• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-Ibu majelis ta'lim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-Ibu majelis ta'lim"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

HAJI DAN YANG BELUM PADA

IBU-IBU MAJELIS TA'LlM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi

Oleh

Leni Kusumawati

NIM.103070029005

---

,

phセpusイakaan

UTAPIIA

II

• UlN

sゥGセ|ヲャAf

HiDAYAl'UUMI ,JAKAIUA

FAKULTAS PSIKOL

iGr

-UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

HAJI DAN YANG BELUM PADA

IBU-IBU MAJElIS TA'lIM

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi

Oleh

Leni Kusumawati

NIM.103070029005

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

BELUM PADA IBU-IBU

MAJELIS TA'L1M

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Kesarjanaan Psikologi

Oleh

Leni Kusumawati

NIM. 103070029005

Oi bawah SO bingan,

prof. H n Yasull M.Si.

NIP.13 351146

° ! ing II

Dr. I MuHb, M.Ag.

NIP. 150283344

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1428 H

12007

(4)

Skripsi yang berjudul PERBANDINGAN PERILAKU PROSOSIAL ANTARA

ORANG YANG TELAH MELAKSANAKAN IBADAH HAJI DAN YANG BELUM

PADA IBU-IBU MAJELIS TA'L1M telah diujikan dalarn sidang rnunaqasyah

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuliah Jakarta pad a

tang£,'31 20 Agustus 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.

Jakarta, 20 Agustus 2007

Sidang Munaqasyah

ngkap Anggota,

Dra. eft Hartati M.Si NIP.150 15938

Anggota:

JI'i

r.fuiib. M.A 283344 Penguji II

M.Si. Dra.

NIP.

(5)

"Bukankah kami

t・セ。ィ ュ・セ。ー。ョァォ。ョ

untukmu dadamu?

Dan kami

t・セ。ィ ュ・ョァィZゥセ。ョァォ。ョ

daripadamu bebanmu.

Yang memberatkan

punggungmu?

Dan kami tinggikan

bagimu sebutan

(nama)mu,

Karena Sesungguhnya

sesudah

ォ・ウオセゥエ。ョ

itu ada kemudahan, Sesungguhnya

sesudah

ォ・ウオセゥ

tan

i

tu

ada kemudahan.

Maka

。ー。「ゥセ。

kamu

t・セ。ィ ウ・セ・ウ。ゥ

(dari

sesuatu urusan),

ォ・イェ。ォ。ョセ。ィ

dengan

sungguh-sungguh (urusan)

yang

セ。ゥョN

Dan Hanya kepada

tオィ。ョュオセ。ィ

hendaknya kamu

berharap. "

(A1am Nasyrah: 8)

"Saya tidak

mengetahui

bagaimana takdir

ォ。セゥ。ョ

tetapi

satu

ィ。セ

yang pasti diantara

Nォ。セゥ。ョ

yang

akan benar-benar berbahagia

。、。セ。ィ

yang

ュ・ュゥセゥォゥ

hati

untuk

ュ・セ。ケ。ョゥBH

A1.bert Schweitzer,

fゥセオウオᆪ

Jerman)

{}!ersem6alian:

S{ripsi ini {u persem6alif<gn (jJuat fMama dan {}!apa

fi..F,

ya1l{j

tefali mem6esarf<gn aan mentfuEi{anantfa, .Jldi/{;adi{serta

ig{uarga 6esarya1l{j {u sayangi.

(6)

(B) Agustus2007

(C) Leni Kusumawati

(0) Perbandingan Perilaku Prososial Antara Orang Yang Telah

Melaksanakan Ibadah Haji dan Yang Belum Pada Ibu-Ibu Majelis Ta'lim (E) 132 halaman (termasuk lampiran)

(F) Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan yang lainnya. Sebagaimana firman Allah:

.....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan

pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya...(al-Maidah: 2)

Penulis tertarikdengan salah satu rukun Islam yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini yaitu menunaikan ibadah hajL Oalam

pelaksanaan ibadah haji yang terpenting adalah mendapatkan haji yang mabrur yaitu berubah menjadi Iebih baik, maka dalam hal ini penulis meneliti dengan perumusan masalah "apakah ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu majelis ta'lim "

Perilaku prososial adalah segala bentuk perilaku yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi orang atau kelompok lain. Haji yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang yang telah melaksanakan ibadah haji yaitu menjadi haji yang mabrur dengan indikasi rnenjadi manusia yang baik jangkauan amal dan ibadahnya jauh kedepan dan berdimensi sosial.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan rnetode penelitian komparatif. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 120 orang dari ibu-ibu Majelis ta'lim Nurullbad. Oari jumlah tersebut dipilih 60 orang responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakanpurposive sampling. Instrumen pengumpulan data adalah Skala model Likert. Bentuk pengolahan dan analisa data

menggunakan analisa statistika dengan rnenggunakan program SPSS 12.0, Teknik pengolahan dan analisa data dengan menggunakan program SPSS 12.00, pada uji validitas menggunakan korelasiProduct Moment

dari pearson dengan Jumlah item valid untuk skala perilaku prososial

(7)
[image:7.525.52.431.141.521.2]

independent(Independent Sample t Test) diperoleh hasil dari nilai probabilitas pada kolomSig. (two-tailed) adalah 0, 539 atau probabilitas diatas

0,05 (0, 539> 0,05),

apabila dilihat dari t hitung yaitu

-618

dengan t tabel yaitu

2,0.

Dengan demikian

Ho

diterima atau tidak ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu majelis ta'lim Nurullbad. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan pendekatan kualitatif agar lebih mendalam lagi mengenai karakterisik dan pola kehidupan subjek

(G)

Bahan Bacaan :

34 (1974-2006)

+

1

Skripsi +

1

Kamus+

3

Website.
(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur yang mendalam penulis ucapkan kepada Illahi Rabbi, Tuhan segala alam yang selalu melimpahkan kasih sayang dan nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan buat Nabi junjungan alam Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia menuju alam penuh i1mu pengetahuan.

Banyak hal yang penulis dapatkan dari sebuah karya tulis ini, tidak hanya sebuah hasil karya, juga pengalaman hidup yang beragam yang melatih penulis untuk menjadi lebih baik dan dewasa dalam menjalani hidup. Penulis menyadari sekali penulisan ini jauh dari kesempumaan seperti yang

diharapkan, walaupun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.

Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulisan karya i1miah ini dapat selesai, yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelarウ。セ。ョ。 Psikologi di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak temilai kepada :

1. Oekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, ibu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si. dan Ibu Ora. Hj. Zahrotul Nihayah, M.si., sebagai pembantu dekan.

2. Bapak Prof Hamdan Yasun M.Si., selaku dosen pembimbing I dan juga sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah mendampingi penulis dari awal masuk kampus sampaiー・セオ。ョァ。ョ terakhir dengan segala sikapnya untuk memotivasi peneliti, dan kepada bapak Dr Abdul Mujib, M.Ag., selaku dosen pembimbing II yang senantiasa memberikan motivasi, waktu dan kemudahan kepada peneliti dalam mencari refrensj untuk skripsi jni.

3. Kepada seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah membantu penulis dalam menimba i1mu sampai penulis menyelesaikan perkuliahan

4. Kepada almarhumah Mama yang menjadi inspirasi dalam menjalanj hidup ini, semoga Mama tenang di alam barzah sana dan kepada Papa yang telah memberikan segalanya, pengalaman hidup Papa mernotivasi

(9)

terima kasih atas semuanya, semoga Allah membalas kebaikan yang kalian berikan.

6. Umi, Bapak sekeluarga di Bogor, terimakasih atas support dan do'anya.

7. Kepada Keluarga besar INN-Red International yang selalu memberikan dukungannya, terima kasih.

8.

Atik, Fira, Ayu, Ita Nci, Vivi, Dian, Ariesta, Evi, Eti, Tika. Yeyen, Maya, Neneng, Heny, Cindai yang selalu menemani penulis baik dikala suka maupun duka dan selalu siap membantu ketika penulis mengalami kesulitan.

9. Saudara-saudara penulis di fakultas Psikologi Khususnya kelas A dan teman-teman angkatan

2003

yang telah memberikan banyak kenangan suka maupun duka, kebersamaan dan canda tawa yang selalu berbekas di hati Penulis.

10.

Kepada Majelis ta'lim Nurullbad, terima kasih atas bantuannya.

11.

Terakhir kepada semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala bantuannya.

Kemudian penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak sekali kekurangannya. Besar harapan penulis semoga ada manfaatnya. Amin...

