LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI
KOTA MEDAN
Disusun oleh:
Pahala Raja Pasaribu, S.Farm. NIM 123202011
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT
di
RSUD Dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh:
Pahala Raja Pasaribu, S.Farm. NIM 123202011
Disetujui oleh Pembimbing,
Pembimbing Fakultas, Pembimbing Rumah Sakit,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dra.Nurintan, Apt.
NIP 197802152008122001 NIP 195607241996032001
Diketahui Oleh : Kepala Instalasi Farmasi RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan
Drs. Juangga Tobing, Apt. NIP 1953061191985031001
Medan, Juli 2013 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Dekan,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
kasih dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan praktek kerja
profesi di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan. Laporan ini ditulis berdasarkan teori
dan hasil pengamatan selama melakukan PKP di rumah sakit.
Rasa terimakasih yang tiada habisnya penulis ucapkan kepada ayahanda J.
Pasaribu (Alm) dan kepada ibunda P. Sinaga beserta abang, kakak dan adik ku
tercinta yang telah memberikan doa yang tulus dan dukungan sehingga penulis
dapat menyelesaikan laporan ini.
Selama melaksanakan PKP ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak berupa arahan, bimbingan dan saran. Oleh karena itu, penulis ingin
menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Amran Lubis., Sp.J.P.(K)., FIHA selaku Direktur RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan yang telah memberikan fasilitas untuk melaksanakan PKP
2. Bapak Drs. Juangga Tobing, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan
3. Ibu Dra. Erlina, Apt., selaku sekertaris Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan
4. Ibu Dra. Nurintan, Apt., selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama melakukan PKP
5. Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., sebagai pembimbing dari
Fakultas Farmasi USU yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan
6. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Drs. Wiryanto, M.S., Apt., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak dan Ibu Apoteker, Staf, dan Karyawan Instalasi Farmasi RSUD dr.
Pirngadi Kota Medan yang telah memberi petunjuk dan bantuan selama
melaksanakan PKP.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari seluruh
pembaca. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan.
Medan, Juli 2013 Penulis,
RINGKASAN
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RINGKASAN ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR TABEL ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan Kegiatan ... 3
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ... 4
2.1 Definisi Rumah Sakit ... 4
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ... 4
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ... 5
2.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum ... 5
2.3.2 Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah ... 5
2.3.3 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Afiliasi Pendidikan 6
2.4 Peran Apoteker dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit ... 7
2.5 Komite Farmasi dan Terapi ... 7
2.6 Formularium Rumah Sakit ... 9
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ... 10
2.8.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi ... 11
2.8.1.1 Perencanaan ... 11
2.8.1.2 Pengadaan ... 12
2.8.1.3 Penerimaan ... 12
2.8.1.4 Penyimpanan ... 13
2.8.1.5 Pendistribusian ... 13
2.8.1.6 Pengendalian ... 15
2.8.1.7 Penghapusan ... 16
2.8.1.8 Pencatatan dan Pelaporan ... 16
2.8.1.9 Monitoring dan Evaluasi ... 17
2.8.2 Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan ……….. 17
2.8.3 Pelayanan Farmasi Klinis ... 19
2.9 Central Sterile Supply Department (CSSD) ... 28
BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUD dr. PIRNGADI KOTA MEDAN ... 32
3.1 Sejarah RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 32
3.2 Struktur Organisasi ... 33
3.3 Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 34
3.3.1 Sub Instalasi Administrasi ... 34
3.3.2 Sub Instalasi Perbekalan ... 37
3.3.3 Sub Instalasi Distribusi ... 41
3.3.3.2 Pelayanan Farmasi Pasien Rawat Inap Askes/ Jamkesmas/
Medan sehat/Pemprovsu ... 46
3.3.3.3 Pelayanan Farmasi Pasien Rawat Jalan Jamkesmas/ Medan sehat/Pemprovsu ... 49
3.3.3.4 Pelayanan farmasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD) ... 51
3.3.3.5 Pelayanan farmasi di Instalasi Bedah Sentral (IBS) ... 56
3.3.3.6 Distribusi ruangan ... 59
3.3.4 Sub instalasi farmasi klinis ... 60
3.4 Central Sterilization Supply Department (CSSD) ... 63
BAB IV PEMBAHASAN ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
5.1 Kesimpulan ... 71
5.2 Saran ... 72
DAFTAR PUSTAKA ... 73
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 74
Lampiran 2.Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan ... 75
Lampiran 3. Rekapitulasi Perhitungan Unit Cost Pasien Askes ... 76
Lampiran 4. Formulir B2 (Daftar Permintaan dan Pengeluaran Farmasi) .. 77
Lampiran 5. Formulir P1 (Permohonan Pembelian Barang Medis) ... 78
Lampiran 6. Formulir Surat Pesanan ... 79
Lampiran 7. Surat Pesanan Narkotika ... 80
Lampiran 8. Surat Pesanan Psikotropika ... 81
Lampiran 9. Faktur Pajak Standar ... 82
Lampiran 10. Surat Setoran Pajak Penghasilan (SSP PPh) ... 83
Lampiran 11. Surat Setoran Pajak Pertambahan Nilai (SSP PPN) ... 84
Lampiran 12. Faktur Pembayaran Pesanan Perbekalan Farmasi ... 85
Lampiran 13. Formulir Catatan Pemberian Obat ... 86
Lampiran 14. Formulir Protokol Terapi dari IGD ... 87
Lampiran 15. Formulir Protokol Terapi dari Ruangan ... 88
Lampiran 16. Formulir Pemakaian Obat Golongan Narkotika ... 89
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Perhitungan Unit Cost Partus Normal
RINGKASAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka
pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal ini secara optimal,
diselenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, yang bertujuan untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan
pemerintah adalah dengan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rumah sakit.
Hal tersebut diperjelas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit, yang
menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah
yang berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan pelayanan kefarmasian di rumah
sakit meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan
obat, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat,
monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat dan dispensing sediaan
Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki dasar pendidikan dan
keterampilan di bidang farmasi serta diberi wewenang dan tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Seiring perkembangan zaman,
profesionalisme apoteker semakin diperlukan, karena pekerjaan kefarmasian
tidak lagi berorientasi pada produk semata (product oriented), tetapi cenderung
berorientasi pada pasien (patient oriented). Perubahan orientasi pekerjaan
tersebut menuntut apoteker untuk memiliki pengetahuan yang luas dalam
melaksanakan pelayanan kefarmasian, baik pengelolaan perbekalan farmasi
maupun pelayanan farmasi klinik.
