ANALISA KECEPATAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D ZONA DARAT
MENGGUNAKAN METODE SEMBLANCE
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains ( S.Si )
Disusun Oleh :
Praditiyo Riyadi
107097002849
PROGRAM STUDI FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 7 Desember 2011
Praditiyo Riyadi
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir, untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa penyajian tugas akhir ini
masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis dapat menyelesaikan sesuai
waktu yang direncanakan, tidak lain karena dorongan dari semua pihak, demikian
juga berkat ridho-Nya.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si, Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.
2. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si, Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Julikah, M.T sebagai Pembimbing I, yang telah memberi bimbingan dan
pengarahan penulisan tugas akhir ini selesai.
4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si sebagai Pembimbing II, yang telah memberi
bimbingan dan pengarahan penulisan tugas akhir ini selesai.
5. Bang Ramlis Dg Shiame, S.Si yang telah memberikan pengarahan dalam
penyusunan tugas akhir ini.
6. Untuk teman-teman seperjuanganku di Fisika Geofisika Andri, David, Satria,
7. Seluruh teman-teman Fisika instrumentasi dan material angkatan 2007 yang
telah menjadi motivator, memberikan keceriaan dan mengukir kenangan
termanis dalam hidupku, dan seluruh teman-teman Fisika angkatan 2008 dan
2009 yang telah memberikan do’a dan semangat sampai tugas akhir ini
selesai.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tuaku
khususnya ibunda tercinta yang telah memberikan dorongan dengan penuh
kesabaran. Demikian juga kepada adik-adikku dan saudara-saudaraku yang telah
mendukung dan mendampingiku selama pembuatan tugas akhir ini. Semoga jasa
yang tidak ternilai harganya dari semua pihak diatas senantiasa mendapat pahala
yang berlipat ganda dari Allah SWT.
Akhirnya dengan rendah hati penulis mengharapkan saran-saran dan kritik
yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.
Jakarta,
Rabu, 7 Desember 2011
DAFTAR ISI
ABSTRAK………..………... i
ABSTRACT ………. ii
KATA PENGANTAR ……….……… iii
DAFTAR ISI ………...……...………. v
DAFTAR TABEL ……….……..……… vii
DAFTAR GAMBAR ………...…...………. viii
DAFTAR LAMPIRAN……… x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……. ……….………... 1
1.2. Batasan Masalah………..…….……… 2
1.3. Tujuan Penelitian………...………… 3
1.4. Manfaat Penelitian……….… 3
1.5. Sistematika Penulisan………. 3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Metode Seismik……….. 5
2.2. Gelombang Seismik…...………. 6
2.3. Teori Penjalaran Gelombang…..……… 7
2.4. Parameter Data Seismik...………. 9
2.5. Tahapan Metode Seismik...………... 11
2.6. Akuisisi Data Seismik………. 11
2.7. Pengolahan Data Seismik……… 14
2.7.1. Reformat Data……… 14
2.7.2. Geometry Match……… 15
2.7.3. Trace Editing……… 15
2.7.4. Koreksi Statik……… 16
2.7.5. TAR……… 18
2.7.6. Dekonvolusi...……… 19
2.7.8. NMO...……… 26
2.7.9. Residual Statik……… 29
2.7.10. Stacking.……… 29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian………... 31
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian………. 31
3.3. Tahapan Penelitian………..………. 32
3.3.1. Input Data……….………... 33
3.3.2. Geometry Matching………...………. 34
3.3.3. Editing………...……….. 37
3.3.4. Koreksi Statik………. 39
3.3.5. Preprocessing………. 40
3.3.6. Analisa Kecepatan………. 43
3.3.7. Residual Statik………..……. 45
3.3.8. Stacking………. 47
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Seismik Sebelum Analisa Kecepatan ………...……. 48
4.2. Hasil Proses Analisa Kecepatan Pertama ……….………. 50
4.3. Hasil Proses Analisa Kecepatan Kedua Setelah Residual Statik ……….……… 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 68
5.2. Saran……… 68
DAFTAR PUSTAKA ………... 69
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 1 untuk CDP 816, 876, dan
CDP 936 …..…..…..…...…..…...…..…...…..…..…..…..…..…... 57
2
Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 2 untuk CDP 816, 876, dan
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sinyal seismik hasil konvolusi………..………... 6
Gambar 2.2 Gelombang yang terdapat pada data seismik…...………. 10
Gambar 2.3 Pola konfigurasi titik tembak dan chanel ……….. 13
Gambar 2.4 Geometry lintasan sinar gelombang……..………. 14
Gambar 2.5 Geometry koreksi statik……..………. 17
Gambar 2.6 Fungsi gain dalam TAR………….……….………. 19
Gambar 2.7 Respon semblance terhadap hiperbola refleksi………... 26
Gambar 2.8 Respon hiperbola refleksi terhadap NMO…….………. 28
Gambar 2.9 Proses stacking setelah koreksi NMO.……… ...………… 30
Gambar 3.1 Flow chart penelitian.……… .……… .…………... 32
Gambar 3.2 Flow input data.……… ... 33
Gambar 3.3 Parameter flow SEG-Y input.……… .……….... 34
Gambar 3.4 Flow geometry matching... 35
Gambar 3.5 Parameter flow 2D Land geometry spreadsheet... 36
Gambar 3.6 Picking Editing.……… .……… .……... 37
Gambar 3.7 Flow editing.……… .……… .……… 38
Gambar 3.8 Flow Killing.……… .………. 38
Gambar 3.9 Flow Killing 2……….……..…………..………. 38
Gambar 3.10 Flow muting………...……….. 39
Gambar 3.11 Display picking first break……….………. 39
Gambar 3.12 Flow static corecction……….. 40
Gambar 3.13 Flow Preprocessing………...………... 41
Gambar 3.14 Display TAR………...………. 42
Gambar 3.15 Display deconvolusi……….…… 42
Gambar 3.16 Bandpass Filter………...………... 43
Gambar 3.17 Flow analisa kecepatan……….………..……… 44
Gambar 3.18 Flow velocity analysis precompute……….. 45
Gambar 3.19 Parameter koreksi NMO……….………. 45
Gambar 3.20 Flow koreksi residual statik...………... 46
Gambar 3.21 Parameter Flow Max. Power Autostatics………. 46
Gambar 3.23 Flow Stacking………... ………... 47
Gambar 4.1 Display sinyal-sinyal seismik pada raw data………..…. 48
Gambar 4.2 Hasil dari proses Pre-processing terhadap raw data ……….. 49
Gambar 4.3 Display semblance CDP 516, 576, dan 636 sebagai sempel range CDP awal……… 52
Gambar 4.4 CDP 816, CDP 876, dan CDP 936………...………. 53
Gambar 4.5 Picking Kecepatan CDP 816………. 54
Gambar 4.6 Picking Kecepatan CDP 876……...……….. 55
Gambar 4.7 Picking Kecepatan CDP 936………. 56
Gambar 4.8 Hasil Stacking Menggunakan Velan 1………...………..…. 58
Gambar 4.9 CDP 516, 576, dan 636 Setelah Koreksi Residual………. 60 Gambar 4.10 CDP 816, CDP 876, dan CDP 936 setelah koreksi residual……… 61
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Nilai Kecepatan Yang Diperoleh Dari Analisa Kecepatan Pertama
Untuk Semua CDP……… 70
Lampiran 2 : Nilai Kecepatan Yang Diperoleh Dari Analisa Kecepatan Kedua
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu langkah terpenting dalam pengolahan data seismik adalah
analisa kecepatan atau velocity analysis yang pada pengolahan data seismik tahap
ini merupakan tahap processing dan quality control. Berdasarkan nilai kecepatan
inilah metode seismik dapat memetakan struktur geologi bawah permukaan.
