• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsentrasi Limbah Klorin (Cl2) Di Perairan Laut Laba Banten Dari Kegiatan Proses Pendingin Generator Listrik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsentrasi Limbah Klorin (Cl2) Di Perairan Laut Laba Banten Dari Kegiatan Proses Pendingin Generator Listrik."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KONSENTRASI LIMBAH KLORIN (Cl2) DI PERAIRAN LAUT

LABA BANTEN DARI KEGIATAN PROSES PENDINGINAN

GENERATOR LISTRIK

PUTRI WAHYUNI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Konsentrasi Limbah Klorin (Cl2) di Perairan Laut Laba Banten dari Kegiatan Proses Pendinginan

Generator Lisrik adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2015

(3)

ABSTRAK

PUTRI WAHYUNI. Konsentrasi Limbah Klorin (Cl2) di Perairan Laut Laba

Banten dari Kegiatan Proses Pendingin Generator Listrik. Dibimbing oleh TRI PRARTONO.

Pencemaran perairan oleh zat-zat kimia sering menimbulkan berbagai permasalahan di lingkungan khususnya organism hidup di air. Salah satu bahan kimianya adalah klorin yang digunakan sebagai desinfektan dan dibuang ke perairan dari kegiatan pendinginan generator listrik. Senyawa ini sangat beracun terhadap kerang-kerangan dan biota air lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsentrasi klorin di perairan Laut Laba dari kegiatan proses pendinginan generator listrik. Metode yang digunakan adalah metode Ortholidine Aresnite Test(OTA Test) reagennya berupa bahan Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit. Sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer lalu tambahkan cairan otolidin kemudian homogenkan dengan memutarkan Erlenmeyer hingga berubah warna, selanjutnya sandingkan dengan warna indikator. Hasil pengamatan klorin menunjukkan bahwa terjadi penurunan dari sumber buangan kearah laut sehingga tidak ditemukan klorin di perairan laut. Pembuangan limbah yang mengandung klorin ke perairan berpotensi mencemari perairan dan ekosistem yang ada didalamnya. Konsentrasi klorin di Perairan Laut Laba berkisar antara 0,05- 0,4 mg/l. Konsentrasi tersebut berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri sebesar 1 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa limbah tidak berpengaruh pada lingkungan. Kondisi ini masih baik karena limbah klorin yang dapat membahayakan kehidupan biota tidak ditemukan di perairan Laut Laba.

(4)

ABSTRACT

PUTRI WAHYUNI. Chlorine Waste Concentration (Cl2) in Laba Sea, Banten from

Cooling Process of Electric Generator. Supervised by TRI PRARTONO.

Water pollution caused by chemical substance is accelerate environment problems, especially living organisms. Chlorine is one of the chemical substance which used as a disinfectant and frequently thrown into the waters from electric generator cooling activity. These compounds are highly toxic to shellfish and other aquatic biota. The objective of this research is to determine the chlorine concentration in Laba sea from cooling process activities of electric generator. Orthotolidine Arsenite Test (OTA Test) is used in this reasearch as a method to figure chlorine concetration. Analytical Grade Orthotolidine material is used as a reagen whose dissolved in 10% hypochlorous acid. Samples are inserted in Erlenmeyer and then otolidin fluid is added into it, after that homogenize process by rotating Erlenmeyer until the color change, then pair with color indicator. The observations indicate that chlorine concentration continuous decreasing from the waste source towards to the sea. Disposal of waste waters containing chlorine can potentially harm the waters and ecosystems. Range for chlorine concentration in Laba sea is 0,05-0,4 mg / l. These concentrations are well below the standards whom set by the Ministry of Environment about Quality Standard of Liquid Waste for Industrial Activities at 1 mg / l. Indicated from the result that the waste has no effect on the environment. Chlorine concentration from electric generator waste is recognized still acceptable so there is no impact to living organism in Laba sea.

