• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

AGNOSGN_[TO 5GZSO >UUXaGT

(3)
(4)

RINGKASAN

P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Model Penduga Sediaan Karbon

Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Dibimbing oleh I NENGAH SURATI JAYA dan NINING PUSPANINGSIH.

Saat ini sumber data yang komprehensif mengenai simpanan karbon di berbagai tipe ekosistem hutan dan penggunaan lahan lain masih terbatas. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang mewakili tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, hutan sub-montana dan hutan Montana dan hutan sub-alpin di Jawa. Dalam melihat fungsi TNBTS sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang ditambat (sediaan karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Pada penelitian ini dilakukan pendugaan biomassa dan sediaan karbon pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data pengukuran di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan dengan menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks vegetasi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2, dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon. Sumber karbon hutan yang diukur meliputi biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan bawah, nekromasa dan serasah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks vegetasi pada citra Landsat 8 cukup baik digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS dan mempunyai pola hubungan antara bersifat tidak linear tetapi cenderung non-linear. Model penduga biomassa dan sediaan karbon terbaik adalah model eksponensial berdasarkan indeks vegetasi ARVI dengan persamaan regresi … < .,635`11.918arvi. Berdasarkan model penduga sediaan biomassa terbaik di TNBTS tahun 2013 didapatkan bahwa kelas potensi biomassa > 10 ton/ha pada ketinggian 1400|2500 m dpl mempunyai luasan yang paling luas. Zona hutan pegunungan tinggi di TNBTS memiliki potensi sediaan karbon yang cukup tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.

(5)

SUMMARY

P?FGK?FWSLG D?RKG LMMP~?L. Estimating Carbon Stock using Landsat 8 in Bromo Tengger Semeru National Park. Supervised by I NENGAH SURATI JAYA and NINING PUSPANINGSIH.

Up to now, a comprehensive source of data and information on carbon storage in various types of forest ecosystems and other land uses in Java Island are still limited. The study was intended to drive data and information related to carbon stock of several forest ecosystems. The study was carried out in a conservation area of Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS) that represents the ecosystem types of lowland rain forest, sub-montane forests, mountain forests and sub-alpine forests in Java. The information on carbon sequestration and carbon stocks at TNBTS becomes important. The main objective of this study was to estimate the biomass and carbon stocks in various types of forest ecosystems in TNBTS by developing an estimation model on the basis of remotely sensed data. The biomass estimation models were predicted on the basis of vegetation indices derived from Landsat 8 OLI. Vegetation indices that used to estimate the biomass and carbon stocks are the NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2, and ARVI. Field measurements of forest carbon include aboveground, understorey, necromass and litter pools. The study found that the best model for estimating the biomass and carbon stocks is exponential model, i.e. y = 0.857e11.918ARVI. From the analysis, the potential of biomass stocks of the elevation range, 1400 to 2500 m asl is more than 10 ton/ha. The study noted that the mountain forest zone in TNBTS should be continuously preserved due to its high biomass stocks.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya yang telah memberikan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelas Magister Sains pada program studi Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana IPB. Judul penelitian ini adalah Model Penduga Sediaan Karbon Menggunakan Citra Landsat 8 di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir I Nengah Surati Jaya, MAgr dan Ibu Dr Dra Nining Puspaningsih, MSi selaku dosen pembimbing, serta Bapak Dr Tatang Tiryana, SHut, MSc selaku penguji luar komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan dan saran. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf Program Studi Ilmu Pengelolaan Hutan, seluruh staf dan keluarga besar Laboratorium GIS dan Remote Sensing Jurusan Manajemen Hutan atas dukungan dan bantuannya, seluruh staf Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru atas bantuan dan kerjasamanya, seluruh staf dan peneliti Puspijak atas bantuannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu, suami, anak dan seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 5

Ruang Lingkup Penelitian 5

Kerangka Pemikiran 5

2 METODE 7

Lokasi dan Waktu Penelitian 7

Data Penelitian 7

Alat 8

Prosedur 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 21

Komposisi Floristik 21

Tipe Ekosistem Hutan di TNBTS 22

Analisis Statistik 26

Peta Sebaran Potensi Biomassa 30

4 SIMPULAN DAN SARAN 32

Simpulan 32

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 37

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan ... 11

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan dan diukur di lapangan tahun 2013 ... 14

Tabel 3 Persamaan penghitungan biomassa ... 14

Tabel 4 Parameter tegakan dan diameter di berbagai lokasi plot pengukuran biomassa berdasarkan zona ekosistem ... 21

Tabel 5 Nilai biomassa dan nilai indeks vegetasi di TNBTS tahun 2013 ... 22

Tabel 6 Nilai signifikansi data pada uji normalitas dan uji heteroskedastisitas .... 26

Tabel 7 Model penduga biomassa dan uji koefisien regresi... 28

Tabel 8 Hasi uji validasi model penduga biomassa... 29

Tabel 9 Nilai skor dan peringkat masing-masing model penduga biomassa ... 30

Tabel 10 Luas kelas biomassa pada masing-masing ketinggian di TNBTS... 31

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian... 6

Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra Landsat 8 path 118 row 065 dan 066... 8

Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI ... 12

Gambar 4 Peta klasifikasi ketinggian tempat di TNBTS tahun 2013 ... 23

Gambar 5 Kenampakan hutan primer di Ireng-ireng (kiri) dan di Jarak Ijo &f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~566} JQ //1v./~076} @R _\i .5v37~67.} JQ //0v30~..2} @R'... 24

Gambar 6 Kenampakan tegakan hutan cemara di Cemoro Kandang &Ijjm_di\o8 .6v.1~453} JQ //0v33~05/} @R _\i .6v.2~./3} JQ //0v33~007} @R'... 24

Gambar 7 Kenampakan savana di Oro-oro Rombo (kiri) dan di Bukit R`g`op]d`n &f\i\i' &Ijjm_di\o8 .6v.0~453} JQ //0v33~.41} @R _\i .5v36~061} JQ //0v35~1./} @R'... 25

Gambar 8 Kenampakan tegakan akasia dan mentigi di Argowulan (kiri) dan padang bunga edelweis di Cemoro Kandang (kanan) (Koordinat: .5v31~551} JQ //0v35~0..} @R _\i .6v.2~.2.} JQ //0v33~/3/} BT)... 26

Gambar 9 Grafik hubungan antara nilai digital number ARVI dengan biomassa (ton/ha) di TNBTS tahun 2013 ... 27

Gambar 10 Peta sebaran potensi biomassa model terpilih di TNBTS tahun 2013 ... 31

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Data potensi simpanan karbon pada berbagai tutupan lahan ... 37

Lampiran 2 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai TVI... 38

Lampiran 3 Peta sebaran titik plot berdasarkan nilai SRVI ... 38

(13)
(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini informasi sediaan karbon telah menjadi isu strategis terkait dengan pengelolaan hutan lestari. Sebagai bagian dari upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, sejak tahun 1996 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah mengembangkan metode inventarisasi GRK, yaitu melalui IPCC Guideline Revised 1996, IPCC Good Practice Guidance 2000 dan IPCC Guideline 2006 (IPCC 2006). Perhitungan emisi dalam kegiatan Reducing Emission from Deforestation and Degradation+ (REDD+) sesuai dengan IPCC Guideline 2006 harus berdasarkan data perubahan tutupan hutan yang diturunkan dari data penginderaan jauh (inderaja), besaran faktor emisi dan faktor serapan lokal serta tersedianya data kerusakan hutan seperti illegal logging, kebakaran, dan data lainnya (GOFC-GOLD 2009).

Upaya mitigasi perubahan iklim di Indonesia memerlukan data dari kegiatan inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) yang memonitor penurunan emisi. Perhitungan emisi di Indonesia dilakukan dengan menghitung perbedaan sediaan karbon (carbon stock) pada waktu tertentu (stock difference method) (Badan Litbang Kementerian Kehutanan 2011). Pohon menyerap karbondioksida (CO2) pada proses fotosintesis dan menyimpannya dalam bentuk karbohidrat pada bagian akar, batang dan daun sebelum dilepaskan kembali ke atmosfer. Hal ini menimbulkan keterkaitan antara biomassa dengan kandungan karbon. Ada lima pool karbon, yaitu biomassa di atas permukaan (aboveground biomass, AGB), biomassa di bawah permukaan (belowground biomass), bahan organik mati (dead wood, necromass), serasah (litter) dan kandungan karbon organik tanah. Semua komponen vegetasi termasuk tumbuhan berkayu dan tumbuhan bawah termasuk dalam AGB. Sedangkan akar termasuk dalam biomassa di bawah permukaan selain kandungan organik tanah. Serasah dan kayu mati juga ditetapkan berdasarkan berbagai tingkat dekomposisi.

Biomassa adalah kunci penting dalam menilai suatu ekosistem (Chapinet al. 2002). Informasi tentang AGB diperlukan untuk memperkirakan dan memprediksi produktivitas ekosistem, simpanan karbon, pembagian unsur hara, dan akumulasi bahan bakar (Brown et al. 1999). Penduga AGB di daerah tropis masih terbatas terutama tegakan yang masih hidup dan variasinya pada seluruh bentuk bentang alam dan tipe hutan (Houghton 2007).

(15)

dapat memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat serta dapat memantau kondisi suatu wilayah yang sama secara berkala (Jaya 2011).

