• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh beban kerja osmotik terhadap kelangsungan hidup, lama waktu perkembangan larva dan potensi tumbuh pascalarva udang galah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh beban kerja osmotik terhadap kelangsungan hidup, lama waktu perkembangan larva dan potensi tumbuh pascalarva udang galah"

Copied!
418
0
0

Teks penuh

(1)

LAMA WAKTU PERKEMBANGAN LARVA DAN

POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH

LENNY STANSYE SYAFEI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Kelangsungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah”, adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

(3)

sungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah. Dibimbing oleh RIDWAN AFFANDI, M. SRI SAENI, KARDIYO PRAPTOKARDIYO dan BAMBANG KIRANADI.

(4)

LENNY STANSYE SYAFEI. Effect of osmotic load on survival, larval development time, and growth potential of freshwater giant prawn post-larvae. Under the direction of RIDWAN AFFANDI, SRI SAENI, KARDIYO PRAPTOKARDIYO and BAMBANG KIRANADI

(5)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

LAMA WAKTU PERKEMBANGAN LARVA DAN

POTENSI TUMBUH PASCALARVA UDANG GALAH

LENNY STANSYE SYAFEI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama : Lenny Stansye Syafei

NRP : 995134

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ridwan Affandi Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS Ketua Anggota

Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo Drs. Bambang Kiranadi, MSc. PhD Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Ilmu Perairan Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(8)

Tidak terbayangkan sebelumnya bahwa penelitian yang terkendala oleh berbagai faktor ini mampu dirampungkan; dan hal ini hanya mungkin terjadi berkat rahmat dan karunia Tuhan YMK. Oleh karenanya, mengawali tulisan ini penulis memanjatkan Puji dan Syukur atas seluruh perkenanNya.

Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang diwujudkan dalam bentuk suatu disertasi. Gambaran substansi tulisan meliputi: latar belakang, identifikasi masalah, kerangka pemikiran, perumusan konsepsi, tujuan dan manfaat penelitian; kerangka teoritis yang merangkum pemikiran dasar dan pendalaman suatu teori melalui penelusuran tinjauan pustaka; bahan dan metode sebagai penuntun pelaksanaan penelitian; hasil dan pembahasan; serta kesimpulan.

Bilamana disertasi ini terlihat telah memenuhi kerangka umum sebagaimana layaknya suatu disertasi; dapat penulis sampaikan bahwa hal itu terwujud berkat bimbingan yang terarah dari Komisi Pembimbing: Dr. Ir. Ridwan Affandi, selaku Ketua; dengan anggota: Prof. Dr. Ir. Muchammad Sri Saeni, MS; Dr. Ir. Kardiyo Praptokardiyo serta Drs. Bambang Kiranadi, MSc. PhD. Karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus. Tetapi bilamana masih terdapat kekurangan, pertanda penulis belum mampu menyerap secara utuh bimbingan yang telah diberikan dan karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan, mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pengolahan data serta perampungan penulisan penelitian ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih.

Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2006

(9)

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 29 September 1952 sebagai anak terakhir dari enam orang anak pasangan M. Syafei Dg Mambani (almarhum) dan Chatarina Johana Jonas (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan IPB, lulus pada tahun 1979. Pada tahun 1987, penulis diterima sebagai mahasiswa program magister sain pada Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1990. Beasiswa pendidikan magister sain diperoleh dari Departemen Pertanian Republik Indonesia. Kesempatan untuk melanjutkan studi untuk program doktor pada perguruan tinggi dan program studi yang sama diperoleh pada tahun 1999.

Penulis bekerja sebagai Tenaga Pengajar sejak tahun 1981 dan ditempatkan di Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Bogor; Jurusan Penyuluhan Perikanan. Selama menjadi Tenaga Pengajar, penulis juga ditugaskan pada institusi pendidikan tersebut sebagai Kepala Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat antara tahun 1985-1987. Kemudian pada tahun 1989-1990, penulis ditugaskan sebagai Kepala Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Perikanan pada institusi pendidikan yang sama.

(10)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Identifikasi Masalah ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

Kerangka Pemikiran ... 6

Konsep Pemecahan Masalah ... 6

Prinsip Dasar ... 8

Faktor Penentu ... 9

Perumusan Konsepsi ... 9

Hipotesis... 9

TINJAUAN PUSTAKA ... 10

Karateristik Media... 10

Kapasitas Regulasi Osmotik ... 14

Perkembangan Stadia ... 19

Pertumbuhan Pascalarva ... 21

METODOLOGI ... 26

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Perkembangan Larva Tahap Awal dan Tahap Lanjut ... 29

Tujuan Percobaan ... 29

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 29

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 32

Bahan, Alat, Metode dan Pelaksanaan Percobaan ... 34

Teknik Pengumpulan Data ... 42

Analisis Data ... 44

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Laju Konsumsi Oksigen Larva Udang Galah ... 45

Tujuan Percobaan ... 45

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 45

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 48

(11)

Teknik Pengumpulan Data ... 51

Analisis Data ... 51

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik Terhadap Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah ... 53

Tujuan Percobaan ... 53

Metode dan Disain Rancangan Percobaan ... 53

Variabel yang Dipantau dan Variabel Kerja ... 54

Bahan, Alat, Metode dan Pelaksanaan Percobaan ... 55

Teknik Pengumpulan Data ... 57

Analisis Data ... 58

HASIL PENELITIAN... 59

Kondisi Kualitas Air ... 59

Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi... 59

Kualitas Air pada Tahap Adaptasi dan Perkembangan Akhir 62

Kemampuan Regulasi dan Beban Osmotik ... 65

Perkembangan Larva... 70

Lama Waktu Perkembangan Stadia ... 71

Lama Waktu Keberadaan Stadia... 79

Produksi Kelimpahan Larva... 81

Sintasan dan Laju Kematian... 81

Produksi Kelimpahan ... 82

Potensi Pertumbuhan... 83

Potensi Pertumbuhan Larva ... 83

Tingkat Konsumsi Pakan Harian ... 83

Tingkat Konsumsi Oksigen... 85

Potensi Tumbuh Larva ... 87

Potensi Pertumbuhan Pascalarva ... 90

Tingkat Konsumsi Pakan Harian ... 90

Tingkat Konsumsi Oksigen... 91

Potensi Tumbuh Pascalarva ... 92

PEMBAHASAN ... 97

Hubungan antara Lama Waktu Perkembangan Larva, Sintasan dengan Beban Kerja Osmotik ... 97

Hubungan antara Potensi Pertumbuhan dengan Beban Kerja Osmotik serta Dampak Lanjut terhadap Potensi Pertumbuhan Pascalarva ... 103

SIMPULAN DAN SARAN ... 111

DAFTAR PUSTAKA ... 113

(12)

Halaman

1. Tahap Perkembangan Larva sampai Pascalarva Udang Galah... 21 2. Komposisi Pakan Buatan untuk Mendukung Pertumbuhan

Pascalarva Macrobrachium rosenbergii …... 25 3. Parameter Kualitas Air dan Metoda Peneraan yang Digunakan... 36 4. Perkiraan Jumlah Air Laut dan Tawar Terpakai pada Percobaan.... 41 5. Jadual Pemberian Pakan Harian Berdasarkan Stadia Larva………. 42 6. Rataan dan Simpangan Baku Parameter Fisika-Kimia Air serta

Tolok Ukur setiap Perlakuan pada Sistem Produksi Tahap

Eksplorasi... 59 7. Rataan dan Simpangan Baku Parameter Fisika-Kimia Air serta

Tolok Ukur pada Sistem Produksi Tahap Adaptasi dan Tahap

Perkembangan Akhir... 63 8. Kemampuan Regulasi Osmotik (OH/OM) Larva Udang Galah

setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan

Perkembangan Akhir... 66 9. Beban Kerja Osmotik [1-(OH/OM)] Larva Udang Galah setiap

Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan

Akhir... 68 10. Deskripsi Tahapan Perkembangan Larva sampai dengan

Pascalarva Udang Galah selama Penelitian... 71 11. Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva Udang Galah setiap

Perlakuan... 71 12. Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva Udang Galah setiap

Perlakuan... 79 13. Tampilan Kondisi Rekrutmen, Lost dan Sintasan Larva Udang

Galah pada Tahap Eksplorasi, Adaptasi dan Perkembangan Akhir

Setiap Perlakuan... 82 14. Produksi Larva dan Pascalarva Udang Galah pada Akhir Sistem

Produksi Tahap Potensi Tumbuh PL ... 82 15. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Artemia salina) Larva

setiap perlakuan pada tahap eksploratif, adaptasi dan

(13)

16. Konsumsi Energi Basal per Bobot Larva Udang Galah setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan

Akhir... 85 17. Konsumsi Energi Basal Larva Udang Galah (kalori /larva per hari)

setiap Perlakuan ... 87 18. Potensi tumbuh larva udang galah (kalori /larva per hari) setiap

perlakuan... 87 19. Tampilan Aktual Bobot Larva Udang Galah setiap Perlakuan pada

Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir... 88 20. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Daphnia sp.) Pascalarva

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat

Pemeliharaan Larva... 91 21. Konsumsi Energi Basal Pascalarva Udang Galah sebagai Respon

dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva... 92 22. Konsumsi Energi Basal Pascalarva Udang Galah (kalori /PL per

hari) sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik ... 92 23. Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah (kalori /PL per hari)

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik... 93 24. Tampilan Aktual Pertambahan Bobot Pascalarva Udang Galah

Setiap Perlakuan... 93 25. Sintasan Pascalarva Udang Galah pada Akhir Percobaan Setiap

Perlakuan... 95 26. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Eksploratif…. 100 27. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Adaptasi…… 101 28. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja pada Tahap Perkembangan

