(
Zea mays
L.) DI PT SUNGAI MENANG,
PULAU SERAM, MALUKU
R MUHAMMAD ZAENUDIN
A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
R MUHAMMAD ZAENUDIN. Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada Pengelolaan Pertanaman Jagung (Zea mays L.) di PT Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku. (Dibimbing oleh HENI PURNAMAWATI).
Magang dilaksanakan selama empat bulan di PT. Sungai Menang mulai
Februari hingga Juni 2011. Secara umum kegiatan magang bertujuan untuk
memperoleh informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di perkebunan jagung, memberikan pengalaman manajerial pada pengelolaan
tanaman pangan serta meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam mempelajari
dan memahami proses kerja secara nyata, Adapun tujuan khusus dari magang ini
adalah untuk dapat menganalisa, melakukan observasi, mengimplementasikan dan
memberikan solusi terhadap masalah pengelolaan budidaya jagung skala
komersial.
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan kegiatan magang yaitu dengan
melaksanakan kegiatan yang sedang berlangsung di kebun serta melakukan
pengumpulan data primer dan data sekunder. Penulis mempelajari aspek
manajerial dan aspek teknis pengelolaan pertanaman jagung. Pengumpulan data
primer melalui pengamatan, bekerja langsung di lapangan, dan wawancara dengan
karyawan, sedangkan pengumpulan data sekunder melalui laporan manajemen
perkebunan dan studi pustaka.
PT. Sungai Menang berada di Dusun Mandiri, Desa Samal, Kecamatan
Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Lokasi kebun
terletak pada 129042’-129051’ BT dan 2051’-2056’ LS dengan ketinggian 8 meter di atas permukaan laut (mdpl). Suhu harian berkisar antara 26 – 30 °C dengan
curah hujan 2 493 mm/tahun. Jenis tanah di PT. Sungai Menang adalah tanah
Aeric Endoaquepts yang tergolong tanah Inceptisols dari bahan induk aluvium marin atau endapan laut.
Pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan yang terkait dengan aspek
produksi pertanaman jagung yang meliputi pemilihan wilayah produksi, persiapan
lahan, benih dan varietas tanaman, penanaman, pemeliharaan tanaman
karakter vegetatif seperti tinggi tanaman, tinggi tongkol, diameter batang dan
jumlah daun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang diujicobakan di kebun
Seatele, PT. Sungai Menang.
Pertanaman jagung kebun Seatele merupakan lahan bukaan baru.
Pengelolaan dilakukan melalui dua cara yaitu secara mekanisasi dan manual.
Hanya beberapa tahapan produksi saja yang dapat dilakukan secara mekanisasi
yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pengendalian hama dan panen.
Pengelolaan secara mekanisasi terkendala dengan kondisi cuaca dan tanah yang
sering tergenang sehingga kegiatan produksi dilakukan secara manual.
Penerapan manajemen produksi jagung di PT. Sungai Menang belum
sesuai dengan penerapan Good Agriculture Practices karena pada berbagai tahapan produksi masih terdapat berbagai praktek yang tidak sesuai dengan
penilaian GAP. Faktor yang menjadi kendala terbesar dalam manajemen produksi
PT. Sungai Menang adalah kondisi tanah yang tidak sesuai serta sistem
pengolahan tanah yang tidak tepat. Tanah diduga telah mengalami pemadatan
akibat penggunaan alat berat dalam pembukaan lahan. Teknik pengolahan tanah
yang tidak tepat menyebabkan pertanaman jagung sering tergenang sehingga
sebagian besar tanaman tidak tumbuh optimal bahkan benih mati sebelum
berkecambah. Populasi tanaman per ha sangat rendah bahkan hingga 25% dari
populasi normal. Hasil yang didapat jauh dari target perusahaan yaitu hanya 3
ton/ha jagung pipilan kering dari target 6 ton/ha.
Hampir pada tiap tahapan produksi pada usahatani di kebun Seatele PT.
Sungai Menang terdapat ketidaksesuaian dan kendala dalam penerapan Good Agriculture Practices (GAP), persentase rata-rata komponen GAP yang terpenuhi hanya 55%. Beberapa alasan utamanya adalah: 1) Merupakan jenis usaha yang
baru (belum genap 2 tahun dilaksanakan). 2) keterbatasan alat maupun sarana dan
prasarana. 3) Belum adanya perhatian khusus terhadap penerapan GAP karena
masih dalam tahapan merintis. 4) Masih berorientasi pada kuantitas hasil bukan
PENERAPAN
GOOD AGRICULTURAL PRACTICES
(GAP)
PADA PENGELOLAAN PERTANAMAN JAGUNG
(
Zea mays
L.) DI PT SUNGAI MENANG,
PULAU SERAM, MALUKU
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
R MUHAMMAD ZAENUDIN
A24070175
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
(Zea mays L.) DI PT. SUNGAI MENANG, PULAU SERAM, MALUKU
Nama : R MUHAMMAD ZAENUDIN NRP : A24070175
Menyetujui,
Pembimbing
Dr. Ir Heni Purnamawati MSc.Agr
NIP. 19660406 199003 2 009
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Dr Ir Agus Purwito, MSc. Agr.
NIP. 19611101 198703 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, pada tanggal 16 Juni 1989. Penulis adalah anak
kelima dari enam bersaudara, anak dari pasangan Bapak R.H. Ata Sutisna dan Ibu
R. Hj. Siti Hasanah.
Penulis memulai pendidikan pada tahun 1995 di SD Negeri Sindangsari
Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan ke SMP Negeri 2 Bogor dan lulus
pada tahun 2004. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan ke SMA
Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2007, penulis diterima di Program Studi Agronomi
dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jaluk
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasululloh
Muhammad SAW sebagai tauladan bagi kita semua. Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) pada pengelolaan pertanaman jagung (Zea mays L.) di PT. Sungai Menang, Pulau Seram, Maluku”. Pada kesempatan kali ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ayah, Ibu dan kakak-adik tercinta yang selalu mendukung dan
memberikan dorongan kepada penulis secara moril maupun materil.
2. Ibu Dr Ir Heni Purnamawati, MSc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis.
3. Bapak Ir. Jan Barlian selaku pembimbing akademik atas nasihat, saran dan
bimbingannya.
4. Bapak Dr. Suwarto, Msi, Bapak Dr. Iskandar Lubis Ms, Bapak Dr. Ir. Ade
Wachjar MS, dan Ibu Dr. Ir. Eny Widajati MS selaku dosen penguji
skripsi yang telah memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi.
5. Bapak Agusta Mucharam (GM PT. Sungai Menang), Bapak Fahmi Wanra
(Manajer Riset), Bapak Yan sofyan, Bapak Lukman Hakim, kang Andre
Gazam, dan seluruh staf serta Direksi PT. Sungai Menang atas bimbingan
dan arahannya selama penulis melaksanakan magang.
6. Segenap jajaran Dosen dan staf Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB.
7. Yang Spesial : Rahmat, Rama, Djoko, Sidik, Adim, Enal, Mukhlis, Fikri,
Alvian, Dimas, Faisal, Azan, Ayu, Ipeh, Erna, Anne dan Ufa.
8. Teman-teman Laskar Petani AGH 44.
9. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya.
Bogor, Januari 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang... 1
Tujuan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Syarat Tumbuh Jagung ... 4
Good Agricultural Practices ... 4
Manajemen Produksi Jagung ... 5
METODE MAGANG ... 11
Tempat dan Waktu ... 11
Metode Pelaksanaan ... 11
Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 12
Analisis Data dan Informasi ... 13
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG ... 14
Sejarah Perusahaan ... 14
Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif ... 14
Sarana dan Prasarana Perusahaan ... 15
Keadaan Iklim dan Tanah ... 15
Luas Area Kebun dan Produksi ... 16
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan ... 17
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG... 20
Aspek Teknis ... 20
Aspek Manajerial... 36
Benih dan Varietas Tanaman... 45
Penanaman ... 48
Pemupukan ... 49
Pengairan ... 50
Perlindungan Tanaman ... 51
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman ... 52
Panen ... 54
Pascapanen ... 55
Perlindungan lapangan ... 56
Pencatatan dan Tracebility ... 57
Saran untuk pemenuhan GAP ... 58
KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
Kesimpulan ... 62
Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang. ... 15
2. Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram ... 16
3. Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang. ... 17
4. Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang ... 18
5. Persentase Daya Berkecambah ... 45
6. Persentase populasi jagung di lapang ... 46
7. Keragaan vegetatif beberapa varietas jagung hibrida ... 53
Nomor Halaman
1. Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b) ... 20 2. Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b). ... 22
3. Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b).... 23 4. Skema penanaman jagung berdasarkan varietas... 25
5. Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b). ... 25 6. Pemupukan kedua secara manual ... 28
7. Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer . .. 31 8. Panen secara manual ... 32
9. Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c). ... 34
10. Gudang penyimpanan jagung pipilan kering. ... 35
11. Kondisi tanah Seatele saat kering (a) dan saat kondisi tergenang .... 40
12. Kondisi pertanaman jagung blok 4C dengan daya tumbuh 60,39 %
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Peraturan Menteri Pertanian No 48 Tahun 2006 ... 67
2. Peta Kebun Seatele ... 70
3. Data Curah Hujan dan Tipe Iklim Seram ... 71
4. Struktur Organisasi PT. Sungai Menang ... 73
5. Hasil Analisis Tanah Seatele ... 74
6. Deskripsi Varietas ... 75
7. Hasil Pengamatan Kesesuaian Manajemen Produksi dengan GAP . 78 8. Jurnal Harian Kegiatan Magang Selama Masa Orientasi Kebun di Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ... 83
9. Jurnal Harian Kegiatan Magang sebagai Asisten Supervisor di Pertanaman Jagung PT Sungai Menang P. Seram, Maluku ... 85
Latar Belakang
Produksi jagung Indonesia telah mengalami peningkatan cukup pesat
selama lima tahun terakhir, pada tahun 2005 total produksi jagung Indonesia
sebesar 12,52 juta ton dan telah meningkat menjadi 17,6 juta ton pada tahun 2009
(BPS, 2010). Menurut statistik FAO (2009), pada tahun 2009 Indonesia
menempati urutan ke-5 sebagai negara produsen jagung terbesar di dunia setelah
Amerika Serikat, Cina, Brazil, dan Meksiko. Tingginya jumlah produksi ternyata
masih belum mencukupi kebutuhan jagung dalam negeri. Nilai impor jagung
indonesia meningkat sebesar 374,14% dari 77,841 juta USD pada tahun 2009
menjadi 369,007 juta USD pada tahun 2010 (BPS, 2010).
