• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Dataran Menengah Kopo, Cisarua – Jawa Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Dataran Menengah Kopo, Cisarua – Jawa Barat."

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH NAUNGAN DAN JARAK TANAM TERHADAP

TANAMAN SOBA DI DATARAN MENENGAH KOPO,

CISARUA

JAWA BARAT

YUDISTIRO ANGGENO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Dataran Menengah Kopo, Cisarua Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Yudistiro Anggeno

(4)

ABSTRAK

YUDISTIRO ANGGENO. Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Dataran Menengah Kopo, Cisarua - Jawa Barat. Dibimbing oleh

IMPRON.

Tanaman soba merupakan tanaman pangan yang memiliki banyak manfaat antara lain sebagai bahan alternatif untuk pertanian berkelanjutan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh naungan dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan perkembangan, intersepsi radiasi, efisiensi pemanfaatan radiasi dan akumulasi panas tanaman soba kultivar Harunoibuki. Penelitian dilaksanakan di daerah Kopo, Cijulang, Cisarua, Jawa Barat pada ketinggian 600 mdpl pada bulan Mei hingga Juli 2012. Penelitian menggunakan rancangan petak tersarang dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Soba ditanam di bawah dua kondisi naungan; N0 (tanpa naungan) dan N1 (di dalam naungan paranet 55%) sebagai faktor utama, sedangkan jarak tanam; P1 (200 tanaman/m2) dan P2 (50 tanaman/m2) sebagai faktor kedua.

Naungan dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan berat kering total. Tanaman dengan jarak tanam rapat mampu mengintersepsi radiasi 10 – 30% lebih banyak daripada tanaman dengan jarak tanam renggang. Efisiensi pemanfaatan radiasi setiap perlakuan P1/N0, P2/N0, P1/N1, dan P2/N1 berturut – turut adalah 3.11, 2.13, 2.76, dan 2.65 g/MJ. Tanaman di dalam naungan membutuhkan 1380 0C hari dan tanaman tanpa naungan membutuhkan 1239 0C hari dari mulai tanam hingga panen. Tanaman tanpa naungan produktivitasnya dua kali lebih banyak dibandingkan tanaman yang berada di dalam naungan.

(5)

ABSTRACT

YUDISTIRO ANGGENO. Effect of Shading and Plant Spacing on Buckwheat Grown at Intermediateland of Kopo, Cisarua - West Java. Supervised by

IMPRON.

Buckwheat is a crop that has many benefits such as for alternatif food and sustainable agriculture in Indonesia. This study was conducted to determine the effect of shading and plant spacing on growth and development, radiation interception, radiation use efficiency and heat accumulation on buckwheat cultivar Harunoibuki. The experiment was conducted in May – Juli 2012 in Kopo Intermediateland, Cijulang, Cisarua, West Java at 600 meters above sea level. This study used nested experimental design with two factors and three replications; shading conditions of buckwheat: N0 (no shading) and N1 (shading by paranet 55%) as main factor; while plant spacing: P1 (200 plants/m2) and P2 (50 plants/m2) as second factor.

Shading and plant spacing have significant effect on height, leaf number, and total dry mater of plant. Population density of 200 plants/m2 was able to intercept radiation 10 – 30% more than population density of 50 plants/m2. Radiation use efficiency on treatment of P1/N0, P2/N0, P1/N1, and P2/N1 were 3.11, 2.13, 2.76, and 2.65 g/MJ. Plants with the shading required 1380 0C day and plants without shading required 1239 0C day until harvest time. Plant without shading has double productivity compared to plant with shading.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PENGARUH NAUNGAN DAN JARAK TANAM TERHADAP

TANAMAN SOBA DI DATARAN MENENGAH KOPO,

CISARUA

JAWA BARAT

YUDISTIRO ANGGENO

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Dataran Menengah Kopo, Cisarua – Jawa Barat.

Nama : Yudistiro Anggeno NIM : G24080038

Disetujui oleh

Dr Ir Impron, M Agr Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, MS Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 ini adalah Pengaruh Naungan dan Jarak Tanam terhadap Tanaman Soba di Wilayah Kopo, Cisarua, Bogor - Jawa Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Impron M. Agr. Sc. selaku pembimbing yang telah banyak memberikan saran, bantuan, kritik, nasehat yang sangat berguna bagi penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Adeleyda Lumingkewas yang telah berkenan memberi kesempatan bagi penulis untuk ikut serta dalam penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, kakak, adik, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Tirsa Eka Saputri S. Hut atas semangat, dukungan dan doa yang diberikan kepada penulis. Kepada teman satu penelitian saudara Iput Pradiko S.Si, terima kasih atas kebersamaan dan bantuan dalam menyelesaikan penelitian ini. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Arifin di kebun Kopo Cijulang Cisarua yang telah membantu dalam proses pelaksanaan dan memfasilitasi terlaksananya penelitian ini. Terima kasih teman – teman GFM 45 atas semua kebersamaan, kekeluargaan, dan persahabatan selama ini. Terima kasih kepada seluruh keluarga besar Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor atas semangat dan dukungannya. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Jeni Febrianto S.KH, Agung K Kopa, Maktam, Muhammad Irvandri S.Pt, Olanda Patricia S.Pt, dan Pri Menik Day S.Pt. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(11)

DAFTAR ISI

Kerapatan Populasi Tanaman 3

Intersepsi dan Efisiensi Pemanfaatan Radiasi 3

Akumulasi Panas 3

Pertumbuhan, perkembangan dan komponen panen tanaman soba 6

Pengolahan dan analisis data 6

Biomassa tanaman 6

Koefisien pemadaman 6

Intersepsi radiasi surya 6

Indeks panen 7

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya 7

Akumulasi panas 7

Analisis statistik rancangan percobaan 7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Cuaca Selama Penelitian 7

