• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Koefisien Pasak dan Tegangan Ijin pada Pasak Cincin Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 2002 Dengan Cara Experimental

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kajian Koefisien Pasak dan Tegangan Ijin pada Pasak Cincin Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 2002 Dengan Cara Experimental"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA

EXPERIMENTAL

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

EMON RIVAI PARSAORAN SINAGA 060424016

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulisan tugas akhir ini adalah suatu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Sipil pada Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara. Penulis berharap tugas akhir dengan judul ”Kajian Koefisien Pasak dan Tegangan Ijin pada Pasak Cincin Berdasarkan Revisi PKKI NI-5 2002 Dengan Cara Experimental” ini dapat membantu mahasiswa dan pembaca yang ingin melakukan penelitian mengenai kekakuan sambungan pada konstruksi baja.

Dengan segala kerendahan hati penulis mohon maaf jika dalam penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan maupun perhitungan. Penulis sangat mengharapkan keringanan para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang dapat membangun dan mnyempurnakan tugas akhir ini.

Dalam penulisan tugas akhir ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Ir. Sanci Barus, MT. selaku Dosen Pembimbing dalam menyusun

Tugas Akhir ini;

2. Bapak Ir. Besman Surbakti, MT. yang juga ikut membimbing saya dalam menyusun Tugas Akhir ini ;

(3)

4. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc, selaku Sekaretaris Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara;

6. Bapak/Ibu Pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara

7. Orang tua beserta keluarga besar yang selalu memberikan dukungan moril dan materil.

8. Rekan-rekan mahasiswa, serta semua pihak yang telah membantu saya dalam pengujian sehingga penulisan tugas akhir ini dapat diselesaikan

Akhir kata, Penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis khususnya.

Medan, Januari 2010 Penulis.

(4)

ABSTRAK

Dengan perkembangan teknologi kayu (Timber Engineering) yang semakin pesat telah menghasilkan berbagai kelebihan dan keistimewaan kayu sesuai dengan keperluannya, seperti untuk kolom, balok, lantai, atap, dinding, dan sebagainya. Pada prinsipnya suatu pasak adalah suatu benda yang dimasukkan sebagian, pada bidang sambungan, dalam tiap bagian-bagian kayu yang disambung, untuk memindahkan beban dari bagian yang satu kepada yang lain

Hasil Pengujian physical dan mechanical properties kayu diperoleh : pemeriksaan kadar air = 5,3314 % , Massa jenis =0,7768 gr/cm3 , kuat tekan sejajar serat = 35,953 Mpa dan elastisitas lentur = 13372,328 Mpa. Dilihat dari elastisitasnya maka kayu yang diuji digolongkan dengan kode mutu E14, dan ditinjau dari kuat tekan sejajar serat maka kayu yang diuji digolongkan dengan kode E18.

Dari hasil percobaan ini diperoleh koefisien sambungan (

φ

) sebesar 0,1200. Sehingga untuk perhitungan kekuatan izin sambungan (Zu) dan tahanan lateral terkoreksi ( Z’) yang menggunakan sambungan pasak cincin baja, dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia ( PKKI Ni-5 2002 ), dimana di dalam percobaan ini hasil yang didapatkan adalah : Z’ =

φ

*Z *CM*Ct*C∆; dan kekuatan izin sambungan atau tahanan perlu sambungan Zu ≤ λ *

(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1. Umum ... 1

2. Latar Belakang ... 2

3. Tujuan Penelitian ... 2

4. Perumusan masalah ... 3

5. Pembatasan Masalah ... 3

6. Metodologi Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Umum ... 6

(6)

1. Berat Jenis Kayu ... 7

2. Kadar air (kadar lengas kayu ) ... 8

3. Kekuatan kayu ... 9

1. Keteguhan tarik ... 13

2. Keteguhan tekan ... 14

3. Keteguhan geser ... 15

4. Keteguhan lengkung ... 16

3. Alat sambung pasak ... 16

1. Jenis jenis sambungan pasak ... 19

4. Tata cara perencanaan konstruksi kayu indonesia berdasarkan revisi PKKI NI-5 ... 21

1. Persyaratan persyaratan ... 21

2 Kuat acuan dan faktor koreksi yang berlaku ... 22

1. Kuat acuan ... 22

2. Faktor faktor koreksi ... 27

1. Faktor-faktor koreksi untuk masa layan ... 27

2. Faktor koreksi untuk konfigurasi komponen struktur ... 28

3. Faktor koreksi tambahan ... 32

3. Sambungan mekanis ... 35

1. Perencanaan sambungan... 35

2. Penempatan alat pengencang ... 36

3. Sambungan Paku, pasak, dan sekrup ... 38

(7)

1. Ukuran dan sifat alat pengencang... 44

2. Tahanan lateral ... 46

BAB III MATERIAL DAN METODE PENELITIAN 1. Persiapan dan Pemeriksaan Material ... 50

1. Pengujian Kadar Air ... 50

2. Pengujian Berat Jenis ... 51

3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 53

4. Pengujian Elastisitas ... 54

2. Pengujian Kuat Tekan Sambungan dengan Menggunakan Dial Deformasi Sambungan ... 56

BAB IV ANALISA HASIL PENGUJIAN BENDA UJI 1. Pengujian Mechanical Properties ... 58

1. Pengujian Kadar Air ... 58

2. Pengujian Berat Jenis ... 59

3. Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 60

4. Pengujian Elastisitas Kayu ... 61

2. Kesimpulan Hasil Pengujian PHYSCAL dan MECHANICAL Properties Kayu ... 71

3. Pengujian Kuat Tekan Sambungan Pasak Dengan Menggunakan Dial Deformasi ... 72

(8)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan ... 84 2. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... xv LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar beban yang diperkenankan pada pasak cincin... 18

Tabel 2.2 Nilai kuat acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis pada kadar air 15% ... 23

Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu ... 25

Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan ... 25

Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu ... 26

Tabel 2.6 Faktor Koreksi Layan Basah, CM ... 27

Tabel 2.7 Faktor Koreksi Temperatur, Ct... 28

Tabel 2.8 Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan ... 36

Tabel 2.9 Tahanan lateral acuan paku dan pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 41

Tabel 2.10 Tahanan lateral acuan sekrup (Z) untuk satu sekrup dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 42

Tabel 2.11 Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan baut,sekrup kunci, pen, dan pasak ... 45

Tabel 2.12 Tahanan lateral acuan untuk baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 47

(10)

Tabel 2.14 Tahanan lateral acuan untuk sekrup kunci (Z) untuk satu alat

pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen ... 49

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kadar Air ... 58

Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Berat Jenis ... 59

Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 60

Tabel 4. 4a Hasil Pengujian Elastisitas ... 62

Tabel 4. 4b Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel I... 63

Tabel 4. 4c Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel II ... 64

Tabel 4. 4d Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel III ... 66

Tabel 4. 4e Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel IV ... 67

Tabel 4. 4f Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel V ... 69

Tabel 4. 4g Perhitungan Elastisitas lentur kayu dari grafik regresi linier ... 70

Tabel 4. 5 Nilai Pengujian dari Mechanical Properties ... 71

Tabel 4.6a Hasil Pengujian Kuat Tekan Dengan Dial Deformasi Sambungan pada sampel I ... 72

Tabel 4.6b Hasil Pengujian Kuat Tekan Dengan Dial Deformasi Sambungan pada sampel II ... 73

Tabel 4.6c Hasil Pengujian Kuat Tekan Dengan Dial Deformasi Sambungan pada sampel III ... 74

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Model Sambungan kayu dengan menggunakan pasak cincin ... 5

Gambar 2.1 Hubungan antara Beban Tekan Dengan Deformasi untuk tarikan dan Tekanan ... 10

Gambar 2.2 Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat ... 14

Gambar 2.3 Batang Kayu Menerima Gaya Tekan sejajar serat ... 14

Gambar 2.4 Kayu Yang Menerima Gaya Tekan Tegak lurus Serat ... 15

Gambar 2.5 Batang Kayu Yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus Arah Serat τ// (kg/cm2 ) ... 15

Gambar 2.6 Batang Kayu Yang Menerima Beban Lengkung ... 16

Gambar 2.7 Pasak segi empat dimasukkan kedalam Takikan ... 17

Gambar 2.8 Pasak Cincin dimasukkan kedalam bagian Kayu ... 17

Gambar 2.9 Split Ring Connector ... 19

Gambar 2.10 Toothed Ring Connector ... 19

Gambar 2.11 Bulldog Connector ... 19

Gambar 2.12 Claw-Plate Connector ... 20

Gambar 2.13 Spike- Grid Connector ... 20

Gambar 2.14 Shear-Plate Connector 2 ... 21

Gambar 2.15 Geometri sambungan baut ... 37

Gambar 2.16 Sambungan paku dua irisan dengan penetrasi sebahagian... 43

Gambar 3.1 Sampel Penelitian Kadar Air ... 50

(12)

Gambar 3.3 Sampel Penelitian Kuat Tekan ... 53

Gambar 3.4a Sampel Penelitian Elastisitas ... 54

Gambar 3.4b Penempatan Dial dan Beban pada Benda Uji... 55

Gambar 3.5a Penampang Pasak cincin ... 57

Gambar 3.5b Sambungan kayu dengan 4 buah pasak cincin (Sampel I, II, III) . 57 Gambar 4.1 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat ... 61