Akhir………. 102

29. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Eksploratif……....………. 104 30. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Adaptasi………….……...………... 106 31. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi Tumbuh

pada Tahap Perkembangan Akhir……….………… 107 32. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-1... 109

(14)

33. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-7……… 109

34. Kompilasi Nilai Rataan Variabel Kerja untuk Potensi

Tumbuh PL-14………... 110

(15)

Halaman

1. Diagram Alir Pendekatan Masalah Pengaruh Beban Kerja Osmotik

pada Perkembangan Larva Udang Galah... 5 2. Diagram Alir Pendekatan Masalah Pengaruh Beban Kerja Osmotik

pada Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah... 5 3. Siklus Hidup Udang Galah yang Berada pada Air Tawar dan Air

Payau (modifikasi dari Akson dan Sampaio, 2000)………. 10 4. Grafik Osmotik Krustase Tipikal Osmokonformer dan Osmoregulator

(Sumber: Anonimous, 1997)... 16 5. Ilustrasi Mekanisme Kerja Pompa Natrium-Kalium Organisme Air

Tawar (Sumber: Anonimous, 2003)……….... 17 6. Perubahan Aktivitas Enzim Na+/K+-ATPase selama Periode

Metamorfosa Larva Macrobrachium rosenbergii Menjadi Pascalarva (Huong et al, 2004) ... 19 7. Proses Perkembangan Telur Udang Galah sampai Fase Embrionik

(Sumber: Romanova, 2000)... 20 8. Grafik Pertumbuhan Pascalarva Macrobrachium rosenbergii pada

Berbagai Nilai pH Media (Sumber: Chen dan Chen, 2003)... 23 9. Tampilan Perubahan Osmolalitas Hemolymph Macrobrachium

rosenbergii pada Beberapa Konsentrasi Kelarutan Oksigen Media

(Cheng et al., 2003)... 24 10. Mekanisme Runut Kegiatan Penelitian pada Sistem Produksi dari

Tahap Perkembangan Larva sampai Tahap Potensi Tumbuh

Pascalarva... 27 11. Pola Perlakuan Perubahan Salinitas Media pada Sistem Produksi

Tahap Perkembangan Larva dan Tahap Potensi Tumbuh Pascalarva... 28 12. Wadah Percobaan dalam Bentuk Akuarium berukuran (40x80x30)cm 31 13. Bagan Penempatan Satuan Percobaan yang Dilakukan secara Acak.... 31 14. Deskripsi Perkembangan Stadia Larva Udang Galah (Sumber: Uno

(16)

17. Visualisasi Instrumen Konsumsi Oksigen yang Digunakan... 47

18. Rincian Percobaan Pengukuran Respirasi Larva... 49

19. Tahapan Pengukuran Tekanan Osmotik Larva Udang Galah ... 51

20. Visualisasi Tahapan Pengukuran Tekanan Osmotik Larva... 51

21. Beban Kerja Osmotik Larva Udang Galah tiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir………... 69

22. Kondisi Keragaman Stadia Larva Udang Galah pada Tahap Eksploratif……… 72

23. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik pada Tahap Eksplorasi... 75

24. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik Pada Tahap Adaptasi ... 76

25. Hubungan Lama Waktu Perkembangan Stadia dengan Beban Osmotik Pada Tahap Perkembangan Akhir ... 77

26. Pola Konsumsi Energi Pakan Harian Larva Udang Galah Setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir………... 84

27. Pola Energi Basal Udang Galah Setiap Perlakuan Pada Tahap Eksploratif dan Tahap Adaptasi ……... 86

28. Kurva Pertumbuhan Pascalarva sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva……… 94

(17)

Halaman

1. Nilai Parameter Kualitas Air setiap Perlakuan selama Penelitian...

120

2. Kemampuan Regulasi Osmotik (OH/OM) Larva Udang Galah

setiap Perlakuan selama Penelitian... 123 3. Hasil Analisis Keragaman Kemampuan Regulasi Osmotik Larva

setiap Perlakuan selama Penelitian...…... 124 4. Beban Kerja Osmotik [1-(OH/OM)] Larva Udang Galah setiap

Perlakuan selama Penelitian... 126 5. Hasil Analisis Keragaman Beban Kerja Osmotik Larva setiap

Perlakuan selama Penelitian... 127 6. Visualisasi Tahap Perkembangan Larva sampai Pascalarva Udang

Galah... 129 7. Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva sampai Pasca Larva

Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 130 8. Hasil Analisis Keragaman Lama Waktu Perkembangan Stadia Larva

sampai Pasca Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian 131 9. Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva sampai Pasca Larva Udang

Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 137 10. Hasil Analisis Keragaman Lama Waktu Keberadaan Stadia Larva

sampai Pasca Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama

Penelitian... 139 11. Hasil Perhitungan Rekrutmen, Lost dan Sintasan Larva Udang Galah

setiap Perlakuan selama Penelitian ... 145 12. Hasil Analisis Keragaman Perhitungan Rekrutmen, Lost dan

Sintasan Larva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian... 148 13. Hasil Pengukuran Produksi Larva dan Pascalarva Udang Galah pada

Akhir Sistem I dan II ………..………. 150 14. Hasil Analisis Keragaman Produksi larva dan Pascalarva Udang

(18)

15. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Artemia salina) Larva (kalori/larva/hari) setiap Perlakuan pada Tahap Eksploratif,

Adaptasi dan Perkembangan Akhir ... 154 16. Hasil Analisis Keragaman Tingkat Konsumsi Energi Pakan harian

(Artemia salina) Larva (Kalori/larva/hari) setiap Perlakuan pada

Tahap Eskploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir... 155 17. Konsumsi Oksigen Basal per Bobot Larva Udang Galah Setiap

Perlakuan pada Tahap Eksploratif, Adaptasi dan Perkembangan Akhir (kalori O2/mg per bobot basah larva per jam) (a s/d g) ...

157 18. Hasil Analisis Keragaman Pengukuran Konsumsi Oksigen Larva

Udang Galah Setiap Perlakuan Selama Penelitian (a s/d b) ... 163 19. Potensi tumbuh larva udang galah setiap perlakuan (kalori /mg

bobot larva per hari) ... 167 20. Hasil Analisis Keragaman Potensi Tumbuh Larva Udang Galah

Setiap Perlakuan ...

168 21. Hasil pengukuran Bobot Stadia Larva antar Perlakuan Selama

Penelitian ... 170 22. Hasil Analisis Keragaman Bobot Stadia Larva antar Perlakuan

selama Penelitian ………..………... 171 23. Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian (Daphnia sp.) Pascalarva

sebagai Respon dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva………...

173 24. Hasil Analisis Keragaman Tingkat Konsumsi Energi Pakan Harian

(Daphnia sp.) Pascalarva setiap Perlakuan selama Penelitian... 174 25. Konsumsi Oksigen Basal Pascalarva Udang Galah sebagai Respon

dari Perlakuan Tekanan Osmotik saat Pemeliharaan Larva (mg/l per mg bobot basah PL) (a s/d g) ...

176 26. Hasil Analisis Keragaman Pengukuran Konsumsi Energi Oksigen

Pascalarva Udang Galah setiap Perlakuan selama Penelitian ... 183 27. Potensi Tumbuh Pascalarva Udang Galah setiap Perlakuan

(kalori/mg bobot PL per hari) ... 187 28. Hasil Analisis Keragaman Potensi Tumbuh Pascalarva Udang

Galah setiap Perlakuan... 188

(19)

29. Hasil pengukuran Bobot (aktual) Pascalarva antar Perlakuan

selama Penelitian ... 190 30. Hasil analisis keragaman bobot (aktual) pascalarva antar perlakuan

selama penelitian ... ... 191

(20)

Latar Belakang

Udang galah, Macrobrachium rosenbergii de Man adalah jenis udang yang hidup di perairan tawar. Udang ini merupakan udang dengan ukuran terbesar dalam famili Palaemonidae, dan bernilai ekonomis penting sehingga menarik banyak kalangan untuk melakukan budidaya.

Sejauh ini budidaya udang galah mulai marak dilaksanakan di kalangan pembudidaya, baik dalam skala kecil berkelompok maupun dalam skala menengah. Aplikasi teknologi budidayanya yang terjangkau, sederhana dan tepat-guna sejak dari sekuensi pembenihan sampai ke pembesaran, menjadikan komoditas ini sebagai pilihan alternatif yang berdaya saing. Oleh karena itu, melalui berbagai upaya dicoba untuk dikembangkan dalam skala besar; sehingga pada beberapa tahun terakhir ini, udang galah mulai diperhitungkan sebagai komoditas unggulan yang memberi harapan bagi masa depan perikanan budidaya. Selaku komoditas unggulan penting, bagi pembangunan perekonomian Indonesia, kekuatan utama berusaha di bidang ini adalah tergolong komoditas yang ditangani rakyat banyak. Dengan demikian, upaya pengembangan budidaya udang galah akan memberikan dampak yang besar dan positif bagi perekonomian rakyat. Terlebih bila diingat bahwa budidaya udang galah dapat dilakukan dalam skala kecil bahkan mikro.

(21)

secara nyata, terutama di Asia, serta di Amerika Utara dan Amerika Selatan. Tercatat selama 10 tahun terakhir (1992-2001) produksi dunia udang galah hasil budidaya meningkat dari sekitar 40.000 mt (metriks ton) menjadi sekitar 215.000 mt atau meningkat sekitar lima kali (New, 2002; New, 2005).