Tahap analisa kecepatan ini harus dilakukan semaksimal dan setepat mungkin,
karena fungsi kecepatan yang terbentuk digunakan untuk proses-proses
selanjutnya seperti NMO, DMO, stacking, dan migrasi, sehingga bisa dibilang
proses analisa kecepatan menjadi penentu kualitas penampang seismik yang akan
terbentuk. Bahkan ada beberapa proses dalam pengolahan data seismik yang
berguna agar proses analisa kecepatan dapat dilakukan dengan kesalahan sekecil
mungkin, antara lain editing, TAR (True Amplitude Recovery), dekonvolusi, filter
frekuensi, dsb.
Kecepatan yang di analisa adalah kecepatan rms (root mean square) yang
pada koreksi NMO kecepatan ini digunakan untuk mendeskripsikan pola reflektor
yang hiperbola, sehingga setelah dilakukan koreksi NMO reflektor menjadi flat
dan baik untuk dilakukannya proses stacking. Hasil dari proses stacking adalah
display stack yang menggambarkan pola reflektor pada setiap lapisan bawah
permukaan bumi, jadi pemilihan kecepatan yang tepat saat analisa kecepatan
tersebut akan menghasilkan display stack yang baik pula untuk di lakukan
Analisa kecepatan ini meliputi beberapa metode dalam penggunaanya,
yaitu Analisa T2-X2, Constant Velocity Panel (CVP), Constant Velocity Stack (CVS), Analisa Velocity Spectral, dan metode Samblance. Dalam tugas akhir ini
metode yang digunakkan adalah metode Samblance karena metode ini diterapkan
pada beberapa CDP (Common Depth Point) dengan offset tertentu yang akan
menampilkan spektrum kecepatan akibat dari even refleksi sinyal – sinyal seismik
yang terdapat pada kumpulan CDP, sehingga pemilihan kecepatan akan lebih
akurat pada setiap reflektornya, dan menghasilkan display stack yang baik pula.
Metode ini dilakukan dua kali yaitu setelah dekonvolusi dan setelah
koreksi residual statik. Dilakukannya analisa kecepatan ini setelah koreksi
residual bertujuan untuk meningkatkan kualitas Samblance dan akurasi pemilihan
menjadi lebih baik. Setelah koreksi risidual statik kenampakkan reflektor akan
lebih jelas sehingga lebih mudah untuk melakukan picking kecepatan, sehingga
pemilihan kecepatan yang kedua ini akan lebih baik dari yang pertama nantinya.
Lalu akan dilihat pengaruh analisa kecepatan dengan menggunakan metode
Samblance ini terhadap hasil stacking pada proses berikutnya.
1.2. Batasan Masalah
Ruang lingkup tugas akhir ini hanya terbatas pada masalah proses
pengolahan data seismik mentah menjadi data seismik dengan S/N ratio yang
tinggi. Lalu analisa kecepatan terhadap data yang telah diolah dengan
menggunakan metode Samblance. Software yang digunakan adalah software
ProMAX 2003.3.1 yang merupakan software standar yang digunakan pada
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses pengolahan data yang tepat untuk analisa kecepatan
2. Mendapatkan nilai kecepatan yang tepat melalui proses analisa kecepatan
menggunakan metode Semblance.
3. Mengetahui karakteristik Semblance dari data yang telah diolah.
4. Mendapatkan Penampang seismik dengan resolusi tinggi
1.4. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan
kecepatan yang tepat guna untuk mendapatkan hasil stacking yang baik untuk
proses migrasi, sehingga struktur bawah permukaan yang menjadi target prospek
migas dapat diketahui lebih mendalam.
1.5. Sistematika Penulisan Laporan
Penulisan penelitian ini dibagi menjadi dua segmen di mana segmen
pertama terdiri dari kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar tabel
sedangkan segmen kedua dimulai dengan abstrak dan dilanjutkan dengan laporan
penelitian.Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yang sistematika dan
tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut
BAB I. PENDAHULUAN.
Pada bab ini diuraikan singkat mengenai latar belakang mengapa dilakukannya
penelitian ini, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan
BAB II. TEORI DASAR.
Bab ini merupakan rangkuman teori-teori dan data-data yang dikumpulkan dari
berbagai literatur, yang berhubungan dengan tugas akhir ini. Sebagian dari teori
dan data-data tersebut selanjutnya akan dijadikan rujukan dalam melakukan
analisa dari pengolahan data.
BAB III. METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang waktu & tempat penelitian, bahan & peralatan penelitian,
teknik pengolahan data, tahapan penelitian.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.
Pada bab ini akan diuraikan tentang analisa data penelitian. Dari pengolahan data
akan dijelaskan tentang fenomena-fenomena apa yang terjadi.
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.
Bab ini berisi point-point singkat yang mengulas kesimpulan dari penelitian
dengan memaparkan kesimpulan dari penelitian ini yang kemudian diikuti dengan
BAB II TEORI DASAR
2.1. Metode Seismik
Metode seismik adalah metode yang menerapkan prinsip penjalaran
gelombang dimana energi (intensitas gelombang) dari sumber getar akan dibawa
ke penerima selama gelombang tersebut menjalar. Sistem perambatan gelombang
ini kemudian digunakan untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Dalam suatu
kegiatan eksplorasi, energi gelombang dipancarkan oleh sumber kemudian
diterima oleh sistem penerima melalui perambatan gelombang dalam medium
yang terpantulkan oleh karena perbedaan ipedansi akustik (IA) dari bidang pantul.
Dimana impedansi akustik ini merupakan aspek fisis dari kecepatan ( V ) dan
densitas ( ) dari suatu material penyusun pelapisan bumi[4]. Secara teoritis
hubungan antara ketiganya dapat ditulis sebagai berikut :
IA =
V
Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti lebih penting
daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori batuan (air,
minyak, dan gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pulsa seismik merambat melewati batuan dalam
bentuk gelombang elastis yang mentrasfer energi menjadi pergerakan partikel
medium. Dimana dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik jauh
Meskipun begitu, penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam
bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama
penjalaran gelombang tersebut. Selama terjadi perambatan gelombang pada
medium bawah permukaan bumi, kedalaman reflektor sangat mempengaruhi
waktu penjalaran gelombang seismik[4].
2.2. Gelombang Seismik
Gelombang seismik yang terekam (trace seismic) merupakan hasil konvolusi
antara wavelet sumber dengan refllektor series. Konvolusi adalah suatu proses
matematika yang mana diperoleh keluaran dari suatu masukan pulsa gelombang
ke dalam sistem LTI (linear time invariant) yang dioperasikan dengan notasi
asterik (*) (Sismanto, 1996). Sebagaimana dikemukakan oleh Fred J.Taylor
(1994) bahwa “The response of an at-rest, causal LTI system having an impulse
response h(t) to a causal signal x(t), is defined by the convolution process y(t )=
h(t) * x(t)”.
Dalam survei seismik, misalkan pulsa dari sumber seismik dt dan sistem
reflektifitas bumi bt maka gelombang seismik yang terekam di seismogram (trace seismik) ft ialah sebagai hasil konvolusi dari sistem tersebut,dituliskan sebagai dt
* bt = ft . Misalkan s(t) adalah jejak seismik, w(t) adalah wavelet sumber dan r(t) adalah reflector series, maka: s(t) = w(t) *r(t)
Gelombang seismik merupakan gelombang mekanik yang menjalarkan
energi menembus lapisan bumi. Kecepatan penjalaran gelombang seismik
ditentukan oleh karakteristik lapisan dimana gelombang tersebut menjalar.