(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1a Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel I ... 63

Grafik 4.1b regresi linier tegangan – regangan pada sampel I ... 64

Grafik 4.1c Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel II... 65

Grafik 4.1d regresi linier tegangan – regangan pada sampel II ... 65

Grafik 4.1e Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel III ... 66

Grafik 4.1f regresi linier tegangan – regangan pada sampel III ... 67

Grafik 4.1g Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel IV ... 68

Grafik 4.1h regresi linier tegangan – regangan pada sampel IV ... 68

Grafik 4.1i Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel V ... 69

Grafik 4.1j regresi linier tegangan – regangan pada sampel IV ... 70

Grafik 4.2a Hubungan. Pembebanan dan Defleksi pada Sampel I... 75

Grafik 4.2b regresi linier beban – defleksi pada sampel I ... 75

Grafik 4.2c Hubungan Pembebanan dan Defleksi pada Sampel II ... 76

Grafik 4.2d regresi linier beban – defleksi pada sampel II ... 76

Grafik 4.2e hubungan Pembebanan dan defleksi pada sampel III ... 77

(14)

DAFTAR NOTASI

Gx Berat benda uji mula-mula (gr) Gk Berat benda uji setelah di oven (gr)

ε Regangan

Ew adalah modulus elastisitas lentur, MPa Fb adalah kuat lentur , MPa

Fc adalah kuat tekan sejajar serat , MPa Fc adalah kuat tekan tegak lurus serat , MPa Ft adalah kuat tarik sejajar serat, MPa Ft adalah kuat tarik tegak lurus serat, MPa Fv adalah kuat geser, MPa

G adalah berat jenis kayu m adalah kadar air, %

ρ adalah kerapatan kayu dalam kondisi basah, kg/m ⊥

Fe

FeII, adalah kuat tumpu pasak sejajar dan tegak lurus serat kayu nf adalah jumlah alat pengencang

Z’ adalah tahanan terkoreksi sambungan Zu adalah gaya perlu pada sambungan

α adalah sudut antar sumbu penyambung terhadap arah serat (derajat) θ adalah sudut antara garis kerja gaya dan arah serat kayu

z

φ = 0,65 adalah faktor tahanan sambungan

E05 ’ adalah nilai modulus elastis lentur terkoreksi pada persentil ke lima, MPa

λ adalah faktor waktu c

φ // adalah faktor tahanan tekan sejajar serat

(15)

Cg adalah faktor aksi kelompok, untuk memperhitungkan pembebanan yang tidak merata dari baris alat pengencang majemuk sesuai dengan Butir 10 (Revisi PKKI Ni 2002)

CM adalah faktor layan basah, untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu masif dan 16% untuk produk kayu yang dilem

Crt adalah faktor tahan api, untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau standar yang berlaku

Ct adalah faktor temperatur, untuk memperhitungkan temperatur layan lebih tinggi daripada 38 C secara berkelanjutan

Cst adalah faktor pelat baja sisi, untuk sambungan geser dengan pelat baja sisi berukuran 100 mm sesuai dengan Butir 10 (Revisi PKKI Ni 2002) C∆ adalah faktor geometri, untuk memperhitungkan geometri sambungan

yang tidak lazim sesuai dengan Butir 10 (Revisi PKKI Ni 2002) Tebal komponen struktur utama

Kuat tumpu komponen struktur utama Kuat tumpu komponen struktur sekunder Tebal komponen struktur sekunder Tegangan leleh baja

(16)

ABSTRAK

Dengan perkembangan teknologi kayu (Timber Engineering) yang semakin pesat telah menghasilkan berbagai kelebihan dan keistimewaan kayu sesuai dengan keperluannya, seperti untuk kolom, balok, lantai, atap, dinding, dan sebagainya. Pada prinsipnya suatu pasak adalah suatu benda yang dimasukkan sebagian, pada bidang sambungan, dalam tiap bagian-bagian kayu yang disambung, untuk memindahkan beban dari bagian yang satu kepada yang lain

Hasil Pengujian physical dan mechanical properties kayu diperoleh : pemeriksaan kadar air = 5,3314 % , Massa jenis =0,7768 gr/cm3 , kuat tekan sejajar serat = 35,953 Mpa dan elastisitas lentur = 13372,328 Mpa. Dilihat dari elastisitasnya maka kayu yang diuji digolongkan dengan kode mutu E14, dan ditinjau dari kuat tekan sejajar serat maka kayu yang diuji digolongkan dengan kode E18.

Dari hasil percobaan ini diperoleh koefisien sambungan (

φ

) sebesar 0,1200. Sehingga untuk perhitungan kekuatan izin sambungan (Zu) dan tahanan lateral terkoreksi ( Z’) yang menggunakan sambungan pasak cincin baja, dengan menggunakan Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia ( PKKI Ni-5 2002 ), dimana di dalam percobaan ini hasil yang didapatkan adalah : Z’ =

φ

*Z *CM*Ct*C∆; dan kekuatan izin sambungan atau tahanan perlu sambungan Zu ≤ λ *

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Pemilihan suatu material konstruksi tergantung dari sifat sifat teknis, ekonomis dan dari segi keindahan. Apabila kayu diambil sebagai bahan konstruksi maka perlu diketahui sifat-sifat dari kayu itu sendiri.

Kayu sampai saat ini masih banyak dibutuhkan dan digunakan oleh masyarakat luas karena kayu merupakan sumber kekayaan alam yang tiada habis habisnya apabila dikelola dengan baik, karena itu tidak hanya merupakan salah satu jenis bahan konstruksi didalam sejarah umat manusia, tetapi mungkin juga menjadi yang terakhir. Sebagai salah satu konstruksi yang pertama , jauh sebelum ilmu pengetahuan , khususnya matematika, memperlengkap kita dengan suatu teori untuk perencanaan konstruksi, teknik penggunaan kayu pada jaman yang lampau didasarkan hanya berdasarkan atas pengalaman dan intuisi. Sekarang ini Ilmu Teknik Konstruksi Kayu (Timber Engineering ), yang dimulai perkembangannya di jerman pada permulaan abad 20, telah dan masih terus mengalami transisi dari suatu bidang pengetahuan pertukangan kayu tradisional ke suatu ilmu pengetahuan berdasarkan matematis yang sudah lama digunakan pada konstruksi – konstuksi baja dan beton. Dalam teknik penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi yang lebih rasional, perlu disebut khusus :

• Pengetahuan sifat – sifat jenis-jenis kayu serta faktor pengaruh. • Sambungan dan alat penyambung.

• Pengawetan

(18)

mengembangkan kayu sebagai bahan konstruksi seperti : pilar ( kolom ), kuda-kuda atap, balok, panggung bekisting jembatan , dan lain lain.

I.2 Latar Belakang

Pada revisi PKKI NI-5 2002 hanya mencakup baut atau pasak dengan diameter 6 -25 mm, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan rumusan kekuatan sambungan apabila menggunakan baut atau pasak yang lebih besar dari diameter 25 mm.

Dibandingkan dengan konstruksi baja di mana praktis kita hitung dengan sambungan sambungan dan titik buhul yang kaku , maka karakteristik dalam konstruksi kayu adalah juga adanya deformasi-deformasi atau pergeseran-pergeseran pada sambungan .

Maka untuk perencanaan sambungan digunakan rumus : Zu ≤ λ Øz Z’ dimana Zu = Tahanan perlu sambungan

λ = faktor waktu (tergantung kombinasi pembebanan) biasanya untuk baja diambil 1,0

Øz = Faktor tahanan sambungan diambil 0,65 Z’ = Tahanan terkoreksi sambungan

Dalam hal yang akan ditinjau adalah sambungan dengan menggunakan alat penyambung pasak cincin yang terbuat dari baja, dimana penulis ingin mengetahui koefisien sambungan, hubungan antara Tegangan dan Regangan serta rumus untuk kekuatan ijin pada sambungan pasak cincin yang akan diuji secara eksperimental dan kajiannya secara teoritis dengan menggunakan tata cara perencanaan konstruksi kayu berdasarkan Revisi Peraturan Konstuksi Kayu Indonesia ( PKKI NI-5 2002).

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

(19)

2. Untuk mendapatkan rumus kekuatan ijin sambungan kayu dengan alat penyambung pasak dari baja menggunakan PKKI NI-5 2002

3. Mendapatkan hubungan Regangan dan Tegangan yang terjadi sampai pada tegangan ultimate baik secara teoritis maupun secara experimen.

4. Mengamati hubungan Tegangan dan Regangan dari elastis sampai ultimate.

I.4 Perumusan Masalah

Alat penyambung yang akan digunakan pada penelitian ini adalah pasak yang terbuat dari baja dengan memakai tata cara perencanaan konstruksi kayu didasarkan pada PKKI NI-5 2002 ,arah gaya diasumsikan bekerja sejajar serat kayu, agar didapat hubungan antara Tegangan dan regangan sampai pada Tegangan ultimate baik secara teoritis dan experimental.