Peningkatan produksi udang galah memang harus terus diupayakan mengingat permintaan pasar terus meningkat. Upaya peningkatan melalui penangkapan udang dalam jangka panjang tidak dapat diandalkan. Terdapat kaidah umum bahwa pada batas tertentu hasil tangkapan yang terus ditingkatkan akan menurunkan potensi reproduktif udang, karena keterbatasan stok udang dewasa. Belum lagi hal tersebut ditambah adanya kerusakan lingkungan di habitat alami udang galah karena kegiatan antropogenik. Jawaban dari persoalan ini adalah peningkatan produksi melalui budidaya. Namun di pihak lain, selama ini produksi usaha pembesaran udang galah masih rendah, akibat kendala terbatasnya ketersediaan kualitas dan kuantitas benih. Upaya-upaya penyediaan benih telah dilakukan dengan penyediaan panti-panti pembenihan.

Kegiatan panti pembenihan udang galah di Indonesia telah dimulai sejak awal tahun 1970-an. Selama kurun waktu itu, telah banyak penguasaan teknologi pembenihan udang galah diterapkan; dua di antaranya adalah ketersediaan induk melalui pematangan gonad serta pengadaan pakan alami. Pada teknologi perawatan larva, khususnya manajemen kualitas air dan pengaturan salinitas, masih didasarkan atas pengalaman empirikal yang bersifat eksplorasi agar sesuai dengan kondisi alami. Sebagaimana siklus hidup di alam, larva udang galah memulai tahapan hidupnya di muara sungai saat menetas dari telur dengan kondisi media berair payau. Secara bertahap, larva udang galah melewati seluruh tahapan stadianya yang berjumlah sebelas stadia pada air payau dan saat pascalarva, juvenil muda ini mulai beruaya ke arah hulu sungai untuk hidup, tumbuh dan berkembang di perairan tawar. Dengan masih adanya fluktuasi penguasaan teknologi pengelolaan pengaturan salinitas air, produksi larva masih labil.

(22)

lingkungan yang mempengaruhi perkembangan larva, pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang galah. Penelitian yang dilakukan oleh Shinn-Pyng et al. (2005) serta Al-Harbi dan Uddin (2004), menunjukkan bahwa terdapat sejumlah penyebab tingginya mortalitas pada pembenihan udang galah, baik karena senyawa kimia di perairan; penyakit mikrobal; maupun karena kemampuan regulasi ionik terhadap perubahan salinitas media. Namun penelitian lebih ditujukan pada ukuran juvenil dan pada ukuran dewasa (Wilder et al., 1998 dan Huong et al., 2001). Sejauh ini meski kondisi perkembangan awal (early development) sangat menentukan bagi perkembangan/pertumbuhan selanjutnya, namun penelitian dan percobaan tentang bagaimana kondisi larva berkaitan dengan salinitas belum dilakukan,

Sehubungan dengan masalah tersebut, maka dipertimbangkan perlu dilakukan pengkajian pengaruh beban kerja osmotik terhadap kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan larva udang galah yang dipelihara pada media dengan kondisi kualitas air yang layak serta dukungan pemberian pakan yang memadai.

Identifikasi Masalah

Hasil kelimpahan dan potensi tumbuh pascalarva (PL) berdasarkan aplikasi dari usaha pembenihan udang galah ternyata belum mencapai target yang diharapkan. Kondisi PL yang belum mencapai target tersebut di atas, terjadi berkenaan dengan lambatnya perkembangan larva yang diikuti oleh mortalitas dan respirasi yang meningkat. Lama waktu perkembangan dan sintasan dari stadia larva tersebut menjadi penentu tingkat keberhasilan perkembangan larva menjadi PL.

(23)

beban osmotik larva yang mendadak sehingga potensial menghambat proses metamorfosis, berakibat lanjut pada kematian.

Untuk mengatasi masalah tersebut, pengaturan salinitas media pemeliharaan larva dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kerja regulasi osmotik larva, melalui penerapan prinsip adaptasi. Selain pengatur salinitas media tersebut, larva udang diberi pakan alami yang bermutu serta kualitas air yang diupayakan mantap layak bagi kelangsungan hidup larva. Diagram alir permasalahan perkembangan larva dapat dilihat pada Gambar 1 dan diagram alir permasalahan potensi tumbuh pascalarva dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan kontinyuitas sistem dengan adanya perubahan salinitas media, maka secara matematis fungsi produksi dari penerapan sistem teknologi pembenihan udang galah adalah sebagai berikut:

Tahap perkembangan larva

Y1 = ƒ (X1, X2, X3) Y2 = ƒ (X3.1, X3.2 ) / X1, X2

Proses Biologis: Y1.1(respirasi) = ƒ (X3.1)

Keterangan:

Y1 = lama waktu perkembangan stadia survival setiap stadia Y2 = sintasan ditentukan Y1

X1 = stok larva udang X2 = pakan alami X3.1 = salinitas

X3.2 = kualitas air (vitalistik) Pada tahap eksplorasi:

Y = ƒ (X3.1, X3.2) / X1, X2

X3.1 = (6,0) ⇒ (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) per mil Pada tahap adaptasi dan perkembangan akhir: Y = ƒ (X3.1, X3.2) / X1, X2

X3.1 = (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) per mil; salinitas statis Tahap potensi tumbuh pascalarva

Y1 = ƒ (X1.1, X1.2, X2, X3)

(24)

Keterangan:

Y1 = pertumbuhan (SGR)

X1.1 = kelimpahan stok pascalarva udang X1.2 = bobot PL

X2 = pakan alami

X3 = kualitas air (vitalistik) X3.1 = salinitas air

kX2 = konsumsi pakan harian Rq = koefisien respirasi

Pada tahap potensi tumbuh PL Y = ƒ (X3.1) / X1, X2.

X3.1 = (10,2); (11,6); (13,0); (14,4) permil ⇒ tawar

Gambar 1. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada perkembangan larva udang galah

Gambar 2. Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada potensi tumbuh pascalarva udang galah

KUALITAS AIR SALINITAS

PASCA LARVA

PAKAN ALAMI

Daphnia sp.

PENURUNAN BOS TEPAT ?

MANAJEMEN PAKAN

REPIRASI

SINTASAN

TK. KONSUMSI PAKAN PENURUNAN

BOS TEPAT ?

BOS TEPAT ?

+ +

+

-POTENSI TUMBUH PL

Keterangan:

(25)

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian pengaruh beban kerja osmotik terhadap perkembangan dan pertumbuhan udang galah bertujuan untuk memahami perilaku osmotik yang potensial berperan bagi keberhasilan kelangsungan hidup, perkembangan larva dan potensi tumbuh pascalarva udang galah.

Manfaat pengkajian pengaruh beban kerja osmotik udang galah ini berupa rekomendasi terhadap perbaikan paket teknologi yang dilakukan di panti pembenihan udang galah, khususnya manajemen pengaturan salinitas media. Untuk selanjutnya, konsep teknologi baru yang dihasilkan dapat dimasyarakatkan. Diharapkan penelitian ini dapat berfungsi sebagai upaya pengembangan teknologi baru dalam menerapkan dan menciptakan rekayasa kualitas lingkungan pada bidang pembenihan udang galah.

Kerangka Pemikiran

Konsep Pemecahan Masalah

Keberhasilan perkembangan larva, tercermin dari lama waktu perkembangan dan sintasan stadia larva udang galah. Hal ini juga ditentukan oleh kelayakan kualitas air, beban osmotik larva serta energi dan materi bagi proses metamorfosis dan pertumbuhan larva. Apabila beban kerja osmotik besar, maka jumlah energi materi yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi bagi metabolisme, respirasi dan atau pertukaran ionik osmotik menjadi mengecil. Sehubungan dengan kerangka pemecahan tersebut, maka diajukan suatu konsep pemecahan masalah yaitu meminimalkan beban keja osmotik larva agar sebagian besar energi dan materi dari pakan yang dicerna dan diabsorbsi dapat dimanfaatkan bagi perkembangan dan pertumbuahan stadia larva.

(26)

isoosmotik, maka kebutuhan energi yang digunakan dalam regulasi ionik relatif rendah. Lebih lanjut diharapkan, akan tersedia lebih banyak energi untuk perkembangan larva serta pertumbuhan pascalarva udang galah. Pada kondisi hiperosmotik atau hipoosmotik, lama waktu terjadinya tekanan dapat mengakibatkan rentannya kepekaan larva maupun juvenil terhadap perubahan lingkungan. Untuk memahami antiseden-konsekuensi serta memecahkan masalah pengaturan salinitas media sebagai penentu beban kerja osmotik larva udang galah, perlu dilakukan pendekatan masalah terhadap sistem produksi akuakultur dan kausal-komparatif-kondisional, sebagai berikut:

(1) Sistem produksi akuakultur. Berdasarkan pola pengaturan salinitas media pada panti-panti pembenihan udang galah serta kesamaan penggunaan input, maka pengkajian dilakukan terhadap dua sistem produksi, yaitu:

- Sistem produksi larva tahap awal dan tahap lanjut

Penetasan telur dilakukan pada media 6 ppt. Pemeliharaan larva stadia 1 sampai dengan stadia 11, berada pada tiga tahapan. Tahap eksplorasi, yaitu saat dilakukan perubahan salinitas media dari 6 ppt menjadi 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt selama 7 hari. Tahap adaptasi dan perkembangan akhir, yaitu media berada dalam keadaan statis pada salinitas 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt. Pakan yang diberikan selama percobaan ini adalah pakan alami Artemia sp.

- Sistem produksi pascalarva

Tampilan potensi tumbuh pascalarva sebagai dampak lanjut perubahan salinitas media, dipantau melalui respon potensi tumbuh pada pola penurunan salinitas masing-masing dari salinitas 10,2; 11,6; 13; dan 14,4 ppt, menjadi 0 ppt selama 7 hari. Pakan yang diberikan pada percobaan ini adalah pakan alami Daphnia sp.

