• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

UM

MAHATUL MU’MININ INDONESIA (UMI)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

ALDILA SYAHFINA NIM: 108051000052

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

Dalam Pengajian Eksekutif

Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan MemperolehGelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Aldila Syahfina

108051000052

Pembimbing

Dr. Fatmawati, MA NIP. 197609172001122002

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)
(4)

i Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

ABSTRAK

Dakwah yang diberikan oleh da’i untuk masyarakat perkotaan harus beragam dan harus mengikuti kebutuhan yang diperlukan oleh masyarakat perkotaan. Para da’i harus menyesuaikan gaya hidup masyarakat kota yang telah terbiasa dengan kemajuan teknologi, maka metode dan model dakwah yang disampaikan oleh pendakwah harus disesuaikan dengan kemajuan peradaban dan cara berfikir manusia modern. Berdasarkan hal tersebut, dalam berdakwah banyak sekali metode dan model dakwah yang digunakan sesuai dengan keadaan masyarakatnya.

Dari konteks di atas, timbul pertanyaan: Bagaimana metode dakwah di masyarakat perkotaan dalam pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)? Bagaimana pengaruh pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) bagi masyarakat perkotaan?

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prosedur pemilihan subyek penelitian dengan menggunakan purpossive sampling.

Teori yang di gunakan dalam penelitian ini adalah dakwah Rasulullah SAW. Dikutip dari buku Metode Dakwah karangan Munzier Suparta dan Harjani Hefni metode dakwah Rasulullah yaitu: pendekatan personal, pendekatan pendidikan, pendekatan diskusi, pendekatan penawaran, dan pendekatan misi.

(5)

ii

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillaahirrahmaanirrahiim

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sebab hanya dengan karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)”.

Shalawat serta salam selalu tercurah kepada baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa manusia dari kehidupan gelap dan suram menuju kehidupan yang terang benderang dan penuh dengan Rahmatan Lil’alamin.

Dalam menyelesaikan skripsi ini tentu saja tidak lepas dari berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya, juga bantuan dan masukkan yang diberikan kepada penulis. Maka dari itu pada kesempatan kali ini penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu, Ayahanda Almar Shofi, dan Ibunda Zalinar Noer yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, serta tidak pernah putus untuk mendo’akan penulis.

2. Dr. Arief Subhan, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta pembantu dekan dan jajarannya.

(6)

iii

tenaga, serta kesabarannya dalam membimbing serta memberikan arahan, petunjuk, juga saran kepada penulis.

5. Segenap Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas segala ilmu yang telah diajarkan kepada penulis.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas yang telah membantu penulis dalam menemukan referensi-referensi untuk skripsi ini.

7. Ustadz Bahctiar Nasir, ibu Lia Yuliani dan para jama’ah pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) yang telah memberikan izin dan membantu penulis untuk mengadakan penelitian skripsi dan telah memberikan waktunya untuk diwawancarai.

8. Kepada suami ku tercinta Rahman Suherman S.Si yang selalu setia mendampingi dan menyemangati di setiap waktu.

9. Keluarga besar Nurjali yang selalu memberikan dukungan, motivasi, dan do’a kepada penulis.

10.Sahabat terbaik: Dewi, Fitri, Nila, Usi, Li, dora, dede, dan aida. Terima kasih atas segala waktu yang telah kita lewati bersama-sama, segala tawa juga candaannya. Selalu mendampingi penulis dikala sedih dan susah selalu bersama.

11.Teman-teman seperjuangan KPI B angkatan 2008 kelas Istimewa, dan kawan-kawan KKS MATAHARI, Terima kasih atas segala pelajaran kebersamaan dan kerja sama yang telah kalian ajarkan.

(7)

iv segala bentuk bantuan dan dukungannya.

Sekali lagi, penulis ucapkan terima kasih kepada semuanya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian semua. Amin Amin ya Rabbal alamin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 12 Desember 2012

(8)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Kajian Pustaka ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Metode Dakwah ... 11

1. Pengertian Metode Dakwah ... 11

2. Macam-macam Metode Dakwah ... 15

a. Al-Hikmah ... 16

b. Mau’izhah Hasanah ... 17

c. Al-Mujadalah Bi al-Lati Hiya Ahsan ... 18

B. Masyarakat Perkotaan ... 27

C. Pengajian Eksekutif ... 30

(9)

vi

Mu’minin Indonesia ... 34

C. Struktur Organisasi Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia ... 35

D. Tujuan dan Aktivitas Kegiatan Pengajian Eksekutif Pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia ... 36

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA

A. Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) ... 39 B. Pengaruh Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin

Indonesia (UMI) Terhadap Masyarakat Perkotaan ... 45

BAB V PENUTUP

(10)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang dibekali dengan daya-daya potensial yang disebut dengan fitrah. Diantara daya tersebut adalah daya intelek, yang merupakan sebuah daya untuk mengenal siapa Tuhannya. Semua daya itu adalah anugrah yang dipersiapkan untuk kepentingan pengaturan hubungan dengan Allah, yang berupa naluri, perangkat inderawi, kemampuan akal, fitrah agama yang jika dikembangkan melalui bimbingan akan mengantarkan manusia mencapai sukses dalam kehidupannya sebagai makhluk yang taat kepada penciptanya.

Dakwah merupakan pekerjaan mengomunikasikan pesan Islam kepada manusia. Secara operasional, dakwah adalah mengajak atau mendorong manusia kepada tujuan yang definitif, rumusannya dapat diambil dari al-Qur’an dan Hadits atau dirumuskan oleh da’i sesuai dengan ruang lingkup

dakwahnya.1

Berdakwah merupakan tugas yang berat, namun sangat mulia disisi Allah, karena para mubaligh itu adalah ahli waris dari para Nabi sebagai pembawa agama yang benar. Agar umat manusia tidak terjerumus kedalam lembah nista, yakni dalam kekafiran dan kemusyrikan. Di samping itu, dakwah juga dapat dimaknai sebagai usaha dan aktivitas orang beriman dalam

1

Faizah dan Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006)

(11)

mewujudkan ajaran Islam dengan menggunakann sistem dan cara-cara tertentu ke dalam kenyataan hidup.

Dakwah di jalan Allah SWT dapat dilakukan dengan menulis buku, membangun lembaga pendidikan, mempresentasikan ceramah-ceramah di pusat keilmuan, atau menyampaikan khutbah jumat, pengajian dan pengajaran agama, di masjid dengan kalimat thayyibah, pergaulan yang baik dan keteladanan. Ada pula berdakwah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas material demi kemaslahatan dakwah, bahkan dakwah melalui seni, baik seni suara maupun seni musik.

Dalam berdakwah seorang da’i harus metode dalam meyampaikan

dakwahnya, hal tersebut bertujuan agar dakwah yang disampaikannya mudah dipahami dan dicerna oleh mad’u (pendengar). Bukan hanya seorang da’i saja yang memiliki metode dalam berdakwah, akan tetapi seorang Rasulullah pun memiliki metode dalam mensyiarkan agama Islam.

(12)

tinggal di kota dan telah terbiasa dengan kemajuan teknologi dan memiliki pola pikir yang lebih maju dikenal dengan masyarakat perkotaan.

Pada akhir-akhir ini umat Islam di perkotaan banyak yang mengikuti aktivitas-aktivitas kajian ilmu dan keagamaan. Jika untuk kalangan remaja dan mahasiswa biasa kegiatan mereka terpusat di pusat-pusat kajian Islam, seperti klub diskusi dan masjid-masjid kampus. Sedangkan, untuk kaum ibu-ibu biasanya dilakukan di rumah-rumah, majlis ta’lim. Kegiatan keagamaan yang ada di perkotaan adalah respon terhadap modernisasi pembangunan sekaligus upaya untuk mempertahankan eksistensitasnya sebagai umat Islam.