Biomassa tegakan biasanya dihitung melalui model persamaan regresi linear dan non-linear berdasarkan spesies tanaman yang didapat dari pengukuran di lapangan (Crow dan Schlaegel 1988, Hahn 1984, Ohmann dan Grigal 1985, Smith 1985). Walaupun pendugaanan AGB bervariasi menurut komposisi jenis, tinggi pohon, basal area dan struktur vegetasi, tetapi yang paling banyak digunakan untuk menghitung AGB adalah data diameter batang setinggi dada (diameter at breast height, dbh) (Crow dan Schlaegel 1988). Berbagai model persamaan regresi telah dikembangkan untuk memperkirakan AGB (Hahn 1984, Perala dan Alban 1994, Raile dan Jakes 1982) dan model ini tepat jika digunakan pada tingkat pohon, plot, dan tegakan, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis pola spasial dari AGB pada seluruh lanskap. Untuk menduga AGB pada tingkat lanskap, dapat dengan menggunakan berbagai indeks vegetasi yang didapat dari data inderaja (Zhenget al.2004).

Indeks vegetasi dihitung berdasarkan perbedaan reflektansi saluran infra-merah dekat (NIR) dan saluran infra-merah (R) pada piksel citra. Yang pertama kali menggunakan metode rasio saluran infra-merah dekat dengan saluran merah untuk menduga biomassa atau indeks luas daun adalah Jordan (1969) yang digunakan untuk menduga kanopi hutan di hutan hujan tropis. Metode rasio antara saluran infra merah dengan saluran merah pada citra Landsat untuk menganalisis nilai biomassa untuk pertama kali dilakukan diantaranya oleh Rouseet al.(1973).).

Beberapa indeks vegetasi biasanya dibangun berdasarkan karakter spektral dari reflektan vegetasi hijau dengan nilai reflektan tertinggi pada saluran infra-merah dekat dan reflektan terendah pada saluran infra-merah, dimulai dari ratio vegetation index (RVI) (Jordan 1969) normalized difference vegetation index (NDVI) (Rouseet al. 1974),soil adjusted vegetation index (SAVI) (Huete 1988), atmospherically resistant vegetation index (ARVI) (Kaufman dan Tanre 1992), enhanced vegettaion index(EVI) (Huetue dan Liu 1994) EVI2 (Jianget al.2008), hinggaglobal environmental monitor index (GEMI) (Pinty dan Verstraete 1992).). Untuk mengurangi gangguan eksternal yang berkaitan dengan tanah dan atmosfer, beberapa indeks vegetasi dibangun untuk meningkatkan penghitungan yang lebih sensitif terhadap parameter biofisik tumbuhan., diantaranya SAVI yang di modifikasi menjadi transformed SAVI (TSAVI) (Baret et al. 1989), modified SAVI (MSAVI) (Qi et al. 1994), optimized SAVI (OSAVI)(Rondeaux et al. 1996), generalizedSAVI (GESAVI) (Gilabert et al. 2002) yang dibangun untuk mengurangi pengaruh permukaan tanah, sementara modifikasi ARVI, yaitugreen ARVI (GARI) (Gitelson et al. 1996), visible atmospherically resistant index (VARI) (Gitelson et al. 2002), atmospheric effect resistant vegetation index (IAVI) (Zhanget al.1996) dibangun untuk mengurangi pengaruh atmosfer.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa beberapa indeks seperti spectral vegetation index (SVI), simple ratio (SR), NDVI, dan corrected normalized difference vegetation index (NDVIc) yang berasal dari data satelit dapat digunakan untuk menduga indeks luas daun, biomassa dan produktivitas hutan dan padang rumput (Cheng dan Zhao 1990, Dialloet al.1991, Fassnachtet al

(16)

Telah banyak dilakukan penelitian dalam menduga biomassa hutan dengan menggunakan data inderaja di hutan sub-tropis dan tropis (Brown et al. 1999, Gower et al.1999, Jakubauskas 1996, Lee dan Nakane 1997, Lefsky et al. 1999, Malcolmet al.1998, Sader et al.1989, Sannieret al.2002, Steininger 2000), dan bervariasi menurut waktu dan spasial, dan penduga biomassa pada tingkat lanskap diperlukan untuk baselinedata yang digunakan untuk penduga sediaan karbon di masa yang akan datang (Foody et al. 2003, Woodcock et al. 2001). Model penduga yang dihasilkan dari data inderaja harus di verifikasi dan di validasi dengan data lapangan sebelum digunakan untuk menduga AGB pada lanskap tersebut.

Data dan informasi mengenai sediaan karbon untuk hutan alam di Pulau Jawa masih sangat terbatas, terutama mengenai data sediaan dan potensi biomassa di hutan alam pegunungan dataran tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan konservasi TNBTS. Informasi mengenai jumlah karbon yang ditambat (sediaan karbon) oleh TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dikembangkan metoda-metoda untuk menghitung dan menduga sediaan karbon serta memantau perubahannya secara periodik di kawasan TNBTS.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa hutan. Untuk menentukan nilai biomasa digunakan persamaan alometrik yang sudah ada. Kemudian dibuat korelasi antara karakteristik spektral citra satelit dengan jumlah biomassa yang terukur. Hasil korelasi ini dikembangkan lebih lanjut menjadi model persamaan penduga biomassa dari tingkat plot ke tingkat bentang alam (Ulumuddinet al.2005).

Pada penelitian ini dilakukan penduga biomassa dan sediaan karbon pada berbagai tipe ekosistem hutan di TNBTS dengan menggunakan kombinasi data pengukuran di lapangan dengan data inderaja. Model penduga biomassa dilakukan dengan menggunakan beberapa indeks vegetasi dari citra Landsat 8 OLI. Indeks vegetasi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2, dan ARVI yang digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon.

Perumusan Masalah

Dalam skala sub nasional Pulau Jawa merupakan pulau yang seringkali luput dari perhatian para penggiat REDD+ karena luas hutan di pulau ini yang tergolong rendah dibandingkan dengan pulau lain seperti Kalimantan dan Sumatera sehingga data dan informasi mengenai sediaan karbon di Pulau Jawa masih sangat terbatas.

(17)

sebesar 39,01 tonC/ha, serasah (litter) sebesar 2,68 tonC/ha, dan nekromas (necromass) sebesar 5,77 tonC/ha, sedangkan rata-rata simpanan karbon di TN Meru Betiri sebesar 20,31|120,93 tonC/ha (Sularsoet al 2011). Ada keterbatasan

mengenai data sediaan dan potensi biomassa di hutan alam pegunungan dataran tinggi di Jawa Timur, khususnya di kawasan konservasi TNBTS. Oleh karena itu, informasi mengenai sediaan karbon yang ditambat oleh TNBTS menjadi penting.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, hutan sub-montana dan hutan montana di Jawa. Dalam melihat fungsi TNBTS sebagai kawasan konservasi yang dapat ikut dalam kegiatan REDD+, informasi dan data mengenai sediaan karbon hutan di TNBTS menjadi penting. Oleh karena itu perlu dilakukan penghitungan sediaan karbon hutan dengan menggunakan data penginderaan jauh untuk pengelolaan hutan dengan data terbaru yang dapat diperoleh secara cepat, akurat dan efisien (Jaya 2009), data penginderaan jauh yang didukung observasi di lapangan merupakan kunci pemantauan yang efektif dan efisien (Kanninen et al. 2009) serta untuk menghitung dan menduga sediaan karbon serta memantau perubahannya secara periodik.

Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh dapat membantu dalam melakukan penduga sediaan karbon hutan secara kuantitatif melalui penyusunan model statistik beberapa transformasi citra yang berkorelasi dengan biomassa hutan. Salah satu hasil transformasi citra yang dapat digunakan dalam bidang kehutanan adalah indeks vegetasi. Indeks vegetasi merupakan suatu algoritma yang diterapkan pada citra untuk menonjolkan aspek kerapatan vegetasi ataupun aspek lain yakni biomassa, leaf area index, konsentrasi klorofil dan sebagainya (Danoedoro 2012). Indeks vegetasi merupakan kombinasi metematis antara saluran merah dan saluran near infra red (NIR) yang telah lama digunakan sebagai indikator keberadaan dan kondisi vegetasi (Lillesand dan Kiefer 1994). Terdapat banyak jenis indeks vegetasi sehingga perlu dilakukan penelitian indeks vegetasi manakah yang dapat digunakan untuk menyusun model terbaik untuk penduga biomassa di TNBTS.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka analisis data penginderaan jauh dan data terestris, diharapkan menjawab rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1.

1. Bagaimana model penduga biomassa terbaik di TNBTS berdasarkan nilai indeks vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI?

2.

2. Bagaimana potensi biomassa dan sediaan karbon untuk masing-masing tutupan lahan pada setiap ekosistem di TNBTS berdasarkan model terpilih?

Tujuan Penelitian

Penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS ini bertujuan untuk: 1.

1. Menyusun model penduga biomassa di TNBTS berdasarkan nilai indeks vegetasi yang diturunkan dari citra Landsat 8 OLI.

2.

(18)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biomassa dan sediaan karbon pada masing-masing tutupan lahan pada setiap ekosistem, dan mempermudah informasi sediaan karbon di TNBTS secara periodik sehingga dapat diketahui kehilangan biomassa dan sediaan karbon akibat deforestasi dan degradasi hutan di TNBTS. Hasil penelitian ini akan berguna untuk kesiapan keikutsertaan TNBTS ke dalam kegiatan REDD+.

Ruang Lingkup Penelitian

Pada penelitian ini ruang lingkup kajian penelitian adalah: 1.