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Soba 8

Tinggi tanaman 8

Jumlah daun 10

Berat kering total per tanaman 11

Indeks Luas Daun (ILD), Spesific Leaf Area (SLA), dan Koefisien Pemadaman

(k) 13

Radiasi Surya Total 14

Intersepsi Radiasi Surya 14

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya 15

Akumulasi Panas 16

(12)

vi

Pengaruh suhu udara 17

Pengaruh radiasi surya 17

Pengaruh faktor lain 18

Komponen Panen Tanaman Soba 18

SIMPULAN DAN SARAN

1 Penelitian tanaman soba di beberapa tempat di Indonesia 1

2 Fase pertumbuhan tanaman soba 2

3 Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut

Duncan 9

4 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut

Duncan 9

5 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun menurut uji lanjut

Duncan 10

6 Pengaruh naungan terhadap jumlah daun menurut uji lanjut Duncan 10 7 Pengaruh jarak tanam terhadap intersepsi (%) menurut uji lanjut Duncan 14 8 Pengaruh naungan terhadap intersepsi (%) menurut uji lanjut Duncan 15

9 Akumulasi panas tanaman soba 17

10 Pengaruh jarak tanam terhadap komponen panen tanaman soba

menurut uji lanjut Duncan 19

11 Pengaruh kondisi naungan terhadap komponen panen tanaman soba

menurut uji lanjut Duncan 19

DAFTAR GAMBAR

1 Tanaman soba 2

2 Jarak antar tanaman dalam baris 5

3 Radiasi surya rata - rata 8

4 Suhu udara rata - rata 8

5 Tinggi rata-rata semua ulangan 9

6 Jumlah daun rata-rata semua ulangan 10

7 Berat kering total rata-rata semua ulangan 11

8 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap berat kering total

rata-rata semua ulangan: (a) P1/N0; (b) P1/N1; (c) P2/N0; (d) P2/N1 12

9 Indeks luas daun rata-rata semua ulangan 13

(13)

11 Korelasi pertambahan berat kering total dengan akumulasi intersepsi

rata-rata semua ulangan: (a) tanpa naungan; (b) di bawah naungan 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, dan berat

kering total tanaman soba 22

2 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap berat kering total

tanaman soba 23

3 Data intensitas radiasi dan akumulasi intersepsi 24

4 Akumulasi panas tanaman soba 25

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan bahan pangan di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Upaya peningkatan ketersediaan pangan dapat dilakukan salah satunya dengan diversifikasi tanaman pangan terutama yang mempunyai kandungan karbohidrat cukup tinggi sehingga dapat digunakan sebagai alternatif bahan makanan pokok.

Tanaman soba (buckwheat) mempunyai nama latin Fagopyrum esculentum Moench merupakan tanaman pangan yang dapat memproduksi tepung dan juga sudah dikembangkan di pertanian Indonesia. Soba merupakan tanaman penghasil tepung yang dapat dikembangkan sebagai alternatif bahan pangan baru. Sebagai tanaman penghasil tepung, soba memiliki kandungan karbohidrat 77.5% dan protein 6.4% (Edwardson 1996). Merujuk dari penelitian – penelitian yang telah dilakukan (Tabel 1), penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon perlakuan naungan dan jarak tanam terhadap tanaman soba kultivar Harunoibuki di Cisarua pada 600 mdpl. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperbaharui informasi yang sudah ada dan potensi pengembangannya di Indonesia.

Tabel 1 Penelitian tanaman soba di beberapa tempat di Indonesia No Peneliti

1 Perdinan Pasir Sarongge

Cipanas-Cianjur 1150

5 Irawan Cijeruk-Bogor 550 Kitawase

Hitachi 2002

2.9 4.1

6 Pradiko Pasir Sarongge 1150 Harunoibuki 2012 4.6

Tujuan Penelitian

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanaman Soba

Tanaman soba berasal dari dataran tinggi Cina (Provinsi Yunnan dan Sichuan) yang kemudian menyebar dan dibudidayakan di New York, Pennsylvania, Michigan, Wiconsin, Ohio, Virginia Barat, serta daerah lainnya (Edwardson 1996). Tanaman soba merupakan tanaman herba, dengan klasifikasi sebagai berikut:

Spesies : Fagopyrum esculentum Moench

Tanaman soba memiliki karakteristik morfologi sebagai berikut; tinggi tanaman 60–130 cm, batang dan cabang sukulen, daun berbentuk hati, biji berbentuk sudut trianguler, dan akar tunggang. Tipe pertumbuhan soba

indeterminate, yaitu batang tetap tumbuh walaupun sudah masuk fase generatif, sehingga pada satu tanaman terdapat biji yang sudah masak tetapi bagian atas masih berbunga (Grubben dan Siemonsma 1996). Fase pertumbuhan tanaman soba menurut Gupta et al. (2011) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Fase pertumbuhan tanaman soba (Gupta et al. 2011)

Fase Pertumbuhan Hari setelah perkecambahan

Fase 1 Emergensi 4

Fase 2 Pembentukan sepasang daun pertama 8 Fase 3 Muncul tunas dan pertumbuhan daun 15 Fase 4 Pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan daun 20 Fase 5 Pembungaan dan tidak ada lagi pertumbuhan daun 30

Fase 6 Puncak pembungaan 40

Fase 7 Pembentukan biji dimulai 52

Fase 8 Fase biji susu 62

Fase 9 Biji coklat 75

(16)

3

Naungan

Naungan merupakan kondisi yang menggambarkan terhalang dan berkurangnya radiasi matahari yang sampai ke tanaman. Mohr dan Schopfer (1995) menyatakan kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap lingkungan ditentukan oleh sifat genetik tanaman. Menurut Cruz (1997), kondisi naungan dapat mengurangi enzim fotosintetik yang berfungsi sebagai katalisator dalam fiksasi CO2 dan menurunkan titik kompensasi cahaya. Pengaruh intensitas cahaya rendah pada penelitian yang dilakukan Pradiko (2012) menyatakan bahwa pemberian naungan 55% menyebabkan tanaman menjadi mudah patah, mudah rebah, dan produksi biji rendah.

Kerapatan Populasi Tanaman

Kerapatan populasi menunjukkan jumlah individu tanaman (populasi) per satuan luas lahan tempat tumbuh tanaman akibat adanya perbedaan jarak tanam. Perbedaan kerapatan tanaman mempengaruhi kompetisi dalam penggunaan air, zat hara antar tanaman, dan efisiensi penggunaan cahaya yang akhirnya mempengaruhi penampilan serta produksi tanaman (Harjadi 1996).

