri sebagai alternatif atau pilihan dalam
penggunaan lahan yang memberikan tawaran lebih baik dalam berbagai aspek
(adoptability) (Anonimous, 2009.
Sistem agroforestri telah dilaksanakan sejak dahulu kala oleh para petani di
berbagai daerah dengan aneka macam kondisi iklim dan jenis tanah serta berbagai
sistem pengelolaan. Sistem pengelolaan yang berbeda-beda itu dapat disebabkan
oleh perbedaan kondisi biofisik (tanah dan iklim), perbedaan ketersediaan modal
dan tenaga kerja, serta perbedaan latar belakang sosial-budaya. Oleh karena itu
produksi yang dihasilkan dari sistem agroforestri juga bermacam-macam,
misalnya buah-buahan, kayu bangunan, kayu bakar, getah, pakan, sayur-sayuran,
umbi-umbian, dan biji-bijian (Widianto dkk, 2003. http://www.worldAgroforestri
centre.org/sea).
Pengembangan setiap komoditi unggulan meliputi produktivitas jenis bibit
unggul, metode produksi, biaya investasi, biaya produksi, harga jual, dan
pendapatan/keuntungan per Ha atau per unit usahatani. Dengan adanya skenario
atau road map serta mempertimbangkan masalah-masalah yang dihadapi maka
jelas cara pengembangan kawasan agropolitan, sehingga target setiap komoditi
dan skala usaha yang diperlukan petani untuk mencapi target pendapatan sebesar
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Inventarisasi Agroforestri
Inventarisasi agroforestri adalah kegiatan untuk melakukan pencatatan dan
pendaftaran jenis dan kelompok Agroforestri berdasarkan komponen penyusun
yaitu Agrisilvikultur (Agrisilvicultural systems) Silvopastura (Silvopastural
systems) Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) dan masa perkembangan
agroforestri yaitu agroforestri tradisional/klasik (traditional/classical agroforestri)
Agroforestri modern (modern atau introduced agroforestri). Menurut Bjorn
Lundgren mantan Direktur ICRAF( International Centre for Research in
agroforestri) mengajukan ringkasan dari banyak definisi agroforestri dengan
rumusan sebagai berikut: agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem
dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan
pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu,
palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan hewan (ternak) atau ikan, yang
dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Anonimous,
2003.
Model agroforestri dapat dikembangkan pada kebun milik petani atau pun lahan
hutan yang dikelola oleh masyarakat di kawasan pinggiran hutan (Hutan
Kemasyarakatan/HKm). Penanaman tanaman tahunan (tegakan) yang sifatnya
investasi jangka panjang, tetapi melihat manfaatnya yang dapat memberikan
perlindungan dan keamanan seluruh sistem termasuk sub-sistem dibagian bawah
maka tentunya hal ini menjadi alternatif pilihan. Oleh karena itu, program
kemampuan petani mau pun pemerintah untuk mencegah dari bahaya erosi dan
rusaknya tata air (Rahayu, 2005.
Dalam pengembangannya kawasan agropolitan tidak bisa terlepas dari
pengembangan sistem pusat-pusat kegiatan nasional (RTRWN) dan sistem pusat
kegiatan pada tingkat Propinsi (RTRW Propinsi) dan Kabupaten (RTRW
Kabupaten). Hal ini disebabkan, rencana tata ruang wilayah merupakan
kesepakatan bersama tentang pengaturan ruang wilayah. Terkait dengan Rencana
Tata Ruang Nasional (RTRWN), maka pengembangan kawasan agropolitan harus
mendukung pengembangan kawasan andalan, sehingga muncul pemahaman
tentang penting untuk mewujudkan pembangunan yang serasi, seimbang, dan
terintegrasi (Djakapermana, 2003.
Program pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui percepatan
pengembangan wilayah dengan membangun berbagai infratruktur ekonomi dan
prasarana pendukungnya. Oleh karena itu diperlukan adanya kemitraan antar
petani perdesaan, pelaku usaha bermodal dan pemerintah. Pola kemitraan
semacam (kemitraan permodalan, produksi, pengolahan, pemasaran,) akan
menjamin terhindarnya eksploitasi pelaku usahatani di tingkat perdesaan oleh
pelaku usaha lain di satu pihak, dan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang
bisa dinikmati pelaku usahtani. Ini akan menjamin peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi
baik yang berupa pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru
Berajalannya sistem dan usaha agribinis serta mampu melayani, mendorong,
menarik, menghela, kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah
sekitarnya. Program agropolitan dalam operasionalisasinya dilakukan dengan
entry point pengembangan infrastruktur fisik (jalan, cold stroge, pasar petani, Sub
Terminal Agribinis dan Terminal Agribisnis/ STA-TA, teknologi, dan
kelembagaan secara simultan (Saptana, dkk. 2004.http://pse.litbang.deptan.go.id).
2.2.2. Pendapatan
Modal mutlak diperlukan dalam usaha pertanian. Modal mempengaruhi ketepatan
waktu dan ketepatan takaran dalam pemasukan. Modal dibutuhkan untuk
pengadaan bibit, pupuk, pestisida, dan upah tenaga kerja. Kekurangan modal
menyebabkan kurangnya pemasukan yang diberikan sehungga menimbulkan
resiko atau rendahnya hasil yang diterima (Daniel, 2002).
