• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keberagamaan muslim Syi'ah : studi kasus ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keberagamaan muslim Syi'ah : studi kasus ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta selatan"

Copied!
157
0
0

Teks penuh

(1)

KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH

Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),

Buncit, Jakarta Selatan

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Sebagai Persyaratan Untuk Mencapai

Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Oleh:

LAILA MASYITOH

NIM: 101032221700

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH

Studi Kasus Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC),

Buncit, Jakarta Selatan

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.sos)

Oleh:

LAILA MASYITOH NIM:101032221700

Di bawah Bimbingan

Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, M.A. NIP: 150 228 884

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul KEBERAGAMAAN MUSLIM SYI'AH: STUDI KASUS RITUAL DOA KUMAIL DI ISLAMIC CULTURAL CENTER

(ICC), BUNCIT, JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.sos) pada jurusan Sosiologi Agama.

Jakarta, 20 Oktober 2008 Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota

Dra. Ida Rosyidah, M.A. Dra. Joharatul Jamilah, M.si.

NIP: 150 242 267 NIP: 150 282 401

Anggota

Penguji I Penguji II

Dr. Faris Fari, M.Fils. Dra. Ida Rosyidah, MA.

NIP: 150 254 627 NIP: 150 242 267

Pembimbing

(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skipsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu dilimpahkan pada nabi Muhammad SAW yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, yang menjadi petunjuk bagi manusia, beserta keluarga dan sahabatnya.

Dalam penulisan skripsi ini tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis hadapi, namun banyak pula pelajaran yang didapat. Berkat motivasi dan bantuan dari semua pihak akhirnya penulis dapat mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapi. Merupakan sebuah penantian yang cukup lama bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi untuk mencapai gelar kesarjanaan

Strata 1 (S1) pada jurusan Sosiologi Agama ini. Pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mereka yang telah membimbing dan membantu penulis dalam suka maupun duka untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Adapun ucapan terima kasih ingin penulis sampaikan kepada:

(5)

2. Dra. Ida Rosyidah, MA., selaku ketua jurusan Sosiologi Agama, Dra. Jauharotul Jamilah, M.si, selaku sekretaris jurusan Sosiologi Agama dan Drs. Ramlan A. Gani, MA., selaku pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis selama perkuliahan.

3. Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, MA., selaku pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya dengan kesabaran dalam membimbing dan memberi saran-saran kepada penulis.

4. Kepala Perpustakaan Utama dan Kepala Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan filsafat beserta seluruh stafnya yang telah memberikan pelayanan dengan baik.

5. Ust. Ali Husain Alatas selaku sekretaris di ICC dan Ust. Abdullah Beik selaku selaku manager divisi pendidikan dan dakwah beserta seluruh jajaran di ICC yang bersedia meluangkan waktunya untuk penulis. Ustad Fahmi al-Jufri di yayasan Ahlul Bait yang telah memberikan informasi dan buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan penulis. Seluruh informan (Ali Reza, Wahyu Hidayat, Sarah al-Haddar, Hasan Shahab, Salman Nasution, Arifah Halim, Etty Sukesti, Arif Mulyadi, Arifin, Ahmad Hazami, Syarah Asshofie, Siti Saihatun dan Salman) yang telah bersedia memberikan informasi tentang doa Kumail pada penulis. Semoga Allah membalas amal baik kalian semua.

(6)

mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kritikan kalian walau kadang menyakitkan tapi ada benarnya. Terima kasih juga untuk Lek Sam dan Tante Risma yang selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis. 7. Terima kasih untuk sahabatku Nia “imoet” Novitasari yang tidak pernah

bosan menjadi tempat penulis untuk berkonsultasi. Terima kasih buat Tarobin yang sudah memberikan ide dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk Eltri yang tak pernah bosan memberikan semangat bagi penulis. Terima kasih juga untuk Sari yang sudah banyak membantu penulis selama proses penelitian. Untuk sahabat-sahabatku Ipeh, Kokom, Dila, Nourma, Supri, Samsul, Amin, Alvi, Tati, Seha, Ika, Imas, Yati, Tita, Annie….semoga persahabatan kita selalu abadi selamanya. Juga semua pihak yang telah banyak membantu yang tak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Hanya Allah SWT yang dapat membalas jasa-jasa mereka yang telah memberikan perhatiannya pada penulis. Teriring doanya semoga penulis dapat membalas semua kebaikan yang telah diberikan.

Berbagai macam kekurangan pasti terdapat dalam penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis berharap agar karya ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Ciputat, 26 September 2008

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...

... ...

i

DAFTAR ISI ...

... ...

iv

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7

D. Metodologi Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II. KAJIAN TEORI A. Agama dan Keberagamaan 1. Pengertian Agama ... 15

2. Fungsi Agama... 18

3. Ruang Lingkup Agama ... 21

4. Pengertian Keberagamaan ... 23

5. Dimensi-dimensi Keberagamaan ... 25

B. Ritual dan Doa 1. Pengertian Ritual... 28

2. Pengertian Doa... 30

(8)

4. Syarat-syarat Doa... 35

5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa... 36

6. Manfaat Doa ... 38

C. Seputar Syi'ah 1. Pengertian Tentang Syi'ah ... 41

2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah ... 42

3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah ... 44

4. Doa dalam Ajaran dan Tradisi Syi'ah ... 47

BAB III. GAMBARAN UMUM ISLAMIC CULTURAL CENTER (ICC) A. Sejarah Berdirinya Islamic Cultural Center (ICC) ... 51

B. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi Didirikannya Islamic Cultural Center (ICC) ... 53

C. Sarana dan Prasarana di Islamic Cultural Center (ICC) ... 58

D. Kegiatan-kegiatan di Islamic Cultural Center (ICC) ... 59 BAB IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Doa Kumail 1. Profil Kumail bin Ziyad an-Nakha'i ...

62

2. Riwayat Doa Kumail ...

... 63

3. Isi dan Tujuan Doa Kumail ...

... 65

B.Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) 1. Pemahaman Muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC)

Tentang Ritual Doa Kumail ...

... 67

(9)

(ICC) ... ...

... 71

3. Intensitas Jama'ah dalam Melaksanakan Ritual Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) ...

... 76

4. Fungsi Sosiologis Doa Kumail ...

... 78

C. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan Masyarakat 1. Interaksi dengan Sesama Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural

Center (ICC) ...

... ...

82

2. Interaksi Jama'ah Doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan Masyarakat Sekitar ...

... 83

BAB V. PENUTUP

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini ilmu pengetahuan dan teknologi telah maju demikian pesatnya,

membantu manusia untuk mendapatkan dan memenuhi keperluan hidupnya, terutama keperluan yang bersifat material. Dalam hal moril, ilmu pengetahuan dan teknologi belum atau dapat dikatakan tidak mampu membantu manusia, karena hal-hal yang bersifat moril dan batiniah berada di luar jangkauan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kenyataannya tidak ada manusia yang terlepas dari harapan dan keinginan untuk mendapatkan bantuan dari orang lain atau dari Yang Maha Kuasa.1 Dalam kehidupan yang hingar-bingar ini, selalu saja ada momen ketika

seorang manusia merasa tidak tahu dan tidak mampu lagi mengatasi masalah yang membelenggu dirinya. Bahkan, seorang yang sangat rasional sekalipun, yang seakan-akan tidak memberikan ruang pada kekuatan adi kodrati dan supernatural, suatu saat juga akan mengalami kondisi saat dirinya merasa tidak mampu lagi mengatasi segala himpitan kehidupan yang menderanya. Saat kondisi tersebut tiba, maka manusia membutuhkan kekuatan yang bisa disebut sebagai Tuhan, Sang hidup atau apa pun. Salah satu ekspresinya, seseorang membutuhkan doa sebagai sarana untuk memecahkan masalah yang sangat berat dan telah mengalami jalan buntu. 1

(11)

Doa merupakan sarana penting bagi manusia sebagai makhluk yang

bernalurikan (fitrah) selalu butuh akan kekuatan Yang Maha Tinggi dan Maha Kuat. Doa juga merupakan pengakuan akan kelemahan manusia sebagai makhluk dihadapan khaliknya. Dengan doa segalanya menjadi tercurahkan sehingga terjalinlah hubungan langsung antara Allah dengan makhluknya.2 Doa adalah seruan dari bawah ke atas dan tidak dihadapkan kecuali kepada zat yang kekuasaannya melebihi kekuasaan yang berdoa. Doa mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan, namun sayangnya tidak sedikit kaum muslimin yang enggan menggunakannya padahal doa merupakan anugerah Allah yang sangat besar bagi manusia, bahkan merupakan senjata bagi insan yang beriman.3 Doa merupakan kebutuhan alamiah mendasar seorang muslim.