Perkembangan produksi jagung di Indonesia memiliki trend yang baik
selama 5 tahun terakhir yang cenderung terus meningkat. Tingginya kebutuhan
dalam negeri mengharuskan adanya upaya peningkatan produksi yang lebih
tinggi. Peningkatan produksi saat ini disebabkan peningkatan produktivitas dari
penggunaan varietas baru dan hibrida sementara luas panen cenderung menurun.
Berdasarkan data BPS (2012) produktivitas jagung di Indonesia sejak tahun 2007
meningkat dari hanya 3,66 ton/ha menjadi 4,55 ton/ha pada tahun 2011 dengan
rata-rata pertumbuhan produktivitas sebesar 5,09% setiap tahun, sementara itu
luas panen jagung di Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,19% dari tahun
2007 hingga tahun 2011. Di provinsi Maluku penurunan luas panen dari tahun
2007 hingga 2011 mencapai 33,27% dari luas panen 6 761 ha pada tahun 2007
menjadi hanya 5 073 ha pada tahun 2011.
Peningkatan produksi lebih diupayakan melalui peningkatan produktivitas
dan diharapkan laju produksi jagung mencapai 4,24% per tahun. Laju peningkatan
produktivitas dilakukan melalui penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
dan peningkatan luas panen (Puslitbang, 2010). Kebutuhan untuk menjamin
keberlanjutan peningkatan produksi serta mutu produk menuntut adanya sebuah
pedoman tentang pengelolaan budidaya pertanian yang baik. Sebuah panduan
2
melalui penerapan Good Agricultural Practices (GAP). GAP menuntut terciptanya manajemen produksi yang baik dan berkelanjutan.
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman pelaksanaan budidaya tanaman. Penerapan GAP mencerminkan tiga pilar
keberlanjutan yaitu layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh
masyarakat, termasuk keamanan dan kualitas pangan (Neely, et al., 2007). Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung berorientasi pada: (1)
menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan dan kesehatan pekerja,
(2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan produksi dan (3)
menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah dan besar.
Penerapan praktek pertanian yang baik (GAP) adalah upaya untuk
menyelamatkan pertanian sehingga tidak berbahaya terhadap lingkungan
sekaligus menjamin pasokan produk yang berkualitas lebih baik dan dapat
diterima. Beberapa hal yang mencakup penerapan GAP diantaranya: pengendalian
hama terpadu (PHT), olah tanah secara konservasi dan berbagai manajemen
budidaya lain yang mengurangi dampak pertanian terhadap kesehatan manusia
dan menjaga keberlanjutan produksi dan lingkungan.
Budidaya jagung yang dikelola secara komersial oleh sebuah perusahaan
belum banyak diterapkan di Indonesia. Pembukaan lahan jagung di Maluku oleh
perusahaan PT. Sungai Menang merupakan salah satu upaya dalam pemenuhan
kebutuhan jagung dalam negeri yang masih terbatas. Manajemen produksi yang
baik perlu dilakukan oleh perusahaan dalam upaya efisiensi biaya produksi untuk
mencapai produksi jagung yang optimum dan memperoleh keuntungan serta layak
secara ekonomis. Untuk memperoleh informasi mengenai manajemen produksi
yang ada di perusahaan terkait dengan penerapan GAP maka mahasiswa
melakukan magang di perusahaan tersebut selama 4 bulan.
Tujuan
Secara umum kegiatan magang ini bertujuan untuk; (1) memperoleh
informasi mengenai penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di pertanaman
jagung PT Sungai Menang. (2) meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam
mempelajari dan memahami proses kerja secara nyata. (3) memberikan
Adapun tujuan khusus dari magang ini adalah untuk dapat menganalisa,
melakukan observasi, mengimplementasikan dan memberikan solusi terhadap
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung akan tumbuh baik pada tanah yang gembur dan subur,
karena tanaman ini memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Tanah dengan
tekstur lempung berdebu adalah jenis tanah terbaik untuk pertumbuhannya.
Tingkat keasaman tanah untuk budidaya jagung berkisar antara pH 5.6-7.5. Suhu
optimum untuk pertumbuhan jagung berkisar antara 24-30ºC dengan distribusi
curah hujan minimum 200 mm/bulan (Sutoro, Sulaeman dan Iskandar. 1998). Jagung termasuk kedalam tanaman C4 sehingga lebih efisien dalam melakukan
fotosintesis dan pemanfaatan air. Tanaman jagung lebih teradaptasi pada
lingkungan yang panas (Gardner, Pearce dan Mitchell. 1985).
Good Agricultural Practices
Good Agricultural Practices (GAP) merupakan sebuah pedoman pelaksanaan budidaya dalam sektor pertanian. Penerapan GAP mencerminkan tiga
pilar keberlanjutan (layak secara ekonomi, ramah lingkungan, dan diterima oleh
masyarakat) termasuk keamanan pangan dan kualitas; terkait dengan wajib
dan/atau persyaratan sukarela, dengan fokus pada produksi primer, dan
mengambil serta memperhitungkan insentif dan konteks kelembagaan (Neely, et
al., 2007). Menurut Cruz (2002), penerapan GAP pada produksi jagung
berorientasi pada: (1) menjamin mutu hasil produk serta keamanan, keselamatan
dan kesehatan pekerja, (2) ramah lingkungan sehingga menjamin keberlanjutan
produksi dan (3) menambahkan nilai hasil produksi bagi petani kecil, menengah
dan besar.
Good Agricultural Practices diharapkan mampu dibuat untuk spesifik komoditas sehingga GAP tersebut dapat menjadi suatu standard dan acuan dalam
pengembangan dan pengelolaan komoditas tersebut di tempat lain. GAP
mencakup kesesuaian komoditas dengan kesesuaian iklim dan lahan yang ada,
upaya konservasi lahan dan air untuk keberlanjutan lingkungan, pemupukan yang
secara terpadu dan ramah lingkungan serta proses panen dan pasca panen yang
menjamin kebersihan dan kualitas produk.
Manajemen Produksi Jagung
Persiapan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah adalah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan untuk menciptakan kondisi tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
Menurut Suripin (2002) tujuan utama pengolahan tanah adalah menyiapkan
tempat tumbuh yang baik bagi benih, menggemburkan tanah pada daerah
perakaran, membalikkan tanah sehingga sisa tanaman terbenam didalam tanah,
dan memberantas gulma.
Dampak positif pengolahan tanah secara intensif hanya bersifat sementara
karena tanah dibajak beberapa kali kemudian digaru dan diratakan justru membuat
permukaan tanah yang tidak dilindungi oleh tinggalan sisa tanaman, sehingga
akan memacu erosi dan mempercepat penurunan kadar bahan organik dan
kesuburan tanah (Efendi dan Suwardi, 2009). Kondisi fisik tanah dapat
mempengaruhi perkembangan akar jagung. Hasil penelitian Saturnino dan
Landers (1997) dalam FAO (2000) menunjukkan jumlah akar jagung setiap kedalaman 10 cm lebih banyak pada lahan yang disiapkan secara konservasi
(TOT) dibanding jumlah akar pada lahan yang disiapkan secara konvensional
(OTS). Oleh karena itu penanaman jagung di lahan kering harus dikelola secara
tepat salah satunya adalah dengan penyiapan lahan konservasi agar lahan tersebut
dapat digunakan secara berkelanjutan.
Waktu dan Pola Tanam
Salah satu masalah yang dihadapi dalam upaya peningkatan produktivitas
jagung adalah penanaman yang sering tertunda. Pada lahan kering beriklim kering
seperti di Nusa Tenggara Timur dengan curah hujan terbatas dan eratik,
penanaman jagung harus tepat waktu agar tanaman tidak mengalami kekeringan.
Pada lahan sawah tadah hujan pada musim kemarau, jagung sebaiknya ditanam
segera setelah panen padi pada saat kondisi tanah masih lembab, dan sumur
sebaiknya dibuat untuk menjamin ketersedian air bagi tanaman (Akil dan Dahlan,
6
Menurut Margaretha dan Fadhly (2010) pengembangan usahatani melalui
pola tanam padi-jagung di lahan sawah irigasi merupakan langkah strategis
karena: (a) memanfaatkan lahan dan air secara optimal dan menyerap tenaga kerja
dan modal lebih banyak, (b) biji jagung yang dihasilkan dari pertanaman jagung
musim kemarau memiliki mutu yang lebih tinggi, serta brangkasan jagung dan
jerami padi sangat dibutuhkan untuk pakan serta memiliki nilai ekonomi, dan (c)
padi-jagung musim kemarau memperoleh pendapatan yang lebih baik karena
harga biji jagung yang tinggi dan brangkasan jagung dan jerami padi dapat
mendatangkan penghasilan.