I.5 Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :

1. Bahan bersifat linear elastis sesuai dengan hukum hooke. 2. Kayu bersifat Ortotropis.

3. Kayu yang digunakan adalah kayu sembarang dan akan ditentukan kelas kuat dan mutu setelah diadakan pengujian.

4. Sambungan yang digunakan adalah Pasak cincin yang terbuat dari baja 5. Perencanaan menggunakan peraturan PKKI NI-5 2002 dimana tegangan

leleh pada sambungan pasak baja diperhitungkan karena pasak sudah mengalami perubahan bentuk

I.6 Metodelogi Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian laboratorium yaitu : 1. Pengujian Physical dan Mechanical properties kayu dengan menggunakan

(20)

• Tegangan tekan izin sejajar serat kayu • Kadar air kayu

• Berat jenis kayu

2. Perhitungan secara analitis dengan menggunakan Tata cara perencanaan Konstruksi Kayu Indonesia (PKKI NI-5 2002).

(21)
(22)

Baut Ø 12

Pasak cincin

Pasak cincin

Gambar I.1 : Sambungan kayu dengan menggunakan pasak cincin.

U

n

iv

e

r

s

ita

s

Su

m

a

te

r

a

U

ta

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Umum

Kayu adalah suatu bahan konstruksi yang didapatkan dari tumbuhan dari alam. Pilihan atas suatu bahan bangunan tergantung dari sifat sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Kayu bukan suatu bahan isotropis, sifat-sifatnya elastis tergantung daripada arah gaya terhadap arah serat-serat dan cincin-cincin pertumbuhan. Tetapi untuk keperluan-keperluan praktis, kayu dapat dianggap ortotropis, artinya mempunyai tiga bidang simetri elastis yang tegak lurus satu terhadap yang lain yaitu longitudinal, tangensial, dan radial, dimana sumbu longitudinal adalah sejajar serat serat, sumbu tangensial adalah garis singgung cincin-cincin pertumbuhan dan sumbu radial adalah tegak lurus pada cincin-cincin pertumbuhan.

Keuntungan dan kerugian dari penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi secara singkat adalah sebagai berikut :

− Kayu mempunyai kekuatan yang tinggi dan berat yang rendah, mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap pengaruh kimia dan listrik, dan mudah dikerjakan , relatif murah, dapat mudah diganti, dan bisa di dapat dalam waktu singkat.

(24)

Dalam penggunaan kayu sebagai bahan konstruksi, maka kita harus sedikit banyaknya mengetahui tentang beberapa ciri-ciri dan sifat-sifat kayu. Antara lain yang penting sekali adalah mengenai sifat-sifat mekanis, faktor-faktor yang mengakibatkan pengurangan kekuatan kayu dan sifat-sifat yang menjadikan cara pengunaan kayu ini berbeda sekali dari bahan – bahan lain untuk bangunan.

II.2.1 Berat Jenis Kayu

Berat jenis kayu biasanya berbanding lurus dengan kekuatan dari pada kayu atau sifat-sifat mekanisnya. Makin tinggi berat jenis suatu kayu maka maikn tinggi pula kekuatannya.

Mengingat kayu terbentuk dari sel-sel yang memiliki bermacam macam tipe, memungkinkan terjadinya suatu penyimpangan tertentu. Pada perhitungan berat jenis kayu semestinya berpangkal pada keadaan kering udara, yaitu sekering-keringnya tanpa pengering buatan.

(25)

dan bawah pan dengan memasang jarum sebagai kaki-kaki sampel. Seimbangkan timbangan dengan menambah pemberat pada sisi lain timbangan. Berat pemberat yang ditambahkan untuk mencapai keseimbangan (gr) adalah sama dengan nilai volume sampel (cm3).

Karena kayu sebagai material dengan daya serap yang tinggi, maka diperlukan bahan lain untuk melapisi sampel sehingga air tidak ada yang masuk kedalam kayu. Bahan tersebut haruslah bahan yang tipis , kedap air, serta memiliki berat yang sangat kecil. Parafin merupakan bahan yang sesuai . Sebelum sampel dimasukkan kedalam air, terlebih dahulu sampel dimasukkan kedalam cairan parafin yang mendidih sampai seluruh permukaaan sampel terlapisi parafin. Kelebihan parafin pada permukaan dihaluskan dan diratakaan sehingga lapisan parafin pada permukaan tidak terlalu tebal.

Berat jenis juga didefinisikan berat relatif benda tersebut terhadap berat jenis standart, dalam hal ini berat jenis air (gr/cm3). Air dipakai sebagai bahan standard karena berat untuk 1cm3 adalah 1 gr.

II.2.2 Kadar Air (Kadar Lengas) kayu

Kayu sebagai bahan bangunan dapat mengikat air dan juga dapat melepaskan air yang dikandungnya. Keadaan seperti ini tergantung pada kelembaman suhu udara disekelilingnya, dimana kayu itu berada.

Kayu mempunyai sifat peka terhadap kelembaman karena pengaruh kadar airnya menyebabkan mengembang dan menyusutnya kayu serta mempengaruhi pula sifat-sifat fisik dan mekanisnya. Kadar air sangat besar pengaruhnya terhadap kekuatan kayu , terutama daya pikulnya terhadap tegangan desak sejajar serat dan juga tegak lurus arah serat kayu.

(26)

habis keadaaan tersebut dinamakan titik jenuh serat (Fiber Saturation Point). Kadar air pada saat itu kira-kira 25 % - 30 %. Apabila kayu mengering dibawah titik jenuh serat, dinding sel menjadi semakin padat sehingga mengakibatkan serat-seratnya menjadi kokoh dan kuat. Maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa turunya kadar air mengakibatkan bertambahnyakekuatan kayu.

Pada umumnya kayu-kayu di Indonesia yang kering udara mempunyai kadar air (kadar lengas) antara 12% - 18%, atau rata-rata adalah 15%.

II.2.3 Kekuatan Kayu

Istilah kekuatan kayu dari suatu material seperti kayu adalah kemampuan material ini untuk menahan gaya luar atau beban yang berusaha untuk mengubah ukuran dan bentuk material tersebut. Akibat yang terjadi pada material tersebut adalah timbulnya gaya dalam pada material yang menahan terjadinya perubahan ukuran dan bentuk. Gaya ini disebut Tegangan, dinyatakan dalam Pound/ft2.

Dibeberapa negara satuan tegangan ini mengacu ke sistem internasional (SI) yaitu N/mm2.

Perubahan ukuran atau bentuk ini dikenal dengan sebutan Deformasi. Jika beban yang bekerja pada material tersebut itu kecil, maka deformasi yang terjadi pada material juga kecil. Jika beban yang bekerja besar, maka deformasi yang terjadi pada material tersebut juga besar. Jika beban kemudian dihilangkan, maka material akan kembali kebentuk semula setelah gaya yang diberikan kepadanya dihilangkan disebut dengan elastisitas material Dapat atau tidak suatu material kembali kebentuk semula tergantung pada besarnya elastisitas material tersebut.

(27)

beban dan deformasi ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut. Jika beban yang diberikan melebihi daya kohesi antar jaringan – jaringan kayu maka akan terjadi keruntuhan.

Tarikan

Tekanan

Limit Proporsianal

Limit Proporsianal

Deformasi

B

eb

an

Gambar 2.1. Hubungan antara Beban Tekan Dengan Deformasi untuk tarikan dan Tekanan

Kayu memiliki beberapa jenis kekuatan dan kekuatan kayu dalam satu hal bisa lemah dalam hal lain. Sifat kekuatan yang berbeda misalnya, juga berpengaruh dalam mempertahankan daya tahan terhadap gaya yang bekerja yang cenderung meretakkan kayu, terhadap gaya tarik yang cenderung memperpanjang, ataupun gaya geser yang cenderung mengakibatkan suatu bagian bergeser ke bagian lain. Dalam praktiknya, kayu sering disubyekkan terhadap kombinasi gaya – gaya dan tegangan yang bekerja sekaligus. Namun sering satu bagian beban yang dominan bekerja dari bagian lainnya. Kemampuan untuk melentur bebas dan kembali ke bentuk semula tergantung kepada elastisitas, dan kemampuan untuk menahan terjadinya lenturan disebut dengan Kekakuan.

(28)

Istilah getas digunakan untuk mendeskripsikan deformasi yang terjadi sebelum patah. Dapat diperhatikan bahwa sift getas ini bukan menyatakan kelemahan. Sebagai contoh, besi tuang dan kapas adalah bahan yang getas, walaupun besarnya beban yang dibutuhkan untuk mengakibatkannya hancur sangat berbeda.

Dalam mencari karakteristik kekuatan kayu ada dua cara yang dapat dilakukan. Pertama, dengan pengujian langsung di lapangan. Kedua, dengan eksperimen di laboratorium. Dengan melaksanakan pengujian di lapangan, biaya yang diperlukan semakin besar. Oleh karena itu pengujian dengan eksperimen di laboratorium merupakan alternatif pemilihan. Pada eksperimen di laboratorium ada dua jenis pengujian yang dapat dilakukan. Pengujian dengan menggunakan sampel kecil dan pengujian kayu sebagai struktural. Pengujian dengan menggunakan sampel penting untuk tujuan komparatif, yang memberikan indikasi sifat – sifat kekuatan yang berbeda untuk setiap jenis kayu. Karena pengujian dirancang untuk menghindari pengaruh kerusakan lain, hasilnya tidak menunjukkan beban aktual yang mampu diterima dan faktor harus digunakan untuk mendapatkan tegangan kerja yang aman. Pengujian kayu dengan bentuk struktural lebih mendekati kondisi penggunaan yang sebenarnya. Secara khusus dianggap penting karena dapat mengamati kerusakan seperti pecah – pecah. Kelemahan pada pengujian ini adalah memerlukan biaya yang besar dan pekerjaannya sulit karena membutuhkan kayu dalam jumlah yang besar dan butuh waktu yang lebih lama. Selain itu, faktor pemilihan bahan dalam ukuran yang besar dengan kualitas yang seragam menjadi sangat penting dibandingkan dengan pemilihan sampel dalam ukuran kecil.

