• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Metode Fotokatalitik TiO2 Pengaruh Waktu Kontak terhadap Kualitas BOD5, COD dan pH Efluen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Metode Fotokatalitik TiO2 Pengaruh Waktu Kontak terhadap Kualitas BOD5, COD dan pH Efluen"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH POTONG

HEWAN (RPH) DENGAN METODE FOTOKATALITIK

TiO

2

: PENGARUH WAKTU KONTAK TERHADAP

KUALITAS BOD

5

, COD DAN pH EFLUEN

RACHMAT MANENDAR

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengolahan limbah cair rumah potong hewan (RPH) dengan metode fotokatalitik TiO2 : pengaruh waktu kontak terhadap

kualitas BOD5, COD dan pH efluen adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Rachmat Manendar NRP. B551034054

(3)

RACHMAT MANENDAR. Processing of Slaughter House Animal (RPH) Liquid Waste With Method of Fotokatalitic TiO2 : Influence of Time Contacted to Quality of

BOD 5 , COD And pH Efluent.

Under direction of IDWAN SUDIRMAN and ABDUL ZAHID.

Slaughter house liquid waste is managed / processed physically, biologically and chemically. One way of processing liquid waste chemically is the photocatalytic method. Photocatalytic heterogen is an oxidation technology and a new method for purifying liquid waste. TiO2 is irradiated using ultraviolet rays (λ, 413 nm) producing

an electron hole coupling and forming radical hydroxyl. Radical hydroxyl break down various kinds of organic pollutans, such as herbicids, pesticides, aromatics, alifatics, dyes, biopolymers ( protein, carbohydrate, fat). Photocatalytic reactor activity was tested by 3 reactor units with a flow rate of 50 ml/minute. The process of breaking down liquid slaughter house waste photocatalytically uses reactor flow TiO2- IWGCT

through 8 hours of ultraviolet irradiation or the equivalent of 48 minutes contact time between liquid slaughter house waste with the catalyst TiO2. This decrease the COD

value from 200 mg/L to 114 mg/L, decrease pH from 6.89 to 6.05 , raise BOD5 from

17,74 mg/l to 62,38 mg/l and raise the electric conductivity rate from 2.09 mS/Cm to 2.38 mS/Cm. It can be concluded that the photocatalytic processing of waste can improve several parameters quality of waste water. This represents a new idea in the process or management of liquid slaughter house waste and hopefully can help in the application of clean production technology. That is, technology that applies an environtmental strategy that is unbroken, integerated and preventive toward process, product and service to increase efficiency.

Key words : slaughter liquid house waste, photocatalytic heterogen TiO2, BOD5, COD,

pH

(4)

RACHMAT MANENDAR. Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Metode Fotokatalitik TiO2 : Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kualitas

BOD5,COD dan pH Efluen.

Dibimbing oleh IDWAN SUDIRMAN dan ABDUL ZAHID.

Limbah cair Rumah Potong Hewan diolah melalui proses fisik, biologis dan kimia. Salah satu cara pengolahan limbah cair melalui proses kimia dalah dengan cara fotokatalitik yaitu pengolahan dengan cara penambahan katalis dan cahaya pada limbah tersebut. Dengan proses fotokatalitik limbah organik akan terdegradasi menjadi CO2 dan H2O sehingga diharapkan dapat mereduksi kandungan Biochemical Oxygen

Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) , pH dan daya hantar listrik yang merupakan tolok ukur pencemaran oleh zat-zat organik.

Fotokatalitik dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu fotokatalitik homogen dan fotokatalitik heterogen. Fotokatalitik homogen adalah proses fotokatalitik dengan bantuan zat pengoksidasi seperti ozon dan hidrogen peroksida, sedangkan fotokatalitik heterogen dilakukan dengan bantuan semikonduktor yang diiradiasi dengan sinar UV. Fotokatalitik heterogen adalah teknologi oksidasi yang merupakan suatu metode baru dalam pemurnian air limbah. TiO2 diiradiasi oleh sinar UV (λ, 413 nm) menghasilkan

pasangan elektron- hole dan membentuk radikal hidroksil. Radikal hidroksil mendegradasi berbagai macam polutan organik, seperti herbisida, pestisida, aromatik, alifatik, pewarna, biopolimer (protein, karbohidrat, lemak, dll).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel limbah rumah potong hewan (RPH) Cakung, perak sulfat (Merck, 98%), merkuri sulfat (Merck 98%), ferro amonium sulfat (Merck, 98%), 1.10-fenantrolin(BDH, 98%), ferro sulfat (Merck, 98%),asam sulfamat (Merck, 98%), kalium hydrogen phtalate (Merck, 98%), dan asam sulfat (Merck, 98%).

Reaktor fotokatalitik terdiri dari satu buah lampu black light (Gold Star T18, 20 W) dan tujuh belas buah kolom gelas (id. 2 mm, l. 50 cm). Pada bagian dalam dinding setiap kolom tersebut diimobilisasikan lapisan tipis TiO2 ( TiO2inner wall of a

glass column tube, dan disingkat sebagai TiO2 –IWGCT). Beberapa TiO2 –IWGCT

disusun melingkar mengelilingi lampu dan dihubungkan dengan selang silikon. Larutan sampel disirkulasi dari reservoir melalui kolom gelas (TiO2 –IWGCT) dengan

menggunakan pompa sirkulasi.

Sistem yang digunakan dalam reaktor ini adalah sistem imobilisasi, dimana katalis TiO2 dilapiskan pada bagian dalam kolom gelas. Sampel uji atau limbah

organik cair dialirkan dari reservoar ke bagian dalam kolom gelas yang sudah disinari dengan lampu UV dan kemudian larutan uji yang ke luar dari kolom gelas ditampung kembali dalam reservoar, proses sirkulasi ini dilakukan secara kontinyu dengan variasi waktu penyinaran.

(5)

reaktor fotokatalitik diuji untuk mendegradasi limbah cair rumah potong hewan (RPH),dengan dilakukan pengamatan pengaruh waktu kontak terhadap nilai BOD, COD , pH dan nilai daya hantar listrik. Proses degradasi limbah cair RPH ini dilakukan dalam skala laboratorium, dimana limbah RPH yang digunakan dalam satu kali proses sebanyak 800 mL. Larutan sampel RPH sebanyak 800 mL ditempatkan dalam reservoir, kemudian larutan sampel disirkulasikan melewati unit reaktor. Pengujian ini dilakukan dengan variasi waktu penyinaran selama 0, 2, 4, 6, dan 8 jam untuk setiap sampel.

Proses degradasi limbah cair Rumah Potong Hewan secara fotokatalitik menggunakan reaktor alir TiO2-IWGCT selama 8 jam penyinaran atau setara dengan

48,76 menit waktu kontak antara limbah cair RPH dengan katalis TiO2 dapat

menurunkan nilai COD dari 200mg/L menjadi 114mg/L, nilai pH dari 6,89 menjadi 6,05 dan menaikan nilai BOD5 dari 17,74 mg/l menjadi 62,38 mg/l , nilai daya hantar

listrik dari 2,09 mS/Cm menjadi 2,38mS/Cm.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses pengolahan limbah secara fotokatalisis TiO2 dapat meningkatkan beberapa parameter kualitas air buangan.

Hal ini merupakan ide baru dalam proses pengolahan limbah cair RPH yang diharapkan dapat membantu penerapan teknologi produksi bersih yaitu teknologi yang menerapkan strategi lingkungan yang berkesinambungan, terintegrasi dan bersifat preventif terhadap proses, produk dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi.

Kata kunci : limbah cair Rumah potong hewan, fotokatalitik heterogen TiO2, BOD5,

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(7)

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR RUMAH POTONG

HEWAN(RPH) DENGAN METODE FOTOKATALITIK

TiO

2

: PENGARUH WAKTU KONTAK TERHADAP

KUALITAS BOD5

, COD DAN pH EFLUEN

RACHMAT MANENDAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(8)

Terhadap Kualitas BOD5, COD dan pH Efluen

Nama : Rachmat Manendar NIM : B551034054

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. drh. Idwan Sudirman drh. Abdul Zahid, Msi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr.drh. Denny W Lukman, MSi Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

(9)

Penulis dilahirkan di Solo pada tanggal 18 September 1962 dari Bapak Kewoesnendar dan Ibu Madinijah. Penulis merupakan anak ke 4 dari 8 bersaudara. Menikah dengan drg. Sri Handayanti dan telah dikaruniai 3 anak putra dan putri : Syauqi Ihsan Rahaditya, Farisa Adlina Ihsani dan Nafla Mufidah Rahmadya.

Sekolah Dasar diselesaikan di SD Sumbangsih XXXIX Jakarta, sedangkan Sekolah Lanjutan Atas di SMA Negri IV Jakarta. Selanjutnya pada tahun 1987 penulis menyelesaikan studi di Fakultas Peternakan Universitas Jendral Soedirman Purwokerto.

Penulis bekerja sebagai staf di Dinas Peternakan dan Kelautan DKI Jakarta. Pada tahun 2004 penulis berkesempatan menempuh studi pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi Magister Sains pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor dengan judul Pengolahan Limbah Cair Rumah Potong Hewan (RPH) dengan Metode Fotokatalitik TiO2 :

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Kualitas BOD5, COD dan pH Efluen.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr.drh. Idwan Sudirman selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak drh. Abdul Zahid, MSi selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran. Disamping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ir. Hedi Surahman MSi beserta staf Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Universitas Indonesia yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri, anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala do’a, kasih sayang dan dorongannya.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat .

Bogor, Januari 2010

Rachmat Manendar

(11)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengolahan limbah cair rumah potong hewan (RPH) dengan metode fotokatalitik TiO2 : pengaruh waktu kontak terhadap

kualitas BOD5, COD dan pH efluen adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

(12)
(13)

DAFTAR ISI

BAHAN DAN METODE ……….14

Bahan Penelitian ……… 14

1. Bahan ………. 14

Metode penelitian ……….. 14

1. Penyiapan Reaktor Fotokatalitik ……… 14

2. Pengujian Aktifitas Reaktor Fotokatalitik ………... 15

3. Uji Aktifitas untuk Penentuan Pengaruh Waktu Radiasi……... 16

4. Penentuan Nilai BOD5 ……… ……….. 16

5. Penentuan Nilai COD ……….16

6. Penentuan Nilai pH dan Daya Hantar Listrik ……….17

HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. ……… 18

Pengolahan Limbah Cair RPH Cakung ……….. 18

Proses Fotokatalitik untuk Pengolahan Limbah Cair Organik …… …….. 18

Reaktor Fotokatalitik TiO2 – IWGCT ………...19

Pengujian Aktifitas Reaktor Fotokatalitik TiO2 – IWCGT ……… 22

Pengaruh Waktu Penyinaran Terhadap Nilai BOD5 Limbah Cair RPH ………... 23

Pengaruh Waktu Penyinaran Terhadap Nilai COD Limbah Cair RPH ……… 24

Hubungan antara waktu penyinaran dan waktu kontak reaktor TiO2-IWCGT………. .25

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap nilai BOD5 Limbah Cair RPH ……….………26

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap nilai COD Limbah Cair RPH ……….. ..26

(14)

Halaman Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Nilai pH dan Daya Hantar

Listrik Limbah Cair RPH ………. …29

Prospek Fotokatalitik sebagai Pengolah Limbah Cair RPH………..31

SIMPULAN DAN SARAN ……….………...35

DAFTAR PUSTAKA ………... 36

LAMPIRAN ………. 39

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Pengembangan Reaktor Fotokatalitik System Imobilisasi .………. 13

2. Hubungan Antara Waktu Penyinaran dan Waktu Kontak Reaktor

TiO2 – IWGCT ……….. 25

(16)

DAFTAR BAGAN

Halaman

1. Skema Diagram Alir dari Limbah Cair dan Limbah Padat ………. 3

2. Skema Diagram Alir Pengolahan Limbah Cair RPH Secara

(17)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Tahapan Mekanisme Fotokatalitik ……… 8

2. Tahapan Reaksi Katalitik Heterogen ……… 11

3. Proses Fotokatalitik dalam Sistem (a) Suspensi dan (b) Imobilisasi ……… 11

4. Skematik Reaktor Fotokatalitik TiO2 – IWGCT………….………... 15

5. Mekanisme Fotokatalitik Fotokatalitik pada Bagian Dalam Kolom

Gelas ………. 19

6. Profil Konsentrasi dan Intensitas UV Dalam Sistem Imobilisasi Ti

Sinar UV Berasal dari Bagian Luar Penyangga ……….………….. 21

7. Skematik Proses Degradasi Fotokatalitik Polutan Organik Pada

Permukaan Katalis TiO2 ………..………. 28

(18)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

1. Hubungan Antara Waktu Penyinaran dan Nilai BOD5 ………. 23

2. Hubungan Antara Waktu Penyinaran dan Nilai COD ……….. 23

3. Hubungan Waktu Kontak Terhadap Kenaikan BOD5 ………..…………... 25

4. Hubungan Waktu Kontak dengan Penurunan COD. ………….………27

5. Perubahan Nilai pH Larutan Selama Waktu Kontak ……… 30

(19)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang.

Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan

de-sain dan konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higienis tertentu serta

diguna-kan sebagai tempat pemotongan hewan (Permeneg Lingkungan Hidup, 2006). Makna yang

se-benarnya dari RPH adalah kompleks bangunan dengan disain tertentu yang dipergunakan

seba-gai tempat memotong hewan secara benar bagi konsumsi masyarakat luas serta harus memenuhi

persyaratan-persyaratan teknis tertentu. Dengan demikian diharapkan bahwa daging yang

dipero-leh dapat memenuhi kriteria aman , sehat , utuh , halal dan berdaya saing tinggi (Anonymous,

1996).

Selain menghasilkan daging RPH juga menghasilkan produk samping yang masih bisa

dimanfaatkan dan limbah. Limbah RPH tergolong limbah organik, berupa darah, lemak, tinja, isi

rumen dan usus yang apabila tidak ditangani secara benar akan berpotensi sebagai pencemar

lingkungan.

Limbah RPH terdiri dari limbah cair dan padat yang sebagian besar berupa limbah

organ-ic yang mengandung protein, lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga berpotensi

se-bagai pencemar lingkungan (Suryahadi, 2000).

Limbah cair merupakan limbah yang berbentuk cair atau fluida yang sering kali

menim-bulkan banyak persoalan lingkungan. Karakteristiknya seringkali menimmenim-bulkan persoalan

ling-kungan karena efek yang ditimbulkan mencakup area yang luas (Noer E, 2000). Parameter

bio-kimia untuk limbah ternak adalah Biochemical Oksigen Demand (BOD) ,Chemical Oksigen

Demand (COD), karbon organic total (TOC) dan kebutuhan oksigen padatan tersuspensi(SOD).

Limbah cair RPH yang terbesar berasal dari darah, menurut Jenie dan Rahayu (1993) darah sapi

mempunyai nilai BOD 156.500 mg/l, COD 218.300 mg/l, kadar air 82 % dan pH 7,3.

Wisnu-prapto (1990) mengatakan bahwa limbah RPH dan pengepakan daging mempunyai nilai BOD

(20)

2

Pengolahan limbah pada RPH adalah dengan melakukan minimisasi limbah, kemudian

dilakukan pengolahan limbah sebelum pembuangan sisa limbah. Dalam upaya menurunkan

ka-dar pencemar organik yang terkandung di dalam limbah cair RPH maka telah diterapkan

pengo-lahan limbah cair dengan proses fisik ( menggunakan bak-bak sedimentasi) dan proses biologis.

Pengolahan limbah RPH Cakung masih terbatas pada penggunaan sistim anaerobic,

na-mun dengan sistim yang lebih terpadu dalam sebuah reactor yang mampu menghasilkan biogas

sebagai pembangkit tenaga listrik. Sebelum masuk ke reactor anaerobik terlebih dahulu

dilaku-kan berbagai penyaringan, pemompaan dan pengendapan untuk memisahdilaku-kan air limbah dengan

berbagai padatan ( Padmono, 2003).

Menurut Indriyati (2004), RPH Cakung dalam pendayagunaan limbah cair dan limbah

pa-datnya menggunakan cara biologi, karena diharapkan akan adanya pemanfaatan limbah cair yang

dapat digunakan sebagai energi alternative serta dihasilkannya kompos dari proses limbah padat.

Proses pendayagunaan limbah cair RPH Cakung dilakukan secara biologi dengan sistim

anaero-bik menggunakan reactor tipe Fixed Bed. Proses dimulai dengan pemisahan limbah padat yang

kasar dengan menggunakan penyaring otomatis dengan tujuan untuk melindungi pompa dari

pa-datan kasar yang mungkin akan menyumbat pompa. Limbah cair yang keluar dari saringan kasar

dialirkan langsung menuju penampung dan selanjutnya dialirkan ke atas saringan halus. Limbah

cair yang keluar dari saringan dialirkan menuju tangki pencampuran dan penyimpanan,

sedang-kan limbah padat yang terbuang ditampung pada tempat penampungan.

Limbah cair dari tangki penampung dialirkan dengan pompa ke dalam tangki

pengenda-pan/sedimentasi. Endapan Lumpur padatan organik dipompa ke penampung lumpur yang lebih

padat. Limbah cair yang sudah dipisahkan akan dialirkan ke dalam dua unit Fixed Bed reactor

pengolahan limbah cair anaerobik melalui stasiun pompa. Fungsi pengolahan anaerobik ini

ada-lah untuk mendegradasi bahan organik di limbah cair dan merubah bahan organik yang

(21)

3

Bagan 1. Skema Diagram Alir dari Limbah Cair dan Limbah Padat( Indriyati, 2004)

Selama final acceptance test debit air limbah yang masuk ke dalam sistem adalah

berkisar rata-rata antara 59-140 m³/hari dengan kandungan COD terlarut rata-rata setelah

beberapa tahap penyaringan dan pengendapan sebesar 1967 mg/l. Setelah proses degradasi

dicapai COD terlarut effluent sebesar 583 mg/l.