Untuk pemanfaatan waktu penanaman jagung dalam setahun maka
dikenalkan konsep pertanaman bersisipan yang mana dilakukan dua minggu
sebelum pertanaman jagung pertama dipanen. Pertanaman jagung berikutnya
dapat ditanam untuk memanfaatkan waktu dan air yang tersedia dengan baik.
Dengan cara ini, indeks pertanaman, utamanya di lahan kering dapat ditingkatkan
hingga 400% atau panen empat kali dalam setahun (Fadhly, 2009).
Populasi Tanam
Upaya memaksimalkan penggunaan lahan dalam manajemen produksi
jagung banyak dilakukan dengan meningkatkan populasi tanam dan juga
mempertimbangkan pengaturan jarak tanam untuk membantu mencapai jarak
yang diinginkan antar tanaman. Pertanaman jagung dengan sistem legowo mulai
diujicobakan dengan tujuan memudahkan pemeliharaan tanaman, seperti
penyiangan, pembumbunan dan pemberian air. Selain itu, penyisipan tanaman
juga lebih mudah dilakukan. Sinar matahari yang lebih banyak masuk di antara
pertanaman akan meningkatkan hasil jagung yang membutuhkan banyak sinar
untuk pertumbuhannya (Fadhly, 2009).
Populasi tanaman adalah faktor yang mempengaruhi hasil. Kepadatan
tanaman yang tinggi mempengaruhi besar tongkol. Pada beberapa varietas dapat
meningkatkan kerebahan dan serangan penyakit (Purwono dan Purnamawati,
2007). Populasi tanaman yang tinggi menimbulkan kompetisi penyerapan O2,
CO2, unsur hara dalam tanah, meningkatkan senescence daun, tinggi tanaman, komsumsi air, tongkol mandul, serta menyebabkan penurunan pertumbuhan
2010). Populasi tanaman yang ideal untuk jagung adalah antara 60 000-80 000
tanaman/ha. Jarak tanam untuk jagung hibrida pada umumnya adalah 75 cm x 25
cm atau 53 333 tanaman/ha pada musim hujan dan 75 cm x 20 cm atau 66 666
tanaman/ha pada musim kemarau (Bakhri, 2007).
Pemupukan
Pemupukan merupakan usaha untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman.
Tanaman yang mendapat cukup hara dapat menyelesaikan siklus hidupnya lebih
cepat, sedangkan tanaman yang kekurangan hara dapat lebih lambat dipanen,
tetapi jika tanaman kelebihan hara dapat meracuni tanaman. Diperlukan metode
pemupukan, jenis pupuk, dosis pupuk dan waktu pemupukan yang tepat agar
tercapai efisiensi pemupukan (Rasyid, et al. 2010).
Efisiensi pemupukan dapat dilakukan dengan memberikan jenis dan dosis
pupuk yang tepat sesuai dengan sifat tanah, fase pertumbuhan tanaman dan
kondisi cuaca; sehingga unsur hara pupuk yang diberikan semaksimal mungkin
dapat diserap tanaman dan kehilangan unsur hara pupuk dapat ditekan
serendah-rendahnya. Untuk menentukan hal tersebut diperlukan analisis tanah dan daun
(Abdoellah dan Wibawa, 1998)
Pemberian pupuk yang tepat sesuai dosis dapat meningkatkan produksi
jagung. Zubachtirodin dan Margaretha (2006) menyatakan bahwa pemberian
pupuk pada jagung dengan dosis sebanyak 250 kg urea + 150 kg SP 36 + 100 kg
KCl per ha yang disertai pemberian 1,5 t/ha pupuk kandang ayam mampu
mendukung pertumbuhan jagung sehingga mencapai tingkat produktivitas 6-10
ton/ha hasil biji.
Pengairan
Menurut Notohadiprawiro et al. (2006), air menjadi pembawa hara yang diserap tanaman lewat aliran massa (mass flow), diffuse dan/atau serapan langsung oleh akar. Oleh karenanya, air merupakan faktor penentu efesiensi
pemupukan dan efesiensi pemanfaatan hara oleh tanaman. Menurut Thorne
(1979), air tanah merupakan salah faktor yang sangat mempengaruhi hasil
tanaman. Air harus tersedia sesuai kebutuhan apabila ingin mendapatkan hasil
8
Menurut Aqil et al. (2007) periode pertumbuhan tanaman yang membutuhkan adanya pengairan dibagi menjadi lima fase, yaitu fase pertumbuhan
awal (selama 15-25 hari), fase vegetatif (25-40 hari), fase pembungaan (15-20
hari), fase pengisian biji (35-45 hari), dan fase pematangan (10-25 hari). Tanaman
jagung lebih toleran terhadap kekurangan air pada fase vegetatif (fase 1) dan fase
pematangan (fase 4). Penurunan hasil terbesar terjadi apabila tanaman mengalami
kekurangan air pada fase pembungaan dan pada saat terjadi proses penyerbukan
(fase 2). Penurunan hasil tersebut disebabkan oleh kekurangan air yang
mengakibatkan terhambatnya proses pengisian biji karena bunga betina/tongkol
mengering, sehingga jumlah biji dalam tongkol berkurang. Kekurangan air pada
fase pengisian/pembentukan biji (fase 3) juga dapat menurunkan hasil secara
nyata akibat mengecilnya ukuran biji.
Pengaturan ketersediaan air dilakukan melalui pembuatan alur drainase.
Kedalaman alur drainase yang direkomendasikan antara 21-25 cm dan lebar 32-34
cm. Dengan pembuatan alur tersebut pada musim kemarau tanaman hanya perlu
diberi air 6-7 kali tanpa bantuan hujan dan dapat berkurang apabila masih ada
hujan selama pertumbuhan tanaman (Bakhri, 2007).
Pengendalian OPT
Upaya peningkatan produksi jagung seringkali terkendala oleh faktor
abiotik dan biotik. Kendala biotik meliputi gangguan yang disebabkan oleh
organisme pengganggu tanaman (OPT) dimana OPT ini terdiri dari gulma,
penyakit, dan hama. Pengendalian hama dan penyakit jagung dilakukan dengan
menggunakan komponen pengendalian yang meliputi: varietas tahan, kultur
teknis, musuh alami dan pertisida (Bakhri, 2007).
Usaha dalam pengendalian OPT dilakukan melalui tiga cara yaitu;
pengelolaan tanaman, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan jasad pengganggu
tanaman. Pengelolaan tanaman meliputi penggunaan varietas tahan atau resisten
terhadap OPT. Pengelolaan lingkungan melalui metode kultur teknis dan pola
tanam serta pengelolaan jasad pengganggu tanaman melalui bahan kimia dan
penggunaan musuh alami (Djafaruddin, 1994). Pengendalian tanaman secara
kimia saat ini mulai dikurangi karena dapat mengakibatkan kerugian lingkungan
Pengendalian hayati yang ramah lingkungan mulai diujicoba dan
diterapkan di lapang. Beberapa penelitian menunjukkan pengendalian hayati
cukup efektif dalam mengurangi kerusakan dan kehilangan hasil yang diakibatkan
OPT. Pengendalian hayati dengan cendawan Metarhizium anisopliae mampu mengendalikan penggerek batang dengan terindikasi rendahnya kerusakan daun
(13,25%) dan bunga jantan (5,30%). Penggunaan bakteri T. bactrae fumata yang menjadi parasit pada telur penggerek tongkol mampu mengendalikan dengan
tingkat parasitasi hingga 100%. Bakteri Bacillus thuringensis adalah salah satu agen pengendali yang mampu memberikan mortalitas cukup tinggi pada ulat
grayak (Baco dan Yasin 2001; Pabbage et al., 2001; Adnan, 2009).
Penekanan dalam pengendalian OPT adalah dengan mempertimbangkan
kerugian secara ekonomis, bukan dari aspek lainnya. Oleh karena itu, efisiensi
biaya maupun waktu menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan. Selama
penambahan hasil akibat tindakan pengendalian masih lebih rendah dari biaya
pengendalian yang dilakukan, maka tindakan pengendalian OPT tidak perlu
dilakukan (Sembodo, 2010)
Panen dan Pascapanen
Kegiatan panen dan pascapanen sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil
yang didapatkan. Waktu panen jagung sangat bergantung kepada tujuan akhir
produksi apakah untuk benih, jagung semi, jagung segar ataupun jagung pipilan.
jagung biasa dipanen pada umur 100-120 HST tergantung varietas, jagung hibrida
dapat dipanen pada saat berumur 90 HST. Menurut Bern, et al. (2003) Menunda waktu panen dapat menurunkan 0,5% hasil setiap minggu setelah waktu optimum
pemanenan. Waktu panen yang tepat adalah saat kadar air jagung antara 25-17%.
Kegiatan pascapanen terdiri dari sejumlah tahapan dimulai dari panen,
pengupasan, pengeringan, pemipilan, penyimpanan dan pengangkutan
(Muhidong, 1998). Penanganan pascapanen jagung merupakan salah satu mata
rantai penting dalam usahatani jagung. Hal ini didasarkan kenyataan bahwa petani
umumnya memanen jagung pada musim hujan dengan kondisi lingkungan yang
lembab dan curah hujan masih tinggi. Menurut Firmansyah (2009) hasil survei
10
tinggi, berkisar antara 25-35%. Apabila tidak ditangani dengan baik, jagung
berpeluang terinfeksi cendawan yang menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin.