Penelitian Perdinan (2002) di Kebun Percobaan IPB Pasir Sarongge, menjelaskan bahwa tanaman soba dengan kerapatan populasi 100 tanaman/m2 mempunyai Indeks Luas Daun (ILD) yang lebih kecil daripada kerapatan populasi 150 tanaman/m2. Penelitian tersebut juga menyatakan bahwa tanaman dengan jarak tanam kurang rapat akan menghasilkan biji yang lebih berat.

Intersepsi dan Efisiensi Pemanfaatan Radiasi

Menurut Handoko (1994) intersepsi adalah selisih antara radiasi yang diterima di atas tajuk dengan di bawah tajuk tanaman. Radiasi surya merupakan sumber energi utama bagi seluruh aktifitas fisiologis dan metabolisme tanaman. Energi didapat melalui proses fotosintesis dan diubah menjadi energi kimia yang disimpan dalam bentuk karbohidrat. Beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan dalam penerimaan radiasi adalah posisi daun, susunan daun, struktur tegakan, indeks luas daun, serta ketersedian air dan hara (Asyiardi 1993).

Akumulasi Panas

(17)

sebagai peubah untuk menentukan tahapan perkembangan dan umur tanaman (Handoko 1994). Menurut Koesmaryono (1996) interaksi antara suhu udara dan radiasi surya berpengaruh terhadap suhu daun yang kemudian dapat mempengaruhi proses fotosintesis alami tanaman. Konsep akumulasi panas didasarkan pada kebutuhan total panas dari tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan soba sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penanaman dilakukan pada tanggal 20 Mei 2012. Periode pengamatan dan pengambilan data dimulai tanggal 20 Mei hingga 20 Juli 2012 di Kebun Pembibitan Kelompok Tani Kopo, Cijulang, Cisarua, Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat pada koordinat lintang 6039’31.3” LS dan 106053’41.1” BT dengan elevasi 600 mdpl. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Agrometeorologi GFM – FMIPA Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan adalah alat pengolah tanah (cangkul, kored, tugal, dan ajir), tube solarimeter, digital voltmeter DT 830 B, printer HP, termometer bola basah dan bola kering, oven, timbangan, jangka sorong, paranet 55%, bambu penyangga bangunan paranet, alat tulis, dan seperangkat komputer dengan software MS. Excel dan SAS portable v9. Bahan yang digunakan adalah benih soba varietas Harunoibuki, pupuk kandang 10 ton/ha, dan abu sekam 2 ton/ha.

Metode Pelaksanaan Penelitian Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Petak Tersarang (Nested Design) dua faktor dengan tiga kali ulangan. Faktor utama adalah naungan terdiri dari dua taraf perlakuan. Faktor kedua adalah anak petak terdiri dari dua taraf perlakuan. Taraf perlakuan yang digunakan sebagai berikut:

Perlakuan naungan (N) sebagai faktor utama: N0 = tanpa naungan

N1 = naungan paranet 55% Jarak tanam (P) sebagai faktor kedua:

(18)

5

P2 = jarak tanam 10 cm x 20 cm (50 tanaman/m2) Kombinasi perlakuan:

P1/N0 : Jarak tanam rapat (2.5 cm x 20 cm) tanpa naungan P2/N0 : Jarak tanam renggang (10 cm x 20 cm) tanpa naungan

P1/N1 : Jarak tanam rapat (2.5 cm x 20 cm) dalam naungan paranet 55% P2/N1 : Jarak tanam renggang (10 cm x 20 cm) dalam naungan paranet 55% Model linear yang digunakan adalah:

εijk = pengaruh acak dari pengaruh naungan ke-i dan kerapatan populasi ke-j serta ulangan ke-k

Pengolahan tanah

Pengolahan lahan meliputi pembersihan lahan dari gulma, pengolahan dan pembuatan bedeng. Tanah dipupuk dengan pupuk kandang serta abu sekam kemudian didiamkan selama 2 minggu.

Pemasangan naungan

Naungan yang digunakan adalah paranet 55%. Pemasangan naungan dilakukan sebelum sebar benih pada lahan yang akan ditanam.

Penanaman

Jarak tanam antar tanaman dalam baris adalah 2.5 cm dan 10 cm. Jarak tanam antar baris adalah 20 cm dari arah Timur ke Barat. Jarak ini dipilih karena berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Sangandji (2001); Masyithah (2001); Emawati (2001) menghasilkan bobot biji yang berat dan hasil panennya paling bagus. Jarak tanam antar tanaman dalam baris adalah 2.5 cm dan 10 cm. Lubang penanaman dibuat sistem larikan (kedalaman 2.5 cm).

(19)

Pemeliharaan dan Pemanenan

Pemeliharaan tanaman setiap hari meliputi pembuatan ajir, penyulaman tanaman (setelah 2 minggu setelah tanam), penyiraman, serta pengendalian hama. Pemanenan dilakukan apabila 80% biji tanaman telah berwarna coklat.

Pengamatan Pengamatan iklim

Suhu udara dan radiasi surya di lokasi penelitian diukur dari pukul 09.00 WIB setiap satu jamnya sampai pukul 17.00 WIB.

Pertumbuhan, perkembangan dan komponen panen tanaman soba

Contoh tanaman untuk sampel destruktif diambil sebanyak dua tanaman per minggu dan bukan tanaman pinggir. Tinggi tanaman dan jumlah daun diukur seminggu sekali mulai 3 MST sampai 7 MST. Indeks Luas Daun (ILD) ditentukan menggunakan persamaan (luas daun/luas lahan) x jumlah populasi. Daun tanaman hasil destruktif kemudian di scan dan disimpan dalam file ekstensi *.jpg. Luas daun diperoleh dari persamaan (berat daun replika kertas A4/berat kertas A4) x luas kertas A4. SLA (Specifik Leaf Area) ditentukan menggunakan persamaan luas daun / bobot daun. Bobot kering tanaman ditimbang dari bobot tanaman hasil destruktif yang dikeringkan dengan suhu 800C selama tiga hari. Hal ini bertujuan untuk menghitung pertambahan berat kering tanaman setiap minggunya. Komponen non destruktif meliputi berat biji kering, indeks panen, potensi hasil, berat 1000 biji, cabang dan diameter batang.