(5)

KONSENTRASI LIMBAH KLORIN (Cl2) DI PERAIRAN LAUT

LABA BANTEN DARI KEGIATAN PROSES PENDINGINAN

GENERATOR LISTRIK

PUTRI WAHYUNI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)

Judul Skripsi

Nama NM

Tanggal lulus

: Konsenrasi Limbah Klorin (Ch) di Perairan Laut Laba Banten dari Kegiatan Proses Pendinginan Generator Listrik

: Putri Wahyuni

-: C54100038

Disetujui oleh

Dr. Ir. Tri M. Sc Pembimbing

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dan sholawat beserta salam semoga senatiasa tercurahkan kepada nabi besar Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2014 sampai Februari 2014 ialah mengenai pencemaran di perairan laut, dengan judul Konsentrasi Limbah Klorin (Cl2) di Perairan Laut Laba Banten dari Kegiatan Proses Pendinginan

Generator Listrik.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang berperan besar dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Dr Ir Tri Prartono, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, saran, dan pengetahuannya dalam membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc selaku dosen penguji dan Bapak Dr Henry M Manik SPi MT selaku dosen perwakilan GKM yang telah memberikan saran dan pengetahuannya kepada penulis.

3. Kedua orang tua, Ibu Hernawati dan Bapak Aep Syarifudin, kedua adik Syifa Nurhaziah dan Alya Ghina Salsabil serta keluarga besar atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

4. Penghargaan penulis sampaikan kepada segenap teknisi di PLTU II Labuan atas bantuannya selama proses pengambilan sampel di lapangan.

5. Bapak Dr Ir I Wayan Nurjaya, MSc selaku dosen pembimbing akademik sekaligus ketua departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB atas bantuan dan saran yang diberikan selama penulis belajar di IPB.

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB yang telah membantu penulis selama belajar di IPB.

7. Ibu Dr Megawati Simanjutak dan Teman-teman Bidik Misi Angkatan 47 atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama belajar di IPB.

8. Sahabat terbaik yang selalu ada dan memberikan dukungan ‘Dequeen Fejumnoz, kamar 80-81 Asrama TPB IPB, Anes, Lilis dan Ai.

9. Teman-teman seperjuangan ITK 47 yang selalu membantu.

10.Penghuni Kosan Putri Bunda yang selalu menghibur, memberikan saran dan semangat kepada penulis, ‘Kak Mutia, Kak Arin, Kak Nadia, Kak Ferina, Kak Qia, Mba Dea, Mba Reffa, Desita, Nadia, Santi, Afni, Erika, Okta, Eva, Sessy, dan pemilik kosan Ibu Hj Sri Ratna SE.

11.Teman-teman DPM-MPM KM IPB 2012/2013 yang senantiasa memberikan saran dan semangat.

12.Kak Gugi Yogaswara ST (menuju M.Eng) yang telah memberikan dukungan dan semangatnya kepada penulis selama proses penulisan. Demikian skripsi ini penulis susun, semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada penulis dan pembaca. Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan yang ada didalam skripsi ini.

Bogor, April 2015

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR TABEL vi

PENDAHUL

UAN

1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Pengambilan Data 3

Penentuan Stasiun Penelitian 3

Pengambilan Sampel 4

Pengukuran Sampel di Lapang 4 Pengukuran Sampel di Laboratorium 5

Analisi Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Konsentrasi Klorin dan Parameter Lainnya 5 Hubungan Konsentrasi Klorin dengan Salinitas, pH, dan TSS 8

Status Kualitas Perairan 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 12

Saran 12

Daftar Pustaka 13

DAFTAR GAMBAR

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran perairan oleh zat-zat kimia sering menimbulkan berbagai permasalahan di lingkungan khususnya organisme hidup di air. Zat-zat kimia yang masuk ke dalam perairan berasal dari aktivitas alam maupun manusia, seperti industri, pertanian, pertambangan, dan lain sebagainya. Salah satu bahan kimia yang digunakan adalah klorin. Klorin merupakan salah satu senyawa kimia yang dapat membahayakan kehidupan biota lain, terutama turunannya dalam bentuk asam hipoklorus (HClO) (Wongkar et al, 2014) dan kloramin (NH2Cl). Klorin

terbentuk dari hasil reaksi antara klorin dengan ammonia atau senyawa organik yang mengandung nitrogen seperti protein dan asam amino yang terdapat dalam air. Senyawa ini sangat beracun terhadap kerang-kerangan dan biota air lainnya (Keenan et al, 1990).

