• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Termitisida Hewani dan Termitisida Kimiawi Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Di Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Termitisida Hewani dan Termitisida Kimiawi Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignathus Holmgren) Di Laboratorium"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS TERMITISIDA HEWANI DAN

TERMITISIDA KIMIAWI TERHADAP MORTALITAS RAYAP

(Coptotermes curvignathus Holmgren) DI LABORATORIUM

BALAI PENELITIAN SUNGAI PUTIH

SKRIPSI

ANDRIANSON BANGUN 060302018

HPT

DEPERTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

UJI EFEKTIVITAS TERMITISIDA HEWANI DAN

TERMITISIDA KIMIAWI TERHADAP MORTALITAS RAYAP

(Coptotermes curvignathus Holmgren) DI LABORATORIUM

BALAI PENELITIAN SUNGAI PUTIH

SKRIPSI

ANDRIANSON BANGUN 060302018

HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mendapatkan Gelar Sarjana di Departemen Hama Dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

Universitas Sumater Utara, Medan.

Disetujui oleh: Komisi pembimbing

(Ir. Mena Uly Tarigan, MS) (Ir.Syahrial Oemry,MS)

Ketua Anggota

DEPERTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

ABSTRACT

(4)

ABSTRAK

(5)

RIWAYAT HIDUP

Andrianson Bangun lahir pada tanggal 27 September 1988 di P. Siantar. Anak ketiga dari tiga bersaudara dari Ayahanda M.Bangun dan Ibunda L.br Sitorus.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut: - Lulus dari Sekolah Dasar RK NO.3 P.Siantar Pada Tahun 2000. - Lulus dari SLTP. Negeri 7 P.Siantar Pada Tahun 2003.

- Lulus dari SMA Negeri 1 P,Siantar Pada Tahun 2006.

- Pada tahun 2006 diterima di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu:

- Anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) tahun 2006-2011.

- Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan Tanamana pada tahun 2008-2011. - Asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi pada tahun 2011.

- Penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN 3, Kebun Bangun, P.Siantar pada tahun 2010.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas anugerah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Judul dari skripsi saya adalah “Uji Efektifitas Termitisida Kimiawi Dan Termitisida Hewani Terhadap Mortalitas Rayap di Laboratorium Balai Penelitian Sungai Putih” yang bertujuan sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Ir. Mena Uly Tarigan, MS selaku Ketua, Ir. Syahrial Oemry,MS, selaku Anggota yang telah memberi saran dan kritik dalam menyelesaikan skripsi ini

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2011

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT... i

ABSTRAK... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN BiologiCoptotermes curvignathus Holmgren ... 6

Siklus Hidup Rayap ... 7

Metodologi Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Persiapan Rayap... 17

Persiapan Insektisida Nabati... 17

Aplikasi ... 18

Peubah ... 18

Persentase Mortalitas (%) ... 18

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

MortalitasRayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakua... 23 Pembahasan ... …… 23 KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN

(9)

DAFTAR TABEL

No . Judul Halaman

(10)

DAFTAR GAMBAR

No . Judul Halaman

1. Siklus Hidup Rayap... 4

2. Rayap………. 5

3. Rayap Kasta Prajurit……….. 7

4. Sarang Rayap……… 12

5. Serbuk Chitosan... 14

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No . Judul Halaman

1. Bagan Penelitian………... 28 2. Data Mortalitas Rayap (Coptotermescurvignagthus) UntukSetiap

Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa………..………….. 29 3. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap

Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa... 31 4. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap

(12)

ABSTRACT

(13)

ABSTRAK

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Rayap merupakan salah satu jenis serangga dalam ordo Isoptera yang tercatat ada sekitar 200 jenis dan baru 179 jenis yang sudah teridentifikasi di Indonesia. Beberapa jenis rayap di Indonesia yang secara ekonomi sangat merugikan karena menjadi hama adalah tiga jenis rayap tanah/subteran (Coptotermes curvignathus Holmgren, Macrotermes gilvus Hagen, serta Schedorhinotermes javanicus Kemner) dan satu jenis rayap kayu kering

(Cryptotermes Cynocephalus Light). Tiap tahun kerugian akibat serangan rayap di Indonesia ter Indonesiacatat sekitar Rp 224 miliar-Rp 238 miliar (Tarumingkeng,2001).

Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering (Natawiria, 1986).

Berdasarkan pendekatan pengendalian rayap pada bangunan dan kebanyakan jenis termitisida yang beredar di pasaran saat ini sangat tidak sesuai

(15)

1992. Penerapan konsep PHT tidak saja didasarkan pada aspek ekonomi tetapi juga aspek ekologi. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah pengendalian hayati (Mauldin & Beal1989).

Beberapa penelitian berusaha mencari bahan yang efektif mengendalikan serangan rayap sebagai pengganti bahan kimia. Selama ini yang digunakan yaitu chitosan, yang memiliki bentuk yang spesifik, mengandung gugus amin dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif yang berlawanan dengan polisakarida lainnya (Prasetiyo dan Yusuf,2005).

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efektivitas termitisida hewani dan termitisida kimiawi terhadap mortalitas rayap (Coptotermes curvinagthus) (Isoptera : Rhinotermitide) di Laboratorium.

Hipotesa Penelitian

Termitisida kimiawi diduga lebih efektif dibandingkan dengan temitisida hewani terhadap mortalitas rayap dalam pengendaliannya.

Kegunaan Penelitian

1. Skripsi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Coptotermes curvignathus Holmgren

Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut Nandika, dkk (2003) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Isoptera

Famili : Rhinotermitidae Genus : Coptotermes

Spesies : Coptotermes curvinagthus Holmgren

Rayap termasuk binatang Arthropoda, kelas insecta yang berasal dari ordo isoptera yang dalam perkembangan hidupnya mengalami metamorphosa gradual atau bertahap. Kelompok binatang ini pertumbuhannya melalui tiga tahap yaitu telur, nimfa dan tahap dewasa. Setelah menetas dari telur nimfa akan menjadi dewasa dengan melalui beberapa instar, yaitu bentuk diantara dua masa perubahan. Bentuk ini sangat gradual, sehingga baik dari bentuk badan pada umumnya, cara hidup maupun makanan pokok antara nimfa dan dewasa adalah serupa. Pada nimfa yang bertunas sayapnya akan tumbuh lengkap pada instar terakhir, saat binatang itu mencapai kedewasaan (Hasan, 1986).

(17)

Rayap adalah kelompok serangga yang memiliki kemampuan mencerna selulosa, yaitu produk alami yang banyak terdapat di alam misalnya pada kayu, daun, batang, kertas, dan karton. Sudah sejak lama rayap diidentikkan dengan terjadinya kerusakan pada bangunan, komponen kayu dalam rumah, buku, arsip, dokumen serta beberapa jenis tanaman pertanian atau perkebunan seperti karet dan kelapa sawit yang tidak luput dari serangannya (Anonimus, 2009).

Sebagai serangga sosial, rayap terdiri atas beberapa kasta, yakni kasta reproduktif, pekerja dan tentara yang masing-masing mempunyai tugas tertentu dan perbedaan bentuk kasta tersebut baru jelas terlihat pada stadia dewasa. Pada awal pembentukan koloni, kasta reproduktif memberikan makanan pada nimfa yang muda dan merawat sarang, tetapi tugas rumah tangga tersebut segera diambil alih oleh nimfa-nimfa muda dan kasta pekerja yang baru terbentuk. Kasta pekerja bertugas memberi makanan bagi semua anggota koloni, membuat sarang dan memelihara telur. Sedangkan kasta tentara bertugas menjaga dan melindungi koloni dari gangguan luar (Borror dkk, 1992).