Kecepatan gelombang seismik dipengaruhi oleh rigiditas (kekakuan) dan
kerapatan lapisan sebagai medium bagi penjalaran gelombang, ini ditinjau dari
segi lapisan yang dilalui. Adapun dilihat dari segi penjalaran gelombang
seismiknya, diketahui bahwa gelombang seismik dapat direfleksikan dan atau
direfraksikan pada bidang batas dua lapisan yang berbeda densitasnya, Kecepatan
gelombang seismik yang dipengaruhi oleh karakteristik lapisan dimana
gelombang tersebut menjalar mengindikasikan adanya variasi kecepatan
gelombang seismik terhadap arah. Adanya perbedaan kecepatan gelombang
terhadap arah ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu konfigurasi
susunan mineral, rekahan, pori-pori, lapisan atau konfigurasi kristal dari suatu
material[4].
2.3. Teori Penjalaran Gelombang
Metode seismik merupakan metode pemetaan struktur geologi bawah
kemudian menganalisa return signal yang dihasilkan oleh sumber getar buatan.
Secara fisika sifat penjalaran gelombang memenuhi beberapa azas yaitu[3] :
1. Azas Fermat
Prinsip fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu
titik ke titik yang lain maka gelombang tersebut akan memilih jejak yang
tercepat. Dimana kata tercepat memberikan penekanan bahwa jejak yang akan
dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara waktu tercepat bukan
yang terpendek secara jarak. Karena tidak selamanya yang terpendek itu selalu
tercepat. Sehingga dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium
yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik maka gelombang tersebut
akan cenderung melalui zona kecepatan tinggi dan menghindari
zona-zona kecepatan rendah.
2. Prinsip Huygens
Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik-titik penganggu yang berada
didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya
deretan gelombang yang baru. Dimana jumlah dari energi total gelombang
yang baru sama dengan energi utama. Hal ini sesuai dengan prinsip kirchoff
bahwa energi yang masuk sama dengan energi yang keluar.
3. Hukum Snellius
Hukum Snellius menjelaskan bahwa perilaku sinar seismik ketika menembus
bidang batas antar lapisan maka sebagian akan terpantulkan dan sebagian lagi
2.4. Parameter Data Seismik
Parameter data seismic dilakukan untuk menganalisa data yang didapat dari
proses akuisisi, apakah data itu berupa noise atau sinyal. Sehingga diperlukan
suatu pengetahuan mengenai parameter data seismic diantaranya[3]:
2.4.1. Sinyal
Merupakan gelombang yang diharapkan muncul lebih banyak daripada
gelombang lain sebagai akibat dari refleksi dari bidang batas reflector. Mutu dari
sinyal dapat dilihat dari resolusi dan energy serta signal to noise ratio (S/N) yang
dihasilkan.
2.4.2. Noise
Merupakan gangguan yang muncul pada saat perekaman. Noise secara
garis besar dapat dibedakan menjadi:
o Ambient Noise (background noise atau random noise)
Ambient noise adalah trace noise yang disebabkan oleh segala sesuatu
yang bukan disebabkan dari sumber (source). Penyebab : angin, hujan
aliran air, mesin industry, aktivitas manusia. Ciri : bersifat random,
spektrum lebar, dan energi lebih rendah.
o Shot Generated Noise (koherent noise)
Adalah noise yang timbul akibat peledakan dari source saat dilakukan
pengambilan data. Shot generated terbagi menjadi:
Ground Roll merupakan noise yang menjalar melalui permukaan yang
radial (surface wave). Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih
Air Blast merupakan noise yang diakibatkan penjalaran gelombang
langsung melalui udara. Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih
rendah dari ground roll), energi tinggi, dan merupakan noise dominan.
2.4.3. First Break
Merupakan gelombang yang datang pertama kali setelah penembakan oleh
source. Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih rendah dari ground roll),
energi tinggi, dan merupakan noise dominan.
2.5. Tahapan Metode Seismik
Metode seismik refleksi merupakan metode geofisika yang umumnya
dipakai untuk penyelidikan hidrokarbon. Biasanya metode seismik refleksi ini
dipadukan dengan metode geofisika lainnya, misalnya metode grafitasi, magnetik,
dan lain-lain. Namun metode seismik refleksi adalah yang paling mudah
memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran atau model geologi
bawah permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh labih akurat[6]. Pada
umumnya metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:
1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang
berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluann dengan
survey detail.
2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk mengolah
data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang
seismik migrasi.
3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison,
pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya
disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui
struktur atau model geologi bawah permukaan.
2.6. Akuisisi Data Seismik
Akuisisi data merupakan pekerjaan pertama dalam suatu eksplorasi.
Persiapan pertama sebelum melakukan akuisisi adalah menentukan informasi dari
Berapa kedalaman target
Apa cirri-ciri jebakan yang menjadi sasaran target
Apa problem noise khusus yang sering dihadapi
Dimana eksplorasi dilakukan
Informasi diatas sangat bermanfaat dalam menentukan parameter lapangan.
Parameter dilapangan penting karena sangat menentukan kualitas data yang
didapat serta dapat mendukung proses pengolahan data secara optimal. Beberapa
parameter lapangan adalah sebagai berikut[6]:
Geometry Penembakan (Spread Type)
Geometry penembakan adalah konfigurasi titik tembak dan channel di lintasan
survey. Konfigurasi ini dirancang untuk menyesuaikan dengan struktur geologi
bawah permukaan daerah target. Ada beberapa tipe konfigurasi yaitu:
Split spread, yaitu titik tembak berada diantara bentangan receiver. Untuk
jenis penembakan ini terbagi dua, yaitu:
Off end spread dan End on spread, yaitu titik tembak berada pada salah
satu ujung, off end di ujung kiri dan end on di ujung kanan dari bentangan.
Pada tipe off end spread system penembakan terbagi:
Cross spread, jika bentangan kabel receiver membentuk silang, silang
tegak lurus dengan shot point berada dipersimpangan atau perpotongan
Gambar 2.3. Pola konfigurasi titik tembak dan chanel saat geometry
Geometri Lintasan Sinar Gelombang (raypath)
Berdasarkan lintasan sinar gelombang (raypath) geometri penembakan dapat
dibagi dalam 4 jenis, yaitu[10]:
Common source point(CSP), yaitu sinyal direkam oleh setiap trace yang
datang dari satu titik tembakan yang sama.
Common depth point (CDP), yaitu sinyal hasil pantulan dari satu titik
reflector direkam oleh sekelompok receiver yang berbeda.
Common receiver point (CRP), yaitu satu trace merekam sinyal-sinyal dari
setiap titik tembak yang ada.
Common offset (CO), yaitu sinyal setiap titik reflector masing-masing
Gambar 2.4. Geometry lintasan sinar gelombang
2.7. Pengolahan Data Seismik
Sebelum dilakukan analisa kecepatan harus diketahui terlebih dahulu
proses-proses pengolahan data yang mempengaruhi analisa kecepatan tersebut.
Proses tersebut adalah usaha untuk meningkatkan S/N ratio sehingga didapatkan
nilai kecepatan yang tepat nantinya. Berikut adalah proses-proses yang
berhubungan dengan analisa kecepatan[9]
2.7.1. Reformat Data
Pada umumnya data seismic yang terekam dilapangan tersimpan dalam
format sequential series (gelombang yang mewakili deret jarak) dimana
beberapa geophone. Sedangkan data yang digunakan dalam pengolahan data
seismic harus tersusun berdasarkan urutan trace dimana data yang diolah
tersusun sesuai time series (gelombang yang tersusun berdasarkan urutan
waktu). Dalam multiplexer, format sequential series dipakai karena
perekaman dilakukan dengan banyak trace dalam waktu yang bersamaan. Jadi
proses demultiplexing digunakan untuk mengubah format data dari sequential
series menuju time series[5].
2.7.2. Geometry Match
Data seismic yang diperoleh pada flow read data hanya memiliki
informasi untuk setiap tracenya dengan trace header Field File ID (FFID) dan
channel saja. Sehingga data tersebut belum tentu berarti jika tanpa informasi
dari observer report tentang proses perekaman pada saat dilapangan. Dimana
informasi mengenai geometri lapangan sangat penting untuk mendefinisikan
trace header pada raw data yang belum sepenuhnya terisi pada display raw
data. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengolahan data
selanjutnya[6].