Kebutuhannya terhadap doa sama persis dengan kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Doa memuaskan rasa lapar dan dahaga manusia atas kasih sayang dan keselamatan yang akan menghidupkan hati dan menyinari ruhnya.4 Terdapat sejumlah keadaan yang dialami manusia saat berhadapan dengan kerasnya kehidupan, tekanan berbagai masalah serta onggokan krisis internal dan eksternal. Itulah bentuk kelemahan hamba dihadapan penciptanya. Ia merasa lemah ketika berhubungan dengan kekuatan Allah SWT, sekaligus merasa mulia dengannya tatkala menjalin hubungan dengan zat yang Maha Kuat. Begitulah doa yang

2

Jejen Musyfah dan Anis Masykur, Doa Ajaran Ilahi: Kumpulan Doa dalam aL-Quran Beserta Tafsirnya (Bandung: Hikmah, 2001), Cet. 1, h. ix.

3

Mutawalli Sya’rawi, Doa Yang Dikabulkan (Jakarta: Pustaka Al- Kautsar, 1994), Cet. 1, h. 9.

4

(12)

menjadi faktor pembaharu kekuatan hidup manusia, yang membebaskannya dari himpitan masalah dan tekanan keangkuhan dirinya. Pada dasarnya kehidupan beragama umat islam tidak hanya ditandai

dengan pelaksanaan ibadah wajib seperti shalat, puasa, zakat, dan haji, tetapi juga ibadah sunnah seperti zikir dan doa. Sebagaimana halnya ibadah wajib, doa mengandung dua aspek, yaitu vertikal dan horizontal. Sebagai hubungan vertikal, doa merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mengharap keselamatan di akhirat kelak yaitu masuk surga dan terhindar dari api neraka. Kemudian sebagai hubungan horizontal, doa bermanfaat untuk memperkuat jiwa dan pikiran manusia agar dapat menjalankan tugas duniawinya dengan baik.5 Menurut Alexis Carel6, doa bukan hanya menyembah dan ibadah, ia juga

pancaran tidak kasat mata ruh pengabdian manusia yakni sebentuk energi terkuat yang dapat dibangkitkan manusia. Pengaruh doa atas tubuh dan jiwa manusia dapat ditunjukkan sebagaimana halnya pengaruh kelenjar sekresi. Hasilnya dapat diukur dalam batas-batas daya layang fisik yang meningkat, kekuatan intelektual yang besar, stamina moral dan pemahaman mendalam tentang realitas yang mendasari hubungan kemanusiaan.7 Dalam perspektif sosiologi agama, doa merupakan bagian dari ritus

(ibadah), dimana ritus ini adalah salah satu aspek keberagamaan manusia. Ritus (ibadah) adalah bagian dari tingkah laku keagamaan yang aktif dan dapat

5

Sudirman Tebba, Nikmatnya Zikir dan Doa: Jalan Menuju Keselamatan Dunia dan Akhirat (Ciputat: Kalam Pustaka, 2004), Cet. 1, h. 1.

6

Seorang tokoh filsuf dan ilmuan Prancis (1873-1944 M)

7

M. Arief Hakim, Doa-Doa Terpilih: Munajat Hamba Allah dalam Suka dan Duka

(13)

diamati.8 Ritus ini tentu saja mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemedi (mengheningkan cipta), menyanyi, menyanyikan lagu gereja, berdoa (sembahyang), memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak, mencuci dan membaca. Hal ini sejalan dengan pendapat Hendropuspito mengenai agama. Agama (religi) lebih dipandang sebagai wadah lahiriah atau sebagai instansi yang mengatur pernyataan itu di forum terbuka (masyarakat) dan yang manifestasinya dapat dilihat (disaksikan) dalam bentuk kaidah-kaidah, ritus dan kultus, doa dan lain sebagainya.9 Untuk mengimani Allah sebagai pencipta Yang Maha Pemurah, Maha

Pengampun, Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, seorang muslim sekaligus dituntut untuk mengungkapkan kepercayaan ini dengan menjadikan Allah SWT sebagai satu-satunya objek pemujaan. Pemujaan ini dalam dimensi lahirnya mewujudkan dirinya dalam bentuk shalat wajib, puasa dan lain sebagainya, tetapi dalam dimensi batinnya ia menemukan perwujudannya dalam doa-doa yang menyentuh kalbu dan munajat-munajat yang mengharu-biru.10 Permohonan-permohonan dan doa-doa merupakan bentuk paling mendalam dari pengakuan

seorang muslim akan penyerahan dirinya pada kehendak Yang Maha Kuasa. Untuk memahami doa di kalangan muslim Syi’ah, kita dapat menelaah

doa-doa yang termaktub dalam riwayat para imam ahlul bait. Dalam tradisi Syi’ah, doa bukan hanya pengganti bagi kelemahan manusia, melainkan 8

Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), Cet. 7, h. 15.

9

Hendropuspito, Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983), Cet. 22, h. 36.

10

(14)

penyokong kekuatan manusia dan penopang usaha-usaha positif dan konstruktif individu untuk membentuk kehidupan pribadi dan sosialnya. Artinya, doa bukanlah pengganti kerja atau sama dengan tanggung jawab, melainkan berjalan selaras dengan kerja keras, ikhtiar, perjuangan dan ketekunan.11 Beberapa doa yang disusun oleh Ali bin Abi Thalib bukan hanya

merupakan maha karya dari khazanah literatur doa, melainkan juga mata air dari konsep-konsep filsafat, mistik, metafisik, etika dan teologi islam. Dari beberapa doa yang ditulis oleh beliau, ada yang diberikan kepada muridnya Kumail bin Ziyad an-Nakha’i. Kumail adalah murid sekaligus sahabat pilihan dari imam Ali as. Beliau merupakan pengikut setia dan salah seorang kepercayaan imam Ali. Mengenai kepribadiannya cukuplah bila diingat bahwa salah satu hadist Ali as yang terkenal dalam Nahjul Balaghah, diajarkan Imam Ali khusus kepada Kumail. Semua wasiat-wasiat imam Ali yang disampaikan kepada Kumail terkumpul dalam buku “Wasiat Imam Kepada Kumail” atau sekarang lebih dikenal dengan nama “Doa Kumail".12 Doa ini penuh dengan nilai yang tak terkira, dan mengandung makrifat

yang menakjubkan, Kumail diajari supaya membaca doa ini setiap malam Jum’at dan malam nisfu Sya’ban dan dengan membaca doa ini api cintanya kepada Allah Yang Maha Kuasa pun berkobar. Adapun pelaksanaan doa Kumail di Jakarta salah satunya dilakukan di

ICC (Islamic Cultural Center) yang ada di wilayah Buncit, Jakarta Selatan. Doa ini dibaca setiap malam Jum’at setelah shalat Isya. Doa Kumail yang dilakukan di 11

M.S. Nasrullah, “Falsafah Doa”, Afif Muhammad, ed. Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi (Bandung: Mizan, 1995), Cet. 2, h. 103.

12

(15)

ICC diikuti oleh banyak peserta dari wilayah Jabodetabek. Doa ini dilakukan dengan penuh kekhidmatan, sehingga orang-orang yang ada di dalamnya tenggelam dalam kekhusyu’an lantunan doa Kumail. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membahas tentang doa

Kumail di ICC, dan menuangkannya dalam sebuah skripsi dengan judul “Keberagamaan Muslim Syi'ah: Studi kasus Ritual Doa Kumail di Islamic

Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan"

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memperjelas permasalahan dalam memahami judul skripsi ini,

maka pembatasan masalah hanya menitikberatkan pada keberagamaan muslim Syi’ah yakni pada pelaksanaan ritual doa Kumail, yang meliputi pemahaman tentang ritual doa Kumail, Prosesi ritual doa Kumail, intensitas dalam melaksanakan ritual doa Kumail dan fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pembatasan tersebut, maka penulis dapat merumuskan

permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pemahaman jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center

(ICC) tentang ritual doa Kumail? 2. Bagaimanakah prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)?