Gambar 1. Siklus hidup rayap

(18)

Rayap bertubuh lunak dan berwarna putih. Sayap depan dan belakang ukurannya hampir sama dan diletakkan datar diatas abdomen pada waktu beristirahat. Bila sayap rayap terputus sepanjang sutera, hanya meninggalkan dasar sayap atau potongan yang menempel pada thoraks. Abdomen pada rayap lebih berhubungan dengan thoraks, kasta yang mandul (pekerja dan serdadu) pada rayap terdiri dari 2 kelamin. Kasta – kasta reproduktif terbentuk dari telur yang dibuahi (Borror dkk, 1992).

Kepala berwarna kuning, antena, labrum dan pronotum kuning pucat. Bentuk kepala bulat ukuran panjang sedikit lebih besar daripada lebarnya. Antena terdiri dari 15 segmen. Mandibel berbentuk seperti arit dan melengkung diujungnya, batas antara sebelah dalam dari mandibel kanan sama sekali rata. Panjang kepala dengan mandibel 2,46-2,66 mm, panjang mandibel tanpa kepala 1,40-1,44 mm dengan lebar pronotum 1,00-1,03 mm dan panjangnya 0,56 mm, panjang badan 5,5-6 mm. Bagian abdomen ditutupi dengan rambut yang menyerupai duri. Abdomen bewarna putih kekuning-kuningan (Nandika dkk,2003).

(19)

Kasta Rayap

Masyarakat rayap terdiri atas kelompok - kelompok yang disebut kasta. Masing – masing kasta mempunyai tugas sendiri - sendiri yang dilakukan dengan tekun selama hidup mereka, demi untuk kepentingan kesehjateraan, keamanan dan kelansungan hidup seluruh masyarakatnya (Hasan, 1986).

1. Kasta reproduktif

Terdiri atas reproduktif primer dan reproduktif suplementer. Kasta reproduktif primer adalah pasangan ratu dan raja yang merupakan pasangan pendiri koloni, ukuran ratu lebih besar dari raja. Kasta ini keluar meninggalkan sarang (swarming) dan disebut juga dengan laron. Kasta reproduktif primer mempunyai sepasang sayap dan mata majemuk yang jelas dan warnanya agak tua. Pada musim-musim tertentu kasta ini dihasilkan dalam jumlah yang cukp banyak (Hasan, 1986). Kasata reproduktif suplementer adalah individu jantan dan betina, mempunyai tonjolan sayap, warnanya kurang tua dari kasta reproduktif primer dan matanya lebih kecil. Rayap suplementer terbentuk dari nimfa-nimfa dan mencapai kematangan kelamin tanpa mencapai tahap-tahap dewasa, bersayap penuh dan tanpa meninggalkan sarang. Kasta ini bertugas mengganti segmen antenanya. Biasanya dalam stadia nimfa, rayap mengalamin instar 5-8 kali. Setelah mengalami stadia nimfa, rayap memasuki stadia imago atau dewasa (Hasan, 1986).

2. Kasta prajurit

(20)

mempertahankan kelangsungan hidup koloninya. Mereka berjalan hilir mudik diantara para pekerja yang sibuk mencari dan mengangkut makanan (Tarumingkeng, 2001).

Gambar 3. Kasta Prajurit Sumber : Foto langsung

3. Kasta Pekerja

Kasta ini membentuk sebagian besar koloni rayap. Tidak kurang dari 80%

populasi dalam koloni merupakan individu – individu pekerja (Tarumingkeng, 2001).

Kasta pekerja terdiri dari nimfa dan dewasa yang steril, memiliki warna yang pucat dan mengalami penebalan di bagian kutikula, tanpa sayap dan biasanya

(21)

Pada rayap terjadi pembagian polimorfismenya artinya di dalam satu spesies terdapat bermacam – macam bentuk dan tugas yang berbeda. Rayap hidup berkoloni, dalam koloni terdapat pembagian tugas kerja :

1. Ratu, yakni laron (rayap betina fertil) biasanya tubuh gemuk dan tugasnya adalah bertelur.

2. Raja, yaitu laron (rayap jantan fertil) yang tugasnya melestarikan keturunan. 3. Pekerja, rayap yang bertugas member makan ratu dan raja serta menjaga

sarang dari kerusakan. Sifat rayap pekerja dan serdadu bersifat steril (Tarumingkeng, 2001).