2.7.3. Trace Editing
Selama proses akuisisi dilakukan seringkali hasil rekaman terganggu
oleh beberapa sebab, seperti pembalikan polaritas, trace mati, berbagai jenis
noise (Ground roll, koheren dan random noise) yang jika tidak dihilangkan
terlebih dahulu akan sangat mengganggu dalam proses pengolahan data[5].
Trace Muting
Trace muting adalah pengeditan yang dilakukan dengan cara
membuang/memotong bagian-bgian trace pada zona tertentu.
Trace Kill/Reverse
Trace dengan data yang jelek sekali atau trace yang mati akan sangat sulit
sekali untuk dikoreksi, karena itu akan kita buang. Killing adalah
menghilangkan atau membuang trace-trace yang rusak/mati dan trace
yang mempunyai noise yang tinggi dengan cara memberikan nilai nol pada
matrik trace tersebut sementara.
2.7.4. Koreksi Statik
Maksud dari koreksi statik adalah menghilangkan pengaruh topografi
terhadap sinyal – sinyal seismik yang berasal dari lapisan pemantul. Topografi
permukaan tanah yang umumnya tidak rata akan mengakibatkan bergesernya
waktu datang sinyal – sinyal refleksi dari waktu yang diharapkan. Topografi
permukaan tanah ini mempengaruhi ketinggian titik tembak (shot point)
maupun geofon (reiceifer) bila dihitung terhadap bidang referensi atau datum
yang datar. Koreksi statik juga bertujaun untuk menghilangkan pengaruh
lapisan lapuk yang umumnya mempunyai kecepatan sangat rendah bila
dibandingkan dengan lapisan-lapisan batuan yang ada dibawahnya. Setelah
koreksi statik maka shot dan geofon seolah-olah diletakan pada bidang
datum[5].
Untuk shot point yang diletakkan di bawah lapisan w-z perhatikanlah gambar
Gambar 2.5. Prinsip dasar geometri koreksi statik
DS = kedalaman shot point dihitung dari permukaan
ES = elevasi shot point dihitung dari datum
ED = elevasi datum
V1 = cepat rambat gelombang seismik di dalam w-z
V2 = cepat rambat gelombang seismik di dalam lapisan dibawah w-z
Untuk sinar-sinar yang datang pada arah hampir-hampir normal, maka waktu
yang diperlukan untuk menempuh jarak dari shot ke datum adalah
∆
t
s= (E
s−
D
s−
E
d)/V
2Waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk menempuh jarak dari datum ke
permukaan adalah:
∆
t
g=
∆
t
s+ t
uhtuh = waktu uphole / waktu rambat dari shot ke permukaan
yang disebut sebagai koreksi statik dilapangan (field static) adalah
∆
t
s+
∆
t
g=
E
s−
D
s−
E
dV
2+ t
uhDapat dilihat dari persamaan diatas bahwa perlu diketahui nilai V2. Untuk
mendapatkan nilai V2 tersebut beberapa cara dapat dilakukan, seperti dengan
2.7.5. TAR (True Amplitude Recovery)
Merupakan fungsi penguat time-variant tunggal untuk mengembalikan
harga amplitude seismik yang mengalami pelemahan sehingga setiap titik
reflector seolah-olah datang dengan jumlah energi yang sama. Proses True
Amplitude Recovery secara singkat dapat dirumuskan seperti persamaan
dibawah ini[5].
h
n
∆
t
= g(n
∆
t)
1
G(n
∆
t)
v.
n
∆
t
10
α(t−t1) 20
10
B 20
dengan catatan:
h(n∆t) adalah amplitudo yang telah mengalami TAR
g(n∆t) adalah amplitudo trace seismik yang terekam
G(n∆t) adalah besarnya gain amplifier adalah koefisien atenuasi
Gambar 2.6. Fungsi Gain dalam TAR
2.7.6. Dekonvolusi
Dekonvolusi merupakan proses yang digunakan untuk meningkatkan
resolusi temporal dari data seismic dengan cara menganalisa wavelete seismic
mengembalikan bentuk wavelet yang diterima oleh receiver menjadi bentuk
wavelet dari sumber[8].
2.7.7. Analisa Kecepatan
Sinyal-sinyal pantul yang terdapat dalam tras-tras seismik membawa
informasi mengenai kecepatan lapisan bawah permukaan. Kecepatan adalah
variable yang sangat penting dalam pengolahan data seismic karena kecepatan
yang direkam dalam domain waktu. Proses pemilihan kecepatan yang sesuai
(terbaik) akan di gunakkan untuk pemrosesan selanjutnya. Proses ini sangat
penting karena merupakkan salah satu quality control dari hasil processing
akhir[9].
Prinsip dasar proses analisa kecepatan adalah mencoba-coba nilai
kecepatan sampai memperoleh hasil yang tepat (trial and error). Jika
kecepatan yang dicari bernilai Vs, maka dilakukan coba-coba nilai kecepatan
dari V1 sampai V2, dimana nilai V1<Vs<V2, dengan interval ∆V yang cukup
kecil. Keluaran dari salah satu tipe analisa kecepatan ialah berupa angka
sebagai fungsi kecepatan terhadap waktu tempuh dua arah untuk pantulan
tegak lurus (normal), atau yang biasa disebut spektrum kecepatan.
Angka-angka ini mewakili hasil perhitungan koherensi sinyal-sinyal pantul sepanjang
lengkung hiperbola yang terbentuk dan di pengaruhi oleh kecepatan, offset,
dan waktu tempuh.
Analisa kecepatan biasa dilakukan dengan memilih nilai-nilai kecepatan
berdasarkan koherensi maksimum yang berhubungan dengan pantulan utama,
sehingga terbentuk suatu fungsi kecepatan pada lokasi yang dianalisa. Analisa
kecepatan umumnya tidak dilakukan di seluruh lokasi yang ada, tapi hanya
diwakili oleh beberapa lokasi saja atau dilakukan untuk setiap interval jarak
tertentu. Sedangkan pada lokasi yang tidak dianalisa dilakukan proses
interpolasi, hingga akhirnya terbentuk sebuah model kecepatan untuk struktur
Ada beberapa jenis kecepatan data seismik yang berhubungan dengan
waktu datang dan jarak tempuh, antara lain:
1. Kecepatan interval, yaitu kecepatan diantara bidang reflektor atas dengan
reflektor bawah, atau bisa juga diartikan sebagai kecepatan tiap-tiap
lapisan.
2. Kecepatan rata-rata ( V ), yaitu rata-rata nilai kecepatan dari perlapisan
yang dilalui gelombang. Kecepatan ini dirumuskan sebagai :
�
=
�
� �dimana Vi adalah kecepatan masing-masing lapisan, dan n adalah jumlah
lapisan. Atau juga bisa diartikan sebagi jarak yang ditempuh dibagi
dengan waktu tempuh (Telford et all, 1990)
�
=
� �
0�
03. Kecepatan instantaneous, yaitu kecepatan disetiap titik pengukuran yang
diukur dengan log kecepatan.
4. Kecepatan rms (root mean square), yaitu akar dari kuadrat rata-rata
kecepatan interval. Kecepatn rms selalu lebih besar dari pada kecepatan
rata-rata kecuali untuk kasus satu lapisan, dirumuskan sebagai :
�
=
�
�2
� �=
� �=
1 2
Vi = kecepatan masing-masing lapisan
kecepatan ini juga tergantung dari jalur yang ditempuh gelombang
sehingga bisa ditulis sebagai
�
2=
�
2
�
0�
05. Kecepatan NMO (Normal Move Out), yaitu kecepatan untuk melakukan
koreksi NMO, atau kecepatan yang dapat membuat lengkung hiperbola
sinyal-sinyal refleksi menjadi datar, dicari melalui persamaan :
�� = �2+ ��
2 1 2
Tx = waktu tempuh dua arah pada jarak x
To = waktu tempuh dua arah pantulan normal
X = jarak dari offset nol ke offset x
6. Kecepatan stacking, kecepatan yang digunakkan saat proses stacking.
Walaupun sedikit berbeda namun biasanya kecepatan stacking disamakan
dengan kecepatan NMO (Yilmaz, 2001).