Pengolahan dan analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian diolah menggunakan software MS. Excel dan dianalisis keragamannya menggunakan SAS portable v9.

Biomassa tanaman

Persamaan yang digunakan adalah: dW = Wn – W(n-1)

dW = pertambahan berat kering tanaman per minggu (g/m2); Wn = berat kering minggu ke n; W(n-1) = berat kering minggu ke n-1.

Koefisien pemadaman

Nilai koefisien pemadaman (k) dipengaruhi oleh sifat optik tanaman. Sifat optik tanaman relatif tetap dari awal hingga akhir pengamatan. Oleh karena itu, nilai k semua perlakuan diasumsikan sama dan konstan dari 3 hingga 8 MST. Koefisien pemadaman (k) dihitung menggunakan persamaan:

k = ln (Q0/Q) / ILD

Q = radiasi di bawah tajuk (MJ/m2); Q0 = radiasi di atas tajuk (MJ/m2). ILD = Indeks Luas Daun.

Intersepsi radiasi surya

Intersepsi radiasi surya dihitung menggunakan persamaan dari hukum Beer: Qint = Q0 (1 – exp(-k x ILD))

(20)

7

Indeks panen

Indeks panen diperoleh dari hasil berat kering biji dibagi berat kering total.

Efisiensi pemanfaatan radiasi surya

Nilai Efisiensi Pemanfaatan Radiasi (EPR) atau ε ditentukan berdasarkan kemiringan garis hasil plotting akumulasi intersepsi radiasi (MJ/m2) dan penambahan berat kering atau biomassa tanaman (g/m2).

Akumulasi panas

Persamaan untuk menentukan akumulasi panas adalah sebagai berikut: AP = s ∑

AP = akumulasi panas (0C hari); s = fase perkembangan tanaman; T rerata = suhu rata – rata harian; T dasar = suhu dasar tanaman soba 50C (Edwardson 1996).

Analisis statistik rancangan percobaan

ANOVA (Analysis of Variance) dengan taraf nyata (α) 5% dilakukan

menggunakan software SAS portable v9 untuk mengetahui perbedaan perkembangan dan pertumbuhan akibat pengaruh perlakuan naungan dan kerapatan populasi. Pengujian dilakukan menggunakan uji F. Pengaruh perlakuan dikatakan sebagai pengaruh nyata apabila F hitung lebih besar daripada F tabel.

F hitung

Selanjutnya digunakan uji lanjut Duncan (Rp) untuk mengetahui beda nilai tengah hasil pengamatan antara setiap perlakuan (p) yang dapat ditentukan melalui persamaan:

Rp = rα; p; dbg SẎ ; SẎ = √

rα; p; dbg = nilai tabel Duncan pada taraf nyata α, jarak peringkat dua perlakuan p dan derajat bebas galat sebesar dbg.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Cuaca Selama Penelitian

Penelitian dilakukan di dataran menengah Kopo, Cisarua Bogor Jawa Barat pada ketinggian 600 mdpl. Kondisi cuaca selama penelitian panas berawan, radiasi surya dominan dari pagi hingga siang hari, sedangkan kondisi cuaca pada sore hari biasanya berawan dan sering terjadi mendung. Selama penelitian, hari hujan terjadi sebanyak 8 kali dan biasanya terjadi pada sore hari.

(21)

Gambar 3 Radiasi surya rata – rata

Gambar 4 Suhu udara rata – rata

Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Soba

Tinggi tanaman

Hasil tinggi rata – rata tanaman soba (Gambar 5) menjelaskan bahwa tanaman ternaungi lebih tinggi daripada tanaman di luar naungan. Kemudian tanaman dengan jarak tanam renggang sedikit lebih tinggi daripada tanaman dengan jarak tanam rapat. Kondisi naungan berpengaruh besar terhadap tanaman. Tanaman ternaungi menunjukkan respon etiolasi yang menyebabkan batang menjadi lebih panjang, lebih rapuh, mudah patah, dan rebah.

(22)

9

Gambar 5 Tinggi rata – rata semua ulangan

Tabel 3 Pengaruh jarak tanam terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut Duncan Umur Tinggi rata - rata (cm)

P1/N0 P2/N0 P1/N1 P2/N1

3 MST 33.6a 30.3a 32.9a 30.1a 4 MST 60.4a 58.3a 58.7a 56.3a 5 MST 72.0a 73.0a 71.6a 72.8a 6 MST 78.4a 79.6a 77.1a 81.2a

7 MST 80.1a 81.2a 77.7a 83.0a

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

Tabel 4 Pengaruh naungan terhadap tinggi tanaman menurut uji lanjut Duncan Umur Tinggi rata - rata (cm)

P1/N0 P1/N1 P2/N0 P2/N1

3 MST 33.6a 32.9a 30.3a 30.1a 4 MST 60.4a 58.7a 58.3a 56.3a 5 MST 72.0a 71.6a 73.0a 72.8a 6 MST 78.4a 77.1a 79.6a 81.2a

7 MST 80.1a 77.7a 81.2a 83.0a

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

(23)

Jumlah daun

Gambar 6 menunjukkan bahwa jumlah daun pada jarak tanam renggang lebih banyak daripada jumlah daun pada jarak tanam rapat, dan jumlah daun tanaman di luar naungan lebih banyak daripada jumlah daun di dalam naungan. Jumlah daun terbanyak adalah 33 daun pada kombinasi P2/N0. Jumlah daun paling sedikit adalah 18 daun pada kombinasi perlakuan P1/N1.

