HAJI DAN YANG BELUM PADA
IBU-IBU MAJELIS TA'LlM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi
Oleh
Leni Kusumawati
NIM.103070029005
セ
---
,
セ
phセpusイakaan
UTAPIIA
II
• UlN
sゥGセ|ヲャAf
HiDAYAl'UUMI ,JAKAIUA
FAKULTAS PSIKOL
iGr
-UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
HAJI DAN YANG BELUM PADA
IBU-IBU MAJElIS TA'lIM
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi
Oleh
Leni Kusumawati
NIM.103070029005
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
BELUM PADA IBU-IBU
MAJELIS TA'L1M
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Kesarjanaan Psikologi
Oleh
Leni Kusumawati
NIM. 103070029005
Oi bawah SO bingan,
prof. H n Yasull M.Si.
NIP.13 351146
° ! ing II
Dr. I MuHb, M.Ag.
NIP. 150283344
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H
12007
Skripsi yang berjudul PERBANDINGAN PERILAKU PROSOSIAL ANTARA
ORANG YANG TELAH MELAKSANAKAN IBADAH HAJI DAN YANG BELUM
PADA IBU-IBU MAJELIS TA'L1M telah diujikan dalarn sidang rnunaqasyah
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuliah Jakarta pad a
tang£,'31 20 Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.
Jakarta, 20 Agustus 2007
Sidang Munaqasyah
ngkap Anggota,
Dra. eft Hartati M.Si NIP.150 15938
Anggota:
JI'i
r.fuiib. M.A 283344 Penguji IIM.Si. Dra.
NIP.
"Bukankah kami
t・セ。ィ ュ・セ。ー。ョァォ。ョuntukmu dadamu?
Dan kami
t・セ。ィ ュ・ョァィZゥセ。ョァォ。ョdaripadamu bebanmu.
Yang memberatkan
punggungmu?
Dan kami tinggikan
bagimu sebutan
(nama)mu,
Karena Sesungguhnya
sesudah
ォ・ウオセゥエ。ョitu ada kemudahan, Sesungguhnya
sesudah
ォ・ウオセゥtan
i
tu
ada kemudahan.
Maka
。ー。「ゥセ。kamu
t・セ。ィ ウ・セ・ウ。ゥ(dari
sesuatu urusan),
ォ・イェ。ォ。ョセ。ィ
dengan
sungguh-sungguh (urusan)
yang
セ。ゥョNDan Hanya kepada
tオィ。ョュオセ。ィhendaknya kamu
berharap. "
(A1am Nasyrah: 8)
"Saya tidak
mengetahui
bagaimana takdir
ォ。セゥ。ョtetapi
satu
ィ。セyang pasti diantara
Nォ。セゥ。ョyang
akan benar-benar berbahagia
。、。セ。ィyang
ュ・ュゥセゥォゥhati
untuk
ュ・セ。ケ。ョゥBHA1.bert Schweitzer,
fゥセオウオᆪJerman)
{}!ersem6alian:
S{ripsi ini {u persem6alif<gn (jJuat fMama dan {}!apa
fi..F,
ya1l{j
tefali mem6esarf<gn aan mentfuEi{anantfa, .Jldi/{;adi{serta
ig{uarga 6esarya1l{j {u sayangi.
(B) Agustus2007
(C) Leni Kusumawati
(0) Perbandingan Perilaku Prososial Antara Orang Yang Telah
Melaksanakan Ibadah Haji dan Yang Belum Pada Ibu-Ibu Majelis Ta'lim (E) 132 halaman (termasuk lampiran)
(F) Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah:
.....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya...(al-Maidah: 2)
Penulis tertarikdengan salah satu rukun Islam yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini yaitu menunaikan ibadah hajL Oalam
pelaksanaan ibadah haji yang terpenting adalah mendapatkan haji yang mabrur yaitu berubah menjadi Iebih baik, maka dalam hal ini penulis meneliti dengan perumusan masalah "apakah ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu majelis ta'lim "
Perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi orang atau kelompok lain. Haji yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang telah melaksanakan ibadah haji yaitu menjadi haji yang mabrur dengan indikasi rnenjadi manusia yang baik jangkauan amal dan ibadahnya jauh kedepan dan berdimensi sosial.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan rnetode penelitian komparatif. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 120 orang dari ibu-ibu Majelis ta'lim Nurullbad. Oari jumlah tersebut dipilih 60 orang responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakanpurposive sampling. Instrumen pengumpulan data adalah Skala model Likert. Bentuk pengolahan dan analisa data
menggunakan analisa statistika dengan rnenggunakan program SPSS 12.0, Teknik pengolahan dan analisa data dengan menggunakan program SPSS 12.00, pada uji validitas menggunakan korelasiProduct Moment
dari pearson dengan Jumlah item valid untuk skala perilaku prososial
independent(Independent Sample t Test) diperoleh hasil dari nilai probabilitas pada kolomSig. (two-tailed) adalah 0, 539 atau probabilitas diatas
0,05 (0, 539> 0,05),
apabila dilihat dari t hitung yaitu-618
dengan t tabel yaitu2,0.
Dengan demikianHo
diterima atau tidak ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu majelis ta'lim Nurullbad. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan pendekatan kualitatif agar lebih mendalam lagi mengenai karakterisik dan pola kehidupan subjek(G)
Bahan Bacaan :34 (1974-2006)
+1
Skripsi +1
Kamus+3
Website.Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur yang mendalam penulis ucapkan kepada Illahi Rabbi, Tuhan segala alam yang selalu melimpahkan kasih sayang dan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan buat Nabi junjungan alam Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia menuju alam penuh i1mu pengetahuan.
Banyak hal yang penulis dapatkan dari sebuah karya tulis ini, tidak hanya sebuah hasil karya, juga pengalaman hidup yang beragam yang melatih penulis untuk menjadi lebih baik dan dewasa dalam menjalani hidup. Penulis menyadari sekali penulisan ini jauh dari kesempumaan seperti yang
diharapkan, walaupun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulisan karya i1miah ini dapat selesai, yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelarウ。セ。ョ。 Psikologi di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak temilai kepada :
1. Oekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ibu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si. dan Ibu Ora. Hj. Zahrotul Nihayah, M.si., sebagai pembantu dekan.
2. Bapak Prof Hamdan Yasun M.Si., selaku dosen pembimbing I dan juga sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah mendampingi penulis dari awal masuk kampus sampaiー・セオ。ョァ。ョ terakhir dengan segala sikapnya untuk memotivasi peneliti, dan kepada bapak Dr Abdul Mujib, M.Ag., selaku dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan motivasi, waktu dan kemudahan kepada peneliti dalam mencari refrensj untuk skripsi jni.
3. Kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membantu penulis dalam menimba i1mu sampai penulis menyelesaikan perkuliahan
4. Kepada almarhumah Mama yang menjadi inspirasi dalam menjalanj hidup ini, semoga Mama tenang di alam barzah sana dan kepada Papa yang telah memberikan segalanya, pengalaman hidup Papa mernotivasi
terima kasih atas semuanya, semoga Allah membalas kebaikan yang kalian berikan.
6. Umi, Bapak sekeluarga di Bogor, terimakasih atas support dan do'anya.
7. Kepada Keluarga besar INN-Red International yang selalu memberikan dukungannya, terima kasih.
8.
Atik, Fira, Ayu, Ita Nci, Vivi, Dian, Ariesta, Evi, Eti, Tika. Yeyen, Maya, Neneng, Heny, Cindai yang selalu menemani penulis baik dikala suka maupun duka dan selalu siap membantu ketika penulis mengalami kesulitan.9. Saudara-saudara penulis di fakultas Psikologi Khususnya kelas A dan teman-teman angkatan
2003
yang telah memberikan banyak kenangan suka maupun duka, kebersamaan dan canda tawa yang selalu berbekas di hati Penulis.10.
Kepada Majelis ta'lim Nurullbad, terima kasih atas bantuannya.11.
Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.Kemudian penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak sekali kekurangannya. Besar harapan penulis semoga ada manfaatnya. Amin...