1. Biomassa yang diteliti adalah biomassa di atas permukaan tanah, tumbuhan bawah, serasah dan kayu mati (3 tampungan karbon), sehingga biomassa bagian tumbuhan di bawah permukaan tanah (akar) dan biomassa bahn organik tanah diabaikan.

2.

2. Penutupan lahan yang diteliti dan dihitung biomassa dan sediaan karbonnya adalah penutupan lahan hutan sedangkan penutupan lahan lainnya seperti kebun/ladang, lahan kosong, dan seterusnya tidak diikutsertakan dalam penghitungan biomassa dan sediaan karbon.

3.

3. Wilayah penelitian adalah kawasan area TNBTS berdasarkan peta kawasan tahun 2013. Wilayah di luar TNBTS tidak diteliti.

Kerangka Pemikiran

Penelitian ini memanfaatkan citra penginderaan jauh untuk menduga sediaan karbon di TNBTS. Citra Landsat 8 dipilih sebagai alat penelitian karena termasuk citra produksi terbaru dengan karakteristik yang sedikit berbeda dengan citra landsat sebelumnya sehingga penelitian-penelitian sediaan karbon sebelumnya belum banyak yang menggunakan citra ini dan masih perlu dikembangkan lagi pemanfaatannya. Selain itu citra Landsat 8 ini memiliki resolusi spasial yang cocok untuk kajian vegetasi terutama wilayah dengan kenampakan yang homogen seperti hutan dan memiliki cakupan areal yang luas.

(19)

menggunakan asumsi bahwa 47|50% dari biomassa vegetasi hutan adalah karbon (Brown 1997, SNI 7724:2011).

Hasil penghitungan biomassa pada masing-masing plot sampel kemudian digunakan sebagai variabel tak bebas dalam analisis regresi dengan indeks vegetasi sebagai variabel bebas. Beberapa model regresi yang disusun berdasarkan beberapa indeks vegetasi dan biomassa di lapangan kemudian dianalisis secara statistik serta divalidasi sehingga dapat diketahui model regresi terbaik untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS. Diagram alir tahapan penelitian model penduga sediaan karbon di TNBTS terlihat seperti pada Gambar 1.

(20)

2 METODE

Penelitian ini menitikberatkan pada perhitungan penduga biomassa dan sediaan karbon hutan melalui citra penginderaan jauh khususnya pemanfaatan citra Landsat 8 OLI. Penelitian ini terbagi beberapa tahap yaitu persiapan, pra-pengolahan citra, pra-pengolahan citra, penentuan titik contoh, pengambilan data lapangan, penghitungan biomassa sampel, analisis statistik, penyusunan model penduga biomassa, uji validasi model, penentuan model terpilih dan penghitungan biomassa dan sediaan karbon. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini antara lain, metode klasifikasi multispektral penutup lahan, metode transformasi indeks vegetasi, metode alometrik untuk menghitung biomassa pohon, metode regresi untuk membangun model persamaan antar variabel bebas dan variabel tak bebas serta menganalisis hubungan antar variabel.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) ,@V@฀ 6HLTQ฀ )@LA@Q฀ ฀ RDB@Q@฀ FDNFQ@EHR฀ SDQKDS@J฀ @MS@Q@฀ _ba|

_ba฀ $6฀ C@M฀ @MS@Q@฀ _ba฀| _ba฀ .5฀ $DQC@R@QJ@M฀ 5TQ@S฀ /DMSDQH฀ Kehutanan No.SK.178/Menhut-II/2005 menetapkan bahwa TNBTS mempunyai luasan 50.276,20 hektar yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing, Fakultas Kehutanan IPB.

Data Penelitian

Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.

a. Mozaik yang dibuat dari dua scene citra Landsat 8 OLIpath/row 118/066 dan 118/065 seperti terlihat pada Gambar 2

b.

b. Peta Kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru tahun 2013 skala 1 : 125.000

c.

c. Peta batas administrasi Provinsi Jawa Timur skala 1 : 125.000 d.

d. Peta Rupa Bumi Indonesia e.

e. Data DEM SRTM f.

(21)

Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra Landsat 8 path 118 row 065 dan 066

Alat

Alat yang digunakan untuk pengukuran dan observasi lapangan adalah Global Positioning System (GPS), kompas, peta kerja, calliper, diameter tape (phi-band), timbangan digital, timbangan gantung, alat tulis, tally sheet, spidol, kalkulator, kamera, meteran, kantong plastik, pisau, golok, gergaji kecil, gunting stek dan tali rafia.

Perangkat lunak yang digunakan mencakup perangkat lunak pengolah citra satelit Erdas Imagine 9.1 untuk koreksi geometrik dan radiometrik citra serta transformasi indeks vegetasi; ArcGis 10.1 untuk pemasukan data grafis, editing, pemasukan data atribut, dan keluaran data; perangkat lunak pengolah data statistik SPSS untuk analisis statistik regresi; dan perangkat lunak Microsoft Excel dan untuk pengolahan data.

Prosedur

Persiapan

Tahap persiapan dilakukan sebagai kegiatan awal dalam membangun logika dan metode penelitian sekaligus pengumpulan bahan penelitian. Tahapan tersebut meliputi:

a.

a. Studi pustaka dan laporan penelitian sebelumnya terkait dengan penelitian yang dilakukan.

b.

b. Penentuan metode yang akan digunakan untuk penduga sediaan karbon menggunakan citra penginderaan jauh.

c.

(22)

d.

d. Pengumpulan data sekunder dari instansi pemerintah maupun swasta terkait wilayah kajian, seperti peta batas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Peta Administrasi, dan Peta Tutupan Lahan.

e.

e. Penyusunan diagram alir kegiatan berdasarkan metode yang telah ditentukan.

Pra-Pengolahan Citra

Pra pengolahan citra merupakan langkah awal dalam pengolahan citra satelit. Beberapa langkah dalam pra-pengolahan citra meliputi impor data citra, penggabungan band, koreksi geometrik dan pemotongan citra.

Impor Data

Proses impor data merupakan langkah awal dalam pra pengolahan citra. Citra Landsat yang digunakan pada penelitian ini adalah Landsat 8 yang memiliki level koreksi 1T (koreksi terrain standar) dengan format ekstensi .*tif. Proses impor data ini merupakan proses pengubahan data citra dari format ekstensi *tif menjadi format ekstensi *.img. Proses ini dilakukan dengan menggunakan softwareErdas Imagine 9.1.

Penggabungan Citra (Layer Stacking)

Penggabungan band dimaksudkan untuk memperoleh suatu data citra multispektral yang terdiri dari band cahaya tampak, NIR, dan SWIR pada citra landsat 8. Jaya (2010) menjelaskan bahwa dengan hanya menggunakan satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi objek pada citra umumnya lebih sulit dibandingkan dengan interpretasi pada citra berwarna.

Pemotongan Data Citra (Subset Image)

Pemotongan citra dilakukan dengan memotong citra yang sudah terkoreksi pada lokasi penelitian menggunakan software Erdas Imagine 9.1. Pemotongan citra bertujuan untuk mengetahui secara jelas daerah penelitian.

Klasifikasi Tipe Ekosistem Hutan

Pada penelitian ini klasifikasi tipe ekosistem hutan yang digunakan adalah berdasarkan ketinggian tempat. Peta klasifikasi tipe ekosistem hutan berdasarkan ketinggian tempat dibangun dengan menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia dan data DEM SRTM. Samingan (1971) mengklasifikasikan hutan berdasarkan ketinggian tempat yakni:

1)

1) Hutan dataran rendah, merupakan tipe klimaks vegetasi dataran rendah dan bukit-bukit mulai dari ketinggian 0|600 m dpl. Di dalam zona ini terdapat beberapa zona (hutan pantai, hutan payau, hutan rawa, hutan gambut) dengan formasi vegetasi yang sangat dipengaruhi oleh sifat edafik (formasi edafik) yaitu lingkungan yang cukup banyak mengandung air dan sifat iklim (formasi klimatik).

2)

(23)

3)

3) Hutan pegunungan tinggi, berada pada ketinggian 1400|2500 m dpl. Vegetasi zona ini termasuk hutan basah, hanya terdapat tajuk lebih dari satu lapis (one storeyed stand). Menurut Manan (1998) hutan pegunungan tinggi dengan jenis-jenisPodocarpusspp,Lauraceae, Casuarina junghunianadan hutan ini ditandai dengan banyaknya epifit, paku-pakuan, lumut dan parasit. Di Jawa Timur terdapat hutan cemara gunung yaitu Casuarina junghuniana. Hutan pada zona ini tidak membentuk satu kesatuan karena diselingi oleh padang rumput dan semak atau paku-pakuan. Karena pengaruh iklim, hutan pada zona ini terbentuk hutan savana (mountain savana) dan padang rumput (mountain grass land).).

4)

4) Hutan sub alpin, terletak di ketinggian 2500|4000 m dpl. Hutan ini lebih bersifat hutan basah daerah beriklim sedang (temperate rain forest) dengan perbedaan bahwa pada zona ini terdapat strata tunggal yang dibentuk oleh pohon-pohon kecil sebagai penutup tanah. Menurut Manan (1998) zona ini terdapat di puncak-puncak gunung dengan batas pohon pada ketinggian 3300 m dpl dan terdiri dari jenis-jenis Ternstroemiaceae (Eurya sp), Tilliaceae, Rosaceae, Ercaceae, Compositae, Leguminoceae (Albizzia montana), Sapindaceae,dan paku pohon.