Gambar 6 Jumlah daun rata – rata semua ulangan

Tabel 5 Pengaruh jarak tanam terhadap jumlah daun menurut uji lanjut Duncan Umur Jumlah daun rata – rata

P1/N0 P2/N0 P1/N1 P2/N1

3 MST 5a 7a 4a 5b 4 MST 11a 16a 8a 12b 5 MST 19a 26a 14a 21b 6 MST 24a 31a 17a 25b

7 MST 24a 33a 18a 27a

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

Tabel 6 Pengaruh naungan terhadap jumlah daun menurut uji lanjut Duncan Umur Jumlah daun rata – rata

P1/N0 P1/N1 P2/N0 P2/N1

3 MST 5b 4a 7a 5a 4 MST 11b 8a 16a 12a 5 MST 19b 14a 26a 21a 6 MST 24b 17a 31a 25a

7 MST 24b 18a 33a 27a

(24)

11

Keterbatasan radiasi pada tanaman ternaungi menyebabkan kurangnya alokasi fotosintat untuk mendukung proses fotosintesis, sehingga mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan daun kurang optimal. Hasil uji lanjut nilai tengah berdasarkan uji Duncan (Tabel 5 dan Tabel 6) menunjukkan bahwa perbedaan jarak tanam serta kondisi naungan memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah daun tanaman.

Berat kering total per tanaman

Berat kering total (BKT) tanaman pada Gambar 7 menunjukkan bahwa tanaman di luar naungan memiliki nilai lebih besar daripada tanaman ternaungi. Kemudian BKT tanaman dengan jarak tanam renggang juga memiliki nilai yang lebih tinggi. Pada kondisi kekurangan cahaya tanaman berupaya mempertahankan agar fotosintesis tetap berlangsung pada intensitas cahaya rendah dan mengakibatkan metabolisme terganggu, sehingga menyebabkan penurunan laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat (Sopandie et al 2003).

Proporsi berat kering masing – masing organ tanaman terhadap berat kering total memperlihatkan bahwa semua perlakuan mempunyai karakteristik yang sama. Pada saat tanaman berumur 3 MST, proporsi berat kering daun adalah yang paling besar. Setelah itu, proporsi berat kering batang menjadi yang paling dominan tetapi proporsi berat kering daun mulai menurun.

Penurunan proporsi berat kering batang mulai terlihat setelah pembentukan biji dimulai (5 MST). Mulai saat itu hingga panen, proporsi berat kering biji menjadi yang paling dominan. Adapun untuk proporsi berat kering akar relatif stabil, tetapi pada saat menjelang panen proporsi berat kering akar mengalami penurunan.

(25)

a)

b)

c)

d)

(26)

13

Indeks Luas Daun (ILD), Spesific Leaf Area (SLA), dan Koefisien Pemadaman (k)

Menurut Koesmaryono (1996) peningkatan populasi tanaman akan meningkatkan Indeks Luas Daun (ILD) yang kemudian dapat menurunkan penetrasi cahaya ke dalam kanopi. Nilai ILD sangat dipengaruhi oleh jumlah populasi, semakin rapat populasi akan meningkatkan nilai ILD. Nilai ILD seharusnya semakin besar seiring bertambahnya umur tanaman dan menurun menjelang panen karena alokasi biomassa untuk daun sudah menurun. Tetapi nilai yang didapat berbeda, nilai ILD terus meningkat seiring bertambahnya umur tanaman (Gambar 9). Hal ini diduga karena hujan yang terjadi dan adanya tambahan unsur hara pada 7 MST yang memicu perkembangan vegetatif lagi pada tumbuhan khususnya pada jumlah daun.

Nilai SLA (Gambar 10) pada semua perlakuan cenderung memiliki pola dan karakteristik yang sama. Nilai SLA kanopi daun muda biasanya lebih tinggi daripada kanopi daun tua. Nilai SLA tanaman soba setelah dirata – ratakan pada perlakuan P1/N0, P2/N0, P1/N1, dan P2/N1 berturut – turut adalah 368, 427, 497, dan 484 cm2/gram. Dapat dilihat dari nilai tersebut, bahwa rata – rata daun tanaman ternaungi lebih tipis dan lebih luas daripada tanaman tanpa naungan.

Haryanti (2008) juga berpendapat bahwa daun tanaman ternaungi memiliki ukuran lebih luas, lebih tipis, ukuran stomatanya lebih besar, sel epidermis tipis, dan ruang antar sel lebih banyak tetapi memiliki jumlah daun lebih sedikit. Nilai SLA penelitian ini tidak jauh berbeda dengan nilai SLA penelitan sebelumnya yang dilakukan Perdinan (2001) di Pasir Sarongge untuk kultivar Kitawase dan Hitachi berkisar antara 404 sampai 536 cm2/gram.

Nilai koefisien pemadaman (k) dipengaruhi oleh sifat optik tanaman. Nilai k yang diperoleh relatif tetap dari awal hingga akhir penanaman. Nilai k perlakuan P1/N0, P2/N0, P1/N1, dan P2/N1 yaitu sebesar 0.63. Nilai k penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Pradiko (2012) di daerah Pasir Sarongge pada jenis dan kultivar yang sama yaitu 0.69.

(27)

Gambar 10 Specific Leaf Area (SLA) rata – rata semua ulangan

Radiasi Surya Total

Intensitas radiasi total di atas tajuk tanaman soba di dalam naungan sebesar 381 MJ/m2 selama 59 hari dan tanaman di luar naungan sebesar 579 MJ/m2 selama 51 hari. Rata – rata intensitas radiasi surya total harian di dalam naungan dan di luar naungan adalah 6.4 MJ/m2 dan 10.3 MJ/m2. Paranet pada tanaman ternaungi yang digunakan adalah paranet 55%. Hasil pengukuran di lapangan menunjukkan paranet 55% hanya mampu menahan 33% radiasi surya. Kondisi ini diduga karena adanya radiasi baur, radiasi baur merupakan faktor utama yang menyebabkan hanya 33% radiasi yang tertahan oleh paranet.

Intersepsi Radiasi Surya

Intersepsi tanaman soba meningkat seiring bertambahnya umur tanaman sejalan dengan peningkatan indeks luas daun.