Perilaku Rayap

(22)

makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja (Tarumingkeng, 2007).

Pola perilaku rayap adalah kriptobiotik atau sifat selalu menyembunyikan diri, mereka hidup didalam tanah dan bila akan invasi mencari objek makanan juga menerobos di bagian dalam, bila terpaksa harus berjalan dipermukaan yang terbuka, mereka membentuk pipa pelindung dari bahn tanah atau humus (Tarumingkeng, 2004).

Setiap koloni rayap mengembangkan karakteristik tersendiri berupa bau yang kas untuk membedakannya dengan koloni yang lain. Rayap dapat menemukan sumber makanan karena mereka mampu untuk menerima dan menafsirkan setiap ransangan bau yang esensial bagi kehidupannya. Bau yang dapat dideteksi rayap berhubungan dengan sifat kimiawi feromonnya sendiri (Borror dkk, 1992).

Sistem Sarang

Membuat sarang dan hidup di dalam sarang merupakan karakteristik dari serangga social. Beberapa jenis rayap membuat sarangnya dalam bentuk lorong – lorong di dalam kayu atau atau lorong - lorong dalam tanah, tetapi jenis rayap tertentu sarangnya membentuk bukit - bukit dengan konstruksi sarang yang sangat kokoh dan sangat luas (Nandika dkk, 2003).

Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut :

(23)

khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati.

2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae).

3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalotermitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering.

4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macrotermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Coptotermes pernah diamati menyerang bagian - bagian kayu

dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang - Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon

(24)

5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh - contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan rayap subteran yang

sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya (Nandika dkk, 2003).

(25)

Gambar 4. Sarang Rayap Sumber : Foto Langsung

Pengendalian Rayap

Pengendalian rayap hingga saat ini masih mengandalkan penggunaan insektisida kimia (termisida), yang dapat diaplikasikan dalam beberapa cara yaitu melalui penyemprotan, atau pencampuran termisida dalam bentuk serbuk atau granula dengan tanah. Teknik penyuntikan pada bagian pohon atau sistem perakaran tanaman yang terserang atau dengan cara penyiraman disekitar tanaman (Nandika dkk, 2003).

Selama ini pengendalian rayap pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut umumnya dilakukan secara konvensional, yaitu dengan lebih mengutamakan insektisida, bahkan sering dilakukan aplikasi terjadwal tanpa didahului dengan monitoring populasi rayap. Cara ini tidak efisien karena seluruh areal tanaman diaplikasi dengan insektisida. Disamping memboroskan uang, juga

(26)

Racun akut yang kebanyakan dari kelompok fosfat-organik atau organofosfat dan karbamat kurang dapat mengendalikan populasi rayap karena sifatnya yang tidak tahan lama (non persistent) di lingkungan, walaupun kekuatannya luar biasa. Salah satu contoh fosfat organic yang sering digunakan

untuk soil treatment terhadap rayap penyerang bangunan adalah chlorpytifos ( Tarumingkeng, 2004).

Tindakan klorpirifos dalam mengendalikan rayap adalah dengan cara mengikat acetylcholinesterase (enzim yang menghancurkan asetilkolin setelah impuls transmisi) dan menghambat fungsinya, menyebabkan akumulasi asetilkolin reseptor di semua lokasi yang tersedia. Hal ini menghasilkan set-off berulang-ulang impuls saraf di unit berikutnya (Lee et al., 2003). Tindakan Fipronil melibatkan memblokir asam γ-aminobutyric , Fipronil dengan mengganggu ion klorida dalam sistem saraf, pada akhirnya menyebabkan kematian. Menurut Henderson. (2003b), Fipronil dan Imidakloprid lebih beracun bagi serangga daripada mamalia karena mereka membunuh serangga melalui hyperexcitation dari sistem saraf pusat (Gurbel,2008).