5)

5) Hutan vegetasi alpin, terletak di ketinggian 4000 m dpl ke atas, terdapat daerah semak-semak dan terna dikotik tidak berpohon. Pada daerah ini dapat dijumpai beberapa jenis berkayu (bukan pohon) seperti Drimys spsp dan Coprosmasp, tetapi umumnya rumput dan lumut sebagai penutup tanah.

Klasifikasi Tutupan Lahan

Klasifikasi tutupan lahan dilakukan secara visual berdasarkan elemen diagnostik yang terdapat pada citra, diantaranya tone atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, pola, bayangan, ketinggian, lokasi dan asosiasi. Klasifikasi tutupan lahan dilakukan untuk mengetahui kelas tutupan lahan yang terdapat di TNBTS berdasarkan tipe ekosistem hutannya.

Tegakan yang rapat menyebabkan pantulan objek pada piksel hutan hanya sedikit dipengaruhi oleh pantulan objek lain seperti objek tanah yang ada di bawah tegakan. Interpretasi objek hutan pada citra komposit 754 dapat dilihat dari warna merah dengan rona yang cukup gelap. Gradasi warna merah pada citra ini berbanding lurus dengan tingkat kerapatan vegetasinya. Warna merah pada objek hutan dipengaruhi oleh karakteristik vegetasi yang memiliki pantulan tinggi pada band inframerah dekat dan memiliki pantulan yang lebih rendah pada band merah dan hijau. Unsur interpretasi tekstur juga digunakan dalam mengenali objek hutan. Hutan pada citra cenderung memiliki tekstur yang lebih kasar daripada semak belukar, tetapi lebih halus dibandingkan dengan kebun.

In

Interpretasi tutupan lahan pada tegakan dengan dominansi cemara memiliki kendala cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang sama-sama merah dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan hutan menjadi salah satu faktor kendala. Tegakan hutan cemara yang terlihat tertanam teratur memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan.

(24)

yang rendah. Padang rumput dan alang-alang memiliki tekstur yang lebih halus pada citra dibandingkan dengan hutan dan tegakan cemara.

Interpretasi tutupan lahan pada tegakan akasia dan mentigi memiliki kendala cukup sulit dibedakan dengan kenampakan hutan. Warna yang sama-sama merah dengan rona yang tidak terlalu jauh berbeda dengan kenampakan hutan menjadi salah satu faktor kendala. Tegakan akasia dan mentigi di Argowulan tertanam secara teratur karena merupakan hutan tanaman proyek revitalisasi ekosistem kerjasama TNBTS dengan Eco-Forest of Toyota Boshoku Corporation Group dan memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan hutan alam. Selain melalui interpretasi visual pada citra, digunakan juga peta tutupan hutan dan lahan dari Kementerian Kehutanan tahun 1990, 2000 dan 2013 di TNBTS.

Penentuan Titik Contoh

Penentuan titik contoh dilakukan berdasarkan citra hasil transformasi NDVI. Transformasi NDVI digunakan dengan alasan memiliki rumus yang tidak terlalu rumit namun cukup mempresentasikan kerapatan vegetasi. Teknik penarikan contoh yang digunakan adalah stratified random sampling berdasarkan nilai NDVI, dimana setiap kelas mempunyai proporsi untuk mewakilkan contoh pada proses pengecekan dan pertimbangan keterjangkauan lokasi contoh. Contoh dipilih sebagai satuan pengamatan pada setiap kelas penutup lahan.

Pengambilan Nilai Citra

Variabel bebas yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah nilai indeks vegetasi NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2 dan ARVI dimana masing-masing indeks vegetasi memiliki rentang nilai yang berbeda-beda. Nilai diambil dari setiap piksel yang menjadi contoh pengukuran lapangan.

Berdasarkan hasil pengamatan pada tutupan lahan berhutan dan ketinggian tempat, dihasilkan nilaidigital numberuntuk masing-masing piksel. Rentang nilai NDVI pada lokasi penelitian adalah antara 0.2121|0.46. Pengambilan jumlah titik contoh di lapangan dapat dilihat pada Tabel 1. Pengambilan titik contoh pada masing-masing nilai NDVI dilakukan dengan melihat keterjangkauan lokasi di lapangan. Jumlah total plot contoh yang digunakan pada penelitian ini adalah 27 plot contoh yang terdiri dari 18 plot contoh untuk membangun model dan 9 plot contoh untuk uji validasi model. Penempatan titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 1 Jumlah plot contoh di lapangan Nilai NDVI Jumlah plot contoh

(25)

Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI

Transformasi Indeks Vegetasi

Tr

Transformasi indeks vegetasi dilakukan untuk memperoleh nilai indeks vegetasi tiap piksel yang akan digunakan sebagai variabel bebas untuk regresi dengan data biomassa hasil pengukuran lapangan. Ada 6 (enam) jenis indeks vegetasi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu NDVI, TVI, SRVI, DVI, MSAVI2 dan ARVI. Rumus dan parameter transformasi indeks vegetasi yang digunakan adalah berdasarkan Richardson and Everitt (1992).

NDVI merupakan kombinasi antara teknik penisbahan dengan teknik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salahsatu produk standar NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang memberi perhatian khusus pada fenomena global vegetasi. Citra hasil transformasi NDVI akan memiliki rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1, rumus perhitungan NDVI adalah:

LBTG

<

LGP-P LGP ) P

Indeks vegetasi lainnya yang digunakan sebagai variabel bebas dalam uji regresi dengan biomassa pohon adalah NDVI memiliki rumus perhitungan yang berbeda-beda dan akan menghasilkan citra dengan rentang nilai indeks vegetasi yang berbeda pula.

SRVI (Simple Ratio Vegetation Index) diformulasikan sebagai berikut:

#PTG

LGP

(26)

Ada korelasi yang cukup kuat antara NDVI atau SRVI, dan memberikan efek yang sama pada citra. NDVI mampu menonjolkan aspek kerapatan vegetasi sama halnya dengan SRVI yang merupakan transformasi indeks vegetasi yang paling sederhana. Perbedaan kedua transformasi ini terletak pada rentang nilai asli yang dihasilkan. Pada NDVI, rentang nilai minimum -1 dan maksimum +1, sedangkan pada SRVI rentang nilainya minimum 0 dan maksimumnya <15.

Selain SRVI dan NDVI, ada juga beberapa indeks vegetasi yang merupakan modifikasi dari kedua indeks vegetasi tersebut. Salah satunya adalah TVI (Transformed Vegetation Index) yang dikembangkan untuk menghindari hasil negatif pada NDVI. TVI diformulasikan sebagai:

RTG

V0+4฀฀40+4฀-P'P'

฀.*3

DVI (Difference Vegetation Index) adalah indeks vegetasi yang paling sederhana, sensitif terhadap jumlah vegetasi, membedakan antara tanah dan vegetasi, dan tidak berhubungan dengan perbedaan antara pantulan dan pencaran yang disebabkan oleh atmosfer atau bayangan. DVI pertama kali diperkenalkan oleh Tucker (1979). DVI diformulasikan sebagai berikut:

BTG < 0+4฀-P

ARVI digunakan untuk meminimalkan pengaruh atmosfer yang berbasis pada rasio citra dengan asumsi adanya parent index. Pada indeks vegetasi ini dilakukan normalisasi terhadap radiansi di saluran biru, merah dan inframerah dekat. Indeks vegetasi ini sensitif terhadap efek atmosfer dan diformulasikan sebagai:

?PTG

<

LGP-m]m] LGP ) m]m]

Dengan rb = R|†(R|B) dan nilai†= 1 yaitu ketika tidak ada pengaruh atmosfer. MSAVI2 adalah model iterasi dari MSAVI yang dikembangkan oleh Qi et al.(1994) dengan formulasi:

MSAVI2 = ½ * ((2*(NIR + 1))|(((2*NIR) + 1)2|8(NIR|R))))½)

Pengambilan Data Lapangan

(27)

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan dan diukur di lapangan tahun 2013 1 Pohon Pohon berdiameter 2|10 cm

Pohon berdiameter 10|20 cm Pohon berdiameter >20 cm

Non

Semua vegetasi yang tumbuh di lantai hutan berupa herba, semak atau liana

Destruktif 2 m x 2 m Berat basah total , berat basah contoh, berat kering sub contoh 3 Serasah Semua bahan organik di lantai

hutan yang belum

terdekomposisi secara sempurna yang ditandai dengan masih utuhnya bentuk jaringan

Destruktif 2 m x 2 m Berat basah total , berat basah contoh, berat kering sub contoh 4 Nekromassa Semua pohon mati yang berdiri

maupun kayu mati atau bagian pohon yang telah rebah termasuk batang, cabang dan ranting

Destruktif 20 m x 20 m Diameter (dbh), diameter ujung,

Data hasil pengukuran lapangan diolah dengan menggunakan persamaan seperti yang tersaji pada Tabel 3. Estimasi jumlah karbon tersimpan pada setiap komponen biomassa dihitung dengan cara mengalikan total biomassa dengan konsentrasi karbon organik sebesar 0,47 sesuai dengan SNI 7724:2011.

Biomassa hasil perhitungan memiliki satuan berat per luasan plot, dengan demikian setiap plot sampel akan memiliki nilai biomassa dan sediaan karbon masing-masing. Pada penelitian ini satuan biomassa hasil perhitungan adalah ton/hektar (ton/ha).