Berdasarkan hasil pengukuran kinerja alat pengolah limbah secara anaerobik

tersebut ternyata mampu menurunkan kadar COD hingga lebih 80 % yaitu dari 7.797 mg/l

menjadi 813 mg/l ( Padmono, 2003). Lebih lanjut menurut Padmono, (2003), menyatakan bahwa

hal tersebut dapat dikurangi dengan penambahan reaktor yang bekerja secara aerobik

Gas bio Generator Listrik

Limbah

Cair

Penyaringan Sedimentasi Fermentasi Sedimentasi Sungai

Cairan

Pengkomposan Penyaringan Pengemasan Kompos

Halus

Rumput Kompos

Kasar

(22)

4

Dalam upaya menurunkan kadar pencemar organic yang terkandung di dalam limbah cair

RPH perlu penambahan melalui proses kimia, salah satu cara pengolahan limbah cair dengan

proses kimia adalah dengan cara fotokatalitik yang berarti pengolahan dengan cara penambahan

katalis dan cahaya pada limbah tersebut dengan proses fotokatalitik limbah organik akan

terde-gradasi menjadi CO2 dan H2O sehingga diharapkan dapat mereduksi kandungan Biochemical

Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) , pH dan daya hantar listrik yang

merupakan tolok ukur pencemaran oleh zat-zat organik.

Proses fotokatalitik dengan menggunakan semikonduktor, merupakan teknologi yang

di-harapkan dapat digunakan untuk mendegradasi zat berbahaya yang mencemari lingkungan.

Ba-nyak semikonduktor oksida dan sulfida yang memiliki energi celah cukup untuk digunakan

da-lam proses fotokatalitik, seperti TiO2 (energi celah = 3,2 eV), CdS (energi celah = 2,5 eV),

SrTiO3 (energi celah 2 eV) dan lain-lain. (Linsebigler et al 1995).

Perumusan Masalah

Dari latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dibuat rumusan

masalah yaitu :

1. Kandungan zat organik yang tinggi di dalam limbah cair RPH adalah bahan pencemar

yang dapat menimbulkan bahaya bagi kehidupan biota perairan dan kehidupan

manusia.

2. Upaya untuk menurunkan zat organik di dalam limbah cair RPH yang selama ini

dilakukan melalui proses fisik dan biologi perlu penambahan proses kimia melalui cara

fotokatalitik TiO2.

Tujuan Penelitian :

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui apakah teknik pengolahan limbah cair RPH dengan metode fotokatalitik

(23)

5

2. Penambahan proses fotokatalitik TiO2 pada pengolahan limbah cair RPH, dengan

skala laboratorium.

3. Mengetahui pengaruh waktu kontak TiO2 terhadap mutu efluen limbah cair RPH.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan alternatif dalam cara pengolahan limbah cair

RPH, sehingga diharapkan dapat memenuhi Baku Mutu Air Limbah sesuai dengan Peraturan

Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2006.

Hipotesis

(24)

6

TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau komplek bangunan dengan

desain tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan selain unggas bagi konsumsi

masyarakat luas. Pemotongan hewan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan atau

badan hokum di rumah pemotongan hewan milik sendiri atau pihak lain atau menjual jasa

pemo-tongan hewan (Anonymous, 1987). Ensminger (1991),mengemukakan bahwa kegiatan –

kegia-tan RPH meliputi penyembelihan hewan serta pemotongan bagian-bagian tubuh hewan tersebut.

Secara umum pengelolaan RPH ditujukan untuk mendapatkan mutu daging yang sesuai dengan

standarisasi yaitu aman, sehat, utuh,halal dan berdaya saing tinggi. Selain menghasilkan daging,

RPH juga menghasilkan produk samping yang masih dapat dimanfaatkan dan limbah. Limbah

RPH tergolong limbah organik , berupa darah , lemak tinja , isi rumen dan usus yang apabila

ti-dak ditangani secara benar akan berpotensi sebagai pencemar lingkungan.

Limbah utama dari RPH berasal dari penyembelihan, pemindahan, pembersihan bulu,

pen-jadian(rendening), pengaturan, pemerosesan dan pembersihan. Air limbah adalah sisa dari suatu

usaha dan /atau kegiatan yang berwujud cair ( Permen LH, No 11 Tahun 2009). Menurut

Sugi-harto (1987)limbah RPH mempunyai sifat-sifat umum yaitu darah, protein, lemak, kelarutan dan

campuran zat organik tinggi. Menurut Rialuszaman dan Ismoyo (1994). limbah ialah suatu hasil

sampingan dari proses produksi yang tidak digunakan, dapat berbentuk padat, cair,gas, debu,

su-ara, getaran, perusakan dan lain lain yang dapat menimbulkan pencemaran apabila tidak dikelola

dengan baik. Limbah cair adalah bahan-bahan pencemar berbentuk cair. Air limbah adalah air

yang membawa sampah (limbah) dari rumah tinggal, bisnis, dan industri yaitu campuran air dan

padatan terlarut atau tersuspensi dapat juga merupakan air buangan dari hasil proses yang

dibuang ke dalam lingkungan. Berdasarkan sifat fisiknya limbah dapat dikatagorikan atas limbah

padat, cair dan gas (Djajadiningrat S.T. dan H.H. Amir. 1991). Menurut Soemantojo, R.W.

(1994) tujuan utama dari suatu pengolahan limbah cair adalah untuk mendegradasi bahan

pencemarnya, sehingga efluen yang dihasilkan kualitasnya memenuhi syarat-syarat tertentu.

Pencemar yang terdapat didalam limbah cair dapat dikurangi atau dihilangkan secara fisik,

(25)

biolo-7

gis dan unit proses kimiawi (Metcalf & Eddy. Inc.1991) .Menurut Sutamiharja ,R.T.M,(1994)

penanggulangan sisa buangan (limbah) yang akan dibuang ke perairan umum dan ke air baku

adalah suatu pengolahan sisa buangan yang secara umum terdiri atas pengolahan secara :

meka-nik, biologic, fisik atau kimia. Nilai BOD menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan

mi-kroorganisme untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir semua zat organic terlarut dan

se-bagian zat-zat organic yang tersuspensi di dalam air sedangkan nilai COD adalah jumlah oksigen

(mg O2 ) yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organic yang terdapat dalam 1 liter sample

air dengan menggunakan K2Cr2O7 sebagai oksidator (Alaerts ,G dan S. Santika, 1987).

Sifat listrik zat padat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam berdasarkan daya

han-tar listriknya (σ), yaitu konduktor, isolator, dan semikonduktor. Kondukor merupakan bahan

yang dapat dengan mudah menghantarkan arus listrik dengan nilai σ sebesar 104 – 106 ohm-1cm

-1

. Isolator adalah bahan dengan daya hantar listrik sangat lemah atau tidak sama sekali, dengan

nilai σ < 10-15 ohm-1cm-1. Semikonduktor adalah suatu bahan dengan daya hantar arus listrik

be-rada di antara konduktor dan isolator, dengan nilai σ sebesar 10-5 – 103 ohm-1cm-1 ( Kamat

,1993) (Hubeey 1993)

Proses fotokatalitik dengan menggunakan semikonduktor, merupakan teknologi yang

diha-rapkan dapat digunakan untuk mendegradasi zat berbahaya yang mencemari lingkungan.

Ba-nyak semikonduktor oksida dan sulfida yang memiliki energi celah cukup untuk digunakan

da-lam proses fotokatalitik, seperti TiO2 (energi celah = 3,2 eV), CdS (energi celah = 2,5 eV),

SrTiO3 (energi celah 2 eV) dan lain-lain. (Linsebigler et al 1995)

Hampir semua material oksida, sulfida, dan material yang dapat digunakan dalam reaksi

fotokatalitik. Namun beberapa semikonduktor tersebut kurang cocok digunakan sebagai katalis

karena sifatnya yang kurang menguntungkan. Logam sulfida mudah mengalami korosi. ZnO

tidak stabil secara kimia, karena mudah larut dalam air membentuk Zn(OH)2 pada permukaan

partikel ZnO, sehingga pemakaian dengan waktu lama menyebabkan inaktivasi katalis ZnO.

Semikonduktor TiO2 merupakan katalis yang banyak dipilih untuk proses fotokatalitik, karena

TiO2 bersifat inert secara biologi dan kimia, stabil terhadap korosi akibat foton, stabil terhadap

(26)

8

Katalisis merupakan suatu proses yang dipercepat dengan penambahan suatu

substansi/katalis. Suatu reaksi yang dipengaruhi oleh cahaya dan katalis secara bersama-sama

dinamakan reaksi fotokatalitik. Katalis ini dapat mempercepat fotoreaksi melalui interaksinya

dengan substrat, baik dalam keadaan dasar maupun keadaan tereksitasi dan atau produk

utamanya, tergantung pada mekanisme fotoreaksinya. (Mills dan Le Hunte 1997)

Fotokatalitik dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu fotokatalitik homogen dan

fotokatalitik heterogen. Fotokatalitik homogen adalah proses fotokatalitik dengan bantuan zat

pengoksidasi seperti ozon dan hidrogen peroksida, sedangkan fotokatalitik heterogen dilakukan

dengan bantuan semikonduktor yang diiradiasi dengan sinar UV. Contoh semikonduktor yang

dapat digunakan untuk proses fotokatalitik heterogen adalah: titanium dioksida (TiO2), seng

oksida (ZnO), dan kadmium sulfida (CdS). (Peratitus et al 2004)

Jika suatu semikonduktor menyerap energi sebesar atau lebih besar dari energi celahnya,

maka elektron (e-) pada pita valensi (VB) akan tereksitasi ke pita konduksi (CB), dengan

meninggalkan lubang positif (h+). Hal ini merupakan awal dari proses fotokatalitik.(Hoffmann

et al 1995 )

Semikonduktor + hυ h+VB + e-CB

Tahapan yang terjadi selama proses fotokatalitik dijelaskan seperti pada Gambar 2.