(27)

Untuk pendekatan kausal-komparatif, dirancang suatu penelitian guna membandingkan output sebagai konsekuensi adanya hubungan sebab-akibat (kausal). Sumber penyebab ditetapkan salinitas media pada setiap sistem produksi tersebut. Pengupayaan salinitas media bertingkat tersebut dimaksudkan sebagai faktor penentu output. Salinitas media diarahkan agar dapat menciptakan kondisi hiperosmotik, hipoosmotik dan isoosmotik terhadap tekanan osmotik cairan tubuh udang. Berdasarkan konsepsi tersebut di atas, maka pada pendekatan kausal-komparatif-kondisional dievaluasi melalui dua pendekatan, yaitu: (1) kajian pengaruh beban kerja osmotik pada kelangsungan hidup dan perkembangan larva mulai dari larva awal sampai dengan larva tahap lanjut, dan (2) kajian pengaruh beban kerja osmotik pada tampilan potensi tumbuh pascalarva yang dihasilkan dari larva yang diadaptasi pada berbagai salinitas.

Prinsip Dasar

Prinsip dasar yang menjadi landasan penentuan dalam peramalan, penerapan serta pengendalian sistem pembenihan udang galah ini dilihat dari permasalahan yang ada dapat dikelompokkan pada dua hal, yaitu adaptasi dan efisiensi pemanfaatanenergi pakan.

Prinsip adaptasi dilakukan dengan meminimalisasi stres melalui cara penyediaan media isoosmotik yang didukung dengan kualitas air yang layak. Dari sini, diharapkan akan diperoleh kelangsungan hidup dan perkembangan larva udang yang cukup tinggi. Penggunaan prinsip efisiensi pemanfaatan energi pakan, dilakukan dengan menetapkan kesesuaian pakan/kebutuhan pakan. Peramalan yang akan terjadi dengan prinsip ini adalah membatasi kehilangan energi akibat kegiatan respirasi pada tingkat seluler. Dengan demikian maka yang terjadi adalah:

jika isoosmotik ⇒ d regulasi ionik / dt <∑ energi / dt jika isoosmotik ⇒ dw/dt = (PR) – (T) – (E)

(28)

Faktor Penentu

Kualitas larva, kualitas air, pengaturan salinitas, beban kerja osmotik, pengelolaan pakan sesuai dengan perkembangan larva, serta sintesis kerangka teori yang dikembangkan.

Perumusan Konsepsi

Meminimalkan beban kerja osmotik larva melalui penerapan prinsip adaptasi dan efisiensi agar sebagian besar energi dan materi dipergunakan untuk menunjang proses metamorfosis dan pertumbuhan.

Hipotesis

(29)

Karakteristik Media

Siklus hidup udang galah yang melalui media tawar dan payau,

menempatkan pengaturan proses fisiologis sebagai penentu utama kelangsungan

hidup dan pertumbuhannya (Gambar 3). Udang galah dalam pembahasan ini

termasuk Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Ordo Decapoda, Famili

Palaemonidae, Genus Macrobrachium dan species rosenbergii (de Man). Secara

alami, larva udang galah mengawali kehidupannya pada media air payau.

Karakteristik media payau yang optimal mendukung perkembangan stadia larva

udang galah sampai dengan pascalarva, menurut beberapa kajian adalah: suhu

berkisar antara 28-31oC; salinitas sekitar 6-16 ppt; pH antara 7,0-8,5; oksigen

terlarut 5-8 ppm; ammonia lebih kecil dari 0,1 ppm, serta konsentrasi nitrit dalam

air tidak lebih dari 0,1 ppm (Daniels et al., 2000; Correia et al., 2000;

Zimmermann, 2000; serta Phatarpekar et al., 2002)

Kopulasi & Fertilisasi Induk Betina

Mengerami Telur (Bearing Egg) Telur Menetas &

11 stadia larva

Pascalarva (Juvenil)

TAWAR PAYAU

Gambar 3. Siklus hidup udang galah yang berada pada air tawar dan air payau (modifikasi dari Akson dan Sampaio, 2000)

Sejauh ini diketahui bahwa keberhasilan suatu spesies untuk berkembang

pada suatu lingkungan perairan tertentu, sangat bergantung kepada kemampuan

adaptasi dari setiap tahap perkembangan spesies tersebut. Pada tahap

perkembangan larva udang galah, adaptasi sudah dimulai saat awal telur dierami

(30)

pada saat memasuki perairan payau, tepatnya pada saat telur menetas. Proses

adaptasi pada kondisi ini merupakan tahapan yang paling sensitif dan kompleks

dalam siklus hidup larva udang galah. Tingkat kompleksitas pengaturan salinitas

media semakin tinggi, bila pemeliharaan larva dilakukan pada unit pembenihan

dengan manajemen pakan alami, Artemia salina. Agar Artemia salina sebagai

pakan alami masih dapat bertahan hidup untuk beberapa saat, dibutuhkan kisaran

salinitas dan suhu tertentu. Menurut Ritar et al. (2002), kista Artemia salina dapat

ditetaskan dengan baik pada salinitas 33-35 ppt dengan suhu optimum 25-28 oC.

Karenanya diperlukan kombinasi terbaik antara salinitas dan suhu media yang

merupakan faktor abiotik penting dalam mendukung pertumbuhan larva udang

galah dan memaksimalkan kemampuannya untuk hidup dan berkembang secara

optimal.

Menurut Spivak (2000), kondisi optimal yang dibutuhkan untuk

mendukung pertumbuhan tiap spesies sangat spesifik dan juga berbeda pada setiap

tahap dari siklus hidupnya. Hal ini terlihat pada stadia nauplius dari Penaeus

merguensis yang memperlihatkan toleransi lebih rendah terhadap perubahan

salinitas dibanding pada stadia mysis (Zacharia dan Kakati, 2004; serta Kumlu et

al., 2000). Sementara hasil kajian Phatarpekar et al. (2002), memperlihatkan

bahwa larva udang galah stadia-1 berkembang dengan optimum pada salinitas 7

ppt dan suhu 30oC. Pada stadia-2 sampai stadia-4, berkembang dengan optimum

pada salinitas 12 ppt dan suhu 31oC. Kondisi salinitas sekitar 12 ppt tetap optimal

sampai dengan pascalarva, dengan suhu media menurun pada nilai 30oC.

Mengikuti saran Zimmermann (2000), kombinasi antara salinitas dengan suhu

untuk pemeliharaan larva udang galah dengan pakan Artemia salina, adalah:

salinitas 6 ppt saat penetasan telur dan suhu media selama pemeliharaan pada

kisaran 28-30oC, dengan salinitas lebih besar dari 10 ppt. Sedangkan Valenti dan

Daniels (2000) menyatakan bahwa untuk pemeliharaan larva udang galah pada

unit pembenihan dengan air payau buatan, diharapkan salinitas berkisar antara

12-16 ppt dengan suhu di bawah 33oC. Hal ini terkait dengan kandungan garam yang

seharusnya ada dalam perbandingan memadai, sedangkan suhu di atas 33oC dapat

(31)

yang dapat digunakan pada pemeliharaan larva sejak penetasan telur adalah

28-31oC dengan kisaran salinitas 6 ppt sampai16 ppt.

Perolehan nilai kelarutan oksigen saturasi secara teoritis dengan

menggunakan formula Knudsen, didapatkan nilai kelarutan oksigen antara 7,0

ppm sampai dengan 7,5 ppm; untuk media dengan suhu minimal 28 dan maksimal

31oC serta pada salinitas 16 ppt. Berdasarkan proses yang sama, terlihat

kecenderungan terjadinya penurunan kelarutan oksigen saturasi dengan naiknya

suhu dan salinitas media. Pengaruh perubahan suhu terhadap kelarutan oksigen

saturasi dalam air jauh lebih besar, dibanding pengaruh perubahan salinitas.

Melihat kondisi saturasi kelarutan oksigen pada suhu dan salinitas yang

disarankan, maka dapat dikatakan bahwa persyaratan media dengan kandungan

oksigen terlarut di atas 5 ppm akan terpenuhi. Berdasarkan hasil kajian

Phatarpekar et al. (2002), kandungan oksigen terlarut pada media pemeliharaan

larva udang galah disarankan berada pada kisaran nilai 6,5 ppm. Sementara Law

et al. (2002) menyatakan bahwa untuk pemeliharaan larva udang galah yang

optimal, maka kandungan oksigen terlarut dalam media sebaiknya lebih besar dari

5 ppm. Lebih lanjut, dikemukakan oleh Cheng et al. (2003), bahwa rendahnya

kandungan oksigen terlarut dapat menyebabkan kondisi hipoksia pada Krustase,

yang pada gilirannya akan mendorong mekanisme adaptasi spesifik, misalnya

penurunan laju metabolisme, modifikasi keseimbangan asam-basa dari hemolim,

terjadinya perubahan pada kemampuan mengikat hemosianin, osmolaritas

hemolim dan perubahan konsentrasi ion dalam tubuh. Karena itu, Cheng et al.

(2003) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang optimal berkisar

antara 4,75 ppm sampai 7,75 ppm. Menyimak kajian yang ada, maka dapat

dikemukakan bahwa konsentrasi oksigen terlarut untuk mendukung optimalisasi

perkembangan larva udang galah berkisar antara 5 ppm sampai 8 ppm.