Dalam usahatani dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang
dibayarkan dan biaya yang tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya
yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga
kerja luar keluarga, biaya untuk input produksi. Biaya produksi adalah sebagai
kompensasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya
yang dikeuarkan oleh petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun
tidak tunai. Biaya seringkali jadi masalah bagi petani, terutama dalam pengadaan
Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam
memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan
penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang
pasarnya baik dan mengupayakan biaya poduksi yang rendah dengan mengatur
biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input
yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simajuntak, 2004).
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual.
TR = Y . Py
dimana: TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh
Py = Harga y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
Pd = TR – TC
dimana: Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
2.3. Kerangka Pemikiran
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan
dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (mis: pohon) dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada.
Agroforestri dalam pelaksanaannya terbagi dalam tiga jenis yaitu agrislvikultur,
silvopastura dan agrosilvopastura. Dari tiga jenis pelaksanaan agroforestri yang
kemudian dibagi lagi untuk tiap masing-masingnya yaitu kelompok kegiatan
agroforestri yaitu klasik dan modern. Moderen yaitu pengkombinasian beberapa
tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan
dalam suatu luas lahan pertanian. Klasik yaitu pengkombinasian banyak tanaman
kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam
suatu luas lahan pertanian.
Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi
tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan atau pun
komponen kehutanan seperti kayu yang memiliki harga jual dan dibutuhkan oleh
industri sebagai bahan baku suatu produk. Untuk mengetahui pendapatan maka
perlu diketahui biaya (cost) sehingga total pendapatan diperoleh dari total
Pendapatan tidak bertambah jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja
pada lahan yang sama tetapi pendapatan akan bertambah jika
mengusahakan/melakukan pengkombinasian tanaman kehutanan/tahunan,
musiman, peternakan maka dukungan agroforestri terhadap agropolitan dapat
diketahui dari peningkatan pendapatan dan banyaknya produksi yang dihasilkan
Adapun skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
Gambar: Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= Hubungan.
1,2,3,..n = Kombinasi dari beberapa jenis tanaman tahunan, kayu dan musiman.
1,2 = Kombinasi dari dua jenis tanaman tahunan dan musiman
Agropolitan
Agroforestri
Klasik Moderen Klasik Moderen Klasik Moderen
Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan
Pendapatan Agroforestri
Agrivisilvikultur Silvopastura Agrosilvopastura
Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam
memperoleh pendapatan bersih yang tinggi maka petani harus mengupayakan
penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang
pasarnya baik dan mengupayakan biaya poduksi yang rendah dengan mengatur
biaya produksi, menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input
yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simajuntak, 2004).
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan
harga jual.
TR = Y . Py
dimana: TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh
Py = Harga y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
Pd = TR – TC
dimana: Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
2.3. Kerangka Pemikiran
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi
penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan
dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (mis: pohon) dengan tanaman
pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang
bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis
antar berbagai komponen yang ada.
Agroforestri dalam pelaksanaannya terbagi dalam tiga jenis yaitu agrislvikultur,
silvopastura dan agrosilvopastura. Dari tiga jenis pelaksanaan agroforestri yang
kemudian dibagi lagi untuk tiap masing-masingnya yaitu kelompok kegiatan
agroforestri yaitu klasik dan modern. Moderen yaitu pengkombinasian beberapa
tanaman kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan
dalam suatu luas lahan pertanian. Klasik yaitu pengkombinasian banyak tanaman
kehutan/tahunan dengan tanaman pertanian (musiman), serta peternakan dalam
suatu luas lahan pertanian.
Petani akan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan produksi
tanaman semusim yang ditumpangsarikan dengan tanaman tahunan atau pun
komponen kehutanan seperti kayu yang memiliki harga jual dan dibutuhkan oleh
industri sebagai bahan baku suatu produk. Untuk mengetahui pendapatan maka
perlu diketahui biaya (cost) sehingga total pendapatan diperoleh dari total
Pendapatan tidak bertambah jika hanya mengusahakan satu jenis tanaman saja
pada lahan yang sama tetapi pendapatan akan bertambah jika
mengusahakan/melakukan pengkombinasian tanaman kehutanan/tahunan,
musiman, peternakan maka dukungan agroforestri terhadap agropolitan dapat
diketahui dari peningkatan pendapatan dan banyaknya produksi yang dihasilkan
Adapun skema kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:
Gambar: Skema Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= Hubungan.
1,2,3,..n = Kombinasi dari beberapa jenis tanaman tahunan, kayu dan musiman.
1,2 = Kombinasi dari dua jenis tanaman tahunan dan musiman
Agropolitan
Agroforestri
Klasik Moderen Klasik Moderen Klasik Moderen
Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan Keuntungan
Pendapatan Agroforestri
Agrivisilvikultur Silvopastura Agrosilvopastura
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penentuan Daerah
Penelitian ini dilakukan pada kawasan agropolitan yang memiliki suatu program
agroforestri. Daerah penelitian yang dipilih adalah Kabupaten Simalungun.