Jakarta, 20Agustus2007

Penulis

(10)

Halaman Persetujuan ii

Halaman Pengesahan iii

Motto iv

Abstrak v

Kata Pengantar vii

Daftar lsi ix

Daftar Tabel xii

Daftar Bagan xiii

Daftar Lampiran xiv

BABI

BAB2

PENDAHULUAN... 1-12 1.1. Latar Belakang Masalah... 1

1.2. Identifikasi Masalah 9

1.3. Pembatasan Masalah 9

1.4. Perumusan Masalah... 11

1.5. Tujuan dan Manfaat Penelitian.. 11

1.6. Sistematika Penulisan 12

KAJIAN PUSTAKA... 13-53 2. 1. Perilaku Prososial... 13

2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial... 13 2.1.2. Bentuk-bentuk Perilaku prososial 16 2.1.3. Faktor- faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

Prososial 21

(11)

BAB3

2.2.1. Pengertian Ibadah Haji 33

2.2.2. Rukun Syarat dan Wajib Ibadah Haji. 36

2.2.3. Hikmah Ibadah Haji 37

2.2.4. Pola dan Bentuk-bentuk Keperibadian Haji ,. 41 2.2.5. Penghayatan Makna Haji dalam Kehidupan sosial

... 47

2.3. Kerangka Berpikir.. 50

2.4. Hipotesa Penelitian... 52

METODOLOGI PENELITIAN 54-60

3.1. Jenis Penelitian 54

3.1.1. Pendekatan Penelitian. 54

3.1.2. Metode Penelitian 54

3.2. Pengambilan Sampel 55

3.2.1. Populasi dan Sampel. , 55

3.2.2. Tehnik Pengambilan Sampel.. 56

3.3. Devinisi Operasional Variabel 57

3.4. Pengumpulan Data 58

3.4.1. Metode dan Instrument Penelitian . 58

3.4.2. Tehnik Uji Instrument... 61

3.5. Tehnik Analisa Data 62

3.6. Prosedur Penelitian 62

(12)

4.1.1. Gambaran Umum Berdasarkan Usia 64

4.1.2. Gambaran Umum Berdasarkan Pendidikan 65

4.13. Kategori Berdasarkan Rangking .. , 66

4.2. Hasil Uji Coba Instrument Penelitian 68

4.2. 1. Hasil Uji Validitas 68

4.2 .2. Hasil Uji Reliabilitas 70

4.3. Uji Persyaratan 71

4.3.1. Uji Normalitas 71

4.3.2. Uji Normalitas Skala perilaku Prososial. 72

4.3.3. Uji Homogeitas 73

4.4. Hasil Utama Penelitian atau Uji Hipotesis 74

4.4.1. Uji Beda Perilaku Prososial. 74

4.4.2. Hasil Tambahan , '" , 76

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 83-87

5.1. Kesimpulan , '" .. , 83

5.2. Diskusi. 84

5.3. Saran 86

5.3.1. Saran Teoritis 86

5.3.2. Saran Praktis 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(13)

Tabel 1. Skor untuk Pernyataan Sikap 60 Tabel2. Blue Print Skala Perilaku Prososial... 60 Tabel 3. Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Usia 64 Tabel4. Gambaran Umum Sampel Berdasarkan Pendidikan 65 Tabel5. Kategori ibu-ibu yang telah melaksanakan ibadah haji 66 Tabel6. Kategori ibu-ibu yang belum melaksanakan ibadah haji 67 Tabel7 Blue Print Skala Perilaku Prososial Sebelum Try Out... 69 Tabel8. Blue Print Skala Perilaku Prososial untuk Penelitian 70

Tabel9 One Sample Kolmogrorov- Smimov test 72

Tabel 10 Uji Homogenitas 73

Tabel11 Uji Beda Skala Perilaku Prososial... 74

Tabel12 Uji Beda Aspek Simpati 77

Tabel13 Uji Beda Aspek Kerjasama 78

Tabel14 Uji Beda Aspek Membantu 79

Tabel15 Uji Beda Aspek Berderma 80

Tabel16 Uji Beda Aspek Altruisme 82

[image:13.526.34.435.175.613.2]
(14)

Lampiran 1

Data Hasil Try Out

Lampiran

2

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Prososial

Lampiran

3

Data Hasil Penelitian

Lampiran

4

Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas

Lampiran

5

Hasil Uji Hipotesis

Lampiran 6

Instrumen Penelitian

(15)

1.1. Latar Belakang

Manusia ada/ah makh/uk sosia/ yang membutuhkan interaksi dengan yang

lainnya. Kebutuhan ini dikarenakan manusia memiliki keterbatasan da/am

mengatasi segala kesulitan-kesulitan yang dialaminya, sehingga

membutuhkan manusia lain da/am bentuk kerjasama dan saling memberikan

bantuan. Karena manusia makh/uk sosia/ maka la akan sela/u hidup dalam

kebersamaan.

Pada waktu manusia dilahirkan akan ada ketergantungan dengan yang

lainnya, artinya la merupakan makhluk yang tidak berdaya apabila tanpa

bantuan orang lain, tidak akan mampu hidup dan tidak akan memiliki

kecakapan untllk pertahanan hidupnya. Mereka be/ajar menyiapkan

makanan, cara berpakaian, cara bergaul dan sebagainya, maka dari

kebersamaanlah ia belajar semua itu. Mereka pun dididik dan dibentuk

supaya mempertahankan kecakapan yang diajarkan kemudian diteruskan

kepada anak-anaknya. Sebuah kenyataan bahwa manusia mampu bertahan

(16)

menyesuaikan diri pada Iingkungan berbeda serta berubah. Oleh karena itu,

manusia berperilaku sesuai dengan Iingkungannya yang la tempati.

Dalam setiap segi kehidupan akan selalu terlihat adanya kesediaan

menolong orang lain, terutama apabila ada bahan pertolongan untuk

menolong, begitu pula kesulitan-kesulitan yang dihadapi individu adalah

mendorong orang yang ada di sekitarnya ingin menolong.

Staub dalam Zanden (1984) juga mengatakan bahwa perilaku prososial ini

tidak hanya memberikan manfaat bagi orang yang menerima bantuan, tetapi

juga bagi orang yang memberikan bantuan antara lain diperolehnya berbagai

perasan positif, berupa perasaan berharga karena telah berguna bagi orang

lain, perasaan kompeten dan terhindar dari perasaan bersalah apabila tidak

menolong. Menurut David 0 Sears (1991), perilaku prososial mencakup

kategori yang lebih luas, meliputi segala bentuk tindakan yang dilakukan atau

direncanakan untuk menolong orang lain tanpa memperdulikan motif-motif si

penolong.

Sikap dan perilaku termasuk perilaku prososial yang dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya adalah agama. Menurut Robbert Nuttin dalam

Jalaluddin (1997) dorongan beragama merupakan salah satu dorongan yang

(17)

makan, minum, berpikir dan lain sebagainya. Sejalan dengan itu maka

dorongan beragama pun menuntut untuk dipenuhi sehingga pribadi manusia

itu mendapatkan kepuasan dan ketenangan. Dalam hal ini perilaku tolong

menolong sesama umat manusia yang sedang mengalami kesulitan adalah

kewajiban bagi setiap muslim. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat

al-Maidah ayat dua :

,/

,/

J'

D D 4 ,/ .J ... Tセ 4 , / ,} ,/

セN^Zセ

1\

セQQ|

セg

Pgセg

("')f\

\j.J\;;;

'JJ

セgI|

\j.J\;;;J

/ ' '" , / / / / /

/

.

/ / Artinya: "Dan t%ng-men%ng/ah kamu da/am (mengeljakan) kebajikan dan

takwa, dan jangan t%ng-menofong da/am berbuat dosa dan pe/anggaran. dan bertakwa/ah kamu kepada Aflah, Sesungguhnya Aflah amat berat siksa-Nya."(af-Maidah: 2)

Menurut Me Guire dalam Jalaluddin (1997), diri manusia memiliki bentuk

sistem nilai tertentu, sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap

bermakna bagi dirinya, yang mana dibentuk melalui belajar dan proses

sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh keluarga, teman

institusi pendidikan dan masyarakat luas sehingga menjadi sistem yang

menyatu dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas atau sistem ini

terlihat dalam kehidupan sehari-hari, seperti bagaimana bersikap,

berpenampilan maupun untuk tujuan apa turut berpartisipasi dalam suatu

(18)

Selain itu kepekaan dalam merasakan penderitaan orang lain (empati) juga

merupakan perilaku prososial yang mana merupakan cerminan keimanan

seorang muslim. Setiap umat beragama di dunia mempunyai pegangan atau

dasar agama masing-masing, begitu juga umat Islam yang mempunyai

pegangan hidup atau pedoman yakni al-Our'an dan as-sunnah.

Sebagai muslim yang taat, maka harus menjalankan segala perintah-Nya dan

menjauhi segala larangan-Nya, yang telah ditetapkan dalam syariat agama

Islam, salah satunya dengan menjalankan rukun Islam secara baik dan

benar. Kelima rukun tersebut adalah, pertama mengucapkan syahadat,

kedua mengerjakan shalat, ketiga melaksanakan puasa di bulan Ramadhan,

keempat menunaikan zakat, kelima menunaikan haji bagi umat Islam yang

mampu.

