• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa kecepatan data seismik refleksi 2d zona darat menggunakan metode semblance

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa kecepatan data seismik refleksi 2d zona darat menggunakan metode semblance"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KECEPATAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D ZONA DARAT

MENGGUNAKAN METODE SEMBLANCE

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains ( S.Si )

Disusun Oleh :

Praditiyo Riyadi

107097002849

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Desember 2011

Praditiyo Riyadi

(8)

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya, hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir, untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains di Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari bahwa penyajian tugas akhir ini

masih banyak kekurangan. Namun demikian penulis dapat menyelesaikan sesuai

waktu yang direncanakan, tidak lain karena dorongan dari semua pihak, demikian

juga berkat ridho-Nya.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si, Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta.

2. Bapak Drs. Sutrisno, M.Si, Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Julikah, M.T sebagai Pembimbing I, yang telah memberi bimbingan dan

pengarahan penulisan tugas akhir ini selesai.

4. Bapak Arif Tjahjono, M.Si sebagai Pembimbing II, yang telah memberi

bimbingan dan pengarahan penulisan tugas akhir ini selesai.

5. Bang Ramlis Dg Shiame, S.Si yang telah memberikan pengarahan dalam

penyusunan tugas akhir ini.

6. Untuk teman-teman seperjuanganku di Fisika Geofisika Andri, David, Satria,

(9)

7. Seluruh teman-teman Fisika instrumentasi dan material angkatan 2007 yang

telah menjadi motivator, memberikan keceriaan dan mengukir kenangan

termanis dalam hidupku, dan seluruh teman-teman Fisika angkatan 2008 dan

2009 yang telah memberikan do’a dan semangat sampai tugas akhir ini

selesai.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tuaku

khususnya ibunda tercinta yang telah memberikan dorongan dengan penuh

kesabaran. Demikian juga kepada adik-adikku dan saudara-saudaraku yang telah

mendukung dan mendampingiku selama pembuatan tugas akhir ini. Semoga jasa

yang tidak ternilai harganya dari semua pihak diatas senantiasa mendapat pahala

yang berlipat ganda dari Allah SWT.

Akhirnya dengan rendah hati penulis mengharapkan saran-saran dan kritik

yang bersifat membangun demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Jakarta,

Rabu, 7 Desember 2011

(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK………..………... i

ABSTRACT ………. ii

KATA PENGANTAR ……….……… iii

DAFTAR ISI ………...……...………. v

DAFTAR TABEL ……….……..……… vii

DAFTAR GAMBAR ………...…...………. viii

DAFTAR LAMPIRAN……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……. ……….………... 1

1.2. Batasan Masalah………..…….……… 2

1.3. Tujuan Penelitian………...………… 3

1.4. Manfaat Penelitian……….… 3

1.5. Sistematika Penulisan………. 3

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Metode Seismik……….. 5

2.2. Gelombang Seismik…...………. 6

2.3. Teori Penjalaran Gelombang…..……… 7

2.4. Parameter Data Seismik...………. 9

2.5. Tahapan Metode Seismik...………... 11

2.6. Akuisisi Data Seismik………. 11

2.7. Pengolahan Data Seismik……… 14

2.7.1. Reformat Data……… 14

2.7.2. Geometry Match……… 15

2.7.3. Trace Editing……… 15

2.7.4. Koreksi Statik……… 16

2.7.5. TAR……… 18

2.7.6. Dekonvolusi...……… 19

(11)

2.7.8. NMO...……… 26

2.7.9. Residual Statik……… 29

2.7.10. Stacking.……… 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian………... 31

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian………. 31

3.3. Tahapan Penelitian………..………. 32

3.3.1. Input Data……….………... 33

3.3.2. Geometry Matching………...………. 34

3.3.3. Editing………...……….. 37

3.3.4. Koreksi Statik………. 39

3.3.5. Preprocessing………. 40

3.3.6. Analisa Kecepatan………. 43

3.3.7. Residual Statik………..……. 45

3.3.8. Stacking………. 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Seismik Sebelum Analisa Kecepatan ………...……. 48

4.2. Hasil Proses Analisa Kecepatan Pertama ……….………. 50

4.3. Hasil Proses Analisa Kecepatan Kedua Setelah Residual Statik ……….……… 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 68

5.2. Saran……… 68

DAFTAR PUSTAKA ………... 69

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 1 untuk CDP 816, 876, dan

CDP 936 …..…..…..…...…..…...…..…...…..…..…..…..…..…... 57

2

Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 2 untuk CDP 816, 876, dan

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Sinyal seismik hasil konvolusi………..………... 6

Gambar 2.2 Gelombang yang terdapat pada data seismik…...………. 10

Gambar 2.3 Pola konfigurasi titik tembak dan chanel ……….. 13

Gambar 2.4 Geometry lintasan sinar gelombang……..………. 14

Gambar 2.5 Geometry koreksi statik……..………. 17

Gambar 2.6 Fungsi gain dalam TAR………….……….………. 19

Gambar 2.7 Respon semblance terhadap hiperbola refleksi………... 26

Gambar 2.8 Respon hiperbola refleksi terhadap NMO…….………. 28

Gambar 2.9 Proses stacking setelah koreksi NMO.……… ...………… 30

Gambar 3.1 Flow chart penelitian.……… .……… .…………... 32

Gambar 3.2 Flow input data.……… ... 33

Gambar 3.3 Parameter flow SEG-Y input.……… .……….... 34

Gambar 3.4 Flow geometry matching... 35

Gambar 3.5 Parameter flow 2D Land geometry spreadsheet... 36

Gambar 3.6 Picking Editing.……… .……… .……... 37

Gambar 3.7 Flow editing.……… .……… .……… 38

Gambar 3.8 Flow Killing.……… .………. 38

Gambar 3.9 Flow Killing 2……….……..…………..………. 38

Gambar 3.10 Flow muting………...……….. 39

Gambar 3.11 Display picking first break……….………. 39

Gambar 3.12 Flow static corecction……….. 40

Gambar 3.13 Flow Preprocessing………...………... 41

Gambar 3.14 Display TAR………...………. 42

Gambar 3.15 Display deconvolusi……….…… 42

Gambar 3.16 Bandpass Filter………...………... 43

Gambar 3.17 Flow analisa kecepatan……….………..……… 44

Gambar 3.18 Flow velocity analysis precompute……….. 45

Gambar 3.19 Parameter koreksi NMO……….………. 45

Gambar 3.20 Flow koreksi residual statik...………... 46

Gambar 3.21 Parameter Flow Max. Power Autostatics………. 46

(14)

Gambar 3.23 Flow Stacking………... ………... 47

Gambar 4.1 Display sinyal-sinyal seismik pada raw data………..…. 48

Gambar 4.2 Hasil dari proses Pre-processing terhadap raw data ……….. 49

Gambar 4.3 Display semblance CDP 516, 576, dan 636 sebagai sempel range CDP awal……… 52

Gambar 4.4 CDP 816, CDP 876, dan CDP 936………...………. 53

Gambar 4.5 Picking Kecepatan CDP 816………. 54

Gambar 4.6 Picking Kecepatan CDP 876……...……….. 55

Gambar 4.7 Picking Kecepatan CDP 936………. 56

Gambar 4.8 Hasil Stacking Menggunakan Velan 1………...………..…. 58

Gambar 4.9 CDP 516, 576, dan 636 Setelah Koreksi Residual………. 60 Gambar 4.10 CDP 816, CDP 876, dan CDP 936 setelah koreksi residual……… 61

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 : Nilai Kecepatan Yang Diperoleh Dari Analisa Kecepatan Pertama

Untuk Semua CDP……… 70

Lampiran 2 : Nilai Kecepatan Yang Diperoleh Dari Analisa Kecepatan Kedua

(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu langkah terpenting dalam pengolahan data seismik adalah

analisa kecepatan atau velocity analysis yang pada pengolahan data seismik tahap

ini merupakan tahap processing dan quality control. Berdasarkan nilai kecepatan

inilah metode seismik dapat memetakan struktur geologi bawah permukaan.

Tahap analisa kecepatan ini harus dilakukan semaksimal dan setepat mungkin,

karena fungsi kecepatan yang terbentuk digunakan untuk proses-proses

selanjutnya seperti NMO, DMO, stacking, dan migrasi, sehingga bisa dibilang

proses analisa kecepatan menjadi penentu kualitas penampang seismik yang akan

terbentuk. Bahkan ada beberapa proses dalam pengolahan data seismik yang

berguna agar proses analisa kecepatan dapat dilakukan dengan kesalahan sekecil

mungkin, antara lain editing, TAR (True Amplitude Recovery), dekonvolusi, filter

frekuensi, dsb.