Klorin atau turunannya di perairan berasal dari limbah industri yang menggunakan klorin misalnya sebagai desinfektan atau pelarut yang dibuang ke perairan (Enjarlis et al, 2006). Pada kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) klorin digunakan sebagai desinfektan. Adapun komponen-komponen PLTU dalam kegiatannya adalah ketel uap (boiler), turbin uap, kondensor dan generator. Pada siklus tertutup PLTU air laut yang telah diolah melalui proses pemurnian akan dilakukan pemanasan hingga terbentuk uap yang pada dasarnya berfungsi sebagai penggerak turbin, kemudian diteruskan ke generator sehingga menghasilkan arus listrik. Uap ini akan dikondensasikan kembali menjadi air yang lebih dikenal air kondensat. Air ini akan dipompakan dengan pipa kondensat menuju ke boiler feed water pump. Air tersebut akan diteruskan kembali ke boiler dan menjadi uap, proses ini terjadi secara berulang-ulang (Alfian, 2012).

Pada PLTU yang menggunakan air laut sebagai pendingin, biasanya dilengkapi dengan unit klorinasi (clorination plant). Penggunaan klorin berfungsi untuk mencegah tumbuhnya alga yang menjadi nutrisi tritip pada dinding pipa kondensor. Apabila terjadi penempelan alga dan tritip pada dinding pipa kondensor efisiensi kondensor akan berkurang. Tujuan utama penambahan klorin adalah meredam pertumbuhan dan perkembangan organisme laut yang ada didalam proses pipa kondensor. Penambahan klorin dilakukan secara kontinyu pada beberapa pipa. Pada pipa intake untuk mengontrol moluska, alga, slime dan weed, serta mencegah tritip mengendap di pipa. Penambahan klorin dekat dengan kepala house pump untuk menjaga air agar bebas dari biofouling. Penambahan klorin pada kondensor untuk menjaga agar permukaan pendingin kondensor bebas dari biofouling, sehingga efisiensi kondensor dapat dipertahankan (Hasan, 2006).

(10)

(Edward dan Marasabessy, 1996) dan kandungan klorin sebesar 0,50 – 5,00 mg/l akan mengakibatkan sekitar 85 – 100% zooplankton terbunuh (Hutomo dan Arinardi, 1992).

Penelitian klorin ini penting dilakukan karena Perairan Laut Laba merupakan perairan yang menerima langsung dampak dari limbah buangan PLTU II Labuan. Perairan Laut Laba merupakan daerah wisata seperti untuk berenang, memancing, dan kegiatan lainnya bagi masyarakat sekitar sebelum didirikannya PLTU. Perairan Laut Laba pun menjadi lokasi pencarian ikan dan benthos (remis) baik oleh masyarakat sekitar maupun oleh nelayan kecil yang tidak memiliki kapal. Setelah adanya PLTU perairan Laut Laba tidak lagi menjadi daerah wisata maupun daerah penangkapan ikan karena air laut berubah warna menjadi sedikit kecokelatan dan masyarakat sekitar tidak lagi memperoleh hasil laut yang melimpah. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah limbah dari PLTU menjadi salah satu penyebab berkurangnya hasil tangkapan nelayan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi klorin di Perairan Laut Laba dari kegiatan proses pendinginan generator listrik.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari pada minggu ke-4 (pengamatan ke-1) dan Februari pada minggu ke-1 (pengamatan ke-2) 2014. Hal ini dilakukan untuk melihat adanya perbedaan konsentrasi pada tiap minggunya. Proses pengambilan sampel dimulai dari air keluaran kondensor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sampai di wilayah perairan Laut Laba, Labuan – Banten dan analisis sampel di Laboratorium di Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Suberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Alat dan Bahan

(11)

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel air laut di perairan Laut Laba