Penanganan pascapanen yang kurang baik dapat menyebabkan kehilangan
hasil dan kerugian yang cukup tinggi. Kehilangan hasil akibat proses pemipilan
secara manual dapat mencapai 8%. Upaya penekanan kehilangan hasil menjadi
hanya 5% dapat meningkatkan produksi jagung nasional hingga 290 000
ton/tahun. Dengan penerapan teknologi, selain dapat menekan kehilangan hasil
secara fisik, penurunan kualitas hasil juga dapat ditekan karena kapasitas
pemipilan dapat jauh lebih tinggi dibanding cara manual serta biaya pemipilan
Tempat dan Waktu
Kegiatan magang dilaksanaan di PT Sungai Menang yang berlokasi di
Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Pulau Seram,
Maluku. Pelaksanaan kegiatan magang dilakukan selama 4 bulan, dimulai dari
tanggal 2 Februari 2011 sampai 12 Juni 2011.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan magang dilakukan dengan praktik kerja langsung di lapangan.
Selama magang, penulis turut kerja aktif dalam seluruh pelaksanaan kegiatan
teknis di lapang mulai dari teknik budidaya, panen dan penanganan pascapanen.
Penulis juga melakukan wawancara dan diskusi terkait aspek manajemen
produksi, khususnya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) di lapang. Metode lainnya yang dilakukan melalui pengumpulan laporan dan arsip
perusahaan dengan meminta izin dari manajer kebun.
Penulis selama magang mempelajari keterampilan teknis dan manajerial.
Pelaksanaan kegiatan teknis meliputi seluruh kegiatan yang ada di lapangan.
Kegiatan prapanen dari persiapan lahan, penanaman, pemupukan dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman, kegiatan panen sampai kegiatan
penanganan pascapanen.
Keterampilan manajerial diperoleh ketika menjadi pendamping mandor
dan pendamping asisten kepala kebun. Kegiatan manajerial pada saat menjadi
pendamping mandor yaitu membuat perencanaan kegiatan harian,
pengorganisasian karyawan, pengawasan dan pengendalian kegiatan di lapangan
serta mengisi jurnal harian magang sebagai pendamping mandor. Kegiatan
sebagai pendamping asisten kepala kebun antara lain membantu penyusunan
rencana kerja dan rencana anggaran dari perusahaan, membuat laporan asisten
kepala kebun, mempelajari manajerial perkebunan, mengisi jurnal harian di
tingkat afdeling serta menganalisis permasalahan yang timbul dan mencari
12
Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan selama kegiatan magang adalah hal-hal
yang berhubungan dengan penerapan Good Agricultural Practices yang mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian No. 48 Tahun 2006 tentang pedoman budidaya
tanaman pangan yang baik dan benar seperti yang terlampir di Lampiran 1.
Komponen GAP yang diamati meliputi:
1. Pemilihan Wilayah Produksi: Kesesuaian kondisi iklim dan tanah serta
kesesuaian lahan dengan komoditas dan cara budidaya.
2. Persiapan Lahan: Pemetaan tipe tanah, teknik pengolahan tanah:
pengendalian terhadap erosi.
3. Benih dan Varietas: kualitas benih/daya berkecambah, perlakuan benih
dan sumber benih, ketahanan terhadap penyakit, keragaan vegetatif
tanaman.
4. Penanaman: kesesuaian teknik budidaya
5. Pemupukan: penentuan kebutuhan hara, sumber dan jenis pupuk, dosis,
frekuensi, metode dan alat aplikasi, sistem penyimpanan pupuk dan
penggunaan pupuk organik.
6. Manajemen air: pengetahuan kebutuhan air; metode irigasi; sumber air dan
pelestariannya.
7. Perlindungan Tanaman: pelaksanaan pengendalian hama terpadu,
pemilihan bahan kimia, jenis dan dosis pestisida/herbisida, frekuensi
aplikasi, interval prapanen, alat aplikasi, pembuangan sisa aplikasi dan
penyimpanan pestisida/herbisida.
8. Pemanenan: metode dan alat panen, teknik pengepakan lapang, alat
angkut, dan kriteria panen.
9. Pascapanen: penggunaan bahan kimia pasca panen, pengeringan, seleksi,
pengemasan, dan penyimpanan.
10.Perlindungan lapang: ketersediaan alat dan penggunaan alat di lapang.
11.Pencatatan dan Tracebility: Pencatatan seluruh tahapan produksi dan
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari perusahaan berupa arsip dan
dokumen yang meliputi:
a. Letak geografis dan topografi kebun.
Data lokasi kebun yang meliputi penyebarannya di lapangan, pembagian
areal kebun, luas areal dan tata guna lahan.
b. Keadaan lingkungan tumbuh.
Data mengenai tipe iklim, curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan,
jumlah bulan basah, bulan kering dan jumlah hari hujan.
c. Kondisi areal tanam dan pertanaman.
Data tentang luas pertanaman, varietas, produksi jagung dan kondisi
tanaman.
d. Organisasi dan manajemen perusahaan.
Informasi tentang struktur organisasi wewenang dan tanggung jawabnya.
e. Produksi jagung.
Data produksi PT. Sungai Menang selama tahun 2010-2011.
Selain itu pengumpulan data sekunder berupa pengumpulan data
penunjang dilakukan melalui bahan pustaka yang tersedia di perusahaan.
Analisis Data dan Informasi
Data dan informasi dianalisis menggunakan metode deskriptif dengan
membandingkan studi pustaka yang berlaku pada budidaya jagung dengan kondisi
di lapangan kemudian dilakukan skoring berdasarkan kriteria yang telah ada.
Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui apakah pengelolaan pertanaman
KEADAAN UMUM LOKASI MAGANG
Sejarah Perusahaan
PT. Sungai Menang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
pertanian dan termasuk kedalam kelompok usaha Sampoerna Bio Energi, PT.
Sampoerna Agro, Tbk. Jenis komoditi yang diusahakan oleh PT Sungai Menang
adalah komoditi pangan seperti ubi kayu, kedelai dan jagung. Pada tahun 2008
PT. Sungai Menang membuka usaha pertaniannya di wilayah Pulau Seram,
Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Usaha pertanaman jagung di kebun Seram dimulai sejak tahun 2010.
Pembukaan lahan pertama kali dilakukan di Divisi Seatele pada tahun 2008 seluas
60 ha dan kemudian dilakukan penanaman dengan komoditi utama pada waktu itu
adalah ubi kayu. Sejak tahun 2010 komoditi ubi kayu diganti dengan komoditi
jagung. Rencana jangka panjang usaha pertanaman jagung ini akan diusahakan
secara mekanisasi dengan skala komersial. Pada tahun 2010 pembukaan lahan di
Divisi Seatele diperluas hingga 118 ha serta kemudian dibuka lahan pertanaman
baru dengan lahan yang siap dibuka seluas 300 ha.
Lokasi Perusahaan dan Letak Wilayah Administratif
PT. Sungai Menang wilayah Seram terletak di Dusun Mandiri, Desa
Samal, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku.
Akses transportasi untuk menuju perkebunan ditunjang dengan letak perkebunan
dan sekretariat yang berada di jalur Lintas Seram. Akses lokasi sekretariat kebun
menuju ibu kota kecamatan sejauh 25 km dan menuju ibu kota kabupaten sejauh
250 km atau dapat ditempuh selama lima jam menggunakan kendaraan roda
empat. Letak kebun PT. Sungai Menang berada di dua lokasi yang berbeda dan
terpisah sejauh 25 km. Letak geografis pertanaman jagung PT. Sungai Menang
Sarana dan Prasarana Perusahaan
PT. Sungai Menang memiliki beberapa sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan kerja dan produksi perusahaan. Sarana dan prasarana yang
dimiliki perusahaan disajikan pada Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Sarana dan Prasarana di PT. Sungai Menang.
Fasilitas Jumlah Fungsi
(Unit)
Kantor 1 Pusat kegiatan administrasi
Kantor divisi 2 Pusat kegiatan administrasi divisi/kebun
Gudang 3 Tempat penyimpanan peralatan
penunjang kegiatan kebun, penyimpanan sarana produksi, penyimpanan hasil panen
Pos pengawasan 2 Pengawasan dan penjagaan keamanan kebun
Menara Pemantau 4 Tempat memantau kondisi kebun dan pengawasan terhadap serangan hama sapi dan babi
Traktor 2 Alat mekanisasi pertanian
Implemen Traktor
a. Disk Plow 2 Olah tanah (bajak) b. Rotovator 2 Olah tanah (rotari)
c. Planter 1 Penanaman secara mekanik
d. Harvester 1 Pemanenan secara mekanik
e. Boom Sprayer 1 Penyemprotan / pengendalian OPT Mobil boks 1 Sarana transportasi antar jemput pekerja Motor 6 Sarana transportasi staf perusahaan Sumber : Data Perusahaan (2011)
Keadaan Iklim dan Tanah
Keadaan Iklim di pertanaman jagung PT. Sungai Menang menurut tipe
iklim Oldeman termasuk tipe C1, dengan rata-rata 5 bulan basah berturut-turut
dan 1 bulan kering berturut-turut dalam satu tahun. Tipe iklim C1 artinya
memungkinkan untuk menanam palawija dua kali dalam satu tahun pada wilayah
tersebut. Curah hujan pertahun selama 22 tahun terakhir (tahun 1989 - 2010)
adalah 2 493 mm/tahun. Data curah hujan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Kondisi lahan pertanaman jagung kebun Seatele berada pada ketinggian 8
16
Berdasarkan kelas kesesuaian lahan, lahan pertanaman jagung di PT. Sungai
Menang termasuk dalam lahan kelas S3 untuk jagung. Berdasarkan survey tinjau
yang telah dilakukan perusahaan terdapat dua jenis tanah di pertanaman jagung
seram, yaitu Aeric Endoaquepts untuk tanah divisi I Seatele dan jenis tanah Typic Eutrudepts untuk divisi II Samal. Tanah Aeric Endoaquepts merupakan sub grup dari ordo tanah Inceptisol yang mempunyai karakter tanah berdrainase terhambat sampai baik dengan tekstur liat sampai lempung. Tanah Aeric Endoaquepts merupakan tanah Inceptisols yang terbentuk dari bahan induk aluvium marin atau endapan laut.