(27)

9

Tahapan proses fotokatalitik pada Gambar 1 dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembentukan pembawa muatan (e-CB, h+VB) oleh foton

TiO2 + hυ TiO2 (h+VB + e-CB)

2. Rekombinasi pembawa muatan, dengan membebaskan energi dalam bentuk panas.

e-CB + (> TiIVOH•)+ > TiIVOH

h+VB + (> TiIIIOH) > TiIVOH

3. Reaksi oksidasi oleh hole pada pita valensi

(> TiIVOH•)+ + Red > TiIVOH + Red•+

4. Reaksi reduksi oleh elektron pada pita konduksi

e-tr + Oks TiIVOH + Oks•+

5. Reaksi fotokatalisis atau reaksi termal lebih lanjut menghasilkan produk akhir mineral.

6. Elektron pada pita konduksi terjebak dalam permukaan metastabil menghasilkan Ti

(III)

e-CB + > TiIVOH (> TiIIIOH)

e-CB + TiIV TiIII

7. Hole pada pita valensi terjebak dalam gugus titanol

h+VB + > TiIVOH (> TiIVOH•)+

Keterangan:

> TiOH : permukaan TiO2 dalam keadaan terhidrat

e-CB : elektron pada pita konduksi

h+VB : lubang positif (hole) pada pita valensi

(28)

10

(>TiIVOH•)+ : lubang positif (hole) pada pita valensi yang terjebak di permukaan

(>TiIIIOH) : elektron pita konduksi yang terjebak di permukaan

red : donor elektron oks : akseptor elektron

Lubang positif (hole) pada pita valensi mempunyai sifat pengoksidasi yang sangat kuat

(+1,0 sampai +3,5 V relatif terhadap elektroda hidrogen Nernst), sedangkan elektron pada pita

konduksi mempunyai sifat pereduksi yang juga sangat kuat (+0,5 sampai -1,5 V relatif terhadap

elektroda hidrogen Nernst).

Reaksi degradasi fotokatalitik untuk sebagian besar senyawa organik, dapat terjadi oleh hole.

Reaksi fotodegradasi secara tidak langsung terjadi melalui radikal hidroksil (•OH) yang

dihasilkan akibat interaksi hole dengan air (H2O) atau dengan ion hidroksil (OH-). Radikal

hidroksil juga dapat terbentuk melalui reaksi reduksi molekul oksigen oleh elektron pada pita

konduksi. Reaksi pembentukan radikal hidroksil dapat dituliskan sebagai berikut:

TiO2 + hυ TiO2 (h+CB + e-VB)

h+VB + H2O(ads) •OH + H+

h+VB + OH-(surf) •OH

e-CB + O2 O2•

2O2• - + 2H2O 2•OH + 2OH- + O2

untuk membentuk ion superoksida (O2•-) yang selanjutnya membentuk radikal hidroksil

Elektron-elektron pada pita konduksi kemungkinan bereaksi dengan molekul oksigen (•OH).

Radikal hidroksil sangat reaktif menyerang molekul-molekul organik dan mendegradasinya

menjadi CO2 dan H2O (dan ion-ion halida jika molekul organik mengandung atom-atom

halogen).

Zat organik terdegradasi baik secara langsung oleh lubang positif (hole) maupun tidak langsung

oleh radikal hidroksil. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi berantai, sehingga zat organik

(29)

11

Proses fotokatalitik heterogen dapat terjadi dalam media yang bervariasi: media fasa gas,

fasa cairan organik, atau fasa larutan aqueous. Seperti halnya proses katalitik heterogen, tahapan

proses keseluruhan fotokatalitik heterogen terbagi menjadi 7 tahap, yaitu: (Fujishima, et al.1999)

1. Transfer massa reaktan dari fasa fluida ke permukaan eksternal katalis

2. Diffusi reaktan dari permukaan eksternal ke permukaan internal

3. Adsorpsi reaktan ke permukaan katalis

4. Reaksi pada permukaan katalis (fasa teradsorpsi)

5. Desorpsi produk

6. Diffusi produk dari permukaan internal ke permukaan ekternal katalis

7. Transfer massa produk dari permukaan eksternal ke fasa fluida.

Tahapan proses katalitik heterogen di atas, dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Tahapan reaksi katalitik heterogen(Ray & Beenacker, 1998).

Reaksi fotokatalitik terjadi dalam fasa teradsobsi (tahap 4). Perbadaan antara proses

katalitik heterogen dan fotokatalitik heterogen, adalah hanya dalam hal aktivasi katalis. Pada

proses katalitik konvensional, aktivasi katalis dilakukan dengan menggunakan panas, sedangkan

(30)
(31)

13

sangat halus, menghasilkan proses fotokatalitik yang tidak dibatasi oleh transfer massa, karena

jarak difusi maksimum molekul organik dengan permukaan katalis sangat kecil(Dingwang et al,

2001). Tetapi untuk aplikasi pengolahan limbah dalam skala besar, sistem suspensi memiliki

banyak kelemahan-kelemahan. Kelemahan utama yang dilaporkan di antaranya adalah, (i)

pemisahan partikel TiO2 dari larutan setelah dipakai memerlukan waktu yang lama dan

memerlukan biaya yang sangat mahal, dan (ii) daya tembus sinar UV yang terbatas karena

absorbsi yang kuat oleh TiO2 dan spesi organik terlarut. Untuk mengatasi masalah ini, banyak

peneliti telah mencoba untuk mengurangi masalah yang timbul dengan cara mengimobilisasikan

katalis TiO2 pada material pendukung yang sesuai. Dengan imobilisasi ini mempunyai dua

keuntungan, yang pertama mengurangi masalah pemisahan partikel katalis, sehingga dapat

digunakan dalam sistem kontinyu. Keuntungan yang kedua, katalis TiO2 dalam bentuk lapisan

tipis mempunyai porous yang dapat memberikan luas permukaan yang lebih besar untuk

degradasi molekul polutan. Beberapa contoh pengembangan reaktor fotokatalitik sistem

imobilisasi dapat dilihat pada Tabel 1.( Dijkstra, et al, 2001).

Tabel 1. Pengembangan reaktor fotokatalitik sistem imobilisasi

Material penyangga Susunan katalis dalam

reaktor

Bahan dasar silica (pasir, silica gel, glass woole, glass beads)

Reaktor packed-bed

Reaktor packed-bed

Fixed on spiral glass tube Fixed on hollow tube

Fixed on lamp

Floating on surface

Reaktor packed-bed

Fixed on reactor bottom

Serpone et al. (1986), Al

(32)

14 Membran

Fiber Optik

Zeolit, modernit, karbon aktif, silica, ferrrierit

Stainless Steel

TiO2 pelet

Reaktor packed-bed

Reaktor Fixed bed

Reaktor fixed-bed

Reaktor fixed bed

Reaktor packed-bed

Belkolom, Pinacci, Riva, & Lagastra (1998) Hofstadler, Baner, Novalic & Hasler (1994) Takeda, Torimoto, San-path Kuwabata & Yo-neyama (1995)

Byrene et al,(1998)

(33)

15

BAHAN DAN METODE

Bahan Penelitian

1.Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel limbah rumah potong

hewan (RPH) Cakung, perak sulfat (Merck, 98%), merkuri sulfat (Merck 98%), ferro

amonium sulfat (Merck, 98%), 1.10-fenantrolin(BDH, 98%), ferro sulfat (Merck,

98%),asam sulfamat (Merck, 98%), kalium hydrogen phtalate (Merck, 98%), asam sulfat

(Merck, 98%).

2. Peralatan

Peralatan yang digunakan selama penelitian adalah pH meter Copenhagen,

konduktometer Hanna EC-215, Reaktor fotokatalitik , pompa sirkulasi, tempat

penampung sampel (reservoir), dan kran.

Metode Penelitian

1. Penyiapan reaktor fotokatalitik

Reaktor fotokatalitik yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5

(hasil pengembangan Jarnuzi dkk, FMIPA-UI). Satu unit reaktor meliputi satu buah

lam-pu black light (Gold Star T18, 20 W) dan tujuh belas buah kolom gelas (id. 2 mm, l. 50

cm). Pada bagian dalam dinding setiap kolom tersebut diimobilisasikan lapisan tipis

TiO2 (selanjutnya disebut TiO2 inner wall of a glass column tube, dan disingkat sebagai

TiO2 –IWGCT). Beberapa TiO2 –IWGCT disusun melingkar mengelilingi lampu dan

dihubungkan dengan selang silikon. Larutan sampel disirkulasi dari reservoir melalui

(34)

16

Gambar 4. Skematik reaktor fotokatalitik TiO2-IWGCT (Jarnuzi dkk).

Sistem yang digunakan dalam reaktor ini adalah sestem imobilisasi, dimana katalis TiO2

dilapiskan pada bagian dalam kolom gelas. Sampel uji atau limbah organik cair dialirkan

dari reservoar ke bagian dalam kolom gelas yang sudah disinari dengan lampu UV dan

kemudian larutan uji yang ke luar dari kolom gelas ditampung kembali dalam reservoar,

proses sirkulasi ini dilakukan secara kontinyu dengan variasi waktu penyinaran.