Pengambilan Data

Penentuan Stasiun Penelitian

Penentuan stasiun penelitian dilakukan pada saat di lapangan ditentukan berdasarkan jarak dari pengeluaran Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sampai perairan intertidal Laut Laba. Stasiun 1 berada tepat di outlet pengeluaran dengan titik koordinat 105,82567 oE 06,82567 oS. Stasiun 2 berada pada saluran air

menuju pantai dengan titik koordinat 105,82464 oE – 06,39786 oS. Stasiun 3 berada antara batas darat dengan laut dengan titik koordinat 105,82336 oE – 06,39830 oS. Stasiun 4 sampai 6 berada di perairan laut yang cenderung kearah barat daya dengan masing-masing titik koordinat 105,82336 oE – 06,39830 oS, 105,82302 oE – 06,39899 oS, dan 105,82229 oE – 06,40093 oS. Secara spasial, stasiun terdistribusi menjadi dua bagian mulai dari pengeluaran limbah pertama hingga mengarah ke perairan Laut Laba. Kelompok pertama mewakili perairan yang ada di darat yakni Stasiun 1 dan 2. Kelompok kedua mewakili perairan di laut yakni Stasiun 3 sampai 6. Hal ini dimaksudkan untuk menelusuri pengaruh klorin dalam perairan.

Pengambilan Sampel

(12)

kotak pendingin selama perjalanan ke laboratorium untuk analisis TSS (Total Suspended Solid).

Pengukuran Sampel di Lapang

Analisis kadar klorin (Cl2), suhu, salinitas, dan pH dilakukan secara in-situ.

Pada klorin, digunakan metode perubahan warna atau disebut metode Ortholidine Aresnite Test (OTA Test). Reagennya berupa bahan Analytical Grade Ortholidine yang dilarutkan dalam 10% asam hipoklorit. Sampel sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan cairan ortolidin sebanyak 0,5 ml kemudian tutup bagian atas dan selanjutnya dihomogenkan dengan memutarkan Erlenmeyer hingga berubah warna menjadi kuning, warna tersebut selanjutnya disandingkan dengan warna indikator.

Pengukuran suhu digunakan termometer secara langsung ke dalam sampel. Pengukuran salinitas dilakukan dengan alat refraktometer yang memiliki ketelitian 1%. Beberapa tetes sampel diatas alas pada refraktometer yang sebelumnya telah dibilas dengan aquades. Pengukuran dilihat pada skala refraktometer.

pH sampel diukur dengan menggunakan pH meter yang memiliki keakurasian ±0,1 pH pada suhu 0-50 oC. Pengukuran dilakukan secara langsung

dengan memasukkan elektrode pH yang telah dibersihkan ke dalam sampel dan selanjutnya pembacaan nilai pH pada layar alat.

Pengukuran Sampel di Laboratorium

Pengukuran TSS dilakukan di laboratorium dengan menggunakan metode gravimetri yang diawali dengan penyaringan sampel melalui seperangkat “filter holder”. Sampel dihomogenkan dan dituangkan pada filter holder yang telah di tempatkan filter dengan ukuran poran 0,45 µm yang sebelumnya telah diketahui berat awal. Filter selanjutnya dikeringkan dan ditimbang kembali. Nilai TSS diperoleh dari selisih berat filter antara sesudah dan sebelum filter digunakan. Seperti diketahui pada rumus berikut:

TSS = (A-B) x 1000 / V ……… (1) Keterangan : A = Berat kertas saring berisi padatan tersuspensi (mg)

B = Berat kertas saring kosong (mg) V = Volume uji contoh (ml)

Analisis Data

Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis deskriptif untuk membandingan data observasi dengan standar baku mutu yang telah ditetapkan dan analisis statistik menggunakan analisis korelasi yaitu korelasi Pearson yang biasa digunakan untuk mengetahui hubungan pada dua variabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsentrasi Klorin dan Parameter lainnya

(13)

minggu ke-2 lebih menurun daripada pengamatan pada minggu ke-1. Beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan klorin adalah perbedaan konsentrasi yang diinjeksikan ke dalam pipa pada minggu ke-1 dan minggu ke-2, dimana pada minggu ke-1 klorin yang diinjeksikan sebanyak 20 liter dan pada minggu ke-2 lebih dari 20 liter menurut teknisi PLTU II Labuan. Jarak dari stasiun satu ke stasiun selanjutnya berkisar ±250 meter, juga mempengaruhi konsentrasi klorin yang mengalami penurunan bahkan tidak ditemukan. Klorin dapat larut dengan mudah didalam air, tetapi apabila kontak dengan uap dalam bentuk asam hipoklorus (HClO) dan asam hidroklorik (HCl) akan menjadi berbahaya. Ketidakstabilan asam hipoklorus (HClO) akan menghilangkan klorin dengan mudah dan membentuk oksigen bebas. Karena reaksi ini, pada dasarnya air mempertinggi oksidasi klorin dan efek korosif (Sinuhaji, 2009)

Gambar 2. Grafik Hasil Pengukuran Klorin pada Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan Minggu ke-1 bulan Februari 2014 di Perairan Laut Laba.