Luas Area Kebun dan Produksi
Luas area yang diusahakan di pertanaman jagung PT Sungai Menang
berdasarkan rencana anggaran tahun 2011 seluas 200 ha. Luasan lahan yang
dimiliki pada tahun 2011 adalah 420 ha yang terbagi kedalam dua divisi. Berikut
pembagian tata guna lahan di PT. Sungai Menang, Seram.
Tabel 2. Tata Guna Lahan PT Sungai Menang, Seram
Divisi Luas Total Lahan Luas Lahan Penggunaan Lahan
Seatele 118 ha 74 ha Jagung
13.8 ha Ubi kayu 16.2 ha Lahan tidur 14 ha Lain-lain
Samal/Leawai 300 ha - Tidak ada data
Total 418 ha
Data per 1 Juni 2011
Sumber: Catatan Kepala Divisi
Jagung merupakan komoditas utama yang diusahakan. Ubi kayu
merupakan komoditas pertama yang diusahakan namun karena kondisi lahan dan
iklim yang tidak sesuai sehingga budidaya ubi kayu dihentikan dan dilanjutkan
dengan percobaan penanaman jagung pada tahun 2010. Produksi jagung untuk
tahun pertama diusahakan pada lahan seluas 60 ha, adapun data produksinya tidak
didapatkan karena kebijakan perusahaan.
Produksi jagung pada tahun kedua dimulai Januari 2011 dan hanya
dilakukan pada beberapa blok saja dengan total luasan 15 ha. Penanaman tertunda
atau kegiatan magang berakhir data produksi hanya didapatkan dari blok 5C.
Berikut hasil produksi jagung pipilan kering yang ditampilkan dalam Tabel 3.
Tabel 3. Produksi jagung di Kebun Seatele PT. Sungai Menang.
Blok Luas Lahan Produksi Produktivitas
(ha) (ton) (ton/ha)
5C1 1,25 3,950 3,160
5C2 1,25 3,850 3,080
5C3 1,25 3,411 2,729
Total 3,75 11,211 2,990
Data per 1 Juni 2011
Sumber: Catatan Kepala Divisi
Pemanfaatan lahan di kebun Seatele dibagi menjadi dua yaitu lahan untuk
produksi dan lahan untuk riset. Lahan untuk kegiatan riset mencakup luasan 30
hektar dari total 118 ha luas kebun. Kegiatan riset bertujuan untuk mendapatkan
varietas jagung paling adaptif. Terdapat enam blok dengan luas masing-masing 5
ha yang dijadikan area riset, pada setiap blok ditanami lima varietas jagung
hibrida yang berbeda sehingga akan didapatkan tiga ulangan untuk setiap varietas.
Lahan yang dijadikan area produksi mencakup sebagian besar area kebun namun
pada kondisi tertentu lahan produksi dapat dijadikan lahan untuk riset jika
memang diperlukan.
Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan
Operasional PT. Sungai Menang dipimpin oleh seorang General Manager
(GM) yang memiliki tugas memimpin dan mengelola serta mengembangkan
seluruh kebijakan. General manager dibantu oleh seorang manajer, dua orang
asisten kepala divisi/kebun, seorang asisten riset, seorang kepala tata usaha dan
seorang kepala administrasi. Terdapat beberapa posisi dalam struktur organisasi
yang masih belum terisi, selengkapnya struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 4.
Asisten kepala divisi bertanggung jawab langsung kepada general manajer
dalam hal pengawasan, pelaksanaan teknis dan perencanaan kegiatan serta
evaluasi hasil kerja di masing-masing divisi. Asisten riset bertanggung jawab
18
perencanaan kegiatan dan laporan hasil kegiatan. Kepala administrasi bertanggung
jawab kepada kepala tata usaha dalam hal yang menyangkut kegiatan
administrasi, keuangan dan pembuatan arsip data kebun.
Karyawan di PT. Sungai Menang terbagi atas pengelola tingkat staf dan
non-staf. Karyawan tingkat staf terdiri dari general manajer, manajer, asisten
kepala divisi, asisten riset, kepala tata usaha dan kepala administrasi. Karyawan
non staf merupakan karyawan kebun yang bekerja secara harian, borongan dan
musiman, terdiri dari mandor, krani, petugas keamanan dan karyawan harian lepas
(KHL).
Tabel 4. Data jumlah karyawan PT. Sungai Menang
Uraian Jenis Kelamin Total
Laki-laki Perempuan A. Staf
1. General Manajer 1 1
2. Manajer 1 1
Asisten kepala divisi 2 2
asisten riset 1 1 2
kepala tu 1 1
Admin 1 1
B. Non Staf
1. Bulanan 9 1 10
2. THL 25 40 65
Total Tenaga Kerja 41 42 83
Sumber: Data Perusahaan 2011
Karyawan tingkat staf maupun non staf masuk setiap hari. Hari kerja
dimulai dari hari Senin sampai Minggu. Pekerjaan dalam satu hari dilaksanakan
dengan standar 7 jam kerja yang dimulai pukul 07.00 WIT hingga pukul 15.00
WIT dengan waktu istirahat selama 1 jam dari pukul 12.00 WIT sampai 13.00
WIT. Setiap hari terdapat lembur tetap selama 1 jam yaitu dari pukul 15.00 WIT
sampai 16.00 WIT. Hari kerja efektif setiap hari adalah selama 8 jam kerja, lama
kerja dapat juga bersifat kondisional jika cuaca tidak memungkinkan. Pekerjaan di
kebun akan diliburkan jika turun hujan deras pada pagi hari sehingga tidak
memungkinkan adanya aktivitas di kebun.
Karyawan non staf akan menerima upah setiap dua minggu. Upah tenaga
Terdapat perbedaan besaran upah antara tenaga harian wanita dan tenaga harian
pria. Upah yang diberikan untuk tenaga harian pria sebesar Rp. 42.500,00 per
HOK dan tenaga harian wanita sebesar Rp. 40.000,00 per HOK. Upah borongan
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG
Aspek Teknis
Land Clearing
Pengukuran dan blocking. Kegiatan pengukuran merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pembukaan suatu areal lahan.
Pengukuran di PT. Sungai Menang bertujuan untuk memetakan wilayah kebun,
menentukan batas-batas kebun serta sebagai pedoman dalam pembuatan tata guna
lahan seperti pembuatan areal blok, areal camp, area jalan, parit dan area untuk berbagai bangunan lain di dalam kebun (Gambar 1a).
Kegiatan pengukuran di Kebun Seatele masih tetap dilakukan meskipun
sudah tidak ada kegiatan pembukaan lahan. Pengukuran dilakukan hanya untuk
mengukur kembali luasan area setiap blok dan penentuan luas setiap petakan.
Luas blok di kebun Seatele adalah 5 ha dengan luas tiap petakan 1 ha sedangkan
di kebun Samal luas blok berbeda dengan luasan tiap blok masing-masing 10 ha
dan luas tiap petakan 2,5 ha. Salah satu komponen kegiatan pengukuran adalah
blocking yang bertujuan menentukan areal blok dan sebagai panduan dalam kegiatan Imas dan tumbang.
[image:32.595.106.509.492.642.2]
Gambar 1. Pengukuran dan blocking (a) dan Imas tumbang (b)
Imas tumbang. Kegiatan Imas dan Tumbang merupakan kegiatan pembukaan areal lahan dengan menggunakan alat berat yaitu bulldozer dan excavator (Gambar 1b). Areal yang dibuka adalah area hutan primer dengan
1 meter. Pohon berukuran besar yang tidak mampu ditumbangkan oleh bulldozer di potong dengan bantuan chainsaw atau gergaji mesin. Pembukaan lahan dilakukan hingga bersih dari sisa tanaman yang tertinggal di tanah seperti tunggul,
akar maupun batang tanaman. Hal ini diperlukan untuk memudahkan penggunaan
alat pengolahan tanah yang rentan terhadap kerusakan dari hambatan atau
terhambat dalam efisiensi dengan materi tersebut. Pada saat pembukaan lahan sisa
pohon dan kayu dikumpulkan dan dibentuk rumpukan di pinggir petakan yang
kemudian akan bersihkan secara berkala.