Perwujudan profesionalisme apoteker dalam menjalankan profesinya
dilaksanakan melalui peningkatan sumber daya manusia sehingga apoteker dapat
menjalankan fungsinya yaitu sesuai dengan konsep The Seven Star Pharmacist
meliputi sikap apoteker sebagai pemberi pelayanan (care giver), pembuat
keputusan (decision maker), communicator, manager, pembelajaran jangka
panjang (long life learner), guru (teacher), pemimpin (leader) dan researcher
(ISFI, 2007).
Dalam rangka meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit maka
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara menyelenggarakan Praktik Kerja
Profesi bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Profesi Apoteker yang bekerja
sama dengan RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
Praktik Kerja Profesi ini meliputi:
2. Melihat langsung aktivitas dan peranan apoteker secara umum di rumah sakit,
khususnya di Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
3. Melakukan pemberian obat dan informasi terhadap pasien di pelayanan
farmasi rawat jalan.
4. Melakukan wawancara dan konseling terhadap pasien kemoterapi sitostatika.
5. Mengetahui peran dan tugas CSSD di rumah sakit.
1.2 Tujuan Kegiatan
Tujuan umum dilaksanakannya Praktik Kerja Profesi di RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan adalah untuk mendidik calon apoteker agar mampu mengelola
kegiatan kefarmasian di rumah sakit sesuai dengan etika dan ketentuan yang
BAB II
TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT
2.1 Definisi Rumah Sakit
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah
institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan,
dan gawat darurat.
2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dinyatakan bahwa
rumah sakit mempunyai tugas dan fungsi.
a. Tugas rumah sakit adalah:
Memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yaitu
pelayanan kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit (preventif),
peningkatan kesehatan (promotif), pengobatan penyakit (kuratif), dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif).
b. Fungsi rumah sakit adalah:
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3 Klasifikasi Rumah Sakit
2.3.1Klasifikasi Rumah Sakit Secara Umum
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat
dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya.
a. Berdasarkan jenis pelayanan
1. Rumah sakit umum
Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit.
2. Rumah sakit khusus
Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit
tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,
atau kekhususan lainnya.
b. Berdasarkan pengelolaannya
1. Rumah sakit publik
Dapat dikelola oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan badan
hukum yang bersifat nirlaba.
2. Rumah sakit privat
Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk perseroan
2.3.2Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka
penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan,
rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan
pelayanan rumah sakit.
Klasifikasi rumah sakit umum, sebagai berikut:
1. Rumah sakit umum kelas A
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis yang bersifat
spesialisistik dan subspesialistik yang luas serta mempunyai kapasitas tempat
tidur lebih dari 1000.
2. Rumah sakit umum kelas B
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis sekurang-kurangnya
11 spesialistik dan subspesialistik terbatas serta mempunyai kapasitas tempat
tidur antara 500-1000.
3. Rumah sakit umum kelas C
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis spesialistik
sekurang-kurangnya 4 dasar lengkap serta kapasitas tempat tidur antara 100-300.
4. Rumah sakit umum kelas D
Mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medis dasar dengan kapasitas
tempat tidur ± 100.
2.3.3Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Menurut Siregar dan Lia (2004), klasifikasi rumah sakit berdasarkan afiliasi
1. Rumah sakit pendidikan
Rumah sakit pendidikan adalah rumah sakit yang melaksanakan program
pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik dan bidang spesialis lain.
2. Rumah sakit nonpendidikan
Rumah sakit nonpendidikan adalah rumah sakit yang tidak memiliki program
pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas.
2.4 Peran Apoteker Dalam Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit
Di rumah sakit apoteker berperan dalam penerapan terapi dengan
memastikan ketepatan pemberian obat oleh dokter, penyediaan obat dan
memastikan penggunaan obat dengan tepat. Apoteker juga berperan dalam
manajemen farmasi rumah sakit (Siregar dan Lia, 2004).
2.5 Komite Farmasi dan Terapi
Menurut Kepmenkes RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, komite farmasi dan
terapi (KFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para
staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang
mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker sebagai
sekretaris dari KFT serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan KFT adalah:
1. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya.
2. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004, fungsi dan ruang
lingkup KFT adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat
untuk dimasukkan ke dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok dan produk obat
yang sama.
2. KFT harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru
atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis.
3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk kategori khusus.
4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional.
5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosis dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional.
6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat.
7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
secara baik dan benar, peran apoteker harus mendasar dan mendalam dibekali
dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmako epidemologi dan
farmako ekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit (Depkes RI, 2004).
2.6 Formularium Rumah Sakit
Formularium rumah sakit adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui
oleh komite farmasi dan terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi
pada setiap batas waktu yang ditentukan (Depkes RI, 2004).
Sistem formularium rumah sakit adalah suatu metode yang digunakan staf
medik di suatu rumah sakit yang disusun oleh komite farmasi dan terapi yang
bertujuan untuk mengevaluasi, menilai dan memilih produk obat yang dianggap
paling berguna dalam perawatan penderita. Obat yang ditetapkan dalam
formularium rumah sakit harus tersedia di instalasi farmasi rumah sakit (Siregar
dan Lia, 2004).
Formularium rumah sakit dievaluasi oleh komite farmasi dan terapi untuk
menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih
mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Selama formularium rumah sakit di
evaluasi, formularium rumah sakit tersebut masih dapat digunakan oleh staf medis
di rumah sakit (Depkes RI, 2004).
Menurut Siregar dan Lia (2004), kegunaan formularium rumah sakit adalah
sebagai pedoman dalam penulisan resep di rumah sakit untuk:
2. Sebagai bahan edukasi bagi staf medik tentang terapi obat yang benar.
3. Memberi rasio manfaat yang tinggi dengan biaya yang kecil.
2.7 Rekam Medik
Menurut Permenkes RI No.269/Menkes/Per/III/2008 yang dimaksud dengan
rekam medik adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Menurut Depkes RI (2008), pemanfaatan rekam medik meliputi :
1. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien.
2. Alat bukti dalam proses penegakkan hukum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi dan penegakkan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi.
3. Keperluan pendidikan dan penelitian.
4. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan.
5. Data statistik kesehatan.
2.8 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu unit/departemen atau bagian di
suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan kompeten secara profesional dan merupakan tempat
atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan
serta pelayanan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu
Menurut Kepmenkes No. 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang standar
pelayanan farmasi di rumah sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit
mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan
kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan serta pelayanan farmasi
klinis.
2.8.1Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Menurut Kepmenkes RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pengelolaan
perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi, pencatatan dan pelaporan serta
monitoring dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
Tujuan kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi adalah:
1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efesien.
2. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.
3. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi.
4. Mewujudkan Sistem Informasi Manajemen berdaya guna dan tepat guna.
5. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan.