Kecepatan yang di analisa adalah kecepatan rms (root mean square) yang

pada koreksi NMO kecepatan ini digunakan untuk mendeskripsikan pola reflektor

yang hiperbola, sehingga setelah dilakukan koreksi NMO reflektor menjadi flat

dan baik untuk dilakukannya proses stacking. Hasil dari proses stacking adalah

display stack yang menggambarkan pola reflektor pada setiap lapisan bawah

permukaan bumi, jadi pemilihan kecepatan yang tepat saat analisa kecepatan

tersebut akan menghasilkan display stack yang baik pula untuk di lakukan

(17)

Analisa kecepatan ini meliputi beberapa metode dalam penggunaanya,

yaitu Analisa T2-X2, Constant Velocity Panel (CVP), Constant Velocity Stack (CVS), Analisa Velocity Spectral, dan metode Samblance. Dalam tugas akhir ini

metode yang digunakkan adalah metode Samblance karena metode ini diterapkan

pada beberapa CDP (Common Depth Point) dengan offset tertentu yang akan

menampilkan spektrum kecepatan akibat dari even refleksi sinyal – sinyal seismik

yang terdapat pada kumpulan CDP, sehingga pemilihan kecepatan akan lebih

akurat pada setiap reflektornya, dan menghasilkan display stack yang baik pula.

Metode ini dilakukan dua kali yaitu setelah dekonvolusi dan setelah

koreksi residual statik. Dilakukannya analisa kecepatan ini setelah koreksi

residual bertujuan untuk meningkatkan kualitas Samblance dan akurasi pemilihan

menjadi lebih baik. Setelah koreksi risidual statik kenampakkan reflektor akan

lebih jelas sehingga lebih mudah untuk melakukan picking kecepatan, sehingga

pemilihan kecepatan yang kedua ini akan lebih baik dari yang pertama nantinya.

Lalu akan dilihat pengaruh analisa kecepatan dengan menggunakan metode

Samblance ini terhadap hasil stacking pada proses berikutnya.

1.2. Batasan Masalah

Ruang lingkup tugas akhir ini hanya terbatas pada masalah proses

pengolahan data seismik mentah menjadi data seismik dengan S/N ratio yang

tinggi. Lalu analisa kecepatan terhadap data yang telah diolah dengan

menggunakan metode Samblance. Software yang digunakan adalah software

ProMAX 2003.3.1 yang merupakan software standar yang digunakan pada

(18)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proses pengolahan data yang tepat untuk analisa kecepatan

2. Mendapatkan nilai kecepatan yang tepat melalui proses analisa kecepatan

menggunakan metode Semblance.

3. Mengetahui karakteristik Semblance dari data yang telah diolah.

4. Mendapatkan Penampang seismik dengan resolusi tinggi

1.4. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan

kecepatan yang tepat guna untuk mendapatkan hasil stacking yang baik untuk

proses migrasi, sehingga struktur bawah permukaan yang menjadi target prospek

migas dapat diketahui lebih mendalam.

1.5. Sistematika Penulisan Laporan

Penulisan penelitian ini dibagi menjadi dua segmen di mana segmen

pertama terdiri dari kata pengantar, daftar isi, daftar gambar dan daftar tabel

sedangkan segmen kedua dimulai dengan abstrak dan dilanjutkan dengan laporan

penelitian.Laporan penelitian ini terdiri dari lima bab, yang sistematika dan

tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut

BAB I. PENDAHULUAN.

Pada bab ini diuraikan singkat mengenai latar belakang mengapa dilakukannya

penelitian ini, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian dan

(19)

BAB II. TEORI DASAR.

Bab ini merupakan rangkuman teori-teori dan data-data yang dikumpulkan dari

berbagai literatur, yang berhubungan dengan tugas akhir ini. Sebagian dari teori

dan data-data tersebut selanjutnya akan dijadikan rujukan dalam melakukan

analisa dari pengolahan data.

BAB III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang waktu & tempat penelitian, bahan & peralatan penelitian,

teknik pengolahan data, tahapan penelitian.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.

Pada bab ini akan diuraikan tentang analisa data penelitian. Dari pengolahan data

akan dijelaskan tentang fenomena-fenomena apa yang terjadi.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.

Bab ini berisi point-point singkat yang mengulas kesimpulan dari penelitian

dengan memaparkan kesimpulan dari penelitian ini yang kemudian diikuti dengan

(20)

BAB II TEORI DASAR

2.1. Metode Seismik

Metode seismik adalah metode yang menerapkan prinsip penjalaran

gelombang dimana energi (intensitas gelombang) dari sumber getar akan dibawa

ke penerima selama gelombang tersebut menjalar. Sistem perambatan gelombang

ini kemudian digunakan untuk kegiatan eksplorasi hidrokarbon. Dalam suatu

kegiatan eksplorasi, energi gelombang dipancarkan oleh sumber kemudian

diterima oleh sistem penerima melalui perambatan gelombang dalam medium

yang terpantulkan oleh karena perbedaan ipedansi akustik (IA) dari bidang pantul.

Dimana impedansi akustik ini merupakan aspek fisis dari kecepatan ( V ) dan

densitas (  ) dari suatu material penyusun pelapisan bumi[4]. Secara teoritis

hubungan antara ketiganya dapat ditulis sebagai berikut :

IA =

V

Dalam mengontrol harga IA, kecepatan mempunyai arti lebih penting

daripada densitas. Sebagai contoh, porositas atau material pengisi pori batuan (air,

minyak, dan gas) lebih mempengaruhi harga kecepatan daripada densitas.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pulsa seismik merambat melewati batuan dalam

bentuk gelombang elastis yang mentrasfer energi menjadi pergerakan partikel

medium. Dimana dimensi dari gelombang elastik atau gelombang seismik jauh

(21)

Meskipun begitu, penjalaran gelombang seismik dapat diterjemahkan dalam

bentuk kecepatan dan tekanan partikel yang disebabkan oleh vibrasi selama

penjalaran gelombang tersebut. Selama terjadi perambatan gelombang pada

medium bawah permukaan bumi, kedalaman reflektor sangat mempengaruhi

waktu penjalaran gelombang seismik[4].

2.2. Gelombang Seismik

Gelombang seismik yang terekam (trace seismic) merupakan hasil konvolusi

antara wavelet sumber dengan refllektor series. Konvolusi adalah suatu proses

matematika yang mana diperoleh keluaran dari suatu masukan pulsa gelombang

ke dalam sistem LTI (linear time invariant) yang dioperasikan dengan notasi

asterik (*) (Sismanto, 1996). Sebagaimana dikemukakan oleh Fred J.Taylor

(1994) bahwa “The response of an at-rest, causal LTI system having an impulse

response h(t) to a causal signal x(t), is defined by the convolution process y(t )=

h(t) * x(t)”.

(22)

Dalam survei seismik, misalkan pulsa dari sumber seismik dt dan sistem

reflektifitas bumi bt maka gelombang seismik yang terekam di seismogram (trace seismik) ft ialah sebagai hasil konvolusi dari sistem tersebut,dituliskan sebagai dt

* bt = ft . Misalkan s(t) adalah jejak seismik, w(t) adalah wavelet sumber dan r(t) adalah reflector series, maka: s(t) = w(t) *r(t)

Gelombang seismik merupakan gelombang mekanik yang menjalarkan

energi menembus lapisan bumi. Kecepatan penjalaran gelombang seismik

ditentukan oleh karakteristik lapisan dimana gelombang tersebut menjalar.

Kecepatan gelombang seismik dipengaruhi oleh rigiditas (kekakuan) dan

kerapatan lapisan sebagai medium bagi penjalaran gelombang, ini ditinjau dari

segi lapisan yang dilalui. Adapun dilihat dari segi penjalaran gelombang

seismiknya, diketahui bahwa gelombang seismik dapat direfleksikan dan atau

direfraksikan pada bidang batas dua lapisan yang berbeda densitasnya, Kecepatan

gelombang seismik yang dipengaruhi oleh karakteristik lapisan dimana

gelombang tersebut menjalar mengindikasikan adanya variasi kecepatan

gelombang seismik terhadap arah. Adanya perbedaan kecepatan gelombang

terhadap arah ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, yaitu konfigurasi

susunan mineral, rekahan, pori-pori, lapisan atau konfigurasi kristal dari suatu

material[4].