Tabel 7 Pengaruh jarak tanam terhadap intersepsi (%) menurut uji lanjut Duncan Umur Perlakuan

P1/N0 P2/N0 P1/N1 P2/N1

3 MST 57a 29b 45a 24b 4 MST 72a 38b 62a 34b 5 MST 83a 46b 75a 41b 6 MST 87a 50b 78a 46b 7 MST 91a 55b 86a 51b

8 MST 96a 61b 90a 58b

(28)

15

Tabel 8 Pengaruh naungan terhadap intersepsi (%) menurut uji lanjut Duncan Umur Perlakuan

P1/N0 P1/N1 P2/N0 P2/N1

3 MST 57a 45a 29a 24b 4 MST 72a 62a 38a 34a 5 MST 83a 75a 46a 41a 6 MST 87a 78a 50a 46a

7 MST 91a 86a 55a 51a 8 MST 96a 90a 61a 58a

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

Intersepsi radiasi pada tanaman dengan jarak tanam renggang (P2) lebih kecil daripada tanaman dengan jarak tanam rapat (P1). Setelah dilakukan uji lanjut, perbedaan jarak tanam menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap intersepsi sedangkan pada perbedaan pengaruh naungan tidak berbeda nyata terhadap intersepsi radiasi tanaman (Tabel 7 dan Tabel 8).

Efisiensi Pemanfaatan Radiasi Surya

Gambar 11 memperlihatkan bahwa nilai dari efisiensi pemanfaatan radiasi tanaman soba dengan perlakuan P1/N0, P2/N0, P1/N1, dan P2/N1 berturut - turut adalah 3.11, 2.13, 2.76, dan 2.65 g/MJ. Nilai efisiensi pemanfaatan radiasi tanaman dengan populasi rapat pada kedua kondisi tanpa naungan dan di dalam naugan lebih tinggi dan lebih efisien dalam memanfaatkan radiasi surya dibandingkan tanaman dengan populasi renggang. Hal serupa juga dinyatakan oleh Emawati (2001), bahwa tanaman dengan populasi rapat lebih efisien dalam memanfaatkan radiasi surya daripada tanaman populasi renggang.

(29)

b)

Gambar 11 Korelasi pertambahan berat kering total dengan akumulasi intersepsi rata – rata semua ulangan a) tanpa naungan b) di bawah naungan

Akumulasi Panas

Tanaman ternaungi membutuhkan akumulasi panas sebesar 1380 0C (59 hari) hingga panen, kemudian tanaman di luar naungan membutuhkan akumulasi panas sebesar 1239 0C (51 hari) hingga panen. Fase perkembangan di dalam naungan dan di luar naungan membutuhkan waktu hampir sama dari fase mulai tanam hingga fase bunga mulai mekar. Akan tetapi nilai perkembangan ini terlihat berbeda mulai dari fase bunga mekar sempurna hingga fase biji coklat pada hari setelah tanam (Tabel 9).

Tanaman di luar naungan dan di dalam naungan memerlukan jumlah hari yang sama untuk mencapai fase pertumbuhan dan perkembangan yang sama dari awal fase perkecambahan hingga fase bunga mulai mekar (23 HST). Rata – rata selisih nilai s (proporsi akumulasi panas fase perkembangan terhadap akumulasi panas total) tanaman di luar dan di dalam naungan adalah 0.04. Nilai selisih semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Pada saat bunga mulai mekar hingga panen tanaman soba di luar dan di dalam naungan membutuhkan waktu yang berbeda untuk mencapai fase produksi. Tahapan untuk perkembangan tanaman soba yang paling sensitif terhadap kondisi naungan adalah awal pembentukan bunga (Wang & Campbell 2004).

(30)

17

Tabel 9 Akumulasi panas tanaman soba HST Akumulasi Panas (˚C hari) S Keterangan : HST(Hari Setelah Tanam), s(fase perkembangan tanaman), P1(populasi 200 tan/m2),

P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

Menurut Yan et al (1995) peningkatan suhu mengakibatkan jumlah hari untuk terjadinya perkecambahan berkurang. Tanaman di luar naungan yang memperoleh intensitas radiasi lebih besar dan akumulasi panas lebih kecil dengan waktu panen yang lebih sedikit yaitu 51 hari. Sedangkan tanaman ternaungi yang mendapat intensitas radiasi lebih kecil dan akumulasi panas lebih besar memiliki masa panennya lebih lama dan membutuhkan waktu 59 hari.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa radiasi surya yang besar dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan, begitu juga sebaliknya. Penulis menduga ada beberapa faktor lain yang cukup kuat untuk mempengaruhi dan menyebabkan akumulasi panas kedua perlakuan jauh berbeda.

Faktor yang mempengaruhi akumulasi panas tanaman soba Pengaruh suhu udara

Suhu udara merupakan faktor utama dalam proses perkembangan dan pertumbuhan. Suhu rata – rata di dalam naungan adalah 28.6 0C dan suhu rata – rata di luar naungan adalah 29.4 0C. Perbedaan suhu pada kedua perlakuan ini karena pemberian naungan pada salah satu perlakuan, sehingga menyebabkan tanaman di luar naungan lebih cepat dalam pertumbuhannya.

Pengaruh radiasi surya

(31)

Naungan paranet 55% menyebabkan akumulasi panas tanaman soba di bawahnya lebih banyak 15% daripada tanaman di luar naungan. Kemudian radiasi total yang tertahan oleh paranet sebesar 33% daripada radiasi total yang diterima oleh tanaman tanpa naungan.

Pengaruh faktor lain

Pengaruh faktor lain pada penelitian ini adalah hujan dan angin. Kejadian hujan meningkatkan pertumbuhan vegetatif lagi dan menghalangi proses reproduksi. Hujan yang terjadi pada 7 MST menyebabkan sebagian besar tumbuhan menjadi rebah dan mudah patah karena tidak mampu menahan hujan, apalagi pada tanaman ternaungi yang lebih rapuh karena adanya pengaruh etiolasi.

Komponen Panen Tanaman Soba

Berat kering biji (g/tanaman) dengan jarak tanam renggang lebih berat daripada tanaman jarak tanam rapat. Kemudian nilai berat kering biji (g/m2) dan potensi hasil (ton/ha) tanaman dengan populasi rapat lebih besar daripada tanaman dengan populasi renggang. Kondisi di luar naungan tetap memiliki nilai lebih besar daripada tanaman di dalam naungan. Naungan dan jarak tanam berpengaruh nyata pada ketiga komponen ini (Tabel 10 dan Tabel 11).