Pembersihan areal rumpukan. Areal rumpukan merupakan kumpulan kayu-kayu hasil imas tumbang pembukaan lahan. Rumpukan diletakkan di pinggir
petakan dengan lebar rumpukan antara 10-15 meter dan panjang 200 m sehingga
luas satu rumpukan berkisar antara 0,2 hingga 0,3 ha. Dalam satu blok dengan
luasan 5 ha terdapat 5 areal rumpukan atau total luas rumpukan antara 1 hingga
1,5 ha. Areal rumpukan ini mengurangi luasan efektif tanam yang seharusnya 5 ha
menjadi hanya 4 ha bahkan 3,5 ha saja. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap
produksi dan efisiensi pemanfaatan lahan sehingga harus sesegera mungkin
dibersihkan.
Pembersihan areal rumpukan dilakukan dengan dua cara yaitu secara
manual dan mekanisasi menggunakan alat berat (Gambar 2). Pembersihan
rumpukan secara manual dilakukan oleh tenaga kerja harian dan terdapat beberapa
rumpukan di blok 2B dan 2C yang kegiatannya diserahkan kepada tenaga
borongan. Pembersihan rumpukan atau rencek kayu oleh tenaga harian dilakukan
dengan menggunakan mesin chainsaw dan parang. Di kebun Seatele terdapat 1 operator chainsaw yang bertugas memotong-motong kayu-kayu besar sisa pohon yang masih tersisa di rumpukan. Pada kondisi tertentu tenaga harian lepas
digunakan untuk melakukan pembersihan gulma yang telah tumbuh di area
rumpukan. Tujuan rencek kayu adalah agar kayu lebih mudah lapuk dan proses
22
[image:34.595.118.507.87.231.2]
Gambar 2. Pembersihan rumpukan secara manual (a) dan mekanisasi (b).
Pembersihan rumpukan dengan menggunakan tenaga borongan tujuannya
adalah agar lebih efisien dalam penggunaan waktu dan biaya. Tenaga borongan
dibayar 1 juta rupiah untuk satu areal rumpukan yang dibersihkan seluas 2 000
m2. Pembersihan rumpukan olah tenaga borongan ditetapkan harus sudah selesai setelah 3 bulan. Pada kenyataannya, kegiatan ini membutuhkan waktu lebih lama
dari yang ditetapkan sehingga akhirnya pembersihan rumpukan oleh tenaga
borongan dihentikan dan digantikan menggunakan alat berat.
Pembersihan rumpukan dengan menggunakan alat berat dilakukan untuk
mengejar target luasan tanam untuk tahun 2011 yaitu seluas 200 ha. Pada bulan
Mei 2011 di kebun Seatele dilakukan pembersihan area rumpukan menggunakan
excavator. Penggunaan alat berat lebih efisien dari segi waktu. Dalam satu hari excavator dapat meratakan sebanyak 2-3 area rumpukan. Proses dapat berlangsung cepat dikarenakan kayu-kayu di daerah rumpukan sudah mulai lapuk
karena sudah berumur lebih dari 1 tahun.
Pengelolaan tanah (soil management)
Teknik olah tanah pada pertanaman jagung di kebun Seatele dilakukan
secara mekanisasi dengan menggunakan traktor. Pengolahan tanah dibagi kedalam
dua tahapan yaitu olah tanah primer menggunakan bajak dan olah tanah sekunder
menggunakan rotari (Gambar 3). Setiap tahapan pengolahan tanah dilakukan
sebanyak dua kali. Berdasarkan tahapannya maka proses pengolahan tanah
sebelum ditanam adalah Bajak I – Bajak II – Rotari I – Rotari II – Tanam.
dan jarak antar piringan 67 cm. Kedalaman bajak rata-rata adalah 16,6 cm. Bajak
dilakukan dua kali dan tidak ada selang waktu yang ditentukan antara pelaksanaan
bajak pertama ke bajak kedua. Bajak kedua dilakukan jika tingkat kekeringan
pada lahan hasil bajak pertama sudah cukup kering dan dimungkinkan traktor
untuk dapat beroperasi. Selang waktu antara bajak I dan bajak II biasanya adalah
satu hari.
Rotari dilakukan setelah tanah di bajak dua kali. Rotari tujuannya untuk
memperbaiki struktur tanah pada lapisan atas menjadi lebih remah dan
mempersiapkan seedbed untuk benih agar berkecambah dan tumbuh dengan baik. Rotari dilakukan menggunakan implement rotavator. Tanah dirotari selama dua kali sebelum siap tanam. Tidak ada jangka waktu yang ditentukan dalam
pelaksanaan rotari I ke rotari II, olah tanah ke dua bahkan dapat dilakukan pada
hari yang sama.
[image:35.595.121.506.374.521.2]
Gambar 3. Olah tanah primer menggunakan disk plow (a) dan rotavator (b).
Pengolahan tanah secara mekanisasi sangat bergantung pada kondisi cuaca
di lapangan. Kerja alat akan terganggu bila hujan turun karena tanah akan menjadi
basah dan lengket akibatnya pengolahan tanah tidak dapat dilakukan karena alat
tidak memungkinkan untuk bekerja. Kondisi cuaca serta kondisi lahan yang tidak
memungkinkan dilakukan olah tanah menyebabkan terdapat beberapa areal blok
yang selang waktu antara olah tanah berikutnya terlalu lama sehingga lahan telah
ditumbuhi gulma. Blok tersebut antara lain blok 3C dan 3B. Pada kondisi seperti
ini olah tanah menjadi lebih sulit karena terganggu dengan adanya gulma,
24
akibatnya rotavator harus berhenti sejenak untuk dibersihkan, hal ini mengurangi
efisiensi dari kerja alat itu sendiri.
Penentuan blok atau area lahan yang akan diolah didasarkan pada kondisi
lahan yang ada serta lebih diutamakan pada area lahan yang akan digunakan untuk
area riset. Standar operasional kebun mengharuskan efisiensi pemanfaatan lahan
serta penggunaan alat. Lahan yang sudah kering sesegera mungkin untuk diolah
dan dilakukan penanaman. Tidak ada jangka waktu tertentu yang ditentukan
perusahaan dalam pelaksanaan olah tanah namun terdapat target luasan tanam
yang harus dipenuhi selama satu tahun, untuk tahun 2011 luasan tanam yang
harus dipenuhi adalah total 200 ha untuk divisi I dan divisi II. Target luasan tanam
ini ternyata sulit tercapai, hal ini karena sering terhambatnya proses olah tanah
akibat cuaca, kondisi lahan yang basah, kerusakan mesin dan mobilisasi traktor
yang terbatas.
Penanaman (Planting)
Benih jagung yang digunakan di divisi I Seatele menggunakan jenis benih
jagung hibrida. Kebun Seatele juga merupakan lahan percobaan untuk mengetahui
varietas jagung yang mampu beradaptasi baik dengan kondisi iklim, tanah dan
lingkungan yang ada di lokasi kebun. Terdapat 10 varietas jagung hibrida yang
diusahakan antara lain; AS-1, Makmur-1, Bima-2, NK22, NK33, Bisi-12, Bisi-16,
Bisi-816, Pioneer-12, Pioneer-21, dan Pioneer-27. Setiap varietas ditanam dalam
petakan dengan luasan lahan 1 ha. Setiap blok memiliki 5 petakan sehingga
penanaman dalam satu blok menggunakan 5 varietas yang berbeda. Skema
penanaman dapat dilihat pada Gambar 4.
Penanaman jagung di kebun divisi I Seatele dilakukan dengan cara manual
dan mekanisasi. Meskipun pada standar operasional kebun seluruh proses
budidaya harus dilakukan secara mekanisasi, pada kenyataan di lapang terdapat
berbagai kendala yang menyebabkan mekanisasi tidak dapat dilakukan. Beberapa
kendala tersebut adalah kondisi cuaca, kondisi lahan, dan keterbatasan alat
Blok 4C Blok 4D
4C 1 Bisi 12 4D 1 P 21 4C 2 AS 1 4D 2 Bisi 816 4C 3 NK 33 4D 3 Bima 2 4C 4 Makmur 1 4D 4 P 27
4C 5 P 12 4D 5 NK 22
Blok 3C Blok 3D
3C1 NK 22 3D 1 AS 1
[image:37.595.95.515.46.842.2]3C2 Bisi 816 3D 2 P 12 3C3 P 21 3D 3 Bisi 12 3C4 NK 33 3D 4 Makmur 1 3C5 Bima 2 3D 5 P 27
Gambar 4. Skema penanaman jagung berdasarkan varietas
Penanaman secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan implement
planter (Gambar 5). Kelebihan penanaman dengan menggunakan planter antara lain, efisien dalam penggunaan tenaga kerja karena hanya dibutuhkan dua orang
tenaga kerja yaitu operator dan seorang pembantu operator (helper). Penanaman dilakukan secara bersamaan dengan pemupukan dasar, waktu yang dibutuhkan
lebih cepat dibandingkan secara manual. Penulis mengikuti kegiatan penanaman
secara mekanisasi dan berdasarkan pengamatan, Prestasi kerja dalam satu hari
kerja adalah 5 875 ha.
[image:37.595.112.508.508.659.2]
Gambar 5. Penanaman secara tugal (a) dan penanaman dengan planter (b).
Implement planter dikalibrasi sesuai dengan jarak tanam dan jumlah pupuk yang ditetapkan. Jarak tanam yang digunakan adalah 75 cm x 20 cm
26
digunakan adalah pupuk dasar NPK 15-15-15 dengan dosis 300 kg/ha. Beberapa
kekurangan dari planter antara lain, meskipun telah di set sesuai dengan standar yang diinginkan namun pada beberapa kondisi letak jatuhnya benih pada planter tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, terutama untuk jarak tanam dalam baris
yang diharapkan benih jatuh setiap 20 cm namun pada kenyataannya sulit tercapai
karena terkendala lubang benih yang seringkali tertutup oleh bongkahan tanah.