Perubahan pH yang drastis terhadap organisme yang hidup di perairan

payau, akan menyebabkan terganggunya perkembangan embrio, tingkat penetasan

telur dan perubahan struktur morfologi. Untuk udang galah, hal ini mulai

berpengaruh pada saat penetasan telur. Walaupun rata-rata pH air laut 8,3, tetapi

penetasan telur udang galah yang optimal berada pada media dengan pH 7,07

(32)

galah, akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan melakukan adaptasi

terhadap lingkungan. Menurut Chen dan Chen (2003), nilai pH mempengaruhi

jumlah pakan yang dikonsumsi oleh udang galah. Lebih lanjut disebutkan bahwa

nilai pH media terendah yang dapat ditoleransi oleh udang galah adalah 7,4. Di

pihak lain hasil kajian Cheng et al. (2003) menunjukkan bahwa terjadi penurunan

pH hemolim udang galah dari 7,4 menjadi 7,34, bilamana kandungan oksigen

terlarut pada media menurun dari 4,30 ppm menjadi 2,14 ppm. Dengan demikian

dari berbagai kajian yang ada, dapat dikatakan bahwa nilai pH yang optimal bagi

media pemeliharaan larva udang galah adalah berkisar antara 7,0-8,5.

Ammonia adalah produk ekskretori utama pada hewan akuatik. Keracunan

ammonia merupakan salah satu penyebab kematian pada masa pemeliharaan larva

yang menggunakan manajemen terkontrol. Ammonia sebagai penyebab stres

dalam perairan ini, terbagi atas dua bentuk yaitu dalam bentuk ion (NH4+) dan

bukan ion (NH3) yang hadir bersama dalam keseimbangan yang diatur oleh pH

(Chen dan Kou, 1992). NH3 bebas berdifusi memasuki membran sel berkaitan

dengan gradien tekanannya (Chen dan Lei, 1990; Chen dan Lee, 1997). Senyawa

amonia yang beracun, berada dalam bentuk ammonia bukan ion. Oleh karena itu

jika kadar ammonia dalam air meningkat, maka ekskresi ammonia menurun dan

kadar ammonia dalam darah serta jaringan lain meningkat. Kondisi ini

mengakibatkan suatu elevasi pH darah dan menimbulkan efek merugikan pada

stabilitas membran dan reaksi katalisasi enzim (Tomasso, 1994), yang

menyebabkan kematian. Berdasarkan fenomena ini, Cavalli et al. (2000)

menyarankan uji toksisitas ammonia sebagai kriteria evaluasi kualitas larva.

Ammonia dalam air antara lain dapat menekan laju pertumbuhan, konsumsi

oksigen (Chen dan Lin, 1992), kapasitas osmoregulasi (Young-Lai et al., 1991)

bahkan dapat menyebabkan kematian (Tomasso, 1994). Kandungan ammonia

bukan ion yang berada dalam media pemeliharaan larva udang galah harus

diusahakan lebih kecil dari 0,1 ppm (Boyd dan Zimmermann, 2000)

Senyawa nitrit merupakan salah satu jenis polutan yang sering ditemukan

pada sistem perairan budidaya. Sebagaimana diketahui, kehadiran nitrit dalam

media budidaya adalah hasil antara dari proses oksidasi ammonia dengan bantuan

(33)

menyatakan bahwa kandungan nitrit yang tinggi dalam media budidaya udang

dapat menjadi pemicu stress, mempengaruhi metaemosianin, menyebabkan

hipoksia pada jaringan tubuh dan menganggu keseimbangan metabolisme (Chen

dan Kou, 1992; serta Wang et al., 2004). Disamping itu, Chen dan Lee (1997)

mengemukakan bahwa dosis letal (LC50 pada 96 jam) senyawa nitrit untuk

Macrobrachium rosenbergii sebesar 8,54 ppm. Berdasarkan beberapa kajian

pakar pada Penaeus monodon dinyatakan bahwa modus aksi dari senyawa nitrit

adalah dengan cara berdifusi ke dalam hemolim, sehingga mengakibatkan naiknya

tekanan oksigen; yang sekaligus mengindikasikan turunnya afinitas terhadap

oksigen. Lebih lanjut disebutkan, terjadi penurunan yang signifikan dari

oksihemosianin (oxyhemocyanin) dan meningkatkan deoksihemosianin Penaeus

monodon selama 6 jam terpapar dalam media dengan kandungan nitrit tinggi.

Dalam studi ini, reactive oxygen intermediate (ROIs) meningkat dengan

meningkatnya konsentrasi nitrit (Chen dan Cheng, 1995; Cheng dan Chen, 1999;

Moullac dan Haffiner, 2000). Sebagaimana diketahui, ROIs dan aktivitas mikroba

mempengaruhi mekanisme kekebalan tubuh organisme perairan. Upaya proteksi

terhadap mekanisme ROIs dilakukan melalui enzim antioksidan dan pemakan

bangkai (scavenngers) (Winston dan di Giulio, 1991; serta Peters dan

Livingstone, 1996). Untuk meminimalkan keracunan yang diakibatkan oleh

keberadaan nitrit dalam media pemeliharaan larva udang galah, harus diupayakan

agar mengandung nitrit tidak lebih dari 0,1 ppm (Akson dan Sampaio, 2000; serta

Boyd dan Tucker,1998).

Kapasitas Regulasi Osmotik

Umumnya pada fase perkembangan dari larva ke pascalarva, terjadi

mortalitas tinggi. Penyebab tingginya tingkat mortalitas, diduga sebagai akibat

tidak dilewatinya secara optimal tahap penyesuaian di tingkat larva ke pascalarva;

terutama yang berhubungan dengan kemampuan respons fisiologis. Namun

demikian masalah keseimbangan osmotik terhadap perubahan media merupakan

hal utama yang herus diperhatikan. Adapun perubahan kondisi media yang terjadi

(34)

(1) Perubahan salinitas media mengganggu keseimbangan osmotik. Dalam

upaya mempertahankan keseimbangan osmotik dan regulasi ionik ini larva

udang galah membutuhkan sejumlah energi, di luar energi metabolisme

dasar. Bahasan beberapa hasil penelitian memperlihatkan adanya

hubungan yang linier antara osmolalitas hemolim dan osmolalitas media

(Chen dan Lin, 1995). Karenanya pengaturan regulasi ionik yang berada

sedikit di bawah titik isoosmotik dipandang menjawab permasalahan.

(2) Rentang fluktuasi pH air di perairan tawar yang lebar (6 satuan pH di pagi

hari dan 10 satuan pH di malam hari), jarang terjadi pada perairan payau

yang memiliki sistem penyangga. Kajian Chen dan Kou (1996),

menyatakan bahwa naiknya nilai pH, akan menurunkan ekskresi

ammonia-N dan hal ini mengindikasikan terjadi penurunan pertukaran

aktif kation NH4+ untuk Na+ pada nilai pH relatif tinggi. Karenanya perlu

diketahui ion mana dalam larutan hemolim yang memegang peranan

penting dalam proses ini.

(3) Perubahan suhu air dan kelarutan oksigen yang terjadi pada kolam

budidaya lebih berfluktuasi, dibanding media perawatan larva dalam

unit-unit pembenihan yang lebih terkontrol. Hasil penelitian memperlihatkan

bahwa konsumsi oksigen akan meningkat pada media dengan salinitas

(menjadi) rendah; dan kondisi ini diduga menekan pertumbuhan udang

(Chen dan Lai, 1993). Karenanya penetapan kondisi lingkungan optimal

dipandang dapat mendukung pertumbuhan udang.

Menyimak ruaya larva udang galah dari perairan payau ke perairan tawar,

dapat dikatakan bahwa mekanisme pengaturan tekanan osmotik internal dan

eksternal larva udang galah di alam, mengikuti tipikal organisme osmoregulator.

Di alam, jarang ditemukan larva stadia 1 sampai dengan stadia 8 pada perairan

tawar. Sebagaimana diketahui, fenomena pengaturan tekanan osmotik ini

mengelompokkan organisme dengan tipikal osmokonformer yang tidak mampu

mempertahankan tekanan osmotik internal dan tipikal osmoregulator yang

memperlihatkan kemampuan organisme berusaha mempertahankan tekanan

osmotik internalnya. Karenanya, strategi yang dilakukan oleh organisme

(35)

osmotik internalnya. Strategi ini diperlihatkan dengan sangat jelas pada ruaya

pertumbuhan larva udang galah. Anonimous (1997) menggambarkan tampilan

osmotik osmokonformer dan osmoregulator dari krustase dalam bentuk grafik,

seperti terlihat pada Gambar 4.

[image:35.595.121.451.164.463.2]

Keterangan: A = Kelompok hyperosmoregulator B = Kelompok isoosmoregulator C = Kelompok hypoosmoregulator

Gambar 4. Grafik osmotik krustase tipikal osmokonformer dan osmoregulator (Sumber: Anonimous, 1997)

Sampai saat ini masalah yang belum diketahui dengan pasti/jelas adalah

bagaimana pengaturan tekanan osmotik larva udang galah saat berada pada media

terkontrol, seperti di panti-panti pembenihan. Upaya berupa strategi ruaya tidak

dapat dilakukan, karenanya efektivitas manajemen salinitas media, menjadi faktor

input yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva dan pascalarva yang

kuat dan sehat. Untuk mengetahui sejauh mana proses adaptasi larva pada setiap

stadia perkembangannya, diperlukan kejelasan mekanisme pengaturan kerja

osmotik pada organisme yang bersangkutan.

Kejelasan rangkaian kerja osmotik ini lebih jauh, dapat diuraikan sebagai

berikut: konsep osmoregulasi adalah suatu regulasi ionik pada tingkat molekuler.