(16)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan perumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan ritual doa Kumail dan keberagamaan muslim Syi’ah di Islamic Cultural Center (ICC), Buncit, Jakarta Selatan. Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini antara lain:

1. Untuk mengetahui pemahaman jama'ah tentang ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC)

2. Untuk mengetahui prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) 3. Untuk mengetahui intesitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail 4. Untuk mengetahui fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari 5. Untuk menambah wawasan penulis dalam hal penulisan karya ilmiah

6. Untuk memenuhi tugas akademik kampus, yaitu untuk penulisan skripsi 7. Sebagai input untuk melengkapi informasi dibidang sosial keagamaan

D. Metodologi Penelitian

1.Pendekatan Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data dengan tujuan tertentu.13 Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah “kualitatif” dan jenis penelitiannya adalah "studi kasus". Menurut Bogdan dan Taylor, metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Jarome Kirk dan Marc L. Miller,

13

(17)

metode kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.14 Penelitian yang digunakan dalam skripsi ini menggunakan bentuk studi

kasus, yaitu penelitian dimana berbagai jenis segi kehidupan suatu kelompok sosial diteliti secara menyeluruh.15 Studi kasus merupakan bentuk penelitian yang mendalam tentang aspek-aspek lingkungan sosial, lingkungan pendidikan, keagamaan termasuk manusia di dalamnya. Bentuk studi kasus dapat diperoleh dari laporan hasil pengamatan, catatan pribadi, biografi orang yang diteliti dan keterangan dari orang yang mengetahui tentang hal itu. Dalam skripsi ini, penulis memilih studi kasus terhadap jama'ah doa Kumail di ICC.

2. Subjek Penelitian

Pada penelitian studi kasus, peneliti tidak melakukan populasi sampel

sebagaimana survei dan eksperimen, melainkan subjek penelitian. Istilah subjek penelitian menunjuk kepada orang atau individu ataupun kelompok yang dijadikan unit (satuan) kasus yang diteliti.16 Subjek penelitian dalam skripsi ini adalah jama'ah doa Kumail dan

Pengurus-pengurus di ICC. Mengenai jumlah subjek yang akan diteliti, penulis menetapkan 15 orang informan, yakni 10 orang informan laki-laki dan 5 orang informan perempuan, yang terdiri dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di 14

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), Cet. 21, h.4.

15

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 251.

16

(18)

ICC. Informan yang berasal dari pengurus ICC berjumlah 6 orang dan dari jama'ah doa Kumail berjumlah 9 orang yang masing-masing mempunyai profesi yang berbeda-beda seperti karyawan, mahasiswa, wartawan dan lain-lain. Menurut Strauss, tidak ada ketentuan baku mengenai jumlah minimal

subjek yang harus dipenuhi dalam suatu penelitian kualitatif, apabila data yang diperoleh sudah cukup memadai, maka dapat diambil subjek dalam jumlah kecil. Dalam penelitian ini penulis memilih lebih banyak informan laki-laki dari pada informan perempuan karena pada umumnya mereka lebih bisa meluangkan waktu untuk diwawancarai, selain itu informan laki-laki lebih terbuka dan objektif dalam memberikan informasi yang berkaitan dengan Syi'ah dan doa Kumail. Selain itu juga penulis memilih informan dari para jama'ah doa Kumail dan pengurus di ICC, karena mereka mengetahui dan mendalami tentang ritual doa Kumail sehingga memudahkan penulis untuk mengali lebih banyak informasi yang berkaitan dengan hal yang penulis teliti. Ada perbedaan variasi antara jama'ah laki-laki dan jama'ah perempuan

(19)

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data dalam skripsi ini yaitu: a. Pengamatan (Observasi) Observasi merupakan sebuah metode untuk melakukan pengamatan

terhadap objek penelitian yang dilakukan pada saat penelitian lapangan berlangsung.17 Teknik ini dipandang sangat berguna untuk memperoleh data-data yang dimungkinkan dapat membantu kelengkapan hasil penelitian. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan bentuk Participant observation (observasi partisipasi), yaitu melakukan pengamatan dengan cara ikut serta pada kegiatan doa Kumail di ICC. Penulis melakukan observasi selama 5 bulan, terhitung dari bulan September 2007 sampai dengan bulan Februari 2008. Dalam penelitian ini penulis ikut serta kurang lebih sebanyak 14 kali dalam pelaksanaan doa Kumail di ICC. Alasan penulis ikut serta dalam pelaksanaan doa tersebut sebanyak 14 kali yakni agar bisa lebih dekat dengan para jama'ah agar bisa mendapatkan banyak informasi dari mereka, selain itu juga untuk memperluas pengetahuan penulis tentang ritual doa Kumail serta kegiatan-kegiatan lainnya yang ada di ICC.. Adapun hambatan yang dihadapi selama penelitian yaitu sulitnya

melakukan pendekatan dengan para jama'ah, khususnya jama'ah perempuan karena biasanya mereka datang ketika doa sudah dimulai dan ketika doa selesai mereka langsung pulang. Mereka juga cenderung lebih tertutup dan hati-hati dalam memberikan informasi, jadi penulis kesulitan untuk menggali dan mendapatkan informasi dari mereka.

17

(20)

b. Wawancara (Interview) Wawancara (interview) adalah sebuah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.18 Wawancara dilakukan dalam rangka memperoleh data yang tidak didapatkan dari observasi dan sebagai pembantu utama dari metode observasi. Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara mendalam (depth

interview). Wawancara mendalam ini memainkan peranan besar dalam penelitian studi kasus. Wawancara secara mendalam ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaannya dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara berlangsung. Selain itu wawancara dalam penelitian ini bersifat terbuka dimana para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu. Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara (interview guide) yang berhubungan dengan keterangan yang ingin digali.

c. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Metode ini digunakan untuk memperoleh data dan informasi yang

berkaitan dengan permasalahan dari berbagai sumber seperti buku, artikel, majalah maupun internet.

18

(21)

4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam skripsi ini

meliputi: pedoman wawancara, tape recorder dan buku catatan. Pedoman wawancara dimaksudkan supaya wawancara berjalan terarah dan tidak keluar dari permasalahan yang dirumuskan. Sementara itu tape recorder digunakan untuk merekam perkataan subjek penelitian dan buku catatan untuk mencatat hal-hal yang tidak terekam atau terlewati dalam wawancara.

5. Analisis Data

Untuk memperoleh hasil penelitian yang lengkap, tepat dan benar, maka

diperlukan metode yang Valid (sahih) dalam menganalisa data. Dalam penelitian ini, data dianalisis secara kualitatif. Data yang diperoleh dari observasi partisipasi, wawancara dan dokumen-dokumen tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian, maksud utama analisis data ini agar dapat dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan dapat dikomunikasikan kepada orang lain. Adapun pelaksanaan analisisnya dilakukan pada saat masih dilapangan dan setelah data terkumpul, peneliti menganalisa data-data sepanjang penelitian dan dilakukan secara

terus-menerus dari awal sampai akhir penelitian.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh

(22)

E. Sistematika Penulisan

Laporan hasil penelitian ini akan dituangkan dalam karya tulis skripsi dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I :

Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan hal-hal seputar latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II :

Merupakan bab yang membahas tentang kajian teori yaitu tentang pengertian agama dan keberagamaan yang terdiri atas pengertian agama, fungsi agama, ruang lingkup agama, pengertian keberagamaan dan dimensi-dimensi keberagamaan serta ritual dan doa yang terdiri atas pengertian ritual, pengertian doa, faktor-faktor penunjang doa, syarat-syarat doa, waktu dan tempat yang baik untuk berdoa dan manfaat doa seputar Syi'ah yang terdiri atas pengertian Syi'ah, latar belakang munculnya Syi'ah, prinsip-prinsip dalam ajaran Syi'ah serta doa dalam ajaran dan tradisi Syi'ah.

BAB III :

Bab ini berisi tentang profil Islamic Cultural Center (ICC) yang terdiri atas sejarah berdirinya Islamic Cultural Center, visi, misi, tujuan dan strategi didirikannya Islamic Cutural Center, sarana dan prasarana di Islamic Cultural Center, serta kegiatan-kegiatan di Islamic Cultural Center.

BAB IV :

(23)

an-Nakha'i, riwayat doa Kumail serta isi dan tujuan doa Kumail; ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) yang berisi pemahaman muslim Syi'ah di Islamic Cultural Center (ICC) tentang ritual doa Kumail, prosesi ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC), intensitas jama'ah dalam melaksanakan ritual doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan fungsi sosiologis doa Kumail dalam kehidupan sehari-hari; dan interaksi jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan masyarakat yang berisi interaksi dengan sesama jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dan interaksi jama'ah doa Kumail di Islamic Cultural Center (ICC) dengan masyarakat sekitar.

BAB V :

Penutup. Bab ini memuat kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan dan saran-saran.

(24)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Agama dan Keberagamaan

1. Pengertian Agama

Agama berasal dari bahasa sansekerta, yaitu a yang berarti “tidak” dan gama yang berarti “kacau”. Hal ini mengandung pengertian bahwa agama adalah

suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau.19 Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan

peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, dan mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan pandangan hidup. Karena itu juga, aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada dalam agama lebih menekankan pada hal-hal yang normatif atau yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan, dan bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan sesamanya.20 Agama dalam pengertian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan

dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini tanpa kecuali. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial

19

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 2, h. 13.

20

(25)

suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur dari kebudayaan suatu masyarakat di samping unsur-unsur yang lain, seperti kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian, sistem peralatan, dan sistem organisasi sosial.21 Dalam Kamus Sosiologi, pengertian agama ada tiga macam, yaitu (1) Kepercayaan pada hal-hal yang spiritual; (2) Perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3) Ideologi

mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.22 Emile Durkheim seorang pelopor sosiologi agama di Prancis, mengatakan

bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi, sedangkan Karl Marx mengatakan bahwa agama adalah candu bagi manusia. Jelaslah bahwa agama menunjukkan seperangkat aktivitas manusia dan sejumlah bentuk-bentuk sosial yang mempunyai arti penting.23 Menurut E.B Taylor, agama adalah kepercayaan terhadap adanya

wujud-wujud spiritual. Definisi seperti ini tidak terlalu memuaskan dan dikritik karena terlalu bersifat intelektualis dan kurang melibatkan aspek emosi dan penghormatan di dalam praktek-praktek keagamaan. Karena itu Radcliffe Brown mencoba memperbaiki kekurangan pada definisi Taylor. Menurutnya agama adalah salah satu bentuk ekspresi ketergantungan kepada kekuatan di luar diri manusia, yakni kekuatan yang dapat dikatakan sebagai kekuatan spiritual atau

21

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 14.

22

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, h. 129.

23

(26)

kekuatan moral. Ekspresi dari ketergantungan itu adalah ibadat atau upacara keagamaan yang melibatkan emosi dan penghormatan.24 Sementara itu menurut seorang ahli sosiologi kebangsaan Amerika J.

Milton Yinger, agama adalah sistem kepercayaan dan peribadatan yang digunakan oleh berbagai bangsa dalam perjuangan mereka dalam mengatasi persoalan dalam hidup. Agama merupakan keengganan untuk menyerah pada kematian, menyerah dalam menghadapi frustasi, dan untuk menumbuhkan rasa persaudaraan diantara sesama manusia.25 Knight Dunlop mempunyai pendirian yang senada, ia melihat agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia jika instansi lainnya gagal tak berdaya. Oleh karena itu, menurutnya agama adalah suatu institusi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat manusia jika suatu institusi atau lembaga lain tidak bisa menanganinya.26 Menurut Elizabeth K. Nottingham, agama bukanlah sesuatu yang dapat

dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi (penggambaran). Tak ada definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Menurutnya agama adalah gejala yang sering terdapat di mana-mana, dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Selain itu agama dapat membangkitkan kebahagiaan yang paling sempurna serta perasaan takut dan ngeri. Sekalipun perhatian di dalam agama tertuju kepada dunia yang akan datang namun tak jarang agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah sehari-hari.

24

Bernard Raho, Sosiologi:Sebuah Pengantar (Maumere: Ledalero, 2004), Cet. 1, h. 118-119.

25

Bernard Raho, Sosiologi: Sebuah Pengantar, h. 119.

26

(27)

Jadi menurut penulis, agama adalah suatu sistem kepercayaan dan praktek,

yaitu dimana masyarakat atau individu mempercayai dan menjalankan perintah agama sebagai pedoman hidup baik di dunia maupun di akhirat.

2. Fungsi Agama

Adapun yang dimaksud fungsi agama adalah peran agama dalam

mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat dipecahkan secara empiris karena keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan fungsinya sehingga masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil dan sebagainya. Pemahaman mengenai fungsi agama tidak dapat dilepaskan dari

tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dihadapkan pada tiga hal, yakni ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi masalah tersebut maka manusia akan lari pada agama. Berikut inilah fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu:27 1). Fungsi Edukatif Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya baik di dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi), pendalaman rohani dan lain-lain.Untuk melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti dukun, kyai,

27

(28)

pendeta, imam, nabi dan lain-lain. Mengenai yang disebut nabi ini penunjukkannya dilakukan oleh Tuhan. Kebenaran ajaran mereka harus diterima karena tak ada yang keliru, hal tersebut diyakini oleh para penganutnya bahwa mereka dapat berhubungan langsung dengan “yang ghaib” dan “yang sakral” serta mendapat ilham khusus darinya.

2). Fungsi Penyelamatan Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam kehidupan sekarang maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi (yang tumbuh dari naluri manusia sendiri) itu tidak boleh dipandang ringan begitu saja. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat yaitu: a. Agama membantu manusia untuk mengenal “yang sakral” dan “makhluk

tertingi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya.

b. Agama sanggup mendamaikan kembali “yang salah” dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan penyucian.

(29)

4). Fungsi Memupuk Persaudaraan Mengenai fungsi ini, jika kita menyoroti keadaan persaudaraan dalam satu

jenis golongan beragama saja misalnya umat islam tersendiri, umat kristen tersendiri maka menjadi teranglah bahwa agama masing-masing sungguh berhasil dalam menjalankan tugas “memupuk persaudaraan”. Karena baik agama Islam maupun Kristen masing-masing berhasil mempersatukan sekian banyak bangsa yang berbeda ras dan kebudayaannya dalam satu keluarga besar di mana mereka menemukan ketentraman dan kedamaian.

5). Fungsi Transformatif Kata transformatif berasal dari bahasa latin “transformare” artinya

mengubah bentuk. Jadi fungsi transformatif (yang dilakukan kepada agama) berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan baru. Ini berarti mengubah nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru. Sementara itu transformasi berarti juga mengubah kesetiaan manusia adat kepada nilai-nilai adat yang kurang manusiawi dan membentuk kepribadian manusia yang ideal. Thomas F. O’Dea menyebutkan ada enam fungsi agama, yaitu: (1) sebagai

pendukung pelipur lara dan perekonsiliasi, (2) sarana hubungan transendental melalui pemujaan dan upacara ibadat, (3) penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada, (4) pengoreksi fungsi yang sudah ada, (5) pemberi identitas diri dan (6) pendewasaan agama.28

28

(30)

Horton dan Hunt membedakan fungsi agama menjadi dua yakni fungsi

manifes dan fungsi laten. Menurut mereka fungsi manifes agama berkaitan dengan segi doktrin, ritual dan aturan dalam agama. Namun yang perlu juga diketahui adalah fungsi laten agama. Dalam hal ini Durkheim terkenal karena pandangannya bahwa agama mempunyai fungsi positif bagi integrasi masyarakat, baik pada tingkat mikro maupun makro. Pada tingkat mikro, menurut Durkheim fungsi agama ialah untuk menggerakkan kita dan membantu kita untuk hidup, karena menurutnya melalui komunikasi dengan Tuhan orang yang beriman bukan saja mengetahui kebenaran yang tidak diketahui oleh orang kafir tetapi juga menjadi seseorang yang lebih kuat. Di segi makro agama pun menjalankan fungsi positif, karena memenuhi keperluan masyarakat untuk secara berkala menegakkan dan memperkuat perasaan serta ide kolektif yang menjadi ciri dan inti persatuan masyarakat tersebut. Melalui upacara agama yang dilakukan secara berjamaah maka persatuan dan kebersamaan umat dapat dipupuk dan dibina.29

3. Ruang Lingkup Agama

1). Segi Pemahaman Dilihat dari sudut pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang

membedakan dalam perwujudannya, yaitu: 30 Pertama, segi kejiwaan (Psychological State), yaitu suatu kondisi subjektif

atau kondisi dalam jiwa manusia berkenaan dengan apa yang dirasakan oleh penganut agama. Kondisi inilah yang biasa disebut kondisi agama, yakni kondisi patuh dan taat kepada yang disembah. Kondisi ini bisa dikatakan sebagai emosi 29

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi (Jakarta: LPFE UI, 2000), h. 71.