Jakarta, 20Agustus2007
Penulis
Halaman Persetujuan ii
Halaman Pengesahan iii
Motto iv
Abstrak v
Kata Pengantar vii
Daftar lsi ix
Daftar Tabel xii
Daftar Bagan xiii
Daftar Lampiran xiv
BABI
BAB2
PENDAHULUAN... 1-12 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Identifikasi Masalah 9
1.3. Pembatasan Masalah 9
1.4. Perumusan Masalah... 11
1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian.. 11
1.6. Sistematika Penulisan 12
KAJIAN PUSTAKA... 13-53 2. 1. Perilaku Prososial... 13
2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial... 13 2.1.2. Bentuk-bentuk Perilaku prososial 16 2.1.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Perilaku
Prososial 21
BAB3
2.2.1. Pengertian Ibadah Haji 33
2.2.2. Rukun Syarat dan Wajib Ibadah Haji. 36
2.2.3. Hikmah Ibadah Haji 37
2.2.4. Pola dan Bentuk-bentuk Keperibadian Haji ,. 41 2.2.5. Penghayatan Makna Haji dalam Kehidupan sosial
... 47
2.3. Kerangka Berpikir.. 50
2.4. Hipotesa Penelitian... 52
METODOLOGI PENELITIAN 54-60
3.1. Jenis Penelitian 54
3.1.1. Pendekatan Penelitian. 54
3.1.2. Metode Penelitian 54
3.2. Pengambilan Sampel 55
3.2.1. Populasi dan Sampel. , 55
3.2.2. Tehnik Pengambilan Sampel.. 56
3.3. Devinisi Operasional Variabel 57
3.4. Pengumpulan Data 58
3.4.1. Metode dan Instrument Penelitian . 58
3.4.2. Tehnik Uji Instrument... 61
3.5. Tehnik Analisa Data 62
3.6. Prosedur Penelitian 62
4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Usia 64
4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Pendidikan 65
4.13. Kategori Berdasarkan Rangking .. , 66
4.2. Hasil Uji Coba Instrument Penelitian 68
4.2. 1. Hasil Uji Validitas 68
4.2 .2. Hasil Uji Reliabilitas 70
4.3. Uji Persyaratan 71
4.3.1. Uji Normalitas 71
4.3.2. Uji Normalitas Skala perilaku Prososial. 72
4.3.3. Uji Homogeitas 73
4.4. Hasil Utama Penelitian atau Uji Hipotesis 74
4.4.1. Uji Beda Perilaku Prososial. 74
4.4.2. Hasil Tambahan , '" , 76
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 83-87
5.1. Kesimpulan , '" .. , 83
5.2. Diskusi. 84
5.3. Saran 86
5.3.1. Saran Teoritis 86
5.3.2. Saran Praktis 87
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tabel 1. Skor untuk Pernyataan Sikap 60 Tabel2. Blue Print Skala Perilaku Prososial... 60 Tabel 3. Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Usia 64 Tabel4. Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Pendidikan 65 Tabel5. Kategori ibu-ibu yang telah melaksanakan ibadah haji 66 Tabel6. Kategori ibu-ibu yang belum melaksanakan ibadah haji 67 Tabel7 Blue Print Skala Perilaku Prososial Sebelum Try Out... 69 Tabel8. Blue Print Skala Perilaku Prososial untuk Penelitian 70
Tabel9 One Sample Kolmogrorov- Smimov test 72
Tabel 10 Uji Homogenitas 73
Tabel11 Uji Beda Skala Perilaku Prososial... 74
Tabel12 Uji Beda Aspek Simpati 77
Tabel13 Uji Beda Aspek Kerjasama 78
Tabel14 Uji Beda Aspek Membantu 79
Tabel15 Uji Beda Aspek Berderma 80
Tabel16 Uji Beda Aspek Altruisme 82
[image:13.526.34.435.175.613.2]Lampiran 1
Data Hasil Try Out
Lampiran
2
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Prososial
Lampiran
3
Data Hasil Penelitian
Lampiran
4
Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas
Lampiran
5
Hasil Uji Hipotesis
Lampiran 6
Instrumen Penelitian
1.1. Latar Belakang
Manusia ada/ah makh/uk sosia/ yang membutuhkan interaksi dengan yang
lainnya. Kebutuhan ini dikarenakan manusia memiliki keterbatasan da/am
mengatasi segala kesulitan-kesulitan yang dialaminya, sehingga
membutuhkan manusia lain da/am bentuk kerjasama dan saling memberikan
bantuan. Karena manusia makh/uk sosia/ maka la akan sela/u hidup dalam
kebersamaan.
Pada waktu manusia dilahirkan akan ada ketergantungan dengan yang
lainnya, artinya la merupakan makhluk yang tidak berdaya apabila tanpa
bantuan orang lain, tidak akan mampu hidup dan tidak akan memiliki
kecakapan untllk pertahanan hidupnya. Mereka be/ajar menyiapkan
makanan, cara berpakaian, cara bergaul dan sebagainya, maka dari
kebersamaanlah ia belajar semua itu. Mereka pun dididik dan dibentuk
supaya mempertahankan kecakapan yang diajarkan kemudian diteruskan
kepada anak-anaknya. Sebuah kenyataan bahwa manusia mampu bertahan
menyesuaikan diri pada Iingkungan berbeda serta berubah. Oleh karena itu,
manusia berperilaku sesuai dengan Iingkungannya yang la tempati.
Dalam setiap segi kehidupan akan selalu terlihat adanya kesediaan
menolong orang lain, terutama apabila ada bahan pertolongan untuk
menolong, begitu pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu adalah
mendorong orang yang ada di sekitarnya ingin menolong.
Staub dalam Zanden (1984) juga mengatakan bahwa perilaku prososial ini
tidak hanya memberikan manfaat bagi orang yang menerima bantuan, tetapi
juga bagi orang yang memberikan bantuan antara lain diperolehnya berbagai
perasan positif, berupa perasaan berharga karena telah berguna bagi orang
lain, perasaan kompeten dan terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak
menolong. Menurut David 0 Sears (1991), perilaku prososial mencakup
kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau
direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motif-motif si
penolong.
Sikap dan perilaku termasuk perilaku prososial yang dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah satunya adalah agama. Menurut Robbert Nuttin dalam
Jalaluddin (1997) dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang
makan, minum, berpikir dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu maka
dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia
itu mendapatkan kepuasan dan ketenangan. Dalam hal ini perilaku tolong
menolong sesama umat manusia yang sedang mengalami kesulitan adalah
kewajiban bagi setiap muslim. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
al-Maidah ayat dua :
,/
,/
J'
D D 4 ,/ .J ... Tセ 4 , / ,} ,/セN^Zセ
1\
セQQ|
セg
Pgセg
("')f\
セ
\j.J\;;;
'JJ
セgI|
セ
\j.J\;;;J
/ ' '" , / / / / /
/
.
/ / Artinya: "Dan t%ng-men%ng/ah kamu da/am (mengeljakan) kebajikan dantakwa, dan jangan t%ng-menofong da/am berbuat dosa dan pe/anggaran. dan bertakwa/ah kamu kepada Aflah, Sesungguhnya Aflah amat berat siksa-Nya."(af-Maidah: 2)
Menurut Me Guire dalam Jalaluddin (1997), diri manusia memiliki bentuk
sistem nilai tertentu, sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap
bermakna bagi dirinya, yang mana dibentuk melalui belajar dan proses
sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman
institusi pendidikan dan masyarakat luas sehingga menjadi sistem yang
menyatu dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas atau sistem ini
terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti bagaimana bersikap,
berpenampilan maupun untuk tujuan apa turut berpartisipasi dalam suatu
Selain itu kepekaan dalam merasakan penderitaan orang lain (empati) juga
merupakan perilaku prososial yang mana merupakan cerminan keimanan
seorang muslim. Setiap umat beragama di dunia mempunyai pegangan atau
dasar agama masing-masing, begitu juga umat Islam yang mempunyai
pegangan hidup atau pedoman yakni al-Our'an dan as-sunnah.
Sebagai muslim yang taat, maka harus menjalankan segala perintah-Nya dan
menjauhi segala larangan-Nya, yang telah ditetapkan dalam syariat agama
Islam, salah satunya dengan menjalankan rukun Islam secara baik dan
benar. Kelima rukun tersebut adalah, pertama mengucapkan syahadat,
kedua mengerjakan shalat, ketiga melaksanakan puasa di bulan Ramadhan,
keempat menunaikan zakat, kelima menunaikan haji bagi umat Islam yang
mampu.
Hal yang terpenting dari pelaksanaan ibadah haji seseorang adalah
mendapatkan haji yang mabrur yang merupakan dambaan setiap jamaah
hajL Mabrur sendiri berasal dari kata barra yang maknanya berubah menjadi
baik. Para ulama menyebutkan, haji yang mabrur tidak hanya karena jemaah
haji melakukan seluruh syarat dan rukun haji di tanah suci dengan baik dan
Jemaah haji yang mabrur akan mengubah sikapnya dari yang sebelumnya
suka bermaksiat menjadi taat. Mereka yang sebelumnya kikir, egois, jahat,
suka bergunjing, tidak bertanggung jawab, dan berbagai sikap buruk lainnya
akan berubah menjadi pribadi sportif, bekerja keras, bertanggung jawab,
suka berderma, empati, dan berbagai sikap hidup positif lainnya. Jemaah haji
mabrur akan mencukupkan diri dengan mendapat rezeki yang halal
kemudian menyingkirkan harta yang haram. Secara simpel, menurut Yusuf
Burhanudin sebagian ulama mengartikan mabrur dengan kata a/jud, baik
hati dan suka berderma.