2.8.1.1Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah, dan
harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan
antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode konsumsi dan
Pedoman dalam perencanaan adalah:
1. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Formularium Jamkesmas, DPHO
2. Data catatan medik
3. Anggaran yang tersedia
4. Penetapan prioritas
5. Siklus penyakit
6. Sisa persediaan
7. Data pemakaian periode yang lalu
8. Rencana pengembangan
2.8.1.2Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui:
1. Pembelian
Secara langsung dari pabrik/distributor/pedagang besar farmasi/rekanan
berdasarkan kebutuhan obat yang diperlukan.
2. Produksi/pembuatan sediaan farmasi:
a. Produksi steril
b. Produksi non steril
3. Sumbangan/droping/hibah
2.8.1.3Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,
Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi, yaitu:
1. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS)
2. Khusus untuk alat kesehatan/kedokteran harus mempunyai certificate of origin
3. Pabrik harus mempunyai sertifikat analisa produk
2.8.1.4Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan, yaitu:
1. Dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya
2. Dibedakan menurut suhu dan kestabilannya.
3. Mudah tidaknya meledak/terbakar.
4. Tahan/tidaknya terhadap cahaya disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjaminketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
2.8.1.5Pendistribusian
Pendistribusian merupakan kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap
dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Sistem distribusi
dirancang atas dasar kemudahan untuk dijangkau oleh pasien dengan
mempertimbangkan:
1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada.
2. Metode sentralisasi atau desentralisasi.
3. Sistem floor stock, resep perorangan, one day dose dispensing (ODDD) dan
sistem kombinasi.
Sistem distribusi obat harus menjamin pemberian obat, dosis, jumlah, dan
Distribusi dapat dilakukan melalui cara-cara berikut:
1) Floor Stock
Pada sistem ini, perbekalan farmasi didistribusikan langsung kepada setiap
unit perawatan. Dengan adanya sistem ini, perbekalan farmasi yang dibutuhkan
dalam keadaan darurat di ruangan (seperti obat-obat emergensi) dapat dengan
mudah diperoleh pasien, karena telah tersedia melalui sistem floor stock. Namun
sistem ini hanya bisa diterapkan untuk pelayanan pada pasien rawat inap.
Keuntungan sistem floor stock adalah:
a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia
b. Pasien tidak harus membayar obat yang lebih
c. Tidak perlu tenaga banyak
Kelemahan sistem floor stock adalah:
a. Sering terjadi kesalahan, seperti kesalahan peracikan oleh perawat atau
adanya kesalahan penulisan etiket.
b. Persediaan obat di ruangan harus banyak.
c. Kemungkinan kehilangan dan kerusakan obat lebih besar.
2) Resep perorangan (individual prescription)
Penyaluran perbekalan farmasi dengan sistem ini adalah berdasarkan resep
yang diterima pasien, sehingga pasien menerima langsung perbekalan farmasi
sesuai resep. Semua pasien rawat jalan menerima perbekalan farmasi melalui
resep perorangan, tetapi sebagian pasien rawat inap juga menerima resep
perorangan. Sistem ini memungkinkan apoteker untuk langsung mengkaji resep
apoteker, perawat, dan pasien. Kekurangannya adalah jika obat berlebih, pasien
tetap harus membayarnya.
3) Sistem One Day Dose Dispensing (ODDD)
Distribusi perbekalan farmasi dengan menggunakan sistem ODDD berarti
bahwa pendistribusian obat sesuai dengan dosis per hari yang dibutuhkan oleh
pasien. Pembayaran perbekalan yang digunakan oleh pasien juga sesuai dengan
kebutuhannya untuk satu hari. Sistem ini melibatkan kerjasama apoteker dengan
dokter dan juga perawat dalam memonitor pendistribusian seluruh perbekalan
farmasi kepada pasien sehingga penggunaan obat yang rasional dan efektif dapat
tercapai.
Keuntungan sistem ODDD adalah:
a. Pasien hanya membayar obat sesuai yang telah digunakannya.
b. Tidak ada kelebihan obat atau alat yang tidak terpakai di ruangan perawat.
c. Menciptakan pengawasan ganda oleh apoteker dan perawat.
d. Kerusakan dan kehilangan obat hampir tidak ada
4) Sistem kombinasi
Rumah sakit besar pada umumnya tidak terpaku pada satu sistem distribusi
obat saja, tetapi lebih fleksibel, yaitu dengan mengkombinasikan beberapa sistem
di atas, bahkan mungkin menggunakan semua sistem di atas, namun sesuai
dengan kebutuhan rumah sakit. Penetapan sistem distribusi pada setiap rumah
sakit tidak harus sama satu dengan lainnya, tergantung pada kebijakan rumah sakit
2.8.1.6Pengendalian
Pengendalian merupakan suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya
sasaran yang diinginkan sesuai strategi dan program yang telah ditetapkan
sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan obat di unit-unit
pelayanan. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan
perbekalan farmasi di unit pelayanan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengendalian adalah:
1. Melihat catatan pemberian obat sebelum obat diberikan kepada pasien.
2. Pengembalian obat yang tidak digunakan harus dalam keadaan utuh bersegel.
3. Pengendalian obat dalam ruang bedah dan ruang pemulihan.
4. Penandaan pada wadah perbekalan farmasi yang didistribusikan.
5. Penggunaan kartu kendali (seperti kartu obat).
6. Menghitung dosis obat.
7. Menghitung biaya perbekalan farmasi yang dikeluarkan dan membandingkan
dengan unit cost yang diterima.
2.8.1.7Penghapusan
Penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap perbekalan farmasi
yang tidak terpakai karena kadaluarsa, rusak, mutu tidak memenuhi syarat dengan
cara membuat usulan penghapusan perbekalan farmasi kepada pihak terkait sesuai
dengan prosedur yang berlaku. Tujuan adalah menjamin perbekalan farmasi yang
tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang berlaku.
2.8.1.8Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
Farmasi Rumah Sakit. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk
melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan ditarik
dari peredaran.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan dari pelaporan adalah:
1. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
2. Tersedianya informasi yang akurat
3. Tersedianya data yang lengkap untuk membuat perencanaan
2.8.1.9Monitoring dan Evaluasi
Salah satu upaya untuk terus mempertahankan mutu pengelolaan perbekalan
farmasi di rumah sakit adalah dengan melakukan kegiatan monitoring dan
evaluasi. Kegiatan ini juga bermanfaat sebagai masukkan guna penyusunan
perencanaan dan pengambilan keputusan. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi
dapat dilakukan secara periodik dan berjenjang. Tujuannya monitoring dan
evaluasi adalah meningkatkan produktivitas para pengelola perbekalan farmasi di
rumah sakit agar dapat ditingkatkan secara optimum.