Hal yang terpenting dari pelaksanaan ibadah haji seseorang adalah

mendapatkan haji yang mabrur yang merupakan dambaan setiap jamaah

hajL Mabrur sendiri berasal dari kata barra yang maknanya berubah menjadi

baik. Para ulama menyebutkan, haji yang mabrur tidak hanya karena jemaah

haji melakukan seluruh syarat dan rukun haji di tanah suci dengan baik dan

(19)

Jemaah haji yang mabrur akan mengubah sikapnya dari yang sebelumnya

suka bermaksiat menjadi taat. Mereka yang sebelumnya kikir, egois, jahat,

suka bergunjing, tidak bertanggung jawab, dan berbagai sikap buruk lainnya

akan berubah menjadi pribadi sportif, bekerja keras, bertanggung jawab,

suka berderma, empati, dan berbagai sikap hidup positif lainnya. Jemaah haji

mabrur akan mencukupkan diri dengan mendapat rezeki yang halal

kemudian menyingkirkan harta yang haram. Secara simpel, menurut Yusuf

Burhanudin sebagian ulama mengartikan mabrur dengan kata a/jud, baik

hati dan suka berderma.

(www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0105122102.htm)

Tak ada yang sangsi, balasan ibadah haji Mabruradalahsurga. Mabruryang

secara bahasa berarti baik dan dianggap sah, tidak saja cukup terkumpul

padanya rukun dan syarat. Namun juga yang lebih penting adalah memiliki

implikasi sosial terhadap pelakunya. Sebagaimana disinyalir Abdul Fatah

Mahmud Idris, dalam suatu pengabdian (a/-'ibadah), mesti terkumpul di

dalamnya tiga aspek: spirit (niat), ritus (praktek) dan pengaruh/hikmah

(sosial). Demikianlah keharusan pelibatan tiga aspek tersebut, agar

selanjutnya kita tidak terjebak dalam menangkap makna ibadah haji secara

parsia!. (Haji dan Amanah Sosia/oleh Yusuf

(20)

Menurut pembimbing haji "Safari Suci", Miftah Faridl mengatakan bahwa:

"Motivasi utama berhaji untuk ibadah dan meneari ridha Allah yang nantinya

berujung kepada gelar haji mabrur/mabrurah. "Haji mabrur bagi lelaki dan

mabruroh bagi perempuan ditentukan selama melaksanakan ibadah dan

paseahaji. Kalau setelah haji amalannya makin mantap insya Allahia

mabrur....

Ritual haji seperti ihram, tawaf, sai, wukuf, mabit, melontar jumrah, dan

lain-lain merupakan suatu hal penting. Namun, selain-lain memahami syariatjemaah

haji juga perlu memahami hal paling penting dari ibadah haji yakni

hakikatnya. Ritual walau tidak boleh ditinggalkan, hanyalah wahana untuk

tujuan haji yang sebenarnya. Banyak pelajaran dari ritual haji yang harus

dipetik agar bisa mengantarkan menjadi haji mabrur dan mabrurah. Misalnya,

melempar jumrah berarti tunduk kepada perintah Allah dan memusuhi

syetan. Saat tawaf bermakna harus selalu dalam poras Allah di setiap

perbuatan sembari mengharap keridaan-Nya.

Menurut Ustadz Badrudin melaksanakan ibadah haji bukan hanya

mengadakan perjalanan fisik sampai ke Mekah dan Madinah. Namun, yang

paling utama adalah perjalanan spiritual yang nantinya akan

(21)

makna dan hakikat perjalanan manusia yang amat sayangkan jika tidak

ditindaklanjuti setelah kembali ke tanah air. Oi kalangan jemaah haji,

menurut Ustadz Badrudin, terdapat dua istilah yakni haji "mabrur" dan haji

"mabur" atau haji mardud. Menurutnya haji mabrur amal-amalnya setelah

pulang dari haji semakin baik dan bertambah baik ritual maupun sosialnya.

Namun, haji "mabur" atau hanya terbang ke tanah suci berbanding terbalik

180 derajat dengan haji mabrur sehingga kinerja amal-amalnya juga

menurun, karena niat awal sudah salah sekadar berwisata, berbelanja, ingin

dipuji, atau menjaga gengsi.

(www.pikiran-rakyat.comlcetakl2006101200611611101.htm)

Ibadah haji juga merupakan suatu pelatihan bagi manusia lmtuk bisa menjadi

manusia yang lebih baik, memiliki perilaku yang sesuai dengan al-Our'an dan

hadist. Memang tidak selalu bisa dilihat dari perilaku para jamaah haji yang

sudah melaksanakan ibadah haji, karena sebagian dari mereka yang sudah

mendapatkan gelar hajinya tidak menampakkan perilaku yang seharusnya

menjadi lebih baik hal ini mungkin disebabkan oleh motivasi yang keliru pada

mereka waktu pergi berhaji sehingga mereka tidak dapat mengambil hikmah

dari pelaksanaan ibadah haji tersebut, biasanya orang yang telah

melaksanakan ibadah haji itu memiliki perilaku yang lebih baik dari

sebelumnya karena dalam kaitannya dengan sikap keagamaan merajuk pada

(22)

Menurut teori pertimbangan sosial perubahan sikap ditentukan oleh faktor

internal yang berupa persepsi sosial, posisi sosial dan proses belajar sosial,

sedangkan faktor eksternal terdiri atas faktor penguatan, komunikasi

persuasif dan harapan yang diinginkan.

Perubahan sikap menu rut teori pertimbangan sosial ditentukan oleh

keputusan-keputusan sosial sebagai hasH interaksi faktor internal dan

eksternal, maka tak jarang dari mereka yang sudah melaksanakan ibadah

haji, perilaku mereka menjadi lebih baik dan bijaksana dan lebih

meningkatkan perilaku prososial di lingkungannya, akan tetapi ada sebagian

dari mereka berperilaku sebaliknya, artinya adanya realitas sosial yang

menunjukan bahwa tidak sedikit umat Islam yang telah melaksanakan ibadah

haji, tetapi belum mampu merefleksikan pola perilaku yang baik dalam

kehidupan pribadi dan sosialnya terutama dalam perilaku prososial, seperti

contoh kasus yang ditemui oleh peneliti adanya beberapa haji yang

ditemuinya cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak mencerminkan

sebagaimana mestinya, akan tetapi kebalikannya lebih bersikap kikir dan

menarik diri dari interaksi sosialnya. Hal inilah yang mendorong penulis untuk

meneliti bagaimanakah "Perbandingan perilaku prososial antara orang yang

(23)

1.2. Identifikasi Masalah

Latar belakang yang dikemukakan oleh peneliti merupakan paparan dari

fenomena-fenomena yang terjadi dan merupakan landasan mengapa peneliti

ingin melakukan penelitian mengenai tema tersebut. Untuk mempertajam,

kiranya peneliti perlu melakukan pembatasan atau perumusan masalah yang

dikerucutkan dalam judul "Perbandingan perilaku prososial antara orang yang

telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada ibu-ibu Majelis ta'lim "

judul penelitian tersebut dijabarkan kedalam suatu permasalahan penelitian,

teridentifikasi yaitu :

1. Bagaimanakah perbandingan perilaku prososial ibu-ibu Majelis Ta'jim

yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan

ibadah haji ?

2. Apakah ada perbedaan perilaku prososial terhadap ibu-ibu Majelis Ta'lim

yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan

ibadah haji?

1.3. Pembatasan Masalah

Masalah utama dalam penelitian ini adalah perbandingan perilaku prososial

antara orang yang telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada

ibu-ibu Majelis ta'lim. Penulis memilih majelis ta'lim sebagai tempat penelitian

(24)

muslim yang telah melaksanakan ibadah haji maupun yang belum untuk

mendapatkan pengajaran agama Islam.

Pada penelitian ini, pembahasan yang akan diteliti oleh penulis memiliki

istilah-istilah yang perlu dibatasi pengertiannya, yaitu sebagai berikut :

a. Perilaku Prososial yang dimaksud adalah perilaku prososial yang

digunakan dalam penelitian ini adalah definisi menurut Wispe (1972),

yaitu bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan atau

perilaku yang memiliki konsekuensi positif, yaitu perilaku yang

memberikan keuntungan serta manfaat bagi orang atau kelompok lain,

yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan apapun

tanpa memperdulikan motif-motif sipenolong yang diwujudkan dalam

pemberian bantuan fisik maupun psikis, dimana dalam perilaku tersebut

tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Perilaku prososial yang dilihat dalam bentuk empati, kerja sama,

berderma, membantu dan altruisme.

b. Haji adalah sengaja berkunjung kerumah Allah untuk melakukan ibadah

yang sudah ditentukan, adapun haji yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah umat islam yang telah melaksanakan rukun Islam yang kelima

yaitu berhaji dan diharapkan menjadi haji yang mabrur sesuai dengan

pengertian haji mabrur menurut Nurcholoish Majid (1997) dengan indikasi

menjadi manusia yang baik, jangkauan amal ibadahnya jauh kedepan dan

(25)

1.4. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

"Apakah ada perbedaan perilaku prososial antara orang yang telah

melaksanakan ibadah haji dan yang belum pada Ibu-ibu Majelis Ta'lim, serta

bagaimana perbandingannya ?"

1.5. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data serta untuk mengetahui

gambaran tentang bagaimana perbedaan perilaku prososial antara yang

telah melaksanakan ibadah haji dan yang belum melaksanakan ibadah haji

apabila ditinjau dari indikator-indikator perilaku prososial meliputi simpati,

kerjasama, membantu, berderma, dan altruis.