Nematoda Steinernema carpocapsae memiliki efektifitas cukup mengendalikan rayap. Umumnya nematoda Steinernema carpocapsae banyak ditemukan didalam tanah, sehingga diharapkan rayap C. curvignathus yang selalu berhubungan dengan tanah akan dapat dimanfaatkan sebagai agen hayati. Pemberian nematode dengan jumlah terkecil menimbulkan 38,16% dan dengan jumlah tertinggi menimbulkan mortalitas 60,80% (Bakti, 2004).

(27)

Budidaya Tanaman, dan dalam sistem tersebut pengendalian hayati dengan memanfaatkan musuh alami hama seperti parasitoid, predator dan pathogen menjadi komponen utama, sedangkan secara kimiawi merupakan alternative terakhir ( Tarumingkeng, 2004 ).

Pengumpanan adalah salah satu teknik pengendalian yang ramah lingkungan. Dilakukan dengan menginduksi racun slow action kedalam kayu umpan, dengan air trofalaksinya kayu tersebut dimakan rayap pekerja dan di sebarkan kedalam koloninya. Teknik pengumpanan selain untuk mengendalikan juga dapat digunakan untuk mempelajari keragaman rayap tanah (Tarumingkeng, 2004).

Chitosan adalah polisakarida linier dengan komposisi glukosamin. Chitosan banyak digunakan dalam biomedis komersional. Chitosan sebenarnya serat yang didapat dari polisakarida dari kerang ,udang, kepiting dan lain-lain.Chitosan bersifat larut dalam larutan asam 6.5. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat (CH3COOH,tetapi tidak larut dalam pelarut organic dan dalam larutan yang memiliki pH (Balley, 1977).

Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal dapat larut dalam larutan asam organic,tetapi tdak larut dalam pelarut organic lainnya.Chitosan mempunyai muatan positif yang kuat, yang dapat mengikat muatan negative dari senyawa lain, gugus amino menjadikan chitosan bermuatan positif kuat dapat mengikat lemak dan protein, serta tidak mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun (Bima,2006).

(28)

Gambar 5. Serbuk Chitosan Sumber : Foto Langsung

Chitosan bersifat nontoksik sehingga tidak langsung membunuh rayap (slow action).Namun chitosan akan mengganggu kinerja protozoa dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa, akibatnya secara perlahan akan membunuh rayap (Prasetiyo dan Yusuf,2005).

(29)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman Balai Penelitian Tanaman Karet Sungai Putih, dengan ketinggian ± 80 meter dari permukaan laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan adalah rayap, sarang rayap, kayu lapuk, tanah, pasir, kulit udang, air, HCL 1 N, NaOH 3,5% dan NaOH 50%, termisida dengan bahan aktif klorpirifos, fipronil dan kertas saring.

Adapun alat yang digunakan adalah cangkul, gunting, toples dengan diameter 15 cm dan panjang 25 cm, blender, panci, timbangan, petridish, hot plate, erlenmeyer 5000 ml, thermometer,oven, autoclave, gelas ukur 100 ml, batang pengaduk, hand sprayer, pinset, ayakan 40-60 mesh, cangkul, ember,gunting, kertas lakmus dan kain muslin.

Metode Penelitian

(30)

Adapun perlakuan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : O : Kontrol

K1 : Termitisida dengan bahan aktif fipronil K2 : Termitisida dengan bahan aktif klorpirifos H1 : Kitosan dengan konsentrasi 2 %

H2 : Kitosan dengan konsentrasi 5 % Jumlah perlakuan (t) = 5

Jumlah ulangan (r) 4

Metode linier yang digunakan adalah : Yij = µ + σi + εij

Yij = Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i ulangan ke j µ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh perlakuan ke i

Eij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke i ulangan ke j .

(31)

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Rayap

1. Persiapan Rayap

Rayap dan sarangnya diambil dari lapangan kemudian dimasukkan kedalam toples yang berisi pasir, tanah dan kayu lapuk kemudian ditutup dengan kain muslin. Rayap yang digunakan adalah rayap dari kasta pekerja.