2.8.2Pelayanan Kefarmasian Dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
Kegiatan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan,
meliputi:
1. Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien.
2. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
3. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
4. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
5. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
6. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
7. Melakukan pencampuran obat suntik.
8. Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
9. Melakukan penanganan obat kanker.
10.Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
11.Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
12.Melaporkan setiap kegiatan.
Tujuan dari pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan adalah:
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan farmasi di rumah
sakit.
2. Memberikan pelayanan farmasi yang dapat menjamin efektifitas, keamanan
dan efisiensi penggunaan obat.
3. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi kesehatan lain yang
4. Melaksanakan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan
penggunaan obat secara rasional.
2.8.3Pelayanan Farmasi Klinis
Pelayanan farmasi klinis adalah pelayanan langsung yang diberikan apoteker
kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan
risiko terjadinya efek samping obat.
Pelayanan farmasi klinis meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan resep
Interpretasi pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi termasuk peracikan
obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap
alur pelayanan resep, dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication error).
Tujuan pengkajian pelayanan dan resep untuk menganalisis adanya masalah
terkait obat, jika ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada
dokter penulis resep. Kegiatan yang dilakukan yaitu apoteker harus melakukan
pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi:
a. Nama, umur, jenis kelamin, dan berat badan serta tinggi badan pasien
b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter
c. Tanggal resep
Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Nama obat, bentuk, dan kekuatan sediaan
b. Dosis dan jumlah obat
c. Stabilitas
d. Aturan dan cara penggunaan
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat
b. Duplikasi pengobatan
c. Alergi, interaksi dan efek samping obat
d. Kontraindikasi
2. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat adalah proses untuk mendapatkan
informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang pernah dan sedang
digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari wawancara atau data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Tujuan penelusuran riwayat penggunaan obat adalah:
a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam
medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan informasi
penggunaan obat.
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika diperlukan.
c. Mendokumentasikan adanya alergi dan reaksi obat merugikan.
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan
obat.
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang
digunakan.
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.
j. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter.
k. Mengidentifikasi terapi lain misalnya suplemen, dan pengobatan alternatif
yang mungkin digunakan oleh pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat
kepada pasien/keluarganya, dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan adalah nama obat
(termasuk obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan indikasi
dan lama penggunaan obat, reaksi obat merugikan termasuk riwayat alergi, dan
kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang tersisa).
3. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat (PIO) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian
informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias, terkini dan
komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter, apoteker, perawat,
Tujuan PIO adalah:
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan
dengan obat/perbekalan farmasi, terutama bagi komite/subkomite farmasi
dan terapi.
c. Menunjang penggunaan obat yang rasional.
Kegiatan yang dilakukan pada PIO adalah:
a. Menjawab pertanyaan.
b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.
c. Menyediakan informasi bagi komite/sub KFT dan sehubungan penyusunan
formularium rumah sakit.
d. Bersama dengan penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit (PKMRS)
melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
e. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan PIO, adalah sumber
daya manusia, tempat, dan perlengkapan.
4. Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat-obatan
pada pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling bertujuan memberikan
pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara
penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain.
Kegiatan yang dilakukan dalam konseling meliputi:
a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.
b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat
melalui three prime questions.
c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada
pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.
d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah
penggunaan obat.
e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman pasien.
f. Dokumentasi.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam memberikan konseling adalah:
a. Kriteria pasien
i. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan
ginjal, ibu hamil dan menyusui).
ii. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (TB, DM,
epilepsi).
iii. Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus.
iv. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit.
v. Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).
vi. Pasien yang memiliki riwayat kepatuhan penggunaan obat rendah.
b. Sarana dan prasarana
ii. Alat bantu konseling (kartu pasien/catatan konseling).
5. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan
apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk mengamati
kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah terkait obat,
memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki, meningkatkan
terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien
serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit atas
permintaan pasien yang biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah
(home pharmacy care). Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus
mempersiapkan diri dengan mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien
dan memeriksa terapi obat dari rekam medis atau sumber lain.
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan terapi obat (PTO) adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif, dan rasional bagi pasien. Tujuan
PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan resiko reaksi obat
tidak diinginkan (ROTD).
Kegiatan yang dilakukan dalam PTO meliputi:
a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat dan respon terapi
b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat
Tahapan yang dilakukan dalam PTO adalah:
b. Identifikasi masalah terkait obat
c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat
d. Pemantauan
e. Tindak lanjut
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam PTO adalah:
a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis bukti terkini dan
terpercaya.
b. Kerahasiaan informasi.
c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
7. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring efek samping obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
terhadap ROTD yang terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi
obat yang tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi.
Tujuan monitoring efek samping obat meliputi:
a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak
dikenal dan frekuensinya jarang
b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping obat yang sudah dikenal
dan yang baru saja ditemukan
c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
angka kejadian dan hebatnya efek samping obat
d. Meminimalkan resiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki
Kegiatan pemantauan dan pelaporan efek samping obat adalah:
a. Mendeteksi adanya kejadian ROTD
b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami efek samping obat
c. Mengevaluasi laporan efek samping obat
d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan efek samping obat di komite/sub
KFT
e. Melaporkan ke pusat MESO
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring efek samping obat
adalah:
a. Kerjasama dengan KFT dan ruang rawat
b. Ketersediaan formulir MESO
8. Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat
yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obatan yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
Tujuan dari pengkajian penggunaan obat, yaitu:
a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu.
b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pengkajian penggunaan obat
adalah:
a. Indikator peresepan
b. Indikator pelayanan
c. Indikator fasilitas
9. Dispensing Sediaan Khusus
Dispensing sediaan khusus steril dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
dengan tekhnik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk dan
melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya
kesalahan pemberian obat. Tujuan dilakukan dispensing sediaan khusus adalah
untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing
sediaan khusus terdiri atas pencampuran obat suntik, penyiapan nutrisi parenteral
dan penanganan sediaan sitotoksik.
Penanganan obat kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai
kebutuhan pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada
keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya dari efek toksik
dan kontaminasi, dengan menggunakan alat pelindung diri, mengamankan pada
saat pencampuran, distribusi, maupun pemberian kepada pasien sampai kepada
pembuangan limbahnya. Secara operasional dalam mempersiapkan dan
melakukan harus sesuai prosedur yang ditetapkan dengan alat pelindung diri yang
memadai.