(29)

Pengujian dengan sampel kecil dari banyak jenis kayu yang berbeda – beda kini telah dilakukan, dan banyak batasan data yang diperoleh. Angka – angka yang diterbitkan untuk kayu yang berbeda – beda dapat dibandingkan dengan metode pengujian yang telah distandardkan. Angka-angka ini sering dipakai dalam memperhitungkan tegangan kerja karena faktor koreksi telah diperhitungkan.

Umumnya secara empiris hanya sedikit karakteristik kekuatan kayu yang diketahui. Sebagai contoh adalah kualitas kayu oak, kayu jati dan kayu damar sebagai bahan struktur. Hasil pengujian berdasarkan nilai tegangan dan regangan dari kayu tersebut. Nilai tegangan diperoleh dari besarnya beban per luas penampang yang dibebani, dinyatakan dalam N/mm2, atau :

Dan regangan didefenisikan sebagai deformasi per ukuran semula yaitu :

(30)

material yang berusaha menahan beban tarikan yang terjadi. Kemampuan maksimum material menahan tarikan adalah sebagai tegangan tarik.

Tegangan yang bekerja :

Dimana :

σ(tk/tr) = Tegangan tekan/ tarik yang terjadi (kg/cm2) P(tk/tr) = Beban tekan/ tarik yang terjadi (kg)

A = Luas penampang yang menerima beban (cm2)

Kekuatan kayu berhubungan dengan kepadatan dan berat jenis kayu itu sendiri. Secara teoritis, semakin ringan kayu maka semakin kurang kekuatannya. Demikian pula sebaliknya.

Pada umumnya dapat dikatakan bahwa kayu-kayu yang berat sekali juga kuat sekali. Kekuatan, kekerasan dan sifat teknik lainnya adalah berbanding lurus dengan berat jenisnya. Tentunya hal ini tidak selalu sesuai, karena susunan dari kayu tidak selalu sama.

(31)

Keteguhan tarik adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua buah gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan dan gaya ini bersifat tarik. Gaya tarik ini berusaha melepaskan ikatan antara serat – serat kayu tersebut. Sebagai akibat dari gaya tarik (P), maka timbullah di dalam kayu tegangan – tegangan tarik, yang harus berjumlah sama dengan gaya – gaya luar P. Bila gaya tarik ini membesar sedemikian rupa, serat – serat kayu terlepas dan terjadilah patahan. Dalam suatu konstruksi bangunan, hal ini tidak boleh terjadi untuk menjaga keamanan. Tegangan tarik yang masih diizinkan dimana tidak timbul suatu perubahan atau bahaya pada kayu

Serat kayu

P

P

Gambar 2.2. Batang kayu menerima gaya tarik sejajar serat

II.2.3.2 Keteguhan Tekan

Keteguhan tekan/kompresi adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya tekan yang bekerja sejajar atau tegak lurus serat kayu. Gaya tekan yang bekerja sejajar serat kayu akan menimbulkan bahaya tekuk pada kayu tersebut.

Sedangkan gaya tekan yang bekerja tegak lurus serat akan menimbulkan retak pada kayu.

Serat kayu

(32)

Gambar 2.3. Batang Kayu Menerima Gaya Tekan sejajar serat

Batang – batang yang panjang dan tipis seperti papan – papan, bahaya kerusakan karena menerima gaya tekan sejajar serat adalah lebih besar, jika dibandingkan dengan gaya tekan tegak lurus serat kayu. Sebagai akibat adanya gaya tekan ini akan menimbulkan tegangan tekan pada kayu. Tekanan tekan yang terbesar dimana tidak menimbulkan adanya bahaya disebut tegangan tekan yang diizinkan, dengan notasi

σtr ┴ (kg/cm2).

Serat kayu

P

P

Gambar 2.4. Kayu Yang Menerima Gaya Tekan Tegak lurus Serat

II.2.3.3 Keteguhan Geser

Keteguhan geser adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap dua gaya – gaya tekan yang bekerja padanya, kemampuan kayu untuk menahan gaya – gaya yang menyebabkan bagian kayu tersebut bergeser atau tergelincir dari bagian lain di dekatnya. Akibat gaya geser ini, maka akan timbul tegangan geser pada kayu. Dalam hal ini dibedakan 3 macam keteguhan geser, yaitu keteguhan geser sejajar serat, keteguhan geser tegak lurus serat dan keteguhan geser miring. Tegangan geser terbesar yang tidak akan menimbulkan bahaya pada pergeseran serat kayu disebut

(33)

P

P

Gaya Geser

Gambar 2.5. Batang Kayu Yang Menerima Gaya Geser Tegak Lurus ArahSerat

τ// (kg/cm2

)

II.2.3.4 Keteguhan Lengkung (Lentur)

Keteguhan lengkung (lentur) adalah kekuatan atau daya tahan kayu terhadap gaya – gaya yang akan berusaha melengkungkan kayu tersebut. Dalam hal ini dibedakan atas keteguhan lengkung statik dan keteguhan lengkung pukul. Keteguhan lengkung statik menunjukkan kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya perlahan – lahan, sedangkan keteguhan lengkung pukul adalah kekuatan kayu dalam menahan gaya yang mengenainya secara mendadak. Balok kayu yang terletak pada dua tumpuan atau lebih, bila menerima beban berlebihan akan melengkung/melentur.

Tertarik

Tertekan

P

Garis Netral

Gambar 2.6. Batang Kayu Yang Menerima Beban Lengkung

(34)

II.3 Alat Sambung Pasak

Pada prinsipnya suatu pasak adalah suatu benda yang dimasukkan sebagian, pada bidang sambungan, dalam tiap bagian-bagian kayu yang disambung, untuk memindahkan beban dari bagian yang satu kepada yang lain.

Menurut pemasangan pasak-pasak dapat dibagi dalam tiga macam sebagai berikut a. Yang pada bidang sambungan dimasukkan kedalam takikan-takikan di

dalam bagian-bagian kayu yang disambung.

b. Yang pada bidang sambungan dimasukkan di dalam bagian-bagian kayu dengan cara dipres.

c. Kombinasi dari a dan b.

(35)

Gambar 2.8. Pasak Cincin dimasukkan kedalam bagian Kayu Tabel 2.1 Daftar beban yang diperkenankan pada pasak cincin

Datar beban yang diperkenankan pada pasak cincin untuk kayu dengan berat jenis rata rata

0,5 gr/cm3 kering udara

Pasak garis tengah Ø

Ø luar Dl mm 60 80 100 120 140 160 180 200

Ø dalam Dd mm 52 70 88 108 126 144 164 184

lebar pasak b mm 18 22 26 30 36 40 46 50

Baut pegang

tengah Ø mm 12 14 14 16 16 18 18 20

cicin segi empat mm 50/50 60/60 60/60 70/70 70/70 70/70 70/70 80/80

Tebal cincin mm 5 6 7 7 7 7 7 8

Ukuran kayu minimal :

Papan Pengapit

φ = s/d 30° cm 6/12 6/14 6/18 6/20 8/22 8/24 10/30 10/32

φ > 30° cm 6/10 6/12 6/14 6/16 8/18 8/20 8/24 8/26

Kayu tengah

φ = s/d 30° cm 8/12 8/14 8/18 8/20 8/22 8/24 10/30 10/32

(36)

Jarak antara baut dan ujung kayu v (kayu muka)

cm 9 12 15 18 21 24 27 30

Jarak antara dua baut (tengah pasak)

cm 12 16 20 24 28 32 36 40

Jarak antara pinggir pasak dan tepi kayu :

yang dibebani a cm 3 3 4 4 4 4 6 6

yang tidak

dibebani b cm 2 2 2 2 2 2 3 3

Diperkecilnya luas kayu tanpa baut

cm2 4,3 7,1 11,2 15,6 22,3 28,4 37,3 45

kekuatan 1 pasak

φ = 0° kg 420 780 1140 1620 2260 2880 3780 4600

φ = 45° kg 315 585 855 1215 1695 2160 2835 3450

φ = 90° kg 210 390 570 810 1130 1440 1890 2300

Heinz Frick, Ir., 1983, Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu, Yogjakarta : Kanisius hal 139

II.3.1. Jenis-Jenis Sambungan Pasak Pasak baja yang biasa dipakai adalah :

(37)

Gambar 2.10. Toothed Ring Connector

Gambar 2.11. Bulldog Connector

(38)

Gambar 2.13. Spike- Grid Connector

Gambar 2.14. Shear-Plate Connector

(39)

II.4.1. PERSYARATAN-PERSYARATAN

Dalam perencanaan struktur kayu harus dipenuhi syarat-syarat berikut:

1) Analisis struktur harus dilakukan dengan cara-cara mekanika teknik yang baku. 2) Analisis dengan komputer, harus menunjukkan prinsip cara kerjadari program dan harus ditunjukan dengan jelas data masukan serta penjelasan data keluaran.