Secara teoritis manfaat penelitian ini untuk menambah khasanah i1mu

pengetahuan dalam bidang psikologi khususnya psikologi sosial yaitu

tentang perilaku prososial juga mengenai teori haji itu sendirL Sedangkan

secara praktis, yaitu dapat mengaplikasikan teori yang sudah ada dan dapat

memotivasi seseorang untuk lebih meningkatkan perilaku prososial terutama

(26)

1.6. Sistematika Penulisan

Dalam Skripsi ini terdiri dari lima bab, yaitu :

BAB I : Pendahuluan memuat tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, juga sistematika penulisan.

BAB II : Membahas kajian teoritis tentang pengertian perilaku prososial, bentuk-bentuk perilaku prososial, faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku prososial, tahapan perilaku prososial, pengertian haji,

rukun, syarat dan wajib haji, hikmah haji, pola dan bentuk-bentuk

kepribadian haji, makna haji dalam kehidupan sosial, Kerangka

berpikir serta hipotesis penelitian.

BAS III: Metodologi penelilian yang meliputi jenis penelitian, pendekatan

dan metode penelitian, pengambilan sampel, populai dan sampel,

tehnik pengambilan sampel, devinisi operasional variabel,

pengumpulan data, subjek penelitian, metode dan instrument

penelitian, tehnik uji instrument, tehnik analisa data, prosedur

penelitian.

BAB IV: Hasil penelitian yang terdiri dari gambaran umum sampel, hasil uji

coba instrument penelitian, hasil uji validitas, hasil uji reliabilitas, uji

persyaratan, hasil penelitian atau uji hipotesis.

(27)

2.1. Perilaku Prososial

2.1.1. Pengertian Perilaku Prososial

Manusia adalah makhluk sosial yang mana saling membutuhkan satu dengan

yang lain, dan adanya tolong menolong antar sesama. Tetapi apa yang

membuat seseorang menolong orang lain? Apa yang membuat mereka baik

hati, ramah, merasa kasihan dan peduli terhadap kebutuhan-kebutuhan

orang lain? Alasan mengapa seseorang mau berperilaku demikian, Mussen

dan Eisenberg mengatakan bahwa hal tersebut disebabkan adanya perilaku

prososial.

Menurut David 0 Sears (1991), perilaku prososial meliputi segala bentuk

tindakan yang dilakukan atau direncanakan untuk menolong orang lain tanpa

memperdulikan motif-motif si penolong. Sedangkan Myners mengatakan

bahwa perilaku prososial merupakan hasrat untuk menolong orang lain,

tanpa memikirkan kepentingan sendiri (Sarlito, 1997).

(28)

Feldman, (1985) mengatakan bahwa "Helping or prosocial behavior is

behavior that benefits other people". Menolong atau perilaku prososial adalah

perilaku yang menguntungkan orang lain. Dalam menolong, pertama kali

harus mengenal orang yang ditolongnya, kejadian atau situasi yang

memungkinkan untuk memberikan pertolongan, kemudian mereka harus

memperkirakan tanggung jawab yang mesti diambil serta memutuskan

bentuk pertolongan yang harus mereka berikan.

Sejalan dengan definisi mereka, Staub ( 1978) mengemukakan bahwa

"prosocial behavior is simply defined as behavior that benefits other people".

Perilaku prososial secara sederhana didefinisikan sebagai perilaku yang

menguntungkan orang lain.

Baron& Byrne (1974) mengatakan bahwa "prosocial behavior is action that

benefits others but have no obvious benefit for the person carrying them out,

and which sometimes involve risk for the prosocial person". Perilaku prososial

adalah perilaku yang menguntungkan orang lain, namun tidak mempunyai

keuntungan yang jelas bagi orang yang melakukannya dan terkadang justru

(29)

Sedangkan menurut Stang and Wrightsman, (1981) dalam Raven & Rubin,

Prosocial behavior is definedasvoluntary behavior performed with the

intention of benefiting another person or group of persons. Perilaku prososial

di definisikan sebagai perilaku sukarela yang ditampilkan dengan

kecenderungan untuk memberikan manfaat atau keuntungan kepada orang

lain atau kelompok.

Wispe (1972) dalam Vaughan berpendapat bahwa "Defined prosocial

behaviourasbehaviour that has positive social consequences and

contributes to the physical or psychological wellbeing of another person".

Definisi perilaku prososial merupakan segala bentuk perilaku yang

mempunyai konsekuensi positive yang diwujudkan dalam bentuk pemberian

bantuan fisik maupun psikis terhadap orang lain.

Berdasarkan dari pengertian-pengertian perilaku prososial diatas, maka

dapat disimpulkan bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk

perilaku yang memberikan keuntungan dan manfaat bagi orang atau

kelompok lain yang diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan fisik

maupun psikis dan dilakukan tanpa mengharapkan keuntungan atau imbalan

apapun serta tanpa memperdulikan motif-motif sipenolong dan perilaku

tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku

(30)

2.1.2. Bentuk-bentuk Perilaku Prososial

Perilaku prososial merupakan perilaku yang memberikan keuntungan bagi

orang lain. Menurut Wispe dalam Zanden (1984), perilaku prososial meliputi

berbagai bentuk, antara lain :

1. Empati

Perilaku yang didasarkan atas perasaan positif terhadap orang lain, sikap

peduli, serta ikut merasakan kesedihan dan penderitaan orang lain.

Menurut Duan (2000) dalam Robert (2004) Empati meliputi komponen

afektif maupun kognitif. Secara afektif orang yang berempati merasakan

yang orang lain rasakan, secara kognitif, orang yang berempati

memahami apa yang orang lain rasakan dan mengapa.

Menurut Schlenker

&

Britt (2001) dalam Robert (2004) Menolong orang

lain dan ditolong oleh orang lain jelas rneningkatkan kesempatan bagi

orang untuk dapat bertahan dan bereproduksi. Komponen afektif dari

empati juga termasuk merasa simpatik, tidak hanya merasakan

penderitaan orang lain tetapi juga rnengekspresikan kepedulian dan

mencoba rnelakukan sesuatu untuk rneringankan penderitaan mereka.

Misalnya, individu yang memiliki empati tinggi lebih termotivasi untuk

(31)

2. Cooperation (kerja sarna)

Kerjasarna diartikan bahwa setiap orang mampu dan ingin bekerja sama

dengan orang lain, meski bukan keuntungan bersama.

Baron & Byrne menjelaskan bahwa kerjasama adalah perilaku dimana

kelompok bekerja secara bersama-sama untuk mendapatkan tujuan yang

sama ( Baron dkk,2005).

Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap

kelompoknya (yaitu in-groupnya) dan kelompok lainnya (merupakan

out-groupnya). Kerjasama mungkin akan bertambah apabila ada bahaya luar

yang mengancam atau tindakan-tindakan yang rnenyinggung kesetiaan

yang telah tertanam didalam kelompok, dalam diri seseorang.

Kerjasama dapat bersifat agresif apabila kelompok dalam jangka waktu

lama mengalami kekecewaan sebagai akibat perasaan tidak puas karena

keinginan-keinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi oleh karena adanya

rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan

tersebut dapat menjadi lebih tajam apabila kelompok demikian merasa

(32)

Marvin E Shaw (1981) menyarankan penggunaan definisi kerjasama dari

M. Deustch yang mendasarkan definisinya dari tujuan dalam kelompok

kecil yang berbunyi :

" A cooperative social situation was defined as one in which the oal

regions of individual group members are such that if

a

goal region is

entered by any given individual, all other group member are facilitated in

reaching their respective regions"

Sebuah situasi sosial yang kooperatif didefinisikan sebagai sebuah situasi

dimana wilayah tujuan dari setiap anggota kelompok sedemikian rupa

sehingga bila wilayah tujuan itu dimasuki oleh individu manapun, semua

anggota kelompok yang lain terfasilitasi dalam pencapaian wilayah tujuan

mereka masing-masing.

Situasi kerjasama dalam suatu kelompok, dapat dikatakan bahwa tujuan

dari kelompok itu homogen, setiap anggota menginginkan hal yang sama.

Saat anggota dari sebuah kelompok menyetujui sebuah tujuan dan

ォ・セ。ウ。ュ。 untuk mencapai goal tersebut, mereka lebih tertarik satu

dengan yang lain, lebih tidak hostile dan lebih menunjukan keakraban dan

keramahan satu dengan yang lain, menjadi lebih kooperatif dalam diskusi

kelompok, bertingkah laku lebih positif terhadap kontribusi anggota

lainnya dan secara umum, bertingkah laku positif terhadap kelompok

(33)

3. Helping (Membantu)

Yang dimaksud dengan helping atau menolong adalah :

"...helping which we will define asan action that has the consequences of

providing some benefit to orimproving the well-beingofanother person

"(Schroederet,al., 1995)

Suatu tindakan tetap dapat dikategorikan sebagai menolong atau helping

selama terjadi perbaikan kesejahteraan pada seseorang yang dilakukan

oleh orang lain (seperti memberi hadiah, membantu menyelesaikan

tugas). Bentuk menolong sendiri dapat dibedakan atas beberapa macam

mulai dari tindakan yang hanya memerlukan pengorbanan paling kedI

atau mudah dilakukan, seperti memberitahukan jam pada orang lain yang

bertanya memberikan bantuan kepada organisasi sosial; sampai dengan

tindakan yang memerlukan pengorbanan yang lebih besar.