Kabupaten Simalungun dipilih dengan pertimbangan bahwa kabupaten ini
merupakan salah satu daerah yang memiliki hutan produksi paling luas di
kawasan agropolitan dataran tinggi Sumatera Utara. Luas hutan produksi di
Kabupaten Simalungun yaitu seluas 109.042,22 Ha (78,59367752 %)
(Lampiran11).
Kabupaten Simalungun terbagi dalam bagian 2 daerah yaitu Simalungun atas dan
Simalungun bawah. Daerah penelitian yang ditetapkan yaitu simalungun atas yang
terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan (Sekretaris Badan B4PK & KP). Dari hasil survey
pendahuluan, diketahui bahwa sistem agroforestri hanya terdapat di 3 (tiga)
kecamatan yaitu Kecamatan Raya, Kecamatan Purba, dan Kecamatan Dolok
Pardomuan. Dengan demikian ketiga kecamatan tersebut ditetapkan sebagai
daerah penelitian.
3.2. Metode Penentuan Sampel
Metode penetuan sampel yang digunakan adalah snowball sampling yaitu
penentuan sampel yang mula-mula berjumlah kecil/sedikit, kemudian sampel
semakin banyak (Sugiyono, 2006). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 32
orang yang menerapkan agroforestri dengan jenis agrisilvikultur serta kelompok
kegitannya yaitu modern. Dasar dari pegambilan sampel adalah dikarenakan
populasi atau jumlah petani yang mengusahakan/mengelola sistem agroforestri
tidak ada data sekunder sebagai data pendukung selanjutnya meminta kepada
Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL) agar menunjukan responden sesuai dengan
jenis sampel yang diinginkan.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data sekunder diperoleh dari laporan tahunan dan bulanan serta hasil studi
pustaka baik berupa buku maupun data statistik dari instansi yang terkait dengan
penelitian yang dilakukan. Data primer adalah data yang diperoleh dari
wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian dengan menggunakan
pertanyaan (kuisioner).
3.4. Metode Analisis Data
Untuk menganalisis identifikasi masalah (1) dilakukan dengan analisis deskriptif
dengan melihat perkembangan pelaksanaan kegiatan agroforestri di Kabupaten
Simalungun. Untuk menganalisis identifikasi masalah (2) dilakukan dengan
analisis deskriptif dengan melihat jenis dan kelompok kegiatan agroforestri di
daerah penelitian. Untuk menganalisis identifikasi masalah (3) dilakukan dengan
analisis deskriptif dengan melihat luas lahan, jumlah produk. Dukungan
agroforestri terhadap pendapatan petani di daerah penelitian dianalisis dengan
menggunakan rumus:
TR = Y . Py
dimana: TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh
Py = Harga y
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya
Pd = TR – TC
dimana: Pd = Pendapatan Usahatani
TR = Total Penerimaan
Untuk menganalisis identifikasi masalah (4) dilakukan dengan analisis deskriptif
dengan melihat dukungan keberadaan agroforestri terhadap konservasi. Untuk
menganalisis identifikasi masalah (5) dilakukan dengan analisis deskriptif dengan
melihat permasalahan yang ada dalam pengembanngan program agroforestri di
kawasan agropolitan
3.5. Defenisi Dan Batasan Operasional 3.5.1. Defenisi
1. Inventarisasi agroforestri adalah kegiatan untuk melakukan pencatatan dan
pendaftaran jenis dan kelompok agroforestri.
2. Agroforestri adalah sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu
meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi
produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman
hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran,
dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan
praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
3. Agrisilvikultur adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen
pertanian (tanaman non-kayu).
4. Silvopastura adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen
peternakan.
5. Agrosilvopastura adalah kombinasi komponen kehutanan dengan komponen
pertanian sekaligus peternakan pada unit manajemen lahan yang sama.
6. Agroforestri tradisional/klasik adalah agroforestri tersusun atas banyak
jenis(polyculture), dan hampir keseluruhannya dipandang penting; banyak dari
7. Agroforestri modern adalah pengkombinasian antara tanaman keras atau
pohon komersial dengan tanaman sela terpilih.
8. Penataan struktur/hirarki pusat-pusat aktifitas sosial ekonomi adalah penataan
terhadap pemukiman, sistem produksi petanian, dan pasar serta informasi.
9. Penataan jaringan keterkaitan antar pusat-pusat aktifitas adalah penunjang
berjalannya kegiatan yang dilaksanakan melalui jalur transportasi dan
komunikasi.
10. Pengembangan infrastruktur adalah dukungan prasarana dan sarana dalam
menunjang pengembangan industri hulu atau sarana produksi pertanian,
proses produksi di tingkat usahatani dana lain-lain.
11. Unsur-unsur non-fisik/kelembagaan adalah dukungan terhadap penyediaan
dana dan peranan dari pemerintah adalah untuk memberikan proteksi,
menyelenggarakan pembangunan, melaksanakan fungsi fasilitasi, regulasi dan
distribusi.