2. Pemeliharaan Rayap

Rayap dipelihara di dalam toples, dan diberi pakan kertas saring yang berdiameter 8 cm per perlakuan. Apabila pada salah satu perlakuan pakan habis maka diberi pakan yang baru, demikian juga dengan seluruh perlakuan yang lain.

Persiapan Chitosan

Chitosan dibuat berdasarkan metode yang digunakan oleh Prasetiyo dan Yusuf (2005) yaitu:

a. Demineralisasi

(32)

10:1.Dengan konsentrasi HCL yang diketahui 37 % BJ HCL 1,19,Mr HCL 36,5

Diketahui 1N = 12.06 jadi 3500/ 12.06 =290 ml HCL yang di gunakan

(33)

b.Deproteinasi

Kulit udang yang telah di mineralisasikan dicampur dengan larutan NaOH 3.5% dengan perbandingan pelarut dan kulit udang sebesar (6:1).

Diketahui NaOH 3,5 %

BJ NaOH = 40 gr/mol Ditanya : gram dalam larutan ?

Jawab : 40 gr/mol x 3.5 = 1.4 gr dalam 1 liter.

Suspensi tadi diaduk secara merata selama 1 jam, lalu dipanas kan pada suhu 900C selama 1 jam. Setelah itu, larutan disaring dan didinginkan hingga diperoleh residu padatan, residu padatan ini di cuci dengan air samapai pH netral dan dikeringkan pada suhu 800C selama 24 jam.

c. Deasetilisasi Khitin Menjadi Chitosan

(34)

Aplikasi

Aplikasi dilakukan dengan menggunakan umpan digunakan kertas saring yang berdiameter 8 cm dipotong berbentuk lingkaran dan direndam selama 24 jam dalam larutan termitisida sesuai dengan konsentrasi dan dikering anginkan, kemudian diberikan kepada rayap sebagai pakan.

Peubah Amatan

Parameter yang diamati yaitu persentasi mortalitas rayap, dilakukan dengan interval waktu 2 hari setelah aplikasi. Dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Rayap yang mati

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) dapat dilihat pada Lampiran 2. Pengambilan data dilakukan pada 2 hsa, 4 hsa dan 6 hsa. Dari hasil analisa sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan menunjukkan hasil yang sangat nyata. . Untuk mengetahui hasil yang berbeda sangat nyata dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan Persentase Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakuan Pada 3 Kali Pengamatan.

Perlakuan 2 hsa 4 has 6 hsa

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 0.01 menurut Uji Jarak Duncan. Hsa : Hari setelah aplikasi

Dari hasil pengamatan 2 hsa pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan K1 (b.a. Fipronil) sangat berbeda nyata dengan perlakuan H2 (Chitosan 5%), H1 (Chitosan 2%) dan O (Kontrol), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan K2 (b.a. Klorpirifos). Mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (b.a. Fipronil) yaitu 5,27% dan terendah pada O (Kontrol) yaitu 0,71.

(36)

Dari hasil pengamatan 6 hsa pada tabel dapat dilihat bahwa semua perlakuan tidak berbeda nyata. Mortalitas tertinggi pada H2 (Chitosan 5%) yaitu 8.96 % dan terendah pada O (Kontrol) yaitu 0,71.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat melalui histogram berikut ini.

Gambar 6. Histogram Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakuan Pada 3 Kali Pengamatan.

Histogram menunjukan bahwa rataan mortalitas rayap tertinggi pada perlakuan H2 ( cithosan 5%), dan terendah pada perlakuan H1 ( chitosan 2%).

Pembahasan

(37)

dalam sistem pencernaan rayap yang menyebabkan rayap tidak bisa memperoleh sumber makanan yang dihasilkan protozoa, akibatnya secara perlahan akan membunuh rayap.