Kegiatan yang dilakukan dalam dispensing sediaan khusus meliputi:
b. Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai
c. Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
d. Mengemas dalam pengemas tertentu
e. Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku
Faktor yang perlu diperhatikan pada penanganan obat kanker adalah:
a. Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai.
b. Lemari pencampuran biological safety cabinet.
c. HEPA filter.
d. Alat pelindung diri.
e. Sumber daya manusia yang terlatih.
f. Cara pemberian obat kanker
2.9 Central Sterile Supply Department (CSSD)
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat
Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit/departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua
alat atau bahan yang dibutuhkan rumah sakit dalam merawat/ melakukan tindakan
kepada pasien dalam kondisi steril. Instalasi CSSD dipimpin oleh seorang
apoteker sebagai kepala instalasi yang bertanggung jawab langsung kepada
direktur rumah sakit.
Latar belakang berdirinya CSSD di rumah sakit adalah:
1. Besarnya angka kematian akibat infeksi nasokomial.
2. Kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia
3. Merupakan salah satu pendukung jaminan mutu pelayanan rumah sakit akan
peran dan fungsi CSSD sangat penting.
Tujuan dibentuknya CSSD di rumah sakit adalah:
1. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami penyortiran, pencucian dan sterilisasi yang sempurna.
2. Memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit.
3. Menyediakan dan menjamin kualitas sterilisasi produk yang dihasilkan.
Fungsi CSSD di rumah sakit adalah:
1. Menyediakan peralatan dan bahan steril untuk tindakan medis dan penunjang
medis.
2. Tempat dilakukan proses desinfeksi, sterilisasi alat dan bahan habis pakai
steril.
3. Mendistribusikan alat dan bahan habis pakai steril.
4. Mendokumentasikan semua kegiatan harian (jumlah instrumen atau jumlah
bahan habis pakai yang disterilkan)
Sistem pelayanan yang dilakukan dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
1. Sistem Titipan
Menerima alat kesehatan yang belum steril dari ruangan untuk disterilkan di
CSSD, kemudian menyerahkannya kembali kepada ruangan yang bersangkutan
dalam keadaan steril. Ruangan yang dilayani adalah kamar bedah atau ruang
perawatan yang membutuhkan.
2. Sistem Distribusi
Memproses penyediaan kebutuhan alat atau perlengkapan bedah dimulai dari
pendistribusian. Melayani kebutuhan alat bedah steril untuk ruangan Instalasi
Bedah Sentral, Kamar Bedah Emergensi, kamar bedah THT, kamar bedah mata
dan kamar bedah kulit.
Kegiatan sterilisasi yang dilakukan di instalasi CSSD pada autoklaf dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu:
1. Alat kotor disortir dan dicek kelengkapannya kemudian dicuci dengan larutan
antiseptik lalu disikat dengan air mengalir untuk membuang darah yang
melekat pada alat
2. Direndam dengan larutan antiseptik selama 30 menit
3. Dicuci dengan air bersih dan disikat sampai bersih
4. Direndam di ultrasonik dengan larutan antiseptik selama 30 menit
5. Dibilas di alat ultrasonik dengan air panas
6. Dikeringkan di alat ultrasonik
7. Alat dikeluarkan dan disusun sesuai tindakan operasi
8. Sterilkan pada suhu 132oC selama 15 menit
9. Didistribusikan ke bagian yang membutuhkan
Kegiatan sterilisasi yang dilakukan di instalasi CSSD pada oven dilakukan
dengan beberapa tahap, yaitu:
1. Alat kotor disortir dan dicek kelengkapannya kemudian dicuci dengan larutan
antiseptik lalu disikat dengan air mengalir untuk membuang darah yang
melekat pada alat.
2. Direndam dengan larutan antiseptik selama 30 menit.
3. Dicuci dengan air bersih dan disikat sampai bersih.
5. Dibilas di alat ultrasonik dengan air panas.
6. Dikeringkan di alat ultrasonic.
7. Alat dikeluarkan dan disusun sesuai tindakan operasi dan diberi tanda
(indikator paper).
8. Sterilkan pada suhu 160oC selama 2 jam.
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RSUD dr. PIRNGADI KOTA MEDAN
a. Sejarah RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan didirikan pada tanggal 11 Agustus 1928
oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama GEMENTA ZIEKEN HUIS.
Setelah Jepang masuk ke Indonesia pada tahun 1942 diambil alih dan berganti
nama menjadi Syuritsu Byusono Ince yang dipimpin oleh seorang putra Indonesia
yaitu Dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro. Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia,
pada tahun 1947 diambil alih oleh pemerintah negara RIS dengan nama Rumah
Sakit Kota Medan. Dengan berdirinya NKRI pada tanggal 17 Agustus 1950
Rumah Sakit Kota Medan diambil alih oleh pemerintah pusat/kementerian
kesehatan di Jakarta dengan nama RSU Pusat. Kemudian pada tahun 1971,
diserahkan dari pusat ke Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan berganti nama
menjadi RSU Pusat Provinsi Medan. Pada tahun 1979 diganti menjadi RSU dr.
Pirngadi Medan dan semenjak tanggal 27 Desember 2001 telah diserahkan
kepemilikannya dari Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara kepada Pemerintahan
Kota Medan. Pada tanggal 6 September 2002, status kelembagaan RSU dr.
Pirngadi Medan ditetapkan menjadi Badan Pelayanan Kesehatan RSU dr. Pirngadi
Kota Medan. Sesuai Peraturan Daerah Pemerintahan Kota Medan No. 3 Tahun
2009, sejak tanggal 4 Maret 2009 BPK (Badan Pelayanan Kesehatan) RSU dr.
Pirngadi Kota Medan berubah menjadi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.
Dr. Pirngadi Kota Medan ditetapkan statusnya menjadi BLUD RSUD dr. Pirngadi
Kota Medan.
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan adalah rumah sakit kelas B Pendidikan
yang mempunyai fasilitas dan kemampuan medis spesialis dasar, spesialis luas,
dan beberapa subspesialis yang terletak di Jl. Prof. Haji Mohammad Yamin, SH
No. 47 dan Jl. Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Perintis Kemerdekaan,
Kecamatan Medan Timur. Kepegawaian RSUD dr. Pirngadi Kota Medan meliputi
tenaga medis, tenaga penunjang medis, dan tenaga non medis.
b. Struktur Organisasi
RSUD dr. Pirngadi Kota Medan dipimpin oleh seorang Direktur yang dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh 3 orang wakil direktur yaitu :
1. Wakil direktur bidang administrasi umum.
2. Wakil direktur bidang pelayanan medis dan keperawatan.
3. Wakil direktur bidang sumber daya manusia dan pendidikan.
Direktur RSUD dr. Pirngadi Kota Medan juga dibantu oleh kelompok
pejabat fungsional yang terdiri dari staf medik fungsional dan instalasi yang
bertanggung jawab kepada Direktur rumah sakit. Salah satu instalasi tersebut
adalah instalasi farmasi yang bertugas mengatur dan menyelenggarakan semua
kegiatan kefarmasian di rumah sakit. Struktur organisasi RSUD dr. Pirngadi Kota
3.3 Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan
Instalasi Farmasi RSUD dr. Pirngadi Kota Medan merupakan salah satu unit
fungsional dengan sistem swakelola yang dipimpin oleh seorang apoteker dan
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada kepala rumah sakit.