Staub (1978) mengatakan bahwa helping atau menolong tersebut dapat

diklasifikasikan menurut derajat pengorbanan dan resiko sipenolong (cost

to the actor) atau derajat keuntungan dan manfaat yang dirasakan

sipenerima (utility for recipient). Helping adalah perilaku mengambil

bagian atau membantu urusan orang lain sehingga orang tersebut dapat

(34)

4. Donating (Berderma)

Merupakan perilaku memberikan hadiah atau sumbangan kepada orang

lain, biasanya berupa amal.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia berderma adalah pemberian

(kepada fakir miskin, dsb) atas dasar kemurahan hati; bantuan uang dsb

(kepada perkumpulan sosial dsb)

5. Altruisme (Suka Menolong)

Mengambil bagian untuk menolong orang lain yang dilakukan tanpa

pamrih dan biasanya dalam bentuk menyelamatkan orang lain dari

ancaman bahaya.

Konsep altruisme sangat dekat dengan konsep perilaku menolong .

Macaulay& Berkowitz (dalam Schroeder, 1995) mendefinisikan

Altruisme sebagai pertolongan yang diberikan seseorang kepada orang

lain tanpa mengharapkan rewards dari sumber-sumber luar. Definisi yang

senada di kemukakan oleh Myers (dalam schroeder, 1995), yaitu

kepedulian dan pertolongan yang diberikan kepada orang lain tanpa

pamrih.

Dalam Webster's new word dictionary(dalam Wrightsman, 1997),

(35)

lain tanpa mementingkan diri sendiri. Menurut Severy (dalam

Wrightsman, 1997) esensi dari altruisme adalah motivasi untuk menolong

yang didasari oleh penyebab sederhana, yaitu karena seorang individu

melihat bahwa orang lain membutuhkan pertolongan. Kail & Cavanough

(2000) mengemukakan bahwa altruisme merupakan perilaku yang

dikendalikan oleh perasaan bertanggung jawab terhadap orang lain,

misalnya menolong dan berbagi.

Daniel Batson (dalam Schroeder, 1995) mengemukakan bahwa untuk

membedakan antara perilaku menolong dan altruisme kita harus berfokus

pada motivasi yang melandasi perilaku tersebut bukan pada konsekuensi

yang muncul dari perilaku tersebut. motivasi yang melandasi perilaku

menolong adalah motivasi yang dilandasi oleh egoistic concerns,

contohnya , jika aku menolong orang lain sedangkan motivasi yang

melandasi altruisme adalah keinginan untuk meningkatkan kesejahtraan

orang lain. Dalam altruisme, seseorang kadang tidak peduli dengan

pengorbanan yang harus ia lakukan demi menolong orang lain.

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Prososial

Teori yang digunakan untuk menjelaskan mengenai perkembangan tingkah

(36)

prinsip-prinsip belajar dengan menitik beratkan pada peranan reinforcement,

hadiah, hukuman dan adanya model. Pokok pikiran yang terpenting pada

teori ini adalah tingkah laku itu ditentukan oleh apa yang telah dipelajari

sebelumya. Pada situasi tertentu seseorang cenderung akan bertingkah laku

tertentu sebagai suatu kebiasaan dan apabila menghadapi situasi yang sama

cenderung akan bertingkah laku seperti kebiasaan tersebut.

Menurut pendekatan belajar, tingkah laku prososial sebagaimana halnya

tingkah laku lain sifatnya dapat dipelajari. Untuk mengajarkan tingkah laku

prososial Watson (1984) mengemukakan bahwa ada beberapa hal yang

penting untuk diperhatikan yaitu, (1) adanya instruksi untuk berbuat baik (2)

adanya model (3) Penguat apabila tingkah laku ditampilkan (4) Atribusi.

1. Efek dari adanya instruksi.

Dengan mengatakan pada seorang anak mengenai tingkah laku apa yang

harus ditampilkan, maka akan dapat mengarahkan tingkah laku, sehingga

seseorang menjadi tahu tingkah laku apa yang harus ditampilkan,

sehingga dikemudian hari apabila menghadapi situasi yang sama ia

sudah tahu tingkah laku apa yang harus ditampilkan. Dengan demikian

adanya instruksi untuk menolong orang lain, akan meningkatkan

(37)

2. Efek dari adanya model

Pada waktu seseorang melihat orang lain menampilkan tingkah laku

menolong, maka ia akan berusaha untuk menampilkan tingkah laku yang

sarna dengan orang lain yang dilihatnya. Sejumlah studi yang telah

dilakukan membuktikan akan adanya efek modelling ini. Hasil eksperiment

dari Bryan dan test (1967) dalam Watson (1984) mendapatkan bahwa

seseorang tergerak untuk ikut menyumbang kotak amal ketika melihat

orang lain menyumbang.

3. Efek dari adanya penguat (reinforcement)

Mekanisme dari adanya penguat ini adalah bahwa seseorang belajar

tingkah laku tertentu karena dengan menampilkan tingkah laku itu ia akan

mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dan memuaskan. Pada waktu

suatu tingkah laku mendapat penguat, maka tingkah laku cenderung

diulang. Sebaliknya seseorang akan menghindarkan bertingkah laku

tertentu karena tingkah laku tersebut selalu disertai sesuatu yang tidak

menyenangkan.

4. Efek dari self atribution

Seseorang dapat saja menampilkan tingkah laku menolong pada suatu

situasi, namun agar tingkah laku menolongnya dapat terus tampi!, perlu

(38)

Watson (1984) menyatakan bahwa dengan mengembangkan 'self

atribution'maka akan meningkatkan tingkah laku menolong. Seorang

anak menyatakan pada dirinya sendiri bahwa "saya seorang yang baik

hati", maka atribusi ini akan mengarahkan tingkah lakunya di lain waktu,

bila la menghadapi situasi yang memungkinkannya untuk melakukan

tingkah laku menolong, maka tingkah laku tersebut akan ditampilkan.

Menurut Sears, Freedmen dan Peplau (1994) mengatakan bahwa perilaku

prososial dipengaruhi oleh karakteristik situasi, karakteristik penolong, dan

karakteristik orang yang membutuhkan pertolongan.

Faktor karakteristik situasional meliputi:

»

Kehadiran orang lain

»

Kondisi Iingkungan

»

Tekanan waktu

Sedangkan faktor karakteristik penolong meliputi:

»

Faktor kepribadian

»

Suasana hati

»

Rasa bersalah
(39)

Sarlito Wirawan (1997) mengemukakan bahwa perilaku prososial dipengaruhi

oleh faktor-faktor dari luar (eksternal) dan dari dalam (Internal). Faktor-faktor

eksternal meliputi:

1. Kehadiran orang lain

Merupakan faktor utama dan pertama, menurut penelitian psikologi sosial,

yang berpengaruh pada perilaku menolong atau tidak menolong adalah

adanya orang lain yang kebetulan ada bersama kita ditempat kejadian (by

Standers). Semakin banyak orang lain, semakin kecil kecenderungan

orang untuk menolong. Sebaliknya, orang yang sendirian cenderung lebih

bersedia menolong.

2. Menolong jika orang lain menolong

Sesuai dengan prinsip timbal balik dalam teori norma sosial, adanya

seseorang yang sedang menolong orang lain akan memicu kita untuk

juga ikut menolong.

3. Desakan waktu

Biasanya orang-orang yang sibuk dan tergesa-gesa cenderung untuk

tidak menolong, sedangkan orang yang santai lebih besar

kemungkinannya untuk memberi pertolongan kepada yang

(40)

4. Kemampuan yang dimiliki

Jika orang merasa mampu, ia akan cenderung menolong, sedangkan

kalau merasa tidak mampu ia tidak menolong.

Adapun faktor-faktor internal meliputi:

1. Perasaan

Perasaan dalam diri seseorang dapat mempengaruhi perilaku menolong.

Kurang ada konsistensi dalam hal pengaruh perasaan yang negative

(sedih, murung, kecewa, dan sebagainya) terhadap perilaku menolong .

pada anak-anak pengaruhnya adalah menghambat sedangkan pada

orang dewasa mendorong perilaku menolong.