2.Pengujian aktivitas reaktor fotokatalitik

Pengujian aktivitas reaktor fotokatalitik pada penelitian ini, dilakukan dengan

(35)

17

reaktor fotokatalitik diuji untuk mendegradasi limbah cair rumah potong hewan (RPH).

Limbah cair RPH banyak mengandung zat-zat organik, darah, lemak, dan protein yang

akan mengakibatkan pencemaran jika dibuang langsung ke perairan umum. Dalam

pengujian kinerja reaktor fotokatalitik terhadap degradasi limbah cair RPH ini, dilakukan

pengamatan pengaruh waktu kontak terhadap nilai BOD, COD , pH dan nilai Daya hantar

listrik . Limbah cair RPH yang digunakan dalam penelitian ini merupakan keluaran akhir

dari proses pengolahan limbah cair RPH Cakung Jakarta. Proses degradasi limbah cair

RPH ini dilakukan dalam skala laboratorium, dimana limbah RPH yang digunakan dalam

satu kali proses sebanyak 800 mL.

3. Uji Aktivitas Untuk Penentuan Pengaruh Waktu Iradiasi

Larutan sampel RPH sebanyak 800 mL ditempatkan dalam reservoir. Kemudian

larutan sampel disirkulasikan melewati unit reaktor, pengujian ini dilakukan dengan

variasi waktu penyinaran selama 0, 2, 4, 6, dan 8 jam untuk setiap sampel.

4. Penentuan Nilai BOD

Penentuan nilai BOD dengan waktu inkubasi 5 hari dan suhu inkubasi 20oC

(BOD5) dilakukan terhadap sampel RPH yang telah disirkulasikan melewati reaktor

fotokatalitik dengan variasi waktu penyinaran. Prosedur penentuan nilai BOD

menggunakan metode titrimetri.

5. Penentuan Nilai COD

Penentuan nilai COD dilakukan terhadap sampel RPH yang telah disirkulasikan

melewati reaktor fotokatalitik dengan variasi waktu penyinaran. Prosedur penentuan

nilai COD menggunakan metode titrimetri.

- Dipipet sebanyak 25 mL larutan sampel RPH, kemudian dimasukkan ke

dalam labu didih yang berisi batu didih.

- Ditambahkan 400 mg HgSO4, 5 mL H2SO4 pekat dan didinginkan, kemudian

tambahkan 25 mL K2Cr2O7 0,25 N.

(36)

18

- Ditambahkan 30 mL H2SO4 pekat dari ujung kondensor dan diaduk sampai

bercampur sempurna, kemudian dipanaskan selam 2 jam.

- Setelah dingin, ditambahkan 50 mL aquades dan 3 tetes indikator ferroin.

- Dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 0,25 N sampai terjadi

perubahan warna dari hikau-biru menjadi tepat berwarna merah-coklat.

Dengan cara yang sama, dilakukan pula refluks dan titrasi terhadap air destilasi

dengan volume yang sama dengan sampel yang dianalisis, cara ini dilakukan

untuk menentukan nilai blanko.

6. Penentuan Nilai pH dan Daya Hantar Listrik (DHL)

Nilai pH sampel diukur menggunakan alat pH meter Copenhagen model PHM 201 dan

daya hantar listrik diukur dengan menggunakan alat konduktometer Hanna model

EC-215.

(37)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan Limbah Cair RPH Cakung

Menurut Indriyati (2004), Proses pendayagunaan limbah cair RPH Cakung dilakukan secara

biologi dengan sistim anaerobik menggunakan reactor tipe Fixed Bed. Proses dimulai dengan

pemisahan limbah padat yang kasar dengan menggunakan penyaring otomatis dengan tujuan

un-tuk melindungi pompa dari padatan kasar yang mungkin akan menyumbat pompa. Limbah cair

yang keluar dari saringan kasar dialirkan langsung menuju penampung dan selanjutnya dialirkan

ke atas saringan halus.

Limbah cair dari tangki penampung dialirkan dengan pompa ke dalam tangki

pengenda-pan/sedimentasi. Endapan Lumpur padatan organik dipompa ke penampung lumpur yang lebih

padat. Limbah cair yang sudah dipisahkan akan dialirkan ke dalam dua unit Fixed Bed reactor

pengolahan limbah cair anaerobik melalui stasiun pompa. Fungsi pengolahan anaerobik ini

ada-lah untuk mendegradasi bahan organik di limbah cair dan merubah bahan organik yang

terdegra-dasi menjadi biogas.

Pengolahan limbah RPH Cakung masih terbatas pada penggunaan sistim anaerobic, namun

den-gan sistim yang lebih terpadu dalam sebuah reactor yang mampu menghasilkan biogas sebagai

pembangkit tenaga listrik. Sebelum masuk ke reactor anaerobik terlebih dahulu dilakukan

berba-gai penyaringan, pemompaan dan pengendapan untuk memisahkan air limbah dengan berbaberba-gai

padatan ( Padmono, 2003).

Limbah cair RPH Cakung yang digunakan selama penelitian sebagai nilai blanko sebesar

BOD5 17,74 mg/l, COD 200 mg/l , pH 6,89 dan Konduktifitas 2.09 mS/cm.

Proses Fotokatalitik untuk Pengolahan Limbah Cair Organik

Fotokatalitik heterogen merupakan suatu metode baru dalam pemurnian air limbah yang

termasuk dalam kelompok teknologi oksidasi. Dalam teknik ini, semikonduktor TiO2 diiradiasi

dengan sinar UV ( λ, 413 nm) dan menghasilkan pasangan elektron-hole, yang kemudian dapat

(38)

20

macam polutan organik, seperti herbisida, pestisida, aromatik, alifatik, pewarna, biopolimer (

protein, karbohidrat, lemak, dsb) dan jenis polutan organik lainnya.

Reaktor Fotokatalitik TiO2-IWGCT.

Reaktor TiO2 - inner wall of a glass column tube, dan disingkat sebagai TiO2 –IWGCT),

adalah reaktor fotokatalitik skala laboratorium yang dikembangkan di Departemen Kimia

FMI-PA-UI untuk mendegradasi polutan organik ( Gambar5 ). Sistim yang digunakan dalam reaktor

ini adalah sestem imobilisasi, dimana katalis TiO2 dilapiskan pada bagian dalam kolom gelas.

Sampel uji atau limbah organik cair dialirkan dari reservoar ke bagian dalam kolom gelas yang

sudah disinari dengan lampu UV dan kemudian larutan uji yang ke luar dari kolom gelas

ditampung kembali dalam reservoar, proses sirkulasi ini dilakukan secara kontinyu dengan

variasi waktu penyinaran. Menurut Jarnuzi, et al ( 2001) , reaksi degradasi limbah organik secara

fotokatalitik terjadi pada bagian dalam kolom gelas, yang digambarkan sebagai berikut:

Gambar 5. Mekanisme fotokatalitik pada bagian dalam kolom gelas.

Hole (h+) dan radikal hidroksil (•OH) yang dihasilkan pada permukaan katalis akan bereaksi

dengan polutan organik yang diikuti dengan proses dekomposisi polutan organik menjadi CO2,

H2O dan asam-asam mineral. Lubang positif (hole) pada pita valensi mempunyai sifat

pengoksidasi yang sangat kuat (+1,0 sampai +3,5 V relatif terhadap elektroda hidrogen Nernst),

sedangkan elektron pada pita konduksi mempunyai sifat pereduksi yang juga sangat kuat (+0,5

sampai -1,5 V relatif terhadap elektroda hidrogen Nernst). Reaksi degradasi fotokatalitik untuk

(39)

21

langsung terjadi melalui radikal hidroksil (•OH) yang dihasilkan akibat interaksi hole dengan air

(H2O) atau dengan ion hidroksil (OH-). Radikal hidroksil juga dapat terbentuk melalui reaksi

reduksi molekul oksigen oleh elektron pada pita konduksi ( Linsebigler et al, 1995) (Fujishima et

al, 1999) Reaksi keseluruhan dekomposisi limbah organik secara fotokatalitik sebagai berikut:

Limbah Organik + O2 CO2 + H2O + Asam-asam mineral (4.1)

Efisiensi reaktor alir TiO2-IWGCT sangat dipengaruhi oleh parameter ketebalan lapisan

TiO2, laju alir larutan yang akan diuji, waktu penyinaran , dan jumlah kolom gelas yang

diguna-kan( Zhang et al, 2004 ).

Ketebalan lapisan TiO2

Dalam proses fotokatalitik dengan reaktor IWGCT-TiO2, ketebalan lapisan TiO2

memain-kan peranan penting terhadap degradasi limbah organik, karena datangnya sinar UV berasal dari

bagian luar kolom gelas/penyangga. Ketika lapisan film TiO2 terlalu tipis energi foton yang

mengenai lapisan tidak semuanya diabsorbsi (efisiensi rendah), sehingga konsekwensinya

radik-al •OH yang terbentuk menjadi lebih sedikit. Bila ketebalan lapisan film TiO2 ditingkatkan,

ma-ka energi foton yang ama-kan terabsorb semakin banyak (efisiensi meningma-kat), sehingga dapat lebih

mengaktifkan katalis untuk menghasilkan radikal •OH yang lebih banyak. Tetapi ketika lapisan

film terlalu tebal, maka bagian sisi katalis yang kontak dengan larutan sampel tidak mendapat

penetrasi foton yang optimal (kurang teraktifkan) dan kemungkinan juga akan terjadi

rekombina-si elektron dan hole sebelum sampai pada permukaan (Dingwang et al, 2001). Keadaan ini akan

meyebabkan menurunnya laju degradasi limbah organik..