Untuk menyesuaikan gaya hidup masyarakat kota yang telah terbiasa dengan kemajuan teknologi, maka metode dan model dakwah yang disampaikan oleh pendakwah harus disesuaikan dengan kemajuan peradaban dan cara berfikir manusia modern. Berdasarkan hal tersebut, dalam berdakwah banyak sekali metode dan model dakwah yang digunakan sesuai dengan keadaan masyarakatnya.

Pengajian eksekutif adalah salah satu model dakwah yang ada pada saat ini, banyak ibu-ibu kalangan menengah ke atas ingin mempelajari agama Islam lebih dalam, terkadang mereka merasa segan jika bergabung dengan ibu-ibu kalangan menengah ke bawah. Sehingga dibentuklah pengajian untuk kalangan menengah ke atas dengan menggunakan alat-alat dakwah yang lebih modern, dengan ustadz atau ustadzah yang mengemas dakwahnya lebih modern pula.

(13)

pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) yang bertempat Jl. Tebet

Utara 1 no. 40 Jakarta Selatan.2

Bermulanya pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) dari

kesadaran betapa besarnya potensi perubahan sosial ke arah yang lebih positif jika muslimah urban atau ibu-ibu muslimah Indonesia berkelas menengah ke atas secara intelektual dan ekonomi ini bersatu dalam kebajikan. Pengurus dan anggota pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) sangat

menyadari bahwa Islam tidak akan besar apabila ummatnya tidak dapat menjaga hati dan berfikir besar untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada Islam dan masyarakat Indonesia.3

Pada kenyataannya, banyak ibu-ibu dari kalangan menengah keatas berbondong-bondong mulai menekuni ilmu agama. Karena mereka merasa ilmu agama yang mereka dapat saat ini masih sedikit dan belum banyak yang mereka ketahui tentang agama Islam.

Maka keberadaan pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia

diharapkan dapat menjadi salah satu basis yang dapat dijadikan wahana dalam rangka menggalan potensi di kalangan masyarakat perkotaan khususnya ibu-ibu yang berintelek dan menengah keatas. Dengan berlandskan konsep Islam dalam rangka memberikan pembelajaran dan pemahaman ajaran agama Islam secara utuh.

Oleh sebab itu, saya sebagai penulis ingin mengetahui dakwah di lingkungan masyarakat perkotaan dengan menelaah salah satu pengajian eksekutif yaitu pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).

2Arsip Pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI), (

Jakarta: Kamis 21 Juni 2012)

3

(14)

Dengan itu saya sebagai penulis melakukan penelitian dengan judul “Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)”

B. Batasan dan Perumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Pembahasan dilakukan agar terfokus pada suatu permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada jama’ah yang mengikuti pengajian

eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia.

2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana metode dakwah di masyarakat perkotaan dalam pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)?

b. Bagaimana pengaruh pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) bagi masyarakat perkotaan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan batasan dan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui metode dakwah di masyarakat perkotaan dalam pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).

(15)

2. Manfaat Penelitian a. Kegunaan Akademis

Secara akademis skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif dalam bidang komunikasi dan dakwah. Agar mahasiswa pun lebih berkembang dalam wacana keilmuan Islam, dan lebih mengetahui perkembangan dakwah dan ilmu komunikasi pada saat ini. Diharapkan pula dengan adanya skripsi ini dapat menambah referensi atau perbandingan bagi studi ilmu dakwah dan ilmu komunikasi.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis skripsi ini diharapkan dapat memberikan wawasan luas dalam perkembangan ilmu dakwah, dan memberikan motivasi bagi para pelaku dakwah dalam menyebarkan dakwahnya di pedesaan dan di perkotaan. Terutama bagi penulis untuk menambah wawasan dalam bidang dakwah.

D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

(16)

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian dalam hal ini adalah peneliti memilih subjek penelitian yang peneliti anggap dapat memberikan informasi data yang diperlukan. Adapun subjek penelitian adalah pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) meliputi: ketua umum pengajian UMI, ustadz,

dan jamaah. Sedangkan objek peneliatian adalah metode dakwah dalam pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).4

3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di tempat pengajian eksekutif Ummatul Mu’minin Indonesia yang bertempat di Jl. Tebet Utara 1 no. 40 Jakarta

Selatan, dan waktu yang dibutuhkan adalah kurang lebih selama sembilan bulan dari bulan maret-november tahun 2012.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Observasi berarti pengamatan dan pencatatan dengan sistematik terhadap fenomena yang diselidiki.5 Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi partisipasi yaitu peneliti melakukan pengamatan dengan mengikuti pengajian.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Berbentuk tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer yaitu yang mengajukan

4

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2002), Cet ke- VI, hal. 244

5

(17)

pertanyaan, sedangkan orang yang diwawancarai disebut interviewee yang memberikan jawaban atas pertanyaan.6

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan ketua umum pengajian UMI (ibu Lia), ustadz selaku pembina pengajian UMI (Ustadz. Bachtiar Nasir), dan beberapa jamaah pngajian UMI.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui dokumen-dokumen. Ini dilakuakn untuk memperoleh data-data mengenai hal yang akan diteliti, dan juga berhubungan dengan objek penelitian. Adapun dokumen yang peneliti peroleh yaitu dari buku, profil pengajian UMI, dan foto-foto.7

5. Teknik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan teknik penulisan berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Kaya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)” yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality

Development and Assurance) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Kajian Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini sebelumnya penulis melakukan penelitian dengan langkah awal yaitu menelaah terlebih dahulu skripsi sebelumnya, yang memiliki judul hampir sama dengan skripsi yang akan di

6

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2002), Cet ke- VI, hal. 186

7

Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

(18)

tulis dan teliti. Tujuannya untuk mengetahui bahwa judul yang akan penulis teliti tidak sama dengan judul-judul sebelumnya, dan menghindari hal penduplikatan karya orang lain.

Penulis mengadakan kajian ke perpustakaan fakultas untuk mencari tahu judul-judul skripsi yang sudah ada. Berikut judul skripsi yang hampir mendekati judul skripsi penulis: yang pertama karya milik Yunawati, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, judul: “Dakwah Dikalangan Selebritis Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah (Study Atas Pengajian ORBIT Lintas Profesi)”. Skripsi ini menjelaskan dakwah di kalangan selebritis dalam

pengajian ORBIT lintas profesi.

Yang kedua karya milik Nur Husen Fahruddin, jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, judul: “Metode Dakwah Melalui Program Terjemah Al -Quran Sistem 40 Jam Di Masjid Al-Chasanah Cimanggis Depok”. Dalam skripsi ini menjelaskan metode dakwah dalam program terjemahan yang dilakukan di masjid Al-Chasanah Cimanggis Depok.

Sedangkan judul skripsi yang penulis susun berjudul:”Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummatul Mu’minin Indonesia(UMI)”. Judul yang saya teliti lebih menjelaskan kepada model dakwah dan aktivitas dakwah yang ada di kalangan masyarakat perkotaan dalam pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).

F. Sistematika Penulisan

(19)

BAB I PENDAHULUAN: yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Manfaat dan Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka, Sistematika Penulisan.

BAB II LANDASAN TEORITIS: yang meliputi Ruang Lingkup Metode Dakwah: Pengertian Metode Dakwah, Macam-Macam Metode Dakwah, Masyarakat Perkotaan, Pengajian Eksekutif.