Hasil pengamatan suhu pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 menunjukkan pola penurunan (Stasiun 1-5) dan penaikan kembali (Stasiun 6) dari sumber buangan ke arah laut (Gambar 3). Adapun pada minggu ke-1 lebih rendah nilainya dari minggu ke-2. Air memiliki daya bahang lebih lama menerima bahang, akibatnya suhu air laut relatif konstan dan jarang terjadi perubahan suhu yang tajam (Gambar 3) bahang jenis air yang tinggi memungkinkan dipindahkannya bahang dalam jumlah besar dalam gerakan-gerakan massa air tanpa atau sedikit menaikkan suhu air (Hutomo dan Arinardi, 1992). Berbagai faktor yang mempengaruhi kenaikan suhu adalah pengukuran dilakukan pada siang hari, pemanasan sinar matahari karena air laut memiliki kapasitas yang tinggi untuk mempengaruhi suhu laut (Pinet, 1992). Suhu yang tinggi menyebabkan organisme perairan mengalami peningkatan laju respirasi dan peningkatan konsumsi oksigen, serta lebih mudah terkena penyakit, parasit, dan bahan kimia beracun (Huboyo dan Zaman, 2007). Suhu alami laut berkisar antara 28-30 °C dan menurut peraturan Kementerian Lingkungan Hidup diperbolehkan mengalami perubahan <20 °C.

(14)

Gambar 3. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan Minggu ke-1 bulan Februari 2014 di Perairan Laut Laba.

Hasil pengamatan salinitas pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 menunjukkan pola kenaikan (Stasiun 1-6) dari sumber buangan ke arah laut (Gambar 4). Rendahnya salinitas di Stasiun 1-3 pada minggu 1 dan minggu ke-2 diperkirakan karena adanya limbah domestik yang berasal dari sumber buangan PLTU dan masukan sungai. Secara alamiah tinggi rendahnya salinitas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah hujan, pengaliran air tawar ke laut secara langsung maupun lewat sungai, penguapan, arus laut, turbulensi percampuran, dan aksi gelombang (Ilahude, 1999).

Gambar 4. Grafik Hasil Pengukuran Salinitas pada Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan Minggu ke-1 bulan Februari 2014 di Perairan Laut Laba.

(15)

Gambar 5. Grafik Hasil Pengukuran Derajat Keasaman (pH) pada Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan Minggu ke-1 bulan Februari 2014 di Perairan Laut Laba.

Hasil pengamatan TSS pada minggu ke-1 dan minggu ke-2 menunjukkan pola yang fluktuatif dari sumber buangan ke arah laut (Gambar 6). Hal ini terjadi karena Stasiun 1 yang berada tepat di bawah outlet sehingga tidak banyak material padatnya, Stasiun 3 berada pada wilayah batasan menuju laut, sedang Stasiun 6 berada di laut yang memiliki percampuran dengan lumpur. TSS (Total Suspended Solid) adalah material padat tersuspensi yang memiliki diameter >1 µm yang tertahan pada saringan miliopore dengan diameter pori 0,45 µm (Effendi, 2003). Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan perairan. Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke perairan. Padatan tersuspensi bisa bersifat toksik apabila dioksidasi berlebih oleh organisme, karena akan menurunkan konsentrasi oksigen terlarut serta dapat menyebabkan kematian pada ikan (Alabaster dan Lioyd 1982).

Gambar 6. Grafik Hasil Pengukuran TSS pada Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan Minggu ke-1 bulan Februari 2014 di Perairan Laut Laba.

Hubungan Konsentrasi Salinitas dengan Klorin, Suhu, pH, dan TSS

Hubungan korelasi dimaksudkan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh dari limbah klorin yang diinjeksikan ke dalam pipa dan proses pendinginan yang terjadi didalamnya sehingga menaikkan suhu menjadi limbah bahang panas.