(www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105122102.htm)
Tak ada yang sangsi, balasan ibadah haji Mabruradalahsurga. Mabruryang
secara bahasa berarti baik dan dianggap sah, tidak saja cukup terkumpul
padanya rukun dan syarat. Namun juga yang lebih penting adalah memiliki
implikasi sosial terhadap pelakunya. Sebagaimana disinyalir Abdul Fatah
Mahmud Idris, dalam suatu pengabdian (a/-'ibadah), mesti terkumpul di
dalamnya tiga aspek: spirit (niat), ritus (praktek) dan pengaruh/hikmah
(sosial). Demikianlah keharusan pelibatan tiga aspek tersebut, agar
selanjutnya kita tidak terjebak dalam menangkap makna ibadah haji secara
parsia!. (Haji dan Amanah Sosia/oleh Yusuf
Menurut pembimbing haji "Safari Suci", Miftah Faridl mengatakan bahwa:
"Motivasi utama berhaji untuk ibadah dan meneari ridha Allah yang nantinya
berujung kepada gelar haji mabrur/mabrurah. "Haji mabrur bagi lelaki dan
mabruroh bagi perempuan ditentukan selama melaksanakan ibadah dan
paseahaji. Kalau setelah haji amalannya makin mantap insya Allahia
mabrur....
Ritual haji seperti ihram, tawaf, sai, wukuf, mabit, melontar jumrah, dan
lain-lain merupakan suatu hal penting. Namun, selain-lain memahami syariatjemaah
haji juga perlu memahami hal paling penting dari ibadah haji yakni
hakikatnya. Ritual walau tidak boleh ditinggalkan, hanyalah wahana untuk
tujuan haji yang sebenarnya. Banyak pelajaran dari ritual haji yang harus
dipetik agar bisa mengantarkan menjadi haji mabrur dan mabrurah. Misalnya,
melempar jumrah berarti tunduk kepada perintah Allah dan memusuhi
syetan. Saat tawaf bermakna harus selalu dalam poras Allah di setiap
perbuatan sembari mengharap keridaan-Nya.
Menurut Ustadz Badrudin melaksanakan ibadah haji bukan hanya
mengadakan perjalanan fisik sampai ke Mekah dan Madinah. Namun, yang
paling utama adalah perjalanan spiritual yang nantinya akan
makna dan hakikat perjalanan manusia yang amat sayangkan jika tidak
ditindaklanjuti setelah kembali ke tanah air. Oi kalangan jemaah haji,
menurut Ustadz Badrudin, terdapat dua istilah yakni haji "mabrur" dan haji
"mabur" atau haji mardud. Menurutnya haji mabrur amal-amalnya setelah
pulang dari haji semakin baik dan bertambah baik ritual maupun sosialnya.
Namun, haji "mabur" atau hanya terbang ke tanah suci berbanding terbalik
180 derajat dengan haji mabrur sehingga kinerja amal-amalnya juga
menurun, karena niat awal sudah salah sekadar berwisata, berbelanja, ingin
dipuji, atau menjaga gengsi.
(www.pikiran-rakyat.comlcetakl2006101200611611101.htm)
Ibadah haji juga merupakan suatu pelatihan bagi manusia lmtuk bisa menjadi
manusia yang lebih baik, memiliki perilaku yang sesuai dengan al-Our'an dan
hadist. Memang tidak selalu bisa dilihat dari perilaku para jamaah haji yang
sudah melaksanakan ibadah haji, karena sebagian dari mereka yang sudah
mendapatkan gelar hajinya tidak menampakkan perilaku yang seharusnya
menjadi lebih baik hal ini mungkin disebabkan oleh motivasi yang keliru pada
mereka waktu pergi berhaji sehingga mereka tidak dapat mengambil hikmah
dari pelaksanaan ibadah haji tersebut, biasanya orang yang telah
melaksanakan ibadah haji itu memiliki perilaku yang lebih baik dari
sebelumnya karena dalam kaitannya dengan sikap keagamaan merajuk pada
Menurut teori pertimbangan sosial perubahan sikap ditentukan oleh faktor
internal yang berupa persepsi sosial, posisi sosial dan proses belajar sosial,
sedangkan faktor eksternal terdiri atas faktor penguatan, komunikasi
persuasif dan harapan yang diinginkan.
Perubahan sikap menu rut teori pertimbangan sosial ditentukan oleh
keputusan-keputusan sosial sebagai hasH interaksi faktor internal dan
eksternal, maka tak jarang dari mereka yang sudah melaksanakan ibadah
haji, perilaku mereka menjadi lebih baik dan bijaksana dan lebih
meningkatkan perilaku prososial di lingkungannya, akan tetapi ada sebagian
dari mereka berperilaku sebaliknya, artinya adanya realitas sosial yang
menunjukan bahwa tidak sedikit umat Islam yang telah melaksanakan ibadah
haji, tetapi belum mampu merefleksikan pola perilaku yang baik dalam
kehidupan pribadi dan sosialnya terutama dalam perilaku prososial, seperti
contoh kasus yang ditemui oleh peneliti adanya beberapa haji yang
ditemuinya cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak mencerminkan
sebagaimana mestinya, akan tetapi kebalikannya lebih bersikap kikir dan
menarik diri dari interaksi sosialnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk
meneliti bagaimanakah "Perbandingan perilaku prososial antara orang yang
1.2. Identifikasi Masalah
Latar belakang yang dikemukakan oleh peneliti merupakan paparan dari
fenomena-fenomena yang terjadi dan merupakan landasan mengapa peneliti
ingin melakukan penelitian mengenai tema tersebut. Untuk mempertajam,
kiranya peneliti perlu melakukan pembatasan atau perumusan masalah yang
dikerucutkan dalam judul "Perbandingan perilaku prososial antara orang yang
telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu Majelis ta'lim "
judul penelitian tersebut dijabarkan kedalam suatu permasalahan penelitian,
teridentifikasi yaitu :
1. Bagaimanakah perbandingan perilaku prososial ibu-ibu Majelis Ta'jim
yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan
ibadah haji ?
2. Apakah ada perbedaan perilaku prososial terhadap ibu-ibu Majelis Ta'lim
yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan
ibadah haji?
1.3. Pembatasan Masalah
Masalah utama dalam penelitian ini adalah perbandingan perilaku prososial
antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada
ibu-ibu Majelis ta'lim. Penulis memilih majelis ta'lim sebagai tempat penelitian
muslim yang telah melaksanakan ibadah haji maupun yang belum untuk
mendapatkan pengajaran agama Islam.
Pada penelitian ini, pembahasan yang akan diteliti oleh penulis memiliki
istilah-istilah yang perlu dibatasi pengertiannya, yaitu sebagai berikut :
a. Perilaku Prososial yang dimaksud adalah perilaku prososial yang
digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut Wispe (1972),
yaitu bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan atau
perilaku yang memiliki konsekuensi positif, yaitu perilaku yang
memberikan keuntungan serta manfaat bagi orang atau kelompok lain,
yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan apapun
tanpa memperdulikan motif-motif sipenolong yang diwujudkan dalam
pemberian bantuan fisik maupun psikis, dimana dalam perilaku tersebut
tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
Perilaku prososial yang dilihat dalam bentuk empati, kerja sama,
berderma, membantu dan altruisme.
b. Haji adalah sengaja berkunjung kerumah Allah untuk melakukan ibadah
yang sudah ditentukan, adapun haji yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah umat islam yang telah melaksanakan rukun Islam yang kelima
yaitu berhaji dan diharapkan menjadi haji yang mabrur sesuai dengan
pengertian haji mabrur menurut Nurcholoish Majid (1997) dengan indikasi
menjadi manusia yang baik, jangkauan amal ibadahnya jauh kedepan dan
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
"Apakah ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah
melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-ibu Majelis Ta'lim, serta
bagaimana perbandingannya ?"
1.5. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data serta untuk mengetahui
gambaran tentang bagaimana perbedaan perilaku prososial antara yang
telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan ibadah haji
apabila ditinjau dari indikator-indikator perilaku prososial meliputi simpati,
kerjasama, membantu, berderma, dan altruis.