3) Percobaan model diperbolehkan bila diperlukan untuk menunjang analisis teoritis. 4) Analisis struktur harus dilakukan dengan model-model matematis yang mensimulasikan keadaan struktur yang sesungguhnya dilihat dari segi sifat bahan dan kekakuan unsur- unsurnya.

5) Bila cara perhitungan menyimpang dari tata cara ini, maka harus mengikuti persyaratan sebagai berikut:

(1) Struktur yang dihasilkan dapat dibuktikan dengan perhitungan dan atau percobaan yang cukup aman.

(2) Tanggung jawab atas penyimpangan, dipikul oleh perencana dan pelaksana yang bersangkutan.

(3) Perhitungan dan atau percobaan tersebut diajukan kepada panitia yang ditunjuk oleh Pengawas Lapangan, yang terdiri dari ahli-ahli yang diberi wewenang menentukan segala keterangan dan cara-cara tersebut. Bila perlu, panitia dapat meminta diadakan percobaan ulang, lanjutan atau tambahan. Laporan panitia yang berisi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan pengguanaan cara tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan tata cara ini.

(40)

Untuk mendapatkan kuat acuan dari kayu yang akan dipakai, dapat dipergunakan 2 cara, yaitu kuat acuan berdasarkan atas pemilahan secara mekanis, dan kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual.

A. Kuat acuan berdasarkan pemilahan secara visual

Pemilahan secara mekanis untuk mendapatkan modulus elastisitas lentur harus dilakukan dengan mengikuti standar pemilahan mekanis yang baku. Berdasarkan modulus elastisitas lentur yang diperoleh secara mekanis, kuat acuan lainnya dapat diambil mengikuti Tabel 2.2. Kuat acuan yang berbeda dengan Tabel 2.2 dapat digunakan apabila ada pembuktian secara eksperimental yang mengikuti standar- standar eksperimen yang baku.

(41)

E26

(42)

Pemilahan secara visual harus mengikuti standar pemilahan secara visual yang baku. Apabila pemeriksaan visual dilakukan berdasarkan atas pengukuran berat jenis, maka kuat acuan untuk kayu berserat lurus tanpa cacat dapat dihitung dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Kerapatan ρpada kondisi basah (berat dan volum diukur pada kondisi basah, tetapi kadar airnya sedikit lebih kecil dari 30%) dihitung dengan mengikuti prosedur baku. Gunakan satuan kg/m3 untuk ρ .

b) Kadar air, m% (m < 30), diukur dengan prosedur baku. c) Hitung berat jenis pada m% (Gm ) dengan rumus:

G = ρ/[1.000(1+m/100)]

d) Hitung berat jenis dasar (Gb ) dengan rumus

Gb = G m /[1+0,265aGm ] dengan a = (30-m)/30

e) Hitung berat jenis pada kadar air 15% (G15) dengan rumus:

G15 = Gb /(1-0,133Gb )

(43)

Tabel 2.3 Estimasi kuat acuan berdasarkan atas berat jenis pada kadar air 15% untuk kayu berserat lurus tanpa cacat kayu

Kuat Acuan Rumus estimasi

Modulus Elastisitas Lentur, Ew (MPa) 16.000G16.000G 0,71

Catatan: G adalah berat jenis kayu pada kadar air 15%.

Nilai kuat acuan lainnya dapat diperoleh dari Tabel 2.2 berdasarkan pada nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3. Untuk kayu dengan serat tidak lurus dan/ atau mempunyai cacat kayu, estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3 harus direduksi dengan mengikuti ketentuan pada SNI 03-3527-1994 UDC 691.11 tentang “Mutu Kayu Bangunan,” yaitu dengan mengalikan estimasi nilai modulus elastisitas lentur acuan dari Table 2.3 tersebut dengan nilai rasio tahanan yang ada pada Tabel 2.4 yang bergantung pada Kelas Mutu kayu. Kelas Mutu ditetapkan dengan mengacu pada Tabel 2.5

Tabel 2.4 Nilai rasio tahanan

Kelas Mutu Nilai Rasio Tahanan

A

B

C

0,80

0,63

(44)

Tabel 2.5 Cacat maksimum untuk setiap kelas mutu kayu Macam Cacat Kelas Mutu A Kelas Mutu B Kelas Mutu C

Mata kayu:

Terletak di muka lebar

Terletak di muka sempit

Retak

Pingul

Arah serat

Saluran damar

Cacat lain (lapuk, hati rapuh, retak melintang)

1/6 lebar kayu

1/8 lebar kayu

1/5 tebal kayu

1/10 tebal atau

lebar kayu

dibatasi dan tidak

ada tanda-tanda

serangga hidup

Tidak

asal terpencar dan

ukuran dibatasi

dan tidak ada

tanda-tanda

serangga hidup

(45)

II.4.2.2 Faktor-faktor koreksi

Faktor-faktor koreksi ini harus digunakan untuk menghitung nilai tahanan terkoreksi. Penggunaan faktor koreksi yang berbeda dari yang ditetapkan dibawah ini boleh digunakan bila dapat dibuktikan kebenarannya secara rasional berdasarkan prinsip-prinsip mekanika

II.4.2.2.1 Faktor-faktor koreksi untuk masa layan

a. Faktor koreksi layan basah (CM) yaitu untuk memperhitungkan kadar air masa layan yang lebih tinggi daripada 19% untuk kayu masif dan 16% untuk produk kayu yang dilem;

Tabel 2.6. Faktor Koreksi Layan Basah, CM

Fb Ft Fv Fc Fc E

Balok kayu 0,85* 1,00 0,97 0,67 0,8** 0,9

Balok kayu besar (125

mm x 125 mm atau

lebih besar)

1,00 1,00 1,00 0,67 0,91 1,00

Lantai papan kayu 0,85* - - 0,67 - 0,90

Glulam (kayu laminasi

struktural)

(46)

* Untuk (Fb )/(CF ) ≤ 8 MPa, CM = 1,0 **Untuk (Fc )/( CF ) < 5 MPa, CM = 1,0

b. Faktor koreksi temperatur (Ct) yaitu untuk memperhitungkan ttemperatur layan lebih tinggi daripada 38 C secara berkelanjutan;

Tabel 2.7. Faktor Koreksi Temperatur, Ct

Kondisi Acuan Kadar air pada

masa layan* Ct

C

T ≤38o 38oC <T ≤52oC 52oC <T ≤65oC

Ft, E Basah atau kering 1,0 0,9 0,9

Fb , Fc , Fv ,

Fc

Kering 1,0 0,8 0,7

Basah 1,0 0,7 ,05

*Kondisi layan basah dan kering untuk kayu gergajian dan glulam (kayu laminasi struktural) ditetapkan di dalam Butir 5.5.

(47)

d. Faktor koreksi tahan api (Crt) yaitu untuk memperhitungkan pengaruh perlakuan tahan api terhadap produk-produk kayu dan sambungan. Nilai faktor koreksi ditetapkan berdasarkan spesifikasi pemasok, ketentuan, atau tata cara yang berlaku.

II.4.2.2.2 Faktor koreksi untuk konfigurasi komponen struktur

a. CE adalah faktor koreksi aksi komposit, untuk komponen struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafon, untuk memperhitungkan peningkatan tahanan ketika penutup dan komponen struktur pendukungnya berfungsi sebagai aksi komposit.

CE = 1,00 untuk komponen yang digabung menggunakan paku,

CE = 1,10 untuk komponen yang digabung menggunakan perekat dan paku, CE = 1,15 untuk komponen yang digabung menggunakan perekat.

Dengan catatan : bahwa komponen struktur merupakan gabungan dari balok-balok sejajar dengan ukuran tinggi maksimum 300 mm, spasi maksimum 600 mm (pusat-ke-pusat), dan ditutup dengan panel-panel struktural setebal 12 mm atau lebih. Komponen struktur yang digabung menggunakan perekat dan paku mencakup panel struktural yang disambung ke rangka menggunakan paku berjarak tidak lebih dari 200 mm (pusat-ke-pusat) dan perekat elastomer

CE = 1,15, bila komponen yang disusun dengan cara ini tidak memiliki celah di antara penutup dan balok, atau apabila elemen-elemen penutup dihubungkan dengan sambungan takikan yang direkat

(48)

b. Cr adalah faktor koreksi pembagi beban, untuk balok tersusun atau komponen struktur lantai kayu, dinding kayu, dan plafon kayu, .

Cr = 1,15 untuk kayu masif,

Cr = 1,05 untuk glulam (kayu laminasi struktural), balok–I, dan kayu komposit struktural,

Cr = 1,15 untuk balok-I berusuk pabrikan yang kayu sayapnya dipilah secara visual,

Cr = 1,07 untuk balok-I berusuk pabrikan yang kayu sayapnya dipilah secara mekanis,

Cr = 1,04 untuk balok-I berusuk pabrikan yang sayapnya dibuat dari kayu komposit structural..

Catatan, Cr, hanya berlaku untuk tahanan lentur.