12. Agropolitan adalah kota dan kawasan pertanian dimana kota berfungsi
melayani daerah sekitarnya (hinterland) dan daerah sekitarnya merupakan
wilayah pertanian atau kawasan daerah sentra produksi.
3.5.2. Batasan Operasional
1. Tempat penelitian adalah Kabupaten Simalungun Kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan (KADTBB).
2. Bagian agroforestri yang diteliti hanya pada jenis agroforestri dengan sistem
3. Bagian Kehutanan atau kayu-kayuan dan tanaman semusim serta
ternak/hewan yang diteliti yang hanya terdapat pada lahan petani sampel saja.
4. Jenis hutan yang diteliti hanya jenis hutan produksi di Kabupaten
Simalungun.
BAB IV
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN
KARAKTERISTIK USAHATANI
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
4.1.1. Letak Geografis, Batas dan Luas Wilayah
Kabupaten Simalungun terletak antara 02036’ - 03018’ Lintang Utara dan 98032’ -
99035’ bujur timur, letak diatas permukaan laut (rata-rata) 369 Meter. Luas
Wilayah Kabupaten Simalungun adalah 4.386,6 Km2 atau 6.12% dari luas
wilayah Propinsi Sumatera Utara, dan terdiri dari 31 kecamatan, 22 kelurahan,
dan 345 desa/nagori serta berbatasan dengan 5 kabupaten tetangga yaitu:
Sebelah Utara : Kabupaten Serdang Bedagai
Sebelah Barat : Kabupaten Karo
Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir/Kab.Samosir
Sebelah Timur : Kabupaten Asahan
4.1.2. Tata Guna Tanah
Pola penggunaan tanah di Kabupaten Simalungun dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Keadaan Tata Guna Tanah di Kabupaten Simalungun
No Jenis Penggunaan Tanah Luas (Ha) Persentase (%)
1 Sawah 41.885,0 10,8
2 Dataran 42.387,9 10,9
3 Kebun 193.261,4 49,99
4 Hutan produksi 109.042,22 28,2
Jumlah 386.576,52 100%
Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008
Dari Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 386,6 Km2 luas Kabupaten Simalungun
(28,2%) dan untuk kebun seluas 193.261,4 Ha (49,99). Hal ini menunjukkan
bahwa masyarakat Kabupaten Simalungun pada umumnya berkebun dan memiliki
hutan produksi.
4.2. Keadaan Daerah
a. Komposisi Penduduk Menurut Umur
Jumlah penduduk Kabupaten Simalungun adalah 853.112 kk, terdiri dari 427.372
laki-laki dan 425.740 perempuan. Jumlah penduduk menurut kelompok umur
adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Komposisi Penduduk di Kabupaten Simalungun menurut Kelompok Umur
No Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 0-14 282.935 33,16
2 15-64 529.950 62,12
3 >65 40.227 4,71
Jumlah 853.112 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008
Dari Tabel 3 diketahui bahwa penduduk Kabupaten Simalungun paling banyak
b. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Sebagaian besar penduduk Kabupaten Simalungun memiliki tingkat pendidikan
setara SD dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan di Kabupaten Simalungun
No Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)
1 SD 106.888 60,9
2 SLTP 40.742 23,2
3 SLTA 17.940 10,2
4 SMK 9.712 05,5
Jumlah 175.282 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan tamat
Sekolah Dasar adalah yang paling tinggi yaitu sebesar 106.888 jiwa hal ini dapat
dilihat bahwa kesadaran penduduk untuk pendidikan masih rendah.
4.3. Sosial Ekonomi
4.3.1. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di Kabupaten Simalungun adalah
Tabel 5. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Lapangan Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Pertanian 50.333 41,57
2 Industri Pengolahan 19.702 16,26
3 Perdagangan besar dan
eceran 47.103 38,88
4 Transportasi, pengudangan
dan komunikasi 3.990
3,29
Jumlah 121.128 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Simalugun 2008
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa menurut mata pencaharian di Kabupaten
Simalungun yang paling tinggi adalah lapangan pertanian sebesar 41,57 %
sedangkan persentase yang paling terkecil adalah Transportasi, pengudangan dan
komunikasi sebesar 3,29 %.
4.4. Sarana dan Prasarana
Sebagai daerah pertanian, selain dilengkapi dengan sarana dan prasarana,
transportasi, di Kabupaten Simalungun mempunyai berbagai sarana penunjang
kegiatan pertanian seperti pasar, kios pupuk dan pestisida, bank dan KUD. Data
lengkap mengenai ketersediaaan sarana dan prasarana tersebut tidak tercatat
dalam dokumentasi. Dari hasil observasi lapangan diperoleh informasi mengenai
Tabel 6. Sarana dan prasarana di Kabupaten Simalungun
No Desa Pasar Kios pupuk
dan pestisida Bank
1 Kecamatan Raya 1 3 3
2 Kematan Purba 1 3 2
3 Kecamatan Dolok
Pardamean 1 2 0
Total 3 8 6
Sumber: Data Primer, 2010
Dari Tabel 6 terlihat bahwa sebagai daerah pertanian, kios pupuk dan pestisida
merupakan sarana yang paling banyak dan terdapat di setiap desa di tiga
kecamatan. Terdapat 8 unit kios di seluruh kecamatan, tetapi sebarannya tidak
sama untuk setiap kecamatan sama halnya untuk sarana bank di setiap kecamatan.