Secara teoritis manfaat penelitian ini untuk menambah khasanah i1mu
pengetahuan dalam bidang psikologi khususnya psikologi sosial yaitu
tentang perilaku prososial juga mengenai teori haji itu sendirL Sedangkan
secara praktis, yaitu dapat mengaplikasikan teori yang sudah ada dan dapat
memotivasi seseorang untuk lebih meningkatkan perilaku prososial terutama
1.6. Sistematika Penulisan
Dalam Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu :
BAB I : Pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, juga sistematika penulisan.
BAB II : Membahas kajian teoritis tentang pengertian perilaku prososial, bentuk-bentuk perilaku prososial, faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku prososial, tahapan perilaku prososial, pengertian haji,
rukun, syarat dan wajib haji, hikmah haji, pola dan bentuk-bentuk
kepribadian haji, makna haji dalam kehidupan sosial, Kerangka
berpikir serta hipotesis penelitian.
BAS III: Metodologi penelilian yang meliputi jenis penelitian, pendekatan
dan metode penelitian, pengambilan sampel, populai dan sampel,
tehnik pengambilan sampel, devinisi operasional variabel,
pengumpulan data, subjek penelitian, metode dan instrument
penelitian, tehnik uji instrument, tehnik analisa data, prosedur
penelitian.
BAB IV: Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum sampel, hasil uji
coba instrument penelitian, hasil uji validitas, hasil uji reliabilitas, uji
persyaratan, hasil penelitian atau uji hipotesis.
2.1. Perilaku Prososial
2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial
Manusia adalah makhluk sosial yang mana saling membutuhkan satu dengan
yang lain, dan adanya tolong menolong antar sesama. Tetapi apa yang
membuat seseorang menolong orang lain? Apa yang membuat mereka baik
hati, ramah, merasa kasihan dan peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan
orang lain? Alasan mengapa seseorang mau berperilaku demikian, Mussen
dan Eisenberg mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan adanya perilaku
prososial.
Menurut David 0 Sears (1991), perilaku prososial meliputi segala bentuk
tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa
memperdulikan motif-motif si penolong. Sedangkan Myners mengatakan
bahwa perilaku prososial merupakan hasrat untuk menolong orang lain,
tanpa memikirkan kepentingan sendiri (Sarlito, 1997).
Feldman, (1985) mengatakan bahwa "Helping or prosocial behavior is
behavior that benefits other people". Menolong atau perilaku prososial adalah
perilaku yang menguntungkan orang lain. Dalam menolong, pertama kali
harus mengenal orang yang ditolongnya, kejadian atau situasi yang
memungkinkan untuk memberikan pertolongan, kemudian mereka harus
memperkirakan tanggung jawab yang mesti diambil serta memutuskan
bentuk pertolongan yang harus mereka berikan.
Sejalan dengan definisi mereka, Staub ( 1978) mengemukakan bahwa
"prosocial behavior is simply defined as behavior that benefits other people".
Perilaku prososial secara sederhana didefinisikan sebagai perilaku yang
menguntungkan orang lain.
Baron& Byrne (1974) mengatakan bahwa "prosocial behavior is action that
benefits others but have no obvious benefit for the person carrying them out,
and which sometimes involve risk for the prosocial person". Perilaku prososial
adalah perilaku yang menguntungkan orang lain, namun tidak mempunyai
keuntungan yang jelas bagi orang yang melakukannya dan terkadang justru
Sedangkan menurut Stang and Wrightsman, (1981) dalam Raven & Rubin,
Prosocial behavior is definedasvoluntary behavior performed with the
intention of benefiting another person or group of persons. Perilaku prososial
di definisikan sebagai perilaku sukarela yang ditampilkan dengan
kecenderungan untuk memberikan manfaat atau keuntungan kepada orang
lain atau kelompok.
Wispe (1972) dalam Vaughan berpendapat bahwa "Defined prosocial
behaviourasbehaviour that has positive social consequences and
contributes to the physical or psychological wellbeing of another person".
Definisi perilaku prososial merupakan segala bentuk perilaku yang
mempunyai konsekuensi positive yang diwujudkan dalam bentuk pemberian
bantuan fisik maupun psikis terhadap orang lain.
Berdasarkan dari pengertian-pengertian perilaku prososial diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk
perilaku yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi orang atau
kelompok lain yang diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan fisik
maupun psikis dan dilakukan tanpa mengharapkan keuntungan atau imbalan
apapun serta tanpa memperdulikan motif-motif sipenolong dan perilaku
tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku
2.1.2. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial
Perilaku prososial merupakan perilaku yang memberikan keuntungan bagi
orang lain. Menurut Wispe dalam Zanden (1984), perilaku prososial meliputi
berbagai bentuk, antara lain :
1. Empati
Perilaku yang didasarkan atas perasaan positif terhadap orang lain, sikap
peduli, serta ikut merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain.
Menurut Duan (2000) dalam Robert (2004) Empati meliputi komponen
afektif maupun kognitif. Secara afektif orang yang berempati merasakan
yang orang lain rasakan, secara kognitif, orang yang berempati
memahami apa yang orang lain rasakan dan mengapa.
Menurut Schlenker
&
Britt (2001) dalam Robert (2004) Menolong oranglain dan ditolong oleh orang lain jelas rneningkatkan kesempatan bagi
orang untuk dapat bertahan dan bereproduksi. Komponen afektif dari
empati juga termasuk merasa simpatik, tidak hanya merasakan
penderitaan orang lain tetapi juga rnengekspresikan kepedulian dan
mencoba rnelakukan sesuatu untuk rneringankan penderitaan mereka.
Misalnya, individu yang memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk
2. Cooperation (kerja sarna)
Kerjasarna diartikan bahwa setiap orang mampu dan ingin bekerja sama
dengan orang lain, meski bukan keuntungan bersama.
Baron & Byrne menjelaskan bahwa kerjasama adalah perilaku dimana
kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang
sama ( Baron dkk,2005).
Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya (yaitu in-groupnya) dan kelompok lainnya (merupakan
out-groupnya). Kerjasama mungkin akan bertambah apabila ada bahaya luar
yang mengancam atau tindakan-tindakan yang rnenyinggung kesetiaan
yang telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seseorang.
Kerjasama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu
lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena
keinginan-keinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi oleh karena adanya
rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan
tersebut dapat menjadi lebih tajam apabila kelompok demikian merasa
Marvin E Shaw (1981) menyarankan penggunaan definisi kerjasama dari
M. Deustch yang mendasarkan definisinya dari tujuan dalam kelompok
kecil yang berbunyi :
" A cooperative social situation was defined as one in which the oal
regions of individual group members are such that if
a
goal region isentered by any given individual, all other group member are facilitated in
reaching their respective regions"
Sebuah situasi sosial yang kooperatif didefinisikan sebagai sebuah situasi
dimana wilayah tujuan dari setiap anggota kelompok sedemikian rupa
sehingga bila wilayah tujuan itu dimasuki oleh individu manapun, semua
anggota kelompok yang lain terfasilitasi dalam pencapaian wilayah tujuan
mereka masing-masing.
Situasi kerjasama dalam suatu kelompok, dapat dikatakan bahwa tujuan
dari kelompok itu homogen, setiap anggota menginginkan hal yang sama.
Saat anggota dari sebuah kelompok menyetujui sebuah tujuan dan
ォ・セ。ウ。ュ。 untuk mencapai goal tersebut, mereka lebih tertarik satu
dengan yang lain, lebih tidak hostile dan lebih menunjukan keakraban dan
keramahan satu dengan yang lain, menjadi lebih kooperatif dalam diskusi
kelompok, bertingkah laku lebih positif terhadap kontribusi anggota
lainnya dan secara umum, bertingkah laku positif terhadap kelompok
3. Helping (Membantu)
Yang dimaksud dengan helping atau menolong adalah :
"...helping which we will define asan action that has the consequences of
providing some benefit to orimproving the well-beingofanother person
"(Schroederet,al., 1995)
Suatu tindakan tetap dapat dikategorikan sebagai menolong atau helping
selama terjadi perbaikan kesejahteraan pada seseorang yang dilakukan
oleh orang lain (seperti memberi hadiah, membantu menyelesaikan
tugas). Bentuk menolong sendiri dapat dibedakan atas beberapa macam
mulai dari tindakan yang hanya memerlukan pengorbanan paling kedI
atau mudah dilakukan, seperti memberitahukan jam pada orang lain yang
bertanya memberikan bantuan kepada organisasi sosial; sampai dengan
tindakan yang memerlukan pengorbanan yang lebih besar.