2.3. Teori Penjalaran Gelombang

Metode seismik merupakan metode pemetaan struktur geologi bawah

(23)

kemudian menganalisa return signal yang dihasilkan oleh sumber getar buatan.

Secara fisika sifat penjalaran gelombang memenuhi beberapa azas yaitu[3] :

1. Azas Fermat

Prinsip fermat menyatakan bahwa jika sebuah gelombang merambat dari satu

titik ke titik yang lain maka gelombang tersebut akan memilih jejak yang

tercepat. Dimana kata tercepat memberikan penekanan bahwa jejak yang akan

dilalui oleh sebuah gelombang adalah jejak yang secara waktu tercepat bukan

yang terpendek secara jarak. Karena tidak selamanya yang terpendek itu selalu

tercepat. Sehingga dengan demikian jika gelombang melewati sebuah medium

yang memiliki variasi kecepatan gelombang seismik maka gelombang tersebut

akan cenderung melalui zona kecepatan tinggi dan menghindari

zona-zona kecepatan rendah.

2. Prinsip Huygens

Prinsip Huygens menyatakan bahwa setiap titik-titik penganggu yang berada

didepan muka gelombang utama akan menjadi sumber bagi terbentuknya

deretan gelombang yang baru. Dimana jumlah dari energi total gelombang

yang baru sama dengan energi utama. Hal ini sesuai dengan prinsip kirchoff

bahwa energi yang masuk sama dengan energi yang keluar.

3. Hukum Snellius

Hukum Snellius menjelaskan bahwa perilaku sinar seismik ketika menembus

bidang batas antar lapisan maka sebagian akan terpantulkan dan sebagian lagi

(24)

2.4. Parameter Data Seismik

Parameter data seismic dilakukan untuk menganalisa data yang didapat dari

proses akuisisi, apakah data itu berupa noise atau sinyal. Sehingga diperlukan

suatu pengetahuan mengenai parameter data seismic diantaranya[3]:

2.4.1. Sinyal

Merupakan gelombang yang diharapkan muncul lebih banyak daripada

gelombang lain sebagai akibat dari refleksi dari bidang batas reflector. Mutu dari

sinyal dapat dilihat dari resolusi dan energy serta signal to noise ratio (S/N) yang

dihasilkan.

2.4.2. Noise

Merupakan gangguan yang muncul pada saat perekaman. Noise secara

garis besar dapat dibedakan menjadi:

o Ambient Noise (background noise atau random noise)

Ambient noise adalah trace noise yang disebabkan oleh segala sesuatu

yang bukan disebabkan dari sumber (source). Penyebab : angin, hujan

aliran air, mesin industry, aktivitas manusia. Ciri : bersifat random,

spektrum lebar, dan energi lebih rendah.

o Shot Generated Noise (koherent noise)

Adalah noise yang timbul akibat peledakan dari source saat dilakukan

pengambilan data. Shot generated terbagi menjadi:

Ground Roll merupakan noise yang menjalar melalui permukaan yang

radial (surface wave). Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih

(25)

Air Blast merupakan noise yang diakibatkan penjalaran gelombang

langsung melalui udara. Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih

rendah dari ground roll), energi tinggi, dan merupakan noise dominan.

2.4.3. First Break

Merupakan gelombang yang datang pertama kali setelah penembakan oleh

source. Ciri : amplitude besar, kecepatan rendah (lebih rendah dari ground roll),

energi tinggi, dan merupakan noise dominan.

(26)

2.5. Tahapan Metode Seismik

Metode seismik refleksi merupakan metode geofisika yang umumnya

dipakai untuk penyelidikan hidrokarbon. Biasanya metode seismik refleksi ini

dipadukan dengan metode geofisika lainnya, misalnya metode grafitasi, magnetik,

dan lain-lain. Namun metode seismik refleksi adalah yang paling mudah

memberikan informasi paling akurat terhadap gambaran atau model geologi

bawah permukaan dikarenakan data-data yang diperoleh labih akurat[6]. Pada

umumnya metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:

1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang

berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluann dengan

survey detail.

2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk mengolah

data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk penampang

seismik migrasi.

3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran horison,

pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang hasilnya

disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk mengetahui

struktur atau model geologi bawah permukaan.

2.6. Akuisisi Data Seismik

Akuisisi data merupakan pekerjaan pertama dalam suatu eksplorasi.

Persiapan pertama sebelum melakukan akuisisi adalah menentukan informasi dari

(27)

 Berapa kedalaman target

 Apa cirri-ciri jebakan yang menjadi sasaran target

 Apa problem noise khusus yang sering dihadapi

 Dimana eksplorasi dilakukan

Informasi diatas sangat bermanfaat dalam menentukan parameter lapangan.

Parameter dilapangan penting karena sangat menentukan kualitas data yang

didapat serta dapat mendukung proses pengolahan data secara optimal. Beberapa

parameter lapangan adalah sebagai berikut[6]:

Geometry Penembakan (Spread Type)

Geometry penembakan adalah konfigurasi titik tembak dan channel di lintasan

survey. Konfigurasi ini dirancang untuk menyesuaikan dengan struktur geologi

bawah permukaan daerah target. Ada beberapa tipe konfigurasi yaitu:

 Split spread, yaitu titik tembak berada diantara bentangan receiver. Untuk

jenis penembakan ini terbagi dua, yaitu:

 Off end spread dan End on spread, yaitu titik tembak berada pada salah

satu ujung, off end di ujung kiri dan end on di ujung kanan dari bentangan.

Pada tipe off end spread system penembakan terbagi:

 Cross spread, jika bentangan kabel receiver membentuk silang, silang

tegak lurus dengan shot point berada dipersimpangan atau perpotongan

(28)

Gambar 2.3. Pola konfigurasi titik tembak dan chanel saat geometry

Geometri Lintasan Sinar Gelombang (raypath)

Berdasarkan lintasan sinar gelombang (raypath) geometri penembakan dapat

dibagi dalam 4 jenis, yaitu[10]:

 Common source point(CSP), yaitu sinyal direkam oleh setiap trace yang

datang dari satu titik tembakan yang sama.

 Common depth point (CDP), yaitu sinyal hasil pantulan dari satu titik

reflector direkam oleh sekelompok receiver yang berbeda.

 Common receiver point (CRP), yaitu satu trace merekam sinyal-sinyal dari

setiap titik tembak yang ada.

 Common offset (CO), yaitu sinyal setiap titik reflector masing-masing

(29)

Gambar 2.4. Geometry lintasan sinar gelombang

2.7. Pengolahan Data Seismik

Sebelum dilakukan analisa kecepatan harus diketahui terlebih dahulu

proses-proses pengolahan data yang mempengaruhi analisa kecepatan tersebut.

Proses tersebut adalah usaha untuk meningkatkan S/N ratio sehingga didapatkan

nilai kecepatan yang tepat nantinya. Berikut adalah proses-proses yang

berhubungan dengan analisa kecepatan[9]

2.7.1. Reformat Data

Pada umumnya data seismic yang terekam dilapangan tersimpan dalam

format sequential series (gelombang yang mewakili deret jarak) dimana

(30)

beberapa geophone. Sedangkan data yang digunakan dalam pengolahan data

seismic harus tersusun berdasarkan urutan trace dimana data yang diolah

tersusun sesuai time series (gelombang yang tersusun berdasarkan urutan

waktu). Dalam multiplexer, format sequential series dipakai karena

perekaman dilakukan dengan banyak trace dalam waktu yang bersamaan. Jadi

proses demultiplexing digunakan untuk mengubah format data dari sequential

series menuju time series[5].

2.7.2. Geometry Match

Data seismic yang diperoleh pada flow read data hanya memiliki

informasi untuk setiap tracenya dengan trace header Field File ID (FFID) dan

channel saja. Sehingga data tersebut belum tentu berarti jika tanpa informasi

dari observer report tentang proses perekaman pada saat dilapangan. Dimana

informasi mengenai geometri lapangan sangat penting untuk mendefinisikan

trace header pada raw data yang belum sepenuhnya terisi pada display raw

data. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan proses pengolahan data

selanjutnya[6].