Secara ilustrasi, hubungan antara ketebalan katalis TiO2 dan aktivasi fotokatalitik dengan

sinar UV yang datang dari bagian luar penyangga, dijelaskan oleh Dingwang , et al. 2001 ,

se-perti terlihat pada Gambar 6 di bawah ini: Semikonduktor TiO2

(40)

22

Gambar 6. Profil konsentrasi dan intensitas UV dalam sistem immobilisasi TiO2 dengan

sinar UV berasal dari bagian luar penyangga (q=kapasitas adsorpsi, I=

intensitas cahaya, H=ketebalan katalis, I0= intensitas cahaya awal, dan

Cb=konsentrasi polutan pada bulk).

Ketebalan optimum lapisan TiO2 untuk reaktor TiO2-IWGCT adalah antara 1,626 μm sampai

dengan 1,906 μm. (Surahman, H, 2004).

Pengaruh Laju Alir Limbah Organik

Aktivitas fotokatalitik TiO2 dalam sistem immobilisasi, dibatasi oleh proses transfer

mas-sa, yaitu suatu proses dimana molekul-molekul polutan organik bermigrasi dan berinteraksi

dengan permukaan katalis. Untuk mendapatkan transfer massa yang optimum telah

dilaku-kan berbagai macam usaha, yaitu dengan cara meningkatdilaku-kan laju alir untuk sistem reaktor

mengalir(Zhang et al, 2004), bubling dengan udara untuk reaktor sistem batch dan mengalir

(Harper et al 2001), dan pengadukan larutan sampel untuk reaktor sistem batch(Mc.Murray

et al, 2004) Untuk reaktor alir TiO2-IWGCT, laju alir memegang peranan penting dalam

me-ningkatkan transfer massa limbah organik ke permukaan katalis. Semakin cepat laju alir

yang digunakan akan meningkatkan proses turbulensi larutan uji dengan permukaan bagian

dalam kolom gelas sehingga transfer massa yang terjadi akan semakin besar. Maka dengan

(41)

23

Jumlah Kolom TiO2

Semakin banyak jumlah kolom TiO2 , maka luas penampang permukaan katalis yang

kontak dengan limbah organik akan semakin besar, sehingga waktu kontak antara larutan limbah

dengan katalis semakin lama, dan semakin banyak limbah yang terdegradasi. . Dalam sistem

reaktor TiO2 - IWGCT waktu kontak memainkan peranan penting dalam meningkatkan aktivasi

fotokatalitik. Meningkatnya waktu kontak seiring dengan bertambahnya jumlah kolom TiO2

akan meningkatkan persentasi limbah organik yang terdegradasi.

Pengujian Aktivitas Reaktor Fotokatalitik TiO2-IWGCT

Pengujian aktivitas reaktor fotokatalitik pada penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan

3 (tiga) buah unit reaktor dan laju alir 50 mL/menit. Kinerja aktivitas reaktor fotokatalitik diuji

untuk mendegradasi limbah cair rumah potong hewan (RPH). Limbah cair RPH banyak

mengandung zat-zat organik, darah, lemak, dan protein yang akan mengakibatkan pencemaran

jika dibuang langsung ke perairan umum. Dalam pengujian kinerja reaktor fotokatalitik terhadap

degradasi limah cair RPH ini, dilakukan pengamatan pengaruh waktu penyinaran sinar UV

terhadap nilai BOD5, COD , pH dan nilai konduktivitas. Limbah cair RPH yang digunakan

dalam penelitian ini merupakan keluaran akhir dari proses pengolahan limbah cair RPH Cakung

Jakarta. Proses degradasi limbah cair RPH ini dilakukan dalam skala laboratorium, dimana

limbah RPH yang digunakan dalam satu kali proses sebanyak 800 mL.

Pengaruh Waktu Penyinaran Terhadap Nilai BOD5 Limbah Cair RPH

Pengaruh waktu penyinaran sinar UV dengan variasi penyinaran 0, 2, 4, 6, dan 8 jam

ter-hadap nilai BOD5 limbah cair RPH menggunakan reaktor fotokatalisis TiO2-IWGCT telah

dipe-lajari. Grafik 1 memperlihatkan hubungan antara variasi waktu penyinaran dengan nilai BOD5

limbah cair RPH, yaitu kecenderungan menaiknya nilai BOD5 terhadap kenaikan waktu

(42)

24

Grafik 1 . Hubungan antara waktu penyinaran dan nilai BOD5

Nilai BOD5 menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan mikroorganisme untuk

men-guraikan bahan organik terlarut dan sebagian bahan organik yang tersuspensi di dalam air .

BOD5 merupakan salah satu parameter yang paling umum digunakan untuk mengetahui beban

pencemaran dari suatu air buangan atau air limbah , ukuran beban bagi suatu unit pengolahan air

limbah dan juga ukuran bagi efesiensi untuk pengolahan air limbah tersebut . Besarnya nilai

BOD5 dalam limbah cair ditentukan oleh komposisi kandungan organik yang bersifat

biodegrad-able ( mudah terurai secara biologi) dan nonbiodegradbiodegrad-able (sulit terurai secara biologi). Limbah

cair yang mengandung bahan organik biodegradable akan menghasilkan nilai BOD5 yang lebih

tinggi dibandingkan dengan limbah cair yang mengandung bahan organik nonbiodegradable.

Pa-da Grafik 1 memperlihatkan kenaikan nilai BOD5 dari 17,74 mg/l menjadi 62,38 mg/l setelah

dilakukan penyinaran selama 8 jam. Kenaikan nilai BOD5 seiring bertambahnya waktu

penyina-ran mengindikasikan terjadinya penguraian bahan organik nonbiodegradable menjadi bahan

or-ganik biodegradable secara fotokatalisis. Semakin lama waktu penyinaran akan semakin banyak

bahan organik biodegradable yang terbentuk ditandai dengan semakin tingginya nilai BOD5

da-lam limbah cair. Hu Chun dan Wang Yizhong (1999), menyatakan bahwa proses fotokatalisis

TiO2 mengakibatkan meningkatnya nilai BOD5.

(43)

25

Pengaruh Waktu Penyinaran Terhadap Nilai COD Limbah Cair RPH

Pengaruh waktu penyinaran sinar UV dengan variasi penyinaran 0, 2, 4, 6, dan 8 jam

ter-hadap nilai COD limbah cair RPH menggunakan reaktor fotokatalisis TiO2-IWGCT telah

dipela-jari. Grafik 2 memperlihatkan hubungan antara variasi waktu penyinaran dengan nilai COD

limbah cair RPH. yaitu kecenderungan menurunnya nilai COD terhadap kenaikan waktu

penyi-naran sinar UV.

Grafik 2 . Hubungan antara waktu penyinaran dan nilai COD

Nilai COD merupakan salah satu parameter untuk mengetahui beban pencemaran dari

suatu air buangan atau air limbah. Tinggi rendahnya nilai COD dalam suatu air limbah

ditentu-kan dengan ditentu-kandungan bahan-bahan organik yang terlarut. Semakin tinggi ditentu-kandungan bahan

organik maka semakin tinggi nilai COD nya dan sebaliknya, semakin rendah kandungan bahan

organiknya maka semakin rendah nilai COD nya. Pada Grafik 2 . memperlihatkan penurunan

nilai COD sebesar 42,8 % setelah dilakukan penyinaran selama 8 jam. Penurunan nilai COD

mengindikasikan turunnya kandungan bahan-bahan organik yang terdapat dalam limbah cair

RPH seperti darah, protein, lemak, dan zat-zat organik lainnya secara reaksi fotokatalisis.

Andrew Mills dan Stephen Le Hunte(1997), telah melaporkan beberapa contoh proses

fotokata-lisis untuk mendegradasi beberapa senyawa organik termasuk senyawa-senyawa biomassa

(44)

26

ti karbohidrat, urine, dan protein. Secara umum reaksi-reaksi fotokatalisis untuk mendegradasi

senyawa organik dapat dituliskan sebagai berikut:

Cn Hm Op + (m-2p/4 + n) O2nCO2 + m/2 H2O (4.2)

Untuk senyawa organik yang mengandung unsur halogen (Cl, I, F, dan Br), reaksi

fotokatalisisnya menurut persamaan (4.3) di bawah ini:

Cn Hm Op Xq + (m-2p/4 + n) O2nCO2 + m-q/2 H2O + qHX (4.3)

Untuk senyawa organik yang mengandung unsur sulfur, reaksi fotokatalisisnya menurut

persamaan (4.4) di bawah ini:

Cn Hm Op Sr + xO2nCO2 + yH2O + zH2SO4 (4.4)

Untuk senyawa organik yang mengandung unsur nitrogen, reaksi fotokatalisisnya menurut

persamaan (4.5) di bawah ini:

Cn Hm Op Nr + xO2nCO2 + yH2O + zHNO3 (4.5)

Hubungan antara waktu penyinaran dan waktu kontak reaktor TiO2-IWCGT.