Staub (1978) mengatakan bahwa helping atau menolong tersebut dapat
diklasifikasikan menurut derajat pengorbanan dan resiko sipenolong (cost
to the actor) atau derajat keuntungan dan manfaat yang dirasakan
sipenerima (utility for recipient). Helping adalah perilaku mengambil
bagian atau membantu urusan orang lain sehingga orang tersebut dapat
4. Donating (Berderma)
Merupakan perilaku memberikan hadiah atau sumbangan kepada orang
lain, biasanya berupa amal.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia berderma adalah pemberian
(kepada fakir miskin, dsb) atas dasar kemurahan hati; bantuan uang dsb
(kepada perkumpulan sosial dsb)
5. Altruisme (Suka Menolong)
Mengambil bagian untuk menolong orang lain yang dilakukan tanpa
pamrih dan biasanya dalam bentuk menyelamatkan orang lain dari
ancaman bahaya.
Konsep altruisme sangat dekat dengan konsep perilaku menolong .
Macaulay& Berkowitz (dalam Schroeder, 1995) mendefinisikan
Altruisme sebagai pertolongan yang diberikan seseorang kepada orang
lain tanpa mengharapkan rewards dari sumber-sumber luar. Definisi yang
senada di kemukakan oleh Myers (dalam schroeder, 1995), yaitu
kepedulian dan pertolongan yang diberikan kepada orang lain tanpa
pamrih.
Dalam Webster's new word dictionary(dalam Wrightsman, 1997),
lain tanpa mementingkan diri sendiri. Menurut Severy (dalam
Wrightsman, 1997) esensi dari altruisme adalah motivasi untuk menolong
yang didasari oleh penyebab sederhana, yaitu karena seorang individu
melihat bahwa orang lain membutuhkan pertolongan. Kail & Cavanough
(2000) mengemukakan bahwa altruisme merupakan perilaku yang
dikendalikan oleh perasaan bertanggung jawab terhadap orang lain,
misalnya menolong dan berbagi.
Daniel Batson (dalam Schroeder, 1995) mengemukakan bahwa untuk
membedakan antara perilaku menolong dan altruisme kita harus berfokus
pada motivasi yang melandasi perilaku tersebut bukan pada konsekuensi
yang muncul dari perilaku tersebut. motivasi yang melandasi perilaku
menolong adalah motivasi yang dilandasi oleh egoistic concerns,
contohnya , jika aku menolong orang lain sedangkan motivasi yang
melandasi altruisme adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahtraan
orang lain. Dalam altruisme, seseorang kadang tidak peduli dengan
pengorbanan yang harus ia lakukan demi menolong orang lain.
2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial
Teori yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perkembangan tingkah
prinsip-prinsip belajar dengan menitik beratkan pada peranan reinforcement,
hadiah, hukuman dan adanya model. Pokok pikiran yang terpenting pada
teori ini adalah tingkah laku itu ditentukan oleh apa yang telah dipelajari
sebelumya. Pada situasi tertentu seseorang cenderung akan bertingkah laku
tertentu sebagai suatu kebiasaan dan apabila menghadapi situasi yang sama
cenderung akan bertingkah laku seperti kebiasaan tersebut.
Menurut pendekatan belajar, tingkah laku prososial sebagaimana halnya
tingkah laku lain sifatnya dapat dipelajari. Untuk mengajarkan tingkah laku
prososial Watson (1984) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang
penting untuk diperhatikan yaitu, (1) adanya instruksi untuk berbuat baik (2)
adanya model (3) Penguat apabila tingkah laku ditampilkan (4) Atribusi.
1. Efek dari adanya instruksi.
Dengan mengatakan pada seorang anak mengenai tingkah laku apa yang
harus ditampilkan, maka akan dapat mengarahkan tingkah laku, sehingga
seseorang menjadi tahu tingkah laku apa yang harus ditampilkan,
sehingga dikemudian hari apabila menghadapi situasi yang sama ia
sudah tahu tingkah laku apa yang harus ditampilkan. Dengan demikian
adanya instruksi untuk menolong orang lain, akan meningkatkan
2. Efek dari adanya model
Pada waktu seseorang melihat orang lain menampilkan tingkah laku
menolong, maka ia akan berusaha untuk menampilkan tingkah laku yang
sarna dengan orang lain yang dilihatnya. Sejumlah studi yang telah
dilakukan membuktikan akan adanya efek modelling ini. Hasil eksperiment
dari Bryan dan test (1967) dalam Watson (1984) mendapatkan bahwa
seseorang tergerak untuk ikut menyumbang kotak amal ketika melihat
orang lain menyumbang.
3. Efek dari adanya penguat (reinforcement)
Mekanisme dari adanya penguat ini adalah bahwa seseorang belajar
tingkah laku tertentu karena dengan menampilkan tingkah laku itu ia akan
mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan. Pada waktu
suatu tingkah laku mendapat penguat, maka tingkah laku cenderung
diulang. Sebaliknya seseorang akan menghindarkan bertingkah laku
tertentu karena tingkah laku tersebut selalu disertai sesuatu yang tidak
menyenangkan.
4. Efek dari self atribution
Seseorang dapat saja menampilkan tingkah laku menolong pada suatu
situasi, namun agar tingkah laku menolongnya dapat terus tampi!, perlu
Watson (1984) menyatakan bahwa dengan mengembangkan 'self
atribution'maka akan meningkatkan tingkah laku menolong. Seorang
anak menyatakan pada dirinya sendiri bahwa "saya seorang yang baik
hati", maka atribusi ini akan mengarahkan tingkah lakunya di lain waktu,
bila la menghadapi situasi yang memungkinkannya untuk melakukan
tingkah laku menolong, maka tingkah laku tersebut akan ditampilkan.
Menurut Sears, Freedmen dan Peplau (1994) mengatakan bahwa perilaku
prososial dipengaruhi oleh karakteristik situasi, karakteristik penolong, dan
karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan.
Faktor karakteristik situasional meliputi:
»
Kehadiran orang lain»
Kondisi Iingkungan»
Tekanan waktuSedangkan faktor karakteristik penolong meliputi:
»
Faktor kepribadian»
Suasana hati»
Rasa bersalahSarlito Wirawan (1997) mengemukakan bahwa perilaku prososial dipengaruhi
oleh faktor-faktor dari luar (eksternal) dan dari dalam (Internal). Faktor-faktor
eksternal meliputi:
1. Kehadiran orang lain
Merupakan faktor utama dan pertama, menurut penelitian psikologi sosial,
yang berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah
adanya orang lain yang kebetulan ada bersama kita ditempat kejadian (by
Standers). Semakin banyak orang lain, semakin kecil kecenderungan
orang untuk menolong. Sebaliknya, orang yang sendirian cenderung lebih
bersedia menolong.
2. Menolong jika orang lain menolong
Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya
seseorang yang sedang menolong orang lain akan memicu kita untuk
juga ikut menolong.
3. Desakan waktu
Biasanya orang-orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk
tidak menolong, sedangkan orang yang santai lebih besar
kemungkinannya untuk memberi pertolongan kepada yang
4. Kemampuan yang dimiliki
Jika orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong, sedangkan
kalau merasa tidak mampu ia tidak menolong.
Adapun faktor-faktor internal meliputi:
1. Perasaan
Perasaan dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilaku menolong.
Kurang ada konsistensi dalam hal pengaruh perasaan yang negative
(sedih, murung, kecewa, dan sebagainya) terhadap perilaku menolong .
pada anak-anak pengaruhnya adalah menghambat sedangkan pada
orang dewasa mendorong perilaku menolong.
Menurut Cialidni & Kenrick (1976) dalam Sarlito Wirawan (1997), hal itu
disebabkan orang dewasa sudah dapat merasakan manfaat dari perilaku
menolong untuk mengurangi perasaan negative itu, sedangkan pada
anak-anak belum ada kemampuan seperti itu. Akan tetapi, jika perasan
negative terlalu mendalam, dampaknya pada orang dewasa adalah
menghambat perilaku menolong . Orang dalam keadaaan depresi akut
biasanya terlalu mencekam dengan dirinya sehingga tidak mau
memikirkan orang lain ( Aderman & Berkowitz, 1983 dalam Sarlito
Disamping itu perasan positif (gembira, senang, bahagia) menunjukan
hubungan yang lebih konsisten dengan perilaku menolong. Happy people
are helpful people (orang yang senang hati adalah orang yang murah
hati). Dalil ini berlaku untuk anak-anak maupun dewasa. Bahkan anak
kecil pun sudah dapat memanfaatkan daHl ini, misalnya untuk meminta
uang jajan, anak kedl menunggu sampai orang tuanya berwajah ceria
agar permintaannya dikabulkan (Salovey, Myer& Rosenhan,1991 dalam
Sarlito Wirawan, 1997)
Walaupun demikian, emosi positif pun kadang-kadang tidak memicu
perilaku menolong. Oleh karena itu, emosi positif masih harus dikaitkan
lagi dengan situasi di luar diri agar dapat memicu perilaku menolong,
yaitu;
セ Kondisinya tidak terlalu berbahaya
セ Lebih banyak manfaat daripada kerugiannya
セ Ada yang mendorong untuk berperilaku menolong
2. Sifat
Jawaban terhadap pertanyaan tentang pribadi semacam ibu Theresa,
yang mau membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan sama
sekali, kemungkinan adalah karena adanya sifat atau trait menolong
(agentic dispotition) yang sudah tertanam dalam kepribadian orang yang
Menurut Bierhoff, Klien & Kramp (1991) dalam Sarlito Wirawan (1997)
menyatakan bahwa orang-orang yang perasa dan berempati tinggi
dengan sendirinya lebih memikirkan orang lain dan karenanya lebih
menolong. Demikian pula orang yang mempunyai pemantauan diri (Self
Monitoring) yang tinggi cenderung lebih penolong karena dengan menjadi
penolong ia memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi.