Hal ini berpotensi tanaman tumbuh terlalu rapat atau teralu jauh dalam barisan
sehingga dapat mengurangi populasi.
Penggunaan alat tanam planter juga dapat mengurangi populasi tanam, hal ini karena konstruksi planter terdiri dari 4 baris sehingga saat digunakan jumlah baris tanaman dalam satu lahan akan berjumlah kelipatan 4. Jika lebar suatu lahan
50 meter dengan jarak tanam antar baris adalah 75 cm maka jumlah baris
seharusnya adalah 66 baris namun karena menggunakan planter jumlah baris yang dapat terpenuhi hanya 64 baris atau kehilangan 3% populasi.
Pada kondisi tertentu benih dalam planter tidak keluar karena saluran benih tersumbat tanah ataupun kotor. Jumlah benih yang terpakai setiap hektarnya
bervariasi dari 14 kg/ha sampai 20 kg/ha. Pengamatan pada penanaman dengan
menggunakan benih yang sama yaitu Pioneer 21 di blok 4D1, 4B3 dan 3C3
menunjukkan jumlah benih yang terpakai berbeda. Pada blok 4D1 benih yang
terpakai adalah 15 Kg/ha sedangkan pada blok 4B3 dan 3C3 hanya 13 kg/ha,
begitu pula dengan varietas NK22 di blok 4D5, 4B5 dan 3C1 jumlah benih yang
terpakai berbeda yaitu 17 kg di blok 3C1, 16 kg di blok 4D5 dan 15 kg di blok
4B5. Meskipun menggunakan benih varietas yang sama terdapat perbedaan
jumlah benih yang terpakai diakibatkan karena pada kondisi tertentu benih tidak
jatuh dari planter sehingga benih yang keluar lebih sedikit.
Penanaman secara manual menggunakan tenaga harian lepas. Penanaman
manual dilakukan jika penanaman secara mekanis tidak dapat dilakukan dan
hanya boleh dilakukan pada area blok produksi. Penanaman manual sangat tidak
efisien secara ekonomi karena memerlukan jumlah tenaga kerja yang banyak serta
waktu yang dibutuhkan cukup lama. Pada penanaman manual di blok 3E tenaga
yang dibutuhkan sebanyak 16 HOK/ha. Penanaman seluas 2,5 Ha di Blok 3E
Pada area blok riset, seluruh kegiatan produksi harus dilakukan secara
mekanisasi sesuai dengan tujuan dari perusahaan yaitu untuk melihat efisiensi dari
kegiatan mekanisasi. Sedangkan pada area lahan produksi, pelaksanaan kegiatan
produksi lebih bersifat kondisional, jika tidak memungkinkan dilakukan secara
mekanisasi kegiatan bisa dilakukan secara manual. Kegiatan yang dilakukan
secara manual harus mempertimbangkan efisiensi pengguna tenaga kerja sehingga
tidak menjadi beban biaya produksi.
Pengaturan Saluran Air
Drainase. Saluran drainase dibuat pada dua sisi lahan yaitu sisi lahan sebelah utara dan sebelah timur. Pembuatan saluran drainase tidak dibuat di
keempat sisinya untuk memudahkan penggunaan traktor ke dalam lahan. Parit
primer dibuat menggunakan alat berat ekskavator dengan kedalaman 1,2 meter
serta lebar rata-rata 1.2 m. Selain saluran air primer dibuat pula saluran air
sekunder dan tersier secara manual. Saluran sekunder dibuat tegak lurus atau
melintang terhadap posisi lahan. Saluran air sekunder dan tersier dibuat secara
kondisional menyesuaikan dengan kondisi lahan sehingga air tidak menggenangi
areal pertanaman jagung. Panjang parit yang berhasil dibuat dalam satu hari oleh
penulis dan satu orang tenaga harian lepas adalah 112 m. Rata-rata kedalaman
parit tersier adalah 18.33 cm, dengan lebar atas 35 cm dan lebar bawah 23.67 cm.
Pemeliharaan Tanaman
Pemupukan. Pemupukan pada budidaya jagung di kebun Seatele dilakukan dua kali yaitu pemupukan dasar pada saat tanam dan pemupukan kedua
pada saat umur tanaman 21 – 25 HST. Pemupukan dasar menggunakan NPK 15–
15–15 dengan dosis 300 Kg/ha. Pemupukan dasar dilakukan bersamaan pada saat
tanam dengan menggunakan planter. Namun jika dilakukan pemupukan secara manual, pemupukan dasar diberikan pada saat tanaman sudah berumur 7 HST.
Pemupukan dengan planter sangat efisien dalam penggunaan waktu karena dilakukan bersamaan dengan tanam serta dalam cara pemupukan sesuai
dengan rekomendasi yaitu diberikan secara alur kemudian ditutupi tanah.
Terdapat kendala penggunaan mekanisasi pada saat pemupukan yaitu jumlah
28
4D jumlah pupuk yang terpakai setiap hektar berbeda. Pada petak 4D1 dan 4D2
jumlah pupuk yang terpakai adalah 200 kg/ha sedangkan pada petak 4D5 sebesar
350 kg/ha, hanya pada petak 4D3 dan 4D4 yang sesuai rekomendasi yaitu 300
kg/ha. Pemupukan yang bervariasi dapat diakibatkan karena terdapat endapan
pupuk sebelumnya yang belum dibersihkan sehingga saluran untuk keluarnya
pupuk menjadi terhambat.
Pemupukan kedua menggunakan Urea dengan dosis 300 kg/ha dan cara
pemberiannya dilakukan secara manual (Gambar 6). Pupuk diaplikasikan dengan
cara tugal dan pupuk tidak ditutup dengan tanah. Pemupukan dilakukan saat
tanaman berumur 21 HST. Berdasarkan pengamatan pemupukan urea pada
beberapa blok yaitu blok 4D, 4C, 3D dan 3C dari tanggal 3 – 9 April 2011
kebutuhan rata-rata tenaga kerja untuk 1 ha adalah 7 HOK selama kegiatan
penulis mengikuti bersama tenaga harian yang lain sehingga dapat dikatakan
prestasi penulis sama dengan presasi rata-rata tenaga harian. Pupuk yang
digunakan adalah urea dengan dosis 300 kg/ha. Kenyataan di lapang dosis tidak
selalu sesuai rekomendasi dikarenakan cara pemupukan dengan tugal sangat
bergantung pada jumlah populasi tanaman yang ada di lapang. Lahan dengan
populasi jagung yang rendah akan membutuhkan jumlah pupuk yang lebih sedikit
[image:40.595.196.412.503.647.2]pula dibandingkan lahan dengan populasi jagung yang tinggi.
Gambar 6. Pemupukan kedua secara manual
Pada beberapa blok di areal produksi, penanaman dilakukan secara manual
sehingga pemupukan dasar tidak dilakukan bersamaan dengan penanaman.
berumur 7 HST. Jenis pupuk yang digunakan tetap sama yaitu NPK 15-15-15
dengan dosis 300 kg/ha. Penanaman manual menyebabkan pemupukan dasar
dilakukan secara manual pula sehingga menyebabkan borosnya penggunaan
tenaga kerja hal ini dapat menyebabkan membengkaknya biaya produksi.
Pengendalian Gulma. Kegiatan pengendalian gulma dilakukan untuk menekan populasi gulma yang akan merugikan tanaman jagung karena persaingan
dalam mendapatkan cahaya matahari, air, dan ruang tumbuh. Pengendalian gulma
juga dilakukan untuk pemeliharaan jalan dan area kebun. Pengendalian gulma di
kebun Seatele dilakukan dengan dua cara yaitu secara mekanik dan kimiawi.
Pengendalian gulma secara mekanik dilakukan menggunakan mesin pemotong
rumput dan hanya digunakan untuk pemeliharaan jalan dan kebun sesuai dengan
kondisi gulma di lapangan. Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan
secara kimiawi menggunakan herbisisda.
Pengendalian gulma pada areal tanam dilakukan secara kimia dengan
menggunakan herbisida Calaris 550 SC dengan bahan aktif mesotrion 50g/l dan
atrazin 500g/l. Herbisida Calaris digunakan untuk mengendalikan semua jenis
gulma baik gulma daun lebar, daun sempit maupun teki yang tumbuh pada areal
tanam. Penyemprotan dilakukan pada saat tanaman berumur tidak lebih dari 14
HST. Calaris termasuk jenis herbisida preemergence diaplikasikan beberapa hari setelah tanam dimana gulma belum memasuki tahap emergence atau mulai tumbuh. Volume semprot rekomendasi adalah 300 liter/ha atau 1,5 liter Calaris
550 SC per hektar. Rekomendasi konsentrasi bahan kimia yang digunakan adalah
5 ml/liter.
Pada pengamatan penyemprotan gulma di blok 2E dan 5B tercatat bahwa
konsentrasi yang digunakan pada pelaksanaan di lapang adalah 50 ml/15 liter, hal
ini dilakukan untuk menghemat ketersediaan bahan. Namun ternyata dari hasil
pengamatan yang sama didapatkan volume semprot rata-rata sebesar 562,5 liter/ha
atau lebih banyak dari volume semprot rekomendasi sebesar 300 liter/ha
meskipun konsentrasi yang digunakan lebih kecil. Tingginya volume semprot
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya kecepatan jalan dan daya curah
30
Tingginya volume semprot menyebabkan pemakaian bahan menjadi lebih banyak
dan menjadi tidak ekonomis.