(16)

Korelasi antara salinitas dengan klorin dan salinitas dengan suhu memiliki hubungan yang berbanding terbalik, semakin tinggi nilai salinitas akan semakin rendah nilai klorin dan suhu. Korelasi tersebut memiliki nilai r =0.919 untuk salinitas dengan klorin yang berarti hubungan keeratannya sangat kuat. Hal ini dapat terjadi karena klorin (Cl2) pada dasarnya adalah unsur halogen yang

mendominasi perairan dan menjadikan air laut menjadi asin, sedangkan salinitas sendiri merupakan banyaknya kandungan garam dalam 1 kg air laut maka dari itu hubungan keduanya sangat kuat, tetapi korelasi yang dihasilkan berbanding terbalik karena klorin yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah klorin yang digunakan sebagai desinfektan pada proses pendinginan generator listrik yang diinjeksikan kedalam pipa dan keluar sebagai limbah klorin kemudian masuk kedalam perairan, sedangkan salinitas merupakan parameter alami yang ada di perairan.

Korelasi antara salinitas dengan suhu memiliki nilai r =0.614 yang berarti hubungan keeratannya kuat. Hal ini dapat terjadi karena suhu di perairan sudah cenderung hangat sehingga self purification nya tidak berjalan dengan cepat karena limbah bahang panas terus-menerus diberikan kepada lingkungan sehingga terjadi mixing antara air laut dengan air limbah dan berdasarkan penelitian sebelumnya di PLTU Tambak Lorok Semarang bahwa evaporasi akan meningkatkan salinitas seiring dengan meningkatnya temperatur, tetapi karena arus yang keluar masuk kolam pelabuhan yang berada disisi Barat Laut dan Timur Laut mempengaruhi pola sebaran salinitas tidak sama dengan pola sebaran suhu (Huboyo dan Zaman 2007) begitu pula pada penelitian ini, karena adanya limbah domestik yang berasal dari sumber buangan PLTU dan adanya masukan sungai kedalam perairan maka mempengaruhi keadaan salinitas walaupun hubungan keduanya kuat, tetapi korelasi yang dihasilkan berbanding terbalik, karena salinitas merupakan parameter alamiah yang ada di alam dan tidak ikut serta dalam proses pendinginan.

Korelasi antara salinitas dengan TSS dan salinitas dengan pH memiliki hubungan yang berbanding lurus, semakin tinggi nilai salinitas akan semakin tinggi pula nilai TSS dan pH. Hal ini terjadi karena ketiga parameter ini secara alami ditemukan di alam. Korelasi tersebut memiliki nilai r = 0,490 yang berarti hubungan keeratannya sedang untuk salinitas dengan TSS. Pengaruh titik pengambilan sampel pertama memiliki arus yang tinggi (dari sumber) sehingga partikel-partikel mengalami turbulensi dan terangkat. Pada titik pengambilan selanjutnya air mengalir dengan tenang dan mengendapkan partikel-partikel sampai menuju perairan laut, partikel-partikel akan kembali mengalami turbulensi dan terangkat sehingga nilai TSS semakin besar. Selain itu faktor fisik seperti angin, curah hujan, gelombang, arus dan pasang surut menjadi sebab penyebaran TSS di perairan pantai (Effendi, 2003).

(17)

Gambar 7. Korelasi antara konsentrasi salinitas dengan klorin, suhu, salinitas, pH, dan TSS pada minggu ke – 4 bulan Januari 2014 di Perairan Laut Laba.

Secara umum hubungan korelasi salinitas dengan klorin, salinitas dengan suhu, salinitas dengan pH, dan salinitas dengan TSS sangat dipengaruhi oleh volume air laut, sirkulasi masa air, arus, pasang surut, dan masukan dari sungai. Penelitian ini menunjukkan limbah dari pengeluaran PLTU Laut Laba sudah kembali normal saat memasuki perairan Laut Laba. Hal ini menunjukkan bahwa limbah klorin tidak berpengaruh pada lingkungan. Kondisi ini masih baik karena limbah klorin yang dapat membahayakan kehidupan biota sudah tidak ditemukan di perairan Laut Laba.