2.7.3. Trace Editing

Selama proses akuisisi dilakukan seringkali hasil rekaman terganggu

oleh beberapa sebab, seperti pembalikan polaritas, trace mati, berbagai jenis

noise (Ground roll, koheren dan random noise) yang jika tidak dihilangkan

terlebih dahulu akan sangat mengganggu dalam proses pengolahan data[5].

(31)

Trace Muting

Trace muting adalah pengeditan yang dilakukan dengan cara

membuang/memotong bagian-bgian trace pada zona tertentu.

Trace Kill/Reverse

Trace dengan data yang jelek sekali atau trace yang mati akan sangat sulit

sekali untuk dikoreksi, karena itu akan kita buang. Killing adalah

menghilangkan atau membuang trace-trace yang rusak/mati dan trace

yang mempunyai noise yang tinggi dengan cara memberikan nilai nol pada

matrik trace tersebut sementara.

2.7.4. Koreksi Statik

Maksud dari koreksi statik adalah menghilangkan pengaruh topografi

terhadap sinyal – sinyal seismik yang berasal dari lapisan pemantul. Topografi

permukaan tanah yang umumnya tidak rata akan mengakibatkan bergesernya

waktu datang sinyal – sinyal refleksi dari waktu yang diharapkan. Topografi

permukaan tanah ini mempengaruhi ketinggian titik tembak (shot point)

maupun geofon (reiceifer) bila dihitung terhadap bidang referensi atau datum

yang datar. Koreksi statik juga bertujaun untuk menghilangkan pengaruh

lapisan lapuk yang umumnya mempunyai kecepatan sangat rendah bila

dibandingkan dengan lapisan-lapisan batuan yang ada dibawahnya. Setelah

koreksi statik maka shot dan geofon seolah-olah diletakan pada bidang

datum[5].

Untuk shot point yang diletakkan di bawah lapisan w-z perhatikanlah gambar

(32)
[image:32.595.120.520.111.584.2]

Gambar 2.5. Prinsip dasar geometri koreksi statik

DS = kedalaman shot point dihitung dari permukaan

ES = elevasi shot point dihitung dari datum

ED = elevasi datum

V1 = cepat rambat gelombang seismik di dalam w-z

V2 = cepat rambat gelombang seismik di dalam lapisan dibawah w-z

Untuk sinar-sinar yang datang pada arah hampir-hampir normal, maka waktu

yang diperlukan untuk menempuh jarak dari shot ke datum adalah

t

s

= (E

s

D

s

E

d

)/V

2

Waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk menempuh jarak dari datum ke

permukaan adalah:

t

g

=

t

s

+ t

uh

tuh = waktu uphole / waktu rambat dari shot ke permukaan

yang disebut sebagai koreksi statik dilapangan (field static) adalah

t

s

+

t

g

=

E

s

D

s

E

d

V

2

+ t

uh

Dapat dilihat dari persamaan diatas bahwa perlu diketahui nilai V2. Untuk

mendapatkan nilai V2 tersebut beberapa cara dapat dilakukan, seperti dengan

(33)

2.7.5. TAR (True Amplitude Recovery)

Merupakan fungsi penguat time-variant tunggal untuk mengembalikan

harga amplitude seismik yang mengalami pelemahan sehingga setiap titik

reflector seolah-olah datang dengan jumlah energi yang sama. Proses True

Amplitude Recovery secara singkat dapat dirumuskan seperti persamaan

dibawah ini[5].

h

n

t

= g(n

t)

1

G(n

t)

v.

n

t

10

α(t−t1) 20

10

B 20

dengan catatan:

h(n∆t) adalah amplitudo yang telah mengalami TAR

g(n∆t) adalah amplitudo trace seismik yang terekam

G(n∆t) adalah besarnya gain amplifier  adalah koefisien atenuasi

(34)
[image:34.595.120.503.110.591.2]

Gambar 2.6. Fungsi Gain dalam TAR

2.7.6. Dekonvolusi

Dekonvolusi merupakan proses yang digunakan untuk meningkatkan

resolusi temporal dari data seismic dengan cara menganalisa wavelete seismic

(35)

mengembalikan bentuk wavelet yang diterima oleh receiver menjadi bentuk

wavelet dari sumber[8].

2.7.7. Analisa Kecepatan

Sinyal-sinyal pantul yang terdapat dalam tras-tras seismik membawa

informasi mengenai kecepatan lapisan bawah permukaan. Kecepatan adalah

variable yang sangat penting dalam pengolahan data seismic karena kecepatan

(36)

yang direkam dalam domain waktu. Proses pemilihan kecepatan yang sesuai

(terbaik) akan di gunakkan untuk pemrosesan selanjutnya. Proses ini sangat

penting karena merupakkan salah satu quality control dari hasil processing

akhir[9].

Prinsip dasar proses analisa kecepatan adalah mencoba-coba nilai

kecepatan sampai memperoleh hasil yang tepat (trial and error). Jika

kecepatan yang dicari bernilai Vs, maka dilakukan coba-coba nilai kecepatan

dari V1 sampai V2, dimana nilai V1<Vs<V2, dengan interval ∆V yang cukup

kecil. Keluaran dari salah satu tipe analisa kecepatan ialah berupa angka

sebagai fungsi kecepatan terhadap waktu tempuh dua arah untuk pantulan

tegak lurus (normal), atau yang biasa disebut spektrum kecepatan.

Angka-angka ini mewakili hasil perhitungan koherensi sinyal-sinyal pantul sepanjang

lengkung hiperbola yang terbentuk dan di pengaruhi oleh kecepatan, offset,

dan waktu tempuh.

Analisa kecepatan biasa dilakukan dengan memilih nilai-nilai kecepatan

berdasarkan koherensi maksimum yang berhubungan dengan pantulan utama,

sehingga terbentuk suatu fungsi kecepatan pada lokasi yang dianalisa. Analisa

kecepatan umumnya tidak dilakukan di seluruh lokasi yang ada, tapi hanya

diwakili oleh beberapa lokasi saja atau dilakukan untuk setiap interval jarak

tertentu. Sedangkan pada lokasi yang tidak dianalisa dilakukan proses

interpolasi, hingga akhirnya terbentuk sebuah model kecepatan untuk struktur

(37)

Ada beberapa jenis kecepatan data seismik yang berhubungan dengan

waktu datang dan jarak tempuh, antara lain:

1. Kecepatan interval, yaitu kecepatan diantara bidang reflektor atas dengan

reflektor bawah, atau bisa juga diartikan sebagai kecepatan tiap-tiap

lapisan.

2. Kecepatan rata-rata ( V ), yaitu rata-rata nilai kecepatan dari perlapisan

yang dilalui gelombang. Kecepatan ini dirumuskan sebagai :

=

� �

dimana Vi adalah kecepatan masing-masing lapisan, dan n adalah jumlah

lapisan. Atau juga bisa diartikan sebagi jarak yang ditempuh dibagi

dengan waktu tempuh (Telford et all, 1990)

=

� �

0

0

3. Kecepatan instantaneous, yaitu kecepatan disetiap titik pengukuran yang

diukur dengan log kecepatan.

4. Kecepatan rms (root mean square), yaitu akar dari kuadrat rata-rata

kecepatan interval. Kecepatn rms selalu lebih besar dari pada kecepatan

rata-rata kecuali untuk kasus satu lapisan, dirumuskan sebagai :

=

2

� �=

� �=

1 2

Vi = kecepatan masing-masing lapisan

(38)

kecepatan ini juga tergantung dari jalur yang ditempuh gelombang

sehingga bisa ditulis sebagai

2

=

2

0

0

5. Kecepatan NMO (Normal Move Out), yaitu kecepatan untuk melakukan

koreksi NMO, atau kecepatan yang dapat membuat lengkung hiperbola

sinyal-sinyal refleksi menjadi datar, dicari melalui persamaan :

�� = �2+

2 1 2

Tx = waktu tempuh dua arah pada jarak x

To = waktu tempuh dua arah pantulan normal

X = jarak dari offset nol ke offset x

6. Kecepatan stacking, kecepatan yang digunakkan saat proses stacking.

Walaupun sedikit berbeda namun biasanya kecepatan stacking disamakan

dengan kecepatan NMO (Yilmaz, 2001).