Pada rangka batang berspasi tidak lebih dari 600 mm (pusat-ke-pusat) dan dirakit dari kayu masif, nilai Cr dapat digunakan untuk tahanan lentur terkoreksi, M’, pada seluruh komponen gabungannya.

c. CL adalah faktor koreksi stabilitas balok yaitu untuk memperhitungkan pengaruh pengekangan lateral parsial

(49)

Me = momen tekuk lateral elastis, N-mm

= 2,40 Ey05 Iy/le (untuk penampang persegi panjang) le = panjang efektif ekivalen balok

Mx* = tahanan lentur terhadap sumbu kuat (x-x) dikali dengan semua faktor koreksi kecuali : Cfu; Cv; CL

d. Cp adalah faktor kestabilan kolom

(50)

Keterangan:

A adalah luas penampang bruto, mm2

E05 ’ adalah nilai modulus elastis lentur terkoreksi pada persentil ke lima, MPa

Pe adalah tahanan tekuk kritis (Euler) pada arah yang ditinjau, N

Po’ adalah tahanan tekan aksial terkoreksi sejajar serat pada kelangsingan kolom sama dengan nol, N

c = 0,80 untuk batang masif

c = 0,85 untuk tiang dan pancang bundar

c = 0,90 untuk glulam (kayu laminasi struktural) dan kayu komposit struktural Catatan nilai l; E05 ’; Kel, harus diambl pada arah yang sedang ditinjau

e.

f. Cf adalah faktor koreksi bentuk, untuk memperhitungkan pengaruh penampang tak persegi panjang pada perhitungan tahanan lentur.

Cf = 1.15 untuk komponen struktur berpenampang bundar selain daripada untuk tiang dan pancang

Cf = 1.40 untuk komponen struktur berpenampang persegi panjang yang terlentur terhadap sumbu diagonal.

II.4.2.2.3 Faktor koreksi tambahan

a. CI adalah faktor koreksi interaksi tegangan

(51)

2

b. CT adalah faktor koreksi kekakuan tekuk, untuk memperhitungkan peningkatan kekakuan rangka batang kayu berpenutup

05

KM = 0,624 untuk kayu yang dikeringkan demikian sehingga nilai kadar airnya lebih rendah dari 19% ketika dilakukan pemasangan penutup

KM = 0,326 untuk kayu yang dikeringkan sebagian ataupun tidak dikeringkan sama sekali, ketika dilakukan pemasangan penutup

c. Cg adalah faktor aksi kelompok. Yaitu untuk memperhitungkan ketakseragaman gaya yang bekerja pada baut, sekrup kunci, pen, pasak, pelat geser, cincin belah, atau alat pengencang sejenis

=

(52)

ai = jumlah alat pengencang efektif pada baris alat pengencang i ni = adalah jumlah alat pengencang dengan spasi yang seragam

1

γ = modulus beban atau modulus gelincir untuk satu alat pengencang. γ = 87,6 kN/mm untuk cincin belah atau pelat geser berukuran 102 mm,

γ = 70,1 kN/mm untuk cincin belah berukuran 64 mm atau pelat geser berukuran 67 mm,

γ = 0,246 D1,5 kN/mm untuk baut, sekrup kunci, pen, atau pasak dalam sambungan kayu-ke-kayu,

γ = 0,369 D1,5 kN/mm untuk baut, sekrup kunci, pen, atau pasak dalam sambungan kayu-ke-baja.

s = spasi dalam baris alat pengencang, jarak pusat-ke-pusat antar alat pengencang di dalam satu baris.

(EA)m = kekakuan aksial, modulus elastisitas lentur rerata komponen struktur utama dikalikan dengan luas bruto penampang utama sebelum dilubangi atau dicoak.

(53)

REA = (EA)min /(EA)max,

(EA)min adalah nilai yang lebih kecil di antara (EA)m dan (EA)s ,

(EA)max adalah nilai yang lebih besar di antara (EA)m dan (EA)s .

II.4.3 SAMBUNGAN MEKANIS

Sambungan pada komponen struktur kayu atau dari satu komponen struktur kayu ke komponen struktur kayu lainnya terdiri atas :

− Elemen penyambung misalnya : pelat buhul, pelat penyambung, pelat pengikat, siku dan pelat pendukung

− Alat penyambung misalnya : cincin belah, pelat geser

− Alat pengencang misalnya : paku, jepretan, pasak, sekrup, baut, sekrup kunci, dan sistem alat pengencang lainnya.

II.4.3.1 Perencanaan sambungan

Sambungan harus direncanakan sedemikian sehingga: '

(54)

di mana Zu adalah tahanan perlu sambungan, φz = 0,65 adalah faktor tahanan sambungan, dan Z’ adalah tahanan terkoreksi sambungan, λ adalah faktor waktu yang tidak diperbolehkan melebihi 1,0 untuk sambungan. Keberlakuan faktor-faktor koreksi untuk setiap jenis sambungan harus sesuai dengan yang disyaratkan pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8. Keberlakuan faktor koreksi (FK) untuk sambungan

(55)

Z’ = Z Cg Baut

II.4.3.2 Penempatan alat pengencang

Jarak tepi adalah jarak antara tepi suatu komponen strukturterhadap alat pengencang terdekat diukur dalam arah tegak lurus serat kayu. Bila suatu komponen struktur dibebani tegak lurus arah serat, tepi yang memikul beban didefinisikan sebagai tepi beban. Tepi yang tidak memikul beban didefinisikan sebagai tepi tanpa beban.

Jarak ujung adalah jarak yang diukur sejajar serat dari garis potong siku komponen struktur ke pusat alat pengencang yang terdekat

Spasi adalah jarak antar pusat alat pengencang yang diukur sepanjang garis yang menghubungkan pusat-ke-pusat alat pengencang

(56)

Gambar 2.15. Geometri sambungan baut

II.4.3.3 Sambungan Paku, pasak, dan sekrup

Ketentuan berikut ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang menggunakan paku dan pasak polos atau pasak berulir serta sekrup. Ketentuan ini harus digunakan untuk perencanaan alat pengencang dan sambungan secara individual, yaitu :

(57)

Panjang bagian ulir sekrup harus lebih besar atau sama dengan dua pertiga panjang batangnya. Tahanan sambungan yang menggunakan paku dan pasak harus ditentukan berdasarkan diameter batang alat pengencang, D, dan kuat leleh atau kuat leleh lentur. − Pemasangan

Sekrup harus dipasang dengan cara pemutaran. Paku dan pasak harus dipasang dengan cara dipukul. Paku miring harus dipasang dengan membentuk sudut ± 30o terhadap komponen struktur dan dimulai pada lokasi sepertiga panjang paku diukur dari tepi komponen struktur yang disambung.

Diameter lubang penuntun untuk paku dan pasak tidak boleh melebihi: 0,90 D untuk G > 0,60, dan

0,875 D untuk G ≤ 0,60

di mana G adalah berat jenis dan D adalah diameter batang paku Lubang penuntun untuk sekrup harus dibor, dengan ketentuan

(a) Lubang penuntun untuk bagian yang tak-berulir: 1,0 D untuk G > 0,60, dan

0,875 D untuk G ≤ 0,60

(b) Lubang penuntun untuk bagian yang berulir dari sekrup harus mempunyai diameter sama dengan:

(58)

− Untuk tahanan cabut: 0,90 DR untuk G > 0,60, dan 0,70 DR untuk G ≤ 0,60

dimana G adalah berat jenis kayu dan DR inti sekrup.

Spasi alat pengencang

Spasi minimum untuk paku, pasak, atau sekrup pada suatu sambungan tunggal diatur sebagai berikut:

Spasi dalam satu baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar alat pengencang dalam suatu baris diambil minimal 10 D bila digunakan pelat sisi dari kayu dan minimal 7 D untuk pelat sisi dari baja.

Spasi antar baris. Pada semua arah garis kerja beban lateral terhadap arah serat kayu, spasi minimum antar baris adalah 5 D.

Jarak ujung. Jarak minimum dari ujung komponen struktur ke pusat alat pengencang terdekat diambil sebesar:

− Untuk beban tarik lateral: 15 D untuk pelat sisi dari kayu, 10 D untuk pelat sisi dari baja. − Untuk beban tekan lateral: 10 D untuk pelat sisi dari kayu, 5 D untuk pelat sisi dari baja.

(59)

5 D pada tepi yang tidak dibebani, 10 D pada tepi yang dibebani.

 Tahanan Lateral Acuan: Satu irisan

Tahanan lateral acuan dari suatu sambungan yang menggunakan paku baja, pasak, atau sekrup satu irisan yang dibebani secara tegak lurus terhadap sumbu alat pengencang dan dipasang tegak lurus sumbu komponen struktur, diambil sebagai nilai terkecil dari hasil perhitungan persamaa-persamaan dalam tabel berikut :

Tabel 2.9. Tahanan lateral acuan paku dan pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

Moda Kelelehan Persamaan yang berlaku Is

(60)

IIIm

Tabel 2.10. Tahanan lateral acuan sekrup (Z) untuk satu sekrup dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

(61)

IIIs

p = kedalaman penetrasi efektif batang alat pengencang D = diameter batang alat pengencang (mm)

ts = tebal komponen sekunder (mm)

KD = 2,2 untuk D ≤ 4,3 mm,

= 0,38 D + 0,56 untuk 4,3 mm < D < 6,4 mm, = 3,0 untuk D ≥ 6,4 mm.

Untuk sambungan pelat sisi baja, persamaan untuk moda leleh ls, pada tabel di atas tidak berlaku, dan tahan untuk moda tersebut dihitung sebagai tahanan tumpu alat pengencang pada pelat baja sisi.