Pada Tabel 10, nilai potensi hasil tanaman di luar naungan 2 kali lebih besar daripada tanaman ternaungi, dan potensi hasil tanaman jarak tanam rapat lebih besar daripada tanaman dengan jarak tanam renggang, karena tanaman pada jarak tanam rapat memiliki jumlah populasi yang lebih tinggi. Menurut Duncan (1986 dalam Primantoro 1999) semakin tinggi kerapatan maka semakin rendah hasil biji tiap tanaman dan potensi hasilnya. Populasi yang sangat rapat mengakibatkan terjadinya kompetisi dalam memperebutkan unsur hara, air, ruang, cahaya, dan CO2 yang mengakibatkan produksi biji akan rendah baik pertanaman maupun perluasan.

Berat 1000 biji tanaman ternaungi lebih besar daripada tanaman di luar naungan dan tanaman jarak tanam renggang memiliki nilai yang lebih besar. Tanaman ternaungi lebih lama 8 hari dalam pengisian biji dan tanaman populasi renggang lebih banyak memperoleh ketersediaan hara dan mineral sehingga pengisian biji lebih optimal. Perbedaan kondisi naungan dan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap indeks panen dan berat 1000 biji.

(32)

19

Tabel 10 Pengaruh jarak tanam terhadap komponen panen tanaman soba menurut uji lanjut Duncan

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

Tabel 11 Pengaruh kondisi naungan terhadap komponen panen tanaman soba menurut uji lanjut Duncan

Keterangan : huruf yang sama pada masing - masing kolom yang dipisahkan garis menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata menurut uji nilai tengah Duncan. P1(populasi 200 tan/m2), P2(populasi 50 tan/m2), N0(tanpa naungan), N1 (naungan paranet 55%).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman soba lebih baik ditanam pada kondisi tanpa naungan dan pada jarak tanam renggang (50 tanaman/m2). Tanaman di luar naungan dan jarak tanam renggang pertambahan vegetatifnya lebih baik dan memiliki berat kering total yang lebih besar daripada tanaman ternaungi paranet 55%.

(33)

jarak tanam rapat, tanaman tanpa naungan dengan jarak tanam renggang, tanaman ternaungi 55% dengan jarak tanam rapat, tanaman ternaungi 55% dengan jarak tanam renggang, berturut - turut adalah 3.11, 2.13, 2.76, dan 2.65 g/MJ.

Akumulasi panas tanaman soba tanpa naungan sebesar 1239 C0 hari selama 51 hari hingga panen, sedangkan akumulasi panas tanaman di dalam naungan sebesar 1380 C0 hari selama 59 hari hingga panen. Radiasi surya yang besar dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Saran

Penanaman tanaman soba pada daerah dataran menengah Kopo Cisarua Jawa Barat, lebih potensial dilakukan pada kondisi di luar naungan dan juga pada jarak tanam renggang untuk mendapatkan produktifitas yang optimal. Tanaman soba lebih baik ditanam pada saat peralihan musim hujan ke musim kering untuk menghindari curah hujan yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Asyiardi. 1993. Pengaruh jarak barisasn dan pemangkasan daun bawah tanaman jagung dalam kacang tanah terhadap efisiensi radiasi surya dan produksi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Cruz P.1997. Effect of shade on the growhth and mineral nutrition of C4 perennial grass under field conditions. Plant and Soil 188:277-237.

Edwardson S. 1996. Buckwheat: Pseudocereal and Nutraceutikal. J. Janick, editor. Progress in new crops. ASHS Press, Alexandria, VA: 195-207

Emawati. 2001. Efisiensi pemanfaatan radiasi matahari dan tingkat satuan panas pada tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench.) di Cipanas-Cianjur [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Grubben GJN, Semonsma JS. 1996. Plant Resource of South East Asia 10 Cereal. Di dalam: Grubben GJH, Partohardjono S, editor. Bogor (ID): PROSEA. Gupta N., K. Sharma S., C. Rana Jai, S. Chauhan R. 2011. Expression of

Flavonoid Biosynthesis Genes Vis-à-vis Rutin Content Variation in Different Growth Stages of Fagopyrum Species.Journal of Plant Physiology 168: 2117-2123.

Handoko. 1994. Dasar Penyusunan dan Aplikasi Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Bogor (ID): Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakata (ID): Gramedia Pustaka Utama. Haryanti S. 2008. Pengaruh naungan yang berbeda terhadap jumlah stomata dan

ukuran porus stomata daun Zephyranthes rosea Lindl. Buletin Anatomi dan Fisiologi 17:41-48.

(34)

21

Koesmaryono Y. 1996. Studies on photosyntesis, growth and yield of soybean (Glycine max (L.) Merr.) in relation to climatological environment [disertasi]. Matsuyama: Ehime University.

Masyithah. 2001. Pengaruh intersepsi radiasi matahari terhadap pertumbuhan, perkembangan dan produksi tanaman soba (Fagopyrum esculentum

Moench.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Mohr H, Schopfer P. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Gudrun, Lawlor DW, penerjemah. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: Plant Physiology. Perdinan. 2002. Efisiensi pemanfaatan radiasi surya, profil suhu udara dan

akumulasi panas tanaman soba di Dataran Tinggi Pasir Sarongge, Cianjur, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pradiko I. 2012. Pengaruh naungan dan jarak tanam terhadap tanaman soba di Dataran Tinggi Pasir Sarongge Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Primantoro H. 1999. Memupuk Tanaman Buah. Jakarta (ID): [PT Penebar Swadaya].

Sangadji S. 2001. Pengaruh iklim tropis di dua ketinggian tempat yang berbeda terhadap potensi hasil tanaman soba (Fagopyrum esculentum Moench) [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sopandie D, Chozin MA, Sastrosumarjo S, Juhaeti T, Sahardi. 2003. Toleransi Padi Gogo terhadap naungan. Hayati 10(2):71-75.