Sebenarnya parameter utama yang dicari dari analisa kecepatan dalam
pengolahan data seismik adalah kecepatan stacking, karena kecepatan inilah
yang menentukan kualitas tampilan penampang seismik pada akhirnya. Selain
menggunakan spektrum kecepatan, kecepatan stacking bisa ditentukan dari
data kumpulan CDP[9]. Ada beberapa metode dalam analisa kecepatan yaitu
Jika informasi waktu (T2) dan offset (X2) pada sebuah hiperbola refleksi
diplot, maka akan menghasilkan garis linier. Kemiringan garis ini
mencerminkan kecepatan bumi (V2) dari permukaan sampai batas refleksi
yang bersangkutan. Akar dari V2 adalah kecepatan bumi yang diprediksi melalui analisis ini.
o Constanta velocity Panel (CVP)
Beberapa kecepatan (dari permukaan bumi sampai kedalaman suatu
reflektor tertentu) di-tes untuk melakukan koreksi NMO pada CDP gather.
Kecepatan yang menghasilkan reflektor horizontal adalah kecepatan CVP.
o Constanta velocity stack (CVS)
Metode ini mirip dengan CVP, akan tetapi metode CVS diterapkan pada
CDP gather dan kemudian dilakukan stacking. Kecepatan yang
menghasilkan kecepatan stacking yang terbaik (amplitude tertinggi) adalah
kecepatan CVS yang dipilih.
o Analisa Velocity Spectra
Kuantitas yang digunakkan umtuk menghasilkan spektrum kecepatan
adalah amplitudo stack. Namun ketika data kumpulan CDP memiliki rasio
signal terhadap noise yang rendah, Maka amplitudo stack bukanlah
kuantitas terbaik untuk dijadikan spektrum kecepatan. Tujuan dari analisa
kecepatan adalah memilih nilai-nilai kecepatan yang bisa menghasilkan
koherensi terbaik antar sinyal-sinyal refleksi sepanjang lengkung hiperbola
tipe pengukuran koherensi yang bisa digunakan sebagai atribut untuk
menghitung spektrum kecepatan.
o Samblance
Kecanggihan IPTEK sekarang ini membuat efisiensi dalam analisa data
seismik jauh meningkat, salah satunya dengan metode Samblance. Metode
ini menyediakan efisiensi dalam pemilihan dan pengetesan parameter yang
dibutuhkan untuk setiap langkah pengolahan data. Seperti pemfilteran,
dekonvolusi, penguatan, dan terlebih lagi analisa kecepatan.
Dalam metode Samblance, spectrum kecepatan ditampilkan dalam
bentuk kontur warna, dan biasanya menggunakan atribut semblance panel.
Kemudian yang dilakukan adalah memilih, atau biasa disebut picking,
warna yang mewakili koherensi maksimum dari setiap pemantulan utama
pada waktu tertentu. Umumnya warna yang mewakili koherensi
maksimum adalah merah, sedangkan biru mewakili koherensi minimum.
Data kumpulan CDP ditampilkan disebelah panel spektrum kecepatan
dengan skala waktu yang telah disesuaikan. Hal ini memudahkan untuk
mengetahui waktu-waktu dimana terdapat pemantulan utama.
Setelah proses picking selesai, maka selanjutnya bisa langsung
diterapkan koreksi NMO terhadap data kumpulan CDP menggunakan
fungsi kecepatan yang sudah terbentuk. Pada proses ini akan dilihat
ketepatan dari hasil analisa kecepatan. Jika masih ada lengkungan
hiperbola yang mengalami overcorrection atau undercorrection, maka
yang dianggap salah. Proses ini dilakukan sampai didapat fungsi kecepatan
yang benar-benar tepat dan akurat[9].
Gambar 2.7. Respon Semblance terhadap hiperbola refleksi yang muncul
2.7.8. Normal Move Out (NMO)
Perbedaan atara waktu datang gelombang pantul pada masing-masing
offset dengan waktu datang gelombang pantul untuk offset nol, inilah yang
disebut Normal Move Out (NMO) (Yilmaz, 2001). Adanya jarak offset
langsung dimana letak reflektor berada, hal ini dipengaruhi oleh semakin
besar offset semakin besar waktu datangnya. Maka dari itu, waktu datang
gelombang seismik perlu dikoreksi NMO terlebih dahulu sebelum dilakukan
penjumlahan tras atau stacking[8].
Jadi koreksi NMO bertujuan menghilangkan efek jarak offset antara titik
tembak dan penerima pada tras-tras dalam suatu kumpulan CDP. Atau dengan
kata lain koreksi NMO ( ∆Tx ) membawa gelombang refleksi dari pantulan
miring ke pantulan tegak lurus[5]. Waktu tempuh dua arah gelombang pantul
untuk jarak x (Tx) adalah
�
�=
�
02+
�
�
2
Dan koreksi NMO (∆��) nya adalah
∆�� = �� − �0
Dimana :
To = 2h/V, waktu tempuh dua arah gelombang pantul untuk offset nol
X = jarak shot-receiver
V = kecepatan lapisan
Untuk melakukan koreksi NMO butuh parameter kecepatan yang
didapat dari proses analisa kecepatan. Namun sebenarnya kedua proses ini
saling berkaitan, koreksi NMO yang tepat memungkinkan didapatkannya nilai
kecepatan yang benar dan sebaliknya, nilai kecepatan yang benar yang mampu
memberikan koreksi NMO yang tepat. Gambar dibawah menunjukkan bahwa
membuat lengkungan hiperbola yang muncul akibat pengaruh offset berubah
menjadi datar. Namun jika menggunakan nilai kecepatan NMO yang lebih
kecil dari semestinya maka lengkung hiperbola akan berbalik melengkung ke
atas atau disebut overcorrection. Lengkung hiperbola tidak akan menjadi datar
jika kecepatan NMO yang digunnakan terlalu besar, hal ini disebut
[image:43.595.118.507.224.559.2]undercorrection.
Gambar 2.8. (a) hiperbola refleksi (b) NMO yang tepat (c) Overcorrection (d) Undercorrection
Koreksi NMO hanya efektif dilakukan pada reflektor datar, jika bidang
pantul tidak datar maka terjadi pergeseran titik CDP atau biasa disebut
reflector point smearing. Dalam kondisi seperti ini, koreksi NMO
disempurnakkan dengan koreksi DMO (Dip Move Out). Prinsip koreksi DMO
hampir sama dengan koreksi NMO, namun dalam koreksi DMO
DMO ini membuat dispersi titik pantul menghilang, dan rasio sinyal terhadap
noise meningkat.
2.7.9. Residual Statik
Kesalahan perkiraan penentuan kecepatan dan kedalaman pada
weathering layer saat melakukan koreksi statik dan adanya sisa deviasi static
pada data seismik serta Data Uphole dan First break yang sangat buruk juga
dapat mempengaruhi kelurusan reflektor pada CDP gather sehingga saat
stacking akan menghasilkan data yang buruk. Pada prinsipnya perhitungan
residual statik didasarkan pada korelasi data seismik yang telah terkoreksi
NMO dengan suatu model. Dimana model ini diperoleh melalui suatu Picking
Autostatic Horizon yang mendefinisikan besar pergeseran time shift yang
dinyatakan sebagai statik sisa yang akan diproses[3].