Menurut Cialidni & Kenrick (1976) dalam Sarlito Wirawan (1997), hal itu

disebabkan orang dewasa sudah dapat merasakan manfaat dari perilaku

menolong untuk mengurangi perasaan negative itu, sedangkan pada

anak-anak belum ada kemampuan seperti itu. Akan tetapi, jika perasan

negative terlalu mendalam, dampaknya pada orang dewasa adalah

menghambat perilaku menolong . Orang dalam keadaaan depresi akut

biasanya terlalu mencekam dengan dirinya sehingga tidak mau

memikirkan orang lain ( Aderman & Berkowitz, 1983 dalam Sarlito

(41)

Disamping itu perasan positif (gembira, senang, bahagia) menunjukan

hubungan yang lebih konsisten dengan perilaku menolong. Happy people

are helpful people (orang yang senang hati adalah orang yang murah

hati). Dalil ini berlaku untuk anak-anak maupun dewasa. Bahkan anak

kecil pun sudah dapat memanfaatkan daHl ini, misalnya untuk meminta

uang jajan, anak kedl menunggu sampai orang tuanya berwajah ceria

agar permintaannya dikabulkan (Salovey, Myer& Rosenhan,1991 dalam

Sarlito Wirawan, 1997)

Walaupun demikian, emosi positif pun kadang-kadang tidak memicu

perilaku menolong. Oleh karena itu, emosi positif masih harus dikaitkan

lagi dengan situasi di luar diri agar dapat memicu perilaku menolong,

yaitu;

セ Kondisinya tidak terlalu berbahaya

セ Lebih banyak manfaat daripada kerugiannya

セ Ada yang mendorong untuk berperilaku menolong

2. Sifat

Jawaban terhadap pertanyaan tentang pribadi semacam ibu Theresa,

yang mau membantu orang lain tanpa mengharapkan balasan sama

sekali, kemungkinan adalah karena adanya sifat atau trait menolong

(agentic dispotition) yang sudah tertanam dalam kepribadian orang yang

(42)

Menurut Bierhoff, Klien & Kramp (1991) dalam Sarlito Wirawan (1997)

menyatakan bahwa orang-orang yang perasa dan berempati tinggi

dengan sendirinya lebih memikirkan orang lain dan karenanya lebih

menolong. Demikian pula orang yang mempunyai pemantauan diri (Self

Monitoring) yang tinggi cenderung lebih penolong karena dengan menjadi

penolong ia memperoleh penghargaan sosial yang lebih tinggi.

3. Agama

Faktor agama ternyata juga dapat mempengaruhi perilaku menolong.

Menurut Gallup (1984) dalam Sarlito Wirawan (1997), 12 % dari orang

Amerika tergolong taat beragama dan diantara mereka 45 % membantu

dalam pekerjaan sosial seperti, membantu anak-anak miskin, rumah sakit,

orang jompo, sementara dikalangan yang tidak taat beragama persentase

yang membantu hanya 22 %. Dari penelitian tersebut menandakan bahwa

ketaatan dalam beragama memberikan keyakinan kepada seseorang

tentang pentingnya menolong yang lemah seperti diajarkan oleh agama.

4. Jenis kelamin

Dari pengamatan terhadap lebih dari 6300 orang pejalan kaki di Boston

dan Cambridge, Amerika Serikat, ternyata 1,6% menyumbang kepada

peminta-minta jalanan. Di antara para penyumbang itu, laki-Iaki lebih

banyak daripada perempuan (Goldberg, 1995 dalam Sarito Wirawan,

(43)

Sedangkan menurut Alice Eagly dan Maureen Crowley's (1986) dalam

Franzoi (2003) mempelajari kembali meta-analisis dari 172 studi tingkah

laku menolong menunjukan bahwa laki-Iaki dan wan ita memiliki

perbedaan dalam kerelaan untuk mungkin melakukan perilaku prososial.

Laki-Iaki umumnya lebih banyak membantu daripada wan ita, dan mereka

lebih mungkin membantu orang asing daripada wanita.

Perbedaaan gender ini sangat besar ketika berada diantara orang

banyak, ketika ada potensi bahaya dalam pertolongan dan ketika yang

membutuhkan pertolongan itu wanita. Meskipun tampak banyak

perbedaan yang nyata mereka lebih berperilaku prososial tanpa adanya

rutinitas seperti memberikan bantuan kepada orang asing yang sedang

menderita.

Kapan bentuk tingkah laku prososial seperti membantu teman

memberikan perhatian kepada anak-anak, menurut penelitian wan ita

urnumnya dalam hal ini lebih membantu dibanding pria, contohnya, wan ita

lebih suka memberikan rasa sosialnya dan dukungan emosional kepada

orang lain dan mereka lebih bersedia melayani atau merawat anak-anak

dan kepada orang yang lebih tua, diantara anak-anak ada sedikit

perbedaan dalam memberikan pertolongan dan sedikit perbedaan itu

(44)

sedikit lebih memberikan pertolongan dibandingkan anak laki-Iaki

(Eisenberg et al.,1996 dalam Franzoi, 2003).

Berdasarkan penemuan dari penelitian tersebut, kita dapat membuat dua

kesimpulan sementara pertama, pria dan wanita memberikan pertolongan

tetapi dalam jalan yang berbeda. Yang kedua, perbedaan ini akan lebih

menyolok dari masa kecil ke masa dewasa dan lebih nyata lagi ketika

peran gender itu menonjol, sesuai dengan nilai budaya dan adat istiadat

bahwa anak laki-Iaki itu adalah penyelamat yang gagah berani yang lebih

mungkin meletakan dirinya sendiri dalam bahaya ketika ada yang

membutuhkan pertolongan dibanding wanita. Dipihak lain wanita lebih

mungkin menyediakan waktu yang panjang untuk melibatkan empati dan

merawat, ini sesuai dengan budaya gender wanita.

Perilaku prososial dapat dikatakan sebagai perilaku yang positif, karena

memberikan kesejahteraan dan manfaat bagi orang lain serta merupakan

perilaku yang dilakukan secara sukarela dan demi kepentingan orang lain

atau kelompok lain serta bukan sekedar alat untuk memuaskan motif pribadi

sipelaku.

Adapun teori perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(45)

bahwa perilaku prososial merupakan segala bentuk tindakan atau perilaku

yang memiliki konsekuensi positif, yaitu perilaku yang memberikan

keuntungan serta manfaat bagi orang atau kelompok lain, yang dilakukan

tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan apapun tanpa

memperdulikan motif-motif si penolong yang diwujudkan dalam pemberian

bantuan fisik maupu psikis, dimana dalam perilaku tersebut tidak

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku

prososial yang dilihat dalam bentuk empati, kerja sama, berderma,

membantu dan altruisme.

2.1.4. Tahap-tahap Perilaku Prososial

Latane dan Darley (1970) dalam Vaughan (2005) menggunakan Decision

Model of helping. Dalam menjelaskan tingkah laku prososial , Latane dan

Darley tidak melibatkan faktor emosi sebagai faktor yang berperan besar.

Pada model ini yang paling berperan besar adalah keputusan dari orang

yang berpotensi untuk melakukan pertolongan.

Teori ini menjelaskan bahwa perilaku menolong yang dilakukan oleh

seseorang pada seseorang dalam situasi gawat (emergency) merupakan

sebuah proses ini terdiri dari lima tahapdecision making. Tahapan awal jika

(46)

terjadi perilaku menolong. Jika salah satu tahap tidak terjadi maka perilaku

menolong tidak akan dilakukan.

Tahap pertama yang dilakukan oleh orang yang melakukan pertolongan

adalah menyadari bahwa suatu hal yang tidak biasa (unusual) sedang terjadi.

Yang sering terjadi pada situasi sosial adalah kita setiap saat menerima

stimulus berupa visual dan suara yang sedemikian banyaknya, sehingga

tidak mungkin bagi kita untuk memperhatikan semua stimulus yang ada.

Pada tahap kedua, mereka menyadari bahwa sedang terjadi situasi

emergency dan membutuhkan pertolongan. Pada tahap ini diperlukan

keputusan untuk menentukan apakah situasi tidak biasa yang sedang terjadi

tersebut membutuhkan pertolongan atau tidak.

Pada tahap ketiga ini setelah mereka mendefinisikan suatu situasi sebagai

emergency, maka mereka menghentikan sampai seberapa besar mereka

mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pertolongan. Jika seseorang

merasa mempunyai tanggung jawab untuk menolong, maka pada tahap

keempat adalah memutuskan untuk memberikan pertolongan. Tahap

terakhir dari model ini adalah mengimplementasikan kemampuan yang ia

(47)

Bagan 1

The decision process in Latane&darley's Cognitive Model

1. Notice the Do Not

emergency No Help

Yes

2. Define it as Do Not

emergencies No Help

t

Yes 3. Take

No Do Not

Responsibility

Help

t

Yes

14. Decide to help '11-.:..:Nc.::O---+l Do NotHelp

t

Yes

1

5. Implement

I

I

. way to help _-'N'-"o=-- ,

セセiセッセ

2.2. Ibadah Haji

2.2.1. Pengertian Haji

Ibadah haji adalah ibadah rukun Islam yang kelima. Tidak semua oran!l. .

-melakukannya, karena dalam ibadah haji membutuhkan kekuatan fisik selain

itu pula membutuhkan dana yang cukup besar, terutama bagi orang-orang

(48)

dan mewajibkan bagi mereka yang mampu. Sedemikian besar nilai ibadah

haji, maka jika dilaksanakan tanpa keikhlasan seperti meneari popularitas

atau karena motif tertentu, maka akan sia-sia.

Dilihat dari segi bahasa (etimologi), kata haji berasal dari bahasa Arab yang

artinya mengalahkan dengan hujjah atau alasan. Sedangkan menurut istilah

(terminologi) ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli,

diantaranya Sayid Sabiq (1996), haji adalah mengunjungi Makkah untuk

mengerjakan ibadah thawaf , sa'i, wukuf di Arafah dan ibadah-ibadah lain

demi memenuhi perintah Allah dan mengharap keridhaanNya.