Early Warning System (EWS). Kegiatan Early Warning System dilakukan dengan tujuan sebagai sistem peringatan dini terhadap serangan hama.
EWS dilakukan dengan cara sensus populasi hama pada suatu petak atau areal
tertentu dengan tujuan melihat intensitas serangan yang ada. Sensus hama
dilakukan dua hari sebelum jadwal rutin penyemprotan. Penyemprotan hama
dilakukan jika hasil sensus menunjukkan intensitas serangan yang tinggi. Sensus
hama dilakukan dengan cara melihat jumlah ulat dan telurnya pada 100 pokok
tanaman yang dipilih secara acak. Jenis hama yang disensus untuk saat ini
hanyalah jenis ulat Spodoptera sp, Helicoperva sp. dan Heliothis sp. Perhitungan EWS menggunakan rumus sebagai berikut :
Pengendalian hama di kebun Seatele belum begitu memperhatikan aspek
lingkungan dimana penyemprotan sangat sering dilakukan. Hal ini dilakukan
karena apa bila terjadi keterlambatan penyemprotan pada pertanaman
menyebabkan rusaknya hampir seluruh areal blok. Tingginya intensitas serangan
hama disebabkan karena lahan merupakan bukaan baru dan masih dikelilingi oleh
hutan sekunder yang dapat menjadi habitat hama.
Pengendalian Hama. Pengendalian hama bertujuan untuk mengendalikan kehilangan hasil yang diakibatkan oleh OPT yang dapat merusak tanaman jagung.
Pengendalian hama dilakukan secara kimiawi menggunakan insektisida.
Pengendalian hama dilakukan secara terjadwal sebanyak 5 kali yaitu pada 7 HST,
18 HST, 28 HST, 35 HST dan 42 HST. Terdapat beberapa jenis insektisida yang
digunakan antara lain regent 50 SC, klensect 200 EC, Spontan 400 SL, Meteor 25
EC dan Arrivo 30 EC. Banyaknya jenis insektisida yang digunakan dikarenakan
masih dilakukannya pengamatan jenis bahan aktif dan insektisida yang paling
efektif dalam pengendalian hama. Pada pelaksanaannya insektisida yang lebih
sering digunakan adalah Klensect 200 EC karena dirasakan paling efektif dalam
memiliki bahan aktif permethrin 200 g/l dengan hama sasaran Spodoptera sp (ulat grayak).
Penyemprotan dilakukan secara manual dan mekanisasi (Gambar 7).
Penyemprotan manual dilakukan menggunakan knapsack sprayer SOLO dengan
volume 15 liter/tangki. Perhitungan hari kerja untuk tenaga semprot tidak
disesuaikan berdasarkan jam kerja tetapi berdasarkan prestasi kerja atau target
jumlah tangki yang disemprotkan yaitu 15 tangki dan tidak ada luasan lahan yang
harus dipenuhi. Penyemprotan secara mekanisasi dilakukan dengan menggunakan
boom sprayer. Boom sprayer merupakan implement berbentuk tangki besar yang memiliki sayap di kedua sisinya dengan panjang 3 m dan pada tiap sayapnya
terpasang nozle-nozle yang berfungsi menyemprotkan pestisida. Kelebihan dari
boom sprayer yaitu lebih efisien dalam penggunaan waktu dan tenaga kerja.
Kekurangannya implement ini hanya dapat digunakan pada kondisi tertentu yaitu
pada saat tanaman berumur kurang dari 21 HST. Pada pertanaman jagung yang
sudah berumur lebih dari 21 HST Boom sprayer tidak dapat digunakan karena dikhawatirkan dapat merusak tanaman jagung. Penggunaan boom sprayer
dilakukan jika umur tanaman kurang dari 21 HST dan jika terjadi ledakan
serangan hama yang besar, namun penggunaan boom sprayer juga masih jarang
dilakukan karena keterbatasan traktor.
[image:43.595.114.510.481.628.2]
Gambar 7. Penyemprotan manual (a) dan mekanisasi dengan boom sprayer (b).
32
Metode dan Alat Panen. Panen jagung di kebun seatele dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga harian dan tenaga borongan (Gambar 8).
Secara teknis jika panen dilakukan dengan tenaga kerja harian maka THL akan
dibagi kedalam dua grup yaitu tenaga wanita sebagai pemanen dan tenaga pria
sebagai tenaga angkut. Pemanen bertugas untuk memisahkan tongkol jagung dari
klobotnya dan dikumpulkan pada satu tempat di dalam blok lahan. Tenaga
pengangkut akan bertugas melansir (mengangkut) jagung hasil panenan dari lahan ke pinggir jalan blok untuk di timbang dan kemudian di curah atau di hamparkan
pada lantai jemur yang terbuat dari terpal. Pengamatan pada panen di blok 5C3
Tenaga kerja yang digunakan dalam 1 Ha adalah 14 HOK. Penulis bertugas
sebagai tenaga pemanen dengan prestasi kerja areal yang dipanen seluas 0.07 ha. Panen Jagung dengan menggunakan tenaga borongan dilakukan karena
lebih ekonomis dibandingkan menggunakan tenaga harian. Tenaga borongan
diberi upah kerja berdasarkan prestasi kerja yaitu dihargai Rp. 3.500,00 untuk
setiap 40 kg tongkol yang mampu dipanen. Salah satu kendala panen dengan
tenaga borongan adalah peluang untuk kehilangan hasil karena jagung terlewat
saat panen cukup besar, tenaga borongan cenderung memilih jagung yang besar
sehingga lebih cepat untuk menghasilkan jumlah bobot jagung hasil panen
akibatnya tongkol jagung yang berukuran lebih kecil seringkali terlewat.
[image:44.595.115.511.497.649.2]
Gambar 8. Panen secara manual
Kriteria Panen. Panen jagung dilakukan jika jagung telah melewati umur panen dan telah masak fisiologis. Ciri-ciri masak fisiologis ditandai dengan
munculnya tanda hitam atau black layer pada pangkal biji jagung. Namun pada
tanaman maupun masak fisiologis. Panen jagung dilaksanakan berdasarkan waktu
yang disepakati dengan tenaga pemborong ataupun kondisi cuaca yang tidak
memungkinkan.
Pascapanen
Proses pascapanen jagung di kebun Seatele dilakukan melalui beberapa
tahapan diantaranya penjemuran I, pemipilan, penjemuran II, pengepakan dan
penyimpanan. Semua kegiatan dilakukan langsung di lapang seperti terlihat pada
Gambar 9. Penyimpanan hasil produk dilakukan di gudang utama yang terdapat di
kantor administrasi pusat. Berikut adalah alur proses pascapanen yang dilakukan
di kebun seatele:
Penjemuran I. Penjemuran pertama bertujuan untuk menurunkan kadar air hingga dibawah 20 % untuk mempermudah proses pemipilan. Penentuan kadar
air dilakukan menggunakan moisture tester. Jagung yang memiliki kadar air tinggi akan pecah dan rusak jika dipipil dengan menggunakan mesin pemipil.
Penjemuran jagung dilakukan di jalan antar blok dengan menggunakan terpal
berukuran 8 x 6 meter. Hal ini dilakukan karena belum adanya lantai jemur.
Penjemuran I adalah jemur jagung dalam bentuk tongkol. Kadar air jagung setiap
hari akan diukur untuk menentukan jagung siap untuk dipipil atau tidak. Pada
panen jagung di Blok 5C3 dengan luas panen 1,25 ha menghasilkan 5.994 Kg
tongkol dan dibutuhkan delapan terpal berukuran 8 x 6 meter, empat terpal
34
[image:46.595.116.503.83.404.2]
Gambar 9. Penjemuran I (a), pemipilan (b) dan penjemuran II (c).
Pemipilan. Pemipilan adalah kegiatan memisahkan jagung dari tongkolnya. Pemipilan dilakukan jika kadar air berkisar antara 18-20 % untuk
menghindari jagung pecah atau rusak pada saat dipipil. Ciri lain jagung siap pipil
adalah dengan memutar tongkol menggunakan kedua tangan dan jika biji jagung
sudah goyah maka sudah siap untuk dipipil. Pemipilan dilakukan dengan
menggunakan alat pipil PJ 700 B Agrindo. Dalam satu hari jumlah jagung yang
dapat dipipil berkisar antara 2 hingga 2,5 ton tongkol. Jagung yang telah dipipil
kemudian diayak dan dibersihkan dari kotoran yang tersisa. Jagung pipil
selanjutnya dijemur kembali.
Penjemuran II. Penjemuran kedua bertujuan untuk menghindari jagung terkena jamur dan aflatoksin. Jagung yang siap disimpan harus memiliki kadar air
kurang dari 14%. Jagung yang sudah dipipil kemudian dijemur diatas terpal dan setiap hari di balik untuk mencegah jagung terserang aflatoksin. Jagung pipil yang
sudah kering, licin dan mengkilat atau memenuhi kriteria pengemasan yaitu KA
<14% kemudian segera di packing dalam karung dengan bobot 50 kg setiap
Pengepakan. Pengepakan bertujuan untuk menjaga kualitas jagung pipil agar tetap terjamin selama penyimpanan dan pengiriman kepada konsumen.
Pengepakan dila