Proses seluler ini terjadi pada lapisan jaringan kulit dan diikuti dengan kontrol

(36)

hemolim pada krustase dapat terjadi pada permukaan sel epitel yang terdapat pada

insang, integumen, antena-gland dan saluran pencernaan. Bagi udang galah yang

tergolong organisme air tawar, proses regulasi ionik di tingkat sel diatur melalui

mekanisme pompa natrium-kalium. Udang galah, dalam ukuran induk maupun

larva yang berada pada media payau, akan melakukan pelepasan ion natrium

sebagai upaya mempertahankan konsentrasi ion pada hemolim yang hipoionik

terhadap konsentrasi ion pada media. Untuk pengaturan regulasi ini diperlukan

sejumlah energi sesuai dengan rentang beda konsentrasi ion pada media, seperti

terlihat dari mekanisme pompa natrium-kalium yang membutuhkan sejumlah

adenosin trifosfat (ATP) dan melepas adenosin difosfat (ADP) pada

mekanismenya (Gambar 5).

Gambar 5. Ilustrasi mekanisme kerja pompa natrium-kalium organisme air tawar

Pompa Na+/K+

[K+] Tinggi [Na+] Rendah [Na+] Tinggi

[K+] Rendah

Lapisan lemak

Dalam sel Luar sel

(Sumber: Anonimous, 2003)

Sebagaimana dijelaskan, dalam kerja osmotik ini mengedepankan kegiatan

regulasi ionik yang terjadi antar ion-ion yang terlarut dalam media dan ion yang

ada dalam cairan hemolim. Menurut kajian Duerr dan Ahearn (1996) transport ion

dalam regulasi media ke cairan hemolim krustase, meliputi beberapa kation, yaitu

(37)

(Cl-) dan ion bikarbonat (HCO3-). Organisme seperti pascalarva udang galah, yang

melakukan ruaya pada salinitas yang lebih rendah, akan berupaya menahan

kehilangan ion Na+ dan Cl- dengan cara transport aktif mengambil Na+dari media

melalui aktivitas Na+/K+-ATPase. Menurut Kamaruddin (1994) dan Morohashi

et al. (1991), aktivitas enzim Na+/K+-ATPase ditentukan oleh ketersediaan asam

lemak bebas (FFA). Selain itu, menurut Palacios et al. (2004), FFA ini

meningkatkan aktivitas Na+/K+-ATPase dalam upaya menekan stres salinitas.

Upaya menjaga pasokan FFA ini, berdasarkan kajian Pan et al. (1991),

ketersediaannya dapat dipenuhi oleh pakan alami Artemia salina yang sekaligus

berkontribusi sebagai exogenous enzim pencernaan untuk membantu sistem

pencernaan larva yang pada umumnya belum sempurna. Pemberian Artemia

salina yang baru ditetaskan dari kista dengan jumlah ad libitum sebagai pakan

alami untuk larva pada penelitian ini, dipandang mencukupi.

Kajian beberapa pakar menunjukkan bahwa pada umumnya dalam

pemeliharaan larva Macrobrachium rosenbergii, disarankan menggunakan

nauplii Artemia salina. sebagai pilihan pakan (Deru, 1990; Lavens et al., 2000;

dan van Stappen, 2004). Mengikuti saran yang dikemukakan oleh Baros dan

Valenti (2003), jumlah pemberian nauplii Artemia salina untuk larva

Macrobrachium rosenbergii stadia 1 sampai dengan stadia 4 adalah 40

nauplii/larva per hari. Bila dilakukan perhitungan konversi energi, seperti yang

dikemukakan oleh Lavens et al. (2000), maka nilai kalori dari 40 nauplii/larva per

hari adalah sebesar 5,17 kalori/larva per hari. Sebagai pembanding, energi pakan

berupa nauplii Artemia salina yang diberikan dalam penelitian ini berkisar antara

0,26-5,82 kalori/larva per hari, dipandang cukup memadai.

Untuk mengetahui aktivitas enzim Na+/K+-ATPase pada larva

Macrobrachium rosenbergii stadia 1 sampai dengan stadia 11 dan bahkan sampai

dengan pascalarva hari ke-lima atau PL-5, Huong et al. (2004a) dan Huong et al.

(2004b) melakukan penelitian tentang hal ini. Hasil yang diperoleh dari penetasan

telur pada salinitas 12 ppt dan pemeliharaan larva berada pada salinitas 12 ppt,

didapatkan pemahaman aktivitas Na+/K+-ATPase larva Macrobrachium

rosenbergii seperti terlihat pada Gambar 6. Secara rinci Huong et al. (2004a)

(38)

stadia 1 diawali sebesar 3,1 ± 0,1 μmol ADP/mg protein per jam, kemudian

meningkat secara nyata pada saat larva stadia 2 sebesar 4,4 ± 0,4 μmol ADP/mg

protein per jam. Antara stadia-2 dan seterusnya ke stadia-4 menunjukkan bahwa

aktivitas Na+/K+-ATPase larva menurun. Saat stadia larva mencapai 6 terlihat

perubahan yang sangat nyata dengan kenaikan sebesar 3,9 ± 0,1 μmol ADP/mg

protein per jam. Perubahan aktivitas Na+/K+-ATPase larva secara nyata

berikutnya terlihat pada stadia 10, yaitu sebesar 2,9 ± 0,1 μmol ADP/mg protein

per jam. Tingginya aktivitas enzim Na+/K+-ATPase pada larva stadia awal,

menurut kajian Wilder et al. (2000) disebabkan belum sempurnanya sistem

osmoregulasi larva.

Gambar 6. Perubahan aktivitas enzim Na+/K+-ATPase selama metamorfosa larva

Macrobrachium rosenbergii menjadi pascalarva (Huong et al, 2004)

Perkembangan stadia

Pada tahapan awal pembenihan udang galah, keberhasilan perkembangan

stadia larva serta pertumbuhan pascalarva udang galah sangat ditentukan oleh

kualitas telur. Ketergantungan perolehan telur yang berkualitas terletak pada

tingkat keberhasilan proses vitelogenesis. Vitelogenesis sendiri merupakan

tahapan pada proses reproduksi krustase dengan hasil akhir adalah akumulasi

(39)

Pada proses internal dalam ovari akan terbentuk senyawa ‘protein spesifik

female’ yang berada dalam hemolim dan disebut vitellogenin. Selanjutnya, saat

vitelogenin memasuki oosit, senyawa protein ini disebut vitelin atau lipovitelin

yang merupakan bagian terbesar pendukung kuning telur dalam bentuk senyawa

lipo-glyco-carotenoprotein. Senyawa carotenoid ini memberi bias warna ‘jingga

terang’ pada kuning telur secara menyeluruh. Warna ini juga yang

mengindikasikan kesiapan kematangan telur atau sebagai tahap awal penentu

keberhasilan perolehan telur bermutu. Proses vitelogenesis yang memberi bias

warna jingga (penentu keberhasilan mutu telur) sampai fase embrionik telur udang

[image:39.595.98.490.88.777.2]

galah dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Proses perkembangan telur udang galah sampai fase embrionik (Sumber: Romanova, 2000)

Larva udang galah mulai melepaskan diri dari telur, setelah 48 jam sejak

saat telur dilepaskan dari induk. Selama 25-35 hari masa pertumbuhannya, larva

udang galah melewati 11 tahap perkembangan sebelum mencapai bentuk

sempurna sebagai udang muda atau pascalarva. Tahap perkembangan larva udang

(40)
[image:40.595.110.510.105.418.2]

Tabel 1. Tahap perkembangan larva sampai pascalarva udang galah

Stadia Umur (hari) Keterangan Pertumbuhan

I 1 – 2 Mata sesil dan belum bertangkai – telson masih polos

II 2 – 4 Mata sudah bertangkai – uropoda pada telson mulai tampak

III 4 – 7 Kaki jalan depan sudah mulai memanjang – pertumbuhan

eksopoda dan endopoda pada uropoda sudah mulai tampak IV 7 – 12 Dua gerigi rostrum sudah mulai tampak – uropoda dan telson

sudah berkembang menyerupai kipas

V 12 – 16 Pertumbuhan eksopoda dan endopoda pada uropoda sudah

hampir sama panjang dengan telson

VI 16 – 18 Tunas pada pleopoda sudah mulai terlihat

VII 18 – 21 Pleopoda sudah mulai bercabang dua

VIII 21 – 25 Kaki jalan mulai terlihat lengkap – uropoda lebih

berkembang dan telson lebih menyempit – pleopoda pada cabang luar mulai berambut

IX 25 – 28 Pleopoda lebih berkembang dengan pertambahan ruas dan

rambut

X 28 – 31 Pleopoda lebih berkembang – ada rambut di antara duri pada gerigi rostrum

XI 31 – 35 Uropoda telah berkembang penuh – pleopoda berkembang

sempurna – gerigi rostrum telah berjumlah sembilan buah

Pasca-larva

35 – 41 Rostrum telah tumbuh dengan 11 gerigi atas dan 3-5 gerigi bawah serta dua helai rambut

Sumber: Hasil olahan dari data Uno dan Soo (1969)

Pertumbuhan Pascalarva

Sebagaimana bentuk udang galah dewasa, maka pascalarva udang galah

sudah memiliki bentuk tubuh sebagai udang muda yang mempunyai eksoskeleton

cukup tebal serta rigid yang merupakan ciri khas kelas krustase. Kehadiran

eksoskeleton ini memberi tekanan tertentu pada optimalisasi proses pertumbuhan

udang, termasuk pascalarva udang galah. Secara umum, dapat dikatakan proses

tumbuh pada individu udang, diekspresikan melalui pertambahan panjang, volume

dan bobot yang dinamik dengan waktu. Khusus ekspresi volume dan bobot, untuk

organisme yang melakukan ganti kulit (molting) menjadi agak sulit, karena

berlangsung diskontinyu. Hanya proses pertambahan panjang yang dapat

berlangsung kontinyu.