Untuk sarana pasar hanya terdapat 1 pada setiap kecamatannya.
4.5. Karakteristik Usahatani Sampel
Karakteristik petani sampel pada penelitian ini meliputi umur tanaman, umur
petani sampel, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, luas
Tabel 7. Karakteristik Petani Sampel
5 Pengalaman Bertani
(Tahun) 14-47 29,875
6 Luas Lahan (Ha) 0,3-0,6 0,421
Sumber: Data Primer Olahan, 2010 (Lampiran 1 dan 5).
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata petani sampel di daerah penelitian
memilki umur tanaman kopi 5,34 tahun dan ingul 2,65 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa umur kopi 4-6 tahun dan ingul 1-5 tahun di daerah penelitian
tergolomg masih muda. Rata-rata umur petani sampel di daerah penelitian yaitu
sekitar 0,421 tahun. Hal ini menunjukan bahwa para petani sampel masih berada
pada usia produktif sehingga mampu mengerjakan usahatani dengan baik.
Rata-rata tingkat pendidikan petani sampel di daerah penelitian yaitu sekitar 8,37
tahun atau setara SLTP. Hal ini menunjukan bahwa tingakat pendidikan para
petani yang mengusahakan agroforestri masih tergolong rendah. Tingkat
pendidikan juga mempengaruhi sistem pengelolaan agroforestri yang diusahakan
para petani.
Rata-rata jumlah tanggungan petani sampel yaitu sekitar 1,34 jiwa. Hal ini
menunjukan bahwa jumlah tanggungan para petani sampel tergolong rendah.
Rata-rata pengalaman petani yang mengusahakan agroforestri didaerah penelitian
petani sampel sudah cukup lama. Rata-rata luas lahan petani yang mengusahakan
agroforestri di daerah penelitian adalah sekitar 0,42 Ha. Hal ini menunjukkan
bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki lahan yang tidak terlalu luas
untuk mengusahakan agroforestri.
Jenis bibit yang digunakan petani sampel untuk jenis kopi ada yang disubsidi dari
dinas perkebunan dan sebagian petani lagi dibeli sendiri dari kios atau penjual
bibit hal yang sama juga dilakukan untuk jenis bibit cabai, tomat dan jagung .
Jenis bibit kayu ingul yang terdapat pada lahan petani sampel seluruhnya subsidi
atau diberikan secra gratis kepada petani dengan tujuan melakukan reboisasi
untuk lahan kritis. Untuk proses produksi dari awal penanaman sampai kepada
pemanen hasil produksi dari masing-msing lahan petani sampel dilakukan sesuai
dengan standar operasonal pelaksanaan (SOP) untuk setiap jenis komoditi, tetapi
untuk pemupukan petani ada yang memanfaatkan pupuk dari tanaman musiman
yang di tanam di sela-sela tanaman tahunan yang di usahakan dan ada juga yang
memupuk untuk setiap jenis komoditi, untuk penyiangan dan pemeliharaan
dilakukan secara bersamaan dengan tanaman musiman. Untuk
pemasaran/penjualan hasil produksi petani sampel dijual kepada pedagang
pengumpul atau agen yang datang langsung ke lahan usahatani sampel sesuai
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Perkembangan Pelaksanaan Kegiatan Agroforestri di Kabupaten Simalungun
Sejak tahun 2002 program agropolitan telah dicanangkan sebagai model
Pembangunan Pertanian di 8 Kabupaten di Indonesia. Pada tahun 2003
berkembang lagi menjadi 61 Kabupaten/Kota. Kemudian pada tahun 2006
berkembang lagi menjadi 200 Kabupaten/Kota. Salah satu dari 200 kabupaten
tersebut adalah Kabupaten Simalungun.
Pelaksanaan program agropolitan di Kabupaten Simalungun mulai dilakukan pada
tahun 2004. Dasar pelakasanaan program agropolitan di Kabupaten Simalungun
adalah sebagai berikut:
1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 467/Kpts/OT.160/8/2006 tanggal
agustus 2006 tenteng Pembentukan Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan
Agropolitan
2. Surat Menteri Pertanian RI Nomor : 144/OT.210/A/X/2002 tanggal 6 Mei
2002 perihal Pengembangan Kawasan Agropolitan.
3. Surat Menteri Pertanian RI Nomor : 3112/TU.210/A/X/2002 tanggal 16
Oktober 2002 perihal Program Rintisan Kawasan Agropolitan Tahun 2003.
4. Surat Kepala Badan Pengembangan SDM Pertanian/Ketua Kelompok Kerja
Pengembangan Kawasan Agropoitan Nomor : K/OT..210/VIII/2002 tanggal
30 Agustus 2002, perihal Pedoman Operasional Pengembangan Kawasan
5. Nota Kesepakatan Bersama Pemerintah Kabupaten Karo, Dairi, Simalungun,
Toba Samosir, dan Tapanuli Utara pada tanggal 28 September 2002 tentang
Penetapan pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan
Sumatera Utara.