Pada penggunaan termitisida hewani mengunakan konsentrrasi yang berbeda yaitu 2% dan 5%. Pada Tabel 1 tampak pada perlakuan H2 (Chitosan 5%) lebih tinggi dibanding dengan perlakuan H1 (Chitosan 2%).Tetapi rataan mortalitas pada perlakuan H2 (Chitosan 5%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan H1 (Chitosan 2%) hal ini sesuai dengan Prasetiyo (2006) yang menyatakan hasil penelitian membuktikan kitosan mampu meningkatkan derajat proteksi kayu seiring dengan semakin tingginya konsentrasi chitosan.Ini terlihat semakin meningkatnya tingkat mortalitas rayap yang mengkonsumsi kayu tersebut dibandingkan dengan kayu yang tidak diaplikasikan chitosan.

(38)

Sedangkan fipronil dengan mengganggu ion klorida dalam sistem saraf, pada akhirnya menyebabkan kematian. Fipronil dan Imidakloprid lebih beracun bagi serangga daripada mamalia karena mereka membunuh serangga melalui hyperexcitation dari sistem saraf pusat.

(39)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Keefektivitasan chitosan tidak berbeda nyata dengan termitisida kimia dalam mengendalikan rayap.

2. Pada uji konsentrasi chitosan perlakuan yang paling efektif pada H2 (Chitosan 5%) dengan persentase mortalitas 8.96% dibanding dengan perlakuan H1 (Chitosan 2%) dengan persentase mortalitas 8,54%.

3. Pada uji efektifitas termitisida kimiawai,perlakuan yang paling efektif pada perlakuan K1 (b.a.Fipronil ) dengan persentase mortalitas 8.68% di banding perlakuan K2 (b.a Klorpirifos) dengan persentase mortaltas 8.39 %.

4. Pada uji bahan aktif penggunaan termitisida kimiawi menunjukkan reaksi lebih cepat di banding dengan termitisida hewani.

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus,2008.Rayap.

2011)

Bakti, D.2004. Pengendlian Rayap Coptotermes curvinagthus Holmgren menggunakan Nematoda Steinernema carpocapsae W.dalam Skala Laboratorium. Jurnal Natur Indonesia,6(2): 83

Bangun., M.K., 1991. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian USU, Medan. Balley,J.E., and Ollis,D.F., 1977. Biochemical Engineering Fundamental”

,Mc.Graw Hill Kogakusha,Itd,Tokyo.

Bima,2006, Karakteristik Chitosan,Institut Pertanian Bogor, Jakarta. http://bima.IPB.ac.id (diakses 5 Mei 2011).

Borror,D.J.and D.M. De long,1971.An Introduction to The Study of Insecs.United State of America.

Gurbel, S.S.O. 2008. Laboratory Evaluations of Some Termiticides Againts Subterranean Termite.

http://eprints.usm.my/9983/1/laboratory_evaluations_of_some.pdf

Hasan,T.1986.Rayap dan Pemberantasannya(Penanggulangan dan Pencegahan). Yasaguna,Jakarta.

Kalshoven,L.G.E. 1981. The Pest Of Crop in Indonesia. Resived By Van Der Laan. P.T. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta

Maulidin,J.K. dan Beal,J.H.1989. Entomogenous nematodes for control of

suterranen termites, Reticulitermes spp. (isoptera ; Rhinotermitidae).J.Economic Entomology 82: 1638 -1642.

Nandika,D.,Y.Rismayandi,dan F.Diba, 2003. Rayap,Biologi dan Pengendalian. Muhammadiah University Press,Surakarta.

Nandika,D.1992.Rayap di Jakarta ,Bandung, dan Batam.Pest control.Bulletin IPPHAMMI:675-676.

Natawiria,Djatnika.1986.Peranan Rayap Dalam Ekosistem Hutan.Prosiding Seminar Nasiaonal Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri, 20 Desember 1986. FMIPA –UI dan Dephut.p. 168-177.

(41)

Prasetiyo,K.W., 2006. Khitosan, Pengendalian Rayap Ramah Lingkungan.

http://www.deptan.co.id (diakses 3 Maret 2011).