Beberapa hasil kajian memperlihatkan bahwa pertumbuhan udang pada

kondisi hiperosmotik, seperti pada udang galah yang melakukan ruaya untuk

(41)

berkorelasi langsung dan dipengaruhi oleh tingkat kemampuan adaptasi terhadap

salinitas media. Menurut Wang et al. (2003) kondisi salinitas media perairan

yang memberi tekanan hiperosmotik sedikit di atas isoosmotik hemolim tubuh

udang Macrobrachium nipponense, tercatat meningkatkan pertambahan bobot

tubuh secara nyata. Kondisi isoosmotik Macrobrachium nipponense sebesar 450

mOsm; sedangkan pada Macrobrachium rosenbergii, kondisi isoosmotik tercatat

lebih tinggi yaitu sekitar 485 mOsm. Menurut Sang dan Fotedar (2004), titik

isoosmotik pada masing-masing udang bergantung pada stadia larva dan ukuran

udang. Untuk mendukung pertumbuhan udang yang optimal dalam kondisi stres

hiperosmotik, asam amino bebas (free amino acid) dengan total asam amino

dalam ratio yang proporsional sehingga mempercepat pembentukan jaringan

tubuh (Bishop dan Burton, 1993; Okuma dan Abe, 1994). Dengan demikian,

dapat dikatakan sensitivitas Na+/K+-ATPase, khususnya dalam mekanisme

transport aktif senyawa-senyawa garam melalui sistem osmoregulasi; berpengaruh

langsung terhadap pertumbuhan udang (Wang et al., 2003; Huong dan Wilder,

2001)

Pengaruh faktor suhu terhadap pertumbuhan yang diperlihatkan dari

beberapa hasil kajian mengindikasikan bahwa pertumbuhan udang muda pada

tahap awal sangat ditentukan oleh suhu perairan media. Untuk pascalarva udang

windu, tercatat kecepatan tumbuh dalam ukuran panjang, dua kali lebih cepat pada

suhu 300C dibanding pada suhu 220C (Kumlu et al., 2000; Kumlu dan Jones,

1993; Chen, 1990; Parado-Estepa, 1998; Chavez Justo et al., 1991). Hubungan

antar suhu dan pertumbuhan ini juga dipengaruhi oleh seberapa besar prosentase

ganti kulit yang terjadi. Secara umum, semakin tinggi suhu; maka pertumbuhan

udang akan semakin cepat. Hal ini sejalan dengan kajian titik optimal kegiatan

ganti kulit yang juga terjadi pada suhu tinggi. Sehingga dapat dipastikan, pada

bulan-bulan tertentu laju pertumbuhan udang jauh lebih besar dibanding pada

bulan atau waktu lainnya, saat suhu media cenderung rendah. Frekuensi ganti

kulit pada pascalarva udang galah ternyata juga dipengaruhi oleh pH media

perairan. Hasil penelitian Chen dan Chen (2003) menunjukkan bahwa pascalarva

Macrobrachium rosenbergii melakukan ganti kulit rata-rata 3,56 kali per-individu

(42)

2,82 kali per-individu dalam 56 hari pada pH 5,6. Peningkatan frekuensi ganti

kulit pascalarva udang galah, diikuti dengan kecepatan tumbuh yang

divisualisasikan melalui pertumbuhan bobot tubuh seperti terlihat pada Gambar 8.

Bobot (g)

Kisaran pH

[image:42.595.118.509.167.397.2]

Hari

Gambar 8. Grafik pertumbuhan pascalarva Macrobrachium rosenbergii pada

berbagai nilai pH media (Sumber: Chen dan Chen, 2003)

Kelarutan oksigen dalam air, termasuk salah satu parameter yang

mempengaruhi pertumbuhan krustase di perairan tawar; akibat besarnya

perbedaan konsentrasi kelarutan oksigen antara siang dan malam. Kondisi

hipoksia yang berlebih ini, akan mempengaruhi proses fisiologis udang, melalui

penekanan frekuensi ganti kulit dan memperlambat pertumbuhan, bahkan tidak

jarang menimbulkan kematian (Allan dan Magurire, 1991). Upaya adaptasi

dengan kondisi ini, dilakukan melalui reduksi kecepatan metabolisme, modifikasi

keseimbangan asam-basa hemolim, osmolalitas hemolim dan konsentrasi ion-ion

terlarut, seperti terlihat pada Gambar 9. (Morris dan Butler, 1996; Hill et al.,

1991; Cheng et al., 2003).

Hubungan pakan dan pertumbuhan pada udang, terlihat dari beberapa hasil

kajian yang menunjukkan bahwa penurunan jumlah pakan akan menurunkan laju

pertumbuhan. Sebagai pakan awal disarankan agar diberikan pakan alami.

(43)

dimanfaatkan adalah Daphnia sp. yang juga berperan dalam rantai makanan pada

daerah pelagik perairan tropis. Daphnia sp. adalah krustase air tawar yang

dikenal dengan nama umum water fleas. Daphnia sp merupakan makanan utama

ikan atau udang muda, hal ini dikarenakan ukuran tubuh Daphnia sp. relatif cukup

kecil sesuai dengan bukaan mulut organisme muda, yaitu berkisar antara 0,2-3,0

mm (Schuman, 1998). Selain itu, Daphnia sp. berkemampuan memanfaatkan

mikroalga dan bakteri, dapat memberi kesempatan untuk mengontrol biomasa

fitoplankton, komposisi spesies serta mempengaruhi suksesi musiman

fitoplankton. Hal ini terjadi karena pada waktu yang sama, Daphnia sp

menyumbangkan nutrien serta karbon dioksida guna mendorong pertumbuhan

fitoplankton serta produksi bakteri (Schuman, 1998)

[image:43.595.98.513.6.842.2]

Waktu Aklimatisasi Oksigen (jam)

Gambar 9. Tampilan perubahan osmolalitas hemolim M. rosenbergii pada beberapa konsentrasi kelarutan oksigen media (Cheng et al., 2003)

Kandungan nutrisi Daphnia sp. tergantung dari umur dan dari pakan yang

dimanfaatkannya. Sebagaimana diketahui pakan Daphnia sp. adalah bakteri,

fungi, mikroalga, detritus dan bahan organik terlarut. Menurut Ducazu (1998)

secara umum, kandungan protein Daphnia sp. sekitar 50%, Berbeda dengan

Artemia salina, kandungan lemak Daphnia sp. dewasa jauh lebih tinggi yakni

20-27%; sedangkan Daphnia sp. muda mengandung lemak sekitar 4-6%. Beberapa

hasil penelitian bahkan menunjukkan bahwa kandungan protein Daphnia sp. yang

(44)

tawar, tetapi dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan bagi organisme laut; karena

mengandung asam emak esensial. Disamping itu, Daphnia sp. memiliki enzim

pencernaan yang cukup banyak, seperti: proteinase, peptidase, amilase, lipase dan

juga selulase; yang dapat berfungsi sebagai ekso-enzim dalam lambung larva ikan

atau larva udang (Shell, 1998). Alternatif pakan buatan yang disarankan oleh

[image:44.595.124.467.250.427.2]

Tacon (1993) guna mendukung pertumbuhan pascalarva terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi pakan buatan untuk mendukung pertumbuhan pascalarva

Macrobrachium rosenbergii

No Bahan Bobot (kg) Persen (%)

1 Ikan rucah 100,0 29,61

2 Tepung jagung 80,0 23,70

3 Pelet pakan ayam 50,0 14,81

4 Tepung kedelai 40,0 11,84

5 Bekatul 30,0 8,88

6 Tepung ikan 20,0 5,92

7 Pakan ternak 15,0 4,44

8 Di-Kalsium PO4 2,0 0,59

9 Vitamin & mineral 0,5 0,15

10 Oksitetrasiklin 0,2 0,06

TOTAL 337,7 100.00

(45)

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian pendahuluan dilakukan di Laboratorium Pusat Percobaan

Limnologi LIPI Cibinong selama empat bulan (Mei-Agustus 2002). Penelitian

utama dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan

Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Lingkungan Budidaya

FPIK-IPB, Limnologi FPIK-FPIK-IPB, Biologi Hewan Pusat Studi Ilmu Hayati FPIK-IPB,

Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB serta Hidrobiologi FPIK Universitas

Diponegoro (Agustus 2003- Januari 2004; Juni-Agustus 2004) selama kurang

lebih sembilan bulan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian “Pengaruh Beban Kerja Osmotik terhadap

Kelangsungan Hidup, Lama Waktu Perkembangan Larva dan Potensi Tumbuh

Pascalarva” ini meliputi:

(1) Perkembangan larva sampai dengan pascalarva

(2) Konsumsi oksigen pada perkembangan larva sampai pascalarva

(3) Potensi tumbuh pascalarva

Ruang lingkup penelitian didasari atas pemikiran bahwa dalam upaya

pengkajian kausal-komparatif-kondisional pada setiap sistem produksi diupayakan

agar tingkat salinitas media menciptakan kondisi hipertonik, hipotonik dan

isotonik terhadap osmotik cairan tubuh larva udang galah. Pengaruh lanjut dan

perbedaan kondisi osmotik tersebut dicerminkan dari: (1) Beban kerja osmotik,

(2) Efisiensi pemanfaatan pakan; dan (3) Tingkat konsumsi oksigen.