2.7.10.Stacking
Proses stacking adalah menjumlahkan seluruh komponen dalam satu
CDP gather, seluruh trace dengan koordinat midpoint yang sama dijumlahkan
menjadi satu trace. Setelah semua trace dikoreksi static dan dinamik, maka di
dalam format CDP gather setiap refleksi menjadi horizontal dan
noise-noisenya tidak horizontal, seperti groundroll dan multiple. Hal tersebut
dikarenakan koreksi dinamik hanya untuk reflector-reflektornya saja. Dengan
demikian apabila trace-trace refleksi yang datar tersebut disuperposisikan
(stack) dalam setiap CDP-nya, maka diperoleh sinyal refleksi yang akan saling
Kecepatan yang diperoleh dari stacking ini adalah stacking velocity. Stacking
[image:45.595.119.522.165.610.2]velocity adalah kecepatan yang diukur oleh hiperbola NMO[9].
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini membahas pelaksanaan penelitian mulai dari tahap awal
pengolahan data hingga didapat data yang siap untuk dilakukan proses analisa
kecepatan. Tahap awal pengolahan data dimulai dengan melakukan Input data
kedalam software ProMAX 2003.3.1. Tahap selanjutnya adalah bagian penting
pada pengolahan data yaitu proses Geometry Matching, Editing, Static
Correction, dan Preprocessing. Lalu akan dibahas tentang teknik analisa
kecepatan dengan metode Semblance yang akan diterapkan pada software. Akan
di jelaskan juga parameter penting dalam koreksi NMO yang nantinya akan
digunakan untuk proses Stacking.
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi
Minyak dan Gas bumi LEMIGAS Cipulir selama tiga bulan sejak tanggal 1 Mei
hingga 1 Agustus 2011.
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data X daerah Kalimantan
dengan mengambil satu line, yaitu LINEXX. Sedangkan alat yang di gunakkan
dalam penelitian ini adalah seperakat komputer dengan spesifikasi : Intel Quad
Core 3 GHz, 500 GB Hardisk, 3 GB Memory, dan 1 GB Video Memory. Software
Operating System berbasis LINUX dan di jalankan sesuai flow yang telah dibuat
dalam software tersebut.
3.3. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian ini meliputi berbagai langkah dalam pengolahan data
yang tersusun dalam sebuah ruang kerja flow dalam software, yang mana flow
tersebut disesuaikan dengan karakteristik data yang akan diolah. Berikut ini
adalah flow chart pengolahan data yang digunakan dalam penelitian kali ini.
Flow tersebut berisikan parameter-parameter penting dalam setiap
prosesnya, yang mana ketepatan dalam penentuan parameter tersebut akan
mempengaruhi hasilnya. Sehingga diperlukan teknik khusus untuk penentuan
parameter dalam flow yang telah dibangun.
3.3.1. Input Data
Pada tahap ini semua data yang akan diolah di-input terlebih dahulu
kedalam software ProMAX 2003.3.1 yang bertujuan untuk mempermudah dalam
pengolahan data tersebut. Proses input data ini terdiri dari flow SEG-Y Input,
Disk Data Output, Disk Data Input dan Trace Display. Parameter
terpenting dalam proses ini terdapat dalam flow SEG-Y Input. Hasil dari flow
data input ini berupa data masukan yang tersimpan didalam dataset software yang
diberi nama raw_data.
Gambar 3.3. Parameter Flow SEG-Y Input
Parameter pada flow SEG-Y Input ini digunakan untuk membaca data
kedalam program, dan juga untuk mengatur kualitas input data yang akan diolah
nantinya. Hasil dari input data tersebut dapat di display dengan cara memanggil
data yang tersimpan di dataset dengan nama raw_data menggunakan flow Disk
Data Input, yang kemudian di display menggunakan flow Trace Display.
Display dari data tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kualitas data
yang terbaik.
3.3.2. Geometry Matching
Proses ini bertujuan untuk mencocokkan akuisisi dilapangan dengan data
yang terekam, karena data yang telah di input sebelumnya hanya berisi tentang
selanjutnya diperlukkan informasi akuisisi dilapangan yang telah dilakukan
sebelumnya. Prinsip dari Geometry Matching ialah mencocokkan parameter yang
dibutuhkan dalam software dengan Observer yang merupakan informasi penting
saat akuisisi data dilapangan. Seluruh parameter dalam akuisisi di input melalui
flow 2D Land Geometry Spreadsheet*yang kemudian input dari flow ini di
kalkulasi sehingga didapatkan gambaran pola akuisisi dilapangannya. Untuk
melihat kualitas dari akuisisi harus dilakukan Quality Control terlebih dahulu
dengan menggunakan diagram Stacking Chart sehingga dapat diketahui bila ada
kesalahan saat Geometry Matching ini.
Gambar 3.4. Flow Geometry Matching
Hasil dari flow 2D Land Geometry Spreadsheet*kemudian tersimpan
input sebelumnya, yaitu raw_data dengan menggunakan flow Inline Geom
Header Load yang kemudian di output kedalam dataset dengan nama Geometri.
Dataset tersebut di display untuk melihat perubahan setelah dilakukan input
[image:51.595.119.495.233.701.2]geometry, bila terjadi keanehan maka harus dianalisa ulang.
3.3.3. Editing
Setelah semua data yang telah dilakukan proses Geometry Matching di
analisa, proses selanjutnya adalah Editing atau melakukan edit data pada display
gelombangnya. Teknik dari proses Editing ini ada dua cara yaitu, dengan cara
mutting (memotong) pada semua trace tetapi pada bagian yang dominan noise dan
dengan cara killing pada beberapa trace saja yang dianggap kurang baik pola
gelombangnya. Tujuan dari proses ini adalah menghilangkan bagian tertentu yang
terdapat noise sehingga pola refleksifitasnya data terlihat dengan baik. Pada
penelitian ini dilakukan mutting pada bagian atas data yang disebut dengan top
mute, lalu dilakukan killing pada beberapa chanel yang mati dan yang
terpolarisasi.
Gambar 3.6. Picking Editing
Hasil Picking tersebut kemudian tersimpan dalam dataset program, yang
nantinya akan difungsikan ke dalam data dengan menggunakan flow Trace
Kill/Reverse untuk hasil Killing dan Trace Mutting untuk hasil Top Mute.
Lalu proses flow tersebut di output kedalam dataset dengan nama 00. Edit yang
kemudian di display untuk melihat hasil proses Editing ini.
Gambar 3.7. Flow Editing
[image:53.595.116.511.225.620.2]Gambar 3.8. Flow Killing
Gambar 3.10. Flow Muting
3.3.4. Koreksi Statik
Koreksi statik atau yang biasa disebut static correction ini dilakukan untuk
mengembalikkan pola gelombang yang tidak teratur karena akibat dari pengaruh
elevasi dan lapisan lapuk di bawah permukaan menjadi lebih teratur. Dalam
proses ini digunakkan metode Refraction Static yaitu mendefinisikan lapisan
lapuk dengan cara melakukan picking gelombang langsungnya atau first break
sehingga informasi lapisan lapuk dapat diketahui sehingga mudah untuk
dikoreksi. Parameter dari flow koreksi statik ini adalah informasi tentang elevasi
saat akuisisi dan hasil picking gelombang langsung yang kemudian diproses.
[image:54.595.120.501.348.727.2]Gambar 3.12. Flow Static Correction
3.3.5. Preprocessing
Tahap ini terdiri dari dua proses penting yaitu TAR (True Amplitude
Recovery) dan dekonvolusi. Proses TAR dilakukan untuk mengembalikan
amplitudo gelombang seismik yang sempat berkurang akibat atenuasi saat
penjalarannya didalam bumi. Sedangkan dekonvolusi dilakukan untuk
mengembalikan bentuk wavelet data menjadi bentuk wavelete reflektor yang
diharapkan membawa informasi untuk setiap lapisannya. Penerapan filter juga
dilakukan pada data guna untuk mengurangi noise pada domain frekuensi, yang
mana jenis filter tersebut adalah bandpass filter.