Variasi waktu penyinaran sinar UV dalam proses fotokatalisis berhubungan dengan

lamanya kontak antara larutan uji dengan katalis TiO2 yang sudah teraktifkan. Semakin lama

waktu penyinaran yang dilakukan maka waktu kontak antara larutan uji dengan katalis TiO2 akan

semakin lama. Dalam sistem reaktor alir TiO2-IWGCT waktu kontak antara larutan uji dengan

katalis TiO2 ditentukan oleh kecepatan laju alir larutan uji, jumlah tabung gelas, dan volume

larutan uji yang digunakan. Dari data percobaan dan perhitungan diperoleh hubungan antara

(45)

27

Tabel 2. Hubungan antara waktu penyinaran dan waktu kontak reaktor TiO2-IWCGT.

Waktu Penyinaran (jam) Waktu kontak (menit)

0

2

4

6

8

0

12,19

24,38

36,57

48,76

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Nilai BOD5 Limbah Cair RPH

Dengan semakin lamanya waktu kontak antara limbah cair RPH dengan katalis TiO2 dalam

tabung gelas maka proses degradasi limbah cair RPH secara fotokatalisis akan mengakibatkan

kenaikan nilai BOD5 . Pada Grafik 3, memperlihatkan kenaikan nilai BOD5 yang terdegradasi

secara fotokatalisis. Kenaikan nilai BOD5 yang terdegradasi memperlihatkan kenaikan secara

linier sampai dengan waktu kontak 48,76 menit. Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Reaksi degradasi fotokatalitik pada lapisan tipis TiO2 ini merupakan suatu sistem heterogen ,

yang mengakibatkan banyaknya bahan organik yang sulit terdegradasi secara biologi menjadi

bahan organik yang mudah terdegradasi secara biologi sehingga kebutuhan oksigen akan

(46)

28

Grafik 3. Hubungan waktu kontak terhadap kenaikan BOD

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Nilai COD Limbah Cair RPH.

Dengan semakin lamanya waktu kontak antara limbah cair RPH dengan katalis

TiO2 dalam tabung gelas maka proses degradasi limbah cair RPH secara fotokatalisis akan

semakin baik, hal ini dapat dilihat seperti pada Grafik 4.

Pada Grafik 4 memperlihatkan penurunan nilai COD yang terdegradasi secara fotokatalisis.

Penurunan nilai COD yang terdegradasi memperlihatkan penurunan secara linier sampai pada

jam ke 4 (waktu kontak 24,38 menit). Setelah waktu penyinaran di atas 4 jam penurunan COD

sudah mulai jenuh, Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Reaksi degradasi

fotokatalitik pada lapisan tipis TiO2 ini merupakan suatu sistem heterogen. Untuk terjadinya

proses degradasi, maka polutan harus bermigrasi dari larutan ke permukaan katalis, dan

kemudian terdifusi ke dalam katalis tersebut. Beberapa studi juga mengemukakan bahwa

degradasi fotokatalitik dapat terjadi melalui proses adsorpsi polutan organik ke permukaan

katalis. Apabila konsentrasi polutan organik dalam larutan itu sangat kecil, maka transfer massa

dari larutan ke permukaan katalis akan menjadi sedikit. Hasil serupa juga dikemukakan oleh

Cunningham dan Alsayed (di kutip dari Hedi), yang menyatakan bahwa laju degradasi menjadi

lebih cepat, apabila konsentrasi polutan lebih besar pula, karena dengan semakin tinggi

konsentrasi polutan, maka akan semakin banyak konsentrasi polutan yang teradsorpsi ke

permukaan katalis dan semakin banyak yang akan terdegradasi. Semakin tingginya polutan

organik dalam limbah cair RPH digambarkan dengan semakin tingginya nilai COD dan semakin

17,74

0 12,19 24,38 36,57 48,76

BOD (m

g/L)

(47)

29

cepatnya laju degradasi polutan organik digambarkan dengan semakin banyaknya persentasi

COD yang terdegradasi

Grafik 4 . Hubungan antara waktu kontak dengan penurunan COD

Al Ekabi dan Nick Serpone(1988), serta Bahnemann et al.(1995) , menyatakan bahwa

kecenderungan tidak lagi menaiknya laju degradasi polutan organik terutama disebabkan oleh

kejenuhan fraksi pelingkupan permukaan aktif TiO2 (θ) yang disebabkan oleh berkompetisinya

senyawa organik awal dan senyawa organik intermediet (hasil degradasi belum sempurna) untuk

teradsorpsi pada permukaan katalis TiO2. Mills at al, 1997, mendiskripsikan pembentukan

senyawa intermediet selam proses fotokatalisis seperti pada Gambar 7 di bawah ini:

Gambar 7. Skematik proses degradasi fotokatalitik polutan organik pada permukaan katalis

0 12,19 24,38 36,57 48,76

COD

(m

g/L)

(48)

30

Proses degradasi limbah cair RPH secara fotokatalisis menggunakan reaktor alir TiO2

-IWGCT dapat menurunkan nilai COD dari 200 mg/L menjadi 114 mg/L selama 8 jam penyinaran

atau setara dengan 48,76 menit waktu kontak antara limbah cair RPH dengan katalis TiO2.

Ditinjau dari baku mutu air limbah berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan

Lingkungan Hidup Nomor Kep.02/MENKLH/I/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu

lingkungan, kualitas limbah cair RPH hasil proses fotokatalisis mengalami kenaikan dilihat dari

parameter COD yaitu dari mutu air limbah golongan III menjadi mutu air limbah golongan II,

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP 51/MENLH/10/1995 tentang Baku

Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri mengalami kenaikan dari Golongan baku II menjadi

golongan I dan masih memenuhi baku mutu air limbah RPH berdasarkan Peraturan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No.2 Tahun 2006.

Analisis Perbandingan BOD5 dengan COD

Analisis perbandingan ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik biokimia dalam hal ini

tingkat kemudahan pengolahan secara biologis dari limbah cair RPH tersebut. Tingkat

kemudahan ini akan lebih besar sesuai dengan angka perbandingan BOD5 / COD limbah cair

yang bertambah besar (mendekati 1) sebaliknya tingkat kemudahan pengolahan biologis akan

bertambah kecil dengan angka perbandingan BOD5 / COD yang relatif kecil (mendekati 0) .

Berdasarkan kualitas limbah cair, pegolahan secara biologis biasanya dilakukan jika nilai

kandungan BOD5 dibandingkan nilai COD berada diantara 0,4 – 0,6. Mempertimbangkan hasil

pemeriksaan karakteristik limbah cair RPH Cakung (tabel 3) dan kandungan zat organik yang

tinggi serta bersifat biodegradabel, maka pengolahan secara biologis lebih dapat diterapkan jika

dibandingkan dengan proses kimia. Tabel 3. Perbandingan BOD/COD .

(49)

31

Dari tabel 3. terlihat seiring dengan bertambahnya waktu kontak meyebabkan kenaikan

BOD5 dan menurunkan nilai COD. Hal ini memperlihatkam bahwa bagian yang dapat diuraikan

secara biologi pada limbah cair RPH Cakung relatif lebih besar dari bagian yang tidak dapat

diuraikan secara biologi, berarti tingkat kemudahan pengolahan secara biologi lebih besar.

Pengaruh Waktu Kontak Terhadap Nilai pH dan Nilai Konduktivitas Limbah Cair RPH.

Pengaruh waktu penyinaran sinar UV dengan variasi penyinaran 0, 2, 4, 6, dan 8 jam

yang setara dengan 0; 12,19; 24,38; 36,57; dan 48,76 menit waktu kontak terhadap nilai pH dan

nilai konduktivitas limbah cair RPH menggunakan reaktor fotokatalisis telah dipelajari. Grafik 5

memperlihatkan hubungan antara variasi waktu kontak larutan uji dengan katalis TiO2 dengan

nilai pH limbah cair RPH. Pada Grafik 5. memperlihatkan kecenderungan menurunnya nilai pH

terhadap kenaikan waktu kontak.

Grafik 5 . Perubahan nilai pH larutan selama waktu kontak.

Dari Grafik 5. terlihat bahwa sebelum disinari, larutan mempunyai pH awal 6.89.

Sete-lah dilakukan proses fotokatalisis nilai pH limbah cair RPH mengalami penurunan hingga

men-capai 6.05. Penurunan nilai pH menunjukkan terjadinya reaksi degradasi fotokatalisis

senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair RPH yang menghasilkan spesi ion hidrogen

(H+) ataupun senyawa-senyawa yang bersifat asam, seperti yang dijelaskan pada persamaan (4.3)

– persamaan (4.5). Fakta ini didukung oleh data hasil pengukuran konduktivitas (Grafik 6) yang

6,89

0 12,19 24,38 36,57 48,76

pH

(50)

32

semakin meningkat dengan bertambahnya waktu kontak. Sementara itu menurut Winarti2001,

meningkatnya keasaman larutan hasil degradasi senyawa organik terjadi karena terbentuknya

senyawa intermediet berupa asam organik, seperti asam asetat dan asam oksalat. Menurunnya

nilai pH dari 6,89 sampai 6,05 masih memenuhi Baku Mutu Air Limbah berdasarkan Keputusan

Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor Kep. 02/Men KLH/I/1988 dan masih

memenuhi baku mutu air limbah RPH berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan

Hidup No.2 Tahun 2006.