(62)

Gambar 2.16. Sambungan paku dua irisan dengan penetrasi sebahagian Untuk titik kumpul sambungan yang terdiri atas tiga komponen sambungan dengan dua irisan, tahanan lateral acuan diambil sebesar dua kali tahanan lateral acuan satu irisan yang terkecil. Komponen tengah pada titik kumpul tersebut harus lebih tebal dari 6 D. Jika penetrasi alat pengencang pada komponen pemegang kurang dari 12 D untuk paku dan pasak, atau 7 D untuk sekrup maka tahanan lateral harus dikalikan dengan faktor kedalama penetrasi (Cd) Besarnya faktor kedalaman penetrasi (Cd), ditentukan seperti berikut :

Kedalaman penetrasi alat pengencang (p), untuk paku dan pasak − Untuk 6 D ≤ p < 12 D, Cd = p/12 D, − Untuk p ≥ 12 D, Cd = 1,0.

Kedalaman penetrasi alat pengencang (p), untuk sekrup − Untuk 4 D ≤ p < 7 D, Cd = p/7 D, − Untuk p ≥ 7 D, Cd = 1,0.

(63)

II.4.3.4 Sambungan Baut, Skrup KUnci, Pen Dan Pasak

Ketentuan sambungan ini berlaku untuk perencanaan sambungan yang menggunakan alat pengencang dari jenis pasak baja, termasuk baut, skrup kunci, dan pen yang berdiameter 6,3 mm ≤ D ≤ 25 mm.

II.4.3.4.1 Ukuran dan sifat alat pengencang

Alat pengencang harus dibuat tegak lurus terhadap permukaan komponen struktur. Untuk baut, lubang penuntun tidak boleh lebih besar dari ketentuan berikut : D + 0,8 mm bila D < 12,7 mm

D + 1,6 mm bila D ≥ 12,7 mm.

Sedangkan lubang penuntun untuk pen harus dibuat antara D hingga (D-0,8 mm), di mana D adalah diameter pen.

Lubang penuntun untuk sekrup kunci harus dibor dengan cara sebagai berikut: (a) Lubang untuk daerah tak berulir harus memiliki diameter yang sama dengan diameter batang tak-berulir dan kedalaman yang sama dengan daerah tak-berulir. (b) Lubang penuntun untuk daerah berulir harus memiliki panjang minimum sepanjang batang berulir dari sekrup kunci dan berdiameter sama dengan fraksi diameter batang berulir berikut ini:

G > 0,60 = (0,65) D hingga (0,85) D 0,50 < G ≤ 0,60 = (0,60) D hingga (0,75) D G ≤ 0,50 = (0,40) D hingga (0,70) D

(64)

Untuk baut, skrup kunci, pasak dan pen jarak tepi baut yang diperlukan, jarak ujung dan spasi alat pengencang yang diperlukan untuk mengembangkan tahanan acuan harus sesuai dengan nilai minimum pada tabel berikut :

Tabel 2.11. Jarak tepi, jarak ujung, dan persyaratan spasi untuk sambungan dengan

baut,sekrup kunci, pen, dan pasak

Beban Sejajar Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum

Jarak Tepi (bopt)

lm /D ≤ 6 (lihat Catatan 1)

lm /D > 6

Jarak Ujung (aopt)

Komponen Tarik

Komponen Tekan

Spasi (Sopt)

Spasi dalam baris alat pengencang

Jarak antar baris alat pengencang

1,5D

yang terbesar dari 1,5D atau 1/2 jarak antar baris alat

pengencang tegak lurus serat

7D

4D

4D

1,5D<127 mm (lihat Catatan 2 dan 3)

Beban Tegaklurus Arah Serat Ketentuan Dimensi Minimum

Jarak Tepi (bopt)

Tepi yang dibebani

Tepi yang tidak dibebani

Jarak Ujung (aopt)

4D

1,5D

(65)

Spasi (Sopt)

Spasi dalam baris alat pengencang

Jarak antar baris alat pengencang:

lm/D ≤ 2

2<lm/D<6

lm/D≥ 6

Lihat Catatan 3

2,5D (lihat Catatan 3)

(5lm+10D)/8 (lihat Catatan 3)

5D (lihat Catatan 3)

Catatan:

1. lm adalah panjang pasak pada komponen utama pada suatu sambungan atau panjang total pasak pada komponen sekunder pada suatu sambungan.

2. Diperlukan spasi yang lebih besar untuk sambungan yang menggunakan ring. 3. Untuk alat pengencang sejenis pasak, spasi tegak lurus arah serat antar alat-alat pengencang terluar pada suatu sambungan tidak boleh melebihi 127 mm, kecuali bila digunakan plat pnyambung khusus bila ada ketentuan mengenai perubahan dimensi kayu

II.4.3.4.2 Tahanan lateral

Tahanan lateral acuan pada bagian ini berlaku untuk sambungan dengan komponen utama yang terdiri dari satu atau dua komponen kayu atau komponen dengan pelat baja sisi.

(66)

Tabel 2.12. Tahanan lateral acuan untuk baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

(67)

IV

Tabel 2.13. Tahanan lateral acuan untuk baut atau pasak (Z) untuk satu alat pengencang dengan dua irisan yang menyambung tiga komponen

(68)

Kθ = 1 + 0,25(θ/90 o)

Fyb = Tegangan leleh baja (2400 kg/cm2)

Fem = Kuat tumpu komponen struktur utama

D = Diameter Pasak

ts = Tebal komponen struktur sekunder

tm = Tebal komponen struktur utama

Fes = Kuat tumpu komponen struktur sekunder

Tabel 2.14. Tahanan lateral acuan untuk sekrup kunci (Z) untuk satu alat pengencang dengan satu irisan yang menyambung dua komponen

(69)

Kuat tumpu pasak (Fe) untuk komponen utama yang terbuat dari beton atau pasangan batu diambil sam dengan kuat tumpu pasak untuk komponen sekunder yang terbuat dari kayu, dan tebal efektif komponen utama dari beton atau pasangan batu harus lebih besar dari pada dua kali tebal komponen sekunder kayu.

(70)

3 cm

4,5 cm

6,5 cm

BAB III

MATERIAL DAN METODE PENELITIAN III.1 Persiapan dan Pemeriksaan Material

Material yang digunakan adalah kayu persegi yang diperoleh dari pemotongan kayu bulat yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi potongan pesegi. Karena material yang dipakai dalam penelitian kayu ini kayu yang tidak standard, maka sebelum melaksanakan pengujian sambungan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan material dengan mengadakan pengujian modulus elastisitas, kadar air, massa jenis, dan kuat tekan sejajar serat dari material yang sesungguhnya. Pengujian Mechanical properties ini dilakukan untuk menentukan mutu kayu sehingga diperoleh tegangan ijin yang dapat dipikul kayu tersebut.

III.1.1 Pengujian Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan untuk mendapatkan kadar air yang dikandung dari benda uji dan dikontrol dengan persyaratan dimana syarat kadar air maksimal 20 % untuk kayu kering udara. Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yang sudah diketam dengan ukuran (3 x 4,5 x 6,5) cm sebanyak 5 sampel.

(71)

Kemudian masing-masing kayu ditimbang dengan menggunakan timbangan merek ELE kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,01 gr dan dicatat sebagai berat awal. Kemudian kayu dimasukkan kedalam oven minimal selama 1 x 24 jam. Setelah itu kayu dikeluarkan dari oven lalu ditimbang kembali dengan menggunakan timbangan yang sama dan dicatat sebagai berat akhir. Agar massa yang didapat konstan, jangan menimbang kayu dalam keadaan panas. Tapi biarkanlah kayu tersebut dalam keadaan dingin terlebih dahulu.

Untuk mencari kadar air kayu digunakan rumus :

Dimana :

x = Kadar lengas kayu (%)

Gx = Massa benda uji mula-mula (gr) Gk = Massa benda uji setelah di oven (gr)

III.1.2 Pengujian Massa Jenis

(72)

5 cm 7,5 cm

2,5 cm

Gambar 3. 2 Sampel Penelitian Berat Jenis

Kemudian masing-masing kayu ditimbang dengan menggunakan timbangan merek ELE kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,01 gr dan dicatat Massanya.

Untuk mencari Massa jenis kayu digunakan rumus :

Dimana :

BJ = Massa jenis kayu (gr/cm3)

(73)

2 cm 6 cm

2 cm

P

III.1.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

Penelitian kuat tekan sejajar serat dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh benda uji tersebut sampai batas keruntuhan. Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yatng sudah diketam dengan ukuran (2 x 2 x 6) cm sebanyak 5 sampel.

Kemudian kayu tersebut dimasukkan kedalam mesin tekan merek ELE dengan kapasitas 200 ton dengan sisi (2 x 2) cm menghadap ke atas dan ke bawah. Kemudian dilakukan penekanan secara perlahan. Penekanan dilakukan sampai pembacaan dial berhenti atau turun dan menunjukkan angka yang tetap, yaitu saat terjadi keruntuhan pada benda uji.

(74)

Besarnya nilai pembacaan akhir kemudian dicatat sebagai beban tekan yang merupakan nilai P. Kekuatan tekan kayu arah sejajar serat dapat dihitung dengan rumus :

σ

tk//

Dimana :

σtk// : Tegangan tekan sejajar serat (kg/cm2)

P : Beban tekan maksimum (kg) A : Luas bagian yang tertekan (cm2)

III.1.4 Pengujian Elastisitas

Pengujian Elastisitas dilakukan untuk mendapatkan nilai elastisitas yang mengalami lenturan yang juga dapat digunakan untuk menentukan mutu kayu. Dalam hal ini benda uji yang digunakan adalah kayu yang sudah diketam dengan ukuran (2 x 2 x 30) cm sebanyak 5 sampel dengan arah serat sejajar dengan arah memanjang benda uji.