6. Pernyataan Kesepakatan Bersama Sekretaris Daerah Kabupaten Karo, Dairi,
Simalungun, Toba Samosir, Tapanuli Utara, Pakpak Bharat, Humbang
Hasundutan dan Samosir dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada
tanggal 11 April 2005 tentang Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran
Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.
7. Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 050/1637/.K Tahun 2006
tentang Pembentukan Dewan Pembina, Dewan Pakar, Badan Koordinasi, dan
Tim Teknis Program Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi
Bukit Barisan dan Agromarinpolitan Pesisir, pulau Kecil dan
Pulau-pulau Terluar Sumatera Utara.
8. Keputusan Bupati Simalungun : 188.45/2185 Bppd Tahun 2009 tentang
Pembentukan tim Koordinasi Program Pengembangan Kawasan Agropolitan
Dataran Tinggi Bukit Barisan Kabupaten Simalungun
9. Hasil rancang bangun desa lokalits se-kawasan Agropolitan DTBBSU.
Dalam pelaksanaan program agropolitan, tim agropolitan berkoordinasi langsung
dengan BAKOR (Badan Koordinasi Pembangunan Kawasan Agropolitan
Kabupaten Simalungun) Provinsi. Dalam pelaksanaan kegiatan agropolitan
BAKOR dibantu oleh beberapa anggota yang berasal dari berbagai instansi
dan BP4K&PK. BAKOR mengadakan rapat dengan anggota-anggotanya 2 (dua)
kali dalam sebulan. Rapat yang diadakan BAKOR Provinsi Simalungun dengan
anggotanya adalah sebagi berikut:
1. Rapat Koordinasi yaitu rapat persiapan pertemuan reguler pembangunan
sekawasan Dataran Tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.
2. Rapat Sinkronisasi kegiatan SKPD dalam mendukung kegiatan agopolitan.
Sebelum rapat ini dilakukan seluruh dinas-dinas yang terkait mempersiapkan
bahan-bahan atau kegiatan yang akan direncanakan pada kawasan agropolitan.
Seluruh bahan-bahan atau kegiatan tersebut dirapatkan lagi dengan BAPEDA
(Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah). Hasil rapat dengan BAPEDA
dari seluruh bahan-bahan atau kegiatan yang direncanakan oleh dinas-dinas
terkait dibawa pada rapat BAKOR Provinsi Simalungun.
3. Rapat evaluasi kegiatan.
Salah satu program pendukung dalam kegiatan agropolitan adalah pengembangan
agroforestri. Hal ini terdapat dalam Master Plan Pengembangan Kawasan
Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Kabupaten Simalungun merupakan
salah satu kabupaten di wilayah agropolitan yang menerapkan sistem agriforestri,
khususnya di daerah Simalungun atas. Program agroforestri di Kabupaten
Simalungun ini merupakan program yang dikembangankan oleh Dinas Kehutanan
Simalungun dengan dana yang bersumber dari APBD (Anggaran Pendapatan dan
Kegiatan agroforestri yang sudah pernah dilakukan oleh Dinas Kehutanan
Kabupaten Simalungun adalah pemberian bibit jenis kayu ingul, pinus, mahoni
serta jenis kayu-kayuan MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti jenis
buah-buahan kepada petani. Pemberian bibit ini pertama kali dilakukan pada tahun
2006. Jumlah bibit yang diberikan kepada petani adalah 200.000 batang. Kegiatan
yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun adalah:
1. Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan
2. Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan (sumber : BAPEDA
Simalungun).
Hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut belum dapat dilihat dalam jangka
pendek melainkan dalam jangka panjang. Ini disebabkan karena jenis tanaman
dalam kegiatan tersebut berupa kayu-kayuan maupun jenis buah-buahan yang
berumur panjang. Proses pemberian bibit ini tidak sulit. Petani hanya perlu
membuat surat permohonan permintaan bibit kepada Dinas Kehutanan Kabupaten
Simalungun. Setelah permohonan disetujui, bibit akan langsung diantar ke lokasi
petani.
5.2. Jenis dan Kelompok Kegiatan Agroforestri
Sistem agroforestri di Kabupaten Simalunggun terdapat di beberapa kecamatan
yaitu kecamatan Raya, Kecamatan Purba, dan Kecamatan Dolok Pardamean.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, ditinjau dari struktur atau komponen
penyusunnya, sistem agroforestri yang diterapkan di lokasi penelitian termasuk ke
dalam agrisilvikultur modern karena pengkombinasian jenis komoditi, misalnya:
kayu/tanaman tahunan terdapat dua jenis dan demikian juga untuk tanaman
musiman (kombinasi tanaman hutan, kebun dan pertanian). Komponen penyusun
sistem agroforestri di daerah penelitian dikelompokkan ke dalam komoditi
perkebunan dan industri, komoditi holtikultura, komoditi pangan.