Hasil pengukuran nilai konduktivitas pada larutan sebelum dan sesudah disinari, dapat

dilihat pada Grafik 6. Konduktivitas menjelaskan nilai daya hantar listrik dari suatu larutan yang

sangat ditentukan oleh banyaknya ion terlarut dalam larutan tersebut. Pada Grafik 6 . terlihat,

bahwa pada awalnya konduktivitas dari limbah cair RPH sebelum disinari nilainya sekitar 2,09

mS/cm. Setelah dilakukan penyinaran nilai konduktivitas mengalami kenaikan.

Grafik 6. Perubahan nilai konduktivitas selama waktu kontak.

Bertambahnya nilai konduktivitas merupakan indikasi bahwa selama proses fotokatalitik

terben-tuk ion-ion hasil proses degradasi senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam limbah cair

RPH . Ion-ion yang terbentuk selama proses fotokatalisis diperkirakan adalah ion- ion hidrogen

(H+), nitrat (NO3-) dan ion posfat (PO43-). Ion nitrat dan ion posfat berasal dari oksidasi unsur

nitrogen dan unsur posfor yang banyak terdapat dalam biomassa protein ataupun urin.

2,085

0 12,19 24,38 36,57 48,76

Konduktiv

itas (mS/cm)

(51)

33

Prospek Fotokatalisis Sebagai Pengolah Limbah Cair RPH

Proses fotokatalisis dengan menggunakan semikonduktor TiO2 merupakan teknologi yang

diharapkan dapat digunakan untuk mendegradasi zat berbahaya yang mencemari lingkungan.

Katalis TiO2 dengan energi celah pita sebesar 3.0 – 3,2 eV, mempunyai daya oksidasi yang

san-gat kuat jika diaktifkan oleh sinar UV. Dengan daya oksidasi yang sansan-gat besar maka proses

fo-tokatalisis TiO2 dapat mendegradasi hampir semua polutan organik menjadi CO2 dan H2O.

Tek-nologi fotokatalisis merupakan tekTek-nologi alternatif yang mempunyai prospek sangat baik untuk

mengolah limbah organik. Untuk mengaktifkan katalis TiO2 dibutuhkan energi foton dengan

panjang gelombang lebih kecil atau sama dengan 413 nm. Energi foton ini dapat diperoleh dari

energi sinar matahari yang sampai ke Bumi. Dari hasil penelitian diperoeleh data bahwa hampir

10 % sinar matahari yang sampai ke Bumi dapat digunakan sebagai sumber energi foton untuk

mengaktifkan katalis TiO2x. Spektrum sinar matahari yang sampai ke bumi dapat dilihat dalam

Gambar 8. (Linsebigler, A.L, et al, 1995). Dilihat dari fakta tersebut teknologi fotokatalisis

merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan murah sehingga mempunyai prospek

menjanjikan karena selain mempunyai range potensial oksidasi yang besar untuk mendegradasi

polutan-polutan organik, katalis TiO2 juga bersifat inert secara kimia maupun biologi, non

toksik, dan tidak mahal.

Gambar 8. Spektrum sinar matahari yang sampai ke Bumi

Dari hasil degradasi buangan akhir limbah cair RPH rumah potong hewan diperoleh data

(52)

34

memberikan hasil yang positif dalam penggunaan teknologi fotokatalisis sebagai pengolah

limbah cair RPH. Penurunan nilai COD limbah cair RPH menggunakan reaktor TiO2-IWGCT

dapat ditingkatkan dengan menambahkan unit reaktor dan mempercepat laju alir larutan limbah

cair RPH. Penambahan unit reaktor akan meningkatkan waktu kontak antara larutan uji dengan

katalis TiO2, sehingga proses degradasi limbah cair RPH akan semakin cepat. Penambahan laju

alir larutan uji akan meningkatkan turbulensi larutan limbah cair RPH di dalam tabung. Dengan

meningkatnya turbulensi larutan uji di dalam tabung maka proses transfer massa atau

berpindahnya massa polutan organik ke permukaan katalis TiO2 akan semakin besar, sehingga

proses degradasi fotokatalisis limbah cair RPH akan semakin cepat.(perhitungan terlampir).

Secara umum proses fotokatalisis TiO2 dibatasi oleh partikel-partikel terlarut dalam

larutan uji. Partikel-partikel atau pengotor terlarut dapat menghalangi jalannya sinar UV

sehingga tidak sampai secara sempurna ke permukaan katalis dan dapat menutupi permukaan

katalis TiO2 sehingga katalis TiO2 tidak dapat kontak secara sempurna dengan larutan uji. Untuk

menghindari masalah-masalah tersebut, pengolahan limbah secara fotokatalisis dapat digabung

dengan proses pengolahan limbah lainnya.

Untuk kasus pengolahan limbah cair RPH secara fotokatalisis, limbah cair harus

melewati beberapa proses pengolahan limbah pendahuluan sebelum diproses secara fotokatalisis.

Seperti halnya pengolahan limbah cair di rumah potong hewan Cakung yang melewati beberapa

tahap pengolahan. Proses dimulai dengan pemisahan limbah padat yang kasar dengan

menggunakan penyaringan. Limbah cair yang keluar dari saringan dialirkan langsung menuju

tangki pencampuran dan penyimpanan. Limbah cair dari tangki penampung dialirkan dengan

pompa ke dalam tangki pengendapan/sedimentasi. Endapan lumpur padatan organik dipompa ke

penampung lumpur yang lebih padat, Limbah cair yang sudah dipisahkan akan dialirkan ke

dalam dua unit Fixed Bed reaktor pengolahan limbah cair anaerobik melalui stasiun pompa.

Fungsi pengolahan anaerobik ini adalah untuk mendegradasi bahan organik di limbah cair dan

merubah bahan organik yang terdegradasi menjadi biogas. Setelah proses anaerobik limbah cair

dibuang ke perairan umum. Dari hasil penelitian ini diusulkan, sebelum dibuang ke perairan

umum dilakukan lagi proses pengolahan limbah secara fotokatalisis, sehingga akan lebih

meningkatkan kualitas air buangan. Usulan ini merupakan ide baru dalam proses pengolahan

(53)

35

teknologi yang menerapkan strategi lingkungan yang berkesinambungan, terintegrasi dan

bersifat preventif terhadap proses, produk dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi. Misalnya

untuk proses, yang meliputi konservasi bahan baku dan energi, mengurangi bahan baku

berbahaya, mengurangi kuantitas dan kualitas emisi dan limbah sebelum meninggalkan proses.

Skema diagram alir pengolahan limbah cair secara fotokatalisis yang diusulkan dapat dilihat

pada Bagan 2 di bawah ini:

Bagan 2. Skema diagram alir pengolahan limbah cair RPH secara fotokatalisis.

Limbah Cair Rumen

Penyaringan Pemisahan

Sedimentasi

Fermentasi anae-rob

Cairan

Fotokatalsis TiO2

(54)

36

V. SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Proses degradasi limbah cair RPH secara fotokatalisis menggunakan reaktor alir TiO2-

IWGCT secara laboratorium selama 8 jam penyinaran atau setara dengan 48 menit

waktu kontak antara limbah cair RPH dengan katalis TiO2 menghasilkan

a . menurunkan nilai COD dari 200 mg/L menjadi 114 mg/L

b. menurunkan nilai pH dari 6,89 menjadi 6,05

c. meningkatkan nilai konduktivitas dari 2,09 mS/cm menjadi 2,38mS/cm

d. meningkatkan nilai BOD5 dari 17,74 mg/L menjadi 62,38 mg/ L.

2. Proses fotokatalisis dengan menggunakan semikonduktor TiO2 merupakan

teknologi yang diharapkan dapat digunakan untuk mendegradasi zat berbahaya

yang mencemari lingkungan.

3. Pengolahan limbah secara fotokatalisis dengan menggunakan semikonduktor TiO2

dapat diterapkan apabila limbah tersebut telah mengalami proses pengolahan fisik dan

biologi.

Saran

Dari hasil penelitian ini diusulkan, sebelum dibuang ke perairan umum dilakukan lagi proses

pengolahan limbah secara fotokatalisis, sehingga akan lebih meningkatkan kualitas air buangan.

Usulan ini merupakan ide baru dalam proses pengolahan limbah cair RPH yang diharapkan dapat

membantu penerapan teknologi produksi bersih yaitu teknologi yang menerapkan strategi

lingkungan yang berkesinambungan, terintegrasi dan bersifat preventif terhadap proses, produk

dan pelayanan untuk meningkatkan efisiensi.

Pengolahan limbah cair RPH secara fotokatalitik TiO2 dapat diterapkan untuk memperbaiki

kua-litas air buangan dengan diagram alir sebagai berikut

LIMBAH CAIR --- PENYARINGAN --- SEDIMENTASI --- FERMENTASI ANAEROB

--- FOTOKATALISIS TiO2 ---- PERAIRAN UMUM .

Hasil proses degradasi limbah cair RPH secara fotokatalisis menggunakan reaktor alir TiO2-

IWGCT secara laboratorium hanya berlaku pada kondisi penelitian berlangsung untuk kondisi di

Gambar

Gambar 1 . Tahapan mekanisme fotokatalitik  ( Dijkstra ,et al .2002)
Gambar 2.  Tahapan reaksi katalitik heterogen (Ray & Beenacker, 1998).
Tabel 1.  Pengembangan reaktor fotokatalitik sistem imobilisasi
Gambar 4.  Skematik reaktor  fotokatalitik   TiO2-IWGCT  (Jarnuzi dkk).
+5

Referensi

Dokumen terkait