Pendekatan pengkajian di atas memberi arahan bahwa masalah

kelangsungan hidup, perkembangan larva serta potensi tumbuh pascalarva udang

galah dapat dievaluasi sebagai konsekuensi perbedaan beban kerja osmotik akibat

pengaturan salinitas media. Keterkaitan antara antiseden dan konsekuen tersebut

diperjelas ketergantungannya dengan pertukaran ion sebagai kinerja beban

(46)

efisiensi pemanfaatan pakan merupakan bentuk konsekuensi dari beban

pertukaran ion. Penelitian dilakukan untuk setiap sistem produksi pemeliharaan

larva sampai pascalarva. Hasil penelitian setiap sistem, dijadikan dasar bagi

perencanaan percobaan sistem selanjutnya. Hasil percobaan sistem produksi tahap

potensi tumbuh pascalarva merupakan bentuk keberhasilan proses adaptasi yang

dilakukan pada sistem produksi tahap perkembangan larva. Mekanisme runut

kegiatan penelitian dari sistem produksi pada setiap tahap dari perkembangan

larva sampai tahap potensi tumbuh pascalarva dapat dilihat pada Gambar 10.

TELUR MENETAS SALINITAS

6 ppt

SALINITAS: (10,2 - 11,6 13 - 14,8)

ppt

PENURUNAN SALINITAS

0 ppt

NSR

1. NSR 2. DO/dt

1. BVR 2. SGR

d respirasi/dt d respirasi/dt

SALINITAS: (10,2 - 11,6 13 - 14,8)

ppt

SALINITAS STATIS OPTIMAL

Sistem Adaptasi

salinitas ADAPT

S + S/dt SAL

SELESAI

START

+ + +

- -

-Gambar 10. Mekanisme runut kegiatan penelitian pada sistem produksi dari tahap perkembangan larva sampai tahap potensi tumbuh pascalarva

Perlakuan pada penelitian dirancang untuk dapat membandingkan output

sebagai konsekuensi adanya hubungan sebab akibat (kausal). Sumber penyebab

ditetapkan adalah salinitas media. Kualitas air dan ketersediaan pakan alami

diupayakan memadai (kondisional). Salinitas media dirancang pada sistem

produksi tahap perkembangan larva dengan tiga tipe, yaitu: hiperosmotik,

[image:46.595.105.500.80.655.2]
(47)

ppt. Selama masa pemeliharaan larva, salinitas media diupayakan berada pada

kisaran salinitas dengan catatan salah satu diantara titik salinitas merupakan titik

isoomotik larva stadia tahap awal. Untuk memperoleh respon adaptasi yang sama,

maka dirancang kenaikan salinitas untuk media pemeliharaan larva adalah dengan

delta salinitas 0,6 ppt; 0,8 ppt; 1,0 ppt; dan 1,2 ppt. Diharapkan dengan rancangan

perubahan salintas tersebut, dalam kurun waktu 7 hari akan dicapai salinitas

media pemeliharaan larva: 10,2 ppt; 11,6 ppt; 13,0 ppt; dan 14,4 ppt. Setelah 7

hari, sistem produksi masuk ke dalam tahap adaptasi serta perkembangan akhir

yang statis. Setelah itu, pemantauan dilakukan terhadap potensi tumbuh

pascalarva pada salinitas media yang diturunkan dengan tingkat penurunan

salinitas/waktu yang sama sehingga menjadi tawar. Penurunan salinitas dilakukan

saat semua larva telah menjadi pascalarva. Gambaran pola perubahan salinitas

dalam penelitian seperti uraian di atas, dapat dilihat pada Gambar 11.

TAHAP

PERKEMBANGAN LARVA

TAHAP POTENSI TUMBUH PL

6,0 10,2 11,6 ,0 ,4

13 14

Salinitas Naik

Hari ke-7

Salinitas Statis Salinitas Turun Tawar

PL-7 PL-14

Stadia 1

Stadia 2

Stadia 3 PL

PL PL

EKSPLORASI ADAPTASI dan PERKEMBANGAN AKHIR

0

Salin

itas (ppt)

Gambar 11. Pola perlakuan perubahan salinitas media pada sistem produksi tahap perkembangan larva dan tahap potensi tumbuh pascalarva

(48)

À Tahap Adaptasi dan Perkembangan Akhir Larva, dalam penelitian ini disebut sebagai percobaan larva tahap lanjut. Pada tahap ini dilakukan pemantauan perkembangan stadia larva yang berada pada salinitas statis: 10,2 ppt; 11,6 ppt; 13,0 ppt; dan 14,4 ppt. Tahap ini dimulai dari hari ke-8 sampai dengan semua larva telah menjadi pascalarva.

À Tahap Potensi Tumbuh Pascalarva, dalam penelitian ini dipantau kemampuan adaptasi pascalarva sebagai dampak lanjut dari perlakuan berbagai tingkatan salinitas tahap sebelumnya. Tahap ini dimulai saat salinitas media diturunkan menjadi salitas air tawar selama 7 hari. Kemudian dilanjutkan dengan memantau potensi tumbuh pascalarva pada media air tawar selama 7 hari berikutnya.

Percobaan Pengaruh Beban Kerja Osmotik terhadap Perkembangan Larva Tahap Awal dan Tahap Lanjut

Tujuan Percobaan

Tujuan khusus percobaanperkembangan larva tahap awal dan tahap lanjut

adalah untuk menentukan salinitas optimal bagi perkembangan larva dengan

mortalitas terendah. Larva ditetaskan pada media dengan salinitas 6 ppt,

kemudian ditingkatkan dari 0,6 ppt/hr; 0,8 ppt/hr; 1,0 ppt/hr dan 1,2 ppt/hr,

sehingga masing-masing salinitas tersebut dalam waktu 7 hari mencapai salinitas:

10,2 ppt; 11,6 ppt; 13,0 ppt; dan 14,4 ppt.

Metode dan Disain Rancangan Percobaan

Metode Percobaan. Metode percobaan yang dilakukan adalah kausal-komparatif-kondisional. Sedangkan disain percobaan menggunakan disain

rancangan acak lengkap dengan empat perlakukan salinitas dan tiga ulangan.

Model rancangan percobaan mengacu pada model linier aditif dengan bentuk

persamaan sebagai berikut:

(49)

Keterangan : i = perlakuan 1, 2, 3, dan 4 j = ulangan 1, 2, 3

Yij = pengamatan perlakuan ke i, ulangan ke j

μ = rataan umum

τ

i = pengaruh perlakuan ke i

ε

ij = pengaruh acak pada perlakuan ke i ulangan ke j

Hipotesis yang ditegakkan adalah:

H0:

τ

1 = ... =

τ

i (perlakuan tidak berpengaruh terhadap respon yang diamati)

H1: paling sedikit ada satu i dimana

τ

i≠ 0

Penjelasan Perlakuan adalah:

- Perlakuan 1, salinitas media statis 10,2 ppt - Perlakuan 2, salinitas media statis 11,6 ppt - Perlakuan 3, salinitas media statis 13,0 ppt - Perlakuan 4, salinitas media statis 14,4 ppt

Disain Perlakuan. Disain perlakuan mengikuti sistem produksi akuatik yang dikembangkan, yaitu disain perlakuan pada sistem produksi tahap

perkembangan larva atau pada percobaan pengaruh beban kerja osmotik terhadap

perkembangan larva udang galah, baik pada tahap awal maupun pada tahap lanjut,

adalah sebagai berikut:

(a) Dua hari sebelum telur menetas, media dirancang berada pada

salinitas 6 ppt. Induk dengan telur siap tetas telah berada pada media

ini. Indikasi warna telur siap tetas: coklat keabu-abuan.

(b) Setelah seluruh telur menetas dalam waktu 12-24 jam, induk

dipisahkan dan larva dipindahkan ke dalam wadah percobaan dengan

mengatur kenaikan salinitas media. Pengaturan kenaikan salinitas

dirancang dalam kurun waktu tujuh hari. Pada akhir hari ke-7, media

pemeliharaan larva telah mengikuti model rancangan linier aditif,

acak lengkap; dengan empat perlakuan salinitas: 10,2 ppt; 11,6 ppt;

13,0 ppt; dan 14,4 ppt dengan tiga ulangan.

(c) Selama kurang lebih 23 hari, media

Gambar

Gambar 1.  Diagram alir pendekatan masalah pengaruh beban kerja osmotik pada
Gambar 3.  Siklus hidup udang galah yang berada pada air tawar dan air payau
Gambar 4.  Grafik osmotik krustase tipikal osmokonformer dan osmoregulator
Gambar 7.  Proses perkembangan telur udang galah sampai fase embrionik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Usaha tersebut diantaranya dengan melakukan branding dan pemasaran offline dan online guna meningkatkan produktivitas pada industri kecil dan menengah ini agar

Kesadaran masyarakat desa Rowosari terhadap pendidikan tergolong kurang, karena pengaruh lingkungan yang tidak mendukung pendidikan.Sebagian besar penduduknya memilih untuk

Untuk melihat potensi air hujan yang dapat dipanen dan ditampung oleh bendungan pada lebung maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk (i) menentukan lokasi

Hubungan antara produktivitas primer dengan intensitas cahaya pada tiap kedalaman, dapat dikatakan pada lapisan permukaan 0 – 50 cm produktivitas primer adalah kecil 124,33 –

Biaya Usaha Pengolahan Pupuk Bokashi Pada proses produksi pupuk bokashi di Gapoktan Karya Manuntung, biaya yang diperhitungkan untuk satu kali proses produksi dengan

Hal ini membuktikan bahwa pengguna sistem pakar lebih utama melihat pada kesederhanaan, kemudahan, penggunaan serta pemahaman terhadap aplikasi Expert System Builder (ESB) dan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan explosive power otot tungkai dengan kecepatan lari 60 meter siswa kelas VII SMP Negeri

iktikad baiknya dalam pelunasan utang pajak. Dalam hal ini berkas WP yang dimaksud berkaitan dengan identitas penanggung pajak yang akan disandera, SPT, maupun berkas