Menurut Farid Ishaq, seeara etimologi haji atau "al hajj"dalam bahasa Arab

berarti menyengaja berziarah. Sedangkan dalam pengertian terminologi haji

adalah kepergian ke Makkah (baitullah) pada waktu-waktu tertentu untuk

melaksanakan bentuk-bentuk ibadah tertentu pula semata-mata karena Allah

SWT (Farid,1997).

Sedangkan menurut Muhammad Bagir AI-Habsyi (1999), menyatakan bahwa

haji (dalam bahasa Indonesia) berasal dan bahasa Arab, Hajj atau Hijj yang

berarti menuju atau mengunjungi sesuatu (Biasanya digunakan untuk ka'bah

(49)

di Arafah dan lain sebagainya), semata-mata demi melaksanakan perintah

Allah dan mencari keridhaanNya.

Sedangkan pengertian haji secara terminologi yakni mengunjungi

tempat-tempat tertentu yang dihormati dengan tujuan mendekatkan diri kepada

Tuhan yang disembah telah ada sebagai tradisi umat manusia sejak dahulu

kala. Sebagaimana firman Allah dalam surat ai-Hajj: 27

Artinya: "Dan berserulah kepada manusia untuk mengefjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan befjalan kaki, dan

mengendarai unta yang kurus (Unta yang kurus menggambarkan jauh dan sukamya yang ditempuh oleh jemaah haji) yang datang dali

segenap penjuru yang jauh" (AI-Hajj: 27)

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan ibadah haji adalah

bersengaja berkunjung ke Baitullah untuk melaksanakan semua rangkaian

ibadah haji yang telah ditetapkan seperti Ihram, wukuf, thawaf, sa'i, tahallul

dan ibadah haji lainnya pada waktu tertentu. Semua amalan tersebut

dilakukan dengan urutan tertentu semata-mata karena Allah dan

(50)

2.2.2.

Rukun, Syarat dan Wajib Haji

Adapun rukun-rukun haji adalah:

1. Ihram, yaitu niat untuk mengerjakan haji atau umrah dengan memakai pakaian yang tidak berjahit untuk pria, sedangkan wanita boleh

memakai pakaian apa saja yang bisa menutupi aurat sesuai dengan ketentuan syariat Islam.

2. Wukuf di Padang Arafah, yaitu berdiam di arafah, ditentukan yaitu mulai dari tergelincir matahari pada tanggal 9 Zulhijjah sampai terbit fajar pada tanggal10 Zulhijah.

2. Thawaf, yaitu mengelilingi kabah sebanyak tujuh kali putaran berlawanan dengan arah putaran jam.

3. Sa'i, yaitu berjalan atau berlari keeil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.

4. Tahallul, yaitu, bereukur atau menggunting rambut untuk mengakhiri proses ibadah haji atau umrah.

5. Tertib, yaitu mengerjakan seluruh rangkaian haji seeara berurutan Syarat Wajib Ibadah Haji

Adapun Syarat-syarat wajib haji :

1. Islam 2. Baligh

(51)

5. Mempunyai kesanggupan untuk melakukannya

6. Bagi wanita yang hendak melaksanakan ibadah haji hendaknya

bersama-sama mahramnya atau suaminya atau wanita yang

dipercayainya.

Wajib Ibadah Haji

1. Mengenakan pakaian ihram dariMiqat, dipakai terus hingga pelaksanaan

haji selesai .

2. Bermalam di Mudzdalifah

3. Melempar Jumrah Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah

4. Melontar tiga jumrah, yaitu Jumratul ula, Wustha danAqobahyaitu pada

tanggal 11, 12,13 Dzulhijjah

5. Bermalam di Mina sebelum melakukan Jumrah

6. Thawaf Wada'yaitu thawaf perpisahan ketika akan meninggalkan kota

mekah

7. Menghindari segala yang diharamkan dalam ihram, menjauhkan diri dari

hal-hal yang dilarang olehSyara'.

2.2.3.

Hikmah Haji

Menurut M. Ali Hasan (2001) hikmah dalam melaksanakan ibadah haji

diantaranya :

(52)

2. Menghapus dosa, sebagaimana sabda rosullullah :

Artinya: "Siapa saja yang menunaikan ibadah haji, sedangkan dia tidak berkata kotor (bercampur dengan istri), dan tidak berbuat maksiat, maka dia kembali (suci), seperti dia dilahirkan oleh ibunya"(H.R Bukhari dan Muslim)

3. Meningkatkan semangat juang Oihad)

Jihad dalam Islam atau memperjuangkan agama nilainya sangat tinggi

dan tidak semua orang dapat「・セゥィ。、 dimedan perang. Tetapi ada amal

yang bernilai jihad diantaranya menunaikan ibadah haji. Sebagaimana

sabda nabi:

Artinya: ''Jihad orangtua, orang lemah dan wanita adalah haji"(

HR.

Nasai)

Aisyah juga pernah bertanya kepada Rosullullah: "Ya Rosul/ul/ah anda

berpendapat bahwa jihad itu adalah amalan yang paling utama, apakah

kami para wanita tidak boleh betjihad?" Rosul/ulah menjawab;

Artinya: "Jihad yang paling utama untuk anda para wanita) adalah haji

mabrur (makbul)"

(HR.

Bukhari dan Muslim)

Dari hadist-hadisi diatas dapat dipahami bahwa haji mabrur itu sarna

(53)

4. Mendapatkan kehormatan sebagai tamu Allah

Para jamaah haji dan umroh di tanah suci, sebagai tamu Allah dilayani

dan disantuni. Pelayanan dan santunan terhadap jamaah haji dan umroh

adalah, bila mereka berdoa dikabulkan dan bila memohon ampun akan

diampuni, sebagaimana sabda Rasulullah SAW.:

" __ ... .... 0 ) " (> ..-: (> J: (>

01).»

/J-

セjセャ[BQ

0[J ;.

6!b:-1

セケN[

01 ,.illl

セI

)':.:JI)

EJI

,.... .... ... .... ,..,

(4.J:_?

<.J!I)

Pセ

<.J!I) JWI

Artinya: "Para jemaah haji dan umroh itu adalah tamu Allah, jika mereka berooa Allah kabulkan dan jika mereka memohon ampun, Allah

mengampuni mereka"(H.R. Nasai, Ibnu Hibban dan Ibnu

Khuzaimah).

5. Mengadakan hubungan antara Bangsa

Jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru dunia, yang berbeda ras,

bahasa, adapt istiadat dan perbedaan-perbedaan lainnya, di tanah suci

disatukan oleh akidah yang sama dihubungkan oleh tali agama Islam.

Pada saat sampai ke tanah suci, yang menjadi tugas pokok adalah

ibadah haji, disamping itu terbawa serta pula persoalan lain seperti

menjalin hubungan dagang, diplomatik, persahabatan antar sesama

pemimpin dan kegiatan-kegiatan lain, walaupun tidak secara resmi. Hal ini

(54)

Artinya: Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan

mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfa'at bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang temak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Q.S. Alhali 27-28)

6. Menempati surga sebagai balasan amal

Menunaikan ibadah haji adalah merupakan kewajiban bagi orang yang

mampu dan memenuhi syarat, tapi dalam pandangan Allah, ibadah itu

mempunyai nilai tinggi dan akan dibalas dengan surga. Berkenaan

dengan ini Rosulullah bersabda:

... '" 4 ' ./ 4.J 4 ... ,... 4 D

0\.,.>)>

セ|

'Yl

セセ[|ャ

セェセ|

セij

,1:

4;;:

\:l

ttb'

セZセ|

Jl

エLNZセ|

/ / /

セセNjャNsN^セ|

(55)

2.2.4. Pola dan Bentuk- bentuk Kepribadian Haji

Menurut Abdul Mujib ( 2006) bahwa Kepribadian haji dapat dibentuk melalui

dua pola: pertama, pola umum, yaitu pola yang diambil dari ayat-ayat

al-Our'an serta hadist- hadist Nabi Saw yang membahas tentang haji. Pola ini

bersifat umum yang lazimnya membahas mengenai motivasi dan balasan

bagi orang yang melakukan ibadah haji; kedua, pola khusus, yaitu yang

diambil dari hikmah dalam melaksanakan rukun, wajb dan sunnah haji.

masing-masing bagian haji tersebut memiliki hikmah dalam kehidupan

manusia, karena itu menjadi miniatur perilaku manusia dari masa lalu, masa

kini dan masa mendatang.

Bentuk-bentuk kepribadian haji dari pola umum diantaranya adalah :

1. Kepribadaian tauhidi, yaitu kepribadian yang utuh dalam memenuhi

panggilan Allah Swt, yang diwujudkan dalam bacaan talbiyah dan

menyengaja menuju ke Ka'bah. Bacaan talbiyah (Iabbayka Allahumma

labbyk) merupakan ungkapan ketundukan dan ketaatan kepada sang

Khalik dengan penuh kesadaran dan kekhusyuan, bukan tunduk dan

patuh pada aturan selain-Nya.