30

(31)

yang dimiliki oleh setiap pemeluk agama yang menjadikannya sebagai hamba Tuhan. Dimensi religiusitas seseorang merupakan inti keberagamaan, sehingga dihati mereka bisa bangkit rasa solidaritas bagi yang seagama, menumbuhkan kesadaran beragama, dan menjadikan seseorang menjadi orang yang shaleh dan takwa. Segi psikologis ini sangat sulit diukur dan susah diamati karena merupakan milik pribadi pemeluk agama. Pengungkapan keberagamaan segi psikologis ini baru bisa dipahami ketika telah menjadi sesuatu yang diucapkan atau dinyatakan dalam perilaku orang yang beragama tersebut. Kedua, segi objektif (Objective State), yaitu segi luar yang disebut juga

kejadian objektif, yang merupakan dimensi empiris dari agama. Keadaan ini muncul ketika agama dinyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan. Segi objektif inilah yang bisa dipelajari dengan menggunakan metode ilmu sosial. Segi kedua ini mencakup adat istiadat, upacara keagamaan, bangunan, tempat-tempat peribadatan, cerita yang dikisahkan, kepercayaan, dan prinsip-prinsip yang dianut oleh suatu masyarakat 2). Kawasan dalam Agama Menurut Hendropuspito berdasarkan pengamatan analitis atas kawasan

agama sebagai objek sosiologis terdapat tiga pembatasan dalam kawasan ini, yaitu:31 Pertama, Kawasan “Putih”, yaitu suatu kawasan di mana kebutuhan

manusiawi yang hendak dicapai masih dapat dicapai dengan kekuatan manusia itu

31

(32)

sendiri. Manusia tidak perlu lari pada kekuatan supra-empiris. Dengan akal budinya dan dibantu oleh teknologi maka manusia dapat berhasil. Tetapi hal ini pada tingkatnya akan berbeda di masyarakat. Terutama masyarakat yang lebih terbelakang (primitif), mereka lebih cepat lari pada kekuatan ghaib untuk menerima bantuan. Kedua, Kawasan “Hijau” meliputi daerah usaha di mana manusia merasa

aman dalam artian akhlak (moral). Dalam kawasan ini tindk langkah manusia diatur oleh norma-norma rasional yang mendapat legitimasi dari agama. Misalnya hal ihwal yang berkaitan dengan hidup kekeluargaan, perkawinan, warisan, pertukaran barang-barang, diatur oleh peraturan-peraturan manusia yang dibenarkan oleh agama yang dianutnya. Dengan adanya legitimasi dari agama maka hilanglah rasa bimbang dan keraguan yang semula membayanginya. Ketiga, Kawasan “gelap” meliputi daerah usaha di mana manusia secara

(33)

Istilah keberagamaan disebut juga religiusitas. Kata religiusitas berasal dari kata religious dan mendapat akhiran –ity. Dalam kamus John M. Echol dan Hassan Shadily, kata religious berarti hal-hal yang berhubungan dengan agama.32 Religiusitas bisa juga disebut sebagai orang dengan religius atau religi yang pada

dasarnya memiliki makna tidak lepas dari agama. Menurut Djamaluddin Ancok, keberagamaan adalah pembicaraan

mengenai pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya, atau suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang (penganut agama) yang mendorong untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya.33 Muhammad Djamaluddin mendefinisikan keberagamaan sebagai bentuk

manifestasi seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan

sehari-hari disemua aspek kehidupan.34 Keberagamaan adalah keadaan di mana individu merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi yang menaungi kehidupan manusia dan hanya kepada-Nya manusia merasa bergantung, berserah diri. Semakin manusia mengakui adanya Tuhan dan kekuasaan-Nya maka akan semakin tinggi tingkat keberagamaannya. Jadi menurut Fuat Nashori dan Rachmy D.M. keberagamaan adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa mantap

32

John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggis-Indonesia (Jakarta: Gramedia, 1990), h. 90.

33

Djamaluddin Ancok, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Problem-problem Psikologi

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 76.

34

(34)

pelaksanaan ibadah, kaidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianut.35 Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa keberagamaan

adalah sikap seseorang terhadap agama yang dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari. Keberagamaan atau religiusitas dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas keagamaan tidak saja terjadi pada saat seseorang melakukan ritual saja, melainkan juga ketika seseorang melakukan aktivitas yang lain dalam kehidupan. Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan keberagamaan dalam diri

seseorang, yaitu:36 1). Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial (faktor

sosial). 2). Berbagai pengalaman yang membantu sikap keberagamaan terutama pengalaman tentang keindahan, keserasian, kebaikan, dan pengalaman

emosional keagamaan. 3). Faktor yang seluruhnya timbul dari kebutuhan yang tidak terpenuhi terutama

kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri dan ancaman kematian. 4). Berbagai proses pemikiran verbal (Faktor intelektual) 5. Dimensi-dimensi Keberagamaan

Konsep-konsep tentang keberagamaan baik pada masyarakat kompleks

modern maupun pada masyarakat primitif yang homogen tentunya tidak sama.

35

Fuat Nashori dan Rachmy Diana Mucharam, Mengembangkan Kreativitas dalam Persektif Psikologi Islami (Yogyakarta: Menara Kudus, 2002), h. 68.

36

(35)

Karena adanya keanekaragaman yang luas, setiap penelitian mengenai individu dan agamanya mengalami masalah yang pelik dalam hal definisi bagaimana kita melihat dan memberi batasan “keberagamaan” dan bagaimana kita menggolongkan seseorang dalam konteks ini. Menurut R. Stark dan C.Y. Glock dilihat dari sudut dimensi sosiologi agama terdapat lima dimensi utama dalam memahami masyarakat agama, yaitu:37

1). Dimensi Keyakinan (Ideologis) Dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan di mana orang yang religius

berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganutnya diharapkan taat. Walaupun demikian, isi dan ruang lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya diantara agama-agama, tetapi sering kali juga diantara tradisi-tradisi dalam agama yang sama. Dalam setiap agama mesti terdapat sistem kepercayaan yang harus dipertahankan dimana penganutnya diharapkan untuk mentaatinya. 2). Dimensi Praktek Agama (Ritualistik) Dimensi ini mencakup pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan

orang-orang untuk menunjukkan komitmen kepada agama yang dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal penting, yaitu: pertama ritual, mengacu pada seperangkat ritus, tindakan keagamaan formal, dan praktek-praktek suci yang semua agama mengharapkan penganutnya melaksanakannya. Kedua

37

(36)

ketaatan, semua agama dikenal mempunyai seperangkat persembahan dan

kontemplasi personal yang relatif spontan, informal dan khas pribadi. Ketaatan di lingkungan penganut agama meliputi shalat dan ibadah lainnya. Dengan kata lain dimensi ini menunjuk pada kepatuhan seorang pemeluk agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana yang diajarkan oleh agamanya. Dimensi ini bersifat publik (memasyarakat) dan ada yang bersifat privat (pribadi). Dalam Islam misalnya ibadah yang bersifat publik anatara lain shalat lima waktu yang dikerjakan berjamaah, shalat idhul fitri dan lain sebagainya, sedangkan ibadah yang bersifat privat antara lain puasa (baik wajib maupun sunnah), shalat tahajjud, dan ibadah lainnya yang dilakukan secara pribadi. 3) Dimensi Pengalaman (Eksperiental)

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama

(37)

Dimensi ini mengacu pada pengharapan bahwa seseorang yang beragama

paling tidak memiliki sejumlah minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi agama yang dianutnya. Glock melihat bahwa dimensi ini tidak selalu sejalan dengan prakteknya, tidak semua pengetahuan bersandar pada keyakinan. Seseorang dapat berkeyakinan kuat tanpa benar-benar memahami agamanya, atau kepercayaan bisa kuat atas dasar pengetahuan yang amat sedikit.

5) Dimensi Pengamalan (Konsekuensi)

Konsekuensi komitmen agama berlainan dari keempat dimensi di atas.

Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Istilah “kerja” dalam pengertian teologis digunakan di sini. Walaupun agama banyak menggariskan bagaimana pemeluknya seharusnya berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, tidak sepenuhnya jelas sebatas mana konsekuensi agama merupakan bagian dari komitmen keagamaan atau semata-mata berasal dari agama.

B. Ritual dan Doa

(38)

Menurut bahasa, ritual atau ritus berarti upacara keagamaan.38 Secara

istilah, ritual berarti suatu sistem upacara yang bersifat magis atau religius. Sifat magis dalam ritual itu berbentuk kata-kata khusus yang bersifat rahasia yang biasanya terikat dengan suatu tindakan penting.39 Dalam kamus Teologi, Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia

mengartikan ritual sebagai catatan resmi yang berisikan doa-doa dan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan dalam perayaan sakramen, upacara penguburan, pengucapan kaul publik, pemberkatan gereja dan upacara-upacara keagamaan lainnya.40 Ritual merupakan bagian penting dari mekanisme agama sebagai suatu

sistem religius, bahkan Betty R. Schraft menyebutkan bahwa praktek peribadatan (ritual) merupakan fakta pertama dalam agama.41 Ritual yang terbangun dari simbol-simbol ini memperlihatkan secara nyata dimensi sosial praktek keberagamaan. Pelaksanaan ritual senantiasa menarik dan mengorganisir massa, menciptakan solidaritas sosial, mengindikasikan distribusi peran, serta distribusi hak dan kewajiban tertentu. Ajaran dan janji agama pada hakekatnya dialamatkan kepada massa yang membutuhkan keselamatan.42 Menurut Kingsley Davis, ritus (ibadat) adalah bagian dari tingkah laku

keagamaan yang aktif dan dapat diamati. Ritus ini tentu saja mencakup semua jenis tingkah laku seperti memakai pakaian khusus, mengorbankan nyawa dan 38

John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, h. 448.

39

M. Dahlan Yacob al-Barry, Kamus Sosiologi-Antropologi (Surabaya: Indah, 2001), h. 284.

40

Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi (Yogyakarta: Kanisius, 2001), Cet. 6, h. 278.

41

Betty R. Schraft, Kajian Sosiologi Agama (Yogyakarta: PT. Tiara wacana, 1995), h. 10.

42

(39)

harta, mengucapkan ucapan-ucapan formal tertentu, bersemedi (Mengheningkan cipta), menyanyi, menyanyikan lagu gereja, berdoa (bersembahyang), memuja, mengadakan pesta, berpuasa, menari, berteriak, mencuci dan membaca.43 Dari pengertian dan pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa ritual

merupakan pola tingkah laku keagamaan seseorang atau kelompok dalam menilai sesuatu yang sakral. Adapun ritual atau upacara keagamaan secara khusus mengandung empat

aspek di dalamnya, yaitu:44 1). Tempat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara keagamaan dilakukan seperti makam, pura,

candi, kuil, gereja, langgar, surau, masjid dan sebagainya. 2). Saat-saat upacara keagamaan dilakukan, yakni berhubungan dengan saat-saat

beribadah, hari-hari keramat dan suci. 3). Benda-benda dan alat dalam upacara keagamaan, yakni berhubungan dengan benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci, seruling suci, genderang suci dan lain sebagainya. 4). Orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara, yakni berhubungan dengan para pelaku upacara keagamaan seperti imam, pendeta, biksu, syaman,

dukun dan sebagainya. 2. Pengertian Doa

43

Elizabeth K Nottingham, Agama dan Masyarakat: Suatu Pengantar Sosiologi Agama

(Jakarta: CV. Rajawali, 1985), Cet. 1, h. 15.

44

(40)

Menurut bahasa doa berarti permintaan atau permohonan,45 yaitu

permohonan manusia kepada Allah untuk mendapatkan kebaikan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Jadi doa adalah permintaan atau permohonan kepada Allah melalui ucapan lidah atau getaran hati dengan menyebut nama-Nya, atau beberapa nama dari nama-nama-Nya yang baik sebagai suatu ibadah atau usaha memperhambakan diri kepada-Nya. Menurut Abu Qasim an Naqsyabandi, pengertian doa di dalam

al-Qur’an itu mengandung beberapa arti, yaitu:46 1). Ibadah Doa dapat berarti ibadah sesuai dengan firman Allah:

! "# $

%!

&')*+,%-

*./012%-3

….

Artinya: "Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah, …" (Q.S. Yunus: 106) 2). Istighasah Doa dapat berarti istighasah, yaitu memohon bantuan dan pertolongan. Hal

tersebut sesuai dengan firman Allah:

3  …..

…..4 5 & &6 7

Artinya: "…Dan ajaklah penolong-penolongmu…" (Q.S. Al-Baqarah: 23)

3). Permohonan Doa dapat berarti permohonan sesuai dengan firman Allah:

45

Sudirman Tebba, Meditasi Sufistik (Bandung: Pustaka Hidayah,2004), Cet.1, h. 93.

46

(41)

…..

89 :  ; <%= > ?

@A B

…..

Artinya: "…Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu …" (Q.S. Al-Mukmin: 60)

4). Percakapan Doa dapat berarti percakapan berdasarkan firman Allah:

@4$6C &

DE0 F GHIJ & @K$>

4$6L;

…..

Artinya: "Doa mereka di dalamnya ialah Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami…" (Q.S. Yunus: 10)

5). Memanggil Doa dapat berarti memanggil sesuai dengan firman Allah:

%M@

%-@4 5 

%-…..

Artinya: "Yaitu pada hari dia memanggil kamu…" (Q.S. Al-Isra': 52) 6). Memuji Doa dapat berarti memuji sesuai dengan firman Allah:

"N)O

3 

7

 ?

3 

Q 3

…..

Artinya: "Katakanlah: Serulah (pujilah) Allah atau Serulah (pujilah) Ar-Rahman..." (Q.S. Al-Isra': 110)

Ada beberapa hal yang harus terkandung dalam doa, yaitu:47

1). Sebagai Reflektif

47

(42)

Dalam hal ini, doa berperan sebagai cermin diri kita. Doalah yang menjadi

cermin untuk melihat kejelekan-kejelekan kita. Disinilah fungsi penyadaran diri bahwa kita sering berada pada kondisi yang buruk.

2). Fungsi Korektif Dalam hal ini doa berfungsi sebagai permohonan maaf atas segala

perlakuan kita. Refleksi yang telah kita lakukan, akan menjatuhkan kewajiban kita untuk sadar bahwa ada sesuatu yang harus kita lakukan, yakni bertobat atas segala kesalahan dan kekhilafan.

3). Fungsi Kontemplatif Dalam hal ini doa berfungsi sebagai bentuk kedekatan hamba dengan

penciptanya. Di sini ada pengakuan akan ruh ilahiah yang dititipkan pada manusia. Doa dalam hal ini juga berfungsi sebagai kesadaran filsafati.

4). Fungsi Motivatif Dalam hal ini doa berfungsi sebagai sebuah alat untuk membangkitkan

semangat untuk melakukan sesuatu, dengan kata lain doa mampu menjadi pembangkit semangat manusia untuk melakukan suatu hal.

5). Fungsi Aplikasi Sosial Ini sebenarnya merupakan inti dari sebuah doa. Keempat fungsi awal itu

(43)

3. Faktor-faktor Penunjang Doa

Doa sebagai suatu ibadah wajib kepada Allah tidak berdiri dengan sendiri, tetapi tergantung pada beberapa hal, yaitu:48

1). Ibadah Wajib Diterima atau tidaknya suatu doa sangat bergantung pada pelaksanaan

ibadah wajib, yaitu shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat fitrah serta melaksanakan ibadah haji bila sudah mampu. Doa termasuk ibadah sunah yang dilakukan setelah menjalankan ibadah

wajib, karena itu akan janggal bila seseorang melakukan ibadah sunah tetapi mengabaikan ibadah yang wajib. Itu berarti diterima atau tidaknya doa oleh Allah antara lain ditentukan oleh kepatuhan seseorang untuk mengerjakan ibadah wajib.

2). Akhlak yang Mulia Diterima atau tidaknya doa oleh Allah juga ditentukan oleh akhlak orang

yang berdoa. Orang yang berdoa akhlaknya harus mulia dan terpuji, karena doa merupakan amal yang baik maka selayaknyalah orang yang berdoa memiliki akhlak yang baik pula serta menjauhi akhlak yang tercela.