Parameter penting dalam flow preprocessing ini ialah besarnya energi yang
untuk melakukan proses dekonvolusi. Pada tahap pertama yaitu TAR input yang
digunakan adalah hasil dari proses Static Correction yang kemudian di output
kedalam dataset dengan nama 04. TAR. Dalam perenapannya proses TAR ini
mengunakan flow True Amplitude Recovery yang didalamnya terdapat nilai
parameter yang berupa nilai penguat amplitudo dan nilai kecepatan. Untuk proses
dekonvolusi di gunakan flow Surface Consistent Decon, dan dalam flow ini
di gunakan metode Predictive Deconvolution sehingga nilai dari decon length di
[image:56.595.120.503.326.648.2]dapat dari proses autokorelasi yang telah dilakukan sebelumnya.
Gambar 3.13. Flow Preprocessing
Dalam flow ini di gunakan pula flow tambahan yang disebabkan akibat dari
flow standar dalam proses Preprocessing ini. Flow tambahan ini juga digunakan
[image:57.595.116.509.177.657.2]untuk meningkatkan kualitas data dalam proses Preprocessing ini.
Gambar 3.14. Display TAR
Gambar 3.16. Bandpass Filter
3.3.6. Analisa Kecepatan
Pada tahap ini data yang telah dilakukan proses preprocessing kemudian di
input kedalam flow analisa kecepatan dengan menggunakan metode Semblance.
Prinsip dari metode ini dalam flow ialah melakukan pengumpulan CDP terlebih
dahulu dengan mengunakan flow 2D Supergather Formation* yang mana
parameter terpentingnya terdiri dari jumlah maksimum CDP fold pada data yaitu
33 fold, dan jumlah CDP yang akan digabungkan yaitu pada setiap 60 meter. Lalu
untuk membuat samblace atau spectrum kecepatan digunakan flow Velocity
Analysis Precompute, dengan salah satu parameternya yaitu minimum
semblance yang akan dibuat yaitu 1500 dan maksimumnya 5000.
Setelah kedua flow tadi diproses maka hasil dari proses tersebut sebagai
masukan dari flow Velocity Analysis yang merupakan bagian penting dari
analisa kecepatan ini, karena pada flow ini lah pemilihan kecepatan yang akan
menentukan hasil dari proses stacking nantinya. Hasil dari proses tadi berupa
display yang menunjukkan pola spectrum yang akan dianalisa dan di pilih
nantinya. Pemilihan kecepatan dilakukan dengan cara melakukan picking pada
Kualitas dari pemilihan kecepatan dapat dilihat dengan menggunakan flow
Volume Viewer/Editor* yang juga berfungsi untuk membandingkan dengan
hasil stacking setelah dilakukan pemilihan kecepatan. Kecepatan yang telah
dipilih dapat digunakan untuk proses TAR yang telah dilakukan sebelumnya,
tetapi untuk proses tersebut diperlukan kecepatan yang sudah di manipulasi
terlebih dahulu dengan mengunakan flow Velocity Manipulation* untuk
mendapatkan kecepatan dalam pola single velocity yang memberikan informasi
untuk setiap time nya saja.
Gambar 3.18. Flow Velocity Analysis Precompute
3.3.7. Koreksi Residual Statik
Prinsip dari koreksi residual statik ialah memasukan parameter input dari
flow Max. Power Autostatics* yang kemudian dikombinasi dengan flow
Apply Residual Statics, namun sebelumnya data input harus dilakukan
koreksi statik terlebih dahulu dengan menggunakan flow Normal Moveout
Correction.
Gambar 3.20. Flow Koreksi Residual Statik
Gambar 3.21. Parameter Flow Max. Power Autostatics*
3.3.7. Stacking
Hasil analisa kecepatan digunakan di flow Normal Moveout
Correction. Flow ini digunakan dalam flow stacking untuk mengembalikan
pola hiperbola reflektor mejadi flat dengan menggunakan kecepatan yang telah
dipilih sebelumnya. Prinsip dari proses stacking ini adalah menggabungkan semua
data seismik berdasarkan CDP nya menjadi satu display, yang mana display
tersebut mengambarkan pola refleksi lapisan bawah permukaan yang akan
digunakan untuk proses interpretasi nantinya. Bisa dikatakan bahwa pemilihan
[image:62.595.116.500.336.631.2]kecepatan yang baik akan menghasilkan hasil stacking yang baik pula.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Seismik Sebelum Analisa Kecepatan
[image:63.595.114.511.303.694.2]Sebelum memasuki proses analisa kecepatan harus diperhatikan dahulu data yang akan digunakan untuk proses tersebut. Input data sebagai masukan harus sudah tidak domina lagi terhadap noise, sehingga semblance akan menunjukkan koherensi maksimum kecepatan yang tepat. Berikut adalah data yang belum mengalami proses-proses reduksi noise
Gambar 4.1. Display sinyal-sinyal seismik pada raw data Firs Break
Ground roll
Terlihat bahwa data seismik yang terekam masih terinfeksi noise, sehingga tidak bisa dijadikan masukan untuk proses analisa kecepatan. Oleh karena itu diperlukan proses-proses untuk mengurangi noise tersebut sehingga refleksi yang diharapkan terlihat baik. Proses – proses ini terdiri dari beberapa langkah penting yaitu Editing,
Gambar 4.2. Hasil dari proses Pre-processing terhadap raw data
Proses akhir dari Pre-processing adalah proses dekonvolusi sehingga data masukkan untuk proses analisa kecepatan adalah data yang telah kena proses dekonvolusi (Gambar 4.2), karena dapat dilihat pada gambar bahwa data sudah
1. Editing
2. Koreksi Statik
3. TAR
mengalami proses pengurangan noise seperti ground roll dan yang lainnya sehingga terlihat jelas refleksi-refleksi yang muncul.
4.2. Hasil Proses Analisa Kecepatan Pertama
Analisa kecepatan dalam tugas akhir ini dilakukan dua kali yaitu setelah
preprocessing yang disebut velan 1 dan setelah koreksi residual statik yaitu velan 2. Pada
data terdapat 1163 CDP dimulai dengan nomor CDP 396 hingga CDP 1559, dan analisa dilakukan hanya pada beberapa CDP saja yang kemudian hasil dari analisa yaitu picking
atau pemilihan kecepatan di interpolasi kesemua CDP setelahnya. Pada setiap CDP yang di analisa di tampilkan semblance panel berupa kontur-kontur yang mewakili kumpulan kecepatan dalam CDP gather yang mana pemilihan kecepatan dilakukan pada kontur yang memiliki kecepatan maksimum dalam samblance panel.
Sebagai acuan dalam metode semblance ini dapat digunakan pula function stack
panel dan dynamic stack panel untuk melakukan pemilihan kecepatan dengan melihat
beberap fungsi kecepatan pada pola kemenerusan refleksi gelombangnya. Dalam pemilihan kecepatan dengan menggunakan samblance panel ini dapat diterapkan pula fungsi koreksi NMO yang bertujuan untuk melihat kualitas picking terhadap koreksi sebelum dilakukan proses tersebut.
domain kecepatan dan waktu. Lalu dari hasil display samblance didapatkan yaitu untuk range nomor CDP awal dari CDP 456 hingga CDP 696 menunjukkan pola semblace yang tidak baik sehingga menyulitkan untuk melakukan pemilihan kecepatan pada semblance tersebut. Selain ketidakteraturan, display semblance pada CDP tersebut tidak menunjukkan nilai kontur kecepatan maksimum yang tepat. Hal ini mungkin dapat menyebabkan ketidak munculan even reflektor pada saat stacking nantinya. Berikut adalah display semblance untuk sampel range CDP awal
Ketidakteraturan pada pola semblance diatas salah satunya mungkin disebabkan oleh karena pada CDP gather di nomor CDP tersebut tidak menujukkan kemenerusan refleksi yang baik dari sinyal – sinyal seismik yang ada, sehingga kontur kecepatan maksimum yang diharapkan pada samblance tidak muncul.