BAB III GAMBARAN UMUM: yang meliputi Sejarah Berdirinya Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI), Visi Misi dan Struktur Organisasi Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI), Tujuan dan

Aktivitas Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).

BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA: yang meliputi Metode Dakwah Di Kalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI), Pengaruh Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) Bagi

Masyarakat Perkotaan.

BAB V PENUTUP: Kesimpulan dan Saran-Saran. DAFTAR PUSTAKA

(20)

11

LANDASAN TEORITIS

A. Ruang Lingkup Metode Dakwah 1. Pengertian Metode Dakwah

Salah satu bagian yang harus ada dalam perangkat dakwah adalah metode. Penggunaan metode dalam berdakwah akan memudahkan seorang da’i dalam melakukan misi dakwahnya. Untuk itu, da’i harus memilih

metode yang sesuai dengan tingkat kebudayaan dan kecerdasan objek dakwah, memilih tempat, keadaan, dan waktu dilaksanakan. Jika hal itu tidak diperhatikan oleh seorang da’i, maka dakwahnya akan ditanggapi

dengan apatis.

Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu “meta” (melalui) dan “hodos” (jalan, cara), jadi metode dapatdi artikan sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan.1

Menurut Paus A. Partanto dan M. Dahlan Al Barri mengartikan metode adalah ”cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan sesuatu atau cara kerja.”2

Sedangkan Nasarudin Razaq kata metode dalam bahasa Arab adalah Thariqah artinya ”cara atau jalan, sistem atau ketertiban dalam mengerjakan sesuatu.”3

1

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Kencana Prenada Media

Group, 2009) Cet ke-3, hal. 6

2

Paus A. Partanto dkk, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1999) hal. 461

3

(21)

Dengan demikian dapat diartikan bahwa metode adalah “cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien. Efektif artinya antara biaya, tenaga dan waktu seimbang. Dan efisien artinya sesuatu yang berkenaan dengan pencapaian suatu hasil.”4

Metode harus dilakukan secara bertahap, karena kemungkinan besar hasil yang diraih dengan cara yang tidak bertahap tidak akan maksimal. Oleh karena itu, metode yang telah terkonsep secara matang sebaiknya dilaksanakan secara bertahap sesuai prosedur.

Dakwah diambil dari bahasa arab ًةوْعد ْوعْدي اعد dakwah merupakan bentuk mashdar dari kata kerja da’ayang artinya seruan, ajakan, panggilan atau jamuan.5 Sedangkan secara terminologi, dakwah adalah upaya komunikator dakwah (da’i) untuk mengajak orang lain

kepada ajaran Islam, dengan terlebih dahulu membina diri sendiri. Pembinaan diri sendiri dalam upaya menyampaikan ajaran agama Islam menjadi suatu yang mutlak karena dakwah membutuhkan keteladanan. Adapun beberapa pengertian dakwah yang dirumuskan oleh para penulis, di antaranya:

Menurut M. Quraisy Shihab dakwah adalah “seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi agar lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat.”6 M. Quraisy Shihab melihat bahwa dakwah bukan hanya sekedar amar ma’ruf nahi mungkar,

4

Asmuni Syukir, Dasar-dasar strategi dakwah Islam, (Surabaya: Al-ikhlas, 1983) hal. 99

5

Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1989) hal. 127

6

Quraisy Shihab, Membumikan Al-Quran Fungsi dan Peranan Wahyu Dalam Kehidupan

(22)

tetapi merupakan usaha penyadaran manusia terhadap keberadaan dan keadaan hidup mereka, sehingga bersedia diajak kepada kehidupan yang lebih baik dan sempurna.

Menurut Muhammad Husen Fadhullah dakwah adalah “ajakan untuk menuju Allah dan mengikuti jejak Rasulnya yang berarti, ajakan untuk menaati dan mengikuti ajaran agama Islam yang dikehendaki Allah SWT untuk diikuti oleh manusia.”7

Menurut Samsul Munir dakwah adalah

“suatu aktivitas yang dilakukan secara sadar dalam rangka menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada orang lain agar mereka menerima ajaran Islam tersebut dan menjalankannya dengan baik dalam kehidupan individual maupun masyarakat untuk mencapai kebahagiaan manusia baik di dunia maupun di akhirat dengan menggunakan media dan cara-cara tertentu.”8

Menurut Arifin mengatakan bahwa dakwah

“mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan, baik dalam bentuk tulisan, lisan, tingkah laku, sebagainya yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam usaha mempengaruhi orang lain secara individual maupun kelompok, supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa unsur paksaan.”9

Pendapat Bakhial Khauli, dakwah adalah “satu proses menghidupkan peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan kepada keadaan lain yang lebih baik.”10

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dakwah merupakan sebuah usaha untuk mengajak manusia mengikuti ajaran Islam dan

7

Muhammad Husen Fadhullah, Metodologi Dakwah Dalam Al-Quran (Jakarta: Lentera,

1997) hal. 11

8

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009) hal. 4

9

Arifin, Psikologi Dakwah, (Jakarta:Bulan Bintang, 1997) hal. 54

10

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

(23)

mengaplikasikannya dalam kehidupan yang dapat dilakukan dengan berbagai metode dan sasaran yang digunakan sesuai syari’at, dengan

tujuan mendapatkan kehidupan yang bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Pada hakikatnya dakwah merupakan

“aktualisasi imani (teologis) yang memanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia yang beriman dalam bidang kemasyarakatan dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara berfikir, bersikap, dan bertindak. Dakwah bisa dilakukan melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil qolam), dan perbuatan (bil hal) tentunya bentuk metode ini memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing sebagai pendekatan dalam aktivitas dakwah.”11

Secara praktis dakwah dapat dikatakan sebagai upaya atau perjuangan dalam menyampaikan ajaran agama yang benar kepada umat manusia dengan cara yang simpatik, adil, jujur, tabah, sabar, dan terbuka. Menghidupkan jiwa manusia dengan janji-janji Allah SWT tentang kehidupan bahagia, serta menggetarkan hati hati dengan ancaman Allah SWT terhadap segala perbuatan tercela melalui nasehat-nasehat dan peringatan-peringatan.12

Jadi, pengertian metode dakwah adalah cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’u untuk mencapai suatu tujuan

atas dari hikmah dan kasih sayang.13

11

Suyuti Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT Moyo Segoro Agung, 2002) Cet

ke1, hal. 65

12

Suraini, Manajemen Dakwah Dalam Kehidupan Pluralisme Indonesia, (Jakarta:

MSCC, 2005) hal. 23

13

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

(24)

2. Macam-macam Metode Dakwah

Sumber utama rujukan sebuah dakwah adalah al-Qur’an. Banyak ayat al-Qur’an yang mengungkap masalah dakwah, dari sekian banyak ayat yang memuat prinsip-prinsip dakwah itu ada satu ayat yang memuat sandaran dasar dan fundamen pokok bagi metodologi dakwah. Tentunya banyak para juru dakwah menggunakan metodologi tersebut untuk kesuksesan dakwahnya.