Wang Y. dan Campbell G. C. 2004. Buckwheat production, utilization, and research in China. Review Paper. Fagopyrum 21: 123-133

(35)
(36)

Lampiran 1 Hasil pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun tanaman, dan berat kering total tanaman soba Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam P1 = tanaman dengan jarak tanam rapat (200 tanaman/m2); P2 = tanaman dengan jarak tanam renggang (50 tanaman/m2);

N0 = Kondisi di luar naungan; N1 = Kondisi di dalam naungan (ternaungi paranet 55%); U1,U2, dan U3 = Ulangan perlakuan ke-1, ke-2, dan ke-3.

(37)

Lampiran 2 Proporsi berat kering organ tanaman terhadap berat kering total tanaman soba

PERLAKUAN % Alokasi batang terhadap bobot kering PERLAKUAN % Alokasi akar terhadap bobot kering

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST

PERLAKUAN % Alokasi daun terhadap bobot kering PERLAKUAN % Alokasi biji terhadap bobot kering

(38)

Lampiran 3 Data intensitas radiasi dan akumulasi intersepsi

Tanggal Q Total Tanpa Naungan (MJ/m2/hari)

Q Total Naungan

(MJ/m2/hari) PERLAKUAN

Q Intersepsi (beer) MJ/m2/hari

3 4 5 6 7 8

Keterangan : MST = Minggu Setelah Tanam P1 = tanaman dengan jarak tanam rapat (200 tanaman/m2); P2 = tanaman dengan jarak tanam renggang (50 tanaman/m2); N0 = Kondisi di luar naungan; N1 = Kondisi di dalam naungan (ternaungi paranet 55%); U1,U2, dan U3 = Ulangan perlakuan ke-1, ke-2, dan ke-3.

(39)

Lampiran 4 Akumulasi panas tanaman soba

AKUMULASI PANAS Tanpa Naungan Naungan Paranet 55%

Tanggal HST T rataan - T dasar (˚C)

Akumulasi Panas

(˚C hari) s Fase Perkembangan

T rataan - T

dasar (˚C)

Akumulasi Panas

(˚C hari) s Fase Perkembangan

20/05/2012 0 0 0 0 Tanam 0 0 0 Tanam

Perkembangan Vegetatif 21.7 268.2 0.19

(40)

19/06/2012 30 26.3 738.0 0.60 Pembentukan Biji 25.7 712.2 0.52

Keterangan : HST = Hari Setelah Tanam; s = fase perkembangan tanaman

(41)

Lampiran 6 Dokumentasi pengamatan lapangan

c

a b

h g

f e

(42)

Lampiran 6 Dokumentasi pengamatan lapangan (Lanjutan)

Keterangan: a) Penyiapan pupuk b) Pemupuka tanah c) Pemasangan naungan dan tube solarimeter d) Persiapan lahan (bedengan) e) Sebar benih pertama f) Termometer bola basah dan termometer bola kering g) Pemasangan tube solarimeter di bawah naungan h) Biji tanaman soba i) Pematangan biji j) Tanaman di dalam naungan roboh terkena hujan k) 7 MST l) 75% biji matang dan daun mulai menguning m) Panen tanaman di dalam naugan n) Tanaman di jemur dan dipisahkan sesudah panen.

i k

m l

j

n

(43)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sijunjung pada tanggal 26 Mei 1989 sebagai anak ke-enam dari ke-enam bersaudara pasangan Tarmizi (Alm) dan Syahyar. Pada tahun 2008 penulis lulus dari MAN Negeri 1 Padang Sibusuk dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi seperti di PSM Agriaswara IPB sebagai anggota pada tahun 2008/2009, di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Bulutangkis IPB dari periode 2008/2009 sampai sekarang, di organisasi mahasiswa daerah (OMDA) Himpunan Mahasiswa Sawahlunto, Sijunjung, dan Dharmasraya Sebagai kepala divisi Hubungan Masyarakat periode 2009/2010 dan Wakil Ketua periode 2010/2011, dan juga tergabung di Himpunan Profesi HIMAGRETO sebagai anggota divisi Pengembangan Minat dan Bakat tahun 2010/2011. Penulis juga aktif di OMDA Ikatan Pelajar Mahasiswa Minang Bogor (IPMM Bogor) sebagai anggota Divisi Olahraga dan Seni periode 2009/2010 kemudian ketua divisi Olahraga dan Seni periode 2010/2011, dan menjadi Ketua OMDA Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Minang (IPMM) Bogor periode 2011/2012 sserta juga tergabung dalam kepengurusan Yayasan Peduli Mahasiswa Minang (YPMM) Bogor sebagai Sekretaris pembantu untuk Pembangunan Asrama Mahasiswa Minang Bogor di tahun yang sama.

Gambar

Tabel 1 Penelitian tanaman soba di beberapa tempat di Indonesia
Gambar 2 Jarak antar tanaman dalam baris
Gambar 3 Radiasi surya rata – rata
Gambar 5 Tinggi rata – rata semua ulangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tipe bangunan greenhouse dapat dibedakan dari desainnya, dimana biasanya dibuat dengan memperhatikan kondisi iklim disekitarnya. Desain greenhouse daerah tropis

Menurut Suwondo, dkk (1994) nilai budaya adalah sesuatu yang bernilai, pikiran dan akal budi yang bernilai yang semua itu mengarah pada kebaikan. Masalah

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian karbon aktif kulit pisang kepok pada hari ke-1 tidak berpengaruh nyata terhadap nilai besi pada media pemeliharaan,

Hasil sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa terjadi interaksi antara takaran arang sekam padi dan takaran bokashi cair terhadap suhu tanah 35 HST dimana suhu tanah pada

Namun berdasarkan hasil penelitian Anwar Sitepu (2014) ada lima faktor yang menyebabkan kesalahan dalam penetapan sasaran, yaitu: 1) basis data terpadu yang digunakan sebagai

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa (1) persentase rata-rata validasi dari dua orang validator ahli materi sebesar 91,07% termasuk dalam kategori sangat

Berdasarkan hasil studi lapangan diketahui bahwa 1) Guru sudah menggunakan LKS dalam proses pembelajaran; 2) Sebagian besar LKS yang digunakan berasal dari membeli; 3)