Prasetiyo,K.W.dan S.Yusuf, 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agromedia Pustaka,Jakarta.

Tarumingkeng,R.C., 2001. Biologi dan perilaku Rayap.http://tumoutou.net/biologi perilaku rayap.htm (diakses 3 Maret 2011).

(42)
(43)

Lampiran 2. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 2 hsa.

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III IV

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(44)

Uji Jarak Duncan

Sy 0.20 -0.14 2.05 2.66 3.53 4.34

P 2 3 4 5 6

SSR 0,01 4.167 4.346 4.463 4.55 4.610

LSR 0,01 0.84 0.88 0.90 0.92 0.93

Perlakuan O H1 H2 K2 K1

Rataan 0.71 2.93 3.56 4.45 5.27

A

(45)

Lampiran 3. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 4 hsa.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(46)

Uji Jarak Duncan

Sy 0.14 0.12 6.12 6.57 6.64 6.79

P 2 3 4 5 6

SSR 0,01 4.167 4.346 4.463 4.55 4.610

LSR 0,01 0.59 0.61 0.63 0.64 0.65

Perlakuan O H1 H2 K2 K1

Rataan 0.707107 6.74 7.20 7.27 7.44

(47)

Lampiran 4. Data Mortalitas Rayap (Coptotermes curvignagthus) Untuk Setiap Perlakuan Pada Pengamatan 6 hsa.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

Transformasi data Arc Sin √X

Perlakuan Ulangan Total Rataan

(48)

Uji Jarak Duncan

Sy 0.16 1.30 7.84 7.96 8.09 8.22

P 2 3 4 5 6

SSR 0,01 4.167 4.346 4.463 4.55 4.610

LSR 0,01 0.67 0.70 0.72 0.74 0.75

Perlakuan O H1 K2 K1 H2

Rataan 1.97 8.54 8.68 8.83 8.96

A

(49)

Lampiran 5.Foto Proses Pembuatan chitosan

Foto Pencucian kulit Udang Foto Perebusan kulit udang

Foto Proses Pengeringan Kulit Udang

(50)

Foto Pencampuran Chitosan Dengan HCL,NaOH 3,5%,dan NaOH 50%

(51)

Foto Perendaman Kertas Saring Foto Rayap Yang Akan Diaplikasikan

(52)

Gambar

Gambar 1. Siklus hidup rayap
Gambar 2. Rayap
Gambar 3. Kasta Prajurit Sumber : Foto langsung
Gambar 4. Sarang Rayap Sumber : Foto Langsung
+4

Referensi

Dokumen terkait

(2) Seksi Penyuluhan dan Pembinaan mempunyai tugas membantu Kepala Bidang dalam memberikan bimbingan, penyuluhan, dan petunjuk teknis tentang perencanaan tata ruang,

Kepala Dinas dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang penagihan dan pengawasan pajak dan retribusi yang dikelola Dinas Pendapatan Daerah, meneliti dan memproses

PAGILARAN AND COCOA FARMER IN SAMIGALUH DISTRICT KULON PROGO, This study was aimed to find out the farmer perception and evaluation of partnership program between

Pada penulisan ilmiah ini penulis menguraikan bagaimana suatu file bertipe txt dapat terlindungi dangan baik melalui penyandian dengan metode xor melaului bahasa pemograman

Tujuan dari Distribution Requirement Planning (DRP) , yaitu melakukan perencanaan dan penjadwalan aktivitas distribusi yang baik, sehingga keberhasilan dalam pemenuhan

Aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 karena mampu mengakses fungsi-fungsi internal pada sistem operasi Microsoft Windows. Aplikasi

Sejalan dengan visi pembangunan pertanian maka sangat diperlukan teknologi pertanian untuk pengembangan komoditas serta sistem pelayanan bagi petani yang memerlukan

Chatting room ini memiliki interface yang hampir sama dengan mIRC namun jika dibandingkan dengan sortware tersebut, aplikasi ini masih banyak memiliki keterbasan. Keterbatasan