Bagi sayyid Quthub metode dakwah tidak kalah pentingnya dengan materi dakwah. Dalam pemikiran Sayyid Quthub pembicaraan mengenai metode dakwah sekurang-kurangnya menyangkut tiga hal pokok, yakni: kaidah umum dakwah Islam, prinsip-prinsip metode dakwah, dan sistem pergerakan dakwah.14

Firman Allah SWT Q.S An-Nahl:125, yang berbunyi:











Atinya:“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”

Dalam kitab tafsir mishbah pengarang M. Quraish Shihab, ayat diatas dapat dipahami oleh beberapa ulama sebagai penjelasan tiga macam metode dakwah yang harus disesuaikan dengan sasaran dakwah. Terhadap cendikiawan yang memiliki pengetahaun tinggi diperintahkan menyampaikan

14

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: Penamadani, 2008) Cet

(25)

dakwah dengan hikmah, yakni seorang da’i berdialog dengan kata-kata bijak sesuai dengan tingkat kepandaian para mad’u. terhadap kaum awam. Diperintahkan untuk menerapkan mau’izhah, yakni seorang da’i memberikan nasihat dan perumpamaan yang menyentuh jiwa sesuai dengan taraf pengetahuan para mad’u yang sederhana. Sedangkan terhadap ahli kitab dan

penganut agama lain yang diperintahkan adalah mujadalah, yakni seorang da’i memberikan materi dengan logika dan retorika yang halus, lepas dari kekerasan dan umpatan.15 Metode dakwah yang meliputi tiga cakupan, yaitu: a. Al-Hikmah

Kata “hikmah” dalam Al-Quran disebut sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya adalah “hukman” yang artinya secara makna asli adalah mencegah. Jika dikaitkan

dengan hukum berarti mencegah dari kezaliman, dan jika dikaitkan dengan dakwah maka berarti menghindari hal-hal yang kurang relevan dalam melaksanakan tugas dakwah.16

Menurut Syeikh Muhammad Abduh, hikmah adalah mengetahui rahasia dari faedah segala sesuatu unsur yang tercakup dalam pelaksanaan dakwah yaitu: isi dakwah, unsur manusia yang dihadapi, unsur kondisi (ruang dan waktu), unsur bentuk dan cara dakwah (metode dakwah).17

Hikmah merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilaksanakan atas dasar persuasif, karena dakwah bertumpu pada human

15

M. Quraish Shihab, Tafsir Mishbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005) Cet ke-4, hal. 384

16

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2009) Cet ke-3, hal. 8

17

Rubiyanah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Lembaga Penelitian,

(26)

oriented maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada hak-hak yang bersifat demokratis.18

Dalam dunia dakwah, hikmah adalah penentuan sukses atau tidaknya dakwah dalam menghadapi mad’u yang beragam tingkat pendidikan, strata sosial, dan latar belakang budaya. Da’i memerlukan hikmah sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati para mad’u dengan tepat. Oleh karena itu, para da’i dituntut untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan kalbunya.

Da’i tidak boleh hanya sekedar menyampaikan ajaran agama tanpa

mengamalkannya. Seharusnya da’ilah orang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’i untuk menjadi contoh nyata

umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya tidak boleh di tinggalkan oleh seorang da’i. Para da’i tidak sulit untuk berbicara banyak,

akan tetapi gerak mereka adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar berbicara.

b. Mau’izhah Hasanah

Secara bahasa, mau’izhah hasanah terdiri dari dua kata mau’izhah dan hasanah. Kata mau’izhah berasal dari kata ًةظع - اًظعو - ظعي - ظعو berarti; nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sementara hasanah merupakan kebalikan dari sayyi’ah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.19

18

Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah, 2009) hal. 98

19

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

(27)

Menurut Abd.Hamid al-Bilali mau’izhah hasanah merupakan salah satu manhaj (metode) dalam dakwah untuk mengajak ke jalan Allah dengan memberikan nasehat atau bimbingan dengan lemah lembut agar mereka mau berbuat baik. Mau’izhah hasanah yang disampaikan dengan lembut dan penuh pancaran kasih sayang akan menyisakan kebahagiaan pada diri umat manusia.

Adapun menurut Ali Mustafa Yakup bahwa mau’izhah hasanah adalah “ucapan berisi nasihat-nasihat baik dan bermanfaat bagi orang yang mendengarkannya atau argumen-argumen yang memuaskan sehingga pihak mad’u dapat membenarkan apa yang disampaikan oleh seorang da’i.”20

Jadi, kesimpulan dari mau’izhah hasanah mengandung arti yaitu: kata-kata yang masuk ke dalam kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan yang akan mudah melahirkan kebaikan.

Seorang da’i sebagai subjek dakwah harus mampu menyesuaikan

dan mengarahkan pesan dakwah sesuai dengan tingkat berfikir dan lingkup pengalaman dari objek dakwahnya, agar tujuan dakwah sebagai ikhtiar untuk mengaktualisasikan nilai-nilai ajaran Islam ke dalam kehidupan pribadi atau masyarakat dapat terwujud.

c. Al-Mujadalah Bi al-Lati Hiya Ahsan

Dari segi etimologi (bahasa) lafadz mujadalah terambil dari kata “jadala” yang bermakna memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif pada

huruf jim yang mengikuti wajan faa„ala, “jaadala” dapat bermakna berdebat, dan “mujaadalah” perdebatan.

20

(28)

Kata “jadala” dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.

Dari segi terminology (istilah) terdapat beberapa pengertian al-mujadalah (al-Hiwar) berarti upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan di antar kedua nya. Sedangkan menurut Dr. Sayyid Muhammad Thantawi ialah “suatu upaya yang bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.”21

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa al-Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak dapat melahirkan permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat. Antara satu dengan lainnya saling menghargai dan menghormati pendapat keduanya berpegang kepada kebenaran, mengakui kebenaran pihak lain dan ikhlas menerima hukuman kebenaran tersebut.

Al-Mujadalah merupakan cara terakhir yang digunakan untuk berdakwah manakala kedua cara terakhir yang digunakan untuk orang-orang yang taraf berfikirnya cukup maju, dan kritis seperti ahli kitab yang memang telah memiliki bekal keagamaan dari para utusan sebelumnya. Oleh karena itu, al-Qur’an juga telah memberikan perhatian khusus kepada

21

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

(29)

ahli kitab yaitu melarang berdebat dengan mereka kecuali dengan cara terbaik.

Kemudian yang terakhir, Sayyid Qutub menambahkan satu sehingga menjadi empat, yaitu selain dari tiga tersebut diatas ditambah dengan Mu’aaqabat bi al- Miitsal sesuai firman Allah SWT dalam QS. an- Nahl : ayat 126







Artinya: ”Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar”.

Jika ayat sebelumnya menjelaskan bagaimana sasaran dakwah yang dapat menerima ajakan tanpa membantah atau bersikeras menolak, serta dapat menerima ajakan setelah berdiskusi. Sedangkan ayat diatas menjelaskan bagaimana menghadapi mad’u yang membangkang dan melakukan kejahatan terhadap pelaku dakwah (da’i).22

d. Mu’aqabah bi al-Mitsl

Menurut Sayyid Quthub, Tiga metode yang telah disebutkan hanya berlaku dan dipergunakan dalam kondisi normal. Ketiga metode tersebut berubah atau tidak berlaku manakala terdapat permusuhan atau gangguan terhadap para pelaku dakwah. Dalam kondisi demikian, maka umat Islam dapat melakukan tindakan balasan yang setimpal demi kelangsungan

22

(30)

dakwah Islam itu sendiri. Tindakan balasan dakwah dengan kekuatan dapat diambil demi menjaga kemuliaan kebenaran, dan agar kebatilan tidak mengalahkan kebenaran. Namun tindakan balasan ini harus seimbang dan tidak boleh berlebihan atau melampaui batas.23

Pendekatan semacam itu disebut dengan pendekatan mu’aqabah bi al-Mitsl yang artinya “dakwah dengan balasan setimpal”. Pendekatan dakwah iniadalah untuk menolak fitnah terhadap dakwah Islam, menghadirkan kebebasan beragama dan menumpas kesewenang-wenangan. Sebagai pendekatan dakwah dengan basis kekerasan atau ketegasan, dakwah mu’aqabah bi al-mitsl dalam praktiknya tidak menghendaki perlakuan yang keras dengan diikuti oleh hawa nafsu, lebih dari itu tetap diputuskan diatas hikmah dan moral Islami. Karena itu, dalam praktiknya pendekatan dakwah ini dibatasi dengan banyaknya persyaratan yang ketat, bahkan menurut ketentuan al-Qur’an.24

Ada pun bentuk-bentuk dalam penyampaian dakwah diantaranya: a. Bil Lisan

Dakwah adalah ajakan yang bersifat Islami sedangkan kata “lisan” dalam bahasa Arab berarti “bahasa”. Maka dakwah bil lisan bisa diartikan sebagai penyampaian pesan dakwah melalui lisan berupa ceramah atau komunikasi langsung antara da’i dan mad’u.

Rasulullah SAW merupakan komunikator yang efektif , hal ini ditandai dengan bisa diserapnya ucapan, dan perbuatannya. Keahlian dan

23

A. Ilyas Ismail, Paradigma Dakwah Sayyid Quthub, (Jakarta: Penamadani, 2008) Cet

ke-2, hal. 252

24

A. Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa membangun Agama dan

(31)

keliahaian Rasullullah SAW dapat berkomunikasi telah menarik banyak manusia dizamannya untuk mengikuti ajaran Islam. Dalam menyampaikan pesan dakwah, da’i harus berbicara dengan gaya bahasa yang berkesan,

menyentuh dan komunikatif.25 Seperti dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70:







Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar”

Perkataan yang benar (qaulan sadidan) pada yat diatas, dari sudut bahasa mengandung arti: tepat mengenai sasaran. Al-Qasyani menafsirkan kalimat اًدْيدس ًاْوق dengan makna “perkataan yang lurus (qawiman), perkataan yang benar (haqqan), perkataan yang tepat (shawaban). Dari penjelasan ini dapat disimpulkan, bahwa lisan yang harus digunakan dalam berdakwah yaitu perkataan yang jujur, solutif terhadap permasalahan yang dihadapi mad’u, menyentuh kalbu, santun, menyejukkan, tidak agitatif dan

provokatif serta tidak mengandung fitnah.26

Dakwah bil lisan sebagai kegiatan penyampaian pesan-pesan kebenaran yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah harus memerlukan sebuah kemasan penyampaian pesan yang cermat, jitu, dan akurat sehingga tepat mengenai sasaran.

b. Bil Qalam

Dakwah bil qalam adalah dakwah dengan menggunakan media tulisan, seperti buku-buku, majalah, surat kabar, bulletin, brosur, dan jenis

25

Rubiyanah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Lembaga Penelitian,

2010) hal. 42

26

(32)

lainnya. Dalam memanfaatkan media ini, hendaknya ditampilkan dengan gaya bahasa lancar, mudah dicerna, dan menarik minat publik.27

Dakwah bil qalam merupakan bentuk dakwah yang telah di praktikan oleh Rasulullah SAW. Dakwah dalam tulisan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah dengan mengirim surat-surat yang berisi seruan, ajakan, atau panggilan untuk menganut ajaran Islam kepada raja-raja dan kepala pemerintahan dari negara yang bertetangga dengan negara Arab.28

c. Bil Hal

Kata al-hal secara etimologis berarti “keadaan”, artinya menunjukkan realitas yang terwujud dalam perbuatan nyata. Dakwah bil hal dapat diartikan mengajak atau menyeru ke jalan Allah untuk kebahagiaan dunia dan akhirat melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan keadaan manusia.29

Dakwah bil hal merupakan aktivitas dakwah Islam yang dilakukan dengan tindakan nyata atau amal nyata terhadap kebutuhan penerima dakwah. Sehingga tindakan nyata tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh penerima dakwah.

Dakwah bil hal harus menjadi teladan tindakan secara nyata bagi seorang da’i, karena da’i akan menjadi contoh bagi pada mad’u. Sasaran

dakwah bil hal mengacu kepada pengembangan masyarakat secara

27

Fathur Bahri An-Nabiry, Buku Meneliti Jalan Dakwah Bekal Perjuangan Para Da’i,

(Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008) Cet ke-1, hal 236

28

Siti Muriah, Metodelogi Dakwah Kontenporer, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2002) hal.

72

29

Rubiyanah dan Ade Masturi, Pengantar Ilmu Dakwah, (Jakarta: Lembaga Penelitian,

(33)

keseluruhan. Dakwah bil hal bisa diperankan oleh siapa saja yang minat menyebarkan dan mempraktikkan kebaikan, keadilan, kesejahteraan, dan kecerdasan.30

Rasulullah SAW pun mempunyai beberapa pendekatan dalam metode dakwah yang selalu dilakukannya, diantaranya:31

a. Pendekatan personal

Pendekatan ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i

dan mad’u, dengan langsung bertatap muka sehingga materi yang

disampaikan langsung diterima. Pendekatan ini pernah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW ketika berdakwah secara rahasia, meskipun demikian tidak menutup kemungkinan di zaman era modern seperti sekarang ini pendekatan personal harus tetap dilakukan karena mad’u

terdiri dari berbagai karakteristik.

Dalam ilmu komunikasi pendekatan personal dapat dikatakan sebagai komunikasi interpersonal (antarpribadi). Situasi komunikasi interpersonal adalah proses berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara dialogis selalu lebih baik dari pada secara monologis. Pendekatan personal atau komunikasi interpersonal yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya akan menumbuhkan

keakraban sesama. b. Pendekatan pendidikan

Pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada para kalangan sahabat.

30

Ibid. hal. 62

31

H. Munzier Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada

(34)

Begitu juga pada masa sekarang, dapat dilihat pendekatan pendidikan teraplikasi dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan yang bercorak Islam atau perguruan tinggi yang di dalamnya tedapat meteri-materi keislaman.

c. Pendekatan diskusi

Pendekatan diskusi pada era sekarang sering dilakukan lewat berbagai diskusi keagamaan, da’i berperan sebagai nara sumber.

Sedangkan mad’u berperan sebagai pendengar atau penyimak. Tujuan

dari diskusi adalah membahas dan menemukan pemecahan semua problematika yang ada kaitannya dengan dakwah sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya.

d. Pendekatan penawaran

Pendekatan penawaran yang dilakukan Nabi adalah ajakan untuk beriman kepada Allah SWT tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Cara ini dilakukan Nabi dengan memakai metode yang tepat tanpa paksaan sehingga mad’u ketika meresponinnya tidak dalam

keadaan tertekan bahkan Nabi melakukannya dengan niat yang timbul dari hati yang paling dalam.

e. Pendekatan misi

Pendekatan misi adalah pengiriman tenaga para da’i ke daerah

-daerah di luar tempat domisili. Ada banyak organisasi yang bergerak di bidang dakwah mengirimkan da’i-da’i untuk disebar luaskan ke

(35)

Menurut Slamet Muhaimin Abda, metode dakwah dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu segi cara, jumlah, audiens dan penyampaian.32 Metode dilihat dari dua segi cara:

a. Cara tradisional

Cara tradisional adalah sistem ceramah umum. Dalam metode ini da’i aktif berbicara dan mendominasi situasi, sedangkan komunikan hanya pasif saja mendengarkan apa yang disampaikan da’i. Komunikasi hanya berlangsung satu arah (one way communication) yaitu dari komunikator (da’i) kepada komunikan (mad’u) kelebihan metode ini

yaitu sangat tepat jika digunakan untuk menyebarkan suatu informasi kepada masyarakat secara serentak. Kelemahan metode ini yaitu komunikan atau mad’u tidak dapat dimonitor atau dipantau sejauh mana

pemahaman informasi yang disebarkan da’i.

b. Cara modern,

Cara modern seperti diskusi, seminar dan sejenis dimana terjadi komunikasi dua arah (two way communication). Kelebihan dari metode ini peserta dapat mengikuti diskusi dan seminar, peserta mempunyai persepsi yang jelas tentang pokok persoalan yang telah dibicarakan. Maka dari itu dalam metode ini terjadi nya dialog terbuka antara peserta dan penyaji. Sedangkan kelemahan metode ini yaitu keterbatasan dalam menampung peserta dalam jumlah banyak (masal), juga keterbatasan dalam kecocokan dalam satu kalangan berpendidikan cukup dan berwawasan luas.