Motto instalasi farmasi adalah ”Obat yang Bermutu dan Terjangkau Adalah yang
Utama”. Instalasi farmasi dibagi menjadi empat bagian subinstalasi, yaitu
subinstalasi administrasi, sub instalasi perlengkapan, sub instalasi distribusi dan
sub instalasi farmasi klinis. Struktur Instalasi Farmasi dapat dilihat di lampiran 2
halaman 75.
3.3.1Sub Instalasi Administrasi
Sub instalasi administrasi merupakan bagian kesekretariatan dari instalasi
farmasi rumah sakit yang bertugas melaksanakan kegiatan administrasi
kefarmasian di instalasi farmasi. Kesekretariatan dipimpin oleh seorang apoteker
yang disebut dengan sekretaris instalasi farmasi.
Dalam melaksanakan tugasnya sub instalasi administrasi dibagi dua bagian,
yaitu:
1. Umum, kepegawaian dan rumah tangga, tugasnya adalah:
a. Mencatat surat-surat yang masuk ke instalasi farmasi dan
mengarsipkannya dengan rapi. Pada buku agenda, surat-surat yang masuk
dicatat tanggal, asal surat, isi ringkas, nomor surat dan sebagainya.
b. Mencatat surat-surat yang keluar dari instalasi farmasi dan menyampaikan
ke alamat yang dituju dengan pertanggungjawaban yang jelas dan
mengarsipkannya.
d. Membalas surat yang masuk ke instalasi farmasi.
e. Mengatur mutasi pegawai di lingkungan instalasi farmasi.
f. Mengarsipkan resep dan kuitansi penjualan resep.
g. Mengurus permintaan keperluan rumah tangga di instalasi farmasi
misalnya alat tulis, dan mengurus kerusakan alat-alat rumah tangga.
2. Akuntansi, laporan dan statistik, tugasnya adalah:
a. Mencatat semua data-data pengeluaran dan pemasukan obat-obatan, dan
alat kesehatan.
b. Membuat laporan bulanan penjualan obat-obatan yang terjual melalui
resep setiap bulan.
c. Membuat laporan pengeluaran obat-obatan, dan alat kesehatan yang
dikeluarkan instalasi farmasi dalam bentuk laporan tahunan.
d. Menyesuaikan jumlah uang hasil penjualan dengan kuitansi penjualan
resep yang akan disetor ke bagian keuangan setiap hari.
e. Membuat neraca rugi laba berdasarkan data dari semua bagian instalasi
farmasi rumah sakit setiap akhir tahun. Berdasarkan data yang
dikumpulkan tersebut dapat diketahui persediaan akhir setiap bulan dan
setiap tahun.
Selain tugas-tugas di atas, sub instalasi administrasi juga bertugas membuat,
mengatur, dan mengevaluasi perhitungan unit cost. Unit cost adalah biaya yang
dikeluarkan oleh instalasi farmasi rumah sakit untuk keperluan pemeriksaan,
perawatan, dan tindakan medis bagi pasien, yang dalam penggunaannya tidak
Penentuan besarnya biaya unit cost untuk pasien rawat jalan, operasi dan
rawat inap dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
a. Pasien rawat jalan
bulan
Keterangan: Data diambil minimal selama 3 bulan berturut-turut kemudian
dihitung rata-ratanya.
b. Pasien rawat inap
bulan
Biaya unit cost untuk pasien Askes, Jamkesmas, Medan sehat, Pempropsu
dan umum besarnya adalah sama. Jumlah biaya unit cost ini dicatat oleh petugas
ruangan melalui sistem komputerisasi, dihitung jumlahnya oleh petugas instalasi
farmasi dan pembayarannya langsung diklaim oleh instalasi farmasi ke keuangan
rumah sakit. Contoh rekapitulasi perhitungan unit cost dapat dilihat pada lampiran
3 halaman 76.
Setiap bulan dibuat neraca rugi/laba untuk unit cost sehingga dapat
dievaluasi secara berkala dan dapat segera disesuaikan jika terdapat perubahan
Tabel 3.1 Perhitungan Unit cost Partus Normal Pasien Jamkesmas/ Medan Sehat/
Pemprovsu
No Nama Perb. Farmasi Kemasan Harga Satuan Pemakaian Harga Pemakaian
1. Lidokain Amp Rp 863,- 2 amp Rp 1.726,-
2. Kapas 1 kg Rp 31.460,- 1 ons Rp 3.146,-
3. Iodin Povidon/ 60 cc Botol Rp 3.500,- ¼ botol Rp 875,-
4. Chromic 2/0 Sachet Rp 11.477,- 2 sachet Rp 22.954,-
5. Gelang bayi dan Ibu Pasang Rp 2.200 1 pasang Rp 2.200,-
Jumlah Rp 30.901,-
3.3.2Sub Instalasi Perbekalan
Sub instalasi perbekalan farmasi dipimpin oleh seorang apoteker dan
bertugas untuk membantu dan menunjang fungsi instalasi farmasi rumah sakit
dalam hal pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, dan administrasi perbekalan farmasi sesuai kebutuhan rumah sakit.
Sub instalasi perbekalan farmasi dibagi atas dua bagian, yaitu unit
perencanaan dan pengadaan, serta unit penyimpanan gudang.
1. Unit perencanaan dan pengadaan, mempunyai tugas sebagai berikut:
a. Merencanakan seluruh kebutuhan perbekalan farmasi dan alat kesehatan di
dalam rumah sakit. Perencanaan ini dilakukan berdasarkan data pemakaian
periode yang lalu, sisa stok, dan pola penyakit, kemudian di tambahkan
sebesar 10%.
b. Memesan dan menyediakan perbekalan farmasi sesuai permintaan untuk
Bagian perencanaan dan pengadaan melakukan pemesanan perbekalan
farmasi dan alat kesehatan untuk kebutuhan selama satu bulan berdasarkan
permintaan dari gudang kecuali ada permintaan kebutuhan khusus yang
mendesak. Prinsip pengadaan perbekalan farmasi yaitu tersedianya seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi dengan jenis dan jumlah yang memadai sesuai
dengan formularium yang berlaku di rumah sakit tersebut.