3. Agama
Faktor agama ternyata juga dapat mempengaruhi perilaku menolong.
Menurut Gallup (1984) dalam Sarlito Wirawan (1997), 12 % dari orang
Amerika tergolong taat beragama dan diantara mereka 45 % membantu
dalam pekerjaan sosial seperti, membantu anak-anak miskin, rumah sakit,
orang jompo, sementara dikalangan yang tidak taat beragama persentase
yang membantu hanya 22 %. Dari penelitian tersebut menandakan bahwa
ketaatan dalam beragama memberikan keyakinan kepada seseorang
tentang pentingnya menolong yang lemah seperti diajarkan oleh agama.
4. Jenis kelamin
Dari pengamatan terhadap lebih dari 6300 orang pejalan kaki di Boston
dan Cambridge, Amerika Serikat, ternyata 1,6% menyumbang kepada
peminta-minta jalanan. Di antara para penyumbang itu, laki-Iaki lebih
banyak daripada perempuan (Goldberg, 1995 dalam Sarito Wirawan,
Sedangkan menurut Alice Eagly dan Maureen Crowley's (1986) dalam
Franzoi (2003) mempelajari kembali meta-analisis dari 172 studi tingkah
laku menolong menunjukan bahwa laki-Iaki dan wan ita memiliki
perbedaan dalam kerelaan untuk mungkin melakukan perilaku prososial.
Laki-Iaki umumnya lebih banyak membantu daripada wan ita, dan mereka
lebih mungkin membantu orang asing daripada wanita.
Perbedaaan gender ini sangat besar ketika berada diantara orang
banyak, ketika ada potensi bahaya dalam pertolongan dan ketika yang
membutuhkan pertolongan itu wanita. Meskipun tampak banyak
perbedaan yang nyata mereka lebih berperilaku prososial tanpa adanya
rutinitas seperti memberikan bantuan kepada orang asing yang sedang
menderita.
Kapan bentuk tingkah laku prososial seperti membantu teman
memberikan perhatian kepada anak-anak, menurut penelitian wan ita
urnumnya dalam hal ini lebih membantu dibanding pria, contohnya, wan ita
lebih suka memberikan rasa sosialnya dan dukungan emosional kepada
orang lain dan mereka lebih bersedia melayani atau merawat anak-anak
dan kepada orang yang lebih tua, diantara anak-anak ada sedikit
perbedaan dalam memberikan pertolongan dan sedikit perbedaan itu
sedikit lebih memberikan pertolongan dibandingkan anak laki-Iaki
(Eisenberg et al.,1996 dalam Franzoi, 2003).
Berdasarkan penemuan dari penelitian tersebut, kita dapat membuat dua
kesimpulan sementara pertama, pria dan wanita memberikan pertolongan
tetapi dalam jalan yang berbeda. Yang kedua, perbedaan ini akan lebih
menyolok dari masa kecil ke masa dewasa dan lebih nyata lagi ketika
peran gender itu menonjol, sesuai dengan nilai budaya dan adat istiadat
bahwa anak laki-Iaki itu adalah penyelamat yang gagah berani yang lebih
mungkin meletakan dirinya sendiri dalam bahaya ketika ada yang
membutuhkan pertolongan dibanding wanita. Dipihak lain wanita lebih
mungkin menyediakan waktu yang panjang untuk melibatkan empati dan
merawat, ini sesuai dengan budaya gender wanita.
Perilaku prososial dapat dikatakan sebagai perilaku yang positif, karena
memberikan kesejahteraan dan manfaat bagi orang lain serta merupakan
perilaku yang dilakukan secara sukarela dan demi kepentingan orang lain
atau kelompok lain serta bukan sekedar alat untuk memuaskan motif pribadi
sipelaku.
Adapun teori perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan atau perilaku
yang memiliki konsekuensi positif, yaitu perilaku yang memberikan
keuntungan serta manfaat bagi orang atau kelompok lain, yang dilakukan
tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan apapun tanpa
memperdulikan motif-motif si penolong yang diwujudkan dalam pemberian
bantuan fisik maupu psikis, dimana dalam perilaku tersebut tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku
prososial yang dilihat dalam bentuk empati, kerja sama, berderma,
membantu dan altruisme.
2.1.4. Tahap-tahap Perilaku Prososial
Latane dan Darley (1970) dalam Vaughan (2005) menggunakan Decision
Model of helping. Dalam menjelaskan tingkah laku prososial , Latane dan
Darley tidak melibatkan faktor emosi sebagai faktor yang berperan besar.
Pada model ini yang paling berperan besar adalah keputusan dari orang
yang berpotensi untuk melakukan pertolongan.
Teori ini menjelaskan bahwa perilaku menolong yang dilakukan oleh
seseorang pada seseorang dalam situasi gawat (emergency) merupakan
sebuah proses ini terdiri dari lima tahapdecision making. Tahapan awal jika
terjadi perilaku menolong. Jika salah satu tahap tidak terjadi maka perilaku
menolong tidak akan dilakukan.
Tahap pertama yang dilakukan oleh orang yang melakukan pertolongan
adalah menyadari bahwa suatu hal yang tidak biasa (unusual) sedang terjadi.
Yang sering terjadi pada situasi sosial adalah kita setiap saat menerima
stimulus berupa visual dan suara yang sedemikian banyaknya, sehingga
tidak mungkin bagi kita untuk memperhatikan semua stimulus yang ada.
Pada tahap kedua, mereka menyadari bahwa sedang terjadi situasi
emergency dan membutuhkan pertolongan. Pada tahap ini diperlukan
keputusan untuk menentukan apakah situasi tidak biasa yang sedang terjadi
tersebut membutuhkan pertolongan atau tidak.
Pada tahap ketiga ini setelah mereka mendefinisikan suatu situasi sebagai
emergency, maka mereka menghentikan sampai seberapa besar mereka
mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pertolongan. Jika seseorang
merasa mempunyai tanggung jawab untuk menolong, maka pada tahap
keempat adalah memutuskan untuk memberikan pertolongan. Tahap
terakhir dari model ini adalah mengimplementasikan kemampuan yang ia
Bagan 1
The decision process in Latane&darley's Cognitive Model
1. Notice the Do Not
emergency No Help
セ
Yes2. Define it as Do Not
emergencies No Help
t
Yes 3. TakeNo Do Not
Responsibility
Help
t
Yes14. Decide to help '11-.:..:Nc.::O---+l Do NotHelp
t
Yes1
5. Implement
I
I
. way to help _-'N'-"o=-- ,
セセiセッセ
2.2. Ibadah Haji
2.2.1. Pengertian Haji
Ibadah haji adalah ibadah rukun Islam yang kelima. Tidak semua oran!l. .
-melakukannya, karena dalam ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik selain
itu pula membutuhkan dana yang cukup besar, terutama bagi orang-orang
dan mewajibkan bagi mereka yang mampu. Sedemikian besar nilai ibadah
haji, maka jika dilaksanakan tanpa keikhlasan seperti meneari popularitas
atau karena motif tertentu, maka akan sia-sia.
Dilihat dari segi bahasa (etimologi), kata haji berasal dari bahasa Arab yang
artinya mengalahkan dengan hujjah atau alasan. Sedangkan menurut istilah
(terminologi) ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli,
diantaranya Sayid Sabiq (1996), haji adalah mengunjungi Makkah untuk
mengerjakan ibadah thawaf , sa'i, wukuf di Arafah dan ibadah-ibadah lain
demi memenuhi perintah Allah dan mengharap keridhaanNya.