[image:68.595.114.511.288.725.2]Untuk CDP berikutnya menujukkan pola samblance yang baik dan kecepatan maksimum yang di harapkan terlihat pada beberapa time tertentu. Pada velan 1 ini akan dibahas 3 semblance untuk 3 CDP sebagai perwakilan, yaitu CDP 816, CDP 876, dan CDP 936.
Pada CDP 816 terlihat bahwa kontur kecepatan maksimum di tunjukkan disekitar time 500, 1500, 1900, 2600, 2900, 3400, dan 3900, ini mengindikasikan bahwa pada time tersebut akan muncul even reflektor yang diharapkan. Dalam melakukan picking harus diperhatikan setiap kontur kecepatan karena dalam setiap range time yang berdekatan akan ada lebih dari satu pola kontur kecepatan yang menunjukkan nilai maksimum. Seperti pada range time 1800 - 1900 terdapat dua kontur kecepatan yang menunjukan nilai maksimum, yaitu dengan masing-masing kecepatan sekitar 3769 m/s, dan 4647 m/s.
Kontur kecepatan yang maksimum ditunjukkan dengan warna yang cenderung lebih gelap karena memiliki tingkat koherensi yang lebih tinggi dengan refleksi sinyal – sinyal yang ada. Seperti pada time 1450 dengan nilai kecepatannya sebesar 3798 m/s, lalu pada time 1860 dengan nilai kecepatannya sebesar 3814 m/s. Pola kontur kecepatan maksimum pada CDP ini sedikit memiliki kecenderungan bertambahnya terhadap waktu, yang mana pastinya kecepatan itu memang cenderung bertambah terhadap bertambahnya waktu. Walaupun pada time 2600 dan 3900 terjadi penurunan kecepatan, tetapi nilai penurunan tersebut tidaklah terlalu besar sehingga penurunan tersebut masih dianggap wajar.
Pada CDP 876 ini samblance menunjukkan kecepatan maksimum yang relatif besar dibandingkan dengan CDP 816. Namun terjadi penurunan kecepatan yang cukup besar pada time 3800, hal ini sedikit menyimpang dari prinsip bahwa kecepatan itu semakin bertambah seiring bertambahnya waktu. Bisa dikatakan bahwa kecepatan pada time tersebut cukup diragukan ketepatanya, namun untuk itu harus dilakukan proses stacking lebih lanjut untuk melihat kualitas dari pemilihan kecepatan tersebut.
Gambar 4.7. Picking Kecepatan CDP 936
kecenderungan bahwa kecepatan bertambah seiring dengan bertambahnya waktu, yang mana berbeda dengan CDP sebelumnya. Kecepatan maksimum awal tidak terlihat pada range time 400 – 500 namun terlihat pada time 1000, ini berbeda dengan CDP sebelumnya yang muncul pada range time 400 – 500.
Setelah dilakukan picking pada semblance kecepatan maka akan didapatkan nilai kecepatan bedasarkan analisa koherensi maksimum sebelumnya. nilai kecepatan ini adalah nilai kecepatan sementara karena nilai tersebut didapat dari samblance yang masih kurang baik dilihat dari koherensi yang muncul. Berikut adalah nilai kecepatan yang didapat dari hasil picking pada semblance
CDP 816 CDP 876 CDP 936
TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS
[image:72.595.112.508.332.587.2]688.11 1464.49 1861.31 2594.55 2948.24 3396.81 4647.64 3689.43 3798.98 3814.63 3658.13 3673.78 3720.73 3736.38 524.21 1869.93 2206.36 3034.50 3785.00 4604.51 2359.14 3924.18 4127.64 4252.84 3986.79 3955.49 196.40 1887.18 2137.35 3025.87 3888.52 4613.14 3376.42 4002.44 4284.14 4503.25 4628.45 4612.80
Tabel 4.1. Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 1
Gambar 4.8. Hasil Stacking Menggunakan Velan 1
Setelah dilakukan stacking terlihat bahwa even reflektor yang baik hanya terlihat pada range time 1100 – 1400 dan 1500 – 1900, sehingga hasil dari pemilihan kecepatan yang dianggap baik hanya pada time tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan karena pemilihan kecepatan sebelum dan sesudahnya kurang tepat, karena kecepatan yang dipilih tidak mewakili even refleksi yang seharusnya sehingga even reflektor yang diharapkan tidak muncul. Kemungkinan lain ialah memang tidak munculnya even reflektor akibat sinyal – sinyal seismik pada kumpulan CDP gather tersebut masih terdapat noise. Namun even refktor juga muncul pada time dibawahnya, tetapi dengan range CDP yang berdekatan dan terlihat pendek sehingga sulit di jadikan acuan untuk proses interpretasi nantinya.
range CDP 736 – CDP 1161 yang mana hasil stacking yang diharapkan ialah even reflektor yang tampak pada range CDP yang lebar. Hal ini juga terlihat dari hasil samblance pada CDP awal yang tidak memberikan informasi nilai kecepatan maksimum yang tepat. Untuk itu harus dilakukan proses koreksi residual yang akan meningkatkan kualitas samblance kecepatan sehingga akan menghasilkan display stacking yang diharapkan.
4.3. Hasil Proses Analisa Kecepatan Kedua Setelah Residual Statik
Setelah dilakukan proses residual maka selanjutnya data akan dilakukan proses analisa kecepatan lagi, dengan harapan bahwa proses analisa kecepatan yang kedua ini akan memberikan hasil yang lebih baik dari proses sebelumnya. Pada velan 2 ini analisa akan dilakukan pada setiap kenaikan 30 CDP sehingga akan di dapatkan 37 nomor CDP yang akan di lakukan proses pemilihan kecepatan.
Gambar 4.9. CDP 516, 576, dan 636 Setelah Koreksi Residual
Walaupun kontur yang menunjukkan kecepatan maksimum hanya nampak pada beberapa time saja namun itu akan berdampak besar nantinya pada hasil stacking, karena setiap samblance menunjukkan nilai kecepatan yang baik maka akan sama halnya dengan kualitas sinyal – sinyal refleksinya. Kenampakkan samblance yang baik setelah proses koreksi residual mengindikasikan munculnya even reflektor yang baik pula pada hasil stacking nantinya.
Namun pola yang dihasilkan pada velan 2 ini hampir sama dengan yang sebelumnya sehingga pemilihan kecepatan akan lebih mudah untuk velan 2 ini.
Gambar 4.10. CDP 816, CDP 876, dan CDP 936 setelah koreksi residual
Pada time dibawahnya juga terlihat kontur nilai maksimum yang lebih tegas dari sebelumnya sehingga pemilihan kecepatan akan lebih teliti. Samblance pada CDP 816 ini memiliki nilai maksimum yang cenderung konstan karena tidak terjadi kenaikan atau penurunan kecepatan yang signifikan kecuali pada time 4700, hal ini mungkin disebabkan karena sinyal – sinyal seismik yang ada pada CDP ini cenderung memiliki pola yang sama. Namun pola samblance tetap mengindikasikan bahwa kecepatan bertambah seiring pertambahan waktu.
Untuk CDP 876 dan CDP 936 tetap memiliki pola samblance yang sama dengan sebelumnya, hanya saja pada CDP 876 kontur kecepatan maksimum yang ditunjukan pada time 1900 dan 2300 lebih jelas dibandingkan dengan sebelumnya, sedangkan pada CDP 936 hal tersebut terjadi pada kisaran time 1900.
Gambar 4.13. Picking Kecepatan CDP 936
CDP 816 CDP 876 CDP 936
TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS
688.11
1464.49
1861.31
2594.55
2948.24 <