Status Kualitas Perairan

(18)

Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang menetapkan sisa klorin sebesar 0,2-0,5 mg/l. Adapun efek bila terkontaminasi klorin sebesar 0,2 mg/l hidung terasa gatal dan pada kadar klorin sebesar 1 mg/l akan menimbulkan kerongkongan gatal, batuk, dan susah untuk bernafas.

Suhu perairan pada stasiun pengamatan berkisar antara 35,7-36,4 oC. Suhu

tertinggi berada di Stasiun 1 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua dan suhu terendah pada minggu pertama berada di Stasiun 4 dan pada minggu kedua berada di Stasiun 5. Menurut Rahman (2006) kisaran baku mutu yang ditolerir biota laut (ikan) adalah 20-35 oC dengan begitu suhu di perairan tidak memungkinkan untuk biota hidup.Namun suhu ini masih berada pada batasan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/MenLH/10/1995tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri menetapkan parameter suhu sebesar 40 oC.

Salinitas perairan pada stasiun pengamatan berkisar antara 31,6-33,1 0/00.

Salinitas tertinggi berada pada Stasiun 6 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua, salinitas terendah berada pada Stasiun 1 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004

tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Hidup salinitas dikategorikan alami, yakni kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam, dan musim). Derajat keasaman (pH) perairan pada stasiun pengamatan berkisar antara 7-7,7. pH tertinggi berada di Stasiun 6 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua, dan pH terendah berada di Stasiun 1 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Hidup untuk pH adalah 7-8,5.

TSS (Total Suspended Solid) perairan pada stasiun pengamatan berkisar antara 0,0022-0,0054 mg/l. TSS tertinggi berada pada Stasiun 6 baik pada minggu pertama maupun minggu kedua dan TSS terendah berada di Stasiun 3 pada minggu pertama dan minggu kedua berada di Stasiun 1. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Hidup untuk TSS adalah 20 mg/l.

Buangan limbah dari pendinginan yang menggunakan klorin sebagai desinfektan tidak memberikan dampak yang besar pada lingkungan karena limbah klorin yang berbahaya bagi biota laut khususnya zooplankton tidak ditemukan di perairan laut laba. Akan tetapi, pendinginan yang menggunakan air laut memberikan dampak langsung ke perairan dengan meningkatkan suhu perairan dan menjadikan perairan menjadi hangat. Adapun sebab dari berubahnya warna air laut diduga oleh aktivitas dari batubara yang jatuh di perairan, dengan kadar yang tinggi batu bara akan mengendap dan mempengaruhi keadaan Laut Laba menjadi kecokelatan.

(19)

Simpulan

Konsentrasi klorin di peraiaran Laut Laba berkisar antara 0,05- 0,4 mg/l. Konsentrasi tersebut lebih kecil dari baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri sebesar 1 mg/l karena kandungan klorin sebesar 0,1 mg/l dapat menurunkan produktivitas fitoplankton sebesar 79% dan kandungan klorin sebesar 0,50 – 5,00 mg/l akan mengakibatkan sekitar 85 – 100% zooplankton terbunuh. Namun perairan Laut Laba masih menerima limbah dari keluaran PLTU berupa limbah bahang panas yang mengakibatkan biota yang mampu hidup adalah biota yang memiliki toleransi tinggi terhadap suhu.

Saran

Perlu dilakukan pengambilan sampel dengan lokasi stasiun lebih banyak agar data yang diperoleh lebih banyak sehingga data yang didapatkan lebih akurat lagi. Serta perlu dilakukan pengawasan dan pemantauan mengenai analisis dampak lingkungan laut terhadap bahan pencemar hasil dari keluaran pendinginan generator listrik (PLTU II Banten) di sekitar perairan Laut Laba agar kondisi lingkungannya tidak melebihi baku mutu yang telah ditetapkan.

Daftar Pustaka

Alabaster JS.R Lloyd. 1982. Water Quality Criteria for Freshwater Fish. Second Edition. Food Agriculture Organization of United Nations. Butterworths. London.

Alfiah T. 2009. Teknik Lingkungan: MK Pencemaran Laut. ITATS. Semarang. Alfian F. 2012. Pemeliharaan Boiler Feed Water Pum (PLTU) Unit 3 dan 4

Gresik.Tugas Akhir. Gresik: Universitas Gresik, 2 hlm.