32

Selamet Muhaimin Abda, Prinsip-prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas,

(36)

B. Masyarakat Perkotaan

Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society yang pengertiannya mencakup interaksi sosial, perubahan sosial, dan rasa kebersamaan.Istilah masyarakat disebut pula sistem sosial. Untuk pemahaman lebih luas tentang pengertian masyarakat sebaiknya kita kemukakan beberapa definisi masyarakat sebagai berikut:

Menurut Selo Soemardjan, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.

Menurut J.L. Gilin dan J.P. Gilin, masyarakat adalah kelompok yang tersebar dengan perasaan persatuan yang sama.

Menurut Max Weber menjelaskan masyarakat sebagai suatu struktur atau aksi yang pada pokoknya ditentukan oleh harapan dan nilai-nilai yang dominan pada warganya.

Karl Marx berpendapat bahwa Masyarakat adalah suatu struktur yang menderita ketegangan organisasi ataupun perkembangan karena adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terpecah-pecah secara ekonomis.

Masyarakat pun bisa diartikan dengan “sekumpulan manusia yang hidup secara bersama dalam satu wadah karena adanya satu atau beberapa ikatan yang disengaja atau tidak. Dalam wadah inilah manusia mengadakan interaksi satu sama lainnya dan saling bantu membantu.”33

Dalam buku Ilmu Sosial Dasar

“kota adalah sebagai pusat pendomisi yang bertingkat-tingkat sesuai dengan sistem administrasi negara yang bersangkutan. Kota juga merupakan pusat dari kegiatan-kegiatan kebudayaan, ekonomi, dan komunikasi. Sehingga dengan adanya sistem komunikasi dan transportasi yang baik, tidaklah aneh

33

Slamet Muhaemin Abda, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas,

(37)

kalau kota tersebut merupakan jaringan ekonomi yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan kota itu sendiri bahkan negara pada umumnya.”34

Secara struktural menurut Hans Dieter Evers, kota “dapat dijelaskan dengan tiga variabel pokok. Ketiga variabel ini adalah status sosial, segregasi etnis dan budaya kota. Budaya berarti akal budi, pikiran, dan cara berprilaku. Sementara kota adalah pusat perubahan sekaligus pusat urbanisasi.”35

Masyarakat perkotaan sering disebut juga urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupannya serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota dengan ciri kemajuannya telah membentuk kepribadian anggotanya lebih mengandalkan kemampuan diri sendiri dari pada orang lain.36

Pribadi masyarakat kota yang bersifat individualistik adalah cenderung menjadi ciri khusus, dan telah menjadi perbedaan yang menyolok dibandingkan dengan masyarakat pedesaan. Hal ini menjadi motif bahwa msyarakat kota condong melepaskan diri dari kepentingan orang banyak.

Kehidupan masyarakat kota umumnya heterogen. Heterogenitas masyarakat kota pada satu sisi mempunyai peluang terciptanya kompetisi dan kreasi-kreasi baru. Masyarakat kota umumnya banyak yang menikmati pelayanan pendidikan yang madani, karena pendidikan yang bagus umumnya ada di kota, walaupun terkadang memberatkan orang tua karena biaya tinggi.37

34

H. M. Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, (Bandung: Pustaka Setia, 1997) hal. 194

35

Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal.

127-128

36

M. Bahri Ghazali, Dakwah Komunikatif,(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997) hal. 52

37

Acep Aripudin, Dakwah Antarbudaya, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) hal.

(38)

Masyarakat kota memiliki akses informasi lebih cepat karena dekat dengan pusat-pusat informasi. Antara masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, terdapat perbedaan dalam perhatian, khususnya terhadap keperluan-keperluan hidup. Ada beberapa ciri lagi yang menonjol pada masyarakat kota, diantaranya:38

1. Kehidupan keagamaan di kota berkurang apabila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa, sebab cara berfikir masyarakat kota yang rasional, didasarkan pada perhitungan eksak yang berhubungan dengan realita masyarakat.

2. Orang kota umumnya dapat mengurus diri sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Hal yang penting di sini adalah manusia yang perseorangan atau individu, kehidupan yang sukar untuk disatukan karena perbedaan kepentingan, paham politik, agama, dan lainnya.

3. Pembagian kerja di antara warga kota juga lebih tegas dan punya batas-batas nyata. Di kota terdapat orang-orang dengan aneka warna dan latar belakang sosial pendidikan yang menyebabkan individu memperdalam suatu bidang kehidupan khusus.

4. Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa karena sistem pembagian kerja yang tegas.

5. Jalan pikiran rasional yang pada umumnya dianut masyarakat perkotaan, penyebabnya interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan dari pada faktor pribadi.

38

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,

(39)

6. Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu, sehingga pembagian waktu yang teliti sangat penting untuk dapat mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.

7. Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, karena kota biasanya terbuka menerima pengaruh luar. Hal ini sering menimbulkan pertentangan antara golongan tua dengan golongan muda karena golongan muda yang belum sepenuhnya terwujud kepribadiannya, lebih senang mengikuti pola-pola baru dalam kehidupan.

C. Pengajian Eksekutif

Pengajian dalam bahasa Arab disebut مْيلْعَّلا asal kata اًمْيلْعت - مِلعي - مَلع yang artinya mengajar, mengajarkan.Sedangkan menurut istilah berasal dari kata “kaji” yang berarti pelajaran (terutama dalam hal agama), pengajian adalah (1) pengajaran (agama Islam), (2) pembacaan Al-Quran.39

Pengajian merupakan kegiatan yang senantiasa berusaha untuk menamkan nilai-nilai keagamaan, dan menanamkan pengetahuan keislaman serta kecakapan dalam rangka mencari ridho Allah SWT. Demikian pengajian adalah kegiatan Islam yang sederhana sebagai penyampaian dakwah yang dilaksanaka secara berkala, teratur, dan diikuti oleh para jama’ahnya.

Pengajian termasuk dalam pelaksanaan dakwah sebagai syi’ar Islam yang berlandaskan al-Quran dan hadits. Kedua dilihat dari segi strategi pembinaan umat, pengajian merupakan wahana dakwah islamiah yang murni ajarannya.

39

Poerwadarminta, KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), (Jakarta: Balai Pustaka,

(40)

Dalam pengajian terdapat manfaat yang begitu besar positifnya, didalam pengajian-pengajian manfaat yang dapat diambil menambah dari salah satu orang yang biasa berbuat negatif dengan memanfaatkannya menjadi positif. Hal seperti ini pada masyarakat muslim pada umumnya dapat memanfaatkan pengajian untuk merubah diri atau memperbaiki diri dari perbuatan yang keji dan mungkar. Fungsi pengajian sebagai pengajaran non formal, dimana pengajoian itu mengadakan pengajaran yang fungsinya menambah wawasan ke Islaman.