Tabel 3 Persamaan penghitungan biomassa

No

Y: biomassa per pohon (kg) D: dbh (cm)

Bo: berat bahan organik (kg) Bks: berat kering contoh (kg)

Bbt: Berat basah total (kg) Bbs: Berat basah contoh (kg)

Biomassa 4 Nekromassa .7.7 T 0707 > ./7 Bn: bahan organik pohon

mati atau kayu mati (kg) Vn: volume pohon mati (m3) BJn: berat jenis kayu pohon mati atau kayu mati (kg/m3)

(28)

Analisis Statistik

Analisis statistik pada penelitian ini digunakan untuk membangun dan menentukan model terbaik penduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS menggunakan indeks vegetasi. Selain itu analisis statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antara masing-masing indeks vegetasi dengan biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS.

Syarat model regresi linear yang baik adalah berdistribusi normal, tidak terjadi heteroskedastisitas, dan tidak terjadi multikolinearitas. Oleh karena itu, sebelum melakukan analisis regresi, dilakukan uji normalitas dan uji heteroskedastisitas. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah nilai variabel bebas menyebar secara normal terhadap nilai variabel terikat. Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians berbeda maka terjadi heteroskedastisitas. Uji multikolinearitas tidak dilakukan dalam penelitian ini karena hanya menggunakan satu variabel bebas sehingga tidak mungkin terjadi problem multikolinearitas.

Analisis regresi bertujuan untuk membangun model yanang dapat menduga total biomassa hutan seluruh lokasi penelitian berdasarkan nilai variabel pada tiap contoh. Sebelum dilakukan analisis regresi, dilakukan uji asumsi klasik sebagai syarat untuk membentuk model regresi linear yang baik. Enam indeks vegetasi masing-masing digunakan sebagai variabel bebas sedangkan nilai biomassa contoh digunakan sebagai variabel terikat. Nilai biomassa yang dijadikan variabel terikat harus dikonversi satuannya menjadi ton/ha.

Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi variabel bebas yaitu indeks vegetasi terhadap variabel terikat yaitu biomassa apakah menyebar secara normal atau tidak. 7IH฀ MNQL@KHS@R฀ CHK@JTJ@M฀ O@C@฀ S@Q@E฀ TIH฀ ฀ @S@T฀ h฀ ฀ ฀ Metode yang digunakan untuk melakukan uji normalitas adalah dengan metode Normal Probability Plot, dimana uji normalitas dilakukan dengan melihat sebaran titik-titik plot yang mengikuti dan mendekati garis diagonalnya. Jika titik plot menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal maka memenuhi asumsi normalitas. Uji normalitas dilakukan dengan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengansoftwareSPSS.

Uji Heteroskedastisitas Data

Selain asumsi normalitas, salah satu syarat supaya analisis regresi bisa dilanjutkan maka datanya harus tidak mengandung unsur heteroskedastis atau bisa disebut homoskedastis. Heteroskedastis merupakan keadaan dimana terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari satu variabel (indeks vegetasi) ke variabel yang lain (biomassa hutan).

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians berbeda maka terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas

CHK@JTJ@M฀ O@C@฀ S@Q@E฀ TIH฀ ฀ @S@T฀ h฀ ฀ ฀ 7IH฀ GDSDQNRJDC@RSHRHS@R฀ CHK@JTJ@M฀

(29)

Uji heteroskedastis dilakukan dengan melihat pola sebaran titik plot pada grafik antarastandardized oredicted value (ZPRED) dengan studentized residual (SRESID). Jika tidak ada pola tertentu karena titik menyebar tidak beraturan di atas dan di bawah sumbu 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu yang teratur makan dikatakan tidak terjadi heteroskedastisitas.

Penyusunan Model Penduga Biomassa

Analisis hubungan antara biomassa di atas permukaan tanah dengan masing-masing nilai indeks vegetasi menggunakan beberapa model regresi. Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini selain regresi linear, juga menggunakan regresi non-linear. Regresi non-linear yang digunakan terdiri dari regresi logaritmik, regresi kuadratik, regresi eksponensial dan regresi berpangkat. Penggunaan regresi non-linear pada penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik indeks vegetasi dan biomassa di lapangan yang memiliki batasan nilai (nilai maksimum). Model regresi yang digunakan adalah:

Regresi linier: Y =a+bx

Regresi logaritmik: Y =a+blnx Regresi kuadratik: Y =a+bxbx+cxcx2 Regresi eksponensial: Y =aexpbxbx Regresi berpangkat: Y =a xb dimana,

Y = variabel terikat (biomassa dalam ton/ha) a, b, c = koefisien regresi

x = variabel bebas (indeks vegetasi)

Model penduga terbaik pada masing-masing indeks vegetasi dapat ditentukan berdasarkan nilai r (koefisien korelasi), nilai R2(koefisien determinasi), uji ANOVA dan uji t.

Uji Korelasi

Koefisien korelasi (r) merupakan variabel yang dapat menunjukan keeratan hubungan antara dua atau lebih peubah bebasas terhadap peubah tak bebasnya (Walpole 1995). Dalam hal ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara indeks vegetasi yang digunakan dalam penduga potensi biomassa dengan menghitung nilai koefisien korelasi (r) dengan menggunakan rumus:

9 T - >J?KS W- >JXW- ?KX'7

UY- >J@S W- >JX@'7Z Y- ?K@S W- ?KX@'7Z

Dengan r = nilai korelasi; xi= nilai NDVI dari unit-unit contoh; yj = nilai potensi biomassa dari unit-unit contoh; dan n= jumlah unit contoh

(30)

tidak memiliki korelasi. Nilai r semakin mendekati nilai 1, maka semakin kuat juga hubungan antar variabel (indeks vegetasi dan biomassa) dalam model regresi tersebut.

Hipotesis : H0: r =0, artinya tidak ada korelasi antar dua variabel H1:r \฀฀@QSHMX@฀@C@฀JNQDK@RH฀@MS@Q฀CT@฀variabel

Analisis korelasi atau asosiasi merupakan derajad keeratan hubungan antar variabel yang dinyatakan dengan koefisien korelasi. Analisis korelasi yang digunakan adalah analisis korelasi Pearson dengan software SPSS. Ada dua cara untuk pengambilan keputusan dalam analisis korelasi, salah satunya yakni dengan melihat nilai signifikasi pada output SPSS. Jika nilai signifikansi < 0.05 maka terdapat korelasi, sebaliknya jika nilai signifikansi > 0.05 maka tidak terdapat korelasi.

Analisis korelasi menghasilkan adanya korelasi yang signifikan antara indeks vegetasi dengan biomassa. Berdasarkan analisis korelasi ini dibangun model persamaan penduga antara peubah Y (biomassa) dengan peubah X (indeks vegetasi). Model regresi yang digunakan dalam penelitian ini selain regresi linear, juga menggunakan regresi non-linear. Regresi non-linear yang digunakan terdiri dari regresi eksponensial, regresi logaritmik, regresi kuadratik, dan regresi power. Hasil analisis regresi menghasilkan 30 model persamaan penduga biomassa.

Uji Koefisien Determinasi

Koefisien korelasi tidak selalu menunjukkan adanya hubungan yang kausal antara kedua variabel, oleh karena ini nilai koefisien determinasi (R2) digunakan juga dalam menarik kesimpulan untuk pemilihan model terbaik. Nilai R2 akan menunjukkan persentase penyimpangan variabel terikat (biomassa) yanga dapat dijelaskan oleh variabel bebas (indeks vegetasi) dalam suatu model regresi. Semakin tinggi nilai R2 dalam suatu model regresi, maka semakin baik pula model tersebut digunakan untuk estimasi biomassa.

Koefisien determinasi (R2) adalah ukuran dari besarnya keragaman variabel tidak bebas yang dapat diterangkan oleh keragaman variabel bebasnya. sedangkan koefisien determinasi terkoreksi (R²-adadj) merupakan nilai koefisien determinasi yang nilai variabel-variabelnya telah dikoreksi. Perhitungan nilai koefisien determinasi juga dapat diduga untuk melihat tingkat ketelitian dan keeratan hubungan model regresi yang telah dibuat.

Koefisien determinasi memiliki arti jika nilai koefisien determinasi sebesar 70%, maka mempunyai pengertian bahwa 70% variasi variabel x dapat menerangkan secara memuaskan variasi variabel Y, sedangkan sisanya sebesar 40

40% dijelaskan oleh faktor lain. Pada penelitian ini yang menjadi variabel x adalah indeks vegetasi sedangkan variabel Y adalah potensi biomassa pada tiap plot contoh.

Uji Koefisien Regresi

(31)

Uji t ini juga bertujuan untuk menguji signifikansi konstanta dan koefisien variabel bebas pada model regresi. Model regresi yang baik memiliki nilai konstanta dan koefisien variabel dengan sig < 0.05 dan jika nilai sig > 0.05 maka konstanta maupun koefisien variabel tersebut tidak dapat digunakan karena tidak signifikan.

Penggunaan regresi non-linear pada penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik indeks vegetasi dan biomassa di lapangan yang memiliki batasan nilai (nilai maksimum). Model penduga terbaik pada masing-masing indeks vegetasi dapat ditentukan berdasarkan nilai R2 (koefisien determinasi), dan uji ANOVA (F-hitung). Nilai R2 akan menunjukkan persentase penyimpangan variabel terikat (biomassa) yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas (indeks vegetasi) dalam suatu model regresi. Semakin tinggi nilai R2 dalam suatu model regresi, maka semakin baik pula model tersebut digunakan untuk estimasi biomassa.

Uji ANOVA bertujuan untuk mengetahui tingkat signifikansi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Setelah dilakukan uji koefisien regresi pada 30 model persamaan penduga biomassa, model persamaan regresi linear dan logaritmik dikeluarkan dan tidak digunakan untuk menduga biomassa di lokasi penelitian, sehingga model persamaan regresi yang digunakan adalah model persamaan regresi non-linear eksponensial, kuadratik dan power.