Proses pengadaan perbekalan farmasi dapat dijelaskan melalui tahap berikut:
a. Sub instalasi distribusi meminta barang ke gudang dengan menyerahkan
formulir B2 (Daftar Permintaan dan Pengeluaran Farmasi) yang dapat
dilihat pada lampiran 4 halaman 77. Jika barang yang diminta hampir
habis (dilihat dari kartu stok gudang) maka gudang akan membuat
permohonan pembelian barang dengan menggunakan formulir P1
(Permohonan Pembelian Barang Medis) (lampiran 5 halaman 78) dan
menyerahkannya pada unit pengadaan.
b. Unit pengadaan memesan perbekalan farmasi dengan menggunakan surat
pesanan/order pembelian (Lampiran 6 halaman 79) kepada PBF setelah
ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi dan disetujui oleh Kepala
Pengadaan Rumah Sakit. Untuk pemesanan obat-obat Askes harus sesuai
dengan DPHO (Daftar Plafon Harga Obat) dan disetujui oleh petugas
Askes, untuk pemesanan obat-obat pasien umum disesuaikan dengan
formularium Rumah Sakit dan untuk pemesanan obat-obat Jamkesmas
harus sesuai dengan formularium Jamkesmas.
c. Untuk pengadaan obat golongan narkotika seperti; kodein, petidin,
menggunakan surat pesanan form N-9 (lampiran 7 halaman 80) kepada
PT. Kimia Farma yang ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi atau
apoteker yang ada ditempat. Sedangkan obat psikotropika seperti
diazepam dan luminal dapat dipesan dari PBF lainnya selain PT. Kimia
Farma. Contoh formulir pemesanan obat psikotropika dapat dilihat pada
lampiran 8 halaman 81.
d. Barang pesanan kemudian diantar oleh PBF ke gudang dengan membawa
faktur penjualan dan diperiksa oleh petugas gudang. Sebelum jatuh tempo
pembayaran pihak PBF akan datang untuk penagihan. Pada saat
penagihan, PBF membawa faktur asli beserta kuitansi, surat pesanan SSP
PPh (lampiran 10 halaman 83), dan SSP PPN (lampiran 11 halaman 84).
Pembayaran dilakukan apabila berkas penagihan telah disetujui oleh
direktur.
2. Unit Penyimpanan (Gudang)
Unit gudang bertugas menerima, menyimpan dan menyalurkan perbekalan
farmasi ke seluruh unit pelayanan yang ada di rumah sakit. Apabila ada
perbekalan farmasi yang persediaannya hampir habis, pihak gudang akan
mencatat dan memintanya ke unit pengadaan sebulan sekali yang ditulis
dalam formulir P1 (Permohonan Pembelian Barang Medis). Permintaan
perbekalan farmasi ke pengadaan dapat dilakukan lebih dari satu kali dalam
sebulan jika kebutuhan rumah sakit meningkat dibandingkan biasanya.
Formulir P1 (Permohonan Pembelian Barang Medis) dikirim ke pengadaan,
Perbekalan farmasi yang telah dipesan diantar oleh PBF ke bagian gudang.
Petugas unit gudang memeriksa kesesuaian barang dengan faktur dan surat
pesanan, yang meliputi jenis, jumlah, tanggal kadaluarsa, nomor batch, dan
kondisi barang. Apabila telah sesuai maka barang yang diantar dicatat di buku
barang masuk disertai harganya, lalu dicatat di kartu stok gudang. Kemudian
faktur ditandatangani oleh penerima barang di unit gudang farmasi. Harga di
buku barang masuk gudang farmasi sudah disesuaikan dengan HNA (Harga
Netto Apotek) yaitu harga modal ditambah PPN 10%. Jika barang yang
diterima tidak sesuai dengan faktur dan surat pesanan maka barang akan
dikembalikan.
Perbekalan farmasi yang masuk ke gudang harus dicatat dalam buku barang
masuk dan barang yang keluar dicatat dalam kartu stok gudang. Gudang
mengeluarkan barang berdasarkan permintaan dari sub instalasi distribusi
dengan menggunakan formulir B2 (Daftar Permintaan dan Pengeluaran
Farmasi).
Penyimpanan dan pengeluaran perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan
prinsip FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang
terkunci. Obat-obat yang penyimpanannya pada suhu tertentu seperti serum,
vaksin dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin. Setiap akhir bulan
petugas gudang membuat laporan sisa stok dan menghitung jumlah dan
Unit gudang dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Gudangobat-obatan
Bertugas membuat permohonan pembelian obat, menerima, menyimpan,
dan menyalurkan perbekalan farmasi berupa obat-obatan. Gudang obat
terbagi dua yaitu gudang obat Askes dan gudang obat swakelola. Gudang
obat Askes khusus mengelola obat-obatan yang terdaftar dalam DPHO,
sedangkan gudang swakelola mengelola obat-obatan yang sesuai dengan
formularium rumah sakit dan yang di luar formularium rumah sakit.
b. Gudang alat kesehatan
Bertugas membuat permohonan pembelian alat kesehatan, menerima,
menyimpan, dan menyalurkan alat kesehatan habis pakai seperti kapas,
infus set, plester, dan lain-lain. Bahan-bahan cairan seperti alkohol,
formalin, dan hidrogen peroksida juga disimpan dan didistribusikan oleh
gudang alat kesehatan habis pakai. Penyimpanan dan pengeluaran alat
kesehatan dilakukan berdasarkan prinsip FIFO (First In First Out). Setiap
akhir bulan petugas melakukan stock opname yaitu menghitung jumlah
dan kondisi (kadaluarsa) perbekalan farmasi dan alat kesehatan di gudang
dan membuat laporan sisa stok.
3.3.3Sub Instalasi Distribusi
Sub instalasi distribusi dipimpin oleh seorang apoteker. Distribusi
perbekalan farmasi (obat-obatan dan alat kesehatan) merupakan salah satu fungsi
utama pelayanan farmasi rumah sakit. Hal terpenting yang harus diperhatikan
adalah menjamin pemberian obat yang benar dan tepat kepada pasien sesuai
farmasi untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap dilakukan berdasarkan
resep perorangan (Individual Prescription). Untuk pasien rawat inap Askes,
Jamkesmas, Medan Sehat, Pemprovsu dan kredit untuk sediaan injeksi dilakukan
berdasarkan One Day Dose Dispensing (ODDD), namun sediaan oral belum
dilakukan. Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan mendesak perbekalan farmasi
pada sore dan malam hari (emergency) dengan sistem floor stock.
One Day Dose Dispensing (ODDD) merupakan sistem distribusi di mana
obat dikemas untuk satu hari pemakaian. Sistem ini melibatkan apoteker dalam
memonitor penyampaian perbekalan farmasi kepada pasien sehingga tercapai
penggunaan obat yang rasional dan efektif.