30 cm

2 cm 2 cm

(75)

Pengujian elastisitas dilakukan dengan memberikan pembebanan pada batang kayu yang ditentukan dimensinya. Batang kayu tersebut diletakkan pada perletakan sendi-sendi dengan bentang 30 cm. Kemudian di tengah bentang diberikan pembebanan dengan penambahan 10 kg sampai kayu mengalami lendutan. Lendutan kayu diperoleh dari angka yang ditunjukkan dial indikator dengan merek Mitumoyo dengan ketelitian 0,01 mm yang dipasang ditengah bentang.

Dial

P 30 cm

Gambar 3. 4b Penempatan Dial dan Beban pada Benda Uji

Beban P secara bertahap ditambah besarnya lalu dicatat nilai penurunan yang terjadi pada saat penambahan beban. Beban harus ditambah sampai benda uji menjadi patah. Untuk setiap besar beban yang bekerja diperoleh besarnya nilai penurunan (f). Dari kedua parameter ini didapatlah nilai elastisitas yang dihitung dengan rumus :

Dimana :

(76)

b : Lebar benda uji (2 cm) h : Tinggi benda uji (2 cm)

σ : Tegangan lentur (kg/cm2)

: Regangan yang terjadi

III.2 Pengujian Kuat Tekan Sambungan dengan Menggunakan Dial Deformasi Sambungan

Pengujian kuat tekan sambungan kayu dilakukan dengan menggunakan peralatan mesin tekan manual dengan kapasitas 200 ton terhadap masing masing sampel dan dilakukan untuk mendapatkan nilai kuat tekan yang mampu diterima oleh sambungan kayu tersebut.

Sambungan yang dibuat dengan menggunakan sambungan pasak cincin. Letak penempatan pasak cincin ini terlebih dahulu di buat dengan menggunakan bor khusus sehingga sewaktu pasak cincin dimasukkan ke dalam takikan tidak longgar atau terlalu sempit agar didapat kekuatan yang maksimal. Maksud dari pada belahan (split ) pada pasak cincin ini adalah untuk mendapatkan fleksibilitas sehingga memungkinkan adanya pemikulan yang bersamaan pada teras kayu didalam cincin maupun pada kayu diluar cincin.

(77)

batas keruntuhan apabila displacement yang terjadi terus bertambah sedangkan beban yang diberikan tidak bertambah.

Berikut adalah keterangan sampel yang digunakan pada pengujian kuat tekan tekan sambungan kayu menggunakan dial deformasi :

Untuk sampel I, II, III direncanakan :

• Kayu yang disambung memiliki penampang (8 x 12) cm. • Pelat penyambung kayu memiliki penampang (6 x 12) cm.

• Pasak yang digunakan adalah jenis pasak cincin dengan diameter luar (Dl) 60 mm dan diameter dalam (Dd) 52 mm sebanyak 4 buah

• Diameter baut yang digunakan adalah Ø 12 mm

(78)
(79)

BAB IV

ANALISA HASIL PENGUJIAN BENDA UJI IV.I Pengujian Mechanical Properties

IV.1.1 Pengujian Kadar Air

Hasil pengujian kadar air yang dilakukan terhadap benda uji sebanyak 5 (lima) buah adalah seperti yang terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini.

Tabel 4. 1 Hasil Pengujian Kadar Air

Sampel Massa Gx

(gr) Massa Gk (gr) Kadar Air (%)

I 71,1 65,5 8,550

II 66,2 59,1 12,014

III 66,1 61,2 8,007

IV 71 65 9,231

V 69,1 61,5 12,358

Total 50,158

Keterangan :

Gx : Massa benda uji mula-mula (gr) Gk : Massa benda uji setelah di oven (gr)

(80)

%

Sehingga nilai kadar air rata-rata dari 5 buah benda uji yang digunakan adalah %.

IV.1.2 Pengujian Berat Jenis

Hasil pengujian berat jenis yang dilakukan terhadap benda uji sebanyak 5 (lima) buah adalah seperti yang terlihat pada tabel 4.2 dibawah ini.

Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Berat Jenis

Sampel Massa (gr) Volume (Cm3) Massa Jenis (gr / Cm3)

I 75,62 93,75 0,807

II 73,68 93,75 0,786

III 75,15 93,75 0,802

IV 76,66 93,75 0,818

V 75,72 93,75 0,808

(81)

Sehingga nilai massa jenis rata-rata dari 5 buah benda uji yang digunakan adalah 0.7768 gr/cm3.

IV.1.3 Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

Hasil pengujian Kuat tekan sejajar serat yang dilakukan terhadap benda uji sebanyak 5 (lima) buah adalah seperti yang terlihat pada tabel 4.3 dibawah ini.

Tabel 4. 3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Sejajar Serat

Sampel Beban (Kg) Luas (Cm2) Kuat Tekan (Kg / Cm2)

I 1800 4 450

II 1750 4 438

III 2100 4 525

IV 1650 4 413

V 1950 4 488

(82)

= 35,953 Mpa

Sehingga nilai tegangan tekan sejajar serat rata-rata dari 5 buah benda uji yang digunakan adalah

Gambar 4.1 Pengujian Kuat Tekan Sejajar serat

(83)

Pengujian elastisitas kayu terhadap lima sampel yang diambil secara acak untuk untuk pencatatan dial penurunan 10 kg

Dari Grafik Tegangan dan regangan untuk setiap sampel dapat dilihat bahwa sampel sampai beban tertentu mengalami garis lurus dan besarnya beban yang diambil adalah beban ultimate dimana :

• Sampel I pada pembebanan 100 kg. • Sampel II pada pembebanan 90 kg. • Sampel III pada pembebanan 90. kg • Sampel IV pada pembebanan 90 kg. • Sampel V pada pembebanan 90 kg.

Hasil pengujian Elastisitas yang dilakukan terhadap benda uji sebanyak 5 (lima) buah adalah seperti yang terlihat pada tabel 4. 4a dibawah ini.

Tabel 4. 4a Hasil Pengujian Elastisitas

Beban (Kg)

(84)

70 188 181 191 186 207

(85)

Grafik 4.1a Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel I

Grafik 4.1b regresi linier tegangan – regangan pada sampel I

y = 144384x + 13,309

0,0000 0,0010 0,0020 0,0030 0,0040 0,0050

Regangan ε

Tabel 4. 4c Perhitungan Tegangan - Regangan Kayu Sampel II

(86)

10 25 56,25 168750,00 75 0,0003333 20 50 112,50 168750,00 150 0,0006667 30 72 168,75 175781,25 225 0,0009600 40 97 225,00 173969,07 300 0,0012933 50 120 281,25 175781,25 375 0,0016000 60 150 337,50 168750,00 450 0,0020000 70 181 393,75 163156,08 525 0,0024133 80 210 450,00 160714,29 600 0,0028000 90 245 506,25 154974,49 675 0,0032667 100 288 562,50 146484,38 750 0,0038400 110 334 618,75 138940,87 825 0,0044533 120 412 675,00 122876,21 900 0,0054933 130 492 731,25 111471,04 975 0,0065600 140 650 787,50 90865,38 1050 0,0086667 150 915 843,75 69159,84 1125 0,0122000 Grafik 4.1c Tegangan Regangan dari pengujian elastisitas pada sampel II

(87)

y = 157062x + 12,296

0,0000 0,0005 0,0010 0,0015 0,0020 0,0025 0,0030 0,0035

Regangan ε

Gambar

Gambar 2.7. Pasak segi empat dimasukkan kedalam Takikan
Gambar 2.8. Pasak Cincin dimasukkan kedalam bagian Kayu Tabel 2.1  Daftar beban yang diperkenankan pada pasak cincin
Gambar 2.9. Split Ring Connector
Gambar 2.10. Toothed Ring Connector
+7

Referensi

Dokumen terkait

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan mengembangkan ilmu pengetahuan kesehatan khususnya di bidang gizi masyarakat terutama tentang

Setelah jumlah perkiraan permintaan untuk tahun selanjutnya pada setiap suku cadang kritis maka hal yang selanjutnya akan dilakukan adalah melakukan perhitungan

Pada tahun ini telah diterapkan otonomi daerah dimana tiap daerah diberikan wewenang untuk mengelola daerahnya sendiri sehingga potensi-potensi daerah bisa tergali

Fungsi Hash dapat digunakan untuk menjaga keutuhan (integritas) data dengan cara membangkitkan message digest dari isi arsip (misalnya dengan menggunakan algoritma

melakukan penyusunan rencana kegiatan Sub Bidang Pengolahan dan Pelayanan Informasi Arsip berdasarkan tugas, permasalahan dan regulasi kebijakan tentang perencanaan program

Tindak pidana Pemilu adalah tindak pidana pelanggaran dan atau kejahatan terhadap ketentuan tindak pidana Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017

Bentuknya yang low profile membuat antena mikrostrip dapat diintegrasikan pada berbagai bidang permukaan, sederhana dan tidak mahal untuk diproduksi dengan menggunakan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Tugas Akhir ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar Kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,