Uji Asumsi Kuadrat Terkecil

Parameteradanbdiuji dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method). Prinsip dasar metode kuadrat terkecil adalah meminimumkan jumlah kuadrat simpangan antara nilai aktual dengan nilai dugaan (Mattjik dan Sumertajaya 2013). Model yang memenuhi asumsi kuadrat terkecil adalah model yang memiliki normalitas data, non-autokorelasi dan homokedastis. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1991) dan Nawari (2010), uji-uji terhadap model untuk memenuhi asumsi kuadrat terkecil adalah sebagai berikut: uji normalitas (uji Kolmogorov Smirnov), uji autokorelasi (uji Durbin Watson) dan uji heterokedastisitas (White Test).).

Uji Validasi Model

Uji validasi dilakukan untuk mengetahui penyimpangan nilai penduga biomassa hasil dari model-model regresi yang dibangun dengan biomassa di lapangan. Tahap uji validasi dilakukan untuk menentukan model regresi terbaik dari semua model regresi yang sudah dibangun. Validasi model dilakukan dengan membandingkan antara hasil penghitungan biomassa hutan dengan menggunakan model terpilih dan hasil pengukuran di lapangan dengan menggunakan persamaan alometrik. Melalui uji validasi dapat diketahui penyimpangan nilai penduga biomassa hasil dari model-model regresi yang dibangun dengan biomassa di lapangan. Uji validasi model terbangun dengan menggunakan uji Chi-square &‡&‡2 hitung), simpangan agregat (SA), simpangan rata-rata (SR), root mean square error(RMSE) dan bias (e). Validasi model menggunakan data dari 9 plot contoh dengan uji validasi sebagai berikut:

(32)

MHK@H฀ kf-tabel, maka dapat dinyatakan bahwa hasil dugaan menggunakan model terbangun tidak berbeda dengan perhitungan data lapangan (nilai aktual).

(@45<=73 T -WGAEXO E

SA adalah selisih jumlah nilai actual dan nilai dugaan sebagai proporsional terhadap nilai dugaan atau perbedaan antara jumlah nilai actual dan jumlah nilai dugaan. Persamaan yang baik memiliki SA Antara -1 sampai +1. Nilai SA dapat dihitung dengan rumus:

SA = [- EA - G- E \

SR adalah jumlah nilai mutlak dari selisih Antara jumlah nilai dugaan dan nilai actual, proporsional terhadap jumlah nilai dugaan. Nilai SR menunjukan suatu model dapat dikatakan baik jika nilainya tidak lebih dari 10%. Perhitungan SR yaitu dengan rumus sebagai berikut :

SR =]a

-Q P R Q a

M ^x 100%

RMSE digunakan untuk mengetahui seberapa besarerror yang terjadi pada hasil perhitugan model jika dibandingkan dengan nilai aktual. Semakin kecil nilai RMSE, maka semakin kecil pula kesalahan yang terjadi pada penggunaan model. Perhitungan RMSE menggunakan rumus sebagai berikut:

RMSE =V- [

QPR R \

O

M 1 +**,

Bias (e) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, baik kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Nilai e dapat bernilai posistif maupun negatif, nilai e yang baik adalah nilainya yang mendekati nol. Perhitungan bias (e) dapat di rumuskan sebagai berikut :

Model terbaik dipilih berdasarkan peringkat yang disusun dari nilai-nilai pembobotan kriteria-kriteria uji yang dilakukan. Penyusunan peringkat dilakukan dengan memberikan skor pada model yang dibangun, kemudian akan terbentuk model terbaik yang dapat digunakan sesuai kriteria yang ada yaitu model yang terpilih harus mempunyai nilai koefisien regresi dan koefisien determinasi (R2dan R²adj) yang tinggi, memiliki nilai simpangan baku (s) yang kecil, lolos dari nilai F-GHSTMF฀ C@M฀ LNCDK฀ G@QTR฀ RDRT@H฀ CDMF@M฀ JNMCHRH฀ C@S@฀ CHK@O@MF฀ kf฀ GHSTMF฀ ฀ kf฀ tabel) serta memiliki nilai-nilai uji validasi sesuai yang disarankan mulai dari SA, SR, RMSE, dan e. Pemberian skor dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

Skor =[ FHFHALIN

(33)

Dengan NUNU = nilai uji dari setiap kriteria; maxax = nilai terbesar dari setiap kriteria; minin = nilai terkecil dari setiap kriteria; dan n = jumlah model yang dibangun

Tahap Perhitungan Biomassa dan Sediaan Karbon

(34)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Komposisi Floristik

Parameter tegakan yang teridentifikasi di setiap plot penelitian dikategorikan ke dalam tiga tingkat yaitu pancang, tiang dan pohon. Identifikasi parameter tegakan hanya dilakukan dengan menghitung kerapatan pohon pada ketiga tingkat tumbuhan tersebut. Pada tingkat pancang dan tiang, dihitung jumlah pohon per ha pada sub-plot B. Tingkat pancang yang diukur berada dalam rentang diameter 5|9,99 cm dan tingkat tiang yang diukur berada dalam diameter 10|

19,99 cm. Pada tingkat pohon, dihitung jumlah pohon per ha pada sub-plot C,

X@MF฀ ADQ@C@฀ C@K@L฀ QDMS@MF฀ ^20 cm. Nilai kerapatan pohon pada berbagai tipe penutupan lahan dihasilkan dari rata-rata kumulatif kerapatan pohon per PSP pada masing-masing tipe penutupan lahan. Parameter tegakan dan diameter pada berbagai tipe penutupan lahan tersaji pada Tabel 4.

Berdasarkan perhitungan kerapatan pohon di setiap plot penelitian, hutan primer memiliki kerapatan pohon tertinggi sedangkan padang rumput dan alang-alang memiliki kerapatan pohon terendah.

Tabel 4 Parameter tegakan dan diameter di berbagai lokasi plot pengukuran biomassa berdasarkan zona ekosistem

Lokasi Zona

Ireng-ireng Montane 1111 1333 333 167 5.2 - 9.5 10.1 - 19.2 21.0 - 132.6

Jarak Ijo Montane 1919 1000 333 229 4.0 - 9.6 10.1 - 19.4 20.0 - 80.1 Argowulan Sub Alpin 3 2133 533 317 2.9 - 9.0 10.0 - 19.2 20.0 - 51.6

Keterangan: Pa= Pancang (5|9.99 cm); Ti= Tiang (10|19.99 cm); Phn= Pohon

^฀BL

(35)

Tabel 5 Nilai biomassa dan nilai indeks vegetasi di TNBTS tahun 2013 No

Plot

Biomassa (ton/ha) Nilai indeks vegetasi

Pohon Tiang Panc ang

Tumb Bwh

Srsh Total NDND VI

17 378.1 11.4 0.0 2.7 11.0 40403.2 0.44 0.97 2.58 10191 1.11 0.54 18

21 154.6 16.9 3.4 2.7 11.0 188.7 0.39 0.94 2.28 8010 1.06 0.50

22

Nilai NDVI hutan hasil transformasi memiliki nilai minimum 0.21 dan nilai maksimum 0.46 dengan nilai rata-rata 0.36. Nilai standar deviasi pada citra NDVI ini sebesar 0.07 dengan koefisien varians 0.19. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai NDVI memiliki variasi yang kecil karena input citra yang digunakan adalah citra hasilmaskingyang berisikan piksel hutan.

Tipe Ekosistem Hutan di TNBTS

(36)

ekosistem yang ada di TNBTS adalah zona hutan pegunungan rendah (600|141400 m dpl) di Ireng-ireng, zona pegunungan tinggi (1400|252500 m dpl) di Ireng-ireng, Jarak Ijo dan padang savana Bukit Teletubies, serta zona hutan sub alpin (2500|

4000 m dpl) di padang savana Oro Rombo dan hutan rehabilitasi campuran hutan alam dan hutan tanaman di Agrowulan (Gambar 4).

Gambar 4 Peta klasifikasi ketinggian tempat di TNBTS tahun 2013

Klasifikasi ketinggian tempat di TNBTS membagi tipe ekosistem hutan di TNBTS berdasarkan ketinggian menjadi beberapa zona, yakni:

1)

1) Zona Sub Montane (750|1.500 m dpl)

(37)

Gambar 5 Kenampakan hutan primer di Ireng-ireng (kiri) dan di Jarak Ijo (kanan)

-NNQCHM@S฀Zba฀.5฀Zba฀$6฀C@M฀Zba฀.5฀ Zba฀$6

2)

2) Zona Montane (1.500|2.400 m dpl)

Pada zona ini sebagian besar merupakan hutan sekunder yang keanekaragaman jenisnya sudah mulai berkurang dan didominasi jenis tumbuhan pioner yang tidak dapat hidup di bawah tajuk yang tertutup (Gambar 6). Secara umum jenis pohon yang mudah dijumpai di zona ini antara lain: cemara (Casuarina junghuhniana), mentigi (Vaccinium varingifolium), kemlandingan gunung (Albizzia lophanta), akasia (Acacia decurrens), serta tumbuhan bawah seperti tanah layu/ edelweis (Analphalis longifolia), senduro (Anaphalis javanica), alang-alang (Imperata cylindrica), paku-pakuan (Pteris sp.), rumput merakan (Themeda sp.) dan calingan atau cantigi (Centella asiatica). Jenis cemara (Casuarina junghuhniana) di beberapa tempat atau blok merupakan jenis pohon yang sangat dominan sehingga membentuk ekosistem hutan yang homogen (Blok Cemoro Kandang, Arcopodo).