Sedangkan eksekutif berkenaan dengan pengurusan (pengelolaan, pemerintahan) atau penyelenggaraan sesuatu.40 Eksekutif pun dapat di sebut juga sebagai lembaga pelaksanaan perundang-undangan, lembaga pelaksana undang-undangan, dan badan penyelenggara pemerintah.

Pengajian eksekutif adalah pengajian yang diikuti oleh orang-orang menengah keatas, yang berintelektual, yang mana peserta atau jama’ahnya sibuk akan pekerjaan. Pengajian eksekutif biasanya dilakukan dengan menggunakan fasilitas teknologi modern yang sedang berkembang pada saat ini.

40

(41)

32

GAMBARAN UMUM PENGAJIAN EKSEKUTIF UMMAHATUL

MU’MININ INDONESIA (UMI)

A. Sejarah Berdirinya Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

Gagasan besar dibalik terbentuknya pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) bermula dari kesadaran betapa besarnya potensi perubahan sosial ke arah positif jika muslimah masyarakat urban atau ibu-ibu muslimah Indonesia berkelas menengah keatas secara intelektual dan ekonomi ini bersatu dalam kebajikan. Ibu-ibu menengah keatas ini berharap dapat membantu memecahkan masalah yang kompleks dalam kehidupan masyarakat, yang dilandasi akhlak mulia buah dari iman yang benar dan sungguh-sungguh dalam bimbingan ilmu al-Quran dan as-Sunnah sebagai petunjuk hidup umat Islam. 1

Sejauh ini masyarakat kota khususnya ibu-ibu banyak menyerap ilmu agama yang telah mereka kaji di majelis-majelis ilmu keislaman, ibu-ibu ini juga telah menunjukkan kesungguhan kerja dan kualitas kinerjanya dalam melakukan aksi-aksi amal sosial, lebih dari itu, ada kerinduan dari mereka

untuk bersatu dalam gerak dan langkah membangun Indonesia yang

ٌرْوفغ ّرو ٌ ّط ٌدْلب (Negeri yang baik dan mendapatkan ampunan dari Tuhan

Maha Pengampun).

(42)

Modernisme sosial yang jauh bukan saja dari nilai-nilai keislaman bahkan ketimuran yang telah menyisakan limbah-limbah gaya dan sistem kehidupan sosial, misal: materialisme, liberalisme, sekularisme, pluralisme, feminisme, dan faham-faham sesat baik yang berdimensi Islam seperti: syiah, tarekat sesat, kelompok zikir sempalan, dan faham-faham sempalan sesat lainnya, atau yang tidak berdimensi Islam seperti: budaya permisif (serba boleh) yang cenderung bebas nilai, pemujaan gender berbasis kebencian pada teks-teks syariat, budaya sosialita kaum hedonis, dan lain-lain. Semua itu telah menjadi musuh bersama komunitas Ummahatul Mu’minin Indonesia.

Ar-rahman Qur’anic Learning Center (AQL Centre) dibawah pimpinan Ustadz Bachtiar Nasir berinisiatif membentuk komunitas muslimah Indonesia sebagai pembawa perubahan menuju kejayaan Islam dan umat Islam, komunitas ini bernama Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI), yang

mengandung arti "Ibunya Para Mu’minin". Dimana salah satu tujuan

utamanya adalah menjadi wadah bagi para muslimah seluruh Indonesia untuk bersama-sama bergandengan tangan melakukan perubahan menuju kejayaan Islam, karena ibu-ibu yang intelektual yakin dan percaya bahwa perempuan Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam perjuangan kejayaan Islam sebagai pemersatu, penegak dan pelaku perubahan sosial di masyarakat, khususnya di masyarakat perkotaan.2

Pengajian UMI didirikan saat momentum Silaturahmi dengan seluruh Majelis Ta'lim se-Jabodetabek tanggal 22 Desember 2011, bertepatan dengan hari Ibu di masjid ALatief Pasaraya. Alhamdulillah respon muslimah

2

(43)

Indonesia pada acara tersebut cukup besar, pertemuan itu dihadiri lebih dari 800 muslimah Indonesia yang berasal dari berbagai Majelis Ta'lim se-Jabodetabek.

Pengurus dan anggota UMI sangat menyadari bahwa Islam tidak akan besar apabila umatnya tidak dapat menjaga hati dan berpikir besar untuk memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada Islam dan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu anggota UMI harus satukan hati melangkah, dengan niat ىل اعت ه تْيو dan berbekal ilmu dan keyakinan ّْعتْس اياو د ْع ايا

akan selalu berada dalam pertolongan Allah SWT untuk dapatkan

مّْ تْس ْلا طارّلا دْها Amin.

B. Visi dan Misi Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

Sebagai sebuah lembaga dakwah Islam pengajian eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI) mempunyai visi yaitu menjadi

lembaga pemersatu komunitas muslimah urban se-Indonesia dalam menegakkan nilai-nilai Islam. Bukan visi saja yang mereka punya, tapi pengajian ummahatul Mu’minin Indonesia pun mempunyai misi yaitu:3

1. Menyelenggarakan kegiatan yang dapat menyatukan potensi-potensi muslimah.

2. Mengajak muslimah-muslimah di perkotaan sebagai pelaku perubahan sosial di masyarakat.

3. Menjadi pelopor dalam menegakkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan dunia muslimah.

3

(44)

C. Struktur Organisasi Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

SUSUNAN PENGURUS

UMMAHATUL MU’MININ INDONESIA (UMI)4

4

Ibid

PEMBINA Ust. Bachtiar Nasir Lc

(45)

D. Tujuan dan Aktivitas Kegiatan Pengajian Eksekutif UMI

Tujuan pengajian UMI ingin mengajak masyarakat kota khususnya ibu-ibu berintelek dan berwawasan luas yang ada di seluruh Indonesia khususnya di kota Jakarta untuk menegakkan agama Islam. Memecahkan persoalan-persoalan yang ada di kehidupan sehari-hari, menyangkut masalah aqidah dan masalah-masalah lainnya. Aktivitas kegiatan pengajian UMI adalah, sebagai berikut:5

1. Kegiatan Mingguan, Tadabbur al-Qur’an setiap hari Selasa di Masjid Pondok Indah dan setiap hari Kamis di AQL Islamic Center, Tebet.

2. Kegiatan bulanan, setiap minggu ke tiga, Tazkiyatun Nafs (Penyucian Jiwa) di Masjid Baitul Isan (BI), Jl. Budi Kemuliaan no. 23, Jakarta Pusat.

3. Talkshow interaktif “Perempuan dambaan Al Qur’an” pada tanggal 22 Desember 2011 di Masjid Al Latief Pasaraya Blok M.

4. Launching komunitas Ummahatul Mu’minin Indonesia, pada tanggal 22 Desember 2011.

5. Talkshow "Jejak Da'wah Ummahatul Mu'minin Indonesia Buah Hati Rasulullah SAW" pada tanggal 26 Januari 2012 di Masjid Agung Al-Azhar, Jakarta Selatan.

6. Talkshow interaktif “Perempuan Dambaan Al Qur’an” pada tanggal 11 Februari 2012 di Pusat Da’wah Islam (PUSDAI), Bandung, dan launching

Komunitas Ummahatul Mu’minin Indonesia di Bandung, sebagai salah

satu cara menyosialisasikan keberadaan UMI di masyarakat dan dalam

5

(46)

rangka mengembangkan jaringan UMI untuk kemudian mulai merambah ke beberapa kota di seluruh Indonesia.