Edward, Marasabessy MD. 1997. Kualitas Perairan Teluk Banda Neira,

Maluku Tengah. Balitbang Sumberdaya laut Puslitbang Oseanografi Lipi Ambon. 17 (2) 109-115. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Edward,Marasabessy MD. 1996. Kondisi Air Laut Permukaan Perairan

PasarTualDitinjau dari Kandungan Hidrokarbon, Klorin, Nitrit, Nikel, Tembaga, dan Seng. Balitbang Sumberdaya Laut P30 LIPI.16 (4): 271-278. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Effendi H. 2003.Telaah kualitas air: Bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius, 252 hlm.

Enjarlis E, Bismo S, Slamet S, Roekmijati R. 2006. Studi Pendahuluan Ozonasi (Katalik dan Non Katalik) Limbah Cair Karbofuran. Reaktor,10(2). Pp. 88-95.

(20)

Pembuangan Limbah Cair Pabrik Kertas Terhadap Kualitas Air Sungai Klinter Kabupaten Nganjuk. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem. 1 (2): 1-8.

Hasan A. 2006. Dampak Penggunaan Klorin. Teknik Lingkungan. 7. (1): 90-96. Huboyo HS, Zaman B. 2007. Analisis Sebaran Temperatur dan Salinitas Air

Limbah PLTU- PLTG Berdasarkan Sistem Pemetaan Spasial (Studi Kasus: PLTU-PLTG Tambak Lorok Semarang). Jurnal Presipitasi, 3 (2): 41-45. Hutomo M, Arinardi OH.1992. Dampak Pembangkit Tenaga Listrik (Terutama

limbah termal) terhadap Ekosistem Akuatik.Oseana, 17 (4): 135-158. Ilahude AG. 1999.Pengantar ke Oseanologi Fisika. P30 LIPI. Jakarta.

Kangkan AL. 2006. Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi Di Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur. Tesis. Program Studi Manajemen Sumber Daya Pantai. Semarang: Universitas Dipenegoro.

Keenan W. C. C. K. Donald and Jesse. 1990. General Collage Chemistry, 6 th edt. Harper & Row Publisher, New York.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut untuk Biota Hidup.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-51/ MenLH/ 10/ 1995 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kesehatan Industri.

Keputusan Kementerian Kesehatan Nomor 416/ MenKes/ PER/ RI/ XI/ 1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Kolam Renang.

Meadows P, Campbell JI. 1998. An Introduction to Marine Science. John Wiley and Sohn, New York.

Pinet, PR.1992. Oceanograph: An Introduction to the Planet Oceanus. West Publishing company.NewYork.

Said, N.I. 2007. Desinfektasi Untuk Proses Pengelolaan Air Minum. JAI 3 (1):15- 28.

Sinuhaji DN. 2009. Perbedaan kandungan klorin (cl2) pada beras sebelum dan

sesudah dimasak tahun 2009. [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara.

Sumeru dan Anna. 2010. Derajat Keasaman pH. http://

scribd.com/doc/8826511/Derajat-Keasaman-ph-Air. (diakses tanggal 24 november 2015)

Sururi R M, Rachmawati SDj, Sholichah M. 2008. Perbandingan Efektifitas Klor dan Ozon sebagai Desinfektan pada Sampel Air dari Unit Filtrasi Instalasi PDAM Kota Bandung. Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi –II 2008 Universitas Lampung. 209-216

(21)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lebak pada tanggal 22 September 1992 dari ayah Aep Syarifudin dan ibu Hernawati. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat Menes dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Ditahun yang sama penulis mendapatkan beasiswa bidik misi dari DIKTI selama 4 tahun masa perkuliahan.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi penelitian dan pengambilan sampel air laut di perairan
Gambar 3. Grafik Hasil Pengukuran Suhu Minggu ke-4 bulan Januari 2014 dan
Gambar 6. Grafik  Hasil Pengukuran TSS pada Minggu ke-4 bulan Januari 2014
Gambar 7. Korelasi antara konsentrasi salinitas dengan klorin, suhu, salinitas, pH,

Referensi

Dokumen terkait