Menurut Farid Ishaq, seeara etimologi haji atau "al hajj"dalam bahasa Arab
berarti menyengaja berziarah. Sedangkan dalam pengertian terminologi haji
adalah kepergian ke Makkah (baitullah) pada waktu-waktu tertentu untuk
melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu pula semata-mata karena Allah
SWT (Farid,1997).
Sedangkan menurut Muhammad Bagir AI-Habsyi (1999), menyatakan bahwa
haji (dalam bahasa Indonesia) berasal dan bahasa Arab, Hajj atau Hijj yang
berarti menuju atau mengunjungi sesuatu (Biasanya digunakan untuk ka'bah
di Arafah dan lain sebagainya), semata-mata demi melaksanakan perintah
Allah dan mencari keridhaanNya.
Sedangkan pengertian haji secara terminologi yakni mengunjungi
tempat-tempat tertentu yang dihormati dengan tujuan mendekatkan diri kepada
Tuhan yang disembah telah ada sebagai tradisi umat manusia sejak dahulu
kala. Sebagaimana firman Allah dalam surat ai-Hajj: 27
Artinya: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengefjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan befjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus (Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukamya yang ditempuh oleh jemaah haji) yang datang dali
segenap penjuru yang jauh" (AI-Hajj: 27)
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan ibadah haji adalah
bersengaja berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan semua rangkaian
ibadah haji yang telah ditetapkan seperti Ihram, wukuf, thawaf, sa'i, tahallul
dan ibadah haji lainnya pada waktu tertentu. Semua amalan tersebut
dilakukan dengan urutan tertentu semata-mata karena Allah dan
2.2.2.
Rukun, Syarat dan Wajib HajiAdapun rukun-rukun haji adalah:
1. Ihram, yaitu niat untuk mengerjakan haji atau umrah dengan memakai pakaian yang tidak berjahit untuk pria, sedangkan wanita boleh
memakai pakaian apa saja yang bisa menutupi aurat sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
2. Wukuf di Padang Arafah, yaitu berdiam di arafah, ditentukan yaitu mulai dari tergelincir matahari pada tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit fajar pada tanggal10 Zulhijah.
2. Thawaf, yaitu mengelilingi kabah sebanyak tujuh kali putaran berlawanan dengan arah putaran jam.
3. Sa'i, yaitu berjalan atau berlari keeil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.
4. Tahallul, yaitu, bereukur atau menggunting rambut untuk mengakhiri proses ibadah haji atau umrah.
5. Tertib, yaitu mengerjakan seluruh rangkaian haji seeara berurutan Syarat Wajib Ibadah Haji
Adapun Syarat-syarat wajib haji :
1. Islam 2. Baligh
5. Mempunyai kesanggupan untuk melakukannya
6. Bagi wanita yang hendak melaksanakan ibadah haji hendaknya
bersama-sama mahramnya atau suaminya atau wanita yang
dipercayainya.
Wajib Ibadah Haji
1. Mengenakan pakaian ihram dariMiqat, dipakai terus hingga pelaksanaan
haji selesai .
2. Bermalam di Mudzdalifah
3. Melempar Jumrah Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah
4. Melontar tiga jumrah, yaitu Jumratul ula, Wustha danAqobahyaitu pada
tanggal 11, 12,13 Dzulhijjah
5. Bermalam di Mina sebelum melakukan Jumrah
6. Thawaf Wada'yaitu thawaf perpisahan ketika akan meninggalkan kota
mekah
7. Menghindari segala yang diharamkan dalam ihram, menjauhkan diri dari
hal-hal yang dilarang olehSyara'.
2.2.3.
Hikmah HajiMenurut M. Ali Hasan (2001) hikmah dalam melaksanakan ibadah haji
diantaranya :
2. Menghapus dosa, sebagaimana sabda rosullullah :
Artinya: "Siapa saja yang menunaikan ibadah haji, sedangkan dia tidak berkata kotor (bercampur dengan istri), dan tidak berbuat maksiat, maka dia kembali (suci), seperti dia dilahirkan oleh ibunya"(H.R Bukhari dan Muslim)
3. Meningkatkan semangat juang Oihad)
Jihad dalam Islam atau memperjuangkan agama nilainya sangat tinggi
dan tidak semua orang dapat「・セゥィ。、 dimedan perang. Tetapi ada amal
yang bernilai jihad diantaranya menunaikan ibadah haji. Sebagaimana
sabda nabi:
Artinya: ''Jihad orangtua, orang lemah dan wanita adalah haji"(
HR.
Nasai)Aisyah juga pernah bertanya kepada Rosullullah: "Ya Rosul/ul/ah anda
berpendapat bahwa jihad itu adalah amalan yang paling utama, apakah
kami para wanita tidak boleh betjihad?" Rosul/ulah menjawab;
Artinya: "Jihad yang paling utama untuk anda para wanita) adalah haji
mabrur (makbul)"
(HR.
Bukhari dan Muslim)Dari hadist-hadisi diatas dapat dipahami bahwa haji mabrur itu sarna
4. Mendapatkan kehormatan sebagai tamu Allah
Para jamaah haji dan umroh di tanah suci, sebagai tamu Allah dilayani
dan disantuni. Pelayanan dan santunan terhadap jamaah haji dan umroh
adalah, bila mereka berdoa dikabulkan dan bila memohon ampun akan
diampuni, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:
" __ ... .... 0 ) " (> ..-: (> J: (>
01).»
セ
/J-
セjセャ[BQ
0[J ;.
6!b:-1
セケN[
01 ,.illl
セI
)':.:JI)
EJI
,.... .... ... .... ,..,
(4.J:_?
<.J!I)
Pセ
<.J!I) JWI
Artinya: "Para jemaah haji dan umroh itu adalah tamu Allah, jika mereka berooa Allah kabulkan dan jika mereka memohon ampun, Allah
mengampuni mereka"(H.R. Nasai, Ibnu Hibban dan Ibnu
Khuzaimah).
5. Mengadakan hubungan antara Bangsa
Jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda ras,
bahasa, adapt istiadat dan perbedaan-perbedaan lainnya, di tanah suci
disatukan oleh akidah yang sama dihubungkan oleh tali agama Islam.
Pada saat sampai ke tanah suci, yang menjadi tugas pokok adalah
ibadah haji, disamping itu terbawa serta pula persoalan lain seperti
menjalin hubungan dagang, diplomatik, persahabatan antar sesama
pemimpin dan kegiatan-kegiatan lain, walaupun tidak secara resmi. Hal ini
Artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan
mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang temak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Q.S. Alhali 27-28)
6. Menempati surga sebagai balasan amal
Menunaikan ibadah haji adalah merupakan kewajiban bagi orang yang
mampu dan memenuhi syarat, tapi dalam pandangan Allah, ibadah itu
mempunyai nilai tinggi dan akan dibalas dengan surga. Berkenaan
dengan ini Rosulullah bersabda:
... '" 4 ' ./ 4.J 4 ... ,... 4 D
0\.,.>)>
セ|
'Yl
セセ[|ャ
セェセ|
セij
,1:
4;;:
\:l
ttb'
セZセ|
Jl
エLNZセ|
/ / /
セセNjャNsN^セ|
2.2.4. Pola dan Bentuk- bentuk Kepribadian Haji
Menurut Abdul Mujib ( 2006) bahwa Kepribadian haji dapat dibentuk melalui
dua pola: pertama, pola umum, yaitu pola yang diambil dari ayat-ayat
al-Our'an serta hadist- hadist Nabi Saw yang membahas tentang haji. Pola ini
bersifat umum yang lazimnya membahas mengenai motivasi dan balasan
bagi orang yang melakukan ibadah haji; kedua, pola khusus, yaitu yang
diambil dari hikmah dalam melaksanakan rukun, wajb dan sunnah haji.
masing-masing bagian haji tersebut memiliki hikmah dalam kehidupan
manusia, karena itu menjadi miniatur perilaku manusia dari masa lalu, masa
kini dan masa mendatang.
Bentuk-bentuk kepribadian haji dari pola umum diantaranya adalah :
1. Kepribadaian tauhidi, yaitu kepribadian yang utuh dalam memenuhi
panggilan Allah Swt, yang diwujudkan dalam bacaan talbiyah dan
menyengaja menuju ke Ka'bah. Bacaan talbiyah (Iabbayka Allahumma
labbyk) merupakan ungkapan ketundukan dan ketaatan kepada sang
Khalik dengan penuh kesadaran dan kekhusyuan, bukan tunduk dan
patuh pada aturan selain-Nya.