7. Ikut berpartisipasi dalam Islamic Book Fair (IBF) tanggal 13 Maret 2012 di Istora Senayan, untuk mengisi acara di Panggung Utama, dalam bentuk Talkshow dengan Tema “Ummy Khadijah Pejuang Da’wah”

8. Berda’wah di Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu pada tanggal 22 Maret 2012, dengan mengisi acara tausiyah dalam rangka kepedulian UMI kepada narapidana dengan tema “Menggapai Ampunan dan Ridho

Allah SWT”

9. Ikut berpartisipasi dalam Acara Tabligh Akbar Menolak RUU Gender Liberal pada tanggal 8 April 2012 di Masjid Agung Sunda Kelapa yang diselenggarakan oleh MIUMI (Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia)

10.Ikut berperan serta dalam menyelamatkan generasi muda, yaitu “Menolak Kehadiran Lady Gaga” di Indonesia dengan melakukan kunjungan ke

sekolah-sekolah mengajak untuk melindungi remaja dari pornografi dan pornoaksi melalui surat edaran dan pemasangan “Poster Tolak Lady Gaga”

berikut penjelasannya.

11.Kamis, tanggal 10 Mei 2012 mengadakan Talkshow “Qur’anic

Parenting” di Masjid Al-Azhar, Jakarta Selatan. Sesudah Talkshow dibuka Pelatihan Qur’anic Parenting, agar bisa dijadikan pola asuh

keluarga.

(47)

dalam rangka menyampaikan aspirasi “Menolak Kehadiran Lady Gaga” di

Indonesia.

13.Kamis, tanggal 7 Juni 2012 mengadakan Talkshow “Qur’anic

Parenting” di Masjid Al Murabbi di Bandung.

14.Senin, tanggal 18 Juni 2012, UMI menyertai MIUMI (Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia) menghadiri Rapat, dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR RI tentang pembahasan RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG).

15.Tanggal 04 Agustus 2012, Grand Launcing IMAN-QU (Indonesia Menulis Qur’an) di AQL Islamic Center, Tebet.

16.Tanggal 13 Agustus 2012, membantu korban kebakaran di kelurahan karet tensin.

17.Tanggal 11 November 2012, berpartisipasi dalam acara Medical General Chek-up dan donor darah di AQL Islamic Center, Tebet.

18.Tanggal 17 November 2012, berpartisipasi pada Acara Milad ke 4 Ar Rahman Qur’anic Leraning di Mega Mendung.

(48)

39

TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Metode Dakwah Dikalangan Masyarakat Perkotaan Dalam Pengajian Eksekutif Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI)

Metode dakwah yang digunakan para da’i berbeda-beda tergantung dari situasi dan kondisi para mad’u yang menjadi sasaran dakwahnya para da’i. Metode yang digunakan di Indonesia harus beragam, karena tidak bisa dengan satu metode pendekatan saja khususnya dikalangan masyarakat perkotaan.

Masyarakat perkotaan memiliki karakter yang berbeda dengan masyarakat di desa seperti: Pertama, masyarakat kota lebih banyak menggunakan fasilitas-fasilitas yang lebih modern. Kedua, masyarakat kota memliki etos kerja yang tinggi. Ketiga, dalam berkomunikasi masyarakat kota memakai bahasa yang lebih menasional. Keempat, masarakat kota memiliki pengetahuan dan berwawasan luas. Kelima, masyarakat kota sangat heterogen terlihat dari bagaimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi. Sehingga cara penyampaian dakwahnya pun harus lebih intelektual. Berbeda dengan masyarakat kalangan menengah kebawah (masyarakat awam), cara penyampaian dakwahnya dilakukan dengan disisipkan guyonan (bersifat humoris), nada dan dakwah dari seorang da’i, sehingga mereka merasa

nyaman dan tertarik akan isi dakwah tersebut.

(49)

pendekatan-pendekatan yang efektif dan efesien. Hal ini sejalan dengan ungkapan ةّامْلا نم ّها ةقْيرّلا teknik, cara, metode, atau pendekatan lebih penting dari

materi itu sendiri. Dalam dakwah meskipun yang disampaikan hanya satu ayat tetapi melalui pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan kondisi mad’u maka dakwah akan berjalan dengan baik dan berhasil.

Hal ini mengisyaratkan materi bukanlah segala-galanya bagi seorang da’i. Sejatinya persyaratan utama dan pertama bagi seorang da’i adalah

kesedian untuk berjuang, ketulusan, berbakti, dan ketepatan metode serta pendekatan dalam menjabarkan pesan-pesan Ilahi dalam realitas sosial.

Metode dakwah merupakan salah satu unsur pendukung dalam proses penyampaian dakwah yang dilakukan oleh seorang da’i kepada mad’unya, di

mana dalam hal ini diterapkan dalam salah satu pengajian eksekutif yang ada di Jakarta yaitu pengajian Ummahatul Mu’minin Indonesia (UMI).

Salah satu pengajar di pengajian UMI yaitu ustadz Bachtiar Nasir menggunakan beragam metode jika berdakwah dikalangan masyarakat perkotaan, kecuali di masyarakat awam beliau tidak memerlukan teknik. Maka dari itu ustadz Bachtiar mengikuti pola dakwah yang dilakukan Rasulullah SAW, dengan memperkenalkan kepada masyakat perkotaan khususnya ibu-ibu, bagaimana menjadi muslimah yang baik di dunia dan akhirat seperti yang dilakukan oleh istri-istri Rasul.1

Para ustadz dan ustadzah yang memberikan materi di pengajian UMI sangat tahu betul apa yang dibutuhkan oleh para jamaahnya. Karena dengan beragam metode para jamaah akan merasa nyaman mendengar dan mengikutri

1

(50)

pengajian tersebut. dalam pengajian UMI jamaahnya dari kalangan menengah ke atas, yang memang orang-orangnya berintelektual dan kritis akan masalah yang ada disekitar mereka.

Seperti dalam buku Metode Dakwah karangan Munzier Suparta dan Harjani Hefni, Rasulullah mempunyai beberapa pendekatan dalam metode dakwah yang selalu dilakukannya, diantaranya:2

1. Pendekatan personal

Pendekatan personal terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i

dan mad’u, dengan langsung bertatap muka sehingga materi yang

disampaikan langsung diterima oleh mad’u. Apa yang dilakukan oleh Nabi SAW ini mengisyaratkan bagi umatnya, khususnya para da’i yang akan

mewarisi tugas dakwah beliau, agar mereka waspada dan hati-hati dalam menempuh upaya-upaya lahiriah. Di samping itu, dalam melakukan dakwah seorang da’i haruslah mempertimbangkan situasi setempat. Apabila situasi belum memungkinkan dilakukannya dakwah secara terbuka, maka pendekatan personal melalui mulut ke mulut perlu ditempuh. Pendekatan ini pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, pada saat itu beliau berdakwah secara rahasia. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan di zaman era modern seperti sekarang ini seorang da’i

melakukan pendekatan personal, karena mad’u terdiri dari berbagai

karakteristik yang berbeda-beda. Seperti yang dikatakan Ustadz Bachtiar: “Saya melakukan pendekatan personal kepada ibu-ibu pengajian UMI, agar saya dan ibu-ibu lebih dekat dan akrab. Namanya juga ibu-ibu, kalau saya memberikan materi harus lebih detail, dan harus pelan-pelan. Karena kadang-kadang mereka suka kurang paham dengan apa-apa yang

2

H. Munzi er Suparta, H. Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Kencana Prenada Media

(51)

saya sampaikan, makanya saya menggunakan pendekatan ini. Jadi kalau dari mereka ada yang tidak paham bisa nanya dengan saya langsung”.3

Para ustadz dan ustadzah yang mengajar di pengajin UMI memang mela

Referensi

Dokumen terkait