Gambar 6 Kenampakan tegakan hutan cemara di Cemoro Kandang (Koordinat:

Zba฀ .5฀ Zba฀ $6฀ C@M฀ Zba฀ .5฀ Zba฀

(38)

Pada Kaldera Tengger terdapat ekosistem yang khas yaitu Ekosistem Laut Pasir yang massa tanahnya merupakan endapan vulkanik dengan bahan induk abu dan pasir/batuan hasil aktivitas gunung Bromo yang sudah mengalami pelapukan bertahun-tahun. Laut Pasir Tengger ditumbuhi oleh vegetasi yang tahan terhadap kondisi alam pegunungan serta pengaruh asap belerang yang keluar dari kawah gunung Bromo, seperti: cemara gunung, mentigi, kemlandingan gunung, akasia dan tumbuhan bawah seperti tanah layu/edelweis, senduro (Anaphalis javanica), alang-alang, paku-pakuan (Pteris sp.), rumput merakan (Themeda sp.), adas (Foeniculum vulgare), dll. Selain itu di TNBTS merupakan habitat anggrek tanah yang endemik yaituHabenaria tosariensis.

Gambar 7 Kenampakan savana di Oro-oro Rombo (kiri) dan di Bukit Teletubies

J@M@M฀-NNQCHM@S฀Zba฀.5฀Zba฀$6฀C@M฀Zba฀ .5฀Zba฀$6

3)

3) Zona Sub Alpin (2.400 m dpl ke atas)

(39)

Gambar 8 Kenampakan tegakan akasia dan mentigi di Argowulan (kiri) dan padang bunga edelweis di Cemoro Kandang (kanan) (Koordinat:

Zba฀.5฀Zba฀$6฀C@M฀Zba฀.5฀Zba฀$6

Analisis Statistik

Uji Normalitas Data

Berdasarkan output uji normalitas Kolmogorov-Smirnov terlihat bahwa semua nilai signifikansi sebaran data lebih besar dari 0.05, dengan kata lain seluruh data indeks vegetasi yang diuji berdistribusi secara normal terhadap biomassa.

Tabel 6 Nilai signifikansi data pada uji normalitas dan uji heteroskedastisitas No

No Indeks Vegetasi

Sig. sebaran data

Sig. RES_IV Sig. r***

1 NDVI 0.283 0.429 0.047

2 TVI 0.280 0.382 0.044

3 SRVI 0.268 0.687 0.067

4 DVI 0.367 0.837 0.153

5 MSAVI2 0.279 0.317 0.040

6 ARVI 0.280 0.115 0.018

Keterangan: *uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, **uji heteroskedastisitas dengan Glejser, ***Uji korelasi Pearson

Uji Heteroskedastisitas

(40)

Uji Korelasi

Berdasarkan output uji korelasi Pearson seperti terlihat pada Tabel 6, nilai NDVI, TVI, MSAVI2 dan ARVI mempunyai nilai signifikansi lebih kecil dari 0.05 yang berarti terdapat korelasi yang signifikan antara indeks vegetasi ini dengan biomassa. Sedangkan SRVI dan DVI mempunyai nilai signifikansi yang lebih besar dari 0.05 yang berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara dua indeks vegetasi ini dengan biomassa.

Uji Koefisien Regresi

Hasil uji regresi menghasilkan nilai R2 yang bervariasi. Dari 30 model persamaan penduga biomassa yang dihasilkan, peubah indeks vegetasi ARVI memiliki nilai R2 yang tertinggi duibandingkan dengan peubah indeks vegetasi yang lainnya (Gambar 9).

Gambar 9 Grafik hubungan antara nilaidigital numberARVI dengan biomassa (ton/ha) di TNBTS tahun 2013

Hasil uji ANOVA dan uji koefisien deterministik dari model persamaan regresi yang digunakan menghasilkan 18 model penduga biomassa yang mempunyai koefisien regresi yang memenuhi syarat seperti disajikan Tabel 7.

%฀฀ ''%/'.@

& &%' &%( &%) &%* &%+ &%,

(41)

Tabel 7 Model penduga biomassa dan uji koefisien regresi Model Indeks

Vegetasi

Persamaan Regresi R2

(%)

NDVI i฀ ฀D14.81NDVI 50.5 47.4 16.33 4.49

TVI i฀ ฀'-09e27.303TVI 51.4 48.4 16.95 4.49

SRVI i฀ ฀D2.9839SRVI 45.3 41.9 13.27 4.49

DVI i฀ ฀D0.0005DVI 34.5 30.5 8.45 4.49

MSAVI2 i฀ ฀D13.446MSAVI 52.8 49.8 17.87 4.49

ARVI i฀ ฀D11.918ARVI 61.9 59.5 25.99 4.49

K

24.8 14.8 2.47 3.68 TVI i฀= -53944TVI2+

100974TVI|46847

24.6 14.6 2.43 3.68 SRVI i฀ ฀-886.74SRVI2+

3998.1SRVI|4082

24.9 14.9 2.48 3.68 MSAVI2 i฀ ฀-11870MSAVI2+

24812MSAVI|12568

24.2 14.1 2.40 3.68 ARVI i฀ ฀-8303.3ARVI2+ 7684

ARVI|1372

30.1 20.8 3.24 3.68

P

MSAVI2 i฀ ฀MSAVI13.473 54.3 51.4 18.98 4.49 ARVI i฀ ฀ARVI4.4.5053 65.3 63.2 30.15 4.49

Hasil uji regresi pada Tabel 7 menjelaskan bahwa tidak semua model penduga biomassa memilik F-hitung lebih besar dari F-tabel, sehingga tidak semua indeks vegetasi mempengaruhi biomassa.

Validasi Model Penduga Biomassa

(42)

Tabel 8 Hasi uji validasi model penduga biomassa

Mo Mo del

Indeks

Vegetasi Persamaan Regresi RMSE SASA SRSR Bias ‡0‡0

E

NDVI i฀ ฀D14.81NDVI 345.9 -0.8 0.61 -1.25 7610.9

TVI i฀ ฀'-09e27.303TVI 381.9 -1.6 0.09 -2.27 12599.5

SRVI i฀ ฀D2.9839SRVI 349.6 -0.8 0.60 -1.39 8534.6

DVI i฀ ฀D0.0005DVI 351.7 -0.6 1.14 -1.06 7544.9

MSAVI2 i฀ ฀D13.446MSAVI 381.5 -1.6 0.10 -2.21 12201.8

ARVI i฀ ฀D11.918ARVI 333.1 -0.5 0.59 -1.19 6703.4

K

NDVI i฀ ฀-16900NDVI2+ 12741NDVI - 1992.9

309.3 -0.1 2.53 0.02 2251.0

TVI i฀ ฀-53944TVI2+ 100974 TVI -46847

309.2 -0.1 2.2.5151 0.02 2248.0

SRVI i฀ ฀-886.74SRVI2+ 3998.1 SRVI - 4082

309.8 -0.1 2.66 0.04 2287.1

MSAVI2 i฀ ฀-11870MSAVI2+ 24812 MSAVI - 12568

309.1 -0.2 2.48 0.02 2250.3

ARVI i฀ ฀-8303.3 ARVI2+ 7684 ARVI - 1372

303.5 -0.1 2.78 0.10 2203.9

P

SRVI i฀ ฀SRVI6.435 345.4 -0.7 0.62 -1.25 7703.1

DVI i฀ ฀'-1212DVI3.519 374.3 -1.2 0.61 -1.60 10090.6

MSAVI2 i฀ ฀MSAVI13.473 343.1 -0.7 0.0.6666 -1.11 6733.6

ARVI i฀ ฀ARVI4.5053 330.6 -0.5 0.67 -0.99 5588.8

Model Persamaan Regresi Terpilih

Model persamaan regresi dipilih mempertimbangkan nilai R2, F-hitung, RMSE, SA, SR, bias dan ‡2. 2DLHKHG@M฀ODQS@L@฀ADQC@R@QJ@M฀MHK@H฀k2-GHSTMF฀!฀k2 -tabel, selanjutnya dipilih yang nilai SA-nya anatara 1 dan -1, SR lebih kecil dari 10% dengan RMSE dan bias kecil. Model persamaan regresi power atau berpangkat mempunyai nilai koefisien determinasi yang paling tinggi diikuti oleh persamaan ekponensial. Model persamaan regresi eksponensial memiliki nilai RMSE terbesar. Beragam dan bervariasinya nilai kriteria uji untuk pemilihan model penduga yang terbaik, digunakan perhitungan skor untuk setiap model penduga. Jumlah masing-masing skor kemudian di ranking, yang mempunyai nilai tertinggi itu yang ranking pertama. Hasil perhitungan skor untuk masing-masing model penduga biomassa disajikan pada Tabel 9.

(43)

Sehingga model regresi eksponensial ARVI dipilih sebagai model terbaik untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS pada tahun 2013, dengan model persamaan regresii฀ ฀D11.918ARVI.

Tabel 9 Nilai skor dan peringkat masing-masing model penduga biomassa Mo

NDVI i฀ ฀D14.81NDVI 13.15 9.90 17.85 9.19 17.90 6.33 16.02 90.34 7

TVI i฀ ฀'-09e27.303TVI 13.45 10.26 17.72 1.02 18.00 1.00 14.19 75.64 1616

SRVI i฀ ฀D2.9839SRVI 11.45 8.10 17.84 8.49 17.90 5.59 15.68 85.05 1313

DVI i฀ ฀D0.0005DVI 7.91 5.27 17.83 10.47 17.79 7.29 16.04 82.60 14

MSAVI2 i฀ ฀D13.446MSAVI 13.91 10.80 17.72 1.15 18.00 1.30 14.34 77.22 1515

ARVI i฀ ฀D11.91ARVI 16.89 15.56 17.90 11.48 17.90 6.61 16.35 102.68 2

K

12741 NDVI - 1992.9

4.73 1.77 17.98 15.30 17.51 12.92 17.98 8888.19 1010 TVI i฀ ฀-53944TVI2+

100974 TVI - 46847

4.67 1.74 17.98 15.26 17.51 12.91 17.98 88.06 1111 SRVI i฀ ฀-886.74 SRVI2+

3998.1SRVI|4082

4.77 1.77 17.98 15.45 17.48 12.99 17.97 88.41 9 DVI i฀ ฀-2E2E-0505DVI2+

0.3188DVI - 947.35

1.00 1.00 1.00 27.44 1.00 18.00 1.00 50.44 1818 MSAVI2 i฀ ฀-11870MSAVI2+

24812 MSAVI|

12568

4.54 1.73 17.98 15.20 17.52 12.89 17.98 87.83 1212

ARVI i฀ ฀-8303.3ARVI2+

7684ARVI|1372

6.47 2.22 18.00 15.23 17.46 13.31 18.00 90.69 6

P

o

w

er

NDVI i฀ ฀NDVI5.0015 14.53 11.67 17.86 9.63 17.88 7.17 16.39 95.13 3

TVI i฀ ฀TVI25.109 13.74 10.62 17.86 9.41 17.89 6.66 16.17 92.35 5

SRVI i฀ ฀SRVI6.435 12.76 9.43 17.85 9.31 17.89 6.30 15.99 89.54 8

DVI i฀ ฀'-1212DVI3.519 9.35 6.30 17.75 4.72 17.89 4.50 15.11 75.62 1717

MSAVI2 i฀ ฀MSAVI13.473 14.40 11.45 17.86 9.60 17.89 7.05 16.34 94.59 4

ARVI i฀ ฀ARVI4.5053 18.00 18.00 17.90 11.27 17.88 7.67 16.76 107.48 1

Peta Sebaran Potensi Biomassa

Model persamaan regresi penduga biomassa yang terpilih digunakan untuk membuat peta sebaran potensi biomassa di TNBTS seperti terlihat pada Gambar 10

(44)

Tabel 1010 Luas kelas biomassa pada masing-masing ketinggian di TNBTS Biomassa (ton/ha) Ketinggian tempat (m dpl) Luas (ha)

>2500 1400 - 2500 600 - 1400

<2.5 883 1486.68 3.61 2373.29

2.5 - 5.0 123.98 627.81 13.43 765.22

5.0 - 7.5 61.09 355.28 12.66 429.03

7.5 - 10.0 55.39 261.74 8.69 325.82

> 10.0 3202.94 30143.59 13048.49 46395.02

Luas (ha) 4326.4 32875.1 13086.88 50288.38

Gambar 1010 Peta sebaran potensi biomassa model terpilih di TNBTS tahun 2013

Sediaan karbon hutan pada dasarnya sulit untuk dihitung dengan pasti, terlebih lagi pada lokasi penelitian yang luas. Hal ini disebabkan karena karbon tersimpan bersifat sangat dinamis dalam menyerap, menyimpan dan mengeluarkan karbon.

Peta sebaran biomassa dan sediaan karbon hutan bertujuan untuk menunjukkan daerah mana yang memiliki sediaan karbon tinggi dan rendah serta melihat klasifikasinya. Nilai biomassa hutan dibagi menjadi 5 kelas dan terdapat 3 zo

zona ketinggian tempat di TNBTS.

Hasil penghitungan potensi biomassa berdasarkan kelas ketinggian tempat di TNBTS seperti disajikan Tabel 10 terlihat bahwa kelas potensi biomassa > 10 ton/ha pada ketinggian 1400|2500 m dpl mempunyai luasan yang paling luas.

(45)

ukuran yang besar dan memiliki kerapatan tegakan yang cukup tinggi pada zona hutan pegunungan tinggi di wilayah TNBTS. Hal ini menunjukkan bahwa zona hutan pegunungan tinggi di TNBTS masih memiliki potensi sediaan karbon yang cukup tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Indeks vegetasi yang dibuat dari citra Landsat 8 cukup handal digunakan untuk menduga biomassa dan sediaan karbon hutan di TNBTS dengan pola hubungan yang cenderung eksponensial, kuadratik dan power.

Model penduga biomassa dan sediaan karbon terpilih adalah model eksponensial dengan peubah bebas indeks vegetasi ARVI, dengan persamaan regresii฀ ฀D11.918ARVI. Berdasarkan model penduga sediaan biomassa terbaik di TNBTS tahun 2013 diketahui bahwa kelas potensi biomassa > 10 ton/ha, pada ketinggian 1400|2500 m dpl mempunyai luasan yang paling luas. Zona hutan pegunungan tinggi di TNBTS memiliki potensi sediaan karbon yang cukup tinggi sehingga perlu dijaga kelestariannya.

Saran

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Anaya J, Chuvieco E, Palacios-Orueta A.2009. Aboveground biomass assessment in Colombia: A remote sensing approach.Forest Ecology and Management. 257:1237|1246.

Arifanti VB, Dharmawan IWS, Wibowo A. 2012. Perhitungan karbon untuk perbaikan faktor emisi/serapan GRK kehutanan pada hutan alam tanah mineral [laporan hasil penelitian]. Bogor (ID):Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan.

Baret F, Guyot G, Major DJ. 1989. TSAVI: A vegetation index which minimizes soil rightness effects on LAI and APAR estimation.Proceedings of the 12th Canadian Symposium on Remote Sensing.Vancouver, Canada. 1355|1358. Brown S. 1997. Estimating biomass and biomass change of tropical forest. A

Primer. FAO. Forestry Paper No. 134. USA: FAO.

Brown SL, Schroeder P, Kern JS. 1999. Spatial distribution of biomass in forests of the eastern USA.Forest Ecology and Management .123:81|90.

Brown S. 2002. Measuring carbon in forests: current status and future challenges. Environ.Pollut.116:363|372.

Chapin III FS, Matson PA, Mooney HA. 2002. Principles of Terrestrial Ecosystem Ecology. New York: Springer.

Cheng S,S, Zhao Y. 1990. Remote sensing and geo-sciences analysis. Beijing Measuring Press.

Crow TR, Schlaegel BE. 1988. A guide to using regression equations for estimating tree biomass.Northern Journal of Applied Forestry. 5:1515|22. Danoedoro P. 2012. Pengantar penginderaan jauh digital. Yogyakarta (ID):

Penerbit Andi.

Dharmawan IWS, Siregar CA. 2010. Sintesa hasil-hasil penelitian jasa hutan sebagai penyerap karbon [laporan hasil penelitian]. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam.

Diallo O, Diouf A, Hanan NPNP, Ndiaye A, Prevost Y. 1991. AVHRR monitoring of savanna primary production in Senegal, West Africa: 1987|1988. International Journal of Remote Sensing. 1212:1259|1279.

Fassnacht KS, Gower ST, MacKenzie MD, Nordheim EV, Lillesand TM. 1997. Estimating the leaf area index of North Central Wisconsin forests using the Landsat Thematic Mapper.Remote Sensing of Environment. 6161: 229|245. Foody GM, Boyd DS, Culter MEJ. 2003. Predictive relations of tropical forest

biomass from Landsat TM data and their transferability between regions. Remote Sensing of Environment. 8585: 463|474.

Gilabert MA, Gonzalez-Piqueras J, Garcia-Haro FJ. 2002. A generalized soil-adjusted vegetation index.Remote Sening of Environment.82:30|310. Gitelsen AA, Kaufman YJ, Merzlyak MN. 1996. Use of green channel in remote

sensing of global vegetation from EOS-MODIS. Remote Sensing of Environment.58:289|298.

Gambar

Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Gambar 2 Peta kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru pada citra
Gambar 3 Peta sebaran titik plot contoh berdasarkan nilai NDVI
Tabel 2Jenis data yang dikumpulkan dan diukur di lapangan tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan studi Iiteratur dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai kondisi umum kawasan (mencakup letak dan luas, topografi, iklim, tanah dan

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan model penduga kesehatan hutan tanaman di areal reklamasi tambang berdasarkan nilai biomassa, menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi biomassa atas tegakan dengan menggunakan model penduga biomassa yang dibuat berdasarkan nilai digital dari band

Metode dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara beberapa indeks vegetasi dengan biomassa hutan secara statistik untuk mengestimasi besaran stok karbon hutan

Pemetaan Parameter Status Trofik Hasil uji regresi yang telah dilakukan antara data hasil survei lapangan dan uji laboratorium dengan nilai penisbahan saluran akan

Pemetaan Parameter Status Trofik Hasil uji regresi yang telah dilakukan antara data hasil survei lapangan dan uji laboratorium dengan nilai penisbahan saluran akan

Peta kerapatan vegetasi tersebut telah dilakukan uji akurasi dan validasi lapangan dengan akurasi sebesar 25%, tingkat akurasi dari hasil interpretasi yang diperoleh menunjukan

Metode dalam penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara beberapa indeks vegetasi dengan biomassa hutan secara statistik untuk mengestimasi besaran stok karbon hutan