2. Kepribadian mujahid, yaitu orang yang berjihad dengan cara berperang
Swt. Bentuk jihadnya adalah mengeluarkan harta benda untuk biaya haji;
meninggalkan tanah air, keluarga, status, jabatan; menguras tenaga fisik
dan psikis dalam menjalankan ibadah yang penuh resiko; dan melawan
hawa nafsu dan setan. Sabda Nabi Saw "sebaik-baik jihad adalah hajj".
(HR. al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah)
3. Kepribadian yang suei dan fitri, karena dalam ibadah tersebut menghapus
nuktah saudah(titik hitam) dalam jiwanya. Dalam haji dilarang berbieara
yang kotor dan kasar, berdebat, marah, egois dan sombong. Semua
perilaku batin yang buruk tersebut mengakibatkan hilangnya kesueian jjwa
manusia. Hajj merupakan wahana untuk pembersihan semua kotoran jjwa
tersebut. Karena itulah Nabi Saw bersabda: "Barang siapa yang
melakukan haji karena Allah tanpa disertai dengan perbuatan yang buruk
dan dosa maka ia pulang seperti baru dilahirkan dari perut ibunya." (HR
al-Bukhari dari Abu Hurairah)
4. Keprjbadian yang sukses, karena telah melewati segala rintangan,
tantangan dan resiko yang berat dalam mensyiarkan agama Allah.
Kesuksesan dalam hajj karena dilandasj oleh ketakwaan hati yang utuh.
Firman Allah Swt: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa
mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
imbalan yang istimewa, yakni surga. Sabda Nabi Saw:"Tiada imba/an
yang pantas bagi haji mabrur kecualisUfya"(HR.al-Turmudzi dari ibn
Mas'ud)
Bentuk-bentuk kepribadian haji dari pola khusus, yang bersumber dari rukun,
wajib dan sunnah haji diantaranya sebagai berikut:
1. Kepribadian muhrim (yang ihram), yaitu kepribadian yang mengharamkan
atau menahan diri terhadap perilaku yang dilarang, demi persatuan dan
kesamaan derajat antar sesama manusia dan merendahkan diri
(tawadhuJ di hadapan Allah. Dalam kepribadian muhrim menghendaki
adanya kesamaan derajat tanpa menonjolkan perbedaan status, jabatan,
etnis, dan golongan, antara yang kaya dan yang miskin menjadi satu,
tanpa adanya atribut yang menonjol seperti wewangian.
Persaudaraan terlihat, termasuk kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan
karena semuanya adalah makhluk-Nya yang satu sarna lain saling
membutuhkan. Kepribadian muhrim mengikat diri untuk tidak melakukan
kesalahan dan melanggar larangan dalam masa (miqat zamani) dan
tempat (miqat makani)tertentu.
Berpakaian ihram bagi jemaah haji hikmahnya adalah bahwasanya kita
meninggalkan perhiasan dunia yang sifatnya sementara. Mengenakan
pakaian ihram memiliki arti dari sisi mentalitas pribadi dan hubungan
Dari sisi mentalitas, pakaian ihram adalah simbol dari fitrah.
Ihram melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari
belenggu-belenggu. Seperti belenggu prasangka negatif, belenggu prinsip hidup
selain dari Allah, belenggu yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman,
belenggu kepentingan, belenggu sudut pandang yang subjektif, belenggu
pembanding yang tidak objektif dan belenggu buku bacaan,
Iiteratur-Iiteratur terkini yang terbatas. Apabila seseorang sudah menggenakan
pakaian ihram, artinya ia sudah merdeka, sehingga telah memiliki kembali
fitrahnya. (Ary Ginanjar, 2001).
2. Kepribadian Thawif (yang thawaf), yaitu kepribadian yang hanya menuju
kepada Allah Swt dengan cara beputar tujuh kali. Dalam thawaf selalu
melihat ka'bah yang merupakan wujud keutuhan orientasi hiciup semua
umat Islam menuju satu tujuan, simbol ketauhidan dalam Islam, sambil
mengucapkan zikir dan doa kepada-Nya. Dalam thawaf juga disunahkan
mencium Hajar Aswad (batu hitam), dan berdoa pada tempat-tempat
mustajabah(terkabul) doanya, seperti Hijr Ismail, MUltazam dan maqom
Ibrahim.
Thawaf merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi ka'bah.
Mengelilingi ka'bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti.
adalah suatu bentuk pelatihan untuk mempertajam prinsip keimanan yang
dibangun melalui pelatihan fisik (Ary Ginanjar, 2001).
1. Kepribadian Waqif(yang Wukuf), yaitu kepribadian yang menghentikan
seluruh kegiatan duniawi dalam waktu sesaat, keeuali hanya menunaikan
shalat, berzikir dan berdoa kepada Allah, dengan harapan agar mereka
terbebas dari belenggu hawa nafsu dan materi. Kepribadian ini menjadi
suei karena dosa- dosanya diampuni dan dibebaskan dari api neraka (HR.
Muslim dari Aisyah).
2. Kepribadian sa'i(yang sa'i), yaitu kepribadian yang selalu bekerja keras,
dengan lari-Iari keell, dalam meneapai suatu tujuan, seperti bekerja
meneClri nafkah (meneari air zam-zam untuk diminum di musim kemarau)
dalam menghidupi did dan keluarga tanpa merasa kelelahan. Kepribadian
ini mengingatkan akan kasih sayang seorang ibu (Siti Hajar istri Nabi
Ibrahim) dalam merawat dan memelihara anaknya (Ismail), sekalipun ia
ditinggal berdakwah oleh suaminya. Hikmah yang dapat diambil dalam
sa'jadalah perjuangan hidup, sebuah pencarian, perjuangan fisik yaitu
gerakan yang memiliki tujuan yang digambarkan dengan berlari-Iari keeil
5. Kepribadian mutahallil(yang tahallul). yaitu kepribadian yang tidak
melakukan sesuatu kecuali yang dihalalkan melakukannya. Untuk
mencapai kehalalan diperlukan adanya pengorbanan dengan mencukur
beberapa helai rambut. sebab rambut merupakan mahkota seseorang.
Tanpa pengorbanan baik berupa harta, pikiran bahkan jabatan-sesuatu
tidak memiliki nilai lebih.
6. Kepribadian yang mandiri dan siap susah dengan cara mabit(bermalam),
baik di Muzdalifah maupun di Mina. Pada mabit ini seseorang ditempah
pada tempat, keadaan. sarana dan peralatan seadanya. Cuaca terasa
sangat dingin. kekuatan fisik melemah bahkan tempat tidur dan makan
seadaanya. Bagi mereka yang terbiasa hidup enak dan dilayani, mabit
merupakan bagian haji yang tersulit
7. Kepribadian yang selalu membuang dan memerangi setan, baik setan
yang ada dalam dirinya (hawa nafsu) maupun setan melalui melempar
jumrah. Setan ada yang berbentuk wujud ruhani yang buruk dan apa pula
merupakan sifat atau perilaku yang buruk. Baik wujud maupun perilaku
syaithaniyah. kedua-nya harus dijauhi manusia. karena setan adalah
musuh manusia yang mengajak ke jalan kesesatan (OS al-Hijr 39-40).
Dengan melontar jumrah. diharapkan perilaku buruk hilang dalam diri
8. Kepribadian yang sadar akan kesalahannya dengan cara menebusnya
dengan mengalirkan darah (dam) kambing, unta atau sapi di tanah haram,
dalam rangka memenuhi ketentuan haji. Kepribadian yang baik bukanlah
kepribadian yang sarna sekali tidak melakukan kesalahan, tetapi
kepribadian yang baik adalah jika khilaf dan melakukan kesalahan, maka
segera sadar dan menebusnya dengan pengorbanan harta benda yang
dimiliki.
9. Kepribadian yang mengingat dan berkunjung (ziyarah) pada
tempat-tempat suci, yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt.
2.2.5. Penghayatan Makna haji dalam kehidupan sosial (Arnal Shaleh) Oi dalam buku fiqh. Jilid I, (1983) Perbuatan ibadah haji itu adalah karena
Allah, karena hendaklah mentaati perintah Allah.
Oalam hadist dikemukakan:
.... ..- .J 0... O } ; ... , .... ... "" .... ....
:J\.i
セセi
pi
セゥ
:'i'<./'
aャャiZBZGセ
セ
:J\.i
セ
All\
セセ
0;'; ($-1;;'
....
-
.... ....... .... ...J... \ 0 J .... "'"
:J\.i
セ|N[」Z
セ
:Ji
'AllI
J;..
J
セセi
:J\.i
セiG[cZ
セZjゥ
LNjZBZGセj
Qゥjセ
PセQ
.... ... .... ... ...
HセI
GDスセi
01).)セェ[ZG
セ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata