• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

i

PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

Rhizophoraapiculata

DI DESA NELAYAN INDAH KECAMATAN MEDAN

LABUHAN

Oleh :

Rachel Nababan 111201073

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ii

PEMANFAATAN BERBAGAI JENIS FUNGI UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

Rhizophoraapiculata

DI DESA NELAYAN INDAH KECAMATAN MEDAN

LABUHAN

SKRIPSI

Oleh :

Rachel Nababan 111201073

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Program Studi Kehutanan Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS PERTANIAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi untuk Meningkatkan Pertumbuhan Rhizophora apiculata di Desa Nelayan

Indah Kecamatan Medan Labuhan Nama : Rachel Nababan

NIM : 111201073 Program studi : Kehutanan

Disetujui Oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yunasfi, M.Si Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Anggota

Mengetahui

(4)

iv

ABSTRAK

RACHEL NABABAN. Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.

Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Rehabilitasi hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove.Aplikasi fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam upaya rehabilitasi.Fungi merupakan contoh dari mikroorganisme yang dapat mereduksi bahan organik.Penelitian ini memberikan informasi tentang jenis fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Januari 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan aplikasi berbagai jenis fungi dan masing-masing lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan ada tiga yaitu

A. flavus, A. terreus, T. harzianum, dan perlakuan tanpa fungi (kontrol).Semai

R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan yang lebih baik, dengan tinggi rata-rata 17.00 cm, diameter rata-rata 0.69 cm, luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, bobot kering total 29.64 g, apabila dibandingkan dengan kontrol yang memiliki tinggi rata-rata 7.36 cm, diameter rata-rata 0.54 cm, luas permukaan daun 653.31 cm2, dan bobot kering total 27.37 g.

(5)

v

ABSTRACT

RACHEL NABABAN. Utilization the various of fungi to increase the growth of

R. apiculata seedlings in Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan. Under academic supervisionof YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.

Mangrove rehabilitation is one of effort to save mangrove forest. Utilization of fungi as decomposer support to increase the plantation growth for rehabilitation. Fungi as microorganism may reduct material organic. The research

gives information about the fungi species in which to increase the growth of

R. apiculata seedlings and can be used in rehabilitation of mangrove forest. The study was conducted from September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely A. flavus, A.terreusT. harzianum, and control. Utilization of T. harzianum treatment gave the best results of R. apiculata seedlings, with an average height of 17.00 cm, diameter of 0.69 cm, leaf area of 743.36 cm2, total dry weight of 29.64 g. Compared to the control with average height of 7.36 cm, 0.54 cm of diameter, leaf area of 653.31cm2, and 27.37 g of total dry weight.

(6)

6

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 22 November 1992, merupakan anak pertama dari

empat bersaudara.Anak dari pasangan Oloan Syarihfuddin Urbanus Nababan dan

Yuliana Witarti Sianipar. Penulis lulus dari SD Roma Katholik Cinta Rakyat 7

Pematangsiantar pada tahun 2005, tahun 2008 lulus dari SMP Negeri 1

Pematangsiantar, dan lulus dari SMA Negeri 4 Pematangsiantar pada tahun 2011.

Penulis diterima resmi di Progam Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara pada bulan Juli 2011, dan kemudian pada tahun 2014 memilih

minat Budidaya Hutan.

Penulis merupakan anggota organisasi Praja Muda Karana (Pramuka)

Gugus Depan 047/048 SMP Negeri 1 Pematangsiantar tahun 2005-2008.Tahun

2008-2011 merupakan anggota Palang Merah Remaja (PMR) SMA Negeri 4

Pematangsiantar.Tahun 2011-2014 merupakan anggota organisasi Himpunan

Mahasiswa Sylva (HIMAS) Program Studi Kehutanan.

Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) 22

Agustus-31 Agustus 2013 di hutan pendidikan USU Tahura, Tongkoh, Kabupaten

Karo.Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Perum Perhutani Unit III

(7)

7

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan kasih-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.Judul skripsi

ini adalah Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan

R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yunasfi, M.Si sebagai

Ketua Komisi Pembimbing dan Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D sebagai

Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia untuk membimbing,

memotivasi dan memberi masukan selama penelitian. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak Luthfi Hakim, S. Hut, M.Si selaku Penasihat

Akademik selama kegiatan perkuliahan.

Skripsi ini penulis persembahkan untuk keluarga besar terkhusus ayah

Oloan Syarihfuddin U Nababan, Yuliana W Sianipar, dan adik-adik Fransiskus

Xaverius MH Nababan, Melchior FP Nababan, Geovannya AD Nababan yang

selalu mendoakan dan mendukung penulis. Kepada Yosi Manalu, Desi Nababan,

Ovin Indriyani, Iren Manalu, Ronatama Manurung, Sarjani Saragih, Poppy

Manalu, Lina Sitompul, Margaretha Pasaribu, serta kepada semua paman, bibi,

sepupu. Penulis juga berterima kasih kepada teman yang turut membantu dalam

kegiatan kuliah dan penelitian Lestari Marbun, Indah Sihombing, M Luthfi

Dharmawan, Ade Khana Saputri, Devita Mala Sari, Darmanto Ambarita,

Monalia Hutauruk, Martin Nababan, Suryanti Siadari, Suryanto Sinaga, Ricardo

(8)

8 Hutan Mangrove dan Manfaatnya ... 5

Zonasi Hutan Mangrove ... 6

Adaptasi Mangrove ... 7

Taksonomi dan Morfologi R. apiculata ... 8

Pengambilan Benih dan Teknik Pembibitan ... 9

Peran Fungi Dalam Meningkatkan Pertumbuhan ... 10

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 14

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 14

Alat dan Bahan ... 14

Prosedur Penelitian... 15

(9)

9

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(10)

10

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Kerangka Pemikiran ... 4

2. Pohon R. apiculata ... 8

3. Proses Pembuatan Suspensi Fungi ... 17

4. Kondisi Semai ... 19

5. Pertumbuhan Tinggi ... 20

6. Pertumbuhan Diameter... 21

7. Luas Daun ... 22

(11)

11

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Hasil Pengamatan Semai R. apiculata ... 19

(12)

iv

ABSTRAK

RACHEL NABABAN. Pemanfaatan Berbagai Jenis Fungi Untuk Meningkatkan Pertumbuhan R. apiculata Di Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan.

Di bawah bimbingan akademikoleh YUNASFI dan MOHAMMAD BASYUNI.

Rehabilitasi hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove.Aplikasi fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan pertumbuhan tanaman dalam upaya rehabilitasi.Fungi merupakan contoh dari mikroorganisme yang dapat mereduksi bahan organik.Penelitian ini memberikan informasi tentang jenis fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan September 2014 – Januari 2015. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perlakuan aplikasi berbagai jenis fungi dan masing-masing lima ulangan. Jenis fungi yang diaplikasikan ada tiga yaitu

A. flavus, A. terreus, T. harzianum, dan perlakuan tanpa fungi (kontrol).Semai

R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan yang lebih baik, dengan tinggi rata-rata 17.00 cm, diameter rata-rata 0.69 cm, luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2, bobot kering total 29.64 g, apabila dibandingkan dengan kontrol yang memiliki tinggi rata-rata 7.36 cm, diameter rata-rata 0.54 cm, luas permukaan daun 653.31 cm2, dan bobot kering total 27.37 g.

(13)

v

ABSTRACT

RACHEL NABABAN. Utilization the various of fungi to increase the growth of

R. apiculata seedlings in Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan. Under academic supervisionof YUNASFI and MOHAMMAD BASYUNI.

Mangrove rehabilitation is one of effort to save mangrove forest. Utilization of fungi as decomposer support to increase the plantation growth for rehabilitation. Fungi as microorganism may reduct material organic. The research

gives information about the fungi species in which to increase the growth of

R. apiculata seedlings and can be used in rehabilitation of mangrove forest. The study was conducted from September 2014 to January 2015 using a completely randomized design (CRD) with treatment application types of fungi and five replications. There are three types of fungi namely A. flavus, A.terreusT. harzianum, and control. Utilization of T. harzianum treatment gave the best results of R. apiculata seedlings, with an average height of 17.00 cm, diameter of 0.69 cm, leaf area of 743.36 cm2, total dry weight of 29.64 g. Compared to the control with average height of 7.36 cm, 0.54 cm of diameter, leaf area of 653.31cm2, and 27.37 g of total dry weight.

(14)

12

PENDAHULUAN

Latar belakang

Hutan mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik

dan khas yang terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan

pulau-pulau kecil.Tomlinson (1986) dan Wightman (1989)mendefinisikan

mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surutmaupun

sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhandaerah

litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub tropis yang terlindung

(Saenger,dkk, 1983).

Menurut Giri, dkk (2011) hutan mangrove di dunia pada tahun 2011

memiliki luas 137. 760 km2 terdapat pada 118 negara. Sekitar 75% hutan

mangrove terdapat di 15 negara, dan hanya 6.90 % yang dilindungi di bawah

IUCN I- IV. Wilayah hutan mangrove terbesar terdapat di Asia (42%), Afrika

(20%), Amerika Utara dan Tengah (15%), Oceania (12%), Amerika Selatan

(11%). Di Indonesia terdapat hutan mangrove seluas 3. 112. 989 ha atau 22.60%

dari total luas mangrove di dunia.

Komposisi hutan mangrove terdiri atas asosiasi Avicennia spp, Sonneratia

spp, Rhizophora spp, Bruguiera spp, Ceriops spp, Lumnitzera spp, dan

Xylocarpus spp. Nipa merupakan batas hutan mangrove dan hutan rawa atau

hutan pantai. Susunan formasi dari masing-masing di atas sangat dipengaruhi

oleh kadar garam yang semakin dekat ke darat semakin berkurang

(Suryono, 2013).

Hutan mangrove memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang tinggi, tetapi

(15)

13

melestarikan dan pengelolaannya. Kondisi hutan mangrove pada umumnya

memiliki tekanan berat, sebagai akibat tekanan ekonomi yang berkepanjangan.

Basyuni (2002) yang menyatakan tekanan populasi, pengelolaan yang tidak

memperhatikan aspek kelestarian, perkembangan industri dan perkotaan

memberikan proporsi yang signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di

negara sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan meningkatnya populasi,

lahan produksi semakin berkurang sehingga hutan mangrove dikonversi menjadi

lahan pertanian, pertambakan (aquaculture), bahan bakar, dan tujuan lainnya.

Untuk mencegah semakin meluasnya lahan kritis mangrove, maka upaya

rehabilitasi hutan mangrove mutlak diperlukan guna memulihkan keberadaan dan

fungsi dari ekositem mangrove. Novianty, dkk (2011) mengemukakan kegiatan

rehabilitasi dilakukan untuk memulihkan kondisi ekosistem mangrove yang telah

rusak agar ekosistem mangrove dapat menjalankan kembali fungsinya dengan

baik. Upaya rehabilitasi harus melibatkan seluruh lapisan masyarakat yang

berhubungan dengan kawasan mangrove.

Dalam suatu ekosistem, hutan baik hutan alam maupun hutan mangrove,

terdapat mikroorganisme yang memiliki peranan penting dalam proses

dekomposisi atau siklus unsur hara. Setiap mikroorganisme tanah memiliki

peranan tersendiri dalam siklus unsur hara.Di antaranya adalah sebagai produsen,

konsumen maupun redusen.Fungi dan bakteri merupakan contoh dari

mikroorganisme yang berperan sebagai redusen.Umumnya fungi hidup sebagai

saprofit yang memanfaatkan bahan organik dari bahan mati atau membusuk, misalnya kayu yang sudah lapuk dan serasah daun. Bahan organik tersebut akan

(16)

14

dimanfaatkan oleh organisme heterotroph yang berada di sekitarnya

(Lisdiawati, 2012).

Fungi mempunyai peranan penting dalam pembentukan tanah karena

ternyata berbagai jenis fungi dapat melapukkan atau mempunyai daya lapuk yang

kuat terhadap sisa-sisa tanaman yang mengandung karbohidrat dan ternyata tidak

mudah dilapukkan atau dihancurkan oleh bakteri. Apabila fungi-fungi itu telah

sampai pada siklus hidupnya yang terakhir maka, bahan-bahan yang

dikandungnya akan sangat bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan

bahan-bahan organik yang bermanfaat bagi tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 2005).

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan

berbagai jenis fungi dalam meningkatkan pertumbuhan R. apiculata.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang jenis

fungi yang mampu meningkatkan pertumbuhan R. apiculata serta dapat diaplikasikan dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan berbagai jenis fungi memberikan pengaruh yang nyata

terhadap respon pertumbuhan R. apiculata.

Kerangka Pemikiran

Alih fungsi lahan mangrove menjadi tambak, pemukiman, industri, dan

kegiatan penebangan pohon-pohon mangrove akan berdampak pada rusaknya

ekosistem ini. Dampak ekologis dari rusaknya ekosistem mangrove ini adalah

(17)

15

keseimbangan ekosistem mangrove salah satunya adalah hilangnya berbagai

macam flora dan fauna yang berasosiasi dengan hutan mangrove. Rehabilitasi

hutan mangrove merupakan suatu upaya penyelamatan hutan mangrove. Aplikasi

fungi sebagai dekomposer diharapkan dapat membantu meningkatkan

pertumbuhan jenis R. apiculata., dalam upaya rehabilitasi hutan mangrove. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Alih fungsi hutan

mangrove

Keseimbangan ekosistem terganggu

Upaya rehabilitasi hutan mangrove

Peran fungi sebagai dekomposer

Meningkatkan pertumbuhan semai khususnya R. apiculata

Kondisi lingkungan hutan mangrove menjadi

baik

(18)

16

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan Mangrove dan Manfaatnya

Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis atau areal sub-tropis

beserta seluruh organisme yang didominasi oleh beberapa pohon mangrove yang

mampu tumbuh dan berkembang di daerah pasang surut pantai berlumpur.

Mangrove juga tumbuh subur di sepanjang delta, eustaria, dan costal lagoon

(danau pinggir laut) yang dilindungi oleh batu karang, tumpukan pasir atau

struktur lain dari gelombang dan pasang air laut. Manfaat hutan mangrove

menurut Suryono (2013) :

1. Peredam gelombang dan badai, pelindung abrasi, serta penahan lumpur dan

sedimen,

2. Menghasilkan serat untuk keset dan bahan bangunan,

3. Menyediakan bahan baku untuk makanan, minuman, obat-obatan dan

kosmetik,

4. Memberikan tempat tumbuh untuk udang dan ikan yang bermigrasi ke area

mangrove ketika muda, dan kembali ketika laut ketika mendekati usia

matang seksual,

5. Sebagai tempat wisata.

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan

mempunyai fungsi multi guna baik jasa biologis, ekologis, maupun ekonomi.

Peranan fungsi fisik mangrove mampu mengendalikan abrasi dan penyusupan air

laut (instrusi) ke wilayah daratan, serta mampu menahan sampah yang bersumber

dari daratan, yang dikendalikan melalui sistem perakarannya. Jasa biologis

(19)

17

fungsi ekologisnya adalah menahan dan menjebak laju sedimentasi dari wilayah

atasnya, dan merupakan tempat pemijahan berbagai jenis biota perairan laut, serta

merupakan sumber pelestarian plasma nutfah.Manfaat ekonominya adalah

memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat melalui budidaya tambak

(udang, ikan, dan kerang) dan pemanfaatan hasil hutan mangrove lainnya

(Waryono, 2002).

Zonasi Mangrove

Mangrove tidak tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar dengan

arus pasang surut yang kuat, karena hal ini tidak memungkinkan terjadinya

pengendapan lumpur dan pasir, substrat yang diperlukan untuk pertumbuhannya.

Menurut Kordi (2012) ada lima faktor yang mempengaruhi zonasi mangrove di

kawasan pesisir pantai tertentu yaitu:

1. Gelombang yang menentukan frekuensi tergenang,

2. Salinitas,

3. Substrat,

4. Pengaruh darat seperti air masuk dan rembesan air tawar,

5. Keterbukaan terhadap gelombang.

Secara umum habitat vegetasi mangrove biasanya membentuk

zonasi.Mulai dari zona yang dekat dengan laut sampai zona yang paling dekat

dengan darat. Menurut Welly dan Sanjaya (2010) berikut adalah pembagian

zonasi mangrove yang paling umum:

(20)

18

2. Central Mangrove (zona pertengahan antara laut dan darat), didominasi oleh

jenis Rhizophora spp., dan terkadang terdapat juga jenis Bruguiera spp.

3. The Rear Mangrove (back mangrove, landward mangrove, areal yang paling

dekat dengan daratan), zona ini biasanya tergenang oleh pasang yang tinggi

saja, dan didominasi oleh jenis Bruguiera spp., Lumnitzera spp., Xylocarpus

spp., Pandanus spp.

4. Brackish Stream Mangrove (aliran sungai dekat mangrove yang berair payau), pada zona ini sering dijumpai komunitas Nypa fruticans, terdapat

juga X. granatum, dan S. caseolaris.

Adaptasi Mangrove

Tumbuhan mangrove mempunyai daya adaptasi yang khas terhadap

lingkungan.Bengen (2001), menguraikan adaptasi tersebut dalam bentuk :

1. Adaptasi terhadap kadar oksigen rendah menyebabkan mangrove

memilikibentuk perakaran yang khas: a.) Bertipe cakar ayam yang

mempunyai pneumatofora (misalnya: Avecennia spp., Xylocarpus spp., dan

Sonneratia spp.) untuk mengambil oksigen dari udara b.) Bertipe

penyangga/tongkat yang mempunyai lentisel (misalnya: Rhyzophora spp). 2. Adaptasi terhadap kadar garam yang tinggi: a.) Memiliki sel-sel khusus

dalam daun yang berfungsi untuk menyimpan garam b.) Berdaun kuat dan

tebal yang banyak mengandung air untuk mengatur keseimbangan garam c).

Daunnya memiliki struktur stomata khusus untuk mengurangi penguapan.

3. Adaptasi terhadap tanah yang kurang stabil dan adanya pasang surut, dengan

(21)

19

jaringan horisontal yang lebar. Selain untuk memperkokoh pohon, akar

tersebut juga berfungsi untuk mengambil unsur hara dan menahan sedimen.

Taksonomi dan MorfologiRhizophoraapiculata

Bakau minyak (R. apiculata) mempunyai taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Famili : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora apiculata.

a b c

Gambar 2. Daun R. apiculata (a), Bunga R. apiculata (b), dan propagul

R. apiculata (c)

Tumbuh pada tanah berlumpur, halus, dalam dan tergenang pada saat

pasangnormal.Tidak menyukai substrat yang lebih keras yang bercampur

denganpasir. Tingkat dominasi dapat mencapai 90% dari vegetasi yang tumbuh

disuatu lokasi. Menyukai perairan pasang surut yang memiliki pengaruh

(22)

20 Pengambilan Benih dan Teknik Pembibitan

Dalam kegiatan penanaman mangrove, masing-masing jenis mangrove

memiliki karakter yang berbeda. Pohon bakau yang baik sebagai sumber benih

berasal dari tegakan yang beumur 10 tahun ke atas, untuk jenis R. apiculata ciri-ciri buah yang sudah tua bewarna hijau tua kecokelatan dengan kotiledon

memanjang bewarna merah. Untuk memperoleh benih mangrove yang baik,

pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan antara bulan September- Maret (Suryono, 2013).

Dalam penanaman mangrove, kegiatan pembibitan dapatdilakukan dan

dapat tidak dilakukan. Beberapa metode pembibitan menurut Khazali (1999) :

1. Pemilihan lokasi persemaian.

Lokasi persemaian diusahakan pada tanah lapang dan datar.Selain itu,

hindari lokasi persemaian di daerahketam/kepiting atau mudah dijangkau

kambing. Lokasipersemaian diusahakan sedekat mungkin dengan

lokasipenanaman dan sebaiknya terendam air pasang lebihkurang 20 kali/bulan

agar tidak dilakukan kegiatanpenyiraman bibit.

2. Pembangunan tempat dan bedeng persemaian.

Dari luas areal yang ditentukan untuk tempat persemaian, sekitar 70 %

dipergunakan untuk keperluan bedeng pembibitan, sisanya 30 % digunakan untuk

jalan inspeksi, saluran air, gubuk kerja dan bangunan ringan lainnya. Ukuran

tempat persemaian tergantung kepada kebutuhan jumlah buah yang akan

dibibitkan. Bahan tempat persemaian dapat menggunakan bambu. Atap/naungan

(23)

1-21

2meter. Bedeng persemaian dibuat dengan ukuran bervariasi sesuai kebutuhan,

tetapi umumnya berukuran 5 x 1 m.

3. Pembuatan bibit.

Dalam pembibitan, terlebih dahulu harus dipersiapkanmedia tanam yaitu

tanah lumpur dari sekitar persemaian.Untuk buah jenis bakau dan tengar, benih

dapat langsung di semaikan dan sekaligus disapih pada kantong plastik atau botol

air mineral bekas yang telah dilubangi bawah-nya dan diisi media tanam. Jenis

api-api dan prepat benih harus disemaikan terlebih dahulu. Buah api-api, benih

dapat ditebarkan langsung di bak persemaian atau kulit buah dibelah dua terlebih

dahulu sebelum disemaikan di bak persemaian. Untuk buah prepat, dari satu buah

dapat berisi lebih dari 150 benih. Namun seringkali ditemukan sebagian

benih-benih ini telah diserang hama. Untuk mendapatkan benih-benih prepat, buah yang sudah

tua direndam di dalam air selama 1 - 2 hari hingga benihnya benar-benar terpisah.

Benih-benih ini kemudian disemaikan di bak semai yang berisi tanah lumpur.

Apabila semaikedua jenis ini telah berumur kurang lebih 1 bulan atau ditandai

dengan keluarnya daun 5 - 6 helai, semai dipindahkan ke kantong plastik atau

botol air mineral bekas untuk disapih di bedeng persemaian. Penyiraman bibit

hanya dilakukan apabila air pasang tidak sampai membasahi bibit.

Peran Fungi Dalam Meningkatkan Pertumbuhan

Fungi di hutan mangrove berperan dalam proses penguraian zat di dalam

tanah untuk menetralisir kondisi yang terakumulasi logam menjadi tempat tumbuh

yang sesuai untuk berbagai jenis tanaman mangrove. Menurut Thaher (2013)

peranan fungi yang diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Fungi tanah

(24)

22

menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam

proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan

enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan

sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu

mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan

komponen penyusun dinding sel daun.

Berdasarkan penelitian Yunasfi dan Suryanto (2008) Pada serasah daun A. marina yangmengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas< 10 ppt

ditemukan 9 jenis fungi. Adapun jenis-jenisfungi tersebut adalah Aspergillus sp. 1, Penicilliumsp. 3 Aspergillus sp. 2, Fusarium sp. 1, Aspergillussp. 4,Aspergillus

sp. 3, Penicillium sp. 4,Curvularia lunata, Fusarium sp. 2. Sementara Pada

serasah daun A .marina yang telahmengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas> 30 ppt berhasil diisolasi 7 jenis fungi. Jenis-jenis fungi tersebut adalah

Aspergillus sp. 1, Aspergillussp. 2, Aspergillus sp. 4, Aspergillus sp. 3,Penicillium

sp. 6, Curvularia lunata, Fusarium sp. 2.

Damanik (2010) menemukan 15 jenis fungi yang terdapat pada serasah

A.marinayaitu Aspergillus flavus, A.terreus, A.niger, Aspergillus sp 1,Aspergillus

sp 2, Aspergillus sp 3, Arthrinium phaespermum, Basipetasora halophila, Curvularia sp., Mucor sp., Penicillium sp. 1, Penicillium sp.2, Penicillium sp.3,

Saccaromyces sp.

Jenis fungi yang diidentifikasi dari substrat lumpur menurut Sihite (2014)

berdasarkan penelitiannya adalah A. flavus, Penicillium spp., A. terreus, T. harzianum dan fungi yang paling memberikan respon pertumbuhan tinggi

(25)

23

pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi

tanaman yang berbeda, terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara

beberapa jenis fungi dalam menyediakan unsur hara bagi A.marina serta

perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.

Trichoderma spp, merupakan salah satu fungi yang dapat dijadikan agen

biokontrol karena bersifat antagonis bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat

patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat meliputi persaingan,

parasitisme, predasi, dan pembentukan toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan

bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma spp.dan

digunakan untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.

Beberapa penyakit tanaman sudah dapat dikendalikan dengan menggunakan fungi

Trichoderma spp. Trichoderma spp, menghasilkan enzim kitinase yang dapat

membunuh patogen sehingga fungi ini sangat cocok digunakan dalam mengelola

lahan bekas pertambangan untuk kembali melestarikannya

(Tjandrawati dkk., 2003).

Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat memberikan berbagai

manfaat bagi pertumbuhan tanaman,Menurut Firman dan Aryantha (2003) dari

hasil penelitian yang dilakukannya diketahui bahwa fungi Penicilium spp., dan

Aspergillus spp. memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan

aktivitas yang cukup tinggi, semakin banyak karbohidrat yang dihasilkan dan

tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin

meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka

pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang

(26)

24

Trichoderma spp., berfungsi memecah bahan-bahan organik seperti N

yang terdapat dalam senyawa kompleks dengan demikian, Nitrogen ini akan

dimanfaatkan tanaman dalam merangsang pertumbuhan di atas tanah terutama

tinggi tanaman dan memberikan warna hijau pada daun .Trichoderma spp., dapat

menguraikan pospat dari Al, Fe, dan Mn (Marianah, 2013).

Latifah dkk (2011) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan bahwa

T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya serap mineral aktif dan nutrisi lainnya dalam tanah, selain itu T. harzianummampu

menurunkan intensitas penyakit layu fusarium pada tanaman bawang sebesar

43.85 %.

Spesies Trichoderma disamping sebagai pengurai, dapat pula berfungsi

sebagai agen hayati dan stimulator pertumbuhan tanaman. Beberapa spesies

Trichoderma telah dilaporkan sebagai agensia hayati seperti T. harzianum, T. viridae, dan T. konigii yang berspektrum luas pada berbagai tanaman

pertanian. Fungi Trichoderma diberikan ke areal pertanaman dan berlaku sebagai

biodekomposer, mendekomposisi limbah organik (daun dan ranting tua) menjadi

kompos yang bermutu. Serta dapat berlaku sebagai biofungisida,yang berperan

mengendalikan pathogen penyebab penyakit tanaman . Trichoderma dapat

menghambat pertumbuhan beberapa fungi penyebab penyakit pada tanaman

antara lain Rigidiforus lignosus, Fusarium oxysporum, Rizoctonia solani, Sclerotium rolfsi.Disamping kemampuan sebagai pengendali hayati, T.

(27)

25

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nelayan Indah, Kecamatan Medan

Labuhan, Medan, Sumatera Utara. Untuk peremajaan fungi dilakukan di

Laboratorium Bioteknologi Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera

Utara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 sampai dengan

Januari 2015.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Desa Nelayan Indah terletak di Kecamatan Medan Labuhan dengan luas

wilayahnya 40.68 km2. Kecamatan Medan Labuhan terletak di wilayah Utara kota

Medan dengan batas-batas daerah sebagai berikut:

1. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Marelan,

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang,

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Medan Deli,

4. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Medan Belawan.

Secara topografi, Desa Nelayan Indah Kecamatan Medan Labuhan berada pada

dataran rendah.Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan suhu rata-rata harian 30

0

C.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cawan petri, tabung

reaksi, gelas ukur, spatula, labu erlenmeyer, rak kultur, timbangan analitik,

kamera, oven, spidol permanen, autoklaf, label kertas, aluminum foil, plastik

clingwrap, lampu bunsen, gunting, kapas,polybag, sarung tangan, sprayer,

(28)

26

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah propagul R. apiculata,

aquades, kentang, gula, agar, spiritus, alkohol 70%, antibiotik (Calmicitin

chlorampenicol), isolat fungi yang diperoleh dari penelitian sebelumnya

A. flavus, A. terreus, T. harzianum.

Prosedur Penelitian Pembuatan PDA

Media Potato Dextrose Agar (PDA) dibuat dengan menggunakan bahan kentang 200 gr yang diiris tipis.Kentang direbus dengan aquades 2 L, selama

15-20 menit, kemudian disaring untuk mendapatkan filtrat kentang.Agar-agar 15-20 gr

dan gula 20 gr dimasukkan ke dalam filtrat hasil rebusan kentang, selanjutnya

dimasak sampai mendidih dan diaduk sampai tidak terdapat endapan.Setelah

suhunya normal dimasukkan antibiotik.Media PDA dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, kemudian disterilkan menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC dan

tekanan 15 psi selama 15 menit dan disimpan di rak kultur untuk menghindari

pertumbuhan mikroorganisme lain. Sampai media tersebut akan digunakan dalam

proses peremajaan fungi, biasanya cukup 3 hari.

Peremajaan fungi

Media PDA dipanaskan hingga mencair, cawan petri yang telah steril

disiapkan. Media PDA dimasukkan ke dalam cawan petri sampai seluruh cawan

terisi. Fungi yang telah diisolasi sebelumnya diambil sedikit yaitu 1 cm x 1 cm

sebagai inang dan dimasukkan kedalam cawan petri. Cawan petri yang berisi

fungi kemudian disimpan dan ditunggu sampai fungi tersebut tumbuh dan

(29)

27

berkembang adalah 3 hari dan pertumbuhan maksimal akan terlihat setelah 1

minggu.

Penyiapan media tanam dan penanaman

Media yang digunakan adalah lumpur yang diambil dari kedalaman 0

cm-20 cm dan dimasukkan ke dalam wadah tanampolybag yang berukuran 15 cm. Untuk jenis R. apiculata ciri-ciri buah yang sudah matang bewarna hijau tua

kecokelatan dengan kotiledon memanjang bewarna merah. Untuk memperoleh

benih mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan

antara bulan September- Maret (Suryono, 2013). Propagul R. apiculatakemudian ditanam ke media tanam yang sudah diisi lumpur.

Aplikasi Fungi

Setelah propagul tersebut tumbuh dan memiliki dua buah daun,

diaplikasikan fungi yang didapat dari hasil peremajaan fungi.Jenis-jenis fungi

yang telah disiapkan untuk penelitian diaplikasikan dengan cara membuat

suspensi fungi. Fungiyang tumbuh di media PDA diambil 1 cm x 1 cm,

selanjutnya fungi ini dimasukkan ke dalam air steril 10 ml pada tabung reaksi.

Fungi yang ada dalam tabung reaksi ini selanjutnya dikocok, sampai fungi

terlepas dari agar. Tiap jenis fungi dibuat 5 kali ulangan sesuai dengan perlakuan

yang akan dilaksanakan. Suspensi fungi ini selanjutnya dimasukkan ke dalam

polibag.Proses pembuatan suspensi dapat dilihat pada Gambar 2.Untuk kegiatan

(30)

28

Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit

R. apiculata

Parameter yang diamati

1. Tinggi semai (cm)

Pengukuran tinggi semai dilakukan sekali dua minggu selama tiga

bulan.Alat ukur yang digunakan adalah penggaris dengan ketelitian 1

cm.Pengukuran tinggi dimulai dari batang dimana daun pertama muncul,

demikian dengan pengukuran selanjutnya sehingga data yang diperoleh lebih

akurat.

2. Diameter semai (cm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan kalifer. Untuk mendapatkan

pengukuran yang lebih akurat diameter batang diukur dari batang dimana daun

pertama muncul.

3. Luas daun (cm2)

suspensi fungi dituang ke polybag potongan fungi

1 cm x 1 cm

Fungi A. flavus

dalam cawan Petri

Potongan fungi dimasukkan ke dalam tabung rekasi yang

(31)

29

Pada saat pengamatan dihitung semua jumlah daun dari bibit.Perhitungan luas

daun dilaksanakan pada pengamatan terakhir. Daun difoto di atas kertas putih, lalu

di save ke komputer, selanjutnya dihitung dengan menggunakan software image J.

4. Bobot kering total (g)

Dianalisis setelah data terakhir diambil. Daun dan akar dari setiap perlakuan

dan kontrol masing-masing dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 700C sampai

berat konstan. Kemudian daun dan akar tersebut ditimbang dengan menggunakan

timbangan analitik dengan ketelitian 0.10 mg.

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rancangan acak lengkap (RAL), karena kondisi lingkungan yang homogen

(persemaian) dan faktor perlakuannya hanya satu yaitu pengaruh aplikasi fungi.

Terdapat tiga jenis fungi yang diaplikasikan dengan lima kali ulangan.

���= �+��+���

Keterangan:

���=responspertumbuhan tanaman terhadap perlakuan ke-i ulangan ke-j

� =rataan umum

�� =taraf perlakuan

��� =pengaruh galat perlakuan ke-i ulangan ke-j

i = Kontrol, A. flavus, A. terreus, dan T. harzianum

j = 1, 2, 3, 4, 5

Uji lanjutan menggunakan Uji Lanjutan Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf

(32)

30

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil pengamatan tinggi, diameter batang, bobot kering total, dan luas

permukaan daun yang dilakukan sebanyak enam kali setelah aplikasi fungi,

memberikan perbedaan pada setiap perlakuan.Untuk hasil pengukuran tinggi,

diameter batang, bobot kering total, dan luas permukaan daun pada pengamatan

terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.Kondisi semai R. apiculata setelah pengamatan

terakhir (umur 3 bulan) dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 1.Hasil Pengamatan Bibit R. apiculata Pada Pengamatan Keenam Setelah Aplikasi Fungi

Parameter Pengamatan Perlakuan Satuan

Kontrol A. flavus A.terreus T. harzianum

Tinggi rata-rata 7.36 10.12 14.18* 17.00 * Cm

Diameter rata-rata 0.54 0.67* 0.61 0.69 * Cm

Luas permukaan daun 653.31 551.67 626.83 743.36 cm2

Bobot kering total 27.37 27.70 27.20 29.64 g

(33)

31

Gambar 4. Kondisi semai R. apiculata setelah pengamatan terakhir (umur 3 bulan) dengan perlakuan kontrol (A), A. flavus (B), T. harzianum (C),

A. terreus (D)

a. Tinggi Tanaman

Hasil pengamatan tinggi bibit R. apiculata selama enam kali pengukuran (tiga bulan), menunjukkan nilai yang berbeda-beda setiap perlakuan, data

pengukuran tinggi bibit R. apiculata dapat dilihat pada Lampiran 2. Pertambahan tinggi semai R. apiculata pada semua pemberian fungi lebih besar dibandingkan

tanpa pemberian fungi (kontrol). Pertambahan tinggi yang paling besar dengan

tinggi rata-rata 17.00 cm adalah perlakuan T. harzianum, sementara yang terendah adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan tinggi rata-rata 7.36 cm.

Pertambahan tinggi masing-masing perlakuan setiap 2 minggu dapat dilihat pada

Gambar 5.

Gambar 5. Pertambahan tinggi semai R. apiculata

b. Diameter batang

Pertambahan diameter batang pada bibit R. apiculata selama pengamatan

(34)

32

adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan diameter rata-rata

sebesar 0.54 cm, sementara pertambahan diameter batang paling tinggi terjadi

pada perlakuan pemberian fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata batang

adalah 0.69 cm. Gambar 6 di bawah ini menunjukkan pertambahan diameter

batang setiap 2 minggu.

Gambar 6.Pertambahan diameter batang R. apiculata

c. Luas Permukaan Daun

Luas permukaan daun bibit R. apiculatadiukur pada pengukuran terakhir, hasil pengukuran luas permukaan daun setiap perlakuan dapat dilihat pada

Lampiran 4.Luas permukaan daun yang paling besar terdapat pada perlakuan

pemberian fungi T. harzianum dengan luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2,

sementara luas permukaan daun terendah terdapat pada perlakuan pemberian

fungi A. flavus dengan luas 551.67 cm2.Gambar 7 menunjukkan grafik perbedaan luas permukaan daun pada setiap perlakuan.

0

Pengukuran minggu ke- Diameter

(35)

33

Gambar 7.Luas permukaan daun

d. Bobot Kering Total

Bobot kering total bibit R. apiculata diperoleh dariproses pengovenan, hasil perhitungan bobot kering total dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan

perhitungan, bobot kering total tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fungi

T. harzianum dengan bobot 29.64 g, sementara yang paling rendah pada perlakuan pemberian fungi A. terreus dengan bobot 27.20 g, dalam hal ini perlakuan

pemberian fungi tidak memberi pengaruh nyata terhada bobot kering total semai

R. apiculata.Gambar 8 menunjukkan grafik perbedaan bobot kering total pada setiap perlakuan.

Gambar 8.Bobot kering total

0

kontrol A. flavus A. terreus T. harzianum

25,5

(36)

34 Pembahasan

Hasil pengamatan tinggi semai R. apiculata memberikan nilai tinggi tanaman yang berbeda-beda pada setiap perlakuan.Pertambahan tinggi semai

R. apiculata pada semua pemberian fungi lebih besar dibandingkan tanpa pemberian fungi (kontrol).Pertambahan tinggi yang paling besar dengan tinggi

rata-rata 17.00 cm adalah perlakuan T. harzianum, sementara yang terendah

adalah perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan tinggi rata-rata 7.36 cm.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada taraf 5 % yang dilakukan,

pemberian fungi pada semai R. apiculatamemberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi semai. Setiap perlakuan pemberian fungi menghasilkan tinggi

semai yang berbeda - beda hal ini sesuai dengan pernyataan Sihite (2014),

pemberian fungi yang berbeda pada tanaman A.marina memberikan reaksi pertumbuhan dan pertambahan tinggi tanaman yang berbeda, terjadi karena

adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam menyediakan

unsur hara bagi A.marina serta perbedaan enzim yang dikeluarkan oleh fungi untuk mendekomposisikan lumpur.Penelitian Mezuan dkk (2002) menunjukkan

bahwa kombinasi fungi Aspergillus spp, yang dijadikan sebagai pupuk hayati dapat membantu penambatan Nitrogen dan pelarut fosfat yang memiliki

kemampuan dalam menghasilkan urea untuk budidaya padi.

Aplikasi fungi T. harzianum memberikan hasil pertambahan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian jenis fungi lainnya,hal

ini diduga karena fungi T. harzianummemiliki kemampuan mendekomposisi serasah lebih baik dan memiliki keunggulan selain mampu mendekomposisi

(37)

35

salah satu fungi yang dapat dijadikan agen biokontrol karena bersifat antagonis

bagi fungi lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang

dimaksud dapat meliputi persaingan, parasitisme, predasi, dan pembentukan

toksin seperti antibiotik.Untuk keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat

diisolasi dari Trichoderma spp.dan digunakan untuk menangani masalah

kerusakan tanaman akibat patogen.Beberapa penyakit tanaman sudah dapat

dikendalikan dengan menggunakan fungi Trichoderma spp. Trichoderma spp,

menghasilkan enzim kitinase yang dapat membunuh pathogen.

Diameter Batang

Hasil pengamatan pertambahan diameter batang semai R. apiculata

menunjukkan bahwa pemberian fungi memberikan pengaruh terhadap

pertambahan diameter batang.Pertambahan diameter batang paling rendah adalah

perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) dengan diameter rata-rata 0.54 cm,

sementara pertambahan diameter batang paling tinggi terjadi pada perlakuan

pemberian fungi T. harzianum dengan diameter rata-rata batang adalah 0.69 cm.

Pertambahan diameter R. apiculata dengan perlakuan pemberian fungi menghasilkan diameter yang lebih besar dibandingkan dengan kontrol, hal ini

terjadi karena fungi mampu mendekomposisi bahan organik menjadi unsur yang

tersedia bagi tanaman, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan

tanaman.Penggunaan mikroba fungi penyubur tanah dapat memberikan berbagai

manfaat bagi pertumbuhan tanaman,menurut Firman dan Aryantha (2003) dari

hasil penelitian yang dilakukannya diketahui bahwa fungi Penicilium spp., dan

Aspergillus spp., memiliki potensi sebagai penghasil glukosa oksidase dengan

(38)

36

tersedia di dalam tanah maka laju pertumbuhan sel-sel baru akan semakin

meningkat dan dengan semakin banyak sel-sel baru yang terbentuk maka

pertumbuhan tanaman terutama pertumbuhan dan pertambahan diameter batang

akan meningkat.

Pemanfaatan fungi sebagai aktivator dalam proses dekomposisi serasah

menjadi bahan organik yang tersedia bagi tanaman, mempengaruhi laju

pertumbuhan tanaman. Thaher (2013) mengemukakan bahwa peranan fungi yang

diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Fungi tanah seperti

Aspergillusspp., Trichodermaspp. dan Penicilliumspp., berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya fungi banyak berperan dalam

proses dekomposisi serasah karena memiliki kemampuan untuk menghasilkan

enzim selulosa yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan

sangat besar dalam proses dekomposisi serasah.

Pertambahan diameter batang semai R. apiculata lebih tinggi pada

perlakuan pemberian fungi, disebabkan karena fungi dapat membantu melarutkan

unsur P, menjadi unsur P yang tersedia dan dapat diserap akar tanaman untuk

merespon pertumbuhan semai R. apiculata hal ini sesuai berdasarkan penelitian Sihite (2014) bahwa fungi A. terreus dan T. harzianum memiliki kemampuan tinggi dalam melarutkan unsur P, sehingga tanaman dapat menyerap ion fosfat

dalam bentuk H2PO4. Unsur fosfor diperlukan tanaman dalam proses metabolisme

untuk merangsang pertumbuhan tanaman, perkembangan akar, pertumbuhan

buah, pembelahan sel, memperkuat batang dan meningkatkan ketahanan terhadap

(39)

37 Luas Permukaan Daun

Luas permukaan daun yang paling besar terdapat pada perlakuan

pemberian fungi T. harzianum dengan luas permukaan daun sebesar 743.36 cm2,

sementara luas permukaan daun terendah terdapat pada perlakuan pemberian

fungi A. flavus dengan luas 551.67 cm2.Luas permukaan daun pada perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) adalah 653.31 cm2, hasil ini menunjukkan bahwa

pemanfaatan fungi tidak memberi pengaruh terhadap luas permukaan daun pada

semai R. apiculata. Bibit R. apiculata pada perlakuan kontrol memiliki luas

permukaan daun paling besar dibandingkan dengan perlakuan fungi A. flavus, hal ini terjadi karena pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh 2 hal yaitu faktor

eksternal (lingkungan) dan yang kedua adalah faktor internal yang berasal dari

tanaman itu sendiri (genetik), sebab setiap tanaman memiliki faktor genetik yang

tidak seragam, sehingga respon pertumbuhannya juga berbeda-beda.

Peningkatan pertumbuhan semai R. apiculata pada perlakuan fungi

T. harzianum lebih baik karena dalam mendekomposisi bahan organik kemampuan fungi T. harzianum berbeda dengan fungi lainnya, Latifah dkk

(2011) menyatakan bahwa T. harzianum mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan daya serap mineral aktif dan nutrisi lainnya dalam tanah,

selain itu T. harzianummampu menurunkan intensitas penyakit layu fusarium

pada tanaman bawang sebesar 43.85 %.

Luas permukaan daun pada fungi T. harzianummemiliki luas yang paling

besar, hal ini terjadi karena fungi tersebut mampu mengubah bahan organik

menjadi unsur hara tersedia bagi tanaman yang dapat menutrisi pertumbuhan

(40)

38

memecah bahan-bahan organik seperti N yang terdapat dalam senyawa kompleks

dengan demikian, Nitrogen ini akan dimanfaatkan tanaman dalam merangsang

pertumbuhan di atas tanah terutama tinggi tanaman dan memberikan warna hijau

pada daun . Trichoderma spp., dapat menguraikan pospat dari Al, Fe, dan Mn.

Trichoderma spp., dapat mendekomposisi dengan baik bahan organik

dengan mengubah unsur tersebut menjadi dalam bentuk larut sehingga bisa

diserap oleh tanaman. Miselium Trichoderma spp., mampu mempertahankan

bagian tanah sehingga menjadi struktur remah, dengan demikian akar tanaman

lebih mudah berkembang dan menyerap kandungan hara tanah.Trichoderma spp.,

efektif mengendalikan penyakit layu fusarium pada tanaman krisan sebesar

56.40 % (Hartal dkk, 2010).

Bobot Kering Total

Berdasarkan hasil pengamatan bobot kering total pada semai R. apiculata

menunjukkan bahwa aplikasi fungi tidak memberi pengaruh terhadap bobot kering

total semai tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa bobot kering total

tertinggi terdapat pada perlakuan pemberian fungi T. harzianum dengan bobot

29.64 g, sementara yang paling rendah pada perlakuan pemberian fungi A. terreus dengan bobot 27.20 g. Perlakuan tanpa pemberian fungi (kontrol) memiliki bobot kering total sebesar 27.37 g.

Hasil pengamatan semai R. apiculata selama 3 bulan yang diberi perlakuan aplikasi fungi memberikan pertumbuhan yang baik bagi semai tersebut,

terutama pada pertambahan tinggi dan diameter batang, akan tetapi tidak memberi

pengaruh terhadap luas permukaan daun dan bobot kering total. Secara

(41)

39

apiculatayang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan

tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan semai R. apiculata pada perlakuan yang lain. Kelebihan fungi T. harzianum mampu menghasilkan enzim kitinase

yang lebih efektif, yang dapat menghambat pertumbuhan fungi pathogen.

Perbandingan Kemampuan Fungi

Fungi A. flavus, A. terreus, T. harzianum dalam meningkatkan

pertumbuhan semai R. apiculatamemiliki kemampuan yang berbeda-beda. Tabel 2 menunjukkan bahwa fungi yang memiliki persentase paling tinggi dalam

merespon pertumbuhan semai R. apiculatasebesar 100% adalah T. harzianum, sementara fungi A. flavus dan A. terreus memiliki persentase sebesar 50%.

Tabel 2. Perbandingan Kemampuan Fungi Dalam Merespon Pertumbuhan Semai

R. apiculata

Fungi Parameter Total Persentase

Tinggi Diameter Luas Daun BKT

A. flavus 1 2 1 2 6 50%

A. terreus 2 1 2 1 6 50%

T. harzianum 3 3 3 3 12 100%

Keterangan: 1 = Pertumbuhan Semai Paling Rendah 2 = Pertumbuhan Semai Sedang 3 = Pertumbuhan Semai Paling Tinggi

Menurut Sihite (2014) pemberian fungi yang berbeda pada tanaman

A.marina memberikan reaksi pertumbuhan tanaman yang berbeda.Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kemampuan antara beberapa jenis fungi dalam

(42)

40

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbandingan kemampuan fungi A. flavus, A. terreus, T. harzianum dalam

meningkatkan pertumbuhan semai R. apiculata adalah 50% : 50% : 100%.

2. Semai R. apiculata yang diberi perlakuan fungi T. harzianum memiliki pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan dengan semai R.

apiculata pada perlakuan yang lain.

Saran

(43)

41

DAFTAR PUSTAKA

Basyuni, M. 2002. Panduan Restorasi Hutan Mangrove Yang Rusak (Degraded). Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Medan.

Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001.

Damanik, A. F. 2010 Jenis-Jenis Fungi yang Berasosiasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi

Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada Berbagai Tingkat Salinitas di Desa Sicanang Belawan. Skripsi. Medan. Universitas Sumatera Utara.

Firman, A. P. dan I. P. Aryantha. 2003. Eksplorasi dan Isolasi Enzim Glukosa Oksidase dari Fungi Inperfekti (Genus Penicillium dan Aspergillus). KPP Ilmu Hayati LPPM ITB.

Giri. E, Ochieng. L, Tieszen. Z, Zhu. A, Singh. T, Loveland. J, Masek. N, Duke. 2011. Status and distribution of mangrove forest of the world using earth observation satellite data. Global Ecology and Biogeography 20 : 154-159.

Hartal, Misnawaty, dan I. Budi. 2010. Efektifitas Trichoderma spp., dan

Gliocladium spp., dalam pengendalian layu fusarium pada tanaman krisan. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 12 (1) : 7-12.

Herlina. L. 2010. Penggunaan Kompos Aktif Trichoderma harzianum Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Kartasapoetra, A.G dan M, M. Sutedjo, 2005. Pengantar Ilmu Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.

Khazali, M. 1999. Panduan Teknis : Penanaman Mangrove Bersama Masyarakat.

Wetlands International Indonesia Programme. Bogor.

Kordi, M. 2012. Ekosistem Mangrove : Potensi, Fungsi, dan Pengelolaan. Rineka Cipta. Jakarta.

Latifah, A, Kustantinah, L. Soesanto. 2011. Pemanfaatan beberapa isolat

Trichoderma harzianum sebagai agensia pengendali hayati penyakit layu fusarium pada bawang merah in plata. Eugenia. 17 : 86-95.

(44)

42

Marianah, L. 2013. Karya Tulis Ilmiah : Analisa Pemberian Trichoderma spp., Terhadap Pertumbuhan Kedelai. Balai Pelatihan Pertanian Jambi. Jambi.

Mezuan, I. P. Handayani, dan E. Inoriah. 2002. Penerapan formulasi pupuk hayati untuk budidaya padi gogo (studi rumah kaca). Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia.4 : 27-34.

Noor, Y. R, M. Khazali, dan I. N.N Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International Indonesia Programme.

Bogor.

Novianty, R. S, Sastrawibawa dan D. J. Prihadi.2011. Identifikasi Kerusakan Dan Upaya Rehabilitasi Ekosistem Mangrove Di Pantai Utara Kabupaten Subang.Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran Kampus Jatinangor. Bandung.

Saenger, P. E, J. Hegerl, dan J. D.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers .

Sihite, E. D. 2014. Jenis- Jenis Fungi Dan Pengaruh Aplikasinya Terhadap Pertumbuhan Semai Avicennia marina. Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suryono, A. 2013. Sukses Usaha Pembibitan Mangrove Sang Penyelamat Pulau. Penerbit Pustaka Baru Bantul. Yogyakarta.

Tomlinson, P. B. 1986. The Botani of Mangroves.Cambridge University Press. Cambridge.

Tjandrawati, T. 2003. Isolasi dan karateristik sebagai kitinase Trichoderma viride, TNJ 63.Jurnal Natural Indonesia. 2:43-56.

Waryono, T. 2002. Restorasi Ekologi Hutan Mangrove (Studi Kasus DKI Jakarta). Seminar Nasional Mangrove “Konservasi dan Rehabilitasi Mangrove Sebagai Pemulihan Ekosistem Hutan Mangrove DKI Jakarta”. Jakarta.

Welly, M dan W, Sanjaya. 2010. Identifikasi Flora dan Fauna Mangrove Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Nusa Penida.

Wightman, G. M. 1989. Mangroves of The Northern Terrytory. Northern Terrytory Botanical Bulletin NO. 7. Conservation Commission of The Northern Terrytory. Palmerston, N. T. Australia.

(45)
(46)

44

Lampiran 1. Kegiatan Penelitian

(47)

45

Kegiatan Aplikasi Fungi Pada Semai R. apiculata

(48)

46

(49)

47

Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) tinggi bibit R. apiculata

Perlakuan Ulangan Rata-rata

1 2 3 4 5

Kontrol 9.20 4.70 6.20 2.30 5.00 5.48 a

A. flavus 6.30 6.60 7.10 9.20 9.00 7.64 ab

A. terreus 11.00 10.80 13.60 7.40 11.50 10.86 c

T. harzianum 13.20 12.40 10.00 7.90 15.00 11.70 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.

Lampiran 3. Data Pengukuran Diameter Batang Bibit R. apiculata (cm)

(50)

48

Analisis Variasi

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 0.04 3 0.014 6.42 3.24

Galad 0.03 16 0.002

Total 0.07 19

Uji Lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) diameter bibit R. apiculata

Perlakuan Ulangan Rata-rata

1 2 3 4 5

Kontrol 0.21 0.20 0.15 0.16 0.15 0.17 a

A. terreus 0.26 0.23 0.16 0.13 0.25 0.21 ab

A. flavus 0.29 0.29 0.27 0.25 0.20 0.26 bc

T. harzianum 0.34 0.29 0.20 0.34 0.31 0.29 c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf 5 %.

(51)

49

Perlakuan Ulangan ∑

1 2 3 4 5

Kontrol 185.75 141.88 124.51 99.51 101.65 653.31

A. flavus 97.19 106.29 147.72 68.78 141.70 551.67

A. terreus 106.17 137.28 128.92 121.56 132.90 626.83

T. harzianum 149.43 187.39 187.63 83.29 135.61 743.36

Analisis Variasi

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 3402.26 3 1134.08 1.04 3.24

Galad 17347.67 16 1084.23

Total 20749.94 19

(52)

50

Perlakuan Ulangan ∑

1 2 3 4 5

Kontrol 7.13 5.10 7.36 4.05 3.73 27.37

A. flavus 5.64 6.27 5.07 6.30 4.42 27.70

A. terreus 3.38 4.72 6.25 7.20 5.65 27.20

T. harzianum 5.35 6.41 5.77 5.65 6.46 29.64

Analisis Variasi

Sumber Keragaman

Jumlah Kuadrat

Derajat

Bebas K Tengah F. Hitung F. Tabel

Perlakuan 0.76 3 0.25 0.17 3.24

Galad 23.61 16 1.47

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Daun  R. apiculata (a), Bunga R. apiculata (b), dan propagul  R. apiculata (c)
Gambar 3. Proses pembuatan suspensi fungi yang akan diaplikasikan ke bibit
Tabel 1.Hasil Pengamatan Bibit R. apiculata Pada Pengamatan Keenam Setelah                         Aplikasi Fungi
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa dengan adanya sistem private cloud storage dengan menggunakan Pydio 8.0 Community di

Intervensi keperawatan yang direncanakan pada Tn.AP adalah untuk merubah stimulus kearah prilaku adaptif mobilitas fisik adekuat dengan mengarahkan pada

Dari kedua uji statistic di atas dapat disimpulkan bahwa tidak ada Hubungan Antara Usia Ibu Bersalin dengan Persalinan Kala II Lama Pada Primigravida di RSUD Sleman Tahun 2007

Salah satu cara untuk membungkus hadiah yang telah disiapkan tentu saja, membuat sendiri GiftBox dengan ukuran yang diinginkan, dan tentu saja yang dengan bungkus yang bisa

Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah sebagaimana dimaksud

The Rainforest Alliance works to conserve biodiversity and ensure sustainable livelihoods by transforming land-use practices, business practices and consumer behavior. The

Hal ini berarti semakin baik price consciousness tidak mempengaruhi purchase intention Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kristanto

Dari hasil penelitian dan wawancara terhadap responden didapatkan informasi bahwa jumlah ganti rugi yang diterima oleh petani termasuk dalam kategori rendah, hal