3). Ikhtiar Selain itu, doa juga sangat bergantung pada ikhtiar. Misalnya kalau orang

ingin mendapatkan rezeki, tidak cukup hanya dengan berdoa tetapi juga memerlukan ikhtiar yaitu dengan bekerja. Ikhtiar yang dilakukan oleh hampir semua orang adalah bekerja untuk memperoleh rezeki agar dapat memenuhi kebutuhannya, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain.

48

(44)

Jadi doa saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, karena rezeki

itu datang melalui jalan ikhtiar. Itulah sebabnya ikhtiar perlu untuk menunjang doa dalam hidup ini.

4) Optimistis Doa yang dipanjatkan kepada Allah belum tentu segera terkabul, namun

kita tidak boleh berputus asa. Kita harus tetap optimis bahwa doa tersebut akan diterima cepat atau lambat. Optimisme mengandung arti penantian terhadap karunia Allah, sehingga orang yang optimistis akan selalu mengingat dan menggantungkan hatinya kepada Allah. Itulah sebabnya diantara isi doa itu adalah meminta Allah agar menerima doanya dan berlindung kepada Allah dari doa yang ditolak. 4. Syarat-syarat Doa

Ada beberapa syarat dalam berdoa, yakni:49

1). Benar-benar ada keinginan dan permintaan pada diri seorang manusia dan seluruh bagian yang ada pada diri orang tersebut benar-benar menampakkan keinginan dan permintaan. Sesuatu yang diinginkan itu merupakan suatu kebutuhan. 2). Yakin dan percaya, yaitu yakin pada rahmat Allah yang tak terbatas, yakin bahwa dari sisi Allah tidak ada penghalang yang dapat menghalanginya untuk memperolaeh anugerah dan yakin bahwa rahmat Allah tidak tertutup bagi seorang hamba pun.

49

(45)

3). Tidak bertentangan dengan hukum penciptaan atau hukum syari'at. Doa merupakan permohonan pertolongan supaya manusia bisa sampai kepada tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh alam penciptaan baginya atau pada tujuan-tujuan yang ditetapkan oleh hukum syari'at baginya. Misalnya seseorang berdoa agar diberi umur panjang (kekal atau tidak mati-mati). 4). Seluruh urusan kehidupan orang yang berdoa sejalan dan selaras dengan doa yang disampaikannya. Dengan kata lain doa harus sejalan dengan tujuan penciptaan dan tujuan penetapan syari'at. Orang yang berdoa harus mempunyai hati yang bersih, sumber pencarian yang halal serta tidak berbuat zalim pada orang lain. 5). Bahwa keadaan atau sesuatu yang diminta oleh seseorang didalam doa bukan merupakan akibat dari dosa yang dilakukannya. Selama seseorang tidak bertobat dan menghilangkan sebab-sebab yang mendatangkan keadaan ini, maka keadaan tersebut tidak akan berubah. 6). Benar-benar perwujudan dari kebutuhan. Doa tersebut tidak dijadikan sebagai pengganti usaha. Doa dijadikan sandaran pada saat seorang manusia tidak mempunyai jalan untuk bisa sampai kepada yang dituju, ketika dirinya lemah dan tak mampu. . 5. Waktu dan Tempat yang Baik Untuk Berdoa

Adapun waktu-waktu yang baik untuk memanjatkan doa kepada Allah yaitu:50 1). Antara fajar dan terbitnya matahari

50

(46)

2). Setelah tergelincirnya matahari waktu zuhur 3). Setelah terbenamnya matahari (maghrib) 4). Ketika tengah atau sesudah membaca Al-Qur’an 5). Ketika hujan turun 6). Ketika sedang berjihad di jalan Allah SWT 7). Diwaktu Mendengarkan azan 8). Dihari dan malam Jum’at 9). Diwaktu sepertiga malam 10). Ketika badan atau hati sedang khusyu’ dalam mengingat Allah SWT 11). Ketika sedang bersedih dan menangis karena menyesali perbuatan-perbuatan

yang tidak diridhai Allah. 12). Setelah menginfakkan harta untuk bersedekah dan amal jariyah 13). Usai atau ditengah melaksanakan kewajiban-kewajiban agama seperti shalat

(dalam sujud), zakat, puasa (waktu berbuka), haji (waktu ihram) dan lain-lain. Sebenarnya doa itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja, tetapi alangkah

baiknya bila doa dipanjatkan di tempat yang baik pula. Ada beberapa tempat yang baik untuk berdoa, yaitu:51 1). Di tanah suci (tanah Haram) yaitu Mekkah dan Madinah serta masjid al-Aqsha. Seperti kita ketahui bahwa di sekitar tanah haram ada hampir lima belas tempat yang mustajab untuk berdoa (mustajab addu’a)52 antara lain

Al-Multazam, Hajar Aswad, Hijr Ismail, Bukit Shofa, Jamaraat dan lain-lain.

51

Alwi Husein, Doa-doa dalam Sujud, h. 149.

52

(47)

2). Di tempat-tempat peribadatan umat Islam seperti masjid, mushola, surau, majlis ta’lim, majlis munajat dan tempat-tempat zikir. 3). Di makam para Rasul dan nabi Allah, para imam serta manusia-manusia suci

dan sholeh. 6. Manfaat Doa

Ada beberapa manfaat dari doa, yaitu:53

1). Keselamatan di Akhirat Doa mengandung banyak manfaat diantaranya memohon keselamatan

dalam kehidupan di akhirat, syaitu masuk surga dan terhindar dari siksaan neraka. Keselamatan di akhirat harus diminta, karena sekedar taat kepada Allah yakni dengan menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya tidak menjamin seseorang akan masuk surga. Orang yang taat kepada Allah berpeluang besar masuk surga, dan

sebaliknya orang yang durhaka mempunyai peluang yang besar untuk masuk neraka. Hanya saja hal tersebut tidak mutlak karena Allah tidak terikat dengan kewajiban apa pun. Karena itulah, selain taat kepada Allah manusia juga perlu berdoa memohon agar ibadahnya diterima dan juga mendapatkan keselamatan di akhirat. 2). Memperlancar Urusan Duniawi Manfaat lain dari doa adalah memperlancar urusan duniawi, seperti

memperoleh pekerjaan, mendapatkan rezeki, kedudukan, bisnis, studi, jodoh,

53

(48)

keturunan, dan sebagainya. Kita dianjurkan untuk selalu berdoa untuk kemudahan urusan- urusan duniawi tersebut. Jadi kita tidak dilarang untuk meminta kepada Allah kemudahan urusan

duniawi, tetapi malah dianjurkan. Allah mengerti bahwa kita hidup di dunia menginginkan kebaikan dan kesejahteraan. Karena kesejahteraan hidup tidak semata-mata untuk keperluan duniawi saja, tetapi juga untuk memenuhi kewajiban agama seperti shalat, puasa, zakat dan haji.

3). Mencegah Musibah Manfaat doa yang berikutnya adalah mencegah musibah. Musibah sering

menimpa manusia, karena terjadi di luar perhitungan dan kekuatan manusia untuk menolaknya. Itulah sebabnya manusia memerlukan bantuan kekuatan dari luar dirinya, yaitu dari Allah, untuk mencegah datangnya musibah. Musibah yang terjadi pada manusia misalnya, jatuh sakit, usaha bangkrut,

studi gagal, perceraian, difitnah, dijatuhkan dari kedudukan, dirampok, dianiaya oleh orang lain. Musibah juga bisa berupa kebakaran, banjir, tabrakan, tanah longsor, gunung meletus, dan bencana alam lainnya. Berdoa untuk mencegah datangnya musibah merupakan kepentingan

(49)

4). Ketenangan Jiwa Manfaat doa yang selanjutnya adalah menciptakan ketenangan pikiran dan

perasaan atau hati. Makin banyak seseorang berdoa, maka makin tenang pula pikiran dan jiwanya. Ketenangan jiwa itu dapat dilihat pada terbentuknya sikap-sikap sufistik

pada diri orang yang berdoa yaitu sabar, ikhlas, ridha, qana’ah, shidiq, istiqamah, raja’ dan tawakal. Sikap-sikap sufistik dan ketenangan jiwa merupaka buah dari doa. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu manfaat doa adalah memperoleh ketenangan jiwa bagi yang melakukannya.

5). Hidup Sehat dan Bahagia Ketenangan jiwa yang dicapai melalui doa merupakan syarat untuk hidup

sehat dan bahagia sehingga dapat dikatakan bahwa doa bermanfaat untuk mewujudkan hidup sehat dan bahagia. Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, menurut Prof. Dr. Dadang Hawari

doa mengandung unsur psikoreligius yang mendalam. Terapi psikoreligius ini tidak kalah pentingnya dengan psikoterapi psikiatrik, karena doa mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan harapan untuk sembuh. Kedua hal ini sangat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit selain dengan obat-obatan dan tindakan medis lainnya. Dengan demikian, doa bermanfaat bagi kesembuhan orang yang sedang

(50)

C. Seputar Syi'ah

1. Pengertian Syi'ah

Kata Syi'ah secara etimologi berasal dari kata syaya'a yang berarti

pengikut, pendukung, pembela, pencinta, yang kesemuanya mengarah kepada makna dukungan terhadap ide, individu dan kelompok tertentu.54 Dalam kitab Al Qamus dan syarahnya, Taj al 'Arus disebutkan bahwa

Syi'ah adalah seorang pengikut dan pembela. Asal kata Syi'ah adalah sekelompok manusia yang tersendiri, dan setiap orang yang membantu orang lain dan berkelompok membelanya disebut Syi'ah.55 Kata tersebut dapat digunakan untuk menunjukkan arti tunggal, dua dan jamak, untuk laki-laki atau perempuan. Syi'ah identik dengan pembela Ali dan ahlul bait, mereka tidak sekedar cinta kepada Ali tetapi juga meyakini kepemimpinan Ali dan sebelas keturunan beliau berdasarkan nash (teks keislaman; Al-Qur'an dan hadits) serta penunjukkan dari Nabi Muhammad saw. Menurut Asy Syahrastani dalam kitab Al Milal wa an Nihal mengatakan

bahwa Syi'ah adalah mereka yang mendukung Ali dan meyakini imamah dan kekhilafahan beliau berdasarkan nash dan wasiat, baik nash terang ataupun nash samar, dan mereka meyakini bahwa imamah tidak akan keluar dari anak-cucu (keturunan) Ali, dan jika keluar maka itu dikarenakan adanya kezaliman dari pihak lain atau taqiyah56 dari pemiliknya.57

54

M. Quraish Shihab, Sunnah-Syi'ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? : Kajian atas Konsep Ajaran dan Pemikiran (Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. 3, h. 60.

55

Ali Zainal Abidin, Identitas Mazhab Syi'ah: Melacak Akar Historis Kelahiran dan Dasar-dasar Ajarannya (Jakarta: Ilya, 2004), Cet. 1, h. 17.

56

Taqiyah adalah merahasiakan keyakinan yang haq demi menyelamatkan jiwa, harta ataupun kehormatan karena adanya ancaman.

57

(51)

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Syi'ah

adalah orang-orang yang mengutamakan Ali dari pada yang lain dalam hal imamah karena adanya nash penunjukkan dari Nabi Muhammad saw atau dikarenakan adanya kriteria yang khas yang tidak dimiliki oleh yang lainnya.

2. Latar Belakang Munculnya Syi'ah

Ada beberapa asumsi tentang latar belakang munculnya Syi'ah antara lain:

1). Ada yang mengatakan bahwa asal-usul Syi'ah itu bersumber dari Persia. seperti diketahui bahwa imamah yang merupakan salah satu akidah pokok kaum Syi'ah, yang mereka yakini sebagai anugerah ilahi (serupa kenabian) tidak dapat diperoleh melalui upaya manusia. Imamah itu silih berganti hingga mencapai dua belas orang secara turun-temurun sebagaimana yang diyakini oleh Syi'ah imamiyah mulai dari sayyidina Ali sampai dengan imam kedua belas, yakni Muhammad al-Mahdi. Berdasarkan hal tersebutlah diyakini bahwa Syi'ah bersumber dari Persia, karena keyakinan tentang adanya peranan Tuhan dalam kepemimpinan secara turun-temurunnya kekuasaan tidak dikenal dalam masyarakat Arab tetapi sangat diakui oleh masyarakat Persia.58 2). Pendapat lainnya mengatakan bahwa Syi'ah adalah produk Yahudi yang bertujuan menyimpangkan ajaran Islam dan tokoh utamanya adalah Abdullah bin Saba'. Konon Abdullah bin Saba' merupakan orang Yahudi yang berasal dari kota Shan'a, Yaman. Ia muncul pada akhir periode pemerintahan Utsman bin Affan. Ia dilukiskan sebagai orang yang memiliki aktivitas yang luar biasa. Ia menyamar

58

(52)

sebagai orang yang hidup sangat sederhana dan meraih kekaguman banyak sahabat Nabi, namun tujuannya adalah memecah belah umat. Dia berhasil menghasut masyarakat sehingga terjadi pemberontakan terhadap khalifah ketiga yang kemudian terbunuh. Ia juga berperan penting dalam terhambatnya proses perdamaian antara sayyidina Ali dengan dua sahabat Nabi lainnya, yakni Thalhah dan az-Zubair di Bashrah. Dia pulalah yang menciptakan ide-ide ketika berada di Kufah, yang intinya mengagung-agungkan sayyidina Ali yang sangat melampaui batas kewajaran, misalnya ia mengatakan bahwa seharusnya Ali-lah yang menjadi Nabi, bukan Muhammad. Menurutnya Jibril berkhianat ketika menyampaikan wahyu, karena hal itulah ia berhasil mengelabui orang-orang awam yang memang secara umum kagum pada sayyidina Ali.59 3). Ada pula yang mengatakan bahwa Syi'ah muncul pada hari-hari awal setelah wafatnya Rasulullah saw, di mana ada sekelompok sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar yang menolak berbai'at (menyatakan sumpah setia) kepada Abu Bakar dan mereka mendukung Ali. Di antara mereka adalah Abbas-paman Nabi Muhammad saw, Fadhl bin Abbas, Zubair bin Awwam, Al-Bara' bin 'Azib, Salman al-Farisi, Abu Dzar al-Ghiffari, Ammar bin Yasir dan Ubai bin Ka'ab. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa pengagum sayyidina Ali cukup banyak dan dari sana bermulalah benih Syi'ah. Kemudian silih bergantilah khalifah sesudah Abu Bakar, meskipun beliau merasa yakin dan mampu untuk menjadi khalifah, tetapi beliau enggan mengambil langkah aktif sehingga untuk kali ketiga kekhalifahan luput dari beliau. Kendati demikian, beliau memberi dukungan kepada para khalifah sepanjang kemampuan beliau. Kemudian pada masa beliau 59

(53)

menjadi khalifah, beliau berusaha membimbing manusia kearah kebaikan namun kebanyakan manusia memilih kehidupan dunia yang bergelimang materi. Pada mulanya Syi'ah merupakan rasa cinta dan kagum para sahabat terhadap ahlul bait (keluarga Nabi), lalu berkembang dan beralih menjadi cinta, kasih serta kasihan ketika sementara orang berkeyakinan bahwa ahlul bait al-Alawy (keluarga Ali) tidak menduduki tempat yang wajar dalam masyarakat. Terlebih lagi setelah terjadi peristiwa Karbala60, pada saat itu terjadi penganiayaan berupa penyiksaan, pengusiran, pemotongan anggota tubuh, dan pembunuhan terhadap keluarga Ali dan simpatisannya. Setelah peristiwa itu maka lahirlah kelompok Syi'ah dalam pengertian istilah.61 Berdasarkan tiga pendapat di atas, menurut penulis yang paling kuat

adalah pendapat yang ketiga, yakni latar belakang munculnya Syi'ah setelah wafatnya Nabi Muhammad dan puncaknya setelah terjadinya peristiwa Karbala.

3. Prinsip-prinsip Ajaran Syi'ah

Teologi Syi'ah mempunyai prinsip-prinsip ajaran yang dikenal dengan "lima rukun", yaitu:62 1). Tauhid (Keesaan Tuhan) Tauhid pada prinsipnya adalah keesaan Tuhan dalam sifat, perbuatan dan

zat-Nya, serta kewajiban mengesakan dalam beribadah kepada-Nya. Dalam pandangan Syi'ah Imamiyah, sifat-sifat Allah seperti ilmu, qudrat, iradat, h

Referensi

Dokumen terkait