Jenis agroforestri yang ditemukan di lokasi penelitian yaitu jenis agrisilvikultur,
memiliki karakteristik dasar yang merupakan ciri khas dan dapat membedakan
satu jenis dengan jenis lainnya. Ciri khas tersebut terutama dapat dilihat dari
kombinasi jenis dan kelompok kegiatan, serta lokasi ditemukan atau
diterapkannya sistem agroforestri tersebut. Deskripsi singkat karakteristik dasar
dari jenis dan kelompok agroforestri di daerah penelitian adalah sebagai berikut:
a. Agrisilvikultur Moderen (Kombisanasi Pohon Kayu, Tanaman Perkebunan dan Tanaman Semusim)
Jenis dan kelompok ini memiliki karakteristik dasar kombinasi pohon kayu yang
di budidayakan (Ingul) dengan tanaman kebun (Kopi) serta tanaman semusim
(Cabai, Tomat, Jagung). Tanaman pohon ditanami di sekeliling atau ditepi dan
ada juga yang langsung di lahan petani tetapi tidak dilakukan perawatan yang
intensif, tanaman pohon yang tumbuh di lahan petani di peroleh dari pemberian
C
Gambar 1. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
C
Gambar 2. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
Keterangan :
Kayu Ingul
Kopi
Jagung
Gambar 3. Kelompok agrisilvikultur moderen kombinasi kayu, kopi,
jagung.
5.3. Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Agropolitan
Dalam memenuhi tujuan program agropolitan yaitu pencapaian pendapatan per
kapita sebesar $ 3000 pemerintah Simalungun melakukan pengembangan
komoditi unggulan. Untuk pengembangan komoditi unggulan tersebut ada
1) Peningkatan produktivitas,
2) Peningkatan luas areal yang diusahakan petani (peningkatan skala usaha)
3) Peningkatan usaha pengolahan (diversifiksi vertikal)
4) Penurunan biaya produksi
5) Peningkatan atau penciptaan bagian pendapatan/keuntungan yang dapat
diperoleh petani dari kegiatan off farm (pengolahan dan pemasaran) melalui
koperasi dan kemitraan
6) Penambahan berbagai usaha yang sesuai digabungkan(diversifikasi yang
koplementer dan sinergis)
Dengan pengembangan komiditi unggulan ini dapat mencapaian peningkatan
pendapatan petani. Pencapaian peningkatan pendapatan dapat memotivasi petani
untuk berpartisipasi dalam program agropolitan yaitu dengan cara mengusahakan
berbagai macam tanaman pertanian (tanaman musiman) dengan tanaman tahunan
(jenis kayu-kayuan maupun jenis buah-buahan) pada satu lahan pertanian mereka
yang sama.
a. Penerimaan usahatani agroforestri
Penerimaan adalah nilai yang diperoleh dari hasil produksi dengan harga jual
produksi. Harga jual produksi di daerah penelitian sering mengalami flusktuasi
pada waktu-waktu tertentu. Namun di daerah penelitian petani memperoleh harga
jual usahatani agroforestrinya yaitu kopi Rp 12.000/Kg, tomat Rp 2.500/Kg, cabai
Rp 12.000/Kg, jagung Rp 1800/Kg dan hasil dari tanaman hutan misalnya kayu
± Rp 4.000.000. Adapun rata-rata produksi dari usahatani agroforestri yaitu kopi
3.660 Kg, cabai 8.462,22 Kg, tomat 4.936,8 Kg, jagung 2.040 Kg.
Tabel 8. Rata-Rata Penerimaan Usahatani Agroforestri Per Petani No Penerimaan petani agroforestri Rupiah
Perpetani
Total 4.746.288.000
Sumber : Analisis data Primer Lampiran 10
Dari tabel 8 dapat diketahui bahwa rata-rata penerimaan per petani adalah
kopi Rp 28.008.000, jagung Rp 3.672.000, cabai Rp 101.546.666,7, Tomat
Rp 59.241.600.
b. Biaya produksi
Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung, baik biaya tetap (penyusutan alat, PBB) maupun biaya variabel
seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk, obat-obatan) dan biaya
tenaga kerja. Besarnya biaya produksi di pengaruhi oleh komponen input
produksi dan harga input produksi tersebut. Berikut ini diperlihatkan rata-rata
Tabel 9. Rata-rata Biaya Produksi Usahatani Agroforestri
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya saran produksi untuk kopi
Rp 2.120.051,38, jagung Rp 1.366.522,024, tomat Rp 2.433.822,024, cabai
Rp 5.003.345,716. Biaya tenaga kerja untuk kopi Rp 394.500, jagung Rp 739.500,
cabai Rp 11.059.000, Tomat Rp 397.500, Ingul Rp 672.900. Biaya penyusutan
kopi Rp 71.268,25, jagung Rp184.278,25, cabai Rp 165.397,15, Tomat
Rp 76.122,02. Biaya PBB kopi Rp 10.173,07, jagung Rp10.173,07, cabai
Rp 6000, Tomat Rp 8500.
c. Pendapatan usahatani agroforestri
Pendapatan merupakan selisih dari total penerimaan yang diperoleh petani
dikurangi dengan jumlah biaya produksi selama proses produksi berlangsung.
Tabel 10. Rata-rata Pendapatan Bersih Petani Agroforestri
No Pendapatan bersih petani agroforestri Rupiah
Per petani
Sumber : Analisis Data Primer Lampiran 10.
Dari tabel 10 dapat diketahui bahwa rata-rata pendapatan per petani adalah
kopi Rp 25.887.948,61, jagung Rp 96.545.643,17, cabai Rp 56.807.777,98, Tomat
PDRB per kapita atas dasar harga konstan Kabupaten Simalungun pada tahun
2008 adalah sebesar Rp 5.916.134. Jika dibandingkan dengan pendapatan rata-rata
usahatani agroforestri, maka pendapatan petani dari usahatani agroforestri ini
lebih tinggi dari PDRB per kapita Kabupaten Simalungun. Pendapatan petani ini
masih bisa bertambah jika mereka sudah menjual tanaman ingul yang mereka
tanam. Satu batang tanaman ingul sudah bisa dijual pada umur 20 tahun dengan
diameter ingul 50-60 cm dan tingginya 10-15 m serta keadaan ingul yang tumbuh
lurus. Sistem penjualan yang dilakukan yaitu dengan sistem kubik. Satu kubik
kayu ingul dijual seharga Rp 4.000.000.
5.4. Dukungan Keberadaan Agroforestri Terhadap Konservasi
Secara umum agroforestri berfungsi protektif (yang lebih mengarah kepada
manfaat biofisik) dan produktif (yang lebih mengarah kepada manfaat ekonomis).
Manfaat agroforestri secara biofisik ini dibagi menjadi dua level yaitu level
bentang lahan atau global dan level plot. Pada level global meliputi fungsi
agroforestri dalam konservasi tanah dan air, cadangan karbon (C stock) di
daratan, mempertahankan keanekaragaman hayati.
Manfaat ekonomis dapat diperoleh petani dengan menjual hasil kayu ingul.
Dengan demikian petani mendapatkan pendapatan tambahan. Pada era produksi,
yang mengutamakan hasil kayu akan dikurangi secara bertahap (soft landing
process), menuju era rehabilitasi dan konservasi untuk pemulihan kualitas
lingkungan yang lestari. Konservasi merupakan suatu usaha pengelolaan dengan
baik untuk generasi saat ini maupun generasi yang akan datang. Kayu ingul
sebagai tanaman hutan sangat mendukung terlaksananya konservasi hutan di
daerah penelitian.
5.5. Permasalahan yang ada dalam Pengembangan Program Agroforestri di Kawasan Agropolitan
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi petani dalam mengelolah atau
mengembangkan agroforestri pada lahan pertanian mereka, yaitu :
1. Petani tidak mengerti konsep agroforestri.
Konsep agroforestri yang akan dijalankan oleh pemerintah Simalungun belum
jelas dan sosialisasi kepada petani belum ada sehingga petani dalam
mengusahakan atau mengelola usahataninya dengan konsep agroforestri tidak
mengerti.
2. Pendapatan dari tanaman hutan (kayu ingul, mahoni,pinus) diperoleh dalam
jangka panjang sehingga minat petani berkurang untuk menanam tanaman
hutan dilahan mereka.
3. Pemilikan lahan yang sempit.
Lahan yang sempit (0,421 Ha) menyebabkan petani tidak dapat
mengembangkan usahataninya. Komoditi yang bisa diusahakan oleh petani
juga terbatas. Hal ini menyebabkan petani tidak dapat meningkatkan
pendapatannya.
4. Pengolahan lahan yang sulit karena terdapat tanaman keras
Tanaman keras pada lahan petani menyebakan petani tidak dapat mengolah
lahannya dengan menggunakan traktor. Petani harus mengolah lahan dengan
menyebabkan petani harus mengeluarkan biaya pengolahan yang lebih banyak
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Sejak tahun 2005 program agroforestri telah dicanangkan di dalam Master
Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan,
kegiatan ini dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun.
Kegiatan tersebut adalah :
a. Pembibitan tanaman kehutanan di Kawasan Agropolitan
b. Pemeliharaan batas hutan di Kawasan Agropolitan
Pada tahun 2005 bibit yang diberikan adalah jenis kayu(ingul,mahoni,pinus)
dan jenis MPTS (Multi Purpose Tree Spesies) seperti buah-buahan yang
diberikan Dinas Kehutanan Kabupaten Simalungun kepada petani sebanyak
200.000 batang.
2. Terdapat tiga (3) kecamatan yang menerapkan atau melaksanakan sistem
agroforestri yaitu Kecamatan Raya, Kecamatan Purba, Kecamatan Dolok
Pardamean. Sistem agroforestri yang petani terapkan adalah jenis
agrisilvikultur dan kelompok kegiatannya modern.
3. Dukungan keberadaan agroforestri terhadap agropolitan yaitu dari jenis
komoditi yang diusahakan oleh petani misalnya kopi, cabai, tomat, jagung,
dan kayu ingul yang diusahakan petani pada lahan usahatani mereka. Selain
itu, pendapatan usahatani yang mereka peroleh diatas rata-rata PDRB per
kapita atas dasar harga konstan Kabupaten Simalungun pada tahun 2008
adalah sebesar Rp 5.916.134 dan juga dalam jangka panjang mereka akan