2. Kepribadian mujahid, yaitu orang yang berjihad dengan cara berperang

(56)

Swt. Bentuk jihadnya adalah mengeluarkan harta benda untuk biaya haji;

meninggalkan tanah air, keluarga, status, jabatan; menguras tenaga fisik

dan psikis dalam menjalankan ibadah yang penuh resiko; dan melawan

hawa nafsu dan setan. Sabda Nabi Saw "sebaik-baik jihad adalah hajj".

(HR. al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah)

3. Kepribadian yang suei dan fitri, karena dalam ibadah tersebut menghapus

nuktah saudah(titik hitam) dalam jiwanya. Dalam haji dilarang berbieara

yang kotor dan kasar, berdebat, marah, egois dan sombong. Semua

perilaku batin yang buruk tersebut mengakibatkan hilangnya kesueian jjwa

manusia. Hajj merupakan wahana untuk pembersihan semua kotoran jjwa

tersebut. Karena itulah Nabi Saw bersabda: "Barang siapa yang

melakukan haji karena Allah tanpa disertai dengan perbuatan yang buruk

dan dosa maka ia pulang seperti baru dilahirkan dari perut ibunya." (HR

al-Bukhari dari Abu Hurairah)

4. Keprjbadian yang sukses, karena telah melewati segala rintangan,

tantangan dan resiko yang berat dalam mensyiarkan agama Allah.

Kesuksesan dalam hajj karena dilandasj oleh ketakwaan hati yang utuh.

Firman Allah Swt: Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa

mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari

(57)

imbalan yang istimewa, yakni surga. Sabda Nabi Saw:"Tiada imba/an

yang pantas bagi haji mabrur kecualisUfya"(HR.al-Turmudzi dari ibn

Mas'ud)

Bentuk-bentuk kepribadian haji dari pola khusus, yang bersumber dari rukun,

wajib dan sunnah haji diantaranya sebagai berikut:

1. Kepribadian muhrim (yang ihram), yaitu kepribadian yang mengharamkan

atau menahan diri terhadap perilaku yang dilarang, demi persatuan dan

kesamaan derajat antar sesama manusia dan merendahkan diri

(tawadhuJ di hadapan Allah. Dalam kepribadian muhrim menghendaki

adanya kesamaan derajat tanpa menonjolkan perbedaan status, jabatan,

etnis, dan golongan, antara yang kaya dan yang miskin menjadi satu,

tanpa adanya atribut yang menonjol seperti wewangian.

Persaudaraan terlihat, termasuk kepada hewan dan tumbuh-tumbuhan

karena semuanya adalah makhluk-Nya yang satu sarna lain saling

membutuhkan. Kepribadian muhrim mengikat diri untuk tidak melakukan

kesalahan dan melanggar larangan dalam masa (miqat zamani) dan

tempat (miqat makani)tertentu.

Berpakaian ihram bagi jemaah haji hikmahnya adalah bahwasanya kita

meninggalkan perhiasan dunia yang sifatnya sementara. Mengenakan

pakaian ihram memiliki arti dari sisi mentalitas pribadi dan hubungan

(58)

Dari sisi mentalitas, pakaian ihram adalah simbol dari fitrah.

Ihram melambangkan kemerdekaan dan pembebasan dari

belenggu-belenggu. Seperti belenggu prasangka negatif, belenggu prinsip hidup

selain dari Allah, belenggu yang terbentuk dari pengalaman-pengalaman,

belenggu kepentingan, belenggu sudut pandang yang subjektif, belenggu

pembanding yang tidak objektif dan belenggu buku bacaan,

Iiteratur-Iiteratur terkini yang terbatas. Apabila seseorang sudah menggenakan

pakaian ihram, artinya ia sudah merdeka, sehingga telah memiliki kembali

fitrahnya. (Ary Ginanjar, 2001).

2. Kepribadian Thawif (yang thawaf), yaitu kepribadian yang hanya menuju

kepada Allah Swt dengan cara beputar tujuh kali. Dalam thawaf selalu

melihat ka'bah yang merupakan wujud keutuhan orientasi hiciup semua

umat Islam menuju satu tujuan, simbol ketauhidan dalam Islam, sambil

mengucapkan zikir dan doa kepada-Nya. Dalam thawaf juga disunahkan

mencium Hajar Aswad (batu hitam), dan berdoa pada tempat-tempat

mustajabah(terkabul) doanya, seperti Hijr Ismail, MUltazam dan maqom

Ibrahim.

Thawaf merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi ka'bah.

Mengelilingi ka'bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti.

(59)

adalah suatu bentuk pelatihan untuk mempertajam prinsip keimanan yang

dibangun melalui pelatihan fisik (Ary Ginanjar, 2001).

1. Kepribadian Waqif(yang Wukuf), yaitu kepribadian yang menghentikan

seluruh kegiatan duniawi dalam waktu sesaat, keeuali hanya menunaikan

shalat, berzikir dan berdoa kepada Allah, dengan harapan agar mereka

terbebas dari belenggu hawa nafsu dan materi. Kepribadian ini menjadi

suei karena dosa- dosanya diampuni dan dibebaskan dari api neraka (HR.

Muslim dari Aisyah).

2. Kepribadian sa'i(yang sa'i), yaitu kepribadian yang selalu bekerja keras,

dengan lari-Iari keell, dalam meneapai suatu tujuan, seperti bekerja

meneClri nafkah (meneari air zam-zam untuk diminum di musim kemarau)

dalam menghidupi did dan keluarga tanpa merasa kelelahan. Kepribadian

ini mengingatkan akan kasih sayang seorang ibu (Siti Hajar istri Nabi

Ibrahim) dalam merawat dan memelihara anaknya (Ismail), sekalipun ia

ditinggal berdakwah oleh suaminya. Hikmah yang dapat diambil dalam

sa'jadalah perjuangan hidup, sebuah pencarian, perjuangan fisik yaitu

gerakan yang memiliki tujuan yang digambarkan dengan berlari-Iari keeil

(60)

5. Kepribadian mutahallil(yang tahallul). yaitu kepribadian yang tidak

melakukan sesuatu kecuali yang dihalalkan melakukannya. Untuk

mencapai kehalalan diperlukan adanya pengorbanan dengan mencukur

beberapa helai rambut. sebab rambut merupakan mahkota seseorang.

Tanpa pengorbanan baik berupa harta, pikiran bahkan jabatan-sesuatu

tidak memiliki nilai lebih.

6. Kepribadian yang mandiri dan siap susah dengan cara mabit(bermalam),

baik di Muzdalifah maupun di Mina. Pada mabit ini seseorang ditempah

pada tempat, keadaan. sarana dan peralatan seadanya. Cuaca terasa

sangat dingin. kekuatan fisik melemah bahkan tempat tidur dan makan

seadaanya. Bagi mereka yang terbiasa hidup enak dan dilayani, mabit

merupakan bagian haji yang tersulit

7. Kepribadian yang selalu membuang dan memerangi setan, baik setan

yang ada dalam dirinya (hawa nafsu) maupun setan melalui melempar

jumrah. Setan ada yang berbentuk wujud ruhani yang buruk dan apa pula

merupakan sifat atau perilaku yang buruk. Baik wujud maupun perilaku

syaithaniyah. kedua-nya harus dijauhi manusia. karena setan adalah

musuh manusia yang mengajak ke jalan kesesatan (OS al-Hijr 39-40).

Dengan melontar jumrah. diharapkan perilaku buruk hilang dalam diri

(61)

8. Kepribadian yang sadar akan kesalahannya dengan cara menebusnya

dengan mengalirkan darah (dam) kambing, unta atau sapi di tanah haram,

dalam rangka memenuhi ketentuan haji. Kepribadian yang baik bukanlah

kepribadian yang sarna sekali tidak melakukan kesalahan, tetapi

kepribadian yang baik adalah jika khilaf dan melakukan kesalahan, maka

segera sadar dan menebusnya dengan pengorbanan harta benda yang

dimiliki.

9. Kepribadian yang mengingat dan berkunjung (ziyarah) pada

tempat-tempat suci, yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Swt.

2.2.5. Penghayatan Makna haji dalam kehidupan sosial (Arnal Shaleh) Oi dalam buku fiqh. Jilid I, (1983) Perbuatan ibadah haji itu adalah karena

Allah, karena hendaklah mentaati perintah Allah.

Oalam hadist dikemukakan:

.... ..- .J 0... O } ; ... , .... ... "" .... ....

:J\.i

セセi

pi

セゥ

:'i'<./'

aャャiZBZGセ

:J\.i

All\

セセ

0;'; ($-1;;'

....

-

.... ....

... .... ...J... \ 0 J .... "'"

:J\.i

セ|N[」Z

:Ji

'AllI

J;..

J

セセi

:J\.i

セiG[cZ

セZjゥ

LNjZBZGセj

Qゥjセ

PセQ

.... ... .... ... ...

HセI

GDスセi

01).)

セェ[ZG

Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata

Gambar

tabel yaitu 2,0. Dengan demikian Ho diterima atau tidak ada perbedaan
Tabel 1.Skor untuk Pernyataan Sikap
Tabel1Bobot Nilai
Tabel3Kategori sampel berdasarkan usia
+7

Referensi

Dokumen terkait