Sebenarnya parameter utama yang dicari dari analisa kecepatan dalam

pengolahan data seismik adalah kecepatan stacking, karena kecepatan inilah

yang menentukan kualitas tampilan penampang seismik pada akhirnya. Selain

menggunakan spektrum kecepatan, kecepatan stacking bisa ditentukan dari

data kumpulan CDP[9]. Ada beberapa metode dalam analisa kecepatan yaitu

(39)

Jika informasi waktu (T2) dan offset (X2) pada sebuah hiperbola refleksi

diplot, maka akan menghasilkan garis linier. Kemiringan garis ini

mencerminkan kecepatan bumi (V2) dari permukaan sampai batas refleksi

yang bersangkutan. Akar dari V2 adalah kecepatan bumi yang diprediksi melalui analisis ini.

o Constanta velocity Panel (CVP)

Beberapa kecepatan (dari permukaan bumi sampai kedalaman suatu

reflektor tertentu) di-tes untuk melakukan koreksi NMO pada CDP gather.

Kecepatan yang menghasilkan reflektor horizontal adalah kecepatan CVP.

o Constanta velocity stack (CVS)

Metode ini mirip dengan CVP, akan tetapi metode CVS diterapkan pada

CDP gather dan kemudian dilakukan stacking. Kecepatan yang

menghasilkan kecepatan stacking yang terbaik (amplitude tertinggi) adalah

kecepatan CVS yang dipilih.

o Analisa Velocity Spectra

Kuantitas yang digunakkan umtuk menghasilkan spektrum kecepatan

adalah amplitudo stack. Namun ketika data kumpulan CDP memiliki rasio

signal terhadap noise yang rendah, Maka amplitudo stack bukanlah

kuantitas terbaik untuk dijadikan spektrum kecepatan. Tujuan dari analisa

kecepatan adalah memilih nilai-nilai kecepatan yang bisa menghasilkan

koherensi terbaik antar sinyal-sinyal refleksi sepanjang lengkung hiperbola

(40)

tipe pengukuran koherensi yang bisa digunakan sebagai atribut untuk

menghitung spektrum kecepatan.

o Samblance

Kecanggihan IPTEK sekarang ini membuat efisiensi dalam analisa data

seismik jauh meningkat, salah satunya dengan metode Samblance. Metode

ini menyediakan efisiensi dalam pemilihan dan pengetesan parameter yang

dibutuhkan untuk setiap langkah pengolahan data. Seperti pemfilteran,

dekonvolusi, penguatan, dan terlebih lagi analisa kecepatan.

Dalam metode Samblance, spectrum kecepatan ditampilkan dalam

bentuk kontur warna, dan biasanya menggunakan atribut semblance panel.

Kemudian yang dilakukan adalah memilih, atau biasa disebut picking,

warna yang mewakili koherensi maksimum dari setiap pemantulan utama

pada waktu tertentu. Umumnya warna yang mewakili koherensi

maksimum adalah merah, sedangkan biru mewakili koherensi minimum.

Data kumpulan CDP ditampilkan disebelah panel spektrum kecepatan

dengan skala waktu yang telah disesuaikan. Hal ini memudahkan untuk

mengetahui waktu-waktu dimana terdapat pemantulan utama.

Setelah proses picking selesai, maka selanjutnya bisa langsung

diterapkan koreksi NMO terhadap data kumpulan CDP menggunakan

fungsi kecepatan yang sudah terbentuk. Pada proses ini akan dilihat

ketepatan dari hasil analisa kecepatan. Jika masih ada lengkungan

hiperbola yang mengalami overcorrection atau undercorrection, maka

(41)

yang dianggap salah. Proses ini dilakukan sampai didapat fungsi kecepatan

yang benar-benar tepat dan akurat[9].

Gambar 2.7. Respon Semblance terhadap hiperbola refleksi yang muncul

2.7.8. Normal Move Out (NMO)

Perbedaan atara waktu datang gelombang pantul pada masing-masing

offset dengan waktu datang gelombang pantul untuk offset nol, inilah yang

disebut Normal Move Out (NMO) (Yilmaz, 2001). Adanya jarak offset

(42)

langsung dimana letak reflektor berada, hal ini dipengaruhi oleh semakin

besar offset semakin besar waktu datangnya. Maka dari itu, waktu datang

gelombang seismik perlu dikoreksi NMO terlebih dahulu sebelum dilakukan

penjumlahan tras atau stacking[8].

Jadi koreksi NMO bertujuan menghilangkan efek jarak offset antara titik

tembak dan penerima pada tras-tras dalam suatu kumpulan CDP. Atau dengan

kata lain koreksi NMO ( ∆Tx ) membawa gelombang refleksi dari pantulan

miring ke pantulan tegak lurus[5]. Waktu tempuh dua arah gelombang pantul

untuk jarak x (Tx) adalah

=

02

+

2

Dan koreksi NMO (∆�) nya adalah

∆�� = �� − �0

Dimana :

To = 2h/V, waktu tempuh dua arah gelombang pantul untuk offset nol

X = jarak shot-receiver

V = kecepatan lapisan

Untuk melakukan koreksi NMO butuh parameter kecepatan yang

didapat dari proses analisa kecepatan. Namun sebenarnya kedua proses ini

saling berkaitan, koreksi NMO yang tepat memungkinkan didapatkannya nilai

kecepatan yang benar dan sebaliknya, nilai kecepatan yang benar yang mampu

memberikan koreksi NMO yang tepat. Gambar dibawah menunjukkan bahwa

(43)

membuat lengkungan hiperbola yang muncul akibat pengaruh offset berubah

menjadi datar. Namun jika menggunakan nilai kecepatan NMO yang lebih

kecil dari semestinya maka lengkung hiperbola akan berbalik melengkung ke

atas atau disebut overcorrection. Lengkung hiperbola tidak akan menjadi datar

jika kecepatan NMO yang digunnakan terlalu besar, hal ini disebut

[image:43.595.118.507.224.559.2]

undercorrection.

Gambar 2.8. (a) hiperbola refleksi (b) NMO yang tepat (c) Overcorrection (d) Undercorrection

Koreksi NMO hanya efektif dilakukan pada reflektor datar, jika bidang

pantul tidak datar maka terjadi pergeseran titik CDP atau biasa disebut

reflector point smearing. Dalam kondisi seperti ini, koreksi NMO

disempurnakkan dengan koreksi DMO (Dip Move Out). Prinsip koreksi DMO

hampir sama dengan koreksi NMO, namun dalam koreksi DMO

(44)

DMO ini membuat dispersi titik pantul menghilang, dan rasio sinyal terhadap

noise meningkat.

2.7.9. Residual Statik

Kesalahan perkiraan penentuan kecepatan dan kedalaman pada

weathering layer saat melakukan koreksi statik dan adanya sisa deviasi static

pada data seismik serta Data Uphole dan First break yang sangat buruk juga

dapat mempengaruhi kelurusan reflektor pada CDP gather sehingga saat

stacking akan menghasilkan data yang buruk. Pada prinsipnya perhitungan

residual statik didasarkan pada korelasi data seismik yang telah terkoreksi

NMO dengan suatu model. Dimana model ini diperoleh melalui suatu Picking

Autostatic Horizon yang mendefinisikan besar pergeseran time shift yang

dinyatakan sebagai statik sisa yang akan diproses[3].

2.7.10.Stacking

Proses stacking adalah menjumlahkan seluruh komponen dalam satu

CDP gather, seluruh trace dengan koordinat midpoint yang sama dijumlahkan

menjadi satu trace. Setelah semua trace dikoreksi static dan dinamik, maka di

dalam format CDP gather setiap refleksi menjadi horizontal dan

noise-noisenya tidak horizontal, seperti groundroll dan multiple. Hal tersebut

dikarenakan koreksi dinamik hanya untuk reflector-reflektornya saja. Dengan

demikian apabila trace-trace refleksi yang datar tersebut disuperposisikan

(stack) dalam setiap CDP-nya, maka diperoleh sinyal refleksi yang akan saling

(45)

Kecepatan yang diperoleh dari stacking ini adalah stacking velocity. Stacking

[image:45.595.119.522.165.610.2]

velocity adalah kecepatan yang diukur oleh hiperbola NMO[9].

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini membahas pelaksanaan penelitian mulai dari tahap awal

pengolahan data hingga didapat data yang siap untuk dilakukan proses analisa

kecepatan. Tahap awal pengolahan data dimulai dengan melakukan Input data

kedalam software ProMAX 2003.3.1. Tahap selanjutnya adalah bagian penting

pada pengolahan data yaitu proses Geometry Matching, Editing, Static

Correction, dan Preprocessing. Lalu akan dibahas tentang teknik analisa

kecepatan dengan metode Semblance yang akan diterapkan pada software. Akan

di jelaskan juga parameter penting dalam koreksi NMO yang nantinya akan

digunakan untuk proses Stacking.

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Minyak dan Gas bumi LEMIGAS Cipulir selama tiga bulan sejak tanggal 1 Mei

hingga 1 Agustus 2011.

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data X daerah Kalimantan

dengan mengambil satu line, yaitu LINEXX. Sedangkan alat yang di gunakkan

dalam penelitian ini adalah seperakat komputer dengan spesifikasi : Intel Quad

Core 3 GHz, 500 GB Hardisk, 3 GB Memory, dan 1 GB Video Memory. Software

(47)

Operating System berbasis LINUX dan di jalankan sesuai flow yang telah dibuat

dalam software tersebut.

3.3. Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian ini meliputi berbagai langkah dalam pengolahan data

yang tersusun dalam sebuah ruang kerja flow dalam software, yang mana flow

tersebut disesuaikan dengan karakteristik data yang akan diolah. Berikut ini

adalah flow chart pengolahan data yang digunakan dalam penelitian kali ini.

(48)

Flow tersebut berisikan parameter-parameter penting dalam setiap

prosesnya, yang mana ketepatan dalam penentuan parameter tersebut akan

mempengaruhi hasilnya. Sehingga diperlukan teknik khusus untuk penentuan

parameter dalam flow yang telah dibangun.

3.3.1. Input Data

Pada tahap ini semua data yang akan diolah di-input terlebih dahulu

kedalam software ProMAX 2003.3.1 yang bertujuan untuk mempermudah dalam

pengolahan data tersebut. Proses input data ini terdiri dari flow SEG-Y Input,

Disk Data Output, Disk Data Input dan Trace Display. Parameter

terpenting dalam proses ini terdapat dalam flow SEG-Y Input. Hasil dari flow

data input ini berupa data masukan yang tersimpan didalam dataset software yang

diberi nama raw_data.

(49)
[image:49.595.114.508.110.566.2]

Gambar 3.3. Parameter Flow SEG-Y Input

Parameter pada flow SEG-Y Input ini digunakan untuk membaca data

kedalam program, dan juga untuk mengatur kualitas input data yang akan diolah

nantinya. Hasil dari input data tersebut dapat di display dengan cara memanggil

data yang tersimpan di dataset dengan nama raw_data menggunakan flow Disk

Data Input, yang kemudian di display menggunakan flow Trace Display.

Display dari data tersebut kemudian dianalisa untuk mendapatkan kualitas data

yang terbaik.

3.3.2. Geometry Matching

Proses ini bertujuan untuk mencocokkan akuisisi dilapangan dengan data

yang terekam, karena data yang telah di input sebelumnya hanya berisi tentang

(50)

selanjutnya diperlukkan informasi akuisisi dilapangan yang telah dilakukan

sebelumnya. Prinsip dari Geometry Matching ialah mencocokkan parameter yang

dibutuhkan dalam software dengan Observer yang merupakan informasi penting

saat akuisisi data dilapangan. Seluruh parameter dalam akuisisi di input melalui

flow 2D Land Geometry Spreadsheet*yang kemudian input dari flow ini di

kalkulasi sehingga didapatkan gambaran pola akuisisi dilapangannya. Untuk

melihat kualitas dari akuisisi harus dilakukan Quality Control terlebih dahulu

dengan menggunakan diagram Stacking Chart sehingga dapat diketahui bila ada

kesalahan saat Geometry Matching ini.

Gambar 3.4. Flow Geometry Matching

Hasil dari flow 2D Land Geometry Spreadsheet*kemudian tersimpan

(51)

input sebelumnya, yaitu raw_data dengan menggunakan flow Inline Geom

Header Load yang kemudian di output kedalam dataset dengan nama Geometri.

Dataset tersebut di display untuk melihat perubahan setelah dilakukan input

[image:51.595.119.495.233.701.2]

geometry, bila terjadi keanehan maka harus dianalisa ulang.

(52)

3.3.3. Editing

Setelah semua data yang telah dilakukan proses Geometry Matching di

analisa, proses selanjutnya adalah Editing atau melakukan edit data pada display

gelombangnya. Teknik dari proses Editing ini ada dua cara yaitu, dengan cara

mutting (memotong) pada semua trace tetapi pada bagian yang dominan noise dan

dengan cara killing pada beberapa trace saja yang dianggap kurang baik pola

gelombangnya. Tujuan dari proses ini adalah menghilangkan bagian tertentu yang

terdapat noise sehingga pola refleksifitasnya data terlihat dengan baik. Pada

penelitian ini dilakukan mutting pada bagian atas data yang disebut dengan top

mute, lalu dilakukan killing pada beberapa chanel yang mati dan yang

terpolarisasi.

Gambar 3.6. Picking Editing

(53)

Hasil Picking tersebut kemudian tersimpan dalam dataset program, yang

nantinya akan difungsikan ke dalam data dengan menggunakan flow Trace

Kill/Reverse untuk hasil Killing dan Trace Mutting untuk hasil Top Mute.

Lalu proses flow tersebut di output kedalam dataset dengan nama 00. Edit yang

kemudian di display untuk melihat hasil proses Editing ini.

Gambar 3.7. Flow Editing

[image:53.595.116.511.225.620.2]

Gambar 3.8. Flow Killing

(54)
[image:54.595.117.508.112.268.2]

Gambar 3.10. Flow Muting

3.3.4. Koreksi Statik

Koreksi statik atau yang biasa disebut static correction ini dilakukan untuk

mengembalikkan pola gelombang yang tidak teratur karena akibat dari pengaruh

elevasi dan lapisan lapuk di bawah permukaan menjadi lebih teratur. Dalam

proses ini digunakkan metode Refraction Static yaitu mendefinisikan lapisan

lapuk dengan cara melakukan picking gelombang langsungnya atau first break

sehingga informasi lapisan lapuk dapat diketahui sehingga mudah untuk

dikoreksi. Parameter dari flow koreksi statik ini adalah informasi tentang elevasi

saat akuisisi dan hasil picking gelombang langsung yang kemudian diproses.

[image:54.595.120.501.348.727.2]
(55)

Gambar 3.12. Flow Static Correction

3.3.5. Preprocessing

Tahap ini terdiri dari dua proses penting yaitu TAR (True Amplitude

Recovery) dan dekonvolusi. Proses TAR dilakukan untuk mengembalikan

amplitudo gelombang seismik yang sempat berkurang akibat atenuasi saat

penjalarannya didalam bumi. Sedangkan dekonvolusi dilakukan untuk

mengembalikan bentuk wavelet data menjadi bentuk wavelete reflektor yang

diharapkan membawa informasi untuk setiap lapisannya. Penerapan filter juga

dilakukan pada data guna untuk mengurangi noise pada domain frekuensi, yang

mana jenis filter tersebut adalah bandpass filter.

Parameter penting dalam flow preprocessing ini ialah besarnya energi yang

(56)

untuk melakukan proses dekonvolusi. Pada tahap pertama yaitu TAR input yang

digunakan adalah hasil dari proses Static Correction yang kemudian di output

kedalam dataset dengan nama 04. TAR. Dalam perenapannya proses TAR ini

mengunakan flow True Amplitude Recovery yang didalamnya terdapat nilai

parameter yang berupa nilai penguat amplitudo dan nilai kecepatan. Untuk proses

dekonvolusi di gunakan flow Surface Consistent Decon, dan dalam flow ini

di gunakan metode Predictive Deconvolution sehingga nilai dari decon length di

[image:56.595.120.503.326.648.2]

dapat dari proses autokorelasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Gambar 3.13. Flow Preprocessing

Dalam flow ini di gunakan pula flow tambahan yang disebabkan akibat dari

(57)

flow standar dalam proses Preprocessing ini. Flow tambahan ini juga digunakan

[image:57.595.116.509.177.657.2]

untuk meningkatkan kualitas data dalam proses Preprocessing ini.

Gambar 3.14. Display TAR

(58)
[image:58.595.115.512.112.309.2]

Gambar 3.16. Bandpass Filter

3.3.6. Analisa Kecepatan

Pada tahap ini data yang telah dilakukan proses preprocessing kemudian di

input kedalam flow analisa kecepatan dengan menggunakan metode Semblance.

Prinsip dari metode ini dalam flow ialah melakukan pengumpulan CDP terlebih

dahulu dengan mengunakan flow 2D Supergather Formation* yang mana

parameter terpentingnya terdiri dari jumlah maksimum CDP fold pada data yaitu

33 fold, dan jumlah CDP yang akan digabungkan yaitu pada setiap 60 meter. Lalu

untuk membuat samblace atau spectrum kecepatan digunakan flow Velocity

Analysis Precompute, dengan salah satu parameternya yaitu minimum

semblance yang akan dibuat yaitu 1500 dan maksimumnya 5000.

Setelah kedua flow tadi diproses maka hasil dari proses tersebut sebagai

masukan dari flow Velocity Analysis yang merupakan bagian penting dari

analisa kecepatan ini, karena pada flow ini lah pemilihan kecepatan yang akan

menentukan hasil dari proses stacking nantinya. Hasil dari proses tadi berupa

display yang menunjukkan pola spectrum yang akan dianalisa dan di pilih

nantinya. Pemilihan kecepatan dilakukan dengan cara melakukan picking pada

(59)

Kualitas dari pemilihan kecepatan dapat dilihat dengan menggunakan flow

Volume Viewer/Editor* yang juga berfungsi untuk membandingkan dengan

hasil stacking setelah dilakukan pemilihan kecepatan. Kecepatan yang telah

dipilih dapat digunakan untuk proses TAR yang telah dilakukan sebelumnya,

tetapi untuk proses tersebut diperlukan kecepatan yang sudah di manipulasi

terlebih dahulu dengan mengunakan flow Velocity Manipulation* untuk

mendapatkan kecepatan dalam pola single velocity yang memberikan informasi

untuk setiap time nya saja.

(60)
[image:60.595.117.511.110.565.2]

Gambar 3.18. Flow Velocity Analysis Precompute

3.3.7. Koreksi Residual Statik

Prinsip dari koreksi residual statik ialah memasukan parameter input dari

flow Max. Power Autostatics* yang kemudian dikombinasi dengan flow

Apply Residual Statics, namun sebelumnya data input harus dilakukan

koreksi statik terlebih dahulu dengan menggunakan flow Normal Moveout

Correction.

(61)
[image:61.595.119.504.110.598.2]

Gambar 3.20. Flow Koreksi Residual Statik

Gambar 3.21. Parameter Flow Max. Power Autostatics*

(62)

3.3.7. Stacking

Hasil analisa kecepatan digunakan di flow Normal Moveout

Correction. Flow ini digunakan dalam flow stacking untuk mengembalikan

pola hiperbola reflektor mejadi flat dengan menggunakan kecepatan yang telah

dipilih sebelumnya. Prinsip dari proses stacking ini adalah menggabungkan semua

data seismik berdasarkan CDP nya menjadi satu display, yang mana display

tersebut mengambarkan pola refleksi lapisan bawah permukaan yang akan

digunakan untuk proses interpretasi nantinya. Bisa dikatakan bahwa pemilihan

[image:62.595.116.500.336.631.2]

kecepatan yang baik akan menghasilkan hasil stacking yang baik pula.

(63)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Seismik Sebelum Analisa Kecepatan

[image:63.595.114.511.303.694.2]

Sebelum memasuki proses analisa kecepatan harus diperhatikan dahulu data yang akan digunakan untuk proses tersebut. Input data sebagai masukan harus sudah tidak domina lagi terhadap noise, sehingga semblance akan menunjukkan koherensi maksimum kecepatan yang tepat. Berikut adalah data yang belum mengalami proses-proses reduksi noise

Gambar 4.1. Display sinyal-sinyal seismik pada raw data Firs Break

Ground roll

(64)

Terlihat bahwa data seismik yang terekam masih terinfeksi noise, sehingga tidak bisa dijadikan masukan untuk proses analisa kecepatan. Oleh karena itu diperlukan proses-proses untuk mengurangi noise tersebut sehingga refleksi yang diharapkan terlihat baik. Proses – proses ini terdiri dari beberapa langkah penting yaitu Editing,

(65)
[image:65.595.115.512.111.622.2]

Gambar 4.2. Hasil dari proses Pre-processing terhadap raw data

Proses akhir dari Pre-processing adalah proses dekonvolusi sehingga data masukkan untuk proses analisa kecepatan adalah data yang telah kena proses dekonvolusi (Gambar 4.2), karena dapat dilihat pada gambar bahwa data sudah

1. Editing

2. Koreksi Statik

3. TAR

(66)

mengalami proses pengurangan noise seperti ground roll dan yang lainnya sehingga terlihat jelas refleksi-refleksi yang muncul.

4.2. Hasil Proses Analisa Kecepatan Pertama

Analisa kecepatan dalam tugas akhir ini dilakukan dua kali yaitu setelah

preprocessing yang disebut velan 1 dan setelah koreksi residual statik yaitu velan 2. Pada

data terdapat 1163 CDP dimulai dengan nomor CDP 396 hingga CDP 1559, dan analisa dilakukan hanya pada beberapa CDP saja yang kemudian hasil dari analisa yaitu picking

atau pemilihan kecepatan di interpolasi kesemua CDP setelahnya. Pada setiap CDP yang di analisa di tampilkan semblance panel berupa kontur-kontur yang mewakili kumpulan kecepatan dalam CDP gather yang mana pemilihan kecepatan dilakukan pada kontur yang memiliki kecepatan maksimum dalam samblance panel.

Sebagai acuan dalam metode semblance ini dapat digunakan pula function stack

panel dan dynamic stack panel untuk melakukan pemilihan kecepatan dengan melihat

beberap fungsi kecepatan pada pola kemenerusan refleksi gelombangnya. Dalam pemilihan kecepatan dengan menggunakan samblance panel ini dapat diterapkan pula fungsi koreksi NMO yang bertujuan untuk melihat kualitas picking terhadap koreksi sebelum dilakukan proses tersebut.

(67)
[image:67.595.117.513.265.685.2]

domain kecepatan dan waktu. Lalu dari hasil display samblance didapatkan yaitu untuk range nomor CDP awal dari CDP 456 hingga CDP 696 menunjukkan pola semblace yang tidak baik sehingga menyulitkan untuk melakukan pemilihan kecepatan pada semblance tersebut. Selain ketidakteraturan, display semblance pada CDP tersebut tidak menunjukkan nilai kontur kecepatan maksimum yang tepat. Hal ini mungkin dapat menyebabkan ketidak munculan even reflektor pada saat stacking nantinya. Berikut adalah display semblance untuk sampel range CDP awal

(68)

Ketidakteraturan pada pola semblance diatas salah satunya mungkin disebabkan oleh karena pada CDP gather di nomor CDP tersebut tidak menujukkan kemenerusan refleksi yang baik dari sinyal – sinyal seismik yang ada, sehingga kontur kecepatan maksimum yang diharapkan pada samblance tidak muncul.

[image:68.595.114.511.288.725.2]

Untuk CDP berikutnya menujukkan pola samblance yang baik dan kecepatan maksimum yang di harapkan terlihat pada beberapa time tertentu. Pada velan 1 ini akan dibahas 3 semblance untuk 3 CDP sebagai perwakilan, yaitu CDP 816, CDP 876, dan CDP 936.

(69)
[image:69.595.117.513.286.725.2]

Pada CDP 816 terlihat bahwa kontur kecepatan maksimum di tunjukkan disekitar time 500, 1500, 1900, 2600, 2900, 3400, dan 3900, ini mengindikasikan bahwa pada time tersebut akan muncul even reflektor yang diharapkan. Dalam melakukan picking harus diperhatikan setiap kontur kecepatan karena dalam setiap range time yang berdekatan akan ada lebih dari satu pola kontur kecepatan yang menunjukkan nilai maksimum. Seperti pada range time 1800 - 1900 terdapat dua kontur kecepatan yang menunjukan nilai maksimum, yaitu dengan masing-masing kecepatan sekitar 3769 m/s, dan 4647 m/s.

(70)
[image:70.595.116.515.316.708.2]

Kontur kecepatan yang maksimum ditunjukkan dengan warna yang cenderung lebih gelap karena memiliki tingkat koherensi yang lebih tinggi dengan refleksi sinyal – sinyal yang ada. Seperti pada time 1450 dengan nilai kecepatannya sebesar 3798 m/s, lalu pada time 1860 dengan nilai kecepatannya sebesar 3814 m/s. Pola kontur kecepatan maksimum pada CDP ini sedikit memiliki kecenderungan bertambahnya terhadap waktu, yang mana pastinya kecepatan itu memang cenderung bertambah terhadap bertambahnya waktu. Walaupun pada time 2600 dan 3900 terjadi penurunan kecepatan, tetapi nilai penurunan tersebut tidaklah terlalu besar sehingga penurunan tersebut masih dianggap wajar.

(71)
[image:71.595.115.512.266.660.2]

Pada CDP 876 ini samblance menunjukkan kecepatan maksimum yang relatif besar dibandingkan dengan CDP 816. Namun terjadi penurunan kecepatan yang cukup besar pada time 3800, hal ini sedikit menyimpang dari prinsip bahwa kecepatan itu semakin bertambah seiring bertambahnya waktu. Bisa dikatakan bahwa kecepatan pada time tersebut cukup diragukan ketepatanya, namun untuk itu harus dilakukan proses stacking lebih lanjut untuk melihat kualitas dari pemilihan kecepatan tersebut.

Gambar 4.7. Picking Kecepatan CDP 936

(72)

kecenderungan bahwa kecepatan bertambah seiring dengan bertambahnya waktu, yang mana berbeda dengan CDP sebelumnya. Kecepatan maksimum awal tidak terlihat pada range time 400 – 500 namun terlihat pada time 1000, ini berbeda dengan CDP sebelumnya yang muncul pada range time 400 – 500.

Setelah dilakukan picking pada semblance kecepatan maka akan didapatkan nilai kecepatan bedasarkan analisa koherensi maksimum sebelumnya. nilai kecepatan ini adalah nilai kecepatan sementara karena nilai tersebut didapat dari samblance yang masih kurang baik dilihat dari koherensi yang muncul. Berikut adalah nilai kecepatan yang didapat dari hasil picking pada semblance

CDP 816 CDP 876 CDP 936

TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS

[image:72.595.112.508.332.587.2]

688.11 1464.49 1861.31 2594.55 2948.24 3396.81 4647.64 3689.43 3798.98 3814.63 3658.13 3673.78 3720.73 3736.38 524.21 1869.93 2206.36 3034.50 3785.00 4604.51 2359.14 3924.18 4127.64 4252.84 3986.79 3955.49 196.40 1887.18 2137.35 3025.87 3888.52 4613.14 3376.42 4002.44 4284.14 4503.25 4628.45 4612.80

Tabel 4.1. Nilai Kecepatan yang didapat Pada Velan 1

(73)
[image:73.595.115.507.112.426.2]

Gambar 4.8. Hasil Stacking Menggunakan Velan 1

Setelah dilakukan stacking terlihat bahwa even reflektor yang baik hanya terlihat pada range time 1100 – 1400 dan 1500 – 1900, sehingga hasil dari pemilihan kecepatan yang dianggap baik hanya pada time tersebut.

Hal ini mungkin disebabkan karena pemilihan kecepatan sebelum dan sesudahnya kurang tepat, karena kecepatan yang dipilih tidak mewakili even refleksi yang seharusnya sehingga even reflektor yang diharapkan tidak muncul. Kemungkinan lain ialah memang tidak munculnya even reflektor akibat sinyal – sinyal seismik pada kumpulan CDP gather tersebut masih terdapat noise. Namun even refktor juga muncul pada time dibawahnya, tetapi dengan range CDP yang berdekatan dan terlihat pendek sehingga sulit di jadikan acuan untuk proses interpretasi nantinya.

(74)

range CDP 736 – CDP 1161 yang mana hasil stacking yang diharapkan ialah even reflektor yang tampak pada range CDP yang lebar. Hal ini juga terlihat dari hasil samblance pada CDP awal yang tidak memberikan informasi nilai kecepatan maksimum yang tepat. Untuk itu harus dilakukan proses koreksi residual yang akan meningkatkan kualitas samblance kecepatan sehingga akan menghasilkan display stacking yang diharapkan.

4.3. Hasil Proses Analisa Kecepatan Kedua Setelah Residual Statik

Setelah dilakukan proses residual maka selanjutnya data akan dilakukan proses analisa kecepatan lagi, dengan harapan bahwa proses analisa kecepatan yang kedua ini akan memberikan hasil yang lebih baik dari proses sebelumnya. Pada velan 2 ini analisa akan dilakukan pada setiap kenaikan 30 CDP sehingga akan di dapatkan 37 nomor CDP yang akan di lakukan proses pemilihan kecepatan.

(75)
[image:75.595.116.511.108.570.2]

Gambar 4.9. CDP 516, 576, dan 636 Setelah Koreksi Residual

Walaupun kontur yang menunjukkan kecepatan maksimum hanya nampak pada beberapa time saja namun itu akan berdampak besar nantinya pada hasil stacking, karena setiap samblance menunjukkan nilai kecepatan yang baik maka akan sama halnya dengan kualitas sinyal – sinyal refleksinya. Kenampakkan samblance yang baik setelah proses koreksi residual mengindikasikan munculnya even reflektor yang baik pula pada hasil stacking nantinya.

(76)
[image:76.595.115.515.172.584.2]

Namun pola yang dihasilkan pada velan 2 ini hampir sama dengan yang sebelumnya sehingga pemilihan kecepatan akan lebih mudah untuk velan 2 ini.

Gambar 4.10. CDP 816, CDP 876, dan CDP 936 setelah koreksi residual

(77)
[image:77.595.114.511.265.673.2]

Pada time dibawahnya juga terlihat kontur nilai maksimum yang lebih tegas dari sebelumnya sehingga pemilihan kecepatan akan lebih teliti. Samblance pada CDP 816 ini memiliki nilai maksimum yang cenderung konstan karena tidak terjadi kenaikan atau penurunan kecepatan yang signifikan kecuali pada time 4700, hal ini mungkin disebabkan karena sinyal – sinyal seismik yang ada pada CDP ini cenderung memiliki pola yang sama. Namun pola samblance tetap mengindikasikan bahwa kecepatan bertambah seiring pertambahan waktu.

(78)
[image:78.595.117.510.228.617.2]

Untuk CDP 876 dan CDP 936 tetap memiliki pola samblance yang sama dengan sebelumnya, hanya saja pada CDP 876 kontur kecepatan maksimum yang ditunjukan pada time 1900 dan 2300 lebih jelas dibandingkan dengan sebelumnya, sedangkan pada CDP 936 hal tersebut terjadi pada kisaran time 1900.

(79)
[image:79.595.115.512.109.562.2]

Gambar 4.13. Picking Kecepatan CDP 936

(80)

CDP 816 CDP 876 CDP 936

TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS TIME VEL_RMS

688.11

1464.49

1861.31

2594.55

2948.24 <

Gambar

Gambar 2.5. Prinsip dasar geometri koreksi statik
Gambar 2.6. Fungsi Gain dalam TAR
Gambar 2.8. (a) hiperbola refleksi (b) NMO yang tepat (c) Overcorrection
Gambar 2.9. Proses Stacking setelah koreksi NMO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan Prestack Time Migration (PSTM) dengan metode Kirchhoff memiliki keunggulan dapat meningkatkan Signal

TRAVEL TIME TOMOGRAPHY MENGGUNAKAN DATA SEISMIK INTERFEROMETRI UNTUK MENGGAMBARKAN MODEL KECEPATAN GELOMBANG PADA LAPANGAN “X”.. Radifan Taufik, Firman

Model input pada studi ini menggunakan nilai kecepatan ±10% terhadap model kecepatan awal Vp dan rasio Vp/Vs yang digunakan untuk input inversi tomografi

Gambar 9. Grafik korelasi nilai seismik dan getaran peledakan.. mengikuti pola yang sama pada saat sebelum dan setelah peledakan. Umumnya kecepatan rambat gelombang

Tetapi stacking masih merupakan tahapan yang penting dalam pengolahan data seismik, karena penampang stack merupakan interpretasi awal dari gambaran bawah permukaan.. Penampang

Oleh karena itu noise pada data tersebut dapat diupayakan untuk dihilangkan dengan menggunakan beberapa aplikasi dalam metode seismik, seperti dekonvolusi, stacking dan

b) PSDM merupakan solusi terbaik untuk mengolah data seismik apabila terdapat variasi kecepatan lateral dan bentuk geometri reflektor yang rumit. c) PSDM VTI dengan

Gambar 3.20 Analisa Kecepatan Menggunakan Informasi Dari Data Gravitasi Selain itu, dalam upaya peningkatan hasil model kecepatan yang memiliki tingkat kesesuaian yang