Secara umum sistem pemasukan dan pengeluaran perbekalan farmasi pada
sub instalasi distribusi adalah sebagai berikut:
1. Sub instalasi distribusi meminta perbekalan farmasi ke gudang farmasi
berdasarkan besarnya kebutuhan rumah sakit dengan menggunakan formulir
B2 (Permintaan dan Pengeluaran Farmasi), biasanya dilakukan satu kali dalam
satu minggu.
2. Sub instalasi distribusi menerima barang dari gudang farmasi dan
menyalurkannya berdasarkan permintaan melalui resep.
Sistem pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke
sub instalasi distribusi dilakukan dengan cara cross check dengan sub instalasi
administrasi setiap bulan berdasarkan laporan sisa stock.
Setiap akhir bulan stock opname dibuat laporan sisa stock rangkap 2, satu
Pendistribusian perbekalan farmasi dilakukan melalui:
1. Pelayanan farmasi pasien umum rawat inap dan rawat jalan
2. Pelayanan farmasi pasien Askes, Jamkesmas, Medan sehat, dan Pempropsu
rawat inap
3. Pelayanan farmasi pasien Jamkesmas, Medan Sehat, dan Pempropsu rawat
jalan
4. Apotek satelit Instalasi Gawat Darurat (IGD)
5. Apotek satelit Instalasi Bedah Sentral (IBS)
6. Distribusi ruang perawatan/poliklinik
3.3.3.1Pelayanan Farmasi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan
Pelayanan farmasi rawat inap dan rawat jalan melayani pasien umum,
pasien kredit (pasien yang berasal dari perusahaan yang bekerja sama dengan
RSUD Dr. Pirngadi seperti PJKA, PLN, dan lain-lain), dan pasien penderita HIV.
Permintaan obat menggunakan resep. Untuk pasien penderita HIV harus disertai
kartu pasien VCT (Voluntary Counseling and Testing). Untuk pasien rawat jalan
umum berasal dari poliklinik seperti poliklinik paru, gigi, mata, neurologi, obstetri
dan ginekologi (obgin), nefrologi, gastrologi, kardiologi, dan lain-lain berdasarkan
resep dokter. Dan pasien umum yang rawat inap berasal dari ruang rawat inap
seperti ruang VIP, Plus A, Plus B. Pasien HIV berasal dari poliklinik VCT
(Voluntary Counseling and Testing).
1. Prosedur Pelayanan Farmasi Rawat Jalan
Pasien umum adalah masyarakat umum yang datang untuk berobat ke
rumah sakit dan harus membayar pengobatannya sendiri karena tidak
mempunyai jaminan kesehatan apapun.
Prosedur pelayanan farmasi rawat jalan:
1) Pasien memberikan resep kepada apoteker/TTK.
2) Resep diberi harga dan diinformasikan kepada pasien. Jika pasien setuju
maka akan dibuat copy resepnya dan obat segera disiapkan.
3) Obat diserahkan beserta kuitansi pembayaran (rangkap dua). Lembar asli
diberikan pada pasien dan lembar copy sebagai pertinggal di apotek
pelayanan farmasi rawat jalan.
4) Resep asli dan kuitansi disimpan di apotek yang akan diserahkan kepada
bagian administrasi untuk diperiksa kembali dan diarsipkan. Nomor resep
sama dengan nomor kuitansi. Uang yang diterima akan disetorkan ke
bagian keuangan instalasi farmasi.
b. Pasien kredit
Pasien kredit adalah pasien yang berasal dari perusahaan yang bekerja sama
dengan RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
Prosedur pelayanan farmasi pasien kredit:
1) Pasien menyerahkan resep rangkap dua disertai surat keterangan dari
perusahaan yang sudah disetujui oleh bagian keuangan rumah sakit.
2) Apoteker/TTK memeriksa kelengkapan resep, dan menyiapkan obat serta
memberi etiket.
3) Obat diserahkan kepada pasien disertai informasi yang dibutuhkan.
5) Penagihan biaya dilakukan ke perusahaan oleh bagian keuangan rumah
sakit.
c. Pasien poliklinik VCT (Voluntary Counseling and Testing)
Prosedur pelayanan farmasi pasien VCT (Voluntary Counseling and Testing):
1) Pasien membawa resep asli yang telah diberi stempel dari poliklinik VCT
disertai kartu pasien VCT lalu diserahkan kepada apoteker/asisten
apoteker.
2) Resep diperiksa kelengkapannya, lalu obat disiapkan.
3) Obat-obat yang diambil dicatat di dalam kartu pasien VCT.
4) Lalu obat diserahkan kepada pasien.
5) Pasien menandatangani buku catatan pengambilan obat.
6) Obat yang digunakan di buat laporannya dan dilaporkan ke Dinas
Kesehatan.
2. Prosedur Pelayanan Farmasi Rawat Inap
a. Pasien umum
i. Keluarga pasien membawa resep ke apotek.
ii. Obat yang terdapat di resep tersebut diberi harga, jika pasien setuju lalu
membayar, maka obat segera disiapkan kemudian resep disalin kembali
pada blanko copy resep.
iii. Obat diserahkan beserta kuitansi (rangkap dua). Lembar asli diberikan
pada pasien dan lembar copy sebagai pertinggal di apotek pelayanan
iv. Lembar copy resep dan kuitansi disimpan di apotek yang akan diserahkan
kepada bagian administrasi instalasi farmasi untuk diperiksa kembali dan
diarsipkan.
b. Pasien kredit
1. Pasien menyerahkan resep rangkap dua disertai surat keterangan dari
perusahaan kepada apoteker/TTK. Resep sudah diperiksa dan disetujui
oleh bagian keuangan rumah sakit.
2. Apoteker/TTK memeriksa kelengkapan resep, dan menyiapkan obat serta
memberi etiket.
3. Obat diserahkan kepada pasien disertai informasi yang dibutuhkan.
4. Pasien menandatangani resep sebagai bukti telah menerima obat.
5. Penagihan biaya dilakukan ke perusahaan oleh bagian keuangan rumah
sakit.
3.3.3.2Pelayanan Farmasi Pasien Rawat Inap Askes, Jamkesmas, Medan
Sehat dan Pemprovsu
Peserta/pasien Askes adalah pasien yang berasal dari instansi pemerintahan
yaitu PNS beserta keluarga yang meliputi suami, istri dan 2 orang anak. Jaminan
untuk anak maksimum sampai umur 21 tahun (kecuali disertai surat aktif kuliah,
jaminan sampai umur 25 tahun).
Prosedur pelayanan farmasi rawat inap untuk pasien Askes antara lain:
1. Perawat membawa kertas resep rangkap dua beserta status pasien ke
pelayanan farmasi.
2. Petugas Askes memeriksa kesesuaian resep dengan status pasien dan